HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh: MIM SURYA ALAM MANSYUR H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 010 to user i

2 HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN yang dipersiapkan dan disusun oleh MIM SURYA ALAM MANSYUR H telah dipertahankan didepan Dewan Penguji pada tanggal : 18 November 010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Tim Penguji Ketua Anggota I Anggota II Ir. YBP. Subagyo, MS NIP Ir. Joko Riyanto, MP NIP Sigit Prastowo, S.Pt, M.Si NIP Surakarta, Januari 010 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. commit Ir. H. to Suntoro, user MS NIP ii

3 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta limpahan rizqi-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai dengan waktu yang direncanakan. Penulis menyadari bahwa selama pelaksanaan penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Ir. YBP. Subagyo, MS., selaku dosen pembimbing utama. 4. Bapak Ir. Joko Riyanto, MP, selaku dosen pembimbing pendamping. 5. Bapak Sigit Prastowo, S.Pt, M.Si, selaku dosen penguji. 6. Semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Surakarta, Mei 010 Penulis iii

4 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii RINGKASAN... ix SUMMARY... x I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Sapi Ongole dan Sapi Peranakan Ongole (PO)... 4 B. Pendugaan Umur Ternak... 5 C. Pertumbuhan Bangsa Sapi Umur Sapi Jenis Kelamin Pakan Lingkungan Hubungan Antara Bobot Badan dengan Ukuran Tubuh D. Pendugaan Bobot Badan E. Korelasi dan Regresi HIPOTESIS iv

5 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Bahan dan Alat Penelitian C. Persiapan Penelitian D. Pelaksanaan Penelitian E. Analisis Data... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 9 A. Gambaran Hasil Pengukuran Bobot Badan dan Ukuran Eksterior Tubuh Sapi Peranakan Ongole (PO)... 9 B. Analisis dan Sebaran Data Hubungan Ukuran Eksterior Tubuh dengan Bobot Badan Kelompok Sapi PO. Jantan Poel Kelompok Sapi PO. Jantan Poel Kelompok Sapi PO. Jantan Poel Kelompok Sapi PO. Jantan Poel C. Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

6 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel Hubungan bobot badan dengan ukuran tubuh sapi PO Jantan kelompok Poel Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Rumus Kelompok Sapi Poel vi

7 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Pendugaan umur ternak sapi berdasarkan pergantian dan keausan gigi seri Penafsiran bobot badan (Santoso, 003) Jenis kurva korelasi negatif (Kustituanto, 1984) Jenis kurva korelasi positif (Kustituanto, 1984) Berbagai pengukuran ukuran tubuh pada ternak sapi (Santoso, 003) Cara pengukuran lingkar dada ternak sapi dengan pita ukur (Santoso, 003) Cara pengukuran tinggi gumba ternak sapi dengan tongkat ukur (Santoso, 003) Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan panjang badan PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba PO.Poel Grafik hubungan antara bobot badan dengan tinggi pinggul PO.Poel vii

8 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Data Hasil Pengamatan dan Pengukuran Data Hasil Pengamatan dan Pengukuran Berdasarkan Umur Poel Gigi Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel Hasil Perhitungan Kelompok Sapi PO.Jantan Poel Perhitungan Bobot Badan dengan Rumus Regresi, Scheiffer, Lambourne, dan Schrool Perbandingan Bobot Badan Tertimbang dengan Bobot Badan Perkiraan... 1 viii

9 HUBUNGAN ANTARA UKURAN EKSTERIOR TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN RINGKASAN Mim Surya Alam. M H Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ukuran eksterior tubuh sapi dengan bobot badan yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap bobot badan Sapi Potong PO. Jantan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh. Penelitian ini dilakukan selama bulan yaitu mulai awal bulan Agustus 009 sampai awal Oktober 009 di Rumah Potong Hewan (RPH) sapi Jagalan Surakarta Jawa Tengah. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi potong Peranakan Ongole (PO) yang berjumlah sebanyak 94 ekor dengan jenis kelamin jantan dengan pendugaan umur dewasa lebih dari 4 bulan. Data yang dikumpulkan meliputi bobot badan (Y), panjang badan (X1), lingkar dada (X), tinggi gumba (X3) dan tinggi pinggul (X4). Data dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi berganda. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi (r) antara bobot badan dengan panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul pada sapi potong PO Jantan memiliki nilai positif. Hasil analisis korelasi dan regresi pada kelompok sapi Poel 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan dengan bobot badan (P < 0,05). Adapun pengujian hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P > 0,05). Kelompok sapi Poel menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P > 0,05). Kelompok sapi Poel 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P < 0,05). Kelompok sapi Poel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pinggul masing-masing dengan bobot badan (P < 0,05). Adapun pengujian hubungan antara bobot badan dengan tinggi gumba tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi gumba dengan bobot badan (P > 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ukuran-ukuran tubuh memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan bobot badan. (Kata kunci : Sapi PO, Bobot Badan, Ukuran Tubuh, Korelasi dan Regresi) ix

10 THE RELATIONSHIP BETWEEN THE SIZES OF BEEF CATTLE BODY EXTERIOR TOWARDS ONGOLE CROS BRED MALES AT BODY WEIGHT Mim Surya Alam. M H Summary This study aims to ascertain the relationship between the sizes of beef cattle body exterior and body weight including body length, chest circumference, gumba height, hips height towards ongole cros bred Males at Body weight by the body sizes. This research was conducted for two months beginning in early August to October at Slaughterhouse Jagalan Surakarta, Central Java. The cattle used for the research were ongole cros bred beef cattle that amount to 94 males with the age prediction of more than 4 months. The data collected including body weight (Y), body length (X 1 ), chest circumference (X), withers height (X3), and hips height (X4). The data were analyzed by applying the analysis of correlation and multiple regressions. The result of the analysis shows the correlation coefficient (r) among the body weight and body length, chest circumference, gumba height, hips height of the beef cattle result was positive value. Results of correlation and regression analysis on cow -,5 years old (Poel 1) shows that there is a significant relationship between body length with body weight (P < 0,05). As for testing the relationship between body weight with chest circumference, gumba height, and hips height do not have a significant relationship between chest circumference, height and high hip gumba each with weight loss(p > 0,05). Cow,5-3years old (Poel ) shows that there is no significant relationship between body length, chest circumference, gumba height, and hips height each with weight loss (P > 0,05). Cow 3-3,5 years old (Poel 3) shows that there is a significant relationship between body length, chest circumference, gumba height, and hips height each with weight loss(p < 0,05). Cow 3,5-4 years old (Poel 4)shows that there is a significant relationship between body length, chest circumference, and hip height each with weight loss. As for testing the relationship between gumba height with body weight not have a significant relationship between gumba height with body weight (P > 0,05). Based on the results of analysis, it can be concluded that body sizes has positive and real relationship on body weight. (Keys words : ongole cros bred cows, Body Size, Correlation and Regression) x

11 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi yang setiap tahun makin meningkat menjadikan pemenuhan kebutuhan akan daging sapi tersebut selalu negatif yang artinya permintaan selalu lebih tinggi daripada penawaran daging sapi tersebut. Oleh sebab itu, usaha peternakan sapi potong perlu dikembangkan. Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan sumber protein. Data Dirjen Peternakan (005) menyebutkan bahwa produksi daging sapi ton dan daging sapi merupakan sumber daging yang paling digemari masyarakat Indonesia setelah daging unggas. Peningkatan produktivitas sapi bisa dilakukan dengan cara pemeliharaan dan budidaya yang baik. Ukuran keberhasilan manajemen pemeliharaan sapi adalah dengan melihat produktivitas sapi tersebut. Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan (Kadarsih, 003). Peternak umumnya menggunakan bobot hidup sapi sebagai ukuran keberhasilan pemeliharaan dan pertumbuhan sapi yang telah dipelihara apakah sesuai dengan harapan. Bobot hidup juga merupakan salah satu penentu harga seekor sapi dalam bidang pemasaran. Penilaian keadaan individual sapi potong yang akan dipilih sebagai sapi potong bibit atau bakalan, pada prinsipnya berdasarkan pada umur, bentuk luar tubuh, daya pertumbuhan, dan temperamen. Sejarah sapi yang berkaitan dengan penyakit sangat dianjurkan juga apabila memungkinkan (Murtidjo, 199). Salah satu keterampilan yang menjadi tuntutan bagi petani-peternak adalah memberikan taksiran berat sapi. Patokan harga penjualan ataupun pembelian sapi dapat diketahui berdasarkan taksiran bobot badan yang tepat (Murtidjo, 199). Pedagang sapi dan jagal yang sangat berpengalaman dapat menduga kemungkinan berat commit karkas to user dari sapi hidup dengan ketepatan

12 yang tinggi dengan melihat, tetapi kemampuan demikian tidak sama pada setiap pemilik ternak kecuali kalau para pemilik ternak mempunyai beberapa petunjuk. Perkiraan tentang berat hidup adalah suatu tafsiran yang mungkin sangat jauh dari kenyataan (Williamson and Payne, 1993). Selanjutnya untuk menimbang bobot badan sapi potong dengan menggunakan timbangan akan menemui kendala transportasi timbangan. Hal ini disebabkan karena adanya fakta bahwa lokasi pemeliharaan sapi potong tersebar pada lokasi yang sulit dijangkau transportasi. Alat timbangan seekor sapi tidak praktis digunakan di lapangan terutama pada peternakan rakyat dengan skala usaha yang kecil, sehingga cara penaksiran bobot badan sangat perlu untuk diketahui. Dengan tersedianya informasi tentang hubungan antara bobot badan sapi potong dengan ukuran-ukuran tubuhnya, hal ini dapat digunakan dalam mengatasi kesulitan penentuan bobot badan ternak, yang mendekati kebenaran pendugaan bobot badan sapi potong tersebut. B. Perumusan Masalah Bobot badan ternak yang tinggi merupakan tujuan akhir dari peternakan khususnya Sapi sehingga didapatkan ternak yang diinginkan. Secara umum pemilihan ternak dinilai dengan berdasarkan pada penampakan luar, atau eksterior dan juga lingkar dada. Pemilihan ternak ini dapat dilakukan dengan metode judging. Judging adalah suatu usaha untuk memperoleh ternak yang diinginkan berdasarkan penilaian (scoring) terhadap penampilan eksterior ternak atau keunggulannya. Metode ini sering digunakan dilapangan oleh para peternak untuk menilai seekor ternak. Dari uraian diatas diharapkan terdapat hubungan linier antara panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap bobot badan Sapi Potong.

13 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara ukuran eksterior tubuh yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap bobot badan sapi peranakan ongole (PO) Jantan.

14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Ongole dan Sapi Peranakan Ongole (PO) Bangsa sapi Ongole adalah sapi yang berasal dari India (Madras), daerah beriklim tropis dan bercurah hujan rendah. Sapi Ongole di Eropa disebut Zebu, sedangkan di Jawa sangat populer dengan sebutan sapi benggala (Sugeng, 003). Sapi Ongole mudah dikenal karena postur tubuhnya lebih besar dibandingkan sapi-sapi lokal lainnya. Warna bulunya bervariasi dari putih sampai putih kelabu dengan campuran kuning oranye keabu-abuan. Leher dan ponok sampai kepala sapi jantan berwarna putih keabu-abuan, sedangkan lututnya hitam. Ukuran kepalanya panjang, telinga sedang dan agak tergantung. Tanduk pendek dan pada sapi betina lebih panjang. Punuk bulat dan besar. Gelambir lebar dan tergantung mulai dari leher melalui perut hingga ambing atau scrotum (Siregar, 00; Sugeng, 003). Berat sapi jantan dewasa sekitar 550 kg dan yang betina sekitar 350 kg. Sapi ini adalah tipe pedaging dan pekerja. Tanduknya mencuat ke samping dan ke atas dan melengkung ke dalam. Pada akhir abad ke-19, sapi ini dimasukkan ke Indonesia dan khusus di Pulau Sumba dimurnikan untuk kebutuhan bibit sapi Ongole murni. Perkembangan dan hasil sapi tersebut pada saat ini kurang jelas karena belum ada data yang lengkap (Pane, 1993). Sapi PO yang terdapat di Indonesia dapat ditemukan terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sapi ini berasal dari keturunan sapi lokal dan sapi Ongole. Sapi ini sudah menjadi suatu jenis sapi tersendiri, tetapi performansnya belum diketahui. Demikian pula komposisi darahnya dan lain sebagainya. Hal ini sangat disayangkan karena sebelum suatu usaha peningkatan mutu sapi tersebut dimulai, hal ini sudah harus diketahui lebih dahulu (Pane, 1993). Postur tubuh maupun bobot badan sapi PO lebih kecil dibandingkan dengan sapi Ongole. Ponok dan gelambir kelihatan kecil atau tidak ada sama sekali. Warna bulunya sangat bervariasi, tetapi pada umumnya berwarna putih atau putih keabu-abuan (Siregar, 00).

15 B. Pendugaan Umur Ternak Umur sapi dapat diketahui dengan melihat keadaan gigi serinya. Gigi seri sapi hanya terdapat di rahang bawah. Semenjak lahir, gigi seri sapi sudah tumbuh. Gigi secara bertahap pada umur tertentu akan tanggal sepasang demi sepasang, berganti dengan gigi seri yang baru. Gigi seri yang pertama atau gigi yang sudah tumbuh semenjak sapi lahir ini disebut gigi susu, sedangkan gigi seri baru yang menggantikan gigi susu tadi disebut gigi tetap. Pemunculan setiap pasang gigi berlangsung kira-kira pada waktu yang sama dari kehidupan dan dengan demikian merupakan indikasi dari umur ternak yang mungkin dapat diperiksa dari gigi-gigi mereka. Sepanjang mengenai sapi indikasi tersebut merupakan perkiraan sebab perbedaan umur sebanyak 16 bulan mungkin didapat pada sapi dengan melihat gigi pada tahap perkembangan yang sama. Perbedaan pada tingkat ini adalah tidak biasa tetapi penilaian harus dibuat untuk variasi sampai 6 bulan (Williamson and Payne, 1993). Gigi seri sapi mudah diperiksa dan karena itu pada gigi tersebut perhatian dibatasi, tahapan perkembangan dari gerakan dicatat, hanya bila fakta-fakta selanjutnya yang pasti diperlukan. Setiap sisi dari rahang bawah terdapat 4 gigi seri atau gigi depan dan 6 gigi geraham pada sapi dewasa. Gigi pada rahang atas terdapat jumlah yang sama dari geraham tetapi tanpa gigi seri (Williamson and Payne, 1993). Pertumbuhan gigi sapi bisa dibedakan menjadi 3 fase, yakni fase gigi susu, fase di mana gigi yang tumbuh semenjak lahir sampai gigi itu berganti dengan gigi yang baru; fase pergantian gigi, yaitu dari awal pergantian sampai selesai, dan fase keausan yaitu fase di mana gigi tetap mengalami keausan (Murtidjo, 199). Sapi yang memiliki gigi susu semua pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar kurang lebih 1,5 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap sepasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap dua pasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar 3 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap tiga pasang pada commit rahang to bawah, user mempunyai usia sekitar 3,5

16 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar 4 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 5% bagian telah aus, mempunyai usia sekitar 6 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 50% bagian telah aus, mempunyai usia sekitar 7 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 75% bagian telah aus, mempunyai usia sekitar 8 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi semuanya telah aus, mempunyai usia diatas 8 tahun (Murtidjo, 199). Gambar 1 menunjukkan contoh pendugaan umur sapi. Gambar 1. Pendugaan umur ternak sapi berdasarkan pergantian dan keausan gigi seri Penafsiran bobot badan (Santoso, 003). C. Pertumbuhan

17 Proses pertumbuhan yang dialami ternak sapi mulai saat terjadinya pertumbuhan hingga pedet itu lahir, dan dilanjutkan sampai sapi menjadi dewasa. Selama proses pertumbuhan ini berlangsung, pertumbuhan saat pembuahan berlangsung lambat, kemudian menjadi agak cepat pada saat menjelang kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan menjadi semakin cepat hingga usia penyapihan. Usia penyapihan hingga pubertas laju pertumbuhan masih bertahan pesat, akan tetapi dari usia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa. Akhirnya, pertumbuhannya terhenti. Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan adalah hasil dari pertumbuhan bagian-bagian tubuh yang berbeda-beda. Rangka atau tulang tumbuh cepat dalam waktu yang singkat sesudah hewan dilahirkan yang kemudian turun lagi. Setelah itu baru diikuti petumbuhan otot-otot dan terakhir adalah lemak. Penimbunan lemak terjadi sesudah hewan mencapai kedewasaan tubuh, yakni sesudah pertumbuhan jaringan tulang dan otot selesai. Kemudian diikuti pembentukan lemak. Oleh karena itu, sapi yang dipotong pada usia muda1,5-,5 tahun persentase dagingnya lebih tinggi sebab belum banyak tertimbun lemak (Sugeng, 003). Berdasarkan waktu pengukuran bobot badan sebagai indikator laju pertumbuhan pada periode tertentu, maka pertumbuhan ternak dapat digolongkan dalam tiga periode yaitu pertumbuhan sebelum lahir, sebelum disapih dan sesudah disapih. Pertumbuhan sering didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang dapat diterapkan terhadap perubahan hidup, bentuk ukuran, serta komposisi tubuhnya (Hasbullah, 003). Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat badan yaitu menimbang secara berulang-ulang sehingga diperoleh berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya. Dijelaskan pula bahwa pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat (terjadi sampai pubertas) dan tahap lambat (jika kedewasaan tubuh tercapai). Tulang paling cepat pertumbuhannya disusul otot, dan lemak paling lambat berhenti pertumbuhannya. Pertumbuhan dapat dibagi dua commit periode, to user yaitu pertumbuhan pra-lahir dan

18 pertumbuhan setelah lahir. Pertumbuhan pralahir dimulai dengan adanya sel telur yang dibuahi, dan pada ternak mamalia terjadi didalam tubuh induk, sedangkan pertumbuhan setelah lahir dibagi dalam dua fase, yaitu pertumbuhan pra-sapih dan pertumbuhan setelah sapih. Laju pertumbuhan setelah sapih ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia, juga dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis dan jenis kelamin. Pola pertumbuhannya akan tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim (Tillman,et.all 1991). Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sapi adalah: 1. Bangsa Sapi. Pemilihan bangsa sapi berkaitan erat dengan produk yang akan dihasilkan. Bangsa sapi yang mempunyai bobot badan yang tinggi akan menghasilkan pedet yang bobot lahirnya tinggi dan pertumbuhan absolutnya (pertambahan bobot badan dalam kg per hari) yang tinggi pula (Santosa, 000). Berat sapi Ongole jantan dewasa dapat mencapai sekitar 600 kg dan yang betina sekitar 450 kg sedangkan berat sapi Simmental betina mencapai 800 kg, dan jantan kg (Sarwono dan Arianto, 003).. Umur Sapi. Pada umur-umur muda pertumbuhan berlangsung lebih cepat dibandingkan dewasa bahkan pada umur dewasa pertumbuhan relatif konstan. Pertumbuhan paling cepat pada waktu pedet lahir sampai umur tahun, kemudian mulai umur sampai 4 tahun kecepatan pertumbuhan mulai berkurang dan setelah 4 tahun pertumbuhan mulai tetap (Pane, 1993). Sesudah pedet lahir pertumbuhan menjadi cepat hingga usia penyapihan. Laju pertumbuhan masih bertahan pesat dari usia penyapihan hingga usia pubertas tetapi dari usia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa (Sugeng, 003). Hal ini akan mempengaruhi berat badan ternak, sebagai contoh pertumbuhan sapi Ongole berhenti pada usia 4 tahun pada berat badan

19 sekitar 500 kg dengan bobot lahir antara 0-5 kg dan pada umur antara -,5 tahun mempunyai bobot badan antara kg. 3. Jenis Kelamin Ternak sapi jantan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat daripada sapi betina karena adanya androgen yaitu suatu hormon kelamin yang termasuk sebagian hormone pengatur atau stimulan pertumbuhan. Androgen dihasilkan oleh sel-sel intertestial dan kelenjar adrenal dan salah satu dari steroid androgen adalah testosteron yang dihasilkan oleh testes. Sekresi testosteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen yang tinggi pula. Hormon kelamin jantan ini mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan dengan ternak betina, terutama setelah muncul sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan. Androgen juga menstimulasi sintesis protein terutama didalam otot dan penurunan kandungan lemak tubuh seperti halnya Somatotropic hormone dan Gonadotropin hormone (Soeparno, 1994). Kebanyakan sapi jantan mempunyai bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan sapi betina pada umur yang sama, sebagai contoh Sapi Simmental jantan dewasa mempunyai bobot badan kg sedangkan Sapi Simmental betina dewasa hanya 800 kg (Sarwono dan Arianto, 003). 4. Pakan Kandungan nutrisi dan komposisi kimia bahan pakan yang masuk saluran pencernaan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan (Soeparno, 1994). Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan. Terlebih apabila dalam pakan tersebut banyak zat-zat pakan untuk pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, mineral dan vitamin (Sugeng, 003). Pemberian pakan harus dilakukan secara kontinyu sepanjang waktu. Pemberian pakan yang tidak kontinyu akan menimbulkan goncangan terhadap sapi-sapi tersebut sehingga pertumbuhannya terganggu. Hal ini sering terjadi pada sapi-sapi yang dipelihara di daerah Tropis, termasuk di Indonesia. Pertumbuhan sapi-sapi commit to yang user dipelihara di daerah tropis sering

20 mengalami kurva naik turun yang sangat tajam. Pertumbuhan dan pertambahan berat badannya sangat cepat ketika pada musim penghujan, karena mendapat makanan yang cukup dan memenuhi syarat, sedangkan pada musim kemarau pertumbuhan dan berat badannya sangat menurun secara drastis. Selama musim kemarau daya cerna hijauan berkurang. Hal ini terutama disebabkan oleh hilangnya energi, mineral dan protein yang terkandung dalam hijauan akibat kekurangan air. Hijauan yang diberikan kepada ternak menjadi tidak memenuhi syarat, bahkan volume pemberiannya pun seringkali sangat berkurang. Akibatnya adalah pertumbuhannya terhambat, sapi yang sudah dewasa berat badannya menurun/kurus, perkembangbiakannya mundur karena fertilitasnya pun menurun, prosentase karkasnya juga sangat rendah (Sugeng, 003). 5. Lingkungan Pengaruh langsung dan tidak langsung dari curah hujan yang rendah merupakan pengaruh tambahan terhadap ternak-ternak yang digembalakan pada musim kering di daerah tropis. Penurunan kadar air tanaman yang ada menambah kebutuhan ternak akan air pada saat musim kering dan pada suhu siang hari meningkat yang mengakibatkan kebutuhan ternak akan air menjadi meningkat, sehingga dalam prakteknya di daerah tropis yang kering dan setengah kering ternakternak sering disiram setiap dua atau tiga hari. Batas suhu yang paling ideal untuk kehidupan terbaik ternak di daerah tropis adalah 10 0 C sampai 7 0 C (Williamson dan Payne, 1993). Suhu yang tinggi juga berpengaruh besar terhadap konsumsi pakan yang masuk baik volume maupun porsi nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Pada saat suhu meningkat tinggi, selera makan hewan menurun sebaliknya keinginan untuk minum bertambah. Saat musim kemarau tiba, suhu lingkungan menjadi meningkat dan biasanya musim kemarau berlangsung cukup lama, sehingga pada saat musim kemarau itu banyak pakan hijauan tumbuh kerdil atau bahkan mengering. Peristiwa ini berarti mengurangi ketersediaan bahan pakan commit yang berasal to user dari hijauan. Ketersediaan pakan

21 yang terbatas akan mengurangi produktivitas dan suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Pakan sapi sebagian besar berasal dari hijauan, sehingga volume yang bisa dimakan ternak sapi pun akan menurun drastis. Pada kondisi suhu tinggi semacam ini dan pada kondisi persediaan pakan hijauan menjadi kering umumnya berat badan sapi pun menurun (Sugeng, 003). 6. Hubungan Antara Bobot Badan dengan Ukuran Tubuh. Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan. Ukuran bagian tubuh ternak dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk berprestasi produksi bagi seekor ternak. Data tentang ukuran tubuh tersebut antara lain: panjang badan, tinggi gumba, lingkar dada, lebar dada, dalam dada dan indek kepala (Yusuf, 004). Ukuran panjang badan dibedakan dua pengertian yaitu panjang badan absolut dan panjang badan relatif. Panjang badan absolut adalah jarak antara ujung samping tulang bahu (tubercullum humeralis lateralis) sampai dengan ujung tulang duduk (tubercullum ischiadium) seekor ternak. Panjang badan relatif adalah proyeksi (garis datar) daripada panjang badan absolut. Ukuran tinggi gumba adalah jarak lurus dari titik tertinggi tulang gumba sampai ketanah. Ukuran tinggi gumba ini juga disebut tinggi pundak atau tinggi badan. Ukuran lingkar dada adalah panjang melingkar keliling yang diukur dalam satuan cm yang diambil dengan cara mengikuti lingkaran dada/tubuh tepat di belakang bahu melewati gumba pada tulang rusuk ke tiga sampai ke empat atau pada sapi berponok tepat di belakang ponok dengan menggunakan pita ukur. Tinggi pinggul adalah jarak antara titik tertinggi tulang pinggul sampai permukaan tanah. Pengukuran panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba, serta tinggi pinggul selalu diupayakan ternak dalam posisi berdiri parallelogram yakni sapi berdiri dengan posisi tegak di atas tanah/lantai atau di mana keempat posisi kuku berada tepat pada empat titik persegi panjang (Supriyono, 1998).

22 Williamson and Payne (1993), menyatakan bahwa pada saat melakukan pengukuran, diusahakan agar ternak tidak minum atau makan selama 1 jam dan harus berdiri tegak dengan keempat kakinya dan kepala dengan posisi yang normal. Pengukuran lingkar dada, pita ukur harus dilingkarkan mengelilingi badan tepat di belakang bahu pada lingkaran terkecil dan ditarik sedemikian rupa tepat kencang pada badan. Supriyono (1998), menyatakan bahwa bobot badan merupakan salah satu poin penting dalam penilaian (judging) sapi potong. Peneliti terdahulu telah menemukan suatu hubungan (korelasi) antara lingkar dada dengan bobot badan sifat korelasinya positif. Soeparno (1994), menyatakan bahwa pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada kenaikan berat tubuh persatuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai rata-rata pertambahan bobot badan perhari (PBBH). Ukuran-ukuran vital bagian tubuh ternak dapat menggambarkan kemampuan untuk berprestasi produksi bagi seekor ternak. Secara kualitatif ukuran-ukuran badan bermanfaat untuk menentukan bobot badan dan seleksi ternak. Dalam melakukan pengukuran perlu dipersiapkan peralatan tertentu seperti timbangan. Berbagai rumus menentukan bobot badan berdasarkan ukuranukuran tubuh telah banyak diketahui, bahkan berbagai penelitian telah mengoreksi rumus tersebut disesuaikan dengan keadaan lingkungan, pengaruh genetik dan waktu. Ukuran tubuh ternak yang digunakan dalam pendugaan bobot badan ternak sapi biasanya adalah lingkar dada dan panjang badan (Santoso, 003). Besarnya badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada, kemudi, dan sebagainya. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan (Sugeng, 003). Secara fisiologis lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ seperti jantung dan paru-paru. Organ-organ tersebut akan tumbuh dan mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Disamping itu, pertambahan commit bobot to user badan juga dipengaruhi oleh

23 penimbunan lemak (Yusuf, 004). Supriyono (1998), mendefinisikan ukuran tubuh meliputi (a) lingkar dada, yaitu panjang melingkar keliling yang diukur pada bagian belakang tulang gumba pada tulang rusuk ke tiga sampai ke empat, (b) panjang badan, yaitu jarak antara ujung samping tulang bahu (tubercullum humeralis lateralis) sampai dengan ujung tulang duduk (tubercullum ischiadium) seekor ternak, (c) tinggi gumba, yaitu jarak lurus dari titik tertinggi tulang gumba sampai ketanah datar, (d) tinggi pinggul, yaitu adalah jarak antara titik tertinggi tulang pinggul sampai permukaan tanah. D. Pendugaan Bobot Badan. Berdasarkan korelasi antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan maka ukuran tubuh dapat dipergunakan untuk memperkirakan bobot badan. Penafsiran berat badan dihitung berdasarkan panjang badan dan lingkar dada dengan menggunakan rumus Scheiffer, Lambourne, dan Schrool (Sugeng, 003). Rumus Scheiffer: L G W( pound ) = 300 Keterangan: w = berat badan (Pound) G = lingkar dada (Inchi) L = panjang badan (Inchi) 1 pound = 0,453 kg = 0,5 kg 1 inchi =,54 cm =,5 cm Rumus Lambourne: L G W( kg ) = Keterangan: w = berat badan (kg) G = lingkar dada (cm) L = panjang badan (cm)

24 Rumus Schrool: W kg ( ) ( ) = G+ 100 Keterangan: W = berat badan (kg) G = lingkar dada (cm) E. Korelasi dan Regresi. Secara umum ada dua macam hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu bentuk hubungan dan keeratan hubungan. Untuk mengetahui bentuk hubungan digunakan analisis regresi. Untuk keeratan hubungan dapat diketahui dengan analisis korelasi. Analisis regresi dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari beberapa variabel independen mempengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X 1, X,, X i adalah variabel-variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara X dan Y, di mana variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. Secara matematika hubungan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Y = f(x 1, X,, X i, e), di mana : Y adalah variabel dependen, X adalah variabel independen dan e adalah variabel residu (disturbance term). Hubungan antara dua ubahan secara statistik dapat dinyatakan secara korelasi dan regresi (Hardjosubroto, 1994). Analisis korelasi merupakan alat yang dipakai untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel. Perhitungan dari derajat keeratan didasarkan pada persamaan regresi (Kustituanto, 1984). Korelasi (r) adalah hubungan timbal balik atau asosiasi yaitu saling bergantungnya dua variabel misalnya Y1 dan Y. Ada dua hubungan antara dua variabel tersebut, yaitu hubungan negatif (-) Gambar dan hubungan positif (+) Gambar 3. Bila variabel-veriabel tadi memilki hubungan negatif, maka

25 hubungannya tidak searah, yaitu semakin tinggi variabel Y1 maka semakin rendah variabel Y. Begitupun sebaliknya, jika dua variabel berhubungan positif, maka hubungan diantara keduanya bersifat searah, yaitu semakin tinggi Y1 maka akan semakin tinggi pula Y. Gambar. Jenis kurva korelasi negatif (Kustituanto, 1984). Y 0 X Gambar 3. Jenis kurva korelasi positif (Kustituanto, 1984). Regresi merupakan tempat kedudukan rata-rata (atau median, atau bahkan rata-rata geometrik) populasi nilai suatu peubah, katakan nilai Y, untuk berbagai nilai atau selang nilai peubah yang lain misalkan nilai X, tempat kedudukan ini dapat dibayangkan berupa garis lurus atau kurva tertentu lainnya yang disebut garis regresi Y pada X. Garis regresi ini ada kalanya dapat dirumuskan berupa fungsi linear, kuadratik, logaritmik, dan lain-lain. Pengertian lain, regresi merupakan penyesuaian suatu fungsi atau kurva terhadap data, terutama bila data yang tersedia tidak cukup banyak sehingga hanya ada satu atau beberapa nilai Y saja untuk setiap nilai X atau selang nilai X (Anonim, 1985). Analisis regresi ganda merupakan pengembangan dari analisis regresi sederhana. Kegunaannya yaitu untuk commit meramalkan to user nilai variabel terikat (Y) apabila

26 variabel bebasnya (X) dua atau lebih. Analisis regresi ganda adalah alat untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih variabel bebas X 1, X,., X i terhadap suatu variabel terikat Y. Persamaan regresi : Persamaan matematik yang memungkinkan peramalan nilai suatu peubah takbebas (dependent variable) dari nilai peubah bebas (independent variable). Persamaan regresi ganda dirumuskan sebagai berikut : 1. Dua variabel bebas : Y ˆ = a+ b1 X 1+ b X. Tiga variabel bebas : Y ˆ = a+ b1 X 1+ b X + b3 X 3 3. n variabel bebas : Y ˆ = a+ b1 X 1+ b X b n X n

27 HIPOTESIS Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara ukuran-ukuran tubuh sapi potong dengan bobot badan sapi potong.

28 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan yaitu mulai awal bulan Agustus 009 sampai awal Oktober 009 di RPH Sapi Jagalan Surakarta Jawa Tengah. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Sapi Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Peranakan Ongole (PO) dengan jenis kelamin jantan dengan pendugaan umur dewasa kurang lebih dari 4 bulan yang berjumlah sebanyak 94 ekor.. Peralatan Peralatan yang dipergunakan dalam mengukur eksterior tubuh ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO) antara lain meliputi : 1) Pita ukur merk Butterfly, digunakan untuk mengukur panjang badan dan lingkar dada. ) Mistar Stainless Steel, digunakan untuk mengukur tinggi gumba dan tinggi pinggul. 3) Timbangan ternak Digital Great Scale Seri XK- 3190A7 dengan kapasitas 3000 kg dan dengan tingkat ketelitian 1 kg digunakan untuk menimbang ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO). 4) Alat tulis, dipergunakan untuk mencatat semua data hasil pengukuran dalam pelaksanaan penelitian. C. Persiapan penelitian Sebelum dilakukan pengukuran eksterior tubuh sapi potong Peranakan Ongole (PO) yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul terlebih dahulu mempersiapkan peralatan yang akan dipergunakan untuk pengukuran eksterior tubuh ternak, setelah peralatan siap kemudian mengamati umur ternak, selanjutnya bobot badan sapi potong tersebut. Bobot badan sapi ditimbang commit to dengan user menggunakan timbangan ternak

29 digital great scale seri XK- 3190A7 dengan kapasitas 3000 kg dan dengan tingkat ketelitian 1 kg. D. Pelaksanaan Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Sapi Jagalan Surakarta Jawa Tengah. Data yang diambil sebanyak 94 ekor sapi Peranakan Ongole (PO). Sebelum dilakukan pengukuran tubuh sapi potong yang meliputi panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul terlebih dahulu mengamati umur ternak, selanjutnya bobot badan sapi potong tersebut. Bobot badan sapi ditimbang dengan menggunakan timbangan ternak digital great scale seri XK- 3190A7 dengan kapasitas 3000 kg dan dengan tingkat ketelitian 1 kg. Data pengukuran tubuh. Pengukuran tubuh dilakukan saat sapi berdiri tegak pada bidang datar (posisi ternak parallelogram ), pengukuran dilakukan empat kali. Cara pengukuran panjang badan, lingkar dada, tinggi gumba dan tinggi pinggul dapat dilihat pada Gambar 4, 5 dan 6 (Santoso, 003) Keterangan: Gambar 4. Berbagai pengukuran ukuran tubuh pada ternak sapi

30 (Santoso, 003). Gambar 5. Cara pengukuran lingkar dada ternak sapi dengan pita ukur. Gambar 6. Cara pengukuran tinggi gumba ternak sapi dengan tongkat ukur. Panjang badan diukur dengan menarik garis horizontal dari tepi depan sendi bahu sampai ke commit tepi belakang to user bungkul tulang duduk dengan

31 menggunakan pita ukur merk Butterfly. Lingkar dada diukur dalam satuan cm yang diambil dengan cara mengikuti lingkaran dada/tubuh tepat di belakang bahu melewati gumba atau pada sapi berponok tepat di belakang ponok dengan menggunakan pita ukur. Tinggi gumba diukur dari bagian tertinggi gumba ke tanah mengikuti garis tegak lurus dengan menggunakan tongkat ukur dari stainless steel. Tinggi pinggul diukur dari atas permukaan tanah sampai titik tertinggi tulang pinggul dengan menggunakan tongkat ukur dari stainless steel. Data bobot badan diperoleh dengan cara menimbang sapi dengan memasukkan sapi ke dalam kandang jepit yang sudah dilengkapi dengan timbangan ternak. Penafsiran umur ditentukan dengan mengamati pergantian gigi seri susu menjadi gigi seri permanen dan dengan mengamati beberapa bagian bidang asah gigi seri permanen. Caranya setelah eksterior tubuh sapi diukur, mulut sapi dibuka lalu diamati pergantian gigi dan jika ternak sudah cukup tua dan giginya sudah permanen semua maka diamati berapa bidang asahnya. Estimasi bobot badan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh menggunakan rumus Scheiffer, Lambourne dan Schrool. Estimasi ini berguna untuk mengetahui rumus pendugaan yang paling tepat untuk pendugaan bobot badan beserta faktor koreksinya. Besar kecilnya nilai faktor koreksi akan menentukan rumus yang paling tepat untuk pendugaan bobot badan. Semakin kecil nilai faktor koreksi, maka rumus tersebut paling tepat digunakan untuk pendugaan bobot badannya. Berdasarkan korelasi antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan maka ukuran tubuh dapat dipergunakan untuk memperkirakan bobot badan. E. Analisis Data Data hasil observasi dihitung dan diolah untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X) yaitu eksterior tubuh sapi yang meliputi: panjang

32 badan, lingkar dada, tinggi gumba, dan tinggi pinggul terhadap variabel tidak bebas (Y) yaitu bobot sapi. Data-data yang diperoleh, dapat dihitung dan diolah dengan metode analisis korelasi dan regresi sederhana dan berganda. Angka koefisien korelasi (r) baik sederhana maupun ganda menunjukkan arah dan derajat keeratan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Persamaan regresi baik sederhana maupun ganda menunjukkan bentuk hubungan secara matematis antara variabel independen dengan variabel dependen. Persamaan regresi : Persamaan matematik yang memungkinkan peramalan nilai suatu peubah takbebas (dependent variable) dari nilai peubah bebas (independent variable). Persamaan regresi ganda dirumuskan sebagai berikut : 1. Dua variabel bebas : Y ˆ = a+ b1 X 1+ b X. Tiga variabel bebas : Y ˆ = a+ b1 X 1+ b X + b3 X 3 3. n variabel bebas : Y ˆ = a+ b1 X 1+ b X b n X n Data tersebut dihitung dan diolah dengan metode analisis regresi berganda dan korelasi (Gomes, 1995) dengan alasan : 1. Pengaruh dari setiap peubah bebas X1, X, X3,..., Xk terhadap peubah bebas tidak Y linier. Diketahui dengan metode analisis regresi linier sederhana dan korelasi. Langkah-langkahnya sebagai berikut : - Langkah 1 Mengitung rataan X dan Y, jumlah kuadrat terkoreksi S x dan S y, dan jumlah hasil kali terkoreksi Sxy dari peubah X dan Y sebagai : X SX = n SY Y = n

33 å å x y = = n å i= 1 n å i= 1 ( ) X i - X ( ) Y i - Y å xy n =å i=1 ( X - X)( Y X) i i - Sedangkan (Xi, Yi) menunjukkan nilai pasang X dan Y ke-i. - Langkah Menghitung penduga parameter regresi a dan b sebagai : a= Y - bx b å å xy = x Sedangkan a adalah penduga a; dan b penduga b. Y = a+ bx - Langkah 3 Menentukan nilai Ymin dan Ymax dari nilai Xmin dan Xmax Y = a+ b ( ) min X min Y = a+ b ( ) max X max - Langkah 4 Menhitung kuadrat tengah sisa : s y x = å y - ( å xy) å x n-

34 Menghitung nilai tb sebagai : t b = b s x y x Membandingkan nilai tb hitung dengan nilai t tabel pada lampiran C (Gomes, 1995) dengan derajat bebas (n ). b dikatakan berbeda nyata dengan nol apabila nilai absolut tb lebih besar daripada nilai t tabel pada taraf nyata yang digunakan. - Langkah 5 Menghitung selang kepercayaan (100 a) % untuk b sebagai : Selang kepercayaan = b s x y ± ta å x Sedangkan nilai ta adalah nilai t tabel dengan derajat bebas (n ) pada taraf nyata a. - Langkah 6 Uji hipotesis a = a0; t Menghitung nilai a sebagai : t a = s a-a æ ç 1 + ç n è 0 x y å X x ö ø t Membandingkan nilai a hitung dengan t tabel dengan (n ) derajat bebas pada taraf nyata yang digunakan. Tolak hipotesis a = a0 apabila nilai t hitung absolut a lebih besar dari nilai t tabelnya.

35 . Pengaruh setiap Xi terhadap Y adalah bebas dari X lainnya. Yaitu, jumlah perubahan Y per satuan perubahan setiap Xi sama tanpa memperhatikan nilai X yang lainnya. Regresi linier berganda dapat dinyatakan berlaku apabila hubungan peubah tidak bebas Y dengan k peubah bebas X1, X,..., Xk dapat dinyatakan sebagai : Y = a + b X + b X + L+ b 1 1 k X k Peubah sebanyak (k + 1): Y, X1, X,..., Xk harus diukur secara serempak untuk setiap satuan dari n satuan pengamatan. Sebagai tambahan, harus terdapat cukup pengamatan untuk membuat n lebih besar daripada (k + 1). Langkah-langkah yang diperlukan untuk penyusunan persamaan regresi linier berganda adalah : 1. Langkah 1 Menghitung rataan dan jumlah kuadrat terkoreksi untuk setiap peubah sebanyak (k + 1) peubah Y, X1, X,..., Xk, dan jumlah hasil kali terkoreksi untuk semua pasangan kombinasi dari (k + 1) peubah, mengikuti petunjuk yang diuraikan dalam langkah 1 bagian regresi linier sederhana. Ringkasan parameter yang harus dihitung, bersama dengan peubah yang digunakan terlihat di bawah ini:

36 Jumlah Kuadarat dan Hasil Kali Terkoreksi Peubah Rataan X 1 X... X k Y X 1 X 1 å x 1 å x 1x... å x 1 xk å x 1 y X X å x... å x xk å x y X k X... k å x k å x k y Y Y... å y. Langkah Mengitung b1, b,..., bk dari k persamaan serempak berikut ini yang umumnya disebut persamaan normal : b1å x1 + bå x1x + L+ bkå x1xk = å x1 y b å x å + 1x b x + b å x xk = å + x y 1 L k b1å x1xk + bå x xk + L+ bkå xk = å x y Sedangkan b1, b,..., bk adalah penduga dari b1, b,..., bk dari persamaan regresi linier berganda. 3. Langkah 3 Menghitung penduga intersep a sebagai : a= Y - b X 1- b X -L- b k X k 1 4. Langkah 4

37 Menghitung Jumlah kuadrat karena regresi sebagai : k å( bi)( å xi ) JKR = y i Jumlah kuadrat sisa, sebagai : JKE = å y - JKR Koefisien determinasi, sebagai : R JKR y = å Koefisien determinasi R mengukur tunjangan dari fungsi linier dengan k peubah bebas terhadap keragaman dalam Y, yang biasanya dinyatakan dalam persentase. Akarnya (yaitu r) dinyatakan sebagai koefisien korelasi berganda. 5. Langkah 5 Uji beda nyata dari R Menghitung nilai F sebagai : F = JK JK R / k E /( n- k-1) Membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel dengan derajat bebas f1 = k dan f = (n k 1). Koefisien determinasi R dikatakan berbeda nyata (berbeda nyata dibanding nol) apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabelnya pada taraf nyata yang digunakan. Pengujian statistik terhadap koefisien korelasi (baik sederhana maupun ganda) digunakan untuk menjawab commit hipotesis to user mengenai ada tidaknya hubungan

38 yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun prosedur pengujian hipotesis adalah sebagai berikut : 1. Menentukan rumusan hipotesis H 0 dan H 1. H 0 : r = 0 : Tidak ada hubungan signifikan antara X dengan Y. H 1 : r 0 : Ada hubungan signifikan antara X dengan Y.. Menghitung nilai uji statistik Nilai uji statistik untuk korelasi sederhana adalah t, sedangkan nilai uji statistik untuk korelasi ganda adalah F. 3. Menentukan kriteria pengambilan keputusan H 0 diterima (H 1 ditolak) apabila t atau F hitung < t atau F tabel. H 0 ditolak (H 1 diterima) apabila t atau F hitung ³ t atau F tabel. Taraf kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1% dan 5%.

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Hasil Pengukuran Bobot Badan dan Ukuran Eksterior Tubuh Sapi Potong Peranakan Ongole (PO). Hasil observasi (Lampiran 1 dan ) didapatkan rata-rata ukuran eksterior tubuh ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO) jantan Poel 1, untuk pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 37 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 13 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 149 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 134 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 130 cm. Rata-rata umur ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan Poel, pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 53 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 19 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 157 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 139 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 133 cm. Rata-rata umur ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan Poel 3, pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 64 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 19 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 159 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 137 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 13 cm. Rata-rata umur ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan Poel 4, pengukuran bobot badan diperoleh hasil rata-rata 30 kg, pengukuran panjang badan diperoleh hasil rata-rata 131 cm, pengukuran lingkar dada diperoleh hasil rata-rata 164 cm, pengukuran tinggi gumba diperoleh hasil rata-rata 13 cm, dan pengukuran tinggi pinggul diperoleh hasil rata-rata 19 cm. Umur sapi potong Peranakan Ongole (PO) Jantan berumur sekitar sampai 3 tahun (4 sampai 36 bulan). Sifat kuantitatif yang lainnya yaitu tinggi gumba, dari pengukuran eksterior tubuh ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO) Jantan diperoleh hasil pengukuran tinggi gumba dengan rata-rata 134,79 cm sedangkan hasil pengukuran tinggi gumba sapi potong Peranakan Ongole (PO) Jantan minimal 118 cm, maksimal 15 cm. Menurut Sugeng (003) adanya perbedaan ukuran sifat commit kuantitatif to user suatu ternak dipengaruhi oleh adanya

40 beberapa faktor yaitu diantaranya faktor pengaruh bangsa sapi, pengaruh umur sapi, pengaruh jenis kelamin sapi, pengaruh pakan yang diberikan kepada ternak sapi, dan pengaruh suhu serta iklim lingkungan disekitar habitat sapi. Menurut Sudarmono dan Bambang Sugeng (008), faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan. Terlebih apabila dalam pakan tersebut terdapat banyak zat-zat pakan untuk pertumbuhan tersedia sangat kurang seperti protein, vitamin, dan mineral. Protein merupakan bagian terpenting dan jaringan tubuh. Apabila bahan pakan tidak berprotein cukup, maka tubuh tidak akan dapat membentuk dan memelihara jaringan-jaringan yang harus digantikan. Sehingga akibatnya pertumbuhannya menjadi terganggu. Sapi yang baru lahir membutuhkan protein untuk pertumbuhan, sedangkan sapi dewasa membutuhkan protein untuk menggantikan jaringan yang telah usang atau rusak dan untuk memproduksi atau membentuk daging. Mineral bagi sapi yang sedang tumbuh berguna untuk pembentukan tulang dan jaringan terutama unsure Ca dan P. Sedangkan bagi sapi dewasa, mineral berguna untuk menggantikan zat-zat mineral yang hilang karena sekresi. Vitamin A sangat penting bagi pertumbuhan. Jika sapi yang sedang tumbuh didalam pakannya kekurangan vitamin A maka pertumbuhan akan terganggu. Selain itu, jika pada tubuh sapi sel-selnya kekurangan air maka pekerjaan sel-sel tersebut akan terganggu sehingga seluruh tubuhnya menjadi sakit dan pertumbuhannya pun menjadi terganggu. Menurut Sugeng (003), Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan. Besarnya badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada, kemudi, dan sebagainya. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Sapi Pasundan Sapi Pasundan sebagai sapi lokal Jawa Barat sering disebut sebagai sapi kacang. Istilah sapi kacang merupakan predikat atas karakter kuantitatif yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 1 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Desember 015 sampai 31 Januari 016 di Rumah Pemotongan Hewan Sapi Jagalan, Surakarta, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) B. Pertumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) B. Pertumbuhan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) merupakan sapi hasil persilangan induk sapi PO dengan menggunakan straw pejantan sapi Simmental

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL KORELASI ANTARA BOBOT BADAN DENGAN UKURAN-UKURAN TUBUH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF ANSAR HALID NIM. 621409005 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan seekor ternak dapat diketahui melalui perkembangan ukuran tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot badan merupakan salah

Lebih terperinci

DOI: pissn eissn X

DOI:  pissn eissn X Sains Peternakan Vol. 15 (1), Maret 2017: 16-21 www.jurnal.uns.ac.id/sains-peternakan DOI: http://dx.doi.org/10.20961/sainspet.15.1.16-21 pissn 1693-8828 eissn 2548-932X Hubungan Ukuran-Ukuran Tubuh Terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet 4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi 9 BAB III MATERI DAN METODE aaaaaapenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri dari tanggal 19 September 2013 sampai 5 Januari 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan lokal, yang penampilannya mirip Etawah tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH (The Correlation between body measurements and body weight of Wonosobo Rams in Wonosobo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Deviation of Local Sumba Horse Body Weight Between Actual Body Weight Based on Lambourne Formula Nurjannah

Lebih terperinci

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (1): 23-28 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP Silabus: Membahas tentang metode penilaian ternak potong dan evaluasinya baik secara teori

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi Filum Class Ordo Famili Genus Subgenus : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Bos : Bibos sondaicus

Lebih terperinci

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari Provinsi Belanda bagian Utara dan Provinsi Friesland Barat. Sapi FH di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan daging sapi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2012)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi

PETUNJUK PRAKTIS. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi PETUNJUK PRAKTIS i PENGUKURAN TERNAK SAPI POTONG Penyusun : Awaluddin Tanda Panjaitan Penyunting : Tanda Panjaitan Ahmad Muzani KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi

Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi Wisnu Pradana, Mas Djoko Rudyanto, I Ketut Suada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Hewan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh Junaidi Pangeran Saputra. 0 I. PERALATAN UNTUK PERAWATAN TERNAK POTONG (SAPI, KAMBING DAN DOMBA) 1. Timbangan - Elektrik, Kubus ternak. A. Macam-Macam Peralatan

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

Bibit sapi peranakan Ongole (PO) Standar Nasional Indonesia Bibit sapi peranakan Ongole (PO) ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sapi lokal merupakan alternatif kebijakan yang sangat memungkinkan untuk dapat meningkatkan produksi dan ketersediaan daging nasional. Ketidak cukupan daging

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR..... i ii iii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di kelasnya. Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini sudah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut

Lebih terperinci

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN ANTARA LINGKAR DADA DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU BETINA DI KABUPATEN KENDAL (Correlation between Chest Girth and Body Weight of

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang mengikuti perlombaan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang mengikuti perlombaan 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian adalah kuda Sumba jantan yang berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2011 sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilakukan di lima lokasi peternakan rakyat yang memelihara kambing PE di wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas 13 TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Garut Asal usul domba Garut diyakini berasal dari Kabupaten Garut sebagai Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, Cikandang, dan Cikeris,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Kuda Menurut Blakely dan Bade (1991) secara umum klasifikasi zoologis ternak kuda adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Regresi pertama kali digunakan sebagi konsep statistika pada tahun 1877 oleh sir Francis Galton.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Regresi pertama kali digunakan sebagi konsep statistika pada tahun 1877 oleh sir Francis Galton. BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Regresi Regresi pertama kali digunakan sebagi konsep statistika pada tahun 1877 oleh sir Francis Galton. Beliau memperkenalkan model peramalan, penaksiran, atau pendugaan,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Analisis Regresi Linier Analisis regresi merupakan teknik yang digunakan dalam persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Analisis regresi linier

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS 1 PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS Eka Trismiati 1, Mudawamah 2 dan Sumartono 3 1. Jurusan Peternakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah nasional di sub sektor peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang dapat memproduksi susu,

Lebih terperinci

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG Indria Susanti, M. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR CHARASTERISTIC AND BODY SIZE IDENTIFICATION OF FRIES HOLLAND DAIRY COW IN KAWASAN USAHA PETERNAKAN

Lebih terperinci

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 20-24 ISSN 1693-8828 Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta N. Rasminati, S. Utomo dan D.A. Riyadi Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein(FH) memiliki ciri badan menyerupai baji, terdapat belang berbentuk segitiga putih di dahi, warna tubuhbelang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER DAN RUMUS ARJODARMOKO TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL SAPI PASUNDAN DI KABUPATEN GARUT (Kasus di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut) DEVIATION OF PRESUMPTION

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN UKURAN TUBUH, BOBOT BADAN DAN BOBOT KARKAS KAMBING LOKAL BETINA DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KAMBING SURAKARTA

HUBUNGAN UKURAN TUBUH, BOBOT BADAN DAN BOBOT KARKAS KAMBING LOKAL BETINA DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KAMBING SURAKARTA HUBUNGAN UKURAN TUBUH, BOBOT BADAN DAN BOBOT KARKAS KAMBING LOKAL BETINA DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KAMBING SURAKARTA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan

BAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Maret 2016 di peternakan Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

Kata kunci : Sapi Peranakan Ongole, Bobot Badan, Ukuran-ukuran Tubuh Keterangan : 1). Pembimbing Utama 2). Pembimbing Pendamping

Kata kunci : Sapi Peranakan Ongole, Bobot Badan, Ukuran-ukuran Tubuh Keterangan : 1). Pembimbing Utama 2). Pembimbing Pendamping HUBUNGAN ANTARA PERTAMBAHAN UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI PERANAKAN ONGOLE BETINA DAN JANTAN DI PTPN VI PROVINSI JAMBI Khoirun Nisa E10012146, dibawah bimbingan: Zafrullah Zein

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB, 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul 01.00-06.00 WIB, mulai dari tanggal 29Juli sampai dengan 23 Agustus 2016 di rumah potong hewan (RPH) Kampung Bustaman,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

Lebih terperinci