DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Transkripsi

1 TRANSFORMASI HUJAN MENJADI LIMPASAN, EROSI, DAN SEDIMENTASI DI SUB DAS BERHUTAN DAN TIDAK BERHUTAN (STUDI KASUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT) MARIA C. L. HUTAPEA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN MARIA C. L. HUTAPEA (E ). Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat). Dibimbing oleh HENDRAYANTO. Dampak perubahan penggunaan hutan di suatu DAS dicerminkan oleh perilaku hidrologi seperti perubahan laju aliran permukaan dan debit sungai, erosi dan sedimentasi. Penelitian transformasi hujan, erosi, dan sedimentasi akibat perubahan penggunaan lahan dipandang perlu sebagai upaya pengendalian aliran permukaan, erosi dan sedimentasi, serta banjir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transformasi hujan menjadi limpasan, laju erosi permukaan, dan muatan sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan (Sub DAS Cipeureu) dan tidak berhutan (Sub DAS Cibadak) serta mengetahui perbedaan hasil pendugaan erosi permukaan menggunakan pendekatan USLE dan persamaan SDR. Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak pada bulan Mei sampai dengan 1 Agustus Data yang dikumpulkan berupa data curah hujan, data debit aliran sungai, data konsentrasi sedimen aliran, data sifat fisik tanah, data kemiringan lereng, data penggunaan lahan dan konservasi tanah, serta data batas wilayah Sub DAS yang masing-masing diperoleh dari stasiun curah hujan, didapat dengan cara pengambilan sampel air sungai, pengambilan sampel tanah dengan ring sample, analisis digital, dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi debit Sub DAS Cipeureu lebih kecil dibandingkan dengan Sub DAS Cibadak, hasil pendugaan erosi permukaan dengan metode USLE di Sub DAS Cibadak lebih besar dari Sub DAS Cipeureu, yaitu di Sub DAS Cibadak sebesar 2857,46 ton/ha/thn dan di Sub DAS Cipeureu sebesar 3,49 ton/ha/thn. Hasil pendugaan erosi dengan perhitungan laju sedimen dan SDR di Sub DAS Cipeureu yaitu sebesar 6,57 ton/ha/thn dan 3,43 ton/ha/thn, sedangkan di Sub DAS Cibadak sebesar 9,46 ton/ha/thn dan 6,36 ton/ha/thn. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Sub DAS berhutan mentransformasikan hujan menjadi limpasan sebesar 35%, laju sedimen relatif lebih kecil (0,0015 mm/hari), erosi permukaan sangat ringan (SR). Sedangkan Sub DAS tidak berhutan, mentransformasikan hujan menjadi limpasan sebesar 52%, laju sedimen 0,02 mm/hari, dan erosi permukaan termasuk kelas berat (B). Hasil pendugaan erosi permukaan menggunakan pendekatan USLE, yang dibandingkan dengan laju sedimen, dan hasil pendugaan menggunakan SDR cenderung overestimate. Kata kunci: Limpasan, erosi, sedimentasi, USLE, SDR

3 SUMMARY MARIA C. L. HUTAPEA (E ). Rainfall-Surface Run Off Transformation, Erosion, and Sedimentation in the Forested Watershed and non Forested (Case Study in Gunung Walat Education Forest, Sukabumi West Java). Under Supervision of HENDRAYANTO. Land use changes impacts of a watershed could be showed by hydrological behaviors, such as surface run off and discharge changes, surface erosion and sedimentation changes. Researches related to rainfall transformation, erosion, and sedimentation in the different land uses are necessary as an effort to control surface run-off, erosion, sedimentation and flood. The aim of this research is to know the differences of rainfall transformation, surface erosion, and sediment load of river in the forested watershed and non forested (bare land) watershed also to know the difference of USLE and SDR methods to estimate the soil loss (erosion). The research was conducted in Cipeureu sub watershed and Cibadak sub watershed in Sukabumi, West Java in the period of Mei-1 Agustus Collected data were daily rainfall, discharge, sediment concentration, physical soil properties, slope data, forest land use area and land conservation, also the data of boundaries of catchment area. The data were obtained from rainfall station, using ring samples for soil properties, digital analysis for slope, interview, and literature studies for additional data. The research shows that discharge fluctuation of Cipeureu sub watershed is smaller than Cibadak sub watershed, the guess result of surface erosion with USLE method in Cibadak sub watershed is bigger than Cipeureu sub watershed, those are in Cibadak sub watershed is about 2857,46 ton/ha/year and in Cipeureu sub watershed is about 3,49 ton/ha/year. The guess result of erosion with sediment rate measurement and SDR in Cipeureu sub watershed is about 6,57 ton/ha/year and 3,43 ton/ha/year, while in Cibadak sub watershed is about 9,46 ton/ha/year and 6,36 ton/ha/year. This research concludes that forest sub watershed transforms rainfall to surface run off is about 35%, sediment rate smaller (0,0015 mm/day), surface erosion is in the very small class. While non forest sub watershed transforms rainfall to surface run off is about 52%, sediment rate is about 0,02 mm/day, and surface erosion is in the heavy class. Besides, the guess result of surface erosion using USLE method, that compared with sediment rate, and guess result using SDR approach is overestimate. Keyword: Surface run off, Erosion, Sedimentation, USLE, SDR

4 TRANSFORMASI HUJAN MENJADI LIMPASAN, EROSI, DAN SEDIMENTASI DI SUB DAS BERHUTAN DAN TIDAK BERHUTAN (STUDI KASUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT) MARIA C. L. HUTAPEA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah di perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Penulis

6 Judul Skripsi : Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat) Nama : Maria C. L. Hutapea NIM : E Menyetujui: Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP Tanggal Lulus : iii

7 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas segala kasih, anugerah, dan kuasanya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat) di bawah bimbingan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. Karya ilmiah ini merupakan tugas akhir (Skripsi) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam karya ilmiah ini, penulis mencoba memaparkan hasil penelitian untuk mengetahui transformasi hujan menjadi limpasan, erosi permukaan, dan muatan sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan dan tidak berhutan. Selain itu untuk mengetahui perbedaan hasil pendugaan erosi permukaan menggunakan pendekatan USLE dan persamaan SDR menggunakan parameter luas DAS. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dampak dari perubahan penggunaan lahan yang penting diketahui sebagai masukan untuk tindakan pengelolaan lahan yang diperlukan agar perubahan tersebut tidak berdampak negatif. Penulis berharap semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam Skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan. Bogor, Agustus 2011 Penulis iii i

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 25 Maret 1987 sebagai anak pertama dari enam bersaudara pasangan S. Hutapea dan Nurliana Ompusunggu. Penulis dibesarkan dan menyelesaikan pendidikan formal di TK Xaverius 2 Bandar Lampung tahun , SD Fransiskus 1 Bandar Lampung tahun , SMP Fransiskus Bandar Lampung tahun dan SMA Stella Duce 2 Yogyakarta pada tahun Pada tahun 2005, penulis lulus seleksi masuk IPB program strata satu melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) IPB. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Komisi Pelayanan Siswa (KPS) PMK IPB tahun , menjadi asisten praktikum mata kuliah Hidrologi Hutan tahun Selain itu penulis juga melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur Indramayu- Linggarjati tahun 2007, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi-Tanggeung-Perhutani KPH Cianjur tahun 2008, dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Korintiga Hutani Kalimantan Tengah tahun Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan Skripsi dengan judul Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat) dibimbing oleh Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. iii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak sangat berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak dan mama tersayang (S. Hutapea dan Nurliana Ompusunggu) serta adikadikku (Martha C. L. Hutapea, S.E, Roma Hutapea, Elizabeth Hutapea, Valentine Hutapea, dan Adelia Hutapea) yang senantiasa memberikan doa, dorongan, dukungan, dan semangat. 2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, bantuan, masukan, dan nasehat selama proses penyelesaian skripsi. 3. Staf dan manajemen Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) atas bantuan tempat, pengambilan data lapangan, penyediaan data dan kerjasamanya, khususnya kepada Ir. Budi Prihanto Siswosuwarno, MS selaku Direktur Eksekutif HPGW, Bapak Rizaldi, Bapak Alimi, Bapak Agung, Bapak Lilik, Bapak Efendi. 4. Staf Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat atas penyediaan data, informasi, dan kerjasamanya, khususnya kepada Kepala Dinas PSDA dan Bapak Adi S. N. 5. Staf Pemerintah Desa Karang Tengah, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi atas bantuan penyediaan data dan kerjasamanya, khususnya kepada Kepala Desa Karang Tengah dan Bapak Azud Suamban. 6. Seluruh dosen dan staf administrasi (KPAP) Fakultas Kehutanan IPB terutama Departemen Manajemen Hutan, khususnya Prof. Dr. Ir Hardjanto, MS, Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr, Bapak Edi, Mas Saipul, Bapak Uus, Kak Edwine, dan laboran Fakultas Kehutanan atas ilmu dan bantuannya selama penulis melaksanakan kuliah. Juga kepada Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr selaku dosen penguji ujian komprehensif, Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku ketua ujian komprehensif, dan Ir. Muhdin, M.Sc.F.Trop selaku moderator seminar skripsi. 7. Teman seperjuangan Popi Puspitasari dan Hangga Prihatmaja atas bantuan dan kerjasamanya selama menyusun skripsi. iii

10 8. Sahabat penulis Mega Indah, Mei Arista Sinaga, Maryani Payungallo, Victoria, Dessy Dameria, Siska Setianingsih, Catur Hertika, Ronald A. P. Siagian, Canny Mitra Caroline, Faqih Hudin. Terima kasih kalian telah mengukir hidupku dengan berbagai bentuk dan memberikan warna-warni kehidupan dalam hariku. 9. Teman-teman Civitas Fahutan IPB (MNH, SVK, KSH, dan THH seluruh angkatan khususnya FAHUTAN 42), kesebelasan MNH 42, dan KPS PMK IPB atas bantuan dan dukungannya. 10. Seluruh karya yang telah memberikan inspirasi dalam penulisan tugas akhir ini. Dunia adalah ilmu pengetahuan yang tidak akan pernah ada habisnya. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah menemani, membantu, memberikan dukungan dan masukan. iv iii

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Erosi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi Metode Pendugaan Erosi Sedimentasi Sistem Informasi Geografi (SIG) BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Pengumpulan Data Jenis Data Metode Pengumpulan Data Pengolahan Data Transformasi Hujan - Debit Aliran Muatan Sedimen Pendugaan Laju Erosi dengan Metode USLE Perhitungan Erosi dengan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) Tingkat Bahaya Erosi v iii

12 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Iklim Hidrologi Topografi Lapangan Jenis Tanah dan Geologi Tanah Sub DAS Cipeureu Tanah Sub DAS Cibadak Tutupan Lahan BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Transformasi Hujan Debit Aliran Muatan Sedimen Pendugaan Laju Erosi dengan Metode USLE Perhitungan Erosi dengan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) Tingkat Bahaya Erosi BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi iii

13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah Nilai bahan organik (b) untuk setiap kisaran kandungan bahan organik Nilai struktur tanah Nilai permeabilitas tanah Penilaian faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) Besaran faktor C untuk aneka bentuk pengelolaan tanaman/ tumbuhan Besaran faktor P untuk aneka teknik konservasi tanah Klasifikasi tingkat bahaya erosi Penyebaran luas areal Sub DAS Cipeureu HPGW dan Sub DAS Cibadak berdasarkan kelas kemiringan lahan Luas penutupan lahan Sub DAS Cipeureu berdasarkan kelas kemiringan Lahan Statistik hujan dan debit langsung Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak selama pengamatan Statistik laju sedimen di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak selama pengamatan Rekap nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi di Sub DAS Cipeureu Rekap nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi di Sub DAS Cibadak Perhitungan erosi dengan nilai Sediment Delivery Ratio (SDR) berdasarkan pendekatan fisik Sub DAS vii iii

14 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Nomograf erodibilitas tanah Peta lokasi penelitian Kontur Kecamatan Cibadak TIN dari shapefile Digital Elevation Model (DEM) dalam bentuk grid Halaman depan tampilan software ArcView SWAT Kolom pengisian data yang akan ditampilkan Menu dan kolom pengisian proyeksi Kolom pengisian angka untuk menentukan jaringan sungai Jaringan sungai beserta outlet di tiap Sub DAS di Kecamatan Cibadak Batas Sub DAS Cipeureu beserta jaringan sungai Grafik curah hujan bulanan Sub DAS Cipeureu dan Cibadak Januari 2005-Juli Hyetograph dan hidrograph debit total Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak hasil pengukuran di lapangan Hyetograph dan hidrograph debit langsung Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak hasil pengukuran di lapangan Diagram pencar hubungan antara curah hujan dengan debit langsung di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak Hubungan jumlah muatan sedimen dengan debit langsung dan curah hujan di lokasi pengamatan Hubungan debit dan muatan sedimen di (a) Sub DAS Cipeureu dan (b) Sub DAS Cibadak viii

15 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Data curah hujan bulanan Stasiun Hujan Sekarwangi Kecamatan Cibadak Data curah hujan Stasiun Sekarwangi selama pengamatan di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak Data debit dan Tinggi Muka Air (TMA) Sub DAS Cipeureu Data debit dan Tinggi Muka Air (TMA) Sub DAS Cibadak Data sedimentasi Sub DAS Cipeureu Data sedimentasi Sub DAS Cibadak Peta topografi Sub DAS Cipeureu Peta topografi Sub DAS Cibadak Peta jenis tanah Sub DAS Cipeureu Peta jaringan sungai Sub DAS Cipeureu Peta tutupan lahan Sub DAS Cipeureu Hasil analisis sifat fisik tanah Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak Nilai faktor erodibilitas (K) di Sub DAS Cipeureu Nilai faktor erodibilitas (K) di Sub DAS Cibadak Hasil analisis bahan organik dan tekstur tanah Rekapitulasi faktor-faktor yang mempengaruhi erosi dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) iii ix

16 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan terutama hutan hujan tropis merupakan sumberdaya alam yang memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu peran penting dari hutan yaitu memperkecil resiko terjadinya banjir, erosi dan tanah longsor. Peran hutan dalam pengendalian aliran permukaan, banjir, erosi dan tanah longsor sangat ditentukan oleh kerapatan penutupan lahan, struktur tajuk, dan interaksi dengan sifat tanah dan batuan serta iklim tempat tumbuh hutan. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pemanfaatan dan pengelolaan hutan tanpa memperhatikan aspek kelestarian fungsinya, telah mengakibatkan kerusakan hutan yang sangat mengkhawatirkan. Kementerian Kehutanan menyebutkan bahwa laju kerusakan hutan Indonesia telah mencapai 1,17 juta ha per tahun (Kementerian Kehutanan 2009). Salah satu penyebab terjadinya kerusakan hutan adalah perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan non hutan untuk berbagai tujuan. Dampak perubahan penggunaan hutan di dalam suatu DAS dicerminkan oleh perilaku hidrologi, antara lain: perubahan laju aliran permukaan, debit sungai, erosi dan sedimentasi. Perubahan perilaku hidrologi, erosi dan sedimentasi dapat diketahui melalui pengukuran langsung terhadap besaran perubahan tersebut, maupun melalui pendugaan menggunakan parameter-parameter klimatik dan bio-fisik DAS. Pendugaan erosi umumnya menggunakan persamaan umum kehilangan tanah yang dikenal dengan USLE (Universal Soil Loss Equation) yang pertama kali diperkenalkan oleh Wischmeir dan Smith (1965), kemudian mengalami pengembangan metode pendugaan komponen USLE (MUSLE, RUSLE). Penelitian tentang USLE telah banyak dilakukan (Nugraha 2003, Bhestari 2005, Hermiawati 2006) yang umumnya memberikan hasil lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran secara langsung. Pendugaan sedimentasi di sungai, salah satunya dilakukan dengan menggunakan parameter luas DAS (Auerswald 1992) untuk menduga nisbah pengangkutan sedimen (sediment delivery ratio, SDR), dan menduga erosi permukaan berdasarkan data sedimen di sungai. Faktor-faktor yang

17 2 mempengaruhi nisbah pengangkutan sedimen tidak hanya faktor luas, namun juga faktor-faktor lain,antara lain: geomorfologi, faktor lingkungan, lokasi sumber sedimen, karakteristik relief dan kemiringan, pola drainase dan kondisi saluran, penutup lahan, tata guna lahan, dan tekstur tanah (Williams dan Berndt 1972 dalam Suripin 2001), dengan demikian hasil pendugaan perlu dikaji keakuratannya. Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada saat ini ditutupi oleh hutan campuran sebagai hasil kegiatan penanaman lahan kosong (bare land). Kondisi ini berbeda dengan kondisi di sekitar kawasan HPGW terutama di bagian Utara, berupa lahan kosong. Perubahan lahan kosong menjadi hutan dan sebaliknya lahan berhutan menjadi lahan kosong berdampak pada aliran permukaan, debit, erosi dan sedimentasi, dan besaran dampaknya dipengaruhi oleh tingkat perubahan tersebut. Upaya mengetahui besaran dampak dari perubahan penggunaan lahan penting untuk diketahui sebagai masukan tindakan pengelolaan lahan yang diperlukan agar perubahan tersebut tidak berdampak negatif Tujuan Penelitian 1. Mengetahui transformasi hujan menjadi limpasan, erosi permukaan, dan muatan sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan dan tidak berhutan. 2. Mengetahui perbedaan hasil pendugaan erosi permukaan menggunakan pendekatan USLE dan persamaan SDR menggunakan parameter luas DAS Manfaat Penelitian 1. Memperkaya informasi transformasi hujan-limpasan, erosi, dan sedimentasi di DAS berhutan dan tidak berhutan 2. Memberikan informasi bagi pengelola hutan, khususnya pengelola HPGW, pemerintah, dan pihak lainnya, tentang peran hutan dalam transformasi hujan-limpasan, mengendalikan erosi dan sedimen, dan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola HPGW dalam perencanaan pengelolaan hutan di HPGW 3. Sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

18 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut kamus Webster (1976) yang dikutip oleh Manan (1976), daerah aliran sungai adalah a region or area bounded peripherally by a water parting (topographic devide) and draining ultimately to a particular watercourse or body of water, yang berarti Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau ke lautan. Pemisah topografi adalah bukit dan di bawah tanah juga terdapat pemisah bawah tanah yang berupa batuan. Sebuah DAS merupakan kumpulan dari banyak Sub DAS yang lebih kecil. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis dalam Sub DAS- Sub DAS. Sedangkan Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui satu outlet atau tempat peruntukannya (Departemen Kehutanan 1998). Secara makro, DAS terdiri dari unsur: biotik (flora dan fauna), abiotik (tanah, air, dan iklim) dan manusia, dimana ketiganya saling berinteraksi dan saling ketergantungan membentuk sistem hidrologi (Haridjaja 1980). Sedangkan Seyhan (1990) berpendapat bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi yang dipengaruhi oleh presipitasi (hujan) sebagai masukan ke dalam sistem. DAS mempunyai karakteristik yang spesifik yang berkaitan erat dengan unsur-unsur utamanya, antara lain: jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi, vegetasi, dan tata guna lahan. 2.2 Erosi Erosi tanah didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin, dan atau es. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air hujan (Rahim 2003). Menurut Arsyad (2006) erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor iklim, topografi, tanah, vegetasi dan manusia. Faktor iklim yang paling

19 4 berpengaruh terhadap erosi adalah intensitas curah hujan. Kecuraman dan panjang lereng merupakan faktor topografi yang berpengaruh terhadap kadar lumpur. Faktor tanah yang mempengaruhi erosi dan sedimentasi yang terjadi adalah: luas jenis tanah yang peka terhadap erosi, luas lahan kritis atau daerah erosi dan luas tanah berkedalaman rendah. Faktor vegetasi yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi berlangsung melalui beberapa proses, sebagai berikut: 1. Intersepsi hujan untuk tajuk tanaman, 2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak, 3. Pengaruh akar dan kegiatan biologis yang berhubungan dengan stabilitas struktur dan porositas tanah, 4. Transpirasi yang menyebabkan turunnya kandungan air tanah. Menurut Morgan (1986) erosi dapat diklasifikasikan dalam enam bentuk, sebagai berikut: 1. Erosi percikan, erosi yang terbentuk karena tanah yang terbawa oleh percikan air hujan, 2. Erosi aliran permukaan, erosi yang terjadi karena aliran air yang mampu membawa butir-butir tanah yang terdapat di permukaan, 3. Erosi aliran di bawah permukaan, erosi yang disebabkan oleh aliran air yang terpusat pada terowongan-terowongan atau saluran-saluran air yang terdapat di bawah permukaan tanah. 4. Erosi alur, erosi yang terjadi karena adanya aliran yang cukup keras sehingga secara mendadak aliran air terhadang oleh benda yang ada di kaki gunung. 5. Erosi selokan, merupakan kelanjutan dari erosi alur, akibat runtuhnya terowongan atau saluran di bawah tanah, akibat terjadinya longsor yang arahnya memanjang. 6. Erosi gerak massa tanah, erosi ini dapat berbentuk rayapan, longsoran, runtuhan batu atau aliran lumpur.

20 5 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi erosi menurut Nurhayati (1986) dapat diringkas dalam rumus berikut: E = f ( C, T, V, S, H)..... (1) dimana: C = faktor iklim S = faktor tanah T = faktor topografi H = campur tangan manusia V = faktor vegetasi f = fungsi tertentu E = Erosi Dalam rumus tersebut terdapat dua macam variabel, yaitu: (1) Faktor yang mudah dikendalikan (manusia dan vegetasi) dan (2) Faktor-faktor yang sulit dikendalikan oleh manusia secara langsung (iklim, topografi, dan sifat tanah tertentu tetapi pengaruhnya secara tidak langsung dapat dimodifikasikan manusia). Sedangkan menurut Hardjowigeno (1995) faktor yang mempengaruhi besarnya erosi yang terpenting,yaitu: curah hujan, tanah, lereng, vegetasi, dan manusia. Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan akibat erosi (Arsyad 2006). Kekuatan menghancurkan tanah dari curah hujan jauh lebih besar dibandingkan dengan kekuatan pengangkut dari aliran permukaan (Hardjowigeno 1995). Selain curah hujan, berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifatsifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi, yaitu: (1) Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air dan (2) Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan (Arsyad 2006). Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang mungkin

21 6 berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45 derajat. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang demikian memperbesar energi angkut air. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih banyak (Arsyad 2006). Pengaruh panjang lereng terhadap erosi bervariasi tergantung jenis tanahnya (Baver 1959). Musgrave (1955) dalam Baver (1959) mengemukakan bahwa pengaruh panjang lereng terhadap erosi tergantung intensitas hujan. Erosi meningkat dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang tinggi, tetapi erosi menurun dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang rendah. Menurut Seta (1987) tanaman dapat memperkecil erosi karena (1) Intersepsi air hujan oleh tajuk tanaman (2) Pengurangan aliran permukaan (3) Peningkatan agregasi tanah serta porositasnya dan (4) Peningkatan kehilangan air tanah sehingga tanah cepat kering. Intersepsi air hujan oleh vegetasi mempengaruhi jumlah air yang sampai ke tanah sehingga dapat mengurangi aliran permukaan dan mempengaruhi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh ke tanah (Arsyad 2006). Menurut Arsyad (1980) banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan mempergunakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas, antara lain: (1) Luas tanah pertanian yang dapat diusahakan, (2) Tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi, (3) Harga hasil pertanian, (4) Pasar dan sumber keperluan usaha tani, (5) Infrastrukstur dan fasilitas kesejahteraan. 2.4 Metode Pendugaan Erosi Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosi lahan adalah persamaan Musgrave yang selanjutnya berkembang terus menjadi persamaan yang sangat terkenal dan masih banyak digunakan sampai saat ini, yang biasa disebut Universal Soil Loss Equation (USLE). Model ini

22 7 dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith pada tahun Model USLE dirancang untuk memprediksi rata-rata kehilangan tanah yang disebabkan oleh aliran permukaan dalam jangka panjang pada daerah yang memiliki sistem pengelolaan dan tanaman yang spesifik. Model ini juga dapat digunakan pada lahan non pertanian (Wischmeier dan Smith 1978). Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut: A = R. K. L. S. C. P...(2) dimana: A R K L S C P : Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun) : Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan) : Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah) : Faktor panjang lereng : Faktor gradien kemiringan lereng : Faktor tanaman (vegetasi) : Faktor usaha-usaha pencegahan erosi (konservasi) Penjelasan terhadap persamaan tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1. Faktor erosivitas hujan (R) Asdak (2006) menyatakan tenaga pendorong yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah dikenal dengan istilah erosivitas hujan. Kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi adalah bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan. Faktor erosivitas hujan merupakan hasil perkalian antara energi kinetik (E) dari suatu kejadian hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30 ). Indeks erosivitas hujan adalah nilai R yang digunakan dalam USLE yaitu: dimana: EI R 30...(3) 100 E I 30 : Energi kinetik (joule/m 2 /mm) : Intensitas hujan 30 menit maksimum Nilai E dapat dihitung dari pencatatan hujan pada kertas pias dengan rumus (Wischmeier dan Smith 1978): E = log I... (4)

23 8 dimana: I : Intensitas hujan (cm/jam) Bila tersedia data curah hujan harian maka nilai erosivitas bulanan (RM) dapat dihitung dengan menjumlahkan erosivitas hujan harian (RH) selama satu bulan. Nilai RH dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2 2,467 Rh RH 0,02727R 0,725...(5) h dimana: Rh : Curah hujan harian (cm) RH : Erosivitas hujan harian Apabila data yang tersedia data curah hujan bulanan, maka nilai harga erosivitas hujan bulanan (RM) dapat dihitung dengan menggunakan rumus Bols (1978) sebagai berikut: RM = 6,119 (Rain) 1,21 m. (Days) -0,47 m. (Max.P) 0,53 m...(6) dimana: RM (Rain) m (Days) m (Max.P) : Erosivitas hujan bulanan : Banyaknya hari hujan setiap bulan : Hujan harian maksimum (cm) : Hujan harian maksimum rata-rata (cm) Bila data jumlah curah hujan harian maksimum rata-rata (Max.P) m dan banyaknya hari hujan tidak tersedia, maka nilai erosivitas hujan bulanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain (1975) dalam Bols (1978) sebagai berikut: RM = 2,21 (Rain) 1,36 m...(7) dimana: RM : Erosivitas hujan bulanan (Rain) m : Curah hujan bulanan (cm) Nilai R (erosivitas hujan) setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama satu tahun.

24 9 2. Faktor erodibilitas tanah (K) Faktor erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang ratarata setiap tahun per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman (gundul), tanpa usaha pencegahan erosi, lereng 9% (5 o ), dan panjang lereng 22 meter (Hardjowigeno 1995). Faktor erodibilitas tanah menunjukkan kekuatan partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya erodibilitas tanah ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan bahan organik serta bahan kimia tanah. Beberapa metode penetapan nilai faktor erodibilitas tanah (K), adalah sebagai berikut: a. Melihat tabel penentuan nilai K dengan terlebih dahulu mengetahui informasi jenis tanah. b. Menggunakan nomograf erodibilitas tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Nomograf ini disusun oleh lima parameter yaitu % fraksi debu dan pasir sangat halus, % fraksi pasir, % bahan organik, struktur tanah, dan permeabilitas tanah (Poerwowidodo 1999). c. Analisa laboratorium secara statis yang dirumuskan oleh Wischmeier dan Smith (1978). Nilai erodibilitas tanah yang didapatkan dari metode ini paling mendekati nilai K aktual. Untuk tanah-tanah yang mengandung 70 % debu dan pasir sangat halus, nomograf akan memberikan persamaan: a 3,25 b 2 2,5 c 3 1,14 100K 2,1 M...(8) dimana: K : Erodibilitas tanah M : (% debu + % pasir sangat halus) (100-% liat) Jika tidak tersedia data analisis pisahan-pisahan tanah, maka penetapannya menggunakan kelas tekstur, dengan nilai M untuk setiap kelas tekstur tersaji pada Tabel 1. a : kode/ nilai % bahan organik ( =% C-organik x 1,724; Tabel 2)

25 24 25 Gambar 1 Nomograf erodibilitas tanah (K) (untuk satuan metric) (Wischmeier et.al., 1971 dalam Poerwowidodo 1999) 10

26 11 b : kode/ nilai struktur tanah (Tabel 3) c : kode/ nilai permeabilitas tanah (Tabel 4) Tabel 1 Nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah Kelas Tekstur Kelas Tekstur Nilai M (USDA) (USDA) Nilai M Liat berat 210 Pasir 3035 Liat sedang 750 Lempung berpasir 3245 Liat berpasir 1213 Lempung liat berdebu 3770 Liat ringan 1685 Lempung berpasir 4005 Lempung liat berpasir 2160 Lempung 4390 Liat berdebu 2830 Lempung berdebu 6330 Lempung liat 2830 Debu 8245 Sumber: Purwowidodo 2002 Tabel 2 Nilai bahan organik (b) untuk setiap kisaran kandungan bahan organik Pisahan Organik (%) Kelas Nilai C-Organik Bahan Organik < 1 <1,724 Sangat rendah 0 1,0-2,0 1,724-3,650 Rendah 1 2,1-3,0 4,024-5,574 Sedang 2 3,1-5,0 5,766-11,444 Tinggi 3 >5 >11,444 Sangat tinggi 4 Sumber: Purwowidodo 2002 Pengukuran persen organik di atas dilakukan dengan menggunakan metode Walkley dan Black, dengan mengasumsikan 58% kandungan C-total tanah adalah bahan organik. Nilai bahan organik diketahui melalui rumus: B.O. Tanah (%) = C-Organik (%) x 1, (9) Tabel 3 Nilai struktur tanah Tipe Struktur Nilai Butiran sangat halus 1 Butiran halus 2 Butiran sedang dan kasar 3 Gumpal, lempeng, pejal 4 Sumber: Purwowidodo 2002 Tabel 4 Nilai permeabilitas tanah Kelas Permeabilitas Besaran Permeabilitas Tanah (cm/ jam) Nilai Cepat >25,4 1 Sedang sampai cepat 12,7 25,4 2 Sedang 6,3 12,7 3 Lambat sampai sedang 2,0 6,3 4 Lambat 0,5 2,0 5 Sangat lambat < 0,5 6 Sumber: Purwowidodo Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang

27 12 lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam (Departemen Kehutanan 1998). Penilaian faktor panjang lereng pada setiap satuan lahan pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (Eyles 1968 dalam Departemen Kehutanan 1998) : L = (Lo/22) 0,5...(10) dimana : L : Faktor panjang lereng Lo : Panjang Lereng (m) Penilaian faktor kemiringan lereng setiap satuan lahan menggunakan persamaan (Epink 1979 dalam Departemen Kehutanan 1998) : S =(s/9) 1,4...(11) dimana : S : Faktor kemiringan lereng s : Kemiringan lereng (%) Menurut Wischmeier dan Smith (1978) dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja (1992), faktor lereng dapat ditentukan dengan persamaan : LS = (l/22) 0,5 (0, ,045 S + 0,0065 S 2 )... (12) dimana : l : Panjang lereng (m) S : Kemiringan lahan (%) Nilai LS dapat ditentukan menurut kemiringan lerengnya, yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 5 Penilaian faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) Kemiringan Lereng (%) Nilai LS 0-5 0, , , ,50 >50 12,00 Sumber: Hardjowigeno dan Sukmana Faktor pengelolaan tanaman (C) Faktor pengelolaan tanaman adalah rasio rata-rata kehilangan tanah dari tahun yang ditanami dengan pengelolaan tertentu terhadap rata-rata

28 13 kehilangan tanah yang diolah tanpa tanaman, pada tanah, lereng, dan curah hujan yang sama. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Besaran faktor C untuk aneka bentuk pengelolaan tanaman/tumbuhan dapat dilihat pada tabel di bawah. Semakin baik perlindungan permukaan tanah oleh tanaman pangan/ vegetasi, semakin rendah tingkat erosi (Departemen Kehutanan 1998). Tabel 6 Besaran faktor C untuk aneka bentuk pengelolaan tanaman/ tumbuhan No Macam Penggunaan Besaran Faktor C 1 Tanah bera tanpa tanaman 1 2 Sawah irigasi 0,01 3 Sawah tadah hujan 0,05 4 Tegalan,tanaman tidak spesifik 0,7 5 Rumput Brachiaria Tahun pertama 0,3 Tahun kedua 0,02 Tahun ketiga 0,002 6 Ubikayu 0,8 7 Jagung 0,64 8 Padi gogo, tegalan lahan kering 0,5 9 Kacang-kacangan 0,6 10 Kacang gogo 0,16 11 Kacang tanah 0, Kedelai 0, Sorgum 0, Sereh wangi 0, Kentang 0,4 16 Pisang 0,6 17 Tebu 0,2 18 Talas 0,85 19 Kebun campuran, tajuk bertingkat, penutup tanah bervariasi Kerapatan tinggi 0,1 Kerapatan sedang 0,3 Kerapatan rendah 0,5 20 Tanah perkebunan dengan penutup tanah (permanen) Kerapatan tinggi 0,1 Kerapatan rendah 0,5 21 Reboisasi dengan penutup tanah, tahun pertama 0,3 22 Kopi dengan penutup tanah 0,2 23 Tanaman bumbu (cabai, jahe) 0,9 24 Perladangan berpindah 0,4

29 14 Tabel 6 Lanjutan No Macam Penggunaan Besaran Faktor C 25 Kolam ikan 0, Lahan kritis, tanpa vegetasi 0,95 27 Semak belukar/ padang rumput 0,3 28 Hutan, hutan alami (primer) berkembang baik Serasah tinggi 0,001 Serasah rendah 0, Hutan produksi Tebang habis 0,5 Tebang pilih 0,2 30 Kebun produksi (penutup tanah jelek) Karet 0,8 Teh 0,5 Kelapa sawit 0,5 Kelapa 0,5 31 Sorgum-sorgum (terus-menerus) 0, Padi gogo - jagung (rotasi) + mulsa jerami 2 ton/ha dari ton/ha pupuk kandang 0,03 33 Padi gogo tumpang sari jagung + ubi kayu dirotasikan dengan kedelai/ kacang tanah 0, Padi gogo - jagung + mulsa jagung 0, Padi gogo - jagung (dalam rotasi) 0, Pemukiman 0,6 37 Alang-alang, permanen 0, Alang-alang, dibakar satu kali 0,2 39 Semak, lamtoro 0,51 40 Sengon dengan semak campuran 0, Sengon tanpa tanaman bawah 1 42 Kentang ditanam mengikuti lereng 1 43 Kentang ditanam mengikuti kontur 0,35 44 Bawang ditanam dalam kontur 0,08 45 Pohon tanpa semak 0,32 46 Ubikayu, tumpang sari dengan kedelai 0, Ubikayu, tumpang sari dengan kacang tanah 0, Ubi kayu + sorghum (tumpang sari) 0, Padi gogo + sorgum (tumpang sari) 0, Kacang tanah + kacang gude (tumpang sari) 0, Kacang tanah + kacang tunggak (tumpang sari) 0, Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

30 15 Tabel 6 Lanjutan No Macam Penggunaan Besaran Faktor C 53 Padi gogo + mulsa jerami 4 ton/ ha 0, Kacang tanah + mulsa batang jagung 4 ton/ ha 0, Kacang tanah, mulsa Clotalaria sp 3 ton/ ha 0, Kacang tanah, mulsa kacang tunggak 0, Kacang tanah, mulsa jerami 2 ton/ ha 0, Padi gogo, mulsa Clotalaria sp 3 ton/ ha 0, Padi gogo-jagung-ubi kayu, mulsa jerami 6 ton/ha, setelah padi ditanami kacang tanah 0, Padi gogo - jagung - kacang tanah dalam rotasi, dengan sisa tanaman jadi mulsa 0, Padi gogo - jagung - kacang tanah dalam rotasi 0, Padi gogo + jagung + kacang tanah (dalam rotasi dengan mulsa tanaman) 0, Padi gogo + jagung + kacang tanah (tumpang sari) 0,588 Sumber: Pusat Penelitian Tanah dalam Arsyad (1989), Asdak (1985), dan Sutrisno (2002) 5. Faktor usaha pencegahan erosi/ konservasi lahan (P) Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip, pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras. Nilai dasar P adalah satu yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi. Beberapa nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi diberikan dalam tabel berikut ini (Suripin 2002). Tabel 7 Besaran faktor P untuk aneka teknik konservasi tanah No Teknik Konservasi Tanah Besaran P 1 Teras bangku 0,370 - sempurna 0,040 - sedang 0,150 - jelek 0,350 2 Teras tradisional 0,400 3 Padang rumput (permanent grass field) - bagus 0,040 - jelek 0,400 4 Hill side ditch atau field pits 0,300 5 Pertanaman garis tinggi - dengan kemiringan 0-8% 0,500 - dengan kemiringan 9-20% 0,750 - dengan kemiringan >21% 0,900 Tabel 7 Lanjutan

31 16 No Teknik Konservasi Tanah Besaran P 6 Mulsa jerami yang digunakan - 6 ton/ ha/ tahun 0,300-3 ton/ ha/ tahun 0, ton/ ha/ tahun 0,800 Tanaman perkebunan dengan penutup tanah rapat 0,100 - dengan penutup tanah sedang 0,500 Reboisasi dengan penutup tanah pada tahun awal 0,300 Pertanaman baris jagung-kacang tanah dan sisa tanaman dijadikan 0,050 mulsa 10 Jagung - kedelai dan sisa tanaman dijadikan mulsa 0, Jagung mulsa jerami padi 0, Padi gogo kedelai, mulsa jerami 4 ton/ ha 0, Kacang tanah kacang hijau 0, Kacang tanah kacang hijau mulsa jerami 0, Padi gogo jagung kacang tanah + mulsa 0, Jagung + padi gogo + ubi kayu + kacang tanah, sisa tanaman dijadikan 0,159 mulsa 17 Teras gulud: padi jagung 0, Teras gulud: sorghum - sorghum 0, Teras gulud: ketela pohon 0, Teras gulud: jagung kacang tanah, mulsa + sisa tanaman dijadikan 0,006 mulsa 21 Teras gulud: kacang tanah + kedelai 0, Teras gulud: padi jagung kacang tunggak, kapur 2 ton/ ha 0, Teras bangku: jagung ubi kayu/ kedelai 0, Teras bangku: sorghum sorghum 0, Teras bangku: kacang tanah kacang tanah 0, Teras bangku: tanpa tanaman 0, Serai wangi 0, Alang alang 0, Ubikayu 0, Sorghum sorghum 0, Clotalaria ussaramuensis 0, Padi gogo jagung 0, Padi gogo jagung mulsa jerami 0, Padi gogo jagung kapur 2 ton/ ha mulsa/ pupuk kandang ton/ ha 0, Jagung + padi gogo + ubikayu kedelai/ kacang tanah 0, Jagung + kacang tanah kacang hijau mulsa 0, Strip Clotalaria sp sorghum sorghum 0, Strip Clotalaria sp kacang tanah ketela pohon 0, Strip Clotalaria sp padi gogo - kedelai 0, Strip rumput padi gogo 0,841 Sumber: Purwowidodo 2002 Selain metode USLE digunakan juga metode SLEMSA (Soil Loss Estimation Model for South Africa). SLEMSA merupakan metode yang digunakan sebagai upaya menyederhanakan model USLE berdasarkan perbedaan batasan kuantitatif erodibilitas tanah. Model ini dirancang untuk mengurangi

32 17 kebutuhan biaya dan waktu kerja kajian petak ukur lapangan dalam menetapkan nilai-nilai mandiri masing-masing faktor pengendali erosi tanah. Penetapan parameter pengendali erosi tanah dengan model ini tetap berdasarkan pada kajian satuan petak ukur yaitu (Poerwowidodo 1999): Z = K. C. X... (13) dimana: Z K C X : nilai tengah prakiraan laju erosi tanah tahunan (ton/ha/tahun) : nilai tengah laju erosi tanah tahunan (ton/ha/tahun) dari petak contoh baku berukuran 30 m x 10 m pada kemiringan 4,5%, terbuka dan diketahui nilai erodibilitasnya : nilai perbandingan laju erosi tanah antara petak ukur bertanaman dan petak ukur yang diberakan dalam keadaan tanpa penutup : perbandingan antara laju erosi tanah antara lapangan yang memiliki panjang lereng dan kemiringan tertentu dengan laju erosi dari petak ukur. Dengan semakin banyaknya data dan informasi yang dihasilkan dari penelitian dan percobaan, para ahli konservasi tanah Amerika Serikat terus melakukan penyempurnaan terhadap USLE, yang berakhir dengan dikembangkannya RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation). Menurut Poerwowidodo (1999) metode ini dikembangkan untuk memperbaiki kelemahankelemahan yang terdapat pada metode USLE dengan memperbaharui data dan pendekatan baru, koreksi kelemahan-kelemahan USLE, dan penggunaan teknologi baru yaitu teknologi berdasarkan komputer. Metode RUSLE ini diterbitkan pertama kali pada bulan Desember Sejak pertama kali dipublikasikan program RUSLE telah mengalami berbagai perubahan pada perangkat lunaknya. Pada kasus tertentu, terutama untuk daerah tangkapan air yang belum diketahui besarnya komponen-komponen penyusun rumus USLE perlu diupayakan cara prakiraan yang lebih sederhana tetapi masih dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Cara prakiraan erosi yang dimaksud adalah dengan memanfaatkan data debit, muatan sedimen, berat jenis tanah di daerah kajian, dan besarnya nisbah pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio, SDR). Untuk selanjutnya prakiraan erosi dengan cara ini disebut prakiraan erosi metode SDR. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data debit dan muatan sedimen di titik pengamatan (outlet) suatu DAS yang akan diperkirakan

33 18 tingkat erosinya. Data ini diusahakan dalam periode waktu yang cukup panjang (tahunan). Umumnya, untuk mendapatkan data muatan sedimen dalam jangka panjang dapat dibuat persamaan debit-sedimen (sediment-discharge rating curve) dari data debit dan muatan sedimen yang tersedia di lokasi pengamatan tersebut, data muatan sedimen untuk tahun-tahun berikutnya dapat dihitung dengan hanya menggunakan data debit (Asdak 1995). 2.5 Sedimentasi Sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi. Sedimen yang dihasilkan dari proses erosi dan terbawa oleh suatu aliran akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau berhenti disebut dengan sedimentasi (Arsyad 2006). Menurut Manan (1976), sedimentasi adalah proses pengendapan dari bahan organik dan nonorganik yang tersuspensi di dalam air dan diangkut oleh air. Sedimen dimana partikelnya bergerak melayang dalam air yang dibawa oleh aliran air disebut suspended load atau muatan melayang. Sedimen yang gerakan partikel-partikelnya dengan cara menggelinding, bergeser dan melompat disebut bed load atau muatan dasar. Total erosi yang terjadi pada sebuah DAS dikenal sebagai gross erosion. Akan tetapi tidak semua material yang tererosi dari DAS terbawa ke sungai, tergantung dari kekuatan pengangkut dalam hal ini aliran permukaan. Jumlah total material yang tererosi yang mampu menyelesaikan perjalanannya sampai ke hilir (tempat pengamatan) dikenal sebagai sediment yield. Besarnya sediment yield yang didapat dari pengukuran dapat dipergunakan untuk memperkirakan gross erosion yang terjadi dalam suatu daerah pengaliran (Shen 1971). Perbandingan antara jumlah sedimen yang dihasilkan suatu DAS terhadap total jumlah erosi pada periode waktu yang sama disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Nilai SDR diperlukan untuk mengkonversi besarnya erosi hasil dugaan dari suatu wilayah DAS ke dalam hasil sedimen, sehingga penentuan nilai tersebut merupakan tahapan kritik yang sangat mempengaruhi keakuratan erosi bersih hasil dugaan (Morris dan Fan 1997). Untuk memperkirakan besarnya erosi yang terjadi dalam DAS sebagai berikut (Arsyad 2006):

34 19 QS E...(14) SDR Nilai SDR diperoleh dari persamaan Auerswald (1992) dalam Arsyad (2006): SDR = -0,02 + 0,385 A -0,2... (15) dimana : Qs = Laju sedimen (ton/ha/tahun) E = Erosi total (ton/ha/tahun) SDR = Nisbah pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio) A = Luas daerah tangkapan air (km 2 ) Secara khusus pengaruh luas DAS terhadap SDR dijelaskan oleh Robinson (1979) dalam Arsyad (1989) bahwa semakin luas suatu DAS akan semakin menurun SDR, tapi penurunannya tidak linear. Ditambahkan oleh Shen dan Julien (1979) bahwa penurunan SDR terjadi secara linear dengan meningkatnya luas areal drainase. Kondisi fisik DAS yang menentukan SDR sangat komplek dan bervariasi untuk setiap DAS, pada daerah-daerah tertentu SDR pada suatu DAS sangat ditentukan oleh adanya penghambat atau dataran di pinggir sungai (Morris dan Fan 1997). Williams dan Berndt (1972) dalam Suripin (2002) menunjukkan bahwa besarnya sediment delivery ratio sangat bervariasi antara satu DAS dengan DAS lainnya dan bervariasi dari tahun ke tahun. SDR tidak hanya dipengaruhi oleh faktor luas DAS tapi juga faktor-faktor lain, diantaranya geomorfologi, faktor lingkungan, lokasi sumber sedimen, karakteristik relief dan kemiringan, pola drainase dan kondisi saluran, penutup lahan, tata guna lahan, dan tekstur tanah. Besaran SDR berkisar dari 0,1 sampai 1,0. SDR=1 berarti seluruh massa tanah tererosi memasuki aliran air sungai dan hal itu mencerminkan kemampuan lahan yang sangat rendah dalam mengendalikan erosi tanahnya (Purwowidodo 2002). Hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk. Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS/ Sub DAS dan tergantung pada transpor partikel-

35 20 partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air DAS/ Sub DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu kepada besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam suatu sistem DAS. Tidak semua tanah akan tererosi di permukaan daerah tangkapan air akan sampai ke titik pengamatan. Sebagian tanah tererosi tersebut akan terdeposisi di cekungancekungan permukaan tanah, di kaki-kaki lereng dan bentuk-bentuk penampungan sedimen lainnya. Oleh karenanya, besarnya hasil sedimen biasanya bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS/ Sub DAS (Asdak 1995). 2.6 Sistem Informasi Geografi (SIG) Menurut Aronof (1989) mendefinisikan Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi yang mencakup pemasukan, manajemen data, manipulasi dan analisis serta pengembangan produk dan percetakan. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Peta menyajikan kumpulan data maupun informasi spasial mengenai permukaan bumi untuk dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Suatu peta biasanya disajikan dalam bentuk lembaran dengan informasi secukupnya, sedangkan data atribut yang lebih komplek disimpan terpisah dengan lembar peta tersebut membentuk bank data. SIG dapat mempresentasikan mengenai dunia nyata di atas layar monitor komputer sebagaimana lembaran peta. Sistem ini merelasikan lokasi geografi (data spasial) dengan informasi-informasi deskripsinya (atribut), sehingga pengguna dapat membuka peta dan menganalisa informasinya secara langsung dan cepat sesuai tujuan. SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-atributnya di dalam satuan-satuan yang disebut layer. Sungai, vegetasi, jalan, merupakan contoh-contoh layer. Kumpulan dari layer-layer ini akan membentuk basis data SIG. Beberapa alasan dalam pemakaian SIG, antara lain: (1) SIG menggunakan baik data spasial maupun atribut secara terintegrasi hingga sistemnya dapat menjawab baik

36 21 pertanyaan spasial maupun non spasial-memiliki kemampuan analisis spasial dan non-spasial, (2) SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan atau coverage data spasial, (3) Menggunakan sistem komputer, data dalam jumlah besar dapat dipanggil dengan kecepatan yang lebih tinggi dan lebih murah dibanding cara manual, (4) SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualkan data spasial berikut atributnya, mampu memanipulasi data spasial dan mengaitkannya dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam satu analisis dan (5) SIG dengan mudah dapat menghasilkan peta-peta tematik yang merupakan turunan dari peta-peta yang lain dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya (Prahasta 2001).

37 22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Sub DAS Cipeureu yang terletak di dalam kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat, dan Sub DAS Cibadak. Kedua lokasi tersebut terletak di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, pada bulan Mei sampai dengan 1 Agustus Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

38 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. GPS Garmin 60 CSX 2. Ring sampel tanah 3. Botol ukuran 60 ml 4. Meteran 5. Oven 6. Desikator 7. Gelas ukur 8. Timbangan digital 9. Corong 10. Labu takar 11. Bola pimpong 12. Palu 13. Komputer, MS Excel 2007, MS Word 2007, Software Arcview 3.3, alat alat tulis 14. Plastik 15. Kertas label 16. Kertas saring 17. Data spasial meliputi: a. Peta digital topografi Hutan Pendidikan Gunung Walat skala 1: Sumber: Manajemen Hutan Pendidikan Gunung Walat b. Peta digital penutupan lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat skala 1: Sumber: Manajemen Hutan Pendidikan Gunung Walat c. Peta jenis tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat skala 1: Sumber: Manajemen Hutan Pendidikan Gunung Walat d. Peta penutupan lahan Kabupaten Sukabumi skala 1: Sumber: Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kabupaten Sukabumi

39 24 e. Peta jenis tanah Kabupaten Sukabumi skala 1: Sumber: Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kabupaten Sukabumi f. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Cibadak skala 1: Sumber: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional 3.3 Pengumpulan Data Jenis data Data yang dikumpulkan adalah: 1. Data curah hujan 2. Data debit aliran sungai 3. Data konsentrasi sedimen aliran 4. Data sifat fisik tanah 5. Data kemiringan lereng 6. Data penggunaan lahan dan konservasi tanah 7. Data batas wilayah Sub DAS Metode Pengumpulan Data 1. Data curah hujan Data curah hujan didapat dari stasiun curah hujan Sekarwangi. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan tahunan (tahun 2005 sampai dengan tahun 2009). 2. Data debit aliran sungai Debit aliran sungai di titik patusan (outlet) Sub DAS Cipeureu diukur secara tidak langsung dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang basah titik patusan. Luas penampang di titik patusan Sub DAS Cipeureu menggunakan luas penampang basah flume, sedangkan di Sub DAS Cibadak menggunakan luas penampang basah sungai alami. Kecepatan aliran sungai diukur secara manual dengan menggunakan pelampung bola pimpong dan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu pukul 07.00, pukul dan pukul Langkah-langkah pengukuran yaitu sebagai berikut:

40 25 a. Bola pimpong dilemparkan beberapa meter di sebelah pangkal flume (Sub DAS Cipeureu) dan pangkal sungai yang telah ditentukan (Sub DAS Cibadak), kemudian gerakannya diikuti b. Mencatat waktu yang diperlukan oleh aliran untuk menghanyutkan pelampung mulai dari pelampung melewati garis pertama hingga garis terakhir (hilir) c. Pengukuran kecepatan aliran tersebut dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pengukuran Luas penampang basah sungai diukur dengan langkah sebagai berikut: a. Menentukan lokasi segmen aliran air yang akan diukur b. Mengukur lebar aliran air dengan menggunakan meteran dengan cara mengukur jarak dari satu dinding ke dinding lainnya tepat di permukaan aliran air c. Mengukur kedalaman segmen aliran 3. Data konsentrasi sedimen aliran Konsentrasi sedimen aliran sungai diukur melalui pengukuran konsentrasi sedimen contoh air. Pengambilan sampel air sungai dilakukan bersama-sama dengan pengukuran debit, yaitu dilakukan setiap hari pada pukul 07.00, pukul dan pukul Langkah-langkah pengukuran kandungan sedimen aliran dilakukan sebagai berikut: a. Mengambil contoh air di titik/ lokasi yang telah ditentukan, yaitu di bagian tengah aliran dan diambil dari jeluk bagian tengah, sebanyak 60 ml. b. Menyaring contoh air dengan menggunakan kertas saring yang sebelumnya kertas tersebut sudah dioven selama ± 2 jam pada suhu C dan diketahui beratnya (berat awal). Disaring sampai benar-benar tidak ada airnya lagi. c. Mengeringkan sedimen yang tersaring tersebut menggunakan oven listrik dengan suhu C selama 24 jam. d. Setelah dikering oven selama 24 jam, sedimen didiamkan sesaat dengan memasukkan ke dalam desikator, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering sedimen.

41 26 4. Data sifat fisik tanah Sifat fisik tanah yang diukur meliputi: a. Kerapatan bongkah (bulk density) b. Porositas c. Kadar air pada retensi 1 pf, 2 pf, 2.54 pf, 4.2 pf d. Pori drainase e. Jumlah air tersedia f. Permeabilitas g. C-organik h. Tekstur tanah. Data sifat fisik tanah point (a)-(f) didapat dari hasil analisis data contoh tanah tidak terganggu (undisturbed soil samples). Contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sample untuk mewakili kedalaman 0-15 cm. Sedangkan sifat fisik tanah poin (g) dan (h) didapat dari hasil analisis data contoh tanah terganggu (disturbed soil samples) di titik pengambilan yang sama dengan titik pengambilan contoh tanah terganggu. Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan berdasarkan perbedaan kelas kemiringan lahan. Jumlah contoh tanah yang diambil sebanyak 8 contoh dari Sub DAS Cipeureu dan 4 contoh dari Sub DAS Cibadak. Selanjutnya contoh tanah yang telah diambil dianalisis sifat fisik tanahnya di Laboratorium Fisika Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 5. Data kemiringan lereng Data kemiringan lereng di dua lokasi pengamatan diperoleh dari analisis digital yang bersumber dari peta digital topografi Hutan Pendidikan Gunung Walat skala 1:25000 dan peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Cibadak skala 1: Data penggunaan lahan dan konservasi tanah Data penggunaan lahan dan konservasi lahan didapat dari peta digital tutupan lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat skala 1:25000, peta tutupan lahan Kabupaten Sukabumi, wawancara dan studi literatur.

42 27 7. Data batas wilayah sub DAS Data batas wilayah sub DAS Cipeureu dan sub DAS Cibadak didapat dengan menggunakan software ArcView versi 3.3. Tahapan pembuatan batas wilayah sub DAS sebagai berikut: a. Persiapan data (Generating DEM dari data kontur) Langkah yang dilakukan dalam persiapan data adalah sebagai berikut: 1. Mengaktifkan program ArcView 2. Mengaktifkan Extension Spatial Analyst Untuk mengaktifkan Extension Spatial Analyst, pilih menu File Ekstension, kemudian pilih Extension Spatial Analyst 3. Menampilkan data spasial yang akan dianalisis. Buat New View, lalu tampilkan data kontur yang akan dianalisis. Gambar 3 Kontur Kecamatan Cibadak. 4. Membangun Digital Elevation Model (DEM) dari data spasial yang dianalisis, dengan cara menggunakan (mengklik) Sub Menu Create TIN From Features dalam Menu Surface

43 28 Gambar 4 Triangulated Irregular Network (TIN) dari shapefile. 5. Membuat Digital Elevation Model (DEM) dalam GRID berdasarkan DEM TIN, dengan cara menggunakan Sub Menu Convert to Grid dalam Menu Theme, kemudian menentukan spesifikasi output Grid. Gambar 5 Digital Elevation Model (DEM) dalam bentuk grid. b. Generalisasi jaringan sungai Jaringan sungai digenerating dengan menggunakan Extension AVSWAT 2000 Blackland Research Center- Ver.1.0.

44 29 Gambar 6 Halaman depan tampilan software ArcView SWAT. Langkah yang dilakukan: 1. Menampilkan data (dalam bentuk DEM Grid) yang akan dibangun jaringan sungai Gambar 7 Kolom pengisian data yang akan ditampilkan. 2. Mengecek DEM Properties, lakukan Modifikasi Projection dengan memilih Custom Projection. Untuk Projection Properties: Category : UTM 1983

45 30 Type : Zone 48 Gambar 8 Menu dan kolom pengisian proyeksi. 3. Memilih apply untuk melakukan preprocessing pada DEM untuk mengisi Sinks yang ditemukan. (Sinks merupakan sebuah nilai yang salah, yang lebih rendah dari nilai sekitarnya sehingga air yang mengalir ke dalamnya tidak bisa mengalir ke luar. Untuk itu lubanglubang tersebut harus diisi). 4. Mendefinisikan jaringan sungai yang diinginkan dengan memasukkan angka pada Threshold Area yang ada dalam tampilan window Gambar 9 Kolom pengisian angka untuk menentukan jaringan sungai. 5. Memilih apply maka akan terbentuk jaringan sungai berikut outletnya di tiap-tiap sub basin

46 31 Gambar 10 Jaringan sungai beserta outlet di tiap Sub DAS di Kecamatan Cibadak c. Generalisasi batas DAS dan Sub DAS Langkah- langkah yang dilakukan: 1. Mendefinisikan DAS yang akan dibatasi dengan memilih (select) salah satu outlet (Whole Watershed Outlet) 2. Daerah Aliran Sungai bisa dideliniasi berikut jaringan sungai yang ada di dalamnya Gambar 11 Batas Sub DAS Cipeureu beserta jaringan sungai.

47 Pengolahan Data Transformasi hujan - debit aliran Transformasi hujan-limpasan dihitung dengan persamaan: RP Qd R Qd Q Qb...(17) dimana: R P = Respon hidrologi terhadap hujan R = Curah hujan (mm) Q = Limpasan total(m 3 /detik) Q d = Limpasan langsung (m 3 /detik) Q b = Limpasan dasar (m 3 /detik) Debit aliran dihitung dengan persamaan berikut: Q A V...(18) dimana: Q = Debit aliran (m 3 /detik) A = Luas penampang melintang (m 2 ) V = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik) Transformasi hujan - limpasan di kedua Sub DAS dianalisis dari: 1. Hyetograph dan hydrograph 2. Hujan netto (hujan yang menjadi debit, % debit thd CH) 3. Ratio Qmax/Qmin 4. Diagram pencar dan regresi curah hujan dengan debit Muatan sedimen Muatan sedimen harian dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Qs Cs Q...(19) dimana: Qs Cs Q = Debit sedimen (gr/detik) = Konsentrasi sedimen contoh air (mg/l) = Debit aliran air sungai (m 3 / detik) Pendugaan laju erosi dengan metode USLE Laju erosi permukaan tahunan diduga dengan menggunakan USLE yaitu persamaan (2), (7), (8),(9), Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7.

48 Perhitungan erosi dengan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) Perhitungan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) menggunakan persamaan (15) dan (16) Tingkat Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan berdasarkan laju erosi tahunan ratarata dan kedalaman tanah. Klasifikasi TBE mengacu pada klasifikasi Departemen Kehutanan (1998) sebagimana disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Klasifikasi tingkat bahaya erosi Solum (cm) Kelas Bahaya Erosi I II III IV V Laju Erosi Tanah (ton/ ha/ tahun) < > 480 Tebal (> 90) SR R S B SB Sedang (60-90) R S B SB SB Tipis (30-60) S B SB SB SB Sangat tipis (<30) B SB SB SB SB Sumber: Departemen Kehutanan 1998 dalam Purwowidodo 2002 Keterangan: SR (Sangat Ringan), R(Ringan), S(Sedang), B(Berat), SB(Sangat Berat)

49 34 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Sub DAS Cipeureu terletak di dalam kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Secara geografis Sub DAS Cipeureu terletak antara 6 ⁰ 54'00" 6 ⁰ 54'02" LS dan 106 ⁰ 48'02" 106 ⁰ 49'00" BT. Secara administrasi pemerintahan terletak di wilayah Desa Batununggal dan Hegarmanah, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Luas Sub DAS Cipeureu adalah 17,97 ha atau sekitar 5% dari luas hutan pendidikan Gunung Walat. Sub DAS Cipeureu merupakan sub DAS ordo-2, terdiri dari 2 sub-sub DAS ordo-1, yaitu Cipeureu I dan Cipeureu II. Luas kedua sub DAS tersebut masing-masing seluas 8,3 ha dan 9,6 ha. Secara geografis Sub DAS Cibadak terletak antara 6 ⁰ 53'71" 6 ⁰ 54'27" LS dan 106 ⁰ 48'18" 106 ⁰ 49'34" BT. Secara administrasi pemerintahan terletak di wilayah Desa Karang Tengah, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi dengan luas 5,28 hektar. Sub DAS Cibadak merupakan Sub DAS ordo 1 dan sungainya bermuara di Sungai Ciheulang. 4.2 Iklim Iklim Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Sub DAS Cibadak menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q (persentase rata-rata bulan kering terhadap bulan basah) sebesar 14,3% 33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29 C dan minimum 19 C di malam hari (Rencana Pengembangan HPGW dan Profil Kecamatan Cibadak 2005). Berdasarkan perhitungan data curah hujan selama 5 tahun ( ), iklim Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Sub DAS Cibadak termasuk tipe B klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan nilai Q sebesar 30% dan rata-rata hujan tahunan sebesar 2124,5 mm/tahun. 4.3 Hidrologi Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan. Sungai-sungai mengalir dari bagian utara ke selatan HPGW, antara lain: Sungai Cipeureu,

50 35 Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar yang airnya mengalir sepanjang tahun. Sub DAS Cipeureu merupakan sub DAS ordo-2, terdiri dari 2 sub-sub DAS ordo-1 yaitu Cipeureu I dan Cipeureu II. Sungai Cipeureu termasuk sungai perenial yang mengalir sepanjang tahun. Sedangkan Sub DAS Cibadak termasuk sub DAS ordo-1 yang merupakan cabang sungai Ciheulang. 4.4 Topografi Lapangan Sub DAS Cipeureu terletak di lereng selatan Gunung Walat, dengan kondisi lapangan yang miring dari utara ke selatan dan bergelombang dari barat ke timur. Kemiringan lerengnya berkisar dari datar sampai curam. Secara geografis areal tersebut berada di ketinggian meter di atas permukaan laut. Sub DAS Cibadak terletak di lereng Utara Gunung Walat, dengan kondisi lapangan yang miring dari selatan ke utara dan bergelombang dari barat ke timur. Sub DAS Cibadak bertopografi datar sampai curam, berada di ketinggian meter di atas permukaan laut. Penyebaran kelas kemiringan lahan di Sub DAS Cipeureu dan di Sub DAS Cibadak disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Penyebaran luas areal Sub DAS Cipeureu HPGW dan Sub DAS Cibadak berdasarkan kelas kemiringan lahan No Kelas Kemiringan * Sub DAS Cipeureu Sub DAS Cibadak Luas ** LS * Luas ** LS * (ha) (%) (ha) (%) 1 Datar (0-5%) 5,72 31,8 0,25 0,07 1,3 0,25 2 Landai ( 5-15%) 2,87 16,0 1,2 0,84 15,9 1,2 3 Sedang (15-35%) 8,32 46, 3 4,25 4,01 76,0 4,25 4 Curam (35-50%) 1,06 5,9 9,5 0,36 6,8 9,5 5 Sangat Curam (>50%) Total 17, , Sumber: *Hardjowigeno dan Sukmana 1995 **Hasil analisis digitasi 4.5 Jenis Tanah dan Geologi Menurut peta geologi lembar Bogor, Gunung Walat dan sekitarnya dibangun oleh batuan sedimen tersier bawah (oligosen) yang terdiri dari batu pasir kwarsa berlapisan silang konglomerat bermassa dasar kuarsa, lempung karbonan, lignin dan lapisan arang tipis. Formasi ini mempunyai ketebalan antara 100 m sampai 1373 m. Dalam formasi ini tidak ditemukan fosil-fosil marin, tetapi dijumpai sisa-sisa tanaman. Formasi napal batu asih menutupi batu pasir kuarsa

51 36 secara selaras, di beberapa tempat daerah ini ditemukan banyak fosil globigerina oligosin (Effendi 1974 dalam Manan, dkk1991) Tanah Sub DAS Cipeureu Hasil analisa mineralogi tanah oleh Manan, dkk (1991) menunjukkan bahwa susunan mineral pasir total didominasi oleh kuarsa penuh, diikuti adanya sanidin. Hal ini menunjukkan bahwa bahan induk tanah di Sub DAS Cipeureu berasal dari batuan sedimen tua (tersier) bersifat masam. Cadangan mineral umumnya rendah, kecuali di beberapa tempat, yang banyak dipengaruhi bahan-bahan volkan, yang diduga berasal dari Gunung Pangrango. Komplek liatnya didominasi oleh tipe liat kaolinit, haulisit yang memiliki daya menahan hara dan air rendah. Jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Cipeureu adalah tanah latosol dan tanah podsolik. Latosol merupakan tanah yang tergolong cukup baik jika dilihat dari sudut kimia fisik yang berhubungan langsung dengan penggunaan praktis di lapangan. Sifat gembur, struktur ramah dan tekstur liat dengan kadang-kadang berdebu atau berlempung merupakan cirri khas baiknya sifat fisik. Sifat kimia, ph H20 berkisar antara 4,4 sampai 4,9; kapasitas tukar kation (KTK) berkisar antara 14,6 sampai 24,5 mendukung adanya pendominasian tipe liat 1:1. Rata-rata kejenuhan basa pada lapisan olah tergolong sedang (F=30); C-organik pada lapisan olah cukup yaitu rata-rata lebih dari 2,5%; sedangkan rata-rata N-total di lapisan olah tergolong sedang (lebih dari 0,2%). Permeabilitas tanah lapisan atas rata-rata 2,91 cm/jam, sedangkan tanah sub.soil rata-rata permeabilitasnya adalah 2,01 cm/jam. Padanan nama tanah seperti ini dalam sistem taksonomi (USDA 1975) adalah Tropohumult. Tanah podsolik adalah yang paling luas penyebarannya di Indonesia. Perbedaan utama dengan latosol adalah kedalaman tanah podsolik ini umumnya 1 meter. Sifat morfologi tanah dari profil F2 sukar dibedakan dengan latosol, tetapi sifat kimia-fisiknya memiliki beberapa data yang mendukung podsolik. Sifat tersebut diantaranya adalah permeabilitas yang lambat, yaitu untuk lapisan top soil sebesar 0,78 cm/jam, sedangkan untuk lapisan sub soil sebesar 0,009 cm/jam. Pada horison A berkadar C-organik 2,5 % dengan nilai nisbah C dan N lebih dari 12 (C/N=14,5)sehingga khusus untuk profil F2 dalam klasifikasi Dudal Soepraptohardjo (1957) tergolong Latosol-Podsolik.

52 Tanah Sub DAS Cibadak Jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Cibadak adalah tanah podsolik. Tanah podsodik dinilai yang paling dominan dan terdapat pada bagian tengah kearah barat kecamatan Cibadak. Jenis tanah ini adalah tanah yang berasal dari bahan liat dengan solum dalam dan disertai dengan batas antar lapisan jelas (Profil Kecamatan Cibadak 2005). 4.6 Tutupan Lahan Tutupan lahan Sub DAS Cipeureu terdiri dari : tegakan pinus (Pinus merkusii), agathis (Agathis lorantifolia), puspa (Schima walichii), dan lahan kosong. Sedangkan tutupan lahan Sub DAS Cibadak seluruhnya berupa lahan terbuka. Komposisi keadaan penutup tanah oleh tajuk pada Sub DAS Cipeureu seperti tertera pada Tabel 10 di bawah ini: Tabel 10 Luas penutupan lahan Sub DAS Cipeureu berdasarkan kelas kemiringan lahan No Jenis Tutupan Lahan Kelas Kemiringan (%) Luas (ha) Agathis + Puspa - 0,57 0,44 0,14 1,15 2 Pinus 0,10 0,31 1,29 0,09 1,79 3 Pinus+Mahoni - - 0,06-0,06 4 Puspa 0,96 2,00 9,95 0,77 13,67 5 Lahan Kosong 0,17-1,07 0,06 1,30 Total 1,22 2,87 12,81 1,06 17,97 Sumber: -Peta tutupan lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat -Hasil analisis digitasi

53 38 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian berdasarkan hasil pengukuran di stasiun curah hujan Sekarwangi selama periode Januari Juli 2010 disajikan dalam Gambar 12. Gambar 12 Grafik curah hujan bulanan Sub DAS Cipeureu dan Cibadak Januari 2005-Juli Statistik curah hujan yang tercatat di stasiun curah hujan Sekarwangi menunjukkan rata-rata curah hujan selama 5 tahun sebesar 2124,5 mm/thn dengan curah hujan tahunan maksimum terjadi pada tahun 2008 sebesar 2721 mm/thn dan curah hujan tahunan minimum terjadi pada tahun 2006 sebesar 1365 mm/thn. Hasil klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson memperlihatkan bahwa Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak termasuk tipe B, dengan nilai Q sebesar 30%, rata-rata bulan basah yaitu sebanyak 8 bulan dan bulan kering sebanyak 2 bulan. Musim penghujan terjadi mulai bulan November sampai bulan Februari dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember. Musim kemarau terjadi mulai bulan Juli hingga bulan September, dengan bulan terkering terjadi pada bulan Agustus. Data curah hujan selama 5 tahun yang diperoleh dari stasiun hujan Sekarwangi disajikan dalam Lampiran 1. Sedangkan data hujan selama pengamatan disajikan dalam Lampiran Transformasi Hujan - Debit Aliran Hyetograph dan hidrograph Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak disajikan dalam Gambar 13 (debit total) dan Gambar 14 (debit langsung). Data selengkapnya hasil pengukuran hujan dan debit total di kedua lokasi selama

54 39 pengamatan disajikan dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4. Statistik hujan dan debit langsung di kedua Sub DAS disajikan dalam Tabel 11. Gambar 13 Hyetograph dan hidrograph debit total Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak hasil pengukuran di lapangan. Gambar 14 Hyetograph dan hidrograph debit langsung Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak hasil pengukuran di lapangan. Hujan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan maupun penurunan debit. Sifat hujan akan berpengaruh terhadap debit, terutama jumlah, intensitas dan lama hujan. Berdasarkan Gambar 13, tingginya curah hujan tidak langsung selalu diikuti oleh kenaikan debit. Hal ini terjadi karena pengaruh curah

55 40 hujan yang tinggi, hujan dengan durasi panjang dan intensitas yang tinggi akan mengakibatkan peningkatan debit secara positif, tetapi hujan dengan durasi yang lama tetapi intensitas hujan yang kecil tidak memberikan pengaruh peningkatan debit. Hal ini dikarenakan tanah tidak menjadi jenuh dengan cepat sehingga limpasan yang terbentuk kecil karena air lebih banyak meresap ke dalam tanah. Hal ini dapat terlihat dari debit Sub DAS Cibadak yang tidak langsung naik seiring dengan tingginya curah hujan pada tanggal 10 Mei 2010, 15 Juli 2010, dan di Sub DAS Cipeureu pada kejadian hujan tanggal 11 Mei Pada saat ini laju infiltrasi tanah masih tinggi. Kenaikan debit di Sub DAS Cibadak dan Sub DAS Cipeureu terjadi satu hari setelah terjadinya hujan. Berdasarkan Gambar 13, terlihat beberapa perubahan debit yang tidak disertai adanya kejadian hujan. Hal tersebut dapat terlihat dari debit Sub DAS Cipeureu yang mengalami kenaikan pada tanggal Juli 2010 tanpa adanya kejadian hujan. Seperti halnya kenaikan debit di Sub DAS Cibadak pada tanggal dan 30 Juli 2010 tanpa adanya kejadian hujan. Hal ini diduga karena data hujan yang tercatat di stasiun hujan Sekarwangi tidak sama dengan hujan yang turun di kedua Sub DAS (perbedaan penyebaran hujan). Tabel 11 Statistik hujan dan debit langsung Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak selama pengamatan Sub DAS Curah Hujan (R) Debit (Q) Q/R (mm/hari) (mm/hari) Rata- Rata- Rata- Min Max Min Max Min Max Rata Rata Rata Cipeureu ,43 0,42 5,47 2,96 0,05 1,26 0,35 Cibadak ,43 0,35 12,87 5,66 0,13 1,64 0,58 Berdasarkan Gambar 13 dan Tabel 11 dapat dilihat bahwa debit rata-rata dan maksimum Sub DAS Cibadak lebih besar dibandingkan Sub DAS Cipeureu, sedangkan debit minimum di Sub DAS Cibadak lebih rendah. Gambar 13 juga menunjukkan bahwa fluktuasi debit Sub DAS Cipeureu lebih kecil dibandingkan dengan Sub DAS Cibadak, dan pada saat tidak ada hujan, debit Sub DAS Cipeureu masih cukup besar, relatif terhadap debit pada saat hujan, sedangkan debit Sub DAS Cibadak pada saat tidak ada hujan menurun drastis dan hampir mencapai nol. Berdasarkan Gambar 14, debit langsung Sub DAS Cipeureu lebih rendah dibandingkan debit langsung Sub DAS Cibadak.

56 41 Besarnya rata-rata persentase hujan yang menjadi debit langsung (rasio debit langsung dengan hujan, %) di Sub DAS Cipeureu yaitu sebesar 35% lebih kecil dibandingkan dengan Sub DAS Cibadak (58%). Berdasarkan teori siklus air dan persamaan neraca air, hujan yang jatuh di suatu permukaan lahan akan diintersepsi oleh vegetasi penutup lahan, dan yang sampai di permukaan tanah akan diinfiltrasi, mengisi ruang di dalam tanah, mengalir sebagai limpasan dan akhirnya menjadi debit aliran sungai. Sub DAS Cipeureu merupakan Sub DAS berhutan rapat dan memiliki tajuk berlapis, dan berdasarkan hasil penelitian Fermanto (2000), intersepsi di Sub DAS Cipeureu adalah sebesar 28,61%. Berdasarkan data tersebut, dan rasio hujan-limpasan di Sub DAS Cipeureu sebesar 35%, diduga 65% hujan diinfiltrasikan kedalam tanah, sebagian mengisi ruang dalam tanah, dan sebagian mengisi aliran Sungai Cipeureu, yang ditunjukkan dengan masih adanya debit aliran Sungai Cipeureu. Sedangkan Sub DAS Cibadak merupakan Sub DAS tanpa penutup lahan dan bersolum sangat tipis, sehingga dengan rasio hujan-limpasan sebesar 58%, maka 42% hujan masuk kedalam lapisan batuan dan tidak muncul sebagai aliran di Sungai Cibadak, dan diduga mengisi air tanah yang muncul di tempat lain di bagian hilir outlet Sub DAS Cibadak tempat penelitian. Hubungan hujan dengan debit aliran langsung di kedua sub DAS disajikan dalam bentuk diagram pencar (scatter diagram) dalam Gambar 15. Debit (mm/hari) Sub DAS Cipeureu Curah Hujan (mm) Debit (mm/hari) Sub DAS Cibadak Curah Hujan (mm) Gambar 15 Diagram pencar hubungan antara curah hujan dengan debit langsung di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak. Dari diagram pencar hubungan antara jumlah curah hujan dengan debit langsung dapat dilihat bahwa hubungan hujan dengan debit cenderung linear, namun terdapat variasi debit langsung pada kejadian jumlah hujan harian yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah hujan harian tidak benar-benar

57 42 memiliki hubungan linear dengan debit langsung, yang diduga dipengaruhi oleh intensitas kejadian hujan dalam hari hujan tersebut, kapasitas intersepsi dan kapasitas infiltrasi relatif terhadap intensitas hujan. 5.3 Muatan Sedimen 0, Laju Sedimen (ton/hari) 0,40 0,30 0,20 0, (Debit) (Curah Hujan) (mm) 50 0,00 55 Curah Hujan Laju Sedimen Sub DAS Cibadak Debit Langsung Sub DAS Cibadak Gambar 16 Hubungan jumlah muatan sedimen dengan debit langsung dan curah hujan di lokasi pengamatan. Hasil pengukuran konsentrasi sedimen untuk setiap kejadian debit aliran di kedua Sub DAS disajikan pada Gambar 17. Statistik laju sedimen di lokasi pengamatan disajikan dalam Tabel 12. Laju Sedimen Sub DAS Cipeureu Debit Langsung Sub DAS Cipeureu

58 43 0,6 0,6 Laju Sedimen (ton/hari) 0,4 0,2 0 (a) Gambar 17 Hubungan debit dan muatan sedimen di (a) Sub DAS Cipeureu dan (b) Sub DAS Cibadak. Tabel 12 Statistik laju sedimen di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak selama pengamatan Sub DAS Debit Harian (mm/hari) Laju Sedimen (ton/hari) Laju Sedimen (ton/hari) (b) Laju Sedimen (mm/hari) Min max rata-rata Min Max rata-rata Cipeureu 0,07 0,46 0,21 0,0005 0,0031 0,0015 Cibadak 0,01 0,27 0,12 0,0002 0,005 0,002 0,4 0, Debit Harian (mm/hari) Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa laju sedimen di Sub DAS Cipeureu dalam satuan ton/hari, lebih besar dibandingkan dengan laju sedimen di Sub DAS Cibadak. Hal ini dikarenakan DAS Cipeureu lebih luas dari Sub DAS Cibadak, sedangkan laju sedimen dalam satuan mm/hari yang merupakan satuan yang telah dikoreksi dengan satuan luas dan berat jenis tanah, menunjukkan hal sebaliknya, yang menunjukkan bahwa sumber sedimen dari permukaan tanah (erosi permukaan) di Sub DAS Cibadak lebih besar dari Sub DAS Cipeureu. Gambar 16 menunjukkan bahwa aliran bermuatan sedimen di Sub DAS Cibadak terjadi pada kejadian debit yang lebih kecil dibandingkan dengan Sub DAS Cipeureu. Hal ini menunjukkan bahwa Sub DAS Cibadak lebih sensitif terhadap erosi permukaan sebagai sumber muatan sedimen aliran sungai. Data rekapitulasi laju sedimen disajikan di Lampiran 5 dan Lampiran Pendugaan Laju Erosi dengan Metode USLE Laju erosi yang terjadi di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak berdasarkan hasil pendugaan menggunakan USLE disajikan dalam Tabel 13 dan Tabel 14. Perhitungan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 16.

59 44 Tabel 13 Rekap nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi di Sub DAS Cipeureu Penutupan Lahan Hutan Kelas Luas Jenis Erosi (A) Kemiringan R K LS C P Tanah (%) (ha) (ton/ha/thn) (ton/thn) 0-5% 5,00 Podsolik 1417,13 0,07 0,25 0, ,02 0,12 0,72 Latosol 1417,13 0,1 0,25 0, ,04 0, % 0,18 Podsolik 1417,13 0,05 1,2 0, ,09 0,02 2,69 Latosol 1417,13 0,09 1,2 0, ,15 0, % 0,56 Podsolik 1417,13 0,04 4,25 0, ,24 0,14 7,76 Latosol 1417,13 0,11 4,25 0, ,66 5, % 0,73 Podsolik 1417,13 0,07 9,5 0, ,94 0,69 0,33 Latosol 1417,13 0,1 9,5 0, ,35 0,44 Total 17,97 3,49 6,98 Tabel 14 Rekap nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi di Sub DAS Cibadak Penutupan Lahan Kelas Kemiringan Luas Jenis Tanah R K LS C P Erosi (A) (%) (ha) (ton/ha/ thn) (ton/thn) Lahan terbuka 0-5% 0,07 Podsolik 1417,13 0,1 0,25 0, ,66 2,29 Lahan terbuka 5-15% 0,84 Podsolik 1417,13 0,1 1,2 0, ,55 135,38 Lahan terbuka 15-35% 4,01 Podsolik 1417,13 0,13 4,25 0, , ,18 Lahan terbuka 35-50% 0,36 Podsolik 1417,13 0,15 9,5 0, ,44 690,64 Total 5, , ,49 Tabel 13 dan Tabel 14 menunjukkan bahwa besarnya erosi di Sub DAS Cipeureu sebesar 6,98 ton/thn dengan rata-rata laju erosi sebesar 3,49 ton/ha/thn (0,429 mm/thn), di Sub DAS Cibadak yaitu 3812,49 ton/thn dengan rata-rata laju erosi sebesar 2857,46 ton/ha/thn (293,073 mm/thn). Kontribusi erosi permukaan terbesar adalah dari lahan dengan kelas kemiringan 15-35%. Hal ini diakibatkan oleh luas lahan dengan kelas kemiringan tersebut memiliki luas yang paling besar di kedua Sub DAS, dan indeks LS terbesar. Menurut Arsyad (2006), kemiringan lereng selain memperbesar jumlah aliran permukaan juga memperbesar energi angkut air. Sub DAS Cibadak yang berupa lahan terbuka memiliki laju erosi 818,8 kali lebih besar dibandingkan dengan laju erosi di Sub DAS Cipeureu yang memiliki tutupan lahan berupa hutan. Keberadaan hutan yang lebat dan tajuk berlapis di Sub DAS Cipeureu, melindungi tanah dari tumbukan air hujan. Selain itu serasah yang tebal selain menahan tumbukan air hujan, juga memperlambat aliran permukaan sehingga tanah terlindungi dari pengikisan. Sedangkan Sub DAS Cibadak yang berupa lahan terbuka tanpa vegetasi, tidak terjadi pengurangan energi tumbukan dan laju aliran permukaan, sehingga air hujan yang turun akan

60 45 cepat menghancurkan agregat tanah dan mengikisnya serta mengangkut butirbutir tanah. Namun demikian besarnya erosi di Sub DAS Cibadak diduga lebih besar (overestimate) dari yang sebenarnya terjadi, hal ini dilihat dari muatan sedimen dan perhitungan berdasarkan nisbah pengangkutan sedimen (sediment delivery ratio, SDR) sebagaimana dijelaskan berikut ini. 5.5 Perhitungan Erosi dengan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) Salah satu cara untuk menghitung besarnya hasil erosi dari suatu daerah tangkapan air adalah melalui perhitungan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment Delivery Ratio). Perhitungan besarnya SDR dianggap penting dalam menentukan prakiraan yang realistis besarnya hasil erosi total. Perhitungan nilai SDR dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satunya yaitu dengan menggunakan luas daerah tangkapan air (Sub DAS) sebagaimana disajikan dalam persamaan (1). Hasil perhitungan erosi dengan pendekatan SDR dan USLE di kedua Sub DAS pengamatan disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Perhitungan erosi dengan nilai Sediment Delivery Ratio (SDR) berdasarkan pendekatan fisik Sub DAS No Sub DAS Luas SDR 1) 2) Laju Sedimen (QS) 3) Laju Erosi(ton/ha/thn) (ha) (ton/ha/thn) 1 Cipeureu 17,97 0,52 0,98 3,43 6,57 3,49 3,43 4) 5) 6) USLE 2 Cibadak 5,28 0,67 0,002 6,36 9, ,46 6,36 Keterangan: 1) Dihitung menggunakan persamaan SDR = -0,02 + 0,385 A -0,2 2) Dihitung dengan perbandingan kolom (3)/kolom (5 ) 3) Hasil pengukuran muatan sedimen 4) Dihitung dengan perbandingan kolom (3 )/kolom (1 ) 5) Pendugaan menggunakan USLE 6) Menggunakan asumsi SDR = 1 Berdasarkan Tabel 15, nilai SDR berdasarkan pendekatan luas (1) Sub DAS Cipeureu lebih kecil dibandingkan Sub DAS Cibadak. Sedangkan nilai SDR berdasarkan rasio muatan sedimen dengan dugaan erosi permukaan menurut USLE (2) sebaliknya, yaitu SDR Sub DAS Cipeureu lebih besar dibandingkan Sub DAS Cibadak. Hasil perhitungan yang kedua berlawanan dengan yang pertama. Pengaruh luas DAS terhadap SDR dijelaskan oleh Robinson (1979) diacu dalam Arsyad (2006) bahwa semakin luas suatu DAS akan semakin menurun SDR, tapi penurunannya tidak linear. Terlihat dari nilai SDR (1) di Sub

61 46 DAS Cipeureu yang lebih kecil dibandingkan dengan SDR di Sub DAS Cibadak karena wilayah Sub DAS Cipeureu yang lebih luas dibandingkan Sub DAS Cibadak. Nilai SDR tidak hanya dipengaruhi oleh faktor luas DAS tapi juga faktor-faktor lain, diantaranya sifat sedimen (terutama distribusi ukuran butir) dan laju aliran air melalui sungai; geomorfologi, faktor lingkungan, lokasi sumber sedimen, karakteristik relief dan kemiringan, pola drainase dan kondisi saluran penutup lahan, tata guna lahan, dan tekstur tanah (William dan Berndt 1972 dalam Suripin 2001). Dengan menggunakan asumsi seluruh erosi permukaan menjadi muatan sedimen (SDR = 1), maka nilai maksimum erosi permukaan di Sub DAS Cibadak adalah 6,36 ton/ha/th. Hal ini menunjukkan bahwa erosi permukaan hasil pendugaan menggunakan USLE di Sub DAS Cibadak overestimate. 5.6 Tingkat Bahaya Erosi Jenis tanah di Sub DAS Cipeureu adalah podsolik dan latosol, sedangkan di Sub DAS Cibadak adalah podsolik. Menurut Soil Survey Staff (1999) tanah di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak termasuk jenis tanah yang memiliki solum > 90 cm. Namun demikian, tanah di Sub DAS Cibadak telah mengalami degradasi, sehingga tidak memiliki sifat alami kedalaman solum, yaitu solum tanah yang ada di lapangan telah menjadi sangat tipis < 30 cm. Berdasarkan solum tanah dan kriteria TBE (Tabel 8), laju erosi di Sub DAS Cipeureu (3,43 ton/ha/th) termasuk kelas Sangat Ringan (SR), sedangkan laju erosi di Sub DAS Cibadak (6,36 ton/ha/th) termasuk kelas Berat (B).

62 47 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Sub DAS berhutan (Sub DAS Cipeureu) mentransformasikan hujan menjadi limpasan sebesar 35%, laju sedimen (0,0015 mm/hari) dan erosi permukaan tergolong sangat ringan (SR). Sedangkan Sub DAS tanah kosong (Sub DAS Cibadak), mentransformasikan hujan menjadi limpasan 52% lebih besar dari Sub DAS berhutan, laju sedimen 0,02 mm/hari lebih besar dari laju sedimen di Sub DAS berhutan, dan erosi permukaan termasuk kelas berat (B). 2. Hasil pendugaan erosi permukaan menggunakan pendekatan USLE, yang dibandingkan dengan laju sedimen, dan hasil pendugaan menggunakan SDR cenderung overestimate, terutama untuk Sub DAS/ lahan kosong. 6.2 Saran 1. Pengukuran hujan wilayah dengan menggunakan data dari stasiunstasiun pengukur curah hujan kurang dapat memberikan gambaran kejadian hujan wilayah yang sebenarnya, sehingga untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik perlu menggunakan data hasil pengukuran hujan lebih dari satu yang terpasang dengan baik untuk mewakili wilayah. 2. Pengamatan transformasi hujan menjadi aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi perlu dilakukan dalam waktu yang lebih lama untuk dapat mewakili variasi curah hujan di wilayah tersebut, sehingga nilai pendugaan rata-rata tahunan dapat lebih baik. 3. Diperlukan adanya kegiatan konservasi tanah dan air di Sub DAS Cibadak dan lahan sekitarnya yang serupa dengan lahan di Sub DAS Cibadak untuk menurunkan laju erosi permukaan dan sedimen di sungai.

63 48 DAFTAR PUSTAKA Aronof GIS a management perspective. Canada: WDL Publication. Arsyad S Pengawetan Tanah dan Air. Bogor: Fakultas Pertanian Departemen Ilmu-ilmu Tanah IPB Pemanfaatan Iklim dalam Mendukung Pengembangan Pertanian. Bogor: Penerbit IPB Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit IPB (IPB Press). Asdak C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Auerswald K Predicted and measured sediment loads of large watersheds in Bauaria. 5 th International Symposium on River Sedimentation; Karlsruhe. Hlm Baver LD Soil Physics. New York: John Willey and Sons, Inc. Bhestari PA Integrasi konsep keruangan dalam model prediksi erosi USLE (Universal Soil Loss Equation) di Sub DAS Ciliwung Hulu[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bols PL The Isoerodent Map of Java and Madura. Belgian Technical Assistance Project ATA. Indonesia: Soil Research Institute Bogor. Departemen Kehutanan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Jakarta. Dudal R, M. Soepraptohardjo Soil classification in Indonesia. Contr. Gen. Agriculture. Res. Sta (148) Bogor. Kementerian Kehutanan STATISTIK KEHUTANAN INDONESIA 2008 (Forestry Statistics of Indonesia 2008). Jakarta: Kementerian Kehutanan. Fermanto I Masukan hara melalui curah hujan, air tembus dan aliran batang pada tegakan pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii) dan agathis (Agathis loranthifolia) di DAS CIPEUREU, HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Cetakan ke-4. Jakarta: Akademika Pressindo.

64 49 Hardjowigeno S, Sukmana S Menentukan Tingkat Bahaya Erosi. Laporan Teknis No. 16, CSAR, Bogor. 42 hal. Haridjaja O Pengantar Fisika Tanah. Bogor: IPLPP-IPB. Hermiawati L Analisis perbandingan pendugaan erosi menggunakan metode USLE dan unit SPAS pada model DAS mikro [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Manan S Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor., Hendrayanto, Omo R Pengaruh penjarangan ringan di hutan tanaman campuran di Sub DAS Cipeureu, Gunung Walat terhadap jumlah dan mutu air sungai [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Morgan RPC Soil Erosion and Conservation. New York :Longman Group. Morris GL, Fan J Reservoir Sedimentation Handbook. New York: McGrawHill. Nugraha D Pendugaan erosi menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan metode morgan, morgan, dan finney: studi kasus di RPH Tanggulun, BKPH Kalijati, KPH Purwakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Nuhayati Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung Poerwowidodo Pokok-pokok Bahasan Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Panduan Praktikum Konservasi Tanah dan Air. Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Prahasta E Sistem Informasi Geografi. Bandung: INFORMATIKA. Purnama NE Pendugaan erosi dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) di Situ Bojongsari Depok [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahim SE Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.

65 50 Rahmi R Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam pendugaan erosi dengan pendekatan USLE (Universal Soil Loss Equation) di Sub DAS Cibojong Serang [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Seta AK Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam Mulia. Seyhan E Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Shen HW Wash Load and Bed Load. Chapter 11. River Mechanics, H. W. Shen, ed., John Wiley and sons. New York. Siddik IS Aliran permukaan dan erosi pada hutan alam dan hutan tanaman industri di PT Wirakarya Sakti Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Soil Survey Staff Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia. PPT dan Agroklimat. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suripin Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Sutrisno SN Pendugaan erosi skala daerah aliran sungai berdasarkan erosi pada lahan [Disertasi]. Bogor: Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Walkey A, Black IA An examination of the degtjareff method for determining organic matter. Soil Sci. Wischmeier WH, Mannering JV Relation of soil properties to its erodibility. Soil Sci. Soc. Amer. Proc , Smith DD Predicting Rainfall Erosion Losses a Guide to Conservation Planning. U. S. Dept. of Agriculture, Agric. Handb. No U. S. Government Printing. Washington.

66 LAMPIRAN 51

67 Lampiran 1 Data curah hujan bulanan Stasiun Hujan Sekarwangi Kecamatan Cibadak Tahun B u l a n (mm) Informasi Jan. Peb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Agt. Sep. Okt. Nop. Des. Total Jumlah CH (mm) , ,4 150, ,7 234, Hari Hujan Hmax ,6 41, Jumlah CH (mm) 194,1 185, , ,6 9,2 42, , Hari Hujan Hmax 43, ,8 16, ,2 6, ,3 346 Jumlah CH (mm) 64, ,6 324, , , ,3 400, Hari Hujan Hmax 17,5 47,2 32, ,5 12, , , Jumlah CH (mm) 166,8 281, Hari Hujan Hmax Jumlah CH (mm) Hari Hujan Hmax Jumlah CH (mm) Hari Hujan Hmax Rata-rata CH Bulanan 146,5 292,7 307,6 151,7 185,5 156,9 90,7 66,3 102,7 231,5 271,8 340,2 52

68 Lampiran 2 Data curah hujan Stasiun Sekarwangi selama pengamatan di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak Waktu Mei 2010 Juli 2010 Curah hujan (mm) Agust Lampiran 3 Data debit dan Tinggi Muka Air (TMA) Sub DAS Cipeureu Tanggal Rataan Rataan v Rataan Rataan Waktu TMA s v pelampung (m/s) γ v air A ta (s) ta pelampung v air A Q Q (m) (m) I II III (s) I II III (m/s) (m/s) (m/s) (m 2 ) (m 2 ) (m 3 /s) (mm/hari) 10-Mei ,131 7,1 9,32 9,52 9,37 9,40 0,76 0,75 0,76 0,755 0,954 0,720 0, ,111 7,1 9,9 9,5 9,17 9,52 0,72 0,75 0,77 0,746 0,954 0,712 0,709 0,028 0,029 0,021 9, ,105 7,1 9,63 9,4 10,25 9,76 0,74 0,76 0,69 0,728 0,954 0,695 0, Mei ,105 7,1 10,32 10,4 10,3 10,34 0,69 0,68 0,69 0,687 0,954 0,655 0, ,101 7,1 10,9 10,94 10,57 10,80 0,65 0,65 0,67 0,657 0,954 0,627 0,636 0,025 0,025 0,016 7, ,098 7,1 10,76 10,83 10,8 10,80 0,66 0,66 0,66 0,658 0,954 0,627 0, Mei ,097 7,1 10,68 10,78 10,37 10,61 0,66 0,66 0,68 0,669 0,954 0,638 0, ,092 7,1 10,75 10,65 10,37 10,59 0,66 0,67 0,68 0,671 0,954 0,639 0,659 0,023 0,025 0,017 8, ,115 7,1 9,97 9,37 9,72 9,69 0,71 0,76 0,73 0,733 0,954 0,699 0, Mei ,095 7,1 10,59 10,62 10,81 10,67 0,67 0,67 0,66 0,665 0,954 0,634 0, ,091 7,1 10,3 10,64 10,34 10,43 0,69 0,67 0,69 0,681 0,954 0,649 0,671 0,023 0,026 0,018 8, ,125 7,1 9,11 9,2 9,58 9,30 0,78 0,77 0,74 0,764 0,954 0,729 0, Mei ,102 7,1 9,95 10,2 10,4 10,18 0,71 0,70 0,68 0,697 0,954 0,665 0, ,095 7,1 9,95 10,14 10,42 10,17 0,71 0,70 0,68 0,698 0,954 0,666 0,668 0,024 0,024 0,016 7, ,093 7,1 9,1 10,8 10,5 10,13 0,78 0,66 0,68 0,705 0,954 0,672 0, Mei ,098 7,1 9,88 9,72 9,32 9,64 0,72 0,73 0,76 0,737 0,954 0,703 0, ,096 7,1 9,65 9,42 9,6 9,56 0,74 0,75 0,74 0,743 0,954 0,709 0,689 0,024 0,024 0,017 7, ,095 7,1 10,58 10,4 9,97 10,32 0,67 0,68 0,71 0,689 0,954 0,657 0, Mei ,101 7,1 10,38 10,34 9,88 10,20 0,68 0,69 0,72 0,696 0,954 0,664 0, ,103 7,1 10,4 10,2 10,63 10,41 0,68 0,70 0,67 0,682 0,954 0,651 0,651 0,026 0,026 0,017 8, ,108 7,1 10,7 10,8 10,35 10,62 0,66 0,66 0,69 0,669 0,954 0,638 0,027 53

69 Lampiran 3 Lanjutan Tanggal TMA s ta (s) Rataan ta v pelampung (m/s) Rataan v pelampung v air Rataan v air A Rataan A Q Q Waktu γ (m) (m) I II III (s) I II III (m/s) (m/s) (m/s) (m 2 ) (m 2 ) (m 3 /s) (mm/hari) 12-Jul ,096 7,1 9,42 9,36 9,18 9,32 0,75 0,76 0,77 0,762 0,954 0,727 0, ,092 7,1 10,4 10,24 9,79 10,13 0,69 0,69 0,73 0,702 0,954 0,669 0,703 0,023 0,024 0,017 7, ,095 7,1 9,58 9,61 9,27 9,49 0,74 0,74 0,77 0,749 0,954 0,714 0, Jul ,093 7,1 10,6 10,61 10,69 10,64 0,67 0,67 0,66 0,667 0,954 0,636 0, ,108 7,1 9,71 8,73 9,31 9,25 0,73 0,81 0,76 0,769 0,954 0,733 0,694 0,027 0,025 0,018 8, ,101 7,1 9,58 9,59 9,29 9,49 0,74 0,74 0,76 0,749 0,954 0,714 0, Jul ,094 7,1 9,18 10,52 9,18 9,63 0,77 0,67 0,77 0,741 0,954 0,706 0, ,087 7,1 10,3 10,3 9,96 10,19 0,69 0,69 0,71 0,697 0,954 0,665 0,691 0,022 0,022 0,015 7, ,086 7,1 9,07 10,74 9,29 9,70 0,78 0,66 0,76 0,736 0,954 0,702 0, Jul ,102 7,1 10,3 9,18 9,18 9,55 0,69 0,77 0,77 0,745 0,954 0,711 0, ,101 7,1 9,96 9,18 10,3 9,81 0,71 0,77 0,69 0,725 0,954 0,692 0,679 0,025 0,025 0,017 8, ,098 7, ,54 11,51 10,69 0,71 0,67 0,62 0,666 0,954 0,635 0, Jul ,095 7,1 9,52 9,69 10,13 9,78 0,75 0,73 0,70 0,726 0,954 0,693 0, ,099 7,1 9,99 10,28 9,9 10,06 0,71 0,69 0,72 0,706 0,954 0,673 0,686 0,025 0,024 0,016 7, ,093 7,1 9,84 9,78 9,77 9,80 0,72 0,73 0,73 0,725 0,954 0,691 0, Jul ,095 7,1 10,2 10,29 10,6 10,35 0,70 0,69 0,67 0,686 0,954 0,654 0, ,092 7,1 10,1 9,86 9,79 9,91 0,70 0,72 0,73 0,716 0,954 0,683 0,687 0,023 0,025 0,017 8, ,110 7,1 9,49 9,27 9,36 9,37 0,75 0,77 0,76 0,758 0,954 0,722 0, Jul ,100 7,1 9,85 9,94 9,85 9,88 0,72 0,71 0,72 0,719 0,954 0,685 0, ,100 7,1 10,1 10,08 10,57 10,26 0,70 0,70 0,67 0,693 0,954 0,660 0,687 0,025 0,026 0,018 8, ,110 7,1 9,89 9,2 9,28 9,46 0,72 0,77 0,77 0,752 0,954 0,717 0, Jul ,095 7,1 10,5 10,55 10,42 10,48 0,68 0,67 0,68 0,677 0,954 0,646 0, ,097 7,1 10,8 9,8 9,95 10,18 0,66 0,72 0,71 0,698 0,954 0,666 0,653 0,024 0,025 0,016 7, ,102 7,1 10,2 10,47 10,7 10,46 0,70 0,68 0,66 0,679 0,954 0,648 0, Jul ,1 9,01 8,62 8,85 8,83 0,79 0,82 0,80 0,805 0,954 0,767 0, ,119 7,1 8,77 8,93 8,99 8,90 0,81 0,80 0,79 0,798 0,954 0,761 0,765 0,030 0,030 0,023 11, ,119 7,1 8,83 8,99 8,65 8,82 0,80 0,79 0,82 0,805 0,954 0,768 0, Jul ,110 7,1 9,22 9,24 9,25 9,24 0,77 0,77 0,77 0,769 0,954 0,733 0, ,120 7,1 7,97 8,72 7,66 8,12 0,89 0,81 0,93 0,877 0,954 0,837 0,824 0,030 0,028 0,023 10, ,100 7,1 7 7,49 8,1 7,53 1,01 0,95 0,88 0,946 0,954 0,902 0, Jul ,110 7,1 9,51 8,94 9,15 9,20 0,75 0,79 0,78 0,772 0,954 0,736 0, ,107 7,1 8,95 8,98 9,08 9,00 0,79 0,79 0,78 0,789 0,954 0,752 0,734 0,027 0,027 0,020 9, ,107 7,1 9,25 9,79 9,42 9,49 0,77 0,73 0,75 0,749 0,954 0,714 0,027 54

70 Lampiran 3 Lanjutan Tanggal Rataan Rataan v Rataan v Rataan TMA s ta (s) v pelampung (m/s) v air A Waktu ta pelampung γ air A Q Q (m) (m) I II III (s) I II III (m/s) (m/s) (m/s) (m 2 ) (m 2 ) (m 3 /s) (mm/hari) 23-Jul ,110 7,1 7,82 8,5 8,16 8,16 0,91 0,84 0,87 0,871 0,954 0,831 0, ,105 7,1 8,53 8,78 8,7 8,67 0,83 0,81 0,82 0,819 0,954 0,781 0,794 0,026 0,027 0,021 10, ,107 7,1 8,37 8,94 9,1 8,80 0,85 0,79 0,78 0,808 0,954 0,770 0, Jul ,109 7,1 8,1 8 7,9 8,00 0,88 0,89 0,90 0,888 0,954 0,846 0, ,106 7,1 8,2 8,4 8,4 8,33 0,87 0,85 0,85 0,852 0,954 0,813 0,828 0,027 0,027 0,022 10, ,107 7,1 8,1 8,2 8,3 8,20 0,88 0,87 0,86 0,866 0,954 0,826 0, Jul ,105 7,1 8,3 7,9 8,1 8,10 0,86 0,90 0,88 0,877 0,954 0,836 0, ,104 7,1 8,3 8,3 8 8,20 0,86 0,86 0,89 0,866 0,954 0,826 0,791 0,026 0,026 0,020 9, ,101 7,1 9,31 9,8 9,48 9,53 0,76 0,72 0,75 0,745 0,954 0,711 0, Jul ,104 7,1 9,65 9,48 9,32 9,48 0,74 0,75 0,76 0,749 0,954 0,714 0, ,093 7,1 9,81 9,64 9,78 9,74 0,72 0,74 0,73 0,729 0,954 0,695 0,694 0,023 0,025 0,017 8, ,099 7, ,05 10,12 10,07 0,71 0,71 0,70 0,705 0,954 0,672 0, Jul ,097 7,1 10,1 10,22 10,24 10,20 0,70 0,69 0,69 0,696 0,954 0,664 0, ,098 7,1 10,1 10,16 10,18 10,15 0,70 0,70 0,70 0,699 0,954 0,667 0,666 0,025 0,024 0,016 7, ,098 7,1 10,1 10,13 10,16 10,13 0,70 0,70 0,70 0,701 0,954 0,669 0, Jul ,105 7,1 9 10,2 9,46 9,55 0,79 0,70 0,75 0,745 0,954 0,711 0, ,094 7,1 10,7 10,14 10,16 10,33 0,66 0,70 0,70 0,688 0,954 0,656 0,676 0,024 0,024 0,016 7, ,089 7,1 10,2 10,27 10,25 10,25 0,69 0,69 0,69 0,693 0,954 0,661 0, Jul ,092 7,1 10,9 10,85 10,96 10,89 0,65 0,65 0,65 0,652 0,954 0,622 0, ,089 7,1 10,6 10,52 10,63 10,59 0,67 0,67 0,67 0,670 0,954 0,639 0,660 0,022 0,027 0,018 8, ,142 7,1 9,52 9,41 9,3 9,41 0,75 0,75 0,76 0,755 0,954 0,720 0, Jul ,093 7,1 11,7 11,96 11,63 11,78 0,60 0,59 0,61 0,603 0,954 0,575 0, ,089 7,1 11,3 11,74 11,3 11,44 0,63 0,60 0,63 0,621 0,954 0,592 0,589 0,022 0,023 0,013 6, ,089 7,1 11,2 11,07 11,63 11,29 0,64 0,64 0, ,954 0,600 0, Jul ,085 7,1 11,1 11,07 11,96 11,37 0,64 0,64 0,59 0,625 0,954 0,596 0, ,083 7,1 11,2 11,18 11,18 11,18 0,64 0,64 0,64 0,635 0,954 0,606 0,594 0,021 0,021 0,012 5, ,082 7,1 11,6 11,07 12,3 11,67 0,61 0,64 0,58 0,610 0,954 0,581 0, Agust ,082 7,1 11,1 11,18 12,3 11,52 0,64 0,64 0,58 0,618 0,954 0,589 0, ,575 0,020 0,012 5, ,081 7,1 11,2 11,52 11,33 11,35 0,63 0,62 0,63 0,625 0,954 0,596 0, ,077 7,1 12,6 12,28 12,83 12,56 0,56 0,58 0,55 0,565 0,954 0,539 0,019 55

71 Lampiran 4 Data debit dan Tinggi Muka Air (TMA) Sub DAS Cibadak Tanggal Waktu TMA (m) Lebar Waktu tempuh pelampung (s) v pelampung (m/s) γ v air (m/s) A-1 A-2 A-3 A-4 A Q Q I II III (,m) t-i t-ii t-iii I II III I II III (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 3 /s) 10-Mei ,015 0,045 0,031 0,451 15,55 14,71 14,96 0,29 0,31 0,30 0,95 0,28 0,29 0,29 0,001 0,005 0,006 0,001 0, ,015 0,055 0,028 0,49 14,61 15,22 15,86 0,31 0,30 0,28 0,95 0,29 0,28 0,27 0,001 0,006 0,007 0,001 0, ,025 0,065 0,029 0,545 11,61 12,44 8,20 0,39 0,36 0,55 0,95 0,37 0,34 0,52 0,001 0,008 0,009 0,001 0, Mei ,029 0,06 0,032 0,57 13,72 14,29 9,53 0,33 0,31 0,47 0,95 0,31 0,30 0,45 0,001 0,008 0,009 0,002 0, ,022 0,055 0,025 0,49 17,18 15,82 11,16 0,26 0,28 0,40 0,95 0,25 0,27 0,38 0,001 0,006 0,007 0,001 0, ,026 0,056 0,027 0,524 18,93 13,82 11,09 0,24 0,33 0,41 0,95 0,23 0,31 0,39 0,001 0,007 0,007 0,001 0, Mei ,028 0,055 0,031 0,525 20, ,11 0,22 0,21 0,32 0,95 0,21 0,20 0,30 0,001 0,007 0,008 0,001 0, ,022 0,052 0,02 0,49 24,2 22,6 15,76 0,19 0,20 0,29 0,95 0,18 0,19 0,27 0,001 0,006 0,006 0,001 0, ,017 0,054 0,02 0,458 18,6 16,9 11,99 0,24 0,27 0,38 0,95 0,23 0,25 0,36 0,001 0,005 0,006 0,001 0, Mei ,028 0,055 0,03 0,53 21,02 19,25 13,60 0,21 0,23 0,33 0,95 0,20 0,22 0,32 0,001 0,007 0,008 0,001 0, ,029 0,056 0,029 0,502 22,84 23,22 15,52 0,20 0,19 0,29 0,95 0,19 0,18 0,28 0,001 0,007 0,007 0,001 0, ,03 0,058 0,032 0,544 24,17 22,21 15,64 0,19 0,20 0,29 0,95 0,18 0,19 0,27 0,001 0,008 0,008 0,001 0, Mei ,032 0,06 0,033 0,577 14,07 14,94 9,86 0,32 0,30 0,46 0,95 0,30 0,29 0,44 0,002 0,009 0,009 0,002 0, ,027 0,057 0,029 0,54 18,84 17,02 12,13 0,24 0,26 0,37 0,95 0,23 0,25 0,35 0,001 0,008 0,008 0,001 0, ,028 0,058 0,03 0,562 18,45 14,44 11,15 0,24 0,31 0,40 0,95 0,23 0,30 0,38 0,001 0,008 0,008 0,001 0, Mei ,031 0,06 0,031 0,57 19,9 18,3 12,92 0,23 0,25 0,35 0,95 0,22 0,23 0,33 0,001 0,009 0,009 0,001 0, ,031 0,06 0,032 0,585 18,6 23,3 14,16 0,24 0,19 0,32 0,95 0,23 0,18 0,30 0,002 0,009 0,009 0,002 0, ,03 0,059 0,03 0,561 19,3 20,4 13,42 0,23 0,22 0,34 0,95 0,22 0,21 0,32 0,001 0,008 0,008 0,001 0, Mei ,032 0,061 0,033 0,59 19,43 16,57 12,20 0,23 0,27 0,37 0,95 0,22 0,26 0,35 0,002 0,009 0,009 0,002 0, ,03 0,06 0,031 0,574 18,79 15,6 11,65 0,24 0,29 0,39 0,95 0,23 0,28 0,37 0,001 0,009 0,009 0,001 0, ,032 0,062 0,034 0,589 17,86 17,87 12,11 0,25 0,25 0,37 0,95 0,24 0,24 0,35 0,002 0,009 0,009 0,002 0,022 (mm/ hari) 0,005 8,367 0,006 9,125 0,004 5,757 0,004 6,540 0,006 9,773 0,005 8,271 0,006 9,797 56

72 Lampiran 4 Lanjutan Tanggal TMA (m) Lebar Waktu tempuh pelampung (s) v pelampung (m/s) v air (m/s) A-1 A-2 A-3 A-4 A Q Q Waktu γ I II III (m) t-i t-ii t-iii I II III I II III (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 3 /s) (mm/hari) 12-Jul ,033 0,066 0,035 0,602 14,66 12,13 9,13 0,31 0,37 0,49 0,95 0,29 0,35 0,47 0,002 0,010 0,010 0,002 0, ,025 0,051 0,028 0,52 17,24 20,31 12,69 0,26 0,22 0,35 0,95 0,25 0,21 0,34 0,001 0,007 0,007 0,001 0,016 0,006 9, ,026 0,055 0,031 0,541 18,32 19,36 12,74 0,25 0,23 0,35 0,95 0,23 0,22 0,34 0,001 0,007 0,008 0,001 0, Jul ,028 0,053 0,029 0,53 14,7 14,28 9,84 0,31 0,32 0,46 0,95 0,29 0,30 0,44 0,001 0,007 0,007 0,001 0, ,025 0,05 0,025 0,501 17,21 15,78 11,16 0,26 0,29 0,40 0,95 0,25 0,27 0,38 0,001 0,006 0,006 0,001 0,015 0,005 8, ,027 0,056 0,028 0,535 18,65 13,79 10,99 0,24 0,33 0,41 0,95 0,23 0,31 0,39 0,001 0,007 0,007 0,001 0, Jul ,028 0,057 0,029 0,54 14,66 14,87 10,02 0,31 0,30 0,45 0,95 0,29 0,29 0,43 0,001 0,008 0,008 0,001 0, ,022 0,054 0,025 0,505 15,68 15,9 10,70 0,29 0,28 0,42 0,95 0,27 0,27 0,40 0,001 0,006 0,007 0,001 0,015 0,006 9, ,026 0,058 0,033 0,552 14,21 13,31 9,36 0,32 0,34 0,48 0,95 0,30 0,32 0,46 0,001 0,008 0,008 0,002 0, Jul ,029 0,06 0,034 0,56 11,72 12,43 8,24 0,38 0,36 0,55 0,95 0,37 0,35 0,52 0,001 0,008 0,009 0,002 0, ,023 0,056 0,029 0,509 11,3 11,48 7,76 0,40 0,39 0,58 0,95 0,38 0,37 0,55 0,001 0,007 0,007 0,001 0,016 0,008 13, ,038 0,062 0,039 0,631 12,36 14,55 9,18 0,36 0,31 0,49 0,95 0,35 0,29 0,47 0,002 0,011 0,011 0,002 0, Jul ,042 0,073 0,046 0,7 14,66 12,13 9,16 0,31 0,37 0,49 0,95 0,29 0,35 0,47 0,002 0,013 0,014 0,003 0, ,035 0,067 0,038 0,625 15,21 13,56 9,80 0,30 0,33 0,46 0,95 0,28 0,32 0,44 0,002 0,011 0,011 0,002 0,025 0,010 16, ,036 0,068 0,039 0,623 14,6 12,82 9,35 0,31 0,35 0,48 0,95 0,29 0,33 0,46 0,002 0,011 0,011 0,002 0, Jul ,04 0,07 0,043 0,67 16,01 13,76 10,15 0,28 0,33 0,44 0,95 0,27 0,31 0,42 0,002 0,012 0,013 0,002 0, ,033 0,062 0,037 0,59 16,08 14,79 10,49 0,28 0,30 0,43 0,95 0,27 0,29 0,41 0,002 0,009 0,010 0,002 0,023 0,008 12, ,023 0,056 0,033 0,516 14,58 12,51 9,20 0,31 0,36 0,49 0,95 0,29 0,34 0,47 0,001 0,007 0,008 0,001 0, Jul ,035 0,065 0,036 0,59 13,16 15,41 9,72 0,34 0,29 0,46 0,95 0,33 0,28 0,44 0,002 0,010 0,010 0,002 0, ,023 0,052 0,029 0,5 16,15 17,05 11,23 0,28 0,26 0,40 0,95 0,27 0,25 0,38 0,001 0,006 0,007 0,001 0,015 0,006 9, ,025 0,05 0,031 0,512 14,13 14,35 9,66 0,32 0,31 0,47 0,95 0,30 0,30 0,44 0,001 0,006 0,007 0,001 0, Jul ,037 0,066 0,038 0,6 19,27 16,71 12,19 0,23 0,27 0,37 0,95 0,22 0,26 0,35 0,002 0,010 0,010 0,002 0, ,025 0,051 0,027 0,505 17,26 20,03 12,60 0,26 0,22 0,36 0,95 0,25 0,21 0,34 0,001 0,006 0,007 0,001 0,015 0,005 8, ,025 0,052 0,028 0,51 19,21 15,22 11,65 0,23 0,30 0,39 0,95 0,22 0,28 0,37 0,001 0,007 0,007 0,001 0, Jul ,036 0,066 0,039 0,61 12,6 14,69 9,30 0,36 0,31 0,48 0,95 0,34 0,29 0,46 0,002 0,010 0,011 0,002 0, ,03 0,062 0,031 0,57 10,36 11,91 7,61 0,43 0,38 0,59 0,95 0,41 0,36 0,56 0,001 0,009 0,009 0,001 0,020 0,010 15, ,033 0,064 0,0365 0,602 9,68 11,54 7,27 0,46 0,39 0,62 0,95 0,44 0,37 0,59 0,002 0,010 0,010 0,002 0, Jul ,038 0,066 0,04 0,61 10,73 12,34 7,89 0,42 0,36 0,57 0,95 0,40 0,35 0,54 0,002 0,011 0,011 0,002 0, ,033 0,063 0,028 0,58 14,24 14,78 9,87 0,32 0,30 0,46 0,95 0,30 0,29 0,43 0,002 0,009 0,009 0,001 0,021 0,008 13, ,029 0,058 0,027 0,539 14,89 16,28 10,57 0,30 0,28 0,43 0,95 0,29 0,26 0,41 0,001 0,008 0,008 0,001 0, Jul ,034 0,063 0,029 0,58 15,34 17,03 10,98 0,29 0,26 0,41 0,95 0,28 0,25 0,39 0,002 0,009 0,009 0,001 0, ,031 0,061 0,022 0,55 18,19 19,37 12,70 0,25 0,23 0,35 0,95 0,24 0,22 0,34 0,001 0,008 0,008 0,001 0,018 0,006 9, ,029 0,054 0,02 0,502 13,76 13,75 9,34 0,33 0,33 0,48 0,95 0,31 0,31 0,46 0,001 0,007 0,006 0,001 0,015 57

73 Lampiran 4 Lanjutan TMA (m) Lebar Waktu tempuh pelampung (s) v pelampung (m/s) v air (m/s) A-1 A-2 A-3 A-4 A Q Q Tanggal Waktu γ I II III (m) t-i t-ii t-iii I II III I II III (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 2 ) (m 3 (mm/h /s) ari) 23-Jul ,03 0,061 0,025 0,55 14,46 12,07 9,03 0,31 0,37 0,50 0,95 0,30 0,36 0,48 0,001 0,008 0,008 0,001 0, ,025 0,054 0,021 0,509 15,03 13,36 9,63 0,30 0,34 0,47 0,95 0,29 0,32 0,45 0,001 0,007 0,006 0,001 0,015 0,005 8, ,019 0,048 0,017 0,42 14,33 12,87 9,21 0,31 0,35 0,49 0,95 0,30 0,33 0,47 0,001 0,005 0,005 0,001 0, Jul ,021 0,052 0,022 0,494 10,77 12,41 7,89 0,42 0,36 0,57 0,95 0,40 0,35 0,54 0,001 0,006 0,006 0,001 0, ,016 0,046 0,019 0,43 14,18 14,23 9,61 0,32 0,32 0,47 0,95 0,30 0,30 0,45 0,001 0,004 0,005 0,001 0,010 0,004 6, ,014 0,044 0,017 0,408 14,92 16,32 10,55 0,30 0,28 0,43 0,95 0,29 0,26 0,41 0,001 0,004 0,004 0,001 0, Jul ,018 0,049 0,019 0,438 19,12 19,48 13,01 0,24 0,23 0,35 0,95 0,22 0,22 0,33 0,001 0,005 0,005 0,001 0, ,008 0,048 0,023 0,421 27,68 23,1 17,07 0,16 0,19 0,26 0,95 0,16 0,19 0,25 0,001 0,004 0,005 0,001 0,010 0,002 3, ,003 0,038 0,022 0,381 18,93 22,91 14,07 0,24 0,20 0,32 0,95 0,23 0,19 0,30 0,001 0,003 0,004 0,001 0, Jul ,016 0,049 0,019 0,43 16,03 13,56 10,01 0,28 0,33 0,45 0,95 0,27 0,32 0,43 0,001 0,005 0,005 0,001 0, ,004 0,04 0,008 0,338 15,92 14,52 10,26 0,28 0,31 0,44 0,95 0,27 0,30 0,42 0,001 0,002 0,003 0,000 0,006 0,002 3, ,001 0,0395 0,007 0,332 14,41 12,51 9,08 0,31 0,36 0,50 0,95 0,30 0,34 0,47 0,001 0,002 0,003 0,000 0, Jul ,007 0,042 0,01 0,361 14,65 12,2 9,07 0,31 0,37 0,50 0,95 0,29 0,35 0,47 0,001 0,003 0,003 0,000 0, ,006 0,041 0,009 0,355 10,23 11,88 7,49 0,44 0,38 0,60 0,95 0,42 0,36 0,57 0,001 0,003 0,003 0,000 0,006 0,003 4, ,01 0,045 0,012 0,392 9,73 11,52 7,21 0,46 0,39 0,62 0,95 0,44 0,37 0,59 0,001 0,004 0,004 0,000 0, Jul ,021 0,05 0,026 0,48 14,62 15,08 10,06 0,31 0,30 0,45 0,95 0,29 0,28 0,43 0,001 0,006 0,006 0,001 0, ,02 0,051 0,024 0,475 27,71 23,15 17,11 0,16 0,19 0,26 0,95 0,15 0,19 0,25 0,001 0,006 0,006 0,001 0,013 0,004 5, ,02 0,056 0,025 0,506 18,87 22,97 14,12 0,24 0,20 0,32 0,95 0,23 0,19 0,30 0,001 0,006 0,007 0,001 0, Jul ,025 0,057 0,029 0,52 21,63 23,69 15,28 0,21 0,19 0,29 0,95 0,20 0,18 0,28 0,001 0,007 0,007 0,001 0, ,025 0,059 0,028 0,525 25,44 23,75 16,57 0,18 0,19 0,27 0,95 0,17 0,18 0,26 0,001 0,007 0,008 0,001 0,017 0,005 8, ,029 0,06 0,03 0,55 12,6 12,69 8,61 0,36 0,35 0,52 0,95 0,34 0,34 0,50 0,001 0,008 0,008 0,001 0, Jul ,035 0,062 0,037 0,601 12,04 12,38 8,34 0,37 0,36 0,54 0,95 0,36 0,35 0,51 0,001 0,010 0,010 0,002 0, ,033 0,061 0,035 0,584 12,73 12,67 8,66 0,35 0,36 0,52 0,95 0,34 0,34 0,50 0,001 0,009 0,009 0,002 0,022 0,008 13, ,028 0,055 0,029 0,515 12,35 12,44 8,44 0,36 0,36 0,53 0,95 0,35 0,34 0,51 0,001 0,007 0,007 0,001 0, Jul ,034 0,061 0,037 0,591 15,86 12,81 9,75 0,28 0,35 0,46 0,95 0,27 0,33 0,44 0,001 0,009 0,010 0,002 0, ,024 0,053 0,029 0,514 15,44 13,75 9,90 0,29 0,33 0,45 0,95 0,28 0,31 0,43 0,001 0,007 0,007 0,001 0,016 0,006 9, ,022 0,05 0,025 0,482 17,94 13,49 10,64 0,25 0,33 0,42 0,95 0,24 0,32 0,40 0,001 0,006 0,006 0,001 0, Agust- 0,024 0,056 0,026 0,52 19,11 23,41 14,35 0,24 0,19 0,31 0,95 0,22 0,18 0,30 0,001 0,007 0,007 0,001 0, ,002 3, ,015 0,038 0,016 0,38 19,03 24,01 14,47 0,24 0,19 0,31 0,95 0,23 0,18 0,30 0,001 0,003 0,003 0,001 0, ,009 0,032 0,01 0,391 14,53 24,31 13,08 0,31 0,19 0,34 0,95 0,30 0,18 0,33 0,001 0,003 0,003 0,000 0,006 58

74 Lampiran 5 Data sedimentasi Sub DAS Cipeureu Tanggal 10-Mei Mei Mei Mei Mei Mei Mei Jul Jul-10 Waktu Berat Kertas Saring (mg) Berat Kertas Sedimen (mg) Sedimen (mg) Volume Air (l) TMA (m) Cs (mg/l) Q (m 3 /s) QS (ton/hari) ,06 0, ,7 0,024 0, ,06 0, ,7 0,020 0, ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, ,3 0,015 0, ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, ,7 0,023 0, ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, ,3 0,016 0, ,06 0, ,7 0,017 0, ,06 0, , ,06 0, ,3 0,016 0, ,06 0, ,7 0,017 0, ,06 0, ,7 0,017 0, ,06 0, ,7 0,017 0, ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, ,3 0,015 0, ,06 0, ,7 0,020 0, ,06 0, ,018 0 Rataan QS (ton/hari) QS (cm 3 /hari) QS (mm/hari) 0, ,648 0, , ,964 0,0010 0, ,221 0,0007 0, ,309 0,0010 0, ,337 0,0016 0, ,120 0, , ,095 0,

75 Lampiran 5 Lanjutan Tanggal 14-Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul-10 Waktu Berat Kertas Saring (mg) Berat Kertas Sedimen (mg) Sedimen (mg) Volume Air (l) TMA (m) Cs (mg/l) Q (m 3 /s) QS (ton/hari) ,06 0, ,7 0,017 0, ,06 0, ,7 0,014 0, ,06 0, ,7 0,015 0, ,06 0, ,7 0,018 0, ,06 0, ,7 0,017 0, ,06 0, ,7 0,016 0, ,06 0, ,3 0,016 0, ,06 0, ,7 0,017 0, ,06 0, ,7 0,016 0, ,044 0, , ,06 0, ,3 0,016 0, ,06 0,11 166,7 0,020 0, ,052 0,1 0 0, ,06 0,1 166,7 0,017 0, ,06 0,11 166,7 0,020 0, ,06 0, ,7 0,015 0, ,06 0, ,016 0, ,06 0, , ,06 0, ,7 0,023 0, ,06 0, ,7 0,023 0, ,06 0, ,023 0, ,06 0,11 0 0,020 0, ,06 0,12 0 0,025 0, ,06 0,1 0 0,023 0, ,06 0,11 166,7 0,020 0, ,06 0, ,7 0,020 0, ,06 0, ,7 0,019 0,275 Rataan QS (ton/hari) QS (cm 3 /hari) QS (mm/hari) 0, ,473 0,0031 0, ,754 0,0017 0, ,123 0,0022 0, ,907 0,0017 0, ,764 0,0012 0, ,517 0,0005 0, ,362 0, , ,716 0,

76 Lampiran 5 Lanjutan Tanggal 23-Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Agust-10 Waktu Berat Kertas Berat Kertas Sedimen Volume TMA Cs Q Q Saring (mg) Sedimen (mg) (mg) Air (l) (m) (mg/l) (m 3 /s) (ton/hari) ,06 0,11 0 0, ,06 0, ,3 0,021 0, ,06 0, ,7 0,021 0, ,06 0, , ,06 0, ,7 0,022 0, ,06 0, ,7 0,022 0, ,06 0, ,3 0,022 0, ,06 0, ,3 0,021 0, ,06 0, , ,06 0, ,7 0,019 0, ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, ,3 0,016 0, ,06 0, , ,06 0, ,7 0,019 0, ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, ,7 0,026 0, ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, , ,06 0, ,010 0 Rataan QS (ton/hari) QS (cm 3 /hari) QS (mm/hari) 0, ,633 0,0020 0, ,866 0,0014 0, ,447 0,0029 0, ,667 0,0006 0, ,713 0,0011 0, ,988 0,0006 0, ,860 0,

77 Lampiran 6 Data sedimentasi Sub DAS Cibadak Tanggal 10-Mei Mei Mei Mei Mei Mei Mei Jul Jul-10 Waktu Berat Kertas Saring (mg) Berat Kertas Sedimen (mg) Sedimen (mg) Volume Air (l) TMA (m) Cs (mg/l) Q (m 3 /s) QS (ton/hari) ,065 0, ,8 0,003 0, ,06 0, ,7 0,004 0, ,06 0, ,7 0,008 0, ,063 0, , ,063 0, , ,063 0, ,7 0,005 0, ,064 0, , ,063 0, ,7 0,003 0, ,064 0, ,8 0,004 0, ,064 0, , ,065 0, ,8 0,004 0, ,063 0, ,7 0,004 0, ,065 0, , ,065 0, , ,065 0, ,8 0,006 0, ,065 0, , ,065 0, ,8 0,005 0, ,063 0, , ,065 0, , ,065 0, , ,065 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, ,005 0 Rataan QS (ton/hari) QS (gr/hari) QS (cm 3 /hari) QS (mm/hari) 0, , ,000 0,0014 0, , ,031 0,0005 0, , ,679 0,0012 0, , ,666 0,0007 0, , ,958 0,0005 0, , ,962 0,

78 Lampiran 6 Lanjutan Tanggal 14-Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul-10 Waktu Berat Kertas Saring (mg) Berat Kertas Sedimen (mg) Sedimen (mg) Volume Air (l) TMA (m) Cs (mg/l) Q (m 3 /s) QS (ton/hari) ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, ,008 0, ,059 0, ,007 0, ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,056 0, ,1 0,009 0, ,059 0, ,5 0,010 0, ,059 0, ,007 0, ,059 0, ,006 0, ,059 0, ,008 0, ,059 0, ,005 0, ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, , ,059 0, ,009 0, ,059 0, ,5 0,011 0, ,059 0, ,011 0, ,059 0, ,5 0,007 0, ,059 0, ,5 0,006 0, ,05 0, , ,05 0, , ,059 0, , ,05 0, ,007 0, ,05 0, , ,05 0, ,004 0,133 Rataan QS (ton/hari) QS (gr/hari) QS (cm 3 /hari) QS (mm/hari) , , ,225 0,0029 0, , ,781 0,0019 0, , ,386 0,0035 0, , ,168 0, , , ,289 0,0028 0, , ,292 0, , , ,621 0,

79 Lampiran 6 Lanjutan Tanggal 24-Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Jul Agust-10 Waktu Berat Kertas Saring (mg) Berat Kertas Sedimen (mg) Sedimen (mg) Volume Air (l) TMA (m) Cs (mg/l) Q (m 3 /s) QS (ton/hari) ,05 0, ,006 0, ,05 0, ,004 0, ,05 0, ,003 0, ,05 0, ,003 0, ,05 0, ,002 0, ,05 0, ,002 0, ,037 0, ,8 0,004 0, ,036 0, , ,038 0, ,3 0,002 0, ,049 0, ,2 0,002 0, ,041 0, ,8 0,003 0, ,05 0, , ,042 0, ,1 0,005 0, ,039 0, ,4 0,003 0, ,038 0, ,3 0,004 0, ,048 0, ,3 0,004 0, ,045 0, ,4 0,004 0, ,05 0, ,007 0, ,05 0, ,009 0, ,047 0, ,5 0,009 0, ,035 0, ,4 0,007 0, ,05 0, ,008 0, ,05 0, ,005 0, ,05 0, ,004 0, ,05 0, , ,05 0, , ,05 0, ,002 0,028 Rataan QS (ton/hari) QS (gr/hari) QS-A (cm 3 /hari) QS (mm/hari) 0, , ,192 0,0045 0, , ,943 0,0024 0, , ,044 0,0022 0, , ,221 0,0013 0, , ,020 0,0021 0, , ,886 0,0047 0, , ,771 0,0052 0, , ,864 0,0029 0, , ,316 0,

80 Lampiran 7 Peta topografi Sub DAS Cipeureu 65

81 Lampiran 8 Peta topografi Sub DAS Cibadak 66

82 Lampiran 9 Peta jenis tanah Sub DAS Cipeureu 67

83 Lampiran 10 Peta jaringan sungai Sub DAS Cipeureu 68

84 Lampiran 11 Peta tutupan lahan Sub DAS Cipeureu 69

85 Lampiran 12 Hasil analisis sifat fisik tanah Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak 70

86 Lampiran 13 Nilai faktor erodibilitas (K) di Sub DAS Cipeureu Kode Tanah Kemiringan Jenis Tanah C- Organik (%) Bahan Organik (%) Kode BO Pasir Sangat Halus (%) Debu (%) Liat (%) Permeabilitas (cm/jam) Kode Permeabilitas A 0-5% Latosol 3,43 5,91 3 3,6 10,42 3,88 7,03 3 B 5-15% Latosol 5,1 8,79 3 1,74 10,99 5,51 9,48 3 C 15-35% Latosol 1,35 2,33 1 1,52 7,43 4,62 6,19 4 D Latosol 2,55 4,40 2 4,75 7,8 3,23 7,58 3 E 0-5% Podsolik 4,46 7,69 3 1,85 1,26 1,28 4,19 4 F 5-15% Podsolik 5,5 9,48 3 1,24 7,01 4,51 19,49 2 G 15-35% Podsolik 4,79 8,26 3 1,12 6,46 9,21 13,45 2 H 35-50% Podsolik 5,02 8,65 3 1,35 6,3 4,11 12,33 3 Lampiran 14 Nilai faktor erodibilitas (K) di Sub DAS Cibadak Struktur Granuler sedang-kasar Granuler sedang-kasar Granuler sedang-kasar Granuler sedang-kasar Granuler sedang-kasar Granuler sedang-kasar Granuler sedang-kasar Granuler sedang-kasar Kode Struktur K 3 0,10 3 0,09 3 0,11 3 0,10 3 0,07 3 0,05 3 0,04 3 0,07 Kode Tanah Kemiringan Jenis Tanah C- Organik (%) Bahan Organik (%) Kode BO Pasir Sangat Halus (%) Debu (%) Liat (%) Permeabilitas (cm/jam) Kode Permeabilitas Struktur Kode Struktur 7t 0-5% Podsolik 1,11 1,91 1 1,83 9,56 7,27 8,38 3 Granuler sedang-kasar 3 0,10 6t 5-15% Podsolik 1,67 2,88 1 1,58 10,13 10,8 7,29 3 Granuler sedang-kasar 3 0,10 3t 15-35% Podsolik 1,03 1,78 1 2,88 14,66 11,91 12,13 3 Granuler sedang-kasar 3 0,13 4t 35-50% Podsolik 0,72 1,24 0 1,02 13,01 8,61 5,39 4 Granuler sedang-kasar 3 0,15 K 71

87 Lampiran 15 Hasil analisis bahan organik dan tekstur tanah 72

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30 Persamaan Umum Kehilangan Tanah (Universal Soil Loss Equation) (USLE) (Wischmeier & Smith, 1969) A = R. K. L. S. C. P A = Jumlah Tanah Tererosi (Ton/Ha/Th) R = Jumlah Faktor Erosivitas Hujan (Joule) K

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU DELIMA LAILAN SARI NASUTION 060308013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. Menurut Singarimbun (1989 : 4) metode eksploratif yaitu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : 5.1 Kesimpulan 1. Sedimen pada Embung Tambakboyo dipengaruhi oleh erosi

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh : KRISTANTO NUGROHO NIRM. 02.6.106.09010.5.0021

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan penelitian. Pengertian lain dari metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau yang dapat menampung

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Analisis Hidrologi 1. Curah Hujan Wilayah Curah hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.sedimentasi merupakan akibat dari adanya

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

: Curah hujan rata-rata (mm) : Curah hujan pada masing-masing stasiun (mm) : Banyaknya stasiun hujan

: Curah hujan rata-rata (mm) : Curah hujan pada masing-masing stasiun (mm) : Banyaknya stasiun hujan BAB III LANDASAN TEORI A. Analisis Hidrologi 1. Curah Hujan Wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik dimana stasiun tersebut berada, sehingga hujan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi dan Akibatnya 1. Sifat dan Fungsi Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas yang mempunyai sifat dan perilaku

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) SKRIPSI Oleh HARRY PRANATA BARUS DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah Tabel Lampiran 1. Penilaian struktur tanah Tipe struktur Kode Granular sangat halus (very fine granular) 1 Granular halus (fine granular) 2 Granular sedang dan kasar (medium, coarse granular) 3 Gumpal,

Lebih terperinci

ANALISA UMUR KOLAM DETENSI AKIBAT SEDIMENTASI (Studi Kasus Kolan Detensi Ario Kemuning Palembang )

ANALISA UMUR KOLAM DETENSI AKIBAT SEDIMENTASI (Studi Kasus Kolan Detensi Ario Kemuning Palembang ) ANALISA UMUR KOLAM DETENSI AKIBAT SEDIMENTASI (Studi Kasus Kolan Detensi Ario Kemuning Palembang ) R.A. Sri Martini Email : ninik_kunc@yahoo.co.id Sudirman Kimi Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Adnan Sofyan dan Gunawan Hartono*) Abstrak : Erosi yang terjadi di Sub Das Kalimeja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat EnviroScienteae 10 (2014) 27-32 ISSN 1978-8096 STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS AIR (TSS DAN TDS) DAS SEJORONG, KECAMATAN SEKONGKANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH Usulan Penelitian Skripsi S-1 Program Studi Geografi Konsentrasi Sumberdaya Lahan Diajukan Oleh: AINUN NAJIB NIRM: 05.6.106.09010.50088

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI (The Prediction of Erosion and Sedimentation at Keduang Sub-Watershed in Wonogiri Regency) JOKO SUTRISNO 1, BUNASOR

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE SKRIPSI Oleh: MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR PETA... xiv INTISARI... xv ABSTRAK...

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Fungsinya Hutan memiliki fungsi sebagai pelindung, dalam hal ini berfungsi sebagai pengaturan tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN 44 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Menurut Arikunto (1988: 151), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah adalah sumber daya alam yang esensial bagi kelangsungan makhluk hidup. Tanah bersifat dinamis, selalu mengalami perubahan akibat dari penggunaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Erosi Metode yang digunakan pada pendugaan erosi adalah Persamaan 2.1 yaitu metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wishchmeier dan Smith (1978)

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA SKRIPSI Oleh: HOLONG MUNTE 060308042 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S1 Program Studi Geografi Oleh : JOKO TRIYATNO NIRM. 03.6.106.09010.5.0016

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka dan Way Semung, Wonosobo Kabupaten Tanggamus. DAS Sungai Way Semaka mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA Marizca Monica Rantung A. Binilang, E. M. Wuisan, F. Halim Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi email:brikaks_1505@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE.

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. Land resource damage caused by the land conversion and land use without

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai Asahan. harafiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai Asahan. harafiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Asahan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai terjemahan dari watershed secara harafiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air (Putro et al, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK Oleh: NURINA ENDRA PURNAMA F14104028 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG Suroso, M. Ruslin Anwar dan Mohammad Candra Rahmanto Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement.

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement. PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODA USLE PADA DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH DI DAERAH JALUR LINTAS BENGKULU-KEPAHIANG Yeza Febriani Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 32 1. Tempat Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sub Daerah Aliran Sungai Serayu Hulu. Sub Daerah Aliran Sungai Serayu Hulu meliputi Kecamatan

Lebih terperinci

DR. IR. AFANDI, M.P. PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR

DR. IR. AFANDI, M.P. PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR DR. IR. AFANDI, M.P. PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR PANDUAN PRAKTEK KONSERVASI TANAH DAN AIR DR. IR. AFANDI, M.P. JURUSAN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG, 2008

Lebih terperinci

STUDI LAJU EROSI SEDIMEN DAS KALI SAMPEAN HULU KABUPATEN BONDOWOSO

STUDI LAJU EROSI SEDIMEN DAS KALI SAMPEAN HULU KABUPATEN BONDOWOSO STUDI LAJU EROSI SEDIMEN DAS KALI SAMPEAN HULU KABUPATEN BONDOWOSO DISUSUN OLEH: NGAHADI PURWANTO ( 0353010126 ) PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TENIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217 PENILAIAN TINGKAT BAHAYA EROSI, SEDIMENTASI, DAN KEMAMPUAN SERTA KESESUAIAN LAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DAS TENGGARONG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA RINGKASAN DISERTASI Oleh : Sayid Syarief

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lahan merupakan bagian permukaan bumi yang dicirikan dengan sifat sifat tertentu yang meliputi biosfer, di atas dan di bawahnya termasuk atmosfer, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu studi dari geomorfologi adalah mempelajari bentukbentuk erosi. Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah / bagianbagian tanah dari suatu

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG V-1 BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG 5.1. Analisis Sedimen dengan Metode USLE Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DAS S. Grubugan digunakan metode Wischmeier dan Smith

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

PENDUGAAN BESAR ANGKUTAM SEDiMEN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY

PENDUGAAN BESAR ANGKUTAM SEDiMEN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY PENDUGAAN BESAR ANGKUTAM SEDiMEN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY Oleh C. BERNARD ROBERT F 271200 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR C. Bernard Robert. F 271200. Pendugaan

Lebih terperinci

PENDUGAAN BESAR ANGKUTAM SEDiMEN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY

PENDUGAAN BESAR ANGKUTAM SEDiMEN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY PENDUGAAN BESAR ANGKUTAM SEDiMEN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY Oleh C. BERNARD ROBERT F 271200 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR C. Bernard Robert. F 271200. Pendugaan

Lebih terperinci