RINGKASAN SKRIPSI. Oleh: Arum Yuana NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN SKRIPSI. Oleh: Arum Yuana NIM"

Transkripsi

1 PERANAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK KEPOLISIAN RESORT KOTA YOGYAKARTA (UNIT PPA POLRESTA YOGYAKARTA) DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA RINGKASAN SKRIPSI Oleh: Arum Yuana NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

2

3 PERANAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK KEPOLISIAN RESORT KOTA YOGYAKARTA (UNIT PPA POLRESTA YOGYAKARTA) DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Arum Yuana dan Puji Wulandari Kuncorowati, M. Kn. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban KDRT dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban KDRT. Selain itu juga untuk mendeskripsikan upaya Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam mengatasi kendala perlindungan perempuan korban KDRT. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive. Subjek penelitian ini adalah Kepala Unit PPA dan 3 (tiga) orang anggota Unit PPA Polresta Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara dan dokumentasi. Uji keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik crosscheck. Analisis data dilakukan melalui tahap reduksi data, kategorisasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) peranan Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban KDRT dilakukan secara preventif dan represif. Perlindungan secara preventif dilakukan dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi. Sedangkan perlindungan secara represif dilakukan dengan memantau kondisi kesehatan korban dan meminta visum et repertum, melaksanakan pemberian konseling, menempatkan korban di rumah aman (shelter), memberitahukan perkembangan penanganan kasus kepada korban sebagai pelapor, serta menjamin keamanan dan keselamatan korban yang mencabut aduannya. 2) Kendala yang dihadapi Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban KDRT meliputi tidak adanya peraturan pelaksana terkait perintah perlindungan, keterbatasan dana, hasil visum et repertum keluarnya lama, keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan sarana prasarana, dan terdapat korban KDRT yang enggan dirujuk ke rumah aman. 3) Upaya yang dilakukan Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam mengatasi kendala tersebut adalah melaksanakan perlindungan sesuai Pasal 17 UU PKDRT dan Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008, menggunakan uang pribadi untuk membayar biaya visum et repertum, selalu berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, bekerja sama dengan lembaga FPK2PA DIY agar bersedia mengirimkan tenaga psikolog, mengikuti pendidikan pengembangan spesialis polwan PPA, bekerja sama dengan lembaga FPK2PA DIY yang menyediakan shelter, dan memberikan pengertian mengenai hak-hak korban. Kata kunci: Unit PPA, perlindungan, korban, kekerasan dalam rumah tangga 1

4 I. PENDAHULUAN Terwujudnya keharmonisan dan keutuhan rumah tangga sangat tergantung pada kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan keharmonisan rumah tangga dapat terganggu apabila kualitas perilaku dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol. Akibat buruk yang bisa timbul dari ketidakmampunan mengontrol dan mengendalikan diri adalah munculnya perilaku negatif berupa amarah dan pertengkaran yang dapat berujung pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Selama ini perempuan (istri) lah yang seringkali harus menanggung penderitaan akibat kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Mannheim (Aroma Elmina Martha, 2012: 52-53) yang memberikan istilah latent victim pada perempuan yang cenderung lebih sering menjadi korban kekerasan daripada laki-laki. Latent victim adalah mereka yang cenderung menjadi korban daripada orang lain, seperti anak-anak dan perempuan. Pada kenyataannya masih ada perempuan korban KDRT yang berusaha menyembunyikan masalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya karena merasa malu pada lingkungan sosial dan tidak ingin dianggap gagal dalam berumah tangga. Pola pikir yang menganggap bahwa apa yang terjadi dalam keluarga, sekalipun itu perbuatan kekerasan, sepenuhnya merupakan permasalahan rumah tangga pribadi seringkali menjadikan korban enggan mengadukan kekerasan yang telah menimpanya (Rena Yulia, 2013: 4). Korban merasa tabu dan beranggapan akan membuka aib keluarga sendiri terutama terhadap kasus yang berhubungan dengan kekerasan seksual. Terlebih lagi ada pemikiran bahwa apabila melaporkan kasusnya ke kepolisian, pelapor dapat menjadi korban ganda yang berarti korban harus selalu mengulang-ulang perbuatan yang tidak mengenakkan yang pernah menimpa dirinya, dimulai di Kepolisian sampai dengan di sidang pengadilan sehingga cenderung akan menambah penderitaan/tekanan pada korban (Moerti Hadiati Soeroso, 2011: 133). Dikeluarkannya UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT (UU PKDRT) diharapkan dapat menjadi dasar dalam penindakan, pencegahan sekaligus 2

5 memberikan perlindungan kepada korban KDRT tanpa mengurangi keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Dalam hal penindakan tindak KDRT, kepolisian menjadi garda terdepan untuk menangani kasus KDRT, yakni melaksanakan penegakan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Meskipun telah dilakukan upaya pencegahan maupun penindakan kasus KDRT oleh polisi, tetapi faktanya tindak KDRT di Indonesia masih terus terjadi sehingga mengakibatkan perempuan mengalami penderitaan baik secara fisik maupun psikis. Misalnya saja di wilayah hukum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terjadinya permasalahan rumah tangga yang berujung pada kekerasan cenderung mengalami peningkatan. Hal ini didukung dengan data Dit Reskrim Polda DIY dan Polres/Polresta Jajarannya yang mencatat jumlah kasus KDRT yang dilaporkan pada tahun 2012 sampai Pada tahun 2012 terdapat 88 laporan selesai 73 kasus, tahun 2013 sedikit meningkat menjadi 114 laporan selesai 74 kasus, tahun 2014 jumlah meningkat menjadi 166 laporan dan yang selesai 130 kasus, tahun 2015 sedikit menurun menjadi 162 laporan dan yang selesai 96 kasus, selanjutnya tahun 2016 kembali meningkat menjadi 180 kasus dan yang selesai 110 kasus (Sekar Langit, 2017, diakses dari pada tanggal 8 Mei 2017). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah kasus KDRT yang ditangani kepolisian di Provinsi DIY cukup tinggi dan setiap tahunnya cenderung mengalami kenaikan. Kemudian dari 710 laporan kasus KDRT yang terjadi di tahun 2012 sampai 2016, ada 227 kasus yang belum selesai sehingga dapat diartikan bahwa penyelesaian kasus KDRT di Polda DIY maupun jajarannya menghadapi kendala atau hambatan dalam penyelesaiannya. Hasil penelitian tentang hambatan penanggulangan KDRT yang dilakukan oleh Wahyu Sri Handayani (2013) di wilayah Polres Klaten maupun penelitian oleh Ardian (2013) di Polda DIY adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya penghapusan KDRT, serta korban merasa malu diketahui tetangga dan takut kepada suami apabila melaporkan kekerasan yang 3

6 dialaminya ke kepolisian. Hasil penelitian tersebut semakin memperkuat anggapan bahwa KDRT bagaikan fenomena gunung es di mana kasus KDRT yang terungkap hanya sebagian atau di permukaannya saja. Realitanya sebagian perempuan yang menjadi korban kekerasan masih enggan untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya. Hal tersebut dapat pula berarti bahwa terdapat korban KDRT yang belum terlindungi meskipun sudah ada UU Penghapusan KDRT. Pemberian perlindungan yang juga merupakan bagian dari tugas pokok polisi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002, yaitu memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Terkait perlindungan terhadap korban KDRT oleh polisi ditegaskan dalam Pasal 10 huruf a UU Penghapusan KDRT menyatakan bahwa korban berhak mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Perlindungan terhadap korban KDRT dilaksanakan oleh polisi bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) yang dibentuk berdasarkan Perkapolri Nomor 10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA). Kemudian pelaksanannya juga mengacu pada Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus yang menyebutkan tugas Unit PPA dalam memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak korban tindak pidana. Sebagai salah satu wilayah di Provinsi DIY, Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit dibanding Kabupaten lainnya, yakni sebanyak jiwa pada akhir Desember tahun 2016 (kependudukan.jogjaprov.go.id). Walaupun jumlah penduduknya paling sedikit, tetapi tindak pidana di Kota Yogyakarta masih banyak terjadi, termasuk tindak KDRT. Sementara itu dalam Perkapolri Nomor 23 Tahun 2010 disebutkan bahwa jumlah personil polisi untuk daerah dengan status Kota lebih banyak daripada Kabupaten. Hal tersebut dapat berarti bahwa penanganan kasus KDRT di Yogyakarta 4

7 yang merupakan tugas dari Unit PPA Polresta Yogyakarta masih bermasalah dan kurang maksimal. Terkait dengan penanganan kasus KDRT, Unit PPA Polresta Yogyakarta telah berupaya melakukan tindakan pencegahan kasus KDRT sebagai upaya perlindungan korban KDRT, tetapi tetap saja setiap tahunnya masih terdapat puluhan orang (kebanyakan perempuan) yang menjadi korban tindak KDRT di Kota Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan pada data jumlah kasus KDRT yang ditangani Unit PPA Polresta Yogyakarta dan Polsekta Jajaran selama 3 tahun terakhir. Pada tahun 2014 ada 37 kasus, tahun 2015 ada 33 kasus, dan tahun 2016 ada 25 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun selama 3 (tiga) tahun terakhir kasus KDRT di Kota Yogyakarta tidak mengalami kenaikan, tetapi penurunannya juga tidak terlalu signifikan. Jumlah tersebut masih lebih banyak jika dibandingkan dengan data kasus KDRT yang terjadi di Kabupaten Kulonprogo yakni hanya terjadi 5 dan 13 kasus KDRT pada tahun 2015 dan 2016 yang ditangani Polres Kulonprogo (Bhima Bharata, 2017, diakses dari sorot.co/ pada 4 Juni 2017). Padahal jumlah penduduk Kabupaten Kulonprogo sendiri sedikit lebih banyak dari Kota Yogyakarta, yakni jiwa pada akhir Desember 2016 (kependudukan.jogjaprov.go.id). Dengan demikian berarti pencegahan kasus KDRT yang merupakan salah satu bagian perlindungan dari tindak KDRT di Yogyakarta dapat dikatakan masih belum terlalu berpengaruh untuk mengatasi persoalan kasus KDRT. Pada tahun 2016 Unit PPA Polresta Yogyakarta lebih sering menemui kasus KDRT dengan perempuan sebagai korbannya. Akibat yang dialami korban kekerasan tidak hanya mengalami penderitaan secara fisik tetapi juga penderitaan psikis dan ekonomi. Oleh karena itu sudah seharusnya kepolisian melaksanakan perlindungan kepada korban KDRT. Namun, pada kenyataannya perlindungan korban KDRT di Polresta Yogyakarta belum sepenuhnya memberikan rasa aman kepada korban. Hal ini ditunjukkan oleh salah satu kasus KDRT dengan korban inisial DLP yang kembali dianiaya suaminya dalam waktu kurang dari satu bulan setelah korban melaporkan kasusnya kepada Unit PPA Polresta Yogyakarta. Pada tanggal 23 5

8 November 2014 korban mengalami KDRT kemudian melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada polisi, tetapi kemudian diselesaikan secara kekeluargaan. Namun pada tanggal 5 Desember 2016 pelaku kembali mengulang perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan perintah perlindungan yang menjadi salah satu tugas polisi, maka berulangnya tindak kekerasan dapat terjadi karena tidak adanya suatu hal yang menjamin keselamatan korban. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Unit PPA Polresta Yogyakarta, selama ini Unit PPA belum pernah meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan sebagaimana diamanatkan Pasal 16 ayat (3) UU PKDRT sehingga dari sekian banyak korban KDRT tidak ada korban yang memperoleh perintah perlindungan. Padahal dengan perintah perlindungan dapat lebih menjamin keselamatan korban karena apabila pelaku melanggar perintah perlindungan, misalnya melakukan intimidasi atau mengulangi perbuatannya, maka kepolisian dapat menangkap dan menahan pelaku KDRT yang diyakini telah melanggar perintah perlindungan. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui adanya permasalahan yang ditunjukkan pada terdapatnya korban yang mengalami kekerasan secara berulang sehingga perlindungan terhadap korban di Unit PPA Polresta Yogyakarta belum sepenuhnya memberikan rasa aman. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa dibalik belum terlindunginya korban sepenuhnya tersebut disebabkan adanya beberapa faktor yang menjadi kendala sehingga menyulitkan Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam melaksanakan perlindungan korban KDRT. Penelitian ini dibatasi sampai pada perlindungan korban KDRT oleh Unit PPA Polresta Yogyakarta sehingga bertujuan untuk mendeskripsikan peranan Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan korban KDRT dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi, serta mendeskripsikan upaya yang dilakukan Unit PPA Polresta Yogyakarta untuk mengatasi kendala dalam perlindungan perempuan korban KDRT. II. KAJIAN PUSTAKA 1. Perlindungan 6

9 Pasal 1 angka 4 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) juga mendefinisikan perlindungan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Secara teoretis, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi dua, yaitu perlindungan yang bersifat preventif dan perlindungan represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif merupakan perlindungan hukum yang sifatnya pencegahan. Perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Dengan adanya perlindungan hukum yang preventif ini mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan. Perlindungan hukum yang represif berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, dan tujuan negara hukum (Salim dan Erlies Septiana Nurbani, 2013: ). 2. Perlindungan Perempuan Korban KDRT Korban adalah orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan lainnya (Bambang Waluyo, 2011: 11). Pasal 1 angka 3 UU PKDRT menjelaskan yang dimaksud korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Dalam tindak KDRT yang sering menjadi korban adalah perempuan atau istri. UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) telah mengatur perlindungan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini sesuai dengan konsiderans UU tersebut yang menyatakan bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang 7

10 merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Tindak KDRT dikatakan sebagai fenomena gunung es di mana kasus kekerasan yang terungkap hanya bagian permukaannya saja karena masih banyak perempuan yang menjadi korban tetapi enggan melapor maka perlu dilakukan pencegahan KDRT. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencegah semakin banyaknya perempuan yang menjadi korban KDRT. Beberapa upaya pencegahan KDRT yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) UU PKDRT dilakukan dengan menyelenggarakan: a. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; b. Sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan c. Pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender. Perlindungan terhadap korban KDRT oleh kepolisian dilaksanakan oleh polisi bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA). Unit PPA adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya (Pasal 1 angka 1 Perkapolri Nomor 10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit PPA). Perlindungan secara represif terhadap korban KDRT sebagai pelapor maupun saksi korban oleh pihak Kepolisian telah diatur dalam pasal 16 sampai pasal 18 UU PKDRT diantaranya sebagai berikut: a. Memberikan perlindungan sementara dan meminta surat penetapan perintah perlindungan, ini diatur dalam pasal 16 UU Penghapusan KDRT: (1) Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban. (2) Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani. (3) Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. 8

11 b. Kerja sama kepolisian dengan lembaga lain sesuai dengan pasal 10 huruf b sampai e di atas dan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 17 dan Pasal 18 UU Penghapusan KDRT, yakni : Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan. Selain itu perlindungan korban KDRT dan penegakan hukum tindak KDRT oleh kepolisian juga diatur dalam pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana yang merinci tugas Unit PPA. Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Pelayanan Khusus yang berada di lingkungan Unit PPA atau menjadi bagian dari ruang kerja Unit PPA. Pasal 10 ayat (2) Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008 menguraikan tugas Unit PPA sebagai bentuk perlindungan terhadap korban dan penegakan hukum terhadap pelaku yaitu meliputi: a. Penerimaan laporan/pengaduan tentang tindak pidana; b. Membuat laporan polisi; c. Memberi konseling; d. Mengirimkan korban ke PPT atau RS terdekat; e. Pelaksanaan penyidikan perkara; f. Meminta visum; g. Memberi penjelasan kepada pelapor tentang posisi kasus, hak-hak, dan kewajibannya; h. Menjamin kerahasiaan info yang diperoleh; i. Menjamin keamanan dan keselamatan korban; j. Menyalurkan korban ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH)/Rumah Aman; k. Mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan lintas sektoral; l. Memberitahu perkembangan penanganan kasus kepada pelapor; dan m. Membuat laporan kegiatan sesuai prosedur. Dengan membaca pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas Unit PPA yang terkait dengan perlindungan korban KDRT diantaranya adalah memberi konseling; mengirimkan korban ke Rumah Sakit; meminta visum; memberi penjelasan kepada pelapor tentang posisi kasus, hak dan kewajibannya; menjamin 9

12 keamanan dan keselamatan korban; menyalurkan korban ke rumah aman; kerja sama dengan lembaga lain; dan memberitahu perkembangan penanganan kasus kepada pelapor. Pemberian konseling, mengirimkan korban ke Rumah Sakit, meminta visum, menyalurkan ke rumah aman, menjamin keamanan dan keselamatan korban termasuk pelaksanaan dari Pasal 17 dan Pasal 18 UU PKDRT yakni kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk melayani mendampingi korban. Sedangkan beberapa tugas Unit PPA yang termasuk penegakan hukum terhadap tindak KDRT sesuai Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008 di atas adalah menerima laporan/pengaduan; membuat laporan polisi; melaksanakan penyidikan perkara; dan membuat laporan/berkas hasil penyidikan. Penegakan hukum tindak KDRT tersebut juga diatur dalam Pasal 19 UU PKDRT yang menyatakan Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian pelaksanaan penyidikan dilakukan sesuai dengan prosedur hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 54 UU PKDRT. 3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 angka 1 UU Penghapusan KDRT). Adapun pendapat Lisa Fredmann (Aroma Elmina Martha, 2003: 31) mengenai kekerasan dalam rumah tangga lebih menunjuk pada bentuk kekerasan yang berhubungan antara suami dan istri yang salah satu diantaranya bisa menjadi pelaku atau korban, tetapi pada kenyataannya secara umum perempuan lebih cenderung menjadi korban. Undang-Undang Penghapusan KDRT menguraikan bentuk-bentuk KDRT antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran 10

13 rumah tangga. Sementara itu menurut menurut Moerti Hadiati Soeroso (2011: 80) bentuk-bentuk KDRT dapat digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu kekerasan fisik, kekerasan non fisik/psikis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Dalam tindak KDRT terdapat 2 (dua) delik, yaitu delik biasa dan delik aduan. Delik biasa yang sering juga disebut kriminal murni adalah terjadinya suatu perbuatan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru karena adanya laporan atau karena kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan. Sedangkan delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari pihak yang berkepentingan (Frans Maramis, 2013: 76). Dalam ketentuan Pasal 51 sampai Pasal 53 UU Penghapusan KDRT menyebutkan bahwa tindak pidana kekerasan fisik, psikis dan seksual sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (4), Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 46 termasuk delik aduan. Ketiga ketentuan Pasal tersebut merupakan delik aduan di mana korban KDRT lah yang meminta kepada polisi agar tindak pidana KDRT tersebut diusut dan kemudian dilakukan penuntutan pidana ke sidang pengadilan. Lain halnya dengan delik aduan yang diatur pada Pasal 51 sampai Pasal 53 UU Penghapusan KDRT, delik biasa juga diatur dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) sampai ayat (3), Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 47 sampai Pasal 49 UU Penghapusan KDRT. Pada umumnya delik biasa ini berlaku pada tindak KDRT baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran yang diancam pidana lebih dari 3 (tiga) tahun, kecuali Pasal 46 di mana kekerasan seksual yang diancam pidana paling lama 12 tahun masuk delik aduan. III. METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan jenis dan pendekatan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa data yang mendeskripsikan perlindungan perempuan korban KDRT di Unit PPA Polresta Yogyakarta, kendala yang dihadapi Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban KDRT, serta upaya untuk mengatasi kendala tersebut. 11

14 Penelitian ini dilaksanakan di Polresta Yogyakarta yang beralamat di Jalan Reksobayan Nomor 1 Ngupasan Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta Provinsi DIY. Penelitian ini dilaksanakan pada akhir bulan Maret sampai Juni Dipilihnya lokasi tersebut karena Unit PPA sebagai salah satu lembaga yang melaksanakan perlindungan terhadap korban KDRT sementara pada kenyataannya perlindungan tersebut belum sepenuhnya memberikan rasa aman kepada korban mengingat masih adanya korban yang mengalami kekerasan secara berulang. Penentuan subjek penelitian dilakukan secara purposive, yakni teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014: 300). Berdasarkan teknik tersebut maka ditentukan yang menjadi subjek penelitian adalah Kepala Unit PPA, anggota Unit PPA dan korban KDRT. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data jumlah kasus KDRT tahun di kota Yogyakarta, data rekapitulasi kasus KDRT tahun 2016, struktur organisasi Polresta Yogyakarta, struktur organisasi Sat Reskrim Polresta Yogyakarta, gambar pelaksanaan kegiatan penyuluhan, dokumen bagan penanganan kasus di Unit PPA, surat permohonan visum et repertum, surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, dan surat kesepakatan antara korban dan pelaku. Pengujian keabsahan data menggunakan teknik crosscheck, yaitu strategi pengumpul data ganda pada objek yang sama untuk menguji tiap temuan dan mengeliminasi interpretasi-interpretasi yang tidak akurat (Burhan Bungin, 2012: 140). Oleh karena itu agar data menjadi absah maka crosscheck dilakukan dengan cara mengecek, membandingkan, dan mencocokkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa subjek penelitian dengan data yang diperoleh dari hasil studi dokumen. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik berpikir induktif, yakni berangkat dari hal-hal khusus menuju ke hal-hal yang umum. Dalam hal ini analisis data dilakukan dengan cara memilih dan mengelompokkan data dari berbagai sumber yang memiliki kesamaan yang berarti sesuai dengan fakta 12

15 kemudian diambil kesimpulan. Proses analisis data ini melalui tahap reduksi data, kategorisasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Melalui teknik berpikir induktif maka diperoleh kesimpulan berupa perlindungan perempuan korban KDRT di Unit PPA Polresta Yogyakarta, kendala yang dihadapi Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban KDRT, serta upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perlindungan Perempuan Korban KDRT di Unit PPA Polresta Yogyakarta Perlindungan yang dilakukan Unit PPA Polresta Yogyakarta terhadap korban KDRT tidak serta merta hanya mengacu pada UU Penghapusan KDRT, tetapi pada pelaksanaannya juga berdasarkan Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana. Perlindungan terhadap perempuan korban KDRT oleh Unit PPA Polresta Yogyakarta dilaksanakan melalui perlindungan secara preventif dan perlindungan secara represif. 1. Perlindungan secara Preventif Perlindungan secara preventif adalah segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya korban yang diakibatkan oleh tindak KDRT. Perlindungan secara preventif dilakukan dalam bentuk kegiatan penyuluhan dan sosialisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU PKDRT yaitu pemerintah menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga. a) Kegiatan Penyuluhan kepada Masyarakat Penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan preventif yang dilakukan oleh Unit PPA Polresta Yogyakarta untuk mencegah terjadinya KDRT dengan memberikan pemahaman mengenai KDRT beserta akibat hukumnya kepada masyarakat kota Yogyakarta. Penyuluhan tersebut tidak dilaksanakan sendiri oleh Unit PPA melainkan dilaksanakan melalui kerjasama dan koordinasi dengan Satuan Pembinaan Masyarakat (Sat Binmas) Polresta Yogyakarta. Pada tahun 2016 telah 13

16 diselenggarakan 2 (dua) kali penyuluhan mengenai pencegahan KDRT di 2 (dua) Kecamatan, yakni Kecamatan Gedongtengen dan Wirobrajan. Kegiatan penyuluhan ini bertujuan untuk memberikan penerangan dan pemahaman kepada masyarakat bahwa KDRT termasuk perbuatan pidana yang harus dihindari, menghimbau masyarakat untuk bisa melindungi diri sendiri, mengajak masyarakat untuk mencegah tindak KDRT dan melindungi korban KDRT serta memberikan informasi kepada masyarakat prosedur hukum penanganan kasus KDRT. b) Sosialisasi Perlindungan Perempuan dan Anak Bekerja sama dengan Lembaga FPK2PA DIY Kegiatan sosialisasi yang bersifat informatif dan edukatif ini dilaksanakan oleh Unit PPA Polresta Yogyakarta dan beberapa lembaga forum penanganan korban kekerasan perempuan dan anak (FPK2PA) di DIY seperti Rifka Annisa WCC, Dinas Sosial, P2TPA Rekso Dyah Utami dan Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan. Polisi Unit PPA Polresta Yogyakarta ikut serta dalam kegiatan sosialisasi tersebut yang berperan sebagai pembicara karena kepolisian merupakan salah satu lembaga yang bertugas memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak serta bertugas memberikan pemahaman terkait dengan prosedur hukum penanganan kasus kekerasan. Kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh polisi Unit PPA Polresta Yogyakarta bekerjasama dengan FPK2PA pada tahun 2016 yaitu kegiatan sosialisasi perlindungan perempuan dan anak di kecamatan Gondomanan dan Ngampilan pada Januari dan Juli Kegiatan sosialisasi tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai fakta tentang kekerasan, menginformasikan ketentuan atau peraturan tentang perlindungan perempuan dan anak, menghimbau untuk tidak melakukan tindak kekerasan, mengajak masyarakat untuk ikut mencegah serta melindungi anak dan perempuan yang sering menjadi korban kekerasan. 2. Perlindungan secara Represif Perlindungan secara represif adalah segala upaya yang dilakukan Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam bentuk pelayanan terhadap korban KDRT untuk memberikan rasa aman dan menjamin keselamatan fisik dan psikis korban sebagai 14

17 pelapor dan/atau saksi korban di wilayah hukum Polresta Yogyakarta. Dalam rangka melaksanakan perlindungan kepada korban KDRT, Unit PPA Polresta Yogyakarta juga menjalin kerjasama dengan Forum Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (FPK2PA) DIY seperti Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Rekso Dyah Utami, Rifka Annisa Women s Crisis Center (WCC), Dinas Sosial, dan Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP) Kota Yogyakarta. Prosedur penanganan kasus yang terdiri dari tindakan perlindungan dan penegakan hukum (penyelidikan dan penyidikan) di Unit PPA Polresta Yogyakarta, pertama, dimulai dengan adanya laporan ataupun aduan (laporan polisi/lp) tindak KDRT yang terjadi di wilayah kota Yogyakarta diterima oleh polisi pelayanan masyarakat (yanmas) bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Di SPKT korban tidak hanya dapat melaporkan kronologi kejadian yang dialami, tetapi korban juga dapat berkonsultasi dengan polisi yanmas untuk menceritakan permasalahan rumah tangga yang dialaminya (konseling). Kedua, SPKT meneruskan laporan atau aduan tersebut ke Reskrim bagian Unit PPA guna dilakukan tindakan penyelidikan. Polisi pelayanan masyarakat mengantarkan korban KDRT ke Unit PPA agar Unit PPA dapat segera memberikan pelayanan kepada korban KDRT. Perlindungan kepada korban diberikan bersamaan dengan dilakukannya tindakan penyidikan (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemanggilan dan pemeriksaan). Ketiga, dalam memberikan pelayanan terhadap korban, Unit PPA menjalin kerja sama dengan pihak rumah sakit untuk menangani korban yang memerlukan perawatan medis. Selain itu Unit PPA Polresta Yogyakarta juga selalu berusaha memantau perkembangan kesehatan korban dengan menjalin komunikasi dengan pihak rumah sakit serta mengajukan permohonan visum et repertum kepada pihak rumah sakit untuk digunakan sebagai salah satu alat bukti. Keempat, Unit PPA Polresta Yogyakarta bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dalam hal ini Rifka Annisa WCC untuk memberikan pelayanan pendampingan psikologis atau konseling terhadap korban KDRT yang mengalami kekerasan psikis seperti trauma, tertekan atau ketakutan. Kelima, Unit 15

18 PPA Polresta Yogyakarta bekerja sama dengan lembaga jejaring penanganan korban kekerasan FPK2PA yang menyediakan rumah aman (shelter) dalam menangani korban KDRT yang memerlukan tempat istirahat/tempat berlindung sementara untuk perawatan lebih lanjut atau menjaga keselamatan dirinya. Keenam, guna penegakan hukum maka setelah proses penyidikan selesai dengan dibuatnya berkas perkara hasil penyidikan, polisi Unit PPA Polresta Yogyakarta berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan untuk pelimpahan perkara tersebut. Kemudian ketujuh, Unit PPA Polresta Yogyakarta mengikuti/memonitoring pelaksanaan sidang pengadilan terhadap kasus KDRT yang telah diajukan melalui Penuntut Umum. Di samping perlindungan yang dilakukan dengan melibatkan/kerja sama instansi lain sebagaimana telah diuraikan di atas, terdapat dua bentuk perlindungan lainnya yang dilakukan polisi selama kasus ditangani, yakni penyampaian perkembangan penanganan kasus kepada pelapor dan pemberian jaminan keselamatan korban yang mencabut aduannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk perlindungan terhadap perempuan korban KDRT oleh Unit PPA Polresta Yogyakarta sesuai dengan Pasal 17 UU PKDRT dan Pasal 10 huruf c, d, f, i, j, k dan l Perkapolri Nomor 3 Tahun Pasal 17 UU KDRT menyatakan Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Sedangkan perlindungan yang dilaksanakan sesuai dengan beberapa ketentuan dalam Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008 yaitu meliputi: a) Memantau kondisi kesehatan korban dan meminta visum et repertum b) Melaksanakan pemberian konseling c) Menempatkan korban di rumah aman d) Memberitahukan perkembangan penanganan kasus kepada korban e) Menjamin keamanan korban yang mencabut aduannya Walaupun telah melaksanakan perlindungan sebagaimana ketentuan perundang-undangan, tetapi terdapat satu hal yang seharusnya menjadi hak korban 16

19 yang belum dilaksanakan oleh Unit PPA Polresta Yogyakarta yakni memperoleh surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan sesuai ketentuan Pasal 16 ayat (3) UU Penghapusan KDRT. Menurut ketentuan Pasal 16 ayat (3) UU Penghapusan KDRT Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Sementara dengan adanya perintah perlindungan dapat menghindarkan korban dari intimidasi atau pengulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh pelaku karena apabila pelaku melanggar perintah perlindungan (misalnya mengintimidasi atau kembali melakukan KDRT) maka kepolisian dapat menangkap untuk selanjutnya melakukan penahanan tanpa surat perintah terhadap pelaku walaupun pelanggaran tersebut tidak dilakukan di tempat polisi itu bertugas. Kemudian penangkapan dan penahanan wajib diberikan surat perintah penangkapan dan penahanan setelah 1 x 24 jam. Penangguhan penahanan tidak berlaku terhadap penahanan tersebut. Perintah perlindungan yang belum pernah diajukan tersebut cukup penting mengingat dengan adanya jaminan perlindungan kemungkinan dapat mencegah terulangnya tindak KDRT terhadap korban. B. Kendala yang Dihadapi Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam Perlindungan Perempuan Korban KDRT 1. Kendala dalam meminta penetapan perintah perlindungan dari pengadilan a) Tidak adanya peraturan pelaksana yang mengatur perintah perlindungan Perintah perlindungan sebagai hak korban yang telah diatur dalam Pasal 16 ayat (3) UU Penghapusan KDRT selama ini belum pernah dilaksanakan Unit PPA Polresta Yogyakarta karena alasan belum adanya prosedur teknis terkait permintaan surat penetapan perintah perlindungan yang seharusnya diatur dalam peraturan pelaksana seperti Peraturan Kapolri. Dalam hal ini perintah perlindungan masih dianggap sebagai hal baru oleh kepolisian sehingga ketentuan dalam UU Penghapusan KDRT saja dianggap belum cukup menjadi dasar untuk meminta perintah perlindungan. 17

20 b) Kurangnya pemahaman polisi terhadap pentingnya perintah perlindungan bagi korban Faktor lain yang menyebabkan polisi Unit PPA Polresta Yogyakarta belum pernah mengajukan perintah perlindungan kepada pengadilan yakni kurangnya pemahaman polisi terhadap pentingnya perintah perlindungan dalam mengantisipasi terulangnya kembali tindak KDRT. Unit PPA Polresta Yogyakarta sendiri tidak mengetahui kriteria seperti apa suatu tindak KDRT yang menimpa korban dapat dimintakan perintah perlindungan. Demikian pula dengan prosedur yang seharusnya dapat dilaksanakan meskipun tanpa peraturan pelaksana mengingat dalam UU Penghapusan KDRT sudah jelas bahwa korban berhak mendapat perintah perlindungan dari pengadilan yang dimintakan oleh polisi di mana korban tersebut mengadukan kekerasan yang dialaminya. 2. Kendala dalam memantau kondisi kesehatan korban dan meminta visum et repertum a) Tidak adanya anggaran untuk membayar visum et repertum Biaya untuk meminta visum menjadi persoalan sebab tidak ada anggaran khusus untuk membayar biaya visum et repertum. Kendala ini disebutkan oleh Briptu Dian Ratna, salah seorang anggota Unit PPA Polresta Yogyakarta yang menyatakan bahwa tidak adanya dana untuk meminta visum merupakan kendala bagi polisi karena seharusnya biaya meminta visum itu ditanggung oleh berbagai lembaga berjejaring sehingga korban KDRT tidak perlu membayarnya. Namun terdapat beberapa rumah sakit yang tidak tergabung dalam lembaga berjejaring penanganan korban kekerasan sehingga tetap dikenakan biaya untuk permintaan visum et repertum sehingga pihak Unit PPA lah selaku lembaga yang menangani kasus tersebut yang harus membayar biaya visum. b) Keluarnya hasil visum et repertum membutuhkan waktu lama 18

21 Hasil visum et repertum seharusnya bisa keluar dalam waktu paling lama 20 hari, tetapi ada rumah sakit yang menyerahkan hasil visum et repertum kepada penyidik lebih dari 20 hari sehingga memperlambat proses penyidikan di kepolisian. Hal tersebut sebenarnya tidak salah karena bila belum selesai maka batas maksimal menyerahkan visum et repertum paling lama 40 hari. Namun hasil visum et repertum tersebut sangat penting mengingat hasil visum et repertum dapat dijadikan sebagai bukti pertimbangan untuk melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap pelaku yang sudah berulang kali melakukan kekerasan terhadap perempuan. Padahal dengan adanya hasil visum sebagai salah satu bukti penahanan maka hak korban untuk mendapatkan rasa aman telah terpenuhi karena keberadaan korban tidak terancam oleh tersangka atau suaminya sendiri. 3. Kendala dalam melaksanakan pemberian konseling a) Tidak adanya tenaga psikolog Tidak adanya tenaga psikolog menjadi kendala sebab banyak kasus KDRT yang dilaporkan ke Polresta Yogyakarta dan korban KDRT yang datang ke Unit PPA untuk melaporkan kasusnya tidak hanya mengalami luka akibat kekerasan fisik, tetapi ada juga yang mengalami ketakutan, tekanan atau trauma yang timbul akibat perlakuan kasar dari pelaku yang melakukan kekerasan secara berulang. Oleh karena itu korban yang melaporkan KDRT di Polresta Yogyakarta membutuhkan pelayanan dari tenaga psikolog yang dapat memberikan penerangan terhadap permasalahan rumah tangganya. Sementara Unit PPA Polresta Yogyakarta sendiri tidak memiliki petugas yang secara khusus bisa menangani korban yang mengalami tekanan psikis atau petugas yang mengerti tentang kondisi psikis korban. b) Kurang maksimalnya pelayanan konseling untuk korban Adanya sebagian polisi yang kurang berpengalaman dalam menangani dan memperlakukan korban juga menyulitkan Unit PPA untuk melaksanakan perlindungan terhadap korban KDRT, khususnya dalam hal pemberian 19

22 konseling. Hal ini disebabkan karena beberapa polisi ada yang masih ragu dalam menerima laporan telah terjadi tindak KDRT, kurang memahami persoalan gender dan kurang keterampilan dalam melayani korban (misalnya kurang memperhatikan kondisi psikis korban, kurang tanggap dalam mendengar keluhan korban) sehingga pemberian konseling oleh polisi kurang maksimal. 4. Kendala dalam menempatkan korban di rumah aman (shelter) a) Keterbatasan sarana dan prasarana Di Unit PPA seharusnya terdapat ruang istirahat yang fungsinya hampir sama dengan rumah aman yakni berfungsi sebagai tempat istirahat korban sebagai pelapor maupun saksi. Unit PPA Polresta Yogyakarta tidak memiliki ruang istirahat yang dapat digunakan sebagai tempat istirahat bagi korban yang membutuhkan istirahat saat dimintai keterangan sebagai pelapor maupun diperiksa sebagai saksi sekaligus sebagai tempat bagi korban untuk menenangkan diri dan menghindari ancaman pelaku. Hal ini tentu menyulitkan ketika ada korban yang membutuhkan tempat berlindung sementara untuk menjaga keamanan dirinya. b) Terdapat korban yang enggan ditempatkan di rumah aman Adanya korban yang enggan dirujuk ke rumah aman justru mempersulit Unit PPA Polresta Yogyakarta untuk melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya yakni menjaga keamanan dan keselamatan korban selama proses penyelidikan dan penyidikan. Terlebih lagi terhadap korban yang sifatnya tertutup karena takut diancam sangat memerlukan layanan pendampingan psikologis maupun hukum sebagai perlindungan yang tersedia di lembaga-lembaga penanganan korban kekerasan. C. Upaya yang Dilakukan Unit PPA Polresta Yogyakarta untuk Mengatasi Kendala Perlindungan Perempuan Korban KDRT Dalam hal tidak terlaksananya tugas polisi dalam meminta perintah perlindungan maka Unit PPA Polresta Yogyakarta tetap memberikan perlindungan 20

23 kepada korban KDRT berdasarkan ketentuan peraturan Pasal 17 UU Penghapusan KDRT dan Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus. Beberapa bentuk perlindungan tersebut seperti yang sudah dibahas di atas. Namun bentuk perlindungan tersebut pada kenyataannya belum efektif untuk mengantisipasi terulangnya tindak KDRT terhadap korban yang sama. Terpisah dari tidak terlaksananya perintah perlindungan, Unit PPA Polresta Yogyakarta melakukan beberapa upaya untuk mengatasi kendala dalam perlindungan korban KDRT. Dalam hal ini upaya yang dilakukan bertujuan untuk meminimalkan kendala dalam perlindungan secara represif sesuai ketentuan Pasal 17 UU Penghapusan KDRT dan Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun 2008, meskipun masih ada beberapa kendala yang belum dapat teratasi atau kurang efektifnya upaya dalam mengatasi kendala tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan untuk meminimalkan kendala tersebut adalah sebagai berikut: 1. Upaya untuk mengatasi kendala dalam meminta visum et repertum a. Menggunakan uang pribadi polisi untuk membayar visum et repertum Upaya untuk mengatasi kendala tidak adanya dana yang tersedia untuk meminta visum et repertum maka polisi Unit PPA Polresta Yogyakarta berinisiatif menggunakan uang pribadi polisi untuk membayar biaya visum et repertum tersebut. Pembiayaan visum et repertum dilakukan oleh polisi yang ditunjuk untuk menangani kasus KDRT tersebut. b) Menjalin komunikasi dan koordinasi dengan pihak rumah sakit Upaya untuk mengatasi kendala dalam hal lama keluarnya hasil visum et repertum maka polisi PPA berupaya sebisa mungkin selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan pihak rumah sakit. Komunikasi itu dilakukan dalam bentuk menanyakan waktu keluarnya hasil visum et repertum kepada dokter yang merawat korban. Koordinasi dilakukan dengan cara menemui dokter agar segera mungkin mengeluarkan hasil visum et repertum dengan menjelaskan alasannya yaitu pentingnya hasil visum et 21

24 repertum sebagai salah satu alat bukti untuk memperlancar proses penyidikan. 2. Upaya untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pemberian konseling a) Bekerja sama dengan lembaga FPK2PA DIY untuk memberikan konseling Upaya yang dilakukan polisi Unit PPA Polresta Yogyakarta untuk mengatasi kendala tidak adanya tenaga psikolog yang dapat memberikan pendampingan psikologis/konseling kepada korban KDRT adalah melakukan kerja sama dengan lembaga yang tergabung dalam FPK2PA DIY seperti P2TPA Rekso Dyah Utami atau LSM Rifka Annisa WCC agar bersedia mendatangkan tenaga psikolog ke Unit PPA untuk mendampingi korban. b) Mengikuti pendidikan pengembangan spesialis Polwan PPA Dalam rangka meningkatkan pemahaman anggota PPA mengena persoalan gender dan meningkatkan keterampilan terkait cara menangani atau memperlakukan korban maka para anggota Unit PPA diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan polisi PPA dalam menangani anak dan perempuan yang menjadi korban kejahatan. Akan tetapi tidak semua anggota Unit PPA dapat mengikuti pendidikan pengembangan spesialis tersebut karena jumlah peserta yang dapat mengikuti pendidikan pengembangan dibatasi hanya satu orang dari Polresta yang dapat diajukan ke polda DIY untuk kemudian diseleksi se-provinsi. 3. Upaya untuk mengatasi kendala dalam menempatkan korban di rumah aman a) Bekerjasama dengan lembaga FPK2PA DIY yang menyediakan shelter Upaya yang dilakukan penyidik PPA untuk mengatasi kendala tidak adanya ruang istirahat di Unit PPA Polresta Yogyakarta adalah dengan melakukan kerja sama dan koordinasi dengan lembaga yang tergabung dalam FPK2PA DIY seperti Dinas Sosial provinsi, KPMP, P2TPA Rekso Dyah Utami dan 22

25 LSM Rifka Annisa WCC yang menyediakan tempat istirahat atau rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan. b) Memberikan pengertian kepada korban mengenai hak-haknya Untuk mengatasi kendala korban yang bersifat tertutup dan enggan ditempatkan di rumah aman adalah Unit PPA Polresta Yogyakarta memberitahukan dan memberikan pengertian kepada korban mengenai hakhaknya yang salah satunya adalah korban berhak dirujuk ke rumah aman jika keadaannya terancam dan tidak memungkinkan kembali ke rumahnya. Selain itu Unit PPA juga mengadakan penyuluhan dan sosialisasi untuk menyampaikan kepada masyarakat mengenai keberadaan Unit PPA dan penanganan korban di Unit PPA agar korban mau terbuka untuk melaporkan kekerasan dan mengerti akan hak-haknya sebagai korban. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perlindungan perempuan korban KDRT di Unit PPA Polresta Yogyakarta dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Peranan Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dilakukan secara preventif dan represif. a. Perlindungan secara preventif dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan sosialisasi perlindungan perempuan dan anak Unit PPA bekerjasama dengan FPK2PA. Kegiatan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU PKDRT yaitu pemerintah menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga. b. Perlindungan secara represif dilaksanakan Unit PPA Polresta Yogyakarta yang bekerjasama dengan Forum Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (FPK2PA) DIY seperti Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Rekso Dyah Utami, Rifka Annisa Women s Crisis Center (WCC), Dinas Sosial, dan Kantor Pemberdayaan Masyarakat 23

26 dan Perempuan (KPMP) Kota Yogyakarta. Bentuk perlindungan Unit PPA Polresta Yogyakarta meliputi memantau kondisi kesehatan korban dan meminta visum et repertum, memberikan konseling, menempatkan korban di rumah aman (shelter), memberitahukan perkembangan penanganan kasus, serta menjamin keselamatan korban yang mencabut aduannya. Perlindungan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU Penghapusan KDRT dan Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun Namun ada hak yang tidak diperoleh korban yaitu mendapatkan surat perintah perlindungan dari pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (3) UU Penghapusan KDRT. 2. Kendala yang dihadapi Unit PPA Polresta Yogyakarta dalam perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga diantaranya adalah pertama, tidak adanya peraturan pelaksana terkait perintah perlindungan. Kedua, keterbatasan dana dan keluarnya hasil visum et repertum membutuhkan waktu yang lama. Ketiga, keterbatasan sumber daya manusia seperti tidak adanya tenaga psikolog, kurang maksimalnya pelayanan konseling untuk korban, dan kurangnya pemahaman polisi terhadap pentingnya perintah perlindungan bagi korban. Keempat, keterbatasan sarana prasarana dan terdapat korban yang enggan ditempatkan di rumah aman. 3. Upaya yang dilakukan Unit PPA Polresta Yogyakarta untuk mengatasi kendala perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga antara lain pertama, melaksanakan perlindungan sesuai Pasal 17 UU PKDRT dan Pasal 10 Perkapolri Nomor 3 Tahun Kedua, menggunakan uang pribadi polisi untuk membayar biaya visum et repertum serta melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak rumah sakit. Ketiga, bekerja sama dengan beberapa lembaga FPK2PA DIY yang menyediakan tenaga psikolog dan mengikuti pendidikan pengembangan spesialis Polwan PPA. Keempat, bekerja sama dengan beberapa lembaga FPK2PA DIY yang menyediakan shelter dan memberikan pengertian kepada korban mengenai hak-haknya. 24

27 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian perlindungan perempuan korban KDRT di Unit PPA Polresta Yogyakarta dapat diajukan beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai saran, antara lain: 1. Bagi pihak Unit PPA Polresta Yogyakarta agar lebih berupaya meningkatkan perlindungan terhadap korban KDRT dengan mengajukan permintaan perintah perlindungan kepada pengadilan untuk korban sebab meskipun Unit PPA telah mengupayakan beberapa cara untuk memberikan perlindungan kepada korban, tetapi kenyataannya masih terdapat korban yang mengalami kekerasan secara berulang. Kedua, supaya polisi lebih sigap, responsif dan ramah dalam menangani kasus perempuan dan anak maka perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menangani kasus perempuan dan anak melalui pendidikan dan pelatihan. Ketiga, dalam menghadapi keterbatasan sumber daya manusia maupun sarana prasarana kepolisian agar lebih meningkatkan dan memperluas jaringan kerja sama dengan lembaga berjejaring yang menangani korban kekerasan. 2. Bagi masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam mencegah terjadinya KDRT misalnya sebagai tetangga jika mengetahui pertengkaran/kekerasan antara suami istri atau orang lain dalam rumah tangga agar berupaya mencegah pertengkaran tersebut, atau melaporkan kepada pihak yang berwajib jika mengetahui adanya tindakan KDRT. Bagi perempuan korban KDRT agar segera melaporkan kekerasan yang dialaminya supaya polisi Unit PPA dapat menegakkan hukum terhadap pelaku sekaligus segera memberikan perlindungan kepada korban. DAFTAR PUSTAKA Ardian. (2013). Peran Polda Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Sunan Kalijaga. Aroma Elmina Martha.(2003). Perempuan, Kekerasan dan Hukum. Yogyakarta: UII Press. 25

THE ROLE OF THE CHILDREN AND WOMEN SERVICE UNIT OF POLICE RESORT OF YOGYAKARTA CITY IN PROTECTION WOMEN VICTIMS OF DOMESTIC VIOLENCE

THE ROLE OF THE CHILDREN AND WOMEN SERVICE UNIT OF POLICE RESORT OF YOGYAKARTA CITY IN PROTECTION WOMEN VICTIMS OF DOMESTIC VIOLENCE 586 Jurnal Pendidikan Kewaraganegaraan dan Hukum 2017 PERANAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK KEPOLISIAN RESORT KOTA YOGYAKARTA (UNIT PPA POLRESTA YOGYAKARTA) DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Arum Yuana NIM

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Arum Yuana NIM PERANAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK KEPOLISIAN RESORT KOTA YOGYAKARTA (UNIT PPA POLRESTA YOGYAKARTA) DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah tangga merupakan bentuk masyarakat paling kecil yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah tangga merupakan bentuk masyarakat paling kecil yang biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan bentuk masyarakat paling kecil yang biasanya terdiri atas ayah, ibu dan anak. Membangun suatu rumah tangga melalui perkawinan merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kekerasan dalam rumah tangga dilakukan secara preventif dan represif. huruf a UU PKDRT yaitu pemerintah menyelenggarakan komunikasi,

BAB V PENUTUP. kekerasan dalam rumah tangga dilakukan secara preventif dan represif. huruf a UU PKDRT yaitu pemerintah menyelenggarakan komunikasi, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perlindungan perempuan korban KDRT di Unit PPA Polresta Yogyakarta dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Peranan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (UNIT PPA)

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 Emy Rosna Wati Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jl. Raya Gelam nomor 250 Candi

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Masalah kekerasan dalam rumah tangga pertama kali dibahas dalam

Lebih terperinci

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Penyusun: Justice for the Poor Project Desain Cover: Rachman SAGA Foto: Luthfi Ashari Jakarta Juli 2005 Pengantar - 1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan dapat menimpa siapa

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.48,2014 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul. Pembentukan, organisasi, tata kerja, pusat pelayanan, terpadu,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 54 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KOTA BEKASI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 897 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 897 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 897 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK KEKERASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma yang berfungsi mengatur mengenai segala sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.15,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Perlindungan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK salinan NOMOR 8 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN RUANG PELAYANAN KHUSUS DAN TATA CARA PEMERIKSAAN SAKSI DAN/ATAU KORBAN TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bentuk kekerasan yang ada justru dekat dan berada di

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1399, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Pemberi Layanan Kesehatan. Memberikan Informasi. Kekerasan Terhadap Anak. Kewajiban. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penegakkan hukum, Polwan di UPPA juga berperan aktif dalam melakukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penegakkan hukum, Polwan di UPPA juga berperan aktif dalam melakukan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, maka peneliti merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu polisi wanita di UPPA mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak. INTISARI Sebagai respon terhadap tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mendirikan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Rekso

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus kekerasan di dalam rumah tangga merupakan hal yang bersifat pribadi dan cenderung dirahasiakan dari dunia luar. Kasus ini dapat merugikan sebagian orang dan

Lebih terperinci

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga 1 Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga Novelina MS Hutapea Dosen Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Dalam upaya penghapusan kekerasan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN Lampiran : 1 (satu) GUBENUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI

Lebih terperinci