BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perilaku, dan sikap-sikap melalui kontak dengan kultur yang lain (Berry 1990;
|
|
- Hendri Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akulturasi Akulturasi mengacu pada perubahan yang terjadi dalam identitas, nilai, perilaku, dan sikap-sikap melalui kontak dengan kultur yang lain (Berry 1990; Berry et al., 1987 dalam Liebkind, 1996 ). Berdasarkan kamus psikologi (Colman, 2001 dalam Andiyasari, 2005), akulturasi didefinisikan sebagai the process of assimilating the ideas, beliefs, customs, value, and knowledge of another culture through direct contact with it, usually after migration from one place to another. Menurut Berry, Trimble, & Olmedo dalam Berry 2002, akulturasi dipelajari karena dua alasan; pertama, untuk mengendalikan perubahan karena pengalaman-pengalaman kultural dan sosial; kedua, akulturasi dipelajari sebagai fenomena psikologi yang muncul akibat perpaduan dua kultur. Social Science Research Council (1954 dalam Berry, 2002) mendefinisikan akulturasi sebagai Culture change that is initiated by the conjuction of two or more autonomous cultural systems. Acculturative change may be the consequence of direct cultural transmission: it may be derived from non-cultural causes, such as ecological or demographic modification induced by an impinging culture; it may be delayed, as with internal adjustments following upon the acceptance of alien traits or patterns; or it may be a reactive adaptation of traditional models of life. Berdasarkan definisi diatas, akulturasi dapat meliputi perubahan yang terjadi secara tidak langsung (tidak terkait dengan kultur, tapi ecological), dapat
2 ditunda (karena dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian internal yang membutuhkan waktu untuk penyesuaian karakter psikologi dan kultural), dan dapat bersifat reaktif (contohnya, menolak pengaruh kultural dan menjadi lebih etnosentris) (Berry, 2002). Peneliti-peneliti lebih banyak mendasari penelitian mereka tentang akulturasi berdasarkan konteks budaya (level kultural), dalam psikologi lintas budaya. Secara lebih luas lagi, peneliti akan lebih mudah memahami, dalam istilah etnographic, kedua kultur yang saling kontak jika mereka memahami individu-individunya juga (level psikological), sehingga dapat terjadi keterhubungan yang jelas antara akulturasi dari kelompok individu dan psychological acculturation dari individu tersebut (Berry, 2001 dalam Chun, Organista, dan Marin, 2002). Graves (1967 dalam Berry, 2002) menyatakan bahwa psychological acculturation mengacu kepada perubahan yang terjadi pada seorang individu akibat keterlibatannya dalam situasi kontak budaya seseorang yang dipengaruhi secara langsung oleh kultur eksternal dan oleh perubahan budaya dimana individu tersebut menjadi anggotanya. Ada dua alasan mengapa kedua level ini berbeda. Pertama, adanya tuntutan terhadap prilaku individu agar berinteraksi sesuai dengan konteks budaya. Kedua, tidak setiap individu yang masuk ke dalam situasi akulturasi, berpartisipasi atau berubah dengan cara yang sama; perbedaan-perbedaan individual tetap ada, bahkan jika individu-individu tersebut hidup dalam kondisi akulturasi yang sama (Berry, 2002).
3 Kerangka berpikir yang menggambarkan dan menghubungkan budaya dengan psychological acculturation serta mengidentifikasi dua (atau lebih) kelompok yang saling kontak diperlihatkan dalam gambar berikut ini, berdasarkan teori Berry (2006). Level Budaya (Kelompok) LevelPsikologis (Individu) Culture A Psychological Acculturation Adaptation Contact Cultural changes Culture A Culture Individuals in Cultures A & B Behavioral Shifts Individuals in cultures A & B Psychological Culture B B Acculturative Stress Sociocultural Gambar 1. Kerangka berpikir untuk memahami akulturasi level kultural dan psikologis Pada level kultural (bagian kiri), dibutuhkan pemahaman tentang kedua kelompok kultur A dan B terutama kontak-kontak yang terjadi, sifat-sifat dari hubungan kontak tersebut, dan hasil-hasil dari perubahan kultural pada kedua kelompok selama proses akulturasi. Pada level individual (bagian kanan), yang harus dipertimbangkan adalah perubahan-perubahan psikologis dari individu-individu pada kedua kelompok dan
4 akibat-akibat yang terjadi pada situasi baru. Perubahan-perubahan ini dapat berupa perubahan perilaku yang terlihat (contoh, cara berbicara, berpakaian atau makanan) atau dapat juga muncul dalam bentuk yang lebih problematik, menciptakan acculturative stress sebagai manifestasi dari ketidakpastian, kecemasan, dan depresi (Al-Issa & Tosignant, 1997 dalam Berry, 2006). Adaptasi dapat terjadi secara internal atau psikologis (contohnya, adaptasi yang menyebabkan rasa well-being atau self-esteem) atau sosiokultural (contohnya, adaptasi yang menghubungkan individu dengan yang lain pada komunitas baru) (Searle & Ward, 1990 dalam Berry, 2006). Baik individu maupun kelompok terikat dengan proses akulturasi dengan cara-cara yang berlainan. Strategi yang mana yang digunakan tergantung pada variasi dari faktor-faktor antesenden ( kultural dan psikologis). Strategi-strategi ini terdiri dari dua komponen yang saling berhubungan; sikap dan prilaku yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari (Berry, 2002). Pada awalnya, strategi-strategi tersebut diistilahkan dengan modes of acculturation atau variasi-variasi akulturasi, sementara komponen sikap disebut dengan relational attitudes dan selanjutnya disebut dengan acculturation attitudes (Berry, 2002), dan indikator-indikator perilaku digunakan untuk memvalidasi preferensi. Sudah pasti, jarang ada yang cocok secara tepat antara apa yang seorang individu suka dan cari (sikap-sikap) dengan apa yang sebenarnya yang dapat dilakukan seseorang (perilaku). Meskipun demikian sering juga terjadi korelasi positif yang signifikan antara sikap-sikap akulturasi dan perilaku (Berry, 2002).
5 Konsep strategi akulturasi dapat dijelaskan pada Gambar 1. Pada level kultural, kedua kelompok yang melakukan kontak (dominan atau tidak dominan) kadang mempunyai dugaan terhadap apa yang mereka coba lakukan (contohnya, motivasi untuk migrasi) atau apa yang dilakukan terhadap mereka (Berry, 2006). Pada level individual, perubahan perilaku dan fenomena acculturative stress diketahui menjadi sebuah fungsi, sekurang-kurangnya pada beberapa tingkatan. Apa yang individu coba lakukan selama akulturasi kadang berhubungan dengan tujuan strategi yang dipilih oleh kelompok, dimana mereka menjadi anggotanya (Berry, 2001 dalam Chun, Oraganista, & Marin, 2002). 2.2 Strategi akulturasi Berdasarkan (Berry, 2005 dalam Jamhur, dkk., 2015), strategi akulturasi terdiri dari empat bagian, antara lain : a. Asimilation strategy terjadi manakala seseorang tidak berkeinginan memelihara identitas kultural mereka dan mencari interaksi harian dengan budaya lain. b. Separation strategy terjadi manakala seseorang menghidupi nilai-nilai yang ada pada budaya aslinya dan pada waktu yang bersamaan menghindari berinteraksi dengan yang lain. c. Integration strategy terwujud ketika seseorang memiliki ketertarikan untuk memelihara budaya aslinya selama membangun interaksi harian dengan kelompok lain. Menurut John W. Berry, integritas kultural yang telah terwujud memiliki beberapa kualitas (kualitasnya tidak sama). orang yang berbeda pada strategi ini mencoba untuk mencari (sebagai anggota dari suatu kelompok
6 etnokultural tertentu) dan juga mencoba untuk berpartisipasi (sebagai bagian integral dari jaringan kelompok sosial yang lebih besar). d. Marginalization strategy terjadi ketika kemungkinan untuk memelihara budaya aslinya dan kemungkinan untuk berinteraksi dengan kelompok lain sangat kecil. Menurut John W. Berry, strategi marginalisasi bisa terjadi karena hal itu merupakan pilihan yang secara sadar dibuat oleh seseorang, dan hal itu juga bisa terjadi sebagai akibat dari kegagalannya mencoba strategi asimilasi. 2.3 Stres Definisi stres Menurut Lazarus (1984), stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami ketika seseorang menganggap bahwa tuntutan-tuntutan melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerahkan seseorang. Seseorang hanya merasa sedikit stres jika dia memiliki waktu dan sumber daya yang cukup untuk menangani sebuah situasi. Namun, jika seseorang menganggap dirinya tidak mampu menangani tuntutantuntutan yang dibebankan kepadanya, stres yang dirasakan akan lebih besar (Manktelow, 2009 dalam Suganda, 2013). Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan di mana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang (Robbins, 2001 dalam Suganda, 2013). Sedangkan menurut Hans Selye, stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap apapun permintaan untuk perubagan (Greenberg, 2004 dalam Suganda, 2013).
7 Istilah stres digunakan untuk menunjukkan adanya suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana hal tersebut mengganggu equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie, 2005 dalam Suganda, 2013). Menurut Greenberg (1984), stres diungkapkan sebagai reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang (Yosep, 2007 dalam Suganda, 2013). Definisi lain menyebutkan bahwa stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang ada pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Hardjana, 1994 dalam Suganda, 2013) unsur-unsur stres Sebagai bagian dari pengalaman hidup, stres merupakan hal yang rumit dan kompleks. Oleh karena itu stres dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Dalam peristiwa stres, ada tiga hal yang saling berkaitan, yaitu: a. Hal, peristiwa, orang, keadaan yang menjadi sumber stres (stressor) Hal yang menjadi sumber stres bisa berupa bencana alam, lingkungan kerja yang berat, tempat tinggal yang tidak sehat ataupun suatu peristiwa dalam kehidupan yang berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain.
8 b. Orang yang mengalami stres (the stressed) Dari segi orang yang mengalami stres, pemusatan perhatian tergantung pada tanggapan (response) seseorang terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan itu disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan dan hal tersebut dapat menimbulkan gejala secara psikologis dan fisiologis. c. Hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang menjadi penyebab stres (transactions) Hubungan antara orang yang mengalami stres dan keadaan yang penuh stres merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut, hal yang mendatangkan stres dalam pengalaman orang yang terkena stres saling berkaitan. Stres yang dialami setiap orang berbeda-beda dan cara menghadapinya juga berbeda-beda sesuai dengan kemampuan orang tersebut (Hardjana, 1994 dalam Suganda, 2013) Penyebab stres Stres adalah kumpulan hasil, respon, jalan, dan pengalaman yang berkaitan, yang disebabkan oleh sebagai stresor (Manktelow, 2009 dalam Suganda, 2013). Stres terbentuk dari berbagai hal yang bisa berasal dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Stres terjadi apabila stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis yang berupa perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi, dan
9 perilaku (Gunawan, 2007 dalam Suganda, 2013). Menurut Rasmund (2004)(dalam Suganda, 2013), beberapa jenis stresor adalah sebagai berikut : a. Stresor biologik Stresor biologik dapat berupa bakteri, virus, hewan, binatang, tumbuhan, dan berbagai macam makhluk hidup yang dapat mempengaruhi kesehatan. Tumbuhnya jerawat, demam, dan digigit binatang dipersepsikan dapat menjadi stresor dan mengancam konsep dari individu. b. Stresor fisik Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, suhu, cuaca, geografi, dan alam. Letak tempat tinggal, demografi, jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, migrasi, dan kebisingan. c. Stresor kimia Stresor kimia dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Contoh stresor yang berasal dari dalam tubuh adalah serum darah dan glukosa sedangkan stresor yang berasal dari luar tubuh misalnya obat, alkohol, nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan pengawet, pewarna, dan lain-lain.
10 d. Stresor sosial dan psikologik Stresor sosial dan psikologik misalnya rasa tidak puas terhadap diri sendiri, kekejaman, rendah diri, emosi yan negatif, dan kehamilan. e. Stresor spiritual Stresor spiritual yaitu adanya pesepsi negatif terhadap nilainilai ke-tuhanan (Carolin, 2010) Klasifikasi stres Menurut Rice (1999)(dalam Suganda, 2013), berdasarkan etiologinya stres dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Stres kepribadian (Personality Stress) Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri seseorang. Berhubungan dengan cara pandanga pada masalah dan kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan memiliki risiko yang kecil terkena stres kepribadian. 2) Stres psikososial (Psychosocial Stres) Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang lain di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika menghadapi lingkungan baru, masalah keluarga, sres macet dijalan raya dan lain-lain. 3) Stres bio-ekologi (Bio-Ecological Stress) Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang pertama adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta
11 cuaca. Sedangkan hal yang kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma, jerawatan, dan lain-lain. 4) Stres pekerjaan (Job Stress) Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Persaingan di kantor, tekanan pekerjaan, terlalu banyak pekerjaan, target yang terlalu tinggi, usaha yang diberikan tidak berhasil, persaingan bisnis adalah beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stres akibat karir pekerjaan. 5) Stres mahasiswa (College Student Stress) Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan terdapat tiga kelompok stresor yaitu dari segi personal dan sosial, gaya hidup dan budaya, serta stresor yang dicetuskan oleh faktor akademis kuliah itu sendiri (Pin, 2011). Menurut Selye (1979) dalam Suganda, 2013, berdasarkan persepsi individu terhadap stres yang dialaminya, stres dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Distress (Stres Negatif) Distress merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
12 2) Eustress (Stres Positif) Eustress merupakan stres yang bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu. 2.4 Stres akulturasi Individu yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian terhadap budaya atau kultur baru dapat dikatakan mengalami acculturative stress. Definisi acculturative stress menurut Dressler & Bernal (1982 dalam Sodowsky & Maestas, 2000) : When an individual s adaptive resources are insufficient to support adjustment to a new cultural environment. Sebuah kerangka berpikir untuk memahami acculturative stress diperlihatkan pada gambar berikut ini berdasarkan teori acculturative stress J. W. Berry (1987 dalam Berry, dkk., 1999). Pengalaman Akulturasi Stressor-stressor Acculturative Stress Banyak Sedikit Banyak Sedikit Tinggi Rendah Faktor-faktor perantara dari hubungan antara akulturasi dan stres : Bentuk akulturasi : Integrasi, Asimilasi, Separasi, Marginalisasi Fase akulturasi : Kontak, Konflik, Krisis, Adaptasi Karakter masyarakat dominan : Multikultural vs Asimilasi, Prasangka vs Diskriminasi Karakteristik kelompok yang berakulturasi : Umur, status, dukungan sosial Karakteristik-karakteristik individu yang berakulturasi : Penilaian, Coping, Sikap, dan Kontak Gambar 2. Hubungan antara akulturasi dengan stres, ketika dimodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi
13 Pada bagian kiri Gambar 2, akulturasi dapat terjadi karena situasi tertentu (misal, migrasi atau penyesuaian dengan penduduk asli). Pengalaman individu pada perubahan-perubahan tersebut bervariasi dalam berbagai tingkatan dari sangat banyak hingga sedikit sekali (Berry, dkk, 1999). Pada bagian tengah Gambar 2, stressor mungkin akan muncul sebagai hasil dari pengalaman akulturasi yang bervariasi tersebut. Pada beberapa orang, perubahan-perubahan akulturasi yang terjadi mungkin menjadi stressor, namun pada yang lain, sebaliknya merupakan peluang (Berry, dkk, 1999). Pada bagian kanan Gambar 2, bervariasinya level acculturative stress merupakan hasil dari pengalaman akulturasi dan stressor-stressor. Variasi acculturative stress ini bisa terjadi dari sangat tinggi hingga rendah (Berry, dkk, 1999). Hal penting yang perlu diketahui dalam hubungan antara ketiga konsep ini (pengalaman akulturasi, stressor, dan acculturative stress), ketiganya tergantung pada sejumlah faktor-faktor perantara, termasuk diantaranya karakter dari kelompok dominan, tipe dari akulturasi yang dilakukan kelompok minoritas, bentuk-bentuk akulturasi yang dialami, dan sejumlah data demografi, sosial dan karakteristik psikologis dari kelompok dan anggota kelompok (Berry, dkk, 1999). Masing-masing dari faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat dan arah hubungan pada tiga konsep tersebut. Faktor-faktor perantara ini dipandang sebagai sumber dari variasi pada kedua level, baik kelompok dan individu (Berry, 1987 dalam Berry, dkk., 1999).
14 Hasil penelitian acculturative stress bervariasi secara luas. Pandangan awal menyatakan bahwa kontak dan perubahan yang tidak dapat dihindari akan menyebabkan stres. Bagaimanapun, sesuai kerangka pemikiran Berry, stres dengan akulturasi berkaitan secara probabilistik, dan level stres yang dialami tergantung dari sejumlah faktor (Berry, dkk, 1999). Faktor pertama yang menyebabkan acculturative stress adalah strategi akulturasi individu. Mereka yang merasa marjinal cenderung memiliki stres yang lebih tinggi, dan mereka yang memilih separasi terkadang hampir selalu mengalami stres, sebaliknya mereka yang mengikuti level akulturasi integrasi mengalami stres yang minimal, sementara asimilasi berada pada level tengah dari stres (Berry, dkk, 1999). Fase akulturasi juga penting; mereka yang mengalami kontak pertama kali, dan mereka yang telah melalui adaptasi jangka panjang cenderung lebih rendah stres-nya dibandingkan mereka yang berada dalam fase konflik atau krisis, secara khusus, termasuk juga yang merasakan termarginalisasi mengalami stres yang lebih tinggi (Berry, dkk, 1999). Faktor-faktor perantara yang lain adalah bagaimana kelompok dominan menggunakan pengaruh-pengaruh pada proses akulturasi. Sebuah perbedaan penting adalah tingkat pluralisme dalam masyarakat (Murphy, 1965 dalam Berry, 1987). Masyarakat plural, merupakan kebalikan dari masyarakat yang monokultural yang dicirikan oleh dua faktor penting: pertama, ketersediaan jaringan sosial dan kelompok budaya yang mungkin mendorong mereka untuk
15 masuk ke dalam pengalaman akulturasi; kedua, toleransi yang cukup besar, atau penerimaan, pada perbedaan-perbedaan kultur (Berry, 1987). Satu hal yang cukup penting diketahui, individu yang berakulturasi pada masyarakat multikultural cenderung lebih rendah stresnya dibanding individu yang berakulturasi pada masyarakat monokultural yang menekankan asimilasi (Berry et al., 1987). Masyarakat yang menekankan asimilasi, memiliki sejumlah faktor yang menimbulkan acculturative stress yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang pluralis. Jika seseorang individu secara rutin menerima pesan bahwa budaya, bahasa, dan identitasnya tidak diterima, pengaruh sense of security dan self-esteem pada individu tersebut akan menjadi negatif. Jika pada seseorang dikatakan ongkos untuk berpartisipasi pada masyarakat yang lebih dominan tidak lagi menjadi hal yang harus ditumbuh-kembangkan dalam diri sendiri, maka konflik-konflik psikologis akan meningkat (Berry et al., 1987). Jika, secara kolektif, sebuah kelompok hanya memiliki satu pilihan saja yang ditentukan oleh masyarakat yang dominan, maka potensi untuk terjadinya konflik-konflik sosial akan semakin tajam. Sebagai hasilnya kebijakan asimilasi dan praktek-praktek lain yang menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas secara beralasan memiliki hubungan dengan acculturative stress yang lebih tinggi saat dibandingkan dengan kebijakan integrasi (Berry et al., 1987). Faktor lain yang berkaitan secara paradoks adalah apabila terdapat kebijakan yang dirancang untuk menolak kelompok yang melakukan akulturasi berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Penolakan ini biasanya dilakukan oleh
16 tindakan diskriminasi. Jika individu yang berakulturasi ingin berpartisipasi dalam hal-hal khusus yang ada pada masyarakat (misal, memperoleh kesehatan, hak-hak politik) tetapi ditolak karena kebijakan tertentu, maka penolakan ini dapat mengakibatkan acculturative stress (Berry et al., 1987). Variabel-variabel sosial lain mengacu pada penerimaan atau prestise dari kelompok yang berakulturasi dalam masyarakat, beberapa kelompok ras, etnisitas, dan agama lebih dapat diterima dari kelompok yang lainnya. Mereka yang kurang dapat diterima merasa dihambat (misal, muncul prasangka, diskriminasi, penolakan) yang dapat mengarah pada marginalisasi kelompok sehingga menciptakan stres yang lebih besar lagi (Berry et al., 1987). Semua faktor sosial ini, berbagai faktor psikologis berperan pada status kesehatan mental pada orang-orang yang mengalami akulturasi, sekali lagi perlu dibedakan antara karakteristik yang ada sebelum terjadinya kontak dan karakteristik yang dikembangkan selama proses akulturasi. Pengalamanpengalaman tertentu dapat mempengaruhi satu karakteristik untuk berfungsi lebih efektif dibawah tekanan akulturasi. Termasuk dalam halini adalah: pengetahuan sebelumnya akan bahasa dan kultur baru, pertemuan antarbudaya sebelumnya dalam bentuk apapun, motif kontak (kontak sukarela vs kontak tidak sukarela), dan sikap terhadap kontak (yang dapat berada dalam jangkauan positif ke negatif) (Berry et al., 1987). Pengalaman kontak juga dapat menyebabkan variasi dalam acculturative stress. Apakah mereka senang atau tidak senang, apakah mereka memenuhi kebutuhan individu atau tidak, dan secara khusus apakah pertemuan pertama
17 dipandang positif atau tidak dapat menentukan tahapan berikutnya dan mempengaruhi kesehatan mental seseorang (Berry et al., 1987). Diantara faktor-faktor yang timbul selama akulturasi, adalah berbagai strategi akulturasi: seperti yang disebutkan sebelumnya, individu-individu di dalam satu kolompok berbeda di dalam preferensi untuk berasimilasi, berintegrasi, atau memisahkan diri. Variasi-variasi ini ditambah pengalaman marginalisasi diketahui mempengaruhi kesehatan mental seseorang (Berry et al., 1987). Hasil penelitian acculturative stress diketahui berakibat pada tingkat personal. Salah satunya adalah dampak acculturative stress terhadap menurunnya kesehatan (fisik, sosial, dan psikologis). Tingkat motivasi yang menurun, perasaan terasing, penyimpangan sosial yang meningkat.pada tingakat komunitas/masyarakat terdapat hal-hal yang berhubungan secara langsung, misal, meningkatnya biaya kesehatan, pencapaian edukasi dan kerja lebih rendah, konflik sosial yang meningkat, substance abuse, tindakan kriminal pada umumnya (Berry et al., 1987). Jelasnya, dengan hasil yang disebutkan tadi, kebijakan yang mencoba menghindari atau setidaknya mengendalikan tingkat acculturative stress yang tinggi lebih disukai dibandingkan dengan kebijakan yang meningkatkan acculturative stress (Berry et al., 1987). Keinginan untuk berpartisipasi dalam masyarakat yang lebih luas, atau keinginan akan pertahanan kultural harus jelas dibedakan, jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi akan mengakibatkan penurunan status kesehatan mental yang
18 serius dari individu-individu yang berakulturasi. Kebijakan-kebijakan atau sikapsikap dalam masyarakat yang lebih luas yang mendiskriminasikan (tidak mengijinkan partisipasi, dan mengarah kepada marginalisasi atau segregasi). Atau asimilationists(mengarah kepada hilangnya kultur yang dipaksakan) adalah prediktor-prediktor masalah psikologis (Berry et al., 1987). Acculturative stress merupakan konsekuensi akulturasi yang mungkin terjadi, tetapi probabilitas terjadinya dapat berkurang secara signifikan jika partisipasi di dalam masyarakat lebih luas dan pertahanan kultur yang diwariskan disambut oleh kebijakan dan praktek dalam masyarakat yang lebih luas (Berry et al., 1987). Acculturative stres pada etnis minoritas karena migrasi yang diadaptasikan oleh Liebkind (1996) yang merupakan modifikasi dari teori acculturative stress Berry (1992) dan Beiser (1991) berasumsi bahwa sikap-sikap akulturasi dan tingkat akulturasi memiliki pengaruh yang berbeda pada acculturative stress. Akulturasi diasumsikan menyebabkan gejala stres secara berbeda, tergantung dari apakah hal tersebut didefinisikan sebagai perubahan-perubahan dalam nilai-nilai budaya (tingkat akulturasi), tingkah laku atau orientasi bersikap pada budaya sendiri dan dominan, atau pilihan pada identitas etnis. Definisi sikap-sikap akulturasi menurut Berry (Berry et al., 1987 dalam Liebkind, 1996) : The ways in which the ethnic or cultural minority whises to related to the dominant group. Sam dan Berry (1993 dalam Liebkind, 1996), menemukan hubungan yang konsisten antara akulturasi marginal dan emotional distress diantara remaja-
19 remaja imigran dari dunia ketiga di Norwegia. Berry (1990 Liebkind, 1996) menekankan bahwa akulturasi mungkin tidak setara (uneven), tergantung pada domain dari perilaku dan kehidupan sosial; sebagai contoh, seseorang mungkin memilih akulturasi asimilasi dalam ekonomi (dalam bekerja) tetapi akulturasi integrasi dalam bahasa (dengan cara menjadi bilingual) (Liebkind, 1996). Hubungan antara pengalaman akulturasi individu yang senyatanya terjadi dan hasil-hasilnya pada acculturative stress tergantung pada variasi faktor-faktor perantara, termasuk kondisi dari komunitas dominan. Terdapat pendapat dan bukti-bukti yang mengaitkan masalah kesehatan mental mungkin berkurang pada imigran dan pendatang yang berada di negara dengan ideologi multikultural (toleransi atas kehadiran perbedaan budaya) dari pada negara dengan ideologi asimilasi (menekan pada standar budaya yang tunggal) (Berry et al., 1987). Diasumsikan bahwa prasangka dan diskriminasi dari komunitas yang dominan akan menyebabkan stressor yang kuat terhadap akulturasi (Liebkind, 1996). Gender dan generasi memegang peran penting. Generasi yang lebih muda memiliki sikap yang lebih negatif terhadap budaya mereka sendiri dibandingkan generasi sebelumnya. Jenis kelamin laki-laki pada kedua generasi memiliki sikap akulturasi yang lebih positif dari pada perempuan. Dewasa kurang berakulturasi dibandingkan remaja. Kelompok yang berakulturasinya paling akhir adalah perempuan dewasa, khususnya bila menyangkut tingkat ekonomi dan kebebasan memilih (Liebkind, 1996). Sikap-sikap akulturasi dan tingkat akulturasi memberikan pengaruh berbeda pada acculturative stress. Sikap-sikap akulturasi memprediksi gejala stres
20 secara lebih baik hanya pada perempuan dewasa. Pada kelompok yang lain, pengalaman akulturasi dan tingkat akulturasi merupakan prediktor yang lebih baik. Termasuk juga konteks sosial merupakan prediktor yang signifikan bagi acculturative stress. Sikap-sikap negatif dan populasi dominan, terlihat jelas pada pengalaman prasangka dan diskriminasi, merupakan prediktor yang signifikan pada gejala stres dewasa pria (Liebkind, 1996). Penelitian Liebkind (1996) juga menemukan bahwa semakin muda generasi mengadopsi budaya baru, semakin tinggi gejala kecemasan dan depresinya. Dalam penelitian lain yang menyangkut akulturasi, dewasa perempuan termasuk kelompok yang paling banyak mengalami distress (Berry, 1990; Berry et al., 1987 dalam Liebkind, 1996). Meskipun laki-laki dilaporkan memiliki gejala stres yang lebih rendah dari pada perempuan, laki-laki mengalami pengaruh budaya yang lebih lama dan mempunyai pengalaman akulturasi yang negatif dalam hal prasangka dan diskriminasi diketahui memiliki gejala kecemasan yang secara signifikan lebih tinggi dari yang lain. Memiliki orientasi yang kuat kepada budaya yang dominan dan mengalami prasangka serta diskriminasi mungkin menyebabkan laki-laki menjadi lebih mudah frustasi dibandingkan perempuan (Liebkind, 1996). Pengalaman traumatik pada premigration mempunyai pengaruh yang lebih sedikit pada gejala stres dibandingkan kejadian-kejadian yang dialami pada saat postmigration. Hal ini menunjukkan bahwa hasil-hasil penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa apa yang terjadi pada orang setelah mereka memasuki sebuah negara dan menjadi penduduk negara tersebut memiliki efek
21 yang lebih kuat pada kesehatan mental dari pada yang dialami sebelumnya (Beiser, 1991 dalam Liebkind, 1996) Stres Akulturasi yang dihadapi oleh Mahasiswa Berdasarkan model akulturasi oleh Arends-toth dan Viver (2006), Berry (1997, 2006), Ward et al (2001) dalam Jamhur, dkk., 2015, stres akulturasi yang dihadapi oleh mahasiswa adalah sebagai berikut : a) Bahasa Sebuah stresor akulturasi utama yang dihadapi oleh mahasiswa adalah hambatan bahasa. Kecemasan bahasa adalah stresor yang berinteraksi dengan stres lainnya di kedua domain akademik dan sosial budaya. Dalam domai akademik, hambatan bahasa dapat berdampak pada penyelesaian tugas, pemahaman kuliah, ujian lisan dan tulisan, dan kemampuan untuk mengajukan pertanyaan di kelas. Sedangkan di dalam domain sosial budaya, bahasa dapat menghambat upaya mahasiswa untuk berinteraksi dengan teman-teman dan dengan penduduk setempat. b) Pendidikan Stres akademik kemungkinan diintensifkan karena adanya stres terhadap kecemasan bahasa dan beradaptasi dengan ligkungan pendidikan yang baru. Stres akademik juga ditemukan menjadi bagian yang signifikan dari stres kehidupan. Kontribusi lain yang menyebabkan terjadinya stres akulturasi bagi mahasiswa adalah adanya ketidakcocokan dalam harapan akademis mereka dengan realitas kehidupan di universitas. Mahasiswa berharap untuk dapat lebih baik berpartisipasi dalam akademis namun
22 kinerja akademis mereka mungkin di bawah ekspektasi mereka karena stres akulturatif dalam belajar bahasa dan beradaptasi dengan pendidikan baru, budaya, dan lingkungan sosial. Kemudian juga adanya ketidakcocokan dalam harapan mengenai kualitas dan efisiensi pelayanan yang disediakan oleh lembaga penelitian, kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan gaya mengajar dari tuan rumah. c) Sosial budaya Selain terjadi dalam domain pendidikan, stres akulturasi juga terjadi disaat mahasiswa membangun jaringan sosial baru setelah meninggalkan teman-teman dan keluarga mereka. Mahasiswa imigran mungkin mengalami kesulitan dalam hal berteman dan berinteraksi dengan penduduk tuan rumah. Kesulitan membentuk persahabatan dengan penduduk setempat dapat diperparah oleh ketidaktertarikan mahasiswa dalam memulai persahabatan dengan penduduk tuan rumah. d) Diskriminasi Diskriminasi juga tercatat sebagai potensi terjadinya stres akulturasi. Diskriminasi yang signifikan mulai dari perasaan rendah diri, penghinaan lisan, diskriminasi saat mencari pekerjaan, dan serangan fisik. Pengalaman diskriminasi dapat berdampak negatif pada mahasiswa yang dikaitkan dengan miskin kesejahteraan psikologis dan depresi. e) Gaya hidup Selain stres pendidikan dan sosial budaya, mahasiswa juga mungkin mengalami sejumlah stres akulturasi dalam gaya hidup.
23 Penelitian menunjukkan bahwa masalah keuangan merupakan faktor terjadinya stres akulturasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang.
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
3 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian Stres Stres adalah suatu kondisi yang dialami manusia selama hidupnya, dan dalam setiap kegiatan manusia berupa tekanan mental,yang dapat mengganggu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemerataan pembangunan di Indonesia saat ini telah diwujudkan melalui program beasiswa yang ditawarkan oleh perusahaan maupun lembaga dengan memberikan biaya pendidikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. AKULTURASI 1. Defenisi Akulturasi Akulturasi berbeda dengan enkulturasi, dimana akulturasi merupakan suatu proses yang dijalani individu sebagai respon terhadap perubahan konteks
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Strategi Akulturasi Integrasi pada Mahasiswa Perantau Kelompok Etnik Minangkabau dan Kelompok Etnik Batak di Kota Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Strategi Akulturasi Integrasi pada Mahasiswa Perantau Kelompok Etnik Minangkabau dan Kelompok Etnik Batak di Kota Bandung 1 Melita Elvaretta
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres Menurut American Institute of Stress (2010), tidak ada definisi yang pasti untuk stres karena setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda terhadap
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Akulturasi. 1. Pengertian dan Konsep Akulturasi. tertentu dalam budaya baru (Diaz & Greiner, dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Pengertian dan Konsep Akulturasi Akulturasi dapat dideskripsikan sebagai suatu tingkat dimana seorang individu mengadopsi nilai, kepercayaan, budaya dan praktekpraktek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres 2.1.1. Definisi stres Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stres dapat diartikan sebagai : 1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Stres merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan seseorang. Stres dapat dialami oleh siapa saja baik yang masih muda maupun yang sudah tua dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres
Lebih terperinciPSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress
PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja
BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinci1. Bab II Landasan Teori
1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Di dalam dunia kerja, seseorang dituntut untuk mampu dalam beradaptasi, baik untuk bekerja secara individu maupun tim, menambah nilai perusahaan, dan bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan era modern saat ini membawa dampak positif pada bidang pendidikan. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal dapat diartikan sebagai kelainan pada jaringan periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit periodontal, dikenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa dewasa muda ditandai dengan memuncaknya perkembangan biologis, penerimaan peranan sosial yang besar, dan evolusi suatu diri dan struktur hidup dewasa. Periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1
HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres dialami oleh setiap orang dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, jabatan, kedudukan, atau status sosial ekonomi. Tanggapan dan tingkat stres dapat bervariasi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciDITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI
DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI PENGERTIAN Dasar pemikiran: hubungan pikiran/mind dengan tubuh Merupakan bidang kekhususan dalam psikologi klinis yang berfokus pada cara pikiran,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. berhubungan. (Jasinskaja-Lahti ja, 2000 : 6). Kemudian pada tahun 1936
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Akulturasi Menurut Sayegh dan Lasry (1993), istilah akulturasi diperkenalkan oleh Antropolog Amerika di awal tahun 1880 untuk menggambarkan proses perubahan budaya antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stres merupakan fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan seharihari dan akan dialami oleh setiap orang. Stres memberikan dampak secara total pada individu seperti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam
Lebih terperinciKesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja. Selain dampaknya terhadap penggunaan alat-alat produksi dan strategi pemasaran. Modernisasi juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling tinggi dalam dunia pendidikan di Indonesia bahkan di dunia. Maka, tidak heran ketika mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan dirasakan sangat penting dan menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka menciptakan
Lebih terperinciGAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
13 GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Anies Andriyati Devi 1 Dra.Retty Filiani 2 Dra.Wirda Hanim, M.Psi 3 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sebagai makhluk hidup senantiasa berinteraksi dengan dirinya, orang lain, dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidup. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan memiliki pesaing yang banyak di era globalisasi saat ini.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perbankan memiliki pesaing yang banyak di era globalisasi saat ini. Persaingan perusahaan yang mempunyai visi dan misi untuk dapat memberikan pelayanan terbaik
Lebih terperinci11/7/ Survei populasi pada kesehatan mental 2. Pentingnya bukti2 riset yang lalu untuk intervensi
Teori-teori yang telah dipelajari sangat membantu dalam implementasi psikologi komunitas Teori-teori tersebut hendaknya dapat diaplikasikan untuk memahami problem-problem psikologi di lingkungan kita.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang
Lebih terperinciMASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA
MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA Euis Sunarti 1 A. Masalah keluarga. Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres, tetapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk memberi perawatan dan mengemban tanggung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir
7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Akhir Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin yang kata bendanya, Adolescentia yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Mighwar 2006). Remaja akhir (Late
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait
9 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah kemacetan, stressor, stres, penyesuaian diri terhadap
Lebih terperinciSINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih
SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS Oleh: Nia Agustiningsih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbagai masalah ekonomi yang terjadi menjadi salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciKONSEP SEHAT SAKIT. Disampaikan Pada Perkuliahan Konsep Dasar Keperawatan II Program Studi Ilmu Keperawatan FIKES UMM Semester Ganjil 2010/2011
KONSEP SEHAT SAKIT Disampaikan Pada Perkuliahan Konsep Dasar Keperawatan II Program Studi Ilmu Keperawatan FIKES UMM Semester Ganjil 2010/2011 A. DEFINISI SEHAT MENURUT : 1. WHO ( 1947 ) - Sehat suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mental Emosional 2.1.1 Definisi Mental Emosional Mental adalah pikiran dan jiwa, sedangkan emosi adalah suatu ekspresi perasaan, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah afek
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu
PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).
Lebih terperinciMANAJEMEN LINTAS BUDAYA EMPLOYEE AND EXPATRIATE ASSIGNMENT
MANAJEMEN LINTAS BUDAYA EMPLOYEE AND EXPATRIATE ASSIGNMENT Oleh Kelompok 2: Dita Mayangsari (105030300111013) Christianto Kurniawan (105030300111020) M. Nur Rizki O.P. (105030300111021) Ais Zanuar Adi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang masalah kualitas perumahan di kota-kota besar amat terasa. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah dan fasilitas pemukiman yang memadai merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Di negaranegara berkembang
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang
15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,
Lebih terperinciAKULTURASI MAHASISWA PRIBUMI DI KAMPUS MAYORITAS TIONGHOA. Oleh : Tantri Kusuma Wardhani ABSTRAK
AKULTURASI MAHASISWA PRIBUMI DI KAMPUS MAYORITAS TIONGHOA Oleh : Tantri Kusuma Wardhani ABSTRAK Akulturasi yang berkaitan dengan perubahan dalam pola-pola kebudayaan digunakan sebagai cara kelompok minoritas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa,dan memiliki sikap positif untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi
Lebih terperinciBAB I 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama
Lebih terperinciAriesta Marsitho Nugrahawan F
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN TEKANAN KERJA PADA KARYAWAN SKRIPSI Disusun oleh : Ariesta Marsitho Nugrahawan F 100 010 149 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Akulturatif 2.1.1 Pengertian Stres Akulturatif Stres secara umum dimengerti sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chaplin, 2009). Oliver
Lebih terperinciProses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti
Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus
Lebih terperinciBABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu melewati tahap-tahap perkembangan di sepanjang rentang kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 Tinjauan Pustaka
BAB 1 Tinjauan Pustaka 2.1. Materialisme 2.1.1. Definisi Belk (1985) mendefinisikan materialisme sebagai bagian dari ciri kepribadian yang dimiliki setiap orang. Di kemudian hari, Richins dan Dawson memperluas
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai
Lebih terperinciSELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN
SELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat diperlukan individu, karena individu merupakan pribadi yang unik yang sedang berkembang kearah kematangan.
Lebih terperinci