NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA"

Transkripsi

1 NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN JULIAN ADITYA PRATAMA. D Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Periode Finisher yang Disuplementasi dengan DL- Metionin. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar berasal dari bahan nabati. Bahan makanan nabati umumnya mengandung asam amino pembatas (metionin, lisin dan tryptofan) lebih rendah daripada bahan makanan hewani. Oleh karena itu, dalam formulasi ransum yang berbasis bahan pakan nabati perlu ditambahkan asam amino pembatas sintetis untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai optimal ransum yang menggunakan berbagai taraf penambahan DL- Metionin pada ayam broiler periode finisher terhadap energi metabolis. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2007 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, IPB. Ternak yang digunakan adalah 25 ekor strain Ross berumur enam minggu. Ransum basal broiler periode finisher dengan protein kasar 20,32%, energi metabolis 3101,29 kkal/kg dan kandungan metionin dalam ransum sebesar 0,25% tersusun dari jagung kuning, bungkil kedelai, dedak padi, CGM (Corn Gluten Meal), MBM (Meat Bone Meal), minyak kelapa, garam, vitamin dan mineral (premiks). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangannya menggunakan 1 ekor ayam sebagai unit percobaan. Taraf penambahan DL-Metionin adalah 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30%. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi dan ekskresi energi, retensi nitrogen, Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni (EMM), Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn), Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) dan konversi EMSn terhadap energi bruto. Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA), jika hasilnya berbeda nyata dilakukan uji jarak Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam amino DL-Metionin berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap ekskresi energi. Penambahan DL- Metionin 0,20% sangat nyata menurunkan ekskresi energi dibandingkan perlakuan yang lain. Penambahan DL-Metionin sebanyak 0,15 ; 0,20 ; 0,25 ; 0,30% dengan nilai energi metabolis 3101,29, 3367,28, 3600,08, 3344,14, 3133,03 kkal/kg tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi, retensi nitrogen, EMS, EMM, EMSn dan EMMn. Secara numerik penambahan 0,20% DL-Metionin (kandungan DL- Metionin dalam ransum sebesar 0,37%) menunjukan hasil yang optimal. Hasil ini sesuai dengan dengan NRC (1994) bahwa kebutuhan metionin pada ransum ayam periode finisher adalah 0,38%. Dapat disimpulkan, nilai optimal penambahan DL- Metionin dalam ransum ayam broiler finisher adalah sebesar 0,20% (kandungan metionin ransum sebesar 0,37%). Kata-kata kunci : DL-Metionin, energi metabolis, retensi nitrogen

3 ABSTRACT Metabolizable Energy Value of Broiler Finisher Corn-Soy Based Diet with Supplementation DL-Methionine J. A. Pratama, Sumiati, and M. Ridla Poultry diet consisting on 80% of plant materials is deficient in methionine. Therefore, synthetic methionine supplementation in such diet would necessary to meet requirement of that amino acid. The objective of this study was to examined the effect of DL-Methionine supplementation in broiler finisher diet on metabolizable energy value. Twenty five broilers of 42 days old with average body weight of 1800 g were used in this experiment. Twenty broilers were fed the experiment diets, while another five broilers were unfed to measure endogenous energy. The treatment diets were : F0 (basal diet), F1 (F % DL-Methionine), F2 (F % DL- Methionine), F3 (F % DL-Methionine) and F4 (F % DL-Methionine). This experiment used completely randomized design, with five treatments and four replications. The data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA), and differences among treatments were further tested using Duncan multiple range test. There was no significant effects of dietary treatments on Apparent Metabolizable Energy (AME), True Metabolizable Energy (TME), Nitrogen Corrected Apparent Metabolizable Energy (AMEn) as well as Nitrogen Corrected True Metabolizable Energy (TMEn). Key words : DL-Methionine, metabolizable energy, nitrogen retention

4 NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN JULIAN ADITYA PRATAMA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN Oleh : JULIAN ADITYA PRATAMA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 September 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Dr. Ir. M. Ridla, M.Agr. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juli 1986 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Roesdi Trijadhi dan Ibu Marlina Indrayani. Pendidikan penulis dimulai dengan memasuki pendidikan di Taman Kanakkanak Dian Cempala pada tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Ciampea 01 hingga tahun 1999, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Ciampea dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 9 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan (periode ) dan Mahasiswa Pendamping Posdaya ( ).

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rosullullah SAW, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang istiqomah di jalan Islam hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Periode Finisher yang Disuplementasi dengan DL-Metionin. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (kandang C) dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selama tiga bulan dimulai dari bulan April sampai Juni Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai optimal ransum yang menggunakan berbagai taraf DL-Metionin pada ayam broiler periode finisher terhadap energi metabolis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Terakhir kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat, baik untuk kalangan akademis maupun peternak ayam broiler yang ingin menggunakan DL-Metionin sebagai suplementasi untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik. Bogor, 4 September 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler... 3 Asam Amino Metionin... 4 Retensi Nitrogen... 8 Energi Metabolis... 9 METODE Waktu dan Tempat Materi Rancangan Percobaan Prosedur Tahapan Persiapan Kandang Metabolis Masa Istirahat Ayam Pemuasaan Ayam Tahapan Pelaksanaan Percobaan Analisis Ekskreta HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Energi, Protein dan Asam Amino untuk Ayam Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi Retensi Nitrogen Energi Metabolis Konversi EMSn terhadap Energi Bruto KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH... 29

9 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Finisher (3-6 Minggu) Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Basal Penelitian Kandungan DL-Metionin Ransum Perlakuan Kandungan Bahan kering, Protein Kasar, Energi Bruto Energi Metabolis, dan Metionin Ransum Perlakuan Umur 6 Minggu dalam As fed Rataan Nilai Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi Ransum Perlakuan Rataan Nilai Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam 100% BK Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam As fed Nilai Konversi EMSn terhadap Energi Bruto Ransum Perlakuan dalam As fed... 27

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Proses Transmetilasi (Sofie, 2007) Struktur DL-Metionin dan Mehtionine Hydroxy Analoque (Leeson dan Summers, 2005) Proses Glukoneogenesis (Leeson dan Summers, 2001) Definisi dan Hubungan dari Sistem Pengukuran Energi (Leeson dan Summers, 2001) Kandang Metabolis dan Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis Grafik Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan Grafik Nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen Ransum Perlakuan... 24

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Retensi Nitrogen Analisis Ragam Ekskresi Energi Uji Jarak Duncan Ekskresi Energi Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (EMS) Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (EMM) Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) Analisis Ragam Konversi EMSn terhadap Energi Bruto... 35

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk keberhasilan usaha peternakan khususnya ayam pedaging dibutuhkan tata laksana, bibit dan pakan yang berkualitas baik. Masalah yang menjadi prioritas utama adalah masalah mutu pakan. Ransum yang memiliki kandungan nutrisi dalam jumlah yang seimbang dapat mengoptimalkan produksi ternak. Penambahan metionin ke dalam ransum ternak cukup penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik, khususnya bila bahan makanan ternak sebagian besar berasal dari bahan nabati (Sutardi, 1980). Bahan makanan nabati umumnya mengandung asam amino pembatas (metionin, lisin dan tryptofan) lebih rendah daripada bahan makanan hewani (Leeson dan Summers, 2001). Penambahan DL-Metionin mampu menurunkan jumlah energi yang dibuang melalui ekskreta, sehingga energi yang diserap atau dicerna ayam meningkat. Metionin merupakan asam amino esensial kritis yang mengandung sulfur yang dibutuhkan oleh sistem metabolisme guna memperoleh zat sulfurnya. Metionin mempunyai beberapa peranan sangat penting bagi unggas (ayam) antara lain (1) sebagai donor gugusan metil dalam pembentukan kholin, (2) sebagai bahan pembentuk bulu, (3) sebagai penetral racun tubuh dan (4) sebagai pembentuk taurin yang diperlukan untuk penyusunan garam empedu (Anggorodi, 1995). Menurut Sutardi (1980), metionin sebagai komponen alam terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Didalam alat pencernaan asam amino L-AA mengalami deaminasi oleh mikroba menjadi asam keto alfa. Asam keto alfa dapat diaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau D-AA. Bentuk L-AA dan D-AA dapat dibuat sintesanya dalam bentuk DL-Metionin. Metionin dapat disintesis dalam bentuk DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque (Ishibashi et al., 2001). Perumusan Masalah Ransum ayam broiler yang mengandung biji-bijian (Jagung dan bungkil kedelai) sebesar 80%, maka ransum tersebut akan kekurangan asam amino esensial terutama asam amino metionin, sehingga perlu ada upaya untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Penambahan atau penggunaan sumber protein hewani dapat membantu mencukupi kebutuhan, tetapi penggunaan yang terlalu tinggi membuat

14 ransum tidak ekonomis. Upaya lain diantaranya yaitu penambahan asam amino sintetis dalam ransum yang sering dilakukan untuk mencukupi kebutuhan asam amino salah satunya metionin. Penambahan metionin ke dalam ransum unggas penting artinya bagi keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimum. Menurut NRC (1994) kebutuhan metionin ransum ayam broiler periode finisher adalah sebesar 0,38%. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai optimal pengaruh penambahan DL-Metionin dalam ransum ayam broiler finisher yang berbasis jagung dan bungkil kedelai terhadap nilai energi metabolis. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler termasuk kedalam ordo Galliformes, famili Phasianidae dan spesies Gallus domesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil. Ayam broiler ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis. Ayam broiler tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 6-7 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari tingkah laku makannya yang sangat lahap. Nilai konversi makan ayam broiler sewaktu dipanen sekarang ini mencapai nilai dibawah 2 (Amrullah, 2003). Strain Ross merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen yang menginginkan performa yang konsisten dan produk daging yang beraneka ragam. Strain ini adalah produk hasil riset dalam jangka waktu yang cukup lama dengan menggunakan teknologi modern. Keunggulan yang dimiliki oleh strain Ross adalah sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi, dan dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah temperate tetapi juga di wilayah tropis (Aviagen, 2007). Menurut Cibadak Indah Sari Farm (2005), bobot badan standar strain Ross (jumbo) umur 42 hari yaitu g/ekor dengan konversi ransum adalah 1,72. Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya bila dibandingkan dengan jenis ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995). Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang sangat memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Kebutuhan nutrisi broiler periode finisher dapat dilihat pada Tabel 1.

16 Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Finisher (Umur 3-6 Minggu) Zat pakan NRC (1994) Leeson dan Summers (2005) Protein Kasar (%) 20,00 18,00 Energi Metabolis (kkal/kg) Ca (%) 0,90 0,89 P (%) 0,35 0,38 Histidin (%) 0,32 0,28 Threonin (%) 0,74 0,55 Arginin (%) 1,10 1,10 Metionin (%) 0,38 0,38 Metionin+sistin (%) 0,72 0,75 Valin (%) 0,82 0,56 Phenilalanin (%) 0,65 0,60 Isoleusin (%) 0,73 0,55 Leusin (%) 1,09 0,90 Lysin (%) 1,00 1,00 Banyaknya strain ayam yang terdapat di Indonesia, temperatur lingkungan yang berbeda-beda dan penyedian bahan-bahan makanan dengan nilai gizi yang berubah-ubah merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan ransum (Wahju, 2004). Tabel-tabel yang dikemukakan Leeson dan Summers (2005) dan NRC (1994) dapat dijadikan titik tolak pemikiran penyusunan formulasi ransum unggas yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Asam Amino Metionin Anggorodi (1995) menyatakan bahwa metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur dan essensial (undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik sehingga metionin harus tersedia di dalam ransum ternak. Menurut Cheeke (2005), asam amino dapat dibedakan menjadi dua yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial yaitu asam amino yang harus ada di dalam bahan pakan, karena tidak dapat disintesis dalam tubuh ternak, sedangkan asam amino non esensial yaitu asam amino yang dapat disintesis guna mencukupi kebutuhan pertumbuhan normal. Sigit (1995) menyatakan bahwa asam amino metionin juga merupakan salah satu kerangka yang membentuk protein tubuh, sedangkan protein pada tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam amino menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Prawirokusumo et al. (1987) menyatakan metionin 4

17 juga merupakan asam amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup pokok semua hewan dan salah satu akibat bila terjadi kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan. Metionin merupakan donor sulfur bagi sistein dan sistin. Sistein (asam amino non essensial) mendapatkan sulfur dari metionin dan kerangka karbon dari serin. Apabila sistein dan sistin kurang maka metionin dan serin akan dirombak melalui proses transmetilasi, sehingga memperbesar kebutuhan metionin (Sanchez et al., 1984). Metionin juga menjadi donor metil untuk pembentukan kholin melalui transmetilasi. Kholin dapat mendonorkan metilnya pada homosistein, sehingga kekurangan kholin juga dapat memperbesar kebutuhan metionin (Maynard et al., 1997). Proses transmetilasi disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Proses Transmetilasi (Sofie, 2007) 5

18 Metionin dapat aktif dengan ATP menjadi S-adenoshylmethionine, dari gabungan tersebut kemudian melepaskan grup metil untuk memperlebar akseptor. Hasil dari gabungan tersebut dihidrolisis menjadi homosistin dan adenosin. Homosistin adalah penengah karena dapat mendonorkan metil untuk membentuk metionin kembali atau dapat mengkondensasi dengan serin untuk menjadi sistein dan sistin (D Mello, 2005). Terdapat dua jenis asam amino metionin sintetis yang dapat ditambahkan, pertama dalam bentuk tepung metionin yaitu DL-metionin dan yang kedua dalam bentuk liquid metionin yaitu Methionine Hydroxy Analogue (MHA) (Vázquez-Añón et al., 2006). Kandungan metionin sebesar 0,32%, 0,36% dan 0,40% dalam ransum broiler memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot badan akhir dan komponen karkas (Hafsah, 1999). Wiradisastra (2001) menyatakan bahwa tingkat metionin 0,392% dan 0,432% dalam ransum broiler sangat nyata menyebabkan efisiensi penggunaan protein lebih tinggi daripada tingkat metionin 0,312% dan 0,352% dalam ransum yang kandungan proteinnya 18%. Attia et al. (2005) menyatakan bahwa terjadi peningkatan pertambahan bobot badan anak ayam pada perlakuan penambahan metionin 0,05% dan 0,10% dalam ransum basal yang mengandung metionin sebesar 0,32%. Struktur DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque dapat dilihat pada Gambar 2. NH 2 CH 3 S CH 2 CH 2 C COOH H DL-Metionin OH CH 3 S CH 2 CH 2 C COOH H Methionine Hydroxyl Analoque Gambar 2. Struktur DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque (Leeson and Summers, 2005) Bentuk metionin adalah L-metionin dan D-metionin, tetapi penggunaan yang paling baik adalah DL-Metionin, karena bentuk L-metionin dan D-metionin tidak efisien jika level protein dan asam amino rendah (Leeson dan Summers, 2001). Pesti et al. (2005) menyatakan bahwa metionin sebagai komponen alam terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Di dalam alat pencernaan, asam amino L (L-AA) 6

19 mengalami deaminasi (pencopotan gugus amino) oleh mikroba menjadi asam keto alfa dan asam keto alfa dapat diaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau D-AA. Pada umumnya metionin dibuat sintetisnya dan ditambahkan ke dalam ransum dalam bentuk DL-Metionin. Ishibashi et al. (2001) menyatakan metionin dapat disentesis dalam bentuk DL-Metionin dan Methionine Hydroxy Analoque. DL- Metionin merupakan penengah antara bentuk D dan L (Anggorodi, 1995). Penggunaan DL-Metionin pada unggas dapat menurunkan jumlah energi yang dibuang melalui ekskreta sehingga energi yang diserap atau dicerna ayam meningkat. Hal ini dikarenakan metionin adalah asam amino bersifat glikogenik yang dapat meningkatkan pembentukan glukosa dan glikogen. Metionin dapat dikonversi menjadi energi pada saat masukan karbohidrat atau simpanannya berkurang, maka protein tubuh dan asam-asam amino akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Sejumlah energi yang sama dapat diperoleh dari protein seperti halnya karbohidrat. Protein yang tidak dapat digunakan segera, akan dimatabolisir. Dalam proses ini asam-asam amino ini dideaminasi untuk menghasilkan kerangka karbon sehingga protein tubuh dan asam-asam amino akan digunakan untuk memenuhi energi. (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Proses Glukoneogenesis disajikan pada Gambar 3. 7

20 Arginin Glutamat Histidn Prolin Isoleusin Metionin Valin α-ketoglutarat Propionil koenzim A CO 2 Suksinat Malat Fenilalanin Tirosin Aspartat Oksaloasetat Piruvat Fosfopiruvat Karbohidrat CO 2 Treonin Alanin Serin Sistein (Sistin) Triptofan Gambar 3. Proses Glukoneogenesis (Leeson dan Summers, 2001) Retensi Nitrogen Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenous (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Nitrogen endogenous adalah nitrogen dalam ekskreta yang berasal dari selain bahan pakan yaitu peluruhan sel mukosa usus, empedu dan saluran pencernaan (Sibbald, 1980). Energi endogenous terdiri dari metabolic faecal dan endogenous urinary yang berasal dari katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup pokok pada saat dipuasakan dan sebagian lagi berasal dari produk akhir yang mengandung nitrogen (Wolynetz dan Sibbald, 1984). 8

21 Menurut Wahju (2004), tingkat retensi nitrogen bergantung pada konsumsi nitrogen dan energi metabolis ransum, akan tetapi peningkatan energi metabolis ransum tidak selalu diikuti oleh peningkatan retensi nitrogen. Meningkatnya konsumsi nitrogen diikuti dengan meningkatnya retensi nitrogen tetapi tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah. Menurut McDonald et al. (2002), dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dari protein kasar sangat bervariasi. Farrell (1978) menyatakan pengukuran retensi nitrogen dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah dengan metode koleksi total ekskreta dan pemberian pakannya dengan cara tanpa paksa/tanpa pencekokan sesuai dengan metode Farrell. Menurut Wahju (2004), protein didalam tubuh yang berasal dari ransum setelah masuk ke dalam saluran pencernaan mengalami perombakan. Menurut Piliang (2006), protein dalam jaringan tubuh secara terus menerus dipecah menjadi asam-asam amino. Untuk mempertahankan jaringan-jaringan tubuh, diperlukan suplai asam-asam amino. Jika masukan protein melebihi jumlah protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen dalam feses akan meningkat, sedangkan jika masukan protein menurun, maka jumlah nitrogen dalam feses juga menurun. Energi Metabolis Istilah energi menurut Scott et al. (1982), berasal dari 2 suku kata dalam bahasa Yunani yaitu en yang berarti di dalam dan ergon yang berarti kerja sehingga energi berarti kemampuan melakukan suatu kerja. Untuk setiap bahan pakan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (gross energy atau combustible energy), energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi neto (Wahju, 2004). Nilai energi bahan pakan atau ransum dapat dinyatakan dalam bentuk energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto (NRC, 1994). Selanjutnya menurut NRC (1994), energi bruto adalah jumlah panas yang dilepaskan jika suatu zat mengalami oksidasi sempurna menjadi karbondioksida dan air dalam bomb calorimeter dengan tekanan atmosfer oksigen, energi tercerna adalah energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto feses. Energi metabolis adalah energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi energi bruto feses, urin dan gas yang dihasilkan 9

22 selama proses pencernaan, tetapi pada unggas gas yang dihasilkan biasanya diabaikan sehingga energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto ekskreta. Nilai energi metabolis dari bahanbahan pakan adalah penggunaan yang paling banyak dan aplikasi yang praktis dalam ilmu nutrisi ternak unggas, karena penggunaan energi ini tersedia untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan, penggemukan dan produksi telur. Energi yang berlebihan akan disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi metabolis tidak dikeluarkan oleh tubuh hewan. Oleh karena itu, paling efisien dalam pemberian pakan pada ayam adalah membuat ransum seimbang antara tingkat energi dan zat zat pakan yang lainnya (Wahju, 2004). Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985), energi metabolis dapat dinyatakan dengan empat perubah, yaitu energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni (EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn). EMS merupakan perbedaan antara energi pakan dengan energi feses dan urin, dimana pada unggas feses dan urin bercampur menjadi satu dan disebut ekskreta. EMSn biasanya paling banyak digunakan untuk memperkirakan nilai energi metabolis. EMM merupakan EMS yang dikoreksi dengan energi endogenous. EMMn memiliki hubungan yang sama dengan EMM seperti halnya EMSn terhadap EMS. 10

23 Definisi dan hubungan dari sistem pengukuran energi disajikan pada Gambar 4 Energi bruto Energi dalam feses Energi dapat dicerna Energi dalam Urin Energi metabolis semu EMM Panas dari metabolisme (heat increament) Untuk hidup pokok - Metabolisme basal - Aktivitas - Mengatur panas tubuh Kehilangan energi Metabolis dan endogenous Energi neto (produksi) Untuk produksi - Telur - Pertumbuhan - Bulu Gambar 4. Definisi dan Hubungan dari Sistem Pengukuran Energi (Leeson dan Summers, 2001) 11

24 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Juni 2007 bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, dan Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 25 ekor ayam broiler berumur 42 hari, dengan bobot badan rata-rata sebesar 1800 g/ekor yang diambil secara acak dari 1000 ekor ayam yang sebelumnya dipelihara mulai DOC sampai umur 42 hari. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang metabolis berukuran 50 x 30 x 56 cm sebanyak 25 buah dengan bagian bawah kandang dilengkapi plastik tempat penampungan ekskreta, tempat pakan, dan tempat air minum. Peralatan yang digunakan adalah wadah plastik sebagai tempat makan dan air minum, plastik penampung ekskreta, timbangan, freezer, aluminium foil, label, oven dengan suhu 60 o C, mortar, kertas tissue, spidol, sendok, loyang, panci berkapasitas 5 kg, saringan, plastik tahan panas, kantong plastik, plastik klip, dan rak penyimpanan. Peralatan yang digunakan disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Kandang Metabolis dan Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian

25 Ransum Ransum basal disusun berdasarkan NRC (1994) dengan energi metabolis kkal/kg dan kandungan protein 20%. Ransum basal yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berbasis jagung dan bungkil kedelai, selain itu juga terdiri dari dedak padi, corn gluten meal (CGM), meat bone meal (MBM), minyak kelapa garam, premix.. Komposisi dan kandungan zat makanan ransum basal disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Basal Penelitian Bahan makanan Komposisi (%) Jagung kuning 51,64 Dedak padi 12,48 Corn Gluten Meal (CGM) 3,06 Minyak kelapa 5,00 Bungkil kedelai 19,26 Meat Bone Meal (MBM) 8,09 Garam 0,22 Premix 0,25 Total 100 Kandungan zat makanan ransum* : Energi Bruto (kkal/kg) 4356 Protein Kasar (%) 20,32 Serat Kasar (%) 4,10 Ca (%) 0,87 P (%) 0,65 Metionin (%)** 0,25 Lysin (%)** 0,86 Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, 2007 ** Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB,

26 Ransum perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu : F0 : Ransum basal F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin DL-Metionin yang diberikan adalah produksi Sumitomo Chemical Co., Ltd. Jumlah penambahan DL-Metionin dan kandungan metionin dalam ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan DL-Metionin Ransum Perlakuan Perlakuan Penambahan DL-Metionin (%) Metionin dalam ransum* (%) S0 0,00 0,25 S1 0,15 0,35 S2 0,20 0,37 S3 0,25 0,40 S4 0,30 0,42 Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB, 2007 F0: Ransum basal; F1: F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan dengan setiap ekor ayam sebagai unit percoban. Model matematika dari rancangan ini adalah : Yij = µ + δi + εij Keterangan : Yij = Nilai respon dari perlakuan i dengan ulangan j µ = Nilai rata-rata δi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j 14

27 Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Selanjutnya, jika berbeda nyata dilakukan uji jarak duncan. Peubah yang diamati 1. Konsumsi energi dan ekskresi energi (kkal/kg) 2. Konversi EMSn terhadap energi bruto (kkal/kg) 3. Retensi nitrogen (gram) Retensi nitrogen (RN) adalah selisih antara konsumsi nitrogen dengan nitrogen yang diekskresikan melalui feses dan urin setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenous. Retensi Nitrogen (g) = Konsumsi N (Ekskresi N N endogenous) Retensi Nitrogen (%) = Konsumsi N (Ekskresi N N endogenous) x 100% Konsumsi N 4. Energi metabolis (kkal/kg) Energi metabolis adalah selisih antara kandungan energi bruto bahan pakan dengan energi bruto yang hilang melalui ekskreta. Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) energi metabolis dinyatakan dengan : a. Energi metabolis semu (EMS) (kkal/kg) EMS = (EB x K) (EBe x E) x 1000 K b. Energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg) EMM = (EB x K) [(EBe x E) (EBk x EE)] x 1000 K c. Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) (kkal/kg) AMSn = (EB x K) [(EBe x E) + (8,22 x RN)] x 1000 K d. Energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) (kkal/kg) AMMn = (EB x K) [(EBe x E) (EBk x EE) + (8,22 x RN)] x 1000 K 15

28 Keterangan : EB = Energi bruto bahan makanan (kkal/kg) EBe = Energi bruto ekskreta (kkal/g) EBk = Energi bruto ekskreta endogenous (kkal/g) K = Konsumsi ransum (gram) E = Berat ekskreta bahan uji (gram) EE = Berat ekskreta endogenous (gram) RN = Retensi nitrogen (gram) 8,22 = Nilai yang terkoreksi sebagai asam urat (kkal/g RN) Prosedur Tahapan Persiapan Kandang Metabolis Kandang metabolis sebelum digunakan dan peralatan pendukung lainnya dibersihkan dan disterilisasikan terlebih dahulu dengan menggunakan desinfektan. Hal ini dimaksudkan agar ayam tidak terkena bibit penyakit dari lingkungan sebelumnya. Lampu penerangan juga dipersiapkan. Lampu yang digunakan sebesar 100 watt. Lampu dinyalakan hanya pada malam hari. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Masa Istirahat Ayam Sebelum ayam ditempatkan pada kandang metabolis, terlebih dahulu ayam percobaan ditimbang bobot badannya untuk melihat performa sebelum perlakuan. Ayam kemudian dipelihara seperti biasa pada kandang metabolis selama 24 jam untuk proses adaptasi lingkungan. Pemuasaan Ayam Pemuasaan ayam yaitu penghentian pemberian pakan tanpa menghentikan pemberian air minum yang bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan dari sisa-sisa pakan sebelumnya. Pemuasaan ini dilakukan selama 24 jam. Tahap Pelaksanaan Percobaan Ayam ditimbang untuk mengetahui bobot ayam setelah pemuasaan. Sebanyak 20 ekor ayam diberi pakan sebanyak 120 gram/ekor/hari selama 4 hari 16

29 masa perlakuan. Pengumpulan ekskreta dilakukan setiap 24 jam sekali selama 5 hari masa perlakuan. Sisanya, 5 ekor ayam dipuasakan kembali selama 24 jam untuk mengukur energi dan nitrogen endogenous, tetapi air minum diberikan ad libitum. Pengumpulan ekskreta endogenous dilakukan satu kali setelah dipuasakan selama 48 jam. Selama koleksi, ekskreta disemprot dengan H 2 S0 4 konsentrasi rendah (0,01 N) agar nitrogen terikat dan tidak menguap. Sampel ekskreta yang diperoleh disimpan dalam freezer selama 24 jam untuk mencegah dekomposisi oleh mikroorganisme. Analisis ekskreta Ekskreta yang terkumpul dikeluarkan dari freezer dan dilakukan proses pelumeran. Ekskreta yang sudah dilumerkan kemudian dimasukkan ke dalam oven 60 0 C selam 24 jam (Farrell, 1978). Ekskreta yang sudah di oven digunakan untuk mendapatkan sampel kering untuk analisis energi bruto, protein kasar, nitrogen dan bahan kering. Skema metode pengukuran energi metabolis dapat dilihat pada Gambar 6. 17

30 Ayam broiler (25 ekor) Dipuasakan 24 jam 20 ekor ayam diberi pakan perlakuan 5 ekor ayam dipuasakan lagi (120 gram/ekor/hari selama 4 hari) selama 24 jam untuk mengukur nitrogen dan energi endogenous Pengumpulan ekskreta (selama 5 hari) Pengumpulan ekskreta 24 jam Penimbangan ekskreta Pembekuan ekskreta Pelumeran ekskreta Pengeringan dalam oven 60 o C ± 24 jam Penimbangan ekskreta Dihaluskan Analisis Energi bruto Protein kasar Bahan kering Perhitungan Energi metabolis Gambar 6. Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis 18

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Energi, Protein dan Asam Amino untuk Ayam Pemberian ransum dengan kandungan energi dan protein yang rendah dapat memberikan efek negatif pada unggas yaitu adanya kanibalisme dan dapat menghambat pertumbuhan (absorbsi). Menurut Pilliang (2006), kebutuhan tubuh akan asam-asam amino esensial dan nitrogen memerlukan protein dalam makanan dengan jumlah cukup dan kualitas protein optimal. Oleh karena itu, keseimbangan kandungan nutrisi dalam ransum dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Kandungan protein kasar, energi metabolis dan metionin ransum perlakuan dalam asfed dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar, Energi Bruto, Energi Metabolis dan Metionin Ransum Perlakuan Umur 6 Minggu dalam As fed Zat makanan F0 F1 F2 F3 F4 BK (%)* Protein Kasar (%)* Energi Bruto (kkal/kg)* 85,48 20, ,60 20, ,28 20, ,20 20, ,30 20, Energi Metabolis (kkal/kg)** 3101, , , , ,03 Metionin (%)*** 0,25 0,35 0,37 0,40 0,42 Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, 2007 ** Hasil pengukuran dari penelitian *** Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB, 2007 F0: Ransum basal; F1: F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin Ransum perlakuan disusun berdasarkan NRC (1994). Ransum perlakuan ini disusun dengan kandungan metionin yang kekurangan, seimbang dan berlebihan. Hal ini untuk melihat efektifitas dari metionin tersebut. Ransum perlakuan yang mengandung metionin hampir sesuai standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994) adalah ransum perlakuan F2 yaitu sebesar 0,37%. Ransum perlakuan F0 dan F1, kandungan metioninnya kurang dari standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994). Ransum perlakuan F3 dan F4, kandungan metioninnya diatas standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994).

32 Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi Ekskresi energi merupakan acuan jumlah pakan yang dapat dicerna atau kemampuan ternak dalam mencerna pakan. Semakin banyak jumlah pakan yang tidak dapat dicerna, maka semakin banyak pula ekskresi energinya. Banyaknya energi yang dimetabolis oleh tubuh ayam dapat diketahui dengan cara mengurangi jumlah energi yang dikonsumsi dengan jumlah energi yang dikeluarkan melalui ekskreta. Tingkat energi dalam ransum merupakan faktor yang menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh ternak, karena ayam mengkonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Data rataan konsumsi energi dan ekskresi energi ransum perlakuan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Nilai Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi Ransum Perlakuan Perlakuan Konsumsi ransum (g/ekor) Konsumsi energi (kkal/ekor) Berat ekskreta (g/ekor) Ekskresi energi (kkal/ekor) F0 416±6, ±41,59 150,01±7,1 663,46±56,87 C F1 449,50± ,74±181,08 123,81±27 546,81±134,15 BC F2 447,33± ,20±195,9 85,22±35,4 352,98±135,92 A F3 377,50± ,62±182,44 91,95±12,1 417,52±63,97 AB F4 426±12, ,70±72,26 143,89±9,9 619,62±85,68 C Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01); F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin Menurut Pesti et al. (2005), konsumsi ransum dipengaruhi oleh fisiologi ternak dan kebutuhan asam-amino. Hasil penelitian menunjukan konsumsi ransum ayam umur enam minggu adalah 120 gram/ekor/hari dengan konsumsi energi adalah 640 kkal/ekor/hari. Data tersebut lebih rendah/tinggi dari konsumsi ransum dan konsumsi energi menurut NRC (1994) yaitu 163 gram/ekor/hari dan 522 kkal/ekor/hari. Hal ini dikarenakan perbedaan bobot badan dan kandungan nutrisi bahan pakan yang dipakai dalam penelitian. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan DL-Metionin berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap ekskresi energi ransum perlakuan. Suplementasi metionin 0,20% dalam ransum merupakan taraf optimum untuk menurunkan ekskresi energi. Pada kontrol dan penambahan metionin 0,30% sangat nyata (P<0,01) meningkatkan ekskresi energi jika 20

33 dibandingkan dengan penambahan 0,20% metionin. Hal ini disebabkan keseimbangan asam amino dalam ransum dapat mempengaruhi daya cerna pakan. Apabila asam amino yang terdapat dalam pakan berlebih, maka dapat meningkatkan jumlah energi yang diekskresikan oleh tubuh. Kelebihan nitrogen dari asam amino tidak mampu lagi diserap atau diretensi oleh tubuh sehingga banyak nitrogen yang diekskresikan melalui ekskreta. Sebelum nitrogen dikeluarkan oleh tubuh, kelebihan nitrogen tersebut diubah menjadi asam urat yang dalam prosesnya membutuhkan energi sehingga banyak energi yang terbuang melalui asam urat (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Penambahan metionin 0,25% dalam ransum memiliki ekskresi energi yang tidak berbeda nyata dengan penambahan metionin 0,15% dan 0,20%. Retensi Nitrogen Retensi nitrogen adalah selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenus. Meningkatnya konsumsi nitrogen diikuti dengan meningkatnya retensi nitrogen, tetapi tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah. Peningkatan retensi nitrogen berarti semakin banyak nitrogen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Bila terjadi peningkatan retensi nitrogen, berarti semakin banyak nitrogen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Keseragaman retensi nitrogen dikarenakan kemampuan tubuh dalam menyerap asam amino yang dipengaruhi oleh kondisi fisiologis ternak dan keseimbangan asam amino yang dikonsumsi ternak tersebut. Retensi nitrogen bernilai positif artinya bahwa tubuh ayam mampu menyerap nitrogen sehingga ayam tersebut mendapatkan pertambahan bobot badan karena tenunan ototnya bertambah. Jika jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen dalam ekskreta meningkat. Penambahan DL-Metionin diharapkan mampu meningkatkan nitrogen yang diserap. Dari hasil analisis dan perhitungan terhadap ransum dan ekskreta dapat disajikan nilai konsumsi, ekskresi dan retensi nitrogen pada Tabel 6. 21

34 Tabel 6. Rataan Nilai Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan Perlakuan Konsumsi N (g/ekor) Ekskresi N (g/ekor) Retensi N (g/ekor) Retensi N (%) F0 18,51 12,35 ± 1,43 6,61 ± 1,67 35,64 ± 8,44 F1 20,37 10,05 ± 2,71 10,76 ± 2,52 52,94 ± 13,04 F2 19,53 7,25 ± 3,11 12,73 ± 0,54 64,68 ± 2,89 F3 17,27 9,21 ± 1,83 8,50 ± 1,16 49,47 ± 7,94 F4 18,43 12,14 ± 1,09 6,74 ± 1,37 36,36 ± 6,86 Keterangan : F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin Menurut Wahju (2004), efisiensi protein yang diretensi oleh ayam broiler adalah 67%, Nilai ini mendekati nilai hasil retensi nitrogen penelitian adalah sebesar 64,68% (F2). Hal ini dikarenakan adanya keseimbangan asam amino, sehingga ayam mampu menyerap nitrogen dengan baik. Hasil penelitian menunjukan bahwa suplementasi DL-Metionin tidak berpengaruh nyata terhadap retensi nitrogen. Jika dilihat secara biologis penambahan DL-Metionin 0,20% (F2) menunjukan nilai yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lain dan dapat meningkatakan produktifitas ternak. Menurut Hani ah (2007), pada periode finisher pemberian DL-Metionin nyata meningkatkan pertambahan bobot badan dibandingkan kontrol. Hal ini disebabkan kandungan asam amino metionin dalam ransum F2 (penambahan DL-Metionin 0,20%) mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan yang baik. Retensi nitrogen ransum perlakuan F2 meningkat sebesar 29,04% dibandingkan dengan ransum basal. Hal ini karena kandungan metionin dalam ransum seimbang maka penyerapan nitrogen akan optimal, dan ekskresi nitrogen yang keluar pun sedikit. Semakin tinggi level penambahan DL-Metionin maka semakin tinggi pula nitrogen yang dapat diretensi oleh tubuh ayam (sampai level penambahan DL-Metionin 0,20%). Apabila level penambahan DL-Metionin melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh maka tubuh tidak mampu lagi menyerap nitrogen yang terkandung dalam DL-Metionin. Nitrogen yang tidak terserap tersebut akan keluar melalui ekskreta dalam bentuk asam urat. Jika jumlah nitrogen yang masuk ke dalam tubuh melebihi jumlah nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen ekskreta meningkat. 22

35 Grafik nilai retensi nitrogen ransum perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. Retensi Nitrogen (%) ,15 0,20 0,25 0,30 Level Penam bahan DL-Metionin (%) Gambar 7. Grafik Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan Energi Metabolis Energi metabolis adalah perbedaan antara kandungan energi bruto pakan atau ransum dengan energi bruto yang dikeluarkan melalui ekskreta (Sibbald, 1980). Dari hasil analisis dan perhitungan energi metabolis yang telah dilakukan, dihasilkan nilai Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni (EMM), Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn), dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn). Nilai EMSn dan EMMn dalam perhitungan lebih rendah daripada nilai EMS dan EMM disebabkan EMSn dan EMMn memperhitungkan adanya konversi energi (faktor koreksi) yang berasal dari nitrogen komponen karbohirat sebesar 8,22 Kkal/g yang keluar sebagai asam urat jika dioksidasi secara sempurna (Sibbald, 1980). Penambahan DL-Metionin diharapkan mampu menurunkan jumlah energi bruto yang dibuang melalui ekskreta sehingga energi bruto yang diserap atau dicerna ayam meningkat. Berdasarkan grafik dengan penambahan DL-Metionin maka nilai EMS, EMM, EMSn dan EMMn semakin meningkat tetapi jika penambahan DL-Metionin berlebihan maka nilai EMS, EMM, EMSn dan EMMn menurun karena tidak mampu lagi diserap. Grafik nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) ransum perlakuan disajikan pada Gambar 8. 23

36 EMSn (Kkal/Kg) ,15 0,20 0,25 0,30 Level Penambahan DL-Metionin (%) Gambar 8. Grafik Nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen Ransum Perlakuan Penambahan DL-Metionin 0,15, 0,20, 0,25, 0,30% tidak mempengaruhi nilai EMS, EMM, EMSn dan EMMn pada ransum broiler terhadap penelitian ini. Nilai energi metabolis disajikan pada Tabel 7 (100% BK) dan Tabel 8 (As fed). Tabel 7. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam 100% BK Perlakuan EMS EMM EMSn EMMn (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) F0 3731,99±122, ,74±122, ,09±113, ,35±99,38 F1 4095,52±252, ,18±252, ,74± 212, ,39±212,56 F2 4320,18±309, ,53±307, ,75±256, ,89±254,16 F3 4075,20±72, ,02±74, ,05±50, ,55±52,61 F4 3734,86±200, ,20±199, ,40±179, ,30±179,25 Keterangan : F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin Tabel 8. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan dalam As fed Perlakuan EMS EMM EMSn EMMn (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) F0 3190,10±104, ,53± ,29±97, ,94±85,34 F1 3505,77±215, ,44±216, ,28±181, ,96±181,95 F2 3770,66±270, ,40±268, ,08±222, ,53±221,83 F3 3472,07±61, ,04±63, ,14±43, ,02±43,83 F4 3223,18±172, ,51±172, ,03±156, ,94±154,69 Keterangan : F0 : Ransum basal; F1 : F0 + 0,15% DL-Metionin; F2 : F0 + 0,20% DL-Metionin; F3 : F0 + 0,25% DL-Metionin; F4 : F0 + 0,30% DL-Metionin 24

37 Nilai perhitungan energi metabolis dalam ransum berdasarkan standar NRC (1994) dihitung dalam As fed sedangkan energi metabolis hasil penelitian dihitung dalam 100% BK. Hal ini dikarenakan, untuk meminimalisasikan kadar air dalam feses yang bervariasi. Dalam penelitian ini, dihasilkan nilai EMM lebih tinggi daripada nilai EMS. Perbedaan nilai tersebut menurut Sibbald (1980) disebabkan dalam perhitungan EMM mengikutkan nilai energi endogenus, sedangkan EMS tidak memperhitungkan nilai energi endogenus. Pengaruh yang tidak nyata menunjukkan bahwa perlakuan tidak dapat meningkatkan atau menurunkan nilai EMM, EMS, EMSn dan EMMn. Dalam penentuan kebutuhan energi metabolis, nilai EMSn lebih banyak digunakan dibandingkan daripada nilai EMMn. Hal ini disebabkan adanya faktor koreksi energi endogenous pada perhitungan EMM. Energi endogenous sampai saat ini belum dapat diketahui secara tepat karena pada proses pengukurannya, pemuasaan ayam selama 24 jam belum dapat mengosongkan saluran pencernaan ayam tersebut dan masih terdapat sisa-sisa pakan sebelumnya. Sisa percernaan beberapa bahan seperti tepung ikan dan tepung daging membutuhkan waktu lebih dari 24 jam untuk keluar dari saluran pencernaan secara keseluruhan. Apabila pemuasaan dilakukan lebih dari 24 jam, maka akan semakin banyak lemak dan jaringan protein tubuh yang luruh dan keluar melalui ekskreta sehingga pengukuran nilai energi endogenous menjadi kurang tepat. Nilai EMSn ransum F2 adalah sebesar 3600,08 kkal/kg. Nilai tersebut lebih tinggi daripada hasil perhitungan EMSn dalam ransum berdasarkan NRC (1994). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kualitas bahan baku yang dijadikan standar NRC (1994) dengan bahan baku yang digunakan untuk menyusun ransum penelitian dan juga disebabkan oleh kandungan energi bruto ransum yang tinggi yaitu 4356 kkal/kg. Pada ransum F1, F2, F3 dengan kandungan metionin dalam ransum sebesar 0,35%, 037%, 0,40% nilai energi metabolis tercukupi, karena kandungan metionin dalam ransum F1, F2, F3 mendekati standar kebutuhan metionin dalam NRC (1994) yaitu 0,38%. Akan tetapi pada ransum F1 dengan kandungan metionin ransum sebesar 0,25%, energi metabolis tidak tercukupi karena ketidakseimbangan zat-zat makanan dalam ransum maka akan dibutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan metionin. Begitu pula dengan ransum F4 dengan kandungan metionin ransum sebesar 0,42%. 25

38 Hal ini dikarenakan semakin banyak metionin dalam pakan maka energi yang dimetabolis oleh ayam semakin rendah karena tidak mampu lagi diserap oleh tubuh ayam sehingga perlu energi untuk mengeluarkannya melalui ekskreta. Kehilangan energi akan lebih besar pada bahan pakan dengan zat-zat makanan yang tidak seimbang terutama bila kandungan protein pakan lebih rendah atau pakan defisiensi asam amino. Kelebihan asam amino juga dapat menyebabkan penurunan jumlah energi metabolis. Hal ini disebabkan kelebihan nitrogen dari asam amino tidak mampu lagi diserap atau diretensi oleh tubuh sehingga banyak nitrogen yang diekskresikan melalui ekskreta. Proses pengeluaran nitrogen melalui ekskreta membutuhkan energi sehingga dapat menyebabkan penurunan energi metabolis (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Menurut Piliang (2006), adanya faktor-faktor keturunan (genetik), perbedaan dalam umur, jenis kelamin, status kesehatan, dan kemungkinan faktor iklim menyebabkan kebutuhan asam amino berbeda untuk setiap individu. Dengan meningkatnya umur maka kebutuhan akan asam amino esensial menurun. Menurut Anggorodi (1995), umur, laju pertumbuhan, reproduksi, iklim, kandungan energi, penyakit, bangsa dan galur adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein dan asam amino aneka ternak unggas. Konversi EMSn terhadap Energi Bruto Konversi EMSn terhadap energi bruto atau rasio EM/EB pakan merupakan indikator efisiensi penggunaan energi atau besarnya energi yang dimanfaatkan tubuh. Daya cerna energi bukan ditentukan oleh nilai EMSn atau energi metabolis, akan tetapi ditentukan oleh konversi EMSn terhadap energi bruto atau rasio EM/EB pakan. Semakin tinggi nilai konversi EMSn terhadap energi bruto maka semakin tinggi energi yang dimetabolis atau yang dimanfaatkan tubuh, sehingga efisiensi penggunaan energi bruto menjadi energi metabolis semakin baik. Nilai konversi EMSn terhadap energi bruto ransum perlakuan disajikan pada Tabel 9. 26

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.) DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS DAN RETENSI PROTEIN

PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.) DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS DAN RETENSI PROTEIN PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.) DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS DAN RETENSI PROTEIN SKRIPSI GIANT NOMAN PRACEKA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI SKRIPSI RATIH PUSPA HAPSARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Tepung Kaki Ayam Broiler sebagai Subtitusi Tepung Ikan di dalam Ransum terhadap Konsumsi Pakan Ayam Arab (Gallus turcicus). Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. Analisis kandungan bahan

Lebih terperinci

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI SKRIPSI RATIH PUSPA HAPSARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bagi kesehatan. Pengobatan tradisional telah banyak digunakan sebagai

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bagi kesehatan. Pengobatan tradisional telah banyak digunakan sebagai 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Mengkudu (Morinda citrifolia) Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) tergolong tanaman yang multiguna, karena hampir semua bagiannya mengandung zat kimia dan nutrisi yang berguna

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta di Desa Jatikuwung,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam bidang. pertanian dalam arti luas. Hasil samping pertanian yang dapat dimanfaatkan

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam bidang. pertanian dalam arti luas. Hasil samping pertanian yang dapat dimanfaatkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam bidang pertanian dalam arti luas. Hasil samping pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku ransum ternak

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya Ayam kampung atau disebut pula ayam lokal merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak unggas lokal Indonesia yang berpotensi besar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

NUTRISI UNGGAS 11/8/2016. Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Study Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang

NUTRISI UNGGAS 11/8/2016. Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Study Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang 1 NUTRISI UNGGAS 11/8/2016 Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Study Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang 11/8/2016 POKOK-POKOK BAHASAN 1. JENIS-JENIS NUTRISI UNGGAS

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG

PENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG PENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG INFLUENCE PROCESSING OF TILAPIA FISH INDUSTRY BY PRODUCT MEAL METABOLISM ENERGY

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Lisin dalam Ransum terhadap Berat Hidup, Karkas dan Potongan Karkas Ayam Kampung

Pengaruh Penambahan Lisin dalam Ransum terhadap Berat Hidup, Karkas dan Potongan Karkas Ayam Kampung Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2011 Vol. 13 (3) ISSN 1907-1760 Pengaruh Penambahan Lisin dalam Ransum terhadap Berat Hidup, Karkas dan Potongan Karkas Ayam Kampung Effect of Lysine Supplementation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

ENERGI METABOLIS DAN DAYA CERNA BAHAN KERING RANSUM YANG MENGANDUNG BERBAGAI PENGOLAHAN DAN LEVEL CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS)

ENERGI METABOLIS DAN DAYA CERNA BAHAN KERING RANSUM YANG MENGANDUNG BERBAGAI PENGOLAHAN DAN LEVEL CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS) Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 0 ENERGI METABOLIS DAN DAYA CERNA BAHAN KERING RANSUM YANG MENGANDUNG BERBAGAI PENGOLAHAN DAN LEVEL CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS) (Metabolizable

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH 2 ) pada posisi alfa dari

TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH 2 ) pada posisi alfa dari TINJAUAN PUSTAKA Asam Amino Asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH 2 ) pada posisi alfa dari rantai karbon dan satu gugusan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum Jenis dan fungsi zat-zat gizi yang dibutuhkan ayam telah disampaikan pada Bab II. Ayam memperolah zat-zat gizi dari ransum

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Materi

MATERI DAN METODA. Materi MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian pakan dengan bahan pakan sumber protein yang berbeda terhadap performans ayam lokal persilangan pada umur 2 10 minggu dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. Lokasi pemeliharaan di kandang ayam A Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis kadar air,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg. 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

Lebih terperinci

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler Abstrak Oleh Sri Rikani Natalia Br Sitepu, Rd. HerySupratman, Abun FakultasPeternakanUniversitasPadjajaran

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemberian Tepung Daun Ubi Jalar Fermentasi dalam Ransum terhadap Massa Kalsium dan Protein Daging pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal merupakan ayam hasil domestikasi dari ayam hutan (Gallus gallus). Jenis-jenis ayam lokal di Indonesia sangat beragam, baik ayam lokal asli

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN

PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN 23010110110037 PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin

Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecernaan protein dan energi pada ransum ayam kampung dengan beberapa level ampas tahu yang difermentasi dengan ragi tape. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM SKRIPSI

PERFORMA AYAM SKRIPSI PERFORMA AYAM PETELUR UMUR 21-27 MINGGU YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH (Piper betle Linn.) PADA AIR MINUM SKRIPSI RIKO YULRAHMEN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi tepung kaki ayam broiler terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH MENGKUDU (Morinda Citrifolia L.) DALAM RANSUM TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR PADA PUYUH PETELUR (Coturnix Coturnix Japonica) Trisno Marojahan Aruan*, Handi Burhanuddin,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN EFFECT OF PROTEIN LEVEL IN THE DIET ON SLAUGHTER WEIGHT, CARCASS AND ABDOMINAL FAT PERCENTAGE OF

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Broiler Broiler ( Gallus domesticus) merupakan salah satu contoh spesies yang termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus gallus (Blakely

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G PENGARUH PEMBERIAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT HIDUP, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI Oleh RYAN YOGA PRASETYA PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG OLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI SUBTITUSI JAGUNG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN LAJU DIGESTA PADA AYAM BROILER

PEMANFAATAN TEPUNG OLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI SUBTITUSI JAGUNG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN LAJU DIGESTA PADA AYAM BROILER PEMANFAATAN TEPUNG OLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI SUBTITUSI JAGUNG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN LAJU DIGESTA PADA AYAM BROILER Oleh: SLAMET RAHARJO NIM : 23010111130166 Diajukan sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher Disusun oleh : Kelompok 9 Robby Trio Ananda 200110090042 Gilang Dayinta P 200110090071

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

RESPON PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KOLESTEROL ITIK LOKAL SKRIPSI ALFIAN PUTRA DHIMAR NUGRAHA

RESPON PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KOLESTEROL ITIK LOKAL SKRIPSI ALFIAN PUTRA DHIMAR NUGRAHA RESPON PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KOLESTEROL ITIK LOKAL SKRIPSI ALFIAN PUTRA DHIMAR NUGRAHA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) DAN EFISIENSI EKONOMIS PEMELIHARAAN AYAM BROILER JANTAN YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG Salvinia molesta RAWA PENING

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi 4 : METODE UNTUK MENENTUKAN AVAILABILITAS ASAM AMINO PADA UNGGAS

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi 4 : METODE UNTUK MENENTUKAN AVAILABILITAS ASAM AMINO PADA UNGGAS PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA Materi 4 : METODE UNTUK MENENTUKAN AVAILABILITAS ASAM AMINO PADA UNGGAS Tujuan Untuk mengetahui beberapa metode penentuan availabilitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2015 sampai dengan 22 November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP KONSUMSI PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN DAN RETENSI NITROGEN AYAM BROILER JANTAN

SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP KONSUMSI PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN DAN RETENSI NITROGEN AYAM BROILER JANTAN digilib.uns.ac.id SUPLEMENTASI LISIN DALAM RANSUM RENDAH PROTEIN TERHADAP KONSUMSI PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN DAN RETENSI NITROGEN AYAM BROILER JANTAN Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : Teteg

Lebih terperinci