HASIL PENELITIAN. KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN) Oleh: KASMAN SIBURIAN, SH.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL PENELITIAN. KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN) Oleh: KASMAN SIBURIAN, SH."

Transkripsi

1 HASIL PENELITIAN KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN) Oleh: KASMAN SIBURIAN, SH., MH LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2011

2 ABSTRAKSI KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN) Sertipikat adalah surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur, yang diberi sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam penerbitan sertipikat sering kali terjadi sengketa tanah yang berakibat batalnya salah satu sertipikat hak atas tanah seperti halnya yang terdapat dalam kasus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN. Berdasarkan uraian diatas adapun permasalahannya yaitu bagaimana faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat ganda, bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, dan pengumpulan data dilakukan secara kualitatif yakni dengan mengadakan analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya. Faktor-faktor penyebab terbitnya sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam perkara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dengan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya didapati adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No Sedangkan yang menjadi Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat dilihat dalam Pasal 48 ayat (1) Undangundang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama. Pertimbangan Hukum Hakim berpendapat bahwa dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan telah mengandung cacat hukum, dan mengakibatkan sertipikat tersebut dibatalkan. Untuk itu Sebaiknya ketentuan lembaga Rechtsverwerking (penglepasan hak) yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dicantumkan dalam bentuk Undang-Undang, Kepada Kantor Pertanahan agar dapat lebih efektif dalam penyelesaian sengketa pertanahan termasuk sertipikat ganda. Dalam hal pengumuman melalui media maupun terhadap oknum petugas pendaftaran tanah yang menyimpang agar dapat diberlakukan sanksi disiplin sesuai peraturan yang berlaku sehingga menimbulkan efek jera. i

3 KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat- Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul: " Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencarian Bilyet Giro dan Cek Kontan ". Penelitian ini merupakan salah satu dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Disamping itu pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan meneliti bagi kami terutama menyangkut perdagangan ataupun bisnis. Mulai dari rencana pembuatan proposal penelitian hingga selesai penulisan laporan ini, kami memperoleh dorongan dan masukan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini patut diucapkan terima kasih banyak kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, MSc. selaku Rektor Universitas HKBP Nommensen yang terus mendorong staf edukatif untuk melaksanakan penelitian, intern khusus dan luar biasa. 2. Bapak Dr. Haposan Siallagan, SH. MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen yang terus mendorong staf edukatif untuk melaksanakan penelitian, intern khusus dan luar biasa. 3. Bapak Dr. Ir. Hasan Sitorus, MS selaku Ketua Lembaga Penelitian Universitas HKBP Nommensen yang turut mendorong staf edukatif UHN melaksanakan penelitian. 4. Bapak /Ibu Dosen di Fakultas Hukum UHN dan di Fakultas Hukum USU, yang turut memberi masukan dalam penyelesaian penelitian ini. ii

4 Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam laporan penelitian ini belumlah sempurna, masih mungkin terdapat kekurangan. Untuk itulah penulis menyambut baik saran-saran konstruktif dari pembaca demi perbaikan di kemudian hari. Akhir kata kiranya laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca sebagai salah satu kontribusi kami dalam mewujudkan salah satu dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Universitas HKBP Nommensen. Medan, Mei 2011 Peneliti, Kasman Siburian, SH.,MH iii

5 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... ii iv BAB I : PENDAHULUAN.1 A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah... 7 C. Tujuan Penelitian... 7 D. Manfaat Penelitian... 7 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA..9 A. Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional...9 B. Sertipikat Hak Atas Tanah.. 12 C. Sengketa Sertipikat Ganda D. Hal-hal Penyebab Timbulnya Sengketa Sertifikat Ganda...18 BAB III : METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian B. Sumber Pengumpulan Data...24 C. Metode Pengumpulan Data D. Metode Analisis Data...26 iv

6 BAB IV : PEMBAHASAN A. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Pembatalan Sertipikat Ganda Tinjauan Umum tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Diterbitkan Oleh Badan Pertanahan Nasional B. Pertimbangan Hukum Dalam Perkara Peradilan Tata Usaha Negara No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Putusan No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Dalam Putusan No. 39/BDG/2006/PT.TUN-MDN Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Putusan No. 61 K/TUN/ BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran...53 DAFTAR PUSTAKA v

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kontitusi yang berlaku di Negara kita hingga saat ini yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dalam hal ini Pasal 33 ayat (3), yang menegaskan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan tanah khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan penguasaan dan hak-hak atas tanah dan pengaturan dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang aman dan adil, diperlukan lembaga yang berhak memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah dan pelayanan untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan tanah. Lembaga yang dimaksud adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Badan Pertanahan Nasional dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2006 Tanggal 11 April 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dimana dalam Perpres tersebut BPN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang merupakan instansi vertikal. Berdasarkan Perpres tersebut BPN diberikan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. 1

8 Salah satu tugas pemerintahan yang diemban oleh BPN adalah melaksanakan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka menjamin kepastian hukum mengenai letak, batas dan luas tanah, status tanah dan subyek yang berhak atas tanah dan pemberian surat berupa sertipikat yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar. Selain UUPA juga diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut, maka dapat diringkas bahwa Kepastian Hukum mengenai hak-hak atas tanah sebagaimana yang diamanatkan UUPA mengandung dua makna kepastian yaitu kepastian obyek hak atas tanah dan kepastian subyek hak atas tanah. Salah satu indikasi kepastian obyek hak atas tanah ditunjukkan oleh kepastian letak bidang tanah yang berkoordinat dalam suatu peta pendaftaran tanah, sedangkan kepastian subyek diindikasikan dari nama pemegang hak atas tanah tercantum dalam buku pendaftaran tanah pada instansi pertanahan. Secara ringkas, salinan dari peta dan buku pendaftaran tanah tersebut dikenal dengan sebutan Sertipikat Tanah. Namun demikian dalam prakteknya, kepastian hukum hak atas tanah ini kadangkala tidak terjamin sebagaimana yang diharapkan. 2

9 Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus sertipikat ganda yaitu sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Akibat dari terbitnya sertipikat ganda tersebut menimbulkan sengketa antara para pihak, dan untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten, serta penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan dengan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban, serta larangan-larangan apa yang ada dalam menguasai tanah dengan hakhak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyainya. Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif, 3

10 tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertipikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah berisi data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah dan hakhak pihak lain, serta beban-beban yang ada diatasnya). Dengan memiliki sertipikat, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subyek hak dan obyek haknya menjadi nyata. Bagi pemegang hak atas tanah, memiliki sertipikat mempunyai nilai lebih. Sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis, sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan alat bukti yang lain. Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya sertipikat, yang merupakan output pendaftaran tanah, terbuka kesempatan untuk memperoleh haknya kembali dengan menunjukkan bukti-bukti kepemilikan yang sah melalui pengajuan gugatan ke lembaga peradilan. Gugatan dapat diajukan ke peradilan umum atau ke peradilan Tata Usaha Negara sesuai dengan materi gugatan dan kompetensi masingmasing peradilan. Dalam kapasitasnya, peradilan mengeluarkan keputusan mengenai status hukum terhadap subyek maupun obyek bidang tanah yang digugat tersebut. Apabila pemberian hak atas tanah oleh pejabat yang berwenang dirasa merugikan maka dalam gugatan dapat diminta untuk dibatalkan, hal ini dimungkinkan karena sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia yaitu sistem negatif bertendensi 4

11 positif yang berarti pemegang hak yang sebenarnya dilindungi dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak sebenarnya. Ciri pokok dari sistem negatif bertendensi positif ini adalah pendaftaran tanah tidak menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar adalah pemilik sebenarnya. Nama dari pemegang hak sebelumnya dari mana pemohon hak memperoleh tanah tersebut untuk kemudian didaftarkan merupakan mata rantai dari perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah. Indonesia sebagai negara hukum atau rechtstaat secara mendasar merupakan cita-cita hukum sekaligus sebagai landasan dasar bagi seluruh tindakan dan keputusan yang dilakukan oleh aparatur yang tersusun dalam setiap lembaga-lembaga negara. Menurut Friedrich Julius Stahl sebagaimana dikutip oleh A. Siti Soetami, di negara hukum pada dasarnya segala perbuatan dan keputusan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan dapat diawasi oleh lembaga peradilan. Peradilan Tata Usaha Negara dalam konteks penegakan negara hukum merupakan sarana control on the administration. Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana tercantum pada Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 dan yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut Undang -Undang Peradilan Tata Usaha Negara atau PTUN) mengatur bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Tugas dan wewenang pengadilan yang diberikan oleh undang-undang itu menunjukkan bahwa pada dasarnya Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki 5

12 kewenangan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan seluruh sengketa yang berkaitan dengan terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara. Seperti halnya dapat kita lihat dalam Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/ PTUN-MDN, terdapat adanya 2 (dua) sertipikat dalam satu bidang tanah yaitu sertipikat Hak Milik nomor 672/Helvetia Timur tertanggal 01 Agustus 1998 terdaftar atas nama Firman Fantas Asalan Siregar dan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172/Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 terdaftar atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat. Dalam hal ini, Firman Fantas Asalan Siregar memperoleh tanah tersebut berdasarkan pelepasan hak yang dilakukan Salim Lumbanbatu dengan Firman Fantas Asalan Siregar didasarkan pada alas hak Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diketahui oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan No. 185/AKT/MS/1975 tertanggal 12 Desember 1975 serta Surat Keterangan No. 413/SKT/XI/M/1985 yang dikeluarkan oleh Lurah Helvetia Kecamatan Medan Sunggal tentang batas-batas penguasaan tanah dan Surat Keterangan Bebas dari Silang Sengketa tertanggal 14 Nopember 1985 (berdasarkan surat -surat keterangan diatas Penggugat Firman Fantas Asalan Siregar pada tahun 1998 mengajukan permohonan Sertipikat Hak Milik Nomor 672 atas obyek tanah dimaksud kepada Tergugat dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Medan). Sedangkan Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat memperoleh tanah tersebut berdasarkan alas hak yang diberikan Kepala Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara kepada suaminya Salim Lumbanbatu (Alm) berdasarkan Akte Ganti Rugi Nomor 144/1973 tanggal 26 Mei 1973 yang disaksikan oleh Kepala Kampung 6

13 Helvetia, Kecamatan Sunggal dilampiri dengan Gambar Situasi pembagian tanah yang disalin sesuai aslinya tanggal 20 Juni Dalam kasus tersebut Majelis Hakim memutuskan bahwa Sertipikat Hak Milik Nomor 1172/Helvetia Timur atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat dinyatakan batal sesuai amar Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/ PTUN-MDN. B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertipikat ganda yang diterbitkan oleh Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan? 2. Bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertipikat ganda yang diterbitkan oleh Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan. 2. Untuk mengkaji Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum Tata Negara, khususnya mengenai kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam memutus perkara kepemilikan pertanahan. 7

14 2. Secara Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada bagi Mahasiswa atau Akademisi, Masyarakat, Lembaga Penegak Hukum dan Praktisi Hukum. 8

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Pendaftaran berasal dari kata Cadastre (bahasa Belanda Kadaster) yaitu suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), yang menunjukan kepada luas, nilai dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Dengan demikian cadastre merupakan alat yang tepat untuk memberikan uraian dan identifikasi dari lahan dan juga sebagai continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) dari pada hak atas tanah. Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah akan menghasilkan pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Didalam peta pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh keterangan tentang letak, luas dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang berupa pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak akan diperoleh keterangan-keterangan tentang status dari tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya dan subyek dari haknya. Kegiatan terakhir adalah pemberian tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut dengan sertipikat. Pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah: 9

16 "Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pembukuan dan penyajian data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya." Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut: 1. Obyek pendaftaran tanah meliputi: a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. b. Tanah Hak Pengelolaan. c. Tanah Wakaf. d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. e. Hak Tanggungan. f. Tanah Negara. 2. Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah. 10

17 Obyek pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, kecuali tanah negara dibukukan dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya. Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) U ndang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) ditentukan bertujuan tunggal yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari pemerintah bertujuan menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan. Pendaftaran tanah mempunyai kegunaan ganda, artinya disamping berguna bagi pemegang hak, juga berguna bagi pemerintah yaitu : a. Kegunaan bagi pemegang hak : 1. Dengan diperolehnya sertipikat hak atas tanah dapat memberikan rasa aman karena kepastian hukum hak atas tanah. 2. Apabila terjadi peralihan hak atas tanah dapat dengan mudah dilaksanakan. 3. Dengan adanya sertipikat, lazimnya taksiran harga tanah relatif lebih tinggi dari pada tanah yang belum bersertipikat. 4. Sertipikat dapat dipakai sebagai jaminan kredit; 5. Penetapam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak akan keliru. 11

18 b. Kegunaan bagi pemerintah : 1. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah berarti akan menciptakan terselenggarakannya tertib administrasi di bidang pertanahan, sebab dengan terwujudnya tertib administrasi pertanahan akan memperlancar setiap kegiatan yang menyangkut tanah dalam pembangunan di Indonesia. 2. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, merupakan salah satu cara untuk mengatasi setiap keresahan yang menyangkut tanah sebagai sumbernya, seperti pendudukan tanah secara liar, sengketa tanda batas dan lain sebagainya. B. Sertipikat Hak Atas Tanah. Dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang dimaksud sertipikat adalah : Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya (Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Menurut Ali Achmad Chomsah, yang dimaksud dengan sertipikat adalah : 12

19 Surat tanda bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur, diberi sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian (Pasal 1 angka 17 Peratura n Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Peta Pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah (pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Sertipikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya ataupun tanah-tanah yang sudah diselenggarakan Pengukuran Desa demi Desa, karenanya sertipikat merupakan pembuktian yang kuat, baik subyek maupun obyek ilmu hak atas tanah. Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa : 1. Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku, apabila data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. 2. Dalam hal ada suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat menuntut pelaksanaan atas hak tersebut apabila dalam 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat telah mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang hak sertipikat dan kepala kantor pertanahan yang 13

20 bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan melakukan penguasaan atau penerbitan sertipikat tersebut. Sedangkan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA disebutkan bahwa: pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Jadi sertipikat dimaksud berlaku sebagai alat bukti yang kuat, bukan suatu alat bukti yang mutlak dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai keterangan yang benar. Salah satu bentuk sertipikat cacat hukum yakni Sertipikat ganda. Sertipikat ganda atas tanah adalah sertipikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akibat adanya kesalahan pendataan pada saat melakukan pengukuran dan pemetaan pada tanah, sehingga terbitlah sertipikat ganda yang berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagaian tanah milik orang lain. Apabila ditinjau dari pengertian sertipikat itu sendiri maka sertipikat adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan peraturan dan perundangundangan Sertipikat hak atas tanah membuktikan bahwa seseorang atau suatu badan hukum, mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu. Pada kenyataannya bahwa seseorang atau suatu badan hukum menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang bersangkutan tidak serta merta langsung membuktikan bahwa ia mempunyai hak atas tanah yang dimaksud. Adanya surat- 14

21 surat jual beli, belum tentu membuktikan bahwa yang membeli benar-benar mempunyai hak atas tanah yang dibelinya. Apalagi tidak ada bukti otentik bahwa yang menjual memang berhak atas tanah yang dijualnya. Dalam konteks inilah terjadi pendudukan tanah secara tidak sah melalui alat bukti berupa dokumen (sertipikat) yang belum dapat dijamin kepastian hukumnya. Maksud gambaran diatas adalah suatu peristiwa penerbitan sertipikat ganda atas tanah, yang mengakibatkan adanya pemilikan bidang tanah atau pendudukan hak yang saling bertindihan satu dengan yang lain. Sejalan dengan itu A.P. Parlindungan menyatakan : Yang dimaksud dengan sertipikat ganda adalah surat keterangan kepemilikan (dokumen) dobel atau double yang diterbitkan oleh Badan Hukum yang mengakibatkan adanya pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu bagian atas sebagian yang lain. Dari pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sertipikat ganda adalah surat keterangan kepemilikan yang diperoleh baik secara sah ataupun tidak sah yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan suatu akibat hukum (sengketa) bagi subyek hak maupun obyek hak. Sertipikat ganda merupakan sertipikat-sertipikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama dengan berlainan datanya. Hal semacam ini disebut pula Sertipikat Tumpang Tindih ( overlapping), baik tumpang tindih seluruh bidang maupun tumpang tindih sebagian dari tanah tersebut. 15

22 Sertipikat ganda dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut : a. Pada waktu dilakukan pengukuran ataupun penelitian di lapangan, pemohon dengan sengaja atau tidak sengaja menunjukkan letak tanah dan batas-batas yang salah. b. Adanya surat bukti atau pengakuan hak di belakang hari terbukti mengandung ketidakbenaran, kepalsuan atau sudah tidak berlaku lagi. c. Untuk wilayah yang bersangkutan belum tersedia Peta Pendaftaran Tanahnya. d. Kasus penerbitan lebih dari satu sertipikat atas sebidang tanah dapat pula terjadi atas tanah warisan. Latar belakang kasus tersebut adalah sengketa harta warisan yaitu oleh pemilik sebelum meninggalnya telah dijual kepada pihak lain (tidak diketahui oleh anak-anaknya) dan telah diterbitkan sertipikat atas nama pembeli, dan kemudian para ahli warisnya mensertipikatkan tanah yang sama, sehingga mengakibatkan terjadi sertipikat ganda, karena sertipikat terdahulu ternyata belum dipetakan. C. Sengketa Sertipikat Ganda. Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu obyek permasalahan. Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999, yaitu : 16

23 Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut. Sengketa di bidang pertanahan dapat didefenisikan menurut Irawan Surojo yakni : Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek hak atas tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum bagi keduanya. Dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa tanah adalah merupakan konflik antara beberapa pihak yang mempunyai kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang oleh karena kepentingan tersebut maka dapat menimbulkan akibat hukum. Dalam bidang pertanahan ada dikenal sengketa sertipikat ganda dimana pada satu obyek tanah diterbitkan dua sertipikat, dimana hal ini dapat menimbulkan akibat hukum. Sengketa sertipikat ganda adalah bentuk kesalahan administratif oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) dalam hal melakukan pendataan / pendaftaran tanah pada satu obyek tanah yang mengakibatkan terjadinya penerbitan sertipikat tanah yang bertindih sebagian atau keseluruhan tanah milik orang lain. Timbulnya sengketa hukum mengenai tanah berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan -keberatan dan tuntutan hak 17

24 atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam: 1. Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya. 2. Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak. 3. Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar. 4. Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis). Jadi dilihat dari substansinya, maka sengketa pertanahan meliputi pokok persoalan yang berkaitan dengan : 1. Peruntukan dan/atau penggunaan serta penguasaan hak atas tanah. 2. Keabsahan suatu hak atas tanah. 3. Prosedur pemberian hak atas tanah. 4. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya. D. Hal-hal Penyebab Timbulnya Sengketa Sertifikat Ganda. Jika dikaitkan dengan kasus Putusan No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN, maka hal-hal Penyebab Terbitnya Sertipikat Ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dapat dilihat : 18

25 Berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 31 serta Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertipikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah seseorang yang didalamnya memuat data fisik dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah, merupakan pegangan kepada pemiliknya akan bukti-bukti haknya yang tertulis. Oleh karenanya dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah, setiap satu sertipikat hak atas tanah diterbitkan untuk satu bidang tanah. Namun dalam perkara Nomor : 53/G/TUN/2005/PTUN.MDN, sebidang tanah seluas 435-M2 yang terletak di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan telah dilakukan dua kali penerbitan Sertipikat Hak Milik oleh Kantor Pertanahan Kota Medan, yaitu pada tanggal 01 Agustus 1998 diterbitkan Sertipikat Hak Milik No. 672 atas nama Firman Fantas Asalan Siregar, seluas 435- M2 terletak di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, dengan Register nomor AL , yang tidak pernah dilakukan pencabutan atas haknya. Kemudian pada tanggal 19 April 2000 diterbitkan lagi sertipikat Hak Milik No atas nama Damaris Sinta Taruli, data-datanya terlampir dalam putusan) seluruhnya seluas 435-M2, terletak di atas tanah yang sama. Dengan demikian, telah terjadi tumpang tindih atau penggandaan sertipikat terhadap seluruh bidang tanah yang secara yuridis bertentangan dengan Undang-undang Peraturan Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Terjadinya tumpah tindih sertipikat dalam perkara ini baru dapat diketahui dan dibuktikan dengan adanya gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu pada 19

26 saat dilakukannya pemeriksaan persiapan oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sesuai prosedur yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 selanjutnya yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam Peradilan Tata Usaha Negara sebelum dilakukan sidang pemeriksaan terhadap pokok Perkara, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan persiapan secara tertutup oleh Hakim dan Hakim dalam PTUN berperan sangat aktif yaitu sejak pemeriksaan persiapan hingga tahap pemeriksaan pokok perkara, berbeda dengan peradilan Perdata, hakim bersikap pasif. Sesuai dengan ketentuan Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa Hakim wajib memberikan nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya dan hakim juga dapat meminta penjelasan kepada Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Dalam pemeriksaan persiapan ketika Hakim meminta penjelasan dari Kantor Pertanahan Kota Medan selaku Pejabat Tata Usaha Negara dalam perkara ini, Kantor Pertanahan Kota Medan menyerahkan data-data Sertipikat Hak Milik No 1172 yang di duga tumpang tindih / ganda dengan Sertipikat Hak Milik No. 672 atas nama Tuan Firman Fantas Asalan Siregar. Adapun kebenarannya baru dapat diketahui pada saat 20

27 dilakukannya pembuktian dan pemeriksaan di tempat pada saat persidangan berlangsung. Dari hasil pemeriksaan persidangan yang berlangsung, dapat diketahui bahwa faktor penyebab terbitnya sertipikat ganda tersebut yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan pada tanggal 19 April 2000 dengan penerbitan Sertipikat Hak Milik No di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan berdasarkan proses Ajudikasi, yaitu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (Pasal 1 angka 8 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). Sedangkan alasan Kantor Pertanahan Kota Medan menerbitkan Sertipikat Hak Milik tersebut adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 ayat 1 dan Pasal 31 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, penerbitan sertipikat untuk kepentingan pemegang hak harus sesuai data fisik dan data yuridis. Pengertian data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya, sedangkan pengertian data yuridis adalah keterangan mengenai status mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya (vide pasal 1 angka 6 dan 7 PP No. 24 Tahun 1997) letak, batas dan 21

28 luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Pengertian data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya, atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan dalam hal ini dilakukan diwilayah Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997, kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran, sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa di dalam wilayah yang ditetapkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik mungkin ada bidang tanah yang sudah terdaftar. Penyediaan peta dasar pendaftaran untuk pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik tersebut selain digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik juga digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar. Dalam PP No. 10 Tahun 1961 sebagaimana telah dirubah dengan PP No. 24 Tahun 1997, pengukuran dan pemetaan dari suatu desa secara lengkap belum pernah ada, sungguhpun sudah diperintahkan dalam Pasal 3 PP No. 10 Tahun 1961 jo. PP No. 24 Tahun 1997, sehingga sertipikatnya disebut sertipikat sementara karena belum diukur desa demi desa, dan berdasarkan Pasal 17 PP 10 Tahun 1961 jo. PP No. 24 Tahun 1997 tersebut sertipikat sementara mempunyai fungsi dan kekuatan sebagai sertipikat. Dengan demikian maka jelaslah bahwa dengan adanya Buku Tanah Hak 22

29 Milik Nomor 672 atas nama Firman Fantas Asalan Siregar tersebut bidang tanah seluas 435-M2 terletak di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan merupakan bidang tanah yang sudah terdaftar. Dalam hal ini tampak adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk memetakan Hak Milik Nomor 672 atas nama Firman Fantas Asalan Siregar tersebut. Selain itu berdasarkan Register nomor AL , yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan, Kantor Pertanahan Kota Medan mengakui adanya warkah yang memuat data yuridis sertipikat Hak Milik No. 672 tersebut, dengan demikian jelaslah bahwa terdapat pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172, yaitu ketidakcermatan dan ketidak telitiannya dalam memeriksa dan meneliti data-data fisik dan data yuridis baik secara langsung dilapangan maupun dalam hal penyelidikan riwayat tanah dan penilaian kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah melalui pengecekan warkah yang ada di Kantor Pertanahan Kota Medan. 23

30 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan Penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang secara deduktif, dimulai analisis terhadap ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara beserta putusan perkara khususnya mengenai pembatalan sertipikat ganda, doktrin yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi kasus/dokumen yang relevan. B. Sumber Pengumpulan Data Penelitian ini dititikberatkan pada studi kasus atau kepustakaan, sehingga data sekunder atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer. Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari : a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan antara lain Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata 24

31 Usaha Negara, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan dan sebagainya. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan-bahan hukum primer tersebut, antara lain berupa Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/ PTUN- MDN, buku-buku rujukan yang relevan, hasil karya tulis ilmiah dan berbagai makalah yang berkaitan. c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, kamus umum, kamus bahasa, majalah, surat kabar, artikel, internet, dan jurnal-jurnal hukum. C. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini untuk lebih mematangkan akurasi data maka dipergunakan Metode Pengumpulan Data yakni Studi Kasus atau Kepustakaan. Studi kasus atau kepustakaan dilakukan dengan mempelajari dokumen resmi berupa peraturan perundang-undangan yang terkait, dokumen resmi lain yang berlaku, Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN dan menelaah literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian. 25

32 D. Metode Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun data yang diperoleh di lapangan sebagai data primer, selanjutnya akan dianalisa dengan pendekatan kualitatif. Analisa kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya. Dalam menganalisis data yang diperoleh akan digunakan cara berpikir yang bersifat Deduktif yaitu data hasil penelitian dari hal yang bersifat khusus menjadi yang bersifat umum. Dengan metode deduktif diharapkan akan diperoleh jawaban permasalahan. 26

33 BAB IV PEMBAHASAN A. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Pembatalan Sertipikat. 1. Tinjauan Umum tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Sedangkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undangundang No. 9 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, selanjutnya disebut UU-PTUN dinyatakan bahwa : Seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi. Sedangkan Keputusan Tata Usaha Negara menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU-PTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat 27

34 Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 5 UU-PTUN adalah : Permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan menurut Pasal 53 ayat (2) UU-PTUN adalah : a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut. c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut. Dalam Pasal 48 ayat (1) UU-PTUN dijelaskan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang 28

35 tersedia. Sedangkan yang tidak termasuk wewenang pengadilan dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara dalam hal: 1. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Pengertian Pembatalan Hak Atas Tanah dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 yaitu pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, pengertian pembatalan Hak atas Tanah yaitu pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) PMNA/ Kepala BPN No. 9 tahun 1999, yang menjadi obyek pembatalan hak atas tanah meliputi : 1. Surat keputusan pemberian hak atas tanah 29

36 2. Sertipikat hak atas tanah 3. Surat keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka pengaturan penguasaan tanah. Dalam ketentuan Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang Undang Pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA, pembatalan hak atas tanah merupakan salah satu sebab hapusnya hak atas tanah tersebut. Apabila telah diterbitkan keputusan pembatalan hak atas tanah, baik karena adanya cacat hukum administrasi maupun untuk melaksanakan putusan pengadilan, maka haknya demi hukum hapus dan status tanahnya menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara. Terhadap hapusnya hak atas tanah tersebut karena disebabkan pembatalan hak, maka pendaftaran hapusnya hak tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 131 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999, dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atas permohonan yang berkepentingan dengan melampirkan : a. Surat keputusan pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah batal atau dibatalkan. b. Sertipikat hak atas tanah, apabila sertipikat tersebut tidak ada pada pemohon, keterangan mengenai keberadaan sertipikat tersebut. Secara umum UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menentukan bahwa sesuatu hak atas tanah akan hapus apabila: 1. Karena pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum. 30

37 2. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. 3. Karena ditelantarkan. 4. Karena melanggar prinsip nasionalitas (haknya jatuh kepada warga negara asing). 5. Tanahnya musnah. 6. Jangka Waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi 7. Karena putusan pengadilan. Pembatalan hak atas tanah melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap hanya dapat diterbitkan berdasarkan permohonan pemohon, hal ini ditegaskan dalam Pasal 124 ayat (1) PMNA/Kep ala BPN Nomor 9 Tahun 1999, selanjutnya dalam ayat (2), Putusan Pengadilan dimaksud bunyi amarnya meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau intinya sama dengan itu. Pengajuan permohonan pembatalan diajukan secara tertulis, dapat diajukan langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional atau melalui Kepala Kantor Pertanahan yang memuat : a. Keterangan mengenai diri pemohon : - Perorangan : Nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan disertai fotocopy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan. - Badan Hukum : nama, tempat, kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya disertai fotocopynya. b. Keterangan mengenai tanahnya meliputi data yuridis dan data fisik: 31

38 - Memuat nomor dan jenis hak disertai fotocopy surat keputusan dan atau sertipikat. - Letak, batas, dan luas tanah disertai fotocopy Surat Ukur atau Gambar Situasi. - Jenis penggunaan tanah ( pertanian atau perumahan ). c. Alasan permohonan pembatalan disertai keterangan lain sebagai data pendukung, antara lain : - Fotocopy putusan pengadilan dari tingkat pertama dan tingkat terakhir. - Berita acara eksekusi, apabila perkara perdata atau pidana. - Surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan. - Atas permohonan dimaksud, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembatalan hak atau penolakan pembatalan hak. Dengan adanya uraian diatas, maka pembatalan hak atas tanah dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum lebih luas dari pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif. Hal ini dikarenakan mencakup keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan juga keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangannya berada pada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. Permohonan pembatalan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap diawali dengan timbulnya sengketa tanah yang terdapat adanya benturan kepentingan yang melibatkan pemegang hak dengan pihak lain yang merasa dirugikan, sedangkan sengketa tanah yang terdapat adanya cacat 32

39 administrasi biasanya hanya melibatkan pemegang hak atas tanah dengan Badan Pertanahan Nasional. Dengan kata lain, jika terjadi adanya sengketa hak atas tanah maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Demikian pula dengan permohonan pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah yang didasarkan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap diajukan oleh yang bersangkutan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional atau melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang bersangkutan. Adapun mekanisme pembatalan hak milik atas tanah yang ditempuh dalam hal ini yakni dengan cara pengajuan gugatan hukum terhadap Pejabat Tata Usaha Negara i.c. Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan dan pihak yang terkait atas objek sengketa berupa Sertipikat yang ganda. Pihak-pihak yang berperkara dimaksud sebagaimana dalam Perkara Tata Usaha Negara Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN yakni: Tuan Firman Pantas Asalan Siregar, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan, Tempat tinggal di Komplek Taman Setia Budi Indah Blok J Nomor 17- Medan, dalam perkara ini selaku PENGGUGAT diwakili oleh kuasa hukumnya BERNANDUS TAMBA, S.H. & REKAN selaku Advokat/Penasihat Hukum, berkantor di Medan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Agustus Yang menjadi pihak TERGUGAT yakni: 33

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA SERTIPIKAT GANDA

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA SERTIPIKAT GANDA 37 BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA SERTIPIKAT GANDA A. Pengertian Sengketa Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 ABSTRAK Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi, air, ruang angkasa serta

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan 22 BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH A. Pendaftaran Tanah 1. Pengertian pendaftaran tanah Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DIH, Jurnal Ilmu Hukum Agustus 2014, Vol. 10, No. 20, Hal. 76-82 KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 Bronto Susanto Alumni Fakultas Hukum Untag

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kepemilikan tanah merupakan hak asasi dari setiap warga negara Indonesia yang diatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan kehidupannya pada manfaat tanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai 14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pemerintah menggariskan bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENDAFTARAN TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA LATAR BELAKANG PENDAFTARAN TANAH Belum tersedia Hukum Tanah Tertulis yang Lengkap dan Jelas Belum diselenggarakan Pendaftaran Tanah yang Efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah. bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan,

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pendaftaran Tanah 2.1.1 Pengertian Pendaftaran Tanah UUPA merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraria, maka bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah menjadi sumber bagi segala kepentingan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. tanah menjadi sumber bagi segala kepentingan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari

Lebih terperinci

Sumber Berita : Sengketa di Atas Tanah 1,5 Juta Meter Persegi, Forum Keadilan, Edisi 24-30 Agustus 2015. Catatan : Menurut Yahya Harahap dalam Buku Hukum Acara Perdata halaman 418, Eksepsi secara umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah adalah anugerah Allah S.W.T. yang diberikan kepada kita semua untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh. Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 113 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU Oleh Suhariyono 1 ABSTRAK: Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Legalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat melangsungkan kehidupannya, akan tetapi karena tanah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat melangsungkan kehidupannya, akan tetapi karena tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus meningkat, baik sebagai tempat permukiman maupun untuk kegiatan usaha. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara dalam bentuk misalnya penguasaan illegal ataupun dari penguasa.

BAB I PENDAHULUAN. warga negara dalam bentuk misalnya penguasaan illegal ataupun dari penguasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan adanya perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum dalam bidang pertanahan berarti bahwa setiap warga negara Indonesia dapat menguasai tanah secara

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 PENDAFTARAN TANAH MENGGUNAKAN SISTEM PUBLIKASI NEGATIF YANG MENGANDUNG UNSUR POSITIF MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Anastassia Tamara Tandey 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS. PUTUSAN No. 10/G/TUN/2002/PTUN.SMG. (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ Overlapping di Kelurahan

TINJAUAN YURIDIS. PUTUSAN No. 10/G/TUN/2002/PTUN.SMG. (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ Overlapping di Kelurahan TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN No. 10/G/TUN/2002/PTUN.SMG (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ Overlapping di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang). TESIS Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan bagi kehidupan manusia sebagai tempat untuk bermukim maupun sebagai sumber mata pencaharian. Tanah tersebut mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup bangsa dalam mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan merata, maka tanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat Indonesia seluruhnya. Pasal 19

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Bahwa SHM 139 Pegangsaan Dua adalah Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Tanah mempunyai peranan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam sistem hukum nasional demikian halnya dengan hukum tanah, maka harus sejalan dengan kontitusi yang berlaku di negara kita yaitu Undang Undang

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah adalah permukaan bumi yang merupakan suatu kebutuhan fundamental bagi setiap warga Negara Republik Indonesia, keberadaan tanah dalam kehidupan manusia mempunyai

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA Judul : AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA SERTIFIKAT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : GALUH LISTYORINI NPM : 11102115 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara yang corak kehidupan serta perekonomian rakyatnya masih bercorak agraris, sebagian besar kehidupan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR DENGAN

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata No.1275, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. PRONA. Percepatan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK (OVERLAPPING) OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KOTA PADANG

SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK (OVERLAPPING) OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KOTA PADANG SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK (OVERLAPPING) OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KOTA PADANG SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK GANDA (OVERLAPPING) OVERLAPPING) OLEH

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 59/B/2013/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 59/B/2013/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 59/B/2013/PT.TUN-MDN ------------------------------------------------------------------------------------ Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat sebagai tempat pembangunan dan juga tempat mata pencaharian masyarakat terutama di negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA PERSPEKTIF Volume XVII No. 2 Tahun 2012 Edisi Mei PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Linda S. M. Sahono Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Daerah Gresik e-mail: lindasahono@yahoo.com

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia bahkan sampai meninggalpun manusia masih membutuhkan tanah. Kebutuhan manusia terhadap tanah dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Manusia hidup dan melakukan aktivitas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai konsep dasar ilmu sosial bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya membutuhkan bantuan dari orang lain, maka terciptalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematika Lengkap. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci