BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea"

Transkripsi

1 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea Selatan yang sangat pesat mampu mendongkrak jumlah pembelajar bahasa Korea di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertumbuhan perindustrian Korea Selatan di dalam negeri maupun di luar negeri meningkat tajam. Perindustrian dalam negeri Korea Selatan banyak menyerap tenaga kerja imigran dari Indonesia. Tenaga kerja imigran ini harus memenuhi beberapa kriteria, salah satunya adalah mampu berbahasa Korea. Oleh karena itu sebelum berangkat ke Korea Selatan calon tenaga imigran diwajibkan lulus tes kemampuan bahasa Korea EPS TOPIK (Employment Permit System Test of Proficiences in Korean). Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengirimkan tenaga kerja ke Korea Selatan. Perusahaan Korea Selatan juga banyak merelokasikan usahanya ke Indonesia karena di dalam negeri Korea Selatan sendiri persaingan bisnis sangat ketat dan biaya operasional yang tinggi. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga kerja yang mampu berbahasa Korea di Indonesia juga meningkat. Selain itu, industri musik dan drama Korea Selatan yang masuk ke Indonesia juga mampu menarik minat para pecintanya untuk belajar bahasa Korea. Peningkatan jumlah pembelajar bahasa Korea di Indonesia ini tidak diikuti

2 dengan ketersediaan fasilitas pembelajaran bahasa Korea yang memadai. Lembaga pendidikan bahasa Korea nonformal / lembaga pelatihan bahasa telah banyak muncul namun hanya ada tiga perguruan tinggi yang telah membuka program studi bahasa Korea, yakni Universitas Nasional, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia.Pendidikan formal bahasa Korea di Indonesia masih tergolong baru. Perkuliahan bahasa Korea pertama kali dibuka di UGM pada tahun Sedangkan program studi bahasa Korea di UGM didirikan delapan tahun setelah itu. Buku-buku referensi dan penelitian terkait bahasa Korea juga masih sulit dijumpai di Indonesia. Kamus saku bahasa Korea dan buku percakapan bahasa Korea sehari-hari sudah banyak dijual di toko buku, namun buku terkait tata bahasa Korea belum banyak dijumpai sehingga pembelajar bahasa Korea masih menemui kesulitan dalam belajar. Latar belakang inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya penelitian ini dilakukan. Bagi penutur asli bahasa Indonesia, belajar bahasa Korea mungkin lebih sulit apabila dibandingkan belajar bahasa Inggris atau bahasa lain sejenisnya. Hal inikarena karakteristik bahasa Korea sangat berbeda dengan karakteristik bahasa Indonesia. Bahasa Korea adalah bahasa yang berpola kalimat SOV (subjek-objekverba) (Song, 2010:111) sedangkan bahasa Indonesia mempunyai pola kalimat SVO (subjek-verba-objek). Dalam bahasa Indonesia urutan / posisi unsur fungsional kalimat, yakni subjek, predikat, dan objek sangat menentukan makna suatu kalimat. Sedangkan dalam bahasa Korea unsur predikat harus berada di bagian akhir kalimat, urutan unsur fungsional kalimat lainnya tidak begitu penting karena dalam tiap unsur kalimat tersebut terdapat penanda unsur funsional 13

3 kalimat(song, 2010:112). Walaupun pola dasar bahasa Korea SOV namun posisi subjek dan objek bisa ditukarkan menjadi OSV tanpa mengubah struktur fungsional kalimat. Hal ini berkat peran penanda yang menempel pada setiap unsur fungsional kalimatnya. Menurut Min (2009:40) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Korea, salah satu kesulitan utama pembelajar pemula bahasa Korea di Indonesia adalah rumitnya penggunaan penanda. Menurut hasil penelitiannya, kesalahan yang sering dilakukan oleh penutur asli bahasa Indonesia dalam berbahasa Korea adalah kesalahan penggantian penanda, penambahan penanda, peletakan penanda, dan penghilangan penanda.kesalahan yang ditemukan, misalnya kesalahan penggunaan penanda objek eul pada subjek, kesalahan penggunaan penanda subjek i pada objek, dan kesalahan pemilihan bentuk penanda subjek i atau ga yang digunakan pada subjek. Menurut Min hal ini disebabkan oleh kurangya pemahaman pembelajar mengenai penanda bahasa Korea. Bahasa Korea merupakan tipe bahasa aglutinatif (Lee, 2012: 22).Dalam bahasa Korea, setiap unsur fungsional kalimatnya terdapat penanda. Pada subjek, objek, pelengkap, dan keterangan terdapat penanda, sedangkan pada unsur predikat terdapat akhiran penanda. Bahasa Korea merupakan bahasa aglutinatif yang jumlah penandanya banyak dan penggunaannya berkembang sangat pesat. Frekuensi penggunaan penanda dalam bahasa Korea sangat tinggi, sehingga bagi pembelajar pemula pemahaman dan penggunaannya secara tepat sangat penting. 14

4 Dalam bahasa Korea keberadaan penandadalam kalimat sangat menentukan struktur dan maknanya. Pada bahasa yang berpola SVO urutan atau posisi kata dalam kalimat sangat menentukan peran dan makna kalimat. Sedangkan pada bahasa Korea urutan tidak begitu menentukan makna karena adanya penanda, objek kalimat dapat pindah ke posisi terdepan menjadi objek, subjek, dan predikat (OSV). Posisi unsur fungsional kalimat bisa saja berubah namun struktur fungsional kalimat masih sama. (1) Jiwon sshi-ga ppang-eul meokseumnida. Jiwon pak-psroti-pomakan. Pak Jiwon makan roti. Kalimat (1) di atas terdiri dari klausajiwon sshiga ppangeul meokseumnida. Kalimat ini terdiri dari tiga unsurfungsional. Pertama, Jiwon sshiga sebagai S. Kedua ppangeul sebagai O. Terakhir, meokseumnida sebagai P. Unsur S merupakan frase N yang terdiri tiga kata Jiwon, sshi, dan ga. Jiwon dan sshi masing-masing adalah N sedangkan ga adalah Ps. Unsur O juga merupakan frase N yang terdiri dari dua kata,ppangdan eul.ppang adalah N sedangkan eul adalah Po. Terakhir, unsur P hanya terdiri dari satu kata saja V, tanpa diikuti penanda.urutan unsur fungsional kalimat (1) adalah S-O-P, dalam bahasa Indonesia berarti pak Jiwon makan roti. Apabila posisi / urutanunsur S dan O pada kalimat (1) ditukarkan sehingga O berada pada awal dan S mengikutinya, maka kalimatnya menjadi seperti di bawah ini. 15

5 (1a) Ppang-eul Jiwon sshi-ga meokseumnida. Roti-PoJiwon pak-psmakan. Pak Jiwon makan roti. Posisi / urutan unsur fungsional pada kalimat (1a) di atas berbeda dengan kalimat (1) namun struktur fungsionalnya masih sama, yakni ppangeul sebagaio, Jiwon sshiga sebagai S, dan meokseumnida sebagai P.Walaupun ppangeul berpindah ke depan, fungsinya dalam kalimat masih sama sebagai O. Sehingga kalimat (1a) apabila diterjemahkan ke dalam bahasaindonesia masih sama dengan kalimat (1), yakni pak Jiwon makan roti namun makna kalimat sedikit berbeda karena fokus kalimatnya berbeda. Dalam bahasa Korea, perubahan struktur fungsional hanya akan berubah apabila penanda pada unsur itu berubah. Perhatikan contoh kalimat (2) dan (2a) di bawah ini. (2) Junyeong sshi-ga chingu-reul mannamnida. Junyeong Pak-Ps teman-pomenemui. Pak Junyeong menemui temannya. (2a) Junyeong sshi-wa chingu-ga mannamnida. Junyeong Pak-Pket teman-psbertemu. Pak Junyeong dan temannya bertemu. Contoh (2) berupa satu klausa, yakni Junyeong sshiga chingureul mannamnida. Klausa ini terdiri darijunyeong sshiga sebagai S, chingureul sebagai O, dan mannamnida sebagai P. S merupakan frase N yang terdiri dari Junyeong, sshi, dan ga. Junyeong merupakan N, sshimerupakan N, dan ga merupakan Ps. O juga merupakan frase N yang terdiri dari N chingu dan Po reul. 16

6 Sedangkan P mannamnida berupa V transitif. Urutan unsur fungsional contoh (2) adalah S-O-P. Contoh (2) dalam bahasa Indonsia berarti pak Junyeong menemui temannya. Contoh (2a) juga berupa satu klausa, yakni Junyeong sshiwa chinguga mannamnida. Junyeong sshiwa chinguga merupakan S. Frase ini terdiri dari frase N Junyeong sshiwa chingu dan Ps -ga. Pada frase N Junyeong sshiwa chingu terdapat penggabungan penggabungan frase Junyeong sshidan chingu dengan menggunakan Pketwa. Sedangkan mannamnida sebagai P merupakan V, dalam klausa ini tidak terdapat O. Arti contoh (2a) dalam bahasa Indonesia adalah pak Junyeong dan temannya bertemu. Contoh (2) dan (2a) memiliki struktur fungsional dan makna yang berbeda. Contoh (2) berstruktur S-O-P sedangkan contoh (2a) berstruktur S-P tanpa O. Makna kalimat pun berbeda, contoh (2) dan (2a) berturut-turut,pak Junyeong menemui teman(nya) dan pak Junyeong dan temannya bertemu. Menurut Hong (2002:21) bahasa Korea dapat dikatakan sebagai bahasa dengan penandayang berkembang pesat,jumlah penandakhusus saja pada bahasa Korea lebih dari 47 dengan makna, fungsi, dan distribusi penggunaan yang berbeda-beda. Apabila dijumlahkan dengan penanda mungkin bisa mencapai 100 buah. Perkembangan ini tidak hanya dilihat dari segi jumlah penandanya saja, namun dari segi makna dan distribusi penggunaannya juga sangat berkembang pesat. (1b) Jiwon sshi-ege ppang-i meokkyeosseumnida. 17

7 Jiwon Pak-Pket roti Ps dimakan. Roti dimakan oleh pak Jiwon. (3) Ai-deur-ege ganshik-eul jumnida. Anak-para- Pketjajanan-Po memberi. (Saya)memberi jajanan kepada anak-anak. (4) Dongsaeng-ege seonmur-el bad-asseumnida. Adik-Pket hadiah- Po menerima-telah. (Saya)telahmenerima hadiah dari adik. (5) Eomeoni-kke jeonhwa-reul bad-asseoyo. Ibu-Pket telpon-po menerima-telah. (Saya)telahmenerima telpon dari ibu. Kalimat (1b), (3), (4), dan (5) semuanya terdiri dari satu klausa. Struktur fungsional empat kalimat di atas adalah sebagai berikut. Pertama, pada kalimat (1b) Jiwon sshiege sebagai KET, ppangi sebagai S, danmeokkyeosseumnidasebagai P.Kedua, pada kalimat (3) aiderege sebagai Ket, ganshikeul sebagai O, dan jumnida sebagai P. Ketiga, pada kalimat (4) dongsaengege sebagai Ket, seonmurel sebagai O, dan badasseumnida sebagai P. Dan keempat, eomeonikke sebagai Ket,jeonhwareul sebagai O, dan badasseoyo sebagai P. Struktur fungsional kalimat (1b) adalah KET-S-P sedangkan ketiga kalimat lainstrukturnyasama, yakni KET-O-P. Keempat kalimat mempunyai persamaan adanya unsur fungsional Pket, namun bentuk Pket yang digunakan pada kalimat (5) berbeda daripada tiga kalimat lainnya. Kalimat (1b), (3), dan (4) menggunakan Pket ege sedangkan pada kalimat keempat menggunakan Pket kke. Bentuk Pket pada kalimat (1b), (3), dan (4) sama, yakni ege,tetapipket 18

8 tersebut menunjukkan makna keterangan yang berbeda-beda. Sedangkan bentukpket pada kalimat (4) dan (5) berbeda, yakni ege dan kke, namun menunjukkan jenis unsurfungsional keterangan klausa yang berbeda. Penjelasan empat kalimat di atas menunjukkan bahwa bahasa Korea memiliki jenis, bentuk, makna, dan fungsi penanda yang bermacam-macam sehingga sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Pemahaman penanda Bahasa Korea dengan baik dan benar juga dapat membantu pembelajar pemula dalambelajar dan praktik berbahasa. Dengan demikian, praktik komunikasi dalam kehidupan berbahasa Korea bisa lebih berarti karena dilandasi dengan pengetahuan bahasa yang baik dan benar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea? 2. Bagaimanakah fungsi penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea? 3. Dimanakahletak penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea? 4. Bagaimanakah pentingnya penggunaan penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea? 19

9 Pada sub-bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa predikat dalam bahasa Korea tidak ditandai dengan penanda namun ditandai dengan akhiran. Oleh karena itu dalam penelitian ini akhiran penanda unsur predikat tidak akan dibahas dalam penelitian ini. 1.3 Tujuan Penulisan Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea. 2. Mendeskripsikanfungsi penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea. 3. Mendeskripsikanletak penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea. 4. Mendeskripsikanpentingnya penggunaan penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan hasil pencarian penulis terkait penelitian tentang penanda bahasa Korea,penelitian sejenis ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi masyarakat, khususnya para linguis dan pembelajar bahasa Korea Manfaat Teoretis 20

10 Secara teoretis, kajian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran jelas tentang bentuk-bentuk,fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penandabahasa Korea. Selain itu, penelitian ini juga berguna untuk menambah khazanah pengetahuan bahasa Korea,khususnya mengenai bentuk penandadan dapat memberikan sumbangsih terhadap pengembangan ilmu sintaksis, khususnya yang berhubungan dengan penanda bahasa Korea Manfaat Praktis Telah diterangkan sebelumnya bahwa pembelajaran bahasa Korea di Indonesia masih belum lama muncul. Pembelajar bahasa Korea masih menemui masalah klasik, yakni sulitnya mencari sumber referensi. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk membantu mempermudah proses pembelajaran bahasa Korea, khususnya untuk para pembelajar pemula. Selain itu, sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan menjadi stimulan perkembangan penelitian linguistik Korea di masa depan. 1.5 Tinjauan Pustaka Berdasarkan temuan penulis, penelitian terkait penanda bahasa Korea telah banyak dilakukan di Korea, di Indonesia dan di negara lain masih sangat jarang. Penelitian penanda yang ditemukan di Indonesia tidak spesifik pada penanda bahasa Korea. Dari hasil penelusuran oleh penulis, penelitian-penelitian terkait penandasecara umum dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, penelitian 21

11 penanda sebagai kata tugas karena penanda tersebut menunjukkan hubungan gramatikal antar unsur kalimat atau biasa disebut juga penanda. Kedua, penelitian penanda sebagai bagian yang lebih khusus daripada kata tugas karena penanda ini mempunyai maknaprakmatikalyakni pada penelitian penanda khusus. Dalam bahasa Korea,penandaatau partikel didefinisikan sebagai kata yang setara dengan kategori kata benda, sifat,dst. Penanda bahasa Korea dapat berupa kata tugas dan kata yang mempunyai makna prakmatikal. Di Korea Selatan, penelitian terkait penanda telah banyak sekali dilakukan. Sedangkan penelitian terkait pertikel di Korea Utara belum ditelusuri oleh penulis. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses data dan referensi sumber terkait. Oleh karena itu, penelitian penanda bahasa Korea terdahulu hanya akan dipaparkan dengan memfokuskan di wilayah Semenanjung Korea bagian selatan, yaitu Korea Selatan saja. Dilihat dari bentuk, jenis dan cara pandang terhadap penanda, penelitian penanda di Korea beragam. Penjelasan mengenai makna dan identitasnya pun beragam. Ada empat orang linguis Korea terkenal yang membahas penanda bahasa Korea, yakni Hansol Lee, Minho Cho, Hye-Young Kwak,dan Saman Hong. Dalam disertasinya Lee (1989) meneliti penanda bahasa Korea dengan mendefiniskan penanda sebagai kelas kata yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu menempel pada kata benda, adverbial, verba, dan klausa. Lee mengelompokkan kelas kata penanda menjadi 9 sub kelas, yaitu penanda subjek,penanda objek,penanda agen,penanda adverbia,penanda 22

12 vokatif,penandakonjungtif, penandakalimat, penandaadjektif, dan penanda modifyier/modifying particle.penelitian ini menjelaskan bentuk dan fungsi penanda secara umum kemudian mengelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki. Makna penanda sendiri hanya dibahas pada bagian penanda khusus (penandayang memiliki makna prakmatikal), pembahasan makna dan fungsi penandagramatikal masih kurang mendalam. Dalam penelitian ini penanda dikelompokkan sejajar dengan afiks. Kemudian, penelitian ini jugasecara khusus belum membahas bagaimana penggunaan penandadalam kalimat. Sementara itu Choo dan Kwak (2008) membahas penanda bahasa Korea dengan cara lebih sederhana daripada peneliti sebelumnya. Choo dan Kwak menyetarakan penanda dengan sufiks. Penanda selalu menempel pada kata benda atau frase kata benda saja. Penanda yang disinggung hanya ada 3 buah, yaitu penanda subjek i/ga, penanda objek el/rel dan penanda pembentuk frase ei. Hong (2002) mendefinisikan penanda sebagai kelas kata yang kedudukannya setara dengan kategori kata yang lain, misalkan kata benda, verba dst. Hong mengelompokkan penanda bahasa Korea menjadi dua, yakni penanda gramatikal / grammatical particles dan penanda prakmatik/ pragmatical particles. Penanda gramatikal adalah penanda yang mempunyai fungsi sebagai penanda fungsi gramatikal/ case marker. Penandayang termasuk golongan ini tidak mempunyai makna leksikal. Sedangkan penanda pragmatik lebih mandiri dan distribusinya lebih bebas serta secara pragmatik mempunyai makna tambahan. Hong telah meneliti penanda prakmatik secara mendalam selama lebih dari 10 23

13 tahun dan membandingkan penanda bahasa Jepang dengan bahasa Korea. Penelitian-penelitiannya menjelaskan makna, fungsi dan distribusi penggunaan penanda prakmatikal saja tetapi tidak menyinggung penandagramatikal. 1.6 Landasan Teori Dalam penelitian penanda bahasa Korea,landasan teori di bawah ini digunakan sebagai pisau untuk mengupas objek penelitian Bahasa Korea Bahasa Korea adalah bahasa ibu yang dituturkan oleh suku bangsa Han yang mayoritas tinggal di Semenanjung Korea. Bahasa Korea dalam bahasa Korea sendiri sering disebut Hangugeo danurimal yang berarti masing-masing bahasa Korea dan bahasa kita.suku bangsa Han di seluruh dunia kurang lebih 72,5 juta jiwa (Choe dkk, 2000:2) yang terdiri dari 45 juta orang Korea Selatan, 23 juta orang Korea Utara, sisanya merupakan orang Han yang imigrasi ke negara lain, yaitu Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia. Bahasa Korea memiliki jumlah populasi pengguna peringkat 20 di dunia (Choe dkk, 2000:2). Banyak linguis yang berpendapat bahwa bahasa Korea berasal dari rumpun bahasa Altai(Sohn, 1999:11). Rumpun bahasa Altai terdiri dari 3 kelompok besar, yakni bahasa Turki, Mongolia, dan Tungus, namun bahasa Korea lebih dekat dengan bahasa Turki bersama dengan bahasa yang digunakan di wilayah sekitarnya, yaitu bahasa Jepang dan Manchuria. Rumpun bahasa Altai mempunyai susunan unsur kalimat dengan verba berada di urutan paling akhir. 24

14 Susunan unsur kalimat (word order of sentences) bahasa Korea secara urut adalah subjek, objek, kemudian diikuti predikat (SOV). Bahasa Korea, berdasarkan bentuk morfologisnya, digolongkan dalam bahasa aglutinatif. Menurut Lee (2012:22) kelompok bahasa aglutinatif adalah kelompok bahasa yang membentuk kata atau menandai hubungan gramatikal dengan penggabungan morfem gramatikal seperti akhiran atau penanda pada akar kata(eogi). Sedangkan menurut Kridalaksana (1984:3)bahasa aglutinatif merupakan bahasa yang struktur kata dan gramatikalnya ditandai oleh penggabungan unsur-unsurnya secara bebas. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini. (6) Harabeoji-kkeseo-neun tellebijeon-eul bo-shi-mnida. Kakek-Ps-Pkh televisi-po menonton-a-a. Kakek menonton televisi. Contoh (6) terdiri dari satu klausa, harabeojikkeseoneun tellebijeoneul boshimnida.dalam klausa harabeojikkeseoneun sebagai S, tellebijeoneul sebagai O, dan boshimnida sebagai P. Hubungan gramatikal antar unsur kalimat ini ditandai dengan penggabungan N harabeoji dengan Ps kkeseo dan Pkh neun untuk menandakan fungsi S dan N tellebijeon digabungkan dengan Po -eul untuk menandakan fungsi O. Sedangkan penggabungan akar bo- dengan afiks shi- dan eumnida untuk menandakan fungsi P. Penggabungan tersebut seperti pada kalimat di bawah ini. (6a) Harabeoji-kkeseo-neun tellebijeon-eul bo-shi-mnida 25

15 Harabeoji dan tellebijeonmerupakan N, bo- merupakan akar kata kerja, - kkeseo, -neun, dan eul merupakan penanda, kemudian shi- dan mnida merupakan afiks. Pada kalimat (6) pembentukan kata kerja berasal dari penggabungan akar kata kerjabo- dengan afiks shi- dan -eumnida. shi menunjukkan makna honorifik dan eumnida menunjukkan bentuk bahasa formal dan kala sekarang. Pada bahasa Korea unsur S dan O kalimat dapat diketahui dengan melihat penanda yang tergabung padas dan O.Sementara itu bentuk kalimat pasif, sistem honorofiks, dan ekspresi kala diwujudkan dalam bentuk akhiran pada P. Unsur Pkalimat selalu berada diakhir kalimat Sintaksis Kata sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis, sintaksis adalah ilmu yang mempelajari kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2005:18). Dalam sintaksis dibahas juga hubungan antar kata, frase, klausa dalam kalimat dan hubungan antar kalimat satu dengan yang lain yang membentuk suatu wacana. Kalimat bisa terdiri dari satu klausa atau lebih. Bahkan ada juga kalimat yang tidak mengandung klausa. Menurut Ramlan (2005:79) klausa adalah satuan gramatikal yang mengandung minimal unsur S dan P, unsur O, Ket, dan Pel adalah opsional. Dalam bahasa Korea sintaksis biasa digunakan istilahtongsaron. Tak jauh dari pemahaman Ramlan, menurut Lee (2007) sintaksis adalah ilmu yang mempelajari struktur ataupun fungsi kalimat yang merupakan gabungan dari kata, frase ataupun klausa. Struktur fungsional kalimat sederhana bahasa Korea 26

16 menurut Song (2010: 111) ada lima bentuk seperti di bawah ini. 1. S P 2. S Pel P 3. S KET P 4. S O P 5. S O KET - P Ciri khas bahasa Korea yang berbeda dengan bahasa lain adalah tidak hadirnya subjek pada klausa tertentu. Menurut Ramli unsur fungsional minimal adalah subjek dan predikat, sedangkan klausa pada bahasa Korea sering dijumpai tanpa unsur subjek. Dalam kalimat berita bahasa Korea apabila subjek merupakan kata ganti orang pertama unsur ini sering dilesapkan, sedangkan pada kalimat tanya dan suruh (persilahan, ajakan, atau larangan) apabila subjek merupakan kata ganti orang kedua, unsur ini juga sering kali dilesapkan seperti halnya dalam bahasa Indonesia. Pelesapan unsur subjek ini karena dalam konteks penuturan secara aktual, penutur dan lawan tutur dianggap sudah mengetahuinya. Hal ini dapat dijelaskan dengan contoh kalimat (7), (8) dan (9) di bawah ini. (7) Jigeum hakgyo-e an gayo. Sekarang sekolah-pket tidak pergi. (Saya) tidak pergi ke sekolah sekarang. (8) Yeogi-e anjeu-seyo. Sini-Pket duduk-silahkan Silahkan duduk disini. (9) Dongsaeng-i sagwa-reul an meogeoyo. Adik-Ps apel-po tidak makan. Adik tidak makan apel. Pada kalimat (7)yang merupakan kalimat berita, S dilesapkan karena 27

17 unsur pengisinya adalah kata ganti orang pertama tunggal saya. Pada kalimat (7) jigeum sebagai Ket waktu, hagyoe sebagai Ket tempat, dan an gayo sebagai P. Pada kalimat (8) yang merupakan kalimat persilahan, S juga dilesapkan karena merupakan kata ganti orang kedua. Pada kalimat (8) yeogi sebagai Ket tempat dan anjeuseyo sebagai P. Sedangkan kalimat (9) yang juga merupakan kalimat berita, dongsaengi sebagai S, sagwareul sebagai O, dan an meogeoyo sebagai P. Pada kalimat ini S tetap dimunculkan karena subjek orang ketiga apabila dilesapkan kalimatnya menjadi tak berterima. (9a) *Sagwa-reul an meogeoyo. *Apel-Po tidak makan. *Tidak makan apel. Dalam suatu kalimat berklausa terdapat hubungan gramatikal antar unsur fungsionalnya. Unsur fungsional ini dapat berupa frase maupun kata, namun tidak semua jenis frase dan kategori kata dapat menduduki semua fungsi itu. Artinya, ada kriteria tertentu dari frase dan kategori kata untuk bisa menduduki fungsi tertentu. Misalkan, fungsi S bisa diisikan kategori N, kategori V tidak bisa diisikan dalam mengisi fungsi S. Kategori V bisa mengisi fungsi S apabila telah dibuat menjadi kategori N turunan. Kategorisasi atau penggolongan kelas kata dalam bahasa Korea termasuk unik karena berbeda dengan penggolongan kelas kata bahasa pada umumnya. Menurut Lee Ikseop (2007:121) pengolongan kelas kata dalam bahasa Korea bisa dibedakan dengan dua cara. Pertama, penggolongan secara umum yang terdiri dari 6 kelas kata yaitu kata benda (myeongsa), kata kerja (dongsa), kata depan (pre- 28

18 noun / kwanhyeongsa), kata keterangan (adverb / busa), kata seru (gamtansa), kata bantu atau disebut juga penanda(josa). Cara kedua adalah turunandari 6 bentuk kategori di atas, penggolongan ini terdiri dari 9 kelas kata, yaitu kata benda (myeongsa), kata ganti (daemyeongsa), kata bilangan (susa). Ketiga kata ini adalah turunan dari kata benda. Kemudian turunan dari kata kerja ada kata kerja (dongsa) dan kata sifat (hyeongyongsa). Sisanya adalah kata depan (pre-noun / wanhyeongsa), kata keterangan (busa), kata seru (gamtansa), dan kata bantu yang disebut juga penanda (josa) Penanda Penanda dalam penelitian ini adalah penandadalam definisi linguistik Korea. Kata penanda yang berasal dari bahasa Inggris markersering dipadankan dengan kata josa dalam bahasa Korea. Dalam linguistik Korea josa juga disebut particle / partikel. Menurut Kamus Besar Bahasa Korea (Lee, 2013: 3445)Josa/ particle adalah kategori katayang memberi makna tambahan pada satuan bahasa atau menandai hubungan gramatikal antar satuan bahasa satu dengan yang lain dengan menempel pada kata benda, keterangan, akhiran dst. Di bawah ini, definisi penanda bahasa Korea dijelaskan lagi menurut pandangan beberapa linguis bahasa Korea. Dalam bahasa Korea telah dijelaskan pada sub-bab Tinjauan Pustaka sebelumnya bahwa penanda dikelompokkan sebagai kelas kata. Seperti yang dijelaskan oleh Hong (2002) bahwa josa / particle merupakan unit terkecil bahasa yang mempunyai makna secara gramatikal dan pragmatikal serta distribusi 29

19 penggunaannya bersifat relatif bebas. Dikatakan relatif bebas karena penanda gramatikal hanya bisa melekat pada unsur fungsi tertentu saja sedangkan penanda prakmatikal distribusinya lebih bebas, dapat melekat pada kata benda, verba, adverbial, bahkan dapat melekat pada penanda lain. Penanda gramatikal adalah penanda yang mempunyai fungsi sebagai penanda fungsi gramatikal antar unsur fungsional klausa. Sedangkan penanda pragmatikal lebih mandiri dan distribusinya lebih bebas serta mempunyai makna tambahan.dalam klasifikasi jenis penanda yang dikemukakan oleh Hong di atas, penanda ini termasuk dalam golongan penanda gramatikal. Dalam bahasa Korea penanda ini disebut dengan gyeokjosa atau penanda unsur fungsional. Penanda prakmatikal juga disebut penanda khusus karena selain memiliki makna khusus, penanda ini tidak dapat diklasifikasikan ke dalam penanda gramatikal. Contoh penanda khusus misalnya penanda khusus topik -eun/ neun, penanda khusus perwatasan dst. Lee (1989) juga mendefinisikan penanda bahasa Korea sebagai kelas kata yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu menempel pada kata benda, adverbial, verba, dan klausa. Lee mengelompokkan kelas kata penanda menjadi 9 sub kelas, yaitu penanda subjek, penanda objek, penanda agen, penanda adverbial, penanda vokatif, penanda konjungtif, penanda kalimat, penanda adjektif, dan penanda modifyier. Choo dan Kwak (2008) membahas penanda bahasa Korea dengan cara lebih sederhana lagi. Choo dan Kwak menyetarakan penanda dengan sufiks / akhiran. Mereka menyebut penandaadalah sufiks yang selalu menempel pada kata 30

20 benda atau frase kata benda saja. Dalam tulisan ini definisi penanda menurut Kwak tidak sesuai digunakan sebagai landasan teoritis karena pengertian yang dijelaskan terlalu sempit.dalam kenyataannya penanda dalam bahasa Korea tidak hanya menempel pada kata benda atau frase kata benda saja. Penanda juga dapat menempel pada kata keterangan dan penanda lain. Dibandingkan sufiks yang menempel pada kata benda, penggunaan penanda yang menempel pada kata benda lebih bebas. Hampir semua kata benda bisa digabungkan dengan penanda tertentu, sedangkan sufiks tertentu tidak bisa digabungkan dengan semua kata benda. Sufiks tertentu hanya dapat digabungkan dengan kata benda tertentu. Sebagai contoh, penanda i dan ga bisa digabungkan dengan semua kata benda yang bisa menduduki fungsi subjek, sedangkan afiks kkun hanya bisa digabungkan dengan kata benda tertentu saja. Salah satu fungsi penanda adalah menandai hubungan gramatikal dalam pembentukan kalimat sedangkan sufiks berfungsi menandai kategori kata dalam pembentukan kata tersebut.penggantian penanda yang terdapat dalam suatu satuan bahasa dapat mengubah fungsinya dalam klausa. Satuan bahasa yang tergabung dengan sufiks merupakan kata. Sehingga penggantian sufiks yang terdapat dalam suatu satuan bahasa dapat mengubah kategori kata. Artinya, level penggunaan penanda lebih tinggi dibandingkan penggunaan sufiks. Penggunaan penanda pada pembentukan klausa / sintaksis sedangkan sufiks pada pembentukan kata / morfologis. 31

21 Dilihat dari sisi sifat kemandirian kata, dalam klasifikasi kelas kata terdapat dua macam jenis kata, yaitu kata terikat dan kata bebas. Kata terikat biasanya tidak mempunyai makna leksikal dan tidak bisa digunakan secara mandiri, artinya dalam penggunaannya harus disertai kata lain dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan kata tugas (Sudaryanto, 1992: ). Sedangkan kata bebas adalah kata yang memiliki makna leksikal dan distribusi penggunaannya lebih bebas, tidak tergantung pada keberadaan kata lain. Dalam bahasa Koreapenanda merupakan salah satu kelas kata yang penggunaannya tergantung pada kata lain dan tidak mempunyai makna leksikal. 1.7Metode Penelitian Penelitian ini bersifat sinkronis, data yang digunakan adalah bahasa yang digunakan pada masa tertentu, yakni bahasa Korea yang sekarang masih digunakan. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil penelitian. Penjelasan dari ketigatahap kegiatan tersebut adalah seperti di bawah ini Persiapan Penelitian Tahap ini merupakan tahap paling penting karena menentukan kualitas kinerja pelaksanaan dan hasil penelitian. Tahap yang pertama kali dilakukan adalah penentuan topik penelitian dan studi pustaka. Topik penelitian ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan hasil studi pustaka permulaan. Pertimbanganpertimbangan tersebut meliputi latar belakang, tujuan, manfaat dst. yangtelah dikemukakan pada uraian sebelumnya.setelah topik penelitian ditentukan, 32

22 rancangan penelitian disusun dengan sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan waktu, biaya dll Pelaksanaan Penelitian Setelah rancangan penelitian selesai disusun, rancangan ini digunakan sebagan acuan dalam pelaksanaan penlitian agar hasil penelitian bisa maksimal. Ada dua kegiatan utama dalam pelaksanaan penelitian ini, yakni penjaringan data dan penganalisisan data. Penjaringan data dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, dan menyiapkan data hingga data itu siap dianalisis. Data yang dijaring dalam penelitian ini berupa data tertulis. Data ini berupa tuturan bahasa Korea oleh penutur asli /native speaker yang sudah dalam bentuk tulisan. Selain itu juga diambil dari buku-buku tata bahasa Korea, artikel, kamus bahasa Korea, dan laporan penelitian terkait penanda. Dalam penelitian ini data diambil dari buku tata bahasa Korea di bawah ini. 1. Ahn, Kyung Hwa, dkk Bahasa Korea Terpadu untuk Orang Indonesia Dasar 1. Seoul: The Korean Foundation 2. Ahn, Kyung Hwa, dkk Bahasa Korea Terpadu untuk Orang Indonesia Dasar 2. Seoul: The Korean Foundation 3. Kim, Jeongsuk. dkk Wegukineul Wihan Hanggukeo Munbeob Sajeon 2. Seoul: Communication books. 4. Paik, Pong Ja Korean Grammar as A Foreign Language. Seoul : Hawoo 33

23 Objek penelitian ini adalah penanda bahasa Korea. Beberapa penanda telah didata oleh peneliti sebelumnya, diantaranya adalah daftar penanda yang disusun oleh Hong dan Lee. Sumber data penelitian harus memenuhi kriteria, yaitu tuturan diucapkan oleh native speakerbahasa Korea secara alami dan tidak dibuat-buat. Data yang telah dicatat dan terkumpul selanjutnya diperiksa oleh penutur asli bahasa Korea untuk mengkonfirmasi kebenarannya. Data yang terkumpul diharapkan dapat mewakili kenyataan yang sebenarnya ada dalam kehidupan berbahasa pada masyarakat Korea Analisis Data Data yang sudah terkumpul, terklarifikasikan, dan siap diolah, selanjutnya dianalisis dengan metode padan dan distribusional.metode padan translasional digunakan untuk memahami data. Data merupakan bahasa asing bagi peneliti sehingga pemahamannya membutuhkan kecermatan. Metode padan referensial digunakan untuk mengetahui identitas dan karakteristikpenanda. Sedangkan teknik pilah unsur penentu digunakan untuk mengetahui unsur fungsional suatu satuan bahasa dalam kalimat. Metode distribusional atau agih juga digunakan dalam tahap ini. Teknikteknik metode agih yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung, subtitusi, pelesapan, dan sisip. Teknik bagi unsur langsung digunakan untuk mengetahui bagian unsur fungsional satuan bahasa dalam kalimat. Teknik subtitusi digunakan untuk menyelidiki kesejajaran dan perbedaan antara satuan-satuan bahasa yang berbeda.dalam hal ini satuan bahasa tersebut dapat berupa penandamaupun satuan 34

24 bahasa lain. Teknik pelesapan digunakan untuk mengetahui fungsi dan sifat wajib atau tidak secara struktural dari suatu penanda. Teknik sisip digunakan untuk mengetahui distribusi penggunaan penanda. Selanjutnya data penanda dikelompokkan untuk dianalisa bentuk, makna, fungsi dan penggunaannya dalam kalimat. Berikut adalah contoh cara analisis yang dilakukan. (10) Chaeg-eul ikseumnida. Buku-Po membaca (Saya) membaca buku. Analisis yang dilakukan pada kalimat (10) adalah dengan langkahlangkah berikut. Pertama, untuk mengetahui unsur fungsional kalimat (10), dengan kemampuan dan intuisi pemahaman bahasa Korea yang dimiliki penulis, kalimat dipilah untuk mengetahui unsur fungsional menjadi dua, yaituchaegeul dan ikseumnida.chaegeul sebagai O dan ikseumnida sebagai P. Sedangkan S kalimat itu adalah kata ganti orang pertama yang dilesapkan, yakni jega. Kalimat (10) diterjemahkan ke bahasa Indonesia untuk membantu pemahaman dan memperdalam analisis fungsional kalimat. Sedangkan pembagian unsur langsung kalimat (10) menjadi chegeuldan ilksemnida dilakukan untuk menemukan Po dalam kalimat. (10a) (10b) Je-ga chaek-eul ikseumnida. Saya-Ps buku-po membaca. Saya membaca buku. Je-ga chaek ikseumnida. Saya-Ps buku membaca. Saya membaca buku. Pada kalimat (10a) kata jega ditambahkan untuk memastikan bahwa S pada 35

25 kalimat tersebut adalah kata ganti orang pertama saya. Pada kalimat (10b) penghapusan Po eul digunakan untuk mengetahui makna, fungsi, dan penggunaan Po tersebut Penyajian Hasil Analisis Data Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk laporan penelitian berupa tesis. Bentuk laporan penelitian ditulis dengan metode formal dan informal. Hasil penelitian secara formal dikemukakan dengan tanda-tanda dan lambang. Penyajian data penelitian yang berupa tulisan hangul Korea dituliskan dengan metode romanisasi baku yang telah ditetapkan oleh The National Institute of The Korean Language dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Korea Selatan. Sedangkan secara informal hasil penelitian ini disajikan dengan menggunakan bahasa yang deskriptif, yaitu dalam bentuk uraian kata-kata. 1.8 Sistematika Penyajian Masalah, analisis, dan hasil penelitian ini diuraikan dan disajikan secara sistematis. Penjelasan mengenai bentuk-bentuk, fungsi,dan penggunaan penanda bahasa Korea dibagi dalam beberapa bab, disesuaikan dengan fungsinya dalam kalimat. Penelitian ini disajikan dalam enambab. Bab I berisi tentang pendahuluan yang meliputi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,dan sistematika penyajian. Pada bab II berisi uraian bentuk-bentuk, fungsi,letak, dan pentingnya penggunaan penanda subjek bahasa Korea. Pada bab III berisi tentang uraian bentuk-bentuk, fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penanda objek 36

26 bahasa Korea. Pada bab IV berisi tentang bentuk-bentuk, fungsi, letak,dan pentingnya penggunaan penanda pelengkap bahasa Korea. Pada bab V berisi uraian tentang bentuk-bentuk, fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penanda keterangan bahasa Korea. Dan bab VI sebagai bab terakhirberisi tentang kesimpulan. 37

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002 : 5)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002 : 5) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002 : 5) berarti sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. (follow up) dari hasil penelitian analisis kontrastif ini.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. (follow up) dari hasil penelitian analisis kontrastif ini. BAB V PENUTUP Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dengan rujukan rumusan permasalahan yang telah dipaparkan pada bagian awal penelitian ini, maka tahap ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles ( SM), manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles ( SM), manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles (384 322 SM), manusia adalah mahluk yang pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. Secara garis besar kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komunikasi merupakan aspek yang paling penting dan memegang peranan besar dalam kehidupan manusia. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya dituntut untuk memiliki kemampuan lebih baik dalam memahami bahasa asing tersebut dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. tetapi secara gramatikal penanda ini memiliki fungsi menandai kata yang

BAB VI KESIMPULAN. tetapi secara gramatikal penanda ini memiliki fungsi menandai kata yang 124 BAB VI KESIMPULAN Penanda unsur fungsional subjek dalam bahasa Korea terdapat tiga bentuk, yakni -i, -ga, dan -kkeseo. Ketiga penanda ini tidak memiliki makna leksikal, tetapi secara gramatikal penanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Hangeul. Hangeul dibuat pada

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Hangeul. Hangeul dibuat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Korea menggunakan Hanja 1 dan Hangeul 2, tetapi yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Hangeul. Hangeul dibuat pada tahun 1446 oleh raja keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun multilateral, sehingga banyak universitas mendirikan program studi

BAB I PENDAHULUAN. maupun multilateral, sehingga banyak universitas mendirikan program studi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan bahasa asing di Indonesia merupakan salah satu bidang pendidikan yang memegang peranan penting sebagai salah satu modal dalam perjalanan hidup bangsa, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja setelah merebaknya

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja setelah merebaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Akhir-akhir ini segala hal yang berkaitan dengan Korea menjadi begitu diminati oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja setelah merebaknya Korean wave (Gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3).

BAB I PENDAHULUAN. manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sifat khas makhluk manusia, seperti dalam ucapan manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3). Bahasa membedakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa adalah ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistik dari kelompok pemakai bahasa

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, penulis menghimpun beberapa simpulan, antara lain (1) proses pembentukan mi, ji, dan pi serta penggunaannya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena itu jika kita berbicara tentang kapan lahirnya sebuah bahasa, maka jawabannya adalah sejak manusia ada.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa verbal/lisan atau berbicara. Manusia bisa berkomunikasi satu dengan lainnya dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan sistem pendidikan di Indonesia berdampak pada penyusunan kurikulum yang menjadi landasan pengajaran dan penyusunan materi ajar di Indonesia. Semakin sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan kalimat, dan sejalan dengan itu kata dan kalimat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lain dengan bahasa sebagai alat komunikasi. Setiap bangsa di dunia memiliki bahasa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA. Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK

ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA. Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK Analisis klausa dalam surat kabar harian Media Indonesia ini dilatarbelakangi keragaman penggunaan klausa yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem lambang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem lambang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem lambang bunyi arbitrer 1 yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi,

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN LEVEL KEMAHIRAN MENULIS BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN MAHASISWA JURUSAN ASEAN STUDIES WALAILAK UNIVERSITY THAILAND

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN LEVEL KEMAHIRAN MENULIS BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN MAHASISWA JURUSAN ASEAN STUDIES WALAILAK UNIVERSITY THAILAND ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN LEVEL KEMAHIRAN MENULIS BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN MAHASISWA JURUSAN ASEAN STUDIES WALAILAK UNIVERSITY THAILAND Berlian Pancarrani Pascasarjana, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

Artikel Publikasi Ilmiah KATEGORI DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA BAHASA IKLAN LOWONGAN KERJA KE LUAR NEGERI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

Artikel Publikasi Ilmiah KATEGORI DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA BAHASA IKLAN LOWONGAN KERJA KE LUAR NEGERI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Artikel Publikasi Ilmiah KATEGORI DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA BAHASA IKLAN LOWONGAN KERJA KE LUAR NEGERI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Artikel Publikasi diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA Suhandano Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Tulisan ini membahas bagaimana nomina ditata dalam sistem tata bahasa Indonesia. Pembahasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi manusia bisa saling berinteraksi. Salah satu alat komunikasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Wihartini, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Wihartini, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Joshi termasuk ke dalam Fuzokugo yang dipakai setelah suatu kata untuk menunjukkan hubungan dengan kata lain untuk menambah arti kata tersebut agar lebih jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembelajaran bahasa asing. Terjemahan semantik atau semantic

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembelajaran bahasa asing. Terjemahan semantik atau semantic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengangkatan tema terjemahan semantik sebagai tugas akhir dikarenakan terjemahan merupakan disiplin ilmu yang berkaitan langsung dengan pembelajaran bahasa asing. Terjemahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang digunakan dalam kegiatan penelitian mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran yang sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaannya.

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran yang sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial, dikaruniai akal dan pikiran yang sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaannya. Manusia tidak bisa hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian bunyi yang memiliki makna tertentu. Rangkaian bunyi tersebut kita

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian bunyi yang memiliki makna tertentu. Rangkaian bunyi tersebut kita 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahasa menurut Kosasih (2004: 18-19) dapat diartikan sebagai rangkaian bunyi yang memiliki makna tertentu. Rangkaian bunyi tersebut kita kenal sebagai kata. Pola-pola

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti suatu bahasa. Ilmu linguistik terdapat dalam semua bahasa. Dalam The New Oxford Dictionary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. Dalam masyarakat moderen, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk interferensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa, menurut para ahli, memiliki berbagai macam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana dan kongkret, yakni sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menempatkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesis berbasis teks, beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah dikodratkan oleh penciptanya untuk hidup berkomunikasi, salah satu bentuk komunikasi adalah dengan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan manusia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. dan melakukan wawancara, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa

BAB 4 PENUTUP. dan melakukan wawancara, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Hasil dari data penelitian yang dilakukan dengan cara menyebar kuesioner dan melakukan wawancara, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa Program Studi Diploma III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk perbatasan baru yang membagi Semenanjung Korea menjadi dua bagian

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk perbatasan baru yang membagi Semenanjung Korea menjadi dua bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korea Utara dan Korea Selatan adalah negara yang awalnya merupakan satu negara yang dikenal dengan Semenanjung Korea. Pada akhir Perang Dunia II terbentuk perbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat komunikasi karena dengan bahasa kita dapat bertukar pendapat, gagasan dan ide yang kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. Dengan bahasa seseorang juga dapat menyampaikan pikiran dan perasaan secara tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri yang sekaligus menjadi hakikat setiap bahasa adalah bersifat dinamis (Chaer, 2003: 53). Dinamis dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sawardi (2004:1) menjelaskan bahwa teori kebahasaan memahami refleksif berdasarkan pola kalimat umumnya (agen melakukan sesuatu terhadap pasien).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa. Bahasa sebagai alat yang digunakan untuk berkomunikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa. Bahasa sebagai alat yang digunakan untuk berkomunikasi. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu dalam kehidupan tidak terlepas melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Komunikasi diperlukan adanya sarana supaya komunikasi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muthi Afifah,2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muthi Afifah,2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut hasil penelitian The Japan Foundation tahun 2006 tentang kelembagaan bahasa Jepang di dunia diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat IV di dunia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi baik secara lisan maupun tertulis.

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi baik secara lisan maupun tertulis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa dalam kegiatan berkomunikasi berfungsi sebagai alat penyampai pesan atau makna. Bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kedua bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif karena desain ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif karena desain ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Desain ini memadukan antara desain deskrptif dengan desain kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer 1. Menurut pendapat lain

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer 1. Menurut pendapat lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer 1. Menurut pendapat lain yang dikatakan oleh Sturtevent (dalam sintaksis, 1994:25) bahasa adalah sistem lambang sewenang-wenang,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akhirnya menjadi jawaban atas pertanyan-pertanyaan penelitian ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akhirnya menjadi jawaban atas pertanyan-pertanyaan penelitian ini. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini membahas motivasi alih kode pada masyarakat perbatasan Karawang dan Bekasi. Temuan dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya melahirkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud katakata,

Lebih terperinci