Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)"

Transkripsi

1 1 Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Novelina MS Hutapea Dosen DPK Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang harus dihapuskan. Korban kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah perempuan yang dalam kenyataannya belum banyak yang mengetahuinya bagaimana cara mengatasi dan jalan keluar yang terbaik untuk mendapatkan perlindungan ketika ia mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah menjamin perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban kekerasan. Akan tetapi dilatar belakangi oleh beberapa faktor penyebabnya sampai saat ini kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan ternyata masih lebih banyak yang belum terungkap daripada yang sudah diselesaikan melalui jalur hukum. Kata Kunci : Kekerasan, Rumah Tangga Pendahuluan Di zaman modern sekarang ini, saat banyak kaum khususnya perempuan memperjuangkan kesetaraan haknya dengan kaum laki-laki, ternyata tetap masih banyak pula yang beranggapan bahwa perempuan tetap berada pada sisi tak berdaya dan harus tunduk pada kemauan kaum laki-laki. Perempuan tercipta hanya untuk menemani laki-laki dan hanya menjadi perhiasan sangkar madu. Pendapat seperti itu masih banyak melekat pada sebahagian orang yang masih belum dapat menghargai hak-hak perempuan. Dengan demikian posisi perempuan cenderung berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan laki-laki. Posisi seperti inilah juga yang dianggap sebagai salah satu faktor korelatif kriminogen terjadinya kekerasan terhadap kaum perempuan dari dahulu sampai saat ini. Kekerasan yang dialami perempuan dapat menimpa siapa saja, baik perempuan biasa yang hanya menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, wanita karier ataupun para selebritis. Siapapun kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga tersebut yang jelas adalah mereka sangat tersiksa dan terabaikan hak-haknya. Ironisnya adalah banyak dari perempuan korban kekerasan itu bahkan tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya pasrah menerima perlakuan yang jelas sangat melukai harga dirinya sebagai perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang banyak terjadi di dalam keluarga memang bagaikan fenomena gunung es. Kejadian yang terungkap kepada publik sampai penyelesaian dengan jalur hukum jauh

2 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 lebih sedikit dari pada kejadian yang sebenarnya terjadi. Hal ini memberikan suatu gambaran bahwa banyak kaum perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tidak berani mengungkapkannya untuk mendapatkan perhatian dan dukungan selanjutnya agar pelaku kekerasan terhadap dirinya dapat dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia Perlindungan bagi kaum perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya sudah diakomodasi di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, namun keluarnya undang-undang tersebut ternyata belum dapat membangkitkan kesadaran kaum perempuan untuk melaporkan dan mengungkapkan kekerasan yang dialaminya kepada masyarakat apalagi kepada aparat penegak hukum. Demikian juga masyarakat yang mengetahui terjadinya tindak kekerasan yang dialami perempuan di lingkungannya juga masih lebih banyak belum berani melaporkannya kepada aparat penegak hukum dengan berbagai pertimbangan atau alasan. Metode Penelitian Suatu metode penelitian ilmiah yang lengkap selalu membutuhkan data primer maupun data sekunder. Dalam upaya mengumpulan data primer dan data sekunder untuk penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif untuk mencari dan mengumpulkan data sekunder (yaitu dengan membaca buku-buku literature, perundangundangan dan artikel dalam koran yang mempunyai relevansi dengan judul dan rumusan masalah yang akan dibahas. Data dari sumber yang diperoleh dijadikan sebagai pedoman teoritis dalam penulisan ini. Disamping itu digunakan pula metode penelitian hukum sosiologis (imperis) dengan menggunakan metode ini, data primer yang dibutuhkan diperoleh dengan cara terjun langsung ke lapangan yaitu ke Polres Simalungun untuk mengetahui kasus-kasus dalam kaitannya dengan perempuan sebagai korban kekerasan rumah tangga dan juga mengadakan wawancara dengan penyidik di instansi tersebut. Rumusan Masalah Pembahasan a. Apa faktor sosiologis yang menyebabkan sulitnya mengungkapkan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan? b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga? c. Bagaimana upaya pencegahan/penanggulangan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan? a. Faktor-faktor Sosiologis Sulitnya Mengungkapkan Kekerasan dalam Rumah Tangga Keluarga/rumah tangga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia. Dalam keluarga, manusia belajar untuk mulai berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu umumnya orang banyak menghabiskan waktunya dalam

3 3 Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea lingkungan keluarga. Sekalipun keluarga merupakan lembaga sosial yang ideal guna menumbuh kembangkan potensi yang ada pada setiap individu, dalam kenyataannya keluarga sering kali menjadi wadah bagi munculnya berbagai kasus penyimpangan atau aktivitas ilegal lain sehingga menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan, yang dilakukan oleh anggota keluarga satu terhadap anggota keluarga lainnya, seperti penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan. Situasi inilah yang lazim disebut dengan istilah kekerasan dalam rumah tangga. Perkembangan dewasa ini mewujudkan bahwa tindakan kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga banyak terjadi dan terutama menimpa kaum perempuan. Beberapa mass media kerap kali memberitakan masalah kekerasan dalam rumah tangga, antara lain seperti yang diberitakan di Harian Sinar Indonesia Baru : Nazwita semakin sering mendapat teror setelah melaporkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suaminya, Jaksa Senior Puji Raharjo rumahnya diancam digranat. Mengantisipasi hal-hal tang tidak diinginkan Nazwita pun akan diungsikan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Berita itu hanyalah salah satu kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam masyarakat, akan tetapi bukan berarti tidak ada lagi kejahatan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam masyarakat. Polisi sebagai penyidik dapat mengetahui terjadinya suatu tindak pidana sebagaimana halnya dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah dari : 1. Laporan atau pengaduan; 2. Tertangkap tangan. 3. Diketahui sendiri oleh polisi/penyidik. Jika ketiga hal itu tidak terjadi, maka polisi sebagai penyidik tidak akan mengetahui bahwa telah terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dengan demikian angka-angka kejahatan yang dapat dilihat pada statistik kriminal di kantor polisi hanyalah merupakan angka-angka tentang penjahatpenjahat yang tertangkap ataupun tentang kejahatan-kejahatan yang dilaporkan saja. Sedangkan kenyataan dari kejahatan yang sebenarnya terjadi bukanlah ditandai hanya dari mereka yang tertangkap itu saja. Masih banyak penjahat yang tidak tertangkap termasuk pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Tidak dilaporkannya kasus tersebut menyebabkan tindak kekerasan itu tidak tercakup dalam angka-angka yang dapat dilihat atau tercatat pada kantor kepolisian. Banyaknya kejahatan-kejahatan yang tidak dilaporkan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mungkin sekali berbeda secara kasuistis. Begitu pula dalam masyarakat yang lebih luas akan selalu saja terdapat dunkel ziffers dari kejahatan. Dunkel ziffers berarti angka gelap. Banyak kejahatan-kejahatan yang tidak diketahui oleh aparat penegak hukum baik polisi atau badan-badan peradilan sehingga tidak dapat diusut dan menjerat pelakunya sesuai dengan hukum yang berlaku.

4 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 Dalam konteksnya dengan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana telah dijelaskan bahwa sangat sedikit kasus ini yang dilaporkan kepada aparat kepolisian. Kasus yang belum terungkap malah jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus yang tidak terungkap. Kekerasan dalam rumah tangga memang sudah lama menjadi fenomena yang menarik banyak perhatian para pengamat kekerasan, akademisi maupun praktisi hukum. Pada umumnya kaum perempuan yang mengalami kekerasan ini tidak mau atau tidak berani melaporkan kekerasan yang dialaminya baik kepada publik maupun kepada aparat penegak hukum untuk mendapatkan perlindungan, perhatian atau dukungan. Ketika ada keinginan dari perempuan yang bersangkutan untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya, masalah lain mungkin timbul yaitu ketidaktahuannya tentang cara bagaimana dan jalur apa yang harus ditempuh. Ketakutan yang dialami oleh perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga ini sebahagian besar adalah disebabkan oleh faktor sosiologis yaitu budaya kita yang paternalistik. Budaya paternalistik mengganggap bahwa suami adalah penguasa yang berhak penuh atau kepala rumah tangga atas istri dan anak-anaknya. Suami tidak boleh dibantah oleh istri maupun anak-anaknya dan harus mematuhi semua peraturan yang dibuatnya. Jadi budaya paternalistik menganut paham bahwa hak laki-laki tidak sama dengan hak perempuan. Dengan perkatan lain hak lakilaki lebih diutamakan dari hak perempuan. Dengan paham ini timbulah ketergantungan anggota keluarga kepada kepala keluarga (suami) sebagai pencari nafkah bagi kebutuhan keluarga. Budaya paternalistik yang lebih mengutamakan kepentingan kaum laki-laki termasuk melembagakan kekerasan yang dilakukannya kepada perempuan sudah lama berurat berakar di dalam masyarakat, sehingga sangat sulit untuk dihilangkan. Budaya ini menyebabkan masih banyak perempuan di Indonesia sangat takut pada suaminya dan menerima begitu saja kekerasan demi kekerasan yang dilakukan suami terhadap dirinya. Akibatnya bukan hanya kekerasan fisik saja yang terjadi tetapi perempuan juga menerima kekerasan psikis yang sebenarnya justru membuat perempuan yang mengalaminya jauh lebih menderita dari pada mengalami kekerasan fisik. Di dalam budaya Indonesia lazim ditekankan bahwa istri harus menurut kepada suami, seperti halnya anak harus selalu menurut kepada orang tua atau orang yang lebih tua daripada mereka. Ketika hal itu tidak terpenuhi, aksi kekerasanlah yang menjadi pelampiasannya, seperti memukul, mencubit atau menjewer (anak). Selain faktor budaya, dianggap pula bahwa kekerasan dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup yang relatif tertutup ( bersifat pribadi) dan terjaga ketat privacy nya, sebab persoalannya terjadi di dalam area rumah tangga. Jika urusan yang

5 5 Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea dianggap sangat pribadi ini terungkap ke permukaan, dalam kenyataannya masyarakat juga masih lebih cenderung menyalahkan kaum perempuan dari pada kaum laki-laki (suami). Pada umumnya masyarakat masih memiliki anggapan bahwa kekerasan yang dialami oleh perempuan adalah hal yang wajar karena suami berhak penuh atas istrinya. Ada pula anggapan bahwa jika seorang perempuan (istri) mengalami kekerasan dari suaminya berarti si istri adalah perempuan yang tidak baik dan tidak bisa mengurus rumah tangganya dengan layak. Dalam upaya menghindari ungkapanungkapan yang sedemikian perempuan merasa malu jika menyampaikan persoalan kekerasan rumah tangga yang dialaminya kepada siapapun juga dan memilih lebih baik diam daripada harus menanggung malu. Persoalan rumah tangga dianggap sebagai aib yang harus ditutup rapat-rapat dan tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dipihak lain, yaitu masyarakat merasa bahwa urusan rumah tangga adalah urusan intern keluarga yang bersangkutan dan tidak layak dicampuri oleh orang lain. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dianggap oleh masyarakat sebagai urusan pribadi yang harus diselesaikan oleh suami istri yang bersangkutan. Faktor lainnya adalah menyangkut kurang percayanya masyarakat kepada sistem hukum Indonesia sehingga mereka tidak memiliki pegangan atau kepastian bahwa mereka akan berhasil keluar dari cengkeraman si pelaku. Sebelum lahirnya undang-undang mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga, ada banyak laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan dengan alasan pelaku dan korban pelapor tinggal seatap sehingga hanya dianggap sebagai perselisihan atau percekcokan rumah tangga biasa. Menurut Harkristuti Harkrisnowo, adanya non reporting of crime dalam kasus tindak kekerasan merupakan suatu fenomena universal, yang dijumpai juga di negara-negara lain. Adanya non reporting ini disebabkan beberapa hal, seperti berikut : 1. Si korban malu karena peristiwa ini telah mencemarkan dirinya, baik secara fisik, psikologis maupun sosiologis. 2. Si korban merasa berkewajiban melindungi nama baik keluarganya, terutama jika pelaku adalah anggota keluarga sendiri. 3. Si korban merasa bahwa proses peradilan pidana terhadap kasus ini belum tentu dapat membuat dipidananya pelaku. 4. Si korban khawatir bahwa diprosesnya kasus ini akan membawa cemar yang lebih tinggi lagi pada dirinya (misalnya melalui publikasi media massa, atau cara pemeriksaan aparat hukum yang dirasanya membuat makin terluka). 5. Si korban khawatir akan retaliasi atau pembalasan dari pelaku (terutama jika pelaku adalah orang yang dekat dengan dirinya).

6 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@ Lokasi kantor polisi yangjauh dari tempat tinggal korban, membuatnya enggan melapor. 7. Keyakinan korban bahwa walaupun ia melapor ia tidak akan mendapat perlindungan khusus dari penegak hukum. 8. Ketidaktahuan korban bahwa yang dilakukan terhadap dirinya merupakan suatu bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Faktor-faktor sebagaimana telah diuraikan di atas menyebabkan sulitnya mengungkapkan kekerasan dalam rumah tangga. Pemerintah melalui upaya penegakan hukum sangat sulit masuk ke dalam institusi budaya sebagaimana telah dijelaskan dan hanya bisa mampu memasuki masalah ini jika ada laporan yang secara aktif diberikan oleh warga masyarakat yang mengalaminya. Tanpa adanya laporan yang diberikan oleh masyarakat, maka kasus-kasus kekerasan dalam ramah tangga tidak dapat terungkap. b. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004, perempuan yang menjadi korban kekerasan rumah tangga, pelaku atau bahkan masyarakata masih menganggap bahwa kekerasan yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya (perempuan) bukanlah merupakan suatu hal yang pantas untuk diperbincangkan. Masalah itu adalah masalah pribadi rumah tangga yang bersangkutan, harus diselesaikan secara pribadi, tidak perlu campur tangan pihak manapun apalagi sampai diajukan ke proses sidang pengadilan. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga yang diundangkan pada tanggal 22 September tahun 2004, mulailah muncul kesadaran dari korban untuk untuk melaporkan ke pihak berwajib apabila terjadi aksi kekerasan dalam rumah tangga. Menurut Pasal 1 angka 3 Undangundang Nomor 23 Tahun 2004 tersebut yang dimaksud dengan korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam rumah tangga. Korban menurut undang-undang ini adalah socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban. Korban kekerasan dalam rumah tangga akan mengalami penderitaan/kerugian yang sangat beragam, seperti materiil, fisik maupun psikis, sehingga perlindungan yang diberikan kepada korban pun harus beragam pula. Tidak sedikit korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami penderitaan secara beruntun pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu untuk mengurangi beban penderitaan yang dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga, undang-undang memberikan hak kepada korban kekerasan dalam rumah tangga untuk mendapatkan:

7 7 Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea 1. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; 2. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; 3. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; 4. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan: 5. pelayanan bimbingan rohani. Di dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 diatur bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upayaupaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: 1. mencegah berlangsungnya tindak pidana; 2. memberikan perlindungan kepada korban; 3. memberikan pertolongan darurat; 4. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 juga mengatur tentang perlindungan sementara, yaitu perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan /atau lembaga sosial, atau pihak lain sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Perlindungan sementara sangat penting untuk segera diberikan kepada korban karena jika korban harus menunggu turunnya penetapan pengadilan yang berisikan perintah perlindungan, dikhawatirkan prosesnya lama sementara korban membutuhkan perlindungan dalam waktu relatif cepat. Perlindungan sementara wajib segera diberikan oleh kepolisian kepada korban dalam waktu 1 x 24 jam. Terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan terjadinya kekerasan ini diberikan kepada korban paling lama tujuh hari sejak korban diterima atau ditangani. Agar perlindungan sementara ini dapat segera dinaikkan statusnya menjadi perlindungan, maka dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak pemberian perlindungan sementara, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Apabila korban kekerasan dalam rumah tangga memperoleh perlindungan dalam bentuk pelayanan kesehatan, berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tenaga kesehatan harus : 1. memeriksa kesehatan korban, sesuai dengan standar profesinya; 2. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaanterhadap korban dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian, atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

8 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 Pengahpusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, pekerja sosial yang akan memberikan pelayanan kepada korban diharuskan untuk : 1. melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; 2. memberikan informasi mengenai hakhak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; 3. mengantarkan korban ke rumah yang aman atau tempat tinggal alternatif; dan 4. melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisiaan, dinas sosial, lambaga sosial yang dibutuhkan korban. Untuk pelayanan yang sifatnya rohani, berdasarkan Pasal 24 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pembimbing rohani diharuskan untuk memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban dn memberikan penguatan iman dan takwa kepada korban. Khusus untuk upaya pemulihan korban, pelayanan yang diberikan dapat diperoleh dari tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping; dan/atau pembimbing rohani. Pemberitahuan perihal perkembangan kasus yang sedang ditangani oleh kepolisian kepada korban atau keluarganya berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, juga merupakan wujud dari pemberian perlindungan kepada korban, sekalipun sering kali tindakan ini oleh korban dianggap hanya suatu pelayanan rutin dari pihak kepolisian. Langkah ini penting untuk dilakukan guna menghindarkan adanya upaya dari pihakpihak tertentu yang berusaha untuk menghentikan proses pemeriksaan tanpa alasan yang jelas. Bahkan, apabila pelaku tindak pidana karena alasan-alasan tertentu ditangguhkan penahanannya, upaya pemberitahuan kepada korban atau keluarganya mengenai adanya penangguhan penahanan sangat penting untuk dilakukan, salah satunya untuk menjamin keamanan dari korban itu sendiri. c. Upaya Pencegahan/ Penanggulangan Kejahatan Kekerasaan Dalam Rumah Tangga Dalam mengupayakan pencegahan/ penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga terlebih dahulu harus dicari faktorfaktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga agar dapat dicari jalan keluarnya untuk mencegah/ menanggulanginya. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan alam rumah tangga tidak selalu sama untuk setiap kasus yang terjadi. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang dapat dikemukakan dalam penulisan ini, yaitu: 1. Faktor ekonomi. Status sosial ekonomi keluarga dari status lemah cenderung untuk mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini yang sering menjadi

9 9 Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea pemicu dari timbulnya permasalahan dalam rumah tangga yang menyebabkan terjadinya kekerasan atau penganiayaan dalam rumah tangga. Apabila salah satu pasangan (suami/istri) berasal dari ekonomi yang baik atau mapan, misalkan si suami berasala dari ekonomi yang baik (kelas atas) sedangkan si istri berasal dari ekonomi kurang mampu, maka suami sering menggunakan kekuasaan (harta) yang dimilikinya untuk menguasai pasangannya dengan dalil bahwa ia yang mencukupi atau memenuhi semua biaya kebutuhan hidup istri dan keluarganya sehingga dengan demikian dia bertindak sewenang-wenang terhadap istri maupun keluarga pihak istrinya. 2. Faktor psikologis. Kekerasan dalam rumah tangga sangat bergantung pada kecederungan pasangan suami yang tidak bekerja sama sekali atau kerja paruh waktu. Selain itu, adanya krisis ekonomi yang menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi si suami sehingga suami tidak bekerja lagi mengakibatkan timbulnya stress karena sumber pencarian dari suami tidak ada, apalagi diikuti dengan sikap suami (kebiasaannya) yang sering berjudi atau banyak utang membuatnya sang suami mudah marah tanpa sebab hingga melakukan penganiayaan terhadap orang-orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Faktor psikologis ini juga dapat disebabkan adanya kelainan mental dari seorang suami yang memang sudah dibawa ke dalam perkawinan. Kelainan mental/jiwa ini menyebabkan suami mudah melakukan kekerasan terhadap istrinya bahkan sering kali tanpa disadarinya. Kelainan mental/jiwa ini dapat dialaminya akibat adanya pengalaman-pengalaman traumatik yang dialami suami sejak kecil. Misalnya suami ketika masih anak-anak sering mengalami penyiksaan dari orang tuanya. Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab tersebut, maka secara kasuistis tentang permasalahan tersebut dapat dicari upaya penanggulangannya oleh masing-masing pasangan suami istri agar tindak kekerasan itu jangan sampai terjadi lagi secara berlarut-larut sehingga membawa penderitaan yang semakin dalam bagi perempuan (istri). Upaya itu dapat dilakukan misalnya dengan penuh kesadaran antara suami dan istri pergi ke lembaga konseling khusus perkawinan ataupun melakukan pengobatan secara psikologis, jika suami sering melakukan kekerasan terhadap perempuan sebagai istrinya diakibatkan adanya gangguan mental yang serius. Pemerintah perlu pula mengadakan sosialisasi tentang Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 kepada masyarakat agar masyarakat menyadari bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah suatu tindak pidana yang

10 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 diancam dengan sanksi pidana di dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia. Hal itu akan menjadi upaya preventif (pencegahan) terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Selain dari upaya-upaya yang telah diuraikan di atas harus diingat bahwa penanggulangan kekerasan terhadap kaum perempuan tidak terlepas dari kecukupan sumber daya manusia yang menangani permasalahan itu. Sumber daya manusia ini sangat mempengaruhi kualitas pemberian perlindungan hukum terhadap korban kejahatan.dalam kenyataanya sumber daya manusia ini memang masih sangat kurang. Sebagai contoh di lingkungan institusi kepolisian, terdapat kesenjangan yang sangat lebar antara aparat kepolisian dengan masyarakat. Hal ini berdampak pula pada kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat kepolisian kepada korban, apalagi jumlah personil ini dikaitkan dengan jumlah (kuantitas) personil polisi wanita. Kurangnya personil polisi wanita di Polres Simalungun juga menjadi masalah dalam hal ini. Kekuatan Polwan apabila dibandingkan dengan kebutuhan tugas Kepolisian di Kabupaten Simalungun, baik di bidang operasional maupun pengembangan relatif masih dirasakan kurang, khususnya dalam rangka penugasan-penugasan yang memerlukan pendekatan secara kejiwaan/sosio psikologis. Oleh karena itu salah satu upaya yang ditempuh untuk mengatasi kendala ini adalah dengan mengirimkan anggota polisi wanita untuk ikut terlibat dalam berbagai bentuk pelatihan atau keterampilan berkaitan dengan masalahmasalah keluarga/rumah tangga, seperti pelatihan tentang pemberdayaan perempuan, psikologi perkembangan anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagainya. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan 1. Faktor budaya paternalistik yang lebih mengedepankan kepentingan laki-laki, ketidaktahuan korban terhadap jalur yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan kekerasan dalam rumah tangga dan pendapat masyarakat bahwa kekerasan yang dialami oleh perempuan adalah kekerasan internal rumah tangga seseorang, menjadi faktor sosiologis yang menyebabkan sulitnya mengungkapkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. 2. Perlindungan bagi kaum perempuan terhadap kekerasan dalam rumah tangga sudah diakomodasikan di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun Masih sangat dibutuhkan sosialisasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 agar kaum perempuan dapat memahami hak-haknya dan me-

11 11 Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea ngetahui upaya yang harus ditempuh jika mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Demikian pula aparat penegak hukum harus memiliki empati yang tinggi dalam menangani kasuskasus kekerasan dalam rumah tangga, sehingga kaum perempuan terlindungi hak-haknya. b. Saran 1. Agar di setiap resort kepolisan diadakan polisi wanita yang mempunyai kualifikasi pendidikan dokter, psikiater/psikolog yang sekaligus juga telah dibekali dengan pelatihan atau ketrampilan berkaitan dengan masalah-masalah keluarga dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. 2. Agar setiap pasangan suami istri mencegah perkawinan dini sebab hal itu dapat menjadi peluang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan kedua pasangan suami istri belum mempunyai kematangan dalam pembentukan rumah tangga dan penyelesaian masalah yang timbul di dalamnya. 3. Agar segera dibentuk suatu lembaga yang secara khusus menangani masalah pemberian kompensasi/ ganti rugi atas penderitaan yang dialami bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Daftar Pustaka Elmina Aroma Martha., Perempuan, Kekerasan Dan Hukum, Ull Press, Jogjakarta, Nurhayati Elli., Panduan Untuk Pendamping Korban Kekerasan, Rifka Annisa, Jogjakarta, Nawawi Barda Arief., Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penaggulangan Kejahatan, Pt. Aditya Bakti, Bakti, Bandung, Sadily Hassan., Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, Santoso Topo dan Achiami Eva Ulfa., Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Harian Sinar Indonesia Baru, Rabu, 24 Juni Catatan : Tulisan ini telah dipublikasi pada Jurnal Habonaron Do Bona; Edisi 1. Maret ISSN :

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga 1 Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga Novelina MS Hutapea Dosen Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Dalam upaya penghapusan kekerasan

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Masalah kekerasan dalam rumah tangga pertama kali dibahas dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Tindak kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA AMELIA FEBRIANA / D

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA AMELIA FEBRIANA / D IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA AMELIA FEBRIANA / D 101 08 369 ABSTRAK Tulisan ini berjudul Implementasi Perlindungan Saksi dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN KAJIAN YURIDIS PP NO 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Heni Hendrawati 1, Agna Susila 2 * 12 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang *henihendrawati@ummgl.ac.id

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. Oleh: Arum Yuana NIM

RINGKASAN SKRIPSI. Oleh: Arum Yuana NIM PERANAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK KEPOLISIAN RESORT KOTA YOGYAKARTA (UNIT PPA POLRESTA YOGYAKARTA) DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA RINGKASAN SKRIPSI Oleh: Arum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemerkosaan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan, utamanya terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak 1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai berikut: 1. Peranan dari advokat dalam memberikan perlindungan hukum selama proses penyidikan di Kepolisian sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang dalam perkawinannya menginginkan agar dapat membangun keluarga yang harmonis, damai dan bahagia karena saling mencintai. Sebuah keluarga yang harmonis menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK salinan NOMOR 8 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik 1 Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Penyidikan suatu tindak pidana adalah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang 1 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Novelina MS Hutapea Dosen Fakultas Hukum USI Ringkasan Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat mulia, berakal budi, berakhal dan bermartabat. Oleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 Emy Rosna Wati Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jl. Raya Gelam nomor 250 Candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga dibandingkan dengan di tempat bekerja. Dapatlah diibaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga dibandingkan dengan di tempat bekerja. Dapatlah diibaratkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan pranata sosial yang sangat penting artinya bagi kehidupan sosial. Betapa tidak para warga masyarakat paling banyak menghabiskan waktunya dalam keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi, pelecehan,

Lebih terperinci

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Penyusun: Justice for the Poor Project Desain Cover: Rachman SAGA Foto: Luthfi Ashari Jakarta Juli 2005 Pengantar - 1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bentuk kekerasan yang ada justru dekat dan berada di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJASAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJASAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJASAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan dapat menimpa siapa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.790, 2014 BNPT. Perkaran Tindak Pidana Terorisme. Perlindungan. Saksi. Penyidik. Penuntut Umum. Hakim dan Keluarganya. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan bukan merupakan hal yang baru lagi, pemikiran masyarakat kebanyakan selama ini adalah kekerasan hanya terjadi pada golongangolongan berpendidikan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 8 TAHUN 215 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali terjadi ketidakharmonisan, pertentangan dan perbedaan pendapat yang sering berujung pada kekerasan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.15,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Perlindungan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan komunitas terkecil dari suatu masyarakat. Rumah tangga yang bahagia, aman, dan tentram menjadi dambaan setiap orang. Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci