ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H"

Transkripsi

1 ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN SETIO RINI. Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan 2003 (dibimbing oleh SAHARA). Berkembangnya isu Otonomi Daerah di era reformasi sejalan dengan perubahan politik di Indonesia. Kebijakan pembangunan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah saat ini difokuskan pada pertumbuhan ekonomi tiap-tiap propinsi. Hasil dari Otonomi Daerah sejak dikeluarkannya UU No 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah menyebabkan dimekarkannya beberapa propinsi sehingga pada tahun 2000 Indonesia mempunyai 30 propinsi. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di Indonesia yang pada akhirnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi 30 propinsi di Indonesia tahun jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, akan dianalisis juga pertumbuhan sektor-sektor ekonomi 30 propinsi di Indonesia pada tahun 1998 dan Penelitian ini menggunakan model analisis Shift Share. Berdasarkan analisis Shift Share maka akan diketahui propinsi-propinsi yang memberikan sumbangan terbesar pada perekonomian nasional, propinsi-propinsi yang pertumbuhannya cepat atau lambat dan propinsi-propinsi yang mampu berdaya saing dengan propinsi lainnya. Perangkat lunak yang digunakan dalam proses pengolahan data Shift Share ini adalah Microsoft Excell. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data PDB Indonesia dan PDRB 30 propinsi di Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Pusat berdasarkan atas harga konstan tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pergeseran petumbuhan pada tahun 1998 dan 2003 pada beberapa propinsi terkait dengan pemekaran propinsi yang terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi sebagai proses pemulihan ekonomi masa ini menunjukkan pertumbuhan yang positif. Kontribusi pertumbuhan ekonomi nasional pada masa itu meningkat sebesar 21 persen. Propinsi dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi terbesar adalah Propinsi Nusa Tenggara Barat sedangkan kontribusi pertumbuhan terkecil adalah Propinsi Maluku. Berdasarkan nilai pertumbuhan wilayah yang digambarkan pada pertumbuhan nasional menunjukkan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat memberikan pengaruh terhadap kebijakan pemerintah daerah. Pemerintah daerah DKI Jakarta merupakan daerah yang kebijakannya mampu mempengaruhi pertumbuhan sektoralnya, sedangkan Propinsi Maluku Utara merupakan propinsi yang kebijakannya kurang mampu mempengaruhi pertumbuhan sektoralnya. Secara sektoral, sektor yang mengalami pertumbuhan kontribusi terbesar adalah sektor Listrik, gas dan air bersih, sedangkan sektor bangunan merupakan sektor yang mempunyai kontribusi pertumbuhan terkecil. Propinsi Banten merupakan propinsi dengan pertumbuhan yang cepat dan

3 Propinsi Papua merupakan Propinsi dengan pertumbuhan yang lamban. Daya saing propinsi didominasi oleh Propinsi Jawa Barat, sedangkan Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi yang tidak mampu berdaya saing dengan baik. Pertumbuhan wilayah yang terjadi di 30 propinsi menunjukkan bahwa secara sektoral, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai nilai pertumbuhan nasional terbesar sehingga mampu mempengaruhi setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah khususnya di Propinsi Jawa Timur, sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih pada Propinsi Maluku Utara merupakan sektor yang mempunyai nilai pertumbuhan nasional terkecil. Sektor Listrik, gas dan air bersih pada Propinsi Jawa Timur merupakan merupakan sektor dengan pertumbuhan yang cepat sdangkan sektor bangunan di Propinsi DKI Jakarta merupakan sektor dengan pertumbuhan ekonomi yang lamban. Sektor pertanian di Propinsi Riau merupakan sektor yang paling mampu berdaya saing sedangkan sektor industri pengolahan di Propinsi Jawa Timur merupakan sektor yang mempunyai daya saing kurang baik. Berdasarkan nilai pergeseran bersih terdapat 16 propinsi yang termasuk dalam kelompok propinsi yang pertumbuhannya progressif dan 14 propinsi lainnya termasuk dalam propinsi dengan pertumbuhan yang lamban. Profil pertumbuhan perekonomian menunjukkan bahwa propinsi yang mempunyai daya saing paling baik dan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi paling cepat adalah Propinsi Jawa Barat, sedangkan Propinsi Maluku merupakan propinsi yang mempunyai pertumbuhan paling lamban dengan daya saing sektor yang kurang baik.

4 ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR - SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 Oleh SETIO RINI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Setio Rini Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Petumbuhan Sektor-sektor Perekonomian 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan 2003 dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Sahara, SP, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juni 2006 Setio Rini H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Setio Rini lahir pada tanggal 17 Juni 1984 di Aekanopan, sebuah kota kecil yang berada pada salah satu kecamatan di Propinsi Sumatera Utara. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Subagio dan Sulasih. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diawali dari Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di Yayasan Perguruan Swasta Sultan Hasanuddin. Jenjang pendidikan selanjutnya dilanjutkan ke SLTP Negeri 1 Kualuh Hulu dan menamatkan sekolah menengah atasnya di SMU Negeri 1 Kualuh Hulu pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswi IPB, penulis aktif di beberapa organisasi internal, organisasi eksternal, dan kepanitiaan kegiatan di kampus. Organisasi yang pernah digeluti penulis adalah Hipotesa (Himpunan profesi di Departemen Ilmu Ekonomi) sebagai Bendahara Umum II pada tahun , Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) HIMLAB (Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu) sebagai Bendahara Umum pada tahun , BEM FEM sebagai Ketua Mading Cicak dibawah koordinasi Departemen Humas pada tahun , HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sebagai Wakil Sekretaris Umum Bidang Pembinaan Anggota Komisariat FEM pada tahun 2005 dan Sekretaris Umum Komisariat FEM pada tahun Saat ini penulis masih aktif di HMI Cabang Bogor sebagai Ketua Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi pada periode

8 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Yang Cahaya-Nya memancar dalam kalbu para wali-nya, yang menghilangkan segala sesuatu selain-nya dari bathin para kekasih-nya, yang membuat mereka merasakan manisnya keakraban dan cinta- Nya sehingga menerangi pemikiran sang pemuja-nya yang dengan setia menemani eksistensi-nya. Lembaran demi lembaran dalam proses penyelesaian skripsi ini adalah berkat Rahmat Mu ya Rabb. Salawat beserta salam penulis sampaikan kepada seseorang yang sangat mulia yang membawakan nilai-nilai kebenaran kepada pengikut dan penerusnya yakni Nabi Muhammad Saw. Skripsi ini berjudul Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Propinsi-Propinsi Di Indonesia Tahun 1998 dan Tahun Tema yang diangkat dalam skripsi ini adalah terkait dengan proses pemulihan ekonomi yang terjadi pada tahun terhadap pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di 30 propinsi di Indonesia pasca reformasi. Topik ini sangat menarik bagi penulis karena skripsi ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi semua pihak terutama para pengambil kebijakan agar lebih memperhatikan kebutuhan dan potensi wilayah. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga besar penulis atas semua pengorbanan yang tidak terhingga, Sahara, SP, MSi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan semangat dan kesabaran dalam membimbing baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik, Ir. Sri Mulatsih, MSc, Agr, dan Alla Asmara, SPt, MSi karena telah menguji hasil karya dan membantu tata cara penulisan skripsi ini, serta semua pihak yang telah sangat membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman satu pembimbing skripsi yaitu Tuti, Hafzil, Jefri, Herlyn, Hasni, Thamrin dan Kak Rezi atas dukungannya yang membuat penulis

9 mampu segera menyelesaikan skripsi ini. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam se-cabang Bogor atas ilmu sabar dan ikhlasnya dalam menghadapi episode kehidupan. Terima kasih juga kepada keluarga Cikuray dan Az-Zukhruf atas kasih sayang dan kebersamaannya yang membuat penulis lebih mengetahui seluk beluk kahidupan bersama serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua semangat, do a dan hari-hari bahagia yang diberikan sehingga penulis selalu merasa berarti. Ibarat gading yang tak retak, maka segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Bogor, Juni 2006 Setio Rini H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Teori Pertumbuhan WW. Rostow Teori Pertumbuhan Malthus Konsep Perencanaan Wilayah Penelitian-penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Shift Share Analisis Laju Pertumbuhan PDB dan PDRB Analisis Rasio PDB Nasional dan PDRB Propinsi Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Analisis Pergeseran Bersih Analisis Profil Pertumbuhan Defenisi Operasional Data... 38

11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis PDB Nasional dan PDRB 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan Analisis Rasio PDB Nasional dan PDRB 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan Analisis Pergeseran Bersih 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan Profil Pertumbuhan Perekonomian 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun PDB Nasional Tahun 1998 dan 2003 Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan Persentase Pertumbuhan Sektor Ekonomi 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan Kontribusi Pertumbuhan Proporsional Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 1998 dan Nilai Pertumbuhan Pangsa Wilayah Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 1998 dan Pergeseran Bersih 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1. Model Analisis Shift Share Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kerangka Pemikiran Konseptual Profil Pertumbuhan Perekonomian 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 dan

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. PDRB 30 Propinsi di Indonesia Tahun 1998 Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan PDRB 30 Propinsi di Indonesia Tahun 2003 Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Nilai Ra dan Ri Nilai ri Nilai Pertumbuhan Nasional Nilai Pertumbuhan Proporsional... 78

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia mengalami krisis. Pada masa itu, aktivitas perekonomian mengalami kemunduran seiring dengan semakin terdepresiasinya rupiah terhadap dollar hingga pernah mencapai nilai sekitar Rp Harga barang dan jasa meningkat pesat akibat terjadinya kelangkaan pasokan sehingga menyebabkan inflasi sekitar 12,67%. Tidak adanya jaminan keamanan kepada investor menyebabkan banyak investor memutuskan untuk memindahkan investasinya dari Indonesia. Penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi sebesar 17,9% yaitu dari 4,2% pada tahun 1997 menjadi -13,7% pada tahun Perekonomian nasional mengalami kemunduran dan menghadapi kondisi stagflasi (BPS, 1998 dan Wijaya, 2001). Proses pemulihan ekonomi Indonesia diawali dengan adanya tuntutan rakyat untuk melakukan reformasi terhadap pemerintah pada tahun Perubahan di segala bidang dilakukan sebagai upaya pembenahan. Konsep dasarnya adalah pembangunan, maka pada masa transisi itu ditumpukan muatan nilai-nilai utama yang menjadi landasan dan harapan proses bernegara dan bermasyarakat. Reformasi secara sederhana berarti perubahan pada struktur maupun aturan-aturan baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Perubahan tersebut diupayakan agar tatanan negara dan masyarakat baru akan menjadi lebih demokratik secara politik dan lebih rasional secara ekonomi. Struktur

16 2 pemerintahan mengalami perubahan seiring dengan diturunkannya Soeharto dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Agenda reformasi selanjutnya adalah pemulihan ekonomi agar mampu keluar dari krisis. Hal ini tidak terlepas dari besarnya kerusakan yang diderita Indonesia yang tercermin oleh lebih buruknya indikator-indikator makro ekonomi selama krisis berlangsung jika dibandingkan dengan negara lain yang juga mengalami krisis ekonomi. Namun diperkirakan Indonesia membutuhkan waktu yang lama untuk dapat kembali pulih ke masa sebelum krisis. Proses pemulihan ekonomi pada era reformasi ini disusun berdasarkan empat prioritas kebijakan yang dibagi atas sektor ekonomi, hukum, politik serta moral dan etika. Kebijakan-kebijakan yang diambil pada sektor ekonomi terfokus pada penguatan nilai rupiah terhadap dollar, perbaikan iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Agenda reformasi terpenting lainnya adalah adanya penegakan supremasi hukum. Hal ini berkaitan dengan rezim pemerintahan Suharto yang dirasa tidak transparan dan bersifat KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Perlahan namun pasti, pertumbuhan ekonomi sebagai proses pemulihan ekonomi pasca reformasi cukup menggembirakan. Kebijakan-kebijakan yang mendukung pertumbuhan telah mendorong terjadinya peningkatan pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi nasional adalah dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dan kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu tahun tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas

17 3 dasar harga konstan. Tabel 1.1. memaparkan laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun di Indonesia (persen). No Sektor Rata-rata 1 Pertanian 2,16 1,88 1,68 2,01 2,48 2,04 2 Pertambangan dan Galian -1,62 5,51 1,30 2,25 0,46 1,58 3 Industri Pengolahan 3,92 5,98 3,13 3,43 3,50 3,99 4 Listrik, Gas dan Air bersih 8,27 7,56 8,17 6,00 6,82 7,36 5 Bangunan -1,91 5,64 4,42 4,86 6,70 3,94 6 Perdagangan, hotel dan restoran -0,06 5,67 3,66 3,81 3,74 3,36 Pengangkutan dan 7 komunikasi -0,75 8,59 7,80 8,03 10,69 6,87 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan -7,19 4,59 5,40 5,73 6,28 2, Jasa-jasa 1,94 2,33 3,14 2,13 3,44 2,60 Total PDB 0,79 4,92 3,45 3,69 4,10 3,39 Sumber: BPS, PDB Indonesia, Tahun 1999 s/d 2003 (diolah). Tabel 1.1. menunjukkan bahwa pasca reformasi di tahun 1998, semua sektor ekonomi di Indonesia mengalami pertumbuhan. Laju pertumbuhan rata-rata pada tahun adalah sebesar 3,39 persen. Laju pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 1999 yaitu sekitar 1 persen, sedangkan laju pertumbuhan terbesar adalah pada tahun 2000 yang hampir mencapai 5 persen. Laju pertumbuhan persektor terbesar adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu sekitar 7 persen. Sektor ekonomi dengan laju pertumbuhan terkecil adalah sektor pertambangan dan galian yaitu sekitar 2 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan paling cepat adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini diperlihatkan oleh tingginya laju pertumbuhan sektor ini dari tahun ke tahun.

18 4 Laju pertumbuhan yang terjadi di tiap-tiap sektor ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah. Undang-undang ini telah memberikan kebebasan kepada tiap-tiap daerah untuk menggali potensi daerahnya lebih baik lagi di berbagai sektor ekonomi. Oleh sebab itu, jumlah propinsi Indonesia sejak tahun 2002 mengalami pemekaran menjadi 30 propinsi dari Sabang sampai Merauke. Pemekaran 26 propinsi menjadi 30 propinsi dengan penambahan propinsi Bangka Belitung, Banten, Gorontalo dan Maluku Utara ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional pasca reformasi Konsep pemekaran wilayah ini diperkuat oleh adanya Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang pemekaran daerah. Peran pemerintah daerah dalam menganalisis potensi ekonomi wilayahnya sangat dibutuhkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini terkait dengan kewajibannya menentukan sektor-sektor ekonomi yang perlu dikembangkan agar perekonomian daerah dapat tumbuh dengan cepat. Pemerintah daerah juga harus mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan potensi sektor tertentu rendah dan menentukan prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

19 Perumusan Masalah Berkembangnya isu Otonomi Daerah di era reformasi ini sejalan dengan perubahan politik di Indonesia. Kebijakan pembangunan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah saat ini difokuskan pada pertumbuhan ekonomi tiap-tiap propinsi. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di Indonesia yang pada akhirnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Bagi sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau seperti Indonesia, perbedaan karakteristik wilayah adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Karakteristik wilayah mempunyai pengaruh kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, sehingga pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh yang pada kenyataannya akan ada wilayah yang maju dan beberapa wilayah lainnya pertumbuhannya lamban. Walaupun negara yang bersangkutan telah berusaha untuk menerapkan kebijakan pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan antar wilayah. Diduga, penyebab pokok terjadinya hal tersebut adalah adanya perbedaan dalam struktur industri atau sektor ekonominya (Thomas, dalam Budiharsono, 2001). Pemberlakuan Otonomi Daerah menyebabkan perekonomian nasional mulai membaik. Peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional ini merupakan sumbangan dari pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di Indonesia. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi propinsi-propinsi di Indonesia secara garis besar menunjukkan pertumbuhan yang positif pada tiap tahunnya. Data PDRB

20 menunjukkan bahwa pendapatan sektor pertanian terbesar terdapat pada Propinsi Jawa timur, yaitu sekitar Rp 10,65 triliyun. Sektor pertambangan dan galian terbesar berada pada propinsi Riau dengan nilai sekitar Rp 12,33 triliyun. Sektor industri pengolahan serta listrik, gas dan air bersih terbesar adalah pada propinsi Jawa Barat, masing-masing sekitar Rp 24,53 triliyun dan Rp 2,12 triliyun. Sektor bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan persewaan dan jasa keuangan serta jasa-jasa didominasi oleh propinsi DKI Jakarta dengan nilai masing-masing sebesar Rp 7,07 triliyun, Rp 16,33 triliyun, Rp 6,76 triliyun, Rp 14,92 triliyun dan Rp 6,35 triliyun (BPS, 2003). Perbandingan pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi nasional memperlihatkan percepatan pertumbuhan ekonomi tiap-tiap propinsi dan nasional. Percepatan pertumbuhan ini akan memperlihatkan propinsi-propinsi yang maju dengan cepat atau lamban. Perbedaan pertumbuhan wilayah ini selanjutnya akan menjadi alat ukur timbulnya daya saing antar sektor di tiap-tiap propinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari sumber-sumber pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Indonesia, melalui analisis laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di propinsi-propinsi di Indonesia. Pertumbuhan PDB nasional merupakan refleksi dari peningkatan pertumbuhan PDRB masing-masing Propinsi di Indonesia. Pertumbuhan PDRB sendiri yang terjadi pada setiap propinsi didukung oleh pertumbuhan setiap sektor ekonomi yang terdapat pada tiap-tiap propinsi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi

21 7 keterkaitan yang erat antara pemerintah daerah dan pusat. Pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah apakah terjadi pergeseran pertumbuhan ekonomi pada propinsi-propinsi yang mengalami pemekaran setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi melalui Otonomi Daerah, kemudian propinsi mana dari 30 Propinsi yang ada di Indonesia yang mengalami pertumbuhan cepat atau lamban? Propinsipropinsi yang mempunyai daya saing yang baik dan propinsi yang tidak mampu berdaya saing juga menjadi perhatian pada penelitian ini. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada maka, lebih rinci masalah yang menjadi objek dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi 30 propinsi di Indonesia tahun 1998 dan 2003 jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional? 2. Bagaimana pertumbuhan sektor-sektor ekonomi 30 propinsi di Indonesia pada tahun 1998 dan 2003? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pertumbuhan ekonomi 30 propinsi di Indonesia tahun 1998 dan 2003 jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. 2. Menganalisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi 30 propinsi di Indonesia pada tahun 1998 dan 2003.

22 Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada semua pihak mengenai pola pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di Indonesia. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi di Propinsi-propinsi di Indonesia. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah pusat dan daerah agar mampu mengelola dan mengembangkan wilayahnya berdasarkan potensi yang ada dan sektor unggulan dari hasil analisis. Selain itu, pemerintah propinsi juga mampu mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan propinsinya masing-masing. Bagi masyarakat, semoga penelitian ini mampu meningkatkan partisipasinya dalam proses pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya dan masing-masing propinsi pada khususnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada 30 propinsi yang ada di Indonesia pada tahun 1998 dan Alasannya adalah karena pada tahun tersebut Indonesia berada pada proses pemulihan ekonomi akibat krisis multidimensional di tahun 1997 dan sejak tahun 2000 akibat dari mulai diberlakukannya Otonomi Daerah Indonesia mempunyai 32 propinsi. Namun tidak dianalisisnya pertumbuhan 2 propinsi baru adalah karena baru dimekarkan pada tahun 2004 serta tidak tersedianya data pada tahun sebelum dimekarkan. Adanya perubahan laju pertumbuhan antar sektorsektor perekonomian pada propinsi-propinsi di Indonesia telah mengakibatkan kontribusi masing-masing sektor-sektor perekonomian mengalami pergeseran

23 9 pada struktur perekonomian nasional. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan sektor-sektor ekonomi pendukung pertumbuhan pada propinsipropinsi di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah Shift Share yang menganalisis data pada dua titik waktu tertentu di suatu wilayah dengan bantuan Software Microsoft Excell. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui pertumbuhan sektorsektor perekonomian disuatu wilayah, baik dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya maupun wilayah diatasnya. Selain itu, analisis Shift Share juga dapat membandingkan pertumbuhan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Analisis pada penelitian ini menggunakan data PDB dan PDRB propinsi-propinsi yang ada di Indonesia atas dasar harga konstan tahun Perubahan tahun dasar analisis berdasarkan harga konstan tahun 2000 tidak tersedia untuk tahun 1998 dan 1999 sehingga tidak dapat digunakan pada analisis ini.

24 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi wilayah ditentukan oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah (Tarigan, 2005). Menurut Djojohadikusumo, S (1993), pertumbuhan terkait dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan di ukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Istilah pertumbuhan (growth) berkenaan dengan teori dinamika dalam pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang dikembangkan oleh pemikir Neo- Keynes. Istilah perkembangan dikaitkan dengan paham evolusi, bukan dalam hubungan langsung dengan pertumbuhan ataupun dengan pembangunan. Irawan dan Suparmoko (1999) menyatakan bahwa pada umumnya perkembangan atau pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan atau perkembangan. Tetapi pada tingkat-tingkat permulaan, mungkin pembangunan ekonomi selalu disertai dengan pertumbuhan dan sebaliknya.

25 Teori Pertumbuhan W.W. Rostow Menurut Irawan dan Suparmoko (1999), Rostow menyatakan bahwa sejarah pertumbuhan ekonomi melalui beberapa tingkatan yaitu: 1. Masyarakat Tradisional Tingkatan ini dikenal sebagai fase permulaan yang ditandai dengan adanya fungsi produksi yang terbatas. Perkembangan ini dibatasi oleh teknologi. Masyarakat pada fase ini tidak kekurangan akan penemuan-penemuan dan inovasi, tetapi belum ada pengertian sistematis terhadap alam sekitarnya yang dapat mendorong perkembangan lebih lanjut. Pengertian terhadap perkembangan masa depan masih kurang. Keadaan masyarakat tidak selalu statis, kadang-kadang memiliki produktivitas yang tinggi. Tetapi tingkat produksi yang dapat dicapai masih terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum digunakan secara sistematis. Sebagian besar sumber tenaga kerja berada di sektor pertanian, sehingga menyebabkan terbatasnya produktivitas. Hubungan keluarga masih erat dan berpengaruh besar dalam organisasi-organisasi sosial. Kekuasaan dipegang oleh mereka yang mempunyai tanah yang luas. 2. Masyarakat Prasyarat untuk Lepas Landas Fase prasyarat lepas landas pada dasarnya dipengaruhi oleh: a. Pertumbuhan perlahan-lahan dalam ilmu pengetahuan modern. b. Inovasi-inovasi yang bersamaan dengan penemuan daerah-daerah baru, dan adanya keinginan untuk menciptakan teknologi baru dalam sektor-sektor yang cukup penting dalam usaha perluasan pasar.

26 12 Masyarakat pada fase ini membutuhkan adanya perubahan yang didukung oleh pemerintah yang terdiri dari tiga sektor non industri, yaitu: a. Membangun fasilitas prasarana umum terutama di bidang transportasi. b. Revolusi teknik dibidang pertaian dalam rangka peningkatan produksi dengan teknik baru. c. Perluasan impor yang dibiayai oleh perdagangan komoditi sumber-sumber alam yang ada. 3. Masyarakat Lepas Landas Fase ini menunjukkan tercapainya perkembangan pesat pada sektor-sektor tertentu yang telah menggunakan teknik produksi modern. Hasil dari fase lepas landas adalah berupa kemampuan masyarakat untuk mempertahankan tingkat investasinya setiap tahun. Dalam arti non-ekonomis, fase lepas landas ini biasanya menunjukkan keberadaan sosial, politik, dan kebudayaan dari orang-orang yang hendak memodernisir perekonomiannya atas masyarakat tradisional yang kuat. 4. Masyarakat Menuju Kematangan Fase keempat dari pertumbuhan ekonomi menurut Rostow adalah menuju kematangan. Kematangan ekonomi yang diartikan Rostow adalah sebagai suatu tahun ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern terhadap sumber-sumber ekonomi. Pada fase ini, manajer-manajer profesional mempunyai kedudukan yang semakin penting. Hal ini karena kedudukannya yang telah kuat dalam memimpin industri-industri besar dan kemudian mencari objek-objek termasuk penerapan teknologi modern untuk mengusahakan sumber-sumber alam. Perubahan-perubahan dalam angkatan kerja ini disertai dengan perubahan-

27 13 perubahan kehendak dari masyarakat melalui para cendikiawan dan politisi yang secara terang-terangan mengecam keadaan sosial. Perluasan industrialisasi tidak menjadi tujuan utama. Hal ini karena telah berlaku hukum kegunaan batas yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Marginal Utility). 5. Masyarakat Konsumsi yang Berlebih Ada dua cara yang digunakan dalam fase ekonomi yang matang ini, yaitu: a. Menyediakan/menawarkan jaminan yang lebih baik, kemakmuran dan leisure kepada angkatan kerja. b. Menyediakan konsumsi individu yang lebih banyak termasuk barang konsumsi awet dan jasa-jasa secara masal Teori Pembangunan Malthus Menurut Rusli (1996), Robert Thomas Malthus ( ) menyatakan bahwa, jika tidak ada pembatasan, kecenderungan pertambahan jumlah penduduk akan lebih cepat dari pertambahan pangan. Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan pangan mengikuti deret hitung. Maltus juga menyatakan bahwa pembatasan pertumbuhan penduduk dapat berupa pembatasan segera dan pembatasan hakiki. Faktor pembatasan hakiki adalah pangan, sedangkan faktor pembatasan dapat berbentuk pembatasan preventif dan positif. Pembatasan preventif adalah faktor-faktor yang bekerja mengurangi angka kelahiran yang dianjurkan dengan pengendalian diri dalam hal nafsu seksual seperti penundaan perkawinan. Pembatasan positif merupakan

28 14 faktor-faktor yang mempengaruhi angka-angka kematian seperti epidemi, penyakit-penyakit dan kemiskinan. Menurut Malthus, proses pembangunan adalah suatu proses naik-turunnya aktivitas ekonomi lebih daripada sekedar lancar-tidaknya aktivitas ekonomi. Malthus lebih realistis dalam menganalisa pertumbuhan penduduk dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi saja dianggap tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi. Pertumbuhan penduduk adalah proses pembangunan karena pertambahan penduduk tidak bisa terjadi tanpa peningkatan kesejahteraan yang sebanding. Akan tetapi pertumbuhan penduduk saja tidak mampu meningkatkan kesejahteraan. Pertumbuhan penduduk akan meningkatkan kesejahteraan hanya bila pertumbuhan tersebut meningkatkan permintaan efektif dengan cara menaikkan tingkat pekerjaan, pendapatan dan tabungan untuk mendorong pembangunan. Besarnya PDB potensial tergantung pada tanah, tenaga kerja, modal dan organisasi. Bila keempat faktor ini dipakai dalam proporsi yang benar, maka akan memaksimalkan produksi pada dua sektor utama perekonomian yaitu sektor pertanian dan sektor industri. Akumulasi modal, kesuburan tanah, dan kemajuan teknologi adalah penyebab utama peningkatan produksi pertanian maupun produksi industri. Malthus juga menekankan pada pentingnya sektor non-ekonomi dalam pembangunan ekonomi yang termasuk dalam politik dan moral untuk pembangunan sumber daya manusia yang seimbang. Faktor tersebut adalah keamanan atas kekayaan, konstitusi dan hukum yang baik dan dilaksanakan sebagaimana mestinya serta sifat jujur (Deliarnov,2003).

29 Konsep Perencanaan Wilayah Menurut Budiharsono (2001), wilayah adalah suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu: 1. Wilayah Homogen Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/kriteria yang mempunyai sifat-sifat atau ciri yang relatif sama. Sifat-sifat dan ciri-ciri kehomogenan itu misalnya dalam hal ekonomi, geografi, agama, suku dan lain sebagainya. Setiap perubahan yang terjadi di wilayah tersebut akan mempengaruhi seluruh bagian wilayah tersebut dengan proses yang sama. Dengan demikian apa yang berlaku disuatu bagian wilayah akan berlaku pula pada bagian wilayah lainnya. 2. Wilayah Nodal Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Ketergantungan dilihat daari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Batas wilayah nodal ditentukan sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lainnya. 3. Wilayah Administratif Wilayah administratif adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintah atau politik, seperti propinsi, kabupaten, kecamatan, desa dan kelurahan, serta RT dan RW. Pengelolaan lingkungan pada wilayah ini memerlukan kerjasama dari satuan wilayah administrasi lain yang terkait.

30 16 4. Wilayah Perencanaan Wilayah perencanaan bukan hanya dari aspek fisik dan ekonomi, namun ada juga aspek ekologis. Misalnya dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Pengelolaan aliran sungai harus direncanakan dari hulu sampai hilirnya. Konsep perencanaan wilayah merupakan tindak lanjut dari kegiatan perencanaan yang dilakukan karena adanya perbedaan kepentingan, permasalahan, ciri dan karakteristik dari masing-masing daerah/wilayah yang menuntut adanya campur tangan pihak pemerintah pada tingkat wilayah. Perencanaan wilayah dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi permasalahan di masing-masing wilayah dan mengupayakan keseimbangan pembangunan antar wilayah. Peran utamanya adalah mengatasi secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan pembangunan di tingkat wilayah. Glasson (1990) menyatakan bahwa perencanaan wilayah adalah suatu perluasan dari perencanaan lokal, yang terutama menangani masalah-masalah lokal seperti perpindahan dan persebaran penduduk serta kesempatan kerja, interaksi yang kompleks antara kebutuhan-kebutuhan sosial dan ekonomi, penyediaan fasilitas-fasilitaas rekreasi penting dan jaringan komunikasi utama yang hanya diputuskan bagi daerah-daerah yang jauh lebih besar daripada daerahdaerah wewenang dari penguasa-penguasa perencanaan lokal yang ada. Lebih lanjut Glasson (1990) mengungkapkan bahwa perencanaan wilayah adalah berkenaan dengan arus penduduk dan kesempatan kerja interregional

31 17 (interwilayah), berkenaan dengan ketersediaan dan penggunaan sumber daya dan dengan prospek-prospek ekonomi jangka panjang dalam pengkajiannya Penelitian-penelitian Terdahulu Hasil penelitian Putra, A (2004) terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Jambi pada tahun sebelum dan pada masa otonomi daerah dengan analisis shift share, menunjukkan bahwa pada kurun waktu , sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki laju pertumbuhan paling cepat, sedangkan sektor yang paling lambat pertumbuhannya adalah sektor jasa-jasa. Dilihat dari daya saing, sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki daya saing paling baik jika dibandingkan dengan sektor lain, sedangkan sektor yang tidak mampu bersaing adalah sektor industri pengolahan. Pada tahun , sekor yang memiliki laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor pertambangan, sedangkan sektor yang yang memiliki laju pertumbuhan paling lambat adalah sektor bangunan. Akan tetapi sektor pertambangan justru menjadi sektor yang tidak mampu bersaing, sedangkan sektor yang memiliki daya saing paling baik adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pada masa otonomi daerah, sektor pertambangan masih menjadi sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, sedangkan yang memiliki pertumbuhan paling lambat adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor pertambangan merupakan sektor yang tidak mampu bersaing, sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang memiliki daya saing paling baik.

32 18 Bahri, S (2005) dalam penelitiannya terhadap sektor-sektor sumber pertumbuhan perekonomian Kota Bekasi yang mengunakan metode analisis basis wilayah (LQ), menyatakan bahwa ada beberapa sektor yang mampu menjadi sektor basis secara kontinu pada tahun berdasarkan indikator pendapatan. Sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor pertanian, sektor pertambangan dan panggalian, dan sektor jasa-jasa tidak mampu menjadi sektor basis tahun Analisis pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Utara yang dilakukan oleh Setiawan, D (2004) dengan alat analisis shift share memperlihatkan adanya peningkatan perekonomian propinsi Sumatera Utara yang tumbuh sebesar 38 persen. Analisis komponen pertumbuhan memperlihatkan bahwa pada kurun waktu untuk komponen pertumbuhan nasional Kota Medan merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan nasional yang paling besar, sedangkan yang paling kecil adalah Kota Sibolga. Hal ini berarti pada tahun Kota Medan merupakan daerah yang memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi yang paling lambat adalah Kabupaten langkat. Daerah yang mempunyai daya saing yang paling baik adalah Kota Sibolga dan yang paling buruk adalah Kabupaten Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka wilayah yang paling maju adalah Kota Sibolga dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat.

33 19 Hasil analisis memperlihatkan bahwa Kota Medan merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan nasional terbesar, sedangkan yang paling kecil adalah Kota Sibolga. Berdasarkan laju pertumbuhan proporsional daerah yang cepat adalah Kota Medan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Asahan. Daerah yang mempunyai daya saing paling baik adalah Kabupaten Asahan, sedangkan yang paling buruk daya saingnya adalah Kabupaten Langkat. Dilihat dari peertumbuhan wilayah, maka wilayah yang paling maju adalah Kabupaten Asahan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Restuningsih (2004) dalam penelitiannya yang berjudul, Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian di Propinsi DKI Jakarta Pada Masa Krisis Ekonomi Tahun menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta mengalami penurunan. Jika ditinjau secara sektoral, sektor bangunan merupakan sektor ekonomi yang mengalami kontraksi terbesar dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor ekonomi yang mengalami kontraksi terkecil. Pada masa krisis ekonomi, pengaruh pertumbuhan nasional menyebabkan PDRB DKI Jakarta mengalami penurunan nilai. Pertumbuhan proporsional juga turut mengalami penurunan pada PDRB DKI Jakarta. Akan tetapi, masa krisis ekonomi mengakibatkan peningkatan PDRB DKI Jakarta terhadap pengaruh pertumbuhan pangsa pasar wilayah. Pada masa krisis ekonomi ini, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor perekonomian yang memiliki pertumbuhan yang lamban di DKI Jakarta.

34 20 Sektor perekonomian yang memiliki pertumbuhan cepat di DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertanian serta sektor jasa-jasa. Sektor ekonomi yang tidak dapat bersaing dengan baik adalah sektor pertanian, sektor industri pegolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, dan sektor jasa-jasa. Sektor yang dapat bersaing dengan baik adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu tersebut, dijelaskan bahwa metode analisis Shift Share dapat digunakan untuk menganalisis sektor-sektor perekonomian dari bagian terkecil wilayah sampai tingkat nasional dengan melakukan perbandingan laju pertumbuhan. Perhitungan laju pertumbuhan ini dilakukan dengan menggunakan data PDB nasional dan PDRB 30 propinsi yang ada di Indonesia. Penelitian lainnya juga dapat dilakukan dengan alat analisis lain dan data pertumbuhan lainnya seperti data propuksi dan kesempatan kerja. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini berbeda dalam hal sasaran penelitian dan tahun waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan terhadap pendapatan nasional dan pendapatan wilayah pada 30 Propinsi di Indonesia pada tahun waktu 1998 dan 2003 yang dianggap sebagai masa transisi proses pemulihan ekonomi dari krisis tahun 1997.

35 Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis ini mencakup model analisis Shift Share, kelebihan dan kelemahan analisis Shift Share, analisis komponen pertumbuhan wilayah, analisis PDB dan PDRB serta profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Masing-masing kerangka pemikiran ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Model analisis Shift Share Model analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al pada tahun Menurut Budiharsono (2001) analisis Shift Share ini menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki kemampuan untuk menunjukkan: 1. Perkembangan sektor perekonomian disuatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas. 2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya. 3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah. 4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.

36 22 Komponen Pertumbuhan Nasional Maju PP+PPW 0 Wilayah ke j Wilayah ke j Komponen Pertumbuhan Komponen Pertumbuhan Pangsa Lamban PP+PPW < 0 Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share Sumber : Budiharsono, 2001 Pada Gambar 2.1. analisis Shift Share menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada wilayah j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah yang dimaksud adalah komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah melalui pergeseran bersih. Pergeseran besih merupakan hasil penjumlahan dari simulasi persentase pertumbuhan proporsional dengan pertumbuhan pangsa wilayah. Apabila PP + PPW 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j tergolong pada wilayah yang pertumbuhannya lamban.

37 23 2. Kelebihan-kelebihan Analisis Shift Share Analisis Shift Share memiliki kelebihan-kelebihan dalam proses pengumpulan data. Data yang dipergunakan dalam menganalisis pertumbuhan dengan metode analisis Shift Share dapat berupa data produksi, kesempatan kerja, Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan atas dasar harga konstan. Penelitian ini menggunakan nilai PDB nasional dan PDRB daerah yang menunjukkan struktur perekonomian nasional dan daerah. Penggunaan data PDB dan PDRB seyogianya dapat dengan mudah diperoleh dan relatif tersedia setiap tahunnya dan tersedia mulai dari tingkat kabupaten hingga nasional. Hal ini juga berlaku pada data kesempatan kerja dan produksi. 3. Kegunaan-kegunaan Analisis Shift Share Teknik perhitungan Shift Share memiliki kegunaan-kegunaan tertentu pada proses analisisnya. Menurut Soepono (1993), kegunaan-kegunaan dari analisis Shift Share adalah : 1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya pada dua titik tertentu, yang mana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya dijadikan sebagai tahun akhir analisis. 2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

38 24 3. Berdasarkan komponen PN, dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dibandingkan laju pertumbuhan nasional. 4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektorsektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu. 5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya. 6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah. 4. Kelemahan-kelemahan Analisis Shift Share Kemampuan teknik analisa Shift Share untuk memberikan dua indikator positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional, dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektorsektor itu, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan analisis Shift Share menurut Soepono (1993) adalah: 1. Analisis Shift Share tidak lebih daripada suatu teknik pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi komponen-komponen. Persamaan Shift Share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keprilakuan. Metode Shift Share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh

39 25 keunggulan kompetitif adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share juga merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik. 2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah. 3. Arti ekonomi dari kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) tidak dikembangkan dengan baik. Kedua komponen pertumbuhan wilayah tersebut berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. 4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah bersifat lokal, maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat. 5. Analisis Shift Share tidak mampu menganalisis keterkaitan kedepan dan kebelakang antar sektor yang disebabkan oleh adanya pergeseran pertumbuhan seperti yang dilakukan pada analisis Input Output. 5. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Analisis Shift Share menurut Budiharsono (2001) didasarkan pada asumsi bahwa perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu:

40 26 1. Komponen Pertumbuhan nasional (National Growth Component) Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional or Industrial Mix Growth Component) Komponen pertumbuhan proporsional (PP) tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan price support), dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Regional Share Growth Component) Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul karena peningkatan atau penurunan produksi/kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komperatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. 6. Analisis PDRB dan PDB (nilai ri, Ra dan Ri) Konsep analisis PDRB digunakan untuk mengetahui perubahan PDRB pada suatu sektor di suatu wilayah tertentu. Konsep perubahan PDRB didasarkan pada perhitungan PDRB suatu sektor pada tahun akhir analisis dibandingkan

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H14102030 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN OLEH HASNI H14102023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH OLEH : RICKY ADITYA WARDHANA H14103019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) Oleh ANNISA ANJANI H14103124 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA (1996-2004) OLEH ESTI FITRI LESTARI H14102060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KERINCI PERIODE OLEH IRMA NURDIANTI H

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KERINCI PERIODE OLEH IRMA NURDIANTI H ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KERINCI PERIODE 2005-2009 OLEH IRMA NURDIANTI H14070060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 1993-2004 OLEH MUHAMAD ROYAN H14102112 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MUHAMAD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan adalah suatu proses yang mengalami perkembangan secara cepat dan terus-merenus demi tercapainya kesejahteraan masyarakat sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H14084025 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH OLEH : RICKY ADITYA WARDHANA H14103019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H

PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H 14103086 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PENGARUH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H14103109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H14094013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN TITUK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH ADI FERDIYAN H

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH ADI FERDIYAN H ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH ADI FERDIYAN H14101050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H

ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H14052630 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci