BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work-Life Balance. pekerjaan dengan bagian-bagian lain dalam kehidupan (Gambles, 2006). Gambles

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work-Life Balance. pekerjaan dengan bagian-bagian lain dalam kehidupan (Gambles, 2006). Gambles"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work-Life Balance 1. Pengertian Work-Life Balance Work-life balance adalah sebuah tantangan untuk mengombinasikan pekerjaan dengan bagian-bagian lain dalam kehidupan (Gambles, 2006). Gambles berpendapat bahwa aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan, hubungan sosial, dan kesenangan pribadi perlu untuk diseimbangkan. Lazar, dkk. (2010) mengasosiasikan work-life balance dengan keseimbangan yang terjadi antara waktu dan usaha yang diberikan seseorang untuk kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Work-life balance didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika seseorang mengalami keterikatan dan kepuasan yang seimbang dalam perannya sebagai pekerja dan di dalam keluarga (Greenhaus, 2003). Sejalan dengan Greenhaus, Clark (2000) mendefinisikan work-life balance sebagai terjadinya kepuasan dan fungsi-fungsi yang berjalan dengan baik dalam pekerjaan serta keluarga, dengan konflik peran yang minimal. Sama seperti Clark, Frone (2003) juga mengaitkan work-life balance dengan konflik peran. Frone menyatakan bahwa work-life balance adalah tidak adanya konflik antara peran seseorang dalam keluarga dan dalam pekerjaannya. Lockwood (2003) mendefinisikan work-life balance sebagai suatu keadaan di mana terjadi keseimbangan tuntutan pekerjaan dan kehidupan pribadi. 10

2 11 Work-life balance terbagi menjadi dua, yaitu berdasarkan perspektif karyawan dan organisasi. Berdasarkan sudut pandang karyawan, work-life balance adalah suatu tantangan untuk mengelola tuntutan-tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab dalam keluarga. Work-life balance berdasarkan sudut pandang organisasi adalah tantangan untuk menciptakan sebuah lingkungan yang suportif sehingga karyawan fokus kepada pekerjaan mereka ketika di tempat kerja. Work-life balance merupakan hal yang esensial karena tidak tercapainya work-life balance berakibat pada rendahnya kepuasan kerja, rendahnya kebahagiaan, work-life conflict, dan burnout pada karyawan. Karir dan keluarga adalah dua hal yang memiliki nilai sangat penting bagi manusia. Ada beberapa motivasi dasar yang membuat manusia harus menjalankan kedua hal tersebut secara seimbang (Laird, 1961). Manusia memiliki kebutuhan fisiologis seperti bernafas, makan, tidur, dan kebutuhan akan hubungan seksual yang secara moral harus diwadahi dengan perkawinan. Manusia juga memiliki kebutuhan akan rasa aman yang berkaitan dengan asuransi dan jaminan akan perlindungan dari kriminalitas. Kebutuhan manusia yang ketiga adalah bersosialisasi. Keluarga dan teman memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan ini. Selanjutnya, manusia membutuhkan perasaan bahwa ia dihormati, dan yang terakhir kebutuhan akan pekerjaan yang disenangi. Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa work-life balance adalah suatu keadaan ekuilibrium atau seimbang antara tuntutan dan kepuasan seseorang terhadap karir dan kehidupan

3 12 rumah tangganya sehingga konflik yang terjadi antara karir dan kehidupan rumah tangga dapat diminimalisir. 2. Aspek-aspek Work-Life Balance Work-life balance terdiri dari beberapa aspek yang diungkap oleh beberapa ahli. Aspek-aspek yang dikemukan oleh satu ahli dengan ahli lainnya tidak berbeda jauh. Greenhaus (2003) menyatakan bahwa work-life balance terdiri dari aspek-aspek berikut: a. Keseimbangan waktu Keseimbangan waktu mengacu pada kesetaraan antara waktu yang diberikan seseorang untuk karirnya dengan waktu yang diberikan untuk keluarga atau aspek kehidupan selain karir. b. Keseimbangan peran Keseimbangan peran mengacu pada keterlibatan psikologis yang seimbang dalam karir seseorang dan keluarganya. Seseorang yang memiliki keseimbangan peran tidak akan mengalami konflik dan kebingungan dalam kedua ranah tersebut. c. Keseimbangan kepuasan Hal ini mengacu pada tingkat kepuasan yang seimbang seseorang terhadap karir dan keluarganya.

4 13 Tidak jauh berbeda dengan Greenhaus, Fisher (dalam Poulose, 2014) menyatakan bahwa work-life balance terdiri dari aspek-aspek berikut: a. Waktu Perbandingan antara waktu yang dihabiskan untuk bekerja dan waktu yang digunakan untuk aktivitas lain. b. Perilaku Perbandingan antara perilaku individu dalam bekerja dan dalam aspek kehidupan yang lain. c. Ketegangan Ketegangan yang dialami baik dalam pekerjaan maupun aspek kehidupan yang lain dapat menimbulkan konflik peran dalam diri individu d. Energi Perbandingan antara energi yang digunakan individu untuk menyelesaikan pekerjaannya dan energi yang digunakan dalam aspek kehidupan selain karir. Hayman (2005) mengadaptasi aspek-aspek yang dikemukakan oleh Fisher dan menyatakan bahwa work-life balance dapat diukur melalui aspekaspek berikut: a. Work interference personal life (WIPL) Aspek ini mengungkapkan adanya interferensi dari pekerjaan terhadap kehidupan pribadi. Artinya, pekerjaan mempengaruhi kehidupan pribadi seseorang. Interferensi ini memberikan efek negatif pada kehidupan pribadi. Adanya interferensi ini mengindikasikan rendahnya work-life balance seseorang.

5 14 b. Personal life interference work (PLIW) Berkebalikan dengan aspek WIPL, aspek ini mengungkapkan adanya interferensi dari kehidupan pribadi pada pekerjaan. Artinya, kehidupan pribadi seseorang mempengaruhi pekerjaan individu tersebut. Interferensi ini menyebabkan adanya ketidakefektifan performa seseorang dalam pekerjaannya. Munculnya interferensi ini mengindikasikan rendahnya work-life balance seseorang. c. Work-personal life enhancement (WPLE) Aspek ini menunjukkan bahwa kehidupan pribadi dan pekerjaan saling mempengaruhi dan memberi efek positif pada kedua ranah tersebut. Terpenuhinya aspek ini menjadi salah satu indikasi tercapainya work-life balance seseorang. Penelitian ini akan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Hayman, yaitu WIPL, PLIW, dan WLPE. Aspek-aspek tersebut dipilih karena merupakan aspek yang paling sesuai dengan subjek penelitian ini, yaitu karyawan yang menjalani commuter marriage. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Work-Life Balance Tercapainya work-life balance dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri individu maupun dari lingkungan. Menurut Poulose (2014), ada faktor yang mempengaruhi work-life balance terbagi menjadi empat, yaitu faktor individu, faktor organisasi, faktor lingkungan sosial, dan faktor-faktor lainnya. Keempat faktor tesebut terdiri dari faktor-faktor berikut:

6 15 1. Individu a. Kepribadian Kepribadian adalah kumulasi dari berbagai cara seorang individu bereaksi terhadap lingkungan dan berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian manusia terdiri dari beberapa faktor utama yaitu ekstraversi (tingkat kesenangan terhadap hubungan), agreeableness/keramahan (tingkat kepatuhan terhadap orang lain), kesadaran/sifat berhati-hati (ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan), neurotisme (ketahanan terhadap stres), dan keterbukaan terhadap pengalaman. Ekstraversi, kesadaran, keramahan, dan keterbukaan terhadap pengalaman berkorelasi negatif dengan workfamily conflict, sedangkan neurotisme berkorelasi positif dengan workfamily conflict. b. Psychological well-being Psychological well-being mengacu pada sifat-sifat psikologis yang positif seperti penerimaan diri, kepuasan, harapan, dan optimisme. Psychological well-being berkorelasi positif dengan work-life balance. Pekerja dengan psychological well-being yang tinggi memiliki tingkat work-life balance yang tinggi pula. c. Kecerdasan emosi Kecerdasan emosi adalah kemampuan adaptif seseorang dalam mengenali emosi, mengekspresikan emosi, meregulasi emosi, dan mengelola emosi diri sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosi berkorelasi positif dengan

7 16 work-life balance. Individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi memiliki work-life balance yang tinggi pula. 2. Organisasi a. Pekerjaan Susunan pekerjaan yang fleksibel dapat membantu karyawan untuk mencapai kehidupan kerja dan non-kerja yang berjalan beriringan. Dengan kata lain, susunan pekerjaan yang fleksibel dapat meminimalisir konflik antara kehidupan kerja dan non-kerja serta meningkatkan work-life balance karyawan. b. Work-life balance policies Kebijakan-kebijakan dan program-program perusahaan dapat membantu karyawan untuk mencapai work-life balance. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud adalah fleksibilitas pekerjaan karyawan, cuti, jam kerja, dan fasilitas pengasuhan anak. c. Dukungan Dukungan dari atasan, organisasi, dan rekan kerja berhubungan positif dengan work-life balance. Semakin tinggi dukungan yang diterima oleh karyawan, semakin tinggi pula work-life balance karyawan tersebut. d. Stres kerja Stres kerja dapat didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap pekerjaan yang dianggapnya sebagai ancaman serta ketidaknyamanan individu di lingkungan kerjanya. Stres kerja berhubungan dengan kesehatan, work-life

8 17 conflict, serta work-life balance seseorang. Stres kerja dapat menyebabkan tidak tercapainya work-life balance. e. Teknologi Teknologi dapat menyebabkan tercapainya work-life balance maupun tidak tercapainya work-life balance. Teknologi memfasilitasi kemudahan akses terhadap pekerjaan, sehingga karyawan dapat bekerja kapan saja dan di mana saja. Hal ini dapat berdampak positif maupun negatif terhadap tercapainya work-life balance. f. Peran Konflik peran, ambiguitas peran, serta jam kerja yang berlebihan memiliki andil yang besar dalam munculnya work-life conflict. Semakin tinggi kekacauan peran yang terjadi, semakin sulit pula tercapainya work-life balance. 3. Lingkungan sosial a. Anak Jumlah anak dan tanggung jawab akan pengasuhan anak berhubungan dengan work-life balance. Jumlah anak yang lebih banyak memicu timbulnya stres dan terjadinya konflik antara kehidupan rumah tangga dan karir. b. Dukungan keluarga Dukungan keluarga berhubungan work-life balance. Dukungan emosional dan instrumental yang diterima seseorang dari keluarga dapat membantu tercapainya work-life balance. Pekerjaan pasangan, pertengkaran dalam

9 18 rumah tangga, serta ekspektasi akan perhatian dan penerimaan juga berhubungan dengan work-life balance. 4. Lainnya Faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, status parental, pengalaman, employee level, tipe pekerjaan, pendapatan, serta tipe keluarga juga mempengaruhi work-life balance. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tercapanya worklife balance dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti kepribadian, pychological wellbeing, kecerdasan emosi, jabatan, teknologi, dukungan sosial, serta keluarga. 4. Fungsi Work-Life Balance Menurut Poulose (2014), tercapainya work-life balance menghasilkan beberapa keluaran yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu keluaran yang berkaitan dengan pekerjaan/karir dan keluaran yang tidak terkait dengan karir. Fungsi work-life balance pada bidang pekerjaan/karir adalah: a. Kepuasan kerja Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa work-life balance berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki work-life balance tinggi memiliki kepuasan kerja yang tinggi pula. b. Komitmen terhadap organisasi Selain berhubungan dengan kepuasan kerja, work-life balance juga berhubungan positif dengan komitmen karyawan terhadap organisasi. Semakin

10 19 tinggi work-life balance seorang karyawan, semakin tinggi pula komitmen karyawan terhadap organisasi. c. Minimnya turnover Work-life balance telah dibuktikan berhubungan signifikan dengan turnover. Hubungan yang dimiliki antara work-life balance dan turnover adalah hubungan negatif. Semakin tinggi work-life balance yang dimiliki oleh seorang karyawan maka semakin rendah tingkat turnover karyawan tersebut. d. Minimnya burnout Sejalan dengan minimnya turnover, work-life balance juga berperan dalam mengurangi burnout yang terjadi pada karyawan. Semakin tinggi work-life balance seseorang, semakin rendah potensi burnout yang dimilikinya. e. Minimnya ketidakhadiran dalam pekerjaan Work-life balance memiliki peran dalam mengurangi ketidakhadiran karyawan dalam pekerjaannya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa work-life balance berhubungan signifikan dengan tingkat ketidakhadiran atau absen karyawan. Hubungan yang dimiliki adalah hubungan negatif, sehingga semakin tinggi work-life balance seorang karyawan maka semakin rendah tingkat ketidakhadiran karyawan tersebut. f. Performa kerja Work-life balance memiliki hubungan yang signifikan dengan performa kerja seorang karyawan. Seorang karyawan yang memiliki work-life balance tinggi memiliki performa kerja yang baik pula. Performa kerja yang baik dapat dilihat melalui tingginya produktivitas seorang karyawan.

11 20 Sedangkan dalam bidang di luar karir, work-life balance memiliki pengaruh terhadap hal-hal berikut: a. Kepuasan hidup Work-life balance memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan hidup. Semakin tinggi work-life balance seseorang maka semakin tinggi pula kepuasan hidup orang tersebut. Kepuasan hidup ini mencakup berbagai aspek, yaitu kepuasan terhadap perkawinan, kepuasan terhadap keluarga, dan kepuasan terhadap aktivitas kesenangan (leisure activity atau aktivitas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan). b. Kesehatan Konflik atau interferensi yang terjadi antara kehidupan rumah tangga dan karir dapat meningkatkan stres yang berkaitan dengan kesehatan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa work-life conflict berhubungan signifikan dengan kesehatan dan dimoderasi oleh stres. Semakin tinggi work-life conflict yang dialami oleh seseorang semakin rendah tingkat kesehatan orang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa work-life balance berdampak positif terhadap kesehatan. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa work-life balance memiliki banyak dampak positif terhadap kehidupan manusia, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Banyaknya fungsi work-life balance ini menjadikan work-life balance penting untuk dimiliki setiap orang.

12 21 B. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah tersedianya bantuan untuk melakukan penyesuaian adaptif dalam suatu hubungan personal yang mencakup proses sosial, emosional, kognitif, dan perilaku. Dukungan sosial dapat diberikan oleh keluarga, teman, atau individu yang memiliki persamaan masalah (Dalton, 2001). Menurut Taylor (2011) dukungan sosial adalah informasi dari seorang terhadap individu lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dipandang, dan dihargai. Sejalan dengan Dalton, dkk., Taylor mengatakan bahwa dukungan sosial dapat diperoleh dari orang tua, pasangan hidup, teman, komunitas sosial, bahkan melalui binatang peliharaan. Dukungan sosial dapat mengurangi respon psikologis dan neuroendokrin terhadap stres. Broadwell & Light menyatakan bahwa dukungan sosial dari pasangan hidup adalah yang paling efektif bagi pria (dalam Taylor, 2011). Dukungan sosial merupakan pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan darikeberadaan kelompok yang membuat individu merasa diperhatikan dan dicintai (Sarason, 1990). Sejalan dengan hal tersebut, Pender (dalam Ruikar, 2015) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah perasaaan subjektif seseorang bahwa ia dicintai, dihargai, dihormati, dan dibutuhkan. Menurut Etzion (dalam Ruikar, 2015), dukungan sosial adalah tersedianya sebuah jaringan sosial nonformal yang memberikan ekspresi-ekspresi kepedulian emosional atau empati, bantuan praktis, dukungan informasi, dan penilaian.

13 22 Dukungan sosial memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan seorang individu. Sarason (1990) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat membantu seseorang untuk memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang lebih tinggi, serta pandangan yang lebih positif terhadap kehidupan. Rendahnya dukungan sosial dapat menyebabkan ketidakpuasan hidup dan munculnya hambatan-hambatan dalam melakukan tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari. Berdasarkan pendapat-pendapat berbagai ahli seperti di atas, dukungan sosial adalah tersedianya sebuah bantuan secara sosial, emosional, kognitif, dan tindakan yang diberikan oleh keluarga, rekan kerja, atasan, maupun organisasi kepada seseorang. 2. Aspek-aspek Dukungan Sosial Dukungan sosial dapat dilihat melalui beberapa aspek yang dimilikinya. Sebagian besar ahli menyatakan pendapat yang nyaris sama terhadap aspek-aspek pembentuk dukungan keluarga. Schaefer (1981) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat memiliki beberapa aspek, yaitu: a. Tangible/instrumental support, yaitu dukungan yang berbentuk konkrit dan sesuatu yang dapat dilihat seperti benda, uang, dan pelayanan. b. Informational support, yaitu dukungan yang muncul dalam bentuk nasihat, arahan, saran dan informasi yang berguna bagi seseorang. c. Emotional support, yaitu dukungan yang muncul dalam bentuk kehangatan, empati, cinta, penerimaan, dan perhatian.

14 23 d. Esteem support, yaitu dukungan yang memunculkan keyakinan seseorang bahwa ia dapat mengatasi suatu permasalahan atau melakukan sesuatu. e. Network support, yaitu dukungan yang berupa informasi kepada seseorang bahwa ia merupakan bagian dari suatu kelompok yang bersedia memberikan bantuan kepada individu tersebut. Tidak jauh berbeda dengan Schaefer, House (1987) menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki empat aspek, yaitu: a. Dukungan emosional Dukungan emosional dapat berupa tersedianya simpati, perhatian, rasa percaya dan kasih sayang bagi seseorang. Dukungan secara emosional dapat memberikan rasa nyaman bagi individu, sehingga memberikan dampak positif dalam mengurangi stres maupun kecemasan. b. Dukungan instrumental Dukungan instrumental adalah tersedianya bantuan berupa benda maupun jasa bagi seseorang. Dukungan instrumental umumnya dapat dilihat secara nyata. c. Dukungan informatif Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran-saran, dan informasi yang diberikan kepada seseorang. Dukungan ini membantu individu dalam menghadapi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu mengenai masalah yang dihadapi. d. Dukungan evaluatitif/appraisal Dukungan ini berupa evaluasi, penialaian, afirmasi, atau umpan balik yang diberikan kepada seseorang.

15 24 Menurut Dalton, dkk. (2001), dukungan sosial memiliki dua aspek atau bentuk, yaitu general dan spesifik. a. Dukungan secara general merujuk pada sebuah dukungan yang diberikan terhadap seseorang baik ketika ia sedang menghadapi stressor maupun tidak. Dukungan ini dapat muncul dalam bentuk rasa memiliki (sense of belongingness) dan dukungan emosional. b. Dukungan spesifik diberikan pada saat sebuah stressor tertentu muncul. Ada tiga bentuk dukungan yang dapat dikategorikan sebagai dukungan spesifik, yaitu encouragement (dorongan atau semangat), informasi (termasuk saran atau nasehat), dan tangible (sesuatu yang berwujud nyata). Aspek-aspek dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek yang dikemukakan oleh House (1987), yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif, dan dukungan evaluatif. C. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Kecerdasan Emosi Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengelola emosi secara efektif untuk mencapai sebuah tujuan, mencapai produktivitas, menjalin hubungan dengan orang lain, dan mencapai kesuksesan (Patton, 1998). Meyer (dalam Martin, 2003) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain, dan untuk mengatur emosi. Kecerdasan emosi ini berperan penting dalam peningkatan taraf hidup seseorang. Meyer juga menyatakan bahwa dalam dunia

16 25 kerja kecerdasan intelektual (IQ) hanya akan membawa individu melewati gerbang perusahaan, namun kecerdasan emosi yang akan membawa individu tersebut ke jenjang karir yang lebih tinggi. Tidak jauh berbeda dengan pendapatpendapat sebelumnya, Kalat (2007) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk menyadari makna dari emosi dan menggunakannya dengan efektif dalam pemecahan masalah. Goleman (2007) berpendapat bahwa kecerdasan emosi berperan lebih dibandingkan dengan kecerdasan intelektual. Goleman berpendapat bahwa aspek perasaan harus selalu mendahului aspek sosial. Sebuah penelitian bahkan membuktikan bahwa karyawan yang mampu mengelola emosi dengan baik bekerja 300% lebih produktif dibandingkan dengan karyawan yang tidak memiliki kempampuan tersebut. Patton (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosi memiliki beberapa manfaat, seorang individu dengan kecerdasan emosi yang baik akan mampu bekerja sama dengan orang lain dan menjadi anggota kelompok yang lebih baik. Seseorang dengan kecerdasan emosi yang baik juga akan memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri dan merasa mampu untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi dapat mengelola konflik serta berkomunikasi dengan efektif, memimpin dan mengelola orang lain dengan tepat, serta menciptakan organisasi yang memiliki integritas, nilai-nilai, dan standar perilaku yang tinggi. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk menanggapi

17 26 dengan tepat suasana hati, mengelola emosi, memotivasi diri, dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.

18 27 2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi Kecerdasan emosi memiliki beberapa apek di dalamnya. Aspek-aspek kecerdasan emosi menurut Goleman (2007) adalah: a. Mengenali emosi diri/kesadaran diri Kemampuan mengenali emosi diri termasuk dalam ranah self-awareness atau kesadaran diri. Kemampuan ini membuat seseorang dapat menilai keadaan emosi dirinya dengan tepat. Individu harus memiliki kepekaan yang tinggi atas dirinya sendiri supaya dapat mengenal emosinya sendiri. b. Mengelola emosi diri/pengelolaan diri Mengelola emosi diri adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi yang sudah ia kenali pada tahap sebelumnya agar bisa diungkapkan dengan tepat. Kemampuan mengelola emosi diri membuat seseorang dapat tetap tenang dalam menghadapi masalah, sehingga orang tersebut tidak dikendalikan oleh emosinya. c. Memotivasi diri Memotivasi diri meliputi kepercayaan seorang individu terhadap dirinya sendiri dan kemampuan untuk menahan diri terhadap kepuasan sesaat untuk tujuan yang lebih besar. Kemampuan untuk memotivasi diri membuat seseorang bersikap optimis serta berkomitmen dalam mencapai sebuah tujuan. d. Mengenali emosi orang lain/empati Mengenali emosi orang lain berarti memperluas kesadaran terhadap lingkungan sekitar. Kemampuan ini membuat seseorang mampu menangkap isyarat-isyarat emosi yang ditampilkan oleh orang-orang di sekitarnya. Kemampuan

19 28 mengenali emosi orang lain mencakup empati dan kesadaran individu bahwa hal-hal yang dilakukannya dapat mempengaruhi orang lain di sekitar. e. Mengelola hubungan dengan orang lain/keterampilan sosial Kemampuan untuk mengelola hubungan dengan orang lain berarti menggunakan kesadaran akan emosi diri dan emosi orang lain untuk membina hubungan yang kuat dan berkualitas. Kemampuan ini mencakup kemampuan berkomunikasi, mempengaruhi dan memimpin orang lain, serta bersikap jujur tanpa menyakiti orang lain. Salovey, dkk. (1990) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi memiliki tiga aspek, yaitu: a. Kemampuan menilai dan mengekspresikan emosi Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang dirinya rasakan dan mengeluarkannya dalam bentuk ekspresi dengan baik. b. Kemampuan mengatur emosi Kemampuan mengatur emosi dapat pula diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola apa yang ia rasakan dengan baik. c. Kemampuan menggunakan informasi yang berkaitan dengan emosi untuk berpikir dan bertindak Kemampuan ini memampukan seseorang untuk tidak bertindak di luar kendali hanya berdasarkan apa yang dirasakan saat itu. Seseorang dengan kecerdasan emosi yang baik mampu berpikir dengan jernih sehingga emosi yang dirasakan tidak termanifestasi dalam tindakan yang buruk.

20 29 Menurut Dulewicz (1999), kecerdasan emosi memiliki tujuh komponen yaitu: a. Kesadaran diri (self awareness) b. Manajemen emosi (emotional management) c. Motivasi diri (self motivation) d. Empati (emphaty) e. Mengelola hubungan (handling relationship) f. Komunikasi interpersonal (interpersonal communication) g. Gaya pribadi (personal style) Patton (1998), mengemukakan bahwa kecerdasan emosui memiliki aspek-aspek sebagai berikut: a. Mengelola emosi diri sendiri dan orang lain b. Mengenali sebuah masalah berkaitan dengan emosi atau rasional c. Memaksimalkan fungsi positif dari emosi seperti optimisme, persisten, dan harapan untuk mencapai sebuah tujuan d. Memotivasi dan mendisiplinkan diri sendiri untuk mencapai produktivitas e. Memiliki empati dan perhatian terhadap orang lan f. Memiliki integritas dan kesetiaan Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek yang dikemukakan oleh Goleman, yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, motivasi, empati, dan kemampuan sosial. Aspek ini digunakan karena sesuai dengan subjek yang akan diambil dalam penelitian ini.

21 30 D. Commuter Marriage Commuter marriage adalah sebuah keadaan perkawinan yang terbentuk secara sukarela yang mana pasangan sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat tinggal yang berbeda lokasi geografisnya (Gerstel dan Gross, dalam Van der Klis, 2009). Gerstel dan Gross menyatakan bahwa pasangan yang termasuk dalam commuter marriage adalah pasangan yang terpisah paling tidak tiga malam dalam satu minggu dan keadaan tersebut sudah berlangsung selama minimal tiga bulan. Gerstel dan Gross menyatakan bahwa commuter marriage terbagi menjadi dua jenis yaitu, adjusting couple dengan usia pernikahan 0-5 tahun dan established couple dengan usia pernikahan lebih dari 5 tahun. Sejalan dengan Gerstel dan Gross, McBride (2014) mendefinisikan commuter marriage sebagai suatu keadaan pernikahan ketika pasangan suami istri tinggal terpisah pada hari kerja atau lebih dari itu. Bergen (dalam McBride, 2014) mendefinisikan commuter marriage sebagai sebuah tipe perkawinan yang ditandai dengan terpisahnya tempat tinggal pasangan suami istri selama hari kerja maupun periode yang lebih lama. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa situasi ini sangat banyak terjadi dalam tiga dekade terkahir. Umumnya commuter marriage dilakukan untuk mengakomodasi karir dari pasangan suami istri, sehingga kedua belah pihak dapat tetap berkarir. McBride (2014) menyatakan bahwa jumlah pasangan yang menjalani commuter marriage di Amerika Serikat terus meningkat. Terdapat 3,5 juta pasangan yang mengalami pernikahan jarak jauh pada tahun 2009 dan jumlah ini diprediksi akan terus bertambah.

22 31 Pasangan suami istri yang tinggal terpisah baik karena perang, wajib militer, imigrasi, maupun pekerjaan telah banyak ditemui. Meskipun jarak geografis antara suami dan istri bukan merupakan konsep baru, pada akhir tahun 1970-an kesempatan pria dan wanita untuk bekerja mulai setara sehingga pasangan seperti berikut semakin banyak ditemui (Rhodes, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Anderson dan Spruill (dalam Rhodes, 2002) menunjukkan bahwa sebagian besar pasangan yang menjalani commuter marriage memiliki pendidikan tinggi dengan usia rata-rata 25 hingga 65 tahun. Anderson dan Spruill juga menyatakan bahwa 40-50% pasangan yang menjalani commuter marriage telah menikah selama 9 tahun atau lebih dan memiliki anak. Commuter marriage memiliki beberapa manfaat sekaligus dapat memberikan akibat yang tidak baik (Rhodes, 2002). Pasangan yang menjalani commuter marriage memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan karir. Pasangan yang menjalani commuter marriage juga memiliki kebebasan yang lebih besar dibandingkan dengan pasangan pada umumnya, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam karirnya. Rhodes juga menyatakan bahwa pasangan commuter marriage lebih menghargai waktu yang dihabiskan bersama dan memiliki frekuensi argumen serta perbedaan pendapat yang lebih rendah dibandingkan dengan pasangan pada umumnya. Rhodes (2002) berpendapat bahwa di samping beberapa manfaat seperti paparan di atas commutter marriage juga dapat menimbulkan beberapa masalah dalam perkawinan. Pasangan yang menjalani commuter marriage umumnya mengalami kesepian dan rendahnya dukungan sosial yang diterima karena

23 32 minimnya waktu yang dimiliki bersama. Lingkungan dari pasangan commutter marriage seperti teman, keluarga, dan rekan kerja juga berpotensi memiliki pandangan yang buruk terhadap keadaan perkawinan jarak jauh tersebut. Pasangan yang menjalani commuter marriage lebih berpotensi untuk memiliki stres yang lebih besar mengenai pernikahan dan keluarga dibandingkan dengan pasangan pada umumnya. Selain hal-hal yang dipaparkan sebelumnya, pasangan commuter marriage memiliki kepuasan akan kehidupan seksual yang rendah serta kehilangan momen-momen berharga bersama keluarga. E. Hubungan antar Variabel 1. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kecerdasan Emosi dengan Work- Life Balance pada Karyawan yang Menjalani Commuter Marriage Work-life balance adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami keterikatan dan kepuasan yang seimbang dalam perannya sebagai pekerja dan di dalam keluarga. Tercapainya work-life balance dipengaruhi berbagai faktor, baik dari individu maupun dari lingkungan (Polouse, 2014). Faktor internal yang mempengaruhi work-life balance adalah kepribadian, well-being, dan kecerdasan emosi. Faktor eksternal yang mempengaruhi work-life balance seseorang terbagi menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari organisasi dan lingkungan sosial. Faktor eksternal yang berasal dari organisasi adalah dukungan atasan, dukungan rekan kerja, kebijakan-kebijakan organisasi, jenis pekerjaan, dan stres kerja. Faktor eksternal yang berasal dari lingkungan sosial adalah dukungan keluarga,

24 33 pekerjaan pasangan, konflik dalam rumah tangga, dan tanggung jawab akan pengasuhan anak. Rhodes (2002) mengatakan bahwa bertambahnya kesempatan bagi wanita untuk bekerja berdampak pada konflik internal seseorang yang harus memilih antara karir atau pernikahannya. Solusi yang konvensional adalah mengorbankan salah satu dari kedua hal tersebut, namun dewasa ini pernikahan jarak jauh lebih banyak dipilih sebagai solusi agar seseorang tetap bisa berkarir meski sudah menikah. Seiring dengan terjadinya pernikahan jarak jauh masalah lain terkadang muncul, yaitu pembagian waktu dan peran yang harus dilakukan antara karir dan pernikahan (Shen dan Jiang, 2013). Pembagian waktu dan peran seperti disebutkan sebelumnya mempengaruhi work-life balance seseorang. Shen dan Jiang (2013) menyebutkan bahwa work-life balance memang dapat dipengaruhi oleh pembagian waktu dan peran dalam keluarga, namun dapat dipengaruhi beberapa hal lain juga seperti usia dan jenis kelamin. Pembagian tugas rumah tangga antara suami dan istri, kebijakan perusahaan, dan kualitas dari infrastruktur sosial yang baik dapat membantu pasangan yang sama-sama bekerja untuk mencapai work-life balance (Fagan, dkk., 2012). Sejalan dengan pernyataan Fagan, Higgins, dkk. (2007) menyatakan bahwa pembagian tugas rumah tangga, termasuk melibatkan anak dalam tugastugas tersebut, serta dukungan dari keluarga dapat membantu pencapaian worklife balance.

25 34 Penelitian yang dilakukan oleh Van der Klis (2009) menunjukkan bahwa pasangan yang menjalani commutter marriage juga dapat mencapai work-family balance. Van der Klis menyebutkan bahwa terdapat work-family balance umumnya dicapai oleh pasangan commuter marriage dengan dua cara, yaitu tradisional dan egalitarian. Pasangan yang menggunakan cara tradisional menempatkan salah satu pihak (umumnya laki-laki) untuk bekerja sepenuhnya sedangkan pihak yang lain hanya bekerja paruh waktu atau tidak bekerja sama sekali. Pihak yang tidak bekerja bertanggung jawab sepenuhnya dalam mengelola rumah tangga dan mengurus anak. Sebaliknya, pasangan yang menggunakan cara egalitarian membagi tugas dalam berkarir dan mengelola rumah tangga secara seimbang. Berbagai penelitian mengenai hal-hal yang mempengaruhi tercapainya work-life balance telah dilakukan. Maiya (2014) melakukan penelitian mengenai hal-hal yang mempengaruhi work-life balance, yaitu faktor personal, kemampuan untuk menyeimbangkan karir dan kehidupan pribadi, dukungan organisasi, motivasi, potensi perkembangan karir, dan faktor psikologis. Penelitian ini menunjukkan bahwa work-life balance subjek yang berusia 25 tahun sampai 30 tahun dipengaruhi oleh faktor motivasi, potensi perkembangan karir, dan dukungan organisasi. Work-life balance subjek yang berusia 31 tahun sampai 35 tahun dipengaruhi oleh kemampuan untuk menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan karir, faktor personal, dan faktor psikologis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah work-life balance dipengaruhi oleh hal-hal yang berbeda dan tergantung pada usia subjek.

26 35 Holly (2012) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa sebenarnya jam kerja tidak memiliki dampak negatif terhadap work-life balance, namun keinginan untuk mengurangi jam kerja yang menimbulkan dampak negatif pada work-life balance. Hal ini berkaitan dengan kepuasan atas jam kerja yang diberikan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jam kerja tidak memiliki hubungan signifikan dengan work-life balance, namun keinginan yang dimiliki karyawan untuk mengurangi jam kerja memiliki hubungan signifikan dengan work-life balance. Semakin tinggi keinginan untuk mengurangi jam kerja maka work-life balance karyawan tersebut akan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Skinner (2013) menunjukkan bahwa kebijakan perusahaan juga berhubungan dengan work-life balance. Kebijakan perusahaan yang menguntungkan keluarga karyawan (family friendly policies) meningkatkan work-life balance karyawan. Selain kebijakan perusahaan, dukungan atasan juga mempengaruhi tercapainya work-life balance. Penelitian yang dilakukan oleh Kopp (2013) menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan yang diberikan atasan untuk seorang karyawan, semakin tinggi pula work-life balance karyawan tersebut. Adanya dukungan sosial yang diterima seseorang akan mengurangi konflik yang terjadi antara kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya (Lee, 2013). Dukungan sosial membantu mengurangi konflik tersebut dengan adanya bantuan secara emosional maupun instrumental. Minimnya work-life conflict inilah yang dapat disebut sebagai work-life balance.

27 36 Selain dukungan sosial, kecerdasan emosi juga berperan penting dalam tercapainya work-life balance. Kecerdasan emosi membantu seseorang untuk mengatasi aktivitas sehari-hari secara diplomatis dan dewasa (Akhtarsha, 2014). Mahanta (2015) menyatakan bahwa seseorang dengan kecerdasan emosi tinggi akan memiliki konflik yang rendah antara kehidupan rumah tangga dan karir. Berdasarkan berbagai penelitian yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dan kecerdasan emosi memiliki hubungan positif dengan work-life balance. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh seseorang, semakin tinggi pula work-life balance individu tersebut. Semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang, semakin tinggi pula work-life balance seseorang. 2. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Work-Life Balance pada Karyawan yang Menjalani Commuter Marriage Dukungan sosial adalah tersedianya sebuah bantuan secara sosial, emosional, kognitif, dan tindakan yang diberikan oleh keluarga, rekan kerja, atasan, dan organisasi. Dukungan sosial termasuk dalam salah satu faktor yang mempengaruhi work-life balance. Friedman dan Greenhaus (dalam Lockwood, 2003) menyatakan bahwa dukungan sosial, baik dari keluarga maupun atasan, sangat berpengaruh pada work-life balance seseorang. Konflik yang terjadi antara pekerjaan dan keluarga sangat mempengaruhi pencapaian seseorang dalam kedua hal tersebut.

28 37 Berbagai penelitian mengenai dukungan sosial dan hubungannya dengan work-life balance telah dilakukan. Ismail (2013) melakukan penelitian mengenai dukungan sosial dan work-family conflict. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dari keluarga mampu mengurangi gangguan yang terjadi dari kehidupan pribadi terhadap pekerjaan. Di samping dukungan keluarga, dukungan sosial yang diberikan oleh atasan dan rekan kerja mampu mengurangi gangguan yang terjadi dari pekerjaan terhadap kehidupan pribadi karyawan. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat dukungan sosial yang tinggi mampu membantu seseorang mengurangi konflik yang terjadi antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ismail, Lee, dkk. (2013) melakukan penelitian mengenai dukungan sosial, work-family conflict, dan kelelahan emosional. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan signifikan dengan work-family conflict. Lee menyatakan bahwa rendahnya dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga dapat mengakibatkan munculnya konflik antara kehidupan rumah tangga dan karir. Munculnya work-family conflict merupakan sebuah indikasi bahwa seseorang memiliki tingkat work-life balance yang rendah. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan work-life balance seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Malik, dkk. (2010) mengenai dukungan sosial dan work-life balance pada wanita di Pakistan, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan work-life balance.

29 38 Dukungan sosial memiliki hubungan dengan performa karyawan dan kepuasan karyawan yang dimoderasi oleh work-life balance. Semakin tinggi dukungan sosial, semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk mencapai work-life balance. Penelitian ini menyebutkan bahwa dukungan sosial datang melalui organisasi, atasan, rekan kerja, pasangan, anak, orang tua, maupun teman. Namun, dukungan dari pasangan memiliki pengaruh yang paling besar. Sesuai dengan pendapat Malik, Huffman (2014) melakukan penelitian mengenai hubungan antara dukungan pasangan dengan turnover. Work-family conflict menjadi mediator dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan yang mendapatkan dukungan sosial dari pasangannya memiliki konflik yang rendah antara kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Rendahnya work-family conflict ini berdampak pada rendahnya turnover yang terjadi. Berdasarkan berbagai penelitian yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga memiliki hubungan positif dengan worklife balance. Semakin tinggi dukungan keluarga yang diterima oleh seseorang, semakin tinggi pula work-life balance individu tersebut. 3. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Work-Life Balance pada Karyawan yang Menjalani Commuter Marriage Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk menanggapi dengan tepat suasana hati, mengelola emosi, memotivasi diri, dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain. Kecerdasan emosi merupakan salah faktor dari dalam individu yang dapat membantu tercapainya work-life balance (Poulose, 2014).

30 39 Kecerdasan emosi memiliki hubungan positif dengan penyesuaian diri/life adjustment (Sjöberg, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sjöberg menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang maka akan semakin baik pula kemampuan penyesuaian diri seseorang. Penyesuaian diri ini, dikatakan oleh Sjöberg, dapat membantu seseorang untuk menyeimbangkan antara kehidupan berkeluarga dan pekerjaan seseorang. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang maka semakin tinggi pula work-life balance indvidu tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Gupta (2014) menunjukkan bahwa kecerdasan emosi berhubungan dengan work-life balance seseorang. Gupta melakukan penelitian mengenai hubungan antara kecerdasan emosi dengan worklife conflict, quality of work-life, dan kebahagiaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi berhubungan negatif dengan konflik antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Kecerdasan emosi membantu seseorang untuk mengintegrasikan kehidupan pribadi dan pekerjaan tanpa menimbulkan konflik antar kedua hal tersebut. Kecerdasan emosi juga memampukan seseorang untuk memiliki kualitas yang baik dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kecerdasan emosi dapat meningkatkan worklife balance seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2014), terdapat hubungan signifikan antara kecerdasan emosi dengan work-life balance. Individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki work-life balance yang tinggi, sedangkan individu dengan kecerdasan emosi yang rendah memiliki work-life

31 40 balance yang juga rendah. Kecerdasan emosi membantu karyawan dalam meningkatkan daya tahannya terhadap masalah sehingga meminimalisir terjadinya konflik antara kehidupan rumah tangga dan karir. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sharma, Mahanta (2015) juga menemukan bahwa kecerdasan emosi dapat membantu tercapainya work-life balance. Kecerdasan emosi membuat seseorang mampu memisahkan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan sehingga tidak terjadi interferensi antara kehidupan pribadi terhadap pekerjaan dan sebaliknya. Ketika interferensi antar keduanya tidak terjadi, work-family conflict pun tidak terjadi. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi berhubungan positif dengan work-life balance. Kecerdasan emosi membantu seseorang untuk mengatasi aktivitas seharihari secara diplomatis dan dewasa (Akhtarsha, 2014). Seorang karyawan dengan kecerdasan emosi yang baik dapat memiliki kehidupan rumah tangga serta karir yang baik secara beriringan. Jadi, kecerdasan emosi memiliki hubungan positif dengan work-life balance. Berdasarkan berbagai penelitian yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi memiliki hubungan positif dengan work-life balance. Semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang, semakin tinggi pula worklife balance seseorang.

32 41 F. KERANGKA BERPIKIR Dukungan Sosial 2 1 Work-Life Balance Karyawan yang Menjalani Commuter Marriage Kecerdasan Emosi 3 Bagan 1. Kerangka Berpikir Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kecerdasan Emosi dengan Work-Life Balance pada Karyawan yang Menjalani Commuter Marriage G. HIPOTESIS 1. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dan kecerdasan emosi dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage. 2. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage. 3. Terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan work-life balance pada karyawan yang menjalani commuter marriage.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia selalu mengalami serangkaian perubahan yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut dinamakan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden Pada penelitian ini, responden berjumlah 160. Responden terdiri dari karyawan yang berstatus menikah. Adapun gambaran responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berbeda mulai dari gender hingga tuntutan sosial yang masing-masing diemban. Meskipun memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Work-Life Balance Work-Life Balance didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tangung jawab kerja dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal). 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia yang penuh dinamika dan mengalami perubahan secara terus menerus dari waktu ke waktu, begitu pula dengan kehidupan personal orang-orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan PENDAHULUAN I.A. Latar belakang Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan seseorang, disamping siklus lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian (Pangkahila, 2004).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir 1. Definisi Persepsi Pengembangan Karir Sunarto (2003) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja, yang mana aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, tetapi banyak istri yang bekerja juga. Wanita yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, masa remaja, masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Tujuan perkawinan adalah mendapatkan kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan, dan keturunan. Menikah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja dan berkeluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan bekerja sebaik mungkin demi memenuhi kebutuhan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern ini, terjadi pergeseran dari rumah tangga tradisional ke rumah tangga modern. Dalam rumah tangga tradisional terdapat pembagian tugas yang jelas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia (Widyaningrum, 2015). Hasil penelitian oleh Mello (2011: Widyaningrum, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. manusia (Widyaningrum, 2015). Hasil penelitian oleh Mello (2011: Widyaningrum, 2015) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandangan mengenai manusia atau karyawan sebagai aset utama perusahaan atau organisasi menjadi isu utama pada saat ini, khususnya di dalam manajemen sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan. 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Devinisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan merupakan suatu hal yang di hasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang di harapkan, atau perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemasyarakatan di Bali mewajibkan kepada seseorang yang telah berumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemasyarakatan di Bali mewajibkan kepada seseorang yang telah berumah tangga dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bali merupakan daerah yang sangat unik dan kaya dengan adat istiadat budaya, sehingga Bali sangat dikenal di mancanegara (Pramana, 2014). Banyak wisatawan domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami perkembangan seumur hidupnya. Perkembangan ini akan dilalui melalui beberapa tahap. Setiap tahap tersebut sangat penting dan kesuksesan di suatu

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jumlah wanita yang bekerja dari tahun ke tahun semakin meningkat. Semakin banyaknya karyawan wanita yang bekerja ditunjukkan oleh adanya kenaikan hampir dua kali lipat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan tujuan utama seseorang dalam meraih aktualisasi diri terhadap potensi yang dimiliki. Dalam perjalanan kerja, sebagian besar orang mulai merasakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

Bab 2. Literature Review

Bab 2. Literature Review Bab 2 Literature Review 2.1 Work Life Balance Work-life balance merupakan pemenuhan dan pencapaian alokasi waktu yang seimbang antara tanggungjawab terhadap pekerjaan dan keluarga (Yuile et al., 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja (bekerja maupun sedang secara aktif mencari pekerjaan) telah meningkat secara drastis selama abad ke-20. Khususnya,

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara 166 PEDOMAN WAWANCARA Untuk Suami Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi: I. Pandangan responden terhadap pernikahan dengan pariban - Bagaimana pendapat responden terhadap pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepala keluarga memiliki peran sangat penting dalam kehidupan berumah tangga, selain dituntut untuk memberikan nafkah, perlindungan fisik yang efektif dan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai BAB II LANDASAN TEORI A. WORK-LIFE BALANCE 1. Definisi Work-Life Balance Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai kecenderungan individu untuk sungguh-sungguh terikat dalam menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat ini tidak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent satu sama lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kini menghadapi percepatan pembangunan dalam bidang ekonomi, teknologi, dan infrastruktur. Industrialisasi bangkit dalam skala global dengan melibatkan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian yang cukup besar. Menurut Russel (2008) kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Life Balance. (Clark dalam Fapohunda, 2014), work life balance ini, tentang bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Life Balance. (Clark dalam Fapohunda, 2014), work life balance ini, tentang bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Life Balance 1. Pengertian Work Life Balance Work life balance (Keseimbangan kehidupan kerja) memiliki konten yang baik dalam pekerjaan dan juga di luar pekerjaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Optimisme 2.1.1 Definisi Optimisme Optimisme merupakan bagaimana seseorang bereaksi terhadap kegagalan sosial dalam kehidupannya (Myers, 2008). Dalam keadaan yang memicu stress

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan hidup adalah dengan peningkatan ekonomi. Didalam orang yang sudah berkeluarga tentunya mempunyai berbagai

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonomi abad ke dua puluh satu, ditandai dengan globalisasi ekonomi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia serta menuntut adanya efisiensi dan daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suami istri yang bersama-sama mencari nafkah (bekerja) untuk masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era globalisasi ini. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang keberhasilan sebuah organisasi adalah keberadaan dan kontribusi karyawan. Produktifitas dan kinerja karyawan yang tinggi akan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Angkatan kerja dituntut untuk kompeten dan memiliki keterampilan yang mumpuni

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 56 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian, dan saran bagi penelitian di masa mendatang. 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan jumlah penghasilan atau tingginya gaji yang diterima. Konsultan dunia Accenture (2013) mengungkapkan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran 14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Work-Family Conflict (WFC) Work-family conflict (WFC) memiliki beberapa definisi. Menurut Triaryati (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Task Commitment 1. Definisi Task Commitment Task Commitment atau pengikatan diri terhadap tugas adalah kemauan yang berasal dari dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk tekun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu organisasi adalah kualitas sumber daya manusia. As ad (2004) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu organisasi adalah kualitas sumber daya manusia. As ad (2004) mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan dalam keberlangsungan suatu organisasi adalah kualitas sumber daya manusia. As ad (2004) mengatakan bahwa betapapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan suatu kondisi tertinggi yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Work-life balance merupakan faktor penting bagi tiap karyawan, agar karyawan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Work-life balance merupakan faktor penting bagi tiap karyawan, agar karyawan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Work-Life Balance 2.1.1 Definisi Work-Life Balance Work-life balance merupakan faktor penting bagi tiap karyawan, agar karyawan memiliki kualitas hidup yang seimbang dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aset perusahaan yang bernapas atau hidup disamping aset aset lain

BAB I PENDAHULUAN. aset perusahaan yang bernapas atau hidup disamping aset aset lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan atau sumber daya manusia ( SDM ) merupakan satu-satunya aset perusahaan yang bernapas atau hidup disamping aset aset lain yang tidak bernapas atau bersifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci