PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT Oleh IFAN ARIANSYACH H PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN IFAN ARIANSYACH. Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pesisir Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. (Di bawah Bimbingan YUSALINA). Data Smeru dan BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 8090 desa pesisir di Indonesia, didapat nilai Indeks Kemiskinan atau Poverty Headcount Index (PHI) untuk masyarakat pesisir adalah sebesar 0,32 atau 32,14 persen dari penduduk desa pesisir tergolong miskin. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami wilayah pesisir secara rata-rata lebih miskin dibanding penduduk miskin di Indonesia pada umumnya yang hanya 0,18 atau 18 persen. Upaya untuk mengeluarkan masyarakat pesisir dari kemiskinan ini sebenarnya telah sejak dulu dilakukan oleh pemerintah, tercatat beberapa kebijakan pemerintah dilaksanakan secara langsung, yakni perluasan lapangan usaha, modernisasi alat tangkap, dan bantuan permodalan. Namun sayangnya programprogram Pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat pesisir lebih bernuansa bantuan dibandingkan dengan program pemberdayaan. Secara tidak langsung tentunya hal ini telah menimbulkan persepsi dan pola pikir yang keliru di masyarakat yang lebih menganggap program tersebut sebagaimana layaknya hadiah (charity). Dilandasi dari hal di atas, pemerintah dalam hal ini melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) merumuskan suatu bentuk program yang tidak hanya memberikan bantuan pinjaman modal secara bergulir, tetapi lebih memberdayakan masyarakat. Program ini diberi nama Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang sesuai dengan prinsip pemberdayaan yakni helping the poor to help themselves. Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir usia produktif skala mikro melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dengan melihat sejauhmana konsep umum secara nasional dari program PEMP dalam hal sasaran dan prioritas dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi, dan sejauh mana pengaruhnya terhadap pendapatan peserta program dengan memperhatikan perubahan tingkat pendapatan yang akan dibandingkan signifikansinya antara sebelum dengan sesudah mengikuti program PEMP, dari sisi ekonomi dan efeknya terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan. Wilayah Kabupaten Sukabumi terhitung seluas hektar yang persen atau seluas hektar diantaranya merupakan wilayah pesisir (agregat 9 kecamatan pesisir) dengan panjang garis pantai sepanjang 117 kilometer. Tercatat sebanyak jiwa atau sebesar persen dari total penduduk Kabupaten Sukabumi berdomisili di kawasan pesisir dengan Jumlah keluarga agregat di kecamatan pesisir sebanyak jiwa. Sedangkan untuk sebaran tingkat pendidikan kepala keluarga di kecamatan pesisir tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Sukabumi pada umumnya, dimana pada Kabupaten Sukabumi masih didominasi oleh lulusan SD hingga SLTP sebanyak atau 64,11, sedangkan di wilayah pesisir Jiwa atau 64,87 persen.

3 Pada keadaan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi, jenis mata pencaharian didominasi oleh sektor perikanan dan kelautan, tentunya hal ini berkaitan erat dengan ketersediaan SDA utama yang dimanfaatkan yakni sumberdaya pesisir dan lautan. Hal ini tentunya menunjukkan potensi yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (2006), Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Bukan Perikanan (RTBP) di pesisir Kabupaten sukabumi mencapai orang. Jenis usaha yang dilakukan antara lain Nelayan, Pedagang dan pengecer hasil perikanan, pengolah produk perikanan, budidaya, wisata bahari, dan kegiatan pendukung lainnya. Terhadap pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi, dapat digambarkan bahwa rata-rata peserta program PEMP masih berada dalam usia produktif (15-64), dimana penangkapan merupakan jenis usaha yang mendominasi, diikuti oleh pengolah, dan pedagang. Berdasarkan pengamatan juga diketahui bahwa sebesar 91,38 persen responden menyatakan bahwa mereka telah menjalani profesinya lebih dari lima tahun yang kebanyakan juga merupakan usaha turun temurun keluarga. Secara umum pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi dapat dikatakan sudah sesuai dengan sasaran yakni pelaku usaha perikanan dan kelautan (penangkap, pengolah ikan, pedagang ikan, dan wisata bahari). Namun terdapat kesalahan dalam memprioritaskan skala usaha peserta, dimana koperasi sebagai pelaksana di lapangan tidak memprioritaskan pelaku usaha yang berskala mikro, tetapi lebih kepada pelaku usaha yang berskala lebih besar. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk meminimalisir kredit macet. Pencapaian Program PEMP dari sisi ekonomi terlihat dari penggunaan dana DEP bergulir yang seluruhnya untuk keberlangsungan usaha, dimana terjadi peningkatan biaya usaha yang lebih dominan dibandingkan investasi usaha. Peningkatan biaya usaha yang terjadi berpengaruh nyata pada peningkatkan pendapatan masyarakat peserta program, dimana walaupun terjadi rata-rata peningkatan biaya usaha sebesar 30,27 persen mampu meningkatkan pendapatan rata-rata perbulan sebesar 31,19 persen atau rata-rata Rp dari pendapatan awal sebelum mengikuti program PEMP. Hal ini semakin di perjelas dari hasil uji-t yang menyatakan bahwa terjadi peningkatkan secara nyata pendapatan masyarakat pesisir peserta program pada taraf kesalahan < 5 persen. Tercapainya tujuan program PEMP dari sisi ekonomi ternyata tidak otomatis mempengaruhi sisi sosial budaya dan lingkungan secara nyata. dimana secara sosial tidak terlihat adanya perkembangan hubungan kerjasama (kelembagaan) antara pengurus koperasi dan peserta program. Hubungan yang terjadi hanya sebatas urusan permodalan bukan yang lainnya. Namun setidaknya dari sisi budaya terlihat dari mulai tumbuhnya kebiasaan untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan responden untuk ditabung. Walaupun dari tabungan yang ada belum dipergunakan untuk peningkatan kualitas SDM (Pendidikan dan Kesehatan) melainkan untuk cadangan membayar cicilan atau sebagai biaya usaha saat musim paceklik. Terhadap lingkungan, program PEMP hanya berpengaruh terhadap tumbuhnya kesadaran dalam menjaga kebersihan, hal ini tercermin dari seluruh responden yang mengungkapkan kepeduliannya akan hal ini. Namun dari hasil pengamatan di lapangan didapati bahwa kepedulian ini belum terlihat nyata dalam bentuk aktivitas keseharian masyarakat pesisir. 102

4 PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT IFAN ARIANSYACH H Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN AGRIBISNIS Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa Nomor Registrasi Pokok Program Mayor Judul : Ifan Ariansyach : H : Agribisnis : Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pesisir Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dra. Yusalina, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Kelulusan : 104

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADALAH BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Januari 2009 Ifan Ariansyach H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 27 Oktober 1983 dari pasangan Ir. H. A. Fuad Sobri dan Hj. Nurbaity. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan Dasar penulis berlangsung selama enam tahun di SDN 2 Inderalaya ( ), dan selanjutnya penulis meneruskan ke SLTPN 1 Inderalaya selama tiga tahun ( ) dan meneruskan ke tingkat yang lebih lanjut sehingga pada tahun 2001 penulis lulus dari SMUN1 Inderalaya. Pada tahun penulis melanjutkan studi Diploma III di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan limu Kelautan dengan Program Studi Teknologi Informasi Kelautan. Selepas menempuh program Diploma III, penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2006 hingga tahun Semasa menjadi Mahasiswa, Penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Organisasi Mahasiswa Perikanan dan Kelautan yakni Fishheries Diving Club (FDC-IPB) dan organisasi kedaerahan. Sejak tahun 2004 hingga saat ini penilis terdaftar sebagai karyawan tetap pada Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Departemen Kelautan dan Perikanan. 106

8 KATA PENGANTAR Penulisan Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi bagi para Mahasiswa Agribisnis. Oleh karena itu segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga penilisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini menganalisis pengaruh program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap pendapatan Masyarakat Pesisir peserta program di enam kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, dengan memperhatikan penggunaan modal pinjaman yang diterima terhadap usaha yang dilakukan. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan Laporan Akhir ini, sehingga masukan berupa saran dan kritik menjadi salah satu harapan penulis agar dapat diterima dengan baik. Semoga Yang Maha Kuasa selalu memberikan limpahan karunianya kepada kita. Amin. Bogor, Januari 2009 Ifan Ariansyach H

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua Orang Tua penulis yakni Ir. H. A. Fuad Sobri dan Hj. Nurbaity dan kedua Saudariku Wenny Wulandarie Spt. dan Melinda Febrianti Spi. yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungannya. 2. Dra. Yusalina, M.Si selaku Dosen pembimbing atas segala kesabarannya dalam memberikan masukan dan bimbingan mulai dari persiapan sampai hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Dwi Rahmina, M.Si atas kesediannya sebagai dosen evaluator dan penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji dari komite akademik dalam ujian akhir yang telah memberikan banyak masukan dan arahan. 5. Dinas Kelautan dan Peikanan Kabupaten Sukabumi yang telah banyak membantu dalam penyediaan data. 6. Bapak Asep Suwanda selaku Ketua Koperasi LEPP-M2R dan Mustofa Azis, ST selaku manajer USP dan pengurus Koperasi LEPP-M2R lainnya yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data responden di lapangan. 7. Seluruh responden penelitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang dalam penelitian ini. 8. Keluargaku di Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Ditjen KP3K DKP atas segala dorongan, pengalaman, dan pengetahuannya selama ini. 108

10 9. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Sekretariat Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus atas bimbingan dan bantuannya. 10. Balqis, SE atas segala kebaikannya, Tami, Erni, Tyas, dan tak lupa juga temanteman Yuligama atas bantuannya selama ini. 11. Teman teman AGB ERS (Sobat, Senior dan Junior) atas arti Kekeluargaannya yang telah dibina selama ini. 12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis hususnya dan yang memerlukannya pada umumnya. Bogor, Januari 2009 Ifan Ariansyach H

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Masyarakat Pesisir Kemiskinan Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN Teori Fungsi Produksi Konsep Pemberdayaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Data Metode analisis Data Analisis Pendapatan Uji t berpasangan (paired t-test) Batasan Operasional GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Keadaan Alam Kependudukan Pendidikan Mata Pencaharian Potensi Perikanan dan Kelautan Aktivitas Ekonomi di Wilayah Pesisir

12 6 PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) BERDASARKAN SASARAN DAN PRIORITAS DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SUKABUMI Karakteristik Responden Karakteristik Usaha Responden Pelaksanaan Program PEMP Jenis Usaha Peserta Program PEMP Mekanisme Penyaluran Dana Ekonomi Produktif Pengelolaan Dana Ekonomi Produktif Tanggapan Responden PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN Pengaruh Ekonomi dari Program PEMP Alokasi Tambahan Modal Perbedaan Pendapatan Hasil uji t berpasangan (paired t-test) terhadap Perbedaan Pendapatan Pengaruh Sosial Budaya dan Lingkungan dari Program PEMP Sosial Budaya Lingkungan Kendala dalam pelaksanaan Program PEMP KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Dana Ekonomi Produktif/Penguatan Modal PEMP di Indonesia, tahun Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan Jumlah Responden Penelitian berdasarkan Jenis Usaha, di Kabupaten Sukabumi Tahun Penduduk Kabupaten Pesisir Sukabumi menurut Jenis Kelamin Tahun Jumlah Kepala Keluarga menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Sukabumi Tahun Jumlah Kepala Keluarga menurut tingkat pendidikan pada kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi tahun Jumlah sekolah, murid dan guru di Kabupaten Sukabumi Tahun Jumlah Sekolah di Wilayah Pesisir di Kabupaten Sukabumi Tahun Penduduk Kabupaten Sukabumi yang Bekerja menurut Jenis Lapangan Kerja utama Tahun Potensi Sumberdaya Perikanan dan Tingkat Pemanfaatan di Kabupaten Sukabumi Lokasi Program PEMP di Kabupaten Sukabumi Tahun Pelaksanaan Pencairan DEP Koperasi LEPP M2R sampai dengan Juni Rata-rata Peningkatan Biaya Usaha Responden setelah Mengikuti Program PEMP Rata-rata Peningkatan Pendapatan Kotor Usaha Responden setelah Mengikuti Program PEMP Rata-rata Peningkatan Pendapatan Bersih Usaha Responden setelah Mengikuti Program PEMP

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bagan Organisasi Pengelola Program PEMP Kerangka Pemikiran Operasional Karakteristik Responden berdasarkan usia Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Keluarga Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha Perbandingan Omset Usaha perbulan Peserta Program PEMP Peserta Program PEMP Kabupaten Sukabumi berdasarkan jenis Usahanya Tanggapan Responden mengenai tujuan mengikuti Program PEMP Tanggapan Responden terhadap Tingkat Bunga yang diberlakukan Koperasi Tanggapan Responden terhadap Prosedur Peminjaman di Koperasi Jumlah dana DEP yang diterima Responden di Kabupaten Sukabumi Tanggapan Responden Terhadap Penggunaan DEP Alokasi Tambahan Modal

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Lokasi Penelitian Tahun Kecamatan dan Desa Pesisir Kabupaten Sukabumi sampai dengan Tahun Karakteristik Responden Penelitian Profil Responden Jenis Usaha Penangkapan Profil Responden Jenis Usaha Pengolahan Profil Responden Jenis Usaha Pedagang Struktur Organisasi Koperasi dan Unit Usaha Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu Diagram alir pencairan DEP Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Penangkapan (Nelayan) Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Pengolahan Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Pedagang Analisis Pendapatan pemilik kapal dan ABK Jenis Usaha Penangkapan Analisis R/C Ratio Responden Peserta Program PEMP Hasil uji t berpasangan (paired t-test) terhadap pendapatan perbulan responden setelah mengikuti program PEMP Dokumentasi Lapangan

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan dua per tiga wilayahnya terdiri dari lautan, dimana terdapat pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai lebih dari km (DKP, 2007). Luas wilayah perikanan laut sekitar 5,8 juta km 2, yang terdiri dari perairan kepulauan/laut nusantara 2,3 juta km 2, perairan teritorial seluas 0,8 juta km 2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km 2 (UNCLOS 1982) 1. Indonesia juga terletak di wilayah katulistiwa dengan iklim tropis yang mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Dengan demikian, laut yang begitu luas tersebut memiliki potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) dari perikanan tangkap diperkirakan sebesar 6,4 juta ton pertahun, yang terdiri dari potensi di wilayah perairan Indonesia sekitar 4,40 juta ton pertahun dan perairan ZEE sekitar 16,86 juta ton pertahun (Dahuri, 2004). Adapun jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 80 persen yakni sebesar 5,12 juta ton pertahun. Secara alami dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan kelautan yang berlimpah dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Namun tidak sejalan dengan hal tersebut, pemanfaatannya saat ini belum dapat dilakukan secara optimal (baik dan benar) dan cenderung destructive sehingga mengancam kelestarian lingkungan yang disertai dengan belum dapat mengangkat kesejahteraan hidup sebagian besar masyarakat pesisir. 1 Berdasarkan sidang UNCLOS 1982 (United Nations Convention of the law of sea, 1982), Indonesia diberi hak kewenangan memanfaatkan menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati, penelitian, dan yuridiksi, mendirikan instalasi atau pulau buatan. 115

17 Data Smeru dan BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa jumlah desa pesisir di Indonesia adalah desa dengan jumlah penduduk 16,24 juta jiwa dan jumlah KK adalah 3,91 juta. Berdasarkan data olahan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) terhadap data Yayasan Smeru (2004) menunjukkan nilai Indeks Kemiskinan atau Poverty Headcount Index (PHI) 2 untuk masyarakat seluruh Indonesia adalah 0,18 atau 18 persen dari penduduk Indonesia tergolong miskin. Sementara itu, nilai PHI masyarakat pesisir adalah sebesar 0,32 atau 32,14 persen dari penduduk desa pesisir tergolong miskin. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami wilayah pesisir secara rata-rata lebih miskin dibanding penduduk miskin di Indonesia. Berdasarkan beberapa literatur DKP lainnya juga diitunjukkan bahwa masyarakat pesisir yang terdiri terdiri dari nelayan/penangkap ikan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, pedagang hasil perikanan, pelaku usaha industri dan jasa maritim serta masyarakat lainnya yang bermukim di daerah pesisir dan pulau pulau kecil termasuk suatu kelompok masyarakat yang tergolong miskin. Khusus untuk nelayan, jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain di sektor pertanian, dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin. Kemiskinan masyarakat pesisir sebenarnya berakar pada keterbatasan akses permodalan, akses informasi, akses pasar dan kultur kewirausahaan yang tidak kondusif. Namun secara garis besar penyebab kemiskinan tersebut dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu eksternal dan internal. Faktor internal adalah kemiskinan yang berpangkal pada diri masyarakat pesisir sendiri, di antaranya keterbatasan akses modal dan budaya subsistence atau bekerja sekedar untuk 2 Poverty Headcount Index (PHI) adalah jumlah presentase penduduk miskin yang berada dibawah garis kemiskinan (GK). GK dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan perkapita pada kelompok referensi yang telah ditetapkan. 116

18 memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan faktor eksternal adalah kemiskinan sebagai akibat mikro-struktural seperti pola hubungan patron-klien dan makro-struktural seperti kebijakan politik masa lalu (Maarif, 2008). Namun bila dilihat lebih mendalam lagi, faktor internal yang justru lebih banyak menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat pesisir. Rendahnya kualitas SDM dan penguasaan teknologi telah menimbulkan ketidakmampuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya secara optimal, bahkan lebih mengarah kepada pemanfaatan dan eksploitasi sumberdaya secara tidak bertanggung jawab yang menyebabkan degragasi lingkungan. Disisi lain, rendahnya akses masyarakat pesisir terhadap lembaga permodalan dan pasar telah menyebabkan masyarakat pesisir untuk lebih memilih berhubungan dengan lembaga keuangan non formal seperti tengkulak dan rentenir yang justru semakin menjerumuskan masyarakat pesisir kedalam keadaan tidak berdaya. Keberadaan lembaga keuangan non formal ini di satu sisi mampu memberikan solusi terhadap akses permodalan, karena lebih mudah untuk mengakses sejumlah uang untuk usahanya. Namun di sisi yang lainnya telah menyebabkan sebagian masyarakat pesisir terjerat oleh hutang, akibat dari bunga yang sangat tinggi. Kondisi ini tentunya telah menjadi lingkaran setan yang menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat pesisir. Upaya untuk mengeluarkan masyarakat pesisir dari kemiskinan ini sebenarnya telah sejak dulu dilakukan oleh pemerintah, tercatat beberapa kebijakan pemerintah dilaksanakan secara langsung, yakni perluasan lapangan usaha, modernisasi alat tangkap, dan bantuan permodalan. Namun sayangnya program-program Pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat 117

19 pesisir lebih bernuansa bantuan dibandingkan dengan program pemberdayaan. Secara tidak langsung tentunya hal ini telah menimbulkan persepsi dan pola pikir yang keliru di masyarakat yang lebih menganggap program tersebut sebagaimana layaknya hadiah (charity). Dilandasi dari hal di atas, pemerintah dalam hal ini melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) merumuskan suatu bentuk program yang tidak hanya memberikan bantuan tetapi lebih memberdayakan masyarakat. Program ini diberi nama Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang sesuai dengan prinsip pemberdayaan yakni helping the poor to help themselves. Tentunya hal ini sejalan dengan program Millenium Development Goals (MDGs) 3 yakni memberantas kemiskinan dan kelaparan. Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal. Pelaksanaan program ini sendiri dilakukan dengan pendekatan kelembagaan, dengan mendorong terbentuknya koperasi di tingkat masyarakat yang kemudian dilengkapi dengan berbagai unit usaha. Tentunya hal ini terkait dengan aturan yang hanya membolehkan lembaga berbadan hukum untuk menyelenggarakan kegiatan simpan pinjam (kredit mikro) dan agar usaha masyarakat pesisir menjadi bankable. Dengan demikian, harapan adanya koperasi ini dapat menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dan membuat masyarakat lebih berdaya dalam usaha maupun permodalannya. 3 Millenium Development Goals (MDGs) menargetkan antara tahun masyarakat mempunyai pendapatan US$ 1,5 perhari. Sumber : Majalah Trust Tahun IV, April

20 Dalam program PEMP, Masyarakat pesisir peserta program diberikan bantuan berupa penguatan modal melalui unit usaha simpan pinjam milik koperasi dengan bentuk modal bergulir (revolving fund) dengan nama Dana Ekonomi Produktif (DEP) sehingga mereka dapat memperoleh input/modal. Bantuan lainnya adalah pembentukan Unit usaha SPDN (Solar Packed Dealer for Nelayan) guna melayani kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bagi nelayan/pembudidaya ikan dengan harga bersubsidi. Program PEMP juga memberikan bantuan pembentukan unit usaha Kedai Pesisir yang merupakan unit usaha yang melayani kebutuhan pokok dan kebutuhan usaha masyarakat pesisir dalam bentuk outlet dengan sistem swalayan yang terletak di pusat kegiatan usaha masyarakat pesisir. Diharapkan Kedai Pesisir dapat menekan harga sampai pada tingkat yang sama dengan di ibukota kabupaten/kota. Sub program lainnya adalah Klinik Bisnis yang merupakan unit usaha yang berfungsi memberikan konsultasi dan pendampingan bisnis bagi masyarakat terutama penerima Bantuan Sosial Mikro (Direktorat PMP, 2008). Selain itu, program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir juga diarahkan pada pemberdayaan sosial budaya. Adapun kegiatannya dalam bentuk peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan perempuan pesisir, pemberdayaan masyarakat pesisir melalui peranserta lembaga agama/adat, regenerasi nelayan, dan pembentukan Pusat Pemberdayaan dan Pelayanan Masyarakat Pesisir (P3MP) sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan, dan pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah. 119

21 Berkaitan dengan dana DEP, Sejak mulai diselenggarakan tahun 2000, program PEMP sampai saat ini telah menjangkau 283 kabupaten/kota pesisir dari total 293 kabupaten/kota pesisir di Indonesia. Berdasarkan Tabel 1, sampai dengan tahun 2006 sebanyak 5,18 Miliar Dana Ekonomi Produktif dari program PEMP telah tersalurkan secara bergilir ke 283 kabupaten/kota pesisir di Indonesia, walaupun tidak semua kabupaten/kota mendapatkannya secara secara terus menerus. Namun hal ini menunjukkan trend yang positif dimana terjadi peningkatan jumlah unit usaha simpan pinjam Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) yang telah mencapai 255 unit. Program PEMP juga telah menyerap kurang lebih 133,495 tenaga kerja yang terdiri atas Ketua Koperasi, Sekretaris, Bendahara, Manajer Unit Simpan Pijam, Teller, Marketing, Account Officer, Tenaga Pendamping Desa, dan tenaga kerja lainnya (Humas Ditjen KP3K, 2008.). Tabel 1. Dana Ekonomi Produktif/Penguatan Modal PEMP di Indonesia, tahun Tahun Jumlah Jumlah Dana Ekonomi Anggaran (Kab/Kota) Produktif (Rp) Keterangan ,290,000, Menggunakan sistem ,600,000,000 perguliran (revolving ,633,000,000 fund) melalui LEPP- M ,440,000, dst ,831,000,000 Menggunakan sistem Kredit Mikro melalui ,425,000,000 LKM bekerjasama dengan Perbankan Total 518,593,000,000 Sumber : Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan salah satu upaya kongkret yang dijalankan pemerintah untuk 120

22 membantu memecahkan permasalahan masyarakat pesisir. Diharapkan Melalui program PEMP masyarakat pesisir memiliki wadah dalam memilih, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan ekonominya, sehingga masyarakat pesisir merasa lebih memiliki dan bertanggung awab atas pelaksanaan, pengawasan, dan keberlanjutannya. 1.2 Perumusan Masalah Kondisi kemiskinan sebagai akibat dari tidak mencukupinya alokasi pendapatan dalam memenuhi kebutuhan hidup telah menjadi hal yang lazim pada masyarakat pesisir indonesia. Tentunya hal ini telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Sejak dulu berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah guna mengentaskan kemiskinan khususnya di wilayah pesisir melalui program bantuan permodalan usaha. Terkait dengan kebijakan yang terakhir disebut, tercatat sejak tahun 1974 pemerintah telah mengeluarkan program bantuan kredit dalam berbagai bentuk seperti kredit investasi kecil (KIK), kredit modal kerja permanen (KMKP) dan kredit Bimas, atau bahkan program-program lain seperti program kredit bergulir atau program Inpres Desa Tertinggal (IDT) (Basuki, 2007). Namun berbagai upaya yang telah dilakukan tadi ternyata belum mampu mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat. Berkaca dari hal di atas, tentunya diperlukan sebuah kebijakan pengentasan kemiskinan yang terpadu dan menyeluruh. Kebijakan dalam pendekatan pengentasan kemiskinan yang diterapkan harus bersifat holistik, dimana peningkatan akses dan perlibatan dalam kegiatan ekonomi merupakan ujung tombak dari pendekatan holistik (Dahuri, 2000a). Pelaksanaan program 121

23 PEMP yang meliputi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), fasilitasi akses permodalan, fasilitasi kelembagaan, peningkatan kemampuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya, serta pengembangan kemitraan, diharapkan dalam jangka panjang terjadi peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan skala usaha dan diversifikasi kegiatan ekonomi. Keberhasilan program PEMP tentunya juga harus didukung oleh kegiatan ekonomi masyarakat yang berbasis pada potensi sumberdaya lokal dengan memprioritaskan partisipasi masyarakat setempat dan memperhatikan skala dan tingkat kelayakan ekonomi (Direktorat PMP, 2002). Dalam hal ini sasaran utama dari program PEMP adalah pelaku usaha perikanan dan kelautan yang berskala mikro, dengan prioritas masyarakat pesisir pada usia produktif yang melakukan jenis usaha yang tidak merusak lingkungan, dan tergolong miskin. Penentuan prioritas ini dilakukan agar lebih efektif dalam penerapannya di lapangan yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi penerima program. Dampak yang diharapkan dari program PEMP sebagai akibat dari bantuan modal bergulir yang telah diberikan guna peningkatan usaha produktif masyarakat pesisir adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan yang terukur dari sisi ekonomi (pendapatan) maupun sisi sosial budaya (pendidikan, kesehatan), dan lingkungan. Penggunaan sistem perguliran yang diterapkan juga ditujukan agar dapat memberikan kesempatan pada masyarakat pesisir lainnya untuk menerima bantuan untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan skala usahanya. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh program PEMP terhadap pendapatan masyarakat pesisir melalui kesempatan kerja dan berusaha setelah 122

24 mengikuti program PEMP dalam pelaksanaannya sejak diluncurkan beberapa tahun yang lalu, maka diperlukanlah sebuah kajian. Kajian mengenai pengaruh program diharapkan dapat menjawab pertanyaan tersebut. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Program PEMP mencapai sasaran yang diharapkan dan menekankan pada aspek hasil (output) setelah program berjalan. Kabupaten Sukabumi telah menerima program PEMP sejak tahun 2001 hingga tahun 2006 dengan total akumulasi Dana Ekonomi Produktif (DEP) mencapai Rp.2.9 Miliar (Humas Ditjen KP3K, 2008), dengan area cakupan meliputi sembilan kecamatan pesisir yakni, Cisolok, Cikakak, Pelabuhan Ratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung, dan Tegal Buleud. Namun seiring dengan dengan penyempurnaan program melalui periodisasi, terutama pada periode institusionalisasi yang menekankan pada peningkatan status lembaga keuangan menjadi koperasi guna menciptakan pengaruh lebih besar yang dalam hal ini telah dimulai sejak tahun 2004, maka kajian mengenai pengaruh program ditekankan pada periode ini yang mana pada periode ini kabupaten Sukabumi memulainya sejak tahun 2005 akhir. Pelaksanaan program pada periode institusionalisasi yang telah berjalan kurang lebih dua tahun sejak awal tahun 2006 tentunya sedikit banyak telah dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh dari pelaksanaanya. Sejauh ini dari catatan Dinas Kelautan dan Perikanan belum terdapat kajian secara spesifik mengenai hal ini. Untuk itu pada penelitian ini mencoba mengkaji pengaruh yang timbul yang tidak hanya ditinjau dari sisi ekonomi tetapi juga pengaruh terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan. 123

25 Berdasarkan uraian masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dengan melihat sejauhmana konsep umum secara nasional dari program PEMP dalam hal sasaran dan prioritas dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi? 2) Bagaimana pengaruh dari pelaksanaan Program PEMP terhadap pendapatan peserta program dari sisi ekonomi, dan efeknya terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian kali ini adalah : 1) Mengkaji pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dengan melihat sejauhmana konsep umum secara nasional dari program PEMP dalam hal sasaran dan prioritas dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi 2) Mengkaji pengaruh dari pelaksanaan Program PEMP terhadap pendapatan peserta program dengan memperhatikan perubahan tingkat pendapatan yang akan dibandingkan signifikansinya antara sebelum dengan sesudah mengikuti program PEMP, dari sisi ekonomi dan efeknya terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan. 124

26 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1) Sebagai salah satu bahan masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Daerah tentang pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). 2) Memberikan kontribusi terhadap sumbangan perbendaharaan ilmu pengetahuan terutama bagi peneliti yang ingin memperdalam pengetahuannya di bidang Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. 3) Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai media dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Secara umum Program PEMP terdiri dari berbagai keigatan seperti peningkatan Kualitas SDM, pengembangan kemitraan, penguatan modal dan diversifikasi usaha, namun pada penelitian ini hanya mengkaji pengaruh program PEMP dari sisi permodalan terhadap kegiatan ekonomi masyarakat pesisir. 125

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan daratan dan lautan yang sangat kompleks, dimana terjadi pertemuan antara dua ekosistem yang saling mempengaruhi yakni darat dan laut. Soegiarto dalam Dahuri (1996) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan (interface area) antara ekosistem laut dan darat baik kering maupun terendam yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, perembesan air laut dengan ciri vegetasi yang khas. Kemudian kearah laut mencakup batas terluar dari daerah paparan benua (continental shelf) dengan ciri perairan yang masih dipengaruhi dengan proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi, penggundulan hutan, dan pencemaran. Satria, (2002) menjelaskan dalam konteks masyarakat pesisir, Masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur dan menganggap dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan secara jelas dan merinci unsur masyarakat. Batasan tersebut yaitu : (1) manusia yang hidup bersama; (2) bercampur dalam waktu yang lama; (3) hidup di wilayah yang sama; (4) sadar sebagai suatu kesatuan; dan (5) sadar sebagai suatu sistem hidup bersama. Saad dan Basuki (2004) menjelaskan bahwa Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai sekelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Masyarakat pesisir sendiri sebenarnya masih berupa 126

28 entitas majemuk karena terdiri dari nelayan pemilik, nelayan buruh, pembudidaya ikan, pengolah ikan, pedagang hasil perikanan, pelaku usaha industri dan jasa maritim serta masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya. Dalam konteks masyarakat pesisir, masyarakat desa terisolasi (masyarakat pulau kecil) dan masyarakat desa pantai dapat dijadikan gambaran wujud dari suatu komunitas kecil yang memiliki beberapa ciri, yaitu : (1). Mempunyai ciri yang khas, (2) terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas (Smallness) sehingga masih saling mengenal sebagai individu yang berkepribadian, (3) bersifat seragam dengan deferensiasi terbatas (homogenity), dan (4) kebutuhan hidup penduduknya sangat terbatas, sehingga semua dapat dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar diluar (Satria, 2002). Sebagian masyarakat pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah yang lebih banyak bersifat subsisten. Mereka menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala usaha yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat pendek. Menurut Satria (2002), karakteristik utama dari masyarakat pesisir adalah sebagai berikut : 1. Sistem pengetahuan; Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan yang pada umumnya didapat dari warisan atau pendahulu mereka berdasarkan pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan lokal tersebutlah yang selanjutnya menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka selaku nelayan. 127

29 2. Sistem Kepercayaan; Secara teologis, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu perlakuan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. 3. Peran Wanita; Aktivitas ekonomi wanita merupakan gejala yang sudah umum bagi kalangan masyarakat strata bawah, tidak terkecuali wanita yang berstatus sebagai istri nelayan. Selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah tangga, istri nelayan kerap menjalankan fungsi ekonomi dalam melakukan penangkapan ikan diperairan dangkal, pengolahan ikan maupun kegiatan jasa dan perdagangan. 4. Posisi sosial nelayan; Posisi sosial nelayan masih dianggap rendah dalam masyarakat karena disebabkan oleh keterasingan nelayan. Hal tersebut diakibatkan karena kurangnya kesempatan masyarakat nelayan dalam melakukan interaksi dengan masyarakat lain karena banyaknya alokasi waktu dalam melakukan penangkapan ikan dilaut daripada melakukan sosialisasi dengan masyarakat lain yang secara geografis relatif jauh dari pantai. 2.2 Kemiskinan Dalam kamus besar bahasa Indonesia, miskin diartikan sebagai tidak berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan rendah)". Sedangkan menurut Professor Muhammad Yunus (2006) dalam Nadeak (2008) Kemiskinan adalah absennya seluruh hak azasi manusia. Frustrasi, permusuhan, dan kemarahan yang disebabkan oleh kemiskinan akut tidak bisa memupuk perdamaian dalam masyarakat manapun. Untuk membangun perdamaian yang stabil kita harus 128

30 mencari cara-cara menyediakan peluang bagi rakyat untuk bisa hidup secara layak. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Ukuran Garis Kemiskinan Nasional adalah jumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk makanan setara kilo kalori per orang/hari dan untuk memenuhi kebutuhan non-makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan aneka barang/jasa lainnya. Biaya untuk membeli kilo kalori/hari disebut sebagai Garis Kemiskinan Makanan, sedangkan biaya untuk membayar kebutuhan minimum non-makanan disebut sebagai Garis Kemiskinan Non-Makanan. Mereka yang pengeluarannya lebih rendah dari garis kemiskinan disebut sebagai penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan atau penduduk miskin (UNDP, 2004). SMERU dalam Suharto (2004) membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi meliputi : Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan) Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi). Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga). Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam. 129

31 Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok termarjinalkan). Terdapat banyak metode dan standar yang digunakan dalam menghitung tingkat kemiskinan yang didasarkan pada tingkat nutrisi yang dikonsumsi atau pengeluaran untuk mengkonsumsi. Lebih jauh mentode indentifikas kemiskinan dari berbagai sumber dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan Metode Sumber Kriteria Kemiskinan Identifikasi Data Tingkat Pengeluaran setara Kg Beragam beras/kapita/tahun : sumber Sayogyo Kota Desa terutama SUSENAS Miskin <480 <320 Miskin Sekali <360 <240 Sangan Miskin <270 <180 Tingkat Pendapatan/kapita/tahun : Didekati Bank Dunia Kota Desa dari PDRB Miskin <US$75 <US$50 Tingkat Pengeluaran /kapita/hari Data untuk makanan : SUSENAS Miskin < 2100 kalori atau dikonversikan dengan harga bahan BPS makanan menjadi pengeluaran untuk bahan makanan/kapita/bulan (Rp thn 1990) Kota Desa Miskin <20614 <13925 Sumber : Rusli, et. al. (1995) dalam Satria (2002) Keterangan : analisis atas desa (non-lokal) dengan unit perkapita. Keterangan Pengeluaran total untuk berbagai kebutuhan 130

32 Dahuri (2000b) menjelaskan dalam kaitannya dengan kemiskinan masyarakat pesisir (nelayan), kemiskinan diklarifikasikan dalam empat hal yakni : (1) Kemiskinan karena aspek teknis sumberdaya ikan, (2) Kemiskinan karena kekurangan prasarana, (3) Kemiskinan karena kualitas sumberdaya yang rendah, dan (4) kemiskinan karena struktur ekonomi yang tidak mendukung dan memberikan insentif usaha. Basuki (2007) menjelaskan setidaknya tercatat dua kelompok miskin didalam masyarakat pesisir yang dibedakan menurut usia dan aktifitas yang dikembangkan. Kelompok pertama adalah rakyat miskin yang dimasukkan kategori fakir miskin (The Poorest) seperti nelayan tanpa perahu dan yang berusia lanjut ataupun muda (the elder and the younger poor). Kelompok kedua adalah masyarakat miskin yang aktif secara ekonomi (economically active poor). Kelompok ini disebut juga kelompok masyarakat sektor mikro dan merupakan konstituen terbesar baik bagi ekonomi rakyat maupun pelaku ekonomi nasional. Agar dapat meningkatkan kesejahteraannya, kelompok pertama memerlukan intervensi pelayanan kebutuhan dasar baik pangan, kesehatan, pendidikan dan semacamnya. Berbeda dengan kelompok pertama, kelompok kedua secara strategis membutuhkan pelayanan keuangan mikro dan pendampingan dengan pertimbangan: (1) Mereka telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas; dan (2) Mereka akan berpindah menjadi sektor usaha kecil yang diharapkan membantu penanganan kelompok pertama rakyat miskin (fakir miskin dan usia lanjut-muda) apabila mereka diberdayakan (Basuki, 2007). 131

33 Selanjutnya Ismawan (2003) mengemukakan lebih dalam tentang kelompok economically active poor, secara umum kegiatan-kegiatan yang digeluti oleh kelompok ini dapat dibagi menjadi empat jenis kegiatan, yaitu : (1) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder (semua dilaksanakan dalam skala terbatas dan subsisten) dalam bidang perikanan tangkap skala kecil dan pengolahan produk perikanan skala rumah tangga; (2) Kegiatan-kegiatan tersier seperti bengkel, pembuat perahu tradisional; (3) Kegiatan distribusi seperti bakul ikan di pasar, kios penjual kebutuhan nelayan, serta usaha sejenisnya; dan (4) Kegiatan-kegiatan jasa lain, seperti kuli pengangkut ikan (manol), penjaga perahu, buruh di tempat pelelangan ikan dan sebagainya. Dalam kenyataannya, berbagai kegiatan yang termasuk dalam jenis kegiatan ini merupakan suatu jaring pengaman sosial bagi kelompok masyarakat bawah. Jaring pengaman sosial inilah yang berfungsi menggantikan ketiadaan pelayanan dasar yang semestinya disediakan oleh pemerintah. Sebagian besar masyarakat yang berada dalam kelompok kegiatan ini berada dalam tahapan bertahan hidup (survival) dan menjadikan aktivitas yang dijalaninya sebagai persiapan untuk masuk kedalam kegiatan ekonomi lain yang lebih mapan. 2.3 Penelitian Terdahulu Dalam Penelitian Sutomo (2003) tentang Evaluasi Program PEMP di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa pelaksanaan program PEMP tahun 2001 belum optimal dikarenakan pengelola program belum memahami dengan baik konsep program pemberdayaan. Terdapat enam kategori 132

34 pencapaian kinerja dalam penelitian ini yakni, (1) input terdiri dari SDM, Kelembagaan, Sosialisasi, Bantuan Modal, dan Tenaga Pendamping, (2) proses terdiri dari Pemilihan Lokasi, Kelompok dan penyaluran, (3) output terdiri dari keragaan produksi, (4) outcome terdiri dari pendapatan dan perguliran dana, (5) benefit terdiri dari pendapatan agregat, dan (6) impact terdiri dari dampak positif dan negatif. Berdasarkan penelitian ini didapati pencapaian kinerja input = 48 persen, proses = 59 persen, output = 16 persen, outcome, benefit, impact = 0 persen. Dijelaskan bahwa program PEMP hanya berjalan pada tahap awal pelaksanaan yang semakin memburuk pada tahap-tahap selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : moralitas pelaksana program, fasilitas pendukung yang diberikan tidak digunakan secara optimal, dan solidaritas sesama pengguna program. Dalam penelitian yang dilaksanakan oleh Cahyadinata (2005) di kota Bengkulu terhadap pelaksanaan Program PEMP tahun , dijelaskan bahwa input program adalah masyarakat pesisir dengan usia produktif antara tahun dengan kisaran pinjaman antara Rp hingga Rp Namun akibat dari kurangnya waktu pelaksanaan program dalam pengolahan input SDM dan kurangnya pengalaman dalam menjalankan usaha membuat hasil yang diharapkan kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan belum mampunya program PEMP meningkatkan skala usaha peserta program. Namun dari sisi pendapatan, Dana Ekonomi Produktif (DEP) PEMP menunjukkan pengaruh nyata antara pinjaman dan pendapatan, yakni setiap Rp. 1 yang dipinjam akan meningkatkan pendapatan sebesar 0,04 perbulan. Berdasarkan 133

35 empat jenis usaha yang dilaksanakan oleh para peminjam, manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan rata-rata NPV dan B/C untuk usaha penangkapan adalah Rp dan 1,2784 untuk usaha tambak udang adalah Rp dan 1,0034 untuk usaha pemasaran adalah Rp dan 1,1353 untuk usaha pengolahan adalah Rp dan 1,2892 dan untuk usaha Pengadaan BBM Rp dan 1,2673. Farid (2005) mengkaji pelaksanaan Program PEMP dan partisipasi masyarakat pemanfaat program Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa input program adalah mayoritas belum pernah sekolah, istri nelayan menyokong perekonomian usaha rumput laut dan bakulan sederhana, tingkatan stratifikasi sosial telah terpetakan sejak lama berdasarkan kepemilikan alat produksinya, tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap pemuka agama, dan rasa sosial yang tinggi. Pelaksanaan Program PEMP dilakukan dengan metode partisipatif partnership sudah tepat karena lebih mudah dalam inisiasi di lapangan, namun didapati bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap program masih tergolong sedang yakni 71,10 persen. Hal ini didasarkan pada adanya hambatan bahwa persepsi masyarakat yang menganggap program pemberdayaan merupakan hibah dari pemerintah. Hambatan lainnya adalah Kurangnya akses informasi dan pendidikan informal bagi peserta program, sehingga membuat inovasi masyarakat menjadi lamban untuk berkembang. Penelitian yang dilakukan saat ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Persamaanya adalah mengkaji bagaimana pelaksanaan pogram PEMP terhadap Masyarakat Pesisir di tiap lokasi 134

36 yang berbeda. Sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian ini mengkaji seberapa besar program PEMP mempengaruhi peningkatan pendapatan dengan melihat seberapa besar pinjaman yang diterima digunakan untuk meningkatkan biaya usaha dan atau aset usaha dari sisi ekonomi, dan efeknya terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan. 135

37 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Fungsi Produksi Fungsi Produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh (Soekartawi, et al, 1986). Soekartawi (2003) juga mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Dalam rumus matematika sederhana fungsi produksi dapat digambarkan sebagai berikut (Soekartawi, et al, 1986) : Y=f(X 1,X 2,X 3,...,X n )...(1) Dimana : Y f X 1,X 2,X 3,...,X n = Output = Bentuk hubungan yang mentransfomasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi = Input-input yang digunakan Terdapat beberapa bentuk aljabar fungsi produksi yang sering digunakan dalam memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi, yakni : 1. Fungsi Produksi Kuadratik Rumus matematik dari fungsi produksi Kuadratik dapat dituliskan sebagai berikut : Dimana : Y X Y = f (X i ); atau dapat dituliskan Y=a+bX+cX 2...(2) = Variabel yang dijelaskan = Variabel yang menjelaskan a, b, c = Parameter yang diduga 136

38 Menurut Soekartawi et al (1986), persamaan (2) akan mempunyai arti ekonomi dan hasil produksi mencapai maksimum jika X sama dengan b/2c dan koefisien b harus positif dan lebih besar dari koefisien c, dimana koefisien c harus negatif. 2. Fungsi Produksi Akar Pangkat Dua Secara matematik, persamaan fungsi produksi akar pangkat dua dapat dituliskan sebagai berikut : 1/2 Y= a 0 + a 1 X 1 + a 11 X 1...(3) Bila diperhatikan, persamaan ini adalah persamaan kuadratik, sehingga penyelesaiannya adalah sama dengan penyelesaian fungsi kuadratik. Fungsi akar pangkat dua ataupun fungsi produksi kuadratik pada umumnya akan tidak praktis bila jumlah variabelnya lebih dari tiga. Untuk penyelesaian persamaan yang mempunyai lebih dari tiga variabel dianjurkan untuk menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi produksi linear (Soekartawi, 2003). 3. Fungsi ProduksiCobb-Douglas Persamaan matematik dari fungsi produksi Cobb-Douglas dirumuskan sebagai berikut : Y= b 0 X b1 1 X b X bi i e u...(4) Dimana : Y = Produksi X 1 b 0 b 1 = Nilai faktor produksi ke-i = Intercept = Dugaan slope yang berhubungan dengan variabei X i e = Bilangan natural (e= 2,7182) u = Sisa (residual) 137

39 4. Fungsi Produksi Linier Berganda Rumus matematik dari fungsi produksi linear berganda dapat dituliskan sebagai berikut : Y=a+b 1 X 1 +b 2 X b i X i +...+b n X n... (5) Dimana : a = intersep b = koefisien regresi Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan Persamaan produksi dapat menduga jumlah produk yang dihasilkan pada tingkat penggunaan input tertentu, namun tidak semua masukan dipergunakan dalam analisis, hal ini bergantung dari penting atau tidaknya pengaruh masukan tadi terhadap produksi. Selain itu dengan fungsi produksi juga dapat diketahui besarnya produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Dapat dilihat bahwa fungsi produksi memiliki sifat seperti fungsi utility. Jika input bertambah, maka output juga akan meningkat. Tambahan input pertama akan memberikan tambahan output yang lebih besar dibandingkan dengan tambahan input terhadap output berikutnya. Sifat ini disebut low of diminishing returns. 3.2 Konsep Pemberdayaan Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh 138

40 dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah (Suharto, 2004). Nikijuluw (2002), menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. Pemberdayaan sebagai suatu proses tidak ada habis-habisnya, karena selagi ada masyarakat maka pemberdayaan masyarakat tetap dilakukan. Bisa saja masyarakat sudah memiliki kekuatan atau sudah berdaya dalam suatu hal tertentu; tapi kemudian disadari bahwa masih ada aspek-aspek lain yang melekat dengan masyarakat yang perlu diberdayakan. Suatu proses pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya dan hal ini sangat berhubungan dengan tiga tahapan dalam pemberdayaan (Ikbal, 2007). Empowerment (pemberdayaan/penguatan) dianggap sebagai sebuah proses yang memungkinkan kalangan individual ataupun kelompok merubah keseimbangan kekuasaan dalam segi sosial, ekonomi maupun politik pada sebuah masyarakat ataupun komunitas. Kegiatan pemberdayaan dapat mengacu pada banyak kegiatan, di antaranya adalah meningkatkan kesadaran akan adanya kekuatan-kekuatan sosial yang menekan orang lain dan juga pada aksi-aksi untuk mengubah pola kekuasaan di masyarakat (UNDP, dalam Yusuf, 2008). 139

41 Suharto (2004) menjelaskan Pemberdayaan Sebagai serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan sebagai tujuan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Berdasarkan jenisnya, pemberdayaan/penguatan dapat dilihat pada dua level, individual dan komunitas. Pada tataran individual, isu-isu yang relevan dengan pemberdayaan adalah: hubungan patron-klien, gender, akses ke pemerintahan (negara), dan sumber-sumber kepemilikan properti. Sementara pada tataran komunitas, isu-isu utama yang biasa diangkat adalah: mobilisasi sumberdaya (resources mobilization), pemberdayaan/penguatan kerangka institusional dan akses hubungan (linkages) dengan badan-badan pemerintah (Yusuf, 2008). Memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah, menentukan kebutuhan, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya guna menciptakan kemandirian. Tentunya hal ini 140

42 dapat terwujud jika ada kesadaran dari masyarakat, karena pemberdayaan pada dasarnya adalah pembebasan diri dari ketergantungan materi. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai indeks pemberdayaan (empowerment index) (Girvan, 2004 dalam Suharto, 2004): Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, dan ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai 141

43 keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap berdaya jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya. 3.3 Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan salah satu program yang dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang telah dimulai sejak tahun 2000 hingga sekarang. Salah satu tujuan utamanya adalah memberikan bantuan permodalan dengan sistim bergulir (Revolving). 142

44 Secara umum Program PEMP bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal. Sedangkan tujuan khusus program yaitu : memfasilitasi kegiatan-kegiatan Bantuan Sosial Mikro (BSM); Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN); Kedai Pesisir; dan Klinik Bisnis (Direktorat PMP, 2008). Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (2008) Sasaran Program PEMP adalah Pelaku Usaha Perikanan Tangkap Skala Mikro, Pelaku Usaha Perikanan Budidaya Skala Mikro, Pelaku Usaha Pengolahan dan Pemasaran Skala Mikro, dan Pelaku Usaha Industri dan Jasa Maritim Skala Mikro, dengan prioritas pemuda, perempuan pesisir, jenis usaha yang tidak merusak lingkungan, dan tergolong miskin. Program PEMP dirancang untuk tiga periode. Periode pertama, tahun , merupakan periode inisiasi dengan fokus pada penggalangan partisipasi dan penyadaran masyarakat, serta perintisan kelembagaan dengan mendirikan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP M3) sebagai cikal bakal holding company untuk memayungi aktivitas ekonomi masyarakat pesisir. Pada periode ini, program PEMP terutama ditujukan untuk mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP) (Direktorat PMP, 2008). Periode kedua, tahun , merupakan periode institusionalisasi. Dalam kurun waktu tiga tahun periode ini, program difokuskan pada revitalisasi kelembagaan melalui peningkatan status LEPP M3 menjadi berbadan hukum 143

45 koperasi. Pada periode institusionalisasi, berdasarkan data dari 52 Swamitra Mina Online, menunjukkan bahwa 67 persen sasaran PEMP berkaitan langsung dengan sektor perikanan dan 33 persen tidak terkait langsung, seperti tukang ojek, bengkel, pengolahan makanan dan minuman, warung makan dan keperluan sehari-hari masyarakat pesisir (Direktorat PMP, 2008). Periode ketiga, , merupakan periode diversifikasi usaha, yang merupakan perwujudan cita-cita LEPP M3 untuk menjadi holding company. Pada periode ini mulai dibentuk unit-unit usaha yang bernaung di bawah LEPP M3 yang telah berbadan hukum koperasi. Sampai dengan tahun 2007, telah terbentuk 281 koperasi masyarakat pesisir yang tersebar di 289 kabupaten/kota berpesisir (Direktorat PMP, 2008). Program PEMP yang dimulai sejak tahun 2001 tersebut secara terus menerus mengalami berbagai penyempurnaan seiring dengan hasil evaluasi dan masukan dari berbagai pihak, baik dari masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun instansi-instansi terkait lainnya. Sampai dengan tahun 2008, program PEMP diharapkan dapat menjangkau 293 kabupaten/kota berpesisir di Indonesia (Direktorat PMP, 2008). Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (2008), Pembentukan kelembagaan dan perubahan sistem melalui periodisasi Program PEMP semata mata dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara menyeluruh dan terencana sesuai dengan prinsip pemberdayaan, yaitu helping the poor to help themselves. Oleh karena itu dalam jangka panjang Program PEMP tetap diarahkan pada : 144

46 1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), partisipasi masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir yang dibangunnya. 2. Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan. 3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah. Menurut Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (2006) ProgramxPEMP dikelola oleh organisasi dengan tugas dan fungsi sebagai berikut: a. Pemerintah Pusat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dalam hal ini adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil yang yang bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina program di tingkat nasional. b. Pemerintah Daerah Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi yang merepresentasikan Departemen Kelautan dan Perikanan di tingkat daerah yang bertugas mengusulkan kabupaten/kota calon penerima PEMP dari hasil evaluasi tahun berjalan, dan melakukan koordinasi sosialisasi, monitoring dan evaluasi. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab operasional program dengan tugas menetapkan Konsultan Pelaksana, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi dan publikasi tingkat kabupaten/kota, fasilitasi pembentukan LKM (bagi kabupaten/kota baru penerima Program PEMP), 145

47 rekruitmen Tenaga Pendamping Desa, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. c. Konsultan Manajemen Konsultan Manajemen (KM) Kabupaten/Kota berfungsi membantu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota dalam aspek teknis dan manajemen Program PEMP, meliputi kegiatan inventarisasi potensi dan kebutuhan masyarakat pesisir dalam modal usaha, pemetaan jalur produksi, pasar, dan konsumen serta kemungkinan pengembangan program melalui kerjasama dengan berbagai pihak. KM juga bertugas membantu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota dalam proses revitalisasi LEPP-M3 menjadi badan hukum koperasi (bagi kabupaten/kota baru penerima Program PEMP). KM dapat dijalankan oleh lembaga konsultan, LSM, dan Perguruan Tinggi atau lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Tenaga Pendamping Desa (TPD) TPD merupakan tenaga profesional di bidangnya yang bersedia tinggal di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat secara terusmenerus (selama program berlangsung). Tugas TPD antara lain mempersiapkan masyarakat pesisir untuk mengakses kredit pada LKM; mendampingi mereka menjalankan dan mengembangkan usaha baik dalam proses produksi maupun pemasaran; membuat laporan perkembangan kegiatan setiap bulan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota. e. Koperasi Koperasi berfungsi sebagai komponen utama pelaksanaan Program PEMP di daerah. Dalam pelaksanaannya, koperasi harus berkoordinasi dengan Dinas 146

48 Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggungjawab operasional di daerah dan juga dengan lembaga perbankan/pembiayaan sebagai mitra usaha mereka. f. Bank Pelaksana Merupakan lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh DKP dengan tugas dan fungsi: (1) menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya DEP yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal; (2) menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan BPR Pesisir, SPDN dan atau Kedai Pesisir; dan (3) melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada koperasi dan atau LKM/USP. Organisasi dan struktur kelembagaan program PEMP dijelaskan dalam gambar 1. BANK PELAKSANA Kesepakatan Bersama D K P koordinasi Kantor Cabang Bank Pelaksana Perjanjian Kerjasama KM kab./kota pendampingan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kab./Kota Koperasi LEPP M3/ Koperasi Perikanan/ Koperasi lainnya T P D MASYARAKAT PESISIR Gambar 1. Bagan Organisasi Pengelola Program PEMP Sumber : Direktorat PMP,

49 Masyarakat miskin diwilayah pesisir merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dengan kelompok masyarakat lainnya, hanya saja kondisi geografis dan keterisoliran mereka dengan tingkat kesulitan akses yang tinggi membuat masyarakat pesisir berbeda dengan kelompok masyarakat pada umumnya. Wilayah pesisir sebenarnya memiliki sumberdaya yang tidak dimiliki masyarakat lainnya, seperti sumberdaya laut termasuk didalamnya pelabuhan laut dan kawasan wisata bahari. Hanya saja ketidakmampuan dalam mengoptimalkan potensi tersebut akibat dari minimnya kualitas sumberdaya, teknologi, akses permodalan, dan kelembagaan membuat mereka tidak bisa bangkit dari kemiskinan yang sudah mengakar tersebut. Pelaksanaan Program PEMP dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui kegiatan pemberdayaan. Pada prinsipnya, Kesejahteraan tidak hanya meliputi aspek ekonomi (pendapatan dan lapangan kerja) tetapi juga meliputi aspek sosial (agama, pendidikan, dan kesehatan), dan lingkungan dalam rangka pelestarian sumberdaya alam. Menurut Humas Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (2008), Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan Program PEMP antara lain adalah sebagai berikut : 1. Acceptable. Pilihan kegiatan ekonomi (usaha) berdasarkan potensi sumberdaya, kelayakan usaha serta kebutuhan/keinginan dan kemampuan, sehingga memperoleh dukungan masyarakat. 2. Transparancy. Pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka, diinformasikan dan diketahui oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut memantaunya. 148

50 3. Accountability. Pengelolaan kegiatan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. 4. Responsiveness. Kegiatan dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian atas beban penduduk miskin. 5. Quick disbursement. Penyampaian bantuan kepada masyarakat sasaran secara cepat dan tepat. 6. Democracy. Proses pemilihan peserta dan kegiatan PEMP dilakukan secara musyawarah. 7. Sustainability. Pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara optimal dan berkelanjutan, baik dalam lingkungan internal maupun eksternal. 8. Equality. Pemberian kesempatan kepada kelompok lain yang belum memperoleh kesempatan, agar semua merasakan manfaat langsung. 9. Competitiveness. Setiap ketentuan dalam pemanfaatan dana ekonomi produktif masyarakat diharapkan dapat mendorong terciptanya kompetisi yang sehat dan jujur dalam mengajukan usulan kegiatan yang layak. Keberhasilan dalam peningkatkan pendapatan (ekonomi) dengan mengikuti program ini tentunya dipengaruhi oleh permodalan yang tersedia dan pengembangan kegiatan usaha serta kondisi pasar yang kondusif, disamping juga dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya Manusia yang melaksanakannya, sumberdaya alam (laut dan pesisir), dan teknologi yang tersedia. Manfaat dalam bidang ekonomi yang diperoleh dalam pelaksanaan program PEMP ini dapat dilihat dari penggunaan perguliran dana untuk permodalan dalam melaksanakan usaha kegiatan ekonominya untuk 149

51 meningkatkan pendapatan. Sedangkan lebih jauh lagi, manfaat sosial budayanya dapat dilihat dari penggunaan pendapatan untuk peningkatan kualitas SDM keluarga (Pendidikan dan Kesehatan), manajemen keuangan keluarga (Menabung), dan pengembangan usaha lain serta kepedulian terhadap lingkungan. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga terdapat perbedaan pendapatan (terjadi peningkatan) setelah mengikuti program PEMP. 2. Diduga terdapat perbedaan perilaku Sosial budaya dalam mengalokasikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. 3. Diduga terdapat perbedaan perilaku dalam kepedulian terhadap lingkungan. 150

52 Peningkatan Kapasitas SDM Pendampingan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Penguatan Modal (Modal Bergulir) Diversifikasi Usaha Karakterisktik Masyarakat Pesisir Lemah Akses Modal Lemah Akses Informasi Lemah Akses Pasar SDM Rendah Teknologi Sederhana Masyarakat Pesisir (existing condition) Kondisi Sumberdaya alam Sosial, Ekonomi, Politik, Budaya, Infrastruktur Pendapatan Masyarakat Pesisir Pengaruh tak langsung Program PEMP (Sosial budaya dan Lingkungan) Pengaruh langsung Program PEMP Terhadap Pendapatan (Ekonomi) Analisis Pendapatan Uji Perbedaan (paired t-test) Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 151

53 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa kabupaten Sukabumi terletak di wilayah selatan Pulau Jawa yang secara geografis memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah utara Pulau Jawa. Seperti diketahui bahwa penelitianpenelitian terdahulu lebih banyak difokuskan pada wilayah utara, untuk itu penelitian ini mencoba untuk mengkaji pengaruh program PEMP pada wilayah yang berbeda yakni wilayah selatan Pulau Jawa. Kabupaten Sukabumi sudah menerima program PEMP sejak tahun 2001 hingga tahun 2006 yang berarti hingga saat ini telah memasuki tahun ke delapan dengan cakupan sembilan kecamatan. Khusus untuk tahun 2006 program PEMP menjangkau enam kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi yakni Cisolok, Cikakak, Pelabuhan Ratu, Simpenan, Ciemas, dan Ciracap (Lampiran 1). Pertimbangan lainnya adalah dengan adanya berbagai perubahan model program PEMP dan mekanisme pelaksanaannya sebagai penyempurnaan lebih lanjut, maka penelitian ini dibatasi hanya pada pelaksanaan Program PEMP tahun anggaran 2006, yang berarti implementasi program telah berjalan dalam waktu yang cukup lama sehingga sudah dapat dilakukan kajian mengenai pengaruhnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember dengan total waktu sekitar tiga bulan efektif termasuk penulisan dan seminar hasil penelitian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan waktu, dana, dan tenaga tetapi diharapkan tetap dapat memberikan gambaran yang representative dari lokasi yang diteliti. 152

54 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data yang dibedakan berdasarkan sumbernya, yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara terstruktur (pengisian kuisioner) dengan responden dari peserta program PEMP serta instansi terkait dengan acuan kerangka daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya. Data sekunder meliputi materi-materi mengenai kondisi umum lokasi penelitian yang meliputi demografi, geografis, sosial budaya, kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, dan potensi perikanan diperoleh melalui berbagai sumber antara lain dokumen, arsip dan laporan dari berbagai instansi yang terkait langsung ataupun tidak langsung seperti Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mitra Mina Ratu (LEPP-M2R), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. 4.3 Metode Pengambilan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei terhadap kelompok sasaran. Metode survei adalah penelitian yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual baik tentang institusi sosial, ekonomi, maupun politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir 1988). Penentuan sampel dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dimana sampel yang di ambil ditentukan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan terlebih dahulu dari hasil koordinasi dengan Koperasi LEPP M2R. Berdasarkan jenis usahanya, peserta program PEMP di Kabupaten Sukabumi terdiri dari 153

55 nelayan (penangkap), pengolah, pedagang dan pengecer/ bakul, serta wisata bahari. Populasi penelitian ini merupakan peserta program PEMP yang terdiri dari 123 orang. Namun, penentuan sampel yang akan di ambil (purposive) ditentukan berdasarkan kriteria : (1) merupakan anggota koperasi yang aktif, dan (2) telah mengangsur cicilan pinjaman minimal lima kali (terjadi perguliran dana). Penelitian ini sendiri hanya dibatasi pada tiga jenis usaha yakni nelayan (penangkap), pengolah, pedagang dan Pengecer/bakul dengan alasan bahwa pada jenis usaha wisata bahari tidak memenuhi kriteria aktif dan mencicil angsuran. Berdasarkan kriteria tersebut terpilih 58 orang responden yang dapat memenuhi kriteria. Pembagian Responden berdasarkan jenis usaha dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Responden Penelitian berdasarkan Jenis Usaha, di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 Responden Populasi Responden No. berdasarkan Alat usaha (%) (orang) (orang) Jenis Usaha 1 Penangkap (Nelayan) -Motor Tempel -Kapal Diesel -Kapal Payang -Kapal Rumpon ,91 Alat tangkap : -Jaring -Pancing 2 Pengolah (Pindang -Box ,00 & Asin) -Oven 3 Pedagang dan -Kios ,86 Pengecer (Bakul) -Keranjang 4 Wisata Bahari -Kios 3 - Total Sumber : Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu, 2008 Dalam penelitian ini juga dikumpulkan data pendukung dari pihak yang berkompeten sebagai tambahan masukan untuk menggambarkan pelaksanaan program PEMP. Data tersebut diperoleh dari Ketua Koperasi, Manajer Unit 154

56 simpan pinjam, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kasubdin Pengelolaan Wilayah Pesisir, dan Kuasa Pengguna Anggaran Program PEMP Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan : a. Desk Study; dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai literatur dan data-data sekunder yang terkait dengan penelitian ini, baik dari laporan-laporan, hasil-hasil penelitian, artikel-artikel di berbagai surat kabar maupun hasil survey yang pernah dilakukan sebelumnya. b. Observasi; digunakan sebagai pelengkap untuk mengetahui kondisi dan situasi pada lokasi penelitian. c. Interview; dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara tertulis dari responden sesuai dengan tujuan penelitian, dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden maupun pihak yang terkait untuk mencari data yang belum terjawab dalam angket atau jawaban yang masih diragukan. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dapat memberikan dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 1988). Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Data yang terkumpul dari sampling di lapangan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang selanjutnya akan disajikan dalam bentuk tabel-tabel dan uraian. 155

57 Data kuantitatif dianalisis untuk melihat pengaruh program PEMP terhadap pendapatan peserta program dengan melakukan analisis pendapatan berdasarkan biaya usaha dan pendapatan usaha. Analisis selanjutnya adalah dengan melakukan uji perbedaan dengan menggunakan uji t berpasangan (paired t-test) antara kondisi sebelum dan sesudah dilaksanakannya program PEMP di lapangan guna melihat pengaruh nyata dari pelaksanaan program PEMP. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan data lapangan pelaksanaan program PEMP dan pengaruh dari sisi ekonomi (pendapatan) terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan dengan cara menginterprestasikan hasil pengolahan data lewat tabulasi dan gambar. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Exel dan SPSS (Statistical Package for The Social Science) Analisis Pendapatan Untuk melihat pengaruh Program PEMP terhadap pendapatan masyarakat pesisir dilakukan dengan pendekatan keuntungan, yakni dengan melihat selisih perbandingan penerimaan dan pengeluaran sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan melalui analisis pendapatan. Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Hernanto, 1989). Perhitungan pendapatan dilakukan dengan menggunakan rumus : π = TR TC π = (Pq x Q) (TFC+TVC) dimana : TR : Total Revenue (Rp) TC : Totacl Cost (Rp) TFC : Total Fixed Cost (Rp) 156

58 TVC : Total Variable Cost (Rp) Pq : Harga Output Produksi (Rp/Kg) Q : Jumlah Output dengan kriteria : TR > TC : Usaha yang dilakukan memberikan keuntungan TR = TC : Usaha yang dilakukan impas TR < TC : Usaha yang dilakukan mendapatkan kerugian Sedangkan untuk ukuran efisiensi usaha akan digambarkan dengan analisis R/C Ratio dengan menggunakan rumus sebagai berikut : R/C Ratio = Penerimaan Biaya Usaha yang dilakukan dikatakan memberikan keuntungan apabila nilai R/C Ratio lebih besar dari satu, begitu juga sebaliknya usaha yang dilakukan dikatakan belum memberikan keuntungan apabila nilai R/C Ratio lebih kecil dari satu. Dalam hal ini penggunaan nilai R/C Ratio lebih dari satu digunakan untuk menggambarkan setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan lebih besar dari satu rupiah Uji t berpasangan (paired t-test) Analisis ini digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan pendapatan masyarakat pesisir setelah mengikuti program PEMP berdasarkan hipotesis yang di ajukan yaitu : H 0 : x 2 - x 1 = 0 H 1 : x 2 - x 1 0 H 1 berarti terdapat perbedaan pendapatan antara sebelum dan sesudah mengikuti program PEMP Dasar pengambilan Keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai P-value dengan nilai α, yakni P-value < α, maka H 0 ditolak 157

59 Nilai P-value diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Aminah, 2008) : t- hitung = d Sd n ; dimana d= x1 x 2 ; d d = ; dan Sd= n ( d ) 2 d n n 1 2 dengan : n = jumlah sampel x 1 = pendapatan bersih sebelum x 2 = pendapatan bersih sesudah Untuk batas penerimaan dan penolakan H 0 yang ingin diperoleh, ditetapkan penggunaan selang kepercayaan pada α = Batasan Operasional 1. Pendapatan bersih adalah total pendapatan kotor dikurangi dengan biaya usaha (operasional) dari kegiatan usaha yang dijalankan, dengan bantuan modal bergulir dari program PEMP sebagai tambahan modal guna keberlanjutan usaha atau peningkatan skala usaha dalam satuan rupiah. 2. Dana Ekonomi Produktif dalam bentuk perguliran dari program PEMP adalah bantuan modal yang diberikan guna keberlanjutan usaha dan peningkatan skala usaha masyarakat pesisir sebagai sasaran penerima yang dinyatakan dalam rupiah. 3. Tambahan modal adalah jumlah modal pinjaman yang diperoleh masyarakat pesisir setelah mengikuti program PEMP dalam rupiah. 4. Pengaruh program PEMP terhadap pendapatan dari segi ekonomi secara langsung dan sosial budaya serta lingkungan secara tidak langsung adalah 158

60 hasil yang diperoleh oleh peserta program setelah mengikuti program PEMP tahun 2006 di Kabupaten Sukabumi dengan cakupan enam kecamatan. 5. Pengaruh program PEMP ditinjau dari segi Ekonomi dengan melihat penggunaan pinjaman bantuan modal bergulir untuk keberlangsungan usaha (Biaya usaha dan atau aset usaha) atau perluasan usaha yang mempengaruhi peningkatan pendapatan setelah mengikuti program PEMP tahun 2006 di tunjukkan dengan satuan rupiah. 6. Pengaruh program PEMP ditinjau dari segi Sosial Budaya dan lingkungan dengan melihat perubahan perilaku peserta terhadap kualitas SDM dan lingkungan. 7. Data pendapatan responden adalah dengan membandingkan pendapatan masyarakat sebelum mengikuti program dengan pendapatan masyarakat setelah mengikuti program PEMP tahun Lokasi adalah Kabupaten Sukabumi dengan tahun anggaran pelaksanaan program adalah

61 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak dan Keadaan Alam Kabupaten Sukabumi terletak antara sampai Bujur Timur dan sampai Lintang Selatan. Merupakan wilayah yang sebagian daerahnya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di bagian selatan, dibagian barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Propinsi Banten, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Batas wilayah tersebut 40 persen berbatasan dengan lautan dan 60 persen merupakan daratan (Lampiran 1). Kabupaten Sukabumi berada pada posisi yang sangat strategis, yakni berjarak 120 kilometer ke Ibukota Negara (Jakarta) dan 120 kilometer ke Ibukota Propinsi (Bandung). Kabupaten Sukabumi beriklim tropik dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar mm dan hari hujan 144 hari. Suhu udara berkisar antara derjat Celcius dengan kelembaban udara persen. Curah hujan antara mm/tahun terdapat di daerah utara, sedangkan curah hujan antara mm/tahun terdapat dibagian tengah sampai selatan Kabupaten Sukabumi. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2006), Luas wilayah Kabupaten Sukabumi terhitung seluas hektar yang persen atau seluas hektar diantaranya merupakan wilayah pesisir (dihitung berdasarkan luas agregat 9 kecamatan pesisir) dengan panjang garis pantai sepanjang 117 kilometer, sedangkan luas wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu sendiri mencapai sekitar hektar atau sebesar 49,50 persen dari luas wiayah pesisir Kabupaten Sukabumi atau sebesar 16,68 persen dari total luas Kabupaten Sukabumi. 160

62 Berdasarkan data Potensi Desa Tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Kantor Statistik Kabupaten Sukabumi secara administrasi Kabupaten Sukabumi terdiri atas 47 kecamatan dengan 347 desa (PODES, 2006). Sembilan kecamatan diantaranya merupakan kecamatan pesisir, sedangkan jumlah desa di kecamatan pesisir Kabupaten Sukabumi terdiri atas 65 desa yang 27 desa diantaranya merupakan desa pantai (Lampiran 2). Pesisir Teluk Palabuhanratu sendiri secara administrasi terdiri atas 31 desa 12 desa diantaranya merupakan desa pantai. Desa pantai dalam hal ini didefinisikan sebagai desa yang sebagian atau keseluruhan wilayahnya berbatasan dengan laut (Dislutkan, 2006). Ketinggian wilayah desa pantai di kecamatan pesisir berkisar antara meter di atas permukaan air laut (dpl). Desa pantai dengan ketinggian rata rata terendah (di bawah 10 m dpl) adalah keempat desa pantai di Kecamatan Cisolok, yaitu desa pasir baru (5 m dpl), Cikahuripan (5 m dpl), Cisolok (7 m dpl) dan karang papak (7 m dpl) sedangkan desa pantai dengan ketinggian rata rata tertinggi adalah ke tiga pantai di Kecamatan Simpenan yaitu Desa Kertajaya (746 m dpl), Loji (680 m dpl) dan Cidadap (250 m dpl). ketinggian wilayah desa desa pantai di dua kecamatan pesisir lainnya berkisar antara meter diatas permukaan air laut (Dislutkan, 2006). 5.2 Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2007 tercatat Jiwa terdiri dari sebanyak jiwa laki laki atau 50,16 persen dan sebanyak jiwa perempuan atau 49,84 persen (BPS, 2008). Terhitung rasio jenis kelamin (RJK) penduduk Kabupaten ini sebesar 100,64 yang berarti bahwa dari 100 orang perempuan terdapat 101 orang laki-laki. Sedangkan 161

63 jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas sampai dengan tahun 2007 berjumlah jiwa. Kepadatan penduduk kabupaten Sukabumi pada tahun 2007 sebanyak 579,39 jiwa km2. sampai dengan tahun Kepadatan penduduk menurut kecamatan cukup berpariasi. Kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Ciemas (183 jiwa per km2) dan tertinggi di Kecamatan Sukabumi (2.447 jiwa per km). Pemukiman padat penduduk umumnya terdapat di pusat-pusat kecamatan yang berkarakteristik perkotaan dan disepanjang jalan raya. Persentase penduduk perkotaan meningkat dari 14,13 persen pada tahun 1980 menjadi 18,06 persen pada tahun 1993 (Dislutkan, 2006). Tabel 4. Penduduk Kabupaten Pesisir Sukabumi menurut Jenis Kelamin Tahun 2007 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) L P L + P 1 Cisolok Cikakak Palabuhanratu Simpenan Ciemas Ciracap Surade Cibitung Tegalbuled Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, (diolah). Tabel 4 menjelaskan bahwa penduduk Kabupaten Sukabumi yang berdomisili di kawasan pesisir berdasarkan agregasi jumlah penduduk sembilan kecamatan pesisir tercatat sebanyak jiwa atau sebesar persen total keseluruhan penduduk Kabupaten Sukabumi dengan Jumlah keluarga agregat di kecamatan pesisir sebanyak jiwa. 162

64 5.3 Pendidikan Sampai dengan tahun 2007, tingkat pendidikan di Kabupaten Sukabumi berdasarkan Kepala Keluarga masih tergolong rendah, hal ini terlihat dengan tingginya jumlah kepala keluarga yang hanya tamatan SD hingga SLTP yang mencapai Jiwa atau sebesar 64,11 persen. sedangkan kepala keluarga yang berpendidikan SLTA keatas hanya berjumlah Jiwa atau sekitar 15,77 persen. Jumlah Kepala keluarga di Kabupaten Sukabumi menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Kepala Keluarga menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Sukabumi Tahun No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) % % Kumulatif 1 Tidak Tamat SD ,13 20,13 2 Tamat SD - SLTP ,11 84,23 3 Tamat STLA ke atas ,77 100,00 Total ,00 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, (diolah). Sebaran tingkat pendidikan kepala keluarga di kecamatan pesisir tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Sukabumi pada umumnya, dimana masih didominasi oleh lulusan SD hingga SLTP sebanyak Jiwa atau 64,87 persen. Didapati bahwa dikarenakan jarak sekolah yang jauh dan fasilitas transportasi yang minim serta ketiadaan biaya membuat masyarakat pesisir di enam kecamatan pesisir ini enggan untuk melanjutkan sekolah putra-putri mereka. Fakta ini tentunya mengindikasikan bahwa diperlukan upaya peningkatan ekonomi produktif di masyarakat yang disertai dengan peningkatan kualitas SDM seperti memperbanyak pelatihan live skill di masyarakat. Jumlah Kepala keluarga menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di sembilan kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel

65 Tabel 6. Jumlah Kepala Keluarga menurut tingkat pendidikan pada kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) No. Kecamatan Tidak Tamat Tamat Jumlah Tamat SD SD - SLTP SLTA keatas 1 Cisolok Cikakak Palabuhanratu Simpenan Ciemas Ciracap Surade Cibitung Tegalbuled Jumlah Persentase 22,18 64,87 12,95 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, (diolah). Sarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten Sukabumi dari mulai TK sampai dengan tingkat SMA sebenarnya sudah cukup banyak, baik itu sekolah yang bersifat umum, madrasah, maupun kejuruan. Hanya saja letaknya yang masih tersebar disekitar kota sukabumi dan belum merata hingga ke wilayah pesisir. Jumlah sekolah, murid dan guru di kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Sukabumi Tahun 2007 No. Jenjang Pendidikan Sekolah Murid Guru 1 Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Madrasah Diniyah Awaliyah Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah Madrasah Aliyah Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, (diolah). 164

66 Sarana pendidikan yang terdapat di sembilan kecamatan pesisir terdiri dari TK sebanyak 39 unit, SD sebanyak 286 unit, SMP sebanyak 23 unit, SMA sebanyak 8 unit, SMK sebanyak 8 unit, Madrasah Diniyah 458 unit, Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 66 unit, Madrasah Tsanawiyah sebanyak 32 unit, dan Madrasah Aliyah sebanyak 7 unit. Jumlah Sekolah di sembilan Kecamatan Pesisir di Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Sekolah di Wilayah Pesisir di Kabupaten Sukabumi Tahun No. Kecamatan Jumlah (Unit) TK SD SMP SMA SMK MD MI MTs MA 1 Cisolok Cikakak Palabuhanratu Simpenan Ciemas Ciracap Surade Cibitung Tegalbuled Total Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, (diolah). 5.4 Mata Pencaharian Mata pencaharian Penduduk Kabupaten Sukabumi masih didominasi oleh sektor pertanian yang terdiri dari tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan serta kehutanan, dimana persentase penduduk yang bekerja dibidang ini berjumlah jiwa atau 37,75 persen dari total lapangan kerja utama yang ada di Kabupaten Sukabumi. Selanjutnya diikuti oleh sektor Hotel, Restoran, dan perdagangan yang mencapai jiwa atau 20,72 persen. jenis lapangan kerja utama penduduk Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada tebel

67 Tabel 9. Penduduk Kabupaten Sukabumi yang Bekerja menurut Jenis Lapangan Kerja Utama Tahun No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persen 1 Pertanian ,75 2 Pertambangan ,30 3 Industri Manufaktur ,81 4 Listrik, Gas, & Air ,20 5 Bangunan / Konstruksi ,81 6 Perdagangan, Restoran, & Hotel ,72 7 Transportasi ,54 8 Bank / Finance ,84 9 Jasa ,72 10 Lainnya ,31 Jumlah ,00 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, (diolah) Pada keadaan penduduk di wilayah pesisir, jenis mata pencaharian juga di dominasi oleh pertanian dalam hal ini perikanan, tentunya hal ini berkaitan erat dengan ketersediaan SDA utama yang dimanfaatkan yakni sumberdaya pesisir dan lautan. Hal ini tentunya menunjukkan potensi yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (2006), Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Bukan Perikanan (RTBP) di pesisir Kabupaten sukabumi mencapai orang. Jenis usaha yang dilakukan antara lain Nelayan, Pedagang dan pengecer hasil perikanan, pengolah produk perikanan, budidaya, wisata bahari, dan kegiatan pendukung lainnya. Pada penduduk tertentu di wilayah pesisir juga melakukan aktivitas secara bersamaan, misalnya menjadi seorang nelayan dan pengolah atau menjadi nelayan dan pedagang secara sekaligus, tentunya hal ini dilakukan guna efisiensi usaha dan mencari keuntungan yang lebih tinggi. 166

68 5.5 Potensi Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi memiliki potensi sumberdaya perikanan air tawar, air payau dan air laut yang belum dimanfaatkan secara optimal dikarenakan masalah sarana dan prasarana yang belum memadai. Hal ini tentunya menjadi suatu kendala yang cukup serius mengingat begitu banyaknya sumberdaya yang tersedia untuk diolah. Dengan wilayah pesisir dan laut yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia membuat Kabupaten Sukabumi memiliki kewenangan daerah sejauh 4 mil laut (702 Km 2 ). Dari data Dinas Kelautan dan Perikanan (2006) diketahui Potensi lestari (MSY) perikanan yang didominasi di wilayah teluk Palabuhan Ratu ± ton per tahun. Potensi lainnya yang dapat di optimalkan penggunaannya antara lain adalah budidaya air tawar dan air payau yang tidak kalah potensial. Aneka ragam potensi sumberdaya perikanan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Potensi Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Sukabumi. No. Uraian Potensi 1 Panjang Pantai 117 KM 2 Potensi Lestari ton/tahun 3 Ikan Pelagis Besar ton 4 Ikan Pelagis Kecil ton 5 Ikan Demersal 302 ton 6 Fishing Ground 702 KM A Budidaya Air Tawar 1. Sawah Perikanan Ha 2. Kolam Air Tenang Ha 3. Kolam Air Deras 343 Unit 4. Keramba 50 Unit 5. Jaring Apung 10 Unit B Budidaya Air Payau (Tambak) Ha C Penangkapan di Perairan Umum 1. Rawa 35 Ha 2. Sungai 747,5 Km 3. Situ 149,6 Ha 4. Waduk 3 Ha Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi,

69 5.6 Aktivitas Ekonomi di Wilayah Pesisir Dari data Dinas kelautan dan perikanan (2006) diketahui bahwa jumlah RTP dan RTBP (nelayan) Kabupaten Sukabumi mencapai orang, pembudidaya ikan sebanyak orang dan pengolah ikan sebanyak orang. Sarana dan prasarana yang tersedia meliputi satu unit pasar ikan, empat unit Balai Budidaya Ikan (BBI), satu unit Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), satu unit Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan enam unit Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Sedangkan armada penangkapan yang ada berkisar unit (terdiri dari congkreng/sampan, kapal payang, kapal diesel, kapal rumpon, dan kapal long line) serta unit alat tangkap (pukat kantong, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap, alat pengumpul, dll). Kecamatan Palabuhanratu dan Cisolok merupakan dua kecamatan di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu yang menjadi pusat fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di kabupaten Sukabumi. Hal ini dikarenakan di kedua kecamatan tersebut mempunyai kapasitas ruang dan fasilitas lelang yang cukup besar untuk menampung ikan yang didaratkan, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu di kecamatan Palabuhanratu dan Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok (PPI) di kecamatan Cisolok. Sementara fasilitas perikanan yang terdapat diempat kecamatan lainnya, hanya berstatus Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yaitu TPI Simpenan- Simpenan, TPI Ciwaru Ciemas, TPI Ujunggenteng-Ciracap dan TPI Surade-Surade. Produksi perikanan laut di pesisir Kabupaten Sukabumi sampai dengan tahun 2004 berkisar ton/tahun. Dimana dari hasil penelitian, diduga pemanfaatan sumberdaya ikan perairan laut Kabupaten Sukabumi baru mencapai 168

70 36 persen, sehingga peluang pengembangan perikanan tangkap di perairan ini masih besar apalagi untuk daerah lepas pantai dan ZEEI (Dislutkan, 2006). Teknologi penangkapan umumnya belum berkembang dan masih terbilang tradisional, nelayan skala kecil umumnya menangkap ikan di sekitar perairan artisanal (di bawah 3 mil) terutama disekitar perairan teluk. Namun jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan sangat beragam, diantaranya; layur, tuna, tongkol, kakap, tenggiri, kerapu, jambal, beronang, jangilus, kembung, kuwe, lobster, pisang-pisang, teri dan ikan kecil lainnya. Semua hasil tangkapan tadi didaratkan di lima TPI/PPI dan satu PPN dengan proses lelang. Sedangkan untuk kegiatan budidaya laut bisa dikatakan hampir tidak ada mengingat kondisi geografis yang tidak memungkinkan, kalaupun ada hanya sebatas pengumpul ikan hidup yang berfungsi sebagai penyuplai ikan hidup ke Jakarta (kerapu, lobster dan sidat). Selain dijual oleh pedagang ikan dalam keadaan segar, ikan hasil tangkapan juga oleh pengolah ikan diolah menjadi berbagai macam produk olahan tradisonal seperti ikan pindang, ikan asin, ikan panggang, ikan presto, abon, dendeng, baso, terasi dan lainnya, walaupun produk olahannya masih berskala kecil. Salah satu kecamatan yang cukup berkembang sebagai daerah pengolahan ikan adalah kecamatan Cisolok. Di Kecamatan ini berkembang berbagai kegiatan deversifikasi produk perikanan, seperti abon ikan, dendeng ikan, kerupuk ikan dan ikan asin, sedangkan aktivitas pengolahan ikan di wilayah kecamatan lainnya hanya berkembang pada kegiatan pengolahan ikan pindang dan ikan asin. Produksi ikan baik dalam bentuk segar dengan menggunakan teknologi ice box maupun dalam bentuk produk olahan tadi pada umumnya masih dipasarkan secara lokal atau didistribusikan ke daerah lain seperti kota Bandung, Jakarta. 169

71 VI. PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) BERDASARKAN SASARAN DAN PRIORITAS DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SUKABUMI 6.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir peserta program PEMP tahun anggaran 2006 yang berjumlah 58 orang dengan jenis mata pencaharian adalah penangkap (nelayan), pedagang dan pengecer/bakul serta pengolah. Sebagian besar dari mereka mendapatkan dana bergulir dari program PEMP dikarenakan adanya hubungan kekerabatan dengan ketua ataupun pengurus koperasi lainnya. Hal ini cukup berpengaruh dikarenakan ketatnya penyeleksian dalam mencari anggota koperasi, mengingat sebelumnya di lokasi penelitian telah banyak dana-dana bantuan modal yang diberikan untuk masyarakat pesisir, namun tidak berjalan sebagaimana mestinya yang lebih dianggap sebagai hibah. Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat pengeluaran keluarga, jenis usaha, dan pengalaman usaha tahun 16% Lebih dari 51 tahun 9% tahun 42% tahun 33% Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (Tahun) Gambar 3 menunjukkan sebaran responden berdasarkan kelompok usia dengan responden tertua berusia 67 tahun dan responden terumuda berusia

72 tahun. Pada sebaran usia responden di enam kecamatan pesisir ini, 98,28 persen atau sebanyak 57 orang responden masih tergolong usia produktif (15-64 tahun), hanya satu orang responden yang berada pada di luar usia produktif. Bila ditinjau dari jenis kelamin (Gambar 4), dari total responden sebanyak 58 orang, hanya terdapat 3 orang atau 5,17 persen responden perempuan. Hal ini berbeda jauh dengan responden Laki-laki yang mencapai 94,83 persen atau sebesar 55 orang. Rendahnya responden perempuan tersebut disebabkan karena mata pencarian responden masih di dominasi oleh nelayan dan karakteristik kebudayaan setempat yang masih menempatkan Istri sebagai ibu rumah tangga bukan sebagai tenaga kerja utama dalam keluarga yang dapat membantu menghasilkan pendapatan tambahan. Kalaupun bekerja mereka hanya sebatas menjadi tenaga pembantu sesekali saja. Adapun tiga orang responden perempuan yang di peroleh merupakan responden dari jenis usaha pengolah pedagang. Perempuan 5,17% Laki-laki 94,83% Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 5 menunjukkan rincian jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan. Secara umum kualitas SDM peserta program masih tergolong rendah, dimana mayoritas responden masih di dominasi lulusan SD yakni sebesar 47 orang atau 81,03 persen. selanjutnya responden yang berpendidikan SMP sebesar 7 (tujuh) orang atau 12,07 persen. sedangkan responden yang berpendidikan SMA 171

73 hanya sebesar 4 (empat) orang atau 6,90 persen dan tidak ada satupun responden yang pernah mengenyam pendidikan pada level Perguruan tinggi. SMP 12,07% SMA 6,90% SD 81,03% Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gambar 6 menunjukkan sebaran jumlah anggota keluarga responden. Sebagian besar responden memiliki jumlah anggota keluarga 3-4 orang yakni sebesar 46 responden atau 79,31 persen. 9 (sembilan) responden atau 15,52 persen beranggota keluarga lebih dari 5 orang, dan hanya tiga orang responden atau 5,17 persen beranggota keluarga 1-2 orang. Lebih dari 5 orang 15,52% 1-2 orang 5,17% 3-4 orang 79,31% Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga ini tentunya akan mempengaruhi tingkat pengeluaran keluarga, dimana semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin besar juga pengeluaran rumah tangga. Walaupun disisi lain juga dipengaruhi oleh jumlah pekerja dalam keluarga dan tingkat pendapatannya. 172

74 Gambar 7 menunjukkan tingkat pengeluaran keluarga perbulan, sebesar 17,24 persen atau sebanyak 10 orang responden memiliki pengeluaran keluarga antara Rp Rp , sebesar 27,59 persen atau sebanyak 16 orang memiliki pengeluaran antara Rp Rp , sebesar 37,93 persen atau sebanyak 22 orang responden memiliki pengeluaran antara Rp Rp , dan hanya 17,24 persen atau sebanyak 10 orang yang memiliki pengeluaran keluarga lebih dari Rp Karakteristik responden penelitian secara menyeluruh dapat dilihat pada Lampiran 3. Lebih dari Rp ,24% Rp Rp ,24% 37,93% Rp Rp ,59% Rp Rp Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Keluarga 6.2 Karakteristik Usaha Responden Jumlah responden pada penelitian ini terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis usaha yakni nelayan (penangkap), pedagang dan pengecer (bakul) serta pengolah (Gambar 8). Dari total responden sebanyak 58 orang, sebesar 48,28 persen atau sebanyak 28 orang berprofesi sebagai nelayan, sebesar 25,86 persen atau sebanyak 15 orang berprofesi sebagai pedagang, dan sebesar 25,86 persen atau sebanyak 15 orang berprofesi sebagai pengolah. 173

75 Pedagang 25,86% Penangkap (Nelayan) 48,28% Pengolah 25,86% Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha Masyarakat Pesisir di enam kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi umumnya memiliki pengalaman usaha yang relatif lama yakni lebih dari lima tahun dan bahkan ada yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun. Hal ini dikarenakan usaha yang dilakukan pada umumnya merupakan usaha turun temurun keluarga. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman usaha ditunjukkan oleh Gambar 8. Sebanyak 53 orang responden atau sebesar 91,38 persen menyatakan bahwa mereka telah menjalani profesinya lebih dari lima tahun, empat orang atau sebesar 6,90 persen telah menjalani usahanya 2-5 tahun, dan hanya satu orang atau sebesar 1,72 persen responden yang menjalani usahanya kurang dari dua tahun. Kurang dari 2 tahun 1,72% 2-5 tahun 6,90% Lebih dari 5 tahun 91,38% Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha Pada jenis usaha Penangkapan (nelayan), responden pada penelitian ini berjumlah 28 orang, dengan rata-rata pengalaman usaha 89,29 persen atau 174

76 sebanyak 25 orang telah menjalankan aktivitas sebagai nelayan selama lebih dari lima tahun, dan hanya 10,71 persen atau tiga orang responden yang baru menjalani aktivitasnya sebagai nelayan kurang dari lima tahun. Kapal yang digunakan terdiri dari empat jenis yakni Kapal Payang, Kapal Rumpon, Kapal Diesel, dan cangkring/sampan dengan kapasitas mesin terkecil 5 PK (mesin tempel) dan terbesar 60 PK. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah jaring dengan berbagai turunannya dan pancing. Berdasarkan total 28 orang responden jenis usaha nelayan, 23 orang atau sebesar 82,14 persen merupakan pemilik kapal sedangkan lima orang atau sebesar 17,86 persen menjalankan usaha orang lain. Sebanyak 18 orang atau sebesar 64,29 persen dari total responden memiliki pekerjaan sampingan yakni sebagai tukang ojek, pedagang maupun pengolah yang dilakukan saat sedang tidak melaut. Hasil tangkapan juga beragam bergantung kepada lokasi, waktu dan jenis alat tangkap, namun biasanya yang dihasilkan adalah Layur, eteman, cumi, cakalang, tuna, tongkol, kakap, tenggiri, kerapu, jambal, kembung, kuwe, pisang-pisang, teri dan ikan kecil lainnya. Jumlah tangkapan untuk jenis kapal Rumpon mencapai 30 ton perbulan, untuk jenis kapal Payang mencapai 30 ton perbulan, sedangkan untuk jenis kapal Diesel jumlah tangkapan mencapai 10 ton perbulan, dan untuk jenis kapal cangkring/sampan jumlah tangkapan mencapai 700 kg perbulan. Untuk kapal jenis Rumpon waktu melaut biasanya mencapai 24 jam perhari dengan total hari melaut maksimal 20 hari dalam sebulan (rata-rata tiap lima hari). Pada kapal jenis Payang waktu melaut biasanya beragam mulai dari 8-24 jam perhari dengan total hari melaut rata-rata hari dalam sebulan (hampir setiap hari). Sedangkan untuk kapal jenis Diesel waktu melaut perhari 175

77 biasanya mencapai 8-24 jam perhari dengan total hari melaut berkisar antara hari dalam sebulan (dua kali seminggu). kapal jenis Cangkring/sampan waktu melaut biasanya 7-12 jam perhari, dengan total hari melaut dalam sebulan berkisar antara hari (hampir setiap hari kecuali hari Jum at). Jenis usaha penangkapan juga mempunyai tenaga kerja harian lepas yang biasa juga bertugas sebagai anak buah kapal (ABK) berkisar antara enam hingga delapan orang untuk kapal Rumpon, atau berkisar antara 10 hingga 15 orang untuk kapal Payang, dan untuk kapal Diesel berkisar antara enam hingga delapan orang. Upah harian ABK dihitung berdasarkan nilai 40 persen pendapatan bersih dibagi dengan jumlah nelayan yang melaut. Sedangkan 60 persennya untuk pemilik kapal. Profil responden jenis usaha Penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 4. Responden jenis usaha Pengolahan berjumlah 15 orang, terdiri dari delapan orang atau sebesar 53,33 persen pengolahan pindang dan tujuh orang atau sebesar 46,67 persen pengolahan asin, dimana semua responden telah menjalani usahanya lebih dari 5 tahun. Dari total 15 responden, terdapat empat responden atau sebesar 26,67 persen yang bekerja untuk orang lain dan sebanyak 11 responden atau sebesar 73,33 persen memiliki usahanya sendiri. Waktu produksi biasanya berkisar antara 7-12 jam perhari dengan total hari produksi dalam sebulan mencapai 28 hari (rata-rata tiap hari). Rata-rata produksi olahan perbulan adalah mencapai 30 ton untuk pindang dan 20 ton untuk asin. Guna membantu pekerjaannya biasanya pekerjaan mengolah ikan dibantu oleh tenaga kerja yang berkisar antara satu sampai dua orang dengan upah berkisar antara Rp hingga Rp perbulan. 176

78 Produk olahan yang dihasilkan ini tergantung dari ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkapan nelayan dan tingkat permintaan pasar. Area pemasaran produk bervariasi mulai dari pasar lokal hingga di kirim ke Bandung maupun Jakarta. Seluruh responden jenis usaha pengolahan memiliki pekerjaan sampingan yakni sebagai tukang ojek maupun pedagang yang dilakukan saat sedang tidak mengolah ikan. Profil responden jenis usaha Pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 5. Responden jenis usaha perdagangan terdiri dari 15 orang, dengan 14 orang atau sebesar 93,33 persen responden telah menjalani usahanya lebih dari lima tahun dan hanya satu orang atau sebesar 6,67 persen responden baru menjalani usahanya kurang dari 2 tahun. Waktu operasi (berdagang) biasanya berkisar antara 7-10 jam perhari dengan total hari berdagang mencapai 28 hari dalam sebulan. Dari total 15 orang responden didapati bahwa sebanyak sembilan orang atau sebesar 60 persen menjalankan usaha milik orang lain dan sebanyak enam orang atau sebesar 40 persen menjalankan usaha milik sendiri. Volume penjualan ikan dalam satu bulan berkisar antara 600 kg hingga 20 ton. Namun kegiatan perdagangan ini sangat bergantung dari hasil tangkapan nelayan. Tempat usaha yang digunakan adalah dengan menyewa kios-kios di pasar. Sebanyak lima orang atau sebesar 33,33 persen dari total responden memiliki tenaga kerja dengan upah perbulan berkisar antara Rp hingga Rp Guna menambah penghasilannya, sebanyak lima orang atau sebesar 33,33 persen dari total responden memiliki pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek maupun berdagang barang lainnya yang dilakukan saat sedang tidak musim ikan dan sisanya sebanyak 10 orang atau sebesar 66,67 persen tidak memiliki 177

79 pekerjaan sampingan. Profil responden jenis usaha Pedagang dapat dilihat pada Lampiran Pelaksanaan Program PEMP Pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2006 dilaksanakan di enam kecamatan pesisir yakni Cisolok, Cikakak, Pelabuhan Ratu, Simpenan, Ciemas, dan Ciracap dengan 18 desa pesisir. Alasan Dinas Kelautan dan Perikanan memilih enam kecamatan dari sembilan kecamatan pesisir ini didasarkan pada sebaran aktivitas masyarakat pesisir yang masih didominasi di wilayah teluk Pelabuhan Ratu. Pemilihan ini juga dimaksudkan guna memudahkan dalam koordinasi dan pengawasan program selanjutnya dikarenakan kondisi geografis yang sulit untuk di jangkau. Lokasi Program PEMP di Kabupaten Sukabumi tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Lokasi Program PEMP di Kabupaten Sukabumi Tahun No. Kecamatan Luas Wilayah (ha) Desa Pantai 1 Cisolok ,72 Pasirbaru Cikahuripan Cisolok 2 Cikakak ,26 Karangpapak Cimaja 3 Palabuhanratu ,91 Cikakak Citarik Palabuhanratu 4 Simpenan ,16 Citepus Kertajaya Loji 5 Ciemas ,00 Cidadap Cibenda Ciwaru 6 Ciracap ,10 Girimukti Gunung Batu Cikangkung Purwasedar Sumber : Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu,

80 Program PEMP pada awal mulanya di tahun 2000 merupakan salah satu program dari Pemerintah yang dijalankan sebagai upaya kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak. Dalam perjalanannya hingga saat ini resmi menjadi program yang di biayai APBN, program PEMP juga terus mengalami perbaikanperbaikan guna kesempurnaan pelaksanaannya. Khusus untuk Program PEMP tahun 2006, pelaksanaannya dilakukan di 135 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, dengan total anggaran sebesar Rp (Humas Ditjen KP3K, 2008). Sedangkan pada pelaksanaan Program PEMP tahun 2006 untuk Kabupaten Sukabumi, dana yang diterima adalah sebesar Rp , dana tersebut terbagi menjadi tiga komponen penting, yakni administrasi program, pendampingan, dan program pendukung peningkatan SDM pesisir sebesar Rp , Solar Packed Dealer fon Nelayan (SPDN) sebesar Rp , dan Dana Ekonomi Produktif (DEP) sebesar Rp Program PEMP di Kabupaten Sukabumi dilaksanaan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dengan bantuan Konsultan Manajemen (KM) dalam aspek teknis dan manajemen Program PEMP dalam hal ini, hal terpentingnya adalah pemilihan dan penyiapan koperasi LEPP Mitra Mina Ratu sebagai ujung tombak holding company di tingkat masyarakat. Pemilihan Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu ini sendiri tentunya melalui seleksi yang ketat dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi antara lain, merupakan koperasi yang bergerak di bidang perikanan dan kelautan, terletak dilokasi yang strategis, dan memiliki badan hukum sehingga diperbolehkan untuk melakukan kegiatan simpan pinjam. 179

81 Sesuai dengan hasil kerjasama di tingkat pusat dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan dengan salah satu bank pelaksana yakni Bank BRI, Dana ekonomi produktif (DEP) yang diberikan kepada Kabupaten Sukabumi sebesar Rp melalui Dinas Kelautan dan Perikanan untuk kegiatan unit simpan pinjam Koperasi terpilih akan di jaminkan seluruhnya di Bank BRI cabang Pelabuhan ratu, untuk kemudian Bank Bank BRI cabang Pelabuhan ratu akan mengeluarkan kredit kepada unit simpan pinjam koperasi sebesar yang dijaminkan tersebut dengan perjanian yang disepakati. Dalam hal ini koperasi bekerjasama dengan Bank BRI selama tiga tahun hingga Ditahun sebelumnya yakni tahun 2005, melalui APBN-P, Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu sendiri telah menerima bantuan dari program PEMP berupa pendirian Kedai pesisir sebesar Rp yang diperuntukkan guna menyediakan kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan usaha masyarakat pesisir dengan harga yang layak. Sedangkan untuk bantuan sarana Solar Packet Dealer for Nelayan (SPDN) tahun anggaran 2006 sebesar Rp yang masih merupakan bagian dari program PEMP sebagai upaya guna membantu Masyarakat Pesisir yang membutuhkan bahan bakar guna kegiatan usahanya dengan harga resmi sesuai yang ditetapkan pemerintah, sampai saat in masih dalam tahap penentuan lokasi strategis dan negosiasi Dinas Kelautan dan Perikanan dengan pihak Pertamina selaku penyedia bahan bakar. Sehingga dalam pelaksanaanya di tahun 2006 Koperasi LEPP M2R telah memiliki dua unit usaha yang telah beroperasi, yakni unit usaha simpan pinjam (Lembaga Keuangan Mikro) dan kedai pesisir. Struktur organisasi koperasi dan unit usaha koperasi LEPP Mitra mina Ratu dapat dilihat pada Lampiran

82 Dari hasil verifikasi terhadap pedoman pelaksanaan dilapangan, diketahui bahwa pada pelaksanaan program PEMP tahun 2006 ini koperasi LEPP M2R lebih berpatokan pada standar dari Bank BRI yang lebih dominan dalam melihat kelayakan bisnis dengan mempertimbangkan lokasi geografisnya, disamping hal ini juga dilakukan sebagai upaya pembelajaran dalam mengakses dana perbankan. Tetapi tentunya hal ini menyimpang dari sasaran utamanya, dimana bila dilihat dari omset perbulan responden penerima DEP yang kebanyakan berkisar antara 50 juta ke atas (Gambar 10) yang tidak lagi dapat digolongkan sebagai peserta program skala mikro. Omset lebih dari 50 juta 38% 62% Omset kurang dari 50 Juta Gambar 10. Perbandingan Omset Usaha perbulan Peserta Program PEMP. Sebagai akibat dari pelaksanaan metode tersebut, jumlah peminjam di USP koperasi menjadi sangat terbatas, dikarenakan jumlah pinjaman per orang yang menjadi lebih besar. Namun hal ini berdampak pada laba yang dihasilkan Koperasi mengingat tingkat bunga yang gunakan kebanyakan adalah 20 persen pertahun. Dalam hal ini, terlihat bahwa Koperasi terkesan mengesampingkan tugas utamanya yang secara sosial membantu keberlangsungan usaha masyarakat pesisir skala mikro, namun lebih berorientasi pada sisi ekonomi yang mengutamakan laba usaha. Tetapi setidaknya hal ini sudah sedikit lebih baik karena peserta program tidak lagi perlu meminjam dari juragan setempat yang menggunakan tingkat bunga yang sangat tinggi. 181

83 6.3.1 Jenis Usaha Peserta Program PEMP Sesuai dengan sasarannya, yang dapat menjadi peserta program PEMP adalah masyarakat pesisir yang berusaha di sektor kelautan dan perikanan baik itu yang terkait langsung maupun yang tidak langsung. Untuk kabupaten sukabumi, dari hasil identifikasi dan verifikasi dilapangan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Koperasi LEPP M2R dan TPD, sampai dengan bulan juni 2008 sebanyak 123 orang masyarakat pesisir telah terpilih menjadi peserta Program PEMP yang terdiri dari Penangkap (nelayan), Pengolah, Pedagang dan Pengecer/Bakul, dan Wisata Bahari. Peserta Program PEMP Kabupaten Sukabumi berdasarkan jenis Usahanya dapat dilihat pada Gambar 11. Pedagang & Pengecer 28,46% Wisata Bahari 2,44% Penangkapan 44,72% Pengolahan 24,39% Gambar 11. Peserta Program PEMP Kabupaten Sukabumi berdasarkan Jenis Usahanya. Peserta program PEMP tahun 2006 di Kabupaten Sukabumi masih didominasi oleh jenis usaha penangkapan (nelayan) yakni sebesar 44,72 persen atau sebanyak 55 orang, diikuti oleh jenis usaha perdagangan sebesar 28,46 persen atau sebanyak 35 orang dan jenis usaha pengolahan sebesar 24,39 persen atau sebanyak 30 orang. Adapun untuk jenis usaha wisata bahari dalam hal ini persentase keikutsertaannya dalam program PEMP hanya sebesar 2,44 persen atau sebanyak tiga orang, hal ini dapat dimaklumi mengingat untuk jenis usaha 182

84 pariwisata telah banyak program pemerintah yang dilaksanakan untuk membantu permodalan usaha. Sehingga dalam hal ini, pelaksanaan program lebih di prioritaskan pada sektor di luar pariwisata. Jenis usaha penangkapan mendominasi peserta program dikarenakan wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi yang lebih cocok untuk kegiatan penangkapan dibandingkan untuk jenis usaha lain seperti budidaya, sehingga penangkapan merupakan jenis usaha mayoritas yang ada. Sedangkan untuk jenis usaha pedagang dan pengolah merupakan aktivitas turunan dari kegiatan penangkapan. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa pada prinsipnya program PEMP di Sukabumi dilaksanakan sesuai dengan konsep dasar nasional dimana salah satunya adalah lebih mengutamakan pemberian bantuan pinjaman permodalan bagi pelaku usaha perikanan dan kelautan, namun terdapat beberapa hal yang menyesuaikan dengan kondisi setempat. Perubahan mendasar yang terjadi adalah masyarakat pesisir peserta program yang didominasi oleh pelaku usaha yang bukan tergolong skala mikro. Alasan Koperasi LEPP M2R dalam melakukan hal ini adalah guna meminimalisir permasalahan dalam pengembalian pinjaman (menekan kredit macet) seperti yang sering terjadi pada pelaksanaan program PEMP di tahun-tahun sebelumnya Mekanisme Penyaluran Dana Ekonomi Produktif Tahap awal dalam implementasi penyaluran DEP program PEMP dilapangan adalah mempersiapkan Koperasi LEPP M2R sebagai lembaga berbadan Hukum yang siap dan layak untuk melaksanakan kegiatan simpan pinjam. Dengan bantuan Konsultan Manajemen, Dinas Kelautan dan Perikanan 183

85 mempersiapkan Koperasi LEPP M2R untuk mendapatkan bantuan dana DEP sehingga tahap selanjutnya dapat dijalankan. Tahap selanjutnya adalah melakukan Sosialisasi, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu mengadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat pesisir di enam kecamatan pesisir. Tujuan dari dilaksanakannya sosialisasi adalah agar masyarakat calon peserta program mengerti tentang manfaat program dan teknis pelaksanaan program nantinya. Kegiatan selanjutnya adalah pihak Koperasi akan memberikan kesempatan bagi masyarakat pesisir untuk menjadi peserta program yang dalam hal ini juga sekaligus menjadi anggota koperasi. Mengingat pelaksanaan program mengandung unsur pemberian bantuan pinjaman permodalan yang rawan penyimpangan dan penyalahartian, dalam hal ini koperasi dengan bantuan Tenaga Pendamping Desa (TPD) melakukan penyeleksian secara ketat peserta yang mengajukan permohonan sebagai anggota. Beberapa seleksi penting yang dilakukan diantaranya adalah kelayakan usaha dan perilaku peserta. TPD sendiri direkrut oleh Dinas Kelautan dan Perikanan yang dipilih dari masyarakat lokal yang berkompeten untuk tinggal di tengah-tengah masyarakat dan bertugas mendampingi masyarakat secara terus-menerus. TPD juga bertugas untuk mempersiapkan masyarakat pesisir untuk mengakses kredit, mendampingi mereka menjalankan dan mengembangkan usaha baik dalam tahap produksi maupun tahap pemasaran. Selanjutnya masyarakat pesisir yang layak mengikuti program dengan bantuan TPD menyusun rencana dan pengembangan usaha yang ingin dilakukan serta permohonan permodalannya. Dalam pelaksanaanya dilapangan, TPD juga 184

86 dibantu oleh Konsultan Manajemen untuk menjembatani masyarakat dengan Instansi Pemerintah, Koperasi, Bank, maupun lembaga terkait lainnya dengan tujuan agar kedepannya masyarakat pesisir lebih mandiri dan bankable melaiu berbagai pembelajaran (lesson learned). Dari hasil pengajuan permohonan pinjaman dana yang telah dilampiri persyaratan yang berlaku oleh masyarakat peserta program yang dibuat kepada Koperasi LEPP M2R, pihak Koperasi LEPP M2R dengan pihak Bank BRI selanjutnya akan melakukan verifikasi lapangan untuk melakukan penilaian kelayakan dari permohonan yang di ajukan. Dari hasil verfikasi inilah akan ditentukan layak atau tidak layaknya diberikan pinjaman dan berapa besaran yang seharusnya disetujui untuk pinjaman yang diajukan. Diagram alir pencairan DEP dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada implementasinya di lapangan, tahap awal pelaksanaan pencairan DEP berjalan lamban, hal ini terlihat dari data pelaksanaan pencairan DEP di Koperasi yang baru di mulai pada bulan Desember Keterlambatan ini disebabkan oleh rumitnya proses pencairan DEP dari rekening pemerintah (KPPN) ke rekening Koperasi LEPP M2R di Bank BRI. Hal ini terjadi karena Dana DEP merupakan hibah dari pemerintah untuk modal usaha simpan pinjam Koperasi LEPP M2R, sehingga dalam hal ini pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi betul-betul cermat dalam melaksanakannya. Keterlambatan ini tentunya secara langsung akan mempengaruhi tugas TPD dalam mendampingi masyarakat peserta program di lapangan pasca pencairan DEP, mengingat masa kerja TPD yang secara keproyekan akan habis Kontraknya di Akhir Desember. Sehingga pada pelaksanaan pencairan DEP di 185

87 tahun 2007, praktis tidak lagi di dampingi oleh TPD. Pelaksanaan pendampingan pasca program hanya dikerjakan oleh Koperasi, hal ini menjadi kurang efektif karena pembinaan yang dilakukan pihak Koperasi tidak berlangsung secara terus menerus dan berada di tengah-tengah masyarakat seperti sebagaimana yang dilakukan oleh TPD Pengelolaan Dana Ekonomi Produktif perguliran dana DEP tahun 2006 sebesar Rp Sampai dengan Juni 2008 telah berkembang menjadi Rp atau bertambah sebesar Rp dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun pergulirannya kepada 123 peserta program. Pelaksanaan pencairan sendiri dilakukan secara bertahap, mengingat lamanya waktu yang di butuhkan untuk verifikasi terhadap calon penerima. Dalam hal ini terlihat bahwa setidaknya mekanisme perguliran DEP kepada peserta lainnya sudah berjalan walaupun dengan persentase yang kecil. Tahap pencairan dana DEP dapat dilihat pada Tabel 12 Tabel 12. Pelaksanaan Pencairan DEP Koperasi LEPP M2R sampai dengan Juni No. Waktu Penerima Jumlah Perguliran Kisaran Pencairan (Rp.) Pencairan (orang) (Rp.) 1 Des juta - 10 juta Jan juta - 10 juta Mar ,5 juta - 8 juta Mei juta - 15 juta Jun juta - 9 juta Jul ribu - 15 juta Agust ribu ribu Okt ,5 juta - 7 juta Feb ribu - 2,5 juta Mei juta - 7,5 juta Jun ribu - 11 juta Total Penerima 123 Total DEP s/d Sept Sumber : Koperasi LEPP M2R Pelabuhan Ratu, 2008 (diolah) 186

88 Syarat-syarat yang diharuskan dipenuhi dalam permohonan pengajuan pinjaman antara lain adalah mengisi formulir, fotocopy KTP (Suami & Istri), Kartu Keluarga, pas foto, dan membuka tabungan di Unit Simpan Pinjam. Sebagai jaminan di Koperasi, peserta akan menjaminkan surat barang elektronik berharga miliknya untuk pinjaman dibawah satu juta rupiah, surat kendaraan bermotor untuk pinjaman sampai dengan lima juta rupiah, dan surat tanah/girik atau surat kepemilikan Kapal untuk pinjaman diatas lima juta hingga lima belas juta rupiah. Hal ini tentunya dilakukan sebagai pembelajaran bagi masyarakat pesisir agar lebih bertanggung jawab dan mengerti sistem yang digunakan oleh perbankan. Untuk pinjaman dibawah satu juta, waktu pemrosesan mulai dari permohonan hingga pencairan membutuhkan maksimal waktu tiga hari, pinjaman antara satu sampai lima juta waktu pemrosesan mulai dari permohonan hingga pencairan membutuhkan waktu masimal satu minggu, pinjaman antara lima sampai sepuluh juta waktu pemrosesan mulai dari permohonan hingga pencairan membutuhkan waktu maksimal 10 hari. Sedangkan untuk pinjaman diatas sepuluh juta waktu pemrosesan mulai dari permohonan hingga pencairan membutuhkan waktu maksimal 14 hari. Pasca pencairan DEP ditemukan berbagai macam kendala dilapangan yang mempengaruhi tingkat pengembalian DEP. Tercatat sampai dengan bulan september 2008 tingkat kolektibilitas dana DEP hanya sebesar 73 persen. hal ini sedikit banyak telah membuat tersendatnya perguliran dana bagi peserta lainnya. Guna mengantisipasi hal tersebut koperasi secara intensif telah mengadakan pendekatan secara individu kepada tiap-tiap peserta yang menunggak. Walaupun hasil yang diperoleh tergolong sangat minim.am, 187

89 Sebagai langkah pencegahan kemacetan pengembalian pinjaman, sejak bulan September 2008, Koperasi LEPP M2R mengembangkan model jenis pinjaman baru bagi peserta program, yakni pinjaman dengan kisaran lima ratus ribu hingga satu juta rupiah tanpa agunan. Durasi pinjaman adalah enam bulan hingga satu tahun yang dicicil perhari dengan tingkat bunga 10%. Hasil dilapangan menunjukkan bahwa model yang disadur dari Grameen Bank ini cukup berhasil mengingat angsuran yang ringan yang hanya berkisar Rp 3000 hingga Rp perhari. Sampai dengan bulan Oktober 2008 model pinjaman ini telah di manfaatkan oleh lebih dari 20 orang nasabah. Dari hasil wawancara dengan Ketua Koperasi dan Manajer USP, diketahui bahwa kedepannya Koperasi akan lebih mengembangkan model pinjaman skala kecil dengan waktu yang singkat dibandingkan dengan model yang dijalankan sekarang, dan tentunya akan lebih sesuai dengan konsep nasionalnya. Permasalahan lainnya yang timbul adalah Ketidakkonsistenan BRI dalam menyikapi perjanjian. Dimana Bank BRI terkesan lepas tangan dalam membantu pengelolaan keuangan Koperasi. Sesuai dengan kesepakatan kerjasama sebelumnya baik ditingkat pusat maupun daerah, bank BRI akan memberikan transfer ilmu dan pendampingan kepada Koperasi selama masa kontrak kerjasama berlaku, namun pihak Bank BRI hanya mengadakan pelatihan dan pendampingan pada awal mula kontrak saja, sehingga Bank BRI terkesan hanya mendapat laba cuma-cuma sebesar enam persen pertahun dari tiap peminjam tanpa memberikan sumbangsih nyata terhadap koperasi. 188

90 6.4 Tanggapan Responden terhadap Pelaksanaan Program PEMP Tujuan pemberian bantuan permodalan melalui dana DEP tidak lain adalah untuk menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi produktif di wilayah masingmasing. Proses pengembalian pinjaman dengan mencicil kepada Unit Simpan Pinjam Koperasi LEPP M2R dipergunakan untuk di gulirkan kembali kepada peserta yang lain. Tentunya program ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir. Pada pelaksanaannnya, Program PEMP mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat pesisir Kabupaten Sukabumi. Hal ini terlihat dari antuasiasme masyarakat dalam mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan seperti sosialisasi, pengembangan kemampuan, pelatihan kewirausahaan, pelatihan manajemen usaha, dan peningkatan peran perempuan pesisir. Berdasarkan wawancara dengan responden mengenai pelaksanaan program PEMP, diketahui bahwa tujuan utama responden menjadi peserta program tentunya adalah untuk mendapatkan bantuan permodalan, walaupun sebagian responden lainnya juga menyatakan menjadi peserta program karena ingin mendapatkan pelatihan manajerial usaha, pengembangan keterampilan, dan adanya penjualan perlengkapan usaha yang murah. Tujuan yang dikemukakan oleh responden dapat di lihat pada Gambar 12. Peningkatan Kualitas SDM 15,52% Lainnya 3,45% Bantuan Modal 81,03% Gambar 12 Tanggapan Responden mengenai tujuan mengikuti Program PEMP 189

91 Berdasarkan tujuan yang dikemukaan diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat peserta program setidaknya telah merasakan pengaruh dari program PEMP. Tanggapan lain yang dikemukakan oleh responden mengenai program PEMP adalah bunga yang ditetapkan cukup rendah dibandingkan dengan pinjaman lain yang ada. Sangat Rendah 18,97% Rendah 81,03% Gambar 13. Tanggapan Responden terhadap Tingkat Bunga yang diberlakukan Koperasi Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa sebesar 81,03 persen atau sebanyak 47 orang responden memilih untuk meminjam dana dari Koperasi dikarenakan bunga yang rendah dan sebesar 18,97 persen atau sebanyak 11 orang responden memilih untuk meminjam dana dari Koperasi karena menganggap bunga yang diberlakukan sangat rendah. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan realita dimana tingkat suku bunga pinjaman beberapa Bank Konvensional di Pelabuhan Ratu berkisar antara persen pertahun, sedangkan Koperasi menggunakan tingkat suku bunga rata-rata 20 persen pertahun. Hanya saja faktor dominasi faktor kedekatan peserta dengan pengurus koperasi, syarat dan prosedur peminjaman yang mudah membuat mereka mengesampingkan tingkat suku bunga yang ada. Pertimbangan lainnya adalah bahwa tingkat suku bunga Koperasi jauh lebih rendah dari pada tingkat bunga bila meminjam dari masyarakat lain (Juragan) di sekitar yang berkisar dari lima hingga 10 persen perbulan. 190

92 Mengenai prosedur peminjaman, sebanyak 72,41 persen atau sebanyak 42 orang responden menganggap syarat yang diberikan mudah dan sebanyak 27,59 persen atau sebanyak 16 orang menganggap syarat yang diberikan sangat mudah. Penilaian ini diberikan atas dasar dari perbandingan syarat yang diajukan Koperasi dengan Bank Konvensional. Tanggapan responden mengenai prosedur peminjaman yang diajukan Koperasi dapat dilihat pada Gambar 14. Sangat Mudah 27,59% Mudah 72,41% Gambar 14. Tanggapan Responden terhadap Prosedur Peminjaman di Koperasi Kemudahan yang digambarkan peserta program adalah waktu pencairan yang singkat, syarat yang mudah untuk dipenuhi, verifikasi yang tidak rumit, lokasi Koperasi yang dekat dengan aktivitas keseharian sehingga tidak perlu repot dalam bertransaksi, hingga sistem pembayaran cicilan yang langsung dikerjakan oleh pengurus koperasi tanpa harus repot mendatangi koperasi. Setidaknya kemudahan ini telah membantu masyarakat dalam memperoleh bantuan permodalan. 191

93 VII. PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN 7.1 Pengaruh Ekonomi dari Program PEMP Besaran pinjaman yang diberikan kepada masyarakat pesisir peserta program PEMP di Kabupaten Sukabumi cukup beragam, mulai dari Rp hingga Rp Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa sebesar 8,62 persen atau sebanyak lima orang responden memperoleh pinjaman modal kurang dari Rp , sebesar 43,10 persen atau sebanyak 25 orang responden memperoleh pinjaman modal antara Rp hingga Rp , sebesar 31,03 persen atau sebanyak 18 orang responden memperoleh pinjaman modal antara Rp hingga Rp , dan sebesar 17,24 persen atau sebanyak 10 orang responden memperoleh pinjaman modal antara Rp hingga Rp Rp Rp ,24% Kurang dari Rp ,62% Rp Rp ,03% Rp Rp ,10% Gambar 15. Jumlah dana DEP yang diterima Responden di Kabupaten Sukabumi. Bila dilihat perjenis usaha responden, untuk jenis usaha penangkapan, besaran pinjaman berkisar antara Rp hingga Rp Untuk jenis usaha pengolahan, besaran pinjaman berkisar antara Rp hingga Rp Sedangkan untuk jenis usaha pedagang besaran pinjaman berkisar antara Rp hingga Rp

94 Sesuai dengan konsep nasionalnya program PEMP memberikan bantuan pinjaman dengan kisaran lima juta rupiah tanpa agunan kepada pelaku usaha perikanan dan kelautan. Adapun untuk pinjaman lebih dari lima juta rupiah dengan agunan juga dapat dilakukan namun tetap mempertimbangkan omset usaha yang tidak boleh lebih dari Rp 50 juta perbulan sebagai patokan usaha skala mikro. Namun dari penjelasan sebelumnya terlihat bahwa terdapat pergeseran dalam pada pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi, dimana banyak terjadi pengalokasian besaran pinjaman kepada peserta yang omset usahanya sudah melebih Rp 50 juta perbulan. Pertimbangan Koperasi dalam melakukan hal ini adalah dikarenakan peserta program tersebut lebih dapat mempertanggung jawabkan pinjamannya Alokasi Tambahan Modal Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum penggunaan DEP lebih dialokasikan untuk tambahan biaya usaha, dalam hal ini biaya usaha terdiri dari biaya operasional dan perbaikan/perawatan alat usaha, sehingga sebesar 94,83 persen atau sebanyak 55 orang responden menyatakan mengalokasikan dana DEP untuk menambah biaya usaha. Sedangkan sebesar 5,17 persen atau sebanyak tiga orang responden menyatakan mengalokasikan dana DEP untuk menambah (investasi) alat usaha baru. Tanggapan Responden terhadap penggunaan dana DEP dapat dilihat pada Gambar

95 Investasi Usaha 5,17% Biaya Usaha 94,83% Gambar 16. Tanggapan Responden terhadap penggunaan dana DEP Bila dilihat dari tiap-tiap jenis usaha, terlihat terdapat perbedaan pengalokasian DEP yang diterima. Namun secara keseluruhan dapat terlihat bahwa DEP digunakan untuk biaya usaha. Alokasi dana DEP dapat dilihat pada Gambar orang Biaya Usaha 0 Investasi Usaha Biaya Usaha Gambar 17. Alokasi Tambahan Modal 1 Investasi Usaha Biaya Usaha 2 Investasi Usaha Penangkap Pengolah Pedagang Jenis usaha penangkapan, tidak terjadi penambahan investasi usaha baru, seluruh responden menyatakan menggunakan pinjaman modal yang diperoleh lebih dipergunakan untuk biaya usaha. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan harga barang-barang kebutuhan melaut seperti solar, konsumsi selama melaut, dan kenaikan biaya untuk aktivitas lain yang juga tetap harus dilakukan guna menunjang kegiatan melaut seperti 194

96 memperbaiki kerusakan kapal, membeli atau memperbaiki alat tangkap. Bahan bakar solar merupakan komponen utama biaya usaha variabel penangkapan, karenanya perubahan harga bahan bakar solar menjadi sangat berpengaruh terhadap biaya usaha. Berdasarkan penjelasan di atas, pada jenis usaha penangkapan komposisi biaya variabel menjadi jauh lebih tinggi dibanding biaya tetap yang hanya merupakan biaya pajak dan retribusi serta pungutan lainnya yang cenderung tidak mengalami kenaikan yang berarti. Pada beberapa responden juga diketahui bahwa dana yang dipinjam dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari jika sedang tidak musim melaut. Dapat dilihat (Tabel 13) bahwa dari seluruh responden jenis usaha penangkapan, terjadi peningkatan biaya usaha rata-rata sebesar 31,24 persen dengan perbandingan biaya usaha 98,37 persen untuk biaya variabel dan 1,63 persen untuk biaya tetap. Pada jenis usaha Pengolahan, terdapat satu orang atau sebesar 6,67 persen responden yang mengalokasian pinjaman untuk menambah investasi alat usahahanya, yakni membeli kendaraan bermotor. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk memudahkan dalam distribusi produk. Sedangkan sisanya sebesar 93,33 persen atau sebanyak 14 orang responden menyatakan menggunakan pinjaman untuk biaya usaha dalam hal ini mengatasi masalah kenaikan harga/biaya seperti perbaikan atau perawatan rutin seperti pada tempat penjemuran ikan, dan tungku pengasapan pindang. Namun biaya usaha terbesar dipergunakan untuk biaya variabel yakni membeli bahan baku guna menambah kapasitas volume olahannya. Secara umum, responden jenis usaha pengolahan mengajukan pinjaman saat musim ikan, sehingga harga yang didapat lebih murah dengan kualitas yang 195

97 lebih baik. Sedangkan pada biaya tetap hanya merupakan pengeluaran rutin dari kegiatan usaha seperti upah tenaga kerja, dan pungutan rutin lainnya seperti pajak, dan retribusi yang cenderung tidak mengalami kenaikan biaya yang besar. Dapat dilihat (Tabel 13) bahwa dari seluruh responden jenis usaha pengolahan terjadi peningkatan biaya usaha rata rata sebesar 27,13 persen. dengan perbandingan biaya usaha 99,31 persen untuk biaya variabel dan 0,69 persen untuk biaya tetap. Pada jenis usaha pedagang, terdapat sebanyak dua orang atau sebesar 13,33 persen responden menyatakan mengalokasian pinjaman modal untuk menambah investasi alat usahanya dalam hal ini membeli kendaraan bermotor. Hal tersebut dilakukan juga dengan alasan untuk memudahkan dalam distribusi produk. Sedangkan sisanya sebesar 86,67 persen atau sebanyak 13 orang responden menyatakan menggunakan pinjaman untuk mengatasi masalah kenaikan biaya usaha variabel utama yakni membeli bahan baku Ikan guna menjaga dan menambah kapasitas volume dagangannya. Kenaikan bahan baku Ikan ini memang tidak bisa dihindari dikarenakan turut meningkatnya harga jual dari penangkap sebaga akibat utama dari kenaikan biaya usaha melaut. Sedangkan untuk biaya usaha tetap seperti upah tenaga kerja, sewa kios dan biaya lain-lain (pajak dan retribusi) jenis usaha pedagang hanya mengalami sedikit kenaikan. Dapat dilihat (Tabel 13) bahwa dari seluruh responden jenis usaha pedagang terjadi peningkatan biaya usaha rata rata sebesar 36,96 persen. dengan perbandingan biaya usaha 96,02 persen untuk biaya variabel dan 3,98 persen untuk biaya tetap. Dapat digambarkan bahwa pinjaman dana yang diterima benar-benar digunakan untuk menjaga atau menambah kapasitas volume usaha, dimana terjadi 196

98 perbedaan biaya usaha seluruh jenis usaha responden penelitian sebesar 30,27 persen. Peningkatan biaya usaha ini sangat di dominasi oleh biaya usaha variabel dikarenakan biaya usaha variabel sangat dipengaruhi oleh aktivitas untuk menjaga atau peningkatan kapasitas volume usaha dan tingkat kenaikan harga bahan baku usaha. Sedangkan peningkatan yang terjadi pada biaya usaha tetap merupakan kenaikan dari faktor eksternal yang tidak bisa dihindari. Rata-rata peningkatan biaya usaha responden penelitian setelah mengikuti program PEMP dapat dilihat pada Tabel

99 Tabel 13. Rata-rata Peningkatan Biaya Usaha Responden setelah Mengikuti Program PEMP (dalam juta rupiah). No Rata-rata Rata-rata Rata-rata % Biaya Tetap % Biaya Variabel Jenis Biaya Biaya Total Terhadap Biaya Terhadap Biaya Usaha Variabel Tetap Biaya Usaha Usaha 1 Total Penangkapan Sebelum ,63 98,37 Sesudah ,63 98,37 Rata-rata Peningkatan Biaya % 31,24 Kapal Rumpon Sebelum ,99 95,01 Sesudah ,93 95,07 Rata-rata Peningkatan Biaya % 22,64 Kapal Payang Sebelum ,18 98,82 Sesudah ,03 98,97 Rata-rata Peningkatan Biaya % 38,24 Kapal Diesel Sebelum ,14 98,86 Sesudah ,23 98,77 Rata-rata Peningkatan Biaya % 26,48 Kapal Cangkring/sampan Sebelum ,51 97,49 Sesudah ,03 96,97 Rata-rata Peningkatan Biaya % 23,80 2 Total Pengolah Sebelum ,69 99,31 Sesudah ,69 99,31 Rata-rata Peningkatan Biaya % 27,13 Ikan Asin Sebelum ,56 99,44 Sesudah ,60 99,40 Rata-rata Peningkatan Biaya % 28,81 Pindang Sebelum ,81 99,19 Sesudah ,79 99,21 Rata-rata Peningkatan Biaya % 25,50 3 Total Pedagang Sebelum ,01 95,99 Sesudah ,98 96,02 Rata-rata Peningkatan Biaya % 36,96 Total Seluruh Jenis Usaha Sebelum ,55 98,45 Sesudah ,57 98,43 Rata-rata Peningkatan Biaya 6,717 % 30,27 198

100 7.1.2 Perbedaan Pendapatan Pendapatan peserta program di semua jenis usaha responden setiap bulan selalu berfluktuasi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat jenis usaha di bidang perikanan dan kelautan yang sangat terpengaruh dengan keadaan alam. Untuk itu dalam memudahkan perhitungan pendapatan digunakan pendekatan pendapatan rata-rata perbulan dalam setahun. Dimana diambil rata-rata perbulan sebelum dan sesudah mengikuti program dengan jarak waktu yang sama dari saat penerimaan pinjaman. Pendapatan sebelum mengikuti program diambil dari data rata-rata perbulan pendapatan sepanjang tahun 2006, sedangkan pendapatan sesudah mengikuti program diambil dari data rata-rata perbulan pendapatan sejak November 2007 hingga Oktober Hal ini dilakukan dikarenakan pencairan dana DEP dilakukan dari Januari hingga Oktober Dari total 58 orang responden yang memiliki pekerjaan utama sebagai penangkap, pengolah, dan pembudidaya, sebesar 65,52 persen atau sebanyak 38 orang responden memiliki pekerjaan sampingan baik itu sebagai tukang ojek atau pedagang. Besaran pendapatan sampingan perbulan ini berkisar Rp hingga Rp dan bahkan kadang-kadang mencapai Rp perbulan. secara tidak langsung pendapatan sampingan ini mempengaruhi tingkat pendapatan responden perbulan, namun mengingat usaha sampingan yang dilakukan hanya beberapa hari dalam setahun dan pengaruhnya kurang dari 30 persen perbulan dari pendapatan utama, maka untuk pendapatan sampingan tidak dimasukkan kedalam perhitungan pendapatan keluarga. Disamping penelitian ini hanya mengukur pengaruh dari program PEMP. Pengaruh penggunaan modal bergulir dari program PEMP untuk biaya 199

101 usaha yang dijalankan terlihat dari perubahan nilai pendapatan kotor pada tiap jenis usaha responden. Pada jenis usaha penangkapan, terjadi peningkatan pendapatan kotor usaha rata-rata perbulan sebesar 28,18 persen, sedangkan pada jenis usaha pengolahan terjadi peningkatan pendapatan kotor perbulan rata-rata 29,42 persen, dan pada jenis usah pedangang terjadi peningkatan pendapatan kotor rata-rata perbulan sebesar 42,94 persen. Secara umum terjadi peningkatan pendapatan kotor responden setelah mengikuti program PEMP untuk semua jenis usaha sebesar 30,50 persen. Rata-rata Pendapatan kotor perbulan dari seluruh responden dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Rata-rata Peningkatan Pendapatan Kotor Usaha Responden setelah Mengikuti Program PEMP. Rata-rata Pendapatan Kotor (Rp/Bulan) N o Jenis Usaha Jumlah Responden (orang) Sebelum Sesudah Rata-rata Peningkatan Pendapatan Kotor 1 Nelayan ,18 Rumpon ,29 Payang ,27 Diesel ,15 Sampan ,16 2 Pengolah ,42 Pindang ,55 Asin ,72 3 Pedagang ,94 Total ,50 (%) Pendapatan kotor yang diterima dari jenis usaha penangkapan adalah penjualan dari seluruh hasil tangkapan, baik itu yang dijual ke pengumpul maupun yang dijual langsung kemasyarakat sebelum dikurangi oleh biaya usaha. Biaya usaha untuk jenis usaha penangkapan (nelayan) terdiri dari biaya bahan bakar, biaya konsumsi selama melaut, biaya peralatan (perbaikan alat, umpan, dan 200

102 membeli es), dan biaya lain-lain (pajak dan retribusi serta pungutan lainnya). Pendapatan bersih dari jenis usaha penangkapan adalah pendapatan total yang telah dikurangi dengan biaya usaha (biaya melaut). Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Penangkapan (Nelayan) dapat dilihat pada Lampiran 9. Pendapatan kotor yang diterima dari jenis usaha pengolahan adalah penjualan dari seluruh hasil olahan sebelum dikurangi oleh biaya usaha. Biaya usaha untuk jenis usaha pengolahan terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan pendukung, biaya bahan bakar, upah tenaga kerja, dan biaya lain-lain (pajak, retribusi, kebersihan, keamanan, dan lainnya). Pendapatan bersih pengolah adalah pendapatan total yang telah dikurangi dengan biaya usaha. Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 10. Pendapatan kotor yang diterima dari jenis usaha pedagang adalah penjualan dari seluruh dagangannya sebelum dikurangi oleh biaya usaha. Biaya usaha untuk jenis usaha pedagang terdiri dari biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa kios dan biaya lain-lain (pajak, retribusi, kebersihan, keamanan, dan lainnya). Pendapatan bersih pedagang adalah pendapatan total yang telah dikurangi dengan biaya usaha. Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Pedagang dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari hasil perhitungan terhadap pendapatan kotor dengan biaya usaha, didapat nilai pendapatan bersih untuk semua responden, dimana terlihat peningkatan pendapatan bersih dari semua jenis usaha responden penelitian sebesar 31,19 persen. Pada jenis usaha penangkapan, terjadi peningkatan pendapatan bersih usaha rata-rata perbulan responden sebesar 26,10 persen untuk jenis kapal rumpon, sebesar 27,02 persen untuk jenis kapal payang, sebesar 14,12 201

103 persen untuk jenis kapal diesel, dan sebesar 12,07 persen untuk jenis kapal cangkring/sampan. Pada sistem bagi hasil jenis usaha penangkapan, sesuai dengan perjanjian responden pemilik kapal dengan ABK yakni 60 persen untuk pemilik dan 40 persen untuk total ABK, didapati bahwa terjadi peningkatan rata-rata Rp untuk pemilik kapal dan Rp untuk tiap ABK. Analisis Pendapatan pemilik kapal dan ABK Jenis Usaha Penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada jenis usaha pengolahan, terjadi peningkatan pendapatan bersih usaha rata-rata perbulan sebesar 16,64 persen untuk jenis pengolahan pindang, dan sebesar 67,21 persen untuk jenis pengolahan ikan asin. Namun bila dilihat dari tiap responden, dari total 15 responden, hanya 11 responden yang mengalami peningkatan pendapatan bersih, sisanya sebanyak empat orang responden mengalami penurunan pendapatan bersih. Dari pengamatan dilapangan menunjukkan penurunan pendapatan bersih ini terjadi akibat dari penumpukan produk yang belum laku di pasar. Sedangkan pada jenis usaha pedagang terjadi peningkatan pendapatan bersih usaha rata-rata perbulan seluruh responden sebesar 66,18 persen. Rata-rata peningkatan pendapatan bersih responden penelitian setelah mengikuti program PEMP dapat dilihat pada Tabel

104 Tabel 15. Rata-rata Peningkatan Pendapatan Bersih Usaha Responden setelah Mengikuti Program PEMP. Rata-rata Pendapatan Bersih (Rp/Bulan) No Jenis Usaha Jumlah Responden (orang) Sebelum Sesudah Rata-rata Peningkatan Pendapatan Bersih 1 Nelayan ,84 Rumpon ,10 Payang ,02 Diesel ,12 Sampan ,07 2 Pengolah ,51 Pindang ,64 Asin ,21 3 Pedagang ,18 (%) Total ,19 Pada perhitungan nilai R/C Ratio, nilai R/C Ratio responden sebelum mengikuti program PEMP seluruhnya telah bernilai lebih dari satu dengan nilai R/C Ratio terkecil adalah 1,05 dan terbesar adalah 2,05. hal ini didefinisikan bahwa usaha yang dilakukan sebelum mengikuti program PEMP telah menunjukkan keuntungan karena pengeluaran biaya sebesar Rp 1,- dapat menambah penerimaan lebih dari Rp 1,-. Sedangkan setelah mengikuti program PEMP, secara umum terjadi kecenderungan perubahan nilai R/C Ratio yakni nilai terkecil 1,13 dan nilai tersesar 2,17. namun hal tersebut tidak dialami oleh seluruh responden, dimana sebanyak 33 orang responden mengalami penurunan nilai R/C Ratio dalam hal ini lebih didominasi oleh jenis usaha penangkapan, 8 orang responden tidak mengalami perubahan, dan hanya 17 orang responden mengalami peningkatan nilai R/C Ratio. Nilai selisih R/C Ratio yang menurun atau relatif tetap bukan berarti usaha tersebut mengalami kerugian, dalam hal ini kenaikan penerimaan yang diikuti juga dengan kenaikan biaya usaha turut mempengaruhi hal 203

105 tersebut. Hal lain yang mempengaruhi adalah masih tingginya ketidakefisienan dalam melakukan usaha. Analisis R/C Ratio Responden Peserta Program PEMP dapat dilihat pada Lampiran Hasil uji t berpasangan (paired t-test) terhadap Perbedaan Pendapatan Pengaruh program PEMP terhadap pendapatan diukur berdasarkan perubahan pendapatan sebelum dan sesudah mengikuti program PEMP, dimana akan terlihat apakah terjadi peningkatan, penurunan, atau tetap. Pengukuran pengaruh ini dilakukan dengan menggunakan alat uji t berpasangan (paired t-test). Berdasarkan hasil uji t berpasangan (paired t-test) terhadap pendapatan bersih responden sebelum mengikuti program PEMP dan pendapatan bersih responden sesudah mengikuti program PEMP diperoleh nilai Asymp. Sig. (2- tailed) sebesar 0, ( E-6). Nilai hasil perhitungan tersebut secara nyata masih lebih kecil dari nilai level of significant (α) yang digunakan yakni 0,05. atau t-hitung (nilai mutlak +/-) > t-table Sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk menolak H 0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan antara sebelum dan sesudah mengikuti program PEMP. Dengan demikian secara nyata terdapat perbedaan pendapatan antara sebelum dan sesudah mengikuti program PEMP. Hasil uji t berpasangan (paired t-test) terhadap pendapatan perbulan responden dapat dilihat pada Lampiran 14. Selanjutnya dapat disimpulan bahwa perbedaan pendapatan setelah mengikuti program PEMP adalah perbedaan yang positif, dimana program PEMP berhasil meningkatkan secara nyata pendapatan masyarakat pesisir peserta 204

106 program di enam kecamatan pesisir Kabupaten Sukabumi pada taraf kesalahan < 5 persen. Kesimpulan lainnya adalah meskipun terjadi peningkatan biaya usaha rata-rata seluruh responden sebesar 30,27 persen (Tabel 13) ternyata mampu untuk meningkatkan pendapatan rata-rata seluruh responden sebesar 31,19 persen (Tabel 15). 7.2 Pengaruh Sosial Budaya dan Lingkungan dari Program PEMP Sosial Budaya Seperti dikatakan para ahli bahwa kemiskinan yang telah mengakar di masyarakat pesisir pada umumnya disebabkan oleh faktor eksternal yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, program PEMP juga dilakukan pendekatan sosial budaya untuk menumbuhkan budaya baru yang lebih memberikan manfaat, walaupun tidak terdapat indikator pasti yang dapat digunakan untuk mengukur pengaruh program PEMP terhadap sisi sosial budaya. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah menumbuhkan budaya bekerja secara kelompok melalui lembaga yang telah dipersiapkan dalam hal ini Koperasi dan budaya lainnya seperti menabung. Dalam pelaksanaannya dilapangan, koperasi LEPP M2R mencoba menjalin hubungan sama dengan para peserta program antara lain dalam memasarkan hasil tangkapan maupun olahannya, informasi teknologi dan pasar. Namun seperti diketahui ternyata hubungan kerjasama ini tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya. Hanya sebagian saja peserta program yang mau bekerjasama. Sebesar 51,72 persen atau Sebanyak 30 orang responden menyatakan sangat jarang melakukan kerjasama dengan koperasi, responden 205

107 kelompok ini hanya menganggap kerjasama dengan koperasi dalam hal bantuan pinjaman modal, sisanya sebesar 48,28 persen atau sebanyak 28 orang saja yang menyatakan pernah beberapa kali melakukan kerjasama dalam bidang pemasaran hasil produksi dengan koperasi. Dapat digambarkan bahwa secara sosial belum terlihat kemauan untuk berusaha bersama dalam wadah kelembagaan formal yang sudah ada (Koperasi). Namun dalam hal ini peserta program tidak dapat semata-mata dapat disalahkan, minimnya inovasi dari pengurus koperasi membuat program kerja koperasi terlihat monoton yang secara tidak langsung membuat anggota enggan untuk bekerjasama. Sehingga manfaat sosial dari kelembagaan yang terlihat hanyalah sebatas pinjaman modal semata. Salah satu pengaruh budaya dari Program PEMP adalah dapat dilihat dari munculnya kebiasaan untuk menabung sebagian dari pendapatan mereka, dari 58 responden yang telah mengikuti program PEMP, sebesar 43,10 persen atau sebanyak 25 orang memiliki tabungan baik itu ditabung sendiri di rumah maupun di tabung unit simpan pinjam koperasi Koperasi. Bahkan beberapa responden mengakui telah menabung di Bank Konvensional lainnya. Tidak diketahui pasti berapa besaran sebagian pendapatan yang di tabung, namun Seluruh responden menyatakan besaran tabungan biasanya menyesuaikan dengan jumlah cicilan perbulannya yakni antara Rp hingga Rp , besaran tersebut juga sangat sensitif terhadap keuntungan perbulan yang diperoleh. Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa syarat awal menjadi peserta program PEMP adalah wajib membuka tabungan di Unit Simpan Pinjam Koperasi LEPP M2R, usaha ini dilakukan agar paserta program mulai memiliki kebiasaan untuk menabung, 206

108 disamping juga sebagai cadangan apabila terdapat kendala dalam mencicil, maka tabungan tadi diharapkan dapat menggantikan cicilan yang tertunggak dengan memotongnya langsung dari tabungan yang ada. Namun pada kenyataannya dilapangan, hanya sebagian saja yang memanfaatkan fasilitas ini. Selanjutnya diketahui juga bahwa dari tabungan yang ada, tidak dipergunakan untuk peningkatan kualitas SDM keluarga seperti nutuk biaya pendidikan anggota keluarga ataupun biaya kesehatan. Tabungan yang ada lebih digunakan untuk biaya usaha atau cadangan membayar cicilan bulan yang akan datang. Berdasarkan total 25 orang responden yang menabung, sebanyak enam orang atau sebesar 24 persen responden menyatakan tabungan yang ada digunakan untuk modal usaha saat musim paceklik, dan sisanya sebesar 76 persen atau sebanyak 19 orang menggunakan tabungan yang ada untuk cadangan membayar cicilan dan keperluan lainnya seperti biaya keperluan sehari-hari, membeli alat-alat elektronik atau kendaraan bermotor. Tentunya hal ini cukup ironis mengingat budaya yang berkembang ternyata adalah budaya konsumtif Lingkungan Wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi merupakan wilayah dengan karakteristik ombak yang besar, angin yang kencang, arus yang kuat dan laut yang dalam, sehingga aktivitas utama yang dilakukan adalah kegiatan penangkapan untuk jenis ikan-ikan pelagis, kalaupun ada hanya sebagian kecil saja ikan-ikan karang dan ikan demersal. Sedangkan aktivitas pengolahan dan pedangang merupakan aktivitas turunan dari kegiatan penangkapan. Berdasarkan hasil identifikasi dilapangan tidak ditemukan catatan ataupun riwayat penangkapan ikan yang destructive seperti penggunaan bom atau 207

109 potassium. pengolahan dan penjualan yang menggunakan pestisida ataupun pengawet ikan. Namun kendala utama wilayah pesisir teluk Pelabuhan ratu adalah masalah sampah. Oleh karena itu Sebagai upaya dalam membantu menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, koperasi dengan bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan mencoba mengintroduksikan beberapa informasi mendasar dalam aktivitas diwilayah pesisir yang peduli terhadap lingkungan. Hasil identifikasi dilapangan tidak ditemukan pengalokasian sebagian dari peningkatan pendapatan peserta untuk kebersihan lingkungan tempat usaha, namun tanggapan seluruh responden mengenai hal ini antara lain adalah mulai tumbuhnya kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan tempat usaha, dan kebersihan wilayah pesisir. Pada kenyatanya hal tersebut memang masih sebatas komentar semata bukan perbuatan nyata dilapangan. Tetapi Setidaknya hal ini merupakan langkah awal kepedulian terhadap lingkungan tempat usaha. 7.3 Kendala dalam pelaksanaan Program PEMP Beberapa kendala yang timbul dari pelaksanaan dilapangan adalah kegiatan ekonomi peserta program PEMP yang sangat bergantung dengan keadaan alam. Dimana pada musim-musim tertentu aktivitas penangkapan akan turun drastis sehingga secara tidak langsung juga mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya seperti pengolahan ikan dan perdagangan. Pada kegiatan pengolahan ikan asin, matahari sebagai sumber energi utama juga begitu berpengaruh. Keadaan ini tentunya secara tidak langsung mengakibatkan tersendatnya tingkat pengembalian pinjaman. Hal ini juga diperburuk dengan moral perilaku yang tidak bertanggung jawab dengan tidak mengembalikan pinjaman. Perilaku lainnya adalah pinjaman yang diberikan bukan untuk usaha ekomoni melainkan untuk keperluan lainnya 208

110 seperti membeli peralatan elektronik dan kendaraan bermotor. Hal lain yang juga menjadi kendala dalam pelaksanaan program PEMP di lapangan adalah Manajemen Koperasi LEPP M2R yang belum profesional, mengingat koperasi sebagai Holding Compani di Masyarakat yang memiliki dua unit usaha yang telah beroperasi yakni Usaha Simpan Pinjam dan Kedai Pesisir. Namun akibat dari minimnya support pemerintah setempat, minimnya dana, pengalaman, dan Kualitas Sumberdaya pengurus membuat Koperasi sulit untuk berkembang untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir. Pelaksanaan program yang berbasis proyek juga secara tidak langsung telah menghambat proses pemberdayaan di masyarakat, seperti diketahui bahwa kegiatan pemberdayaan memerlukan pendampingan di tingkat masyarakat. TPD yang hanya bertugas mendampingi masyarakat selama satu tahun sesuai dengan anggaran proyek dirasakan kurang optimal. Sehingga saat kontrak TPD berakhir maka berakhir juga proses pendampingan di masyarakat. Guna mengatasi hal tersebut diperlukan pendampingan pasca proyek dengan waktu minimal tiga tahun untuk dapat melihat dampaknya.. 209

111 VIII. KESIMPULAN 8.1 Kesimpulan Secara umum pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi dapat dikatakan sudah sesuai dengan sasaran bila dilihat dari jenis usaha responden penelitian yang merupakan pelaku usaha perikanan dan kelautan yang berada pada kisaran usia produktif. Hanya saja prioritasnya menjadi tidak konsisten dengan tidak lagi mengutamakan pelaku usaha yang berskala mikro, tetapi lebih kepada pelaku usaha yang berskala lebih besar. Hal ini terjadi karena pihak koperasi lebih mengutamakan standar kelayakan dari Bank BRI selaku Bank Pelaksana yang sangat selektif dalam memberikan pinjaman, bukan berpatokan pada pedoman umum PEMP. Pengaruh Program PEMP dari sisi ekonomi terlihat dari penggunaan dana DEP bergulir untuk biaya usaha yang berpengaruh nyata pada peningkatkan pendapatan masyarakat peserta program. Terjadi rata-rata peningkatan biaya usaha pada keseluruhan responden adalah sebesar 30,27 persen, peningkatan biaya usaha ini ternyata mampu meningkatkan pendapatan rata-rata perbulan sebesar 31,19 persen atau rata-rata Rp dari pendapatan awal seluruh responden sebelum mengikuti program PEMP. Terhadap sisi sosial, tidak terlihat pengaruh nyata dari program PEMP, dimana secara kelembagaan tidak terlihat adanya hubungan kerjasama antara pengurus koperasi dan peserta program. Hubungan yang terjadi hanya sebatas urusan permodalan bukan yang lainnya. Namun dari sisi budaya terlihat dari mulai tumbuhnya kebiasaan untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan 210

112 responden untuk ditabung. Walaupun dari tabungan yang ada belum dipergunakan untuk peningkatan kualitas SDM (Pendidikan dan Kesehatan). Tabungan yang ada lebih digunakan untuk cadangan membayar cicilan atau sebagai biaya usaha saat musim paceklik. Terhadap lingkungan, program PEMP hanya berpengaruh terhadap tumbuhnya kesadaran dalam menjaga kebersihan, hal ini tercermin dari seluruh responden yang mengungkapkan kepeduliannya akan hal ini. Namun dari hasil pengamatan di lapangan didapati bahwa kepedulian ini belum terlihat nyata dalam bentuk aktivitas keseharian masyarakat pesisir. 8.2 Saran 1. Dalam pelaksanaan program PEMP di lapangan sebaiknya pihak Koperasi benar-benar memprioritaskan peserta produktif yang masih berskala mikro, namun layak untuk diberi pinjaman. 2. Peningkatan peran koperasi dalam menyadarkan masyarakat akan tanggung jawab terhadap pinjaman modal usaha yang telah diterima dengan secara rutin melakukan kontrol di lapangan, sehingga mekanisme perguliran dapat berjalan. 3. Perlunya komitmen pemerintah setempat dalam proses pendampingan pemberdayaan masyarakat pesisir, salah satunya dengan mengalokasikan tambahan dana khusus untuk kegiatan pemberdayaan. 211

113 DAFTAR PUSTAKA Aminah, M dan Cahyadi, D Modul Pelatihan SPSS. Departemen Manajemen Fakulatas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi dalam Angka. BPS Kabupaten Sukabumi. Sukabumi. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama Per Kabupaten/Kota di Jawa Barat diakses tanggal 30 November Basuki R Analisis Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Pesisir Melalui Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (Studi Kasus di Pasuruan dan Tangerang). Tesis Program Pascasarjana, IPB. Bogor. Cahyadinata, I Analisis Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Peisir (PEMP) di Kota Bengkulu. Tesis Program Pascasarjana, IPB. Bogor. Ciptakarya Peta Desa Rawan Air Kabupaten dan Kota Sukabumi. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya. diakses tanggal 10 agustus Sukabumi. Dahuri, et al Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Dahuri, R. 2000a. Otonomi Daerah, Peluang dan Tantangannya Dalam Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia. Disampaikan dalam Seminar Nasional dan Talk Show Peluang dan Tantangan di Era Baru Kelautan Indonesia. Jakarta : 8-9 Agustus 2000 (Makalah tidak di publikasikan) b. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Wilayah. LISPI dan Ditjen KP3K. Jakarta Kebijakan dan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan Nasional, Makalah pada acara Ocean Out Look BEM FPIK IPB tanggal 16 Mei Bogor. Departemen Kelautan dan Perikanan Kelautan Perikanan dalam Angka Pusat Data dan Statistik dan Informasi Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 212

114 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Potensi dan Analisa Usaha Kelautan dan Perikanan. Dislutkan. Pelabuhan Ratu. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir TA Jakarta Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir TA Jakarta Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir TA Jakarta. Farid, M Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Partisipasi Masyarakat Pemanfaat Program. Studi Kasus Desa Semedusari dan Desa Tambak Lekok Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Hernanto, F Ilmu Usaha Tani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Humas Direktorat Jenderal Kelautan, Peisisr, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) PEMP dalam Angka. Jakarta. Humas Direktorat Jenderal Kelautan, Peisisr, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Prinsip-prinsip pelaksanaan Program PEMP. Jakarta. Ikbal, M Pemberdayaan dalam makna kemiskinan. com. diakses tanggal 10 oktober Ismawan, B Keuangan Mikro Dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Dalam Kemiskinan dan Keuangan Mikro. Penerbit Gema PKM Indonesia, Jakarta. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Program PEMP Koperasi LEPP-M2R. Sukabumi Maarif, S Pelaksanaan Program PEMP tahun com/h/ html. diakses tanggal 10 September Nadeak, R Perspektif Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dari Sisi Berbeda. diakses tanggal 12 agustus Nazir, M Metode Penelitian. Ed ke-3. Galia Indonesia. Jakarta. 213

115 Nikijuluw, V.P.H. 2002, Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasana Pusat Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional dengan PT. Pustaka Cidesindo Jakarta. Pemda Kabupaten Sukabumi Peta Kabupaten Sukabumi. kabupatensukabumi.go.id diakses tanggal 10 agustus Pusat Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Peta Administrasi Kabupaten Sukabumi. Bappeda Kabupaten Sukabumi. Sukabumi. Satria, A Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir, Cidesindo. Jakarta. Saad, S dan Basuki, R Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Upaya Meningkatkan Kemandirian, Makalah Seminar Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Jakarta. Soekartawi, et al Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suharto, E Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi Dan Strategi. diakses tanggal 12 agustus Sutomo Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Studi Kasus di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis Program Pascasarjana, IPB. Bogor. UNDP Indonesia MDG. BI Goal. diakses tanggal 9 Oktober Yusuf, A Relasi Community Empowerment (Pemberdayaan Masyarakat) dengan Perdamaian. diakses tanggal 27 agustus

116 LAMPIRAN 215

117 Lampiran 1. Lokasi Penelitian Sumber : Lokasi Penelitian Sumber : 216

PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT Oleh IFAN ARIANSYACH H34066063 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km 2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah Negara ini terdiri dari lautan dengan total panjang garis pantainya terpanjang kedua didunia.wilayah

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir

II. LANDASAN TEORI. A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir II. LANDASAN TEORI A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir Kemiskinan bukanlah suatu gejala baru bagi masyarakat Indonesia. Pada saat ini, walaupun sudah hidup dalam kemerdekaan selama puluhan tahun,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia (http://www.kkp.go.id). Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan luas laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA KABUPATEN DELI SERDANG Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA Sumber: Inovasi Kabupaten di Indonesia, Seri Pendokumentasian Best Practices, BKKSI, 2008

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Masih ditemukannya banyak penduduk miskin wilayah pesisir Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, menunjukkan adanya ketidakoptimalan kegiatan pemberdayaan ekonomi

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan air laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan adalah mengukur kualitas hidup, yang merefleksikan aspek ekonomi, sosial dan psikologis. Dalam aspek ekonomi, maka kemampuan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENYULUHAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF BERKELANJUTAN MELALUI PEMANFAATAN BUAH MANGROVE

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENYULUHAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF BERKELANJUTAN MELALUI PEMANFAATAN BUAH MANGROVE LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENYULUHAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF BERKELANJUTAN MELALUI PEMANFAATAN BUAH MANGROVE Oleh: T.Said Raza i, S.Pi, M.P 1002108203 (Ketua) Ir. Hj. Khodijah,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

f f f i I. PENDAHULUAN

f f f i I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PEREKONOMIAN BERBASIS KERAKYATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Meskipun sempat menggoreskan prestasi, akan tetapi ternyata

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Meskipun sempat menggoreskan prestasi, akan tetapi ternyata BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Berbagai pembangunan di Indonesia selama ini telah dilakukan oleh pemerintah. Meskipun sempat menggoreskan prestasi, akan tetapi ternyata berbagai pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27).

BAB I PENDAHULUAN. dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Dengan panjang garis pantai sekitar 18.000 km dan jumlah pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luas wilayah lautan atau perairan di provinsi Riau 235.366.Km2 atau 71,33% dari luas total wilayah provinsi Riau. Bahkan jika mengacu pada Undang- Undang Nomor 5 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR Oleh PITRI YULIAN SARI H 34066100 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, pembangunan perikanan dan kelautan pada masa lalu kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah sehingga permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan (17.508 pulau) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Brasil.

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem Sugeng Hartono 1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 1 Sugeng.ug@gmail.com 1. Pendahuluan Nelayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pemberdayaan perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas Laut 3,1 juta km2. Konvensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ROBBI FEBRIO H34076133 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

PERANAN UNIT USAHA SIMPAN PINJAM GRAMEEN BAHARI DALAM MEMBANTU MENINGKATKAN PENDAPATAN ANGGOTA KOPERASI MITRA BAHARI

PERANAN UNIT USAHA SIMPAN PINJAM GRAMEEN BAHARI DALAM MEMBANTU MENINGKATKAN PENDAPATAN ANGGOTA KOPERASI MITRA BAHARI PERANAN UNIT USAHA SIMPAN PINJAM GRAMEEN BAHARI DALAM MEMBANTU MENINGKATKAN PENDAPATAN ANGGOTA KOPERASI MITRA BAHARI (Penelitian Kualitatif di Koperasi Mitra Bahari) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagaian

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nelayan dan Tengkulak

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nelayan dan Tengkulak 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Nelayan dan Tengkulak Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Posisi dan letak kepulauan Indonesia bersifat archipelagickarena

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Posisi dan letak kepulauan Indonesia bersifat archipelagickarena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia mempunyai peranan penting bagi pembangunan nasional. Total laut Indonesia sekitar 5,8 juta kilometer persegi (km

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1).

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1). I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penduduk Indonesia yang mempunyai mata pencaharian nelayan dan budidaya perikanan mencapai lebih 5,8 juta orang. Sebagian besar dari nelayan dan petani budidaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki pulau terbanyak di dunia. Dengan banyaknya pulau di Indonesia, maka banyak pula masyarakat yang memiliki mata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki luas wilayah dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km² terdiri dari luas daratan 1,9 juta km², laut territorial 0,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. Indonesia pada September tahun

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG Oleh : THESISIANA MAHARANI A14302058 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sebanyak 17.504 pulau dengan wilayah laut seluas 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai

Lebih terperinci