BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kereta Api Kereta api merupakan sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Dengan demikian kereta api hanya dapat bergerak/berjalan pada lintasan/jaringan rel yang sesuai dengan peruntukannya, hal ini menjadi keunggulannya karena tidak terganggu dengan lalu lintas lainnya, tetapi dilain pihak menjadikan kereta api menjadi angkutan yang tidak fleksibel karena jaringannya terbatas. (Wikipedia) Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta api atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Kereta api merupakan angkutan yang efisien untuk jumlah penumpang yang tinggi sehingga sangat cocok untuk angkutan massal kereta api perkotaan pada koridor yang padat, tetapi juga digunakan untuk angkutan penumpang jarak menengah sampai dengan 3 atau 4 jam perjalanan ataupun untuk angkutan barang dalam jumlah yang besar dalam bentuk curah, seperti untuk angkutan batu bara. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 16

2 2.1.2 Kereta Api Komuter Mass rapid transit adalah layanan transportasi umum dengan jangkauan lokal yang tersedia bagi siapapun yang membayar ongkos yang telah ditentukan dan dirancang untuk memindahkan sejumlah besar penumpang dalam waktu bersamaan (Lloyd Wright and Karl Fjellstrom, 2003). Salah satu bentuk dari mass rapid transit adalah Kereta Api (KA) Komuter, Menurut Vuchic (1981), istilah KA Komuter seharusnya berkaitan dengan pengoperasian kereta api hanya pada awal dan akhir hari kerja, dikhususkan untuk mengangkut konsumen yang hendak menuju ke dan atau meninggalkan pusat kota. Akan tetapi istilah tersebut juga umum dipergunakan bagi semua jenis angkutan kereta api yang tidak termasuk dalam kategori Metro/Heavy Rail Transit (Grava, 2002). KA Komuter memiliki jalur terpisah dengan lalulintas jalan sehingga mampu menyediakan pelayanan lebih baik (waktu tempuh lebih cepat, dapat diandalkan, kapasitas angkut lebih besar) dibandingkan bus kota. Di Inggris pengurangan kemacetan lalulintas diklaim sebagai akibat dari keberhasilan KA Komuter menarik minat para pengguna kendaraan bermotor untuk beralih (Simpson, 1994). Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kondisi atap/shelter adalah tersedianya fasilitas bagi para pengguna berupa tempat menunggu yang terlindung dari pengaruh cuaca, open space yang memadai, papan informasi, loket tiket, toilet. Selain itu perlu mempertimbangkan keleluasaan area sirkulasi dan tersedianya jarak yang aman antara kereta dengan arus penumpang karena pengguna KA Komuter cenderung terburu-buru (Grava dalam Rudy Setiawan, ST., Mt, 2005). Selain itu ketinggian peron dan jarak antara peron dengan lantai kereta berpengaruh terhadap kenyamanan pada saat naik atau turun dari kereta api. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 17

3 2.1.3 Stasiun Kereta Api Stasiun adalah salah satu penanda penting dalam kemajuan sebuah kota. Sampai sekarang pun, stasiun mempunyai peranan yang sangat penting dalam transportasi kota. Station Building, etc, where a services organized; stopping place for train; put something at a certain place (Oxford Learne s Pocket Dictionary) Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai stasiun yang berarti bangunan yang berfungsi sebagai tempat kereta api berhenti untuk sementara. (Kamus Inggris-Indonesia Gramedia Jakarta) Dapat ditarik kesimpulan bahwa Stasiun kereta api adalah suatu tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang menggunakan jasa transportasi kereta api. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2011 tentang persyaratan teknis bangunan stasiun kereta api; Pasal 3 (1) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri atas: a. emplasemen stasiun; dan b. bangunan stasiun. (2) Emplasemen stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf a terdiri atas : a. jalan rel; b. fasilitas pengoperasian kereta api; dan c. drainase. (3) Bangunan stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf b terdiri atas: a. gedung; b. instalasi pendukung; dan c. peron. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 18

4 Fasilitas stasiun kereta api 1. Pelataran parkir di muka stasiun 2. Tempat penjualan tiket, dan loket informasi 3. Peron dan ruang tunggu 4. Ruang kepala stasiun, dan 5. Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya, seperti sinyal, wesel (alat pemindah jalur), telepon, telegraf, dan lain sebagainya. Adapun salah satu bagian penting dari stasiun kereta api yang perlu diperhatikan dalam stasiun kebayoran ini, yaitu: Peron Stasiun Peron merupakan fasilitas yang dimiliki stasiun kereta api. Peron adalah bagian dari stasiun yang menyediakan akses ke atau dari kereta api. (Railway Group Standard, 2000). Keberadaan peron menjadi sangat penting karena memudahkan pengguna KA turun dan naik kereta api. Sekarang ada dua macam konstruksi lantai peron di Indonesia: A. Peron lama atau Peron Rendah (Sebelum Perang Dunia II) Kereta buatan sebelum tahun 1920 umumnya mempunyai tangga untuk turun ke bawah. Sedangkan kereta buatan sebelum tahun 1941 mempunyai tangga di dalam. Karena pada umumnya stasiun didirikan sebelum Perang Dunia II, maka lantai peron sama dengan lantai stasiun. Akibatnya para penumpang akan sulit turun-naik dari peron lama yang rendah. Sedangkan kereta yang beroperasi kini pada umumnya dibuat setelah tahun 1965 yang berlantai dengan tangga yang tinggi. Pada peron yang lama, para penumpang dengan leluasa menyeberang dan melintas jalur rel, dan hal ini sangat berbahaya sekali bahwa para penumpang menjadi berbaur dengan kereta api. Salah satu yang memiliki jenis kontruksi lantai seperti adalah Stasiun KA Kebayoran. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 19

5 Namun saat ini peron pada stasiun KA Kebayoran mengalami perubahan dengan ditambahnya tangga memanjang sepanjang peron untuk memudahkan pengguna KRL naik ataupun turun dari kereta. B. Peron Baru atau Peron Tinggi (Setelah Proklamasi) Sebagian dari peron lama kemudian dilakukan penyesuaian tinggi dengan kereta yang baru. Akibatnya terlihat ada dua ketinggian peron dewasa ini di stasiun besar, hal ini karena PT KAI ingin memberi pelayanan yang baik. Pada umumnya peron tinggi dimaksudkan untuk melayani para penumpang kelas Bisnis dan Eksekutif. Sebagai contoh, Stasiun Lempuyangan (Yogyakarta) atau Jebres (Solo) yang melayani kelas ekonomi tidak terdapat lantai tinggi. Namun di stasiun Tugu (Yogyakarta atau Solo Balapan terlihat ada dua macam lantai yang tinggi (modikasi) dan lantai rendah (asli). Karena Stasiun Madiun misalnya melayani semua kelas, maka di sini terdapat 2 macam tinggi lantai peron. Pada stasiun antara Bogor dan Jakarta, yang umumnya dibangun belakang ini sudah mempunyai lantai peron tinggi. Salah satu yang memiliki jenis kontruksi lantai tinggi adalah Stasiun KA Tanah Abang. (Wikipedia) Menurut PT.KAI pada persyaratan Teknis Bangunan Stasiun, peron sekurang-kurangnya dilengkapi dengan: 1. Lampu; 2. Papan petunjuk jalur; 3. Papan petunjuk arah; dan 4. Batas aman peron Pada peraturan Menteri Perhubungan nomor 9 tahun 2011 disebutkan, bahwa sekurang-kurangnya stasiun juga dilengkapi dengan tempat duduk (ruang tunggu). Dalam hal ini stasiun yang terletak di daerah perkotaan, khususnya yang melayani kereta komuter perlu dibangun peron tinggi. Hal ini mengacu pada karakteristik penumpang kereta yang kebanyakan adalah pekerja yang memerlukan efektivitas dalam transportasi. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 20

6 C. Standar Nasional dan Internasional Peron Pendekatan adaptabilitas pengguna KRL pada peron dan fasilitasnya dilakukan dengan menggunakan beberapa standar tertentu dalam perancangan menurut kebutuhannya. Diantaranya standar internasional dan nasional. Penjelasannya sebagai berikut: Standar ketentuan Sumber Keterangan Internasional Railway Group Standard, 2000 (London) dan UK -Tinggi peron 915 mm (+0,- 25mm) -Shelter (atap peron) mampu mencegah terjadinya kebocoran di saat hujan turun Nasional PT. KAI Tabel 2.1 Standar pada Peron Tinggi lantai terendah, minimum 0,5 m di atas batas permukaan tertinggi yang pernah tercatat dan minimum 0,3 m di atas permukaan jalan akses dan plasa stasiun Standar Ketentuan Internasional Nasional Sumber Railway Group Standard, 2000 (London) UK PT. KAI Dan Menhub Fasilitas -Tempat duduk -Papan informasi -Penerangan -Tempat duduk -Tempat sampah -Tanaman -Tempat duduk -Lampu -Papan petunjuk jalur dan Papan petunjuk arah -Batas aman peron Tabel 2.2 Standar Fasilitas Peron Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 21

7 2.1.5 Jam Sibuk Jam sibuk atau jam puncak adalah bagian hari ketika kemacetan lalu lintas di jalanan dan kepadatan transportasi umum mencapai puncaknya. Secara normal, peristiwa seperti ini terjadi dua kali sehari pagi dan sore, saat-saat ketika sebagian besar orang bepergian ulang alik (Wikipedia). Istilah ini sangat luas namun sering mengarah pada lalu lintas mobil pribadi, bahkan ketika ada sejumlah mobil besar dan sedikit orang di jalanan atau ketika jumlah mobil normal namun terjadi gangguan kecepatan. 2.2 Tinjauan Khusus Perilaku Tingkah Laku adalah perbuatan perbuatan manusia, baik yang terbuka (kasat mata) maupun tertutup (tidak kasat mata) (Sarwono, 1992). Perbuatan yang terbuka ini dinamakan juga sebagai overt behavior, yang meliputi segala tingkah laku yang bisa langsung ditangkap oleh indera seperti melempar, memukul, menyapu, mengemudi dan lain sebagainya. Sedangkan tingkah laku yang tidak kasat mata atau covert behavior adalah harus diselidiki dengan metode atau instrument khusus karena tidak bisa langsung ditangkap indera, misalnya motivasi, sikap, berfikir, beremosi dan minat. Proses Muncul Perilaku Menurut aliran Behaviorisme, Siwi (2000) mengatakan bahwa untuk mengetahui akan suatu pengaruh dapat digunakan Teori Stimulus Response Dollard Miller, yang secara sederhana menyebutkan empat komponen, yaitu : a. Drives, adalah kebutuhan yang dapat di bagi dua yaitu primary drives (kebutuhan dasar) yang bersifat fisik ataupun material yang alamiah, dimana tanpa pemenuhan kebutuhan ini maka manusia terganggu, dan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan sosial yang dipelajari ataupun yang dipunyai oleh seorang manusia. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 22

8 b. Cue, adalah pilihan-pilihan dan target respon yang akan dilakukan oleh seseorang terhadap situasi tertentu. Kebutuhan menuntut manusia melakukan sesuatu untuk memenuhi ataupun tidak memenuhinya. Cue menentukan kapan, dimana, dan bagaimana respon dilakukan. c. Response, adalah tanggapan seseorang manusia setelah hubungan antara cue response terjadi. hal ini dimungkinkan karena cue adalah pilihan pilihan dan target dari respon itu sendiri. Respon dalam hal ini juga bisa dilihat sebagai tindakan yang pada satu kondisi tertentu cenderung untuk melakukan tindakan tertentu dibandingkan tindakan yang lain. d. Reinforcement, adalah perilaku yang berulang dari respon atas stimulus yang sama, atau melalui proses belajar sosial, stimulus tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula bagi seseorang Model Sistem Perilaku Lingkungan dan Atribut J.Weisman (1981) menggambarkan hubungan antara individu (termasuk kumpulan individu-individu yang membentuk kelompok atau kelompok) dan organisasi atau institusi dalam satu sistem interaksi yang mengikut sertakan ruang atau setting kegiatan. Kerangka interaksi tersebut disebut model sistem perilaku lingkungan. Ada tiga komponen yang dapat mempengaruhi interaksi antara manusia dengan lingkungannya, dintaranya yaitu: 1. Tempat (Setting); 2. Fenomena Perilaku; 3. Kelompok pemakai (Oganisasi individu). Organisasi dapat dipandang sebagai institusi atau pemilik yang mempunyai hubungan dengan setting. Kualitas hubungan antara setting dengan organisasi disebut atribut atau fenomena perilaku. Individu juga dapat dipandang sebagai manusia yang menggunakan setting. Manusia, baik individu maupun kelompok-kelompok berinteraksi di dalam setting. Proses interaksi yang terjadi, tidak hanya antara manusia dengan manusia, tetapi juga antara manusia dengan lingkungan yang disebut dengan konsep antribut. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 23

9 Ada 12 atribut yang muncul dari interaksi manusia dan lingkungan. Yaitu kenyamanan, sosialitas, visibilitas, aksesibilitas, adaptabilitas, rangsangan inderawi, control, aktivitas, kesesakan, privasi, makna, dan legibilitas (Weisman, 1981). Gambar 2.1 Diagram Teori (Sumber: Weisman dalam Muhammad Sholahuddin, 2007) Setting fisik disebut lingkungan fisik. Menurut Edward T. Hall (1966) dan Rapoport (1982), Setting fisik dapat dilihat dari dua hal, yaitu komponen dan property. Property adalah karakter atau kualitas dari komponen. Komponen terdiri dari beberapa kategori, diantaranya yaitu: 1. Faktor fixed-feature: merupakan elemen yang pada dasarnya tetap atau perubahannya tidak bisa dihilangkan. Kebanyakan elemen-elemen standar yang digunakan adalah dinding, plafon, shelter (atap), dsb 2. Semi fixed-feature: space: adalah elemen-elemen yang memiliki sifat bebas, merupakan ruang hasil dari perubahan seperti perabot rumah, tirai, dan perlengkapan lainnya. 3. Informal space-nonfixed: adalah elemen yang memiliki sifat bebas yang merupakan ruang hasil dari perubahan, hal ini sangat terikat dengan manusia sebagai pengguna suatu tempat, seperti posisi postur tubuh serta gerak anggota tubuh, pejalan kaki, pergerakan kendaraan, dsb. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 24

10 4. Faktor lingkungan: penghawaan (panas/sejuk), pencahayaan (terang/gelap) dan noise (suara guru mengajar dan suara keras tiba-tiba) yang akan mempengaruhi perilaku adaptasi. Dari pembahasan di atas, hal ini dilakukan untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi adaptabilitas pengguna KRL dan mengidentifikasi faktor-faktor setting ruang dan lingkungan apa saja yang mempengaruhinya. Maka variabel inilah yang akan menjadi variabel x (Independent) untuk setting peron Adaptabilitas Adaptasi adalah kemampuan lingkungan untuk menampung perilaku berbeda yang belum ada sebelumnya. Hal ini dikemukakan oleh Rapoport (1987) bahwa pada setting yang berbeda dan berusaha adaptasi dengan budayanya. Kapasitas lingkungan dapat memberikan peluang atau sebaliknya, membatasi perilaku dari pengalaman sesuai dengan persepsi dan kebutuhan pemakainya. Manusia senantiasa melakukan perubahan pada dirinya atau lingkungannya, sebagai upaya untuk menyesuaikan kapasitas lingkungan menurut kebutuhannya. (Bell et al. 1978; Berry dalam Altman, et. Al. 1980; Sarwono, 1992), manusia memiliki mekanisme adaptasi terhadap lingkungan yaitu: 1. Adaptation by adjustment: tindakan manusia untuk menolak atau melawan lingkungan melalui melakukan perubahan fisik terhadap lingkungan agar terjadi kesesuaian antara manusia dengan lingkungan. 2. Adaptation by reaction: tindakan manusia untuk menolak atau melawan lingkungan melalui merubah perilaku diri agar sesuai dengan lingkungan. 3. Adaptation by withdrawal: tindakan manusia untuk menghindari lingkungan dan ketidakcocokan (ketidaksesuaian) antara manusia dengan lingkungannya melalui cara membiarkan lingkungan dan pindah ke lingkungan lain yang dianggap sesuai. Penyesuaian ditunjukkan oleh pengguna KRL terlihat pada perubahanperubahan pola adaptasi, fungsi bahkan pemanfaatan ruang baik secara fisik maupun secara fungsional. Hal ini tentu saja dapat menjadi masalah dalam Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 25

11 pencapaian tujuan serta manfaat setting peron itu sendiri. Dari adaptasi seseorang yang berada pada setting peron tersebut, maka perlu dianalisa lebih lanjut tentang tingkat adaptasi pengguna KRL pada penggunaan fasilitas pada peron. Adapun tambahan mengenai adaptabilitas dalam penelitian ini, yaitu Learned helplessness. Menurut Abraham et. AL (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003) learned helplessness yaitu perasaan kurang mampu mengendalikan lingkungannya yang membimbing pada sikap menyerah atau putus asa dan mengarahkan pada keputusan dari dalam diri yang kuat bahwa dia tidak memiliki kemampuan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi learned helplessness adalah kondisi dimana suatu organisme tidak memiliki kekuatan untuk bertindak dan keluar dari situasi yang menyakitkan ditambah lagi dengan kecenderungan dirinya untuk membuat keputusan pada situasi tersebut sebagai sesuatu yang bersifat internal, permanen dan menyeluruh. Pengguna suatu ruang, akan mendapat stimulus dari susunan benda (susunan property) dalam suatu setting melalui proses penginderaan untuk dimengerti dan dimaknai berdasarkan pengalaman masing-masing pengguna ruang. Hasil dari proses penginderaan adalah makna tentang property yang mampu berpengaruh sebagai stimulus bagi manusia pengguna ruang tersebut. Peristiwa/proses demikian dinamakan persepsi terhadap ruang oleh pengguna. Persepsi ini selanjutnya akan menghasilkan reaksi yang berwujud sikap terhadap lingkungannya. Tahap awal hubungan manusia dengan lingkungan adalah berupa kontak fisik antara individu dengan objek (property) di lingkungannya melalui proses penginderaan. Objek (property) tampil dengan kemanfaatan/fungsinya masingmasing, sedangkan individu tampil dengan sifat individualnya. Hasil interaksi antara manusia dengan property yang ada di dalam lingkungan fisik, menghasilkan persepsi terhadap objek tersebut. Jika persepsi terhadap property berada dalam batas optimal, maka dikatakan dalam keadaan homeostatis, yaitu keadaan yang serba seimbang. Keadaan homeostatis berusaha untuk dipertahankan, karena memberikan perasaan yang paling menyenangkan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 26

12 Sedangkan, apabila property dipersepsikan di luar batas optimal, maka akan memunculkan stress, sehingga manusia dalam keadaan yang demikian perlu melakukan coping untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sesuai dengan kondisi dirinya (Bell, 2001). Gambar 2.2 Electic Model (Bell 2001) yang menjelaskan proses coping dan adaptasi Hasil dari penyesuaian manusia dengan lingkungannya ada dua kemungkinan, yaitu: 1. Kegagalan dalam penyesuaian terhadap lingkungan akan menghasilkan stress yang berkelanjutan, yang akan mempengaruhi kondisi dan persepsi individu. 2. Keberhasilan dalam penyesuaian terhadap lingkungan akan menghasilkan adaptasi yaitu penyesuaian diri individu dengan lingkungan. 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti dan akan dibuktikan kebenarannya. Hipotesis merupakan hasil dari refleksi peneliti berdasarkan tinjauan pustaka dan teori-teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Hipotesis tersebut diuji secara statistik sehingga bentuknya menjadi: Ho : = 0 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 27

13 - tidak terdapat penaruh yang signifikan antara setting peron terhadap adaptabilitas pengguna KRL. Ha : 0 - terdapat pengaruh yang signifikan antara antara setting peron terhadap adaptabilitas pengguna KRL. Dari judul penelitian mengenai pengaruh setting peron terhadap adaptabilitas pengguna KRL, hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh antara variabel independent terhadap variabel dependent. Sedangkan hipotesis alternative (Ha) menunjukkan adanya pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependent. Oleh sebab itu peneliti mengajukan sebuah hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut: Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara setting peron terhadap adaptabilitas pengguna KRL. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 28

14 2.4 Studi Banding Penelitian Studi Literatur topik sejenis A. Pengaruh Setting Ruang dan Lingkungan Terhadap Perilaku Adaptasi Siswa Tunadaksa di SLB NI Bantul, Yogyakarta oleh Estar Putra Akbar B. Setting Ruang dan Pengaruhnya Terhadap Aksesibilitas para Penyandang Cacat Tubuh di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta oleh Muhammad Sholahuddin C. Diskusi Pada kedua penelitian tersebut dilakukan dalam setting ruang yang berbeda namun sejenis karena sama-sama untuk mengetahui keberpengaruhan setting ruang terhadap atribut yang dipilih (fenomena perilaku). Penelitian yang dilakukan oleh Estar Putra Akbar menggunakan metode placed centered mapping, person centered mapping, time budget, physical traces dan wawancara temuan hasil penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi setting ruang dan lingkungan didapat dalam Edward T. Hall (1966) dan Rapoport (1982) yaitu setting fisik dapat dilihat dari dua hal, yaitu komponen dan property. Property adalah karakter atau kualitas dari komponen. Komponen terdiri dari (1) Fixed-feature space (2) Semi-fix feature space (3) dan informal space (non-fix). Ketiga faktor tersebut dapat dilihat pengaruhnya terhadap perilaku adaptasi. Ketiga faktor tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap perilaku adaptasi anak tunadaksa yang dibagi dalam empat kelompok perilaku adaptasi (Sonnenfeld 1966; Rapoport. Dkk, 1980; Kaplan, 1989; Seligman, 1975) yaitu adaptation, adjustment, withdrawl, dan learned helplessness/constraint, dan faktor lingkungan yaitu penghawaan, pencahayaan dan noise. Sedangkan pada penelitian Muhammad Sholahuddin menggunakan metode deduktif secara purposive sampling untuk sepuluh ruang berdasarkan jenis alat bantu tersebut. Data dikumpulkan dengan metode trianggulasi yaitu observasi, kuesioner dan dianalisis dengan secara deskriptif. SPSS digunakan untuk mengolah data. Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas pada pusat rehabilitasi adalah furniture dan lay out, pencahayaan, dan penghawaan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 29

PENGARUH SETTING PERON TERHADAP ADAPTABILITAS PENGGUNA KRL STUDI KASUS: STASIUN KERETA API KEBAYORAN PADA JAM SIBUK

PENGARUH SETTING PERON TERHADAP ADAPTABILITAS PENGGUNA KRL STUDI KASUS: STASIUN KERETA API KEBAYORAN PADA JAM SIBUK Pengaruh Setting Peron Terhadap Adaptabilitas Pengguna KRL (Muhammar Khamdevi dan Viera Damayanthi) PENGARUH SETTING PERON TERHADAP ADAPTABILITAS PENGGUNA KRL STUDI KASUS: STASIUN KERETA API KEBAYORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya perkembangan kota dipengaruhi oleh faktor daya tarik kota yang kemudian menyebabkan pertambahan penduduk dan akhirnya bermuara pada perubahan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta, selain sebagai pusat pemerintahan Indonesia, adalah pusat ekonomi dan sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Perkembangan ekonomi Jakarta menarik

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 1

Universitas Gadjah Mada 1 MINGGU III 1.1. Pokok Bahasan : Pemahaman tentang fenomena perilaku 1.2. Sub Pokok Bahasan : Atribut Lingkungan, Teori Adaptasi Lingkungan, Adaptasi dan Tekanan Lingkungan: Kompetensi 1.3. Materi Pembahasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkeretaapian Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2007, perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota tujuan dari beberapa kota sekitar. Hal tersebut menuntut kota tersebut memenuhi kebutuhan transportasi. Kebutuhan transportasi umum hendaklah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

moda udara darat laut

moda udara darat laut BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengertian Moda Moda adalah pengelompokan berbagai jenis transportasi dengan memperhatikan medium (tempat berjalan) serta kesamaan sifat-sifat fisiknya. Dengan adanya pengelompokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Banyak perangkatperangkat yang dibuat maupun dikembangkan sesuai bidangnya masing-masing. Perangkat tersebut digunakan

Lebih terperinci

SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN

SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN Oleh : Puti Laras Kinanti Hadita, Indriastjario,Agung Dwiyanto Stasiun Sudimara (SDM) adalah stasiun kereta api kelas III yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi Judul Penelitian. Kajian berasal dari kata dasar kaji yang berarti pelajaran;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi Judul Penelitian. Kajian berasal dari kata dasar kaji yang berarti pelajaran; 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Definisi Judul Penelitian Kajian berasal dari kata dasar kaji yang berarti pelajaran; penyelidikan (tentang sesuatu) (Alwi, 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi yang dimiliki oleh PT.KAI yang berada di masing masing

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi yang dimiliki oleh PT.KAI yang berada di masing masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) beberapa tahun dibelakang dikenal dengan pelayanannya yang kurang begitu memuaskan. Seperti PT. KAI yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya minat masyarakat kota Surabaya untuk menggunakan transportasi umum kereta semakin bertambah, hal ini dapat dilihat dari terus bertumbuhnya angka

Lebih terperinci

PERSEPSI PENUMPANG KERETA API TERHADAP TINGKAT PELAYANAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA

PERSEPSI PENUMPANG KERETA API TERHADAP TINGKAT PELAYANAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA ISSN : 2252-7451 PERSEPSI PENUMPANG KERETA API TERHADAP TINGKAT PELAYANAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA Wawan Riyanta 1) 1) Program Studi D4 Manajemen Transportasi Udara Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja BAB II: STUDI 2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja Target perancangan yang telah dipelajari dari KAK adalah bagaimana desain gedung Stasiun Pasar Senen Jakarta Pusat ini dapat menjadi bangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang

Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang Imam Pratama Adi Saloka 1, Triandriani Mustikawati 2, Rinawati P. Handajani 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6 BAB IV ANALISA PERANCANGAN 4. Analisa Tapak Luas Tapak : ± 7.840 m² KDB : 60 % ( 60 % x 7.840 m² = 4.704 m² ) KLB :.5 (.5 x 7.840 m² =.760 m² ) GSB : 5 meter Peruntukan : Fasilitas Transportasi 4.. Analisa

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI PERPINDAHAN PENUMPANG DARI BUS PATAS KE KERETA API EKSEKUTIF BIMA (RUTE MALANG-SURABAYA)DENGAN METODE STATED PREFERENCE

KAJIAN POTENSI PERPINDAHAN PENUMPANG DARI BUS PATAS KE KERETA API EKSEKUTIF BIMA (RUTE MALANG-SURABAYA)DENGAN METODE STATED PREFERENCE KAJIAN POTENSI PERPINDAHAN PENUMPANG DARI BUS PATAS KE KERETA API EKSEKUTIF BIMA (RUTE MALANG-SURABAYA)DENGAN METODE STATED PREFERENCE Budi Utomo, Fadhana Anggara Putra, Achmad Wicaksono, dan Rahayu Kusumaningrum

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD AVIV KURNIAWAN L2D 302 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

STA SIU N TR A N SIT SEBAGAI PUSAT KO M U NITAS

STA SIU N TR A N SIT SEBAGAI PUSAT KO M U NITAS STA SIU N TR A N SIT SEBAGAI PUSAT KO M U NITAS (TR A N SIT ST ATIO N AS COMMUNITY CENTER) AR 5151 sostek perancangan lingkungan binaan heriany m n l 15202078 ...FENOM E N A BER M UKIM DI SEKITA R RE L

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik, sehingga transportasi menjadi urat nadi

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS Ika Setiyaningsih 1, Renaningsih 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA BAB III ANALISIS 3.1 Analisis tapak Stasiun Gedebage terletak di Bandung Timur, di daerah pengembangan pusat primer baru Gedebage. Lahan ini terletak diantara terminal bis antar kota (terminal terpadu),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan diuraikan tahapan penelitian yang akan dilakukan sebagai pendekatan permasalahaan yang ada dalam menentukan tingkat kepuasan penumpang kereta-api

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Transportasi Menurut Morlok (1991), pengertian transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat bagi seluruh kegiatan ekonomi Indonesia. Seluruh pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesiamenempatkan kantor utama

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 3.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan Senen, Jakarta Pusat : ± 48.000/ 4,8 Ha : Fasilitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. BAB V Kesimpulan dan Saran 126

BAB V KESIMPULAN. BAB V Kesimpulan dan Saran 126 BAB V KESIMPULAN 5.1 KESIMPULAN Manusia memiliki sifat alami untuk selalu bergerak. Pergerakan yang dilakukan dapat bersifat fisik (berpindah tempat) maupun non fisik (perilaku). Bergerak secara fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI Sistem didefinisikan sebagai seperangkat obyek (komponen, subsistem) dengan interaksi antar obyek dan secara keseluruhan mempunyai satu tujuan/fungsi. Contoh:

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema.

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Bangunan Terhadap Tema Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian terpadu dengan berbagai kelengkapan fasilitas. Fasilitas

Lebih terperinci

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARTA

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARTA UNIVERSITAS DIPONEGORO TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARTA TUGAS AKHIR JOHANSYAH 21020110141041 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEMARANG SEPTEMBER 2014 UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua orang di dunia bergantung pada transportasi untuk melangsungkan hidupnya, seperti

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM (Studi Kasus : Kereta Api Prambanan Ekspres Solo-Yogyakarta)

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM (Studi Kasus : Kereta Api Prambanan Ekspres Solo-Yogyakarta) PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM (Studi Kasus : Kereta Api Prambanan Ekspres Solo-Yogyakarta) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III ANALISA. Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan

BAB III ANALISA. Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan BAB III ANALISA 3.1 Analisa Tapak 3.1.1 Batas Tapak Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan Batas-batas tapak antara lain sebelah barat merupakan JL.Jend.Sudirman dengan kondisi berupa perbedaan level

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas 2.1 STUDI KASUS TERMINAL PULO GADUNG Dalam studi kasus Terminal Pulogadung ini, mengacu pada standar perencanaan dan perancangan dari studi literatur dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya Kota Surakarta sebagai kota budaya dan pariwisata, diikuti dengan kemajuan pesat khususnya bidang perekonomian membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api saat ini merupakan salah satu moda transportasi pilihan utama sebagian masyarakat di Indonesia untuk bepergian. Dengan sistem yang dibangun saat ini oleh

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep utama yang mendasari Rancang Ulang Stasiun Kereta Api Solobalapan sebagai bangunan multifungsi (mix use building) dengan memusatkan pada sistem dalam melayani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN MOBIL PRIBADI DI JAKARTA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN MOBIL PRIBADI DI JAKARTA MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN MOBIL PRIBADI DI JAKARTA Yumen Kristian Wau 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal BAB IV KONSEP 4.1 Ide Awal Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian yang baru dengan kelengkapan berbagai fasilitas. Fasilitas utama pada kawasan

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA Dewi Rosyani Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Jalan Suria Sumantri 65 Bandung, Indonesia, 40164 Fax: +62-22-2017622 Phone:

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi modern saat ini yang paling sering digunakan sebagai alat transportasi utama di beberapa kota besar di Indonesia,

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA STASIUN KERETA API MALANG KOTA BARU BERDASARKAN SPM K.A. DAN IPA

EVALUASI KINERJA STASIUN KERETA API MALANG KOTA BARU BERDASARKAN SPM K.A. DAN IPA EVALUASI KINERJA STASIUN KERETA API MALANG KOTA BARU BERDASARKAN SPM K.A. DAN IPA Hendi Bowoputro, Rahayu K., Ahmad Syahirul A. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (atau Jogja, Yogya, Jogjakarta, Yogyakarta) dan sering kali disingkat DIY, adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar belakang Indonesia merupakan sebuah negara dengan penduduk terpadat keempat di dunia yaitu 215,8 juta jiwa(tahun 2003). Sebuah negara yang memiliki penduduk padat tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Gambar Data Pengguna Transportasi (Sumber : BPS Jawa Barat, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Gambar Data Pengguna Transportasi (Sumber : BPS Jawa Barat, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stasiun tidak hanya tempat pemberhentian kereta dan tempat para penumpang naikturun kereta api, tapi juga tempat menunggu kereta api yang akan datang. Jenis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Nama Proyek Kategori Proyek Sifat Proyek Pemilik Luas Lahan : Transportasi Antar Moda : Fasilitas Transportasi : Fiktif : Negri : ± 4 Ha KDB (%) : 60 % KLB

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN, JAKARTA PUSAT

BAB III TINJAUAN KAWASAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN, JAKARTA PUSAT BAB III TINJAUAN KAWASAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN, JAKARTA PUSAT 3.1. Tinjauan Umum Kota Administrasi Jakarta Pusat 3.1.1. Kondisi Administrasi Potensi Jakarta Pusat secara administratif terdiri

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA Febri Bernadus Santosa 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan I.1. Pergub DI Yogyakarta No. 62 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya 2. Kamus Besar Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan I.1. Pergub DI Yogyakarta No. 62 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya 2. Kamus Besar Bahasa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Revitalisasi Stasiun Besar Yogyakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual B. DEFINISI JUDUL DAN PEMAHAMAN DALAM LINGKUP ARSITEKTUR 1. Definisi 1. Revitalisasi Revitalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini sarana transportasi merupakan suatu bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini sarana transportasi merupakan suatu bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini sarana transportasi merupakan suatu bagian yang tidak dapat di pisahkan dan sangat dibutuhkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat

Lebih terperinci

Karakteristik Pengguna Kereta Api Komuter Surabaya - Sidoarjo

Karakteristik Pengguna Kereta Api Komuter Surabaya - Sidoarjo Karakteristik Pengguna Kereta Api Komuter Surabaya - Sidoarjo Rudy Setiawan Dosen Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya,

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. transportasi darat seperti kereta, mobil, bis, dan lain-lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. transportasi darat seperti kereta, mobil, bis, dan lain-lain. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi sangat penting dan sangat diperlukan dalam kehidupan yang serba modern ini. Berdasarkan kepemilikan transportasi, transportasi dapat dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Menurut Abubakar I, dkk (1995) bahwa terminal transportasi merupakan : 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagi pelayanan umum. 2. Tempat

Lebih terperinci

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : TINGGA PRADANA

Lebih terperinci

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG 5.1 KONSEP DASAR PERENCANAAN Berdasarkan dari uraian bab sebelumnya mengenai analisis dan pemikiran didasarkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Penelitian Dalam melaksanakan suatu kegiatan di laksanakan tahap penelitian, karna merupakan langkah penting yang harus di tempuh sebelum melaksanakan kegiatan tahapan

Lebih terperinci

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.306, 2015 KEMENHUB. Terminal. Penumpang Angkutan jalan. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

ANALISA TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA KERETA API KOMUTER SURABAYA - SIDOARJO. Abstrak

ANALISA TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA KERETA API KOMUTER SURABAYA - SIDOARJO. Abstrak ANALISA TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA KERETA API KOMUTER SURABAYA - SIDOARJO Rudy Setiawan, ST., MT. Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Proses analisis data dari pembahasan dilakukan setelah selesai melaksanakan inventarisasi atau pengumpulan data, baikyang berupa data primer maupun data sekunder.

Lebih terperinci

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

STASIUN KERETA API PENUMPANG GEDEBAGE BANDUNG

STASIUN KERETA API PENUMPANG GEDEBAGE BANDUNG STASIUN KERETA API PENUMPANG GEDEBAGE BANDUNG LAPORAN PERANCANGAN AR 40Z0 STUDIO TUGAS AKHIR SEMESTER I TAHUN 2007/2008 Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Oleh : KHAERANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas merupakan suatu pergerakan atau perpindahan yang terjadi untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, pemenuhan kebutuhan biasanya didorong oleh keaadaan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA API TAMBUN BEKASI

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA API TAMBUN BEKASI BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA API TAMBUN BEKASI 5.1 Konsep Dasar Perencanaan Berdasarkan dari uraian bab sebelumnya tentang analisis maka ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA

EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA 165 EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA An Nuurrika Asmara Dina, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi, khususnya kemacetan, sudah menjadi permasalahan utama di wilayah Jabodetabek. Kemacetan umumnya terjadi ketika jam puncak, yaitu ketika pagi

Lebih terperinci

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA Oleh : Johansyah, Abdul Malik, Bharoto Jakarta merupakan pusat pemerintahan Indonesia, dan juga merupakan pusat bisnis dan perdagangan, hal ini merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb);

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan tahun kehadiran kendaraan bermotor khususnya di daerah ibu kota seperti Jakarta semakin meningkat dan membutuhkan infrastruktur jalan sebagai

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Transportasi kota Jakarta berkembang sangat pesat dikarenakan mobilitas yang tinggi dan masyarakatnya yang membutuhkan kendaraan. Semakin meningkatnya populasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah, yaitu memudahkan interaksi antar wilayah yang akan membawa manfaat ekonomi dan

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-47 Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen Rendy Prasetya Rachman dan Wahju Herijanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 138 TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU

TUGAS AKHIR 138 TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU TUGAS AKHIR 138 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Peran kereta api dalam tataran transportasi nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api adalah salah satu moda transportasi darat disamping angkutan umum pada jalan raya yang diharapkan dapat meningkatkan mobilitas dan melancarkan distribusi

Lebih terperinci