BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Konsep Pariwisata Menurut Yoeti (1996), bila ditinjau secara etimologi pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkalikali, dan wisata berarti perjalanan, bepergian. Bila didefinisikan, Yoeti (1996) menjelaskan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (berbisnis) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya, dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Pariwisata menurut Murphy (1985) diacu dalam Pitana dan Gayatri (2004) diartikan sebagai keseluruhan elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 dalam Musanef (1996), pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik serta usaha-usaha yang terkait di bidang ini. Pengertian ini mengandung lima unsur yaitu : (1) Unsur manusia (wisatawan), (2) Unsur kegiatan (perjalanan), (3) Unsur motivasi (menikmati), (4) Unsur sasaran (objek dan daya tarik wisata), dan (5) Unsur usaha. Berdasarkan definisi pariwisata di atas, maka terdapat beberapa faktorfaktor penting dalam konsep pariwisata. Hal tersebut diantaranya adalah adanya pergerakan orang-orang dari tempat tinggalnya ke tempat lain yang dilakukan hanya untuk sementara waktu, adanya perjalanan dimana bentuknya harus selalu dikaitkan dengan pertamasyaan atau rekreasi, serta adanya orang-orang yang melakukan perjalanan tersebut. Orang-orang tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjungi dan semata-mata sebagai konsumen di tempat tersebut. Kegiatan pariwisata tidak terlepas dari unsur manusia yang merupakan pelaku utama yang melakukan perjalanan, adanya unsur ruang yang merupakan daerah

2 8 atau ruang lingkup tempat orang melakukan perjalanan, serta unsur waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata. The International Union of Official Ttravel Organization (IUTO) dalam The United Nations Conference on International Travel and Tourism di Roma tahun 1983 (Yoeti, 1996) memberikan batasan tentang wisatawan (pengunjung) dalam dua kategori, yaitu wisatawan (tourist) dan pelancong (excursionist). Wisatawan didefinisikan sebagai pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di negara yang dikunjunginya dan tujuan perjalanannya untuk mengisi waktu luang (rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan, dan olahraga), keperluan keluarga, bisnis dan konferensi. Pelancong didefinisikan sebagai pengunjung sementara yang tinggal kurang dari 24 jam di negara yang dikunjunginya, tanpa bermalam. Jika melihat sifat perjalanan dimana perjalanan wisata dilakukan, maka wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Wisatawan mancanegara adalah orangorang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam dan maksimal tiga bulan ke suatu negara yang bukan negeri dimana ia tinggal, sedangkan wisatawan nusantara adalah seorang penduduk yang melakukan perjalanan ke tempat selain dimana ia tinggal menetap. Perjalanan dimaksud dilakukan dalam ruang lingkup antar daerah di Indonesia, dimana yang bersangkutan tinggal dengan lama perjalanan minimal 24 jam dengan tujuan tidak untuk memperoleh upah atau nafkah (Musanef, 1996) Faktor Pendorong Pariwisata Meningkatnya kesejahteraan penduduk dunia membuat perjalanan wisata menjadi suatu kebutuhan utama bagi kehidupan modern dalam dua dekade ini. Proses globalisasi telah menjadikan dunia tanpa batas (borderless) yang memberi kemudahan bagi orang-orang untuk saling berkunjung sehingga mendorong peningkatan kunjungan wisatawan di waktu yang akan datang. Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjarajakti (mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) dalam Yoeti (2008) mengatakan bahwa suatu hal yang perlu diperhatikan pada permulaan abad-21 adalah sektor pariwisata. Hal ini karena pada awal abad tersebut akan terjadi Three T Revolution yang mampu

3 9 mendorong pertumbuhan pariwisata, dimana 3T itu diartikan masing-masing sebagai : Transportation, Telecommunication, dan Tourism atau Travel. a. Transportation : Beberapa tahun mendatang, diprediksi bahwa kemajuan teknologi transportasi akan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Industri pesawat yang biasanya memproduksi pesawat dengan double decker akan menghasilkan pesawat dengan triple decker sehingga kemampuan membawa penumpang menjadi orang dengan kecepatan tinggi yang dapat membuat jarak antara New York dan Biak ditempuh dalam waktu 3 jam saja. Kemajuan transportasi yang pesat tersebut dapat mempermudah orang untuk menempuh jarak jauh dengan waktu yang singkat. b. Telecommunication : Munculnya teknologi komputer digital yang dapat diakses ke rumah-rumah, kantor-kantor, dan bahkan di desa-desa serta munculnya one touched system membuat informasi lebih mudah diterima. Terjadinya direct communication melalui satelit yang makin berkembang dimana semua peristiwa dunia dapat segera diketahui sehingga kegiatan promosi pariwisata akan lebih banyak menggunakan internet daripada sarana lainnya. c. Tourism (Travel) : Akibat dari kemajuan dua T di atas, maka akan terjadi mass tourism dimana rombongan wisatawan dapat meningkat dengan jumlah sekali datang orang. Akibatnya akan diperlukan paling sedikit delapan bandara setaraf bandara Soekarno-Hatta di delapan daerah tujuan wisata seperti Juanda, Ujung Pandang, Manado, Sepinggan, Polonia, Kataping, Biak dan Ngurah Ray. Selain itu, diperlukan sistem pelayanan imigrasi dan bea-cukai yang lebih profesional untuk melayani wisatawan global yang datang secara bergelombang dalam waktu yang bersamaan. Perlunya biro perjalanan wisata dan pramuwisata yang profesional, pelayanan industri perhotelan dan restoran yang berkualitas, pelayanan pusat-pusat perbelanjaan serta toko-toko cenderamata yang menarik. Hal lainnya adalah perlunya sumberdaya manusia dan sistem pendidikan pariwisata yang profesional serta kebijakan pariwisata secara terpadu untuk menciptakan kerjasama yang efektif dengan departemen-departemen terkait.

4 Dampak Pariwisata Pariwisata merupakan suatu gejala sosial yang kompleks dan menyangkut manusia seutuhnya serta memiliki berbagai aspek seperti sosiologis, psikologis, ekonomis, ekologis dan lain-lain. Aspek yang mendapat perhatian yang paling besar dan hampir merupakan satu-satunya aspek yang dianggap penting adalah aspek ekonomi. Menurut Cohen (1984) dalam Pitana dan Gayatri (2004) dampak pariwisata terhadap kondisi ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar yaitu : (1) Dampak terhadap penerimaan devisa, (2) Dampak terhadap pendapatan masyarakat, (3) Dampak terhadap kesempatan kerja, (4) Dampak terhadap harga-harga, (5) Dampak terhadap distribusi manfaat atau keuntungan, (6) Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol, (7) Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan (8) Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Dampak positif dari kegiatan pariwisata adalah adanya penerimaan devisa negara. Semakin besar tingkat belanja para wisatawan asing di suatu negara tujuan, maka akan semakin memperkuat neraca pembayaran. Hasil penelitian Manan et al. (1993) juga menyebutkan bahwa semakin bertambahnya wisatawan asing yang datang ke Indonesia, maka akan semakin banyak devisa yang diterima oleh negara. Masyarakat juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari aktivitas pariwisata. Pendapatan ini diperoleh dengan menjual atau menyediakan barang dan jasa baik secara langsung maupun tidak langsung. Pariwisata dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat. Adanya peningkatan dan pemerataan pendapatan itu sendiri nantinya dapat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi wisata. Pembangunan industri pariwisata di tingkat lokal seperti pembangunan hotel, restoran dan layanan pariwisata lainnya secara langsung telah membuka lapangan berusaha dan pekerjaan di kawasan tersebut dan dapat dikelola serta memanfaatkan tenaga kerja masyarakat setempat. Datangnya wisatawan ke suatu daerah wisata akan memerlukan pelayanan untuk menyediakan kebutuhan, keinginan dan harapan wisatawan yang berbagai macam, sehingga pariwisata telah memberi serta menambah lapangan dan kesempatan kerja bagi masyarakat

5 11 dalam lingkungan dimana industri itu berada. Kesempatan kerja dalam pariwisata tersebut adalah seperti usaha akomodasi, restoran, pemandu wisata, seniman, pengrajin, biro perjalanan, serta bidang kerja dan jasa lainnya. Sebagai industri, kepariwisataan dapat memberikan peluang kepada para petani untuk memasarkan produknya seperti sayur dan buah-buahan, hasil ternak seperti susu dan daging, dan lain sebagainya (Pendit, 2006). Dampak terhadap harga-harga akibat pariwisata ditunjukkan dengan meningkatnya harga-harga untuk produk produk yang dibutuhkan baik oleh wisatawan maupun oleh masyarakat seperti meningkatnya harga bahan makanan, dan beberapa kebutuhan pokok lainnya yang dapat meningkatkan inflasi tiap tahun. Damanik dan Weber (2006) menjelaskan bahwa harga-harga akan naik karena pada umumnya wisatawan mau dan memiliki kemampuan untuk membayar berbagai produk dan jasa lebih tinggi dari kemampuan membayar masyarakat lokal. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan sistem harga yang berbeda antara harga untuk wisatawan dengan harga untuk masyarakat lokal. Hal lainnya yang terjadi adalah mahalnya harga tanah di sekitar lokasi wisata, pantai-pantai dikaveling, sehingga sering terjadi spekulasi harga yang pada akhirnya meningkatkan harga tanah di sekitarnya. Kebutuhan pariwisata akan tanah untuk pengembangan pariwisata menyebabkan harga tanah meningkat terus dan menyebabkan masyarakat setempat tidak mampu membeli bahkan terpaksa menjual tanah mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka yang makin meningkat. Pada akhirnya hal tersebut justru menyingkirkan mereka dari sumberdaya dan lingkungannya. Dampak dalam distribusi manfaat dan keuntungan ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya akibat pertumbuhan wisata. Kegiatan pariwisata telah menambah pendapatan sektor lainnya seperti pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, serta industri kerajinan dan souvenir. Wisatawan membawa pengaruh terhadap peningkatan barang dan jasa yang dibutuhkan melalui alokasi belanja konsumsi wisatawan dari sebagian pendapatannya dan akan meningkatkan pendapatan pada sektor lain. Namun jika kesempatan dan distribusi keuntungan ekonomi yang diperoleh dari pariwisata tidak tersebar secara seimbang dan tidak didistribusikan pada masyarakat

6 12 setempat, maka keuntungan ekonomi hanya akan dinikmati oleh masyarakat dan pemodal dari luar sehingga masyarakat setempat akan dirugikan. Dampak kepemilikan dan kontrol, salah satunya ditunjukkan dengan adanya kehadiran pihak asing yang dapat membuat masyarakat tersingkirkan. Dalam beberapa kasus seperti dalam penelitian Manan et al. (1993), masyarakat yang awalnya menempati daerah dengan potensi wisata yang baik, dipaksa harus meninggalkan tempat tersebut. Tindakan ini seringkali dilakukan dengan paksaan tanpa konsultasi dengan masyarakat yang bersangkutan, sehingga masyarakat kehilangan kontrol atas sumberdaya mereka dan merasa dirugikan karena lingkungan tempat tinggal mereka merupakan tempat mereka mencari nafkah. Pariwisata juga telah mendorong terjadinya pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang gerak pembangunan di daerah. Hal ini karena di daerah pariwisata banyak dijumpai kegiatan pembangunan jalan, hotel, restoran dan lain sebagainya sehingga pembangunan di daerah dapat terpacu untuk maju. Selain itu, pariwisata mampu meningkatkan pendapatan pemerintah dimana negara mendapatkan tambahan pendapatan melalui penerimaan pajak-pajak dari sektorsektor usaha yang bersangkutan dengan kepariwisataan, termasuk dari retribusi daerah. Pembangunan industri pariwisata sendiri dapat meningkatkan pendapatan asli daerah seperti melalui pajak, pembagian keuntungan, retribusi, serta pertumbuhan dan perputaran ekonomi lokal. Dampak lain dari kehadiran sektor pariwisata dalam aspek ekonomi adalah terjadi urbanisasi, dimana pencari kerja mengalir dari desa ke kota-kota besar atau ke daerah tempat wisata. Hal ini seperti yang terjadi di daerah Candi Borobudur, hasil penelitian Balitbang Jawa Tengah (2005) menunjukkan bahwa terdapat pendatang dari luar daerah yang mencoba mengadu nasib di daerah tersebut. Pariwisata juga dapat memberikan alternatif pekerjaan bagi masyarakat, adanya diversifikasi nafkah berupa pola nafkah ganda yang dilakukan oleh rumahtangga masyarakat desa, memberikan kesempatan bagi kaum perempuan untuk mencari nafkah dan terlibat dalam pengembangan sektor pariwisata (Mardiyaningsih, 2003). Selain memberi dampak positif, beberapa literatur juga menunjukkan adanya berbagai dampak negatif seperti kesenjangan antar kelompok masyarakat, ketimpangan antar daerah, hilangnya kontrol masyarakat

7 13 lokal terhadap sumberdaya ekonomi, serta munculnya neo-kolonialisme atau neoimperialisme akibat penguasaan sektor wisata oleh pihak asing (Pitana dan Gayatri, 2004). Dalam penelitian Manan et al. (1993) juga terlihat bahwa sektor pariwisata justru lebih dikuasai oleh pihak asing, sehingga timbul ketergantungan pada pihak asing seperti dalam hal investasi modal Pariwisata dan Kesempatan Berusaha atau Kerja Industri pariwisata merupakan industri yang sifatnya menyerap kebutuhan tenaga kerja, sehingga pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan usaha dan kerja. Peluang usaha dan kerja lahir akibat adanya permintaan wisatawan. Kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat untuk menjadi pengusaha hotel, warung, dagang dan lain-lain. Freyer (1993) dalam Damanik dan Weber (2006) membagi industri pariwisata dalam dua golongan utama yaitu : a) Pelaku langsung : usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel atau penginapan, restoran, biro perjalanan, pusat informasi wisata, atraksi hiburan dan lain-lain. b) Pelaku tidak langsung : usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, pertanian, perternakan dan sebagainya. Menurut BPS dalam Tando (1992), peluang usaha dan kerja dapat dibedakan atas usaha formal dan informal. Usaha informal adalah usaha tradisional yang lokasinya tidak tetap, tidak memakai bangunan dan jam kerja yang tidak teratur, mencakup usaha sendiri dan usaha dengan bantuan keluarga. Usaha formal merupakan usaha yang lokasinya tetap, menggunakan bangunan dan jam kerja yang teratur serta mencakup usaha dengan buruh tetap atau karyawan. Kegiatan informal merupakan kegiatan yang padat karya, tingkat produktifitas rendah, pelanggan yang sedikit, tingkat pendidikan formal yang rendah, penggunaan teknologi menengah, sebagian pekerja keluarga, mudah keluar masuk usaha, serta kurang dukungan dan pengakuan dari pemerintah. Breman dalam

8 14 Tando (1992) memberikan batasan usaha formal sebagai semua pekerja yang bergaji bulanan atau harian dalam suatu pekerjaan yang permanen, dan meliputi sejumlah pekerjaan yang saling berhubungan serta terorganisir dengan baik dan dilindungi badan hukum resmi. BPS dalam Tando (1992) mengungkapkan bahwa penggunaan peluang usaha dan kerja dipengaruhi oleh faktor individu yaitu pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan dan umur. Soentoro (1983) dalam Tando (1992) menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan rendah akan menempati sektor informal sedangkan yang berpendidikan agak tinggi cenderung memilih pekerjaan di sektor formal. Usaha formal pariwisata umumnya membutuhkan tenaga kerja dan berhubungan dengan pelayanan terhadap wisatawan (usaha penjualan jasa), sehingga sikap yang dibutuhkan dalam usaha pariwisata umumnya dimiliki oleh perempuan. Status perkawinan juga turut mempengaruhi dimana perempuan yang sudah menikah umumnya akan memanfaatkan peluang usaha yang tidak bertentangan dengan peran mereka sebagai ibu. Mereka yang sudah janda mempunyai kecenderungan tinggi untuk berpartisipasi dalam usaha atau kerja karena kesempatan mereka relatif lebih longgar baik alasan biologis, psikologis serta ekonomis. Motivasi memasuki lapangan kerja juga menentukan jenis pekerjaan yang ditekuni. Mereka yang janda cenderung memilih pekerjaan di usaha formal pariwisata (karyawan hotel, restoran atau guide) atau usaha informal sebagai pedagang yang berusaha sendiri. Bagi perempuan yang sudah kawin akan memilih pekerjaan yang dikerjakan sambil memainkan peranan sebagai ibu seperti berdagang asongan atau dengan bantuan keluarga. Bagi mereka yang belum kawin akan memilih pekerjaan yang dapat dikerjakan kapan dan dimana saja seperti menjadi karyawan hotel, restoran dan lain-lain. Perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia dalam pertumbuhan juga menyebabkan perbedaan jenis pekerjaan yang dipilih. Pemanfaat peluang usaha dan kerja yang tergolong dalam kelompok umur muda umumnya memilih pekerjaan yang menuntut kekuatan otot seperti building, kitchen dan lain-lain. Pemanfaat peluang usaha dan kerja yang berumur menengah akan memilih pekerjaan yang bukan hanya menuntut kekuatan otot melainkan juga pertimbangan yang matang seperti tour pada travel. Sebaliknya pemanfaat

9 15 peluang usaha dan kerja yang berumur tua umumnya tidak dapat mengerjakan pekerjaan otot, sehingga pekerjaan yang dipilih umumnya seperti perdagangan, dan usaha lainnya pada usaha informal. Terdapat empat macam keterkaitan yang penting secara ekonomis berkenaan dengan pengembangan industri pariwisata di suatu daerah yaitu keterkaitan produksi, konsumsi, modal dan tenaga kerja (Sadono et al., 1992). Keterkaitan produksi berlangsung dalam bentuk kerjasama pertukaran atau pemasokan faktor input produksi antara usaha industri skala besar dan formal dengan usaha-usaha masyarakat skala kecil. Jalinan ini terdapat pula pada aspek permodalan, usaha ekonomi skala kecil didorong melalui permodalan dengan skala usaha besar agar dapat tumbuh. Industri pariwisata yang tumbuh nantinya akan memberikan efek penyebarluasan penciptaan kesempatan kerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata akan membelanjakan sebagian atau seluruh uang mereka kepada produk atau jasa perdagangan yang ditawarkan masyarakat setempat. Aliran uang ini sebagian akan diterima oleh tenaga kerja dan juga pengusaha yang memasok barang dagangan di daerah tujuan wisata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pariwisata mampu menciptakan kesempatan kerja sekaligus menciptakan peluang pendapatan. Bila melihat pada hasil penelitian terdahulu, hasil penelitian Tando (1992) menunjukkan bahwa kehadiran pariwisata telah memberikan peluang bagi masyarakat lokal dan sekitarnya untuk memanfaatkan peluang tersebut seperti dalam usaha penginapan, travel, rumah makan, perdagangan, transportasi dan jasa. Kelompok masyarakat yang menggunakan peluang usaha atau kerja di pariwisata umumnya berasal dari masyarakat lokal. Namun pada usaha formal, sebagian besar peluang kerja digunakan oleh karyawan dari luar daerah (bukan masyarakat lokal) yang umumnya laki-laki, belum menikah dengan rentang usia tahun. Pada usaha informal, sebagian besar peluang digunakan oleh tenaga kerja lokal baik perempuan dan laki-laki, baik belum dan sudah menikah dengan usia 10 tahun ke atas. Penggunaan peluang usaha di pariwisata juga telah menyebabkan adanya peralihan pemilikan sumberdaya alam antara penduduk lokal dengan penduduk desa lain yang terlihat pada usaha pendirian penginapan. Hasil penelitian Sadono et al. (1992) menunjukkan bahwa adanya kunjungan

10 16 wisata berdampak pada penciptaan kesempatan usaha dan kerja serta penciptaan pendapatan bagi masyarakat terutama masyarakat desa lapisan bawah di sekitar objek wisata. Usaha di sektor informal cukup beragam diantaranya adalah pengusaha makanan atau minuman, penginapan, pedagang asongan dan usaha jasa seperti juru foto dan WC umum, sedangkan usaha formal berupa hotel, rumah makan dan toko cinderamata. Pendapatan dari sektor pariwisata merupakan tambahan pendapatan yang cukup berarti bagi mereka yang berusaha di sektor ini. Sebab masyarakat yang terserap ke sektor pariwisata banyak yang bernafkah di sektor pertanian dengan lahan yang dikuasai kurang dari 0,25 Ha. Penelitian juga menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor pariwisata. Sektor pertanian menyediakan bahan baku untuk usaha rumah makan, jongko maupun pedagang buah-buahan dan opak, dan disisi lain sektor pariwisata menyerap cukup banyak tenaga kerja dari penduduk sekitar objek wisata yang berlatar belakang pertanian. Munculnya pariwisata juga telah mendorong pembangunan sarana dan prasarana untuk kegiatan pariwisata. Adanya peluang usaha dan kerja dalam sektor pariwisata tidak terlepas dengan kebutuhan lokasi untuk berusaha. Tidak jarang lokasi-lokasi yang dianggap strategis telah menjadi incaran bagi para pemilik padat modal untuk dibeli dan digunakan untuk berusaha. Investor yang masuk dapat saja menyingkirkan banyak usaha di sektor informal terutama mereka yang terlebih dahulu berusaha di daerah tersebut Wilayah Pesisir Definisi wilayah pesisir menurut Dahuri et al. (1996) adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua. Menurut Soegiarto (1976) dalam Dahuri et al. (1996) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir wilayah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang

11 17 terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Definisi tersebut memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam. Lawrence (1998) dalam Ardarini (2002) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah peralihan antara darat dan laut yang mencakup perairan pantai, daerah pasang surut, dan tanah daratan yang luas dimana habitat dan jenis binatangnya beradaptasi secara khusus terhadap keadaan lingkungan yang unik. Dahuri et al. (1996) menjelaskan bahwa dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem, dimana ekosistem tersebut dapat bersifat alami maupun buatan (man-made). Ekosistem alami diantaranya adalah terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Ekosistem buatan berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri, dan kawasan pemukiman. Dahuri et al. (1996) juga menjelaskan bahwa pada dasarnya wilayah pesisir secara keseluruhan memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi manusia diantaranya adalah penyedia sumberdaya alam hayati, penyedia sumberdaya alam non hayati, penyedia energi, sarana transportasi, rekreasi dan pariwisata, pengatur iklim dan lingkungan hidup, penampung limbah, sumber plasma nutfah, pemukiman, kawasan industri serta pertahanan dan keamanan. Satria (2009) menjelaskan bahwa laut merupakan salah satu kekayaan alam yang layak untuk dikembangkan sebagai salah satu objek wisata bahari, dimana wisata ini dapat diwujudkan dalam berbagai aktivitas seperti perikanan rekreasi, penyelaman, atraksi paus dan lumba-lumba, penginapan dan melihat keindahan terumbu karang. Meskipun wisata bahari potensial dikembangkan namun terdapat beberapa masalah dan tantangan. Hal tersebut seperti masalah konflik dengan nelayan karena umumnya wisata bahari berkembang di wilayah konservasi. Nelayan menganggap berkembangnya wisata bahari makin menutup akses nelayan dalam penangkapan ikan. Umumnya wisata bahari juga memiliki daya serap yang relatif rendah terhadap tenaga kerja lokal, karena usaha tersebut membutuhkan tenaga kerja berpendidikan menengah ke atas sehingga akses nelayan untuk menjadi bagian dari wisata bahari relatif kecil. Usaha wisata bahari

12 18 juga masih banyak diusahakan oleh orang-orang asing yang umumnya sulit memahami dan bertoleransi dengan masyarakat lokal Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria, 2004 dalam Satria, 2009). Masyarakat pesisir tidak saja nelayan tetapi juga terdapat pembudidaya ikan, pengolah ikan, pedagang ikan dan lainnya. Dahuri et al. (1996) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir antara lain adalah terbatasnya sarana pelayanan dasar, kondisi lingkungan yang kurang terpelihara sehingga kurang memenuhi persyaratan kesehatan, air bersih dan sanitasi yang jauh dari mencukupi, keadaan perumahan yang umumnya jauh dari layak huni, keterampilan penduduk yang umumnya terbatas pada masalah penangkapan ikan sehingga kurang mendukung diversifikasi kegiatan, pendapatan penduduk rendah, pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang umunya rendah, dan umumnya masih tradisional terbatas pada satu produk saja (ikan). Dahuri et al. (1996) menjelaskan karakteristik masyarakat pesisir secara ekonomi memiliki mata pencaharian tradisional yang kegiatan utamanya di dominasi oleh usaha perikanan dengan tingkat pendapatan yang masih rendah sehingga berada pada garis kemiskinan. Kondisi sosial dicirikan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dengan ketergantungan hidup dari sumber-sumber perikanan di laut sehingga kurang mendukung diversifikasi usaha. Penyediaan sarana pelayanan dasar seperti jalan, air bersih, sanitasi dan persampahan terbatas dan tidak mencukupi sehingga lingkungan pemukiman masyarakat pesisir jauh dari layak huni (kumuh). Satria (2002) menjelaskan karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris seiring dengan perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi. Masyarakat agraris menghadapi sumberdaya yang terkontrol berupa pengelolaan lahan untuk produksi suatu komunitas dengan output yang relatif dapat diprediksi. Sebaliknya nelayan menghadapi sumberdaya yang

13 19 bersifat open access dimana nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil yang maksimal. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang keras, tegas dan terbuka. Dalam penelitian Sulaksmi (2007) menunjukkan bahwa peran masyarakat pesisir dalam pariwisata umumnya adalah menyediakan penyewaan penginapan, penyewaan perahu dan alat menyelam, menjual souvenir, menjual makanan, membuka rumah makan dan menjadi pemandu wisata Stratifikasi Sosial Soekanto (1990) menjelaskan bahwa stratifikasi sosial merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. Menurut Sunarto (1993) stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya. Ukuran yang biasa digunakan untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan menurut Soekanto (1990) adalah : 1. Ukuran kekayaan, dimana lapisan teratas biasanya yang memiliki kekayaan yang paling banyak. Kekayaan disini bisa berbentuk rumah, kendaraan dan pakaian. 2. Ukuran kekuasaan, lapisan teratas adalah yang paling memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar. 3. Ukuran kehormatan, dimana orang-orang yang paling dihormati dan disegani berada di lapisan teratas. 4. Ukuran ilmu pengetahuan, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Kadang - kadang berakibat negatif karena yang dihargai adalah gelarnya bukan ilmu yang dimilikinya. Sistem pelapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, meskipun adapula yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama. Hal-hal yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat menurut Soekanto (1990) adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat dan harta dalam batasbatas tertentu.

14 Konversi Lahan Konversi lahan merupakan suatu proses perubahan penggunaan lahan oleh manusia dari penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain yang dapat bersifat sementara dan permanen (Maftuchah, 2005 dalam Lestari, 2011). Ruswandi (2005) dalam Lestari (2011) juga menjelaskan bahwa konversi lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya, sehingga permasalahan yang timbul akibat konversi lahan, banyak terkait dengan kebijakan tataguna tanah. Kegiatan konversi lahan memiliki beragam pola tertentu tergantung pada kebutuhan dari usaha konversi lahan itu sendiri. Pola konversi lahan bila ditinjau berdasarkan aspek pelaku konversi menurut Soemaryanto, et al. (2001) dalam Lestari (2011) dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya, motif tindakan ada tiga, yaitu: (a) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, (b) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, dan (c) kombinasi dari (a) dan (b) seperti misalnya untuk membangun rumah tinggal yang sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola konversi seperti ini terjadi di sembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar. Dampak konversi terhadap eksistensi lahan sekitarnya baru significant untuk jangka waktu lama. 2. Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non sawah atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara ini terjadi dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi dan umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi (pengkotaan). Dampak konversi terhadap eksistensi lahan sekitarnya berlangsung cepat dan nyata. 2.2 Kerangka Pemikiran Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang dewasa ini sedang digalakkan oleh pemerintah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan di Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar dengan garis pantai sepanjang kilometer, Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang dapat memberikan peluang terhadap penciptaan bentuk pemanfaatan

15 21 kawasan pesisir seperti budidaya perikanan, kawasan konservasi, pemukiman dan pariwisata. Salah satu kawasan pesisir yang mempunyai potensi sumberdaya dan dapat mendukung kegiatan pariwisata adalah Pulau Pramuka yang berada di bagian tengah gugusan Kepulauan Seribu. Pulau Pramuka selama ini telah menjadi lokasi tujuan wisata favorit selain Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, Pulau Puteri dan Pulau Bidadari. Kondisi pulau dan laut yang masih terjaga serta pemandangan laut yang indah merupakan pesona tersendiri bagi wisatawan. Hal ini juga didukung oleh fasilitas di pulau ini yang tergolong lebih lengkap dibandingkan pulau lain yang berada di gugusan Kepulauan Seribu, seperti tersedianya sekolah dari tingkat SD hingga SMA, rumah sakit, pusat pelestarian penyu sisik, penginapan dan sebagainya. Hal tersebut menjadi faktor penarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung. Hadirnya kegiatan pariwisata akan menyebabkan adanya permintaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh wisatawan seperti : penginapan, rumah makan, transportasi, perdagangan, dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan peluang usaha atau kerja terutama bagi masyarakat di kawasan objek wisata. Bentuk peluang usaha dan kerja dapat dibedakan berdasarkan sifatnya (formal dan informal), berdasarkan jenis kegiatan (penginapan, rumah makan, transportasi, perdagangan, jasa) serta berdasarkan pola kegiatan (kegiatan yang dilakukan setiap hari atau kegiatan yang hanya dilakukan di akhir pekan, liburan atau musim kunjungan wisatawan). Dalam menggunakan peluang usaha dan kerja tersebut, masyarakat yang bekerja atau berusaha diduga memiliki karakteristik individu seperti asal penduduk, tingkat pendidikan, jenis kelamin, umur, dan status perkawinan. Pemanfaatan peluang usaha dan kerja juga dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat yang memanfaatkan peluang tersebut yang dapat dilihat dari rata-rata pendapatan usaha atau kerja. Selain itu, adanya peluang usaha dan kerja dapat memunculkan suatu keterkaitan antara sektor pertanian dan luar pertanian yang dilihat dari supply atau penyediaan bahan baku produksi (bahan pangan) dan pola penggunaan hasil (surplus atau keuntungan) usaha atau kerja. Pemanfaatan peluang usaha dan kerja seringkali terkait dengan ketersediaan lokasi yang dapat mempertemukan kebutuhan wisatawan

16 22 (konsumen) dengan pengusaha (produsen), bahkan tidak jarang beberapa lokasi yang dianggap strategis telah menjadi incaran para investor dari luar pulau. Adanya pemanfaatan peluang usaha dan kerja dapat berpengaruh terhadap alih sumberdaya dari milik penduduk lokal menjadi milik pendatang atau investor asing. Peralihan sumberdaya ini dapat dilihat dari sejauhmana terjadi alih kepemilikan atau pembelian sumberdaya (lahan) dari masyarakat lokal ke pendatang dan kebijakan pemerintah mengenai sumberdaya (lahan) di tempat pariwisata. Bagan kerangka pemikiran ditunjukkan dalam Gambar 1. Kondisi dan Potensi Pulau Pramuka Kegiatan Pariwisata Karakteristik Pemanfaat Peluang Usaha dan Kerja 1. Asal Penduduk 2. Tingkat Pendidikan 3. Jenis kelamin 4. Umur 5. Status Perkawinan Bentuk Pemanfaatan Peluang Usaha dan Kerja 1. Sifat Kegiatan 2. Jenis Kegiatan 3. Pola Kegiatan Tingkat Pendapatan Usaha atau Kerja Keterkaitan Antar Sektor Supply bahan baku produksi (pangan) Penggunaan hasil usaha atau kerja Alih Sumberdaya Pembelian sumberdaya (lahan) oleh pendatang Kebijakan pemerintah Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

17 Hipotesis Pengarah Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka disusun hipotesis pengarah sebagai berikut : 1. Adanya kegiatan pariwisata akan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan peluang usaha dan kerja yang ada seperti dalam usaha penginapan, rumah makan, perdagangan, transportasi dan jasa dimana pemanfaat peluang usaha dan kerja tersebut memiliki karakteristik tertentu berdasarkan asal penduduk, tingkat pendidikan, jenis kelamin, umur dan status perkawinan. 2. Adanya kegiatan pariwisata mengakibatkan munculnya peluang usaha dan kerja dimana bentuk pemanfaatan peluang usaha dan kerja di pariwisata akan dapat menyebabkan peluang pendapatan usaha atau kerja yang berbeda pada setiap pelaku usaha atau kerja tersebut. 3. Adanya kegiatan pariwisata mengakibatkan munculnya peluang usaha dan kerja dimana bentuk pemanfaatan peluang tersebut dapat menyebabkan peningkatan permintaan terhadap hasil-hasil pertanian seperti perikanan baik dari sektor penginapan, rumah makan, transportasi, perdagangan maupun jasa. Adanya kegiatan pariwisata mengakibatkan munculnya peluang usaha dan kerja dimana bentuk pemanfaatan peluang tersebut dapat menyebabkan hasil usaha atau kerja berupa keuntungan usaha atau kerja, dimana keuntungan tersebut dapat digunakan untuk membiayai investasi di bidang pariwisata maupun di bidang lainnya. 4. Adanya kegiatan pariwisata mengakibatkan munculnya peluang usaha dan kerja dimana bentuk pemanfaatan peluang tersebut memerlukan tempat atau lokasi yang dapat mempertemukan kebutuhan wisatawan dengan pengusaha. Lokasi yang dianggap strategis memungkinkan adanya intervensi dari pihak luar yang bermodal kuat (pendatang) untuk membeli lahan tersebut sehingga dapat terjadi alih sumberdaya (lahan) dari masyarakat lokal ke masyarakat pendatang (investor luar). Adanya alih sumberdaya (lahan) tidak terlepas dari kebijakan yang mengatur hal tersebut, dimana kebijakan tersebut bisa saja mendukung atau membatasi laju konversi (pengalihan) lahan.

18 Definisi Operasional 1. Bentuk pemanfaatan peluang usaha dan kerja dapat dilihat berdasarkan sifat kegiatan, jenis kegiatan dan pola kegiatan. a. Sifat kegiatan dibedakan dalam : 1) Formal : Kegiatan mempunyai izin usaha resmi dari pemerintah, pengelolaan secara professional, dan menggunakan tenaga kerja upahan. 2) Informal : Kegiatan mudah untuk dimasuki, pengelolaan usaha secara sederhana, dan tidak memiliki izin resmi dari pemerintah. b. Jenis kegiatan dibedakan ke dalam : 1) Usaha penginapan atau homestay. 2) Usaha rumah makan (termasuk di dalamnya restoran, rumah makan dan warung nasi). 3) Transportasi (termasuk di dalamnya ojek antar pulau, ojek Muara Angke, penyewaan kapal trip, mancing, snorkeling atau diving). 4) Usaha perdagangan (termasuk di dalamnya toko cinderamata, pedagang asongan, pedagang makanan dan minuman). 5) Jasa (termasuk di dalamnya biro perjalanan, catering, rental snorkeling, rental sepeda, jasa kuli angkut, dan jasa pemandu wisata). c. Pola kegiatan dibedakan ke dalam : 1) Kegiatan yang dilakukan setiap hari. 2) Kegiatan yang dilakukan hanya pada akhir pekan atau liburan atau musim kunjungan wisata. 2. Karakteristik pemanfaat peluang usaha dan kerja merupakan ciri-ciri yang melekat pada individu pemanfaat peluang usaha dan kerja yang meliputi asal penduduk, tingkat pendidikan, jenis kelamin, umur dan status perkawinan. a. Asal penduduk merupakan asal usul responden yang menggunakan peluang usaha dan kerja yang muncul akibat adanya kegiatan pariwisata. Asal penduduk dibedakan berdasarkan :

19 25 1) Penduduk asli : responden sejak lahir sampai besar telah menetap di Pulau Pramuka. 2) Penduduk pendatang : responden berasal dari luar Pulau Pramuka. b. Tingkat pendidikan merupakan tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan dibedakan berdasarkan kategori : 1) Tinggi (tamat SMA, tamat Akademi atau Universitas) 2) Sedang (tamat SD, tamat SMP ) 3) Rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD) c. Jenis kelamin merupakan sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden dan dinyatakan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. d. Umur merupakan usia responden yang dihitung dari tanggal lahir sampai saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam tahun. e. Status perkawinan merupakan status perkawinan responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden dan dinyatakan dalam tiga jenis yaitu belum kawin, kawin, janda atau duda. 3. Tingkat Pendapatan Usaha atau Kerja adalah tingkat pendapatan total yang diperoleh responden selama sebulan dari usaha atau kerja yang dilakukan. Tingkat pendapatan usaha atau kerja dikategorikan ke dalam : 1) Tinggi (x > nilai minimum + 2 IK) 2) Sedang (nilai minimum + IK < x nilai minimum + 2 IK) 3) Rendah (nilai minimum x nilai minimum + IK) IK merupakan interval kelas yang dicari menggunakan rumus statistik : interval kelas = nilai maksimum nilai minimum Jumlah kategori 4. Keterkaitan antar sektor merupakan sejauhmana terjalin keterkaitan antara sektor pertanian dengan luar pertanian akibat pemanfaatan peluang usaha dan kerja. Keterkaitan antar sektor dilihat dari supply bahan baku produksi (pangan) yang bisa saja berasal dari dalam Pulau Pramuka, sekitar Pulau

20 26 Pramuka (di kawasan Kepulauan Seribu) atau dari luar kawasan Kepulauan Seribu. Keterkaitan antar sektor juga dilihat dari pola penggunaan hasil (keuntungan) usaha. 5. Alih sumberdaya merupakan peralihan sumber daya (lahan) yang terjadi akibat adanya pemanfaatan peluang usaha dan kerja di pariwisata. Alih sumberdaya dilihat dari sejauhmana terjadi pembelian lahan (termasuk sewa dan bagi hasil) dari penduduk lokal ke pendatang dan ada tidaknya kebijakan pemerintah yang mendukung atau menghambat peralihan sumberdaya (lahan).

BAB I PENDAHULUAN. September Matriks Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah per Kementerian/Lembaga.

BAB I PENDAHULUAN. September Matriks Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah per Kementerian/Lembaga. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan pembangunan perekonomian nasional, merupakan peran yang signifikan. Secara nasional, sektor pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL

EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL VIII. DAMPAK EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL Potensi wisata bahari yang dimiliki oleh gugusan Pulau Pari telah mengundang perhatian bagi wisatawan dalam negeri maupun luar negeri untuk

Lebih terperinci

Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Travel.

Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Travel. Wisata Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kepariwisataan (Irawan, 2010:11) menjabarkan kata kata yang berhubungan dengan kepariwisataan sebagai berikut: Wisata : Perjalanan, dalam bahasa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pariwisata berasal dari kata bahasa sangskerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata berarti

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi

Lebih terperinci

BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA

BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA 105 BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA 7.1 Supply Bahan Baku Pangan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Munculnya usaha yang diakibatkan oleh adanya kegiatan

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PELUANG USAHA DAN KERJA LUAR PERTANIAN DI DAERAH PESISIR

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PELUANG USAHA DAN KERJA LUAR PERTANIAN DI DAERAH PESISIR ISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 03 DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PELUANG USAHA DAN KERJA LUAR PERTANIAN DI DAERAH PESISIR Impact Tourism on Off Farm Business and Employment Opportunities in Coastal Area ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parwisata berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Wisata berarti perjalanan, bepergian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang mempunyai pesisir dan lautan yang sangat luas, dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan 17.480 pulau (Idris, 2007). Indonesia

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beribu pulau dengan area pesisir yang indah, sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata bahari. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB VIII ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG USAHA DAN KERJA

BAB VIII ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG USAHA DAN KERJA 111 BAB VIII ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG USAHA DAN KERJA 8.1 Pembelian Lahan Oleh Pendatang Guna menunjang kegiatan usaha pariwisata, tentunya dibutuhkan suatu lokasi yang dapat mempertemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. pengelolaan kebersihan lingkungan pantai di Bali dan Pantai Sanur Kaja.

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. pengelolaan kebersihan lingkungan pantai di Bali dan Pantai Sanur Kaja. BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Telaah hasil penelitian sebelumnya menguraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman. BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian xviii

DAFTAR ISI Halaman. BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian xviii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... ix ABSTRACT...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA NAMA NIM KELAS : HANDI Y. : 11.02.8010 : D3 MI 2C SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAKSI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian

I. PENDAHULUAN. Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian terfokus kepada peningkatan produksi, terutama pada peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan wisata yang berarti kunjungan untuk melihat, mendengar, menikmati dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan wisata yang berarti kunjungan untuk melihat, mendengar, menikmati dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata Istilah pariwisata secara etimologi yang berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata pari yang berarti halus, maksudnya mempunyai tata krama tinggi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap.

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Bersyukurlah, tanah kelahiran kita Cilacap Bercahaya dianugerahi wilayah dengan alam yang terbentang luas yang kaya

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Diharapkan. Perubahan. Tidak diharapkan. Vertikal. Mobilitas Sosial. Horisontal. Mobilitas Geografik

Diharapkan. Perubahan. Tidak diharapkan. Vertikal. Mobilitas Sosial. Horisontal. Mobilitas Geografik Perubahan Diharapkan Tidak diharapkan Direncanakan Tidak direncanakan Mobilitas Sosial Vertikal Horisontal Mobilitas Geografik Perencanaan Wilayah Potensi wilayah Sumberdaya Alam Sumberdaya manusia Perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 PENGERTIAN PARIWISATA Pariwista merupakan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang bersifat sementara bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata sudah diakui sebagai industri terbesar abad ini, dilihat dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KOMPONEN PAKET WISATA TERHADAP KEPUASAN BERKUNJUNG WISATAWAN DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

2015 PENGARUH KOMPONEN PAKET WISATA TERHADAP KEPUASAN BERKUNJUNG WISATAWAN DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Industri Pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sarana yang tepat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dan global. Pariwisata mempunyai

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau dengan potensi alam dan budaya yang berbeda-beda antara satu pulau dengan pulau lainnya. Namun

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA

BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA 2.1 Pengertian Pariwisata Keberadaan pariwisata dalam suatu daerah biasa dikatakan merupakan suatu gejala yang kompleks di dalam masyarakat. Di sini terdapat suatu keterkaitan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki perananan penting bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism Organization (WTO) sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA NAMA : ISMAWATI NIM : 10.02.7842 KELAS : D3 MI 2C SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAKSI

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai Dahuri et al. (2004) mendefinisikan kawasan pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (shore

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta JUTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi saat ini yaitu masyarakat Indonesia menunjukkan minat yang semakin besar dalam menjelajah sektor pariwisata global. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat luas dan terdiri dari lima pulau besar dan belasan ribu pulau kecil. Letak antara satu pulau dengan pulau lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melakukan perjalanan wisata sudah banyak sekali dilakukan oleh masyarakat modern saat ini, karena mereka tertarik dengan hasil kemajuan pembangunan suatu negara, hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan atau negara maritim terbesar di dunia. Berdasarkan publikasi yang ada mempunyai 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World

Lebih terperinci