GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN"

Transkripsi

1 GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul Gambaran Titer Antibodi Anti H5 pada Serum dan Kuning Telur Ayam Single Comb Brown Leghorn yang Divaksinasi dengan Vaksin Inaktif H5N2 adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi. Bogor, September 2008 Wa Ode Yusran NRP B

3 ABSTRACT WA ODE YUSRAN. Study of Defined Anti H5 Antibody Titers in Serum and Egg Yolk of Single Comb Brown Leghorn Chicken Vaccinated with Inactive H5N2 Vaccine. Under direction of RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO and SRI MURTINI This research was aimed to defined anti H5 antibody titers in serum and egg yolk of Single Comb Brown Leghorn chicken vaccinated with inactive H5N2 heterolog vaccine. This research used 5 Single Comb Brown Leghorn chicken at the age of 20 weeks. Vaccination was conducted twice with 4 weeks intervals. Sample serum were collected before vaccination and after the first vaccination and the second vaccination. The Eggs were collected after second vaccination when antibody titer in the serum was high. Immunoglobulin Yolk (IgY) were purified with Polyetilen Glicol 6000 (PEG 6000) and Chloroform. Antibody serum titers and IgY were measured with HI Test using H5N1 AI virus as standard. The result of this research showed that H5N2 vaccine was able to inducted production of protective serum with mean titer after the first vaccination and after second vaccination. The presentage of protectifness was 60% from the total population of experimental chickens. The mean titers of IgY from the first until five weeks of eggs colection were 2 0.8, 2 1.4, 2 2.6, dan and the presentage protectifness of the IgY was 20% from the total population. This result were below the standard protectifness (70%). From this result can be conclude that H5N2 heterolog vaccine were not able to induc the production of protective antibody in serum and IgY as an antibody maternal.

4 ABSTRAK WA ODE YUSRAN. Gambaran Titer Antibodi Anti H5 Pada Serum dan Kuning Telur Ayam Single Comb Brown Leghorn yang Divaksinasi dengan Vaksin Inaktif H5N2. Dibimbing oleh RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO dan SRI MURTINI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran titer antibodi anti H5 pada serum dan kuning telur ayam Single Comb Brown Leghorn yang divaksinasi dengan vaksin heterolog inaktif H5N2. Penelitian ini menggunakan lima ekor ayam Single Comb Brown Leghorn umur 20 minggu. Vaksinasi dilakukan sebanyak dua kali dengan interval waktu empat minggu menggunakan vaksin heterolog inaktif H5N2. Koleksi serum dilakukan sebelum vaksinasi pertama, setelah vaksinasi pertama dan setelah vaksinasi kedua. Koleksi telur dilakukan setelah vaksinasi kedua saat titer antibodi pada serum tinggi. Pemurnian antibodi pada telur (IgY) diperoleh dengan cara purifikasi menggunakan Polyetilen Glicol 6000 (PEG 6000) dan kloroform. Identifikasi dan pengukuran titer antibodi pada serum dan kuning telur menggunakan uji Haemagglutinin Inhibition (HI) dengan virus standar H5N1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin heterolog inaktif H5N2 yang digunakan mampu menginduksi pembentukan antibodi protektif pada serum dengan rataan titer setelah vaksinasi pertama dan setelah vaksinasi kedua. Presentase protektif sebesar 60% dari total populasi ayam percobaan. Rataan titer antibodi pada telur (IgY) adalah 2 0.8, 2 1.4, 2 2.6, dan serta presentase protektif sebesar 20% dari total populasi ayam percobaan. Hasil ini masih lebih rendah atau dibawah kisaran persentase protektif yaitu 70%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vaksin heterolog H5N2 yang digunakan dalam penelitian ini tidak mampu menginduksi pembentukan antibodi protektif baik pada induk maupun pada telur sebagai maternal antibodi.

5 PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Pangasih karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat menyelesaikan program sarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Retno D Soejoedono, MS sebagai dosen pembimbing I dan Dr. drh. Sri Murtini,Msi sebagai pembimbing II, yang dengan sabar membimbing penulis. Ucapan treimakasih penulis sampaikan kepada Dr. drh. Adi Winarto, drh Ekowati Handharyani,MSi.PhD dan drh I Ketut Mudite Adniyane, Msi, serta Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi,MSi yang telah memberi dukungan dan bimbingan kepada penulis. Terimakasih kepada teman-teman sepenelitian (Dessy dan Sugi), terimakasih kepada Mbak Okti, Mbak Ika, Pak Lukman, Mas Wahyu, Mas Ivan, Pak Nur, teman-teman RC (Gege, Iya, Mungky, Ana, Wahyu, Puput dan Uni) yang slalu memberikan semangat, teman-teman Asteroidea 41 terbaik teristimewa. Terimakasih yang tulus kepada Orang tua tercinta yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, semangat, dorongan serta doa untuk penulis. Saudaraku tersayang (K Badar, K Sana, Dian, Abas, Adam) dan semua keluarga besar Mieno Wuna yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Bogor, September 2008 Wa Ode Yusran

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Muna, Sulawesi Tenggara pada tanggal 22 Desember Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan La Ode Ndibale dan Wa Ode Zahria. Pendidikan formal dimulai dari taman kanak-kanak yang diselesaikan tahun 1992 di TK LKMD Lahontohe. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 1 Lahontohe. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan tahun 2001 di SLTPN 1 Tongkuno dan pendidikan menengah umum pada tahun 2004 di SMUN 1 Tongkuno. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia periode , anggota departemen pendidikan BEM FKH IPB dan anggota Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas, selain itu penulis juga tergabung sebagai anggota dalam Forum Mahasiswa Tanggap Flu Burung (FMTFB) daerah Jawa Barat dan anggota HMI Komisariat FKH. Penulis juga mendapatkan Beasiswa POM tahun , Beasiswa BRI Persero tahun dan Beasiswa BBM tahun 2008.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...xii PENDAHULUAN Latar belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Avian influenza atau flu burung... 3 Vaksin dan vaksinasi... 5 Sistem kekebalan... 7 Antigen... 8 Antibodi... 9 Imunoglobulin Yolk (IgY)...10 Reaksi antigen antibodi...12 Uji Haemagglutinin Inhibition (HI)...13 Purifikasi IgY dengan Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform...14 MATERI DAN METODE Waktu dan tempat penelitian...15 Bahan dan alat...15 Metode penelitian...15 Vaksinasi...15 Pengambilan sampel darah dan pemisahan serum...15 Pembuatan virus standar H5N1 sebagai antigen pada uji HI...16 Pembuatan sel darah merah...16 Pengukuran titer antibodi pada serum dengan uji HI...16 Koleksi telur...17 Pemurnian antibodi pada telur (IgY) dengan metode purifikasi menggunakan Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform...17 Pengukuran titer antibodi pada telur (IgY) dengan uji HI...18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan...19 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...25 DAFTAR PUSTAKA...26

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rataan titer antibodi pada serum dengan uji HI Data hasil uji HI dari IgY setelah vaksinasi ke II Rataan titer IgY setelah vaksinasi ke II (berdasarkan waktu)...21

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Virus avian influenza Struktur immunoglobulin yolk (IgY) Rataan titer antibodi pada serum Rataan titer antibodi pada telur / immunoglobulin yolk (IgY)...23

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Titer antibodi pada serum hasil uji HI Titer antibodi kuning telur (IgY) hasil uji HI Persentase titer protektif pada serum dan kuning telur (IgY)... 30

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau umum dikenal flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae. Virus ini pertama kali berhasil diisolasi pada tahun 1878 dan menyebabkan penyakit fowl plaque. Seiring dengan perkembangan pemahaman terhadap virus ini maka pada tahun 1981 di Beltsville USA pada First International Symposium on Avian Influenza, merekomendasikan penggantian istilah fowl plague dengan istilah Highly Pathogenic Avian Influenza viruses (HPAI) (Jordan 1997). Hingga saat ini, kasus flu burung masih menjadi masalah dan ancaman bagi masyarakat pada umumnya dan dunia peternakan unggas khususnya. Office Internationale des Epizootics (OIE) menggolongkan penyakit Avian Influenza kedalam list A dan disebut sebagai penyakit zoonosis (OIE 2006). Terdapat beberapa tipe virus AI yang dikelompokkan berdasarkan pada antigen permukaan berupa hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Saat ini telah ditemukan 16 subtipe HA dan 9 subtipe NA. Menurut patogenitasnya, virus AI dibagi menjadi dua yaitu High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Tipe virus yang termasuk kedalam HPAI dalam dunia perunggasan adalah H5 dan H7 (Soejoedono dan Handharyani 2005; Zhou et al. 1999). Avian Influenza mulai mewabah di Indonesia sejak Agustus Dari diagnosa lapang yang dilakukan oleh para peneliti, tipe virus AI yang ada di Indonesia adalah tipe virus H5N1 yang merupakan salah satu tipe virus High Pathogenic (Wiyono et al. 2004). Virus ini menyebabkan puluhan juta unggas mati mendadak dengan gejala klinis yang beragam hingga tidak menampakkan gejala, selain itu ditemukan juga kasus pada babi dan manusia. Menurut Soejoedono dan Handharyani (2005), perubahan gejala klinis menjadi subklinis dan adanya infeksi pada manusia dan babi dikarenakan sifat virus AI yang mudah bermutasi. Berbagai upaya penanggulangan dan pencegahan terus dilakukan baik oleh peternak, pemerintah maupun peneliti. Pemerintah menerapkan sembilan langkah pencegahan yaitu: biosekuriti, vaksinasi, depopulasi didaerah tertular, pengendalian lalu lintas unggas, pengendalian lalu lintas produk dan limbah,

12 surveilence dan penyusuran penyebar AI, pengisian kandang kembali, stamping out dan monitoring dan evaluasi (Indriani et al. 2005). Namun, secara umum program ini hanya mampu menekan laju penyebaran, tidak mampu mengatasi wabah AI secara total. Vaksinasi merupakan salah satu program yang dilakukan untuk mengatasi wabah flu burung. Pada awal terjadi wabah AI di Indonesia, vaksinasi dilakukan dengan vaksin homolog inaktif H5N1. Pada tahun 2005, kebijakan tersebut berubah dimana pemerintah Indonesia menyarankan untuk menggunakan vaksin heterolog inaktif H5N2 dan H5N9 lokal dan impor (Indriani et al. 2005; Sudarisman 2006). Kebijakan ini menimbulkan kontroversi dikalangan ilmuwan/peneliti. Sebagian berpendapat bahwa vaksinasi yang tepat menggunakan vaksin inaktif heterolog H5N2 dan H5N9 karena virus ini tergolong LPAI, sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa penggunaan vaksin heterolog akan meningkatkan kemungkinan mutasi dari virus mengingat sifat virus yang mudah bermutasi (Depkes 2007). Dengan demikian perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat kemampuan vaksin heterolog inaktif H5N2 dalam menginduksi sistem kekebalan ayam. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran titer antibodi anti H5 pada serum dan kuning telur yang terbentuk pada ayam single comb brown leghorn yang divaksinasi dengan vaksin inaktif heterolog H5N2. Diharapkan kekebalan yang diinduksi tidak hanya pada induk, tetapi juga kekebalan induk yang diturunkan pada anak ayam (maternal antibodi). Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai gambaran titer antibodi pada induk ayam dan maternal antibodi yang diinduksi oleh vaksin heterolog inaktif H5N2 yang akan menjadi antibodi maternal pada anak ayam(doc).

13 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza atau Flu Burung Virus influenza adalah virus RNA rantai tunggal yang terbagi dalam delapan segmen dan memiliki tiga tipe virus yang dikelompokan berdasarkan karakter protein Martiks (M) dan Ribonucleoprotein (RNP) yaitu virus influenza tipe A, B dan C. Virus influenza tipe A menginfeksi unggas, babi dan kuda. Virus Influenza tipe B adalah virus yang menginfeksi manusia, sedangkan virus influenza tipe C adalah virus yang menginfeksi babi dan manusia namun cenderung non-pathogenic. Virus influenza tipe A berukuran nanometer, dibungkus oleh amplop dan memiliki antigen permukaan berupa hemagglutinin (H) yang mempengaruhi kerja reseptor dan neuraminidase (N) yang mempengruhi kerja sialidase untuk melepas material dari permukaan virus.(fenner et al. 1995; Muramoto et al. 2006; Swayne et al.1998). Gambar 1 Virus AI (Anonim 2007) Antigenitas virus tergantung pada komponen internal virus yaitu protein Martiks (M) dan Ribonucleoprotein (RNP). Hingga saat ini virus influenza tipe A yang teridentifikasi 16 subtipe H dan 9 N. Setiap subtipe H dapat menjadi patogen. Namun saat ini hanya subtipe H5 dan H7 yang bersifat High Pathogenic virus di dunia perunggasan. Virus AI stabil pada ph 7-8 dan labil dibawah ph 7. Ketahanan virus pada suhu tergantung pada strain virus, namun pada umumnya virus dapat bertahan hingga suhu 56 0 C selama 6 jam. (Swayne DE et al 1998). Virus H5N1 termasuk tipe ganas tetapi peka terhadap panas (mati pada suhu

14 minimal 60 0 C selama 3 jam). Namun virus ini dapat bertahan hidup pada suhu 22 0 C selama empat hari dalam air, dan lebih dari 30 hari pada suhu 0 0 C. (Soejoedono dan Handharyani 2005). Berdasarkan patogenitasnya, virus AI dibagi menjadi Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Pada kasus LPAI yang disertai infeksi sekunder dapat menyebabkan tingkat kematian rendah 3-5%, sedangkan pada kasus tanpa infeksi sekunder tidak menyebabkan kematian. Infeksi oleh HPAI dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi yaitu % karena virus menyebar keseluruh jaringan tubuh melalui pembuluh darah. Sebagian besar virus AI adalah LPAI sehingga menimbulkan gejala ringan berupa penurunan produksi telur atau terhenti sama sekali, kerabang telur lembek, gangguan pernafasan, nafsu makan menurun, depresi hingga tingkat kematian rendah. Namun, jika terjadi mutasi virus dari LPAI ke HPAI dapat menyebabkan kematian tinggi pada populasi unggas (Dunn et al 2003 dalam Setiaji 2006). Menurut Jordan (1997) virus influenza bereplikasi pada sistem respirasi dan sistem pencernaan unggas. Transmisi dari unggas ke unggas terjadi melalui butiran air dan udara dari saluran respirasi, melalui feses secara langsung atau melalui pakan dan minuman yang terkontaminasi. Gejala klinis akibat infeksi virus AI tergantung pada beberapa faktor, yaitu: strain virus, spesies dan umur inang, status imun inang, defisiensi dan faktor lingkungan (amoniak dan debu). Menurut tinjauan ilmiah, inang alami virus AI adalah unggas air dan kemudian virus ini disebarkan oleh burung-burung liar. Hingga saat ini belum ditemukan transmisi dari manusia ke manusia. Transmisi virus ke manusia berasal dari burung, unggas di peternakan dan pasar unggas (Zhou et al 1999). Virus AI memiliki daya replikasi tinggi sehingga dapat berkembang cepat didalam tubuh. Virus H5N1 ditemukan menyebar dan menyerang peternakan unggas di Hongkong, Thailand, Jepang dan Indonesia. Di negara Cina dan Taiwan ditemukan subtipe virus yang kurang ganas yaitu subtipe H5N2. Namun virus ini harus tetap diwaspadai karena sifat virus AI yang mudah bermutasi (mengubah diri atau materi genetiknya) dari virus LPAI menjadi HPAI seperti pada subtipe H5N1 yang diduga berasal dari LPAI. (Soejoedono dan Handharyani 2005). Selain itu, virus AI sangat unik karena memiliki kemampuan mengubah diri

15 melalui pindahan antigen (antigenic drift) dan hanyutan antigen (antigenic shift) sehingga sulit dikenali oleh sistem pertahanan inang.(dharmayanti et al. 2005). Vaksin dan Vaksinasi Menurut Kuby (2007), vaksin berasal dari bahasa latin "vacca" yang berarti cow/sapi. Istilah ini ditetapkan oleh Louis Pasteur sebagai penghargaan kepada Edward Jenner yang mempelopori ide vaksinasi saat menangani masalah small pox pada tahun 1798 yang menyerang manusia. Vaksin adalah bahan yang berasal dari mikroorganisme, yang sifat patogenitasnya telah dihilangkan dan digunakan untuk merangsang pembentukan sistem kekebalan tanpa menyebabkan penyakit (Tizard 1988). Vaksinasi adalah tindakan memasukkan antigen berupa virus atau agen penyakit yang telah dilemahkan kedalam tubuh sehat dengan maksud untuk merangsang kekebalan yang diharapkan dapat melindungi individu yang bersangkutan terhadap infeksi penyakit di alam. Vaksin dibagi atas vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang mengandung partikel virus yang sudah dilemahkan untuk menghilangkan sifat virulensinya. Vaksin inaktif adalah vaksin dengan partikel virus yang sudah dimatikan tetapi masih memiliki sifat imunogenitas (Tizard 1988). Aspek positif dari vaksin AI inaktif berdasarkan kasus pengalaman di Hongkong adalah proteksi klinisnya luas yaitu dapat digunakan untuk semua spesies unggas. Vaksin ini juga aman dan mudah dikontrol namun tidak direkomendasikan untuk ayam sebelum berumur 8-10 hari. Aspek negatifnya, konsenterasi virusnya tidak distandarisasi, beresiko bila menggunakan vaksin high pathogenic, diperlukan booster, dan monitoring lebih kompleks dengan antibodi berbeda untuk AGPT, HA dan ELISA (Raharjo 2004 dalam Hartati 2005). Adjuvan adalah zat yang umum digunakan bersama vaksin untuk meningkatkan efek vaksin dalam meningkatkan reaksi kebal. Adjuvan berfungsi sebagai molekul protein pembawa antigen untuk membentuk komplek lebih besar sehingga menjadi lebih imunogenik. Adjuvan juga memperlambat pelepasan dan degradasi antigen (efek depot) sehingga memberikan waktu yang cukup pada sistem imun untuk merespon antigen. Pelepasan sejumlah kecil antigen secara

16 konstan memberikan kesempatan sistem imun merespon antigen menjadi lebih lama. Penggunaan adjuvan juga dapat merangsang makrofag melalui aktivasi dan meningkatkan proses fagositosis dengan cara mempengaruhi limfosit untuk melepaskan monokin (Fenner et al 1995; Suarta et al. 2006). Menurut Tizard 1988, untuk menjaga mutu vaksin perlu memperhatikan cara penyimpanan dan penggunaan vaksin. Vaksin disimpan dalam vial tertutup, pada suhu C dan dihindarkan dari sinar matahari langsung. Vaksin diencerkan dengan pengencer khusus yang telah disediakan oleh pabrik dan dengan jumlah pengencer yang telah ditentukan. Menurut Akoso 1998 dalam Siti 2007, keberhasilan vaksinasi pada peternakan unggas ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Status kesehatan unggas 2. Status nutrisi dalam keadaan cukup 3. Sanitasi lingkungan dan sistem perkandangan yang baik 4. Waktu dan umur yang tepat saat melakukan vaksinasi. Menurut Soejoedono dan Handharyani (2005), program vaksinasi dilakukan pada semua jenis unggas yang sehat didaerah tertular atau terancam flu burung dengan vaksin inaktif yang resmi atau dari pemerintah. Adapun rute dan dosis vaksinasi pada ayam petelur sebagai berikut: Umur 4-7 hari : 0,2 ml subkutan didaerah pangkal leher Umur 4-7 minggu :0,5 ml subkutan didaerah pangkal leher Umur 12 minggu : 0,5 ml subkutan didaerah pangkal leher atau otot dada Booster setiap 3-4 bulan : 0,5 ml di otot dada. Manfaat vaksinasi pada peternakan unggas antara lain: 1. Mencegah dan menghindari adanya kerugian ekonomi akibat penyakit berupa penurunan produktivitas, penurunan berat badan, keterlambatan pengisian kandang dan kematian 2. Menekan dan menurunkan jumlah virus yang disebarkan oleh unggas yang terinfeksi 3. Menurunkan keganasan/virulensi virus AI di lapangan

17 4. Mencegah timbulnya varian-varian baru akibat mutasi.(zakir 2004 dalam Setiaji 2006) Pada awal terjadi wabah AI di Indonesia, vaksinasi dilakukan dengan vaksin homolog inaktif H5N1. Pada tahun 2005, kebijakan tersebut berubah dimana pemerintah Indonesia menyarankan untuk menggunakan vaksin heterolog inaktif H5N2 dan H5N9 lokal dan impor (Indriani et al. 2005; Sudarisman 2006). Menurut Depkes 2007, pemberian vaksin heterolog pada unggas misalnya vaksin H5N2 dan H5N9 terhadap H5N1 untuk mengatasi masalah flu burung di Indonesia, dinilai tidak tepat dan dapat menyebabkan kemungkinan mutasi dari virus karena perbedaan genetik pada tiap strain. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian beberapa ilmuwan yang menemukan adanya virus pada feses unggas yang telah divaksin. Sedangkan menurut Deptan 2005 menyatakan bahwa vaksinasi terhadap AI sebaiknya menggunakan vaksin heterolog, yaitu dengan vaksin yang memiliki molekul H yang sama dengan dilapangan tetapi memiliki molekul N yang berbeda. Misalnya vaksin heterolog inaktif H5N2 dan vaksin heterolog inaktif H5N9 (Indriani et al. 2005; Sudarisman 2006). Sistem Kekebalan Sistem imun adalah bentuk adaptasi dari sistem pertahanan pada vertebrata sebagai pelindung terhadap serangan mikroorganisme patogen dan kangker. Sistem ini dapat membangkitkan beberapa macam sel dan molekul yang secara spesifik mampu mengenali dan mengeliminasi benda asing (Decker 2000; Kubi 1997). Menurut pendapat modern, respon imunologis menjalankan tiga fungsi yaitu pertahanan, homeostatis dan pengawasan (Bellanti 1993). Secara umum, sistem imun dibagi menjadi dua yaitu sistem imun non spesifik/pertahanan bawaan dan sistem imun spesifik/pertahanan dapatan. Sistem kekebalan nonspesifik berupa pertahanan fisik, mekanik dan kimiawi yang berespon pada awal paparan. Kekebalan fisik-mekanik terdiri dari kulit dan selaput lendir yang merupakan bagian permukaan tubuh paling luar untuk mencegah masuknya bahan asing. Faktor lain yang berperan dalam sistem pertahanan nonspesifik adalah makrofag dan mikrofag melalui proses fagositosis

18 dengan membunuh, menghancurkan, dan mengeliminasi antigen dari tubuh. (Decker 2000; Wibawan et al 2003). Menurut Fenner et al 1995, Decker 2000, Murphy et all. 1999, dan Wibawan et al 2003 bahwa sistem kekebalan spesifik berespon setelah antigen berhasil melewati sistem pertahanan nonspesifik. Makrofag sebagai Antigenic Presenting Cell (APC) mempresentasikan antigen kepada sel limfosit T melalui molekul Mayor Histocompability Complex (MHC) yang terletak dipermukaan makrofag. Molekul MHC berperan dalam mengatur interaksi antara berbagai sel yang terlibat dalam respon imun. MHC II akan membawa antigen yang disajikan oleh APC kepada sel Th melalui molekul permukaan Cluster of Differentiation 4 (CD4) dan T-Cell Receptor (TCR). Interaksi antara sel Th dan APC akan menginduksi sitokin atau interleukin yang merupakan alat komunikasi antar sel sehingga terjadi pematangan sel limfosit B menjadi sel plasma yang akan menghasilkan antibodi yang hanya dapat bereaksi dengan antigen yang ada dipermukaan sel, sehingga disebut kekebalan permukaan atau kekebalan humoral (Humoral Mediated Immunity). MHC I bekerja pada antigen dalam sel dengan menggunakan sel limfosit cytotoxic (Tc) melalui molekul Cluster of Differentiation 8 (CD8) dan T-Cell Receptor (TCR) yang dimiliki sel Tc. Sel Tc mencari dan menghancurkan sel-sel dan antigen didalamnya yang mengalami kelainan fisiologis untuk mencegah penyebaran antigen intraseluler kesel lain yang masih sehat disekitarnya. Proses ini disebut kekebalan seluler (Cellular Mediated Immunity/CMI). Menurut Tizard 2004, tanggap kebal merupakan respon biologis sehingga dapat menyebabkan variasi tanggap kebal bagi setiap individu. Kekebalan protektif atau kekebalan yang baik akan terbentuk pada individu dengan tanggap kebal yang baik dan sebaliknya. Antigen Antigen berasal dari kata Antibodi Generating Subtances, yang berarti suatu bahan atau senyawa yang dapat merangsang pembentukan antibodi. Antigen ini dapat berwujud protein, lemak, polisakarida,asam inti, lipopolisakarida, lipoprotein dan lain-lain. Sifat suatu senyawa yang mampu merangsang

19 pembentukan antibodi spesifik terhadap senyawa tertentu disebut antigenik. Senyawa yang bersifat antigenik harus memenuhi beberapa syarat berikut, yaitu: 1. Memiliki ukuran molekul yang besar. Walau molekul yang kecil dapat berlaku sebagai antigen, molekul besar akan lebih antigenik. 2. Memiliki kelarutan yang tinggi dalam tubuh. 3. Dapat didegradasi oleh makrofag dan mikrofag. 4. Memiliki kompleksitas susunan kimiawi yang tinggi. Makromolekul dengan struktur kompleks seperti protein merupakan antigen yang lebih baik dari pada polomer besar yang sederhana dengan subunit berulang yang identik. 5. Memiliki derajat keasingan yang tinggi. Senyawa yang bersifat antigenik belum tentu dapat meningkatkan respon kekebalan didalam tubuh. Suatu senyawa yang dapat merangsang pembentukan kekebalan dan imunitas disebut imunogen yang berasal dari kata Immunity Generating Substance. Sifat senyawa yang dapat merangsang pembentukan antibodi spesifik yang bersifat protektif dan peningkatan kekebalan seluler disebut imunogenik(wibawan et al 2003). Antibodi Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi antara linfosit B peka antigen dan antigen khusus. Antibodi terdapat dalam berbagai cairan tubuh, tetapi terdapat dalam konsentrasi tertinggi dan termudah diperoleh dalam jumlah yang banyak dari serum darah (Tizard 1988). Antibodi berperan dalam meningkatkan opsonisasi oleh sel makrofag yang dapat diamati pada aktivitas dan kapasitas fagositosis (Kuby 1997). Ayam memiliki sensitivitas tinggi terhadap protein asing sehingga dalam jumlah sedikit dapat membangkitkan respon pembentukan antibodi (Carlender 2002 dalam Rawendra 2005). Titer antibodi serum darah ayam dapat diperoleh dengan sekali vaksinasi, namun untuk mendapatkan titer tertinggi dan dapat dipertahankan selama lebih dari tiga bulan, diperlukan imunisasi ulang/booster setiap bulan (Wooley & London 1995 dalam Rawendra 2005).

20 Imunoglobulin Yolk (IgY). Menurut Scanes et al 2004, komposisi kuning telur terdiri atas: 1. Trigliserida 70%, kolesterol 5% dan phospholipid 25%. 2. Phosphoprotein, lipoprotein, phospovitin dan lipovitelin. 3. Protein terlarut yang terdiri atas ALFA lifetin (plasma albumen), BETA livetin (ALFA 2 -plasma glikoprotein) dan GAMA livetin (antibodi atau imunoglobulin) 4. Protein pengikat nutrisi (riboflavin, biotin, thiamin, vitamin A, vitamin D, zat besi) Imunoglobulin Y (IgY), kadang-kadang disebut IgG ayam, IgG kuning telur ataupun 7slgG adalah salah satu kelas antibodi dalam serum darah dan kuning telur kelompok amphibi, reptil dan aves. IgY disetarakan dengan IgG karena memiliki struktur yang mirip. Selain IgY, ayam menghasilkan dua imunoglobulin lainya yaitu IgA dan IgM (Loeken & Roth 1983 dalam Rawendra 2005). Gambar 2 Struktur Imunoglobulin (Suri 2007) Imunoglobulin dibentuk oleh empat rantai polipeptida dasar yang terdiri atas dua rantai berat (heavy chain) dengan 440 asam amino dan dua rantai ringan (light chain) dengan 220 asam amino dan setiap rantai memiliki stuktur yang identik. Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida, demikian juga rantai berat satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan disulfida. Enzim proteolitik papain dapat memecah struktur ini menjadi tiga fragmen yaitu dua fragmen tersusun atas rantai berat dan rantai ringan dan satu rantai yang dapat dikristalkan dari larutan. Fragmen yang tersusun atas rantai berat dan rantai ringan

21 dapat bereaksi dengan antigen sehingga disebut fragmen antigen binding site = Fab sedangkan rantai yang dapat dikristalkan disebut fragmen cristallizable =Fc. Fab dan Fc dihubungkan dengan leher yang fleksibel. Fab memiliki bagian yang dapat berubah-ubah sesuai dengan antigen yang terikat sedangkan Fc merupakan stuktur yang tetap atau konstan. Rantai berat tersusun atas empat bagian yang konstan dan satu bagian variabel sedangkan rantai ringannya tersusun dari satu rantai konstan dan satu rantai variabel (Decker 2000, Wibawan et al 2003) Menurut Soejoedono (2005), antibodi yang ada didalam darah ayam dapat ditransfer secara efektif kedalam kuning telurnya. Secara alamiah hal ini ditujukan untuk melindungi anak ayam dari infeksi penyakit. Kekebalan yang diperoleh oleh anak ayam ini dikenal dengan maternal antibodi. Menurut Carlender (2002) dalam Kurnia (2006), antibodi dalam serum akan diturunkan sebagai maternal antibodi pada hari ke-4 sampai hari ke-7 setelah kemunculan antibodi dalam serum. Pada ayam yang divaksinasi dengan vaksin homolog H5N1 apabila ditemukan titer antibodi pada serum ± 2 7, maka dapat ditemukan antibodi pada anak ayam (DOC) dengan titer 2 4 (Hartati 2005). Menurut Rose & Orlans 1981 dalam Rawendra 2005, transfer IgY pada ayam melalui dua tahap yaitu: (a) IgY dipindahkan dari serum kedalam kuning telur melalui ikatan reseptor IgY pada oosit seperti pada transfer antibodi cross-placental pada mamalia. (b) Pemindahan IgY dari kuning telur ke embrio. Imunoglobulin Y (IgY) adalah protein sehingga berpotensi mengalami denaturasi oleh suhu, ph maupun aktivitas enzim protease. Dibandingkan IgG, IgY memiliki stabilitas aktifitas netralisasi terhadap peningkatan keasaman yang lebih rendah. Aktivitas netralisasi IgY berkurang setelah dipanaskan 70 0 C selama 15 menit. (Shimizu 1992 dalam Rawendra 2005).

22 Reaksi Antigen-Antibodi Menurut Bellanti 1997, interaksi antigen-antibodi terjadi melalui tiga tahapan yaitu: 1. Reaksi primer, adalah interaksi awal antigen-antibodi 2. Reaksi sekunder, adalah reaksi lanjutan berupa proses presipitasi, aglutinasi, neutralisasi, cytotropik efek mencakup fisik, kimia antigenantibodi. 3. Reaksi tersier, berhubungan dengan fungsi biologis tubuh, apakah bermanfaat atau berbahaya bagi tubuh. Antigen yang masuk kedalam tubuh akan dikenali oleh tubuh dan merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi. Pembentukan antibodi terjadi dalam dua periode yaitu periode induksi (laten) dan periode biosintesis. Periode laten atau induksi adalah periode dimana terjadi proses pengenalan antigen oleh tubuh sebagai benda asing, transformasi antigen, pembelahan dan differensiasi sel linfosit B. Periode biosintesis adalah lanjutan periode dari periode induksi, yang terbagi dalam tiga fase. Tiga fase tersebut yaitu (1) fase logaritmik, fase ini terjadi peningkatan kadar antibodi secara logaritmik dalam waktu 4 sampai 10 hari, (2) fase datar (mantap), saat terjadi keseimbangan antara kadar antibodi yang diproduksi dengan kadar antibodi yang mengalami katabolisme. Antibodi yang ada pada induk akan ditransfer ke kuning telur sebagai maternal antibodi untuk anak dan (3) fase penurunan, dimana jumlah antibodi yang dikatabolisme bereaksi lebih banyak dari pada jumlah antibodi yang diproduksi dan akan terus berjalan hingga mencapai nilai negatif (Bellanti 2007). Menurut Tizard 2004 mengatakan bahwa tanggap kebal merupakan respon biologis sehingga dapat menyebabkan variasi tanggap kebal bagi setiap individu. Kekebalan protektif akan terbentuk pada individu dengan tanggap kebal yang baik dan sebaliknya, individu dengan tanggap kebal lemah kurang mampu membentuk titer protektif. Ketidakmampuan vaksin dalam menghasilkan antibodi protektif disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kandungan antigen, kualitas vaksin, jumlah dosis dan rute vaksinasi. Faktor eksternal meliputi vaksinator, kondisi ayam dan lingkungan (Fadilah 2007 dalam Siti 2007).

23 Uji Haemagglutin Inhibition (HI) Terdapat berbagai metoda yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan suatu organisme. Haemagglutination Inhibition Test (HI Test) merupakan metode standar untuk uji serologis (Palmer et al 2002). Beberapa antigen khususnya virus memiliki kemampuan untuk menggumpalkan sel darah merah, dengan uji HI kemampuan antigen untuk menggumpalkan sel darah merah dihambat dengan menggumakan antibodi yang homolog. Menurut Peacock et al 1980 dan Wibawan et al 2003, Ada dua macam kegunaan dari uji ini, yaitu : 1. Identifikasi antigen tertentu dengan jalan mereaksikannya dengan jenis antibodi (terhadap antigen) yang telah diketahui. 2. Mengetahui jenis antibodi (terhadap jenis antigen tertentu) dan banyaknya titer antibodi yang terdapat didalam satu contoh sera dengan mereaksikannya dengan antigen yang telah diketahui jenis dan jumlahnya. Terdapat dua metode umum pada uji penghambatan aglutinasi yaitu metode ά(alfa) dan metode β(beta). Metode ά(alfa) sering digunakan untuk menguji jenis antigen dimana serum yang telah diketahui jenis dan titernya ditambahkan kemasing-masing tabung dengan jumlah konstan sedang antigen/virus yang diuji diencerkan seri. Pada metode ini identifikasi virus dapat dilakukan tanpa uji HA terlebih dahulu, namun diperlukan serum dalam jumlah yang banyak dan titer antibodi yang sangat tinggi. Metode β(beta) digunakan untuk menguji atau identifikasi serum dan titer serum serta menguji jenis antigen. Pada metode ini, untuk melakukan identifikasi dan pengukuran titer serum harus membuat virus standar dengan uji HA terlebih dahulu. Serum yang akan diidentifikasi dibuat pengenceran seri dengan penambahan antigen/virus dengan jumlah konstan. Titer penghambatan hemaglutinasi dari serum diperoleh dari pengenceran serum tertinggi yang menghambat hemaglutinasi dikalikan dengan jumlah unit hemaglutinasi virus yang digunakan (Siregar 2006; Tizard 1988). Pada pengukuran titer dengan antigen heterolog terdapat konversi tingkat titer yaitu "Setiap perbedaan satu angka subtipe akan diikuti dengan kenaikan dua angka titer dari angka titer yang didapatkan". Misalnya, Apabila vaksin yang digunakan subtipe H5N2 dan titer yang diperoleh 2 2 (2 Log 2) dengan antigen subtipe H5N1, maka nilai titer hasil reaksi antigen dan antibodi setelah dikonfersi

24 adalah 2 4 (4 Log 2) (Soejoedono 2008). Menurut Surat Keputusan Direktorat Jendral Peternakan No. 45/Kpts/PD.616/F/06.06 tanggal 7 juni 2006 tentang SOP pengendalian AI di Indonesia, suatu vaksin dikatakan protektif jika nilai titer pada uji HI 4 log 2 dan 70% dari total populasi unggas yang berada dalam satu flock memiliki titer protektif (Deptan 2006). Purifikasi IgY dengan Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform Purifikasi atau pemurnian IgY dapat dilakukan dengan berbagai metode. Secara umum dibagi menjadi 2 kategori yaitu: soluble diferensial (garam, PEG, presipitasi asam kaprilat) dan kromatografi (filtrasi gel, pertukaran ion, hidroksi apatik dan afinitas). Kemurnian dan spesifitas dapat ditingkatkan dengan menghilangkan protein yang tidak diinginkan (Heytman 1995 dalam Ramlah 2008). PEG 6000 adalah polimer organik untuk mengendapkan protein. Penambahan kloroform pada pemurnian diarahkan untuk memperoleh total protein dan IgY kali lebih tinggi, walaupun memiliki kompensasi cemaran 10% lebih tinggi dibandingkan metode lain. Kelebihan lain dari penggunaan PEG 6000 dan kloroform adalah aktifitas IgY yang dihasilkan lebih tinggi dari metode lain (Bizhanov 2000 dalam Oktarini 2008). Proses purifikasi pada penelitian ini dibuat dalam bentuk Water Soluble Fraction (WSF) agar menghasilkan IgY yang lebih tinggi. WSF didapatkan dari proses sentrifugasi kuning telur yang mengakibatkan protein berada dalam fraksi granular (granular fraction) dan fraksi terlarut (Water Soluble Fraction/WSF). Fraksi granular terdiri dari LDL granular dan Phosvitin, sedangkan fraksi terlarut terdiri dari LDL terlarut dan Levitin.

25 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2007 sampai bulan April 2008 di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima ekor ayam Single Comb Brown Leghorn umur 20 minggu, vaksin inaktif H5N2 beradjuvan, virus inaktif H5N1 BBalitvet isolat 2005, RBC 0.5%, NaCl fisiologis, PBS (ph 7.6), Polietilen Glikol (PEG) 6000, kloroform. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah disposible syringe 1ml dan 3 ml, mikrotube 1.5ml, gelas ukur berbagai volume, magnetic stirer (Iuchi HSD-4P0), vortex mixer, pipet pasteur, refrigerator (Sanyo Medicool), sentrifuge (PLC Series, Sorvall Super T2), deep freezer (Sanyo Ultralow), mikropipet ( µl beserta tipsnya), timbangan, kertas saring dan kandang percobaan. Metode penelitian Vaksinasi Ayam yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak lima ekor dengan berat badan yang seragam. Vaksin yang digunakan adalah vaksin heterolog inaktif H5N2. Vaksinasi dilakukan dua kali dalam interval waktu empat minggu. Setiap ekor ayam disuntikan vaksin sebanyak 0.5 ml di daerah leher melalui subkutan. Pengambilan Sampel Darah dan Pemisahan Serum Pengambilan darah dilakukan sesaat sebelum vaksinasi pertama, setelah vaksinasi pertama atau sesaat sebelum vaksinasi kedua dan setelah vaksinasi kedua. Darah diambil sebanyak 1-2 ml dari masing-masing ayam melalui vena brachialis, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama kurang lebih 1 jam atau

26 sampai serum terpisah dari komponen darah. Selanjutnya serum disimpan pada suhu 4 0 C. Pembuatan Virus Standar H5N1 Sebagai Antigen Pada Uji HI Virus inaktif H5N1 BBalitvet isolat 2005 yang akan dijadikan antigen dalam uji Haemaglutinin Inhibition (HI), terlebih dahulu Haemaglutinin Assay (HA) untuk menentukan titer antigenitasnya. Titer virus standar hasil uji HA, diencerkan menjadi 4HAU/0.25 ml dan digunakan sebagai antigen pada uji HI. Pembuatan Sel Darah Merah (SDM) Darah utuh (whole blood) yang diambil dari ayam percobaan, ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat 3.8% dengan perbandingan 1 : 4 lalu disentrifugasi selama menit dengan kecepatan 1500 rpm. Supernatan yang terbentuk dibuang, sedangkan endapannya dicuci/dibilas dengan NaCl fisiologis kemudian disenrifugasi kembali. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali hingga terbentuk Sel Darah Merah (SDM) 100% yang kemudian diencerkan menjadi 5% sebagai SDM stok. SDM stok diencerkan lagi menjadi SDM 0.5% yang akan digunakan pada uji HI. Pengukuran Titer Antibodi Pada Serum dengan Uji HI Metode uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode β (beta). Antigen yang digunakan adalah virus inaktif H5N1 pada titer 4HAU/0.25 ml dan sel darah merah 0.5%. Prosedur uji HI sebagai berikut: Sebanyak 0,025 ml virus standar 4HAU/0,025 ml (H5N1) dimasukan kedalam sumur-sumur microplate (U botton microplate). Kemudian 0,025 ml serum dimasukan kedalam sumur pertama, dilakukan pencampuran dengan menghisap dan mengeluarkan campuran sebanyak 4-5X. Selanjutnya, dengan menggunakan micropipette sebanyak 0,025ml campuran diambil lalu dipindahkan kesumur berikutnya untuk diencerkan. Pengenceran seri ini dilakukan sampai sumur ke-10 dan dari sumur kesepuluh, sebanyak 0,025 ml campuran dibuang. Microplate yang telah diisi virus inaktif H5N1 dan serum di goyang-goyangkan lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Selanjutnya, sebanyak 0,025 ml suspensi SDM 0,5%

27 ditambahkan ke dalam setiap sumur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit atau setelah kontrol positif mengendap. Pembacaan hasil berupa nilai titer serum yang dihitung dengan menggunakan Geometrik Mean Titer (GMT). Adapun rumus GMT sebagai berikut: Log 2 GMT= (Log 2 t 2 )(S 1 ) + (Log 2 t 2 )(S 2 ) (Log n t n )(S n ) N Keterangan : N = Jumlah contoh serum yang diamati t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (end point) S = Jumlah contoh serum bertiter t n = Jumlah titer antibodi pada sampel ke-n Koleksi Telur Koleksi telur dilakukan setelah vaksinasi kedua. Telur yang dihasilkan setiap hari dikumpulkan, diberi kode nomor ayam dan tanggal bertelur. Telur disimpan pada suhu 5 0 C. Koleksi telur berlangsung hingga minggu ke-5 setelah vaksinasi kedua. Pemurnian Antibodi pada Telur (IgY) dengan Metode Purifikasi Menggunakan Polyetlen Glicol 6000 dan Chloroform Terdapat berbagai metode yang dapat dilakukan untuk pemurnian antibodi dari kuning telur (IgY). Pada percobaan ini pemurnian IgY menggunakan metode purifikasi dengan Polyetilen Glikol 6000 (PEG 6000) dan chloroform. Adapun prosedur purifikasi dengan PEG 6000 sebagai berikut : Kerabang telur dibersikan dengan tissue lalu dipecahkan pada bagian rongga udara. Putih telur dipisahkan dari kuning telur dan diletakkan diatas kertas saring untuk menyerap sisa putih telur. Selaput kuning telur disobek hingga kuning telur mengalir keluar ke gelas ukur. Setiap butir telur ditambahkan PBS ph 7,6 sebanyak 20 ml/butir lalu dihomogenkan. Larutan yang sudah homogen ditambahkan kloroform 25 ml/butir dan kemudian dihomogenkan kembali hingga terbentuk larutan semisoid. Larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan 1200 rpm hingga terbentuk larutan terpisah antara supernatan dan pelet. Supernatan yang terbentuk diambil dan

28 peletnya dibuang. Supernatan ini disebut Water Soluble Fraction (WSF). WSF yang terbentuk dilarutkan Polyetilen glicol 6000 (PEG 6000) hingga kosentrasi akhir 12% ( w / V ). Larutan disentifugasi dengan kecepatan gravitasi selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, peletnya disuspensikan PBS ph 7,6 sebanyak 2 ml/butir telur. WSF ini digunakan untuk menghitung titer IgY dengan uji HI. Pengukuran Titer Antibodi Pada Telur (IgY) dengan Uji HI Secara umum prinsip pengukuran titer antibodi pada telur (IgY) dengan uji HI sama dengan uji pengukuran antibodi pada serum. WSF yang dihasilkan pada proses purifikasi mengandung antibodi H5N2. WSF ini digunakan sebagai materi pengganti serum untuk pengukuran titer antibodi pada telur.

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Avian influenza atau yang umum dikenal sebagai flu burung masih menjadi masalah bagi dunia peternakan unggas dan masyarakat indonesia. Office Internationale des Epizootics (OIE) menggolongkan penyakit Avian Influenza kedalam list A dan disebut sebagai penyakit zoonosis (OIE 2006). Dari diagnosa lapang yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan peneliti, tipe virus AI yang ada di Indonesia adalah tipe virus H5N1 yang merupakan salah satu tipe virus High Pathogenic (Wiyono et al.2004). Avian Influenza mulai mewabah di Indonesia sejak agustus Virus ini menyebabkan puluhan juta unggas mati mendadak. Selain itu ditemukan kasus pada babi dan manusia (Soejoedono dan Handharyani 2005). Berbagai upaya penanggulangan dan pencegahan terus dilakukan baik oleh peternak, pemerintah maupun peneliti namun secara umum program ini hanya mampu menekan laju penyebaran, tidak mampu mengatasi wabah AI secara total. Pada prinsipnya, antigen yang digunakan akan bereaksi spesifik terhadap antibodi yang terdapat dalam darah atau kuning telur. Antigen yang masuk kedalam tubuh akan dikenali oleh tubuh dan merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi. Pembentukan antibodi terjadi dalam dua periode yaitu periode induksi (laten) dan periode biosintesis (Bellanti 2007). Vaksinasi dilakukan dua kali dalam selang waktu empat minggu dengan dosis dan lokasi penyuntikan yang sama serta penggunaan adjuvan pada vaksin. Paparan pertama atau vaksinasi pertama akan membangkitkan respon primer pada tubuh, dan untuk memperoleh titer antibodi yang tinggi diperlukan vaksinasi ulang/booster. Terdapat berbagai metoda yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi baik dalam darah maupun dalam kuning telur. Teknik sederhana yang digunakan untuk jenis antigen yang memiliki kemampuan mengaglutinasi sel darah merah adalah uji HA atau HI. Pada penelitian ini menggunakan uji HI (Haemaglutinin Inhibition) yang hasilnya dapat memberi gambaran titer antibodi yang terdapat dalam serum darah dan kuning telur. Reaksi positif pada uji HI ditandai dengan penghambatan aglutinasi sel darah merah karena terdapat antibodi yang menghambat kerja antigen yang memiliki kemampuan mengaglutinasi sel darah merah.

30 Deteksi dan pengukuran titer antibodi pada penelitian ini menggunakan antigen yang sama pada salah satu antigen permukaan (H5) dan berbeda pada antigen permukaan yang lain (N). Vaksin yang digunakan adalah tipe H5N2 dan diuji dengan antigen H5N1. Hal ini dilakukan karena berdasarkan penelitian dan pengamatan kasus dilapangan, tipe virus yang ditemukan adalah H5N1. Pengukuran titer antibodi sebelum melakukan vaksinasi ditujukan untuk melihat kemungkinan adanya perlakuan vaksinasi di peternakan sebelum diberlakukan sebagai hewan percobaan dan menghindari terjadinya netralisasi vaksin akibat titer antibodi ayam masih tinggi. Gambaran titer antibodi yang terbentuk pada serum sebelum vaksinasi dan setelah vaksinasi pertama dan kedua tertera dalam tabel berikut. Tabel 1 Rataan Titer antibodi pada serum dengan uji HI Waktu Rataan titer yang terbentuk (Log 2) Sebelum vaksinasi 1.67 Setelah vaksinasi ke-i 5.20 Setelah vaksinasi ke-ii 7.00 Dari Tabel 1 terlihat bahwa sebelum dilakukan vaksinasi sebagai perlakuan penelitian, terdapat antibodi terhadap virus AI H5 pada sebagian besar ayam. Antibodi yang terbentuk merupakan efek vaksinasi yang dilakukan oleh peternak saat ayam berada dipeternakan. Vaksinasi dengan vaksin heterolog inaktif H5N2 dilakukan setelah titer antibodi yang diperiksa rendah. Hal ini dimaksudkan agar titer antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi merupakan antibodi yang diinduksi oleh vaksin inaktif heterolog H5N2.

31 Rataan Titer Antibodi Serum (Log 2) Titer Antibodi (Log 2) A B C Waktu Series1 Gambar 3 Gambaran grafik Rataan Titer antibodi pada serum (Log 2) ket; (A) Sebelum vaksinasi, (B) Setelah vaksinasi ke-i, (C) Setelah vaksinasi ke-ii Titer antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi pertama atau sesaat sebelum vaksinasi kedua dan setelah vaksinasi kedua, menunjukkan peningkatan titer yang signifikan (Grafik 1). Hal ini menggambarkan bahwa vaksin yang digunakan memiliki kemampuan menginduksi pembentukan antibodi terhadap bahan asing dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carlender (2002) diacu dalam Rawendra (2005) bahwa ayam memiliki sensitivitas tinggi terhadap protein asing sehingga dalam jumlah sedikit dapat membangkitkan respon pembentukan antibodi. Vaksin inaktif heterolog H5N2 yang digunakan hanya mampu menginduksi pembentukan antibodi protektif 60% pada populasi dengan gambaran titer seperti pada Tabel 1. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No. 45/Kpts/PD.610/F/06.06 tanggal 7 Juni 2006 tentang prosedur operasional standar pengendalian penyakit Avian Influenza di Indonesia, titer dan persentase yang dicapai dianggap tidak mampu menginduksi pembentukkan antibodi protektif ( 4 log 2 dan 70% dari total populasi). Menurut Carlender (2002) dalam Kurnia (2006), antibodi dalam serum akan diturunkan sebagai maternal antibodi pada hari ke-4 sampai hari ke-7 setelah kemunculan antibodi dalam serum. Apabila ditemukan titer antibodi pada serum ± 2 7, maka dapat ditemukan antibodi pada anak ayam dengan titer 2 4 dengan

32 vaksin homolog H5N1 (Hartati 2005). Diharapkan, vaksin heterolog inaktif H5N2 yang digunakan memiliki kemampuan yang sama dalam menginduksi pembentukan antibodi. Peningkatan titer antibodi yang terbentuk pada serum dan capaian titer 2 7 setelah vaksinasi kedua, menjadi dasar untuk koleksi telur. Koleksi telur dilakukan setelah vaksinasi kedua selama 5 minggu. Gambaran titer antibodi yang diinduksi oleh vaksin inaktif H5N2 tertera dalam Tabel 2. Tabel 2 Data hasil uji HI dari IgY Setelah Vaksinasi ke II Ayam Titer IgY dalam Log 2 (Minggu ke-) B B B # B B # Keterangan: (B11, B12, B13, B21, B22 ) Ayam yang divaksin H5N2, (Minggu ke-1 dst) Minggu setelah vaksinasi ke II, (-) Belum bertelur, (#) Ayam mati Berdasarkan data hasil uji HI terhadap IgY, menunjukkan bahwa pada minggu awal setelah dilakukan vaksinasi titer antibodi pada telur (IgY) masih rendah, bahkan pada beberapa ayam percobaan belum memiliki antibodi dalam telurnya. Selanjutnya, pada minggu ke-3 dan minggu ke-4 terjadi kenaikan dan penurunan titer antibodi pada sebagian ayam dan terjadi kematian beberapa ayam percobaan. Dari lima ekor ayam percobaan, terdapat satu ekor ayam dengan kode B11 memiliki titer antibodi yang protektif yaitu diatas 2 4 dengan uji HI menggunakan virus H5N1 (heterolog) atau setara dengan 2 6 dengan uji HI menggunakan virus H5N2 (homolog). Namun, vaksin H5N2 yang digunakan tidak mampu membentuk titer antibodi protektif minimal 70% dari total populasi ayam. Vaksin H5N2 yang digunakan hanya mampu membentuk antibodi protektif pada IgY sebanyak 20% dari total populasi ayam percobaan.

33 Tabel 3 Rataan Titer IgY Setelah Vaksinasi ke II (berdasarkan waktu) M1 M2 M3 M4 M5 Rataan titer (Log 2) * Keterangan: (M1,M2...dst) Minggu ke 1, 2 dst, (*) Titer tertinggi Rataan Titer IgY (Log 2) Titer (Log 2) Titer 0 M1 M2 M3 M4 M5 Minggu ke- Gambar 4 Rataan Titer IgY Setelah Vaksinasi ke II (berdasarkan waktu) Rataan titer tertinggi berdasarkan waktu, terbentuk pada minggu ke-3, dan selanjutnya terjadi penurunan secara bertahap. Menurut Indriani et al. 2005, pemberian vaksin inaktif baru merangsang antibodi protektif sedikitnya tiga minggu dan menurun pada minggu kedelapan setelah vaksinasi. Hal ini dapat dijadikan dasar penentuan waktu vaksinasi ulang untuk mempertahankan kadar maternal antibodi yang akan digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup embrio dan menunjang sistem kekebalan anak ayam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam yang divaksinasi dengan vaksin heterolog H5N2 menginduksi antibodi dengan titer protektif pada sebagian besar induk (60%) namun tidak mampu melindungi 70% dari total populasi. Selain itu, maternal antibodi yang diturunkan tidak mencapai titer protektif (hanya 20%). Ketidakmampuan vaksin dalam menghasilkan antibodi protektif dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kandungan antigen, kualitas vaksin, jumlah dosis dan rute vaksinasi. Faktor eksternal meliputi vaksinator, kondisi ayam dan lingkungan (Fadilah 2007, diacu dalam Siti 2007). Tingkat homologi H5N2 yang kurang dari 80% dan perbedaan

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006).

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli Oleh: Wendry Setiyadi Putranto FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006 Abstrak Telur ayam ras

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IgY Anti Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Antibodi spesifik terhadap S. Enteritidis pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui bahwa telur ayam merupakan sumber protein hewani pelengkap gizi pada makanan, dan sebagian menggunakannya sebagai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT) DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT) ADINI ALVINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA ITA KRISSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR STUDI KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI ANTI AI H5N1 ASAL INDUK DALAM KUNING TELUR AYAM YANG DIVAKSINASI BERBAGAI VAKSIN AI H5N1 KOMERSIAL TERHADAP VIRUS AI H5N1 ISOLAT LAPANG AGUNG PUJI HARYANTO SEKOLAH

Lebih terperinci

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt. SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2012, hlm. 41-47 ISSN 0853 4217 Vol. 17 No.1 PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN

Lebih terperinci

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 11 (2), September 2013: 79-83 ISSN 1693-8828 Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta W. Suwito 1, Supriadi 1, E.

Lebih terperinci

Respon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam Indukan Pedaging Strain Hubbard (Studi Kasus pada Peternakan Ayam Indukan Pedaging)

Respon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam Indukan Pedaging Strain Hubbard (Studi Kasus pada Peternakan Ayam Indukan Pedaging) Respon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam Indukan Pedaging Strain Hubbard (Studi Kasus pada Peternakan Ayam Indukan Pedaging) Oleh YUNI HARTATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DELIN NOFIFTA B

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DELIN NOFIFTA B KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DELIN NOFIFTA B04110128 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE HEMAGLUTINASI INHIBISI (HI) PADA KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE HEMAGLUTINASI INHIBISI (HI) PADA KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 1 DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE HEMAGLUTINASI INHIBISI (HI) PADA KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 SITI WINDA KUSUMAWARDHANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanggap kebal dapat ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK BAWANTA WIDYA SUTA. 2007.

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG 1)

KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG 1) Kemampuan Netralisasi Antibodi Spesifik Avian Influenza H5 (A.H. Angi et al.) KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG 1) (Neutralization Ability

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi immunoglobulin Y (IgY) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 9,57 mg/ml dan immunoglobulin G (IgG) adalah 3,75 mg/ml. Pada penelitian ini, antibodi yang dilapiskan

Lebih terperinci

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 FAISAL MUHAMAD NU MAN SUMANTRI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur putih termasuk dalam jenis ayam petelur ringan. Ayam ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (3): 150-155 ISSN 1410-5020 Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging The Best Timing

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Avian Influenza 4 TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Avian Influenza Virus influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genom RNA rantai tunggal dengan 8 segmen, serta berpolaritas negatif.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Re-Karakterisasi Isolat Bakteri Re-karakterisasi bakteri pada biakan agar darah serta hasil uji gula-gula (biokimia) menggunakan Kit Microgen TM GN-ID Identification dapat dilihat

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, 11 Nopember 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Ketut Ardika dan Ibu Ni Wayan Suarni. Penulis menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK (Isolation and Identification of Avian Influenza Virus from Ducks) HARIMURTI NURADJI, L. PAREDE dan R.M.A. ADJID Balai Besar Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( ) Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci