BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata al-irst merupakan bentuk mashdar dari kata waratsa, yaritsu, irtsa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata al-irst merupakan bentuk mashdar dari kata waratsa, yaritsu, irtsa."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kewarisan Islam Istilah kewarisan berasal dari bahasa Arab al-irts yang secara leksikal berarti perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Kata al-irst merupakan bentuk mashdar dari kata waratsa, yaritsu, irtsa. Mashdar yang lain menurut ilmu sharaf masih ada beberapa bentuk, yaitu wirtsan, wiratsatan, mirats. 1 Secara bahasa, kata waratsa memiliki beberapa arti: pertama, mengganti. Ini dapat dilihat dalam QS. An- Naml:16 sebagai berikut: Artinya: Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: "Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata". Maksud dari ayat tersebut adalah Nabi Sulaiman menggantikan kenabian serta mewarisi ilmu pengetahuannya. Kedua, memberi. Ini dapat dilihat dalam QS.Az-Zumar: 74 sebagai berikut: 1 Ahmad Kuzari, Sistem Asabah (Dasar Perpindahan Hak Milik Atas Harta Peninggalan), (Jakarta: Rajawali Press,1996), hlm. 1. 8

2 9 Artinya: Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki." Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal. Dan ketiga adalah mewarisi. Ini dapat di lihat dalam QS. Maryam: 6 sebagai berikut: 2 Artinya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya`qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai". Berangkat dari makna dasar ini, maka dari segi makna yang lebih luas, kata al-irts mengandung arti perpindahan sesuatu dari seseorang kepada seseorang atau perpindahan sesuatu dari suatu kaum kepada kaum lainnya, baik berupa harta, ilmu, atau kemuliaan. 3 Sedangkan pengertian secara istilah hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. 4 Dalam redaksi lain, Hasbi Ash-Shiddiqy 2 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press:1998), hlm Muhammad Ali Ash-Shabuni, al-mawarits Fi Syari ah al Islamiyah, diterjemahkan oleh AM. Basalamah dengan Judul Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm Muhammad AMin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 108.

3 10 mengemukakan, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur siapasiapa orang yang mewarisi dan tidak mewarisi, bagian penerimaan setiap ahli waris dan cara-cara pembagiannya. 5 Berbeda dengan definisi diatas, wirjono Projodikoro menjelaskan warisan adalah soal apa bagaimana berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 6 Hukum kewarisan sering di kenal pula dengan istilah Faraid, bentuk jamak dari kata tunggal Faridah yang artinya ketentuan. Hal ini karena dalam Islam, bagian-bagian warisan yang menjadi hak ahli waris telah ditentukan dalam Al-Qur an. 7 Menurut sejarah penggunaan kata faraid lebih dahulu daripada mawaris. Rasulullah SAW, menggunakan kata faraid an tidak menggunakan kata mawarits. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh ibnu mas ud, disebutkan demikian. عن اىب مسعود فال قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم تعلمواالقران وعلموه الناس وتعلموالفرائض وعلموىا Artinya: Dari ibnu Mas ud dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: pelajari Al-Qur an dan ajarkanlah kepada orang-orang, pelajari pula faraid dan ajarkanlah kepada orang-orang ( HR.Ahmad) 8 Mawarits bersinonim dengan faraid, tetapi mempunyai spesifikasi masing-masing, paling tidak dari segi sejarah dan perkembangannya sebagai cabang suatu ilmu T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Fiqih Mawaris, (Jakarta:Bulan Bintang, 1973), hlm Wirjono Projodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1983), hlm. 7 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press:1998), hlm Asy-Syaukani, Muhammad bin Muhammad, Nailul Author, (Beirut: Dar-el-jail, 1987), hlm Ahmad Kuzari, Sistem Asabah (Dasar Perpindahan Hak Milik Atas Harta Peninggalan), (Jakarta: Rajawali Press,1996), hlm. 2

4 11 berikut: T.M. Hasby Ash-Shiddiqy menulis definisi ilmu mawarits sebagai علم يعرف بو من يرث ومن اليرث ومقدركل وارث وكيفية التوزيع Artinya: Ilmu yang dengannya dapat diketahui tentang yang berhak dan yang tidak berhak untuk mendapatkan warisan, serta ketentuan yang berlaku bagi tiap-tiap ahli waris dan penyelesaian pembagiannya. 10 Sedangkan Hukum kewarisan sebagaimana yang tercantum dalam KHI pada pasal 171 ayat (a) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Dari definisi tersebut tampak unsur-unsur pewarisan yaitu: pewaris (al-muwaris), ahli waris (al-waris) dan harta warisan (al-maurus). a. Pewaris (muwaris) Muwaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris.kematian muwaris, menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam 11, yaitu: a) Mati haqiqy (sejati) Adalah kematian yang dapat disaksikan oleh panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian. 10 T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Fiqih Mawaris, (Jakarta:Bulan Bintang, 1973), hlm Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, HUKUM KEWARISAN ISLAM Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, ( Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hlm. 60

5 12 b) Mati hukmy (menurut putusan hakim) Adalah kematian yang disebabkan adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maupun sudah mati. c) Mati taqdiry (menurut dugaan)` Adalah kematian yang didasarkan pada dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati. b. Ahli waris Ahli waris adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si muwarris lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mewarisi Dasar dan Sumber Kewarisan Dasar dan sumber hukum Islam sebagai hukum agama (Islam) adalah nash atau teks yang terdapat di dalam dan sunnah Nabi. Ayat-ayat Al-quran dan sunnah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan antara lain: 1) Dasar Hukum dari Al-Qur an a) Qs. An-Nisa ayat 7 Artinya: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. 12 Moh.Muhibbin dan Abdul Wahid, HUKUM KEWARISAN ISLAM Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, hlm. 61

6 13 b) Qs. An-Nisa ayat Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh

7 14 ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa`atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari`at yang benarbenar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. c) Qs. An-Nisa ayat (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya

8 15 Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. d) Qs. An-Nisa ayat 176 Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

9 16 2) Dasar Hukum dari As-Sunnah Dasar hukum kewarisan yang kedua, yaitu dasar hukum yang terdapat dalam hadits nabi Muhammad SAW. Dari sekian banyak hadits nabi yang menjadi landasan hokum kewarisan islam, penulis hanya mencantumkan beberapa dari hadits nabi, diantaranya sebagai berikut : عن إبن عباس رض اهلل عنو عن النيب صلى الفراءض بأىلها فما بقيا فهو ألوىل رجل ذكر اهلل عليو و سلم : أحلقوا Artinya : Dari Ibnu Abbas R.A dari Nabi SAW berkata : Berikanlah faraid ( bagian-bagian yang ditentukan) itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan lakilaki yang dekat. 13 Hadits Rasulullah dari Huzail bin Syurahbil yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmizi, dan Ibn Majah. Abu Musa ditanya tentang pembagian harta warisan seorang anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki dan saudara perempuan. Abu Musa berkata: Untuk anak perempuan seperdua dan untuk saudara perempuan seperdua. Datanglah kepada Ibnu Mas ud, tentu ia akan mengatakan seperti itu pula. Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas ud dan ia menjawab : Saya menetapkan atas dasar apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, yaitu untuk anak perempuan seperdua, untuk melengkapi dua pertiga cucu seperenam, dan selebihnya adalah untuk saudara perempuan. 14 3) Dasar Hukum dari Ijma Ijma yaitu kesepakatan para ulama atau sahabat sepeninggalan Rasulullah SAW, tentang ketentuan warisan yang terdapat dalam Al- 13 Imam Abi Abdullah Muhammad Bin Ismail, Shahih Bukhari,, (Beirut: Darul Kitab Al- Alamiah, 1992), hlm Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia,( Jakarta : Sinar Grafika,2008), hal.40.

10 17 Qur an maupun Sunnah. Karena telah disepakati oleh para sahabat dan ulama, ia dapat dijadiakan referensi hukum. 15 sebagai contoh adalahkesepakatan jumhur ulama tentang perbedaan agama menjadi sebab tidak mendapatkan hak waris, yakni seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh non muslim apapun agamanya. 4) Dasar Hukum dari Ijtihad Ijtihad yaitu pemikiran para sahabat atau ulama dalam menyelesaikan kasus-kasus pembagian warisan yang belum atau tidak disepakati. Misalnya terhadap masalah raad atau aul, di dalamnya terdapat perbedaan pendapat sejalan dengan hasil ijtihad masingmasing sahabat, tabi in, atau ulama Asas-asas Kewarisan Islam Hukum kewarisan islam mengandung berbagai asas yang memperlihatkan bentuk dan karakteristik dari hukum kewarisan islam itu sendiri. Adapun asas-asas hukum kewarisan Islam tersebut adalah: 1) Asas Ijbari Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan islam mengandung arti bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketentuan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. 15 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hlm Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hlm. 382

11 18 Kata ijbari sendiri secara leksikal mengandung arti paksaan, dijalankannya asas ini dalam hokum kewarisan islam mengandung arti bahwa peralihan harta tersebut terjadi dengan sendirinya menurut ketentuan Allah SWT tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris ataupun permintaan dari ahli warisnya, sehingga tidak ada satu kekuasaan manusia pun dapat mengubahnya dengan cara memasukkan orang lain atau mengeluarkan orang yang berhak. 17 2) Asas Bilateral Hukum kewarisan Islam didasarkan kepada asas bilateral dengan maksud bahwa seseorang dapat menerima hak warisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu dari keturunan perempuan dan garis keturunan laki-laki. 18 Asas bilateral ini dapat dilihat dalam Surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, dan 176 yang dengan tegas mengatakan bahwa hak kewarisan dalam seseorang menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal dunia bisa diperolehnya dari dua sumber, yaitu dari sumber garis keturunan bapak dan bisa juga dari garis keturunan ibunya. Dalam Surat An-Nisa ayat 7 disebutkan, bahwa bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu, bapak, dan 17 Amir Syariffudin, Hukum Kewarisan Islam, hlm.18/ 18 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, HUKUM KEWARISAN ISLAM Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, hlm. 24.

12 19 kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. Asas dasar pemikiran ini, maka peralihan harta pewaris yang dianggap memenuhi rasa keadilan adalah memberikan harta pewaris kepada keluarganya yang paling dekat. Keluarga pewaris yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan pewaris adalah keturunannya (furu ), aswalnya (kakek ke atas) dan semua ashabah pewaris, tanpa mengesampingkan suami atau istri yang merupakan partner hidup pewaris dan sekaligus sebagai kongsi dalam mencari kebutuhan hidup bersama. 19 3) Asas Individual Ketentuan kewarisan dalam syariat Islam adalah membagikan semua tirkah pewaris kepada seluruh kerabat dengan adil. Tidak dibenarkan seorang ahli waris memperoleh bagian lebih besar dari bagian yang telah ditetapkan oleh syara. Harta waris yang diterima sebagai harta pusaka oleh seseorang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan bagian yang diperoleh saudaranya yang lain. Individu masing-masing ahli waris bebas menentukan (berhak penuh) atas bagian yang diperolehnya. Ketentuan ini sudah ditetapkan oleh al-quran ayat 7 dalam Surat An-Nisa yang mengemukakan bahwa bagian masing-masing ahli waris secara individu telah ditentukan. Sedangkan aturan yang telah ditetapkan oleh 19 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, HUKUM KEWARISAN ISLAM Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, hlm. 25.

13 20 syariat Islam yang tidak menyamakan bagian laki-laki dengan bagian perempuan mengandung hikmah yang sangat jelas, yakni dapat dilihat dari kewajiban yang diemban oleh laki-laki sebagai kepala keluarga atau sebagai pelindung keluarga. Hukum waris Islam memandang bahwa terjadinya peralihan harta hanya semata-mata disebabkan oleh adanya kematian. Dengan perkataan lain, bahwa harta seseorang tidak dapat beralih dengan cara pewarisan yang sekiranya orang yang memiliki harta itu masih hidup. 20 4) Asas Keadilan Berimbang Asas keadilan berimbang maksudnya adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dipertegas, bahwa batasan keadilan bukan saja terbatas pada harta, tetapi termasuk hak dan kewajiban. Oleh karena itu, esensi keadilan adalah pertimbangan tanggung jawab, baik dari segi hak maupun dari segi kewajiban. Berdasarkan hal tersebut, maka keadilan dalam kewarisanterletak pada keseimbangan antara keperluan dan kegunaan. 5) Asas Semata-mata Akibat Kematian Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta pewaris kepada ahli waris menggunakan istilah kewarisan. Istilah ini hanya 20 Abdul Manan, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. I, 2006), hlm

14 21 berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Asas ini mengandung pengertian bahwa harta yang beralih selama pewaris masih hidup tidak dinamakan kewarisan. Asas kewarisan akibat kematian mempunyai kaitan erat dengan asas ijbari, karena pada hakikatnya seseorang yang memenuhi syarat sebagai subyek hokum dapat menggunakan harta secara penuh untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya sepanjang hidup, tetapi dengan terjadinya kematian yang secara otomatis harta beralih kepada ahli waris Sebab-sebab dan Penghalang hak waris a) Sebab-sebab seseorang dapat menerima harta warisan dari seseorang yang telah meninggal yaitu: 1) Hubungan perkawinan perkawinan menurut syariat merupakan suatu ikatan yang abadi untuk mempertemukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Perkawinan yang menjadi sebab timbulnya hubungan kewarisan antara suami dengan istri disadarkan dua syarat yaitu: a. perkawinan yang sah menurut syariat islam Artinya syarat dan rukun perkawinan itu terpenuhi, atau antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah, yaitu nikah yang telah dilaksanakan dan telah memenuhi rukun dan 21 Moh.Muhibbin dan Abdul Wahid, HUKUM KEWARISAN ISLAM Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, hlm

15 22 syarat pernikahan serta terlepas dari semua halangan pernikahan walaupun belum kumpul. 22 b. Perkawinannya masih utuh Artinya, suami istri masih terikat dalam tali perkawinan saat salah satu pihak meninggal dunia.termasuk dalam ketentuan ini, apabila salah satu pihak meninggal dunia, sedangkan ikatan perkawinan telah putus dalam bentuk talak raj I dan perempuan masih dalam masa iddah.seorang perempuan yang sedang menjalani iddah talak raj I masih berstatus sebagai istri. 23 2) Hubungan Kekerabatan Salah satu sebab beralihnya harta, seorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup adalah adanya hubungan silaturahim atau kekerabatan antara keduanya. Yaitu hubungan nasab yang disebabkan oleh kelahiran. Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut: a. Furu yaitu anak turun dari si mati b. Ushul yaitu leluhur yang menyebabkan adanya si mati. c. Hawasyi yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal dunia melalui garis menyamping, seperti saudara, 22 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm 191

16 23 paman, bibi, dan anak turunnya dengan tidak membedabedakan laki-laki atau perempuan. 24 3) Ahli waris karena hubungan wala Yaitu seseorang yang telah membebaskan budak, berhak terhadap peninggalan budak itu, dan sebaliknya orang yang membebaskan budak, apabila tidak ada ahli waris yang lain. 25 b) Penghalang Hak Waris Ada 3 hal yang menyebabkan seseorang tidak berhak mewarisi harta peninggalan si pewaris, yaitu: 1. Perbudakan Status seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris, karena dipandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus hubungan kekeluargaan dengan kerabatnya. Bahkan ada yang memandang budak itu statusnya sebagai harta milik tuannya. Dia tidak dapat mewariskan harta peninggalan, sebab ia sendiri dan segala harta yang ada pada dirinya adalah milik tuannya. Dia tidak memiliki harta Pembunuhan Para ahli hukum Islam sepakat tindakan pembunuhan yang dilakukan olehahli waris terhadap pewarisnya, pada prinsipnya 24 Fathurrahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al-Ma arif, 1975), hlm M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam di Pengadilan Agama dan Kewarisan menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di Pengadilan Negeri, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992), hlm A. Hasan, Al-Faraid,( Jakarta: Pustaka Progresif, 1996), hlm. 43

17 24 menjadi penghalang baginya mewarisi harta warisan pewaris yang dibunuhnya. 27 Rasulullah SAW bersabda: Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa membunuh seseorang maka ia tidak dapat mewarisi orang itu, sekalipun ia tidak punya ahli waris selainnya. (HR. Ahmad, Baihaqi) 3. Berlainan Agama Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan Para ahli waris beserta hak-haknya 1. Ahli Waris Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan (mawarisi) orang yang meninggal, baik karena hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena memerdekakan hamba sahaya. 29 Ahli waris dapat digolongkan atas dasar tinjauan menurur jenis kelamin. Yaitu jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan, dan dari segi haknya atas harta warisan, ahli waris dibagi menjadi tiga (3) golongan: yaitu Zawi al-furud, Ashabah, dan Zawi al-arham. Adapun ahli waris menurut jenis kelamin antara lain sebagai berikut: 27 Moh.Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, hlm Fatkhurrahman, Ilmu Waris, hlm Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, cet-ke-1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), hlm 43-44

18 25 a) Ahli waris laki-laki terdiri dari 15 orang. 30 1) Anak laki-laki 2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah 3) Ayah 4) Kakek shoheh (bapaknya bapak) dan seterusnya keatas. 5) Saudara laki-laki sekandung 6) Saudara laki-laki seayah 7) Saudara laki-laki seibu 8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 9) Anak laki-laki dari saudara seayah 10) Paman sekandung (saudara laki-laki ayah sekandung) 11) Paman seayah (saudara ayah laki-laki seayah) 12) Anak laki-laki dari paman sekandung 13) Anak laki-laki dari paman seayah 14) Suami 15) Orang laki-laki yang memerdekakan budak. Jika mereka semuanya ada maka mereka tidak mewarisi harta warisan kecuali 3 orang, yaitu: ayah, anak laki-laki, dan suami b) Ahli waris perempuan terdiri dari 10 orang, yaitu: 31 1) Anak perempuan hlm Ali Ash-Shabbuni, Pembagian Waris Menurut Islam, hlm Ahmad Azhar Bashir, Hukum Waris Islam, cet ke-3, (Yogyakarta:Ekonisia, 2001),

19 26 2) Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan seterusnya kebawah dari garis laki-laki 3) Ibu 4) Nenek (ibunya bapak) dan seterusnya ke atas dari pihak perempuan. 5) Nenek (ibunya ibu) dan seterusnya ke atsa dari garis perempuan 6) Saudara sekandung 7) Saudara seayah 8) Saudara seibu 9) Istri 10) Perempuan yang memerdekakan budak Jika mereka semuanya ada maka mereka tidak mewarisi harta warisan kecuali 5 orang, yaitu: istri, anak perempuan, cucu perempuan (dari nak laki-laki), ibu, dan saudara kandung. Apabila semua ahli waris yang disebut di atas baik ahli waris dari laki-laki maupun ahli waris perempuan, maka yang berhak memperoleh bagian dari harta peninggalan hanya 5 orang, yaitu: suami/istri, bapak, ibu, anak laki-laki, dan anak perempuan. Dilihat dari segi haknya ahli waris dikelompokkan menjadi 3 golongan, antara lain sebagai berkut:

20 27 a) Dzawi al-furud Dzawi al- furud adalah ahli waris yang sudah ditentukan di dalam al-qur an yang mesti selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak berubah-ubah. 32 Kelompok ahli waris ini tercantum secara jelas di dalam Q.S An-Nisa (4): 7, 11, 12, 33, dan 176. Mereka yang mendapatkan jelas bagian tertentu ini sebanyak delapan orang, ditambah denga empat orang yang disebut dalam hadis Rasulullah, sehingga menjadi dua belas, mereka itu ialah: 1) Anak perempuan 2) Cucu perempuan 3) Bapak 4) Ibu 5) Kakek 6) Nenek (ibu dari ibu/ ibu dari ayah) 7) Saudara perempuan sekandung 8) Saudara perempuan seayah 9) Saudara laki-laki seibu 10) Saudara perempuan seibu 11) Suami 12) Istri b) Ashabah Ashabah adalah ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya, kadangkala mendapat bagian sisa (kalau ada dzawi al-furud) 32 Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Tinta Mas, 1968), hlm. 38.

21 28 kadangkala tidak menerima sama sekali (kalau tidak ada sisa) tetapi kadang-kadang menerima seluruh harta (kalau tidak ada dzawi al-furud). Ahli waris yang termasuk dalam kelompok ashabah ini dapat digolongkan menjadi tiga macam, antara lain: 1) Ashabah bi Nafsihi Ashabah bi nafsi (menjadi ahli waris dengan sendirinya) adalah ahli waris laki-laki yang ketika dia mewaris tidak ada ahli waris perempuan, dan mereka menghabiskan semua sisa harta. 33 Ashabah bi nafsi adalah seluruhnya laki-laki, yang secara urut adalah: a) Anak laki-laki b) Cucu laki-laki c) Ayah d) Kakek e) Saudara sekandung f) Saudara seayah g) Anak saudara sekandung h) Anak saudara seayah i) Paman sekandung dengan ayah j) Paman seayah dengan ayah k) Anak lak-laki paman sekandung 33 M. Ashary MK, HUKUM KEWARISAN ISLAM INDONESIA DInamika Pemikiran Dari Fiqh Klasik Ke Fiqh Indonesia Modern, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2013), hlm. 35.

22 29 l) Anak laki-laki paman seayah 2) Ashabah bil Ghairi Ashabah bil ghairi (menjadi ashobah karena ada ahli waris yang lain) ialah ahli perempuan yang berkedudukan sebagai ahli waris dzawil furud, apabila mewaris bersama-sama ahli waris laki-laki maka mereka menjadi ashabah dan menghabiskan sisa harta, besarnya bagian mereka adalah ahli waris laki-lakimendapat dua kali bagian ahli waris perempuan. 34 Mereka yang termasuk ashabah bil ghairi antara lain: a) Anak perempuan ketika bersama anak laki-laki b) Cucu perempuan ketika bersama cucu laki-laki c) Saudara perempuan sekandung ketika bersama saudara laki-laki seknadung d) Saudara perempuan seayah ketika bersama saudara laki-laki seayah. 3) Ashabah ma al ghairi Ashabah ma al ghairi adalah asobah karena bersama dengan orang lain. Orang yang menjadi ashabah ma al ghairi itu sebenarnya bukan ashabah, tetapi karena kebetulan bersamanya ada ahli waris yang juga bukan ashabah, ia dinyatakan sebagai 34 M. Ashary MK, HUKUM KEWARISAN ISLAM INDONESIA DInamika Pemikiran Dari Fiqh Klasik Ke Fiqh Indonesia Modern, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2013), hlm 37

23 30 ashabah sedangkan orang yang menyebabkannya menjadi ashabah itu tetap bukan ashabah. Ashabah ma al ghair khusus berlaku untuk saudara perempuan, kandung atau seayah pada saat bersamanya ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.anak perempuan atau cucu perempuan tersebut menjadi ahli waris dzawi al- furudh sedangkan saudara perempuan menjadi ashabah. 35 c) Dzawil Arham Ahli waris dzawil arham secara etimologi diartikan ahli waris dalam hubungan kerabat.namun pengertian hubungan kerabat itu begitu luas dan tidak semuanya tertampung dalam kelompok orang yang berhak menerima warisan sebagaimana dirinci sebelumnya. Sebelum ini sudah dirinci ahli waris yang berhak menerima sebagai dzawil furudh dan ahli waris ashabah, dengan cara pembagian mula-mula diberikan kepada dzawil furudh kemudian harta yang selebihnya diberikan kepada ahli waris ashabah. 36 Apabila dalam pembagian tidak ada ahli waris dzawil furudh dan ahli waris ashabah maka yang berhak menerima harta warisan adalah ahli waris dzawil arham. Hazairin dalam bukunya Hukum Kewarisan Bilateral memberikan perincian mengenai dzawi al- 35 Amir Syarifuddin, HUKUM KEWARISAN ISLAM, (Jakarta:PRENADA MEDIA, 2005) Hlm Amir Syarifuddin, HUKUM KEWARISAN ISLAM, (Jakarta:PRENADA MEDIA, 2005), hlm. 247.

24 31 Arham yaitu semua orang yang bukan termasuk dzawi al-furudh dan bukan ashabah, umumnya terdiri dari orang yang termasuk anggota keluarga patrilineal pihak menantu laki-laki atau anggota pihak menantu laki-laki atau anggota-anggota keluarga pihak ayah atau ibu Bagian masing-masing ahli waris Bagian warisan ahli waris dapat dibedakan dari bentuk penerimaannya menjadi dua, pertamaashab al-furudh Al- Muqaddarah yaitu ahli waris yang menerima bagian tertentu yang telah ditentukan dalam al-qur an.mereka ini umumnya ahli waris perempuan.adapun besarnya bagian mulai dari ½, ¼, 1/3, 1/6, 1/8, dan 2/3.Kedua ashab al-usubah yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa setelah diambil oleh ashabal-furudh Al-Muqaddarah.Ahli waris penerima sisa kebanyakan laki-laki. 38 Ahli waris yang telah ditentukan bagiannya oleh Al-Qur an diantaranya terdapat dalam surat an-nisa ayat 11 yaitu: 37 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Al-Qur an,(jakarta:tinta Mas, 1959), hlm Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Al-Qur an,(jakarta:tinta Mas, 1959), hlm. 15.

25 32 Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Ayat ini mengandung beberapa garis hokum kewarisan islam, diantaranya: a) Perolehan antara seorang anak laki-laki dengan seorang anak perempuan, yaitu dua berbanding satu (2:1) b) Perolehan dua orang anak perempuan atau lebih, mereka mendapat 2/3 dari harta peninggalan c) Perolehan seorang nak perempuan, yaitu ½ dari harta peninggalan d) Perolehan ibu/bapak, yang masing-masing memperoleh 1/6 dari harta peninggalan kalau si pewaris mempunyai anak

26 33 e) Besarnya perolehan ibu bila pewaris diwarisi oleh ibu/bapaknya, kalau pewaris tidak mempunyai anak atau saudara, maka perolehan ibu 1/3 dari harta peninggalan. f) Besarnya perolehan ibu bila pewaris diwarisi oleh ibu/bapaknya, kalau pewaris tidak mempunyai anak tetap mempunyai saudara, g) maka perolehan ibu 1/6 dari harta peninggalan. Ahli waris yang telah ditentukan bagiannya oleh Al-Qur an diantaranya terdapat dalam surat an-nisa ayat 12 yaitu: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteriisterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak

27 34 meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benarbenar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. Ayat ini mengandung beberapa garis hokum kewarisan islam, diantaranya: a) Suami mendapat bagian ½ dari harta peninggalan istrinya kalau si istri tidak meninggalkan anak b) Suami mendapat bagian 1/4 dari harta peninggalan istrinya kalau si istri meninggalkan anak c) Istri mendapat bagian 1/4 dari harta peninggalan suaminya kalau si suami tidak meninggalkan anak d) Istri mendapat bagian 1/8 dari harta peninggalan suaminya kalau si suami meninggalkan anak e) Jika ada seorang laki-laki atau perempuan diwarisi secara punah (kalalah), sedangkan baginya ada seorang saudara laki-laki atau saudara perempuan, maka masing-masing dari mereka iru memperoleh 1/6. f) Jika ada seorang laki-laki atau perempuan diwarisi secara punah (kalalah), sedangkan baginya ada seorang saudara-saudara yang jumlahnya lebih dari dua orang, maka mereka bersekutu atau berbagi sama rata atas 1/3 dari harta peninggalan.

28 35 g) Pelaksanaan pembagian harta warisan sesudah dibayarkan wasiat dan utang-utang pewaris. B. Penelitian yang Relevan Sejauh pengetahuan penulis, buku-buku yang membahas tentang kewarisan sudah banyak. Buku-buku tersebut kebanyakan membahas teoriteori tentang kewarisan, baik kewarisan menurut hukum islam, hukum adat, maupun KUHPerdata. Padahal jika melihat dilapangan, ada praktik-praktik yang tidak sesuai dengan teori mengingat kemajuan masyarakat Indonesia. Seperti halnya buku Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis Yurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyyah karya Prof. Dr. H. Satria Effendi M.Zein, MA. Didalam buku ini berisi tentang problematikaproblematika hukum keluarga islam. Dimana terdapat pula problematika hukum waris. Di dalam buku ini di kemukakan adanya sebuah problem dalam pembagian harta waris. Yaitu pembagian harta waris di lakukan secara kekeluargaan, dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dimana pembagian harta warisan secara kekeluargaan itu sah, dengan ketentuan memenuhi syarat-syaratnya, yaitu adanya kecakapan bertindak secara hukum yang didasarkan atas kerelaan penuh dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembagian warisan. Akan tetapi jika adanya pemaksaan dari

29 36 salah satu ahli waristidak rela, maka pembagian itu tidak sah dan harus di ulang kembali. 39 Prof. Dr. Amir Syarifuddin, didalam bukunya Hukum Kewarisan Islam. Di Dalam bukuini menguraikan tentang kewarisan Islam dan wacana tentang hokum kewarisan islam serta penerapan hokum tersebut di Indonesia. Dalam bukunya tersebut dikemukakan: meskipun kewarisan merupakan ajaran agama, namun tidak semua umat islam mengetahuinya. Alasannya ialah pertama karena peristiwa kematian yang menimbulkan adanya kewarisan itu dalam suatu keluarga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Kedua, tidak semua orang yang mati itu meninggalkan harta yang patut menjadi urusan, karena tidak semua orang Islam itu kaya. Ketiga, ajaran tentang kewarisan itu membicarakan angka yang bersifat sistematis yang tidak semua orang tertarik kepadanya. 40 Selain buku-buku tentang kewarisan, sepengetahuan penulis skripsiskripsi yang membahas tentang kewarisan tidak banyak, dan belum ada yang membahas tentang pemberian rumah peninggalan kepada anak ragil sebagai bagian kewarisan, antara lain: Muhammad Masrur dalam skripsi yang berjudul : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat (Studi Kasus di Bidang Munakahat, Mawaris, dan Muamalat). 41 Di dalamnya membahas tentang keberadaan dan kekuatan adat, 39 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis Yurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyyah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2008), hlm Skripsi Muhammad Masrur, Tinjauan Hukum Islam terhadap Adat (Studi Kasus di Bidang Ibadah, Munakahat, Mawaris dan Mu amalat, (Prodi Akhwalus Syakhsiyyah STAIN PEKALONGAN: 2007)

30 37 juga membahas kasus-kasus hokum berdasarkan adat baik dibidang munakahat, mawaris, maupun muamalat. Sebagai contoh kasus di bidang munakahat yaitu masalah harta bersama (gono-gini) dalam perkawinan menurut hokum islam dikategorikan ke dalam syirkah abdan mufawadlah yaitu perkongsian tenaga dan perkongsian tak terbatas. Nurjanah dalam skripsi yang berjudul Studi Komparatif tentang Kedudukan Anak Angkat terhadap Harta Warisan dalam hokum adat Jawa dan KHI. Di dalamnya membahas tentang perbandingan pemberian harta warisan terhadap anak angkat menurut hokum adat jawa dan KHI. Dimana antara sistem kewarisan adat Jawa dan Hukum Islam di Indonesia (KHI) terdapat suatu kesamaan dan juga terdapat perbedaan yang sangat kontras. Kesamaannya yaitu dalam hal sistem kekerabatan dan asas kewarisannya. Keduanya menganut sistem kekerabatan bilateral atau parental dan menggunakan asas kewarisan individual.sedangkan perbedaannya yaitu: 1). Pada adat Jawa proses pewarisan dapat dilakukan sebelum dan sesudah kematian, sedangkan dalam KHI hanya dapat di lakukan setelah adanya kematian. 2) pada adat Jawa anak angkat diakui sebagai ahli waris, karena anak angkat tidak mempunyai hubungan darah dengan pewaris. 3) dalam adat Jawa terdapat ahli waris utama dan menggunakan system pembagian bertingkat, sehingga apabila ahli waris utama ada maka ahli waris lain akan terhalang. Sedangkan dalam KHI tidak menganut adanya ahli waris utama. Semua ahli waris yang memang tidak berhalangan mewaris mendapat kesempatan yang sama sesuai dengan bagiannya. Penelitian ini membahas

31 38 tentang Kedudukan Anak Angkat terhadap Harta Warisan dalam hukum adat Jawa dan KHI, tetapi bukan tentang pemberian rumah peninggalan kepada anak ragil sebagai bagian kewarisan sehingga berbeda dengan yang penulis teliti. 42 Choirur Roziqin dalam Skripsi yang berjudul Pelaksanaaan Pembagian Harta Waris menurut Hukum Islam dalam Persepsi Masyarakat Desa Pasirsari didalamnya membahas tentang pelaksanaan pembagian harta warisan di Desa Pasirsari. Adapun pelaksanaan pembagiannya menggunakan hukum waris adat, dimana tidak membedakan pembagian antara laki-laki dan perempuan. Semuanya mendapatkan bagian yang sama rata di dalam pembagian harta waris. 43 Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Nurkhalimah yang berjudul Praktik Pembagian Harta Warisan berdasarkan Kesepakatan (Kasus di desa Jatibogor Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal). 44 Di dalamnya membahas tentang pembagian harta warisan di desa Jatibogor Kecamatan Surodadi Kabupaten Tegal, yang mana pembagiannya yaitu melalui kesepakatan antara ahli waris. Alasan mereka menggunakan sistem ini karena sistem kewarisan islam di nilai kurang membawa maslahat dan sistem pembagian harta warisan berdasarkan kesepakatan di nilai lebih memberi maslahat. Skripsi ini mencoba 42 Skripsi Nurjanah, Studi Komparatif Tentang Kedudukan Anak Angkat Terhadap Harta Warisan dalam Hukum Adat Jawa dan Kompilasi Hukum Islam, (Prodi Akhwalus SyakhsiyyahSTAIN PEKALONGAN: 2011) 43 Skripsi Choirur Rozikin, Pelaksanaan Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Islam dalam Persepsi Masyarakat Desa Pasirsari, (Prodi Akhwalus SyakhsiyyahSTAIN PEKALONGAN: 2011) 44 Skripsi Nurkhalimah, Praktik Pembagian Harta Warisan berdasarkan Kesepakatan (Kasus di desa Jatibogor Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal, (Prodi Akhwalus SyakhsiyyahSTAIN PEKALONGAN: 2011)

32 39 menganalisis praktik pembagian harta warisan berdasarkan kesepakatan, tetapi bukan tentang pemberian rumah peninggalan kepada anak ragil sebagai bagian dari kewarisan.sehingga berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis. C. Kerangka Berfikir Bagi setiap pribadi muslim adalah kewajiban baginya untuk melaksanakan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan yang ditunjuk oleh peraturan-peraturan yang jelas (nash-nash sharih). Selama peratura-peraturan tersebut ditunjukkan oleh peraturan atau ketentuan lain yang menyebutkan ketidakwajibannya, maksudnya setiap ketentuan hukum agama islam wajib dilaksanakan selama tidak ada ketentuan lain. (yang datang kemudian sesudah ketentuan terdahulu) yang menyatakan ketentuan terdahulu tidak wajib. Demikian pula mengenai hukum faraid tidak ada satu ketentuan pun (nash) yang menyatakan bahwa membagi harta warisan menurut ketentuan faraidh itu tidak wajib. Bahwa sebaliknya di dalam surat An-Nisa ayat 13dan 14 Allah SWT menetapkan: 45 Artinya: (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah 45 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Wrisan Islam Lengkap & Praktis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 3

33 40 memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar. dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. Hukum islam sebagaimana hukum-hukum yang lain mempunyai asas dan tiang pokok. Yang mana asas dan tiang pokok tersebut mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberlangsungan suatu masyarakatat Asas-asas hukum tersebut antara lain adalah: 1. Seiring dengan kemaslahatan manusia Hukum islam dihadapkan kepada bermacam-macam jenis manusia dan ke seluruh dunia. Maka tentulah pembina hukum memperhatikan kemaslahatan masing-masing mereka sesuai dengan adat dan kebudayaan mereka serta iklim yang menyelubunginya. Jika kemaslahatankemaslahatan itu bertentangan satu sama lain, maka pada saat itu didahulukan maslahat umum atas maslahat khusus dan diharuskan kita menolak kemadharatan yang lebih besar dengan jalan mengajak mengerjakan kemadhorotan yang kecil Mewujudkan keadilan yang merata Nash-nash al-qur an tidaklah membatasi keadilan kepada sesuatu golongan manusia. Keadilan di dalam islam diterapkan kepada semua manusia. Muhammad Abduh di dalam kitabnya Al- Islam wa Nasraniyah mengatakan bahwa hampir seluruh umat islam berpendapat bahwa apabila 46 TM Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Cet ke II, hlm. 80

34 41 berlawanan antara akal dengan naqal, ambilah yang ditunjuki akal. Dalam menghadapi naqal, kita mempunyai dua jalan: Pertama: mengakui keshalihan naqal itu, kita tidak sanggup memahaminya, dan mnyerahkan urusan pemahamannya kepada Allah. Kedua: kita takwil dengan memperhatikan aturan bahasa agar maksudnya sesuai dengan ketentuan akal. 47 Tujuan hukum hanyalah mewujudkan kemaslahatan masyarakat, baik didunia maupun di akhirat, menolak kemadharatan dan kemafsadatan, serta mewujudkan keadilan yang mutlak. 48 Keadilan dalam islam merupakan perpaduan yang menyenangkan antara hukum dan moralitas. Islam tidak bermaksud untuk menghancurkan kebebasab individu tetapi mengontrolnya demi kepentingan masyarakat yang terdiri dari individu itu sendiri, dan karenanya juga melindungi kepentingan yang sah. Hukum memainkan perannya dalam mendamaikan kepentingan dengan kepentingan masyarakat dan bukan sebaliknya individu diperbolehkan mengembangkan hak pribadinya dengan syarat tidak mengganggu kepentingan masyarakat. Ini mengakhiri perselisihan dan memenuhi tuntutan keadilan. Karena itu, berlaku adil berarti hidup menurut prinsip-prinsip Islam TM Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Cet ke II, hlm TM Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Cet ke II, hlm Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Orientasi Studi Perbandingan Sistem Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1991), hlm. 83.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh pelaksanaan hukum waris 1 A. Pembagian Warisan Dalam

Lebih terperinci

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Pengertian Mawaris Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM Pendahuluan Oleh : Drs. H. Chatib Rasyid, SH., MH. 1 Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari Syariat Islam yang sumbernya diambil dari al-qur'an dan Hadist Rasulullah

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK 60 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK Salah satu asas kewarisan Islam adalah asas bilateral yang merupakan perpaduan dari dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam adanya asas-asas kewarisan islam yaitu asas ijbari (pemaksaan),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS A. Sebab-Sebab Terjadinya Penguasaan Tirkah Al-Mayyit Yang Belum Dibagikan Kepada Ahli Waris Harta peninggalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS A. Pengertian Waris Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah mawarits, yang berarti harta warisan atau harta peninggalan mayyit. 1 Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT maupun terhadap sesama umat

Lebih terperinci

KEADILAN DALAM HUKUM WARIS ISLAM Oleh : SURYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto

KEADILAN DALAM HUKUM WARIS ISLAM Oleh : SURYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto KEADILAN DALAM HUKUM WARIS ISLAM Oleh : SURYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto suryashmh@yahoo.com ABSTRAK Dalam tradisi Arab pra Islam, hukum yang diberlakukan menyangkut ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati ILMU FARAID 1 Firman Allah : "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembahagian pusaka untuk) anakanakmu. Iaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu

Lebih terperinci

SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda

SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda ARTI FAROIDH FAROIDH adalah kata jamak dari FARIDHOH FARIDHOH diambil dari kata FARDH yg berari TAKDIR atau KETENTUAN. Syar I : Bagian yang sudah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa arab mirats. Bentuk jamaknya adalah 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS A. Pengertian Waris Kata waris berasal dari kata bahasa arab mirats. Bentuk jamaknya adalah mawarits, yang berarti harta warisan atau harta peninggalan mayyit. 1 Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan: PEMBAGIAN WARISAN Pertanyaan dari: EJ, di Cirebon (nama dan alamat diketahui redaksi) (Disidangkan pada Jum at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M) Pertanyaan: Sehubungan kami sangat awam masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA A. Analisa Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bangil Kewenangan Pengadilan

Lebih terperinci

Daftar Terjemah. Lampiran 1

Daftar Terjemah. Lampiran 1 Lampiran 1 Daftar Terjemah No BAB Halaman Terjemah 1. 1 2 Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM 1 AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM Oleh : Drs. H. Chatib Rasyid, SH., MH. Ketua Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Pendahuluan Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari Syariat Islam yang sumbernya diambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebagai jamak dari lafad farîdloh yang berarti perlu atau wajib 26, menjadi ilmu menerangkan perkara pusaka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebagai jamak dari lafad farîdloh yang berarti perlu atau wajib 26, menjadi ilmu menerangkan perkara pusaka. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Istilah Hukum Waris 1. Definisi Waris Kata wârits dalam bahasa Arab memiliki jama waratsah yang berarti ahli waris 25, ilmu waris biasa juga dikenal dengan ilmu

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN KUHPERDATA. a. Pengertian Waris Menurut Hukum Islam

BAB II KETENTUAN KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN KUHPERDATA. a. Pengertian Waris Menurut Hukum Islam BAB II KETENTUAN KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN KUHPERDATA A. Kewarisan Menurut Hukum Islam 1. Dasar Kewarisan Menurut Hukum Islam a. Pengertian Waris Menurut Hukum Islam Sebelum menguraikan mengenai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu: BAB IV ANALISIS A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin Dari penjelasan terdahulu dapat dikelompokkan ahli waris yang menjadi ahli waris pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut

Lebih terperinci

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM 27 BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM A. Kerangka Dasar Hukum Kewarisan Islam Dalam literatur Indonesia sering menggunakan istilah kata waris atau

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH Untuk mendapatkan gambaran yang lebih nyata, maka pada bab ini akan di berikan contoh - contoh permasalahan pembagian warisan berdasarkan ketentuan ketentuan yang

Lebih terperinci

WARIS ISLAM DI INDONESIA

WARIS ISLAM DI INDONESIA ISSN 2302-0180 8 Pages pp. 19-26 WARIS ISLAM DI INDONESIA Azharuddin 1, A. Hamid Sarong. 2 Iman Jauhari, 3 1) Magister Ilmu Hukum Program Banda Aceh e-mail : Budiandoyo83@yahoo.com 2,3) Staff Pengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba. peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba. peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahir, hidup dan meninggal dunia adalah hal yang pasti terjadi dan dialami oleh setiap manusia. Dalam kehidupan yang dijalaninya, sebagian orang ada yang sukses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama yang mempunyai aturan yang lengkap dan sempurna, yang dalam ajarannya mengatur segala aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Vera Arum Septianingsih 1 Nurul Maghfiroh 2 Abstrak Kewarisan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah perkawinan. Islam

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum Islam Dan Alasan Munculnya Bagian Sepertiga Bagi Ayah Dalam KHI Pasal 177 Hukum waris Islam merupakan

Lebih terperinci

Volume V, Nomor 1, Januari-Juni NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM. Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag.

Volume V, Nomor 1, Januari-Juni NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM. Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag. Volume V, Nomor 1, Januari-Juni 2017 109 NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag. Abstrak Islam datang membawa panji keadilan persamaan kedudukan laki-laki

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Materi : HUKUM KEWARISAN Oleh : Drs. H.A. Mukti Arto, SH, M.Hum. PENDAHULUAN Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan ialah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan

Lebih terperinci

BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Waris dan Harta Waris Untuk bisa membagi harta waris secara benar sesuai dengan aturan dan syariat Islam, tentu saja setiap orang harus mengerti dan memahami

Lebih terperinci

HAK WARIS DZAWIL ARHAM

HAK WARIS DZAWIL ARHAM Nama Kelompok : M. FIQHI IBAD (19) M. ROZIQI FAIZIN (20) NADIA EKA PUTRI (21) NANDINI CHANDRIKA (22) NAUFAL AFIF AZFAR (23) NOER RIZKI HIDAYA (24) XII-IA1 HAK WARIS DZAWIL ARHAM A. Definisi Dzawil Arham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang sempurna, mengatur berbagai aspek kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia. Melalui

Lebih terperinci

BAB II KEWARISAN DALAM ISLAM

BAB II KEWARISAN DALAM ISLAM BAB II KEWARISAN DALAM ISLAM A. Pengertian Kewarisan Islam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata waris berarti Orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal. 1 Di dalam

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 A B S T R A K Seiring dengan perkembangan zaman juga pola pikir masyarakat, hal ini menghasilkan adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 53 BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Sistem Pemerataan Harta Warisan di Desa Balongwono dalam Perspektif Hukum Islam 1. Al-Qur an Allah SWT telah menentukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN 12 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN A. Pengertian Harta Warisan Warisan berasal dari kata waris, yang berasal dari bahasa Arab, yaitu : warits, yang dalam bahasa Indonesia berarti ahli waris,

Lebih terperinci

بسم االله الرحمن الرحیم

بسم االله الرحمن الرحیم KATA PENGANTAR بسم االله الرحمن الرحیم Segala puji bagi Allah SWT tuhan pencipta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya serta pengikut-pengikutnya. Alhamdulillah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Teori Mengenai Hukum Waris Islam. A. Tinjauan Umum Tentang hukum Waris Islam

BAB II. Tinjauan Teori Mengenai Hukum Waris Islam. A. Tinjauan Umum Tentang hukum Waris Islam BAB II Tinjauan Teori Mengenai Hukum Waris Islam A. Tinjauan Umum Tentang hukum Waris Islam 1. Pengertian Hukum Waris Hukum waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS. kakek sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap kakek (leluhur laki -

BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS. kakek sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap kakek (leluhur laki - BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS A. Pengertian dan Sumber Hukum. Pakar Hukum waris mengklasifikasikan kakek kepada dua macam, yaitu kakek sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI A. Analisis Terhadap Deskripsi Pembagian Warisan Oleh Ibu Senen dan Bapak Kasiran Kepada Ahli Waris Pengganti Di Desa Kasiyan

Lebih terperinci

BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH. nash yang menerangkan tentang pembagian waris seorang transseksual yang

BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH. nash yang menerangkan tentang pembagian waris seorang transseksual yang BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH A. Istinbath Hukum Dan Natijah Status kewarisan bagi para pelaku transseksual yang mengoperasi ganti kelamin dalmam perspektif ushul fiqih ini merupakan masalah baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan ialah hukum yang mengatur tentang pembagian harta atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada seseorang yang meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013 HAK MEWARIS DARI ORANG YANG HILANG MENURUT HUKUM WARIS ISLAM 1 Oleh : Gerry Hard Bachtiar 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukkan bagaimana asas-asas kewarisan menurut hukum waris Islam serta Hak

Lebih terperinci

BAB II HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM

BAB II HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM BAB II HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam Kata waris berasal dari bahasa Arab yaitu warasa-yurisu-warisan yang berarti berpindahnya harta seseorang kepada seseorang setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus dalam lingkup fiqh mawaris. 1 Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu hal yang tidak dapat dihindari adalah setiap orang tentu akan meninggal, baik ia seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK WARIS BAITUL MAL DALAM HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK WARIS BAITUL MAL DALAM HUKUM ISLAM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK WARIS BAITUL MAL DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Waris Kata waris berasal dari bahasa Arab, waris\a-yaris\u yang artinya mempusakai harta, 1 bentuk jamaknya adalah mawa>ris\,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai bagi ummat manusia didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN JANDA TANPA KETURUNAN DALAM KEWARISAN ISLAM

BAB II KEDUDUKAN JANDA TANPA KETURUNAN DALAM KEWARISAN ISLAM 29 BAB II KEDUDUKAN JANDA TANPA KETURUNAN DALAM KEWARISAN ISLAM A. Hubungan Ahli Waris Dengan Pewaris Hukum waris adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang beralihnya harta warisan dari pewaris

Lebih terperinci

BAB III KEUTAMAAN MATEMATIKA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN. agama-agama lain yang mampu menyamainya. Kesempurnaan Al-Qur an tidak

BAB III KEUTAMAAN MATEMATIKA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN. agama-agama lain yang mampu menyamainya. Kesempurnaan Al-Qur an tidak BAB III KEUTAMAAN MATEMATIKA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN A. Pandangan Al-Qur an tentang Matematika Al-Qur an adalah kitab suci yang sempurna, yang tidak ada kitab suci agama-agama lain yang mampu menyamainya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJAB DAN KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM. Menurut istilah ulama mawa>rith (fara>id}) ialah mencegah dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJAB DAN KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM. Menurut istilah ulama mawa>rith (fara>id}) ialah mencegah dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJAB DAN KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM A. Hijab dan Bagiannya 1. Pengertian Menurut bahasa Arab, hijab artinya penghalang atau mencegah atau menghalangi. Dalam al

Lebih terperinci

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI A. Kewarisan dalam CLD KHI Dalam CLD KHI hukum kewarisan diatur pada buku II yang terdiri dari 42 pasal yaitu mulai Pasal 1 sampai dengan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARISAN MAZHAB SYAFI I. kewarisan perdata barat atau BW dan kewarisan adat. mengikat untuk semua yang beragama Islam.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARISAN MAZHAB SYAFI I. kewarisan perdata barat atau BW dan kewarisan adat. mengikat untuk semua yang beragama Islam. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARISAN MAZHAB SYAFI I 1. Pengertian Kewarisan Kewarisan secara umum dibagi menjadi 3 yaitu: kewarisan Islam, kewarisan perdata barat atau BW dan kewarisan adat. Kewarisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ahli waris. Adanya pewarisan berarti adanya perpindahan hak, berupa. harta benda dari si pewaris kepada ahli waris.

BAB I PENDAHULUAN. dengan ahli waris. Adanya pewarisan berarti adanya perpindahan hak, berupa. harta benda dari si pewaris kepada ahli waris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tak bisa dipungkiri, masalah kewarisan merupakan salah satu masalah penting dalam kehidupan manusia. Kewarisan bisa timbul karena adanya tiga hal. Pertama adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS A. Pengertian Waris Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris kepada ahli waris dikarenakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH A. Analisis Hak Kewarisan Ayah dalam Pasal 177 KHI ditinjau Menurut Perspektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati

Lebih terperinci

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) 1 Utari Suci Ramadhani, 2 Dr. Tamyiez Dery,

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL Penulis telah memaparkan pada bab sebelumnya tentang pusaka (waris), baik mengenai rukun, syarat, penghalang dalam

Lebih terperinci

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI DOSEN Dr. Yeni Salma Barlinti, SH, MH Neng Djubaedah, SH, MH, Ph.D Milly Karmila Sareal, SH, MKn. Winanto Wiryomartani, SH, MHum. POKOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa kata penting yang terkait dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kewenangan Pengadilan Agama Lingkungan Peradilan Agama adalah salah satu lingkungan peradilan khusus, jangkauan fungsi kewenangan peradilan agama diatur dalam Pasal 2, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam telah menerangkan dan mengatur hal-hal ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam telah menerangkan dan mengatur hal-hal ketentuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu syari at yang diatur dalam ajaran Islam adalah tentang hukum waris, yakni pemindahan harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang meninggal dunia itu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang meninggal dunia itu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yaitu : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan salah satu bagian dari hukum keluarga. Hukum waris erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI A. Kewarisan dalam KHI Dalam KHI hukum kewarisan diatur pada buku II yang terdiri dari 43 pasal yaitu mulai Pasal 171 sampai dengan Pasal 214. 1.

Lebih terperinci

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain Oleh: Muhsin Hariyanto AL-BAIHAQI, dalam kitab Syu ab al-îmân, mengutip hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn al- Ash: Ridha Allah bergantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN ISTIMBATH HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAHAMAN TEKS AL-QUR AN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN ISTIMBATH HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAHAMAN TEKS AL-QUR AN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN ISTIMBATH HUKUM YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAHAMAN TEKS AL-QUR AN A. Pengertian dan Dasar Hukum Waris 1. Pengertian Waris Secara etimologis, kata waris berasal dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa. BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.Gs) A. Analisis Tentang Dasar Hukum Hakim Tidak Menerima Gugatan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU<R

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU<R BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU

Lebih terperinci

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM 1 MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM Mashari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,Samarinda.Indonesia ABSTRAK Masalah hak waris atas harta bersama

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan Islam.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan Islam. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan Islam. Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan yang sangat penting,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN FIQH MAWARITS DI MADRASAH ALIYAH

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN FIQH MAWARITS DI MADRASAH ALIYAH IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN FIQH MAWARITS DI MADRASAH ALIYAH Akh. Mufris 1 Abstrak: Fiqh Mawarits merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan di tingkat sekolah/madrasah, mengingat hukum mempelajarinya

Lebih terperinci

BAB II AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM. ditinggalkan oleh orang yang meninggal 1. Sementara menurut definisi

BAB II AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM. ditinggalkan oleh orang yang meninggal 1. Sementara menurut definisi 16 BAB II AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian dan Sumber Hukum 1. Pengertian Ahli waris adalah orang-orang yang berhak atas warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal 1. Sementara menurut

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana saja di dunia ini. Sesungguhnya yang demikian, corak suatu Negara Islam dan kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham 1 KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS Sarpika Datumula* Abstract Substitute heir is the development and progress of Islamic law that is intended to get mashlahah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci