BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi asma Asma dikenal sebagai penyakit alergi, biasanya dimulai pada masa kanakkanak, dengan karakteristik obstruksi aliran udara yang reversibel dan bersifat episodik dan prognosis yang menguntungkan karena responnya yang baik terhadap obat anti inflamasi (Papaiwannou et al., 2014). GINA (2012) dengan spesifik mendefinisikan asma menurut karakteristiknya secara klinis, fisiologis, dan patologis. Secara klinis, adanya episodik sesak napas terutama pada malam hari, sering disertai dengan batuk yang merupakan ciri utamanya. Karakteristik utama fisiologisnya yaitu, terdapat obstruksi saluran napas dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi. Berdasarkan patologisnya terdapat inflamasi jalan napas yang berhubungan dengan perubahan struktur jalan napas. Asma melibatkan komponen genetik dan lingkungan, dengan patogenesisnya belum jelas, sehingga penjelasan operasional asma menurut konsekuensi secara fungsional dari inflamasi jalan napas yaitu, merupakan penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan episode berulang mengi, sesak napas, sesak di dada, dan batuk terutama saat malam atau dini hari. Episode ini bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Dijelaskan dalam ICSI (2012), penyakit inflamasi jalan napas ini melibatkan sel-sel inflamasi seperti eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitelial, dan juga mengaktivasi limfosit yang mengeluarkan berbagai sitokin, molekul adhesi dan mediator lainnya. Ciri lain yaitu hiperesponsifitas terhadap rangsangan alergen, iritan lingkungan, infeksi virus dan olahraga, dimana setiap penderita memiliki stimulus yang tidak selalu sama (Djojodibroto, 2012).

2 Faktor resiko Faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya asma dapat dibagi menjadi faktor yang menyebabkan perkembangan asma, faktor penjamu (genetik) dan faktor yang memicu asma, faktor lingkungan. Bukan hanya kedua faktor tersebut yang berperan tetapi juga diperlukan adanya interaksi antara keduanya dan telah diketahui gen yang berhubungan dengan interaksi gen-lingkungan misalnya CD14, TLR2 dan TLR4 (Vercelli, 2010). Gambar Faktor penjamu dan faktor lingkungan Faktor Penjamu Genetik, misalnya Genetik atopi Genetik hipereaktivitas bronkus Genetik asma Obesiti Jenis kelamin Faktor Lingkungan Alergen Dalam ruangan : tungau domestik, serpihan kulit, bulu binatang (anjing,kucing), kecoa, jamur, dll. Luar ruangan : tepung sari, jamur, infeksi terutama virus Sensitisasi lingkungan : dalam rumah, luar rumah dan tempat kerja Asap rokok (aktif & pasif) Asap dapur (biomassa, gas) Asap kendaraan Asap pabrik ASMA Sumber : Dewan Asma Indonesia

3 Patogenesis asma Keterbatasan aliran udara yang masuk disebabkan oleh banyaknya faktor yang berperan dalam patogenesis asma. Faktor utama yaitu terjadi inflamasi pada saluran napas. National Heart, Lung, and Blood Institute dalam Expert Panel Report 3 (2007) menjelaskan ada beberapa perubahan yang terjadi pada jalan napas. Perubahan yang utama adalah kontraksi otot polos bronkus sehingga saluran napas menjadi sempit. Hal ini merupakan respon utama terhadap paparan berbagai rangsangan termasuk alergen atau zat iritan. IgE terutama sebagai antibodi pada reaksi alergi fase cepat setelah fase sensitisasi. Alergen yang masuk diendositosis oleh APCs, terdeteksi oleh sel T lalu sel T berdiferensiasi menjadi sel Th2. Selanjutnya, sel Th2 menginduksi produksi IgE oleh sel B. IgE kemudian menempel pada reseptor nya di permukaan sel mast dan basofil (Ishmael, 2011). Akibat aktivasi oleh antigen ini maka dilepaskan mediator-mediator yang menginisiasi bronkospasme seperti histamin, leukotriens, tryptase, prostaglandin D2 dan mediator inflamasi sitokin lainnya. Proses inflamasi yang progresif dan persisten membuat aliran udara semakin terbatas. Banyak sel yang berperan dalam proses inflamasi ini, dimana melibatkan peningkatan eosinofil dan sitokin Th2 sebagaimana juga digunakan sebagai biomarker dalam pengobatan (Manuyakorn, 2012). Meningkatnya jumlah eosinofil berkorelasi dengan derajat keparahan asma karena eosinofil mengandung enzim-enzim inflamasi, leukotriens, dan sitokin pro-inflamasi. Th2 dan IL-5 yang dihasilkan oleh sumsum tulang meningkatkan jumlah eosinofil (Ishmael, 2011). Selanjutnya eosinofil akan masuk ke matriks saluran napas dan bertahan lama akibat adanya IL-4 dan GM-CSF. IL-4 penting untuk diferensiasi Th2, dan diperlukan IL-13 untuk pembentukan IgE. Banyaknya mediator yang berperan tersebut menyebabkan inflamasi yang persisten, termasuk edema lokal, hipersekresi mukus, hipertropi serta hiperplasia otot polos jalan napas (NHLBI, 2007). Hiperresponsif jalan napas termasuk dalam salah satu fakto resiko dalam perkembangan gejala asma pada dewasa dan anak-anak, yang terkait dengan

4 8 keparahan gejala, penurunan fungsi paru, dan sebagai penentu pengobatan. Hiperresponsif bronkus merupakan respon obstruksi jalan napas yang berlebihan akibat stimulus obat-obatan, kimia dan fisik termasuk histamin, metakolin, AMP, sulfur dioksida, asap, dan udara dingin (Meurs et al., 2008). Struktur utama jalan napas yaitu sel epitel, fibroblas, dan sel otot polos. Respon terhadap inflamasi adalah dengan perbaikan jalan napas, akan tetapi perbaikan jalan napas pada penderita asma merupakan perbaikan patologis dengan perubahan struktur jalan napas yang disebut remodelling. Remodelling mempunyai karakteristik penebalan subepitel oleh karena deposisi kolagen, denudasi epitel dengan metaplasia sel goblet, meningkatkan lapisan otot polos, angiogenesis, dan masuknya komponen matriks ekstraselular seperti kolagen, proteoglikan, glikoprotein pada dinding saluran napas (Manuyakorn, 2014) Diagnosis asma Diagnosis asma bisa ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa berupa keluhan utama, riwayat penyakit keluarga, faktor yang memperberat atau memperingan gejala, bagaimana dan kapan terjadinya keluhan. Karakteristik gejala asma yaitu lebih dari satu gejala berupa mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat, yang semakin buruk saat malam atau pagi hari dengan waktu dan intensitas yang bervariasi, bisa dipicu oleh infeksi virus, olahraga, paparan allergen, perubahan cuaca, serta bahan iritan seperti asap (GINA, 2014). Simptom yang dikeluhkan pasien sangatlah bervariasi, dengan pemeriksaan fisik auskultasi, temuan abnormal yang paling sering didapatkan adalah mengi. Mengi (wheezing) adalah napas yang berbunyi seperti suling yang menunjukkan adanya penyempitan saluran napas, baik secara fisiologis (oleh karena dahak) maupun secara anatomik (oleh karena konstriksi) (Djojodibroto, 2012). Namun, mengi kadang tidak ditemukan atau hanya ditemukan bila dengan ekspirasi paksa saat eksaserbasi asma yang berat, hal ini disebut juga silent chest.

5 9 Untuk menegakkan diagnosis asma dibutuhkan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru sebagai paramater objektif yang standar dipakai yaitu pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow (PEF). Pemeriksaan spirometri dan PEF sangat membutuhkan kemampuan dan kerjasama penderita bersamaan dengan pemahaman yang jelas oleh intruksi pemeriksa. Spirometer adalah alat pengukur faal paru yang penting dalam menegakkan diagnosa untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan (Rengganis, 2008). Peak flow meter yang merupakan alat sederhana dibuat untuk monitoring dan bukan alat diagnostik, karena dengan spirometer lebih sensitif dari PFM. Namun PEF dapat menegakkan diagnosa asma jika pasien tidak bisa melakukan pemeriksaan FEV1 (Rengganis, 2008). Monitor PEF dibuat untuk self-monitoring untuk melihat respon pengobatan. Setelah menggunakan ICS, monitor PEF jangka pendek dilakukan dua kali sehari selama 3 bulan. Pemeriksaan foto thorax, pemeriksaan IgE, tanda inflamasi, dan uji hiperaktivitas bronkus juga dapat membantu menegakkan diagnosa asma. Foto thorax dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma. Skin prick test untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit dimana uji ini untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Uji hiperreaktivitas bronkus dapat dilakukan dengan tes provokasi, dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik (Rengganis, 2008) Klasifikasi asma Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahan atau asma terkontrol. Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi

6 10 pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma dan sangat penting dalam penatalaksanaan asma. Tabel Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru Intermitten Bulanan APE 80% - Gejala<1x/minggu. - Tanpa gejala diluar serangan. - Serangan singkat. 2 kali sebulan - VEP 1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik. - Variabiliti APE<20%. Persisten ringan Mingguan APE>80% - Gejala>1x/minggu >2 kali - VEP 1 80% nilai tetapi<1x/hari. sebulan prediksi APE 80% - Serangan dapat nilai terbaik. mengganggu aktifiti dan tidur - Variabiliti APE 20-30%. Persisten sedang Harian APE 60-80% - Gejala setiap hari. - Serangan mengganggu aktifiti dan tidur. - Membutuhkan bronkodilator setiap hari. >2 kali sebulan - VEP % nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik. - Variabiliti APE>30%. Persisten berat Kontinyu APE 60 % - Gejala terus menerus - Sering kambuh - Aktifiti fisik terbatas Sering - VEP 1 60% nilai prediksi APE 60% nilai terbaik

7 11 - Variabiliti APE>30% Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Penatalaksanaan asma Tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk mencapai asma terkontrol agar memiliki kualitas hidup baik yang tidak mengganggu aktivitas dan mencegah kematian saat serangan. Penatalaksaan asma ini dikutip berdasarkan GINA (2012), yang mengklasifikasikan pengobatan asma menjadi dua yaitu sebagai obat kontrol asma (controllers) dan obat pelega asma (reliever). Obat controllers adalah obat asma yang digunakan setiap hari dalam jangka waktu panjang pada asma persisten untuk mencegah asma menjadi semakin parah dan mempertahankan asma menjadi terkontrol melalui interaksi dengan proses inflamasi. Sebagai berikut adalah jenis-jenis obat pengontrol : a. Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid inhalasi mempunyai efek anti-inflamasi terhadap sel dan jaringan spesifik. Kortikosteroid yang masuk secara langsung dan diabsopsi di paru akan berikatan dengan reseptornya, menghambat sintesis sitokin proinflamasi, dan menurunkan jumlah sel T limfosit, sel dendrit, eosinofil juga sel mast. Penggunaan kortikosteroid inhalasi menunjukkan perbaikan fungsi paru, menurunkan hiperesponsif bronkus, menurunkan eksaserbasi asma dalam kunjungan gawat darurat (Raissy et al, 2013). Kepatuhan menggunakan obat ini menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat asma dengan perkiraan 21% penurunan resiko kematian akibat serangan asma (Sloan et al, 2013). Efek samping yang mungkin pada penggunaan kortikosteroid inhalasi lebih minimal daripada kortikosteroid sistemik. Hal ini bergantung pada dosis, potensi bioavailabiliti, metabolisme hati, dan waktu paruhnya. Obat inhalasi kortikosteroid dosis tinggi yang digunakan jangka panjang bisa menimbulkan efek

8 12 sistemik seperti purpura, supresi adrenal dan penurunan densitas tulang. Namun, dengan menggunakan spacer dapat mengurangi efek samping sistemik dengan menurunkan bioavailabiliti. Selain itu, spacer juga membantu untuk mengurangi efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk akibat iritasi saluran napas atas. b. Kortikosteroid sistemik Penggunaan kortikosteroid jangka lama lebih direkomendasikan secara inhalasi daripada sistemik akibat efek samping pemberian sistemik lebih serius. Namun, pemberian sistemik dapat diberikan pada penderita asma persisten berat yang tidak terkontrol. Penggunaan sistemik secara oral lebih dianjurkan dari parenteral (intramuskular, intravena, subkutan) karena pertimbangan waktu paruh oral lebih singkat dan efek samping yang muncul lebih sedikit. Efek samping yang ditakutkan misalnya osteoporosis, hipertensi, diabetes, obesitas, penekanan axis hipotalamus-hipofisa-korteks adrenal, purpura, penipisan kulit, striae, disfoni. c. Agonis beta-2 kerja lama (Long-acting β2-agnonist) inhalasi Mekanisme kerja obat beta-2 agonis yaitu melalui reseptor β2 yang mengakibatkan relaksasi otot polos bronkus. Formoterol dan salmeterol termasuk dalam golongan LABA ini, kedua obat itu memiliki lama kerja obat >12 jam. Namun, obat golongan LABA sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi jangka panjang karena tidak mempengaruhi respon inflamasinya justru meningkatkan angka kesakitan dan kematian. LABA dikombinasi dengan kortikosteroid inhalasi telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi gejala asma dan eksaserbasi dengan menunjukkan hasil fungsi paru yang lebih baik. Kombinasi LABA dan kortikosteroid inlamasi hanya direkomendasikan untuk pasien yang gagal mencapai asma terkontrol dengan kortikosteroid dosis rendahmedium. d. Kromolin: sodium kromoglikat dan sodium nedokromil

9 13 Kromolin dan nedokromil merupakan obat alternatif dalam pengobatan asma persisten ringan. Kromglikat dan nedokromil memiliki sifat yang sama yaitu sebagai obat anti-inflamasi. Obat ini memblok kanal klorida dan modulasi pelepasan mediator sel mast dan eosinofil (NHLBI, 2007). Kromolin juga bisa menghambat reaksi asma fase cepat dan fase lambat, meskipun permulaan percobaan obat ini hanya berperan pada sel mast untuk mensupresi pengeluaran histamin, ternyata dapat menghambat generasi sitokin juga (Yazid et al, 2013). Namun, efek anti-inflamasi kromolin lemah dan kurang efektif jka dibandingkan dengan inhalasi kortikosteroid dosis rendah. e. Methyxanthine Teofilin merupakan derivat xantin. Efek terpenting xantin ialah relaksasi otot polos bronkus, terutama bila otot bronkus dalam keadaan konstriksi. Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosin maupun inhibisi PDE (fosfodiesterase). Adenosin dapat menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma dan memperkuat penglepasan mediator dari sel mast. Oleh karena teofilin merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin, maka hal ini yang mengatasi bronkokonstriksi pasien asma. Selain itu, penghambatan PDE mencegah pemecahan camp dan cgmp sampai terjadi akumulasi camp dan cgmp dalam sel yang mengakibatkan relaksasi otot polos termasuk otot polos bronkus (Louisa dan Dewoto, 2011). Telah dilakukan berbagai penelitian bahwa teofilin efektif sebagai kontrol gejala dan perbaikan terhadap fungsi paru, sehingga teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai pengontrol. Kombinasi kortikosteroid dengan teofilin sebagai alternatif menunjukkan perbaikan fungsi paru namun teofilin tidak lebih efektif dari inhalasi beta-2 agonis. f. Leukotriene modifiers Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat reseptor cysteinyl-leukotriene 1 (CysLT1) dan enzim 5-lipoksigenase. Leukotrin merupakan derivat asam arakidonat. Asam arakidonat dipecah fosfolipase A2 menjadi arakidonat bebas.

10 14 Enzim 5-lipoksigenase ini selanjutnya mengkonversi asam arakidonat bebas menjadi leukotrin A4 dan akhirnya akan diubah menjadi leukotrin C4, D4, E4. Leukotrin yang sudah terbentuk berikatan dengan reseptornya yaitu CysLT1 yang ditemukan pada eosinofil, monosit, sel-sel otot polos saluran napas, neutrofil, sel B, sel plasma, dan makrofag jaringan. Dari mekanisme di atas, terlihat bahwa leukotrin dianggap sebagai mediator inflamasi yang mampu mengaktivasi eosinofil, meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler, sekresi mukus, proliferasi dan penyempitan otot polos, serta diduga efek bronkokonstriksi yang disebabkan oleh leukotrin lebih besar daripada efek oleh histamin (Scichilone, 2013). Leukotriene modifiers digunakan sebagai terapi tambahan dengan kombinasi inhalasi glukokortikosteroid. Namun, beberapa penelitian mengatakan bahwa leukotriene modifiers kurang efektif jika dibandingkan dengan inhalasi β2 agonis sebagai tambahan terapi. Zileuton menghambat langsung kerja enzim 5- lipoxygenase; montelukas, pranlukas, dan zafirlukas menghambat reseptor leukotrin. Prinsip kerja obat pelega (relievers) adalah sebagai bronkodilator untuk membantu mengatasi bronkokonstriksi jalan napas dan gelaja yang menyertainya seperti sesak, mengi, batuk, dan dada terasa berat. a. Short-acting β2 agonis inhalasi (SABA) SABA merupakan obat yang paling efektif mengatasi bronkospasme saat eksaserbasi asma akut dan juga dapat mencegah exercice-induced asthma. Golongan SABA dapat diberikan secara inhalasi, oral, atau parenteral. Namun pemberian yang lebih direkomendasikan adalah dengan inhalasi karena mempertimbangkan kerja obat yang cepat juga efek samping yang minimal. SABA memiliki mekanisme sama seperti obat β2 agonis lain yaitu dengan merelaksasi jalan napas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permiabilitas vaskuler, dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan eosinfil. Yang termasuk obat golongan SABA adalah salbutamol, levalbuterol, biltolterol, pirbuterol, isoproterol, metaproternol, terbutaline,epinephrine.

11 15 b. Anticholinergic Obat golongan ini berupa ipatropium dan oxitropium bromida. Mekanisme kerja obat golongan ini adalah sebagai bronkodilatasi dengan kompetitf menghambat reseptor muskarinik kolinergik, menurunkan tonus intrinsik vagus, blokade reflex bronkokonstriksi akibat zat iritan atau reflux esofagus, dan menurunkan sekresi mukus. Pemberian secara inhalasi bronkodilator antikolinergik ini kurang efektif jika dibandingkan dengan SABA. Namun, Obat ini dapat diberikan pada pasien yang tidak respon terhadap SABA atau sebagai alternatif pada penderita yang memilik efek samping seperti takikardi, aritmia, tremor dengan pemakaian SABA. c. Methylxantin Pemberian teofilin dapat dipertimbangkan karena efek bronkodilatasinya akibat inhibisi aktivitas PDE untuk mengatasi gejala asma. Tetapi efek bronkodilatasinya lebih lemah dari short-acting beta-2 agonis. Penambahan teofilin kerja singkat dengan obat golongan SABA tidak memperkuat respon bronkodilatasi namun dapat bermanfaat untuk respiratory drive. Pemberian teofilin kerja singkat tidak dianjurkan pada pasien yang sudah mendapat terapi teofilin lepas lambat kecuali ada dilakukan monitoring kadarnya dalam darah. Tabel Pengobatan sesuai berat asma Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari. Berat Asma Medikasi pengontrol harian Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain Asma Tidak perlu Intermiten Asma Persisten Ringan Glukokortikosteroid inhalasi Teofilin lepas lambat Kromolin Asma Persisten ( ug BD/hari atau ekivalennya) Kombinasi inhalasi Leukotriene modifiers Glukokortikosteroid inhalasi ( ug BD Ditambah agonis

12 16 Sedang glukokortikosteroid ( ug BD/hari atau ekivalennya) dan atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat,atau beta-2 kerja lama oral, atau agonis beta-2 kerja lama Glukokortikosteroid inhalasi ( ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Ditambah teofilin lepas lambat Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau Glukokortikosteroid inhalasi ( ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers Asma Persisten Berat Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah 1 di bawah ini: Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat - teofilin lepas lambat - leukotriene modifiers

13 17 - glukokortikosteroid Oral Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi asma Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Pengertian Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan

Lebih terperinci

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5. L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Program Penatalaksanaan Asma 1. Edukasi 2. Monitor penyakit berkala (spirometri) 3. Identifikasi dan pengendalian pencetus 4. Merencanakan Terapi 5. Menetapkan pengobatan pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA PATOGENESIS PENYAKIT ASMA Pendekatan terapi yang rasional terhadap penyakit asma adalah tergantung dari pengetahuan mengenai patogenesis penyakit asma Asma adalah penyakit yang diperantarai oleh ikatan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI Dr. Taufik SpP(K) Bagian Pulmonologi FKUA/RSUP Dr.M.Djamil Padang PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Kekerapannya

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas karena terjadinya aktivitas berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada saluran

Lebih terperinci

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA Oleh : dr. Safriani Yovita Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,

Lebih terperinci

MAKALAH TUTORIAL ASMA BRONKIAL

MAKALAH TUTORIAL ASMA BRONKIAL MAKALAH TUTORIAL ASMA BRONKIAL TUTORIAL A2 Rahmi Islamiati 1110211022 Fia Melia 1110211029 Meilani Sepwita 1110211036 Geraldo Primaman 1110211040 Qisthina Novita 1110211162 Andhika Perkasa 1110211091 Kindy

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian terbesar di dunia. Telah ditemukan bukti adanya peningkatan prevalensi asma pada anakanak dalam 20 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Merupakan salah satu reaksi hipersentivitas saluran napas, baik saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi atau Pengertian Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.pengetahuan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSAAN ASMA

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSAAN ASMA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSAAN ASMA Budhi Antariksa Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RS Persahabatan Jakarta DEFINISI ASMA Inflamasi kronik saluran napas Hipereaktiviti bronkus terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH I Made Kusuma Wijaya Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka A.1. Definisi asma Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan hipereaktivitas saluran napas sehingga mengakibatkan terjadinya episode

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma Asma merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang kronik dan heterogenous. Penyakit ini dikatakan mempunyai kekerapan bervariasi yang berhubungan

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Menurut Nelson (2007) asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis yang terjadi di salur pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada salur pernafasan

Lebih terperinci

Achmad Hudoyo SpP Dept Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/ SMF Paru RS. Persahabatan Jakarta Timur. SEJARAH ASMA

Achmad Hudoyo SpP Dept Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/ SMF Paru RS. Persahabatan Jakarta Timur. SEJARAH ASMA 1 Penatalaksanaan Asma & PPOK Pada Orang Dewasa berdasar Pedoman GINA (Global Initiative for Asthma) & GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) Achmad Hudoyo SpP Dept Pulmonologi &

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Aktivitas Aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan berupa usaha, pekerjaan, kekuatan dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003). Aktivitas yang dimaksudkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan secara klinis ditandai oleh adanya episode batuk rekuren, napas pendek, rasa sesak di dada dan mengi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan yang menyebabkan penyempitan pada saluran pernafasan tersebut (Nelson, 2007). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

ASTHMA Wiwien Heru Wiyono

ASTHMA Wiwien Heru Wiyono ASTHMA Wiwien Heru Wiyono Dept. of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine - University of Indonesia Persahabatan Hospital - Jakarta INTRODUCTION Asthma is the most common and serious

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Definisi Asma menurut Global Initiative for Asthma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma Definisi asma mengalami perubahan beberapa kali dari waktu ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma 2.1.1 Definisi Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan. A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa (Ikawati, 2006). Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30% penderita mempunyai gejala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30% penderita mempunyai gejala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Asma Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30% penderita mempunyai gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80 90% anak yang menderita asma gejala pertamanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

Asma adalah inflamasi pada saluran nafas, dimana melibatkan banyak elemen sel dan selular seperti, sel mast, eosinofil, limfositt, makrofag,

Asma adalah inflamasi pada saluran nafas, dimana melibatkan banyak elemen sel dan selular seperti, sel mast, eosinofil, limfositt, makrofag, Asma adalah inflamasi pada saluran nafas, dimana melibatkan banyak elemen sel dan selular seperti, sel mast, eosinofil, limfositt, makrofag, neutrofil dan sel epitelia. Inflamasi tersebut menyebabkan mengi,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Oleh: DARU KUMORO CIPTO JATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Anak Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)

Lebih terperinci

- Asma pada Anak. Arwin AP Akib. Patogenesis

- Asma pada Anak. Arwin AP Akib. Patogenesis Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 4, No. Vol. 2, 4, September No. 2, September 2002: 782002 - Asma pada Anak Arwin AP Akib Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN TEORITIS. sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari (Wong, 2003).

BAB II TUJUAN TEORITIS. sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari (Wong, 2003). BAB II TUJUAN TEORITIS 2.1. ASMA 2.1.1 Defenisi Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan nafas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil, dan limfosit T) memegang peranan. Pada anak yang rentan, inflamasi

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG Pendahuluan asma merupakan proses inflamasi kronik dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi maupun struktural dari bronkus GINA 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kronis yang paling umum di antara anak-anak. Sebagian besar kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kronis yang paling umum di antara anak-anak. Sebagian besar kematian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit kronis bronkial atau saluran pernapasan pada paruparu. Beberapa saat ini 235 juta orang menderita asma. Asma adalah penyakit kronis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP), asma dapat didefinisikan sebagai gangguan peradangan kronik yang terjadi pada saluran pernafasan,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Asma Bronkial. Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Asma Bronkial. Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Asma Bronkial a. Pengertian Asma Bronkial Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronik yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma

Lebih terperinci

AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) PADA PENDERITA ASMA

AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) PADA PENDERITA ASMA AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) PADA PENDERITA ASMA I Made Kusuma Wijaya Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja E-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA PEDIATRI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA PEDIATRI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA PEDIATRI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : ENI DIAN ASTUTIK K 100 050 056 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hiperreaktif). 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hiperreaktif). 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Para ahli berpendapat bahwa asma adalah penyakit paru dengan karakteristik Obstruksi Saluran napas reversibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian Rumah sakit paru dr. Ario Wirawan beralamat di jalan Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK mentri kesehatan RI.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata Asthma berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata Asthma berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Bronkial Kata Asthma berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah atau sukar bernapas. Menurut United States National Tuberculosis Association 1967,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma merupakan penyakit peradangan saluran nafas yang kronik. Penyebab pasti dari asma belum diketahui, namun asma hampir selalu berasosiasi dengan reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

A S M A PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA

A S M A PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA 1973-2003 A S M A PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003 DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN... 4 BAB II : DEFINISI ASMA... 6 BAB III : PATOGENESIS ASMA... 7

Lebih terperinci

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI ASMA BRONKIAL. NOMOR MODUL : Penyakit Obstruksi Paru

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI ASMA BRONKIAL. NOMOR MODUL : Penyakit Obstruksi Paru MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI NOMOR MODUL : D2 TOPIK : Penyakit Obstruksi Paru SUB TOPIK : Asma bronkial LEARNING OBJEKTIF : - Penatalaksanaan asma stabil Penatalaksanaan asma eksaserbasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah kasus penderita asma cukup banyak ditemukan dalam masyarakat walaupun mempunyai tingkat fatalitas yang rendah. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT ASMA

PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT ASMA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1023/MENKES/SK/XI/2008 TENTANG PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT ASMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT ASMA A. Latar

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga kesehatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bronkitis Kronik 2.1.1. Definisi bronkitis kronik Terma bronkitis kronik diperkenalkan di negara Inggris pada awal abad ke-19 untuk mendiskripsi inflamasi mukosal bronkial yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma 2.1.1 Pengertian Asma Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

ASMA BRONKHIAL. inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar

ASMA BRONKHIAL. inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar ASMA BRONKHIAL A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Pengertian Asma atau RAD (Reactive Air-way Disease) adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Seiring perkembangan dunia kesehatan, tumbuhan merupakan alternatif

Lebih terperinci