PENDAHULUAN Menikah adalah sebuah pilihan, kebebasan dalam memilih status hidup dan pasangan hidup adalah hak dasar setiap orang.
|
|
- Deddy Hardja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN Menikah adalah sebuah pilihan, kebebasan dalam memilih status hidup dan pasangan hidup adalah hak dasar setiap orang. Kebanyakan wanita itu ingin menikah karena dasar cinta. Selain itu, dengan berkeluarga seorang wanita dapat menjalankan fungsinya sebagai istri dan pendamping hidup, pengatur rumah tangga, serta sebagai ibu dari anak-anaknya (Kartono, 1996). Adanya keinginan untuk menikah akan menjadi lebih kompleks apabila individu tersebut dihadapkan pada kenyataan bahwa pasangannya berbeda keyakinan dengan dirinya. (Moerika, 2008). Di Indonesia, tidak ada undang-undang yang memperbolehkan pasangan nikah beda agama. Akibatnya, setiap pasangan harus menjadi pemeluk satu agama yang sama agar pernikahan mereka mendapat pengakuan yang sah di mata Negara. Pilihan untuk berpindah keyakinan, tentu memerlukan pertimbangan yang besar dalam pengambilan keputusan bagi individu tersebut. Hal itu dikarenakan selain melakukan pengambilan keputusan untuk menikah, individu tersebut juga melakukan pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama sesuai keyakinan pasangan untuk menikah (Moerika, 2008). Fenomena konversi agama dalam pernikahan menjadi hal yang menarik untuk dicermati lebih lanjut karena masalah masuk atau pindah agama menyangkut perubahan batin yang mendasar dari orang atau kelompok yang bersangkutan. Realita yang ada
2 menunjukkan bahwa ada sebagian orang yang tetap mempertahankan agamanya dan mencari pasangan yang seagama dengannya, namun ada juga yang bersedia melakukan konversi agama demi untuk suatu pernikahan (Dwisapti & Jenny, 2008). Dengan adanya konversi agama akan membuat seluruh kehidupan seseorang berubah selama-lamanya, karena pada dasarnya konversi agama merupakan perubahan mendasar dan penataan ulang identitas diri, makna hidup juga aktivitas seseorang (Jalaluddin, 2001 dalam Dwisaptani, 2008). Ketika seseorang melakukan konversi agama, maka individu diharapkan bisa meninggalkan sebagian atau bahkan seluruh nilai, keyakinan, dari sistem nilai dan aturan yang lama. Di saat yang sama, individu diharapkan mampu mengetahui tata nilai, sistem perilaku dari agama yang baru dianut, sekaligus menyesuaikan diri, melakukan aktivitas dan pola perilaku yang sesuai. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwisaptani & Jenny (2008), mereka berfokus pada individu yang melakukan konversi ke agama Islam. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Moerika (2008) yang melibatkan tiga partisipan dengan jenis kelamin yang berbeda dan konversi agama yang dilakukan berbeda-beda pula. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk memahami konversi secara beragam dalam arti tidak berfokus pada satu aliran agama saja tetapi dalam beberapa aliran agama seperti Hindu, Budha, Kristen dan Islam dan difokuskan pada istri yang melakukan konversi dalam
3 pernikahan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan istri yang melakukan konversi agama dalam pernikahan. Selanjutnya, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka mengenai perkawinan, pengambilan keputusan dan konversi agama. Kemudian akan dilanjutkan dengan paparan hasil penelitian terhadap empat partisipan penelitian serta kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya. TINJAUAN PUSTAKA Perkawinan Menurut Ensiklopedia Indonesia (t.t) perkataan perkawinan = nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1976) kawin = perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah; perkawinan = pernikahan. Pernikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem ketiga yang baru (Santrock, 2002). Ketika agama dikaitkan dengan perkawinan, maka agama yang dianut oleh masing-masing anggota pasangan akan memberikan tuntunan atau bimbingan bagaimana bertindak secara baik. Ketika seseorang menjalin hubungan beda agama, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan secara matang sebagai akibat dari perbedaan agama yaitu adanya tekanan dari pihak keluarga,
4 lembaga agama, karena adanya penyimpangan dari keadaan yang biasa. Oleh karena itu, ketika hubungan mereka berlanjut ke tahap pernikahan, jalan terbaiknya adalah apabila salah satu pihak mengalah dan menyetujui agama pihak lain. Namun mengubah kepercayaan bukanlah suatu hal yang mudah, karena tidak hanya melibatkan individu dan pasangannya itu sendiri, tetapi juga melibatkan keluarga, lingkungan sosial, dan yang terpenting hubungannya dengan Tuhan (Moerika, 2008). Pengambilan Keputusan Menurut Ranyard (1997) proses pengambilan keputusan adalah proses yang memakan waktu yang lama dan melibatkan pencarian informasi, penilaian pertimbangan yang diikuti dengan proses penyesuaian diri terhadap dampak dari keputusan tersebut, dan pemahaman terhadap tujuan serta nilai-nilai yang mendasari keputusan tersebut (Moerika, 2008). Dalam proses pengambilan keputusan, seorang individu akan mengalami suatu krisis atau konflik dalam dirinya berupa perasaan bersalah, gelisah, panik, putus asa, ragu, dan bimbang. Keraguan ini dapat muncul akibat krisis atau ketidaksesuaian antara keadaan hidup yang terjadi dengan keyakinan yang dipegang, apa yang diinginkan atau diharapkan, dan apa yang akan terjadi. Oleh karena itu, stres dan ketegangan yang berkaitan dengan religiusitas seseorang (Exline, dalam Paloutzian, 1999) dapat berkontribusi dalam proses perubahan.
5 Janis (1997, dalam Rumekso 1998) merumuskan lima tahap yang harus dilalui untuk mencapai suatu keputusan yang stabil. Kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut: a. Mengenali tantangan Adanya pengenalan masalah atau tantangan dengan baik untuk mencegah resiko b. Mencari alternatif Individu mengumpulkan informasi dan mencari informasi tambahan dari orang-orang di sekitarnya untuk memperoleh berbagai pilihan yang dapat mengatasi situasi dan kendala yang dihadapi. c. Mempertimbangkan alternatif Individu akan melakukan proses pencarian dan evaluasi terhadap berbagai alternatif yang ada serta berfokus pada pro dan kontra untuk memilih alternatif yang dianggap terbaik. d. Mempertimbangkan komitmen Individu memberitahu orang-orang terdekatnya untuk mendapat dukungan, masukan, atau kritik terhadap pilihannya. e. Menjalani keputusan walaupun ada umpan balik negatif Individu bersiap terbuka dan kritis terhadap umpan balik negatif dan tetap melaksanakan keputusannya. Ada lima aspek yang yang berperan dalam pengambilan keputusan. Kemdal dan Montgomery (Ranyard dkk, 1997 dalam Moerika, 2008) mengkategorikan lima aspek tersebut sebagai preferences, berkaitan dengan keinginan, harapan dan tujuan
6 yang bervariasi pada setiap individu. Beliefs, mengarah pada konsekuensi dari keputusan yang diambil, emotions, mengarah pada moods dan reaksi negatif atau positif terhadap situasi, orang lain, dan alternatif-alternatif yang berbeda. Actions, merupakan interaksi individu dengan lingkungan dalam pencarian informasi, berdiskusi dengan orang lain, membuat rencana, dan membuat komitmen, sedangkan circumstances melibatkan semua hal di luar kontrol individu, seperti peristiwa eksternal, lingkungan, dan pengaruh dari orang lain. Konversi Agama Konversi dapat dipahami sebagai perubahan atau peralihan agama; dari agama yang satu ke agama yang lain, atau dari sistem keyakinan yang lama ke sistem keyakinan yang baru. Perubahan dalam agama atau sistem keyakinan tersebut meliputi tata perilaku, perasaan, dan sikap yang kemudian membentuk pola pandangan baru, sesuai dengan pengalaman hidup yang pernah dialami dalam situasi dan kondisi lingkungan sosial yang selalu dihadapinya setiap hari (Rumekso, 1998). Selain itu, jika di tinjau dari perspektif sosiologis, konversi agama biasanya dipandang sebagai perjalanan atau proses bertahap yang dipengaruhi oleh pengaruh sosial dan budaya (Zinnbauer & Pargament, 1998 dalam Lee, 2008). Konversi agama dapat dibedakan melalui tipe yang dialami oleh setiap individu. Tipe Sudden conversion merupakan
7 perpindahan agama yang terjadi secara sekaligus dan melalui proses yang singkat, sedangkan tipe gradual conversion adalah proses perkembangan belief secara bertahap yang melalui periode waktu berkisar dari beberapa hari, bulan bahkan tahun. Perubahan yang terjadi adalah dari menolak menjadi menerima doktrindoktrin yang baru. Selain itu, individu tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami suatu perpindahan agama dalam perkembangannya dari masa kanak-kanak. Tipe ini disebut sebagai tipe Religious Socialization (Paloutzian, 1996 dalam Tunggal, 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama. Jalaluddin (2008) mengemukakan bahwa faktor keluarga yang berlainan agama, lingkungan tempat tinggal yang tidak mendukung, perubahan status secara mendadak karena menikah dengan orang yang berlainan agama, serta kecenderungan masyarakat miskin untuk memeluk agama yang menjanjikan terpenuhinya kebutuhan yang mendesak akan sandang dan pangan. METODOLOGI PENELITIAN Agar tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, karena penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
8 yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005). Penelitian pada konteks alamiah juga lebih memfokuskan pada variasi pengalaman dari individuindividu yang berbeda (Patton, 1990 dalam Poerwandari, 2005). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara dengan pedoman umum dimana peneliti membuat pedoman wawancara yang digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas atau ditanyakan. Partisipan dalam penenlitian ini terdiri dari empat orang (RD, EL, DN, dan DS-inisial) yang melakukan konversi agama dalam pernikahan dengan jangka waktu maksimal lima tahun. Peneliti melakukan triangulasi data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh dari partisipan (Patton, 1987 dalam Moleong, 2005). Triangulasi data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara partisipan dengan hasil wawancara kepada pasangannya. Setelah semua data terkumpul, peneliti kemudian melakukan analisis data kualitatif dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.
9 PEMBAHASAN Latar Belakang Partisipan RD (26 tahun) yang bersuku bangsa Jawa, adalah anak pertama dari dua bersaudara. Sejak kecil ia menganut agama Islam, namun pendidikan agama dalam keluarga kurang menjadi perhatian sehingga saat ia beranjak remaja dan pergi merantau jauh dari orang tua, membuatnya kadang mengabaikan kewajibannya sebagai umat muslim. RD dan pasangan berpacaran selama hampir dua tahun, kemudian di tahun 2006 mereka menikah dan RD pun menganut agama baru, yaitu agama Hindu. Saat ini, ia tinggal di asrama militer (AD) bersama suami dan dua orang anaknya yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. EL (28 tahun) yang bersuku bangsa Tionghoa, merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia berasal dari keluarga Kristen dan Budha. Keluarga dari pihak ayahnya sebagian besar sudah menganut agama Kristen, sedangkan keluarga dari pihak ibunya sebagian besar masih menganut agama Budha. Sejak kecil ia sering mengikuti tradisi oma dan opanya secara adat tionghoa untuk melakukan ritual pada saat memperingati hari raya tertentu. Setelah menikah, ia tinggal bersama suami dan keluarga suaminya. Saat ini, ia tetap meyakini agama Kristen, tetapi di KTPnya tertulis agama Budha. Suami EL menganut agama Budha.
10 EL melakukan konversi agama agar dapat menikah dengan pasangannya. Selain itu, karena faktor usia yang memang sudah seharusnya menikah akhirnya membuat EL memutuskan untuk menikah dan melakukan konversi agama. Sejak awal, EL dan pasangan sudah sepakat untuk bisa saling menghargai agama mereka masing-masing. Ketika ada acara di klenteng ataupun di gereja mereka bisa sama-sama saling terlibat di dalamnya. Meskipun ia sudah mengubah identitasnya menjadi Budha, hatinya tetap meyakini agama Kristen sebagai landasan dalam hidupnya. Keyakinan ini yang membuatnya harus membagi waktunya untuk ke gereja dan ke klenteng. DN (30 tahun), yang bersuku bangsa Jawa, adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia tinggal bersama suami dan anak perempuannya di asrama militer (AD). Ia mengakui bahwa sejak kecil pendidikan agama dalam keluarganya sangat kurang, untuk ke gereja pun mereka jarang karena lokasi gereja yang cukup jauh dari rumah. Sehingga setelah dewasa dan hidup jauh dari orang tua, rutinitas keagamaan pun tidak lagi ia jalankan, misalnya ke gereja ataupun berdoa secara pribadi kepada Tuhan. DN berpacaran dengan pasangannya hampir dua tahun lamanya, hanya saja dalam waktu satu tahun setengah mereka menjalin hubungan jarak jauh karena pasangan sedang menjalani tugas di luar pulau. Setelah kembali dari tugas, akhirnya mereka menikah dan ia pun menganut agama Islam.
11 DS (30), yang bersuku bangsa Jawa, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Salah satu adiknya berjenis kelamin lakilaki. Sejak kecil ia hidup dengan keyakinan agama Islam yang sangat kuat, karena latar belakang keluarganya sangat kuat dalam mendalami agama Islam. Meskipun demikian, ia sudah banyak tahu tentang agama Kristen, karena ia mendengar cerita dari kakeknya yang beragama Kristen dan juga ibunya yang dulunya menganut agama Kristen sebelum akhirnya konversi ke agama Islam. Selain itu, ia juga menempuh studi di yayasan Kristen sehingga pengetahuan mengenai agama Kristen sudah cukup banyak ia ketahui. Saat ini, ia tinggal di asrama militer (AD) bersama suami dan putrinya. Namun, lokasi rumah orang tua DS dengan asrama cukup mudah untuk dijangkau sehingga pada saat DS dan suami bekerja, putrinya dititipkan di rumah orang tuanya. Proses pertimbangan konversi Keempat partisipan (RD, EL, DN dan DS) menganggap bahwa semua agama itu adalah sama. Namun, ketika hubungan beda agama yang mereka jalani menjadi semakin serius dan mengarah kepada pernikahan, perbedaan agama mulai dirasakan sebagai kendala bagi mereka untuk merealisasikan harapannya tersebut. Menurut Janiss dan Mann (1977 dalam Rumekso, 1998), tahap ini disebut sebagai tahap pengenalan masalah, dimana seseorang
12 mulai menyadari adanya kesenjangan antara situasi yang diharapkan dan situasi riil nya. Setelah memahami masalah yang dihadapi, seseorang akan melakukan tindakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai pilihan yang dapat mengatasi situasi dan kendala yang dihadapi serta mencari informasi tambahan dan masukan dari orang-orang di sekitarnya (Janiss dan Mann, 1997 dalam Rumekso, 1998). Seperti yang terjadi pada partisipan keempat, ia berusaha mencari solusi untuk mengatasi masalah perbedaan agama yang terjadi dalam hubungannya dengan pasangan. Harapan yang besar untuk bisa selalu bersama dengan pasangannya membuat partisipan keempat mencari informasi tentang pernikahan beda agama. Berbeda dengan ketiga partisipan lainnya, mereka mengaku bahwa tidak ada solusi lain yang terpikirkan oleh mereka selain mengubah keyakinan. Bagi mereka, mengubah keyakinan adalah solusi yang terbaik bagi hubungan mereka kedepannya. Ketika akan memutuskan untuk melakukan konversi agama, Partisipan ketiga, merasa tidak ada masalah ketika ia harus mengubah keyakinannya dari agama Katolik ke agama Islam. Bagi partisipan pertama, meskipun ia butuh waktu untuk berpikir, namun ia pun akhirnya bersedia untuk melakukan konversi agama. Partisipan kedua, sempat merasa bimbang dan berat hati untuk meninggalkan agama Kristen. Ia juga merasa bahwa ia mengkhianati agamanya ketika ia beralih ke agama lain.
13 Sedangkan pada partisipan keempat, muncul perasaan ragu, bimbang dan takut akan konsekuensi yang akan ia terima nantinya setelah ia beralih ke agama Kristen. Saat melakukan proses pertimbangan, keempat partisipan mengkomunikasikan masalahnya tersebut kepada orang-orang terdekatnya. Misalnya pada partisipan pertama dan ketiga, keduanya berbagi cerita dengan keluarganya mengenai keputusan tersebut. Bagi partisipan kedua, pasangan dianggap sebagai orang yang tepat untuk diajak bercerita. Sedangkan pada partisipan keempat, ibu dan tantenya yang beragama Kristen sebagai teman yang tepat untuk diajak berbagi. Pengaruh keluarga dan pasangan terhadap konversi Pada keempat partisipan dalam penelitian ini, faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah faktor dari luar dirinya, dimana terjadi perubahan status karena menikah dengan pasangan yang berbeda agama. Sejalan dengan hal tersebut, Kemdal dan Montgomery (Ranyard, Crozier dan Svenson, 1997 dalam Moerika, 2008) mengemukakan bahwa keinginan, harapan dan tujuan yang sama untuk bisa tetap bersama pasangannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan keempat partisipan untuk melakukan konversi agama, faktor ini biasa disebut dengan preferences. Selain itu, ada faktor lain yang ikut berpengaruh dalam keputusan yang mereka ambil, yaitu adanya pengaruh dari orang lain atau yang biasa disebut dengan
14 circumstances, sehingga keputusan untuk konversi agama pun dilakukan. Dalam hal ini, keempat partisipan merasakan adanya keterlibatan atau pengaruh dari keluarga maupun pasangannya. Pada partisipan pertama (RD), pengaruh terbesar yang membuatnya berpindah dari agama Islam menjadi Hindu adalah karena adat istiadat dari pasangannya yang tidak memperbolehkan anak laki-laki keluar dari agamanya karena akan kehilangan hak waris dalam keluarga. Bagi partisipan kedua, karena mengingat usianya dan pasangan yang sudah cukup dewasa untuk menikah sehingga tidak perlu waktu yang panjang untuk mengambil keputusan tersebut. Demikian pula pada partisipan ketiga, tidak perlu waktu yang lama dalam mengambil keputusan karena keluarga sama sekali tidak mempermasalahkan dirinya ketika mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama dengannya. Dan bagi partisipan keempat, pribadi pasangan yang sangat sempurna baginya dan mampu membuatnya menjadi lebih baik, pada akhirnya membuat partisipan memutuskan untuk melakukan konversi agama. Latar belakang keluarga juga memberi pengaruh terhadap partisipan dalam membuat keputusan untuk melakukan konversi agama. Partisipan kedua dan ketiga, berasal dari latar belakang keluarga yang sama, dimana terdapat keragaman agama yang dianut dalam keluarga. Sehingga, ketika masalah perbedaan agama itu muncul, mereka menanggapi hal tersebut bukan
15 sebagai kendala tetapi sebagai suatu konsekuensi yang memang harus diterima ketika akan menikah dengan seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Tipe konversi Tipe konversi yang dilakukan oleh keempat partisipan, menurut Rambo (1993) adalah tipe konversi yang disebut dengan tradition transtition. Tipe konversi yang dimaksud di sini adalah perpindahan seseorang dari salah satu tradisi agama ke tradisi yang lain yang diakui oleh negara. Perpindahan dengan tipe konversi ini merupakan perpindahan yang mencakup tata cara, ritual, dan cara hidup seseorang. Dengan perpindahan agama tersebut, tentu akan mempengaruhi diri keempat partisipan dalam melakukan aktivitas keagamaan ke depannya. Hal ini terlihat selama proses penyesuaian dalam menjalani agama yang baru. Ternyata penyesuaian tersebut tidak mudah untuk dilakukan oleh keempat partisipan karena keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang agama yang baru saja dianutnya. Selain itu, jika ditinjau dari tipe konversi menurut Paloutzian (1996), tipe konversi yang dilakukan oleh keempat partisipan adalah tipe konversi yang disebut dengan gradual conversion. Tipe konversi ini adalah proses perkembangan keyakinan (belief) yang melalui periode waktu tertentu. Rentang waktu berkisar dari beberapa hari, bulan bahkan tahun. Diperlukan waktu yang berbeda-beda bagi tiap partisipan untuk merealisasikan
16 keinginannya untuk konversi agama. Bagi ketiga partisipan, tidak butuh waktu lama untuk bisa merealisasikan keinginannya itu. Hanya sekitar satu bulan setelah diminta untuk konversi agama, mereka sudah melakukan proses konversi agama sesuai dengan agama yang mereka tuju. Mereka pun bisa segera menerima dan menjalankan agama mereka yang baru. Berbeda dengan partisipan keempat, jika dibandingkan dengan ketiga partisipan lainnya, terlihat bahwa partisipan keempat yang paling lama memerlukan waktu untuk bisa merealisasikan keinginannya tersebut. Proses pengambilan keputusan yang dialami oleh partisipan keempat, melibatkan pencarian informasi, penilaian pertimbangan yang diikuti dengan proses penyesuaian diri terhadap dampak dari keputusan tersebut, dan pemahaman terhadap tujuan serta nilai-nilai yang mendasari keputusan tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Ranyard (1997, dalam Moerika, 2008). Selama menjalani pernikahan sekitar empat tahun, selama tiga tahun pertama pernikahannya dengan suami, partisipan keempat masih belum bisa menerima keyakinannya yang baru, yaitu agama Kristen. Ia mengaku bahwa setelah memutuskan untuk beralih agama, muncul konflik dalam dirinya. Ia merasa sedih karena menurut keyakinan Islam, ia tidak akan bertemu dengan saudara dan orang tuanya di akherat nanti. Ia juga merasa durhaka terhadap orang tua, dan berdosa karena telah meninggalkan agama yang sudah ia yakini selama dua puluh
17 enam tahun demi suatu pernikahan, namun di sisi lain ia merasa bahagia karena telah menemukan pasangan yang tepat bagi hidupnya. Hal yang dialami oleh partisipan keempat, sebagaimana yang dikatakan oleh Darajat (2003, dalam Rumekso, 1998) merupakan masa ketidaktenangan dimana agama telah mempengaruhi batin individu, bisa dikarenakan adanya krisis, konflik, musibah, dan perasaan berdosa yang dialami. Berdasarkan uraian sebelumnya pada latar belakang partisipan, terlihat bahwa konversi agama yang dilakukan oleh EL berbeda dengan konversi agama yang dilakukan oleh RD, DN dan DS. Proses konversi yang dialami oleh EL hanya sebatas identitas. Ia tidak mengalami konversi yang sebenarnya, karena tidak beralih keyakinan terhadap ajaran agamanya (Jalaluddin, 2001 dalam Dwisaptani 2008). Meskipun ia belajar dan melaksanakan tata cara ibadah dalam agama Budha, namun keyakinannya tetap pada agama Kristen. Upaya yang dilakukan untuk memahami agama baru Upaya yang dilakukan oleh keempat partisipan untuk bisa memahami agama baru, berbeda-beda pada setiap partisipan. Partisipan pertama bertanya pada suami dan mertuanya tentang tata cara dan tradisi dalam agama Hindu. Selain itu, partisipan juga berusaha mempelajari agama Hindu dengan membaca buku. Partisipan ketiga, berusaha memahami agama Islam dengan
18 bertanya pada suami dan seringkali belajar bersama anaknya setelah mengikuti pengajian di TPA. Partisipan keempat, berusaha memahami sendiri mengenai agama Kristen melalui internet dan juga sharing dengan ibunya yang dulunya beragama Kristen sebelum konversi ke Islam. Selain itu, ia juga sering mengikuti acara di salah satu saluran televisi khusus rohani. Dalam menyesuaikan diri dengan tata cara dan ritual dalam agama yang baru, keempat partisipan mengaku bahwa memang diperlukan proses panjang untuk bisa melakukannya dengan baik dan sempurna, proses yang dilaluinya pun secara bertahap. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan mereka terhadap agama baru yang dianutnya setelah melakukan konversi agama. Selain itu, faktor lingkungan dan hal-hal lainnya pun sangat mempengaruhi sikap mereka dalam menjalankan agama mereka yang baru. Seperti yang terjadi pada partisipan pertama, karena lingkungan di sekitar tempat tinggalnya mayoritas beragama muslim dan komunitas Hindu letaknya agak jauh dari tempat tinggalnya, membuatnya tidak bisa dengan mudah untuk menguasai tata cara dan ritual yang dilakukan dalam agama Hindu. Selain itu, sejak kehadiran anak keduanya, partisipan bersama suami tidak pernah melakukan ibadah yang biasanya rutin dilakukan sehari-hari. Bahkan untuk beribadah secara pribadi pun jarang mereka lakukan. Pada partisipan ketiga pun demikian, karena suami jarang melakukan ibadah, maka partisipan merasa tidak ada dukungan untuk melakukan ibadah
19 yang rutin dilakukan sehari-hari. Selain itu, kesibukan juga mempengaruhinya dalam menjalankan kewajibannya untuk beribadah. Perubahan personal lainnya setelah konversi Setelah melakukan konversi agama, keempat partisipan menerima dan menjalani kehidupannya yang baru dengan agamanya masing-masing mengaku tidak pernah merasa kecewa. Namun, partisipan pertama masih selalu mendambakan kehidupan keluarga yang bahagia yang sampai sat ini belum terwujud. Partisipan kedua merasa ada yang berubah dengan dirinya. Stereotip tentang Budha itu berubah dan ia pun menikmati keputusannya saat ini. Namun, sering kali ia merasa kelelahan karena harus membagi waktu untuk mengikuti kegiatan di vihara dan di gereja. Hal ini disebabkan karena partisipan masih tetap meyakini agama Kristen meskipun secara identitas sebagai penganut agama Budha. Bagi partisipan ketiga, setelah dirinya memutuskan untuk menganut agama Islam, partisipan merasa bertanggung jawab untuk bisa menjalankan agamanya dengan baik. Pada partisipan keempat, setelah menganut agama Kristen banyak perubahan yang terjadi dalam hidupnya, baik sifat maupun perilakunya sehari-hari. Oleh Paloutzian (1999) perubahan yang terjadi pada orang yang melakukan konversi adalah ekspresi mereka terhadap agama barunya yang
20 mencerminkan bagaimana agama yang baru tersebut berarti baginya. Peran pasangan selama masa konversi dirasakan oleh semua partisipan, mulai dari proses pertimbangan untuk melakukan konversi sampai pada penyesuaian diri dalam menjalankan agama yang baru. Selain pasangan, anak juga ikut berperan dalam proses pemahaman dalam menjalankan agama baru. Hal ini dirasakan oleh partisipan ketiga (DN) dan partisipan keempat. Pengaruh agama sebelumnya setelah konversi Setelah menjalani kehidupan yang baru, pengaruh agama sebelumnya masih dirasakan oleh keempat partisipan. Pada partisipan pertama, ketika adzan berkumandang muncul perasaan bahwa partisipan pernah melakukan ibadah secara Islam. Pada saat hari lebaran tiba, partisipan pun ikut merasakan suasana yang terjadi saat itu. Demikian pula yang dirasakan oleh partisipan keempat, namun perasaan yang dirasakan oleh partisipan keempat lebih dalam. Partisipan merasa tertekan, sedih, bimbang, dan sakit hati karena ia merasa masih sulit untuk meninggalkan agama Islam. Meskipun saat ini sudah mendalami agama Kristen, partisipan keempat masih tetap menerapkan ajaran agama Islam, yaitu memberi zakat bagi orang-orang yang tidak mampu pada saat hari raya lebaran ataupun di hari-hari raya lainnya. Kadang juga partisipan masih sering mengucapkan kata astafirullah, dan bismillah. Partisipan ketiga, merasa bahwa agama Katolik
21 membuatnya merasa lebih bersukacita, apapun yang ia lakukan tidak pernah menjadi beban baginya bahkan ia dengan senang hati memberi bantuan kepada anggota jemaat yang memang membutuhkan bantuan. Ketika ingatan tentang agama sebelumnya dirasakan, ada upaya yang dilakukan agar partisipan tidak terlarut dalam kesedihan yang dialami. Partisipan keempat berusaha menenangkan dirinya dengan mendengarkan lagu-lagu rohani atau mengikuti acara rohani di siaran televisi khusus rohani. Dengan begitu, ia bisa merasa lebih baik. Hal yang sama pun dilakukan oleh partisipan kedua. Ketika sedang mengalami suatu masalah dengan pasangannya ataupun dengan dirinya sendiri, partisipan kedua datang kepada Tuhan dengan berdoa secara kristiani ataupun mendengarkan lagu-lagu rohani dari handphonenya. Keempat partisipan mengaku bahwa mereka tidak pernah berpikir untuk kembali ke agama mereka sebelumnya. Meskipun sedang mengalami suatu masalah, mereka tidak akan sampai memutuskan untuk kembali ke agama sebelumnya. Bagi partisipan kedua, meskipun ia telah menganut agama Budha dan tetap meyakini agama Kristen, ia tidak pernah berpikir untuk merubah kembali identitasnya sebagai seorang nasrani. Demikian pula dengan partisipan keempat, ia merasa bahwa banyak hal yang sudah terjadi dalam hidupnya sehingga ia semakin yakin dengan keputusannya untuk menjalani agama Kristen.
22 KESIMPULAN DAN SARAN Secara umum, pernikahan sebagai alasan utama bagi keempat partisipan dalam melakukan konversi agama. Namun, ada beberapa hal lain yang dapat disimpulkan dari proses pengambilan keputusan istri yang melakukan konversi agama dalam pernikahan. Pertama, saat partisipan diperhadapkan dengan masalah perbedaan agama dalam hubungannya dengan pasangan, keempat partisipan memikirkan solusi agar masalah perbedaan tersebut dapat diatasi. Ketiga partisipan menganggap bahwa konversi adalah solusi terbaik demi kelangsungan hubungan mereka. Sedangkan pada partisipan keempat, sempat berpikir untuk menikah beda agama, namun karena kendala itu datang dari suami, maka ia pun berpikir untuk melakukan konversi agama. Kedua, selama proses pertimbangan, ketidaksetujuan dari pihak keluarga terhadap keputusan partisipan untuk melakukan konversi agama dirasakan oleh ketiga partisipan. Namun reaksi dari pihak yang tidak setuju dengan keputusan mereka berbedabeda. Partisipan pertama, diminta untuk mempertimbangkan kembali keputusannya, bahkan orang tua sempat meminta pasangannya yang beralih agama. Partisipan kedua, mengalami pro-kontra dalam keluarganya. Sedangkan partisipan keempat mengalami pertentangan yang keras dari keluarga besarnya, bahkan hubungannya dengan pasangan sempat dipisahkan.
23 Ketiga, tidak semua partisipan mengalami konflik selama proses konversi agama. Hanya pada partisipan kedua dan keempat yang mengalami konflik internal. Konflik yang dialaminya antara lain, adanya pertentangan batin, konflik dengan keluarga, kesulitan dalam melamar pekerjaan. Sementara itu, penyesuaian terhadap agama baru pun ternyata tidak mudah untuk dilakukan oleh keempat partisipan. Karena minimnya pengetahuan terhadap agama baru itu, maka keempat partisipan memerlukan waktu untuk memahami agama tersebut secara bertahap. Lingkungan pun sangat berpengaruh terhadap perkembangan keyakinan mereka terhadap agama baru. Hal ini dirasakan oleh partisipan pertama dan ketiga. Pengaruh tersebut berasal dari suami yang tidak rutin menjalankan ibadah, lingkungan yang tidak aktif dalam keagamaan serta jauhnya lokasi tempat komunitasnnya itu berada. Keempat, agama lama masih dirasakan dan berpengaruh bagi keempat partisipan. Meskipun demikian, keempat partisipan mengaku bahwa mereka tidak pernah berpikir untuk kembali ke agama mereka sebelumnya meskipun sedang mengalami suatu masalah, baik dengan pasangan, keluarga, maupun dengan dirinya sendiri. Pada partisipan keempat, setelah menganut agama Kristen banyak perubahan yang terjadi dalam hidupnya, baik sifat maupun perilakunya sehari-hari. Oleh Paloutzian (1999) perubahan yang terjadi pada orang yang melakukan konversi
24 adalah ekspresi mereka terhadap agama barunya yang mencerminkan bagaimana agama yang baru tersebut berarti baginya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya berfokus pada proses pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama demi suatu pernikahan dengan melihat pengaruh konversi agama terhadap istri dan keluarga. Masih banyak hal yang perlu dipahami lebih lanjut mengenai konversi agama. Misalnya, melihat dari segi relasi antara individu dengan keluarga dan pasangannya setelah menganut agama yang baru, latar belakang budaya dan status sosial ekonomi juga perlu menjadi perhatian karena dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lee (2008) mengenai konversi perempuan Amerika-Afrika, menyatakan bahwa pengaruh budaya dan gender adalah signifikan dengan pengalaman konversi. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih mendalami kehidupan partisipan yang melakukan konversi agama dengan melihat dari berbagai aspek yang belum sempat didalami oleh peneliti dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Dwisaptani, R., & Jenny L. S. (2008). Konversi agama dalam kehidupan pernikahan. Humaniora, 20, 3, Diakses Oktober 2008.
25 Kartono, K. (1996). Psikologi wanita: Wanita sebagai ibu dan nenek. Jilid 2. Bandung: Alumni. Lee, P. C. (2008). Christian Conversion Stories of African American Women: A Qualitative Analysis. Journal of Psychology and Christianity, 27, 3, Moerika, M. (2008). Proses pengambilan keputusan pada individu dewasa muda yang melakukan konversi agama karena pernikahan. Skripsi yang tidak dipublikasikan, Universitas Indonesia, Jakarta. = Diakses Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Paloutzian, R. F., Crystal L. P. (ed). (2005). Religious conversion and spiritual transformation: A meaningsystem analysis. Handbook of the psychology of religion and spirituality, New York London: The Guilford Press. Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia, (Edisi ketiga). Jakarta: LPSP3. Rambo, L. R. (1993). Understanding religious conversion. Yale University Press. Rumekso, A. W. (1998). Konversi jemaat GKJ Kutoarjo pepanthan Kaligintung ke agama Islam. Skripsi Sains
26 Teologi yang tidak dipublikasikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Edisi kelima, Jilid II). Jakarta: Erlangga. Tunggal, S. (2005). Proses dan aspek yang berperan dalam pengambilan keputusan untuk berpindah agama pada dewasa muda. Skripsi yang tidak dipublikasikan, UNIKA Atma Jaya, Jakarta.
dalam suatu hubungan yaitu pernikahan. Pada kenyataannya tidak semua pasangan pernikahan berasal dari latar belakang yang sama, salah satunya adalah p
Penyesuaian Diri Wanita yang Melakukan Konversi Agama Pra Pernikahan Yulia Eka Wati Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstrak Konversi agama yang dilakukan oleh seseorang terutama wanita karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
83 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab Pendahuluan telah dijelaskan bahwa peneleitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pengambilan keputusan untuk bekerja pada penderita SLE lakilaki. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengambilan Keputusan 2.1.1 Definisi Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih suatu tindakan yang terbaik dari sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita, yang bersama-sama menjalin hubungan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA Pembahasan pada bab ini didasarkan pada seluruh data yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitian lapangan di desa Sawotratap Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian yang membahas mengenai proses pengambilan keputusan yang individu hadapi mengenai pengambilan keputusan untuk hidup membiara, disertai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan
Lebih terperinciLAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah
LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai penelitian yang merupakan langkah terakhir dari suatu penyusunan dalam penelitian. 5.1 Kesimpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Itulah petikan pasal 28B ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin yang luar biasa dan pertimbangan yang matang. Seseorang harus menundukkan hatinya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia) (edisi ke 10 Buku 2). Jakarta: Salemba.
DAFTAR PUSTAKA Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dewi, K. C. (2011). Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal
HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.
1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam
Lebih terperincidan Kirkpatrik, 2004). Hasil penelitian Kembariana (2012) menunjukkan bahwa konflik
PENGANTAR Pindah agama merupakan perubahan sederhana dari adanya sistem keyakinan terhadap suatu komitmen iman atau keyakinan, dari hubungan ikatan anggota keagamaan dengan sistem keyakinan yang satu ke
Lebih terperinciLAMPIRAN Pedoman Wawancara
84 LAMPIRAN Pedoman Wawancara 1). Tahap 1 : Rapport (Pewawancara memulai dengan Rapport) Nama saya (nama pewawancara), mahasiswa Psikologi UI. Saya sedang melakukan penelitian untuk skripsi saya mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN
LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari ketiga subyek, mereka memiliki persamaan dan perbedaan dalam setiap aspek yang diteliti. Khususnya dalam penelitian mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan
Lebih terperinciOleh : TIM DOSEN SPAI
Oleh : TIM DOSEN SPAI Syarat Pernikahan Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin dari orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun Antara kedua calon tidak ada hubungan darah Calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan Hawa, sejak saat itu pula orang mengetahui bahwa manusia diciptakan secara berpasang-pasangan.
Lebih terperinciUKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman tersebut memungkinkan adanya interaksi antar etnis maupun agama. Selain Itu perpindahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,
Lebih terperinciGAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA
GAMBARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN KOMITMEN PADA INDIVIDU YANG BERPACARAN BEDA AGAMA AUFA PUTRI SURYANTO LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI, M.PSI 1 ABSTRAK Keragaman agama di Indonesia memungkinkan terjadinya hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari ketiga subjek, kedua subjek sudah menyadari dan menemukan makna hidupnya sedangkan subjek C belum menyadari dan menemukan makna hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna
Lebih terperinciNOVIYANTI NINGSIH F
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERAGAMA PADA ANAK DARI PASANGAN BEDA AGAMA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NOVIYANTI NINGSIH F 100 040 285 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.
42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar belakang sejarah,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dirumuskan oleh peneliti maka metode penelitian ini menggunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang
Lebih terperinci(Elisabeth Riahta Santhany) ( )
292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman suku, ras, golongan dan agama. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama.
Lebih terperinciKecemasan Terhadap Kematian
Skema 1 Interelasi faktor subyek 1 Penanaman agama yang kuat sejak kecil Hubungan dengan orang tua cukup harmonis, kenangan salah satu orang tua telah meninggal Ancaman: Kematian dianggap ancaman karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda
Lebih terperinciBAB IV PAPARAN DATA PENELITIAN
BAB IV PAPARAN DATA PENELITIAN A. Identitas Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin, dengan jumlah keseluruhan subjek ada 5 orang, terdiri dari 3
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup
Lebih terperinciUniversitas Indonesia
16 2.1 Pernikahan Sebuah penelitian yang dilakukan antara tahun 1950 sampai dengan 1970 menemukan bahwa orang-orang yang menikah cenderung lebih bahagia dibandingkan yang tidak menikah, hidup sendiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya
Lebih terperinciBab 3 METODE PENELITIAN. mengenai komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan
Bab 3 METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan dideskripsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara multietnis. Salah satu etnis yang diakui di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara multietnis. Salah satu etnis yang diakui di Indonesia yaitu Tionghoa sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas
Lebih terperinciBAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan
BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika
Lebih terperinciALAT UKUR. Pengantar
LAMPIRAN Lampiran ALAT UKUR Pengantar Salam Damai Kristus, Saya mahasiswa psikologi Universitas Kristen maranatha yang sedang menyusun skripsi meminta kesediaan saudara untuk mengisi kuesioner dengan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari perkembangan dewasa muda (Hurlock, 1990). Mereka menginginkan agar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian besar manusia tentunya memiliki keinginan untuk menikah karena mendapatkan pasangan hidup dan memiliki keturunan merupakan salah satu tugas dari perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat
Lebih terperinciANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J.
1 ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal 28-31 Paul Suparno, S.J. Sr. Bundanita mensharingkan pengalamannya bagaimana ia pernah mempunyai anak mas waktu mengajar di Sekolah
Lebih terperinci2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN MASALAH
BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu jalan keluarnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara
Lebih terperinciKATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas
LAMPIRAN I KATA PENGANTAR KUESIONER Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, maka tugas yang harus dilaksanakan adalah mengadakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciMANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA. Oleh: As-as Setiawati
MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA Oleh: As-as Setiawati Lingkaran hidup keluarga adalah proses perkembangan hidup keluarga sejak perkawinan sampai masa pasangan itu mencapai
Lebih terperinciBAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua.
BAB III TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini saya akan membahas temuan hasil penelitian terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. Mengawali deskripsi hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan selalu berpasangan, pria dengan wanita. Dengan tujuan bahwa dengan berpasangan, mereka dapat belajar berbagi mengenai kehidupan secara bersama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinci