BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sector terkait lainnya seperti sektor pendidikan, sektor ekonomi, sektor sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan ketersediaan data mengenai penduduk sebagai sasaran program pembangunan kesehatan (Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan ). Depkes RI. (2007) menyatakan pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih dalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai 5 tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional, maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya. 1

2 2 Tujuan Pembangunan Kesehatan sebagaimana yang tercantum didalam Sistem Ketahanan Nasional (SKN) adalah untuk tercapainya hidup sehat bagi setiap penduduk Indonesia sehingga mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk itu, perlu ditingkatkan upaya memperluas pelayanan kesehatan pada masyarakat secara menyeluruh, terpadu, merata, dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu daya saing generasi yang mempunyai Sumber Daya Manusia. Penduduk sasaran program pembangunan kesehatan sangatlah beragam, sesuai dengan karakteristik kelompok umur tertentu atau didasarkan pada kondisi siklus kehidupan yang terjadi. Beberapa upaya program kesehatan memiliki sasaran ibu hamil, ibu melahirkan, dan ibu nifas; sedangkan beberapa program lainnya dengan penduduk sasaran terfokus pada kelompok umur tertentu, meliputi : bayi, batita, balita, anak balita, anak usia sekolah SD, wanita usia subur, penduduk produktif, usia lanjut dan lain-lain (Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan ). Sepanjang rentang kehidupannya, semenjak dari masa kehamilan sampai meninggal manusia selalu mengalami perubahan, baik perubahan dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahan-perubahan tersebut terus berlangsung karena terjadi pertumbuhan dan perkembangan pada dirinya. Pertumbuhan dan perkembangan dalam kehidupan manusia merupakan dua sisi mata uang, yang menunjukkan gambaran yang berbeda namun merupakan dua hal

3 3 yang tak terpisahkan, bahkan kadang kala dikacaukan pengertiannya (Herawati Mansur. 2011). Sigmund Freud cit Sunaryo (2004) dalam teori perkembangannya mengatakan bahwa anak usia 3-6 tahun termasuk dalam fase anal yaitu ditandai dengan berkembangnya kepuasan (kateksis) dan ketidakpuasan (antikateksis) disekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan fases (buang air besar) timbul perasaan lega, nyaman dan puas. Kepuasan tersebut bersifat egosentrik yaitu anak mampu mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Kebiasaan dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil akan menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak di masa mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin, manja, dan yang terpenting adalah dimana nanti pada saatnya anak akan mengalami masalah psikologis. Anak akan merasa berbeda dan tidak dapat mengontrol buang air besar dan buang air kecil (Ayi. 2012). Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional di perkirakan jumlah balita yang sudah mengontrol buang air besar dan buang air kecil di usia prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karena banyak hal, pengetahuan yang kurang tentang cara melatih BAB dan BAK, pemakaian popok sekali pakai, hadirnya saudara baru dan masih banyak hal lainnya.

4 4 Melakukan toilet training memang harus melihat kesiapan anak secara fisik dan mental serta kesiapan orang tua. Namun, prosesnya juga tidak boleh terlambat dilakukan. Usia dua sampai tiga tahun harus sudah dikenalkan ke toilet, apa itu BAK dan BAB. Jika sudah lewat dari usia tiga tahun, apalagi ketika akan memasuki masa sekolah, namun belum diberi toilet training, itu akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial si kecil (Ayi. 2012). Tidak ada patokan usia kapan toilet training (TT) harus dimulai. Saat yang tepat tergantung dari perkembangan fisik dan mental anak. Anak berusia di bawah 12 bulan tidak mempunyai kontrol terhadap kandung kemih dan buang air besar, 6 bulan sesudahnya ada sedikit kontrol. Antara 18 dan 24 bulan beberapa anak sudah menunjukkan kesiapan, tetapi beberapa anak belum siap sampai usia 30 bulan atau lebih (Rini Sekartini. 2009). Menurut penelitian American Psychiatric Association dalam Medicastore. 2008, dilaporkan bahwa 10-20% anak usia 5 tahun, 5% anak usia 10 tahun, hampir 2% anak usia tahun, dan 1% anak usia 18 tahun masih mengompol (nocturnal enuresis), dan jumlah anak laki-laki yang mengompol lebih banyak dibanding anak perempuan ( Studi teranyar merekomendasikan para orang tua untuk mulai mengenalakan toilet training saat anak berusia bulan. Anak yang baru mulai belajar menggunakan toilet di atas usia 3 tahun cenderung lebih sering mengompol hingga usia sekolah. Sebaliknya, bila ibu mulai mengenalkan anak untuk pipis dan

5 5 buang air besar di toilet sebelum ia berusia 27 bulan justru lebih sering gagal (Kompas. 2010). Berdasarkan data awal yang peneliti peroleh di Desa Miruk, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar, diperoleh sebanyak 34 ibu yang memiliki anak usia 2-4 tahun. Dari survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 15 orang ibu yang memiliki anak usia 2-4 tahun, 11 diantara anak-anak tersebut masih memiliki kebiasaan yang salah dalam buang air kecil dan buang air besar. Misalnya, masih mengompol di malam hari, buang air besar dan buang air kecil di celana tanpa memberitahu ibu, kurang mandiri dalam hal penggunaan toilet serta buang air besar dan buang air kecil sambil menangis. Dari hasil pengamatan sementara peneliti, juga terlihat kurangnya pengetahuan ibu dalam hal tata cara mengaplikasikan penggunaan toilet terhadap anakanaknya, misalnya ibu membentak anaknya pada saat anak mengompol di malam hari dan buang air besar dan buang air kecil di celana, kemudian kurang tanggap terhadap anaknya pada saat anak buang air besar dan buang air kecil. Berdasarkan uraian di atas bahwa keluarga ikut memegang peranan penting dalam merawat anggota dalam perkembangan yang bisa dicapai seorang anak terutama dalam kehidupan sehari-hari si anak. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengaplikasikan kesiapan toilet training pada anak usia 2-4 tahun di desa Miruk Kec. Krueng Barona Jaya Kab. Aceh Besar.

6 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengaplikasikan kesiapan toilet training pada anak usia 2-4 tahun di desa Miruk Kec. Krueng Barona Jaya Kab. Aceh Besar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengaplikasikan kesiapan toilet training pada anak usia 2-4 tahun di desa Miruk Kec. Krueng Barona Jaya Kab. Aceh Besar. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan ibu terhadap pelaksanaan toilet training pada anak usia 2-4 tahun di desa Miruk Kec. Krueng Barona Jaya Kab. Aceh Besar. b. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan ibu terhadap pelaksanaan toilet training pada anak usia 2-4 tahun di desa Miruk Kec. Krueng Barona Jaya Kab. Aceh Besar. c. Untuk mengetahui pengaruh kesiapan psikologis anak terhadap pelaksanaan toilet training pada anak usia 2-4 tahun di desa Miruk Kec. Krueng Barona Jaya Kab. Aceh Besar.

7 7 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan Dapat menambah wawasan dan pengetahuan khusus tentang toilet training pada anak usia 2-4 tahun 2. Bagi peneliti Sebagai bahan masukan dalam penambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis dalam penerapan ilmu yang diperoleh. 3. Bagi Institusi Pendidikan Menambah bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu atau penelitian lebih lanjut bagi yang membutuhkannya khususnya tentang penerapan toilet training pada anak usia 2-4 tahun. 4. Bagi masyarakat Memberikan masukan atau informasi kepada ibu mengenai toilet training dan perilaku yang seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam melatih toilet training pada anak usia 2-4 tahun.

8 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Toilet Training pada anak 1. Pengertian Toilet Training (Pelatihan Buang Air) Menurut Hierarki Maslow bahwa kebutuhan dasar manusia yang paling utama adalah kebutuhan fisik dan biologis. Kebutuhan ini juga berlaku pada anak, anak butuh makan, minum, menghirup udara segar, kehangatan, eliminasi baik itu buang air besar maupun buang air kecil. Kesemuanya ini akan berjalan dengan lancar jika bantuan aktif dari orang tua (Nita Nur Sugiarti. 2008). Menurut Gilbert 2003, ada banyak hal yang menyertai pertumbuhan seorang anak terutama dalam tiga tahun pertama kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat pesat pada lima tahun pertama kehidupan anak. Proses ini mencakup perkembangan kemampuan kognitif dan perilaku. Seringkali dalam membesarkan anak, para orangtua terjebak dalam pola pikir untuk menyelesaikan semua pendidikan anak secepat mungkin, baik itu berbicara, berjalan, bahkan menggunakan toilet. Sebenarnya semua hal tersebut merupakan langkah perkembangan normal yang prosesnya tidak perlu terburu-buru. Menyesuaikan pemberian latihan dengan usia anak adalah hal yang wajib diperhatikan. Demikian pula dengan toilet training, di mana orangtua/pengasuh mengajarkan cara-cara buang air

9 9 kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) di toilet pada anak. Selain itu perlu diperhatikan teknik pelaksanaan dan sikap orang tua. Berhasil atau tidaknya fase toilet training ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya dari seorang anak yaitu kemampuan mengendalikan perkemihan dan pencernaan ( Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Hidayat. 2008). Toilet Training pada anak adalah latihan menanamkan kebiasaan pada anak untuk aktivitas buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya (toilet), (Bunda edisi ). Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol hajatnya apakah itu saat ia ingin buang air kecil atau buang air besar, Selain itu anak diharapkan mampu BAK dan BAB di tempat yang telah ditentukan (Bunda edisi ). Toilet training adalah upaya pelatihan kontrol buang air kecil dan buang air besar anak yang masing masing dilakukan oleh sistem perkemihan dan defekasi

10 10 Seseorang mungkin berharap anak segera dapat dilatih untuk melakukan toilet training. Namun, tak ada patokan waktu yang pasti kapan hal itu sebaiknya dimulai, apakah di musim semi atau di musim panas, walaupun itu dianggap ideal. Patokan utamanya adalah kesiapan fisik dan mental anak. Umumnya, pada anak yang normal mereka akan siap pada usia bulan, atau bahkan pada usia lebih dari itu (Vicki Lansky. 2006). Peter Stavinoha, penulis buku Stress-Free Potty Training, mengatakan bahwa usia tidak bisa dijadikan patokan untuk menentukan kapan anak harus mulai diajarkan menggunakan toilet. "Meski rata-rata anak sudah bisa diajarkan di usia 2, 5 tahun tapi tidak semua anak sama. Kuncinya adalah saat perkembangan fisik, emosi, dan psikologis anak siap (Kompas. 2010). Beberapa tanda yang penting pada anak adalah: pola buang air yang lebih jarang sehingga anak bisa memakai popok kering lebih lama (sekitar beberapa jam), kemampuan anak untuk mengerti perintah dan penjelasan sederhana, keinginan untuk menirukan kebiasaan rutin orang dewasa di kamar mandi, saat anak mulai suka terhadap kerapian dan tidak suka saat merasa dirinya basah atau kotor. Yang perlu di ingat oleh seorang ibu adalah jika ia memaksa, hal yang akan terjadi adalah adegan kejar-kajaran dengan si kecil (Vicki Lansky. 2006). Jika anak tidak merespon atau menunjukkan minat, atau jika ibu akhirnya berdebat karena keinginannya berbeda, tundalah seluruh upaya ini sampai beberapa minggu atau bulan. Sikap seorang ibu sebaiknya tenang dan jangan

11 11 terlalu banyak memperhatikan anjuran teman atau kerabat (Vicki Lansky. 2006). Masalah lainnya ialah masalah mengompol (buang air kecil yang tidak terkontrol) di malam hari sering membuat anak maupun orang tua putus asa. Umumnya hal ini lebih sering dialami anak laki-laki, dan bisa berlanjut hingga usia prasekolah, atau bahkan lebih. Sebaiknya ibu minta dokter memeriksa apakah tidak ada penyebab fisik lain. Hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa mengompol dapat dikaitkan dengan reaksi alergi terhadap susu. Atau, bisa saja mengompol terjadi karena anak tertidur dengan sangat lelap sehingga tidak membaca tanda-tanda yang diberikan oleh tubuhnya (Vicki Lansky. 2006). Hal ini dapat ditunjukan anak mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk dilatih buang air besar dan kecil, demikian juga kesiapan psikologis di mana anak membutuhkan suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar atau kecil. Persiapan intelektual pada anak juga dapat membantu dalam proses buang air besar dan kecil. Hal ini ditunjukkan apabila anak memahami arti buang air besar atau kecil sangat memudahkan proses dalam pengontrolan, anak dapat mengetahi kapan saatnya harus buang air kecil dan kapan saatnya harus buang air besar, kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya buang air kecil dan buang air besar (toilet

12 12 training). Pelaksanaan toilet training dapat dimulai sejak dini untuk melatih respon terhadap kemampuan untuk buang air kecil dan buang air besar. Keberhasilan toilet training tergantung pada cara pengajaran bertahap yang sesuai dengan anak anda. Ibu harus mendukung usaha anak anda. Jangan menginginkan hasil yang terlalu cepat. Berikan anak pelukan dan pujian jika mereka berhasil. Bila terjadi kesalahan jangan mamarahi atau membuat mereka sedih. Hukuman akan membuat mereka merasa bersalah dan membuat toilet training menjadi lebih lama (Bunda Edisi ). 2. Tahapan toilet training Pengaturan buang air besar dan berkemih diperlukan untuk keterampilan sosial, mengajarkan toilet training (TT) membutuhkan waktu, pengertian dan kesabaran. Hal terpenting untuk diingat adalah bahwa anda tidak dapat memaksakan anak untuk menggunakan toilet. The American Academy of Pediatrics telah mengembangkan brosur ini untuk membantu anak anda melewati tahap penting perkembangan sosial (Rini Sekartini. 2009). Pelatihan buang air besar biasanya mulai dilakukan pada saat anak berumur 2-3 tahun, sedangkan pelatihan buang air kecil dilakukan pada umur 3-4 tahun. Pada umur 5 tahun, kebanyakan anak sudah dapat melakukan buang air besar sendiri; melepas pakaian dalamnya sendiri, membersihkan dan mengeringkan penis, vulva maupun anusnya sendiri serta kembali memakai pakaian dalamnya sendiri.

13 13 Toilet training memang perlu diajarkan sejak dini pada anak. Tetapi kebanyakan ibu tidak menunggu sampai sang anak menunjukkan ia ingin pergi ke toilet sendiri karena takut anaknya tidak akan pernah belajar. Melatih toilet training juga dapat membantu meringankan beban ibu di saat-saat harus menggantikan pampersnya yang sudah kotor. Walau bagaimanapun, sedari dini anak harus diajarkan toilet training agar melatihnya lebih mandiri (Nita Nur Sugiarti. 2008). Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti membiasakan menggunakan toilet training pada anak untuk buang air, dengan membiasakan anak masuk kedalam WC anak akan lebih cepat beradaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air (Nita Nur Sugiarti. 2008). Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu-waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan selesai makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum melakukan dengan baik (Nita Nur Sugiarti. 2008).

14 14 Ibu mungkin berharap anak segera dapat dilatih untuk melakukan toilet training. Namun, tak ada patokan waktu yang pasti kapan hal itu sebaiknya dimulai, apakah dimusim semi atau dimusim panas, walaupun itu dianggap ideal. Patokan utamanya adalah kesiapan fisik dan mental anak (Nita Nur Sugiarti. 2008). Prinsip dalam melakukan toilet training ada 2 langkah yaitu melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri: a. Melihat kesiapan anak Mengajari cara buang air besar yang paling mudah pada anak adalah ketika anak siap melaksanakan tahapan ini dan ia mampu bekerja sama. Memulai sebelum anak siap hanya akan mengundang masalah dan sering menyebabkan kecelakaan dalam pemakaian kamar kecil (Hidayat. 2008). b. Persiapan dan perencanaan Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal ini yang perlu diperhatikan yaitu dengan menggunakan istilah yang mudah di mengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air. Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab anak-anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tuanya hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila basah karena enkopresis atau terkena kotoran, sehingga anak merasa risih bila menggunakan celana yang basah dan kotor. Meminta padanya untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila ia ingin buang air dan bila anak mampu mengendalikan

15 15 dorongan buang air maka jangan lupa berikan pujian pada anak (Farida. 2008). Latihan miksi biasanya dicapai sebelum defekasi karena ini merupakan aktivitas regular yang dapat diduga. Sementara, defekasi merupakan suatu sensasi yang lebih besar dari pada miksi, yang dapat menimbulkan perhatian si anak (Nursalam. Et All. 2005). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan toilet training a. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk didalamnya adalah belajar (Sudarajat, 2008). b. Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh pada pengetahuan ibu tentang penerapan toilet training, apabila pendidikan ibu rendah berpengaruh pada pengetahuan tentang penerapan toilet training sehingga berpengaruh pada saat melatih secara dini penerapan toilet training. Menurut Bloom (1908), untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan manusia dalam tiga ranah perilaku, yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik atau tindakan (practice). Mulai 4 dari pengetahuan ibu tentang apa itu toilet training, bagaimana cara toilet

16 16 training serta apa saja yang dibutuhkan dalam toilet training, setelah ibu mengetahui tentang toilet training, ibu harus mempersiapkan diri serta balita untuk latihan toilet training, diharapkan setelah ibu memahami dan mempersiapkan diri untuk toilet training, ibu dapat mempraktekkan apa yang telah diketahui dan dipersiapkan untuk toilet training (Notoatmodjo. 2010). Memang suatu tugas yang besar pada anak adalah toilet training atau pendidikan menjadi ceri/bersih. Control volunteer dari spingter ani dan uretha dicapai pada waktu anak dapat berjalan dan biasanya terjadi antara usia bulan (bagi anak yang normal tanpa keterbelakangna mental). Namun, factor kesiapan psikologis sangat berpengaruh pada kesiapan toilet training (Nursalam, et All. 2005). Keberhasilan toilet training tergantung pada: persiapan fisik, persiapan psikologis, persiapan intelektual (Apriyani Puji Hastuti, 2012) 1) Kesiapan Fisik Indikator anak kesiapan fisik: anak mampu duduk atau berdiri. Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan melakukan buang air kecil dan buang air besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus mandapat perhatian karena kemampuan untuk

17 17 buang air besar ini lancar dan tidaknya dapat dilihat dari kesiapan fisik sehingga ketika anak berkeinginan untuk buang air kecil dan buang air besar sudah mampu dan siap untu melakukannya. Selain itu, yang harus dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak mengompol setelah tidur (Apriyani Puji Hastuti, 2012) 2) Kesiapan Psikologis Indikator kesiapan psikologis: adanya rasa nyaman sehingga anak mampu mengotrol dan konsentrasi dalam merangsang BAK dan BAB. Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan buang air besar seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu buang air besar atau buang air kecil, ekspresi wajah menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel atau meninggalkannya, adanya keinginantahuan kebiasaan toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan pada orangtuanya (Apriyani Puji Hastuti, 2012) 3) Kesiapan intelektual Indiklator kesiapan intelektual: anak paham arti BAK atau BAB memudahkan pengontrolan anak dapat mengetahui kapan saatnya harus BAB & BAK anak memiliki kemandirian dalam mengontrol BAB & BAK. Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan buang air besar antara lain kemampuan anak untuk mengerti buang air kecil dan buang air besar, kemampuan

18 18 mengkomunikasikan buang air kecil dan buang air besar, anak menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air besar, mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru prilaku yang tepat seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil dan buang air besar (Apriyani Puji Hastuti, 2012). Dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan buang air besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: hindari pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air besar, mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka saat bangun tidur, cuci muka, cuci kaki, dan lain-lain (Apriyani Puji Hastuti, 2012) 4. Cara melatih toilet training pada anak a. Tehnik lisan Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara ini benar dilakukan oleh orang tua dan mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang air besar. Dimana kesiapan psikologis anak akan semakin matang sehingga

19 19 anak mampu melakukan buang air kecil dan buang air besar (Warta warga, 2009). Tehnik ini dimana orang tua mengucapkan apa-apa yang ada dalam pikirannya sendiri, dalam paralel-talk orang tua berperan memverbalkan apa apa yang mungkin sedang dipikirkan dan dirasakan anak. Dalam hal ini butuh latihan dan kecermatan orang tua untuk membaca keinginan dan perasaan anak (Tsurakarta, 2009). b. Teknik modeling Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya. Cara ini juga dapat dilakukan dengan membiasakan anak buang air kecil dan buang air besar dengan cara mengajaknya ke toilet dan memberikan pispot dalam keadaan yang aman. Namun dalam memberikan contoh orang tua harus melakukannya secara benar dan mengobservasi waktu memberikan contoh toilet training dan memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet training (Warta Warga, 2009). Dalam terapi bahasa, keterlibatan orang tua sangat mutlak. Karena itu sebaiknya terapis melibatkan orang tua sejak proses observasi awal, pembuatan program dan pada tahap terapi. Orang tua tidak harus selalu hadir diruang terapi, cukup dengan beberapa kali mengajak orang tua

20 20 mengamati proses terapi dan kemudian melanjutkan model yang sama dirumah (Tsurakarta, 2009). B. Manfaat Toilet Training Dalam Warta Warga (2007), tujuan dari pengajaran toilet training adalah mengajarkan kepada anak untuk mengontrol keinginannya BAB atau BAK. Hal ini berhubungan dengan perkembangan sosial anak di mana ia dituntut secara sosial untuk menjaga kebersihan diri dan melakukan BAB atau BAK pada tempatnya, yaitu toilet ( 1. Kemandirian Toilet Training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar (Bunda edisi 256, 2011). 2. Mengetahui bagian-bagian tubuh dan fungsinya Toilet Training bermanfaat pada anak sebab anak dapat mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya (anatomi) tubuhnya. Dalam proses toilet training terjadi pergantian impuls atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Bunda edisi 256, 2011). C. Dampak toilet training

21 21 Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentive di mana anak cenderung bersikap keras kepala. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air atau melarang anak saat berpergian. D. Konsep Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu. Terjadinya pengetahuan adalah setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran, yakni mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo. 2010). Ahmadi (2003) mengatakan pengetahuan adalah kesan dalam pemikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul dan penerangan-penerangan yang keliru. Pengetahuan itu sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah pendidikan formal. Jadi pengetahuan sangat erat hubunganya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi

22 22 perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah, mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa, peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu positif dan negative. Kedua aspek ilmiah yang pada akhirnya akan menentukan sikap seseorang tentang suatu objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Melalui pengalaman dan penelitian diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkap bahwa sebelum terjadi Adopsi perilaku, di dalam diri sesorang secara berurutan terjadi proses sebagai berikut: a) Awareness (kesadaran) yaitu proses menyadari dalam arti mengetahui stimulus atau objek terlebih dahulu. b) interest, yakni seseorang mulai tertarik terhadap stimulus c) Evaluation (evaluasi) yaitu proses menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik. d) Trial, yaitu orang mulai mencoba melakukan sebuah perilaku baru e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo. 2007).

23 23 Namun demikian, penelitian selanjutnya membuktikan bahwa tidak seluruh tahap dilewati dalam pencapaian adopsi. Apabila penerimaan adopsi sebuah perilaku didasari oleh adanya pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif maka hal tersebut akan menyebabkan perilaku yang langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). 2. Jenis-Jenis Pengetahuan Pengetahuan seseorang berbeda-beda. Secara garis besar pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai pengingatan (recall) terhadap sebuah materi yang sebelumnya sudah dipelajari. Termasuk dalam tingkat ini adalah kemampuan untuk recall atau mengingat kembali sesuatu hal spesifik dari pelajaran terdahulu. Pengukuran tercapainya kualitas pengetahuan ini adalah dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Misalnya, tahu bahwa buah tomat banya mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaanpertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan pemberantasan sarang nyamuk, dan sebagainya (Notoatmodjo. 2010).

24 24 b. Memahami (comprehension) Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi, maka harus bisa menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya, terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang perencanaan proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau dimana saja. Orang yang telah paham metodologi peneletian, ia akan mudah membuat proposal penelitian di mana saja (Notoatmodjo, 2010). d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam sebuah struktur pengorganisasian, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

25 25 menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungakan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu hal baru dari hal-hal yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2010). f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pekerjaan atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang

26 26 telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2010). 3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ada 6 yaitu : a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar dan madrasah ibtidayah atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah menengah pertama dan madrasah sanawiyah atau bentuk lain sederajat, pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan tinggi terdiri dari diploma, sarjana, magister, spesialis dan dokter yang di selengarakan perguruan tinggi (Sisdiknas, 2003). b. Media / informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi

27 27 akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Hidayat, 2007). Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan rendah, tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Hidayat, 2007). Pengetahuan seseorang tidak secara mutlak dipengaruhi oleh pendidikan karena pengetahuan dapat juga diperoleh dari pengalaman masa lalu, namun tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami informasi yang diterima yang kemudian menjadi dipahami. c. Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan

28 28 untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja. Semua pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan, namun perlu diperhatikan disini bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar, diperlukan berpikir kritis dan logis (Notoadmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan diantaranya adalah pengalaman, semakin banyak seseorang mendengar, melihat dan

29 29 melakukan tindakan maka semakin bertambah pengetahuan tentang subjek tersebut (Taufik, 2007). f. Usia Mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Menurut teori Notoadmodjo (2007), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu memang daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Pengetahuan sebagai bagian dari perilaku kesehatan, dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat, tradisi dan kepercyaan masyarakat, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya menjaga kesehatan ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat. Di samping itu, kepercayaan, tradisi, dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong dan menghambat perilaku. Faktor-faktor ini terutama yang positif dapat

30 30 mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering pula disebut dengan faktor pemudah. b. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk tercapainya perilaku, misalnya perilaku kesehatan masyarakat. Contohnya adalah ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk pula di dalam hal ini fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga medis. Untuk berperilaku sehat, masyarakat membutuhkan sarana dan prasarana mendukung yang memadai. Seseorang yang melakukan perilaku sehat bukan hanya karena kesadaran dan pengetahuan, melainkan juga karena ketersediaan fasilitas. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin pemudah. c. Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas, termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang, peraturan, baik dari pusat maupun dari perda. Selain kesadaran dan pengetahuan yang didukung oleh fasilitas yang memadai, seseorang dalam berperilaku juga membutuhkan perilaku contoh (acuan) dari tokoh-tokoh. Selain itu peraturan dan undang-undang juga

31 31 memperkuat keberadaan suatu perilaku.oleh sebab itu, intervensi pendidikan hendaknya dimulai dengan memperhitungkan ketiga faktor tersebut, kemudian intervensinya diarahkan pula pada ketiga faktor tersebut. Pendekatan ini disebut dengan model Precede, yaitu predisposing, reinforcing, and enabling cause in educational diagnosis and evaluation (Notoatmodjo. 2010). E. Pendidikan Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya, pendidikan meliputi SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi (Notoatmodjo. 2005). Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses paparan/materi pendidikan kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku/tujuan pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan sikap, kepercayaan, keterampilan aspek-aspek kelakuan lainnya. Setiap individu pada umumnya menginginkan pendidikan makin banyak dan makin tinggi pendidikan seseorang maka makin baik tingkat pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo. 2005). Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003, system pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

32 32 mangembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bansa dan negara. Tingkat pendidikan ibu turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memehami pengetahuan yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang agar lebih tanggap adanya masalh perkembangan anak salah satunya penerapan toilet training di dalam keluarganya. Adapun tujuan pendidikan menurut Notoatmodjo (2005) adalah suatu upaya untuk menanamkan pengetahuan atau pengertian pendapat dan konsep-konsep, persepsi serta menanamkan tingkah laku. Kebiasaan yang baru semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang dilakukan seperti halnya dalam memilih tempat pemerikasaan kehamilan untuk mendapatkan pelayanan pada ibu hamil. Jangka pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan adalah jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan ini merupakan pendidikan awal selama 9 tahun pertama maka sekolah anak-anak yaitu menengah. Pendidikan menengah merupakan lenjutan pendidikan dasar, diakhiri masa pendidikan SMP, para siswa harus mengikuti dan lulus ujian nasional untuk dapat melanjutkan pendidikan ke SMA. Pendidikan menengah ke atas merupakan lanjutan dari pendidikan menengah pertama. Pendidikan

33 33 perguruan tinggi merupakan lanjutan dari pendidikan menengah atas dengan pengetahuan dan perubahan sifat yang semakin bertambah dewasa (Wordpress. Com/2008). F. Kesiapan psikologis anak Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia. Sedangkan jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbuatan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan lingkungan (Abu Ahmadi. 2009). Psikologi kognitif ialah suatu ilmu yang mempelajari proses-proses membentuk gagasan, menyelesaikan beragam masalah dan membuat keputusan (Laura A. king. 2010). Masa prasekolah merupakan fase perkembangan individu pada usia 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap mencelakakan dirinya (berbahaya), (Herawati. 2011) Karena manusia pertama-tama tergantung sekali pada orang lain, maka penting sekali peranan orang tersebut misalkan ibu, terhadap perkembangan kepribadian anak. Pengaruh orang tua dan lingkungan masa kanak-kanak itu tidak berhenti dimasa kanak-kanak saja, tetapi berlangsung terus, kadang-kadang

34 34 sampai seumur hidup, khususnya pengaruh yang berupa pengalaman-pengalaman yang menegangkan, menakutkan, mengoncangkan, membahayakan dan lain-lain (Sarwono. 2003). Pada usia 2-3 tahun seorang anak mulai melihat kemampuan-kemampuan tertentu pada dirinya. Sikap terhadap orang tua mulai berubah. Disatu pihak masih membutuhkan orang tua, dilain pihak rasa keakuannya mulai tumbuh dan ia ingin mengikuti kehendak-kehendaknya sendiri (sarwono.2003). Menurut Hurlock tahun 1980, buang air yang terkendali atau terlatih merupakan keterampilan fisik dan motorik yang harus dicapai oleh bayi. Kemampuan untuk mengendalikan buang air ini sangat bergantung pada kematangan otot dan motivasi yang dimiliki. Ketika baru lahir bayi belum mampu mengendalikan buang airnya, sehingga buang air dilakukan setiap saat. Pada usia 4 bulan, interval buang airnya sudah dapat diramalkan (Herawati. 2011). Pengendalian buang air besar rata-rata dimulai pada usia 6 bulan, dan kebiasaan pengendalian buang air besar baru terbentuk pada akhir masa bayi. Sedangkan pengendalian buang air kecil dimulai pada usia 15 hingga 16 bulan, namun sampai akhir masa bayi pengendalian buang air kecil ini belum sempurna (Herawati. 2011). Seorang psikolog perkembangan mengatakan, kalau bayi tidak merasa mengompol karena selalu pakai pospak, ia jadi kehilangan kesempatan belajar kenal tanda-tanda mau buang air kecil (BAK) dan keinginan untuk mengendalikannya hingga tiba di tempat yang semestinya, yakni toilet. Kita sama-

35 35 sama tahu, bayi mungil belum memiliki kemampuan mengontrol pembuangannya, baik BAK maupun BAB ( Kemampuan mengontrol buang air besar (BAB), rata-rata dimulai pada usia 6 bulan. Sedangkan kemampuan mengontrol BAK berkisar antara bulan. Umumnya bayi yang berusia kurang dari 6 bulan akan BAK setiap 1-2 jam sekali. Memasuki usia 6 bulan ke atas, frekuensi tersebut mulai berkurang. Sayangnya, tak semua orangtua menyadari bahwa mengompol pada bayi memberikan banyak manfaat untuk tumbuh kembangnya kelak. manfaat-ngompol-pada-anak/). Tak perlu khawatir bahwa mengompol akan mengganggu tidur si bayi, karena umumnya setelah diganti popok dan alasnya, ia akan tertidur kembali. Pada masa tidur itulah tubuhnya aktif memperbaiki sel-sel otak yang rusak dan memproduksi sekitar 75% hormon pertumbuhan. Namun patut diingat, umumnya bayi tidak memiliki masalah tidur, ia bisa cepat tertidur pulas kembali setelah ngompol ( Menurut psikolog Ivonne Edr SPsi, kepala divisi TPA Ubaya, saat yang tepat untuk memulai toilet training adalah ketika anak dan orang tua sama-sama siap. Anak mulai bisa mengenali bahwa popok atau celananya basah atau kotor serta bisa mengeluarkan kata-kata sederhana seperti Ma, pipis. Sementara itu, bunda juga sedang tidak terikat dengan komitmen lain sehingga bisa fokus, paparnya (Jawa Pos. 2012).

36 36 Memasuki usia 18 bulan, pada umumnya si kecil sudah mampu berjalan untuk menuju ke toilet, tentunya dengan pengawasan orang tua. Pada usia tersebut, dia juga mulai bisa mengenali ada rasa basah yang tidak nyaman di tubuhnya. Selain melihat kesiapan fisiknya, perhatikan juga kesiapan mental atau psikologis si anak. Sebab, seorang anak yang sudah siap secara fisik belum tentu siap meninggalkan kenyamanan popoknya (Jawa Pos. 2012). Tahap awal, biasanya anak menunjukkan reaksi fisik atau tanda-tanda saat ada tekanan dari dalam tubuhnya. Tanda-tanda yang diperlihatkan setiap anak bisa jadi berbeda. Ortu harus peka mengenali ketika anak mengejan, meremas celananya, menyilangkan kaki, mundur ke pojok, atau bersembunyi. Tandanya dia akan BAK atau BAB, urai Ivonne (Jawa Pos. 2012). Adapun Faktor-faktor yang mendukung Toilet Training pada anak: a. Kesiapan Fisik 1. Usia telah mencapai bulan 2. Dapat jongkok kurang dari 2 jam 3. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan 4. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian b. Kesiapan Mental 1. Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi 2. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih.

37 37 3. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain c. Kesiapan Psikologis 1. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu 2. Mempunyai rasa ingin tahu dan penasaran terhadap kebiasaan orang dewasa dalam BAK dan BAB 3. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera diganti d. Kesiapan Anak 1. Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan devekasi 2. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan devekasi pada anaknya 3. Tidak mengalami koflik tertentu atau stress keluarga yang berarti (Perceraian), (Warta Warga. 2009). G. Kerangka Teori Menurut teori Hidayat yaitu: 1. Dukungan keluarga 2. Kemandirian anak 3. Kesiapan anak

38 38 a. Kesiapan fisik b. Psikologis c. Intelektual Menurut teori Henry yaitu: 1. Pengetahuan Ibu dalam mengaplikasikan kesiapan Toilet Training Menurut teori Notoatmodjo yaitu: pada anak usia 2-4 Tahun 1. Pendidikan 2. Pengalaman Gambar 2.1. kerangka Teori

39 39 BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN H. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini dibuat berdasarkan teori menurut Henry (2008) yaitu: pengetahuan Toilet training sangat penting dimiliki oleh seorang ibu. Sedangkan menurut Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa kehidupan anak juga sangat di tentukan dari keberadaanya bentuk dukungan dari keluarga, ketika masuk fase kemandirian anak dan kesiapan anak. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti gambar dibawah ini : Variabel Independen Variabel Dependen Pengetahuan Ibu Pendidikan Ibu Ibu dalam mengaplikasikan kesiapan Toilet Training pada anak usia 2-4 Tahun Kesiapan psikologis anak Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

40 40 I. Definisi Operasional Variable Definisi Penelitian Operasional Variabel Dependen Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Kesiapan ibu Latihan Membagikan Kuesioner - Ada Ordinal dalam penggunaan kuesioner - Tidak Ada mengaplikasikan toilet untuk kepada ibu yang toilet training mengontrol memiliki anak pada anak usia 2- BAB dan usia 2-4 tahun 4 tahun BAK Variabel Independen Pengetahuan Ibu Pemahaman Membagikan Kuesioner - Tinggi bila Ordinal ibu tentang kuesioner x > 12 cara mengajari kepada ibu yang - Sedang bila toilet training memiliki anak x = 8-12 dengan benar usia 2-4 tahun - Rendah bila pada anak x < 8 Pendidikan Ibu Pendidikan Membagikan Kuesioner - Tinggi Ordinal formal yang kuesioner - Menengah telah kepada ibu yang - Dasar diselesaikan memiliki anak ibu usia 2-4 tahun Kesiapan Adanya rasa Membagikan Kuesioner - Ada bila x Ordinal psikologis Anak ingin tahu kuesioner 4 anak dan rasa kepada ibu yang - Tidak Ada nyaman dalam memiliki anak bila x < 4 mengontrol usia 2-4 tahun BAB & BAK Tabel 3.1 Definisi Operasional J. Hipotesa Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP A. Toilet Training Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. (Hidayat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

TOILET TRAINING. C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Toilet Training Pada Anak

TOILET TRAINING. C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Toilet Training Pada Anak 1 TOILET TRAINING A. Pengertian Toilet Training Toilet Training pada anak adalah latihan menanamkan kebiasaan pada anak untuk aktivitas buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya (toilet). B. Tanda-Tanda

Lebih terperinci

TOILET TRAINING. 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati

TOILET TRAINING. 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati TOILET TRAINING 1) Imam Rifa i 2) Rut Aprilia Kartini 3) Sukmo Lelono 4) Sulis Ratnawati Definisi Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK

SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK SATUAN ACARA PENYULUHAN TOILET TRAINING PADA ANAK Disusun oleh kelompok 3 1. I Putu Endra Setyawan 2. K. Rani Ardinanthi 3. Lanang Galih Kriswianto 4. Maya Rosita 5. Mei Ratna Sari 6. Muhammad Reza 7.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) (Hidayat,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Defenisi Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon / jawaban di dalam acara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa anak adalah masa yang paling penting dalam proses pembentukan dan pengembangan kepribadian baik dalam aspek fisik, psikis, spiritual, maupun etika-moral. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerapan Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training Toilet training atau latihan berkemih dan defekasi adalah salah satu tugas perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008 ) Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, parkembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008 ) Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, parkembangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak merupakan derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak selanjutnya (Nursalam dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak selanjutnya (Nursalam dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia toddler merupakan usia emas karena perkembangan anak di usia ini yaitu usia 1-3 tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Sehingga apabila

Lebih terperinci

Psikologi Terapan UI ini.

Psikologi Terapan UI ini. SERING BUANG AIR BESAR DI CELANA Boleh jadi si kecil enggak sakit perut, tapi semata-mata lantaran ingin membangkang. Penyebabnya, toilet training yang salah. Dibanding si kecil mengompol, buang air besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga sangat berharap mempunyai anak. Orangtua dan keluarga adalah lingkungan pertama yang bertanggung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan atau hasil tahu seseorang dan terjadi terhadap objek melalui indra yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan tumbuh kembang dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu. Tahapan yang paling memerlukan perhatian adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati

BAB 1 PENDAHULUAN. namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang berbeda, namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati 2008). Setiap

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. pada kehidupan selanjutnya. Perhatian yang diberikan pada masa balita akan

Bab 1 PENDAHULUAN. pada kehidupan selanjutnya. Perhatian yang diberikan pada masa balita akan Bab 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak ia lahir sampai mencapai usia dewasa. Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sangat cepat. Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Pada tahun 2007 Menteri Kesehatan RI mencanangkan P4K dengan stiker yang merupakan upaya terobosan dalam percepatan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING DENGAN PENGGUNAAN DIAPER PADA ANAK USIA TODDLER (Suatu Penelitian Di Taman Kanak-Kanak PAUD Kecamatan Tilong Kabila

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai tempat atau lembaga pengasuhan yang dapat memberi kasih sayang. Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Toilet Training Ada banyak hal yang menyertai pertumbuhan seorang anak terutama dalam tiga tahun pertama kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat pesat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita

BAB I PENDAHULUAN. anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia batita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita Perkembangan kemampuan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi pada anak. Karena anak pertama kali berinteraksi dengan ibunya serta ayahnya dan anggota keluarga lain,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Pada periode ini anak akan mulai berjalan dan mengekplorasi rumah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Pada periode ini anak akan mulai berjalan dan mengekplorasi rumah dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toddler dan Teori Perkembangan 2.1.1 Definisi toddler Toddler merupakan anak anak usia 1-3 tahun yang dapat dilihat peningkatan ukuran tubuh terjadi secara bertahap bukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan mempelajari anatomi. tubuhnya sendiri serta fungsinya.(hidayat Alimul,2005)

BAB I PENDAHULUAN. anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan mempelajari anatomi. tubuhnya sendiri serta fungsinya.(hidayat Alimul,2005) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Pada toilet trainings

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. orang tua yang sudah memiliki anak. Enuresis telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enuresis atau yang lebih kita kenal sehari-hari dengan istilah mengompol, sudah tidak terdengar asing bagi kita khususnya di kalangan orang tua yang sudah memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Tomulabutao berlokasi di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugerah dari Tuhan yang mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan. Anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya mengalami berbagai permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training ( Pelatihan Buang Air ) Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangannya mengatakan bahwa anak usia toddler (1-3) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangannya mengatakan bahwa anak usia toddler (1-3) tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Toddler merupakan periode perkembangan dalam kehidupan anak antara usia 1 sampai 3 tahun (Nelson, 2000). Sigmun Frued dalam teori perkembangannya mengatakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 11 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. TINJAUAN PUSTAKA Masa anal berhubungan pula dengan soal kebersihan, keteraturan atau kerapihan yang ingin di terapkan orangtua kepada anak. Anak bukan lagi pribadi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

Kompetensi Apoteker Indonesia adalah :

Kompetensi Apoteker Indonesia adalah : 9 masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anticipatory guidance merupakan petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang. sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang. sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang diberikan oleh Allah SWT dan akan menjadi generasi penerus serta generasi masa depan bangsa. Dalam kehidupannya,

Lebih terperinci

Ima Syamrotul M Dosen Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Ima Syamrotul M Dosen Kebidanan Universitas Muhammadiyah Purwokerto GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG TOILET TRAINING ANAK USIA 2-5 TAHUN DI DESA BEJI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN BANYUMAS Ima Syamrotul M

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS 2.1.1. Pengertian Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), sekolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam rentan perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2009). Masa anak merupakan waktu anak untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training.

BAB I PENDAHULUAN. adalah aktifitas untuk mencapai tugas perkembangan melalui toilet training. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana seseorang yang sudah berkeluarga sangat berharap mempunyai anak. Jika anak dalam keadaan sehat, orang tuapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang dianjurkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun (enam) tahun yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut : 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Kondisi Demografi Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN Yeni Frestina, Chori Elsera, Dian Wahyu A Latar belakang Jumlah balita di Indonesia

Lebih terperinci

PENINGKATAN DISIPLIN MELALUI PEMBIASAAN TOILET TRAINING PADA ANAK PLAY GROUP DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH

PENINGKATAN DISIPLIN MELALUI PEMBIASAAN TOILET TRAINING PADA ANAK PLAY GROUP DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH PENINGKATAN DISIPLIN MELALUI PEMBIASAAN TOILET TRAINING PADA ANAK PLAY GROUP DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH Ayi Teiri Nurtiani 1 dan Neni Arigayanti 2 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Peningkatan disiplin

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S.

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S Oleh: ARI YUDANI NIM : Q 100 070 620 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS PRIMIPARA TENTANG MEMANDIKAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI LULUT BANJARMASIN ABSTRAK

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS PRIMIPARA TENTANG MEMANDIKAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI LULUT BANJARMASIN ABSTRAK Hidayah et al., Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Primipara.. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS PRIMIPARA TENTANG MEMANDIKAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI LULUT BANJARMASIN 1 AKBID Sari Mulia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Tanpa Rokok 2.1.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan merokok atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindaraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang

BAB I PENDAHULUAN. Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil. Toilet training dapat dilakukan pada anak usia 1-3 tahun ( Thompson,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II Enuresis Stres Susah buang air besar Alergi TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Enuresis Stres Susah buang air besar Alergi TINJAUAN PUSTAKA Faktor psikis A. Enuresis Pada Anak Stres a. Pengertian Psikologi Lingkungan Faktor fisik Genetik/familial Hambatan perkembangan Pola tidur Toilet trainning yang tidak adekuat Infeksi saluran kencing Stres

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perawatan BBLR Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian. Bayi berat lahir rendah

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 46 HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012 Oleh : Siti Dewi Rahmayanti dan Septiarini Pujiastuti STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK Pola asuh orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik melalui indra penglihatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tingkat Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari seseorang setelah menggunakan panca indera baik itu indra penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Untuk Menyusui Tinjauan tentang menyusui meliputi definisi menyusui, manfaat menyusui, karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. 2.1.1 Definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Masa Nifas Masa nifas disebut juga masa postpartum yaitu waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI TOILET TRAINING DI PAUD AL-AMIN BIMASDA KECAMATAN SETU TANGERANG SELATAN

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI TOILET TRAINING DI PAUD AL-AMIN BIMASDA KECAMATAN SETU TANGERANG SELATAN MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI TOILET TRAINING DI PAUD AL-AMIN BIMASDA KECAMATAN SETU TANGERANG SELATAN Nurjanah; Nini Fitriani Pengelola RA. Raudhatul Muthmainah, Bekasi nftalib@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 131/Menkes/SK/II/2004 dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem

BAB I PENDAHULUAN. 131/Menkes/SK/II/2004 dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk mendukung pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pengembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini adalah masa yang sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya karena merupakan masa peka dan masa emas dalam kehidupan anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air besar dan bladder control atau kontrol buang air kecil. Saat. yang tepat melakukan toilet training setelah anak mulai bisa

BAB I PENDAHULUAN. air besar dan bladder control atau kontrol buang air kecil. Saat. yang tepat melakukan toilet training setelah anak mulai bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Toilet training terdiri dari bowel control atau kontrol buang air besar dan bladder control atau kontrol buang air kecil. Saat yang tepat melakukan toilet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa di sekolah. Istilah belajar sebenarnya telah dikenal oleh masyarakat umum, namun barangkali

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapkan (Setiawati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Tentang Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkunagan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan dan Sikap 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dalam suatu negara yang sangat potensial bagi pembangunan nasional. Maka diperlukan bimbingan serta pembinaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Promosi Kesehatan 2.1.1. Pengertian Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 54321 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enuresis adalah inkontinensia urin pada usia dimana seharusnya seorang anak sudah mampu berkemih secara normal namun anak tidak dapat melakukannya sehingga

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU PENELITIAN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU Yusari Asih* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Yusariasih@gmail.com Masa balita adalah masa keemasan (golden

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan mengenai pengertian perkembangan, pengertian emosi, dan pengertian pendidikan anak usia dini. A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BERMAIN 1. Pengertian Bermain Bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja kesenangannya dan merupakan metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bermain tidak sekedar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan cepatnya perkembangan dalam era globalisasi, perilaku dan perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya cenderung akan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian (Wong, 2004). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian (Wong, 2004). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar (BAB). Toilet training

Lebih terperinci