BAB II KERANGKA TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KERANGKA TEORI"

Transkripsi

1 BAB II KERANGKA TEORI A. Tinjauan tentang Hasil Belajar IPS 1. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik secara langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan media pembelajaran (Rusman, 2011: 134). Definisi lain mengatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu langkah-langkah tertentu yang ditempuh guru untuk membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai keterampilan proses sehingga siswa mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru (Zainon, 2011). Dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas utama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dipengaruhi oleh aktivitas guru dalam cara mengajar yang efektif (Indah, 2011). Selanjutnya, Usman, 2000 (Indah, 2011) mengatakan pembelajaran sebagai suatu proses hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rangka menunjang proses pembelajaran, maka dibutuhkan komponen pembelajaran. Komponen pembelajaran diantaranya meliputi tujuan, bahan atau materi, model atau metode, alat atau media dan penilaian atau evaluasi (Fendra, 2011). Menurut Sudjana, 1989 (Muhfida, 2011) yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan, metode dan 11

2 alat serta penilaian. Sejalan dengan pendapat tersebut, definisi lain juga menyebutkan komponen-komponen pembelajaran yang terdiri atas tujuan, bahan, media, strategi, dan evaluasi pembelajaran (Rudi Susilana, 2011). Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan hubungan timbal balik yang efektif antara guru dan siswa dengan serangkaian langkah-langkah tertentu yang telah ditentukan guru. Langkahlangkah pembelajaran yang telah ditentukan oleh guru sebelumnya tersebut adalah dalam rangka mencapai tujuan yang ingin dicapai yang disesuaikan dengan bahan atau materi, media pembelajaran yang mendukung, strategi pembelajaran baik berupa model atau metode serta evaluasi sebagai bentuk penilaian hasil dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dengan demikian, agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik, pembelajaran harus disesuaikan terlebih dahulu dengan komponenkomponen pembelajaran yang ada. Penyesuaian tersebut diharapkan mampu membangun berbagai keterampilan dan pengalaman siswa dalam situasi hubungan timbal balik yang efektif guna mencapai hasil belajar yang optimal dan pencapaian tujuan pembelajaran lain yang ingin dicapai. 2. Proses Pelaksanaan Pembelajaran Dewasa ini, dunia semakin maju dan berkembang khususnya dalam dunia pendidikan. Suatu sistem pendidikan tentunya tidak akan terlepas dari suatu pembelajaran yang terangkum dalam proses belajar. Dengan komponen-komponen pembelajaran yang telah disebutkan di atas, dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pembelajaran, maka salah satu 12

3 proses pelaksanaan pembelajaran harus didukung oleh model pembelajaran yang tepat dan sesuai. Dalam pelaksanaan pembelajaran IPS, tidak sedikit guru yang masih menggunkan model pembelajaran konvensional. Penggunaan model pembelajaran ini sebenarnya mengurangi kemampuan siswa untuk menggali pengetahuan, pemahaman, dan aktivitasnya sehingga siswa akan terkesan pasif karena ada kecenderungan verbalis dari pihak guru (Rudy Gunawan, 2011: 118). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa model pembelajaran ini memiliki ciri-ciri kecenderungan penyampaian informasi yang hanya bersifat fakta dan kurang memberikan permasalahan dalam proses pembelajaran. Penyampaian informasi yang hanya bersifat fakta akan cenderung mengakibatkan hubungan satu arah antara siswa dengan guru sehingga siswa kurang diberikan kesempatan untuk berpikir kritis dan kreatif. Selain ciri-ciri tersebut, materi pembelajaran yang disampaiakan guru lebih cenderung bersifat kognitif karena berupa pengetahuan semata tanpa memperhatikan aspek pembelajaran yang lain, seperti aspek afektif dan psikomotorik sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna (Rudy Gunawan, 2011: 119). Berdasarkan penjelasan di atas, proses pelaksanaan pembelajaran IPS yang diterapkan di SD Muhammadiyah Mutihan masih bersifat konvensional. Pernyataan tersebut dibuktikan juga dari hasil tanya jawab dengan Bapak Fajar Ariyanto selaku guru bidang studi mata pelajaran IPS di SD tersebut. Berdasarkan hasil tanya jawab, langkah-langkah pembelajaran dalam model 13

4 pembelajaran ini ditempuh dari kegiatan pendahuluan yang diawali doa, apersepsi, presensi, menyampaikan tujuan yang ingin dicapai; kegiatan inti dengan membahas materi secara bersama-sama yang diselingi tanya jawab dalam kelas umum, mengerjakan soal evaluasi; dan kegiatan penutup yang ditempuh dengan kegiatan refleksi dan pemberian tindak lanjut. 3. Hasil Belajar IPS Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan bidang ilmu yang terintegrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya (Sapriya, 2009: 7). Sebagai suatu mata pelajaran yang terintergarasi dengan mata pelajaran lain, Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki objek kajian material yang sama, yaitu manusia (Hidayati, 2004: 4). Menurut Hidayati (2004: 9), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada awalnya berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat dengan nama Social Studies. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang di dalamnya mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan (Arnie Fajar, 2004: 110). Lebih spesifik lagi dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan isu dan masalah sosial lainnya (Sapriya, 2009: 7). Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia tidaklah sama persis dengan konsep Social Studies di Amerika Serikat. Perbedaan konsep tersebut 14

5 dikarenakan kondisi yang berbeda sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat Indonesia itu sendiri. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang merupakan perpaduan dengan ilmu-ilmu lain seperti Geografi, Ekonomi, Sejarah, Antropologi, Politik dan ilmu sosial lainnya dalam mengkaji peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu atau masalah-masalah sosial yang hadir di dalam masyarakat. Dengan demikian pelajaran IPS di Sekolah Dasar dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan karakteristik siswa dengan taraf kemampuan berpikir holistik. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran pokok pada jenjang pendidikan dasar. Keberadaan siswa dengan status dan kondisi sosial yang berbeda-beda tentunya akan menghadapi masalah yang berbeda pula dalam perjalanan hidupannya. Oleh karena itu, pembelajaran IPS sangatlah penting karena materi-materi yang didapatkan siswa di sekolah dapat dikembangkan dan diintegrasikan menjadi sesuatu yang lebih bemakna ketika siswa berada di lingkungan masyarakat, baik di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang. Sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa SD belum mampu memahami dan memecahkan masalah sosial secara mendalam dan utuh dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran IPS di sekolah dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan contoh sikap sebagai bekal untuk menghadapi hidup dengan segala 15

6 tantangannya. Selain itu, diharapkan melalui pembelajaran IPS kelak siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi di masayarakat. Menurut Hidayati (2004: 16-17) alasan pentingnya mempelajari IPS pada pendidikan dasar adalah agar siswa mampu memadukan bahan, informasi dan kemampuan yang dimiliki untuk menjadi lebih bermakna. Selain alasan tersebut, siswa diharapkan lebih peka dan tanggap dalam berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab. Alasan penting lainnya adalah agar siswa dapat meningkatkan rasa toleransi dan persaudaraan sesama manusia. Dari pengertian yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar sangatlah penting karena materi-materi yang terdapat dalam mata pelajaran IPS tersebut dapat mengembangakan pengetahuan yang berkaitan dengan materi IPS itu sendiri. Selain itu, mata pelajaran IPS diharapkan mampu mengembangkan keterampilan dan sikap dalam menghadapi masyarakat sosial yang beraneka ragam serta dapat mengembangakan cara berpikir logis dan kritis terhadap masalah-masalah yang sering dijumpai di masyarakat tersebut. Beberapa alasan pemberian mata pelajaran IPS telah disampaikan di atas. Selain alasan pemberian mata pelajaran IPS, fungsi dan tujuan pembelajaran ini juga perlu diketahui. Fungsi mata pelajaran IPS di SD adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial siswa terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia 16

7 (Arnie Fajar, 2004: 110). Setelah mengetahui fungsi mata pelajaran Ilmu Pengerahuan Sosial, selanjutnya adalah tentang tujuan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah mengajarkan konsep-konsep dasar Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah, dan Kewarganegaraan; mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial. Selain keterangan tersebut, Ilmu Pengetahuan Sosial bertujuan untuk membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusian; dan meningkatkan kemampuan kerjasama dan kompetisi dalam masyarakat baik secara nasional ataupun secara global. Hampir sama dengan pendapat di atas, tujuan lain diberikannya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah memberikan kesempatan siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai serta dapat berpartisipasi dalam masyarakat yang demokratis (Sapriya, 2009: 8). Sedangkan Chark dalam bukunya Social Studies in Secundary School, A Hand Book (1973) menyatakan bahwa studi sosial menitikberatkan pada perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan sosialnya, manusia dengan segala kegiatannya dan interaksi antara mereka (Hidayati, 2004: 22). Thamrin Talut (Hidayati, 2004: 22) menegaskan pula tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai harapan bagi siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif, berpartisiasi dalam masyarakat 17

8 yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab, tolong menolong dengan sesama dan mampu mengembangkan nilai-nilai dan ide-ide yang ada di masyarakatnya. Ilmu Pengetahuan Sosial harus mencerminkan sifat interdisipliner. Sifat interdisipliner dapat dilakukan dengan membekali siswa pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat, membekali kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarat. Selanjutnya, Ilmu Pengetahuan Sosial diharapkan mampu membekali siswa kemampuan berkomunikasi antar sesama, membekali siswa dengan kesadaran, sikap mental positif dan keterampilan terhadap lingkungan hidup serta membekali siswa dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi (Hidayati, 2004: 25). Groos (Solihatin dan Raharjo, 2007: 14) menjelaskan tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam lingkungannya di masyarakat. Selanjutnya, Ilmu Pengetahuan Sosial pada dasarnya untuk membekali dan mendidik siswa berupa kemampuan dasar untuk mengembangkan minat, bakat, kemampuan dan lingkungannya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo, 2007: 15). Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) salah satunya adalah mengenalkan konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan 18

9 lingkungannya. Tujuan yang lain adalah untuk mengembangkan kemampuan dasar berfikir logis dan kritis; rasa ingin tahu; inkuiri; memecahkan masalah; dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Selain itu, tujuan lain diharapkan agar siswa memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global. Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan diberikannya mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa terhadap masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan masyarakat setempat. Tujuan tersebut diharapkan agar siswa mampu memecahkan masalah-masalah sosial lainnya sebagai bentuk pengembangan atas pengetahuan yang telah dipelajari, sehingga siswa mampu menghadapi tantangan kehidupan dengan baik, baik di masa sekarang ataupun di masa mendatang dengan peran yang semakin komplek. Selain tujuan, IPS juga memiliki ruang lingkup tersendiri. Secara harfiah ruang lingkup IPS di SD terbagi menjadi tiga bagian ilmu, yaitu Geografi, Ekonomi, dan Kependudukan. Sedangkan menurut Arnie Fajar (2004: 111) ruang lingkup IPS SD antara lain adalah sistem sosial dan budaya; manusia, tempat, dan lingkungan; perilaku ekonomi dan kesejahteraan; waktu, keberlanjutan, dan perubahan; sistem berbangsa dan bernegara. 19

10 Setelah mengetahui tentang ruang lingkup mata pelajaran IPS, hal lain yang perlu diketahui pula adalah standar kompetensi. Standar kompetensi yang harus dikuasai siswa kelas V pada mata IPS adalah keragaman kenampakan alam, sosial, budaya, dan kegiatan ekonomi di Indonesia; perjalanan bangsa Indonesia pada masa Hindu-Budha, Islam, sampai masa kemerdekaan; dan wawasan nusantara, penduduk dan pemerintahan serta kerja keras para tokoh kemerdekaan (Arnie Fajar, 2004: 112). Mengetahui banyak tentang IPS, tentunya kita akan semakin tahu apa yang dimaksud dengan hasil belajar IPS. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan (Purwanto, 2009: 54). Pengertian lain tentang hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri pembelajar setelah mengalami proses belajar (Purwanto, 2009: 185). Berdasarkan pemenggalan katanya, hasil adalah sesuatu yang diusahakan, diperoleh, dibuat, dijadikan, dan sebagainya oleh usaha, pikiran, dan akibat. Sedangkan belajar adalah usaha yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan; berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3 tahun 2001). Pendapat lain juga dijelaskan bahwa belajar merupakan sebuah proses sehingga hasil belajar dapat didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh seseorang dari proses belajar (Hamalik, 2007: 106). Menurut Dimyati dan Mujiono (2009: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Tindak mengajar adalah serangkaian aktivitas 20

11 guru dalam mengajar dengan diakhiri proses evaluasi hasil belajar. Sedangkan tindak belajar merupakan berakhirnya proses belajar. Dengan demikian, hasil belajar IPS merupakan hasil optimal siswa baik dalam aspek kognitif, afektif, ataupun psikomotorik yang diperoleh siswa setelah memperlajari IPS dengan jalan mencari berbagai informasi yang dibutuhkan baik berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan, maupun keterampilan sehingga siswa tersebut mampu mencapai hasil maksimal belajarnya sekaligus memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah sosial dan menerapkannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini, hasil belajar IPS yang dimaksud adalah hasil optimal yang diperoleh siswa dalam aspek kognitif. B. Tinjauan tentang Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Paradigma sistem pembelajaran yang seharusnya diterapkan saat ini adalah paradigma konstruktivistik (Santyasa, 2007: 2). Menurut paradigma ini, pembelajaran lebih mementingkan penyelesaian masalah, pengembangan konsep, konstruksi alogaritma daripada menghafal prosedur dan penggunaannya hanya untuk mencari jawaban yang benar. Paradigma pembelajaran ini ditandai adanya aktivitas ekperimentasi, pertanyaanpertanyaan, investigasi, hipotesis dan model-model yang dibangkitkan oleh keinginan siswa sendiri. 21

12 Paradigma pembelajaran konstruktivistik sejalan dengan pelaksanaan pembelajaran kooperatif. Prinsip-prinsip dasar pembelajaran konstruktivistik ini diantaranya adalah meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, menyusun pembelajaran disekitar konsep-konsep utama, menghargai pandangan dan pendapat siswa, materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan menilai hasil pembelajaran dengan kontekstual (Santyasa, 2007: 2). Menurut Hamid Hasan, 1996 (Solihatin dan Raharjo, 2007: 4) Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mementingkan kerjasama dalam mencapi tujuan bersama. Sehubungan dengan hal tersebut Slavin, 1984 (Solihatin dan Raharjo, 2007: 4) mengatakan bahwa cooperative learning merupakan model pembelajaran kolaboratif dengan jumlah anggota antara 4-6 orang dalam masing-masing kelompok dengan struktur kelompok yang heterogen. Menurut Solihatin dan Raharjo (2007: 4) cooperative learning merupakan suatu sikap dan perilaku bersama dalam kelompok yang dipengaruhi oleh keterlibatan masing-masing anggota kelompok itu sendiri. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompoknya masing-masing dengan struktur kelompok yang berbeda-beda antara anggota satu dengan yang lainnya demi mencapai suatu tujuan proses pembelajaran. 22

13 2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Menurut Ibrahim, dkk. (2000: 7-8) model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran. Ketiga tujuan tersebut adalah. a. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Ahli pembelajaran berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. b. Pemberian peluang yang sama kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi, untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif serta belajar untuk menghargai satu sama lain. c. Mengajarkan siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. 3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Ibrahim, dkk. (2000: 10) menuliskan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif secara umum seperti yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase 1. Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar 2. Menyajikan informasi 3. Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar 5. Evaluasi 6. Memberikan penghargaan Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. 23

14 Stahl, 1994 dan Slavin, 1983 (Solihatin dan Raharjo 2007: 10-12) mengatakan langkah-langkah penggunaan model cooperative learning secara umum adalah sebagai berikut. a. Guru merancang rencana program pembelajaran dan menetapkan target pembelajaran yang akan di capai. b. Guru menyusun lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama-sama dalam kelompok. c. Guru melakukan observasi sekaligus membimbing dan mengarahkan terhadap kegiatan siswa baik secara individual ataupun kelompok. d. Guru menjadi moderator dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusinya. Dalam presentasi terakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran. Dari penjelasan langkah-langkah yang telah disampaikan di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pelaksanaan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam suatu kelompok tertentu, kemudian diakhir prosesnya diakhiri dengan presentasi hasil kerja kelompok yang telah dipersiapkan sebelumnya. Langkah-langkah pembelajaran ini terkadang sedikit bervariasi disesuaikan dengan pendekatan yang ingin digunakan dalam pelaksanaan pembelajarannya. 4. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif Proses pelaksanaan pembelajaran selalu terkait dengan model pembelajaran. Gunter, 1990 (Santyasa, 2007: 7) mendefinisikan an istructional model is step by step procedure that leads to specific learning 24

15 outcomes. Sejalan dengan pendapat tersebut, Joyce dan Weil (Rusman, 2011: 133) juga mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka atau rencana konseptual dalam melaksanakan pembelajaran. Demikian pula dengan Syaiful Sagala, 2005 (Indrawati dan Wanwan Setiawan, 2009: 27) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamzah B. Uno, 2010: 2). Sugihartono, dkk. (2007: 81) mengatakan bahwa model pembelajaran berarti cara yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Model pembelajaran juga didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang mampu mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu; dan berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan pembelajaran bagi guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajarannya (Syaiful Sagala, 2010: 176). Pedoman yang dimaksud disini memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran sehingga dalam model pembelajaran telah terangkum strategi, pendekatan, metode, teknik dan taktik pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual proses pembelajaran yang di dalamnya 25

16 terangkum strategi, pendekatan, metode, teknik dan taktik dengan tahapantahapan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam lingkup mata pelajaran tertentu. Beberapa macam model pembelajaran diataranya adalah sebagai berikut (Slavin, 2005: 11-17). a. STAD (Student Team-Achievment Devision) Model pembelajaran ini terbagi atas 4-5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuannya, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Pelaksanaan model pembelajaran ini diawali guru dengan menyampaikan materi pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim untuk mengerjakan kuis sesuai dengan materi masing-masing tim. Pelaksanaan kerja tim harus dipastikan bahwa semua anggota telah menguasai materi dengan baik. Pelaksanaan selanjutnya dilanjutkan dengan mengerjakan kuis secara individu dengan tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Perolehan poin individu nantinya akan dijumlahkan untuk memperoleh skor tim. Selanjutnya, perolehan skor tim akan dibandingkan dengan tim lain untuk mendapatkan penghargaan bagi kelompok yang memperoleh poin tertinggi. b. TGT (Team Games-Tournament) Pembelajaran model ini memiliki prosedur pelaksanaan yang sama seperti STAD, tetapi peranan kuis dalam STAD digantikan dengan turnamen mingguan. Siswa memainkan games akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Games dimainkan siswa dalam meja turnamen dengan kemampuan yang sejajar dari masing-masing tim. Prosedur ini dilakukan dengan menggeser kedudukan sebagai bentuk 26

17 permainan yang adil. Tim dengan kinerja tertinggi akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan tim. c. Jigsaw II Model pembelajaran ini memiliki karakteristik yang ada dalam model STAD dan TGT. Dalam pelaksanaan pembelajaran ini siswa ditugaskan membaca bab, buku kecil, atau materi lainnya yang bersifat penjelasan terperinci lainnya. Tiap anggota tim ditugaskan secara acak untuk menjadi ahli dalam aspek tertentu. Setelah membaca materinya masing-masing para ahli dari tim yang berbeda bertemu untuk membicarakan topik yang mereka bahas. Di akhir pembelajaran ini diadakan kuis atau bentuk penilaian lainnya untuk semua topik. d. TAI (Team Accelerated Instruction) Model pembelajaran ini hampir sama dengan model STAD dan TGT. Jika dalam STAD dan TGT menggunakan pola pengajaran tunggal untuk satu kelas, TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual. Selain itu, STAD dan TGT dapat diaplikasikan pada hampir semua mata pelajaran dan tingkat kelas, sementara TAI dirancang khusus untuk mengajarkan matematika kepada siswa kelas 3-6. Dalam TAI, siswa menempati sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian melanjutkan dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. Secara umum, anggota kelompok bekerja pada unit pelajaran yang berbeda. Teman satu tim diwajibkan memeriksa hasil kerja dari teman timnya masing-masing dan membantu dalam kesulitannya. Unit tes yang terakhir akan dilakukan tanpa 27

18 bantuan teman. Tim yang berhasil mencapai kriteria skor yang didasarkan pada angka tes akhir akan mendapat sertifikat. e. CIRC (Cooperatif Integrated Reading and Composition) Merupakan program komprehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar tingkat tinggi dan juga sekolah menengah (Maden, Slavin dan Steven, 1986). Model pembelajaran ini sejenis TAI tetapi lebih ditekankan pada pengajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Model pembelajaran lain dijelaskan pula sebagai berikut (Slavin, 2005: 24-26). a. GI (Group Investigation) Menurut Ibrahim, dkk. (2000: 23-25) dasar-dasar model Group Investigation (GI) dirancang oleh Herbert Thelen. Selanjutnya, model pembelajaran ini diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan kawan-kawan dari Universitas Tel Aviv. Model GI sering dipandang sebagai model yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Dibandingkan dengan model STAD dan Jigsaw, model GI melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntut keterampilan proses yang harus dimiliki oleh kelompok (group process skill). Dalam penerapan model GI umumnya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 hingga 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Siswa memilih 28

19 topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai topik atau subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Deskripsi mengenai langkah-langkah model GI adalah sebagai berikut. 1. Seleksi Topik Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Siswa diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok bersifat heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. 2. Merencanakan Kerjasama Siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik atau subtopik yang telah dipilih seperti pada langkah di atas. 3. Implementasi Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 29

20 4. Analisis dan Sintesis Siswa menganalisis dari berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya dan merencanakan bentuk ringkasan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas. 5. Penyajian Hasil Akhir Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik atau subtopik yang telah dipelajari agar semua siswa terlibat satu sama lain mengenai pembahasan tersebut. 6. Evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai konstribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individual, kelompok atau keduanya. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian model Group Investigation ini ditempuh dengan langkah-langkah seleksi topik, perencanaan kerjasama dalam kelompok, implementasi, analisis-sintesis, penyajian hasil akhir, dan evaluasi. b. Belajar Besama (Learning Together) Metode belajar bersama merupakan model permbelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok. Sama dengan sebagian besar jumlah anggota kelompok, model ini juga terdiri dari 4-5 anggota dengan latar belakang yang berbeda. Dalam tahap selanjutnya, masing-masing kelompok akan menerima satu lembar tugas dan menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. 30

21 c. Pengajaran Kompleks (Complex Instruction) Model pembelajaran ini menekankan pada penggunaan proyek yang berorientasi penemuan khususnya dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, dan Ilmu Sosial. Fokus utama dari model ini adalah membangun respek terhadap semua kemampuan yang dimiliki siswa dengan kelebihan dalam sesuatu yang akan membantu keberhasilan kelompok. Pembelajaran ini sering kali dilakukan menggunakan dua bahasa minoritas seperti dalam bahasa Inggris ataupun Spayol. d. Metode Struktur Berpasangan (Structure Dyadic Methods) Model pembelajaran ini dilakukan dengan bergantian untuk menjadi guru dan murid. Dalam pembelajaran di kelas, model ini dilakukan dengan memilih teman sekelas sebagai pengajar seperti pada prosedur pelajaran sederhana, kemudian pengajar menyampaikan masalah kepada yang diajar. Jika yang diajar dapat menjawab, pengajar akan mendapatkan poin, tetapi jika yang diajar tidak dapat menjawab, yang diajar harus menuliskan jawaban yang benar sebanyak tiga kali. Dalam hal ini, setiap sepuluh menit pengajar dan yang diajarkan akan bergatian peran. C. Tinjauan tentang Karakteristik Anak Sekolah Dasar Kelas V 1. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Masa anak Sekolah Dasar berkisar antara umur 6 tahun dan berakhir pada kisaran usia 11 atau 12 tahun. Dalam setiap masanya anak memiliki karakteristik tersendiri dari masa yang lain. J. Piaget (Dalyono, 2009: 39-40) 31

22 membagi tahap karakteristik utama anak Sekolah Dasar adalah sebagai berikut. a. Tahap sensori motoris (0,0-2,0) Tahap ini disebut sensori-motor karena perkembangan terjadi berdasarkan informasi dari indera. Anak dalam tahap ini tidak mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Dalam tahap ini anak hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya. Sehingga anak akan mengembangkan pemahamannya berdasarkan sesuatu yang diraih. b. Tahap pra operasional (2,0-7,0) Tahap ini ditunjukkan dengan kemampuan kognitif yang masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai atau dilihat dalam lingkungannya saja. Saat menjelang tahap ke-2 ini anak mulai mengenal simbol. c. Tahap operasional konkrit (7,0 11,0) Dalam tahap ini anak mampu mengenal simbol-simbol matematis, mulai berpikir logis dan stabil tetapi masih belum mampu menghadapi hal-hal yang bersifat abstrak. Karakteristik lain dalam tahap ini ditunjukkan dengan kemampuan anak dalam membuat urutan sebagaimana mestinya seperti menurut abjad, besar kecilnya dan lain sebagainya. Selain itu, anak dapat membuat klasifikasi sederhana, mulai dari kemampuan mengembangkan imajinasinya dari masa lalu ke masa depan atau sebaliknya, mampu menyelesaikan masalah argumentatif dan memecahkan masalah sederhana dengan ide-ide yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa, namun masih belum mampu untuk berpikir abstrak. 32

23 d. Tahap operasional formal (11,0 tahun ke atas) Anak telah memiliki pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Seperti dikatakan Flavell (1963) bahwa karakteristik anak pada tahap ini anak mampu berpikir ilmiah dengan kemampuannya membuat hipotesis, mampu memberikan statement atau proposisi berdasarkan pada data yang konkrit atau pada preposisi yang bertentangan dengan fakta pada kondisi tertentu serta mampu memecahkan masalah dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit. Pada tahap ini anak mampu mengembangkan pemikiran logis walaupun masih terikat dengan fakta-fakta perseptual atau fakta-fakta yang terpusat pada objek yang konkrit. 2. Sifat Khas Anak Sekolah Dasar Kelas V Masa kelas V merupakan masa kelas tinggi. Dari tahapan kakakteristik utama anak Sekolah Dasar yang dijelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa masa kelas tinggi memiliki kisaran umur 9,0 atau 10,0 sampai 12,0 atau 13,0 tahun. Beberapa karakteristik anak kelas ini menurut Syaiful Bahri Djamarah (2011: 125) adalah: a. adanya minat terhadap hal-hal praktis sehari-hari yang konkrit. b. amat realistik, rasa ingin tahu, dan ingin belajar. c. menonjolnya faktor-faktor atau bakat-bakat tertentu dengan ditunjukkan adanya minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus. 33

24 d. sampai kisaran umum 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. e. pada masa ini anak senang membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama-sama. Anak tidak terlibat dalam peraturan permainan, melainkan mulai membuat peraturan sendiri. Dengan demikian, pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD Muhammadiyah Mutihan. D. Kerangka Berpikir Anggapan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran hafalan dan membosankan memang tidak asing lagi. Begitu juga apa yang dikatakan oleh Bapak Fajar Ariyanto selaku guru mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar Muhammadiyah Mutihan ketika diwawancari oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti memandang bahwa salah satu hal yang menyebabkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran tersebut menjadi berkurang, sehingga mengakibatkan kurang maksimalnya hasil belajar siswa. Hasil belajar erat kaitannya dengan model pembelajaran yang diterapkan. Model pembelajaran yang diterapkan di SD Muhammadiyah Mutihan adalah adalah model ceramah yang berorientasi pada teacher center sehingga keaktifan siswa menjadi terbatas. Hal ini menyebabkan minat siswa menjadi rendah sehingga menimbulkan kebosanan terhadap mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada khususnya. Melihat kondisi dan permasalah tersebut, perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang variatif seperti model Group Investigation (Kelompok Investigasi). 34

25 Dalam model pembelajaran Group Investigation, siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri dengan memilih topik-topik dari unit yang dipelajari oleh seluruh kelas. Siswa yang telah memilih topik kemudian mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan dalam bentuk presentasi atau sejenisnya. Melalui pembelajaran ini, siswa akan dilibatkan secara total dalam pembelajaran sehingga akan memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan meminimalisir kedudukan guru sebagai teacher center khususnya dalam pembelajaran IPS. Melalui penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mampu mendorong peningkatan hasil belajar maupun prestari siswa (Solihatin dan Raharjo, 2007: 13). Selain mampu meningkatkan hasil belajar ataupun prestasi siswa, pembelajaran kooperatif terbukti mampu mewujudkan sikap dan perilaku siswa yang berkembang ke arah demokratis dan lebih mendorong siswa lebih termotivasi dalam mempelajari Ilmu Penegtahuan Sosial (Solihatin dan Raharjo, 2007: 13). Dengan demikian, dapat diambil suatu prediksi bahwa ada pengaruh penggunaan model pembelajaran model Group Investigation terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas V Sekolah Dasar Muhammadiyah, Mutihan, Wates, Kulon Progo. 35

26 E. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang telah menerapkan model pembelajaran kooperatif antara lain adalah sebagai berikut. 1. Penelitian yang dilakuakan oleh Webb (1985), menemukan bahwa dalam penerapan pembelajaran kooperatif mewujudkan sikap dan perilaku siswa berkembang ke arah demokratis di kelas dan mendorong siswa lebih termotivasi dalam mempelajarai IPS. 2. Penelitian Snider (1986) terhadap siswa tingkat 9 dalam mempelajari mata pelajaran Geografi di Amerika menemukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif sangat mendorong peningkatan prestasi belajar siswa dengan perbedaan hampir 25% dengan kemajuan yang dicapai siswa dengan sistem belajar kompetisi. 3. Penelitian Dra. Hj. Etin Solihatin, M.Pd, dkk. (2001) pada mahasiswa Penyetaraan D-3 Tahap II mata kuliah Pendidikan IPS di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), menemukan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif sangat mendorong peningkatan prestasi mahasiswa 20% dan dapat meningkatkan kemampuan untuk belajar mandiri. F. Hipotesis Dalam rangka memperoleh jawaban sementara atas rumusan masalah yang ada, maka diajukan hipotesis sebagai berikut. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif model Group Investigation terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas V Sekolah Dasar Muhammadiyah Mutihan, Wates, Kulon Progo. 36

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Terlepas dari hal itu, penanaman nilai-nilai melalui sikap

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Terlepas dari hal itu, penanaman nilai-nilai melalui sikap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional secara umum adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlepas dari hal itu, penanaman nilai-nilai melalui sikap dan perilaku kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD 1. Pengertian IPS Ilmu pengetahuan sosial (IPS) secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1975 merupakan istilah

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui II. KAJIAN TEORI 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak lahir manusia telah memulai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Dalam lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 di kemukakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD). IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Makna Belajar Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang hayat, artinya belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran yang digunakan oleh guru demi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKAN. yang mereka dapat dan kegiatan yang mereka lakukan. Menurut Hamalik (2001:

KAJIAN PUSTAKAN. yang mereka dapat dan kegiatan yang mereka lakukan. Menurut Hamalik (2001: II. KAJIAN PUSTAKAN 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan menjadi lebih baik. Pada proses belajar siswa melakukan perubahan ke arah kebaikan berdasarkan segala pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif Menurut E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam suatu kelas dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendasar bagi pembangunan suatu bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan, dikembangkan bibit-bibit sumber daya manusia

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai SMP. IPS mengkaji seperangkat peristiwa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Kegiatan pembelajaran meliputi belajar dan mengajar yang keduanya saling berhubungan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun makna atau pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf pemikiran yang tinggi dan telah melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. taraf pemikiran yang tinggi dan telah melaksanakan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadipribadi manusia yang berkualitas. Masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Makna Belajar Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Oleh: Dr. Marzuki (FIS UNY)

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Oleh: Dr. Marzuki (FIS UNY) MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Oleh: Dr. Marzuki (FIS UNY) 1 MODEL PEMBELAJARAN 1. COOPERATIVE LEARNING 2. PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH 3. PEMBELAJARAN TEKNIK KLARIFIKASI NILAI ATAUVALUE CLARIFICATION

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan proses mendidik dan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menggunakan model pembelajaran kooperatif model Group Investigation

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menggunakan model pembelajaran kooperatif model Group Investigation BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dipaparkan pada bab IV dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Definisi belajar ada beraneka ragam karena hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Pembelajaran Kooperatif Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLP) dan Pendidikan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLP) dan Pendidikan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemauan, minat, sikap, kemampuan untuk berpikir logis, praktis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu" (Piaget dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia pada umumnya dan pendidikan pada khususnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Banyak pengertian belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, salah satunya pengertian belajar menurut Syah (2007: 92). Belajar adalah tahapan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, kreatif, terampil, dan produktif. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam mengajarkan mata pelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam mengajarkan mata pelajaran Ilmu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam mengajarkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran TGT Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran mengutamakan adanya kerja sama, yakni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bagaimana bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Menurut Trianto. dalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bagaimana bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Menurut Trianto. dalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu komponen dari kegiatan pembelajaran, dimana dari model pembelajaran ini guru dapat memahami bagaimana bentuk pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaboratif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hamalik,1995:57) dalam (http://gurulia.wordpress.com). memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hamalik,1995:57) dalam (http://gurulia.wordpress.com). memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Cooperative Learning Learning (Pembelajaran) adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Selain itu pendidikan mempunyai tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar lebih santai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi tantangantantangan yang harus dijawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sekolah Dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan penting dan sebagai fundamental bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan moral bukanlah sebuah gagasan baru. Sebetulnya, pendidikan moral sama tuanya dengan pendidikan itu sendiri. Sejarah di negara-negara di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. pendidikan menengah, beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. pendidikan menengah, beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN Pada Bab Pendahuluan ini akan diuraikan secara singkat mengenai hal-hal yang menjadi latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1 PEMBELAJARAN KOOPERATIF Karakteristik Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli Menurut Djamarah dan Syaiful (1999:22), Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan perkembangan yang dialami seorang menuju kearah yang lebih baik. Menurut Azis Wahab ( 2009: 2 ) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu dalam bentuk tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lebih terperinci

69 Media Bina Ilmiah ISSN No

69 Media Bina Ilmiah ISSN No 69 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 PENDEKATAN PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS IV SD NEGERI 14 CAKRANEGARA Oleh: A.A.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar Matematika Belajar merupakan proses berpikir seseorang dalam rangka menuju kesuksesan hidup, perubahan aspek kehidupan dari taraf tidak mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang masyarakat yaitu mengenai hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya. Ilmu Pengethuan Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu: 7 BAB II KAJIAN PUATAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran tidak mungkin akan berlangsung dengan baik. Kamus Besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran tidak mungkin akan berlangsung dengan baik. Kamus Besar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aktivitas dan Hasil Belajar 1. Aktivitas Aktivitas sangat diperlukan dalam belajar, tanpa adanya aktivitas, pembelajaran tidak mungkin akan berlangsung dengan baik. Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB II. Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah. pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu

BAB II. Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah. pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang dikenal

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang II. KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dalam belajar adalah peserta didik agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Sedangkan pembelajaran adalah usaha dari seorang guru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti akan menunjukkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu di muka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya

Lebih terperinci

Keywords: Teams Games Tournament (TGT), visual media, social science

Keywords: Teams Games Tournament (TGT), visual media, social science PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA VISUAL DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS IV SDN 1 BRECONG TAHUN AJARAN 2015/2016 Nurul Hidayati¹, Suripto²,

Lebih terperinci

ARTIKEL. untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. oleh : Nur Aeni Ratna Dewi

ARTIKEL. untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. oleh : Nur Aeni Ratna Dewi PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 5 SEMESTER 2 SEKOLAH DASAR NEGERI KALIGENTONG 01 TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen yang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan dapat menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula dengan sumber belajar yang akan digunakan karena dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula dengan sumber belajar yang akan digunakan karena dari sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari segi pelaksanaan secara operasional adalah terwujud dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman karena adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT Mirna Herawati Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Prestasi Belajar 1. Pengertian Belajar Penulis berpendapat bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang secara sengaja dengan tujuan memperoleh pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar. Pendidikan Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar. Pendidikan Ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perbedaan pada siswa-siswanya. Siswa yang pandai akan terhambat kemajuannya

I. PENDAHULUAN. perbedaan pada siswa-siswanya. Siswa yang pandai akan terhambat kemajuannya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya proses pendidikan dan pengajaran dewasa ini di sekolah-sekolah masih berjalan klasikal, artinya seorang guru dalam menyampaikan materi kepada semua siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok

Lebih terperinci

Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 Juli

Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 Juli Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 Juli 2016 1 PENINGKATAN AKTIFITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN GEOMETRI BIDANG DATAR MELALUI PENERAPAN METODE GROUP INVESTIGASI PADA SISWA KELAS X-MIA.6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebutuhan ilmu peserta didik tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Aktivitas Belajar Slameto (2001 : 36) berpendapat bahwa penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi difikirkan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Dalam kajian teori akan disajikan teori tentang variable X yaitu model pembelajaran kooperatif tipe think pair square dan teori tentang variable Y yaitu hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila siswa mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan suatu gambaran keseluruhan urutan atau langkah-langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Belajar Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Belajar aktif, ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa diberi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus dimiliki oleh manusia, karena dengan pendidikan manusia akan lebih mampu untuk mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui berbagai pengalaman dan melalui berbagai proses, seperti melihat, mendengar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. nasional, pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropilogi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian). Dalam dunia anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian). Dalam dunia anak-anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cerita merupakan tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian). Dalam dunia anak-anak usia Sekolah Dasar, kebanyakan dari mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang begitu pesat menuntut negara Indonesia menuju perubahan, terutama dalam dunia pendidikan. Perubahan ini menuntut

Lebih terperinci