SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI"

Transkripsi

1 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: A.Pradnya Ratih PM NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

2 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: A.Pradnya Ratih PM NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 ii

3

4 iv

5 HALAMAN PERSEMBAHAN DDaann kkeellaakk,, ddiissaaaatt bbeeggiittuu bbaannyyaakk jjaallaann tteerrbbeennttaanngg ddiihhaaddaappaannmmuu ddaann kkaauu ttaakk ttaahhuu jjaallaann mmaannaa yyaanngg hhaarruuss kkaauu aammbbiill,, jjaannggaannllaahh mmeemmiilliihh ddeennggaann aassaall ssaajjaa,, tteettaappii dduudduukkllaahh ddaann ttuunngggguullaahh sseessaaaatt.. TTaarriikkllaahh nnaappaass ddaallaamm--ddaallaamm,, ddeennggaann ppeennuuhh kkeeppeerrccaayyaaaann,, sseeppeerrttii ssaaaatt kkaauu bbeerrnnaappaass ddii hhaarrii ppeerrttaammaammuu ddiidduunniiaa iinnii.. JJaannggaann bbiiaarrkkaann aappaa ppuunn mmeennggaalliihhkkaann ppeerrhhaattiiaannmmuu,, ttuunngggguullaahh ddaann ttuunngggguullaahh,, lleebbiihh llaammaa llaaggii.. BBeerrddiiaamm ddiirriillaahh,, tteettaapp hheenniinngg,, ddaann ddeennggaarrkkaannllaahh hhaattiimmuu.. LLaalluu,, kkeettiikkaa hhaattii iittuu bbiiccaarraa,, bbeerraannjjaakkllaahh,, ddaann ppeerrggiillaahh kkee mmaannaa hhaattii mmeemmbbaawwaammuu... ( ddaarri i Vaa ddoovvee TTi i ppoorrt taa ili l ccuuoorree) ) Kupersembahkan karya ini untuk... Jesus Christ, Mother Mary, Papa-Mama-Ratna Mas, Keluarga besarku terutama simbah putri, serta Sahabat-sahabatku, Yang selalu mendukungku untuk pergi kemana hati membawaku Terima kasih...dan tentunya untuk diriku, cita-cita, idealisme, dan mimpi-mimpiku... Ini adalah akhir satu babak, sekaligus awal babak baru dari sebuah perjalanan kehidupan yang dipercayakan Tuhan padaku v

6 PRAKATA Puji syukur kepada Bapa di Surga, Yesus dan Bunda Maria atas segala kasih dan terang sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi dengan judul Sitotoksisitas Fraksi Protein Umbi Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 Terhadap Kultur Sel HeLa. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. A. Yuswanto S.U., Ph.D., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan begitu banyak waktu, lengkap dengan kesediaannya mendengarkan, kesabarannya membimbing dan nasehatnya yang selalu menenangkan ; dari awal, selama perjalanan, hingga akhir dari perjuangan penyusunan skripsi ini. 2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, masukan dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia membagi ilmu dan memberikan saran serta masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Mbak Istini, Pak Pandi, Mbak Heni dan segenap karyawan Laboratorium Hayati UGM yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. vi

7 6. Papa-Mama-Ratna untuk segala doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan yang mendorongku untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Alfonsus Endra Miharja dengan segala caci maki dan kritikan pedas dalam balutan cinta yang mengajariku untuk kritis, kuat dan tegar selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. 8. Segenap keluarga besar dengan segala bantuan dan dukungannya, baik doa, ide, ruang, waktu maupun materi. 9. Team TEKI ; Soelistio Wati SiHa Widjaja, Myeloma Milana Fedelia, dan Agnes Raji Rufina serta cie Linda yang menghadirkan ide, berproses bersama dan mengobarkan semangat hingga selesainya skripsi ini. 10. Nella-Tina-Totok-Bambang-Bangun-Obe-Angger-Prita-Nanda-Thusty dan semua teman-teman kelompok praktikum B angkatan Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan kefarmasian pada khususnya. Penulis vii

8 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagai layaknya karya ilmiah. Penulis (A.Pradnya Ratih PM) viii

9 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa INTISARI Menurut WHO, setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang. Mahalnya biaya dan tingginya efek negatif terapi kanker mendorong dikembangkannya penelitian senyawa alam yang berpotensi antikanker. Di Cina, rumput teki (Cyperus rotundus L.) telah digunakan secara empirik untuk penanganan penyakit kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Fraksi protein umbi rumput teki diendapkan dengan penambahan amonium sulfat dalam kuantitas yang berbeda-beda sehingga diperoleh fraksi protein dalam berbagai konsentrasi. Metode uji sitotoksisitas yang digunakan adalah metode MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide), dengan sel HeLa dan sel Vero sebagai subjek uji dan fraksi protein umbi rumput teki sebagai objek uji. Data yang diperoleh berupa persen kematian sel dan harga LC 50 dihitung dengan analisis statistik probit dan uji t. Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa fraksi protein umbi rumput teki bersifat sitotoksik terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero. Harga LC 50 yang diperoleh dari FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 untuk sel HeLa adalah 565,39 µg/ml, 367,17 µg/ml, 386,19 µg/ml, dan 529,71 µg/ml ; sementara untuk sel Vero berturut-turut adalah 35,1 µg/ml, 27,4 µg/ml, 14,7 µg/ml, dan 16,4 µg/ml. Nilai LC 50 yang lebih besar pada sel HeLa menunjukkan bahwa fraksi protein umbi rumput teki memiliki daya sitotoksik yang lebih kecil pada sel HeLa daripada sel Vero. Kata Kunci: umbi rumput teki, fraksi protein, LC 50, sitotoksisitas, sel HeLa, sel Vero ix

10 CYTOTOXICITY OF NUTGRASS TUBER (Cyperus rotundus L.) PROTEIN FRACTION PF 20, PF 40, PF 60, dan PF 80 AGAINST HeLa CELL CULTURE ABSTRACT According to WHO, the number of cancer patients worldwide is increasing up to 6.25 million people every year. The cost and highly negative effect enhance the research of traditional anticancer medicine. In China, nutgrass (Cyperus rotundus L) have been used in the treatment of cancer. This research was aimed to determine the cytotoxic activity of nutgrass tuber FP 20, FP 40, FP 60, and FP 80 againts HeLa and Vero cell culture. This research is an experimental research with one way pattern complete random design. The nutgrass tuber protein fractions were precipitated by adding ammonium sulfate in various concentrations. The method of cytotoxicity test used in this research is MTT method (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide). HeLa was used as the subject and Vero cell was the control, while nutgrass tuber protein fractions were the objects. Datas collected were in the percentage of cell death. The LC 50 value were calculated using probit analysis and analyzed using t- Test. The result determined that the nutgrass tuber protein fraction had cytotoxic activityto HeLa and Vero cells. The LC 50 values obtained from nutgrass tuber FP 20, FP 40, FP 60, and FP 80 for HeLa cell respectively are µg/ml, µg/ml, µg/ml, and µg/ml ; while for Vero cell respectively are 35.1 µg/ml, 27.4 µg/ml, 14.7 µg/ml, and 16.4 µg/ml. The LC50 values have smaller cytotoxic activity against HeLa cell than Vero cell. Key words: nutgrass tuber, protein fraction, LC 50, cytotoxic activity, HeLa cell culture, Vero cell culture x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... ii iii iv v vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... ix x xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii ARTI ISTILAH DAN SINGKATAN ASING... xix BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian Rumusan masalah Keaslian penelitian Manfaat penelitian... 3 B. Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan khusus. 4 xi

12 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 5 A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Keterangan botani... 5 a. Sistematika tumbuhan... 5 b. Sinonim... 5 c. Nama daerah Deskripsi tumbuhan Habitat tumbuhan Kandungan kimia Khasiat dan penggunaan Penelitian mengenai rumput teki... 7 B. Kanker Tinjauan Umum Karsinogenesis Kanker Leher Rahim (Cervix) Senyawa Antikanker C. Protein D. Kultur Sel Sel HeLa Sel Vero E. Uji Sitotoksisitas F. Keterangan Empiris xii

13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel a. Variabel bebas b. Variabel tergantung c. Variabel pengacau terkendali d. Variabel pengacau tak terkendali Definisi operasional C. Alat dan Bahan Alat Bahan D. Tata Cara Penelitian Determinasi tumbuhan Pengumpulan umbi rumput teki Sterilisasi alat dan bahan Preparasi fraksi protein dari umbi rumput teki Pengukuran kadar protein dengan metode spektrofotometri UV Preparasi sel HeLa Preparasi sel Vero Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki E. Analisis Hasil xiii

14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tumbuhan B. Pengumpulan Umbi Rumput Teki C. Sterilisasi Alat dan Bahan Penelitian D. Preparasi Sampel Fraksi Protein Umbi Rumput Teki E. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Spektrofotometri UV F. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Umbi Rumput Teki BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiv

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel I. Data persentase kematian sel HeLa setelah diinkubasi 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki Tabel II. Data persentase kematian sel Vero setelah diinkubasi 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki Tabel III. Harga LC 50 hasil interpolasi analisis probit pada sel HeLa dan sel Vero Tabel IV. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm Tabel V. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 20 terhadap kultur sel HeLa Tabel VI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 40 terhadap kultur sel HeLa Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 60 terhadap kultur sel HeLa Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 80 terhadap kultur sel HeLa Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 20 terhadap kultur sel Vero xv

16 Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 40 terhadap kultur sel Vero Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 60 terhadap kultur sel Vero Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 80 terhadap kultur sel Vero Tabel XIII. Nilai r (koefisien korelasi) pada level signifikansi 5% dan 1% xvi

17 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur molekul dari MTT dan hasil reduksinya Gambar 2. Grafik persentase kematian sel HeLa setelah diinkubasi 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki Gambar 3. Foto sel HeLa hasil perlakuan dengan fraksi protein umbi rumput teki FP 40 dan FP 80 pada kadar 4000 µg/ml Gambar 4. Grafik persentase kematian sel Vero setelah diinkubasi 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki Gambar 5. Foto sel Vero perlakuan dengan fraksi protein umbi rumput teki FP 40 kadar 4000 µg/ml dan 1000 µg/ml Gambar 6. Foto Bagian Tumbuhan Runput Teki (Cyperus rotundus L).. 45 Gambar 7. Foto Umbi Rumput Teki Gambar 8. Foto Tumbuhan Rumput Teki Gambar 9. Foto Spektrofotometer UV CECIL Series Gambar 10. Foto ELISA reader SLT 340 ATC xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Foto-foto penelitian Lampiran 2. Jumlah penambahan amonium sulfat untuk mendapatkan FP 20, FP 40, FP 60 dan FP Lampiran 3. Cara perhitungan kadar protein Lampiran 4. Data absorbansi sel HeLa dan sel Vero hasil pembacaan dengan ELISA reader pada 550nm Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein umbi rumput teki terhadap kultur sel HeLa dengan metode MTT Lampiran 6. Hasil analisis probit fraksi protein umbi rumput teki terhadap kultur sel Vero dengan metode MTT Lampiran 7. Perhitungan nilai korelasi LC 50 sel HeLa dan sel Vero pada taraf kepercayaan 95% Lampiran 8. Uji distribusi data sel HeLa dengan Kolmogorov-Smirnov Lampiran 9. Uji distribusi data sel Vero dengan Kolmogorov-Smirnov Lampiran 10. Hasil uji signifikansi LC50 antara sel HeLa dan sel Vero dengan analisis statistik t-test independent sample Lampiran 11. Surat Pengesahan Determinasi xviii

19 ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING FBS : Fetal Bovine Serum FP 20 (PF 20 ) : Fraksi protein (protein fraction) umbi Cyperus rotundus L. hasil pengendapan dengan amonium sulfat kadar 20% kadar jenuh FP 40 (PF 40 ) : Fraksi protein (protein fraction) umbi Cyperus rotundus L. hasil pengendapan dengan amonium sulfat kadar 40% kadar jenuh FP 60 (PF 60 ) : Fraksi protein (protein fraction) umbi Cyperus rotundus L. hasil pengendapan dengan amonium sulfat kadar 60% kadar jenuh FP 80 (PF 80 ) : Fraksi protein (protein fraction) umbi Cyperus rotundus L. hasil pengendapan dengan amonium sulfat kadar 80% kadar jenuh MTT reagen stopper SDS RPMI : (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazoliumbromide) : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01 N : Sodium Dodesil Sulfat : Rosswell Park Memorial Institute tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan leher bengkok 96-well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat menanam sel pada uji sitotoksisitas xix

20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan penyakit yang sudah sangat tidak asing bagi kita. Perubahan gaya hidup mendorong semakin tingginya prevalensi penyakit kanker, misalnya kebiasaan merokok, konsumsi minuman keras secara berlebihan, banyak makan makanan berlemak, dan berganti-ganti pasangan seksual. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat, bahkan diramalkan, dalam 10 tahun mendatang 9 juta orang akan meninggal akibat kanker setiap tahunnya (Anonim, 2006a). Hal ini dapat dimengerti jika kemudian kanker dinyatakan menempati peringkat kedua di dunia sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung. Bagi kaum perempuan, jenis kanker yang paling ditakuti adalah kanker serviks atau karsinoma serviks uterus atau kanker leher rahim. Di Indonesia, kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak pada wanita, kemudian disusul kanker payudara yang menempati urutan kedua (Dalimartha, 2004). Sebenarnya kanker ini merupakan salah satu jenis kanker yang dapat dideteksi pada stadium dini yaitu dengan Pap-smear (pemeriksaan contoh sel yang diambil dari lendir leher rahim). Namun sayangnya, sebagian besar penderitanya baru datang pada stadium lanjut. Operasi, radioterapi, kemoterapi dan imunologi agen serta pengobatan dengan hormon merupakan berbagai jenis terapi yang digunakan untuk menangani 1

21 2 pasien kanker. Sayangnya berbagai jenis terapi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta memiliki resiko negatif yang tinggi. Karena itu, dewasa ini terapi pilihan yang makin populer dikembangkan adalah fitoterapi atau terapi dengan tumbuh-tumbuhan. Ini berarti, penting untuk dilakukannya penelitian mengenai senyawa-senyawa alam yang mungkin berpotensi sebagai anti kanker, mengingat Indonesia sangat kaya akan tanaman obat. Secara tradisional rumput teki (Cyperus rotundus L.), khususnya umbinya, telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai tumbuhan yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit, diantaranya busung air, mencret, pencernaan tidak baik, sakit perut, rematik, haid tidak teratur dan nyeri haid (Soedibyo,1998). Walaupun di Indonesia belum ada penelitian mengenai rumput teki sebagai anti kanker, namun pengobatan tradisional China telah menyebutkan penggunaan rumput teki untuk menangani kanker (Hanks,2000). Pada tanaman tingkat tinggi, senyawa aktif anti kanker tersebar luas dalam berbagai golongan senyawa, salah satunya protein. Semua sistem kehidupan mengandung sejumlah besar protein yang berbeda, salah satunya yaitu protein beracun yang terdapat dalam tumbuhan. Daya racunnya disebabkan oleh antaraksi dengan subunit ribosom 60s mamalia yang mengakibatkan terjadinya hidrolisis beberapa ikatan glikosida-n yang kemudian menghambat sintesis protein (Robinson, 1991). Hal inilah yang menjadi dasar dipilihnya protein sebagai zat aktif anti kanker dari rumput teki dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah informasi ilmiah mengenai khasiat dan kegunaan umbi dari rumput teki, dan juga menjadi jalan

22 3 bagi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai efek sitotoksik umbi rumput teki. Mengingat bahwa masalah mendasar dalam pengobatan kanker adalah bagaimana menemukan obat, baik alami maupun sintesis, yang mampu membunuh sel kanker secara efektif namun tidak toksik bagi sel normal, maka dalam penelitian ini, fraksi protein umbi rumput teki diujikan pada sel kanker (HeLa cell line) dan juga pada sel normal (Vero cell line). Harapannya, penelitian ini akan membawa gambaran baru mengenai potensi umbi rumput teki untuk dikembangkan sebagai obat alternatif bagi penyakit kanker. 1. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Apakah fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero? b. Berapakah nilai LC 50 fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 terhadap sel HeLa dan sel Vero? c. Apakah efek sitotoksik fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 lebih besar terhadap sel HeLa daripada sel Vero? 2. Keaslian penelitian Sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 terhadap kultur sel HeLa. 3. Manfaat penelitian

23 4 a. Manfaat teoritis. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang efek sitotoksik fraksi protein umbi rumput teki terhadap sel HeLa dan sel Vero yang akan memperkaya dan menambah kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang farmasi. b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan yang mendukung penemuan obat alternatif bagi penyakit kanker. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum : Untuk mengetahui apakah fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. 2. Tujuan khusus : a. Untuk mengetahui apakah fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero. b. Untuk mengetahui berapa nilai LC 50 fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 terhadap sel HeLa dan sel Vero. c. Untuk mengetahui apakah efek sitotoksik fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 lebih besar terhadap sel HeLa daripada sel Vero.

24 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) 1. Keterangan botani a. Sistematika tumbuhan Tumbuhan rumput teki termasuk dalam famili Cyperaceae, genus Cyperus, dan spesies Cyperus rotundus L. (Anonim, 2000a). b. Sinonim C.odoratus Osbeek ; C.tenuiflorus Royle ; Heleocharis dulcis (Burm.f.) Trin. (Sudarsono, 1996). c. Nama daerah Jawa : Teki, tekan (Jawa), motta (Madura). Sulawesi : Rukut teki wuta (Minahasa), Bulih manggasa buai (Buol), Nusatenggara : Kareha wai (Sumba). Maluku : Rukut teki wuta (Alfuru) (Anonim, 1980). 2. Deskripsi tumbuhan Terna, menahun, tinggi 10 cm sampai 80 cm. Batang tumpul segitiga, tajam. Daun 4 sampai 10 helai berjejal pada pangkal batang dengan pelepah daun tertutup tanah, helaian daun berbentuk garis, bagian atas berwarna hijau tua mengkilat, panjang daun 10 cm sampai 60 cm, lebar daun 2 mm sampai 6 mm. Anak bulir berkumpul menjadi bulir pendek dan tipis, keseluruhan terkumpul lagi menjadi memanjang. Daun pembalut 3 sampai 4, tepi kasar tidak merata. Jari-jari payung 6 5

25 6 sampai 9, yang terpanjang 3 cm sampai 10 cm, yang terbesar bercabang sekali lagi, pangkal tertutup oleh daun pelindung yang berbentuk tabung. Anak bulir terkumpul lagi dalam bulir, duduk, berbentuk garis, sangat gepeng, berwarna coklat, panjang 1 cm sampai 3 cm, lebar kurang lebih 2 mm, bunga 10 sampai 40. Sekam dengan punggung hijau dan sisi coklat, panjang lebih kurang 3 mm. Benang sari 3, kepala sari berwarna kuning cerah, tangkai putik bercabang 3. Buah memanjang sampai bulat telur sungsang, persegi tiga berwarna coklat, panjang lebih kurang 5 mm (Anonim, 1980). 3. Habitat Tumbuhan Rumput teki tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl. Tumbuhan ini banyak tumbuh liar di Afrika Selatan, Korea, Cina, Jepang, Taiwan, Malaysia, Indonesia dan kawasan Asia Tenggara pada umumnya. Tumbuhan ini umumnya tumbuh di lahan pertanian yang tidak terlalu kering (tanahnya tidak berbencah-bencah), di ladang dan kebun (Sudarsono, 1996). 4. Kandungan kimia Kandungan kimia rumput teki antara lain minyak atsiri (siperin, siperol, siperon, pinen, dan seskuiterpen), alkaloid, glikosida, flavonoid, gula, zat pati dan resin (Soedibyo,1998). Umbi dan rimpang teki mengandung 4alpha,5alphaoxidoeudesm-11-en-3-alpha-ol, beta-cyperone, calcium, copper, cyperolone, iron, isocyperol, isokobusone, kobusone, linoleic-acid, linolenic-acid, magnesium, manganese, myristic-acid, oleanolic-acid, oleanolic-acid-3-o-neohesperidoside, potassium, sodium, oleic-acid, patchoulenone, stearic-acid, sugetriol, sugenol,

26 7 sugeonol, zinc (Duke, 2001). Kandungan lain berupa karbohidrat, seperti d-glukosa (41,7%), d-fruktosa (9,3%), dan gula tak mereduksi (4%) (Sudarsono, 1996). 5. Khasiat dan penggunaan Pada umumnya bagian dari rumput teki yang digunakan sebagai bahan obat adalah bagian umbi yang telah dibersihkan dari serabut yang melekat (Sudarsono, 1996). Kegunaan rumput teki antara lain sebagai obat kuat, obat sakit perut, obat untuk memperlancar kencing, obat cacingan, obat peluruh serta pengatur haid, sebagai air pencuci anti keringat, dalam bentuk air rebusan sebagai obat untuk penyakit mulut (obat kumuran), obat sakit gigi (akar tongkat dimamah atau sebagai bubuk), dan untuk obat borok. Di daerah Jawa, Akar Teki digunakan sebagai anti kejang yang digunakan pada sakit mencret. (Anonim, 2000b). Di Cina telah disebutkan penggunaan rumput teki pada kanker cervix / leher rahim (Anonim,1996). Begitu pula disebutkan bahwa tinctura Cyperus rotundus L. dapat membantu dalam penanganan kanker cervix / leher rahim (Anonim,2006b). 6. Penelitian mengenai rumput teki Beberapa penelian mengenai rumput teki antara lain : yang pertama adalah efek anthelmintik dari umbi rumput teki (Rahayu, 1989) yang menunjukkan kemungkinan adanya senyawa terpen, fenol, dan fenolat pada umbi rumput teki yang berkhasiat anthelmintik ; kedua adalah isolasi dan identifikasi flavonoid dari umbi rumput teki (Rahardjo, 1990), hasilnya ditemukan paling sedikit tiga senyawa flavonoid golongan auron ; ketiga adalah identifikasi mikroskopis umbi rumput teki serta daya anti inflamasi ekstrak etanolnya (Hartini, 1993) yang menunjukkan bahwa

27 8 umbi rumput teki memberikan daya antiinflamasi pada tikus ; keempat adalah khasiat anti radang dari ekstrak etanol umbi rumput teki (Rahardja, 1994), hasilnya umbi rumput teki memberikan daya antiinflamasi secara per oral dan intraperitoneal, dan terakhir adalah daya melarutkan minyak atsiri dan infus umbi rumput teki terhadap batu ginjal kalsium secara in vitro (Suhartiningsih, 1996) yang hasilnya menunjukkan kemampuan umbi rumput teki melarutkan batu ginjal tersebut. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada objek uji yang digunakan, yaitu umbi rumput teki. Sementara yang membedakan adalah subjek uji yang digunakan, dimana pada penelitian ini digunakan sel HeLa sebagai subjek uji. B. Kanker 1. Tinjauan umum Kanker, disebut juga neoplasma, merupakan nama umum untuk sekumpulan penyakit yang perjalanannya bervariasi, dengan karakteristik pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, merusak jaringan setempat dan sekitar, serta bisa menyebar luas (distant metastases) (DiPiro et al, 2002). Kanker dapat tumbuh di semua sel atau jaringan tubuh, seperti sel kulit, sel darah, sel otak, jaringan ikat, dan sebagainya sehingga dikenal berbagai jenis kanker tergantung sel atau jaringan tempat dia tumbuh (Dalimartha, 2004). Dalam keadaan normal, terdapat kontrol yang seimbang antara kecepatan pertumbuhan sel dengan pengendalian pertumbuhan sel. Kontrol keseimbangan biasanya terjadi pada saat dibutuhkan peningkatan jumlah sel, misalnya selama

28 9 penyembuhan luka dan penggantian jaringan tubuh ; dimana selama proses ini berlangsung, diferensiasi sel terjadi secara wajar dan proliferasi akan terhenti saat tidak dibutuhkan lagi. Sementara pada sel kanker, proses keseimbangan ini terganggu, proliferasi sel terjadi secara terus-menerus tanpa adanya diferensiasi sel (Macdonald and Ford, 1997). Istilah kanker sering dikacaukan dengan tumor padahal ada perbedaan yang mendasar ; dimana kanker adalah neoplasma yang menyebar dan ganas sedangkan tumor adalah neoplasma yang tidak menyebar dan tidak ganas (Wijoyo, 2000). Tumor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu benign (jinak) dan malignant (ganas). Benign tumor umumnya jarang mengancam kehidupan, tumbuh dalam kapsul yang membatasi ukurannya dan memelihara karakteristik sel asal dan biasanya berdiferensiasi dengan baik. Malignant tumor bersifat merusak jaringan sekitar dan menyebar ke area yang berbeda dalam tubuh untuk kemudian mengalami pertumbuhan lebih lanjut atau metastasis (Macdonald and Ford, 1997). 2. Karsinogenesis Mekanisme terjadinya kanker tidak dapat dimengerti sepenuhnya. Kanker atau neoplasma, diduga berkembang dari sel dimana mekanisme normal pertumbuhan dan perkembangbiakannya diubah (DiPiro et all, 2002). Suatu sel normal berubah menjadi kanker karena adanya satu atau lebih mutasi pada DNA-nya dengan hereditas bawaan/diwariskan. Perkembangan sel kanker merupakan sebuah proses yang multi-kompleks, meliputi tidak hanya satu perubahan genetik, tetapi juga faktor-faktor epigenetik (kerja hormon, co-carsinogen, dan efek memburuk dari

29 10 tumor), yang kesemuanya meningkatkan kemungkinan terjadinya perubahan genetik yang mengarah pada terjadinya kanker (Rang et al, 2003). Menurut Rang dkk (2003), terdapat dua kategori perubahan genetik yang mengarah pada terjadinya kanker : a. Aktivasi dari proto-oncogenes menjadi oncogenes Proto-oncogenes adalah gen yang secara normal mengatur pembelahan sel, apoptosis dan diferensiasi. Proto-oncogenes berubah menjadi oncogenes ketika ada virus atau agen karsinogen. b. Inaktivasi gen-gen penekan tumor (tumour suppressor genes) Pada sel normal terdapat gen-gen yang memiliki kemampuan untuk menekan pertumbuhan tumor yang kemudian dikenal dengan tumour suppressor genes atau antioncogenes. Terdapat bukti bahwa mutasi dari gen ini ditemukan dalam berbagai jenis kanker yang berbeda. Hilangnya fungsi dari gen ini merupakan titik kritis dalam karsinogenesis. Fase pertama dari proses karsinogenesis adalah initiation (inisiasi), yaitu kerusakan genetik sel normal akibat bahan-bahan karsinogenik. Jika tidak diperbaiki, kerusakan genetik ini dapat menyebabkan mutasi seluler yang irreversibel. Selama fase kedua, yang dikenal sebagai promotion (promosi), adanya karsinogen atau faktor lain akan menyebabkan sel yang termutasi bertumbuh melebihi sel normal. Hal mendasar yang membedakan initiation dan promotion adalah sifat promotion yang reversibel, namun tetap memungkinkan sel termutasi menjadi bersifat kanker. Fase terakhir dari pertumbuhan neoplastik disebut progresif (progresif), melibatkan

30 11 perubahan genetik yang selanjutnya akan meningkatkan proliferasi sel. Unsur kritis dalam fase ini meliputi invasi tumor ke jaringan lokal dan perkembangan metastasis (DiPiro et al, 2002). 3. Kanker leher rahim (Cervix) Serviks atau leher rahim atau mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker leher rahim berkembang secara bertahap, tetapi progresif (Dalimartha, 2003). Tanda-tanda terserang kanker leher rahim antara lain sering mengalami keputihan, vagina sering mengeluarkan darah ketika sedang berhubungan intim, vagina berbau, kurang darah, berat badan menurun, dan sulit buang air kecil dan besar (Kardinan, 2004). Bila kanker sudah memasuki stadium invasif, keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah ; timbul nyeri di tempat-tempat lain bila sudah terjadi penyebaran (metastasis), dan pada stadium lanjut, badan menjadi kurus karena kurang gizi, edema kaki, iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuk fistel vesikovaginal atau rektovaginal, dan gejala-gejala akibat metastasis jauh (Dalimartha, 2004). Penyebab pasti kanker serviks tidak diketahui. Infeksi human papillomavirus (HPV) yang ditularkan dengan hubungan seksual dipandang sebagai faktor resiko utama kanker serviks (Anonim, 2006c). HPV merupakan suatu kelompok sekitar 100 virus yang menyebabkan terjadinya benjolan di berbagai tempat pada tubuh, termasuk serviks. Strain serviks HPV dibagi menjadi dua kategori yaitu resiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan pengaruhnya terhadap kanker serviks. Sebagai contoh, HPV-6 dan HPV-11 menyebabkan banyak kasus

31 12 benjolan genital tetapi termasuk kategori resiko rendah karena jarang berkembang ke arah kanker. Sementara strain HPV lain, seperti HPV 16, 18, 33, 35, dan 45, dikategorikan resiko tinggi karena menunjukkan adanya hubungan dengan peningkatan resiko untuk kanker serviks dan kanker vaginal (Anonim, 2006c). Wanita yang melakukan seks pada usia muda, pasangan berganti-ganti, dan perokok memiliki resiko lebih besar terpapar HPV. 4. Senyawa Antikanker Antikanker merupakan obat yang indeks terapinya sempit. Sebagian besar dapat menimbulkan efek toksik yang berat, yang mungkin sampai menyebabkan kematian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Antikanker diharapkan memiliki toksisitas selektif, artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak jaringan normal. Karena antikanker umumnya bekerja menekan proliferasi sel yang sedang aktif, maka efek sampingnya terutama mengenai jaringan atau sel normal dengan proliferasi tinggi, yaitu sumsum tulang, epitel germinativum, sistem hemopoetik, folikel rambut dan jaringan limfosit. Terapi hanya dapat dikatakan berhasil baik, bila dosis yang digunakan dapat mematikan sel tumor yang ganas dan tidak terlalu mengganggu sel normal yang berproliferasi (Ganiswara,1995). C. Protein Protein merupakan suatu makromolekul yang terdiri dari asam-asam amino yang tersusun dalam suatu rantai linear dan tergabung dalam ikatan peptida (Anonim, 2006d). Protein dalam tumbuhan terbagi menjadi dua yaitu protein biji dan protein daun. Beberapa protein biji memiliki sifat sebagai protein racun. Sebagian di

32 13 antaranya mungkin berperan dalam melindungi tumbuhan dari serangan mikroba. Protein beracun lain memberikan harapan sebagai antikanker dan penyakit lain yang disebabkan oleh virus (Robinson, 1991). Dalam tumbuhan, protein dapat dilarutkan dengan melumatkan jaringan tumbuhan dengan larutan garam dan kemudian diendapkan dengan mengubah ph ekstrak (Harborne, 1987). Pengendapan protein dengan fraksinasi dimaksudkan untuk memperoleh protein murni dalam fraksi tertentu. Protein yang tidak diinginkan dalam suatu larutan campuran protein dapat dihilangkan dengan metode salting out jika kelarutan protein dalam berbagai konsentrasi larutan garam diketahui (Anonim, 2006d). Fraksinasi protein dengan jalan pengendapan dapat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat dalam konsentrasi tertentu (Poedjiadi, 1994). Yang pertama kali mengendap adalah globulin dan dapat dipisahkan dengan pemusingan atau filtrasi, albumin akan mengendap bila larutan sudah jenuh dengan amonium sulfat (Sadikit, 1993). Hasil pengendapan didialisis untuk menghilangkan amonium sulfat yang digunakan untuk mengendapkan protein. Proses dialisis didasarkan pada perbedaan konsentrasi antara dua permukaan membran dialisis. Kecepatan dari dialisis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan gradien konsentrasi dari larutan internal dan eksternal. Molekul kecil, dalam hal ini adalah amonium sulfat, akan keluar dari kantong dialisis dan protein yang mempunyai bobot molekul besar akan tetap tertinggal di dalam kantong dialisis. Hal ini dapat terjadi karena membran dialisis bersifat semipermeabel. Proses dialisis akan berhenti setelah tercapai keadaan setimbang (Scopes 1994 cit Darsini, 2003).

33 14 Amonium sulfat merupakan garam yang umum digunakan untuk tujuan pengendapan protein karena sifatnya yang mudah larut dalam buffer dingin (Anonim,2006e). Amonium sulfat banyak digunakan karena daya larutnya yang tinggi, tidak toksik pada banyak enzim, murah, dan dapat menstabilkan protein, inert, dan dapat mencegah aktivitas enzim proteolitik. D. Kultur Sel Kultur sel merupakan proses dimana sel, baik prokariotik maupun eukariotik ditumbuhkan dalam suatu kondisi yang dikendalikan. Dalam prakteknya, istilah kultur sel digunakan untuk menyebut hasil kultur sel yang diturunkan dari sel eukariotik multiseluler, khususnya sel hewan (Anonim,2006f). Pemilihan sel dalam suatu uji tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Umumnya dipilih sel yang cepat tumbuh dan mudah penanganannya. 1. Sel HeLa HeLa cell line diturunkan dari sel epitel kanker leher rahim (cerviks) manusia yang merupakan sel epitel leher rahim yang telah diubah oleh human papilloma virus 18 (HPV 18) sehingga berbeda dengan sel leher rahim normal. Sel ini diisolasi pada tahun 1951 dari seorang wanita penderita kanker leher rahim bernama Henrietta Lacks, berusia 31 tahun berasal dari Baltimore, USA (Anonim, 2006g). HeLa cell line ini cukup aman dan umum digunakan untuk kepentingan kultur sel. Medium RPMI 1640 yang digunakan untuk menumbuhkan sel HeLa merupakan medium kompleks yang mengandung garam-garam, asam-amino, dan

34 15 vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan sel. Medium ini ada yang dilengkapi dengan glutamin maupun tidak, serta phenol red sebagai ph indikator. RPMI yang mengandung glutamin biasanya hanya pada yang berbentuk serbuk karena bersifat tidak stabil dalam cairan, tetapi diperlukan untuk pertumbuhan sel, sehingga sering ditambahkan pada medium sesaat sebelum digunakan (Mahardika, 2004). 2. Sel Vero Sel Vero ditemukan pertama pada tahun 1962 oleh Yasumura dan Kawakita di Universitas Chiba di Chiba, Jepang. Sel Vero diambil dari ginjal kera dewasa (jenis African Green Monkey) yang sehat. Selain sering digunakan dalam produksi vaksin, sel Vero juga sering digunakan untuk mendeteksi Verotoksin (Anonim, 2006h). E. Uji Sitotoksisitas Pengembangan obat baru untuk identifikasi agen kemoterapetik baru bagi penyakit kanker meliputi evaluasi pra-klinik yang luas dengan melibatkan banyak senyawa kimia untuk mendeteksi aktivitas anti-neoplastic (Freshney, 1986). Uji sitotoksisitas merupakan perangkat yang cepat dan cost-effective untuk menguji senyawa sebelum mengalami proses pengembangan yang mahal dan membantu memilih kandidat senyawa yang optimal (Anonim,2006i). Uji sitotoksisitas merupakan uji toksisitas secara in vitro pada suatu kultur sel. Metode in vitro mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode in vivo, yakni metode in vitro lebih ekonomis, lebih mudah dan ditinjau dari segi kemanusiaan atau moralitas percobaan, metode in vitro lebih manusiawi daripada in

35 16 vivo. Namun kerugian in vitro adalah kadang-kadang tidak memberikan efek senyawa uji yang sama dengan bila diberikan secara in vivo (Freshney, 1986). Uji MTT pertama kali dideskripsikan oleh Mosmann pada Uji ini didasarkan pada aktivitas enzim mitochondrial dehydrogenase dari sel hidup (Anonim, 2006j). Pada uji MTT, garam tetrazolium (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)2,5- dipheniltetrazolium bromid) secara aktif diabsorbsi ke dalam sel hidup dan direduksi dalam mitokondrial membentuk suatu produk formazan berwarna ungu. Produk tersebut terakumulasi di dalam sel karena tidak bisa keluar menembus membran sel (Barille, 1997). MTT N N NADH N NH Formazan N N N NAD + N N N S S CH 3 CH 3 H 3 C CH 3 (Anonim, 2006k) Gambar 1. Struktur molekul dari MTT dan hasil reduksinya Uji MTT merupakan sistem uji kolorimetri yang mengukur reduksi komponen tetrazolium (MTT) oleh mitokondria sel hidup menjadi produk formazon yang tidak larut. Setelah inkubasi sel dengan reagen MTT kurang lebih 2 4 jam, larutan detergen ditambahkan untuk melisiskan sel dan melarutkan kristal warna yang terbentuk. Sampel kemudian dibaca menggunakan ELISA plate reader pada panjang gelombang 570 nm. Jumlah warna yang dihasilkan sebanding dengan jumlah sel yang hidup (Anonim, 2006j).

36 17 Menurut National Cancer Institute, senyawa baru yang akan dikembangkan sebagai antikanker harus mempunyai nilai LC 50 kurang dari 20 µg/ml (Suffness cit, Candra, 2006). F. Keterangan Empiris Penelitian ini bersifat trial dan error untuk mengetahui hubungan empiris antara pengaruh pemberian fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero.

37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian Sitotoksisitas Fraksi Protein Umbi Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 Terhadap Sel HeLa ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60 dan FP 80 dengan seri kadar 125µg/ml ; 250µg/ml ; 500 µg/ml ; 1000 µg/ml ; 2000 µg/ml dan 4000 µg/ml. b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah prosentase kematian sel HeLa dan sel Vero. c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini yaitu : 1) Medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI 1640 yang mengandung FBS (Fetal Bovine Serum) 10% untuk sel HeLa dan medium M199 untuk sel Vero. 2) Tempat tumbuh dan waktu pemanenan umbi rumput teki dikendalikan dengan mengambil umbi pada tempat dan waktu yang sama. 3) ph serta suhu pembuatan dan penyimpanan fraksi protein, dikendalikan pada ph 7,2 dan suhu ± 4 o C. 18

38 19 d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini yaitu kematian sel HeLa - sel Vero secara alami dan umur tumbuhan rumput teki. 2. Definisi operasional a. Uji sitotoksisitas adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel HeLa dan sel Vero. b. Fraksi protein (FP) / protein fraction (PF) adalah bagian dari tumbuhan yang berisi protein yang didapat dengan cara menambahkan amonium sulfat pada derajat kejenuhan tertentu. c. LC 50 adalah konsentrasi fraksi protein yang dibutuhkan untuk membunuh sebanyak 50% populasi sel uji. C. Alat dan Bahan 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas, stamper, mortir, timbangan analitik (AND ER-400 H), alumunium foil, magnetic stirrer, tabung conical, autoklaf, tissue culture flask, swing rotor sentrifuge (PLC), inkubator (Nuaire), mikropipet, membran dialisis (Sigma), lemari pendingin, cell counter (Nunc), 96-well plate (Nunc), spektrofotometer UV (Cecil CE-292), ELISA reader (SLT 340 ATC), laminar air flow (Nuaire), mikroskop (Olympus IMT-2), haemocytometer (Nebauer), kain monel, gloves, masker, autoklaf, dan freezer. 2. Bahan a. Sampel umbi rumput teki yang diambil di daerah Sumberarum, Moyudan, Sleman (tepi Sungai Progo) pada bulan Juli 2006.

39 20 b. Kultur sel HeLa dan sel Vero yang diambil dari stok Laboratorium Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. c. Pereaksi-peraksi yang digunakan untuk preparasi fraksi protein umbi rumput teki yaitu : 1) Larutan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 (Merck) 2) Larutan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl (Merck) 3) Amonium sulfat (Merck) d. Pereaksi-pereaksi untuk uji sitotoksisitas 1) Medium pencuci: RPMI 1640 (Sigma), natrium bikarbonat, Hepes 2) Bahan untuk isolasi sel Vero: tripsin 0,25% 3) Medium penumbuh: RPMI 1640, FBS (Fetal Bovine Serum) 10%, Penisilin-Streptomisin 1% (Gibco), dan Fungison 0,5% (Gibco). 4) Reagen Stopper : SDS (sodium dodeksil sulfat) dalam HCl 0,01 N (Merck) 5) MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) dalam media RPMI 1640 untuk sel HeLa dan media M199 untuk sel Vero (Sigma) D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tumbuhan Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian yaitu umbi rumput teki. Tumbuhan rumput teki terlebih dahulu dideterminasi di laboratorium Farmakognosi

40 21 Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan telah dipastikan pula kebenarannya menggunakan acuan baku Flora of Java (Backer dan Backuizen van den Brink, 1968). 2. Pengumpulan umbi rumput teki Umbi rumput teki untuk penelitian ini diambil dari Tepi Sungai Progo, Moyudan, Sleman, Yogyakarta. 3. Sterilisasi alat dan bahan Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh organisme, maka alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat tersebut dicuci bersih dengan sabun dan dikeringkan, setelah itu dibungkus dengan alumunium foil dan disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu C (Anonim, 1995). 4. Preparasi fraksi protein dari umbi rumput teki Bahan (umbi rumput teki) dikumpulkan segar, diseleksi kemudian dicuci bersih dengan air mengalir. Umbi dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan dalam plastik dan disimpan dalam freezer selama dua malam. Umbi ditimbang sebanyak 400 g (gram) kemudian ditumbuk halus sambil ditambahkan sesedikit mungkin dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl pada suhu ±4ºC. Kemudian diperas dengan kain monel, ditampung dalam tabung conical yang bersih dan steril. Cairan yang diperoleh disentrifugasi dengan 2010 xg selama 20 menit. Supernatan dikumpulkan dalam beaker glass 1000 ml dan diendapkan proteinnya dengan menambahkan 79,8 g amonium sulfat, stirrer semalam. Kemudian disentrifus

41 22 lagi 2010 xg selama 20 menit pada suhu ±4 C. Supernatan (1) ditampung dalam beaker glass 1000 ml sedangkan pelet yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5mM ph 7,2 tanpa NaCl; kemudian didialisis dengan tabung dialisis dalam larutan dapar natrium fosfat 5mM ph 7,2 selama semalam. Hasil dialisis disentrifus 2010 xg selama 20 menit pada suhu 4 C. Pelet kemudian dibuang dan supernatan merupakan fraksi protein umbi rumput teki FP 20. Supernatan (1) kemudian ditambah dengan 74,2 g amonium sulfat, stirrer semalam. Kemudian disentrifus lagi 2010 xg selama 30 menit pada suhu ±4 C. Supernatan (2) ditampung dan pelet yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5mM ph 7,2 ; kemudian didialisis selama semalam. Hasil dialisis disentrifus 2010 xg selama 20 menit pada suhu ±4 C. Pelet dibuang dan supernatan merupakan sampel fraksi protein umbi rumput teki FP 40. Supernatan (2) kemudian ditambah dengan 87,22 g amonium sulfat, stirrer semalam. Kemudian disentrifus lagi 2010 xg selama 30 menit pada suhu ±4 C. Supernatan (3) ditampung dan pelet yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5mM ph 7,2 ; kemudian didialisis selama semalam. Hasil dialisis disentrifus 2010 xg selama 20 menit pada suhu ±4 C. Pelet dibuang dan supernatan merupakan sampel fraksi protein umbi rumput teki FP 60. Supernatan (3) kemudian ditambah dengan 98,8 g amonium sulfat, stirrer semalam. Kemudian disentrifus lagi 2010 xg selama 30 menit pada suhu ±4 C. Supernatan ditampung dan pelet yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5mM ph 7,2; kemudian didialisis selama semalam.

42 23 Hasil dialisis disentrifus 2010 xg selama 20 menit pada suhu ±4 C. Pelet dibuang dan supernatan merupakan sampel fraksi protein umbi rumput teki FP Pengukuran kadar protein dengan matode spektrofotometri UV Fraksi protein umbi rumput teki FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 masing-masing sebanyak 10µl dimasukkan ke dalam kuvet 1 ml lalu ditambah 990 µl larutan dapat natrium fosfat 5mM. Ukur serapan (absorbansi) menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280nm dan 260nm dengan blanko larutan dapar natrium fosfat. Data absorbansi tiap-tiap fraksi protein umbi rumput teki kemudian dihitung dengan rumus berikut ini untuk mendapatkan kadar protein dalam mg/ml. Kadar protein (mg/ml) = [1,55 E (280) ] [0,76 E (260) ] mg/ml (Layne, 1957 cit Richterich & Colombo, 1981) 6. Preparasi sel HeLa a. Propagasi sel HeLa. Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam penangas air 37 o C, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel HeLa dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium RPMI Suspensi sel disentrifuse 2010 xg selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan medium RPMI yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu disentrifuse 2010 xg kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan

43 24 diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 o C dengan aliran 5% CO 2. Setelah 24 jam, medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian. b. Panen sel HeLa. Setelah jumlah sel cukup, media diganti dengan RPMI 1640 baru sebanyak 5 ml kemudian sel dilepaskan dari dinding flask dengan cara diresuspensikan menggunakan pipet Pasteur. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI sampai volume 10 ml dan disentrifuse 2010 xg selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet sel diresuspensikan perlahan dengan 1 ml medium. Sel kemudian dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 3x10 4 /100 μl dan siap dipakai untuk penelitian. 7. Preparasi Sel Vero a. Propagasi sel Vero. Sel diambil dari nitogen cair, segera dicairkan dalam penangas air 37º C, kemudian ampul disemprot dengan etanol cair 70%. Ampul dibuka dan sel dipindahkan ke dalam tabung steril yang berisi medium M199. Suspensi sel disentrifuse 2010 xg selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti M199 baru, disuspensikan pelan-pelan. Suspensi sel disentrifuse lagi 2010 xg selama 5 menit, cuci ulang, supernatan dibuang. Sel ditambah 1ml medium pertumbuhan yang mengandung 10% PBS dan diresuspensikan sehingga homogen. Kemudian sel ditumbuhkan dalam beberapa buah tabung biakan kecil, diinkubasikan dalam inkubator aliran 5% CO 2. Setelah 24 jam, medium diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian lebih lanjut.

44 25 b. Panen sel Vero. Setelah jumlah sel cukup siap panen, sel dicuci dengan fbs satu kali sebanyak 3 ml. Kemudian diberi tripsin 0,25% sebanyak 1ml untuk melepaskan sel-sel. Setelah itu dituang dalam conical steril yang sudah berisi M199 sebanyak 7 ml, bilas dengan 3ml FBS 10%. Hasil bilasan dituang ke conical yang sama, sentrifuse 2010 xg selama 5 menit. Sel dicuci 1x lagi dengan menggunakan medium yang sama untuk menghilangkan sisa tripsin. Pelet ditambah media kultur sebanyak 1ml, dihitung jumlah selnya dengan menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 3x10 4 sel/100µl dan siap digunakan. 8. Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki a. Sel HeLa. Sebanyak 100 μl suspensi sel HeLa dengan kepadatan 3x10 4 /100 μl dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate yang telah berisi 100 μl fraksi protein umbi teki dengan kadar 200 µg/ml pada sumuran A 1, B 1 dan C 1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A 2, B 2 dan C 2 di kolom 2 ditambahkan 100 μl suspensi sel HeLa pada sumuran yang telah berisi 100 μl fraksi protein umbi rumput teki dengan kadar 100 µg/ml, demikian seterusnya hingga diperoleh seri kadar yang terendah yang digunakan dalam penelitian. Kemudian diinkubasi bersama fraksi protein satu seri kadar selama 24 jam. Replikasi pembacaan dilakukan 3 kali dengan memberikan perlakuan yang sama terhadap 6 baris sumuran. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2, sedangkan untuk faktor koreksi, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan

45 26 dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2. Selanjutnya 96-well plate diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 o C, dalam inkubator dengan aliran 5% CO 2. Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 μl MTT 2,5 μg/ml dalam media RPMI 1640, lalu diinkubasikan semalam pada suhu 37 o C, dalam inkubator dengan aliran CO 2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 100 μl reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar. Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup. b. Sel Vero. Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki pada sel Vero dilakukan dengan menggunakan langkah yang sama dengan uji sitotoksisitas pada sel HeLa. Perbedaannya hanya terletak pada media yang digunakan, yakni menggunakan M199 untuk sel Vero. E. Analisis Hasil Pada uji sitotoksisitas dengan menggunakan metode MTT ini, serapan (absorbansi) terbaca menunjukkan jumlah sel yang hidup. Hasil akhir uji sitotoksisitas yaitu persentase kematian sel yang dihitung menggunakan modifikasi rumus Abbot, dengan persamaan berikut: A (B C) % Kematian sel = x 100% A

46 27 Keterangan : A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel (Meyer et al, 1982 ; cit Candra, 2006) Perhitungan statistika dilakukan dengan menggunakan analisis probit untuk mengetahui harga LC 50, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji t- independent untuk melihat perbedaan harga LC 50 antara sel HeLa dan sel Vero.

47 BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. Determinasi Tumbuhan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi rumput teki (Cyperus rotundus L.). Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan menjamin bahwa yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar-benar Cyperus rotundus L., maka terlebih dahulu dilakukan determinasi menurut Backer dan Brink Jr (1968). Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dari determinasi didapat kunci Cyperaceae 1b-2a-3b-4b-6b-7a-8a-11. Cyperus -1b-2b-15b-17b-19b-27b-37b-38b-39b-42b-43b- 44a-45b-46a-Cyperus rotundus L. Hasil determinasi menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah benar Cyperus rotundus L. B. Pengumpulan Umbi Rumput Teki Pada umumnya, rumput teki tumbuh mengumpul membentuk rumpun. Umbi rumput teki yang merupakan bahan utama dalam penelitian ini diambil dari daerah Sumberarum, Moyudan, Sleman (tepi Sungai Progo), Yogyakarta pada bulan Juli Umbi yang telah dikumpulkan kemudian dibersihkan dari tanah, kerikil, ataupun benda asing lain yang terbawa pada saat pengumpulan umbi rumput teki. C. Sterilisasi Alat dan Bahan Penelitian Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu dilakukan sterilisasi alat-alat yang akan digunakan selama penelitian. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi, baik dari mikroorganisme maupun senyawa-senyawa asing lain yang 28

48 29 dapat mempengaruhi hasil penelitian. Alat-alat tersebut dikumpulkan, dicuci bersih dengan sabun, dikeringkan, dan dibungkus dengan alumunium foil kemudian disterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu C. Prinsip kerja autoklaf adalah menggunakan uap panas bertekanan yang dapat menyebabkan koagulasi dan denaturasi protein pada bakteri. D. Preparasi Sampel Fraksi Protein Umbi Rumput Teki Senyawa uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi protein umbi rumput teki. Umbi rumput teki segar yang telah dipanen dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan berbagai pengotor yang kemungkinan besar masih menempel. Umbi rumput teki kemudian dipotong kecil-kecil dan disimpan dalam freezer semalaman yang dimaksudkan untuk mempermudah penumbukan bahan. Sebanyak 400 g umbi rumput teki ditumbuk halus dalam mortir diatas wadah berisi es dengan penambahan sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mm yang mengandung NaCl. Dapar ini berfungsi untuk mengekstraksi protein dari selnya dan NaCl berfungsi untuk mempermudah proses ekstraksi dan melarutkan protein serta membuatnya stabil dalam buffer pengekstrak. Semua proses dilakukan pada suhu rendah (±4ºC) untuk mencegah denaturasi dan reaksi enzim proteolisis yang dapat merusak protein umbi. Selanjutnya, bahan diperas menggunakan kain monel dan cairan yang diperoleh disentrifugasi 2010 xg selama 20 menit. Dari proses sentrifugasi diperoleh supernatan yang merupakan ekstrak gubal umbi rumput teki. Protein dalam ekstrak gubal umbi rumput teki selanjutnya diendapkan secara bertingkat dengan amonium sulfat (lampiran 2). Penambahan amonium sulfat

49 30 dilakukan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan pengaduk (stirer) magnetik untuk menghindari amonium sulfat terkonsentrasi pada satu tempat. Sebanyak 74,6 g amonium sulfat ditambahkan untuk 700 ml ekstrak gubal umbi rumput teki untuk mendapatkan FP 20. Proses dilanjutkan dengan stirer semalaman agar terjadi keseimbangan antara larutan dan agregat protein. Didapatkan 700 ml supernatan yang kemudian ditambah 74,2 g amonium sulfat untuk mendapatkan FP 40. Dengan proses yang sama, didapat 720 ml supernatan yang kemudian ditambah 87,22 g amonium sulfat untuk mendapatkan FP 60. Terakhir, FP 80 didapat dengan menambahkan 98,8 g amonium sulfat pada 760 ml supernatan. Semua proses pengendapan bertingkat ini dilakukan pada suhu ±4ºC. Protein dapat mengendap karena adanya garam konsentrasi tinggi yang bersifat lebih mudah larut dibanding protein, pada lingkungan dimana protein berada. Adanya amonium sulfat yang bersifat polar akan berinteraksi dengan bagian polar dari protein dan menarik air yang terikat pada protein. Akibatnya, bagian non polar dari protein akan bergabung membentuk agregat yang tidak larut dalam air sehingga protein akan mengendap saat sentrifugasi. Mekanisme ini dikenal dengan nama salting out. Dalam setiap tingkat fraksi protein, endapan yang diperoleh dilarutkan dengan sesedikit mungkin dapar natrium fosfat 5mM ph 7,2 tanpa NaCl kemudian didialisis. Proses dialisis dilakukan dengan tujuan pemurnian protein untuk menghilangkan amonium sulfat. Masing-masing fraksi protein dimasukkan pada tubing dialysis yang merupakan membran semi permeabel dan direndam dalam larutan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 dalam sebuah Beaker glass. Proses dialisis

50 31 berlangsung secara difusi pasif. Karena adanya gradien kadar yang besar di dalam dan di luar membran dialisis, maka amonium sulfat akan berpindah dari kadar amonium sulfat yang tinggi di dalam membran dialisis ke kadar amonium sulfat yang rendah di luar membran dialisis. Membran dialisis yang bersifat semi permeabel dengan ukuran pori-pori Dalton memungkinkan membran untuk menahan molekul-molekul besar seperti protein tetapi melewatkan molekul-molekul kecil seperti amonium sulfat. Dialisis dilakukan semalaman untuk memaksimalkan proses dialisis agar didapat fraksi protein yang murni. Untuk menjaga gradien kadar amonium sulfat di dalam dan di luar membran dialisis maka dilakukan penggantian dapar pada waktu tertentu. E. Pengukuran Kadar Protein Dengan Metode Spektrofotometri UV Fraksi protein umbi rumput teki yang diperoleh selanjutnya diukur kadar proteinnya menggunakan spektrofotometer UV karena protein memiliki residu asam amino aromatik seperti tirosin, triptofan dan fenilalanin yang mengandung gugus auksokrom dan kromofor sehingga mampu menyerap sinar UV. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 280 nm karena protein memiliki serapan maksimal pada panjang gelombang tersebut. Selain itu, dilakukan pula pengukuran pada panjang gelombang 260 nm sebagai faktor koreksi karena adanya asam nukleat dan komponennya serta senyawa lain yang mengandung cincin purin dan pirimidin yang mengganggu pembacaan dan memberikan serapan yang tidak tepat. Senyawasenyawa tersebut memberikan serapan yang kuat disekitar panjang gelombang 260 nm.

51 32 Data yang didapat berupa absorbansi fraksi protein umbi rumput teki. Selanjutnya kadar protein dihitung dengan rumus perhitungan fraksi protein menurut Layne (lampiran 3). Dari hasil perhitungan diperoleh kadar protein untuk FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 berturut-turut adalah 25,95 mg/ml; 13,62 mg/ml; 33,47 mg/ml; dan 40,41 mg/ml. F. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Umbi Rumput Teki Dalam penelitian ini, uji sitotoksisitas dilakukan pada sel HeLa dan sel Vero yang didapat dari Laboratorium Ilmu Hayati Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Uji sitotoksisitas pada sel HeLa dimaksudkan untuk mengetahui potensi ketoksikan fraksi protein umbi rumput teki terhadap sel HeLa, sedangkan pada sel Vero lebih dimaksudkan untuk memprediksi selektivitas ketoksikan fraksi protein umbi rumput teki. Suatu senyawa dikatakan selektif sebagai antikanker apabila mampu menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel normal. Uji sitotoksisitas merupakan suatu uji kualitatif dan kuantitatif yang didasarkan pada kematian sel. Uji kualitatif dilakukan dengan pengamatan morfologi sel dibawah mikroskop yang meliputi perubahan bentuk dan kepadatan sel kanker sebelum dan sesudah perlakuan dengan fraksi protein umbi rumput teki. Uji kuantitatif dilakukan dengan mencari nilai LC 50 yaitu kadar yang mampu mematikan 50% populasi sel uji. Analisis LC 50 dilakukan dengan analisis probit yang merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan konsentrasi respon (persen kematian sel) agar didapat persamaan garis lurus sehingga dapat menentukan nilai LC 50 yang akurat.

52 33 Uji sitotoksisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan metode MTT. Metode ini dipilih karena cukup baik, mudah, cepat, akurat, tidak menggunakan bahan radioaktif, dan sensitif karena mampu menghitung jumlah sel yang sedikit. Pada sel hidup, garam tetrazolium MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide) secara aktif akan diabsorbsi ke dalam sel dan direduksi oleh enzim reduktase suksinat tetrazolium yang terdapat di dalam rantai respirasi mitokondria sel membentuk suatu produk berwarna ungu dan tidak larut air yang disebut kristal formazan (Barille, 1997). Reaksi yang terjadi kemudian dihentikan dengan pemberian stop solution SDS 1% dalam HCl 0,01N yang juga berfungsi untuk melarutkan garam formazan sehingga warna ungu yang terbentuk dapat dibaca absorbansinya dengan ELISA reader. Intensitas warna akan berbanding lurus dengan nilai absorbansi yang terbaca pada ELISA reader dan juga berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan menempatkan sel, baik sel HeLa maupun sel Vero, masing-masing dalam sumuran microplate 96-well dengan kepadatan 3x10 4 sel/100 µl media bersama suatu seri kadar fraksi protein umbi rumput teki yang terdiri dari medium dan fraksi protein, yaitu 4000 µg/ml, 2000 µg/ml, 1000 µg/ml, 500 µg/ml, 250 µg/ml dan 125 µg/ml. Setelah penambahan MTT, intensitas warna dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Pengukuran absorbansi dilakukan terhadap kelompok perlakuan, kelompok perlakuan tanpa sel dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan adalah sel HeLa ataupun sel Vero dengan perlakuan fraksi protein umbi rumput teki. Kelompok kontrol adalah sel HeLa ataupun Vero tanpa perlakuan fraksi protein umbi rumput

53 34 teki. Pengukuran absorbansi dari perlakuan tanpa sel dimaksudkan sebagai faktor pengkoreksi absorbansi perlakuan. Persentase kematian sel merupakan selisih jumlah sel kontrol dengan jumlah sel perlakuan dibagi dengan jumlah sel kontrol dikalikan 100%. Dalam prakteknya, untuk mendapatkan prosen kematian sel, data absorbansi yang didapat kemudian diolah menggunakan rumus (lampiran 4) : A (B C) % Kematian sel = x 100% A Dimana A adalah rata-rata absorbansi kontrol, B adalah rata-rata absorbansi perlakuan, dan C adalah rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel. Tabel I. Data persentase kematian sel HeLa setelah diinkubasi 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki Seri Kadar Fraksi Protein Rata-rata Persen Kematian Sel HeLa (%) Umbi Rumput teki (µg/ml) FP 20 FP 40 FP 60 FP ,34 99,92 95,20 89, ,09 90,09 80,58 65, ,77 60,55 50,35 46, ,63 43,39 42,98 44, ,99 38,65 43,29 39, ,49 38,95 42,24 37,64 Persen kematian sel HeLa pada tiap fraksi protein menunjukkan adanya kecenderungan berbanding lurus dengan seri kadar masing-masing fraksi protein umbi rumput teki, dimana semakin tinggi kadar fraksi protein umbi rumput teki semakin besar pula persen kematian sel HeLa (Tabel I). Pada data persen kematian sel HeLa hasil uji dengan FP 20 kadar 4000 µg/ml menunjukkan sedikit

54 35 penyimpangan dimana persen kematian diatas 100%. Hal ini diduga akibat nilai serapan (absorbansi) yang rendah pada kelompok perlakuan atau nilai absorbansi yang tinggi pada kelompok perlakuan tanpa sel sehingga saat diaplikasikan pada perhitungan menggunakan rumus persen kematian sel menunjukkan hasil yang negatif.. Tinggi atau rendahnya nilai absorbansi sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain intensitas warna ungu yang terbentuk. Grafik Kadar Protein Umbi Rumput Teki vs Persen Kematian Sel HeLa 120 Persen Kematian Sel HeLa (%) Kadar Protein Umbi Rumput Teki (μg/ml) FP20 FP40 FP60 FP80 Gambar 2. Grafik persentase kematian sel HeLa setelah diinkubasi 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki Sementara dalam perbandingan potensi ketoksikan, hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki menunjukkan kecenderungan FP 40 memberikan respon persen kematian sel HeLa paling tinggi dibandingkan tiga fraksi protein umbi rumput teki yang lain (Gambar 2). Hal ini mungkin dikarenakan protein yang memiliki efek sitotoksik telah banyak terendapkan pada FP 40.

55 36 (a) (b) Gambar 3. Foto sel HeLa hasil perlakuan dengan fraksi protein umbi rumput teki FP 40 (a), dan FP 80 (b) pada kadar 4000 µg/ml Pada pengamatan di bawah mikroskop, morfologi sel HeLa yang sehat tampak berbentuk seperti daun memanjang, sedikit bulat dan melekat pada dasar sumuran. Sementara sel HeLa yang tidak sehat tampak berbentuk tidak beraturan, inti sel berwarna hitam dan selnya mengapung. Pada sel HeLa hasil perlakuan dengan fraksi protein umbi rumput teki dengan konsentrasi 4000 µg/ml, pada FP 40 (Gambar 3a) yang menunjukkan persen kematian lebih tinggi, tampak kepadatan sel HeLa yang lebih rendah dibandingkan pada FP 80 (Gambar 3b) tampak kepadatan sel HeLa yang lebih rendah. Selain itu, pada gambar 3b, masih dapat ditemui bentuk sel HeLa yang sehat.

56 37 Tabel II. Data persentase kematian sel Vero setelah diinkubasi selama 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki No. sumuran Kadar fraksi protein umbi rumput teki (μg/ml) Respon % kematian sel Vero FP 20 FP 40 FP 60 FP ,57 111,06 100,30 95, ,94 90,44 92,21 91, ,23 87,22 82,92 81, ,45 78,52 77,02 76, ,09 71,31 75,28 74, ,16 70,52 73,17 76, Grafik % kematian sel Vero Vs kadar fraksi protein 100 % kematian sel kadar fraksi protein umbi Teki (μg/ml) FP 20% FP 40% FP 60% FP 80% Gambar 4. Grafik persentase kematian sel Vero setelah diinkubasi selama 24 jam dengan 6 seri konsentrasi FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 umbi rumput teki Sama halnya sel HeLa, persen kematian sel Vero pada tiap fraksi protein juga menunjukkan adanya kecenderungan berbanding lurus dengan seri kadar masing-masing fraksi protein umbi rumput teki, dimana semakin tinggi kadar fraksi protein umbi rumput teki semakin besar pula persen kematian sel Vero (Tabel II).

57 38 Namun pada sel Vero tidak dapat ditentukan kecenderungan fraksi protein mana yang cenderung paling toksik dimana terlihat hubungan persentase kematian versus fraksi protein yang tidak stabil atau naik-turun (Gambar 4). Hal ini mungkin dikarenakan penelitian dilakukan dengan sel sebagai subjek uji yang pertumbuhan dan kematiannya dipengaruhi banyak faktor seperti proses kematian alami sel, dan kontaminasi lingkungan. Sel Vero yang hidup terlihat berbentuk seperti serabut-serabut panjang atau berbentuk lonjong sedangkan pada sel Vero yang mati bentuknya membesar, inti selnya pecah sehingga terlihat banyak titik-titik dan membran selnya tidak terlihat jelas. (a) (b) Gambar 5. Foto sel Vero perlakuan fraksi protein umbi Rumput Teki FP 40 (a) kadar 4000 μg/ml dan (b) kadar 1000 μg/ml Data persen kematian sel yang telah didapat kemudian digunakan untuk menghitung nilai LC 50 dengan analisis probit menggunakan program SPSS 13. Dari hasil analisis didapat nilai LC 50 untuk setiap fraksi protein baik untuk sel HeLa (Lampiran 5) maupun sel Vero (Lampiran 6).

58 39 Tabel III. Harga LC 50 hasil interpolasi analisis probit pada sel HeLa dan sel Vero. Fraksi Protein Umbi Teki LC 50 (µg/ml) Sel HeLa r hitung r tabel LC 50 (µg/ml) Sel Vero r hitung r tabel FP 20% 565,39 0,858 0,878 35,09 0,914 0,811 FP 40% 367,17 0,878 0,811 27,36 0,971 0,878 FP 60% 386,19 0,876 0,811 14,73 0,909 0,878 FP 80% 529,71 0,875 0,811 16,43 0,909 0,811 Nilai LC 50 dikatakan memiliki korelasi linier untuk taraf kepercayaan 95% apabila r hitung lebih besar dari r tabel (Lampiran 7). Ini berarti, sel HeLa hasil perlakuan dengan fraksi protein umbi teki pada FP 40, FP 60, dan FP 80 adalah linier untuk taraf kepercayaan 95%, dan FP 20 tidak linier untuk taraf kepercayaan 95% (Tabel III). Sementara untuk sel Vero, nilai LC 50 pada setiap fraksi memiliki korelasi linier untuk taraf kepercayaan 95% (Tabel III). Nilai LC 50 merupakan implementasi potensi ketoksikan suatu senyawa, yaitu kadar yang dapat menyebabkan kematian pada 50% populasi sel uji. Semakin kecil harga LC 50 maka senyawa semakin bersifat toksik, sebaliknya semakin besar harga LC 50 maka semakin bersifat tidak toksik. Suatu senyawa dikatakan memiliki efek sitotoksik apabila memiliki nilai LC 50 kurang dari 1000 µg/ml. Ini berarti, berdasarkan hasil penelitian, semua fraksi protein umbi rumput teki memiliki efek sitotoksik baik terhadap sel HeLa maupun sel Vero. Namun, untuk bisa dikembangkan sebagai anti kanker, menurut NCI (National Cancer Institute) suatu senyawa harus memiliki nilai LC 50 untuk sel kanker 20 μg/ml (Suffness dan Pezzuto, 1991 cit Candra, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, LC 50 sel HeLa pada

59 40 keempat fraksi protein jauh lebih besar dari 20 μg/ml (tidak 20 μg/ml) yang berarti umbi rumput teki tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker (Tabel III). Hal ini diperkuat dengan nilai LC 50 untuk sel Vero yang jauh lebih kecil (<40 μg/ml ) dibandingkan dengan sel HeLa (>350 μg/ml). Ini berarti fraksi protein umbi rumput teki bersifat lebih toksik untuk sel Vero yang merupakan model sel normal dibandingkan sel HeLa yang merupakan model sel kanker. Berdasarkan asumsi tersebut, perlu diuji signifikansi apakah apakah LC 50 sel HeLa dan LC 50 sel Vero berbeda bermakna. Untuk itu, dilakukan uji T-independent yang didahului dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat normal atau tidaknya distribusi data. Hasil uji dengan Kolmogorov-Smirnov menyatakan bahwa data dari keempat fraksi protein umbi rumput teki perlakuan terhadap sel HeLa mempunyai distribusi normal (Lampiran 8), begitu pula pada sel Vero (Lampiran 9), yaitu nilai α > 0,05. Ini berarti, baik data sel HeLa maupun sel Vero dapat diolah menggunakan uji t. Dari hasil uji T-sampel independent (Lampiran 10) diperoleh nilai signifikansi < 0,05 untuk perlakuan dengan FP 20, FP 40 dan FP 80, yang berarti terdapat perbedaan sigifikan. Namun pada FP 60, nilai signifikansi > 0,05. Secara khusus hal ini menyatakan bahwa nilai LC 50 sel HeLa dan sel Vero pada FP 60 tidak berbeda signifikan. Namun, secara umum, dapat dikatakan bahwa nilai LC 50 fraksi protein umbi rumput teki berbeda signifikan antara sel HeLa dan sel Vero, dimana fraksi protein umbi rumput teki bersifat lebih toksik terhadap sel Vero daripada sel HeLa.

60 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Fraksi protein umbi rumput teki (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel HeLa dan sel Vero. 2. Nilai LC 50 dari fraksi protein umbi rumput teki (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 untuk sel HeLa berturut-turut adalah 565,39µg/ml, 367,17µg/ml, 386,19 µg/ml, dan 529,71µg/ml, sementara untuk sel Vero berturut-turut adalah 35,1 µg/ml, 27,4 µg/ml, 14,7 µg/ml, 16,4 µg/ml. 3. Efek sitotoksik fraksi protein umbi rumput teki (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 lebih kecil terhadap sel HeLa daripada sel Vero. B. Saran 1. Perlu dilakukan uji sitotoksitas protein yang diisolasi dari bagian lain dalam tanaman rumput teki. 2. Perlu dilakukan uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki selain dengan metode MTT. 41

61 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, jilid IV, 46-48, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia IV, 1112, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1996, Tropical Plant Database : Tiririca (Cyperus rotundus), diakses pada 8 Februari 2006 Anonim, 2000a, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), jilid I, 87, Depkes & Kesejahteraan Sosial RI Balai Penelitian dan Pengembangan, Jakarta Anonim, 2000b, Teki - Cyperus rotundus L., teki_cyperusrotundus.htm, diakses pada 8 Februari 2006 Anonim, 2006a, Apa Yang Harus Anda Ketahui Tentang Kanker, s%20anda%20ketahui%20tentang%20kanker.htm, diakses 8 Februari 2006 Anonim, 2006b, Cyperus rotundus tincture from AMAZON HERBS, diakses pada 8 Februari 2006 Anonim, 2006c, Cervical Cancer, diakses tanggal 2 Oktober 2006 Anonim, 2006d, Protein, diakses pada 23 September Anonim, 2006e, Protein Purification, -ProteinPurification/ProteinPurification.html, diakses pada 21 Februari 2006 Anonim, 2006f, Cell Culture, diakses pada 4 Oktober 2006 Anonim, 2006g, HeLa, diakses pada 8 Februari 2006 Anonim, 2006h, Normal African Green Monkey Kidney Epithelial Cells (Vero line), /vero/verocells.html, diakses pada 4 Febuari 2006 Anonim, 2006i, Cytotoxicity Assay, cytotoxicity.html, diakses pada 4 Oktober

62 43 Anonim, 2006j, MTT Cell Proliferation Assay, Cytotoxicity/MTT_Cell_Proliferati on_assay/index.html = MTT Cell Proliferation Assay, diakses 4 Oktober 2006 Anonim, 2006k, Methods for Studying Cell Proliferation and Viability in Cell Proliferations, /CELL_MAN/apoptosis_082_084.pdf#search=%22MTT%20cell%20proliferatio n%20assay%22, diakses 4 Oktober 2006 Backer, C. A., dan Backuizen van den Brink, R. C.,1968, Flora of Java, Volume I dan II, N. V. Noordhoff, Graningen Barille, F.A., 1997,Continous Cell Lines as a Model for Drug Toxicity Assessment, In Vitro Methods in Pharmaceutical Research, 34-43, Academic Press, London Candra, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan Dengan Amonium Sulfat 30%, 60%, 100% Jenuh Terhadap Kultur Sel SiHa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Dalimartha, S, 2003, Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker, 1, 11,, Penebar Swadaya, Jakarta Dalimartha, S, 2004, Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker, 4,11,14, Penebar Swadaya, Jakarta DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Wells, B.G., and Pasey, L.M., 2002, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, , The McGraw-Hill Companies, USA Darsini, N. K., 2003, Efek Sitotoksik Fraksi Protein dari Daun Mirabilis jalapa L. Hasil Kromatografi Kolom CM-Sepharose CL-6B pada Sel SiHa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. De Muth, J. E., 1999, Basic Statistics And Pharmaceutical Statistical Applications, 585, Marcel Dekker, Inc., New York. Duke, J A., 2001, Handbook of Phytochemical Constituent of GRAS herbs and other Economic Plants, 220, CRC Press, New York Freshney, R.I., 1986, Animal Cell Culture A Practical Approach, First Edition, 71-73, IRL Press, Washington DC Ganiswarna, S.G., 1995, Antikanker dan Imunosupresan dalam Farmakologi dan Terapi, ed-4, hlm , Gaya Baru, Jakarta Hanks, A.K., 2000, Cancer and Traditional Chinese Medicine, Treating Side Effects of Chemotherapy and Radiation with Traditional Chinese Herbs,

63 44 http// diakses pada Maret 2006 Harborne, 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, , , Penerbit ITB, Bandung Kardinan, A dan Targono, 2004, Tanaman Obat Penggempur Kanker, cet ke-3, 12-13, Agromedia Pustaka, Jakarta Mahardika, A.W., 2003, Kursus Singkat Kultur Sel, Laboratorium Ilmu Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Macdonald F. dan Ford C.H.J., 1997, Molecular Biology of Cancer, 1-2, Bios Scientific Publishers, Oxford, United Kingdom Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, , Universitas Indonesia Press, Jakarta. Rang, H.P., Dale, H.P., Ritter, J.M., and More, P.K., 2003, Pharmacology, fifth edition, , 698, Bath Press, United Kingdom Richterich, R. and Colombo, J.P., 1981, Clinical Chemistry: Theory, Practice, and Interpretation, 408, John Wiley & Sons, Ltd., New York. Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, , diterjemahkan oleh Kosasih Panduwinata, ITB Press, Bandung Sadikit, 1993, Biokimia : Berorientasi pada Kasus Klinik,Jilid I, cet 1, Binarupa Aksara, Jakarta Santoso, S., 2001, SPSS 10 Mengolah Data Secara Pofesional, , PT Elex Media Komputindo, Jakarta Soedibyo, M, 1998, Alam Sumber Kesehatan, Manfaat & Kegunaan, cet-1, , Balai Pustaka, Jakarta Sudarsono, 1996, Tumbuhan Obat Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan, 72-75, Pusat Penelitian Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada (PPOT-UGM), Yogyakarta Wijoyo, Y., 2000, Karsinogenesis : Kajian Pada Tingkat Molekuler, Kanker, 1-2, Penerbitan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

64 45 Lampiran 1. Foto-foto Penelitian Gambar 6. Foto Bagian Tumbuhan Rumput Teki (Cyperus rotundus L) Gambar 7. Foto Umbi Rumput Teki

65 46 Gambar 8. Foto Tumbuhan Rumput Teki

66 47 Gambar 9. Foto Spektrofotometer UV CECIL Series 2 Gambar 10. Foto ELISA reader SLT 340 ATC

67 48 Lampiran 2. Jumlah penambahan amonium sulfat untuk mendapatkan FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 Jumlah penambahan amonium sulfat dapat dihitung dengan rumus: Keterangan: 533 (S2 S1) 100 G = ( - 0,3 S1) Rumus ini diasumsikan percobaan dilakukan pada suhu 4ºC G = Gram amonium sulfat yang ditambahkan per liter larutan S1 = Persen kejenuhan larutan mula-mula S2 = Persen kejenuhan larutan akhir Fraksi protein umbi rumput teki FP (20 0) 100-0, G = = = 106, 6 ( ) gram Didapat 700 ml supernatan, maka amonium sulfat yang ditambahkan : ,6 = 74, 6 gram 1000 Fraksi protein umbi rumput teki FP (40 20) 100-0, G = = = 113, 404 ( ) gram 700 Supernatan 700 ml 113,404 = 79, 4 gram 1000 Fraksi protein umbi rumput teki FP (60 40) 100-0, G = = = 121, 136 ( ) gram 720 Supernatan 720 ml 121, 136 = 87,2 gram 1000 Fraksi protein umbi rumput teki FP (80 60) = = 100-0, G = ( ) 130 gram 760 Supernatan 760 ml 130 = 98, 8 g 1000

68 49 Lampiran 3. Cara perhitungan kadar protein Rumus perhitungan kadar protein : Konsentrasi = [1,55E(280)]-[0,76E(260)] mg ml -1 (Layne, 1957 cit Richterich & Colombo, 1981) Konsentrasi yang diperoleh kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran sebesar 100 kali. Tabel IV. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm Fraksi protein umbi Absorbansi pada λ 280 Absorbansi pada λ 260 rumput teki nm nm FP 20 0,466 0,609 FP 40 0,208 0,245 FP 60 0,442 0,461 FP 80 0,499 0,486 FP 20 Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,466) (0,76 X 0,609)] X 100 = 25,95 mg/ml FP 40 Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,208) (0,76 X 0,245)] X 100 = 13,62 mg/ml FP 60 Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,442) (0,76 X 0,461)] X 100 = 33,47 mg/ml FP 80 Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,499) (0,76 X 0,486)] X 100 = 40,41 mg/ml

69 50 Lampiran 4. Data Absorbansi sel HeLa dan sel Vero hasil pembacaan ELISA reader pada 550nm. Tabel V. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 20 terhadap kultur sel HeLa Tabel VI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 40 terhadap kultur sel HeLa Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 60 terhadap kultur sel HeLa Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan (B) Perlakuan Tanpa Sel (C) Protein Kontrol Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III I II (A) ,978 0,998 0,963 0,979 1,003 1,016 1,0095 1, ,062 1,025 1,073 1, ,726 0,7415 1, ,272 1,195 1,300 1,256 0,575 0,602 0,5885 1, ,253 1,204 1,272 1,243 0,468 0,497 0,4825 1, ,271 1,210 1,257 1,246 0,430 0,446 0,4380 1, ,273 1,191 1,302 1,255 0,441 0,440 0,4405 1,332 Rata - rata 1,303 Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan (B) Perlakuan Tanpa Sel (C) Protein Kontrol Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III I II (A) ,802 0,803 0,771 0,792 0,764 0,818 0,7910 1, ,863 0, ,847 0,708 0,728 0,7180 1, ,120 1,132 1,147 1,133 0,628 0,610 0,6190 1, ,273 1,303 1,230 1,269 0,514 0,549 0,5315 1, ,344 1,316 1,271 1,310 0,497 0,523 0,5100 1, ,258 1,233 1,319 1,270 0,506 0,443 0,4745 1,332 Rata - rata 1,303 Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan (B) Perlakuan Tanpa Sel (C) Protein Kontrol Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III I II (A) ,819 0,799 0,809 0,809 0,721 0,774 0,7475 1, ,924 0,916 0,866 0,902 0,651 0,655 0,653 1, ,217 1,180 1,199 1,199 0,543 0,581 0,562 1, ,283 1,242 1,072 1,199 0,459 0,477 0,468 1, ,295 1,268 1,023 1,195 0,457 0,479 0,468 1, ,273 1,212 1,060 1,182 0,456 0,427 0,4415 1,264 Rata - rata 1.282

70 51 Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 80 terhadap kultur sel HeLa Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan (B) Perlakuan Tanpa Sel (C) Protein Kontrol Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III I II (A) ,045 0,883 0,911 0, ,825 0,8165 1, ,162 1,090 1,054 1,102 0,636 0,676 0,6560 1, ,301 1,219 1,137 1,219 0,534 0,530 0,5320 1, ,247 1,121 1,102 1,157 0,446 0,442 0,4440 1, ,261 1,069 1,298 1,209 0,436 0,419 0,4275 1, ,303 1,083 1,268 1,218 0,423 0,414 0,4185 1,264 Rata - rata 1,282 Keterangan tabel V, VI,VII,VIII: A = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero tanpa perlakuan fraksi protein umbi teki. B = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero dengan perlakuan fraksi protein umbi teki. C = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan fraksi protein umbi teki tanpa adanya sel Vero. Persen kematian sel dihitung dengan rumus: Keterangan rumus dan tabel: A (B C) % Kematian = x 100% A A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel

71 52 Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 20 terhadap kultur sel Vero Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 40 terhadap kultur sel Vero Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 60 terhadap kultur sel Vero Absorbansi Konsentrasi Perlakuan tanpa sel Fraksi Perlakuan (B) (C) Kontrol Protein Rataratrata Rata- (A) (µg/ml) I II III I II ,497 1,482 1,428 1,4690 1,412 1,430 1,4210 1, ,422 1,453 1,436 1,4370 1,249 1,286 1,2675 1, ,470 1,422 1,419 1,4370 1,150 1,197 1,1735 1, ,440 1,398 1,400 1,4127 1,115 0,995 1,0550 1, ,420 1,381 1,406 1,4023 0,991 0,975 0,9830 1, ,407 1,386 1,409 1,4007 0,977 1,017 0,9970 1,420 Rata-rata 1,401 Absorbansi Konsentrasi Perlakuan tanpa sel Fraksi Perlakuan (B) (C) Kontrol Protein Rataratrata Rata- (A) (µg/ml) I II III I II ,104 1,050 1,234 1,1293 1,280 1,287 1,2835 1, ,315 1,354 1,316 1,3283 1,218 1,169 1,1935 1, ,361 1,379 1,380 1,3733 1,172 1,173 1,1935 1, ,368 1,389 1,368 1,3750 1,074 1,073 1,0735 1, ,388 1,392 1,398 1,3927 0,974 1,008 0,9910 1, ,419 1,384 1,398 1,4003 0,985 0,989 0,9870 1,420 Rata-rata 1,401 Absorbansi Konsentrasi Perlakuan tanpa sel Fraksi Perlakuan (B) (C) Kontrol Protein Rataratrata Rata- (A) (µg/ml) I II III I II ,358 1,362 1,329 1,3497 1,349 1,359 1,3540 1, ,316 1,303 1,280 1,2997 1,188 1,206 1,1970 1, ,351 1,345 1,327 1,3410 1,105 1,125 1,1150 1, ,329 1,331 1,323 1,3277 1,307 1,011 1,0240 1, ,294 1,296 1,287 1,2923 0,960 0,970 0,9650 1, ,286 1,342 1,294 1,3073 0,952 0,952 0,9520 1,398 Rata-rata 1,3232

72 53 Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein umbi rumput teki FP 80 terhadap kultur sel Vero Absorbansi Konsentrasi Perlakuan tanpa sel Fraksi Perlakuan (B) (C) Kontrol Protein Rataratrata Rata- (A) (µg/ml) I II III I II ,406 1,363 1,410 1,3930 1,333 1,320 1,3265 1, ,279 1,277 1,302 1,2860 1,170 1,184 1,1770 1, ,323 1,335 1,340 1,3327 1,068 1,099 1,0835 1, ,340 1,326 1,293 1,3197 0,997 1,030 1,0135 1, ,311 1,271 1,320 1,3007 0,959 0,959 0,9590 1, ,265 1,296 1,276 1,2790 0,956 0,971 0,9635 1,398 Rata-rata 1,3232 Keterangan tabel IX, X, XI,XII: A = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero tanpa perlakuan fraksi protein umbi teki. B = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero dengan perlakuan fraksi protein umbi teki. C = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan fraksi protein umbi teki tanpa adanya sel Vero Persen kematian sel dihitung dengan rumus: Keterangan rumus dan tabel: A (B C) % Kematian = x 100% A A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel

73 54 Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein umbi rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap kultur sel HeLa dengan metode MTT Probit HeLa (FP 20 ) * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * DATA Information 5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 1 cases rejected because no. responses is greater than no. subjects. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Parameter estimates converged after 11 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 3 P =.010 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

74 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

75 56 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi Probit HeLa (FP 40 ) * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * DATA Information 6 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Parameter estimates converged after 12 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E

76 57 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 4 P =.000 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper

77 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses 3 2 Probit 1 0 R Sq Linear = Log of konsentrasi 3.5

78 59 Probit HeLa (FP 60 ) * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * DATA Information 6 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Parameter estimates converged after 9 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 4 P =.000 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

79 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E E+016 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

80 61 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi Probit HeLa (FP 80 ) * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * DATA Information 6 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Parameter estimates converged after 8 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E

81 62 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 4 P =.000 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E

82 E+014 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi

83 64 Lampiran 6. Hasil analisis probit fraksi protein umbi rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap kultur sel Vero dengan metode MTT FP 20 Probit VERO * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * DATA Information 6 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 11 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 4 P =.166 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

84 * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

85 66 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi 3.5 FP 40 Probit VERO * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * DATA Information 5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 1 cases rejected because no. responses is greater than no. subjects. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E

86 67 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 3 P =.695 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual Prob * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper

87 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi FP 60 Probit VERO * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * DATA Information 5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 1 cases rejected because no. responses is greater than no. subjects. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested.

88 69 * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 9 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 3 P =.397 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E

89 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi

90 71 FP 80 Probit VERO * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * DATA Information 6 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 4 P =.166 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

91 * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

92 73 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi 3.5

93 74 Lampiran 7. Perhitungan nilai korelasi LC 50 sel HeLa dan sel Vero pada taraf kepercayaan 95% Tabel XIII. Nilai r (koefisien korelasi) pada level signifikansi 5% dan 1% Degrees of Freedom (DF) 5% 1% (De Muth, 1999) Nilai korelasi tiap-tiap fraksi protein terhadap sel HeLa * FP 20 r 2 = 0,736 r = 0,858 [ r tabel (95%, 3) = 0,878] r hitung < r tabel, sehingga korelasinya tidak linier * FP 40 r 2 = 0,771 r = 0,878 [ r tabel (95%, 4) = 0,811] r hitung > r tabel, sehingga korelasinya linier -----

94 75 * FP 60 r 2 = 0,767 r = 0,876 [ r tabel (95%, 4) = 0,811] r hitung > r tabel, sehingga korelasinya linier * FP 80 r 2 = 0,766 r = 0,875 [ r tabel (95%, 4) = 0,811] r hitung > r tabel, sehingga korelasinya linier Nilai korelasi tiap-tiap fraksi protein terhadap sel Vero * FP 20 r 2 = 0,836 r = 0,914 [ r tabel (95%, 4) = 0,811] r hitung > r tabel, sehingga korelasinya linier * FP 40 r 2 = 0,942 r = 0,971 [ r tabel (95%, 3) = 0,878] r hitung > r tabel, sehingga korelasinya linier * FP 60 r 2 = 0,827 r = 0,971 [ r tabel (95%, 3) = 0,878] r hitung > r tabel, sehingga korelasinya linier * FP 80 r 2 = 0,826 r = 0,909 [ r tabel (95%, 4) = 0,811] r hitung > r tabel, sehingga korelasinya linier ----

95 76 Lampiran 8. Uji distribusi data sel HeLa dengan Kolmogorov-Smirnov Pada semua fraksi protein didapat hasil distribusi data normal. FP 20 N 24 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.233 Differences Positive.119 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).147 FP 40 N 24 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.270 Differences Positive.176 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).061 FP 60 N 24 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.231 Differences Positive.130 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).154 FP 80 N 24 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.194 Differences Positive.110 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.949 Asymp. Sig. (2-tailed).328

96 77 Lampiran 9. Uji distribusi data sel Vero dengan Kolmogorov-Smirnov Pada tiap fraksi protein umbi teki, diperoleh hasil distribusi data normal. FP 20 N 6 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.210 Differences Positive.210 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.515 Asymp. Sig. (2-tailed).954 FP 40 N 6 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.190 Differences Positive.190 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.464 Asymp. Sig. (2-tailed).982 FP 60 N 6 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.227 Differences Positive.227 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.555 Asymp. Sig. (2-tailed).917 FP 80 N 6 Mean Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.240 Differences Positive.240 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.587 Asymp. Sig. (2-tailed).881

97 78 Lampiran 10. Hasil uji signifikansi LC 50 antara sel HeLa dan sel Vero dengan analisis statistik t-test independent sample Group Statistics Persen_LC 50 Jenis sel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean FP 20 HeLa 3 573, , , Vero 3 35, , , FP 40 HeLa 3 373, , , Vero 3 25, , , FP 60 HeLa 3 392, , , Vero 3 29, , , FP 80 HeLa 3 559, , , Vero 3 16, , ,997928

98 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances Persen LC 50 F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference t-test for Equality of Means Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper FP 20 FP 40 FP 60 FP 80 Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed 9,391,037 7,005 4, , , , , ,005 2,025, , , , ,770270,595,484 41,265 4, , , , , ,265 3,326, , , , , ,714,042 3,938 4, , , , , ,938 2,025, , , , , ,295,066 3,697 4, , , , , ,697 2,002, , , , ,

99

100 81 BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Agustina Pradnya Ratih Paramita Murti ini dilahirkan di Purworejo pada tanggal 26 Agustus 1985 dari pasangan BM Wahyu Hajar dan Lusia Gien S sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis mengawali masa pendidikannya di TK Karitas Purworejo. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Karitas Purworejo dan lulus pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SLTP Bruderan Purworejo pada tahun Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMU Pangudi Luhur Van Lith Muntilan dan lulus pada tahun Penulis kemudian menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ( ). Semasa di bangku kuliah, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan.

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA PKMI-2-17-1 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss.) HASIL PENGENDAPAN DENGAN AMONIUM SULFAT 30%, 60%, DAN % JENUH TERHADAP KULTUR SEL HeLa DAN SEL RAJI Robbyono, Nadia Belinda

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama), autoklaf konvensional,

Lebih terperinci

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009 Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Herwandhani Putri Edy Meiyanto Tanggal 23 April 2013 PROTOKOL UJI SITOTOKSIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA Nurshalati Tahar 1, Haeria 2, Hamdana 3 Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : -

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : - Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC Paraf Nama Sendy Junedi Adam Hermawan Muthi Ikawati Edy Meiyanto Tanggal

Lebih terperinci

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 TERHADAP KULTUR SEL SIHA SKRIPSI

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 TERHADAP KULTUR SEL SIHA SKRIPSI SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 TERHADAP KULTUR SEL SIHA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv HALAMAN DEKLARASI.... v KATA PENGANTAR.... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 7 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Dyaningtyas Dewi PP Rifki Febriansah Adam Hermawan Edy Meiyanto Tanggal 20

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ITSNA FAJARWATI K100 100 031 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 2 Gambar tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 3 Gambar buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ADI CHRISTANTO K 100 080 030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 2. Gambar daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) a Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia daun poguntano

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, autoklaf Hirayama,

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang paling mengancam dalam dunia kesehatan (Ganiswara dan Nafrialdi, 1995). Kanker adalah pembentukan

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: YENNIE RIMBAWAN PUJAYANTHI K 100 080 203 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma secara harafiah berarti pertumbuhan baru, adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel neoplastik adalah otonom dalam arti tumbuh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, terhitung

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 nomor : -03-002-01 Tanggal : Mengganti nomor : -02-002-00 Tanggal : 26 Februari 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201400 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa SKRIPSI OLEH : ALIA EVANINGRUM K 100030168 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, 2010). Data WHO menunjukkan terdapat sekitar 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini berupa penelitian analitik eksperimental. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Laboratorium Biomedik Fakultas kedokteran Universitas Sebelas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental 4.2. Tempat Penelitian 1. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN KULIT BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI Oleh : NISWATUN NURUL FAUZI K100130178

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan selsel jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel yang tidak normal. (yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama). Penyakit kanker merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L) terhadap kultur primer sel otak baby hamster yang dipapar dengan dimetilbenz(α)antrase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

Kata Kunci : Fraksi-fraksi ekstrak Buah Merah, sel T47D

Kata Kunci : Fraksi-fraksi ekstrak Buah Merah, sel T47D ABSTRAK UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI-FRAKSI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP KARSINOMA MAMMAE DALAM KULTUR SEL T47D Endry, 2008; Pembimbing : Hana Ratnawati, dr., MKes. Buah Merah telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa abnormal pada jaringan yang tumbuh secara cepat dan tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap walaupun rangsangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Riset Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (Herien, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK PETROLEUM ETER BIJI JALI ( Coix lacryma jobi, L. ) DAN HERBA BANDOTAN ( Ageratum conyzoides ) PADA SEL HELA SECARA IN VITRO

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK PETROLEUM ETER BIJI JALI ( Coix lacryma jobi, L. ) DAN HERBA BANDOTAN ( Ageratum conyzoides ) PADA SEL HELA SECARA IN VITRO UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK PETROLEUM ETER BIJI JALI ( Coix lacryma jobi, L. ) DAN HERBA BANDOTAN ( Ageratum conyzoides ) PADA SEL HELA SECARA IN VITRO CYTOTOXICITY TEST OF Coix lacryma jobi, L. AND Ageratum

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI ABSTRAK UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI Skolastika Prima, 2006 Pembimbing : Hana Ratnawati, dr.,mkes. Kanker penyebab kematian kedua terbesar setelah

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang peran pemberian vitamin E dalam media DMEM terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (medicinal mushroom) adalah Ganoderma lucidum. Jamur ini telah digunakan

I. PENDAHULUAN. (medicinal mushroom) adalah Ganoderma lucidum. Jamur ini telah digunakan 1 I. PENDAHULUAN Jamur makroskopis digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan khasiatnya, yaitu jamur yang dapat dimakan, jamur berkhasiat obat, jamur beracun dan jamur yang belum diketahui khasiatnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH), BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu penelitian akan dilakukan selama 6 (enam) bulan. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pusat Bioamterial dan Bank Jaringan Rumah Sakit Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat sebagai obat. Banyak tanaman yang terdapat di alam selalu digunakan sebagai obat, karena

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010) III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari 2010 sampai April 2010, bertempat Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen ITP dan SEAFAST CENTER IPB, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam) TERHADAP KARSINOMA SKUAMOSA EPITEL RONGGA MULUT PADA KULTUR SEL KB

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam) TERHADAP KARSINOMA SKUAMOSA EPITEL RONGGA MULUT PADA KULTUR SEL KB ABSTRAK UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam) TERHADAP KARSINOMA SKUAMOSA EPITEL RONGGA MULUT PADA KULTUR SEL KB Yoki Chandra, 2008 Pembimbing : Hana Ratnawati, dr.,m.kes. Karsinoma

Lebih terperinci

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Str Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Isolat Bakteri Asam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase kerusakan, viabilitas, dan abnormalitas sel yang dipapar etanol pada kultur sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia, Jack) TERHADAP PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN SEL MIELOMA Nina Salamah Disampaikan dalam seminar Nasional PERHIPBA Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA Suryani Hutomo, Chandra Kurniawan Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker ditetapkan sebagai penyebab utama kematian di dunia dengan angka yang mencapai 7,6 juta atau (sekitar 13% dari semua kematian setiap tahunnya) pada tahun

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PERSIAPAN KERJA IN VITRO DI LABORATORIUM

PROSEDUR TETAP PERSIAPAN KERJA IN VITRO DI LABORATORIUM Halaman CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Dokumen nomor : -02-001-00 Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : - URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan

Lebih terperinci

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan I. PENDAHULUAN Kanker masih merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan menjadi penyebab kematian kelima di Indonesia. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan tiga juta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode non eksperimental dan metode eksperimental. Metode non eksperimental

Lebih terperinci

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa SKRIPSI Oleh : ZAENAB ACHMAD K 100030183 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen

Lebih terperinci

Uji Aktivitas Antikanker (Diastuti, dkk) UJI AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK ETANOL DAUN

Uji Aktivitas Antikanker (Diastuti, dkk) UJI AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK ETANOL DAUN Uji Aktivitas Antikanker (Diastuti, dkk) UJI AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK ETANOL DAUN Rhizopora mucronata TERHADAP SEL MYELOMA Hartiwi Diastuti 1, Warsinah 2, Purwati 1 1 Program Studi Kimia, Jurusan MIPA,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa Uji sitotoksisitas senyawa aktif golongan poliketida daun sirsak (A. muricata L.) terhadap sel HeLa dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Analisis senyawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Imunologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pemeliharaan dan intervensi hewan coba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali sehingga dapat mneyebabkan kematian

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI ETANOL DARI EKSTRAK ETANOL 70% BUAH PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP SEL HeLa

UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI ETANOL DARI EKSTRAK ETANOL 70% BUAH PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP SEL HeLa UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI ETANOL DARI EKSTRAK ETANOL 70% BUAH PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP SEL HeLa Cytotoxicity assay ethanol fraction of ethanol 70% extract of bitter melon fruit (Momordica

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan sel kultur primer fibroblas. Gambar 8 menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen yang berbeda untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN KAPSUL VITAMIN E TERHADAP TERJADINYA INTERFERENSI PADA PENETAPAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE LOWRY SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN KAPSUL VITAMIN E TERHADAP TERJADINYA INTERFERENSI PADA PENETAPAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE LOWRY SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN KAPSUL VITAMIN E TERHADAP TERJADINYA INTERFERENSI PADA PENETAPAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE LOWRY SKRIPSI Oleh : Yunia Ika Latifa 115010692 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID

Lebih terperinci

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro SIDANG TUGAS AKHIR Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro Hani Tenia Fadjri 1506 100 017 DOSEN PEMBIMBING: Awik Puji Dyah Nurhayati,

Lebih terperinci