SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 TERHADAP KULTUR SEL SIHA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 TERHADAP KULTUR SEL SIHA SKRIPSI"

Transkripsi

1 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 TERHADAP KULTUR SEL SIHA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: Bertha Mellina NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 i

2

3

4 Just Be Be strong enough to face the world each day Be weak enough to know you cannot do everything alone Be generous to those who need your help Be frugal with what you need yourself Be wise enough to know that you do not know everything Be foolish enough to believe in miracles Be willing to share your joys Be willing to share the sorrows of others Be a leader when you see a path others have missed Be a follower when you a shrouded in the midst of uncertainty Be the first to congratulate an opponent who succeeds Be the last to criticize a colleague who fails Be sure of your final destination, in case you are going the wrong way Be loving to those who love you Be loving to those who do not love you, and they may change Above all, be yourself Ku persembahkan karyaku ini kepada: Tuhan dan Bunda Maria yang telah membimbing aku, Bapak dan ibu yang telah sabar mendidikku, mendukungku dan mengiring setiap langkahku dengan doa tulus ikhlasnya, serta Lisa dan Linda yang terkasih, untuk sesorang yang telah mengisi hatiku dan untuk almamaterku. iv

5

6 PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang i Maha Esa atas berkat rahmat dan anugerahnya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsinya yang berjudul Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 terhadap Kultur Sel SiHa. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu itu penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. A. Yuswanto S.U., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan atas segala masukan serta sarannya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran dan waktunya. 3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran dan waktunya. 4. Rita Suhadi, MSi, Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 5. Mbak Yuli, Pak Rajiman dan segenap teknisi Laboratorium Ilmu Hayati Universitas Gadjah Mada yang telah membantu jalannya penelitian sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 6. Orang tua dan adik-adikku tercinta atas doa dan dukungannya selama ini. 7. R. Ari Sidharta atas perhatian, bantuan, dukungan dan kebersamaan selama ini. vi

7 8. Sari, Ana, Vita, Lusi, Jeny, Ndari, Lea, atas kebersaman dan kerjasamanya selama penelitian. 9. Icha, Mila, Vita,Avi, Sinta, dan teman-teman kost buat kebersamaannya selama ini. 10. Shinta, Ari, Wenny, Melin, Eka, Mellisa, Willy, Rinto, Galaeh, Agnes dan teman- teman kelas C angkatan 2003 atas persahabatan yang indah. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini. Harapan penulis karya ini bermanfaat dan dapat mendorong mahasiswa angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik bagi kemajuan dunia farmasi di Indonesia. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun guna tercapainya kesempurnaan tulisan ini. vii

8 INTISARI Banyak studi dilakukan untuk memperoleh senyawa-senyawa baru yang memiliki aktivitas antikanker, termasuk dari bahan-bahan alam. Satu diantaranya adalah tanaman mimba (Azadirachta indica A. juss). Daun mimba banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit dan diperkirakan mempunyai efek sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba FP 30, FP 40, FP 50, FP 60 dapat dikembangkan sebagai antikanker. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak, lengkap, dengan pola satu arah. Metode yang digunakan adalah uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 30, FP 40, FP 50, FP 60 terhadap sel SiHa dan sel Vero. Efek sitotoksik fraksi protein daun mimba FP 30, FP 40, FP 50, FP 60 terhadap sel SiHa dan sel Vero menggunakan metode MTT (3,(4,5- dimetiltiazoldifeniltetrazolium bromide). Data yang diperoleh berupa persen kematian sel yang kemudian diolah dengan menggunakan analisis probit dan uji T sampel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LC 50 yang diperoleh dari fraksi protein daun mimba FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 terhadap sel SiHa berturut- turut adalah sebesar 0,38 μg/ml; 0,45 μg/ml, 0,72 μg/ml, 0,79μg/ml. Harga LC 50 untuk FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 terhadap sel vero berturut- turut adalah 0,01 μg/ml; > 1 g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. Hasil uji t pada FP 30, FP 50, dan FP 60 menunjukkan bahwa LC 50 sel SiHa berbeda tidak bermakna dengan LC 50 sel Vero (sig.>0,05). Hal ini berarti fraksi protein daun mimba FP 30, FP 50, dan FP 60 memiliki kemampuan yang sama untuk menginduksi kematian sel SiHa dan sel Vero, sehingga tidak dapat dikembangkan sebagai antikanker. Sedangkan pada FP 40 dapat dikembangkan sebagai senyawa antikanker. Kata kunci: sitotoksisitas, fraksi protein, daun mimba, sel SiHa, sel Vero, LC 50 viii

9 ABSTRACT Many studies has been done to gain new active compound which have anticancer activity, including from natural resources. One of them is neem plant (Azadirachta indica A. juss). The neem leaves are used to cure a lot of diseases and suspected have anticancer activity. The objective of this research is to know whether neem leaves protein fraction FP 30, FP 40, FP 50 and FP 60 can be developed to become anticancer or not. This research was a pure experiment with one-way completely randomized design. The method which is used is cytotoxicity test od neem leaves protein fration FP30, FP40, FP50 and FP60 against SiHa cells and Vero cells. The cytotoxic effects of neem leaves protein fraction FP 30, FP 40, FP 50 and FP 60 against SiHa cells and Vero cells used MTT (3,(4,5-dimetiltiazoldifeniltetrazolium bromide) method. The obtained data (percentage of the death cells) are analyzed with probit test and independent sample T-test. The result of the research showed that LC50 value, obtained from neem leaves protein fraction FP 30, FP 40, FP 50 and FP 60 against the SiHa cells continuously 0,38 μg/ml; 0,45 μg/ml; 0,72μg/ml; 0,79 μg/ml. The LC50 value for FP 30, FP 40, FP 50 dan FP 60 against the Vero cells continuously 0,01 μg/ml; > 1 g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. The T-Test result in FP 30, FP 50 and FP 60 showed that LC 50 SiHa cells different unsignificant with LC 50 Vero cells (sig>0,05). From the LC 50 value indicate that protein fraction of mimba s leaf PF 40 have potency to be developed as anticancer. Key word: cytotoxicity, protein fraction, neem leaves, SiHa cells, Vero cells, LC 50 ix

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v PRAKATA... vi INTISARI... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTARLAMPIRAN... x xiv xvi xvii ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH PENTING.. xviii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Permasalahan Keaslian karya Manfaat penelitian... 4 B. Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan khusus. 4 x

11 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6 A. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Keterangan Botani Kandungan kimia Khasiat dan penggunaan Deskripsi... 6 B. Protein C. Kanker D. Kultur Sel E. Sel Vero F. Uji Sitotoksisitas G. MekanismeSenyawa Antikanker H. Landasan Teori I. Hipotesis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel bebas Variabel tergantung Variabel pengacau terkendali Variabel pengacau tak terkendali Definisi operasional xi

12 C. Alat dan Bahan Alat Bahan D. Tata Cara Penelitian Determinasi tanaman Pengumpulan daun mimba Sterilisasi alat dan bahan Preparasi fraksi protein daun mimba Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV Propagasi dan panen sel SiHa Propagasi dan panen sel Vero Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel SiHa Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero E. Analisis Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman B. Sterilisasi Alat dan Bahan C. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba D. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Spektrofotometri UV E. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran xii

13 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel I. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada Halaman panjang gelombang 280 nm dan 260 nm Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel SiHa.. 36 Tabel III. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Vero Tabel IV. Harga LC 50 fraksi protein daun mimba terhadap sel SiHa Tabel V. Hasil LC 50 fraksi protein daun mimba terhadap sel Vero. 39 Tabel VI. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm...47 Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 30 terhadap kultur sel SiHa Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 40 terhadap kultur sel SiHa Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 50 terhadap kultur sel SiHa Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 60 xiv

15 terhadap kultur sel SiHa Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 30 terhadap kultur sel Vero Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 40 terhadap kultur sel Vero...50 Tabel XIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 50 terhadap kultur sel Vero...50 Tabel XIV. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 60 terhadap kultur sel Vero...51 xv

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sel SiHa dan Sel Vero tanpa perlakuan Gambar 2. Kultur sel SiHa yang diberi perlakuan fraksi protein daun mimba Gambar 3. Kultur sel Vero yang diberi perlakuan fraksi protein daun mimba Gambar 4. Reaksi Pembentukan Kristal Formazan Gambar 5. Kristal Formazan di Bawah Mikroskop Gambar 6. Grafik Persen kematian sel SiHa vs konsentrasi fraksi protein daun mimba Gambar 7. Grafik Persen kematian sel SiHa vs konsentrasi fraksi protein daun mimba Gambar 8. Foto tanaman mimba Gambar 9. Foto daun mimba Gambar 10. Foto ELISA reader SLT 340ATC Gambar 11. Foto Spektrofotometer UV Gambar 12. Foto Sentrifuse KPLC Series xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat Lampiran 2. Cara Perhitungan Kadar Protein Lampiran 3. Absorbansi Sel dengan Metode MTT Lampiran 4. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel SiHa dengan metode MTT Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel vero dengan metode MTT Lampiran 6. Uji distribusi data dengan Kolmogorov- Smirnov pada sel SiHa dan sel Vero. 74 Lampiran 7. Hasil Uji Signifikansi LC 50 antara Sel SiHa dan Sel Vero dengan Analisis Statistik 78 Lampiran 8. Perhitungan nilai kolerasi LC 50 Sel SiHa dan Sel Vero pada Taraf Kepercayaan 95% Lampiran 10. Foto tanaman dan daun mimba Lampiran 11. Foto ELISA reader, Spektrofotometer UV, dan Sentrifuge Lampiran 12. Surat Determinasi Tanaman xvii

18 ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING FBS FP : Fetal Bovine Serum : Fraksi Protein LC 50 : Lethal Concentration 50% MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid ) reagen Stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01N RPMI SDS : Rosswell Park Memorial Institute : Sodium Dodesil Sulfat tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan leher bengkok 96 well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat menanam sel pada uji sitotoksisitas FP 30 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 30% dari kadar ammonium sulfat jenuh FP 40 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 40% dari kadar ammonium sulfat jenuh FP 50 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 50% dari kadar ammonium sulfat jenuh FP 60 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 60% dari kadar ammonium sulfat jenuh xviii

19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker menempati urutan kedua di Amerika setelah penyakit jantung, sedangkan di Indonesia penyakit kanker menempati urutan keenam setelah penyakit jantung. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) dalam 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker. Di negara-negara industri sekitar satu dari lima orang meninggal karena tumor ganas. Saat ini kanker dengan demikian merupakan salah satu penyebab kematian yang paling sering terjadi dan kasus penderita kanker senantiasa bertambah (Nafrialdi dan Sulistya, 1995). Penyakit yang diderita oleh sekitar tujuh juta orang lebih ini menjadi penyakit yang paling ditakuti oleh semua orang. Pengobatan kanker dilakukan dengan cara operasi, penyinaran, dan kemoterapi, menggunakan obat-obat sintetik maupun menggunakan obat-obat tradisional. Obat-obat yang termasuk obat-obat sintetik memiliki toksisitas tinggi, selain itu obat sintetik juga memiliki efek samping yang tinggi pula. Oleh karena itu perlu dikembangkan obat antikanker dari bahan alami yang memiliki efek samping yang relatif kecil daripada obat antikanker sintetik (Mulyadi, 1996). Salah satu tanaman yang telah terbukti memiliki kegunaan sebagai obat antikanker adalah tanaman mimba. Tanaman mimba secara tradisional telah dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman obat alami untuk mengobati berbagai 1

20 2 penyakit, diantaranya tukak lambung, cacar air, penyakit kulit, penyakit lepra, penyakit kuning, bisul, atau borok, dll (Anonim,2006e). Daun mimba diteliti sebagai antikanker dalam penelitian yang berjudul Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Ammonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel SiHa (Candra, 2006). Penelitian Candra (2006) menyebutkan bahwa harga LC 50 fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%, 60% dan 100% jenuh berturut-turut adalah sebesar 1,72 μg/ml; 0,04 μg/ml; dan 32,56 μg/ml. Menurut NCI (National Cancer Institute) suatu senyawa berpotensi sebagai antikanker bila harga LC µg/ml (Suffnes and Pezzuto, 1991). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fraksi protein 60% berefek paling sitotoksik terhadap sel SiHa dan fraksi protein 30% dan 60% diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Dari hasil penelitian tersebut diduga bahwa fraksi protein daun mimba yang lebih spesifik yaitu antara fraksi protein daun mimba 30% dan 60% jenuh juga mempunyai efek sitotoksik terhadap sel SiHa dan diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Hal tersebut yang mendasari dilakukannya penelitian dengan cara fraksinasi protein daun mimba dengan pengendapan menggunakan amonium sulfat FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 terhadap kultur sel SiHa untuk mengetahui fraksi protein mana yang menghasilkan efek sitotoksik paling besar dan lebih berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker.

21 3 Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang khasiat dan kegunaan tanaman mimba, juga untuk memberikan informasi sitotoksik dari daun mimba terhadap sel kanker. 1. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang dari penelitian timbul berbagai permasalahan, yaitu : a. fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60, manakah yang mempunyai efek sitotoksisitas paling besar terhadap sel SiHa? b. seberapa besar nilai LC 50 dari fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 terhadap sel SiHa? c. apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60, juga memiliki efek sitotoksisitas terhadap sel Vero? d. apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker? 2. Keaslian Karya Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel SiHa (Candra, 2006). Sejauh ini, penulis belum menemukan adanya penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi potein daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 terhadap kultur sel SiHa.

22 4 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya informasi yang telah ada mengenai khasiat, penggunaan dan efek sitotoksisitas fraksi protein daun mimba terhadap kultur sel SiHa dan sel Vero. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif untuk pengobatan kanker dengan menggunakan bahan dari alam. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fraksi protein daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 berpotensi sebagai antikanker. 2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. untuk mengetahui fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 yang mempunyai efek sitotoksisitas paling besar terhadap sel SiHa. b. untuk mengetahui nilai LC 50 dari fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 terhadap sel SiHa.

23 5 c. untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60, juga memiliki efek sitotoksisitas terhadap sel Vero. d. untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi dikembangkan sebagai antikanker.

24 6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Azadirachta indica A. Juss 1. Keterangan Botani Daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan divisi spermatophyta dan termasuk dalam kelas dikotiledon, famili Meliaceae, Genus Azadirachta, Spesies Azadirachta indica A. Juss, Sinonim Melia azadirachta Linn (Backer dan Backuizen van den Brink, 1965; Hutapea, 1993). 2. Kandungan kimia Daun mimba mempunyai kandungan azadirachtin, nimbin, nimbinene, nimbandiol, nimbolide, quercetin, dan margosin (Anonim,2006a). 3. Khasiat dan penggunaan Tanaman mimba secara tradisional digunakan oleh masyarakat untuk mengobati bisul atau borok, penyakit kuning, penyakit kulit, tukak lambung, dll. Daun mimba dapat menghilangkan toksin, membersihkan darah, dan mencegah kerusakan karena senyawa radikal bebas dalam tubuh. (Anonim,2006e). 4. Deskripsi Tanaman mimba berupa pohon dengan tinggi meter. Batang tegak, berkayu, bulat, permukaan kasar, percabangan simpodial, dan berwarna coklat. Daun berwarna hijau, majemuk, berhadapan, lonjong, melengkung, tepi bergerigi, ujung lancip, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, dan tangkai daun panjang 8-20 cm. Bunga berwarna putih, majemuk,

25 7 berkelamin dua, terletak di ujung cabang, bertangkai silindris, panjang 8-15 cm, kelopak hijau, mahkota halus, benang sari silindris berwarna putih kekuningan, putih lonjong, dan coklat muda. Buah berwarna hijau, berbentuk bulat telur, dan buni. Biji berbentuk bulat, berwarna putih, dan mempunyai diameter 1 cm. Tanaman mimba mempunyai akar tunggang yang berwarna coklat (Hutapea, 1993). B. Protein Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Di samping berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar larut dalam air (Poedjiadi, 1994). Fraksinasi protein dilakukan dengan memisahkan masing masing protein dalam campuran secara fraksi demi fraksi. Ada dua macam cara yang biasa digunakan dalam proses fraksinasi yakni dengan jalan pengendapan dan kromatografi. Fraksinasi protein dengan jalan pengendapan dapat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat dalam konsentrasi tertentu (Poedjiadi, 1994). Keuntungan fraksinasi menggunakan amonium sulfat adalah lebih efektif dari garam kation yang lain, selain itu harganya lebih murah dan ada manfaat yang lebih besar lagi yaitu dapat menstabilkan protein yang dimurnikan. Pada konsentrasi garam yang tinggi dapat mencegah terjadinya proteolisis dan juga mencegah pertumbuhan bakteri. Selain itu, amonium sulfat bersifat inert, tidak

26 8 bereaksi dengan protein yang dipisahkan. Namun kelemahannya, amonium sulfat biasanya terkontaminasi oleh logam berat seperti besi, sehingga dapat mengganggu proses pengendapan. Jumlah amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai kejenuhan yang diinginkan dapat ditentukan dengan rumus yang mudah (Scopes, 1994). Beberapa metode tersedia untuk determinasi protein, antara lain: 1) metode Spektrofotometri Sebagian besar protein memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang 280 nm karena adanya residu asam amino tirosin dan triptofan. Keuntungan metode ini yaitu sensitifitasnya tinggi dan tidak membutuhkan reagen. Komponen yang mengandung cincin purin dan pirimidin akan menyerap UV pada panjang gelombang 260 nm. Dengan demikian keberadaan beberapa komponen tersebut akan mengganggu pengukuran absorbansi protein pada panjang gelombang 280 nm. Oleh karena itu untuk pengukuran protein dilakukan pada panjang gelombang 260 nm dan 280 untuk mengoreksi adanya komponenkomponen tersebut (Kerese, 1984). 2) metode Biuret Prinsip dari metode biuret adalah mencampur larutan yang mengandung protein dengan basa kuat kemudian direaksikan dengan larutan CuSO 4 yang sangat encer, sehingga menghasilkan warna violet kemerahan sampai biru violet. Warna yang dihasilkan merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan karena reaksi antara Cu 2+ dengan 4 atom N. Dua atom N yang berdekatan dari satu rantai peptida dengan 2 atom N yang berdekatan dari rantai peptida yang lain

27 9 berikatan dengan Cu 2+ sehingga membentuk kompleks warna biru violet, dimana semakin lama warna yang terbentuk akan semakin pekat (tua). Reaksi ini tidak dapat terjadi pada dipeptida dan asam amino bebas (kecuali serin dan treonin). Range protein yang dapat dianalisis menggunakan merode biuret yaitu 0,2 sampai 2 mg. 3) metode Lowry Prinsip dari metode Lowry adalah mencampur larutan yang mengandung protein dengan basa kuat kemudian direaksikan dengan larutan CuSO 4 yang sangat encer, sehingga menghasilkan warna violet kemerahan sampai biru violet. Warna yang dihasilkan merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan karena reaksi antara Cu 2+ dengan 4 atom N. Dua atom N yang berdekatan dari satu rantai peptida dengan 2 atom N yang berdekatan dari rantai peptida yang lain berikatan dengan Cu 2+ sehingga membentuk kompleks warna biru violet. Kemudian terjadi reduksi reagen fosfomolibdat- fosfotungstat (reagen Folin- Ciocalteau) oleh tirosin, triptofan, dan sistein. 4) metode Dye- Binding Interaksi antara reagen Coomassie Brilliant Blue G250 dengan protein memberikan perubahan warna yang teramati, sehingga kadar protein dapat ditetapkan dengan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm (Alexander, 1985).

28 10 C. Kanker 1. Definisi Kanker Kanker merupakan penyakit berbahaya yang merusak bagian-bagian tubuh, ditandai pertumbuhan yang cepat dan tidak terkendali dari sel-sel secara abnormal serta membentuk massa yang sangat banyak yang bersama-sama membentuk suatu tumor. Apabila proses tersebut tidak ditahan pertumbuhannya akan menyebabkan kematian sel organisme (Dewick, 1989). Sifat umum dari kanker adalah : 1) pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor; 2) gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan; 3) bersifat infasif, mampu tumbuh di jaringan sekitarnya; 4) bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan mengakibatkan pertumbuhan baru; 5) memiliki hereditas bawaan; dan 6) pergeseran metabolisme ke arah pembentukkan makromolekul dari nukleosida dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel (Nafrialdi dan Sulistya, 1995). Neoplasma merupakan pertumbuhan baru yang lazim dikenal dengan tumor. Neoplasma cenderung untuk diuraikan sebagai suatu pertumbuhan pada jaringan yang tidak terkendali. Menurut cara penyebarannya neoplasma ini dapat dibagi menjadi dua : a). tumor benigna Tumor benigna dapat terus membesar namun tidak akan menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya dan juga tidak akan menyebar di luar lokasi yang semestinya (metastasis). Tumor benigna ini umumnya dianggap lebih tidak berbahaya dibandingkan tumor malignan. Namun, suatu pertumbuhan yang terus

29 11 menerus membesar sekalipun tidak menyebar, dapat pula berakibat fatal jika pertumbuhanya kemudian mengganggu organ-organ vital tubuh dan fungsinya. b). tumor malignan Berbeda dengan tumor benigna, tumor malignan dapat menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya dan juga mampu melakukan metastasis sehingga dianggap lebih berbahaya. Banyak tumor malignan pada manusia berasal dari jaringan epitel. Hal ini dapat terjadi karena jaringan ini memiliki kontak langsung dengan lingkungan yang cukup tinggi (Greens & Harris, 2000). Umumnya, yang dimaksud dengan kanker adalah tumor malignan karena sel-selnya dapat menyebar ke daerah lain, merusak jaringan tubuh di sekitarnya dan bahkan dapat merusak bagian organ lain dalam tubuh. Salah satunya, dengan jalan menyebar atau metastasis lewat aliran darah. Ketika mencapai organ baru, sel-sel tersebut akan membentuk lagi tumor yang baru (Kardinan & Taryono, 2003). 2. Proses terjadinya kanker Sel-sel normal dapat berubah menjadi sel-sel kanker karena adanya satu atau lebih mutasi yang terjadi pada DNA sel. Perkembangan penyakit kanker merupakan suatu proses rumit yang melibatkan tidak hanya suatu perubahan genetik namun juga faktor-faktor epigenetik (misalnya, aksi hormonal tubuh, bahan-bahan karsinogen, dan lain-lain) yang tidak berkembang menjadi tumor itu sendiri namun dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi pada DNA sel yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kanker (Rang et al, 2003).

30 12 Ada dua kategori utama perubahan genetik yang mampu mendorong terjadinya kanker : a). aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen Proto-onkogen adalah gen yang berfungsi untuk mengontrol proses pembelahan, apoptosis dan diferensiasi pada sel-sel normal. Pada kejadian kanker proto-onkogen ini dapat berubah menjadi onkogen oleh adanya virus maupun aksi dari senyawa-senyawa karsinogen. b). inaktivasi gen penekan terbentuknya tumor Sel-sel normal memiliki suatu gen yang mempunyai kemampuan untuk menekan terbentuknya tumor yang disebut gen penekan terbentuknya tumor atau anti-onkogen. Saat ini, telah ditemukan bukti bahwa adanya mutasi pada gen tersebut terlibat dalam banyak kejadian kanker. Hilangnya fungsi dari gen penekan terbentuknya tumor tersebut dapat menjadi penyebab utama terjadinya kanker (Rang et al, 2003). Beberapa karakteristik umum yang dapat membedakan antara sel kanker dengan sel normal antara lain, sel kanker memiliki pertumbuhan yang tidak terkontrol, proses pembelahan pada sel kanker tidak lagi dapat dikendalikan oleh proses regulasi dari pembelahan dan pertumbuhan sel yang normal sehingga terjadilah gangguan diferensiasi dan fungsi dari sel tersebut. Sel normal umumnya akan berdiferensiasi menjadi sel yang matang dan bergabung dengan sel-sel lainnya membentuk jaringan dan baru kemudian dapat melaksanakan fungsi yang semestinya. Pada sel kanker, proses pembelahan yang terlalu cepat mengakibatkan sel-sel tersebut tidak terdiferensiasi sempurna. Akibatnya, sel

31 13 tidak mature sehingga tidak dapat menjalankan fungsi yang semestinya. Sel kanker juga memiliki kemampuan berinvasif yakni, kemampuan untuk tumbuh di jaringan sekitarnya dan mengganggu fungsi jaringan tersebut. Selain itu, sel kanker juga mampu melakukan metastasis yang merupakan penyebaran dari tumor induk membentuk tumor sekunder, yang mampu mencapai daerah lain pada tubuh, lewat pembuluh darah atau pun limpa. Dilaporkan bahwa metastasis merupakan penyebab utama kematian pada banyak kasus kanker dan hal ini pulalah yang mendasari permasalahan utama pada terapi kanker (Rang et al, 2003). Tingkatan perubahan sel pada pertumbuhan kanker adalah sebagai berikut: 1. hiperplasi adalah pembengkakan organ tubuh akibat pertumbuhan sel- sel baru yang abnormal karena hilangnya kontrol pertumbuhan. 2. metaplasi yaitu pertumbuhan epitel suatu jenis jaringan dewasa menjadi jaringan lain yang juga dewasa. 3. displasi yaitu perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dalam hal bentuk, besar dan orientasinya yang masih bersifat reversibel. 4. anaplasi yaitu perubahan serupa displasi yang menyimpang lebih jauh dari normal. Merupakan suatu ciri tumor ganas yang bersifat ireversibel. 5. karsinoma insitu yaitu gambaran sel menjadi sangat atipik namun belum terdapat pertumbuhan infiltratif. 6. invasi yaitu sel kanker telah menembus lapisan basal jaringan (Kuswibawati, 2000).

32 14 2. Kanker leher rahim Penyebab dari terjadinya kanker leher rahim (cervix) disebut sebut karena adanya infeksi dari HPV (Human Papiloma Virus). Human Papiloma Virus (HPV) merupakan virus DNA yang sangat kecil namun infektif serta dapat menimbulkan lesi pada kulit maupun sel epitel pipih. Ada lebih dari 100 tipe HPV, tipe yang umum adalah tipe 16 dan 18. Kedua tipe ini dapat menimbulkan perubahan abnormal sel sel cervix (CIN) dan selanjutnya menyebabkan terjasinya kanker cervix atau kanker leher rahim (Widyani, 2005). Faktor seluler dari HPV yang bertanggung jawab atas munculnya kanker leher rahim adalah viral E6 dan E7. DNA E6 dan E7 dari virus ini mampu menyebabkan kekacauan pada siklus dan proliferasi sel akibat tidak aktifnya gen penekan tumor p53 dan prb pada sel normal. Viral DNA E6 akan mengikat kuat p53 sedangkan DNA E7 akan mengikat prb (King, 2000). D. Kultur Sel Penggunaan kultur sel sebagai subyek uji dikarenakan selain banyaknya tekanan publik untuk mengurangi bahkan tidak menggunakan hewan sebagai subyek uji dalam percobaan mengingat segi moral. Alasan lain tidak menggunakan hewan percobaan ialah untuk menghemat biaya yang besar apabila menggunakan hewan percobaan dan juga rendahnya nilai korelasi antara hasil yang diperoleh dengan penelitian menggunakan hewan jika dikorelasikan dengan manusia. Dengan menggunakan kultur sel sebagai alternatif subyek dalam pengujian toksikologi, maka mekanisme toksisitas biokimia dapat dikerjakan

33 15 dengan lebih efektif. Hal ini dikarenakan kondisi dari sel dapat dikontrol dan dimodifikasi (Wallin, 1998). Sel SiHa adalah salah satu kanker cervix yang menyebabkan kematian yang tinggi pada wanita. Sel SiHa diperoleh dari fragmen sampel jaringan primer dari suatu karsinoma cervix dan merupakan squamosa yang tidak terdiferensiasi. Sel ini ditemukan pada manusia sekitar tahun Morfologi sel SiHa mirip dengan sel epitelial dan tipe inti selnya tidak diketahui. Sel ini mengandung Human Papilloma Virus 16 (HPV-16) (Anonim, 2006d). E. Sel Vero Sel Vero ditemukan pertama pada tahun 1962 oleh Y. Yasumura dan Y. Kawakita di Universitas Chiba di Chiba, Jepang. Sel Vero diambil dari ginjal kera dewasa (jenis African Green Monkey) yang sehat. Selain sering digunakan dalam produksi vaksin, sel Vero juga sering digunakan untuk mendeteksi Verotoksin. Saat ini, sel Vero telah banyak digunakan untuk mengembangkan pengobatan berbagai macam penyakit, salah satu diantaranya yaitu diabetes (Anonim, 2006c). Sel Vero digunakan secara luas pada studi replikasi virus dan uji penyakit pes. Selain itu juga digunakan untuk uji berbagai penyakit yang diakibatkan oleh virus (Anonim, 1983). F. Uji Sitotoksisitas Uji sitotoksisitas ialah suatu uji yang secara in vitro menggunakan kultur sel dalam mengevaluasi keamanan obat, makanan, kosmetik maupun bahan-bahan kimia lainnya (Freshney, 1986).

34 16 Uji sitotoksisitas ini merupakan suatu uji yang cepat, terstandarisasi, sensitif dan tidak terlalu mahal, dengan kepentingan untuk menentukan apakah suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksis) secara biologik dalam jumlah yang signifikan. Sensitifitas yang tinggi dari uji ini karena adanya sel uji yang terisolasi dalam kultur dan tidak adanya mekanisme protektif tubuh yang mempengaruhi sel uji (Wallin, 1998). Ada beberapa metode untuk mengetahui hasil uji sitotoksisitas, yaitu metode Trypan Blue Staining, Tritium-labeled Thymidine dan MTT. Trypan Blue Staining adalah cara sederhana untuk mengevaluasi integritas dari membran sel, yang kemudian dari hasilnya dapat menunjukkan kematian atau proliferasi sel. Namun metode ini kurang sensitif. Metode kedua yaitu Tritium-labeled Thymidine adalah metode yang menggunakan senyawa radioaktif tritium yang dilabelkan pada timidin. Pengukuran jumlah bahan radioaktif yang terambil oleh sel ini sangat akurat namun metode ini memerlukan waktu yang lebih lama. Sedangkan metode MTT adalah metode kolorimetrik yang mengukur hasil reduksi dengan garam tetrazolium menjadi kristal formazan yang berwarna ungu oleh mitokondria sel hidup melalui metabolismenya. Kemudian warna ungu yang dibentuk diukur dengan pembacaan ELISA plate reader. Jumlah warna yang dibentuk proporsional dengan jumlah sel yang hidup. Metode MTT bersifat kuantitatif dan lebih sensitif bila dibandingkan dengan metode Trypan Blue Staining karena adanya hubungan yang linear antara keaktifan sel dan absorbansi, jumlah sel yang tumbuh maupun mati dapat diukur. Sedangkan Trypan Blue

35 17 Staining bersifat kualitatif dan hanya mengindikasikan sel yang masih hidup (Anonim, 2006b). G. Mekanisme Senyawa Antikanker Senyawa yang digunakan sebagai bahan obat kanker memiliki salah satu kemampuan untuk menghambat terjadinya kanker dengan mekanisme menghambat sintesis asam nukleat atau dengan menghambat proses pembelahan sel pada saat mitosis dengan cara mengikat protein tubulin dalam spindle mitosis dan menghalangi polymerase ke dalam mikrotubulus. Mekanisme lain yaitu menghambat sintesis DNA dan replikasinya melalui enzim topoisomerase (Dewick, 1986). H. Landasan Teori Kanker merupakan penyakit berbahaya yang merusak bagian- bagian tubuh, ditandai pertumbuhan yang cepat dan tidak terkendali. Apabila proses tersebut tidak ditahan pertumbuhannya akan menyebabkan kematian sel organisme. Banyak penelitian menggunakan fraksi protein dari berbagai jenis tanaman. Daun mimba diteliti sebagai antikanker dalam penelitian yang berjudul Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Ammonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel SiHa (Candra, 200). Dari penelitian Candra (2006) diketahui bahwa bahwa harga LC 50 yang diperoleh dari fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%, 60%, dan 100% jenuh berturut-turut adalah sebesar 1,72 μg/ml; 0,04 μg/ml; dan 32,56 μg/ml. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fraksi

36 18 protein 60% berefek paling sitotoksik terhadap sel SiHa dan fraksi protein 30% dan 60% diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Dari hasil penelitian tersebut maka diduga bahwa fraksi protein yang lebih kecil dari 60% juga mempunyai daya sitotoksik terhadap sel SiHa dan diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Hal tersebut yang mendasari dilakukannya penelitian tentang Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 Terhadap Kultur Sel SiHa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fraksi protein mana yang menghasilkan efek sitotoksik paling besar dan lebih berpotensi untuk dikembangkan ke depannya sebagai senyawa antikanker. I. Hipotesis Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50,dan FP 60 Terhadap Kultur Sel SiHa memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker.

37 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian sitotoksisitas fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 terhadap kultur sel SiHa ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel bebas Kadar fraksi protein daun mimba yaitu 0,20 μg/ml; 0,39 μg/ml; 0,78 μg/ml; 1,56 μg/ml; 3,13 μg/ml; 6,25 μg/ml; 12,5 μg/ml; 25 μg/ml; 50 μg/ml; 100 μg/ml dan 200 μg/ml. 2. Variabel tergantung Persentase kematian sel SiHa dan sel Vero. 3. Variabel pengacau terkendali a. ph dan suhu pembuatan fraksi protein, dikendalikan pada ph 7,2 dan suhu 4 o C. b. medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI 1640-serum (untuk sel SiHa) dan M199 (untuk sel Vero). c. tempat tumbuh dan waktu pemanenan daun mimba dikendalikan dengan memanen daun pada tempat dan waktu yang sama. 4. Variabel pengacau tak terkendali Kematian alami sel SiHa dan sel Vero.

38 20 5. Definisi operasional a. sitotoksisitas ialah sifat toksik atau beracun dari fraksi protein daun mimba terhadap sel SiHa dan sel Vero. b.fraksi protein ialah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss.) FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60, dinyatakan dalam µg/ml. c. LC 50 ialah konsentrasi fraksi protein daun mimba yang mampu membunuh atau menyebabkan kematian sejumlah 50% sel uji dan dinyatakan dalam µg/ml. C. Alat dan Bahan 1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas, stamper, mortir, timbangan analitik (AND ER-400 H), alumunium foil, magnetic stirrer, tabung conical, autoklaf, tissue culture flask, swing rotor sentrifuge (PLC), inkubator (Nuaire), mikropipet, membran dialisis (Sigma), lemari pendingin, cell counter (Nunc), 96-well plate (Nunc), spektrofotometer UV (Cecil CE-292), ELISA reader (SLT 340 ATC), laminar air flow (Nuaire), mikroskop (Olympus IMT-2), haemocytometer (Nebauer), kain monel, tissue, glove, masker. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah : a. daun mimba segar b. kultur sel SiHa yang diambil dari persediaan di Laboratorium Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

39 21 c. kultur sel Vero (normal) yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. d. pereaksi-peraksi yang digunakan untuk preparasi fraksi protein daun mimba 1) larutan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 (Merck) 2) larutan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl (Merck) 3) amonium sulfat p.a. (Merck) e. Pereaksi-pereaksi untuk uji sitotoksisitas 1) media pencuci: RPMI 1640 (Sigma), natrium bikarbonat, Hepes 2) media penumbuh: RPMI 1640, M199, FBS (Foetal Bovine Serum) 10%, Penisilin-Streptomisin 1% (Gibco), dan Fungison 0,5% (Gibco). 3) reagen Stopper : SDS (sodium dodeksil sulfat) dalam HCl 0,01 N (Merck) 4) MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide) (Sigma) D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian yaitu daun mimba, telah dideterminasi terlebih dahulu di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan dipastikan juga

40 22 kebenarannya menggunakan acuan baku (Backer dan Backuizen van den Brink, 1965). 2. Pengumpulan daun mimba Daun mimba yang digunakan diambil dari pohon mimba yang tumbuh di pekarangan Laboratorium Hayati, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada bulan Juni Sterilisasi alat dan bahan Sterilisasi alat dilakukan untuk menghilangkan mikroorganisme dari alat-alat yang akan digunakan agar tidak mengganggu penelitian. Adapun metode sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uap panas dengan menggunakan autoklaf. Alat alat gelas yang akan digunakan dalam keadaan steril, dicuci sampai bersih kemudian di sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 o C selama 20 menit. 4. Preparasi fraksi protein dari daun mimba Daun tanaman mimba dikumpulkan segar, diseleksi, dibersihkan tulang daunnya, dan ditimbang sebanyak 400 gram. Daun kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, dibungkus plastik dan disimpan dalam freezer semalam. Bahan ditumbuk halus dalam mortir bersih dan steril dengan penambahan sedikit demi sedikit dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl pada suhu dingin (dengan penambahan es di sekitarnya). Bahan diperas dan disaring dengan kain monel, ditampung dalam tabung conical yang bersih dan steril. Cairan yang diperoleh disentrifus dengan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak gubal, dikumpulkan dalam beker glass dan

41 23 diukur volumenya. Supernatan ekstrak gubal yang diperoleh, diendapkan proteinnya dengan menambahkan amonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 30%. Penambahan amonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit, diikuti pengadukan teratur dengan magnetic stirrer pada suhu dingin, dilanjutkan dengan sentrifugasi ultra dengan kecepatan rpm pada suhu 4 C selama 25 menit. Supernatan (1) ditampung dalam labu ukur sedangkan endapan yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2. Selanjutnya endapan tadi didialisis dengan memasukkan larutan endapan dalam dapar natrium fosfat ke dalam membran dialisis yang salah satu ujungnya telah dijepit dengan penjepit khusus membran kemudian ujung membran yang lainnya ditutup dengan dijepit dengan penjepit khusus membran dengan kuat. Membran dialisis lalu digantung dalam bekerglass yang berisi dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 sebanyak 1000 ml. Proses dialisis dilakukan dalam almari es selama semalam dengan di-stirrer perlahan dan dilakukan penggantian dapar natrium fosfat satu kali. Hasil dialisis disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 20 menit. Endapan hasil dialisis dibuang dan supernatan diambil. Supernatan ini merupakan sampel fraksi protein daun mimba dengan konsentrasi amonium sulfat 30% jenuh. Supernatan (1), (2), dan (3) ditampung secara bertahap, kemudian ditambah amonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 40%, 50%, 60% dengan menggunakan langkah- langkah yang sama dengan konsentrasi 10% jenuh.

42 24 5. Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV Sampel fraksi protein daun mimba 30%, 40%, 50% dan 60%, masingmasing sebanyak 10 µl dimasukkan ke dalam kuvet 1 ml lalu ditambah 990 µl larutan dapar natrium fosfat 5 mm, diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm dengan blanko larutan dapar natrium fosfat 5 mm. Untuk mengoreksi adanya serapan oleh asam nukleat pada panjang gelombang tersebut maka pengukuran juga dilakukan pada panjang gelombang 260 nm. Perbandingan antar serapan pada 280 nm dan 260 nm merupakan rasio serapan R 280/260, dan digunakan untuk menghitung faktor koreksi dengan cara ekstrapolasi terhadap tabel kadar protein Layne (1957). Selanjutnya, kadar protein dihitung dari perkalian antara serapan pada 280 nm, faktor koreksi dan faktor pengenceran. 6. Propagasi dan panen Sel SiHa a. Propagasi Sel SiHa Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam penangas air 37 o C, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel SiHa dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium RPMI Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan medium RPMI yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan

43 25 dalam inkubator dengan suhu 37 o C dengan aliran 5% CO 2. Setelah 24 jam, medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian. b. Panen Sel SiHa Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), media diganti dengan RPMI 1640 baru sebanyak 5 ml kemudian sel dilepaskan dari dinding flask dengan cara diresuspensikan menggunakan pipet Pasteur. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI sampai volume 10 ml dan disentrifugasi 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet sel diresuspensikan perlahan dengan 1 ml medium. Sel kemudian dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x10 4 /100 μl dan siap dipakai untuk penelitian. 8. Propagasi dan panen sel Vero a. Propagasi Sel Vero Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam penangas air 37 o C, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel SiHa dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium M199. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan medium M199 yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen,

44 26 kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 o C dengan aliran 5% CO 2. Setelah 24 jam, medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian. b. Panen sel Vero Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), sel dicuci dengan FBS 10% sebanyak 3 ml. Untuk melepaskan sel-sel dari dinding flask, diberi tripsin 2,5% sebanyak 1 ml. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril yang sudah berisi M199 sebanyak 7 ml. Kemudian sel dibilas kembali dengan FBS 10% sebanyak 3 ml. Hasil bilasan dituang ke dalam tabung conical yang sama dan disentrifuse selama 5 menit. Untuk menghilangkan sisa tripsin, sel dicuci sekali lagi dengan menggunakan medium yang sama. Kemudian pelet ditambah media kultur sebanyak 1 ml. Selanjutnya lakukan perhitungan jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x10 4 /100 μl dan siap dipakai untuk penelitian. 9. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel SiHa Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 μl suspensi sel SiHa dengan kepadatan 2,5x10 4 /100 μl dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 200 µg/ml pada sumuran A 1, B 1 dan C 1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A 2, B 2 dan C 2 di kolom 2 ditambahkan 100 μl suspensi sel SiHa pada sumuran yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 100 µg/ml, demikian seterusnya

45 27 hingga diperoleh seri kadar yang terendah yang digunakan dalam penelitian. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 sedangkan untuk faktor koreksi, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2. Selanjutnya 96-well plate diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 o C, dalam inkubator dengan aliran 5% CO 2. Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 μl MTT 2,5 μg/ml dalam media RPMI 1640, lalu diinkubasikan semalam pada suhu 37 o C, dalam inkubator dengan aliran CO 2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 50 μl reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar. Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup. 10. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 μl suspensi sel Vero dengan kepadatan 2,5x10 4 /100 μl dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 200 µg/ml pada sumuran A 1, B 1 dan C 1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A 2, B 2 dan C 2 di kolom 2 ditambahkan 100 μl suspensi sel Vero pada sumuran yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 100 µg/ml, demikian seterusnya hingga diperoleh seri kadar yang terendah yang digunakan dalam penelitian. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi

46 28 medium M199 dan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2 sedangkan untuk faktor koreksi, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium M199 dan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2. Selanjutnya 96-well plate diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 o C, dalam inkubator dengan aliran 5% CO 2. Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 μl MTT 2,5 μg/ml dalam media M199, lalu diinkubasikan semalam pada suhu 37 o C, dalam inkubator dengan aliran CO 2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 50 μl reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar. Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup. E. Analisis Hasil Pada metode MTT ini, serapan terbaca menunjukkan jumlah sel yang hidup dan hasil akhir uji sitotoksisitas yaitu persentase kematian sel yang dihitung menggunakan modifikasi rumus Abbot, dengan persamaan berikut: A (B C) % Kematian sel = x 100% A Keterangan : A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel Untuk menghitung harga LC 50 dilakukan perhitungan secara statistik menggunakan analisis probit sedangkan untuk menganalisis signifikansi dilakukan pengolahan data dengan statistik uji T sampel independen (independent-samples T Test).

47 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa daun mimba. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pada penggunaan tanaman yang digunakan maka dilakukan determinasi. Determinasi dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. B. Sterilisasi Alat dan Bahan Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan terlebih dahulu untuk menghilangkan semua pengotor dan kontaminan yang bisa mengganggu pada saat proses penelitian. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan metode uap panas bertekanan yang dilakukan pada suhu 121 C selama kurang lebih 20 menit dan tekanan 1 atm. Metode uap panas ini dapat membunuh mikroorganisme secara cepat disebabkan uap air panas yang lebih mudah melakukan penetrasi ke dalam membran sel mikroorganisme. Prinsip pemusnahan mikroorganisme dengan metode ini adalah uap air panas yang berpenetrasi ke dalam sel mikroorganisme akan mengakibatkan koagulasi dan denaturasi protein mikroorganisme. Penetrasi uap air panas yang cepat mengakibatkan perusakan sel mikroorganisme yang lebih cepat. C. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba Pada penelitian ini menggunakan sampel berupa fraksi protein daun mimba. Sampel dibuat dari daun mimba yang sebelumnya sudah dicuci bersih

48 30 yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang menempel pada daun, kemudian sampel disimpan di dalam freezer semalaman agar daun menjadi lebih kaku sehingga mudah dihaluskan. Daun ditumbuk sampai halus dengan menggunakan mortir yang dialasi dengan wadah yang berisi es sehingga tercipta suasana yang dingin di sekitar mortir. Pada saat penumbukan ditambahkan dapar natrium fosfat 5 mm yang mengandung NaCl. Dapar ini berfungsi untuk mengeluarkan atau mengekstraksi protein yang terdapat pada daun dan NaCl akan mempermudah proses ekstraksi tersebut sehingga protein dapat larut dan stabil di dalam buffer penggerak. Proses tersebut dilakukan pada suhu dingin supaya protein tidak rusak, karena jika dilakukan pada suhu tinggi protein akan mengalami denaturasi. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak gubal daun mimba yang kemudian ditambahkan amonium sulfat sampai mencapai kejenuhan 30%. Penambahan amonium sulfat ini bertujuan untuk menarik air yang terdapat di dalam larutan sehingga akan terjadi penurunan kelarutan protein dan agregasi molekul protein yang menyebabkan protein terendapkan. Proses di atas disebut mekanisme salting out. Pada mekanisme salting out tersebut, penambahan amonium sulfat dilakukan secara sedikit demi sedikit agar dapat larut sempurna. Dari proses sentrifugasi akan diperoleh supernatan dan endapan. Supernatannya ditampung untuk digunakan pada proses preparasi sampel fraksi berikutnya, sedangkan endapan yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mm ph 7,2. Endapan yang diperoleh didialisis dengan tujuan untuk menghilangkan amonium sulfat yang masih terikat dengan protein. Proses dialisis ini dapat

49 31 berlangsung karena adanya perbedaan gradien konsentrasi yang besar di dalam dan di luar permukaan tubing dialysis sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme difusi pasif. Konsentrasi amonium sulfat di dalam tubing dialysis yang lebih tinggi dibanding di luar tubing dialysis mengakibatkan amonium sulfat akan keluar dari dalam tubing dialysis dengan mekanisme difusi pasif. Selain karena adanya perbedaan gradien konsentrasi yang besar, tubing dialysis ini bersifat semipermeabel, yang memiliki pori yang hanya mengeluarkan partikelpartikel yang berukuran sekitar Dalton sehingga partikel amonium sulfat yang berukuran lebih kecil daripada protein dapat keluar dari dalam tubing dialysis sedang protein yang merupakan makromolekul tetap tertinggal di dalam. Pengggantian dapar dilakukan dengan tujuan agar amonium sulfat yang keluar dari tubing dialysis dan berada dalam dapar tidak terlalu jenuh sehingga perbedaan gradien konsentrasi amonium sulfat yang di dalam dengan yang di luar permukaan tubing dialysis tetap besar dan dengan demikian mekanisme difusi pasif dapat terus berjalan. Endapan hasil dialisis dibuang dan supernatan diambil. Supernatan ini merupakan sampel fraksi protein daun mimba dengan konsentrasi amonium sulfat 30% jenuh. Pada preparasi sampel fraksi protein daun mimba konsentrasi amonium sulfat 40%, 50% dan 60% jenuh langkah pengerjaannya sama seperti di atas, yaitu dengan menggunakan supernatan hasil pengendapan amonium sulfat. Jumlah gram amonium sulfat yang ditambahkan berturut- turut untuk sampel fraksi protein daun mimba dengan konsentrasi amonium sulfat 30%, 40%, 50% dan 60%

50 32 jenuh dari kadar jenuh adalah sebanyak 28,35 gram; 29,29 gram; 30,29 gram; 31,36 gram. D. Pengukuran Kadar Protein dengan Spektrofotometri UV Sampel fraksi-fraksi protein daun mimba yang diperoleh kemudian diukur kadarnya dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dengan kuvet kuarsaglass. Panjang gelombang yang digunakan ialah 280 nm dan 260 nm. Digunakan panjang gelombang 280 nm karena protein dapat menyerap secara aktif dan memberi respon maksimal pada panjang gelombang tersebut. Umumnya protein mengandung residu asam amino seperti tirosin, triptofan dan fenilalanin di mana residu-residu asam amino tersebut mempunyai cincin aromatis yang mengandung kromofor atau juga auksokrom sehingga dapat menyerap sinar UV. Untuk mengoreksi adanya senyawa-senyawa yang juga dapat mengabsorbsi pada panjang gelombang tersebut maka pengukuran juga dilakukan pada panjang gelombang 260 nm. Metode ini kurang tepat karena terganggu oleh adanya asam nukleat serta senyawa yang mengandung cincin pirimidin dan purin yang mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 260 nm. Oleh karena itu, dalam perhitungan kadar protein dengan metode ini perlu dilakukan koreksi yakni dengan mengalikan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm dengan faktor koreksi dan faktor pengenceran. Hasil pengukuran konsentrasi protein FP 30, FP 40, FP 50, FP 60 berturut-turut adalah 15,95 mg/ml; 9,25 mg/ml; 15,20 mg/ml; 35,30 mg/ml.

51 33 Tabel I. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm Absorbansi pada λ 280 nm Absorbansi pada λ 260 nm Konsentrasi Fraksi protein daun mimba(mgml -1 ) 0,223 0,245 15,95 0,195 0,276 9,25 0,203 0,214 15,20 0,542 0,641 35,30 E. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba Uji sitotoksisitas yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan uji sitotoksisitas secara in vitro. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fraksi protein daun mimba FP 30, FP 40, FP 50, FP 60 pada kultur sel SiHa dan sel Vero. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan morfologi sel SiHa dan sel Vero untuk mengetahui adanya perbedaan morfologi sel yang dikenai perlakuan dan tidak dikenai perlakuan. sel SiHa sel Vero Gambar 1. Sel SiHa dan Sel Vero tanpa perlakuan

52 34 Gambar 2. Kultur sel SiHa yang diberi perlakuan fraksi protein daun mimba Gambar 3. Kultur sel Vero yang diberi perlakuan fraksi protein daun mimba keterangan: (i) sel SiHa yang hidup (ii) sel SiHa yang mati keterangan : (i) sel Vero yang hidup (ii) sel Vero yang mati Sel SiHa yang hidup tampak berbentuk panjang dan menempel pada flask. Sel SiHa yang mati tampak berbentuk bulat, berukuran lebih kecil, dan tidak menempel pada flask. Sel Vero yang hidup tampak berbentuk lonjong dan menempel pada dasar flask. Sedangkan sel Vero yang mati tampak berbentuk bulat dan tidak menempel pada dasar flask. Metode uji sitotoksisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Prinsip dari metode MTT adalah adanya pemecahan garam tetrazolium MTT (3- (4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid) oleh sistem enzim reduktase suksinat tetrazolium yang terdapat di dalam mitokondria sel sehingga terbentuklah kristal formazan berwarna ungu yang tidak larut.

53 35 Br N N N N N S CH 3 NADH NAD + N NH N N N S CH 3 CH 3 CH 3 MTT Formazan Gambar 4. Reaksi Pembentukan Kristal Formazan Kristal formazan ini bersifat tidak larut air. Penambahan detergen (natrium dodesil sulfat 10%) yang terdapat dalam stopper reagent, akan menyebabkan kristal formazan larut. Intensitas warna ungu yang terbentuk dapat dibaca dengan ELISA reader. Jumlah sel hidup berbanding lurus dengan intensitas warna dari formazan yang terbentuk. Gambar 5. Kristal Formazan di Bawah Mikroskop Metode MTT ini termasuk metode yang cukup akurat karena absorbansi yang terbaca sebanding dengan jumlah sel hidup yang masih aktif melakukan metabolisme. Selain itu, uji ini juga dirasa cukup aman, sederhana, dan cepat. Aman karena tidak memerlukan penggunaan zat-zat yang berbahaya, sederhana karena perlakuan yang harus diberikan pada sampel sebelum diuji relatif cukup

54 36 mudah, dan cepat karena waktu yang dibutuhkan cukup singkat sehingga sangat memungkinkan untuk menguji sampel dalam jumlah yang cukup banyak. Data yang diperoleh dari uji toksisitas dengan metode MTT adalah nilai absorbansi yang selanjutnya diolah dengan menggunakan modifikasi rumus Abbot sehingga menghasilkan persentase kematian sel pada masing-masing fraksi protein daun mimba. Konsentrasi protein yang digunakan pada masing-masing fraksi yaitu 0,20 μg/ml; 0,40 μg/ml; 0,80 μg/ml; 1,56 μg/ml; 3,13 μg/ml; 6,25 μg/ml; 12,50 μg/ml; 25,00 μg/ml; 50,00 μg/ml; 100,00 μg/ml; 200,00 μg/ml. Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel SiHa Konsentrasi Rata-rata Persen Kematian Sel ( % ) fraksi protein daun mimba FP 30 FP 40 FP 50 FP 60 (µg/ml) , , , , , , , , , , , , , , , , ,5 62, , , ,0422 6,25 61, , , ,6436 3,125 74, , , ,1012 1, , , , ,8506 0, , , , ,8312 0, , , , ,3254 0, , , , ,9791

55 37 Gambar 6. Grafik persentase kematian sel SiHa perlakuan fraksi protein daun mimba 10%, 20%, 30%, 60% secara metode MTT 120 Konsentrasi fraksi protein daun mimba vs persen kematian sel SiHa persen kematian sel SiHa konsentrasi fraksi protein daun mimba (ug/ml) FP30 FP40 FP50 FP60 Tabel III. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Vero Kadar fraksi Rata-rata persen kematian sel (%) Sampel protein daun no. mimba (μg/ml) FP 30 FP 40 FP 50 FP , , , , , , , , , , , , , , , , ,5 78, , , , ,25 82, , , , ,125 76, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,6881

56 38 Gambar 7. Grafik persentase kematian sel Vero perlakuan fraksi protein daun mimba 30%, 40%, 50%, 60% secara metode MTT Konsentrasi Fraksi Protein Daun Mimba vs Persen Kematian Sel Vero Persen kematian sel Vero Konsentrasi Fraksi Protein Daun Mimba (ug/ml) FP30 FP40 FP50 FP60 Nilai persentase kematian sel SiHa yang didapat cukup tinggi dan relatif terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Pada grafik FP 30, terlihat persen kematian sel yang paling tinggi. Dari tabel dan grafik sel Vero di atas dapat dilihat bahwa persen kematian sel naik turun sehingga tidak dapat ditarik suatu korelasi yang dapat menyatakan aktivitas sitotoksik dari fraksi protein daun mimba yang digunakan. Kematian sel Vero yang naik turun tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya kematian alami sel. Selanjutnya ditentukan nilai LC 50 yang dilakukan dengan analisa probit menggunakan SPSS 13. Penentuan nilai LC 50 ini bertujuan untuk mengetahui ketoksikan fraksi protein daun mimba terhadap sel SiHa dan sel Vero. Dari hasil pengolahan data, diperoleh harga LC 50 sebagai berikut.

57 39 Tabel IV. Harga LC 50 fraksi protein daun mimba pada sel SiHa Fraksi protein Harga LC 50 (µg/ml) FP 30 0,38 FP 40 0,45 FP 50 0,72 FP 60 0,79 Tabel V. Harga LC 50 fraksi protein daun mimba pada sel Vero Fraksi protein Harga LC 50 (µg/ml) FP 30 0,014 FP 40 > 1 g/ml FP 50 0,033 FP 60 0,048 Semakin kecil harga LC 50 maka senyawa semakin bersifat toksik, sebaliknya semakin besar harga LC 50 maka semakin bersifat tidak toksik (Meyer et al, 1982). Dari data di atas dapat dilihat bahwa pada sel SiHa, nilai LC 50 paling kecil dimiliki oleh FP 30, yang berarti FP 30 bersifat sangat toksik. Berdasarkan NCI (National Cancer Institute) yang menyatakan suatu senyawa berpotensi sebagai antikanker bila memiliki harga LC μg/ml (Suffness dan Pezzuto, 1991) Fraksi protein FP 30, FP 40, FP 50 dan FP 60 memiliki nilai LC 50 lebih kecil dari 20 µg/ml, sehingga bisa dikembangkan sebagai senyawa antikanker. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (Candra, 2006). Pada penelitian Candra, LC 50 yang diperoleh pada fraksi 30% dan 60% adalah 1,72 μg/ml 0,04 μg/ml. Perbedaan ini diduga karena

58 40 karena protein-protein yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan sel SiHa telah banyak mengendap di fraksi protein 30% dan 60% jenuh sehingga banyak sel kanker yang mati pada fraksi protein daun mimba 30% dan 60%. Sedangkan untuk sel Vero, nilai LC 50 paling kecil juga dimiliki oleh FP 30, yang berarti fraksi protein tersebut bersifat sangat toksik. Dari data di atas dapat dilihat bahwa fraksi protein daun mimba juga bersifat toksik pada sel Vero. Hal ini dapat menjadi penghambat untuk mengembangkan fraksi protein daun mimba sebagai senyawa antikanker. Dilakukan pula uji Kolmogorov-Smirnov yang bertujuan untuk membandingkan tingkat kesesuaian sampel dengan suatu distribusi tertentu. Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa semua fraksi protein baik pada sel SiHa maupun sel Vero memiliki distribusi normal (sig. > 0,05). Kemudian dilakukan penghitungan nilai kolerasi LC 50 sel SiHa dan sel Vero pada taraf kepercayaan 95%. Untuk sel SiHa diperoleh hasil bahwa pada semua fraksi (FP 30, FP 40, FP 50 dan FP 60 ) kolerasinya linier ( r hitung > r tabel ). Untuk melihat perbedaan antara persen kematian sel SiHa dengan sel Vero karena pemaparan fraksi protein daun mimba digunakan uji t sampel independen dengan menggunakan program SPSS 13,0. Hasil uji t pada FP 40 menunjukkan bahwa LC 50 sel SiHa berbeda bermakna dengan LC 50 sel Vero (sig.<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan respon antara sel SiHa dengan sel Vero karena adanya fraksi protein daun mimba FP 40. Hasil uji t pada FP 30, FP 50, dan FP 60 menunjukkan bahwa LC 50 sel SiHa berbeda tidak bermakna dengan LC 50 sel Vero (sig.>0,05).

59 41 Hal ini berarti fraksi protein daun mimba FP 30, FP 50, dan FP 60 memiliki kemampuan yang sama untuk menginduksi kematian sel SiHa dan sel Vero sehingga fraksi protein daun mimba FP 30, FP 50, dan FP 60 diduga tidak dapat dikembangkan sebagai antikanker. Sedangkan fraksi protein daun mimba FP 40 dapat dikembangkan sebagai senyawa antikanker.

60 42 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. LC 50 fraksi protein daun mimba FP 30, FP 40, FP 50, dan FP 60 terhadap sel SiHa berturut-turut sebesar 0,38 μg/ml, 0,45 μg/ml, 0,72 μg/ml, dan 0,79 μg/ml. 2. Fraksi protein daun mimba FP 30 memiliki efek sitotoksik paling besar terhadap sel SiHa. 3. Fraksi protein daun mimba FP 40 memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. B. Saran 1. Penelitian lebih lanjut menggunakan fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP Perlu dilakukan uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba dengan waktu inkubasi lebih dari 24 jam.

61 43 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1983, American Type Culture Collection Catalogue of Strain II, Fourth Ed, 61,107,145, Liss.Inc., New York. Anonim, 1989, Materia Medika, Jilid V, 68-69, Dep.Kes R.I. Jakarta. Anonim, 2006a, Chemical and Their Biological in : Azadirachta indica A. Juss (Meliaceae) Neem, foundation.com, Diakses pada 20 Febuari Anonim, 2006b, MTT_Cell_Proliferation_Assay, Cytotoxicity/MTT_Cell_Pr oliferation_assay/index.html, Diakses pada 12 Februari Anonim, 2006c, Normal African Green Monkey Kidney Epithelial Cells (Vero line), y/cells/vero/verocells.html, Diakses pada 12 Februari Anonim, 2006d, SiHa Cell, Diakses pada 20 Febuari Anonim, 2006e, Therapeutic Uses of Neem, foundation.com, Diakses pada 20 Febuari Anonim, 2006f, Methods for Concentrating Protein Solutions, diakses tanggal 22 November 2006 Backer, C. A., dan Backuizen van den Brink, R. C.,1963, Flora of Java, Volume I, 3-12, N. V. Noordhoff, Graningen Backer, C. A., dan Backuizen van den Brink, R. C.,1965, Flora of Java, Volume II, 116, 117, 121, N. V. Noordhoff, Graningen Candra, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss.) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60% dan 100% Jenuh Terhadap Kultur Sel SiHa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dewick, P, M., 1989, Tumour Inhibitors from Plants, 15 th Edition, , W.B. Saunders, London.

62 44 Dipiro, J. T., et al., 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6 th ed, , The McGraw-Hill Companies Inc., USA Freshney, R.I., 1986, Animal Cell Culture A Practical Approach, 1 st Edition, 71-73, IRL Press, Washington DC. 34 Hutapea, J.R., 1993, Inventoris Tanaman Obat Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Kerese, I., 1984, Methods of Protein Analysis, John Wiley and Sons, New York King, R.J.B., 2000, Cancer Biology, 2 nd Ed, 71-89, School of Biological Sciences, University of Surrey, England. Kuswibawati, L., 2000, Apa Itu Kanker, Kanker, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2-5 Nafrialdi, Sulistiya, G., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, , Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Poedjiadi, A., 1994, Dasar- Dasar Biokimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2003, Pharmacology, fifth (5th) Ed, Elsevier Science, London, UK. Robinson, T., 1991, Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi, diterjemahkan oleh Padmawinata, halaman 249 penerbit ITB, Bandung Sambrook, J., Fritsch, E.F., and Maniatis, T., 1989, Molecular Cloning A Laboratory Manual, Jilid 1, 2, dan 3, 2 2nd ed, Cold Spring Harbor laboratory Press Scopes, R.K., 1994, Protein Purification, Principles and Practice, 2 nd edition, Jeringer- Verleg, New York Suffness, M., and Pezzuto, J., 1991, Assay Related to Cancer Drug Discovery Methods in Plant Biochemistry: Assay Bioactivity, Volume 6, Academic Ress, London Tjitrosoepomo, G., 1988, Taksonomi Tumbuhan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Wallin, R.F., Arscott, E.F., 1998, A Practical Guide to ISO: Cytotoxicity, an MD and DI.

63 45 Widiyani, L.R., 2005, Uji Sitotoksisitas Senyawa (2E)-3 (4 -Hidroksi-3 - metoksifenil)-1-(4 -metoksifenil)prop-2-en-1-on dan calkon terhadap sel HeLa dan sel Vero, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Yuswanto, Ag & F. Sinardi, 2000, Kanker, 1-13, Penerbitan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

64 46 Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat pada derajat kejenuhan tertentu Penambahan amonium sulfat dihitung dengan menggunakan rumus: 533( S2 S1) G = S1 Keterangan: G = gram amonium sulfat yang ditambahkan per liter S1 = % kejenuhan dari larutan awal S2 = % kejenuhan dari larutan akhir Rumus penambahan amonium sulfat di atas hanya dapat diaplikasikan ketika penambahan amonium sulfat dilakukan pada suhu dingin (± 4 o C). (Anonim, 2006f) Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 30% kadar amonium sulfat jenuh 533( 30 20) 5330 = = = 56,70 g / L 100 (0,3)(20) Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 28,35 g amonium sulfat Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 40% kadar amonium sulfat jenuh 533( 40 30) 5330 = = = 58,57 g / L 100 (0,3)(30) Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 29,29 g amonium sulfat Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 50% kadar amonium sulfat jenuh 533( 50 40) 5330 = = = 60,57 g / L 100 (0,3)(40) Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 30,29 g amonium sulfat

65 47 Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 60% kadar amonium sulfat jenuh 533( 60 50) 5330 = = = 62,71 g / L 100 (0,3)(50) Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 31,36 g amonium sulfat Lampiran 2. Cara Perhitungan Kadar Protein Konsentrasi Protein dapat dicari dengan rumus : Concentration = [1.55E(280)] [0.76E(260)] mgml -1 x faktor pengenceran Tabel VI. Data konsentrasi fraksi protein daun mimba dengan menggunakan rumus layne pada rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm Absorbansi pada λ 280 nm Absorbansi pada λ 260 nm Konsentrasi Fraksi protein daun mimba(mgml -1 ) 0,223 0, ,195 0, ,203 0, ,542 0, Konsentrasi 1 = [1.55 x 0.223] [0.76 x 0.245] mgml -1 x 100 = ( ) x 100 = mgml -1 Konsentrasi 2 = [1.55 x 0.195] [0.76 x 0.276] mgml -1 x 100 = ( ) x 100 = 9.25 mgml -1 Konsentrasi 3 = [1.55 x 0.203] [0.76 x 0.214] mgml -1 x 100 = ( ) x 100 = mgml -1 Konsentrasi 4 = [1.55 x 0.542] [0.76 x 0.641] mgml -1 x 100 = ( ) x 100 = mgml -1 ( sumber : Layne )

66 48 Lampiran 3. Absorbansi sel dengan metode MTT Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 30 terhadap kultur sel SiHa Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel Protein Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III IV V I II III Kontrol Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 40% terhadap kultur sel SiHa I II III IV V Ratarata Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel Protein Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III IV V I II III Kontrol I II III IV V Ratarata

67 49 Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 50% terhadap kultur sel SiHa Konsentra Fraksi Absorbansi Perlakuan dengan sel (B) Perlakuan tanpa sel (C) Protein Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III IV V I II III I II III IV V Ratarata Kontrol (A) Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 60% terhadap kultur sel SiHa Konsen trasi Fraksi Protein (µg/ml) Absorbansi Perlakuan dengan sel (B) I II III IV V Perlakuan tanpa sel (C) I II III Ratarata Ratarata Kontrol (A) I II III IV V Ratarata

68 50 Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 30% terhadap kultur sel Vero Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel Protein Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III IV V I II III Kontrol Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 40% terhadap kultur sel Vero I II III IV V Ratarata Konsentrasi Absorbansi Fraksi Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel Protein Rataratrata Rata- (µg/ml) I II III IV V I II III Kontrol I II III IV V Ratarata

69 51 Tabel XIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 50% terhadap kultur sel Vero Konsen trasi Fraksi protein (μg/ml) Perlakuan (B) I II III IV V Ratarata Perlakuan tanpa sel (C) I II III Ratarata Kontrol (A) 200 0,845 0,766 0,750 0,744 0,790 0,779 0,570 0,505 0,486 0,520 1, ,742 0,751 0,767 0,772 0,847 0,776 0,552 0,572 0,480 0,535 0, ,788 0,746 0,736 0,763 0,743 0,755 0,529 0,486 0,491 0,502 0, ,747 0,771 0,787 0,726 0,736 0,753 0,540 0,481 0,593 0,538 0,849 12,5 0,779 0,764 0,757 0,724 0,744 0,754 0,544 0,665 0,649 0,619 0,881 6,25 0,878 0,794 0,803 0,886 0,792 0,831 0,594 0,500 0,710 0,601 3,13 1,020 0,833 0,810 0,866 0,796 0,865 0,548 0,515 0,518 0,527 1,56 0,956 0,851 0,832 0,707 0,822 0,834 0,486 0,518 0,507 0,504 0,78 1,114 0,834 0,870 1,134 0,786 0,948 0,504 0,518 0,510 0,511 0,39 0,810 0,890 0,871 1,177 0,847 0,919 0,522 0,550 0,526 0,533 0,20 0,859 0,849 0,824 1,132 0,828 0,898 0,497 0,496 0,498 0,497 Rata- rata 0,920 Tabel XIV. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 60% terhadap kultur sel Vero Konsentrasi fraksi protein (μg/ml) Perlakuan (B) I II III IV V Ratarata Perlakuan tanpa sel (C) I II III Ratarata Kontrol (A) 200 0,714 0,760 0,743 0,719 0,718 0,731 0,469 0,551 0,722 0,581 1, ,778 0,769 0,767 0,751 0,694 0,752 0,435 0,707 0,698 0,613 0, ,763 0,742 0,746 0,750 0,683 0,737 0,454 0,514 0,531 0,500 0, ,770 0,739 0,713 0,717 0,702 0,728 0,458 0,478 0,529 0,488 0,900 12,5 0,800 0,798 0,765 0,683 0,704 0,750 0,447 0,466 0,548 0,487 0,860 6,25 0,799 0,745 0,786 0,846 0,721 0,779 0,463 0,458 0,562 0,494 3,13 0,830 0,869 0,806 0,949 0,697 0,830 0,483 0,503 0,604 0,530 1,56 0,862 0,834 0,881 1,218 0,745 0,908 0,472 0,504 0,579 0,518 0,78 1,109 0,870 0,915 0,987 0,813 0,939 0,491 0,525 0,604 0,540 0,39 1,118 0,870 0,818 0,855 0,856 0,903 0,540 0,563 0,609 0,571 0,20 1,086 0,864 0,886 0,948 0,788 0,914 0,490 0,510 0,584 0,528 Rata- rata 0,960

70 52 Keterangan : A = Sumuran berisi medium M199, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero tanpa perlakuan fraksi protein daun mimba. B = Sumuran berisi medium M199, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero dengan perlakuan fraksi protein daun mimba. C = Sumuran berisi medium M199, buffer natrium fosfat 5mM, dan fraksi protein daun mimba tanpa adanya sel Vero. Persen kematian sel dihitung dengan rumus: A (B C) % Kematian = x 100% A Keterangan rumus dan tabel: A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel

71 53 Lampiran 4. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel SiHa dengan metode MTT SiHa Probit 30% * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 10 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 1 cases rejected because no. responses is greater than no. subjects. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 8 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 8 P =.000 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits

72 54 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E

73 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi SiHa Probit 40%

74 56 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 11 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 7 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 9 P =.001 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

75 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E

76 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi SIHA PROBIT 50% * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 11 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done.

77 59 MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 7 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 9 P =.002 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

78 C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E E E

79 E+014 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses 1.0 Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi SIHA PROBIT 60% C

80 62 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 11 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 7 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 9 P =.000 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies

81 63 Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual C * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E

82 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

83 65 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel vero dengan metode MTT Probit vero 30% * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 11 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information

84 66 ONLY Normal Sigmoid is requested * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 9 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 9 P =.362 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

85 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E E E E E E

86 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi Probit vero 40% * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 11 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested

87 69 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 9 P =.046 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual

88 * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

89 71 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi Probit vero 50% * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 11 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 7 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.

90 72 konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 9 P =.014 Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr

91 73 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+028 Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

92 74 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi Probit Vero 60% * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * DATA Information 11 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Parameter estimates converged after 8 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.

93 75 konsentr Intercept Standard Error Intercept/S.E Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = DF = 9 P =.674 Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Observed and Expected Frequencies Prob Number of Observed Expected konsentr Subjects Responses Responses Residual * * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * * Confidence Limits for Effective konsentr

94 76 95% Confidence Limits Prob konsentr Lower Upper E E E E E E E E E E E E E E E Abbreviated Extended Name Name konsentr konsentrasi

95 77 Probit Transformed Responses Probit R Sq Linear = Log of konsentrasi Lampiran 6. Uji distribusi data sel SiHa dan sel Vero dengan Kolmogorov- Smirnov Sel Siha Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LC One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test SiHa 30% LC50 N 5 Mean.4264 Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.300 Differences Positive.300 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.670 Asymp. Sig. (2-tailed).761 a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

96 78 Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LC One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test SiHa 40% LC50 N 5 Mean.4885 Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.217 Differences Positive.217 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.484 Asymp. Sig. (2-tailed).973 a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LC One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test SiHa 50% LC50 N 5 Mean.7151 Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.327 Differences Positive.327 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.732 Asymp. Sig. (2-tailed).658 a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LC

97 79 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test SiHa 60% LC50 N 5 Mean.8210 Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.310 Differences Positive.310 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.693 Asymp. Sig. (2-tailed).723 a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Sel Vero Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LC One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Vero 30% LC50 N 5 Mean.0391 Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.364 Differences Positive.364 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.814 Asymp. Sig. (2-tailed).521 a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Descriptive Statistics LC50 N Mean Std. Deviation Minimum Maximum One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Vero 40% LC50 N 5 Normal Parameters(a,b) Mean

98 80 Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute.473 Positive.473 Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed).214 a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LC One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Vero 50% LC50 N 5 Mean.4122 Normal Parameters(a,b) Std. Deviation Most Extreme Absolute.388 Differences Positive.388 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.867 Asymp. Sig. (2-tailed).440 a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation Minimum Maximum LC One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Vero 60% LC50 N 5 Normal Parameters(a,b) Mean.1335 Std. Deviation Most Extreme Absolute.332 Differences Positive.332 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.741 Asymp. Sig. (2-tailed).642 a Test distribution is Normal.

99 81 Lampiran 7. Hasil Analisis Menggunakan Uji T-Test Sampel Independent. Equal variances assumed Fraksi 30% Equal variances not assumed Equal variances assumed Fraksi 40% Equal variances not assumed Equal variances assumed Fraksi 50% Equal variances not assumed Equal variances assumed Fraksi 60% Equal variances not assumed

100 82 Lampiran 8. Nilai r tabel dan r hitung pada sel SiHa dan sel Vero Diketahui nilai korelasi (r) pada tabel untuk taraf signifikansi 5%: r = 0,666 Nilai korelasi FP pada sel SiHa FP 30 r 2 = 0,718 r = 0,8473 r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier FP 40 r 2 = 0,760 r = 0,871 r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier FP 50 r 2 = 0,663 r = 0,814 r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier FP 60 r 2 = 0,730 r = 0,854 r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier Nilai korelasi FP pada sel Vero FP 30 r 2 = 0,801 r = 0,895 r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier FP 40 r 2 = 0,103 r = 0,321 r hitung < r tabel, sehingga kolerasinya tidak linier FP 50 r 2 = 0,497 r = 0,705 t hitung > t tabel, sehingga kolerasinya linier FP 60 r 2 = 0,854 r = 0,924 t hitung > t tabel, sehingga kolerasinya linier

101 83 Lampiran 9. Foto tanaman dan daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) Gambar 8. Foto tanaman mimba Gambar 7. Foto daun mimba Gambar 9. Foto daun mimb

102 84 Lampiran 10. foto ELISA reader, Spektrofotometer UV, dan Sentrifuge Gambar 10. Foto ELISA reader SLT 340ATC Gambar 11. Foto Spektrofotometer UV

103 85 Gambar 12. Foto Sentrifuge K PLC Series

104 86

105 87 BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama Bertha Mellina yang lahir pada tanggal 30 Januari 1985 di Temanggung, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Mardjono dan Ibu Maria Imelda Susminarti. Tahun 1990 menempuh pendidikan di TK Mardisiwi Temanggung kemudian melanjutkan ke SD Kanisius Sanjaya Sukorejo pada tahun 1991 dan lulus pada tahun Tahun 1997 sampai tahun 2000 menempuh pendidikan di SLTP Negeri 1 Sukorejo. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP, tahun 2000 melanjutkan ke SMU Pangudi Luhur Van Lith Muntilan dan lulus pada tahun Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA PKMI-2-17-1 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss.) HASIL PENGENDAPAN DENGAN AMONIUM SULFAT 30%, 60%, DAN % JENUH TERHADAP KULTUR SEL HeLa DAN SEL RAJI Robbyono, Nadia Belinda

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : -

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : - Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC Paraf Nama Sendy Junedi Adam Hermawan Muthi Ikawati Edy Meiyanto Tanggal

Lebih terperinci

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009 Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Herwandhani Putri Edy Meiyanto Tanggal 23 April 2013 PROTOKOL UJI SITOTOKSIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv HALAMAN DEKLARASI.... v KATA PENGANTAR.... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 7 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Dyaningtyas Dewi PP Rifki Febriansah Adam Hermawan Edy Meiyanto Tanggal 20

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ADI CHRISTANTO K 100 080 030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, autoklaf Hirayama,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama), autoklaf konvensional,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 2. Gambar daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) a Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia daun poguntano

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 2 Gambar tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 3 Gambar buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA Nurshalati Tahar 1, Haeria 2, Hamdana 3 Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental 4.2. Tempat Penelitian 1. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ITSNA FAJARWATI K100 100 031 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, terhitung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan prosedur analisa besi, baik secara kualitatif maupun. kuantitatif, maka yang menjadi kerangka konsep adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan prosedur analisa besi, baik secara kualitatif maupun. kuantitatif, maka yang menjadi kerangka konsep adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Berdasarkan prosedur analisa besi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, maka yang menjadi kerangka konsep adalah: Variabel bebas Variabel terikat Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 nomor : -03-002-01 Tanggal : Mengganti nomor : -02-002-00 Tanggal : 26 Februari 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto Lampiran 2. Pembuatan Media dan Reagen 2.1 Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) dalam 1000 ml (Amelia, 2005) a. 20 gram susu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : peralatan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: YENNIE RIMBAWAN PUJAYANTHI K 100 080 203 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201400 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa SKRIPSI OLEH : ALIA EVANINGRUM K 100030168 FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, 2010). Data WHO menunjukkan terdapat sekitar 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN KULIT BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI Oleh : NISWATUN NURUL FAUZI K100130178

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel hepar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTB- PTB-BPPT)-Serpong.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

Kata Kunci : Fraksi-fraksi ekstrak Buah Merah, sel T47D

Kata Kunci : Fraksi-fraksi ekstrak Buah Merah, sel T47D ABSTRAK UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI-FRAKSI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP KARSINOMA MAMMAE DALAM KULTUR SEL T47D Endry, 2008; Pembimbing : Hana Ratnawati, dr., MKes. Buah Merah telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Spektrofotometer UV-visibel (Genesys 10), cawan conway dengan penutupnya, pipet ukur, termometer, neraca analitik elektrik C-200D (Inaba Susakusho),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : RIZA RIDHO DWI SULISTYO K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2007

SKRIPSI. Oleh : RIZA RIDHO DWI SULISTYO K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2007 AKTIVITAS ANTIPLASMODIUM FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK METANOL KULIT BATANG MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) TERHADAP Plasmodium falciparum SECARA In Vitro DAN PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPISNYA SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 perlakuan, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari 2015, dengan tahapan kegiatan pengambilan sampel kulit udang di P.T Lola Mina,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP 10, FP 20, FP 30, DAN FP 40 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi fosfor dalam media kultur

Lebih terperinci

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) FP 20, FP 40, FP 60, dan FP 80 TERHADAP KULTUR SEL HeLa SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lay out penelitian I

Lampiran 1 Lay out penelitian I LAMPIRAN 65 Lampiran 1 Lay out penelitian I 66 Lampiran 2 B. humidicola tanpa N (A), B. humidicola dengann (B), P. notatum tanpa N (C), P. notatum dengan N (D), A. compressus tanpa N (E), A.compressus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang peran pemberian vitamin E dalam media DMEM terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

Lebih terperinci

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Str Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Isolat Bakteri Asam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L) terhadap kultur primer sel otak baby hamster yang dipapar dengan dimetilbenz(α)antrase

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci