BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30% penderita mempunyai gejala

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30% penderita mempunyai gejala"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Asma Asma dapat timbul pada segala umur, di mana 30% penderita mempunyai gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80 90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum usia 4 5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari. 10,15 Prevalensi asma anak di Australia dengan usia tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3 8%, penelitian yang dilakukan di Medan, Palembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%, 8,08%, 17% dan 4,8%. Penelitian epidemiologi asma yang dilakukan pada siswa SMP di beberapa tempat di Indonesia, antara lain Palembang di mana prevalensi asma sebesar 7,4%, Jakarta prevelansi asma sebesar 5,7% dan Bandung prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum disimpulkan kecendrungan perubahan prevalensi berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa SMP, namun tampaknya terjadi penurunan prevalensi siswa SMP 30

2 sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevelansi asma pada orang dewasa lebih rendah dibandingkan dengan angka kejadian asma pada anak. 6,15 Tabel 1. Prevalensi Asma di Indonesia 10 Peneliti (Kota) Tahun Jumlah Sampel Umur (Tahun) Prevalensi (%) Djajanto (Jakarta) ,4 Rosmayudi (Bandung) ,6 Dahlan (Jakarta) ,4 Arifin (Palembang) ,7 Rosalina (Bandung) ,6 Yunus F (Jakarta) ,5 Kartasasmita CB (Bandung) ,0 Rahaya NN (Jakarta) , Definisi Asma Asma merupakan kumpulan tanda dan gejala mengi serta batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara periodik dan atau kronik cenderung pada malam hari atau dini hari (nokturnal) musiman. Adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau keluarga sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. 10 Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Episodik 31

3 tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 3 Batuk kronik berulang yaitu batuk yang berlangsung lebih dari 14 hari dan/atau tiga atau lebih episod dalam waktu 3 bulan berturut-turut. 10 Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan hiperaktivitas bronkus, sehingga pengobatan asma adalah mengatasi bronkospasme. Konsep terkini yakni asma merupakan proses inflamasi kronik yang khas melibatkan dinding saluran respiratorik menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivitas eosinofil, sel mast, makrofag dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau tidak bergejala. 10 Hasil penelitian International Study on Asthma an Alergies in Childhood pada tahun 2006, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma tidak dapat disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang ada saat ini hanya berfungsi untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik diperlukan oleh penderita untuk terbebas dari gejala serangan asma dan bisa menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Untuk mengontrol gejala asma secara baik, maka penderita harus bisa merawat penyakitnya, dengan cara mengenali lebih jauh tentang penyakit tersebut. 15 Asma secara relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu orang meninggal karena asma pada tahun Banyaknya penderita asma yang 32

4 meninggal dunia, dikarenakan oleh kontrol asma yang kurang atau kontrol asma yang buruk. 6 Walaupun asma merupakan penyakit yang dikenal luas oleh masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari sebagian perawat dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan pengelolaan utamanya dengan obat-obatan asma khususnya bronkodilator. Maka timbul kebiasaan dari dokter atau perawat dan pasien untuk mengatasi gejala penyakit asma saja, bukannya mengelola asma secara lengkap. Khususnya terhadap gejala sesak napas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan. Pengetahuan yang terbatas tentang asma membuat penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik. 16 Banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi riwayat atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan faktor riwayat atopi memberikan kontribusi 40% penderita asma anak dan dewasa. 9,10, Patogenesis Asma Asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran pernapasan, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas. 10 Pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Reaksinya adalah kelainan inflamasi dari saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel

5 Inflamasi Akut Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen awalnya menimbulkan fase sensitisasi. IgE yang menempel pada sel mast yang menyebabkan degranulasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel plasma, Ig E melekat pada FC reseptor pada membran sel mast dan basofil. Degranulasi mengeluarkan preformed mediator (histamin), protease dan newly generated mediator (leukotrin, prostaglandin dan PAF). Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediator-mediator: histamin, leukotrien C4 (LTC4,) prostaglandin D2(PGD2), tromboksan A2 tryptae. Mediatormediator tersebut yang menimbulkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini akan segera pulih kembali (serangan asma hilang) dengan pengobatan. 3,9,18 Sedangkan pada reaksi asma tipe lambat terjadi reaksi yang timbul antara 6 9 jam setelah terpapar alergen melibatkan pengerahan eosinofil, sel T CD4 +, neutrofil dan makrofag. Akibat pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang diproduksi oleh sel mast dan sel limfosit basofil, monosit dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th), limfosit subtipe CD4 + telah dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Mekipun kedua jenis limfosit T mengsekresi IL3 dan granulocyte monocyte-colony simulating factor (GM CSF), Th-1 terutama memproduksi IL 2, IF gamma, dan TNF beta 34

6 sedangkan Th 2 terutama memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma yakni IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan IL Sitokin yang dihasilkan oleh Th-2 bertanggung jawab terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Masing-masing sel radang berkemampuan mengeluarkan mediator inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil Peroxidase (EPX), Eosinophil Chemotactic Protein (ECP) dan Mayor Basic Protein (MBP), mediator-mediator tersebut merupakan mediator inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil mensekresi histamin, LTC4, PGD2. Mediator terebut dapat menimbulkan bronkospasme. 18 Sel makrofag meskresi IL-8, Platelet Activiting Factor (PAF), Regulated upon Activation Novel T Cell Expression and Pressumbly Secreted (RANTES). Semua mediator di atas merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses peradangan mempertahankan proses inflamasi. 18 Mediator inflamasi tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstruksi, kerusakan epitel, penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas, bila ada rangsangan spesifik mapun non spesifik. Secara klinis gejala asma menetap, penderita akan lebih peka terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat. 3,9,10, Inflamasi Kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi jenis kronik seperti limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. 3,9 35

7 2.4. Patofisiologi Asma Inflamasi Saluran Napas Peradangan terjadi mulai dari saluran napas bagian atas dan kebanyakan radang terjadi di bronkus. Invariant natural killer sel T dan Th2 yang melepaskan mediator-mediator yang menimbulkan gejala-gejala. Sel-sel struktural dari saluran napas juga memproduksi mediator-mediator peradangan dan menimbulkan kelanjutan peradangan akibat mediator-mediator dengan cara yang bervariasi. Lebih dari 100 aneka ragam mediator yang menyebabkan peradangan saluran napas yang kompleks. Sel inflamasi yang terlibat adalah sel mast, eosinofil, limfosit terutama Th2, sel dendritik, makrofag dan neutrofil Perubahan Struktur Saluran Napas Perubahan struktur saluran napas dikenal sebagai perubahan model saluran napas pada pasien asma. Sebagian dari perubahan tersebut berhubungan dengan keparahan dari penyakit ini dan menyebabkan penyempitan saluran napas yang menetap. Perubahan tersebut mungkin menimbulkan perbaikan sebagai responsi pada inflamasi kronis. Faktor yang berperan dalam obstruksi jalan napas yaitu: bronkokonstriksi yaitu kontraksi otot polos bronkus, merupakan dasar reversibilitas pada asma, edema dinding saluran napas, akibat inflamasi kronik pada kondisi asma sehari-hari yang meningkat pada saat eksaserbasi akut, penebalan dinding jalan napas, akibat penebalan membran basal, yang dikenal dengan airway remodelling, hipersekresi mukus menyebabkan sumbatan lumen jalan napas oleh lendir yang mengental. 3,17 36

8 Hiperesponsif Saluran Napas Hiperesponsif saluran napas dikaitkan pada peradangan dan perbaikan pada saluran napas dan sebagian dapat disembuhkan dengan terapi. Mekanisme hipereaktifitas bronkus berhubungan dengan beberapa faktor: kontraksi otot polos bronkus, baik karena volume otot yang meningkat maupun karena kontraksi sel-sel otot, uncoupling of airway contraction, karena perubahan pada dinding jalan napas akibat inflamasi, penebalan dinding jalan napas akibat edema dan perubahan struktur yang menambah penyempitan jalan napas, serabut sensorik yang tersensitisasi antara lain oleh inflamasi sehingga menimbulkan penambahan bronkokonstriksi saat respons dengan ransangan/stimuli. 3,17 Gambar 1. Penyajian diagramatik hubungan antara sel infamatori dan mediator, cytokines inflamatori, dan patogenesis yang direncanakan, penyajian klinik untuk asma (ECP, eosinophil protein kemotatik, GM-CSF, faktor simulasi koloni granulacyte-macrophage, IAR, reaksi asma segera, IFN, interferon, IL, interleukin, LAR, respon asma, LT, Leokotrine, MBP, protein dasar pokok, PAF, faktor aktif platelet, PG, prostaglandin (dikutip dari Warner, 2001) 37

9 Remodeling Saluran Napas Sejalan dengan proses imflamasi kronik, kerusakan epitel bronkus merangsang proses perbaikan saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau repair. Kerusakan epitel bronkus disebabkan dilepaskannya sitokin dari sel inflamasi seperti eosinofil. Kini dibuktikan bahwa otot polos saluran napas juga memproduksi sitokin dan kemokin seperti etaxin, RANTES, GM-CSF, dan IL-5 juga faktor pertumbuhan dan mediator lipid sehingga mengakibatkan penumpukan kolagen di lamina propia. 8,17,18 Pada proses remodelling yang berperan adalah sitokin II-4, TGF beta dan Eosinophil Growth Factor. TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi, epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membran basalis mukosa menebal (pseudoethickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa, inflitrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan perbaikan klinis tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang persisten dan memberikan gambaran asma kronis. 18 Menurut paradigma lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis, sehingga apabila obat antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling bertambah hebat. 3,9,17,18 38

10 Pada penelitian anak dengan riwayat keluarga atopi yang belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinofil dan penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila intervensi dini diberikan segera setelah gejala asma timbul, bisa jadi tindakan ini telah terlambat untuk mencegah terjadinya proses remodeling. 10,17, Diagnosis Asma Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang ada (sekarang maupun yang pernah terjadi) dan munculnya keterbatasan aliran udara dijalan napas. Asma harus diduga bila muncul gejala seperti mengi, rasa berat didada, batuk (dengan atau tanpa dahak) dan sesak napas dengan derajat bervariasi. Mengi adalah gejala yang sering ditemui, kuesioner menunjukkan bahwa sekitar 30% dari penderita mengi merupakan salah satu keluhan. 6,10,19 Keterbatasan aliran udara disaluran napas dapat diketahui dengan uji faal paru yaitu dengan Peak Flow meter dan spirometer. The National Heart and Blood Institute (NHBLI) menentukan prinsip dasar untuk menentukan asma yaitu adanya hasil spirometri yang mendukung disertai dengan tanda- tanda penting antara lain: wheezing, riwayat batuk yang memberat pada malam hari, dada terasa berat saat bernapas, adanya sesak napas muncul setelah olahraga, infeksi virus, bulu binatang, karpet, kapuk, asap rokok, perubahan cuaca, dan gejala ini memberat pada saat malam hari. 3,20 39

11 Kesulitan diagnosis asma pada anak karena gejala asma pada anak tidak jarang tanpa mengi tetapi bermanifestasi gejala sebagai batuk kronik atau batuk berulang. Dengan demikian gejala utama untuk diagnosis asma pada anak adalah batuk dan/atau mengi dengan karakteristik yang khas yaitu: timbul secara berulang yang menunjukkan adanya episodik, timbul bila terpajan dengan faktor pencetus (variabilitas), gejala memburuk pada malam/dini hari (nokturnal) atau pagi hari (morning dip), mencerminkan variabilitas, gejala membaik dengan obat asma yang menandakan reversibilitas, riwayat alergi lain pada pasien (dermatitis atopi, rinitis alergik,dll), ada riwayat asma atau alergi lain dalam keluarga (atopi). 10, Klasifikasi Asma Anak Asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi, beratnya penyakit dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran napas, dimana klasifikasi ini berguna untuk diagnosis dan penatalaksanaan serta menentukan prognosis penyakit. 40

12 N o. Tabel 2. Klasifikasi derajat asma anak (tidak dalam serangan/eksaserbasi) 10,17 Parameter klinis, kebutuhan obat,dan faal paru Asma jarang episodik Asma episodik sering Asma persisten 1. Frekuensi serangan <1x / bulan >1x / bulan Sering 2. Lama serangan <1 minggu >1 minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi 3. Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang 4. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala 5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu 6. Pemeriksaan fisis diluar serangan 7. Obat pengendali(anti inflamasi) 8. Uji faal paru (di luar serangan) 9. Variabilitas faal paru (bila ada serangan) Normal(tidak ditemukan kelainan paru) Mungkin terganggu(dite mukan kelainan) Tidak perlu Perlu Perlu PEF/FEV1>80% PEF/FEV % Variabilitas>15 % Variabilitas >30% Biasanya berat Gejala siang dan malam Sangat terganggu Tidak pernah normal PEF/FEV1 < 60% Variabilitas 20-30% Variabilitas >50% 2.7. Penatalaksanaan Asma Faktor utama yang berperan dalam kesakitan dan kematian pada asma adalah tidak terdiagnosisnya penyakit dan pengobatan yang tidak cukup. Penatalaksanaan yang paling efektif adalah mencegah atau mengurangi inflamasi kronik dan menghilangkan faktor penyebab. Untuk mencapai asma terkontrol diperlukan penanganan dengan beberapa tahapan mengingat asma merupakan penyakit kronis 41

13 yang bersifat dinamis, sangat bervariasi dan individual. Acuan pengobatan hanya bersifat bantuan penatalaksanaan yang dapat disesuaikan dengan kondisi penderita saat itu. Tujuan penatalaksanaan asma adalah: menyembuhkan dan mengendalikan asma, mencegah kekambuhan, mempertahankan fungsi paru senormal mungkin, menghindarkan efek samping obat-obat asma, mencegah terjadinya obstruksi saluran nafas yang irreversible, mencegah kematian akibat asma. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit dimana asma dikatakan terkontrol bila. 1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam 2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise 3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan) 4. Variasi harian APE kurang dari 20% 5. Nilai APE normal atau mendekati normal 6. Efek samping obat minimal (tidak ada) 7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat Dari tujuh komponen penatalaksanaan yang telah ditetapkan salah satunya tercantum merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang. Tujuan pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol. Pengobatan asma diberikan berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan berdasarkan beratnya penyakit etiologi dan pola keterbatasan udara. Obat-obat asma dikelompokkan atas dua golongan yaitu: obat-obat pelega napas (reliever) dan obat- 42

14 obat pengontrol asma controller). Obat-obat reliever umumya adalah bronkodilator diberikan pada penderita untuk mengatasi serangan asma. Obat-obat controller terdiri dari obat anti inflamasi bronkodilator kerja lama serta anti alergi Pengontrol (controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol: kortikosteroid inhalasi, kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat, nedokromil sodium, metilsantin, agonis beta-2 kerja lama, inhalasi, leukotrien modifiers, antihistamin generasi kedua (antagonis-h 1 ), lain-lain Pelega (reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah: agonis beta 2 kerja singkat, kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain), antikolinergik, aminofilin, adrenalin Rute Pemberian Medikasi Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah: lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di 43

15 jalan napas, efek sistemik minimal atau dihindarkan, beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral. Macam-macam cara pemberian obat inhalasi: Inhalasi dosis terukur (IDT) / metered-dose inhaler (MDI) IDT dengan alat bantu (spacer) Breath-actuated MDI Dry powder inhaler (DPI) Turbuhaler Nebuliser Kekurangan IDT adalah sulit mengkoordinasikan dua kegiatan (menekan inhaler dan menarik napas) dalam satu waktu, sehingga harus dilakukan latihan berulang-ulang agar penderita terampil. Penggunaan spacer mengatasi kesulitan dan memperbaiki penghantaran obat melalui IDT. Selain spacer juga mengurangi deposit obat di mulut dan orofaring, mengurangi batuk akibat IDT dan mengurangi kemungkinan kandidiasis bila dalam inhalasi kortikosteroid, serta mengurangi bioviabiliti sistemik dan risiko efek samping sistemik. Berbagai studi di luar maupun di Indonesia menunjukkan inhalasi agonis beta-2 kerja singkat dengan IDT dengan spacer memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan pemberian secara nebulisasi dan pemberian melalui IDT dengan spacer terbukti memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik daripada melalui DPI. 44

16 Kelebihan DPI adalah tidak menggunakan campuran yaitu propelan freon, dan relatif lebih mudah digunakan dibandingkan IDT. Saat inhalasi hanya dibutuhkan kecepatan aliran udara inspirasi minimal, oleh sebab itu DPI sulit digunakan saat eksaserbasi, sehingga dosis harus disesuaikan. Sebagian DPI terdiri atas obat murni, dan sebagian lagi mengandung campuran laktosa, tetapi DPI tidak mengandung klorofluorokarbon sehingga lebih baik tetapi lebih sulit pada udara dengan kelembaban tinggi. Klorofluorokarbon (CFC) pada IDT, sekarang telah diganti hidrofluoroalkan (HFA). Pada obat bronkodilator dosis dari CFC ke HFA adalah ekivalen, tetapi pada kortikosteroid, HFA menghantarkan lebih banyak partikel yang lebih kecil ke paru sehingga lebih tinggi efikasi obat dan juga efek samping sistemiknya. Dengan DPI, obat lebih banyak terdeposit dalam saluran napas dibanding IDT, tetapi studi menunjukkan inhalasi kortikosteroid dengan IDT dan spacer memberikan efek yang sama melalui DPI. Karena perbedaan kemurnian obat dan teknik penghantaran obat antara DPI dan IDT, maka perlu penyesuaian dosis obat saat mengganti obat melalui DPI ke IDT atau sebaliknya. 3,9,10, Tahapan Penanganan Asma a. Tahap 1 Dijumpai gejala asma yang sangat jarang, di antara episodik tidak ada gejala dan faal paru normal, tidak ada riwayat pengobatan dengan pengontrol kortikosteroid inhalasi (ICS). Pengobatan: pelega (reliever) jika perlu, pelega yang direkomendasikan adalah agonis beta-2 kerja singkat (SABA) inhalasi. Alternatif lainnya adalah SABA 45

17 oral, kombinasi oral SABA dan teofilin/aminofilin atau kolinergik kerja singkat inhalasi. 9,10,17 b. Tahap 2 Dijumpai gejala asma dan eksaserbasi atau perburukan yang periodik, dengan atau tanpa riwayat pengobatan ICS sebelumnya. Pengobatan: pengontrol kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan pelega hanya jika diperlukan. Alternatif pengontrol pada tahap 2 adalah leucotrien modifiers/antileukotrien terutama pada pasien yang tidak dapat menggunakan inhalasi atau tidak tepat menggunakan kortikosteroid inhalasi atau mempunyai efek samping dengan kortikosteroid inhalasi dan pasien mempunyai rinitis alergika dominan. Alternatif lainnya adalah teofilin lepas lambat, terutama pada pasien dengan keluhan gangguan asma malam hari. Pelega (SABA) jika diperlukan. 9,10,17 c. Tahap 3 Jika pasien dalam tahap 2 selama ± 12 minggu dan belum terkontrol, dan diyakini tidak ada masalah lainnya (cara penggunaan obat, kepatuhan, komorbid, pencetus, dll), maka masuk ke tahap 3. Selain itu pada awal penilaian dapat langsung ke tahap 3 pada pasien dengan gejala sering, dengan atau tanpa riwayat pengobatan ICS sebelumnya, maka diberikan pengontrol kombinasi atau masuk ke tahap 3, yaitu pengontrol kombinasi inhalasi kortikosteroid dosis rendah dan agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang kombinasinya dikenal dengan LABACS. Alternatif pengontrol adalah kortikosteroid inhalasi (ICS) dosis sedang yang direkomendasikan diberikan melalui IDT dengan spacer untuk meningkatkan pengantaran obat ke saluran napas dan mengurangi deposit atau efek samping di orofaring serta mengurangi absorpsi 46

18 sistemik. Alternatif lain kortikosteroid inhalasi dosis rendah dikombinasi dengan antileukotrien/leukotrien modifiers atau alternatif lain pada pasien dewasa yaitu kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan teofilin lepas lambat. 9,10,17 d. Tahap 4 Merupakan pindahan dari tahap sebelumnya yaitu tahap 3, artinya tidak ada langsung ke tahap 4 dari penilaian awal. Pengobatan yaitu dengan pengontrol kombinasi inhalasi kortikosteroid (ICS) dosis sedng- tinggi dengan agonis beta-2 kerja lama (LABACS). Kortikosteroid inhalasi (ICS) dosis tinggi dalam LABACS sebaiknya diberikan tidak dalam waktu lama (3-6 bulan). Lebih disukai pemberian ICS dosis sedang dalam LABACS bila perlu dikombinasi dengan pengontrol lain seperti antileukotrien/leukotrien modifiers atau teofilin lepas lambat. 9,10,17 e. Tahap 5 Jika pasien dalam tahap 4 dan masih belum terkontrol, terdapat keterbatasan beraktivitas dan sering eksaserbasi, maka pengobatan dilanjutkan ke tahap 5. Artinya pada pasien sudah terkontrol sebagian dalam tahap 4, tidak dianjurkan masuk ke tahap 5 apalagi jika pasien sudah puas dengan kondisi asma terkontrol sebagian. Pengobatan tahap 5 adalah pengobatan tahap 4 dengan menggunakan LABACS dengan ICS dosis tinggi dan kombinasi pengontrol lainnya (sesuai tahap 4) dan jika perlu ditambahkan kortikosteroid (golongan glukokortikosteroid) oral dosis terendah, atau antiige pada pasien yang mempunyai faktor alergi dominan (asma alergi), sebagai pengganti glukokortikoid oral sehingga menghindari efek samping kortikosteroid. 47

19 Pendekatan dalam memulai pengobatan jangka panjang harus melalui pemberian terapi maksimum pada awal pengobatan sesuai derajat asma termasuk glukokortikosteroid oral dan atau glukokortikosteroid inhalasi dosis penuh ditambah dengan agonis beta-2 kerja lama untuk segera mengontrol asma, setelah asma terkontrol dosis diturunkan secara bertahap sampai seminimal mungkin dengan tetap mempertahankan kondisi asma terkontrol. Cara itu disebut step down therapy. Pendekatan lain adalah step up therapy yaitu memulai terapi sesuai berat asma dan meningkatkan terapi secara bertahap jika dibutuhkan untuk mencapai asma terkontrol. Step down therapy untuk penanganan asma yaitu memulai pengobatan dengan upaya menekan inflamasi jalan napas dan mencapai keadaan asma terkontol sesegera mungkin, dan menurunkan terapi sampai seminimal mungkin dengan tetap mengontrol asma. Bila terdapat keadaan asma yang tetap tidak terkontrol dengan terapi awal/maksimal tersebut (misalnya setelah satu bulan terapi) maka pertimbangkan untuk evaluasi kembali diagnosis sambil tetap memberikan pengobatan asma sesuai beratnya gejala. Indikator Asma Tidak Terkontrol: Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma Kunjungan ke darurat gawat, kedokter karena serangan akut Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exercise induced asthma) 48

20 Pertimbangkan beberapa hal seperti kekerapan/frekuensi tanda-tanda (indikator) tersebut diatas, alasan/kemungkinan lain, penilaian dokter maka ditetapkan langkah terapi, apakah perlu ditingkatkan atau tidak. Alasan / kemungkinan asma tidak terkontrol: 1. Teknik inhalasi: evaluasi teknik inhalasi penderita 2. Kepatuhan: tanyakan kapan dan berapa banyak penderita menggunakan obatobat asma 3. Lingkungan: tanyakan penderita adakah perubahan disekitar lingkungan penderita atau lingkungan tidak terkontrol 4. Penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis, bronkitis dll Bila semua dalam keadaan baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain. 9,10, Faktor Risiko Asma Faktor risiko asma dibagi atas 1. Faktor yang mempengaruhi berkembangnya asma yaitu faktor pejamu yang utamanya genetik dan faktor lingkungan. Selain itu 2. Faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala asma yang dikenal dengan faktor pencetus yaitu alergen, infeksi virus pernapasan, polutan, dan obat-obatan Riwayat Penyakit Keluarga Telah dibuktikan oleh banyak peneliti bahwa bila kedua orang tua menderita penyakit alergi, maka kemungkinan 60% anaknya akan menderita penyakit alergi, baik asma, rhinitis, dermatitis atopi atau bantuk alergi lainnya. Bila salah satu orang tua menderita penyakit alergi, maka kemungkinan 40% anak mereka menderita 49

21 alergi. Apabila kedua-duanya tidak terkena penyakit alergi, maka kemungkinan 15% menderita penyakit alergi. 14 Lebih kurang 25% penderita asma, keluarga dekatnya juga menderita asma, meskipun asmanya tidak aktif lagi, diantara keluarga penderita asma 2/3 memperlihatkan test alergi positif. 10 Risiko orang tua dengan asma anak mengalami asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu riwayat atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orang tua yang terkena asma berisiko menderita asma 25% risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatik. Asma tidak selalu pada kembar monozigot, tingkat stabilitas bronkonstriksi pada olah raga ada pada kembar indentik, teapi tidak pada kembar dizigot. 13 Orang tua asma kemungkinan 8 16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah Jenis Kelamin Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada insiden penyakit asma bervariasi, tergantung usia dan perbedaan karakter biologi. Insiden penyakit asma pada anak laki-laki usia 2 5 tahun ternyata dua kali lebih sering dibandingkan anak perempuan sedangkan usia 14 tahun risiko asma anak laki-laki lebih sering. Kunjungan kerumah sakit tiga kali lebih sering dibandingkan anak perempuan pada usia tersebut, teapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini. 4,15,21 50

22 Peningkatan risiko pada anak laki-laki disebabkan semakin sempitnya saluran pernapasan, perubahan pada pita suara, dan mungkin terjdi peningkatan IgE pada laki-laki yang cendrung membatasi respon bernapas. 15 Berdasarkan hipotesis observasi menunjukkan tidak ada perubahan rasio diameter saluran pernafasan laki-laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun, kemungkinan disebabkan perubahan rongga dada yang terjadi pada masa puber lakilaki dan tidak pada perempuan. Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika masa puber sehingga prevalensi asma pada anak yang semula anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan mengalami perubahan di mana nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. 4, Hewan Peliharaan Hewan peliharaan berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergi inhalasi. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu bintang di bagian muka dan ekskresi. Alergen memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3 4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama burung dan hewan menyusui karena bulu rontok dan terbang mengikuti udara. 6, Tungau Debu Rumah Tungau debu adalah penyebab paling umum di seluruh dunia. Alergi tangan lebih sering terjadi di kota negara berkembang. Hal ini terjadi karena rumah modern dan penggunaan teknik insulasi memungkinkan tungau hidup lebih baik. 16 Asma yang dikaitkan dengan masuknya alergen misalnya tungau debu. Tungau debu mengeluarkan feses yang dilapisi protein pada setiap butir partikelnya 51

23 menyebabkan reaksi alergi bagi penderita asma apabila masuk saluran napas. Ketika tungau ini mati, tubuhnya yang membusuk bercampur dengan debu rumah tangga. 16 Tungau debu rumah memiliki ukuran 0,1 0,3 mm dan lebar 0,2 mm biasanya terdapat di tempat atau benda banyak mengandung debu. 21 Misalnya debu berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran, buku, pakaian lama Jenis Makanan Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokonstriksi pada 2%-5% anak dengan asma. 16 Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan perkembangan asma masih diperbolehkan, tetapi bayi dan anak yang sensitif terhadap makanan tertentu atau menderita enteropathy atau colitis karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. 9 Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strowberry, mangga, durian berperan menjadi pencetus serangan asma. 23 Makanan produk industri dengan pewarna buatan misalnya tartazine, pengawet seperti metabisulfit, vetsin seperti monosodium glutamat (MSG), juga bisa memicu serangan asma. Makanan terutama sering mengakibatkan reaksi fatal adalah kacang, ikan laut dan telur. 23 Penelitian di Arab Saudi membandingkan makanan pengidap asma dengan tidak asma. Anak Saudi Arabia yang tinggal di daerah perkotaan banyak 52

24 menunjukkan gejala napas berbunyi atau mengi. Anak-anak ini sering bersantap di gerai makanan siap saji dan secara signifikan kurang mendapatkan asupan makanan tradisional termasuk sayuran, susu, makanan kaya serat, vitamin dan mineral Perabot Rumah Tangga Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakeri, jamur), formaldehyde, volatile organic compounts (VOC), combustion product (CO1, NO2, S02) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya repislable dust disamping menyebabkan ketidaknyaman juga menyebabkan reaksi peradangan paru. 6,9, Pemberian Air Susu Ibu ASI dikatakan dapat mengurangi risiko terkena penyakit kronis seperti radang usus dan asma. Penelitian yang dilakukan oleh Oddy di Australia Barat pada tahun 1999, diterbitkan oleh British Medical Journal, menunjukkan bahwa adanya penurunan risiko terkena asma pada anak usia 6 tahun jika anak tersebut mendapatkan ASI eksklusif paling sedikit selama 4 bulan sejak dilahirkan. 4 Asma, rinitis alergika, dan dermatitis atopik adalah kondisi-kondisi yang disertai dengan peningkatan kadar Imunoglobulin E (IgE). Analisis genetik menunjukkan bahwa hiperresponsivitas bronkus pada asma berkaitan erat dengan 53

25 kadar IgE. Sehingga, dalam praktek klinis, alergen spesifik IgE dipercaya berhubungan dengan induksi gejala alergi jalan napas dan saat ini banyak digunakan sebagai dasar dalam pengembangan terapi modifikasi lingkungan dan imunologi Pemberian Makanan Pengganti Air Susu Ibu Para peneliti di Australia Barat melakukan penelitian terhadap 2002 anakanak untuk peningkatan risiko asma dan gangguan pernapasan pada 6 tahun pertama. Anak anak yang tidak mendapatkan ASI berisiko 40% lebih tinggi terkena asma dan gangguan pernapasan dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif sekurang-kurang 4 bulan. Para peneliti ini merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif sekurang-kurangnya 4 bulan untuk mengurangi risiko terkena asma dan gangguan pernapasan. 4, Asap Rokok Kesehatan yang kian mengkuatirkan di Indonesia adalah semakin banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin banyak penderita gangguan kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap sepele karena beberapa penelitian memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang mengalami risiko lebih besar daripada perokok sesungguhnya. 4,25 Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap sidestream. Polusi udara yang diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainstream yang sudah terekstrasi dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau lingkungan. Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok pasif atau perokok terpaksa

26 Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma, pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronkitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara. 25 Merokok berhubungan dengan kejadian asma pada anak dan dewasa. Menurut Sandstrom dan Lundback tahun 2004 risiko terjadi asma pada perokok 1,33 kali lebih besar dibanding bukan perokok. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa merokok dapat menimbulkan asma pada orang dewasa. 3 Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri maupun orang-orang yang terkena asap rokok. Suatu penelitian di Finlandia menunjukkan bahwa orang dewasa terkena asap rokok berpeluang menderita asma dua kali lipat dibandingkan yang tidak terkena asap rokok. Studi lain menunjukkan bahwa penderita asma yang terkena asap rokok selama satu jam, maka akan mengalami sekitar 20% kerusakan fungsi paru. 9,22 Pada anak-anak, asap rokok akan memberikan efek lebih parah dibandingkan orang dewasa, disebabkan lebar saluran pernapasan anak lebih sempit sehinga jumlah napas anak akan lebih cepat dari orang dewasa. Akibatnya, jumlah asap rokok yang 55

27 masuk ke dalam saluran pernapasan menjadi lebih banyak dibandingkan badannya. Selain itu, karena sistem pertahanan tubuh yang belum berkembang, munculnya gejala asma pada anak jauh lebih cepat dibandingkan orang dewasa. 16 Hasil analisis anak berumur 0 5 tahun menunjukkan bahwa anak yang orang tuanya merokok 10 batang per hari menyebabkan peningkatan jumlah kasus asma serta mempercepat munculnya gejala asma pada anak. Begitu anak yang kembali dari rumah sakit setelah perawatan asma akut, penyembuhan akan terganggu karena orang tua yang merokok. 28 Efek asap rokok ini hanya memberikan efek negatif pada anak yang telah lahir, tetapi juga pada janin yang masih ada di dalam rahim. Karena itu, di negara maju seperti Jepang, di seluruh rumah sakit bersalin tidak tersedia tempat yang bisa merokok. Karena mengerti bahaya asap rokok. Bayi yang akan dilahirkan dari ibu perokok selama masa kehamilan akan lebih sering mengalami penyakit saluran pernapasan termasuk asma bronkial pada anak. 16 Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas kompleks dan partikel berbahaya lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, yakni hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin dan akrolein Perubahan Cuaca Kondisi cuaca seperti temperatur dingin, tinggi kelembaban udara menyebabkan asma lebih parah, epidemik dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergik. Di mana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. 56

28 Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk sesak napas dan pengeluaran lendir berlebihan. Ini umum terjadi ketika ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernapasan. 16 Menurut Lincre bahwa asma berhubungan dengan iklim kota besar seperti Auckland, Brisbane, Hongkong dan New Orelans yang mempunyai suhu panas > 24 0 C dan rata-rata curah hujan tahunan > 100 cm mempunyai prevalensi asma yang tinggi. 29 Pada RSCM menunjukkan penderita asma dengan perubahan udara kemungkinan akan mengalami asma 31,83 % lebih besar dibandingkan penderita tanpa perubahan cuaca. Hal ini diperkuat dengan penelitian di Amerika Serikat yang membuktikan bahwa ada hubungan antara kunjungan asma dengan cuaca dingin dan kering di musim semi Peranan Spirometri Spirometri adalah alat yang dapat menilai fungsi paru, dinding dada dan otototot pernapasan. Salah satu volume indikator yang diukur adalah VEP 1. VEP 1 merupakan volume udara yang dapat diekspirasi paksa selama detik pertama ekspirasi pada penentuan kapasitas vital paru. Nilai VEP 1 adalah sekitar 80% dari udara yang dapat dikeluarkan secara maksimal dari paru, dinilai secara normal. Dengan pengukuran ini memberikan indikasi laju aliran udara maksimal yang dapat terjadi di paru

29 Pada pasien asma yang terjadi yaitu peningkatan tekanan intratorakal yang disebabkan oleh penyempitan dan penyumbatan bronkus dan bronkiolus. Mukus yang diekskresi semestinya berfungsi untuk mengambil patogen yang terperangkap dan partikel kotor. Mukus ini dibawa oleh silia dari lapisan epitel ke kerongkongan untuk dikeluarkan melalui mekanisme mucosiliary clearance. Jika silia tidak dapat mendorong mukus yang sangat banyak dan kental, larutan elektrolit biasanya juga dikeluarkan untuk mendorong mukus dari silia sehingga mukus dapat bergerak maju maka lumen dapat menyempit karena kerja otot bronkus sehingga meningkatkan kemungkinan patogen ditangkap. Tetapi kerugiannya adalah resistensi yang meningkat. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis. Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma : a. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. b. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 < 15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma. c. Menilai derajat berat asma. 3,9,10 58

30 2.10. Kuesioner ISAAC (International Study Asthma And Allergies In Childhood) ISAAC, The International Study of Asthma and Allergies in Childhood dibuat untuk memaksimalkan penelitian epidemiologi penyakit asma dan alergi serta menfasilitasi kerjasama internasional. Penelitian asma dan alergi ini masih terdapat kendala karena kurangnya standardisasi definisi kasus, metodologi maupun nilai. Melalui kuesioner seragam dan distandarisasikan seperti halnya kuesioner ISAAC diharapkan dapat memberikan gambaran prevalensi dan beratnya asma, rhinitis dan eksim di berbagai wilayah dunia, menerapkan data dasar dan kecendrungan prevalensi dan beratnya penyakit, serta memberikan data penelitian lebih lanjut berdasarkan faktor genetik, lingkungan maupun gaya hidup sebagai pencetus asma. Perbedaan hasil penelitian prevalensi asma dan alergi di berbagai negara kemungkinan karena paparan faktor risiko yang berbeda, perbedaan kriteria diagnosis, dan variasi peningkatan penyakit asma dan alergi dengan ras dan geografi. ISAAC diharapkan dapat membantu informasi hubungan antara faktor genetik, gaya hidup dan lingkungan. Kuesioner ISAAC ini dipergunakan lebih dari 156 senter dari 58 negara sejak tahun Jenkins dkk melakukan penelitian terhadap penelitian ISAAC terhadap kejadian asma diharapkan sensitivitas 85% dan spesifitas 91% sehingga penggunaan kuesioner ini dapat dianggap memadai. Kuesioner pada orangtua dimodifikasi dari penelitian sebelumnya, dimana penelitian tersebut sudah dipublikasi dan sudah mendapat izin dari etika medik

31 2.11. Kerangka Konsep Kuesioner ISAAC Anamnesis Spirometri Faktor risiko asma a. Manusia - Jenis kelamin - Riwayat atopi keluarga - Riwayat pemberian ASI - Riwayat pemberian MPASI b. Lingkungan - Asap rokok - Hewan peliharaan - Perabot rumah tangga - Jenis makanan - Tungau debu rumah - Perubahan cuaca Diagnosis Controller Asma Inflamasi saluran napas yang di mediasi oleh sel-sel i fl i Reliever Ket: = variabel yang diteliti Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis dan spirometri. Dalam konsep ini anamnesis diperoleh dari kuesioner ISAAC (International Study Asthma and Allergies in Childhood), dimana kuesioner ini mencakup pertanyaan riwayat asma, riwayat alergi dan riwayat atopi, riwayat pemberian ASI oleh orangtua. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mewakili faktor risiko asma yang akan diteliti lebih 60

32 lanjut oleh peneliti. Untuk mendukung diagnosis asma maka dilakukan spirometri yaitu tes pernapasan yang akan menunjukkan terjadinya hambatan saluran napas akibat asma. Asma disebabkan oleh reaksi inflamasi saluran napas yang dimediasi oleh sel-sel inflamasi. Terapi asma dibagi atas controller (pengkontrol) dan reliever (pelega). Dalam hal ini peneliti tidak membahas reaksi inflamasi yang terjadi pada asma dan pengobatan asma. 61

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Pengertian Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan

Lebih terperinci

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5. L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Merupakan salah satu reaksi hipersentivitas saluran napas, baik saluran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma Definisi asma mengalami perubahan beberapa kali dari waktu ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Program Penatalaksanaan Asma 1. Edukasi 2. Monitor penyakit berkala (spirometri) 3. Identifikasi dan pengendalian pencetus 4. Merencanakan Terapi 5. Menetapkan pengobatan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas karena terjadinya aktivitas berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma Bronkhiale 1. Definisi Asma bronkiale adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI Dr. Taufik SpP(K) Bagian Pulmonologi FKUA/RSUP Dr.M.Djamil Padang PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Kekerapannya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA Oleh : dr. Safriani Yovita Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa derajat penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

Lebih terperinci

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH I Made Kusuma Wijaya Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Aktivitas Aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan berupa usaha, pekerjaan, kekuatan dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003). Aktivitas yang dimaksudkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa (Ikawati, 2006). Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi asma Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ini diberikan kuesioner ISAAC tahap 1 diberikan kepada 143 anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan kuesioner yang

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rinitis alergi (RA) adalah manifestasi penyakit alergi pada membran mukosa hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan. A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan secara klinis ditandai oleh adanya episode batuk rekuren, napas pendek, rasa sesak di dada dan mengi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4-5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka A.1. Definisi asma Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan hipereaktivitas saluran napas sehingga mengakibatkan terjadinya episode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan yang menyebabkan penyempitan pada saluran pernafasan tersebut (Nelson, 2007). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Seiring perkembangan dunia kesehatan, tumbuhan merupakan alternatif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma Asma merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang kronik dan heterogenous. Penyakit ini dikatakan mempunyai kekerapan bervariasi yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian Rumah sakit paru dr. Ario Wirawan beralamat di jalan Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK mentri kesehatan RI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

ASTHMA Wiwien Heru Wiyono

ASTHMA Wiwien Heru Wiyono ASTHMA Wiwien Heru Wiyono Dept. of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine - University of Indonesia Persahabatan Hospital - Jakarta INTRODUCTION Asthma is the most common and serious

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian terbesar di dunia. Telah ditemukan bukti adanya peningkatan prevalensi asma pada anakanak dalam 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA Tn. S DENGAN MASALAH ASMAPADA Ny. L DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah

Lebih terperinci

- Asma pada Anak. Arwin AP Akib. Patogenesis

- Asma pada Anak. Arwin AP Akib. Patogenesis Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 4, No. Vol. 2, 4, September No. 2, September 2002: 782002 - Asma pada Anak Arwin AP Akib Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah alergi digunakan pertama kali digunakan oleh Clemens von Pirquet bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1 Reaksi alergi dapat mempengaruhi hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSAAN ASMA

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSAAN ASMA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSAAN ASMA Budhi Antariksa Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RS Persahabatan Jakarta DEFINISI ASMA Inflamasi kronik saluran napas Hipereaktiviti bronkus terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Anak Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian khusus karena lebih dari 60% dalam suatu populasi memiliki setidaknya satu jenis penyakit kulit, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata Asthma berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata Asthma berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Bronkial Kata Asthma berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah atau sukar bernapas. Menurut United States National Tuberculosis Association 1967,

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipotesis Higiene Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi yang terjadi pada tiga puluh sampai empat puluh tahun terakhir, terutama di negara-negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi kulit yang bersifat kronik berulang, disertai rasa gatal, timbul pada tempat predileksi tertentu dan didasari oleh

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit asma telah dikenal sejak dimulainya ilmu kesehatan. Kata asma berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali digunakan oleh Bapak

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat ringan, sedang-berat dengan rerata usia subyek 26,6 ± 9,2 tahun, umur

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Oleh: DARU KUMORO CIPTO JATI

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perokok Pasif Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Sidestream Smoke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi alergen yang sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi adalah salah satu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh immunoglobulin E dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran

Lebih terperinci