BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Benny Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The Group of Twenty Countries kelompok 20 ekonomi utama (G-20) adalah kelompok 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan satu organisasi regional Uni Eropa. G20 mewakili 85 persen dari output global dan dua pertiga dari populasi dunia dengan negara-negara G7, 12 negara berkembang dan Uni Eropa. Keanggotaan kelompok mencakup kelompok negara-negara maju (G7) yaitu: Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat atau advanced countries. Berserta 12 negara berkembang yaitu ; Brazil, India, Rusia, dan China (BRIC) ; Indonesia, Afrika Selatan, Argentina, Australia, Arab Saudi, Korea selatan, Turki, Meksiko. G20 bukan merupakan organisasi internasional yang memiliki legitimasi formal dan sistem administrasi yang baku seperti institusi bentukkan brettonwoods system yaitu seperti Bank Dunia, IMF, atau organisasi lainnya seperti ADB, dan WTO. Ini bukan merupakan lembaga atau organisasi internasional, tapi sebuah forum tingkat tinggi yang menyatukan para pemimpin global untuk kerjasama ekonomi dan keuangan. G-20 dipandang sebagai kompromi baru yang lebih baik antara kerjasamakerjasama multilateral yang ada. Jumlahnya yang lebih besar, sekalipun tidak terlalu besar dibandingkan G-7, memberikan peluang bagi dialog-dialog yang lebih luwes dengan hasil nyata yang lebih cepat, jumlahnya tentu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (192 negara) yang terkesan sangat lambat dalam penanganan isu-isu krusial yang dihadapi dunia. Dengan penetapan jumlah yang terbatas, G-20 meyakini kemampuan dan efektivitas untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Penciptaan awal forum ini karena keprihatinan terhadap kondisi sistem moneter dunia, yang mudah terserang krisis. Konsentrasi pembahasan forum ini mendiskusikan isu-isu moneter dan keuangan internasional dengan tujuan yang mengarah pada stabilitas finansial internasional. Namun seiring waktu, dari periode satu ke periode yang lain mengubah konsentrasi pembahasan G20. Pembahasan tidak lagi seputar isu moneter dan
2 2 keuangan internasional. G20 berkembang ke dalam isu perdagangan, investasi, energi dan ancaman perubahan iklim. G-20 mengalami tantangan ketika krisis finansial mulai dirasakan oleh banyak negara yang diawali dengan krisis subprime mortgage AS dan meluas di tingkat global. Krisis finansial global yang mulai menyebar melanda Uni Eropa pada tahun 2008 hingga saat ini. Krisis ekonomi tersebut telah membuat Uni Eropa mulai memasuki fase-fase sulit. Kedua krisis tersebut telah membawa implikasi buruk pada kondisi ekonomi global secara menyeluruh hampir di setiap negara baik di Kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia Pasifik. Dampak tersebut terjadi karena tiga permasalahan yaitu adanya investasi langsung, investasi tidak langsung, dan perdagangan seperti yang telah disampaikan oleh Kuncoro, dalam Noviani, Mukti. (2014).. Saat ini, hampir semua negara-negara di dunia mengedepankan atau menganut sistem kapitalisme anglo saxon atau liberalisasi pasar. Kebijakan ekonomi anglo saxon semenjak 1980 cukup sukses dalam memacu pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. Selain menciptakan kesuksesan kapitalisme anglo saxon juga menciptakan krisis. Krisis ini dimulai dari negara maju adalah hasil logis dari lonjakan aliran dana tak terbendung yang dibarengi dengan kebebasan untuk mengeksploitasi setiap kesempatan untuk mengasilkan laba jangka pendek, atau disebut juga deregulasi. Krisis ini unik, karena krisis finansial 2008 bermula dari jantung kapitalisme global dengan laissez-fairenya. Isu ini bermula dari krisis perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat (AS) sejak Juli 2007 dan berakumulasi pada tanggal 15 September 2008 dengan kebangkrutan Lehman Brothers. Krisis ini mempunyai efek domino yang luas dan akhirnya menyebabkan krisis lainnya (Krisis Eropa). Dampak krisis subprime mortgage tersebut terjadi karena adanya investasi langsung, investasi tidak langsung, dan perdagangan seperti yang telah disampaikan oleh Kuncoro, dalam Noviani, Mukti. (2014). Keluar masuknya aliran dana dari satu negara ke negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Mengakibatkan setiap negara memiliki risiko terkena dampak krisis. Seperti inilah historis krisis finansial Amerika Serikat dapat mempengaruhi Uni Eropa sehingga menimbulkan krisis ekonomi. Pada Intinya krisis ekonomi Uni Eropa adalah ketidakmampuan negara dalam membayar utang-utangnya. Krisis ekonomi diawali dari krisis Yunani yang kemudian
3 3 menyebar ke Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Italia. Bank Sentral Eropa (European Central Bank) yang memiliki tanggung jawab dalam masalah moneter negara zona euro. telah memberlakukan aturan bahwa rasio utang negara zona euro tidak boleh di atas 60% dari GDP-nya dan defisit tiap negara tidak boleh di atas 3% dari GDP. Krisis Yunani merupakan kesalahan dari decision policy semenjak tahun Beralihnya sistem pemerintahan Yunani, yang berawal dari junta militer menjadi sosialis. Pemerintahan Yunani baru, mengambil utang dalam jumlah besar untuk membiayai goverment expenditure (belanja pemerintah) berupa belanja subsidi, dana pensiun, dan gaji PNS. Pada tahun 1993, utang yunani terus bertambah, hingga berada pada posisi jauh melebihi GDP. Krisis yang berasal dari negara-negara maju (AS dan UE), yang merupakan pusat kapitalisme global. Menimbulkan animo mengenai efektifitas G-20. Historis penanganan krisis global, biasanya dominasi diatasi oleh International Financial Institusion (IFIS) seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) bersama negaranegara maju. Saat ini, AS dan UE, beserta IFIS (IMF dan Bank Dunia), justru membutuhkan bantuan likuiditas yang berasal dari negara-negara berkembang. Bantuan likuiditas bagi AS dan UE dipergunakan untuk mengisi kekosongan kas negara. Sementara itu, penambahan likuiditas bagi IFIS, dimaksudkan untuk meningkatkan dana yang dipergunakan membantu negara-negara yang mengalami kekeringan dana. Kebijakan counter cyclical dan kucuran likuiditas diharapkan menjadi pemicu pemulihan perekonomian global. Menurut berbagai literatur kebijakan publik, stimulus fiskal merupakan suatu instrumen ekonomi yang potensial untuk menahan perlambatan ekonomi. Abimanyu 1 (2011) mengatakan bahwa bentuk dan komposisi dari stimulus fiskal secara garis besar terdiri atas dua sumber, yakni penurunan beban pajak bagi wajib 1 Anggito Abimanyu, pada tahun 2009 menjabat sebagai kepala kebijakan fiscal, departemen keuangan dan merupakan staf pengajar FE UGM. Abimanyu, A Refleksi dan Gagasan Kebijakan Fiskal Juni 2012.
4 4 pajak (tax cut) dan alokasi belanja (government expenditure), khususnya belanja subsidi kepada rumah tangga dan belanja infrastruktur. G20 telah melaksanakan komitmen dalam KTT Washington, London, Pittsburgh, yaitu melaksanakan kebijakan fiskal stimulus 2% PDB, melakukan rekapitalisasi perbankan dan restrukturisasi aset bermasalah dengan biaya sebesar US$2-2,5 triliun, penambahan resources IMF sebesar US$500 miliar dan alokasi SDR untuk menambah likuiditas dunia sebesar US$250 miliar. Hingga di tahun 2012 pada KTT di Los Cabos, Mexico G20 sepakat untuk menambah dana talangan melalui Dana Moneter Internasional IMF sebanyak 430 milyar dolar AS. Meminta anggotanya untuk melaksanakan komitmen kebijakan fiskal stimulus 3% PDB. Terakhir, peningkatan kapital ADB 200% dan penambahan pendanaan dari Bank Pembangunan Multilateral dan Regional (Multilateral / Regional Development Bank) sebesar US$300 miliar serta pembiayaan perdagangan (trade financing) sebesar US$ 250 miliar untuk mengompensasi kemerosotan aliran modal ke negara berkembang. Segala macam cara telah dilakukan G-20 untuk mendapatkan titik penyelesaian krisis global subprime mortgage dan krisis utang UE. Namun efektifitas penyelesaian G20 masih dipertanyakan. Evaluasi agenda G20 bisa dilihat melalui pertumbuhan ekonomi dari sisi barang dan jasa. Penurunan ekspor berimbas pada menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat. Sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi berjalan lambat. Bank Dunia dan ADB, memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi turun yakni 6,3% 2. Dan dalam laporan tahunan "World Economic Outlook, IMF menilai bahwa pertumbuhan ekonomi dunia saat ini masih terlalu lemah untuk menekan tingginya tingkat pengangguran, inflasi dan sebagainya. Krisis Subprime Mortgage dan krisis utang UE, menjadi pembuka jalan bagi perubahan mendasar. Tidak hanya diseputar tata ekonomi global, namun juga bagi struktur politik global. Joseph P Quinlan dalam Syamsul Hadi (2011), menyatakan bahwa krisis global menandai akhir kejayaan AS dan terbentuknya mekanisme balance of 2 Azis, Harry Azhar Laju Pertumbuhan Internasional. Diakses 2 September 2014.
5 5 power.. Dalam kondisi ini juga negara emerging market juga diuntungkan seperti halnya negara China, China mendapat manfaat dengan adanya krisis finansial yang terjadi di AS. AS kini semakin bergantung pada China yang merupakan pembeli terbesar dari surat-surat berharga yang dikeluarkan AS. Belum lama ini bank sentral China mengumumkan pada Maret 2009 China mengalami peningkatan cadangan devisa 16% dibandingkan dengan tahun lalu, menjadi US$1,95 triliun. Hampir separuh dari cadangan devisa China, diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga dari Pemerintah AS dan beberapa negara lain. Salah satunya berupa obligasi. Pembiayaan anggaran belanja ekonomi AS. melalui surat utang (obligasi). Surat obligasi Amerika Serikat merupakan alat utama yang digunakan pemerintah Amerika Serikat untuk membiayai utang federal dari total level U.S Treasury security yg diselenggarakan untuk privat, kepemilikan asing memegang 31,64% dari total surat obligasi Amerika Serikat 3. Di tahun 2009, untuk menyelesaikan krisis subprime mortgage, AS juga menganggarkan US$ 11,56 trilyun untuk memerangi krisis, di mana US$ 2,90 trilyun di antaranya dikeluarkan sebagai paket bailout dan stimulus ekonomi. Barack Obama dan tim ekonominya setuju menghidupkan ekonomi dengan rangsangan permintaan lewat peningkatan anggaran pemerintah. Di periode ini AS sudah memiliki defisit anggaran sekitar 6 persen dari PDB dan kemungkinan akan naik lagi menjadi 12 persen. 4 Dapat disimpulkan, bahwa AS sangat membutuhkan dana besar yang dimiliki oleh China untuk membiayai defisit neraca pembayarannya yang terus membesar. Selain pembelian ke AS, China juga melakukan pembelian dalam jumlah besar surat berharga yang dikeluarkan IMF untuk memperbesar dana atau likuiditas pada organisasi keuangan internasional (IFIS) yang merupakan institusi bentukkan Brettonwoods System, praktis dikendalikan oleh Pemerintah AS. 3 U.S Treasury security, Why Growth Matters More Than Debt. 5 November Koran Kompas G-20 Optimistis Bisa Bersepakat Optimistis.Bisa.Bersepakat. Diakses 27 September 2009.
6 6 China menggunakan liberalisme barat melalui institusi keuangan global dan kerjasama G20 berskala internasional untuk mengimbangi hagemoni AS yang mulai melemah. perubahan dalam sistem internasional ditandai oleh munculnya China sebagai rising power dan hagemoni AS yang menunjukan adanya distribusi power di antara keduanya. Jika ditinjau dari konsep structural power, transisi kekuatan menuju ke negara emerging market (China) belum memungkinkan untuk terealisasi. Namun kegagalan ekonomi politik barat (kapitalisme-neoliberalis) yang ditunjukkan dengan krisis negaranegara advance countries (AS dan UE) telah menimbulkan ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan Barat. Ideologi ekonomi politik Barat yang dianggap gagal sehingga mengembangkan spekulasi pergeseran kekuatan ke China. Transisi power China bukan merupakan ancaman, karena perilaku peaceful rise China. Esensi dari Peaceful rise China adalah tidak akan menggunakan perang dan kekerasan dalam kebangkitan powernya. Semenjak era pemerintahan Deng Xiao Ping hingga saat ini, China selalu berusaha untuk tetap berada pada jalur kebangkitan yang damai yaitu jalur yang berada dalam sistem liberal barat. China memang sengaja berada dalam poros sistem barat. China dapat mengambil manfaat liberalisme yang kemudian membawa China pada kemajuan ekonomi seperti saat ini. Konsistensi China juga ditunjukan dengan keikutsertaannya dalam institusi-institusi internasional, seperti IMF, Bank Dunia dan WTO yang merupakan institusi bentukkan Bretton Woods System, yang merupakan produk hagemoni AS. Perubahan dalam sistem internasional ditandai oleh munculnya China sebagai rising power dan hagemoni AS yang menunjukan adanya distribusi power di antara keduanya. 1.2 Rumusan Masalah Dengan melihat keseluruhan latar belakang di atas, maka rumusan yang membangun penelitian ini adalah: 1. Bagaimana G20 mengatasi krisis keuangan, berhasil atau tidak berhasil. Jika berhasil berarti efektif dan tidak berhasil berarti G20 berjalan dengan tidak efektif?
7 7 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mendeskripsikan kepentingan (national interest) dari negara AS, UE dan China. Negara-negara maju (AS dan UE), yang merupakan pusat kapitalisme global, saat ini mengalami krisis keuangan. Sehingga AS dan UE, beserta IFIS (IMF dan Bank Dunia)yang seharusnya menjadi penyedia likuiditas, justru membutuhkan bantuan likuiditas yang berasal dari negara-negara berkembang (China). Sebaliknya China menggunakan momentum krisis, sebagai strategi tetap pada ideologi liberalisme barat melalui institusi keuangan global dan kerjasama G20 berskala internasional sebagai rising power. Sementara tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui keberhasilan G20 mengatasi krisis keuangan. G20 dapat dikatakan efektif (dapat menyelesaikan) ataukah tidak efektif (tidak dapat menyelesaikan) krisis keuangan. Hal tersebut akan bermanfaat bagi studi Hubungan Internasional, khususnya kajian ekonomi politik internasional dalam upaya kerja sama internasional ad hoc. Demi mencapai tujuan penelitian tersebut maka penulis menerapkan beberapa pembatasan dalam penulisan Tesis ini. Pembatasan yang pertama yaitu pembatasan periode waktu. Fokus analisis Tesis adalah pembahasan krisis keuangan global periode 2008 hingga Penulis memilih titik awal tahun 2008 dikarenakan tahun 2008 merupakan awal terjadinya krisis subprime mortgage AS. Sedangkan di periode tahun , merupakan periode timbulnya krisis keuangan baru di UE. Penyebab krisis UE ini, tidak lepas dari efek domino AS yang luas dan akhirnya menyebabkan krisis lainnya (Krisis Eropa). 1.4 Literatur Riview Terdapat beberapa penelitian, yang membahas kerjasama G-20, khususnya dalam isu Krisis Keuangan Global, seperti yang ditulis oleh Denis Pejl Toruan dan proyek riset : Peran Indonesia dalam G-20 ditulis oleh Yulius,dkk Kerjasama G-20 Dan Kontribusi Penanganan Krisis Subprime Mortgage Dan Krisis Finansial ( ). Tujuan dari Tesis ini adalah untuk mengetahui bagaimana kontribusi G-20 dalam proses penanganan krisis finansial global dan dominasi peran negara terhadap
8 8 sector perekonomian (sektor finansial). Proses penanganan krisis finansial global pada periode itu diwarnai oleh berbagai aktivitas ekonomi-politik internasional dan melibatkan institusi internasional lain di luar negara. Dominasi peran negara digambarkan oleh Denis PEJL Toruan (2010) sebagai permasalahan utama dalam forum G-20. Mengingat Efektivitas forum G-20 ditentukan oleh negara. Negara dapat menentukan compliance atau non compliance terhadap agenda G-20. Namun peran negara dapat dikuatkan dan dilemahakan terhadap penanganan krisis finansial melalui forum G20. Denis menggambarkan institusi IMF dan FSB, terlibat secara khusus dalam reformasi sistem finansial yang dicanangkan. Tesis Denis menerangkan korelasi penguatan atau pelemahan peran negara terhadap penanganan krisis finansial melalui forum G-20, dengan menilik peran International Monetary Fund (IMF) dan Financial Stability Board (FSB). Penelitian Denis lebih berfokus pada bidang finansial. Pada bidang finansial. Hal ini dapat dilihat dari tema-tema utama yang dibahas terpusat pada masalah keuangan dan moneter G-20. selain itu, didalam bab dua, denis menceritakan secara detil dan terperinci, situasi dan kondisi, International Monetary System saat ini. Pembahasan Denis yang terfokus pada bidang finansial ini, disesuaikan dengan bahasan pertemuan komunike yang diambil. Denis membatasi penelitiannya pada komunike setelah krisis subprime mortgage, ditahun , yang terdiri atas tiga komunike. Untuk mendapatkan gambaran apakah negara-negara G20 saling bekerjasama atau berkonflik, Denis mempergunakan teori rezim Internasional. Melalui ukuran Basic Causal Variabel (BCV) sebagai input, yang terdiri atas agenda G-20, menghasilkan relative behaviour atau outcome yang berisi perilaku negara-negara.
9 Proyek Riset G-20: Peran Indonesia Dalam G-20: Latarbelakang, Peran Dan Tujuan Keanggotaan Indonesia. Penelitian Yulius P Hermawan.,Wulani S., Getruida, dan Sylvie Tanaga ( 2011 ) merupakan Proyek Riset Kantor Perwakilan Indonesia bekerjasama dengan Departemen Hubungan Internasional Universitas Parahyangan. Riset ini bertujuan untuk mengetahui Latarbelakang, Peran Dan Tujuan Keanggotaan Indonesia dalam G-20. Kurun waktu penelitian di fokuskan pada pertemuan G-20 tahun 2008 di Washington, hingga 2010 di Korea selatan. Riset ini menjabarkan korelasi Indonesia dengan forum G-20. menurut Yulius, dkk; latar belakang Indonesia masuk ke dalam forum ini untuk kepentingan nasionalnya. Di forum G-20, Indonesia dipandang sebagai Negara demokratis dan menjadi sarana promosi citra Indonesia yang mendatangkan investasi bagi perekonomian Indonesia. Tidak hanya itu, di dalam G-20, Indonesia dapat melihat kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara maju, kemudian menerapkannya pada negara sendiri. Sedangkan untuk latar belakang, menurut Yulius, dkk, terdapat lima latar belakang Indonesia dapat bergabung dengan G-20, yaitu : Pertama, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang karena pertumbuhan ekonominya tercatat cukup penting di antara negara-negara berkembang lainnya. Kedua, Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat setelah China, Amerika Serikat dan India. Ketiga, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan karenanya dapat memainkan peran potensial untuk menjembatani perbedaan-perbedaan di antara peradaban dunia. Keanggotaan Indonesia dalam klub dapat membantu memperbaiki citra tentang perbedaan antara Barat dan Islam. Keempat, Indonesia merupakan negara demokrasi baru yang dalam proses konsolidasi. Keanggotaan Indonesia dapat memberikan inspirasi ke negara-negara lain untuk mempromosikan demokrasi dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi tinggi. Kelima, secara geografis Indonesia memiliki posisi yang signifikan. Indonesia merupakan satusatunya anggota ASEAN yang menjadi anggota tetap G-20. Tentu saja bisa ditambahkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang di masa lalu pernah terpuruk oleh krisis ekonomi yang dahsyat dan kini telah berhasil mengatasinya dengan relatif baik. Kalau Indonesia berhasil memainkan peran membawa kepentingan negara
10 10 berkembang, Indonesia dapat berkontribusi dalam menjawab inti persoalan legitimasi yang selama ini menghantui G Ketidakefektifan G-20 Dalam Menyelesaikan Krisis Finansial Global 2008 Tujuan dari jurnal yang ditulis oleh Rusthon Arif (2013) ini adalah untuk mengungkapkan tentang ketidakefektifan dari G-20 dalam menyelesaikan persoalan krisis global pada tahun Tepatnya tentang mengapa G-20 tidak dapat secara efektif membawa kerjasama multilateral dalam menyelesaikan krisis keuangan global. Ketidakefektifan G-20 dalam menyelesaikan krisis keuangan tahun 2008 berkaitan dengan rezim penyangga utama yang ditetapkan di G-20 oleh pihak AS dalam kondisi krisis di mana kemudian tidak ada rezim finansial yang mampu bertanggung jawab dalam menjawab bahwa G-20 memiliki banyak masalah untuk mensinkronisasikan sistem keuangan global. Tidak adanya instrumen dalam mengimplementasikan Dewan Stabilitas Keuangan pun meninggalkan masalah tersendiri dalam penanganan krisis keuangan. Selain itu, munculnya kekuatan baru, dalam hal ini Cina, sebagai penyeimbang bagi dominasi AS dalam perekonomian sehingga dapat mengatur sistem keuangan internasional, menjadi sangat sulit. 1.5 Kerangka Teoritis Teori adalah bentuk penjelasan paling umum yang memberitahu mengapa sesuatu terjadi dan kapan sesuatu bisa diduga akan terjadi. Proses pembentukkan teori (theory building) dimulai dari konseptualisasi (perumusan, pengembangan dan pendefinisian konsep). Kemudian penyusunan proposisi teoritis dengan menghubungkan konsepkonsep dalam format yang bermakna. Teori menggabungkan serangkaian konsep menjadi suatu penjelasan yang menunjukkan bagaimana konsep-konsep itu secara logis saling berhubungan (Mas oed, 1990) Rezim Internasional Konsep rezim internasional banyak mempengaruhi efektif dan tidak efektifnya sebuah kerjasama internasional. Keberadaan penyangga rezim internasional membuat peran organisasi internasional lebih signifikan. Rezim berasal dari tradisi liberal yang
11 11 berargumen bahwa berbagai institusi atau rezim internasional mempengaruhi perilaku negara-negara (maupun aktor internasional yang lain) Krasner (1982). Rezim internasional muncul untuk menjawab kemungkinan kerjasama antar negara dalam situasi anarki sistem internasional yang tidak memiliki otoritas kekuasaan terpusat. Anarkhi tidak berarti chaos karena masih terdapat aturan (rules) dalam sistem internasional. Terdapat banyak definisi rezim internasional namun yang banyak menjadi rujukan adalah pendapat Krasner (1983) yaitu International Regimes are defined as principles, norms, rules, and decision-making procedures around which actor expectations converge in a given issue area. Rezim dapat didefinisikan mencakup seperangkat prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan dan prosedur pembuatan kebijakan yang implisist maupun eksplisit yang muncul dari bertemunya ekspektasi para aktor di dunia internasional. Sejumlah pengertian rezim menunjukkan koherensi pengertian rezim sebagaimana yang disampaikan Krasner. Keohane dan Nye (1977) mendefinisikan rezim sebagai sets of governing arrangements yang termasuk didalamnya networks of rules, norms and procedures that regularized behavior and control its affects. Rezim internasional dianggap memiliki kemampuan mengkoordinasikan perilaku negara. Rezim harus difahami sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar perjanjian sementara (temporary agreement) sesaat yang dapat berubah oleh setiap terjadi perpindahan pergeseran power dan interest seperti yang dikatakan Robert Jervis (1978). G20 merupakan rezim, yang tidak memiliki institusi atau kantor tetap. Setiap tahun, terjadi pergantian troika (kepemimpinan) untuk pengadaan summit. Meskipun tidak legally binding (mengikat secara hukum) namun G20 menghasilkan seperangkat prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan dan prosedur pembuatan kebijakan Hegemoni Dalam Rezim Internasional Dalam teorinya Gilpin mengatakan bahwa stabilitas hegemoni menegaskan pentingnya kehadiran suatu kekuatan dominan atau hegemon dalam ekonomi dunia yang terbuka dan liberal. Kehadiran sebuah hegemon diperlukan karena aktor dominan dalam ekonomi dan politik internasional adalah penting untuk menciptakan standar global. G20 membutuhkan negara yang mampu menjaga stabilitas kerjasamanya.
12 12 Teori ini tidak mengatakan bahwa ekonomi internasional tidak akan dapat eksis dan berfungsi tanpa kehadiran hegemoni. Teori ini mengatakan bahwa tipe tertentu dari orde ekonomi internasional, dalam hal ini liberal, tidak dapat maju dan mencapai perkembangan penuh tanpa kehadiran suatu kekuatan hegemoni. Yang harus digarisbawahi di sini yakni bahwa teori ini tidak beranggapan bahwa struktur politik hegemoni menentukan kebijakan perdagangan atau transaksi ekonomi. Kebijakan perdagangan ditentukan oleh koalisi kepentingan domestik, sementara transaksi ekonomi ditentukan oleh variabel-variabel ekonomi. Dengan adanya kekuatan hegemoni Gilpin (1987). Ketika negara-negara lain mungkin mendapatkan manfaat dari rezim. Hegemon akan menggunakan kekuatan mereka semaksimal mungkin untuk menciptakan rezim. Penarikan diri hegemon dari rezim akan membuat keefektifan rezim akan berkurang Krasner (1982). Rezim menjalankan fungsi penting yang dibutuhkan dalam hubungan antar negara. Rezim merupakan aktor independen dalam politik internasional. Rezim ketika dilembagakan akan dijaga keutuhannya sehingga kehadirannya dapat memberikan pengaruh politik melebihi independensi negara-negara yang menciptakannya. Ketidakefektifan agenda G-20 khususnya dalam penanganan krisis finansial global. Dalam sistem internasional, negara hagemon menjadi pemain kunci. Menurut Gilpin (1987) seorang hagemon menganggap dirinya memiliki tanggung jawab untuk menjadi pemimpin (Leadership responsibility). Selain itu, negara hagemon juga didorong oleh kepentingan nasionalnya untuk menjalankan tugas sebagai pemimpin. Seiring dengan adanya perubahan atau dinamika dalam sistem internasional, posisi hagemon dalam dunia internasional tidak selamanya akan terus berada di puncak. Ia dapat mengalami penurunan. Seperti yang dicontohkan oleh Gilpin, dimana AS sedang mengalami penurunan hagemoni. Posisi Hagemoni dalam dunia internasional akan menurun seiring dengan munculnya negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat, dimana kekuatan baru inilah yang menjadi penanggung the cost of global hagemony dalam suatu waktu, hagemon akan mengalami penurunan dalam hal kemampuan untuk mengatur dan menstabilkan sistem ekonomi. Hal ini kontras dengan syarat sebuah negara ketika muncul
13 13 sebagai hagemon di mana ia harus memiliki kemampuan untuk menjamin stabilitas sistem internasional. Jika berbicara tentang perubahan dalam sistem internasional, maka hal yang perlu digaris bawahi adalah apakah emerging power akan menjadi penantang atau pemelihara sistem internasional yang sudah ada (system challenger or maintainer). Apakah China akan bersikap menantang international order yang telah ada atau justru bekerjasama dengan sistem. Mearsheimer dalam Kai Hei (2009) menyatakan tidaklah mudah untuk meramalkan apa yang menjadi intense dari sebuah negara, termasuk China. Realis percaya bahwa China akan berupaya untuk menjadi penantang dan mengubah sistem yang sudah ada. Neorealis sedikit percaya bahwa China masih mungkin mengikuti sistem yang sudah ada, tapi dengan catatan AS juga harus tetap mempertahankan engagement policy-nya dan membuat China menjadi pemangku kepentingan yang bertanggung jawab Collective Action Problems Dari konsep rezim internasional tersebut, peneliti menurunkannya pada permasalahan dalam rezim G20 sebagai langkah meyelesaikan krisis keuangan internasional. Secara konkret, tindakan collective actions Sandler (2004) mengatakan bahwa yang dilakukan oleh G20 dalam menyelesaiakan krisis finansial seperti yang sudah dilakukan atau dihasilkan selama pertemuan-pertemuan negara anggota G20 agar bisa tercapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan krisis finansial AS berserta UE segera terselesaikan. Sandler (2004) menyatakan bahwa krisis yang banyak melanda dunia internasional disebabkan oleh kegagalan pasar terkait dengan externalities, barangbarang publik dan free riders, serta terbukanya akses yang muncul akibat kegagalan hak kepemilikan. Tindakan collective actions G20 dalam rangka penanganan krisis finansial tersebut menimbulkan masalah baru yakni munculnya Free rider Sandler (2004). Konsep free rider ini muncul karena akibat dari tindakan collective action G20, semangat menyelesaian krisis finansial oleh organisasi internasional G20 tidak diimbangi dengan semangat setiap anggota G20 sebab setiap anggota G20 mempunyai kepentingan nasional, yang kepentingan nasional tersebut bertentangan dengan program yang di agendakan oleh G20. Free rider mendapat keuntungan akibat adanya perpindahan modal
14 14 dari negara maju ke negara berkembang. Free rider memanfaatkan keadaaan tersebut tanpa melakukan agenda yang sudah ditetapkan oleh G-20. Dalam kondisi krisis global tersebut dapat dilihat suatu fakta bahwa hegemoni AS sedang mengalami penurunan dan dunia sedang berada dalam periode itu. Saat kekuatan terbesar ini surut, maka akan ada konfigurasi baru. Problematisnya kehadiran free riders dan public goods tersebut mendorong apa yang kemudian disebut sebagai dilema atas aksi bersama (collective action problems) terutama kerjasama yang dibutuhkan diantara aktor-aktor yang rasional. Aktor dalam hubungan internasional, terutama negara, memiliki fokus untuk melindungi dan mengejar kepentingan negaranya sendiri daripada kebaikan dunia. Egosime tiap-tiap negara memunculkan hambatan baru dalam pelaksanaan aksi kolektif global. Untuk mengatasinya, aksi kolektif membutuhkan perolehan keuntungan yang cukup bagi para aktor sehingga aktor-aktor tersebut dapat termotivasi untuk membentuk suatu aksi global (Sandler, 2004) Efektivitas Rezim Internasional Karns dan Mingst (2004) menyatakan bahwa mengukur tingkat efektivitas merupakan tugas yang besar dalam pembuatan kebijakan publik baik di tingkat lokal, nasional regional ataupun global. Tata pengaturan global harus efektif dalam pengertian mampu memberi perhatian besar, dan bila perlu, membantu memecahkan masalahmasalah global. Forum harus bisa menjembatani antara mekanisme yang dibangun dan program-program aktivitas kongkrit untuk menerapkan mekanisme tersebut. Lembaga khusus harus dapat menjamin dilaksanakannya keputusan-keputusan yang telah disepakati di dalam forum. Untuk mengukur tingkat kolaborasi suatu rezim, diperlukan terlebih dahulu analisis terhadap efektivitas suatu rezim yang ditentukan Sr adalah Stringency (kekuatan aturan), Cr adalah Compliance (ketaatan anggota rezim terhadap aturan), dan Br berarti efek samping yang dihasilkan rezim. Dengan kata lain kita harus memeriksa terlebih dahulu output, outcome dan impact dari rezim G20 tentang komitmen-komitmen agenda untuk menentukan efektivitas rezim tersebut. Compliance merupakan konsepsi kunci penting untuk dapat membuat tata kelola global berfungsi dengan efektif. Konsepsi ini juga penting untuk menjawab keraguan
15 15 tentang legitimasi dan membantu organisasi internasional untuk dapat membuat prosesnya menjadi lebih akuntabel. Konsepsi kepatuhan terkait erat dengan implikasi proses pasca pembentukan kesepakatan dalam forum G20. Secara sederhana, compliance dapat didefinisikan ketaatan anggota terhadap komitmen yang telah disepakati dalam proses organisasi. Setiap anggota kemudian akan menempatkan dirinya sebagai implementating actor, dan monitoring actor. Setiap anggota dengan demikian terikat untuk melaksanakan komitmen prioritas yang ditetapkan oleh forum untuk dilaksanakan oleh anggota-anggotanya dan untuk melaksanakan komitmennya sendiri yang telah disampaikan dan dicatat oleh institusi. Anggota menjadi pelaksana penerapan komitmen-komitmen tersebut dan sekaligus menjadi lembaga yang berkewajiban untuk memonitor pelaksanaannya. Dalam hal institusi menuntut pelaporan pelaksanaan, anggota kemudian berkewajiban untuk menyusun laporan tentang pelaksanaan komitmen prioritas institusi dan komitmen anggota. Bentuk-bentuk pelaksanaan komitmen dapat berupa penyesuaian kebijakan-kebijakan nasional terhadap komitmen institusi jika ternyata sudah ada kebijakan spesifik lama yang mengatur isu spesifik yang dibicarakan dan ditetapkan dalam forum. Pelaksanaan komitmen juga dapat berupa pembentukan aturan-aturan baru jika komitmen tersebut belum diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan yang ada. Dalam hal komitmen prioritas harus dilaksanakan oleh stakeholders lain yang hadir dalam pertemuan institusi, anggota-anggota dan ketua forum akan memastikan bahwa kesepakatan institusi juga telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga terkait. Anggota akan menjadi observance terhadap penerapan kesepakatan-kesepakatan tersebut. Pelaksanaan komitmen prioritas yang berimplikasi eksternal memang relatif sulit untuk memastikan compliance nya. Outreaching ke non anggota bisa membantu pelaksanaan komitmen prioritas ini. Dalam G20, compliance telah menjadi inti proses institusi dalam memastikan berfungsinya tata kelola ekonomi global. Prinsip leading by example yang menjadi nilai G20 menegaskan bahwa setiap anggota G20 diharapkan menerapkan komitmenkomitmen prioritas dan individual (compliance) karena hasilnya akan menentukan efektivitas G20.
16 Hipotesis Penelitian Mengikuti pola keterkaitan konsep, generalisasi dan teori yang disampaikan Mas oed (1990), hipotesis dari peneltian ini adalah : ketidakefektifan G20 dikarenakan; Pertama, menurunnya hegemoni AS dalam G20, dan melemahnya kekuatan Advance Countries dalam G20. memunculkan China, China hadir sebagai sebagai rising power mengimbangi hagemoni AS yang mulai melemah. Kedua, tindakan collective actions G20 dalam rangka penanganan krisis finansial tersebut menimbulkan masalah baru yakni munculnya perilaku free rider emerging market. Ketidakefektifan G20 dalam menyelesaikan krisis finansial banyak dipengaruhi oleh negara emerging market, negara emerging market diuntungkan dengan adanya krisis finansial di negara maju karena arus modal bergerak ke negara yang masih konsen dalam bidang industri manufacture. Sehingga dampak yang dirasakan oleh negara emerging market sangatlah signifikan mulai pada peningkatan GDP sampai pada ekspansi produk ke negara lain. Tabel 1.1 Keterkaitan Konsep, Generalisasi dan Teori Konsep Proposisi Konsep Rezim Internasional (Hagemoni dan Collective Action Problem) Menurunnya hagemoni AS dan Collective action problem rezim internasional, masingmasing aktor Negara (AS, UE dan China) mempengaruhi efektivitas Rezim G20 Efektivitas Rezim Variabel Hipotesa Variabel - Menurunnya hagemoni AS dalam G20, - Melemahnya Kekuatan Advance Countries dalam G20. - Adanya Collective Action Problem terkait dengan free rider. - Tidak Adanya Kontrol Yang Memadai Pasca Komitmen, Untuk Mengontrol Aplikasi Pelaksanaan Agenda Penarikan diri hegemon dari rezim, serta tidak adanya kontrol yang memadai pasca komitmen pada tataran aplikatif dan adanya free rider akan membuat keefektifan rezim akan berkurang. Keefektifan rezim akan berkurang.
17 17 Indikator Hipotesa Kerja Indikator a. China hadir sebagai sebagai rising power mengimbangi hagemoni AS yang mulai melemah. b. Free Rider dilihat dari Keuntungan akibat adanya perpindahan modal dari negara maju ke negara berkembang c. Negara advance countries, memiliki kepatuhan (compliance) yang tinggi,untuk memenuhi komitmen-komitmen prioritas KTT. Sedangkan negaranegara berkembang tidak memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi Jika tidak terdapat hegemoni G20 serta adanya Collective Action Problem, dan Tingkat kepatuhan yang berbeda antara Negara advance countries dan negara berkembang, maka penanganan krisis finansial tidak efektif atau tidak berhasil. Ketidakefektifan atau ketidakberhasilan G20 dalam penanganan krisis finansial Variabel independent dari penelitian ini adalah kepentingan (national interest) AS dan UE, berserta China dalam rezim G20 sedangkan variabel dependentnya adalah. Keberhasilan atau Ketidakberhasilan G20 dalam penanganan krisis finansial 1.7 Metodologi Penelitian Metodologi Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis deskripsi analitis. Kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati, didukung dengan studi literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian, pustaka, berupa data dan angka, sehingga realitas dapat dipahami dengan baik. Metode deskriptif analitis bertujuan untuk menggambarkan, menelaah serta menganalisis dan mengklarifikasi fenomena yang terjadi seputar objek penelitian sebagai usaha menjawab rumusan masalah Tekhnik Pengumpulan Data Tekhnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan metode library research (studi kepustakaan), metode interview (wawancara), metode observasi (terjun
18 18 ke lapangan). Penelitian ini menggunakan tekhnik studi kepustakaan (library research). Metode library research dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang sekiranya bisa dipergunakan untuk mengupas masalah. Dokumen dapat berupa teks-teks tertulis dari buku, jurnal, majalah, tabloid, koran, situs-situs resmi milik pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang diakses melalui internet serta` sumber-sumber lain yang dianggap relevan. Dengan studi kepustakaan ini penulis berharap nantinya bisa menemukan data-data dan fakta-fakta yang relevan untuk menganalisis permasalahan yang sedang dikaji Jangkauan penelitian Jangkauan penelitian meliputi rangkaian negosiasi dalam tiga periode G20 sejak tahun , meliputi: periode krisis subprime mortgage KTT Washington (14-15 November 2008), KTT London (1-2 April 2009), dan Pittsburgh (24-25 September 2009). Periode pasca krisis krisis Eropa Toronto (26-27 Juni 2010) dan Seoul (11-12 November 2010), KTT Channes (3 November 2011) dan Los Cabos (18-19 Juni 2012). Mengingat agenda dalam G20 kompleks, mencakup beragam isu dan terdapat hubungan antar isu (issue lingkage) maka dalam penelitian ini dibatasi pada isu G20 menangani krisis keuangan global Tekhnik Analisis Dan Interprestasi Data. Tesis ini menggunakan data kualitatif. Menurut Moleong,J.L (2005) analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikannya dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, menemukan apa yang penting dan apa yang akan dipelajari dan memutuskan apa yang akan dideskripsikan. 1.8 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini dikembangkan dalam lima bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat kerangka dasar penelitian, alasan pemilihan topik dan metode penelitian serta sistematika penulisan. Secara terinci, kandungan bab ini adalah sebagai berikut : Latar belakang masalah, tujuan penelitian, literatur riview, kerangka teoritis,
19 19 hubungan antar variabel, hipotesis penelitian, model analisis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II INDENTIFIKASI KEANGGOTAAN DAN KEPENTINGAN ENTITAS G20 Bab ini lebih diarahkan untuk mendeskipsikan kronologis penyebab, efek domino dan cara atau agenda G20 menyelesaikan krisis yang terjadi di negara-negara Advance Countries (Krisis Subprime Mortgage AS, dan Krisis Utang Yunani). Setelah mendeskripsikan krisis, dilanjutkan dengan mendeskrisipkan Kepentingan AS dan Uni Eropa Membentuk G20, serta kepentingan Emerging Market (China) serta Kebijakan Ekonomi Luar Negeri China, sehingga memutuskan bergabung di G20. BAB III. KEBERHASILAN, DAN EFEKTIVITAS G20 MENYELESAIKAN KRISIS FINANSIAL. Bab ini, dimulai dengan menggambarkan komitmen-komitmen yang disepakati dalam G20. Komitmen utama yang disetujui G20, untuk menyelesaikan krisis Advance Countries, melalui pemberian stimulus fiskal. Kemudian dilanjutkan dengan analisis keberhasilan (efektif) atau ketidakberhasilan (tidak efektif) G20 dalam mengatasi krisis finansial global. Didapatkan ketidakberhasilan (tidak efektif) G20, karena tidak adanya Hegemoni. Melemahnya Hegemoni AS, karena berbagai indikator. Karena menurunnya ekonomi AS, dan lemahnya kepercayaan terhadap lembaga-lembaga bretton woods bentukan AS. Dalam situasi ini bangkit kekuatan baru (China), yang memanfaatkan kondisi ini, sehingga melemahkan hegemoni AS. Selain Hegemoni, dalam ketidakefektifan dapat dilihat dari timbulnya dilema atas aksi bersama (Collective Action Problem) G20, mempengaruhi efektivitas. Ditengarai kehadiran free rider dari negara-negara Emerging Market di G20, menyebabkan ketidakberhasilan dan ketidakefektifan G20. Bab IV KESIMPULAN Merupakan kesimpulan dari pembahasan penulisan penelitian ini.
BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka
71 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. G20 bukan merupakan lembaga atau organisasi
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciPerekonomian Suatu Negara
Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Saat ini Yunani sedang mengalami Krisis Ekonomi akibat akumulasi hutang
149 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saat ini Yunani sedang mengalami Krisis Ekonomi akibat akumulasi hutang yang membengkak. Secara ekonomi, sebelum bergabung dengan Eurozone pemerintah Yunani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Structural Adjustment Programs (SAPs) adalah sebuah program pemberian pinjaman yang dicanangkan oleh IMF. SAPs pada mulanya dirumuskan untuk membendung bencana
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang memiliki pengaruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang memiliki pengaruh sangat besar bagi ekonomi dunia. Secara politik, Amerika Serikat merupakan negara demokrasi
Lebih terperinciDPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF
DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF tribunnews.com Rencana pemerintah untuk membeli obligasi i yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF) ii seharga US$1 miliar ditentang Komisi XI DPR. Komisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Dampak krisis..., Adjie Aditya Purwaka, FISIP UI, Universitas Indonesia
90 BAB 5 KESIMPULAN Republik Rakyat Cina memiliki sejarah perkembangan politik, sosial dan ekonomi yang sangat dinamis semenjak ribuan tahun yang silam. Republik Rakyat Cina atau RRC adalah merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program
Lebih terperinciFokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global
Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keadaan perekonomian Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dicicil pada tahun Berdasarkan risalah Konferensi Meja Bundar, utang itu
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian. Sejarah perekonomian Indonesia tak bisa dilepaskan dari masalah utang luar negeri. Utang ini belum pernah pernah surut, bahkan dari tahun ke tahun makin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan
Lebih terperinciEkonomi 2009: Perlu langkah-langkah Baru
Ekonomi 2009: Perlu langkah-langkah Baru Yoke Muelgini** Senin, 19 Januari 2009 SELAIN bagaimana menyiapkan kado agenda pemilu dalam pesta demokrasi 2009, tantangan besar yang mengancam sepanjang 2009
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi global merujuk kepada ekonomi yang berdasarkan ekonomi nasional masing-masing negara yang ada di belahan dunia. Saat ini, fenomena krisis global menunjukkan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500842; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi dunia sekaligus sebuah sarana akomodasi kepentingan negara-negara. Serikat, Italia, Prancis, Jerman, Jepang dan Rusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah G20 awalnya digagas sebagai forum bersama guna membahas isu-isu ekonomi dunia sekaligus sebuah sarana akomodasi kepentingan negara-negara berkembang yang selama
Lebih terperinciSEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?
Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik
Lebih terperinciInternational Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA
Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap aliran modal asing, tekanan internasionalpun semakin besar. Rentannya sistem keuangan Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya
Lebih terperinciGambaran Umum G20. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gambaran Umum G20 Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Latar Belakang Faktor utama terbentuknya G20 Ketergantungan antar negara semakin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian yang semakin merosot di Indonesia disebabkan oleh krisis moneter, serta merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna mendukung kebutuhan akan finansial yang juga semakin beragam ditengah tumbuh dan berkembangnya perekonomian
Lebih terperinciuntuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang
Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal
Lebih terperincimemperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.
BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin
BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND
LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka tiga faktor Ukuran ekonomi, Cina sebagai pusat perdagangan dunia, dan pengaruh permintaan domestik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Setelah beberapa tahun menyandang gelar Celtic Tiger, yang menggambarkan betapa
BAB V KESIMPULAN Krisis ekonomi yang melanda Irlandia merupakan batu sandungan yang cukup besar. Setelah beberapa tahun menyandang gelar Celtic Tiger, yang menggambarkan betapa hebatnya perekonomian di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Proses tersebut adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam skripsi yang berjudul Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global dan kawasan serta berbagai kemajuan dalam perbaikan, iklim investasi, infrastruktur,
Lebih terperinciAnalisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI
Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis keuangan global yang melanda seluruh dunia pada tahun 2008 atau yang lebih dikenal dengan Subprime Mortgage Crisis berawal dari krisis keuangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah hampir 20 tahun, perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah menjadi bagian dalam struktur ekonomi Indonesia. Perbankan syariah memang masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Globalisasi membuka gerbang untuk masuknya teknologi informasi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi membuka gerbang untuk masuknya teknologi informasi dan komunikasi dari suatu negara ke negara lainnya. Dengan adanya globalisasi batasan geografis antar
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat
Lebih terperinciSambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015
Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference The Future of Asia s Finance: Financing for Development Jakarta, 2 September 2015 Yang terhormat Managing Director
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Lebih terperinci1 Universitas indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa pertanyaan menggelitik dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelarian modal yang terjadi di suatu Negara cukup menarik perhatian untuk dicermati oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri
Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat
Lebih terperinciProspek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan
Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,
Lebih terperinciBAB II PERKEMBANGAN BRIC. signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar.
BAB II PERKEMBANGAN BRIC BRIC merupakan organisasi yang mengalami perkembangan yang signifikan pasca krisis ekonomi besar yang melanda beberapa Negara-negara besar. Sejak saat itu BRIC mulai dikenal sebagai
Lebih terperinciPresented by: M Anang Firmansyah IMF. system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian
Presented by: M Anang Firmansyah IMF Dana Moneter Internasional adalah Salah satu badan khusus dalam system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional pada tahun 1945
Lebih terperinciProspek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016
Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Krisis global tahun 2008 disebabkan oleh permasalahan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS terjadi karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Keterbukaan Indonesia terhadap modal asing baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di dunia, disertai pula dengan adanya deregulasi keuangan, telah menghilangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia
Lebih terperinciPrediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%
1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan
BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika perekonomian global masih diliputi oleh nuansa ketidakpastian yang tinggi yang tercermin dari perubahan yang berlangsung sangat cepat dan sulit diprediksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk
Lebih terperinciEfektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang
PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan
Lebih terperinciEconomic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)
Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, era globalisasi membawa suatu pengaruh yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, era globalisasi membawa suatu pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian suatu negara. Era globalisasi ini terjadi dikarenakan adanya rasa saling ketergantungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri
Lebih terperinciANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009
KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. suatu negara dan sebagai tujuan alternatif investasi yang menguntungkan. Pasar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini hampir semua negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi suatu negara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan
BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dinamika investasi mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, hal ini mencerminkan marak lesunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE
BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE 2014-2015 A. Analisis Fundamental Nilai Tukar Rupiah 1. Faktor Ekonomi Faktor Ekonomi yaitu hal-hal yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya
BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah menjadi isu hangat yang semakin berkembang di Indonesia. Konsep ini menjadi sering dibicarakan
Lebih terperinci