PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP"

Transkripsi

1 EDISI 2010 PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP ( DARI MASA HINDIA BELANDA, PENDUDUKAN JEPANG DAN ZAMAN KEMERDEKAAN ) SAID HAMID HASAN 2010

2 EDISI 2010 Reviewers: 1. Benny Karyadi 2. Mujiyem 3. Achmad Riyanto 4. Agus Suhardono 5. Juandanilsyah

3 UCAPAN TERIMAKASIH Buku ini mencapai bentuknya seperti sekarang melalui banyak uluran tangan dan kebijakan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada pengambil kebijakan dan pemberi uluran tangan dalam menyempurnakan buku yang ada di hadapaan pembaca. Pengambil kebijakan yang sangat menentukan kehadiran buku ini adalah pimpinan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Mansyur Ramly. Buku ini dimunginkan hadir karena program kerja Balitbang yang beliau pimpin. Oleh karena itu ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada beliau disertai harapan semoga buku ini memenuhi tujuan program yang dikembangkan. Pengambil kebijakan yang juga sangat menentukan kehadiran buku ini adalah pimpinan Pusat Kurikulum (PUSKUR) yaitu Ibu Dra Diah Harianti, M.Pd. Secara programatik keberadaan buku ini disebabkan oleh program langsung yang dikembangkan Puskur. Dalam proses penulisan kebijakan pimpinan Puskur dalam mengendalikan kegiatan penulisan baik pada pertemuan awal ketika memformulasikan pokok pikiran, pengendalian waktu penulisan dan pertemuan agar penulisan dapat selesai pada waktunya, dan pengendalian berbentuk masukan selama masa penulisan. Oleh karenanya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada beliau dengan penuh hormat dan dari hati penulis yang paling dalam. Selain Ketua Puskur, pimpinan Puskur lainnya banyak berkontribusi dalam penulisan ini. Mereka adalah Dr Herry Widyastono yang secara langsung mengatur pertemuan untuk kepentingan penulisan, Erry Utomo, Ph.D, Drs Sutjipto, M.Pd, Drs.N.S.Vijaya,M.Ed., dan ibu Dr Sumiyati. Nama yang terakhir ini bahkan secara teknis mengatur segala keperluan penulisan baik dalam bentuk pertemuan, melengkapi dokumen yang diperlukan, serta hal-hal lain yang sangat membantu memperlancar pekerjaan penulisan. Staf Puskur lain yang banyak memberikan bantuan dalam kegiatan ini adalah Dra Neda Kasim dan Dra Veronika. Secara khusus pak Ujang yang telah banyak membantu penulis dalam i

4 proses menemukan naskah/dokumen kurikulum. Kepada mereka semua penulis ingin menyampikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus. Kepada tema-teman sesama penulis untuk kurikulum SD, SMA, SMK, PAUD yang telah bahu membahu membantu mengatasi berbagai kesulitan penulisan, penulis ucapkan banyak terimakasih dari hati yang paling dalam. Demikian pula dengan teman di Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS-UPI yang telah membantu mencarikan, meminjamkan, dan mengkopikan berbagai sumber penulis sampaikan ucapan terima kasih. Secara khusus mereka adalah Prof. Dr Rochiati Wiraatmadja, Prof. Dr. Helius Sjamsuddin, Prof. Dr. Dadang Supardan, M.Pd., Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum, Drs Sjarief Moeis, Dr Nana Supriatna, Dra. Erlina,M.Pd, Dra. Yani Kusmarni, M.Pd. Kepada teman dari Nagoya University, Jepang yaitu Prof. Dr Mina Hattori dan Dr Murni Ramly penulis menyampaikan terimakasih yang mendalam. Mereka yang banyak membantu dalam penyediaan dokumen pendidikan di masa Pendudukan Jepang yaitu dokumen yang diberi nama Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, Kurasawa sangat berharga dalam penulisan ini. Teman-teman yang mereviu tulisan awal yaitu Benny Karyadi, Mujiyem, Achmad Riyanto, Agus Suhardono dan Juandanilsyah memberikan sumbangan yang berharga untuk penyempurnaan penulisan buku ini. Kepada mereka penulis sampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya. Kepada mereka yang namanya tak tersebutkan tetapi banyak memberikan kontribusi dalam penyempurnaan buku, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sama nilainya dengan yang telah disebutkan di atas. Semoga amal dan bantuan tersebut mendapatkan limpahan rahmatnya. Amin. Bandung, Desember 2010 Penulis ii

5 KATA SAMBUTAN KEPALA BALITBANG iii

6 KATA SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM iv

7 KATA PENGANTAR Buku ini disusun sebagai upaya untuk memberikan gambaran perkembangan pemikiran kurikulum SMP yang pernah dilakukan selama masa Penjajahan Belanda, Pendudukan Jepang, dan Masa Kemerdekaan. Masa Kemerdekaan adalah masa yang paling panjang dilihat dari kurun waktu dan jumlah naskah kurikulum SMP yang pernah dikembangkan. Pengembangan Kurikulum pada Masa Kemerdekaan yang dikaji dimulai dari awal kemerdekaan bangsa Indonesia ketika suasana kehidupan kenegaraan Indonesia masih berada dibawah ancaman agresi meliter Belanda, dilanjutkan dengan pengembangan kurikulum SMP pada masa Pemerintahan Parlementer, Masa Orde Lama, Masa Orde Baru, dan diakhiri pada masa Reformasi. Kerangka perkembangan kehidupan kebangsaan Indonesia digunakan sebagai periodesasi kajian pengembangan kurikulum SMP karena pengembangan keberlakuan suatu kurikulum selalu dipengaruhi oleh kebijakan politik selain faktor-faktor yang bersifat akademik dan perkembangan di bidang ilmu dan teknologi. Gambaran perkembangan kurikulum selama masa yang dikemukakan di atas terutama diutamakan pada kajian terhadap dokumen kurikulum. Kajian ini paling dimungkinkan mengingat ketersediaan sumber informasi dalam hal ini dokumen kurikulum. Dimensi kurikulum yang lain yaitu implementasi kurikulum yang disebut juga dengan istilah implemented curriculum, observed curriculum atau taught curriculum tidak dikaji mengingat ketersediaan sumber yang dapat dikatakan sangat tidak memungkinkan membangun rekonstruksi yang dapat memberikan gambaran yang adil. Laporan, hasil evaluasi, atau pun hasil penelitian tentang implementasi kurikulum hanya berkenaan dengan kejadian yang terbatas pada suatu wilayah tertentu. Untuk menghindari gambaran yang tidak adil maka buku ini tidak melakukan kajian mengenai dimensi implementasi kurikulum. Dimensi kurikulum yang ketiga yaitu hasil tidak pula dikaji dalam buku ini sehingga gambaran mengenai kualitas tamatan SMP dari setiap dokumen kurikulum yang dikaji tidak direkonstruksi dalam buku ini. Alasan yang sama v

8 dengan ketiadaan kajian terhadap dimensi kedua kurikulum, implementasi kurikulum, berlaku pula bagi ketiadaan kajian dimensi hasil kurikulum. Hasilhasil yang diperoleh peserta didik dari ujian nasional baik yang dinamakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS), Ujian Akhir Nasional (UAN) mau pun Ujian Nasional (UN) memiliki kelemahan mendasar dalam validitas kurikulum. Soal-soal ujian yang dikembangkan untuk evaluasi nasional tersebut tidak memiliki validitas kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan walau pun memiliki validitas isi yang dapat dipertanggungjawabkan. 1 Dalam analisis yang dilakukan untuk setiap kurikulum diupayakan untuk mengungkapkan landasan filosofis dan teoritik yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Keberlanjutan dan perubahan yang terjadi dalam landasan filosofis dan teoritik memberikan gambaran tentang terjadinya perbedaan dalam struktur, organisasi konten kurikulum, beban belajar, dan juga format dokumen kurikulum yang dikembangkan. Dari analisis yang dilakukan tersebut berbagai hal yang terkait dengan masalah miskonsepsi diungkapkan agar pembaca buku dapat mengambil makna dan memberikan penilaian yang lebih baik terhadap kurikulum. Dilihat dari aspek kelembagaan yang telah mengembangkan kurikulum pada masa kemerdekaan, pengembangan kurikulum pada masa kemerdekaan dapat dibagi atas tiga periode yaitu periode pengembangan oleh lembaga teknis, periode pengembangan lembaga pengembang kurikulum khusus yaitu Puskur, dan periode dimana pengembangan kurikulum menjadi wewenang satuan pendidikan. Sampai tahun 1968, kurikulum SMP dikembangkan oleh lembaga teknis yang sekarang bernama Direktorat SMP. Kurikulum SMP 1975 adalah kurikulum pertama yang dikembangkan oleh lembaga yang didirikan dengan tugas khusus untuk pengembangan kurikulum yang sekarang dikenal dengan nama Pusat Kurikulum 1 Validitas kurikulum berkenaan dengan pengukuran kualitas tamatan yang dinyatakan dalam tujuan kurikulum, bukan hanya terbatas pada aspek pengetahuan. Kualitas dalam kemampuan intelektual, afektif dan psikomotor yang tercantum dalam tujuan kurikulum tidak terujikan dalam ujian nasional yang disebutkan di atas. Validitas konten dalam ujian nasional yang disebutkan di atas terbatas pada pokok bahasan yang diujikan dan pada tujuan dlam aspek pengetahuan dari pokok bahasan terkait. vi

9 (PUSKUR). Periode ini berlangsung sampai tahun 2004 yaitu ketika pusat ini berhasil mengembangkan kurikulum yang awalnya bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi pada tahun 2001 dan naskah terakhir dinamakan Kurikulum Pada masa Reformasi pengembangan kurikulum menjadi tanggungjawab Pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan. Kurikulum tingkat nasional yang dikembangkan Pemerintah berbentuk Struktur Kurikulum berlaku secara nasional. Pemerintah daerah memiliki kewenangan mengawasi dan memberikan arahan terhdap pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Kurikulum lengkap dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). vii

10 DAFTAR ISI Halaman Ucapan Terimakasih... Sambutan Kabalitang.... Sambutan Ka Puskur... Kata Pengantar... i iii iv v DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO... viii xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Istilah Kurikulum Sebagai Pengganti Leerpla... 1 B. Perubahan Nama SMP dari MULO, Shoto Chu Gakko, SLTP, SMP... 4 C. Kurikulum Sebagai Public Policy dan Academic/ Educational Innovation... 6 D. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pengembangan Kurikulum... 9 BAB II KURIKULUM SMP (MULO) PADA MASA HINDIA BELANDA A. Kelahiran MULO Dalam Sistem Persekolahan Zaman Hindia Belanda B. Tujuan Pendidikan MULO C. Mata Pelajaraan dalam Leerplan MULO viii

11 BAB III KURIKULUM SMP (SHOTO CHU GAKKO) PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG A. Kebijakan Pendidikan Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang B. Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum Shoto Chu Gakko BAB IV KURIKULUM SMP PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN A. Perkembangan dalam Kebijakan Pendidikan B. Daftar Pelajaran BAB V KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN KABINET PARLEMENTER A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan B. Filsafat Kurikulum SMP C. Tujuan Kurikulum SMP D. Rencana Pelajaran SMP E. Komponen Rencana Pelajaran SMP BAB VI KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE LAMA A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan B. Kurikulum SMP Gaya Baru C. Tujuan Pendidikan SMP D. Mata Pelajaran Kurikulum SMP Gaya Baru ix

12 BAB VII KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan B. Kurikulum SMP C. Kurikulum SMP D. Kurikulum SMP E. Kurikulum SMP BAB VIII KURIKULUM SMP PADA MASA REFORMASI A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan B. Kurikulum C. KTSP BAB IX MENATAP KURIKULUM SMP MASA DEPAN DAFTAR BACAAN x

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Leerplan MULO Tabel 3.1 Mata Pelajaran dan Jam Pelajaran Kuriku Shoto Chu Gakko 29 Tabel 3.2 Hari Libur Sekolah Tabel 3.3 Buku Pelajaran Untuk Shoto Chu Gakko di Jakarta Tabel 4.1 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tabel 5.1 Kelompok dan Tujuan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tabel 5.2 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tabel 6.1 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tabel 7.1 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tabel 7.2 Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum SMP Tabel 7.3 Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum SMP Tabel 7.4 Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum SMP Tabel 8.1 Struktur Program Kurikulum SMP/Madrasah Tsanawiyah Tabel 8.2 Struktur Kurikulum SMP dan Madrasah Tsanawiyah Tabel 8.3 Struktur Kurikulum SMP/MTs dalam Standar Isi xi

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Sistem Pendidikan dan Persekolahan Hindia-Belanda Gambar 2 Heirarki Tujuan Pendidikan xii

15 DAFTAR FOTO Foto 1 Gedung MULO Foto 2 Gedung Shoto Chu Gakko Foto 3 Gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Foto 4 Sekolah Menengah Pertama xiii

16 PENDAHULUAN A. ISTILAH KURIKULUM SEBAGAI PENGGANTI LEERPLAN (RENCANA PELAJARAN) Istilah kurikulum merupakan istilah baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ketika bangsa Indonesia baru merdeka dan menyatakan dirinya berdaulat atas wilayah yang dulunya dinamakan Hindia Belanda dunia pendidikan di Indonesia belum menggunakan istilah kurikulum. Istilah yang digunakan pada awal kemerdekaan sampai dengan tahun enampuluhan adalah rencana pelajaran dan daftar mata pelajaran sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda leerplan dan leervak. Memang tidak dapat disangkal bahwa literatur kurikulum menyebutkan daftar mata pelajaran (list of courses) sebagai salah satu makna awal dari istilah kurikulum. Istilah kurikulum baru digunakan di Inggeris pada awal abad ke 19 (1820) oleh Galsgow University dari bahasa Latin curere ( Tanner dan Tanner, 1980; Henderson dan Gornik, 2007:2) yang secara harfiah artinya adalah lari tetapi pada awal abad ke 19 tersebut berubah maknanya menjadi daftar mata pelajaran. Istilah kurikulum mulai mendapatkan tempat yang luas pada awal abad ke 20 1 (Tanner dan Tanner, 1980:4) setelah mengalami perubahan makna yang sangat berbeda dari pengertian kurikulum sebagai daftar mata pelajaran. Istilah kurikulum mulai masuk ke dalam dunia pendidikan Indonesia dari literatur kependidikan Amerika Serikat menjelang akhir tahun 60-an abad ke 20. Menurut Longstreet dan Shane (1993:21) istilah kurikulum di Amerika baru dikenal umum pada awal abad ke 20 walau pun seperti mereka akui bahwa filosof Jerman Johann Friedrich Herbatt telah mengembangkan pikiran tentang kurikulum sebagai a systematic approach to the organization and selection of content as well as to instructional delivery pada pertengahan abad ke 19. Di Amerika Serikat, pemikiran tentang kurikulum pada mulanya berkembang pada akhir abad ke 19 1 Sebelum istilah kurikulum digunakan istilah paedagogy atau pedagogiek adalah istilah umum yang digunakan bersamaan dengan istilah didaktik. 1

17 dengan pembentukan Committee of Ten yang antara lain diketuai oleh Charles Eliot dari Harvard University (Longstreet dan Shane, 1993: 22-23). Pada tahun 1918 tokoh pendidikan Amerika Serikat yang bernama Franklin Bobbitt dari University of Chicago menerbitkan buku yang berjudul The Curriculum, buku pertama yang menggunakan judul kurikulum. Pada tahun 1924 Bobbitt menerbitkan buku baru yang diberi judul How to Make a Curriculum (Longstreet dan Shane, 1993:29). Pada tahun 1927 National Society for the Study of Education (NSSE) menerbitkan buku tahunan ke 26 organisasi ini dengan nama Curriculum Making:Past and Present yang menurut kedua penulis tadi (Longsreet dan Shane, 1993:32) kebangkitan awal bidang studi kurikulum sebagai suatu pekerjaan profesional. Dalam buku tahunan NSSE, Harold Rugg sebagai editor menyatakan tugas pengembangan kurikulum adalah (1) menentukan objektif kurikulum, (2) seleksi materi dan aktivitas yang sesuai, dan (3) menentukan organisasi dan tata urut materi dan aktivitas (Longstreet dan Shane, 1993:32). Secara implisit buku tersebut menuntut adanya studi yang ilmiah dalam pengembangan rencana dan evaluasi menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk menentukan efektivitas kurikulum. Meski pun Bobbitt dianggap bapak kurikulum di Amerika Serikat, tokoh pendidikan seperti John Dewey (1916) dan terutama Ralph Tyler (1942) dianggap oleh banyak akhli sebagai pelopor pemikir kurikulum modern dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler mengubah makna kurikulum secara mendasar dan membedakannya secara mendasar pula dari pengertian kurikulum sebagai daftar mata pelajaran atau pun sebagai pengalaman belajar. Tyler (1942) memperbaiki komponen kurikulum yang dikembangkan oleh Harold Rugg dengan mengemukakan empat komponen yang terkait dengan kurikulum yaitu tujuan, konten, organisasi konten, dan penilaian hasil belajar. Komponen penilaian hasil belajar merupakan penyempurnaan yang dilakukan Tyler terhadap pemikiran Harold Rugg. Sejak itu berbagai definisi kurikulum dirumuskan oleh mereka yang secara khusus mendalami dan mengembangkan bidang studi kurikulum 2

18 tetapi keempat komponen yang dikemukakan Tyler tetap menjadi fokus pengembangan utama kurikulum dalam setiap konstruksi dokumen kurikulum. Pada tahun 50-an dan 60-an banyak akhli pendidikan Indonesia belajar buku-buku pendidikan dari Amerika Serikat dan Inggeris dan banyak pula di antara mereka melanjutkan studi di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Mereka membaca buku-buku dari belahan dunia yang berbahasa Inggeris tersebut dan berkenalan dengan istilah kurikulum. Istilah kurikulum mulai masuk menjadi istilah teknis dalam literatur dunia pendidikan Indonesia tetapi secara resmi, istilah kurikulum di Indonesia baru digunakan pada tahun 1968 (Dokumen Kurikulum 1968) ketika pemerintah mengumumkan adanya kurikulum 1968 menggantikan kurikulum yang berlaku sebelum 1964 yang masih berjudul Rencana Pelajaran (Dokumen Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru). Sejak 1968, istilah kurikulum digunakan secara meluas dalam berbagai kebijakan pendidikan dan literatur pendidikan di Indonesia. Berbagai akhli kurikulum yang secara akademik belajar tentang bidang ini mulai dimiliki bangsa Indonesia memperkaya kelompok yang telah berpengalaman dalam mengembangkan Rencana Pelajaran (kurikulum). Kehadiran Pusat Pengembangan Kurikulum dan Alat Pendidikan, yang ketika naskah ini ditulis bernama Pusat Kurikulum, serta kehadiran program studi Kurikulum di berbagai IKIP memperkuat kelompok yang bekerja dan melakukan studi akademik dalam bidang kurikulum. Meski pun demikian, harus diakui bahwa meninggalkan makna kurikulum sebagai daftar mata pelajaran bukanlah sesuatu yang mudah. Dalam realita pengembangan kurikulum dan kebijakan kurikulum seringkali masih dikungkung oleh makna kurikulum sebagai daftar mata pelajaran walau pun ada usaha nyata yang dilakukan dalam kurikulum Dalam pelaksanaan atau implementasi kurikulum di sekolah, kurikulum masih diperlakukan sebagai daftar mata pelajaran. Memang mengubah sebuah kerangka berpikir dan pola tindakan bukan merupakan sesuatu yang mudah, perlu kesadaran tinggi tentang makna baru secara konsisten dan membangun pola tindakan baru yang sesuai dengan makna baru itu 3

19 merupakan perubahan yang seringkali baru terjadi dalam waktu yang panjang apabila diupayakan secara konsisten. Pada saat sekarang, secara resmi kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU RI nomor 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat (19)). Rumusan pengertian kurikulum yang digunakan dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tersebut menyatukan tiga dimensi utama kurikulum yaitu dimensi rencana (curriculum as intended, planned, document) dan dimensi proses (implementasi) dan kurikulum sebagai hasil (product) dalam satu kesinambungan. B. PERUBAHAN NAMA SMP DARI MULO, SHOTO CHU GAKKO, SLTP, SMP Sejak kemerdekaan, nama Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengalami perubahan nama beberapa kali. Pada zaman penjajahan Belanda ada sekolah yang bernama MULO 2 (untuk mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan di HIS 3, HCS, dan ELS 4 ), serta HBS 5 (untuk lanjutan tamatan ELS dan HCS). Pada masa Pendudukan Meliter Jepang dikenal adanya Shoto Chu Gakko 6. Shoto Chu Gakko adalah sekolah yang dianggap sederajat dengan MULO dan yang pada masa awal kemerdekaan dan sekarang dikenal dengan nama SMP. Perbedaan yang mendasar dengan Mulo adalah Shoto Chu Gakko boleh menggunakan bahasa Indonesia tetapi bahasa Belanda dilarang. Meski pun demikian, nama 2 MULO = Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Pendidikan Rendah yang Diperluas), bahasa pengantar Bahasa Belanda 3 HIS = Hollandsch Inlandsche School (Sekolah Dasar untuk pribumi), bahasa pengantar Bahasa Belanda 4 ELS = Europesche Lagere School (Sekolah Dasar untuk orang Eropa), bahasa pengantar Bahasa Belanda 5 HBS = Hogere Burger School (Sekolah Lanjutan Tinggi) untuk mereka yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi dikembangkan dari seksi B Gymnasium Koning Willem III pada tahun 1867 di Jakarta (Nasution,1983:130; Djumhur dan Danasaputra, 1974:128). 6 Gunawan (1986), Kebijakan Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta. Bina Aksara 4

20 MULO tetap tercantum dalam salah satu dokumen Jepang tentang pendidikan di pulau Jawa yang berjudul Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô. Setelah Indonesia berdiri sebagai negara merdeka, nama Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengalami berbagai pergantian. Barangkali dapat dikatakan bahwa perubahan nama SMP yang terjadi di Indonesia menunjukkan dinamika yang lebih tinggi dibandingkan negara mana pun di dunia, apalagi jika diingat bahwa SMP sebagai suatu satuan pendidikan yang berdiri sendiri merupakan suatu yang unik Indonesia. Pewarisan sistem persekolahan dari zaman penjajahan Belanda yang kemudian diteruskan oleh pendudukan meliter Jepang dan diformalkan dalam berbagai ketetapan legal di Indonesia memberikan dasar hukum yang kuat bagi esksistensi SMP sebagai satuan pendidikan yang mandiri. Berdasarkan Undang-Undang nomor 4 tahun 1950, sekolah yang disebut dengan istilah Mulo atau pun Shoto Chu Gakko, disebut dengan nama Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama disingkat SMP. Kata atau istilah umum pada nama SMP digunakan karena sampai tahun 1973 Indonesia masih mengenal adanya sekolah kejuruan seperti Sekolah Teknik Tingkat Pertama (STP), Sekolah Menengah Ekonomi tingkat Pertama (SMEP), Sekolah Menengah Pertanian Pertama (SMPP), Sekolah Kepandaian Keputrian Pertama (SKKP), dan sekolah menengah keguruan yaitu Sekolah Guru B (SGB). Nama-nama sekolah kejuruan dan keguruan tersebut sangat eksplisit sehingga sangat kecil menimbulkan salah persepsi bahwa sekolah-sekolah tersebut berkenaan dengan persiapan peserta didik dalam satu vokasi tertentu. Untuk SMP adanya kata umum memperjelas posisi sekolah tersebut sebagai sekolah yang tidak dirancang untuk mengembangkan pendidikan dalam vokasi. Dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 Pasal 17 ayat (2) SMP adalah singkatan dari Sekolah Menengah Pertama, sudah tidak lagi menggunakan kata umum di dalam nama penuhnya. Berdasarkan Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 nama SMP diubah menjadi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) walau pun pada waktu Indonesia 5

21 hanya memiliki satu jenis sekolah pada jenjang ini. Jadi, SLTP adalah nama diri sekolah seperti halnya SMP, dan bukan nama kelompok sekolah/satuan pendidikan di jenjang lanjutan pertama. SMA yang dalam undang-undang yang sama diubah menjadi SMU (Sekolah Menengah Umum) sebagai anggota dari SLTA atau Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebagai nama kelompok satuan pendidikan. Anggota lain dari SLTA adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perubahan nama SLTP terjadi lagi sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang nomor 20 tahun 2003 yaitu ketika SLTP kembali menjadi SMP, singkatan dari Sekolah Menengah Pertama (UU nomor 20 tahun 2003, Pasal 17) tanpa ada kata umum. Sedangkan sekolah dibawah Departemen Agama yang sederajat dengan SMP dan diakui oleh Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs). Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memberikan nama kelompok satuan baik untuk jenjang menengah pertama mau pun menengah atas. C. KURIKULUM SEBAGAI PUBLIC POLICY DAN ACADEMIC/ EDUCATIONAL INNOVATION Kurikulum adalah suatu kebijakan publik karena kurikulum yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah berdampak kepada kehidupan sebagian terbesar masyarakat langsung atau tidak langsung, berdampak kepada pembiayaan (cost) yang harus dikeluarkan pemerintah dan masyarakat, berdampak kepada kehidupan bangsa di masa mendatang, dan memiliki keterikatan dengan tata kehidupan masyarakat yang dilayani kurikulum secara langsung. Oleh karena itu kurikulum tidak mungkin menjadi suatu keputusan/kebijakan pendidikan apabila tidak mendapat dukungan politik (politically viable) bangsa. Aspek kurikulum yang paling banyak berkenaan dengan unsur politik adalah aspek ide kurikulum. Aspek ini menyatakan secara filosofis kualitas generasi muda bangsa yang akan dikembangkan melalui pengembangan potensi setiap individu peserta didik. 6

22 Aspek ide kurikulum merupakan ketentuan tentang filosofi, teori serta model kurikulum untuk mengembangkan potensi peserta didik. Artinya, jika pendidikan untuk seluruh bangsa Indonesia adalah pendidikan dasar 9 tahun (Wajib Belajar 9 Tahun) maka kualitas minimal yang harus dimiliki setiap anak bangsa Indonesia mereka miliki setelah mengikuti proses pendidikan selama 9 tahun (SD/MI dan SMP/MTs). Oleh karenanya, kurikulum pendidikan dasar harus mampu mengembangkan materi dan proses pendidikan dimana setiap peserta didik memiliki kesempatan dan kemampuan mengembangkan potensi dirinya menjadi kualitas yang dimaksudkan. Posisi yang menempatkan kurikulum pendidikan dasar menyandang peran penting dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas dasar bagi seluruh manusia Indonesia, menjadikan kurikulum SD/MI dan SMP/MTs sebagai suatu kebijakan pendidikan yang kritikal dan fundamental. Kegagalan dalam upaya mengembangkan potensi menjadi kualitas yang diperlukan akan menimbulkan dampak yang sangat mungkin tidak diinginkan, dalam kehidupan pribadi yang bersangkutan dan bangsa di berbagai dimensi kehidupan pribadi, kemasyarakatan, dan kebangsaan. Pendidikan menengah apalagi pendidikan tinggi tidak dalam posisi yang kritikal dan fundamental sebagaimana kurikulum pendidikan dasar karena pendidikan menengah dan tinggi tidak dalam posisi untuk mengembangkan kualitas minimal yang dipersyaratkan bagi seluruh bangsa Indonesia tapi bagi mereka yang terpilih berdasarkan kemampuan dan minat yang dimiliki seseorang warganegara. Tentu saja suatu bangsa memerlukan warga yang memiliki kualitas dasar, kualitas lanjutan, dan kualitas tinggi dan karenanya secara keseluruhan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sangat diperlukan bangsa. Kurikulum sebagai kebijakan publik dituangkan dalam bentuk dokumen, direalisasikan dalam bentuk dimensi proses kurikulum yaitu pembelajaran, dan diwujudkan dalam bentuk hasil belajar. Dimensi dokumen dikembangkan sebagai rancangan bagi landasan pengembangan dimensi proses kurikulum sedangkan dimensi hasil adalah bentuk kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil langsung dari pengalaman belajar mereka dalam dimensi proses pembelajaran. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu sebagai curriculum ideas, a written 7

23 plan where the ideas are planned and documented, the experiences the students have as teachers realize the ideas in the document into reality or learning process, and the product, outcomes or the competencies the students have as the direct result from the experiences ( Hasan, 2009) merupakan satu keseluruhan proses pengembangan kurikulum (curriculum development). Kurikulum adalah suatu hasil pemikiran inovatif para pengembang sebagai jawaban terhadap apa yang diperlukan masyarakat (hasil dari need analysis ). Seperti dikemukakan Oliva (1992) curriculum is a product of its time... Curriculum responds to and is changed by social forced, philosophical positions, psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at its moment in history. Oleh karena setiap terjadi perkembangan dalam masyarakat yang berdampak luas dan menghendaki adanya kualitas baru dari anggota masyarakatnya maka diperlukan suatu kurikulum baru. Kurikulum adalah jawaban atau hipotesis pendidikan terhadap kebutuhan pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas baru yang diperlukan untuk kehidupan dirinya sebagai warganegara. Dalam jawaban tersebut yaitu kurikulum baru selalu terkandung suatu inovasi. Ruang lingkup atau magnitude inovasi suatu kurikulum baru beragam, dapat berkenaan dengan sesuatu yang besar dan meliputi aspek filosofis, teoritik, model sampai ke berbagai komponen dokumen kurikulum. Ruang lingkup inovasi kurikulum baru tersebut dapat pula merupakan sesuatu yang sangat kecil dan hanya berkenaan dengan satu komponen kurikulum tapi memiliki nilai pendidikan yang signifikan. Semakin rumit dan luas kualitas baru yang dibutuhkan masyarakat maka semakin besar pula ruang lingkup inovasi suatu kurikulum baru. 8

24 D. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM Suatu kurikulum diganti, diubah atau dipertahankan tergantung pada tiga kelompok utama faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan kurikulum. Ketiga faktor tersebut adalah perubahan politik, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perkembangan sosial-budaya-ekonomi. Ketiga kelompok faktor tersebut berpengaruh terhadap kebijakan kurikulum sebagai kebijakan publik/pendidikan di negara mana pun, dan ketika salah satu dari ketiga faktor tersebut berubah terutama faktor politik maka kurikulum sebagai suatu kebijakan publik/ pendidikan akan berubah. 1. Faktor Politik Sebagaimana telah dikemukakan di bagian atas, kurikulum di Indonesia mengalami perubahan mendasar pada tahun 1966 karena adanya perubahan kekuatan politik dari kehidupan politik yang semulanya didominasi oleh kekuatan komunis ke kekuatan politik yang didominasi kekuatan anti komunis. Ketika terjadi perubahan kekuatan politik tersebut maka pemerintah segera mengeluarkan kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum 1968 menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru tahun Penggantian kurikulum Gaya Baru menjadi kurikulum 1968 bersifat sementara untuk mengatasi masalah ideologi komunis, demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin yang dianggap sudah tidak sesuai untuk kehidupan masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada dasarnya secara teknis perubahan tersebut terjadi hanya dengan menghapus bagian-bagian tertentu konten kurikulum yang berkenaan dengan ajaran komunisme. Perubahan tersebut memang membuktikan adanya pengaruh politik yang sangat jelas dan tak mungkin dipungkiri terhadap kurikulum (Appel, 1979: 13; Giroux, 1981: 21-22; Waring, 1981: 20). Kurikulum adalah isi dan jantungnya pendidikan (Klein, 2000:54) dan oleh karena itu kekuatan yang mampu mempengaruhi kurikulum berarti mampu menguasai proses pendidikan dan hasil pendidikan. Kepedulian kekuatan politik dapat berupa 9

25 kekuatan resmi yang dipegang oleh pemerintah (pusat, daerah) tetapi juga dapat berupa kekuatan politik yang riil di masyarakat dan secara langsung berpengaruh terhadap kurikulum sebagai suatu proses pendidikan. Kekuatan politik dikembangkan menjadi kemauan politik. Kemauan politik dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki wewenang sebagai pengambil kebijakan di bidang kurikulum (presiden, menteri, BSNP, kepala sekolah/komite sekolah). Kemauan politik dimiliki pula oleh sejumlah orang yang berhasil mempengaruhi pengambil kebijakan dalam menentukan kurikulum. Sekelompok orang yang berhasil mempengaruhi pengambil kebijakan itu mungkin para politisi, pressure groups, akademisi, orang tua, atau komunitas tertentu di masyarakat. Pengaruh politik atau kekuatan politik (termasuk tekanan sosial) tidak dapat dilepaskan atau pun diabaikan dalam proses pengembangan kurikulum mana pun dan di negara mana pun. Pengaruh politik atau kekuatan politik paling kecil adalah pengaruh terhadap kurikulum akademik perguruan tinggi karena lembaga perguruan tinggi dilindungi dan dikembangkan sebagai lembaga yang memiliki otonomi penuh di bidang akademik. Berbeda dari kurikulum akademik, kurikulum profesi dan vokasional yang dikembangkan di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh kekuatan masyarakat yang menjadi pemegang profesi dan tergabung dalam organisasi profesi. Untuk mengurangi pengaruh politik dan masyarakat terhadap pengembangan kurikulum di jenjang pendidikan dasar dan menengah, di berbagai negara kurikulum perekolahan dikembangkan oleh perguruan tinggi. Kebijakan tersebut tidak menyebabkan para pengembang kurikulum dapat melepaskan diri dari pengaruh politik dan kekuatan masyarakat. Pengaruh politik dan masyarakat paling kecil adalah dalam bentuk apa yang tidak boleh dikembangkan kurikulum baik terutama dalam komponen konten, proses pendidikan atau pun penilaian hasil belajar. Pengaruh tersebut menyebabkan suatu kurikulum hanya dapat digunakan oleh satuan pendidikan jika 10

26 kurikulum tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan politik dan masyarakat (politically viable). 2. Pengaruh ilmu dan teknologi Ilmu dan teknologi merupakan faktor kuat yang banyak berpengaruh terhadap perubahan kurikulum. Termasuk dalam disiplin ilmu yang dimaksudkan di sini adalah disiplin ilmu seperti biologi, kimia, fisika, matematika, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,antropologi, politik dan ilmu pendidikan. Sudah sejak awal, sejak istilah kurikulum belum digunakan, perkembangan ilmu selalu berpengaruh terhadap kurikulum (Benjamin, 1939; Taba, 1962; Saylor dan Alexander, 1967; Kliebard, 1965; Henderson dan Kesson, 2004) Perkembangan materi suatu disiplin ilmu baik materi substantif mau pun materi ketrampilan, terutama materi disiplin ilmu yang langsung menjadi materi mata pelajaran tentu akan mengharuskan terjadinya perubahan kurikulum. Contoh dalam dunia pendidikan Indonesia misalnya adalah ketika matematika memperkenalkan apa yang dinamakan matematika modern. Mata pelajaran yang dulunya namanya aljabar, ilmu ukur dan ilmu pasti menjadi matematik. Ilmu Tumbuh-tumbuhan, Ilmu Hewan, Ilmu Tubuh Manusia digabungkan menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Perkembangan dalam teknologi mengubah kurikulum baik dalam konten mau pun dalam proses pembelajaran. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akhir-akhir ini menunjukkan kebutuhan akan pentingnya perubahan kurikulum. Teknologi informasi dan komunikasi memberikan peluang besar dalam penerapannya dalam kurikulum untuk memudahkan peserta didik mengakses sumber informasi, berbagai jenis informasi tetapi juga menuntut agar peserta didik menguasai berbagai ketrampilan teknis yang terkait dengan aplikasi alat-alat teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan dalam dunia ilmu pendidikan termasuk filsafat berpengaruh terhadap perubahan kurikulum. Filosofi kurikulum sebagaimana dikatakan 11

27 oleh Schubert (1986:113) adalah jantung pengembangan kurikulum. Ia mengatakan: Philosophy lies at the heart of educational endeavor. This is perhaps more evident in curriculum domain than in any other, for curriculum is a response to the question of how to live a good life.... John Dewey (1916) supported this emphasis when he suggested that education is the testing ground of philosophy itself Pendapat serupa dikemukakan oleh Tanner dan Tanner (1980) dan Oliva (1997). Tanner dan tanner (1980: 103) bahkan menyatakan bahwa filosofi kurikulum berpengaruh dan menjadi sumber dalam proses pengembangan kurikulum. Sedangkan Oliva (1997:190) mengatakan bahwa setiap pengembang kurikulum harus sadar filosofi yang berpengaruh pada dirinya ketika mereka mengembangkan ide dan dokumen kurikulum. Sebagai contoh, filosofi kurikulum essensialisme dan perenialisme sangat menekankan pada pandangan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan intelektual dan berpikir rasional. Atas dasar filosofi ini, kurikulum harus mengembangkan pendidikan disiplin ilmu sehingga konten kurikulum adalah konten disiplin ilmu dan tentu saja setiap perkembangan yang terjadi dalam konten disiplin ilmu menghendaki perubahan kurikulum. Ketika filosofi lain seperti eksperimentalisme, humanisme dan rekonstruksi sosial menjadi landasan pengembangan kurikulum maka pengetahuan dan ketrampilan yang berasal dari disiplin ilmu tetap diperlukan. Pengetahuan dari disiplin ilmu berupa fakta, konsep, generalisasi atau juga teori merupakan persyaratan awal untuk mengenal dan memahami ketrampilan atau pun nilai yang akan dikembangkan. Pengetahuan merupakan sesuatu yang diperlukan otak untuk mengembangkan kemampuan kognitif tetapi juga kegiatan kognitif memberikan hasil berupa pengetahuan baru. Kemampuan kognitif seperti memahami, menggunakan/ menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi menjadi dasar kuat bagi seseorang untuk mengembangkan kemampuan kognitif tertinggi yaitu menghasilkan suatu pengetahuan baru atau produk baru dalam berbagai bentuk. 12

28 3. Perkembangan sosial-budaya-ekonomi Sosial-budaya adalah landasan pengembangan suatu kurikulum. Pewarisan nilai-nilai budaya adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum sebab pada dasarnya kurikulum adalah salah satu landasan pengembangan kurikulum (Smith, Stanley, dan Shores, 1957; Taba, 1962). Perkembangan fokus dan unsur nilai yang harus diwariskan pendidikan kepada generasi muda akan memberikan dasar yang kuat untuk suatu kurikulum berubah. Ketika fokus dan unsur nilai berhimpit dengan kepentingan politik maka perubahan pada fokus dan unsur nilai semakin tinggi frekuensinya. Pada saat itu maka adanya perubahan kurikulum semakin tinggi pula. Kehidupan sosial-budaya-ekonomi suatu masyarakat selalu berubah. Pengaruh politik, ilmu, dan teknologi akan lebih mempercepat perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial-budaya-ekonomi suatu masyarakat. Perubahan yang terjadi melahirkan berbagai kebutuhan akan kemampuan baru yang harus dimiliki anggota masyarakat. Kemampuan baru yang dituntut oleh perubahan kehidupan sosial-budaya-ekonomi berkaitan dengan penguasaan pengetahuan baru, ketrampilan kognitif baru, sikap baru, nilai baru, dan kebiasaan baru. Hal-hal baru itu merupakan tambahan, penyempurnaan atau bahkan mengganti hal-hal lama yang sudah ada. Ketrampilan baru yang dihasilkan oleh hal-hal baru merupakan dorongan atau faktor yang kuat untuk mengubah kurikulum. Perubahan yang dipengaruhi oleh perubahan dalam kehidupan sosial-budayaekonomi tak bisa dihindari kurikulum. Kurikulum mempunyai peran yang sangat penting untuk melayani kepentingan masyarakat (Taba, 1962; Saylor dan Alexander, 1974). Dinamika masyarakat adalah dinamika kurikulum dan masyarakat berkembang jika kurikulum memberikan hasil dengan kualitas peserta didik yang mampu mengembangkan masyarakat. Pada gilirannya, masyarakat memerlukan kualitas baru akibat dari kemajuan atau perkembangan yang mereka miliki. Oleh karena itu apa yang terjadi di 13

29 masyarakat akan berpengaruh terhadap kurikulum dan sebaliknya apa yang diberikan kurikulum kepada masyarakat akan menimbulkan perubahanperubahan baru dalam masyarakat. 14

30 KURIKULUM SMP (MULO) PADA ZAMAN HINDIA BELANDA Foto 1: MULO di Bandung pada tahun 1919 Sumber: Foto dari Priambodo, tersedia pada A. KELAHIRAN MULO DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN ZAMAN HINDIA BELANDA Pendidikan barat di Indonesia sudah diperkenalkan sejak masa awal kekuasaan Portugis di Indonesia yaitu dengan pendirian sekolah seminari di Ternate pada tahun 1536 (Nasution, 2008:4; Djumhur dan Danasaputra, 1976: 115). Tujuan dari pendirian sekolah itu adalah untuk menyebarkan agama Katolik, sesuai dengan semboyan gold, glory, and gospel ketika bangsa Portugis menjelajah dan menjajah wilayah di luar benua Eropa. Pendidikan 15

31 barat dalam skala yang lebih luas dari sekolah seminari, diperkenalkan kongsi dagang Belanda yang bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di Ambon pada tahun 1607 (Nasution, 2008:4; Djumhur dan Danasaputra, 1976:116). Ajaran agama yang diperkenalkan adalah Kristen Protestan (Calvinisme, Lutherian) yang telah berkembang di Eropa sejak awal abad ke 16 termasuk Belanda dan di Indonesia secara resmi dinamakan Kristen untuk membedakannya dari Katolik. Baik Portugis mau pun Belanda (VOC) berkonsentrasi mendirikan sekolah di daerah Maluku di masa awal kekuasaan mereka karena Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang terkenal di Eropa pada masa itu, dan menjadi daerah tujuan utama Portugis dan Belanda ke Indonesia. Kurikulum pada waktu itu mengembangkan proses pembelajaran yang berkenaan dengan ajaran-ajaran agama. Setelah VOC menduduki Jayakarta, mengubah namanya menjadi Batavia, VOC mulai membangun sistem administrasi pemerintahan dan perdagangan. Untuk itu VOC memerlukan tenaga kerja trampil terutama di bidang administrasi. Pada tahun 1630 VOC membuka sekolah di Jakarta dengan pelajaran yang utama adalah membaca, menulis, berhitung ditambah dengan pendidikan agama Kristen seperti memupuk rasa takut kepada Tuhan, dasardasar agama Kristen, berdo a, bernyanyi, pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa dan guru (Nasution, 2008:5). Kurikulum seperti itu adalah sesuatu yang umum pada masa itu dan untuk sekolah VOC ditetapkan oleh lembaga pimpinan tertinggi VOC yang dinamakan De Heeren XVII. Kebijakan pendidikan VOC pada masa itu tidak sepenuhnya memisahkan sekolah untuk anak-anak Eropa dengan pribumi terpilih. Mereka bersekolah bersama terutama disebabkan karena jumlah anak-anak Eropa masih terbatas dan misi untuk menyebarkan agama Kristen (Nasution, 2008:6; Djumhur dan Danasuparta, 1976:116) yang ditujukan kepada anak Indonesia 7. Pada bulan Desember 1799 VOC dibubarkan dan kekuasaan di Indonesia langsung berada 7 Nama Indonesia dan pribumi digunakan silih berganti dengan pengertian yang sama karena pada masa VOC nama Indonesia belum dikenal/digunakan. 16

32 di bawah parlemen Belanda. Pemerintahan Belanda di Indonesia dinamakan Pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Berbagai kebijakan pendidikan baru pun dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk anak-anak keturunan Eropa, Cina, dan pribumi dengan sekolah yang berbeda pula. Pendidikan untuk anak pribumi (inlands onderwijs) dikembangkan khusus dengan jenis sekolah yang berbeda dari anak-anak keturunan Eropa yang bersekolah di dalam sistem pendidikan Eropa (Europees Onderwijs) (Poeze, 1982: xx). Pada tahun 1817 sekolah pertama bagi anak-anak Belanda dan Eropa lainnya dibuka di Jakarta diikuti dengan pendirian sekolah serupa di berbagai kota di pulau Jawa (Nasution, 2008:9). Sedangkan untuk anak Indonesia didirikan sekolah Kelas Dua (Tweede Klasse-school = sekolah ongko loro), Sekolah Desa (Dessa-school), dan Sekolah Rakyat (Vervolgschool). Ketiganya adalah dalam kelompok sekolah dasar (lager onderwijs). Secara keseluruhan sistem persekolahan tingkat dasar dan menengah tergambarkan pada Gambar 1 sebagaimana dikemukakan oleh Poeze (1982:xx) Politik Etis dan pengaruh faham liberal yang berkembang di Belanda membuka kesempatan pendidikan barat yang lebih besar bagi anak Indonesia. Tekanan politik dalam negeri menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda membuka kesempatan kepada anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang lebih luas tetapi baik politik Etis mau pun faham liberal tidak memberikan kesempatan yang sama antara anak Indonesia dengan anak Belanda. Pemisahan pendidikan terjadi pada jalur dan jenjang. Pada jenjang pendidikan dasar terjadi pemisahan pendidikan untuk anak pribumi (inlands onderwijs), dan anak Eropa (Europees onderwijs) dan anak Cina. Dalam jangka waktu yang cukup panjang bagi anak Indonesia hanya tersedia sekolah pada jenjang pendidikan dasar sedangkan bagi anak Belanda tersedia sekolah pada jenjang pendidikan menengah. Anak Indonesia yang cerdas dan jumlah mereka semakin banyak tetapi mereka tidak memiliki melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan menengah. Beberapa anak priyayi tinggi dan terpilih memang dibolehkan melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. 17

33 Kesempatan itu baru terbuka ketika Pemerintah Hindia Belanda membuka Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), pendidikan dasar yang diperluas. Gambar 1: Sistem Pendidikan dan PersekolahanHindia-Belanda Hoger Onderwijs Middelbaar Onderwijs A.M.S 3 jr Bestuursscchool 2 jrl Midd.Landb.school 3 jr MM Mosvia 2jr Hoogere Kweek. 2 jr Kweeksch. KKKK 3 jr Rechtsch. Kw 3 jr Stovia 6 jr Inheemse M.U.L.O 4 jr Opl. Volksonopl Derwijzer 2 jr Normaal School 3 jr M.U.L.O 3 M.U.L. jr Voorklas 1 jr H.B.S 3/5 jr Lager Onderwijs Tweede Klasse School 5/6 jr Vervolgschool 2/3 jr Dessa School 3 jr Schakelschool 5 jr H.I.S 7 jr E.L.S EE.L. 7 jr Inlands Onderwijs Europese Onderwijs Sumber: Poeze (1982:xx) Mulo atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Pendidikan Dasar yang Diperluas) didirikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1914 (Djumhur 18

34 dan Danasuparta, 1959:137; van der Wal, 1963:224). Sebelumnya sudah ada bentuk kursus lanjutan yang dinamakan mulocursussen (Van der Wal, 1963:228) dan tergabung pada ELS (sekolah dasar untuk orang Belanda) untuk mereka yang bersekolah di ELS. Van der Wal (1963:224) menyebutkan bahwa pendirian MULO didasarkan atas surat Direktur Pendidikan dan Agama ( Directeur van onderwijs en eredienst, G.A.J Hazeu) kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda (A.W.F. Idenburg, ) pada tanggal 17 Maret Sebelum menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, A.W.F. Idenburg menjadi Menteri Tanah Jajahan ( ; ) dan sesudah menjadi Gubernur Jenderal kembali menjadi Menteri Tanah Jajahan ( ). Adanya keinginan yang besar di kalangan pribumi tamatan HIS yang cerdas untuk melanjutkan studi lebih lanjut setelah menyelesaikan studi HIS mereka merupakan salah satu pertimbangan yang dikemukakan dalam surat Direktur Pendidikan dan Agama Hazeu kepada Gubernur Jenderal Idenburg untuk membuka MULO sebagai lembaga yang berdiri sendiri (als een zelfstandig instituut). Pribumi tamatan HIS yang cerdas tersebut tidak mungkin melanjutkan ke mulocursussen yang bagian ELS dan tidak pula ke HBS, karena keduanya diperuntukkan bagi orang Eropa. 8 Pada tahun 1914 kursus-kursus tersebut disetujui untuk dikembangkan menjadi Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) sebagai sekolah yang berdiri sendiri, lepas dari ELS. Pendirian MULO tersebut dikukuhkan berdasarkan Ind. Stbl nomor 447 junto nomor 672 dan 687 tentang Reglement op de openbare scholen van voortgezet en uitgebreid lager onderwijs in Netherlands Indie (Van der Waal, 1963:230). Istilah meer uitgebreid (lanjutan lebih luas) memberikan indikasi tentang kedudukan 8 Dalam kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda dipisahkan sekolah untuk orang Eropa, Cina, dan Indonesia yang dinamakan pribumi (istilah orang atau bangsa Indonesia belum digunakan). Untuk anak pribumi disediakan inlands onderwijs sedangkan untuk Eropa disediakan europees onderwijs (Poeze,1982:xx) 9 Ind. Stbl adalah singkatan Indische Staatblad yang masih berlaku dalam sistem hukum Indonesia, dinamakan Lembar Negara yang mencatat sebuah undang undang. Sebuah undangundang baru dinyatakan resmi berlaku setelah tercatat dan diundangkan dalam Lembar Negara. Lembar Negara ditandatangani oleh Sekertaris Negara (dulu oleh Menteri Kehakiman) dan diberi nomor khusus. 19

35 sekolah yang semula kursus dan bagian dari sekolah dasar tersebut, demikian pula dengan istilah onderwijs (pendidikan) dan bukan school yang digunakan, seolah-olah pelaksanaan pendidikan dilakukan bukan oleh lembaga pendidikan yang dinamakan sekolah. Lama belajar MULO yang semula 2 tahun ketika masih menjadi kursus dan bagian dari ELS, dikembangkan menjadi 3 tahun setelah menjadi MULO yang lepas dari ELS 10. MULO terbuka bagi anak Indonesia yang sudah menyelesaikan HIS (Hollandsch Inlandsche School = Sekolah Pribumi berbahasa Belanda). Sejak berdiri sendiri, Mulo menjadi lembaga/sekolah resmi sesudah sekolah dasar dan menjadi persyaratan untuk memasuki AMS (Algemeene Middlebare School) yang setelah Indonesia merdeka disebut SMA. Berbeda dari ELS, HIS, apalagi HBS, MULO tidak didasarkan pada model sekolah Eropa (Nasution, 2008:123; Poeze, 1982:XIX). Dalam struktur persekolahan di Belanda dan di banyak negara Eropa, tidak ada sekolah pada jenjang menengah yang berdiri sendiri seperti MULO. Di berbagai negara Eropa, sekolah menengah diorganisasikan dalam satu manajemen dan terdiri atas program menengah junior (setara SMP) dan menengah senior (setara SMA). Pada masa kemudian, tamatan MULO dapat melanjutkan pelajaran ke sekolah kejuruan tingkat menengah (hogere vakscholen) dan ke AMS (Algemeene Middlebare School) 3 tahun. Seperti juga MULO, menurut Poeze AMS merupakan bentuk khusus sekolah menengah (awal) di daerah Hindia Belanda (de specifiek Indische vorm van voorbereidend hoger onderwijs). Tamatan MULO dapat juga melanjutkan studi mereka ke Stovia (School tot Opleiding van Indische Artsen 6 tahun = Sekolah Dokter Jawa), Mosvia (Middlebare Opleidingsschool vor Indische Ambtenaaren = Sekolah Menegah Pamong Praja Pribumi 2 tahun), Rechtschool (Sekolah Hukum 3 tahun), 10 Menurut Poeze (1982: 20) ada MULO yang merupakan sekolah dalam sistem pendidikan Belanda (3 tahun) dan ditambah satu tahun bagi anak Indonesia yang melanjutkan sekolah ini dari Schakel school dan ada MULO Pribumi (Imheese MULO) yang masuk dalam sistem pendidikan pribumi (Inlands Onderwijs) yang lamanya 4 tahun. 20

36 Kweekschool (Sekolah Guru 3 tahun), dan Middle Landsbouw School (Sekolah Menengah Pertukangan 3 tahun). B. TUJUAN PENDIDIKAN MULO Tujuan pendidikan MULO adalah untuk menghasilkan tamatan yang mampu bekerja dalam administrasi pemerintahan Kolonial Belanda, melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan (Sekolah Pertanian, Sekolah Pamong Praja, Sekolah Guru, Sekolah Hukum, Sekolah Kedokteran), dan ke sekolah menengah umum yang lebih tinggi (AMS). C. MATA PELAJARAN DAN LEERPLAN MULO Bahasa instruksional yang digunakan dalam proses belajar di MULO adalah bahasa Belanda. Oleh karena itu tamatan HIS diterima di MULO karena HIS menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa instruksional. Selain digunakan sebagai bahasa instruksional, bahasa Belanda adalah mata pelajaran yang harus dipelajari setiap peserta didik. Keseluruhan mata pelajaran yang terdapat pada Rencana Pelajaran Mulo adalah: Tabel 2.1. Leerplan (Rencana Pelajaran) MULO MATA PELAJARAN KELAS DAN JAM I II III Membaca Bahasa Belanda (Taal) Aljabar (Algebra) Ilmu Ukur (Geometri, Stereometri) Ilmu Alam (Natuurkunde) Ilmu Hayat (Plant-en Dierkunde) Sejarah (Volks geschiedenis, Vaderlanse geschiedenis) Sejarah Umum (Algemene geschiedenis)

37 MATA PELAJARAN KELAS DAN JAM I II III Ilmu Bumi (Aarderijkskunde) Olahraga (Gymnastik) Menggambar (Tekenen) Bahasa Perancis Bahasa Inggeris (Engels) Bahasa Jerman (Deutsch) Bahasa Melayu (elektif) Menyanyi (Zingen)(elektif) Sumber: Pelaku (peserta didik) dan Nasution (2004) Dalam ilmu bumi peserta didik MULO belajar terutama geografi negara Belanda, Eropa, dan sedikit mengenai Hindia-Belanda (Indonesia). Pengetahuan tentang letak negara, bentuk dan karakteristik permukaan tanah, nama dan letak kota (peta buta), dan bahkan nama-nama gedung penting serta alamatnya di berbagai kota di Belanda merupakan pengetahuan penting dan harus menjadi pengetahuan siap (paratekennis) yaitu pengetahuan hafalan. Pengetahuan hafalan (paratekennis) adalah pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik dan mereka harus selalu siap dengan jawaban di luar kepala apabila ditanyakan. Pada saat sekarang, walau pun nama pengetahuan siap sudah tidak digunakan, dunia pendidikan Indonesia masih mengandalkan pengetahuan siap. Soal-soal yang dibuat untuk ulangan dan ujian berpijak pada pemikiran dasar bahwa peserta didik harus memiliki pengetahuan siap untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Sama halnya dengan ilmu bumi adalah mata pelajaran sejarah. Pengetahuan sejarah yang diutamakan adalah pengetahuan sejarah tentang kerajaan Belanda dan dinasti Oranye, asal-usul dinasti Oranye beserta raja dan ratu yang berkuasa, perjuangan bangsa Belanda dalam percaturan kekuatan politik negara-negara Eropa, keunggulan Belanda sebagai bangsa serta perjuangan bangsa Belanda 11 Bahasa Perancis nantinya dihapus ketika Belanda tidak lagi dikuasai Louis Bonaparte, 22

38 memerdekakan dirinya dari kekuasaan Jerman. Pengetahuan sejarah juga mencakup pengetahuan tentang pelayaran bangsa Belanda ke Indonesia, pendirian VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), tokoh-tokoh VOC yang berjasa dalam membangun kekuasaan Belanda di Indonesia, pembentukan kekuasaan dan pemerintah Belanda di Nederlandsche Indie (Hindia Belanda = Indonesia). Para tokoh yang berkedudukan sebagai gubernur jenderal (wakil pemerintah Belanda di wilayah Hindia-Belanda), usaha pemerintah Hindia Belanda mengembangkan kekuasaan dan pengaruh di wilayah Nusantara (Indonesia) terutama dalam memepertahankan kekuasaan dari para pemberontak (pemimpin Indonesia yang melawan pemerintahan Hindia Belanda dalam mempertahankan wilayah kekuasaan para pemimpin/raja tersebut ). Sejarah kekuasaan Belanda di Indonesia diikuti dengan berbagai tindakan pemerintah Hindia Belanda dalam membangun berbagai aspek kehidupan lain seperti budaya dan ekonomi termasuk programprogram kemanusiaan untuk masyarakat pribumi (Indonesia). Politik Etis (Etische Politiek) pemerintah Hindia Belanda menjadi pokok bahasan penting karena melalui pokok bahasan poliitik etis yang dianggap sebagai program kemanusiaan, Pemerintah Belanda membangun kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik terutama dalam membangun sekolah untuk menghasilkan golongan terpelajar dan tenaga terlatih bangsa Indonesia. Mata pelajaran sejarah umum untuk MULO mengajarkan mengenai asal-usul peradaban dunia yang dimulai dengan asal-usul peradaban bangsa-bangsa Eropa yaitu peradaban bangsa Yunani dan Romawi. Pelajaran tentang kebudayaan bangsa Yunani dan Romawi berkenaan dengan budaya, seni dan pemerintahan serta kekuasaan sampai kepada dongeng dan mitologi para dewa yang dikenal dalam teologi kepercayaan Yunani dan Romawi sangat penting. Peserta didik MULO sangat hapal mengenai pengaruh kedua peradaban tua tersebut terhadap peradaban Eropa dan dunia barat. Peradaban bangsa Belanda dan bangsa-bangsa Eropa lainnya yang mereka miliki sekarang memang banyak dipengaruhi kebudayaan Yunani dan Romawi, oleh karena itu mempelajari kedua kebudayaan tersebut memiliki makna yang penting bagi orang Belanda dan Eropa lainnya. 23

39 Mata pelajaran Ilmu Alam berkenaan dengan berbagai hukum alam yang telah dihasilkan oleh para sarjana Eropa dan menjadi dasar dari ilmu pengetahuan modern. Berbagai teori yang sampai sekarang masih dibahas dalam khasanah ilmu alam seperti hukum Archimedes, Boyle dan sebagainya merupakan pelajaran penting dalam Ilmu Alam. Tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dari belahan dunia lain apalagi dari dunia Asia tak tersentuhkan bahkan hingga saat kini ketika Indonesia sudah merdeka selama 65 tahun materi pelajaran IPA masih tidak banyak berubah dari apa yang telah diperkenalkan Belanda. Dari pelajaran Ilmu Alam, peserta didik MULO mengenal dan dilatih dalam cara berpikir empirik dan rasional. Halhal yang tidak terkait dengan alam nyata dan tidak dapat dibuktikan secara empirik dinyatakan sebagai tahayul dan dianggap bertentangan dengan cara berpikir manusia modern. Bahasa Melayu tidak diajarkan pada waktu kursus MULO didirikan pada tahun 1910, dan tidak juga ketika MULO sudah memiliki status sebagai sekolah menengah (lanjutan) yang berdiri sendiri (Nasution,2008:123). Selanjutnya Nasution (2008:124) mengatakan bahwa mata pelajaran Bahasa Melayu baru ada dalam kurikulum MULO pada tahun Pembelajaran bahasa Melayu dalam kurikulum MULO memberikan pengaruh yang kuat terhadap pada kelompok terpelajar Indonesia dalam membangun dan mengembangkan semangat kebangsaan. Ketika para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda daerah (Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatra Bond, Jong Sunda, Jong Celebes, dan sebagainya) berkongres di Jakarta, mereka menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk bangsa yang mereka cita-citakan. Pada waktu Indonesia mengeluarkan undang-undang pendidikan pertama dan dikokohkan dalam undang-undang pendidikan sesudahnya, aspirasi para pemuda tersebut dikukuhkan dalam bentuk keputusan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa instruksional dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia. 24

40 KURIKULUM SHOTO CHU GAKKO (SMP) PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG Foto 2: SMPN 1 Yogya, pada tanggal 11 September 1942 didirikan oleh Pemerintah Pendudukan Militer Jepang sebagai Shoto Chu Gakko (SMP) Sumber: Website SMP N 1 Yogyakarta A. KEBIJAKAN PENDIDIKAN PENDUDUKAN JEPANG Pada masa pendudukan militer Jepang, wilayah Indonesia dibagi atas 3 wilayah administratif yang terpisah dan memiliki jurisdiksi sendiri yaitu pulau Jawa, Sumatera, dan wilayah Indonesia lainnya (termasuk Kalimantan dan Sulawesi). Meski pun bukan pemerintahan sipil, pemerintahan militer Jepang memberikan perhatian kepada pendidikan. Dari pendidikan Pemerintahan Pendudukan Militer Jepang mempersiapkan generasi baru Indonesia yang mendukung kekuasaan Jepang dan menghasilkan mereka yang terlatih dalam kemiliteran. Kebijakan Jepang tentang pendidikan, terutama kebijakan pendidkan di pulau Jawa dapat diketahui dari berbagai sumber tetapi yang utama adalah dokumen yang dinamakan Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô (Kebijakan Pendidikan Jepang 25

41 di pulau Jawa)(Kurasawa, 1991:16). Menurut Kurasawa dokumen tersebut adalah dokumen rahasia yang dikumpulkan oleh personil militer Jepang, dan berisikan doktrin, ideologi, prinsip dasar serta petunjuk pelaksanaan kebijakan pendidikan Jepang di pulau Jawa. Dokumen serupa berkenaan dengan wilayah lain di Indonesia merupakan sesuatu yang masih perlu ditelusuri untuk dapat membandingkan kebijakan pendidikan Pemerintahan Pendudukan Militer Jepang. Pada masa kekuasaan Pemerintah Pendudukan Militer Jepang, sekolah-sekolah untuk rakyat yang didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda (volks school dan vervolg school) dihapus, digantikan dengan sekolah bergaya Jepang yang dinamakan kokumin gakkô dengan masa belajar 6 tahun. MULO diganti dengan Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu GakkO) dan didirikan di banyak kota di Indonesia. Di pulau Jawa terdapat Shoto Chu Gakko di Serang (1 sekolah), Jakarta (3 sekolah), Bogor (1 sekolah), Bandung (1 sekolah), Garut (1 sekolah), Cirebon (1 sekolah), Pekalongan (1 sekolah), Kediri (1 sekolah), Jember (1 sekolah), Pamekasan (1 sekolah), Jogja (2 sekolah), Solo (2 sekolah), Magelang (1 sekolah), Purwokerto (1 sekolah), Semarang (2 sekolah), Pati (1 sekolah), Malang (1 sekolah), Bojonegoro (1 sekolah), Madiun (1 sekolah), dan Surabaya (2 sekolah). Selain itu ada Sekolah Menengah Pertama Poetri di Jakarta, Bandung, Jogja, Solo, Semarang, Malang, dan Madiun. Sekolah Menengah Pertama Putri menerima siswa khusus putri dan memiliki kurikulum yang sedikit berbeda dari Sekolah Menengah Pertama biasa (Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô). B. MATA PELAJARAN Mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum Shoto Chu Gakko mencerminkan kebijakan pendidikan Pemerintahan Pendudukan Militer Jepang untuk menjepangkan bangsa Indonesia. Selain mata pelajaran yang bersifat eksakta materi mata pelajaran lain disesuaikan dengan kepentingan pendudukan Jepang di Indonesia termasuk menarik hati bangsa Indonesia. Mata pelajaran bahasa Belanda dihapus dan digantikan oleh mata pelajaran Bahasa Jepang. Selain mengganti bahasa Belanda dengan bahasa Jepang, dalam kurikulum Shoto Chu Gakko ditambahkan mata pelajaran Pendidikan Semangat (Moral) dan bahasa 26

42 Indonesia menjadi mata pelajaran resmi. Olahraga atau Latihan Badan mendapatkan tempat yang penting sehingga diberikan jam pelajaran yang cukup besar yaitu 5 jam per minggu. Kedudukan penting Latihan Badan ini mudah dipahami karena militer Jepang memerlukan pemuda dengan badan yang sehat dan terlatih secara fisik. Senam pagi dilakukan sebelum sekolah dimulai dengan menghadap ke arah matahari terbit. Selain latihan fisik mereka juga diajar lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo) serta berbagai doktrin mengenai kedudukan Jepang sebagai pemimpin dunia (Hakko ichi U) dan pemimpin Asia. Tambahan mata pelajaran dalam kurikulum adalah Kaligrafi. Kedudukan tulisan indah (kaligrafi) huruf kanji sangat dihargai oleh masyarakat dan budaya Jepang. Tradisi yang turun temurun dalam kaligrafi dimaksudkan untuk diwariskan juga bagi bangsa Indonesia yang juga tidak asing dengan tradisi kaligrafi huruf Arab. Tulisan indah huruf Arab telah berkembang sejak awal Islam masuk ke Indonesia dan oleh karena itu adanya mata pelajaran kaligrafi dalam kurikulum Shoto Chu Gakko bukan sesuatu yang baru bagi bangsa Indonesia. Unsur barunya adalah kalau sebelumnya yang digunakan untuk tulisan indah itu huruf Arab maka pada masa ini huruf yang ditulis indah itu huruf kanji yang masuk dalam kelompok huruf gambar (pictograph) 12. Tabel 3.1. mencantumkan mata pelajaran, kelas dan jam pelajaran untuk masingmasing mata pelajaran di setiap kelas. Tabel 3.1.: Mata Pelajaran dan Jam Pelajaran Dalam Kurikulum 12 Pictograph adalah huruf yang menggunakan gambar (picto) untuk mewakili suatu pokok pikiran/ide karena itu disebut juga ideograph. Tulisan ini berkembang di Cina dengan nama hanzi, di Mesir dengan nama hieroglyph, di Sumeria dengan nama tulisan paku. Tulisan Hanzi masih digunakan sampai hari ini di Cina, Korea dan Jepang bahkan seluruh negara Cina yang memiliki banyak bahasa dipersatukan dalam komunikasi tulisan melalui huruf Hanzi. Huruf Hanzi di Jepang dinamakan Kanji. 27

43 Shoto Chu Gakko Kelas dan Jam pelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Semangat (Moral) Bahasa Jepang (Nippon) Bahasa Indonesia Ilmu Pasti Ilmu Bumi Latihan Badan (Pend. Jasmani) Sejarah Gambar Tangan (Menggambar) Ilmu Alam Kesenian Kaligrafi (Jepang) Jumlah jam pelajaran Sumber: diadaptasi dari Ramli, 2010, halaman 70 Dari beban belajar atau jam belajar untuk mata pelajaran Bahasa Jepang 9 jam per minggu, Bahasa Indonesia 6 jam per minggu serta Ilmu Pasti juga 6 jam per minggu menunjukkan pikiran pokok kurikulum yang ingin menghasilkan manusia baru yang bebas dari pengaruh pendidikan Belanda. Memang jam belajar Ilmu Pasti sedikit berkurang dari kurikulum MULO tetapi pengurangan tersebut tidak membawa dampak yang berarti bagi kualitas manusia tamatan SMP yang diinginkan Pemerintah Pendudukan Militer Jepang. Penghapusan bahasa Inggeris dan bahasa Jerman memperkuat ide kurikulum yang ingin menhapuskan pengaruh budaya Belanda khususnya dan barat umumnya. Memang menarik bahwa bahasa Jerman dihapus sedangkan bangsa Jepang pada waktu itu bersekutu dengan bangsa Jerman. Tampaknya, kerjasama militer dalam perang antara pemerintah Jerman dan Jepang di masa Perang Dunia II tidak berpengaruh terhadap kebijakan pendidikan SMP di masa pendudukan militer 28

44 Jepang di Indonesia. Pentingnya pelajaran bahasa yang mengajarkan ketrampilan berkomunikasi dan cara berpikir berdasarkan nilai-nilai budaya yang menghasilkan bahasa tersebut disadari benar Pemerintah Pendudukan Militer Jepang. Oleh karena itu adanya pelajaran bahasa Jerman apalagi bahasa Belanda akan menjadikan generasi muda Indonesia berpikir seperti orang barat dan mereka akan tercabut dari akar budayanya. Selain itu cara berpikir barat akan menimbulkan masalah politik bagi misi pendudukan Jepang di Indonesia. Berdasarkan dokumen Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, sekolah dimulai setiap tanggal 1 April setiap tahun. Kantor Pengajaran (Bunkyo Kyoku) setiap Syuu berwewenang menetapkan buku pelajaran yang digunakan untuk setiap mata pelajaran dan hari libur sekolah. Berdasarkan dokumen yang sama, hari libur untuk sekolah ditetapkan untuk jangka waktu satu tahun ajaran. Hari besar agama mendapatkan porsi utama sebagai hari libur sekolah. Pada umumnya sekolah libur pada hari besar agama Islam sebagaimana dikemukakan dalam tabel 3.2 berikut ini: Tabel 3.2.: Hari Libur Sekolah HARI LIBUR Mi raj Nabi Puasa Grebeg Besar (pulau Jawa) Asyura Maulud Nabi Tahun Baru Cina Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, p 38 1 hari 40 hari 7 hari 1 hari 14 hari 1 hari LAMANYA LIBUR Dari ketetapan mengenai hari libur di atas ada kesan kuat bahwa kekuasaan pendudukan Jepang di pulau Jawa sangat memperhatikan agama mayoritas penduduk. Mayoritas penduduk pulau Jawa beragama Islam dan oleh karenanya hari libur sekolah adalah hari besar yang terkait dengan agama Islam termasuk perayaan Grebeg Besar. Perayaan Grebeg Besar di Yogyakarta, Surakarta dan Cirebon berkenaan dengan Maulud Nabi Muhammad dan oleh karenanya ditetapkan secara menjadi hari libur. Sementara itu hari libur puasa dan perayaan 29

45 Idul Fitri ditetapkan selama 40 hari, hari raya Idul Adha tidak ditetapkan sebagai hari libur. Hal ini mungkin saja terkait dengan pandangan budaya di banyak tempat di pulau Jawa yang beranggapan bahwa Idul Adha adalah hari raya bagi orangorang yang sudah melaksanakan ibadah haji. Dengan adanya pandangan budaya yang demikian maka tentu saja idul adha bukan hari libur bagi anak sekolah yang pada umumnya belum melaksanakan ibadah haji. 13 Perhatian yang sangat besar terhadap hari besar agama Islam tersebut bukan saja bersifat realistik karena pendidikan berakar pada budaya dan agama serta lingkungan terdekat peserta didik tetapi juga merupakan upaya politis Pemerintah Pendudukan Jepang untuk menarik simpati masyarakat. Masyarakat yang mendapatkan keleluasaan merayakan hari-hari besar tersebut akan merasa senang. Penetapan tahun baru Cina sebagai hari libur tidak terlepas dari upaya untuk menarik simpati masyarakat Cina di Indonesia. Kebijakan tersebut sukar diukur keberhasilannya mengingat masa pendudukan Jepang yang singkat tetapi libur bulan Ramadhan dan idul Fitri selama 40 hari berlangsung sampai masa pemerintahan Orde Baru, dan baru disesuaikan pada tahun 80-an. Buku merupakan sumber materi pelajaran yang penting dan ditetapkan oleh Kepala Bagian Buku-buku pada Kantor Pengajaran (Bunkyô Kyoku). Untuk Kantor Pengajaran Jakarta, Kepala bagian Buku-buku, Sadarjoen pada tanggal 11 Desember 2603 (1944) mengeluarkan daftar buku pelajaran sebagai berikut: Tabel 3.3. Buku Pelajaran untuk kurikulum Shoto Chu Gakko di Jakarta Mata pelajaran Bahasa Indonesia Ilmu Tumbuh-tumbuhan Ilmu Alam Ilmu Aljabar Ilmu Ukur Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô Buku Yang Digunakan Matahari Terbit Ilmu Tumbuh-tumbuhan I Ilmu Alam I Ilmu Aljabar I, kelas 1 Ilmu Aljabar 2, kelas 2 Ilmu Aljabar 3, kelas 3 Ilmu Ukur 1, kelas 1 dan 2 Ilmu Ukur 2, kelas 2 dan 3 13 Pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa Idul Adha adalah hari raya bagi mereka yang sudah haji masih terdapat di banyak kelompok tertentu di pulau Jawa. 30

46 Sayangnya daftar buku di atas tidak disertai dengan nama pengarangnya. Suatu yang jelas, buku Matahari Terbit digunakan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sampai pada masa awal pemerintahan Orde Baru walau pun penulis buku sudah berbeda dari buku dengan judul yang sama pada tahun 50-an. Kebijakan tentang buku pelajaran memberikan keuntungan bagi pemerintah Pendudukan Militer Jepang untuk mengontrol kualitas bahan pelajaran dan isi dari materi pelajaran. Pemerintah Pendudukan Militer Jepang harus mengawasi apa yang terjadi di sekolah dan jangan sampai materi pelajaran menjadi boomerang bagi kekuasaan mereka di Indonesia pada waktu itu. Isi buku pelajaran tidak boleh memuat bahan yang mengecam atau menimbulkan permusuhan kepada Pemerintah Pendudukan Militer Jepang. Hal ini wajar dan berlaku di banyak negara sampai hari ini tetapi keadaannya tentu lebih sensitif untuk pemerintah pendudukan dan penjajahan dibandingkan untuk pemerintah nasional. 31

47 KURIKULUM SMP PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN A. PERKEMBANGAN DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN Perhatian pemerintah Indonesia terhadap pendidikan diberikan terus menerus sejak awal kemerdekaan. Kedudukan pendidikan yang dianggap teramat penting oleh para pendiri bangsa, mereka adalah sekelompok kecil anak bangsa yang beruntung dapat mengenyam pendidikan di masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, menyebabkan mereka berpandangan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang tak boleh ditelantarkan dan harus menjadi hak setiap warganegara. Oleh karena itu selang beberapa bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan walau pun bangsa yang muda ini masih menghadapi tantangan agresi militer Belanda, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP- KNIP) mengusulkan adanya pembaharuan pendidikan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:73). Berbagai pikiran dikemukakan BP-KNIP kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) agar ada perubahan pikiran dan visi yang mendasar dari pendidikan pada zaman Belanda ke pendidikan untuk bangsa Indonesia yang baru merdeka. Diantara pikiran yang dikemukakan dalam pandangan BP-KNIP dinyatakan bahwa pendidikan liberal yang mengagungkan kemampuan intelektual semata harus diubah menjadi pendidikan yang mengutamakan kesusilaan dan peri kemanusiaan yang tinggi (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:73). Pengertian kesusilaan pada waktu itu sangat luas dan mencakup apa yang pada saat sekarang dikenal dengan istilah karakter. Dengan tujuan ini maka diharapkan pendidikan mengembangkan kepribadian yang berdasarkan kemanusiaan yang tinggi dan warganegara yang bertanggungjawab. Pikiran bahwa pendidikan adalah hak setiap warganegara dan nantinya dikenal dengan istilah demokratisasi pendidikan tertuang dalam usulan agar hanya ada satu macam sekolah yang 32

48 terbuka untuk setiap orang tanpa ada perbedaan dalam gender, latar belakang budaya, sosial dan ekonomi. Dalam usulan itu dihendaki agar pendidikan pesantren diakui sebagai bagian dari pendidikan nasional walau pun kurikulumnya berbeda dari sekolah pemerintah dan swasta (non pesantren). Posisi pesantren tersebut baru nantinya mendapat pengakuan hukum yang lebih tegas pada tahun 2003 setelah pemerintah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan usulan BP-KNIP agar ada peraturan tentang pendidikan dan pengajaran, Menteri PPK, Mr Soewardi membentuk Penitia Penyelidik Pendidikan Pengajaran (Sjamsuddin, Kosoh, dan Hasan, 1993:11) yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dengan sekertaris Soegarda Poerbakawatja pada tahun Tugas panitya adalah untuk meninjau ulang dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan/pengajaran (Djumhur dan Danasuparta, 1959:202). Berdasarkan hasil kerja panitya, ditetapkan pedoman dasar-dasar pengajaran bagi guru-guru di Indonesia (Pewarta PPK nomor 2 tahun 1951): 1. Perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Perasaan cinta kepada alam 3. Perasaan cinta kepada negara 4. Perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak 5. Perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan 6. Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut pembawaan dan kekuatannya 7. Keyakinan bahwa orang menjadi bagian yang tak terpisah dari keluarga dan masyarakat 8. Keyakinan bahwa orang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada tata tertib 33

49 9. Keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama derajatnya sehingga sesama anggota masyarakat harus saling menghormati, berdasarkan rasa keadilan dengan berpegang teguh pada harga diri 10. Keyakinan bahwa negara memerlukan warganegara yang rajin bekerja, mengetahui kewajiban, dan jujur dalam pikiran dan tindakan. Jelas bahwa pandangan pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Soegarda Poerbakawatja sangat berpengaruh dalam kesepuluh rumusan yang telah dihasilkan. Pemahaman keduanya yang mendalam tentang pendidikan telah diterjemahkan dengan baik dalam posisi seorang peserta didik sebagai dirinya, anggota keluarga, anggota masyarakat, warganegara, dan ummat manusia. Oleh karena itu, kesepuluh prinsip yang dirumuskan tersebut sangat menekankan pada karaktervorming yang meliputi seluruh potensi kemanusiaan seorang peserta didik. Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang dikeluarkan pada tahun 1946 oleh Menteri Mr Soewandi yang memuat 10 tujuan pendidikan yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan sebagai keputusan awal yang berkenaan dengan kurikulum. Tentu saja keputusan itu lebih banyak berkenaan dengan dimensi ide kurikulum dan dinyatakan dalam istilah pedoman dasar-dasar pengajaran. Pedoman dasar-dasar pengajaran yang ditetapkan Menteri PPK memuat berbagai landasan pendidikan yang masih aktual bahkan untuk masa sekarang walau pun harus diakui bahwa dalam kenyataan kurikulum pada masamasa akhir abad ke- 20 dan awal abad ke-21 banyak dasar-dasar pengajaran yang telah dikemukakan tersebut dilupakan. Perubahan yang semakin lama semakin memperkuat kedudukan filosofi pendidikan disiplin ilmu (esensialisme dan perenialisme) sebagai ide dari kurikulum, menyebabkan kurikulum makin meninggalkan dasar-dasar pengajaran yang tercantum dalam pedoman tahun 1946 tersebut. Hal ini memang sangat disayangkan karena sebagaimana dirumuskan dalam pedoman pengajaran tahun 1946 pendidikan seharusnya berkenaan dengan memanusiakan manusia, membudayakan manusia, menjadikan manusia sebagai 34

50 mahluk religious, sosial, ekonomi, politik, ilmu, seni, dan teknologi, bukan sekedar hanya mengembangkan kemampuan ingatan dan pemahaman semata. Kedua kemampuan ranah kognitif tersebut penting tetapi manusia tidak bisa hidup hanya dengan kedua kemampuan kognitif itu. Meski pun situasi negara penuh dengan peperangan melawan agresi militer Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara dan panitya yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka dengan penuh pikiran dan visi yang mendalam mengenai pendidikan bangsa. Kesepuluh ketetapan yang telah dikemukakan di atas menunjukkan kerja panitya yang sangat sungguh-sungguh dan mengena pada hakiki pendidikan. Hasil kerja itu, sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya telah disahkan dengan Keputusan Menteri PKK untuk digunakan di sekolah. Sayangnya, hasil kerja panitya yang dipimpin Ki Hajar Dewantara tidak dapat langsung dinikmati oleh bangsa Indonesia karena situasi kehidupan bangsa yang masih belum aman dari ancaman agresi militer Belanda. Dalam keadaan negara dan bangsa yang terancam, kepeduliaan pemerintah dan bangsa Indonesia terhadap pendidikan tak pernah terputus. Pada tanggal 4-7 Maret 1947 diadakan Kongres Pendidikan Indonesia di bawah pimpinan Prof. Sunaryo Kolopaking (Djumhur dan Danasuparta, 1959: 202) untuk mengkaji berbagai masalah pendidikan nasional yang muncul di masyarakat. Kongres Pendidikan ini dapat dikatakan sebagai kongres pendidikan pertama yang diadakan pada tingkat nasional. Hasil Kongres dijadikan masukan untuk memperkaya hasil kerja tim yang dipimpin Ki Hajar Dewantara. Kongres mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah memiliki undang-undang pendidikan sebagai landasan bagi kebijakan pendidikan dalam masa-masa mendatang. Sebagai jawaban atas perhatian rakyat terhadap pendidikan dan sebagai tindak lanjut dari hasil Kongres Nasional Pendidikan maka pada tahun 1948 Menteri PPK, Mr Ali Sostroamidjojo, membentuk Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Ki Hajar Dewantara 35

51 kembali dimintakan jasanya untuk memimpin panitia baru ini. Berbagai pemikiran yang telah dikembangkan dalam kerja paniitia pada tahun 1946 dan berbagai masukan dari kongres dijadikan dasar untuk mengembangkan naskah undangundang pendidikan. Pada tahun 1948 itu juga panitia telah dapat menyelesaikan tugasnya menyusun rancangan undang-undang pokok pendidikan dan pengajaran, hasilnya dijadikan naskah dasar untuk dibahas dalam rapat BP-KNIP. Pembahasan dalam sidang BP-KNIP dilakukan secara rutin dalam semangat kebangsaan dan kepedulian terhadap pendidikan yang tinggi. Pada tahun 1948 pembahasan naskah dasar pendidikan dan pengajaran sudah hampir selesai tetapi terhalang oleh kondisi bangsa dalam menghadapi agresi militer Belanda. Oleh karena itu tindak lanjut dari hasil rapat BP-KNIP ditunda untuk sementara dan ibukota negara dipindahkan ke Yogyakarta. Pada tahun 1949 diadakan Kongres Pendidikan di Yogyakarta (Djumhur dan Danasuparta, 1974:203). Ini adalah kongres pendidikan kedua yang dilakukan ketika suasana negara masih belum aman, sebagaimana halnya kongres yang pertama. Semangat dan harapan bangsa yang besar terhadap pendidikan tidak mengendur dan menyebabkan keinginan membahas dunia pendidikan dalam satu kongres nasional dilaksanakan. Serangan militer Belanda ke Yogya menyebabkan hasil kerja kongres tidak langsung dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Ketika keadaan sudah memungkinkan maka BP-KNIP melanjutkan pembahasan mengenai hasil kerja Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran di Yogyakarta ditambah dengan masukan dari hasil Kongres Pendidikan Yogya. Sidang pertama dihadiri oleh 22 orang anggota diketuai oleh Mr Assaat serta Menteri PP dan K yaitu S. Mangunsarkoro yang menggantikan Mr Ali Sostroamidjojo. Pada tanggal 17 Oktober 1949 rapat pertama membahas kembali naskah undang-undang pokok pendidikan dimulai oleh BP-KNIP. Pemerintah memasukan naskah yang sudah direvisi berdasarkan masukan-masukan dari anggota BP-KNIP sebelumnya dan kongres. 36

52 Pembahasan yang dilakukan anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 14 terhadap rancangan yang telah dihasilkan panitia yang dipimpin Ki Hajar sangat kritis. Berbagai isu yang dianggap penting untuk kemajuan pendidikan dibahas dengan berbagai argumentasi. Penekanan tujuan pendidikan pada pembentukan manusia susila, misalnya, dianggap sangat penting dan demikian pula dengan kualitas sebagai warganegara yang demokratis. Perhatian terhadap tujuan pendidikan menghasilkan perdebatan yang amat menarik untuk masa itu karena para pemimpin tersebut adalah mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang jauh di atas rata-rata anggota masyarakat kebanyakan. Meski pun mereka adalah golongan yang dinamakan intelekktual, mereka tidak beranggapan bahwa intelektualitas semata menjadi kualitas utama yang harus dimiliki bangsa Indonesia. Dalam tujuan yang mereka namakan karaktervorming maka susila, demokratis, dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat adalah kualitas yang penting untuk dimiliki setiap warganegara. Selain perdebatan mengenai tujuan untuk menghasilkan manusia yang susila, perdebatan yang sengit mengenai Rencana Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran terjadi pula mengenai tujuan pendidikan dan pengajaran menghasilkan warganegara yang demokratis, status pendidikan agama, dan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar. Ketidaksepahaman mengenai pengertian manusia susila, ketidaksetujuan mengenai kehadiran pendidikan agama dan penggunaan bahasa daerah diperdebatkan dan dipertanyakan oleh beberapa anggota BP KNIP. Sekelompok anggota setuju bahwa pendidikan menghasilkan manusia susila, sebagian mempertanyakan kejelasan pengertian manusia susila dan sebagian lain menentang. Dr D.S. Diapari, salah seorang anggota KNIP dari Serikat Sekerja Indonesia mendukung manusia susila menjadi tujuan pendidikan bahkan mengatakan bahwa untuk pembangunan negara yang terutama sekali, ialah peribudi dan akhlak pada umumnya dan bukan kepintaran (ejaan disesuaikan dengan EYD; 14 KNIP adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum DPR yang sesungguhnya terbentuk. 37

53 dokumen notulen pembicaraan rapat, 1954). Mohd. Sjafei, tokoh pendidik yang terkenal dengan sekolah Kayu Tanamnya, menyetujui tujuan pendidikan yang menghasilkan manusia susila tetapi ia mengingatkan bahwa pekerjaan itu bukanlah pekerjaan mudah dan memerlukan biaya besar. Kobarsih, anggota dari Buruh tidak setuju dengan tujuan menghasilkan manusia susila karena ketidakjelasan pengertian susila yang dimaksudkan. Kobarsih beranggapan bahwa pengertian susila bersifat multi makna dan tidak seharusnya menjadi tujuan pendidikan persekolahan. Perbedaan pendapat tersebut berlangsung lama dan Kobarsih tetap mempertahankan pendapatnya sehingga tampaknya tidak akan mencapai kata sepakat. Hal inilah yang menyebabkan Ketua Sidang menanyakan kepada anggota yang hadir apakah ada yang mendukung pendapat Kobarsih yang tidak setuju pendidikan menghasilkan manusia susila. Ada beberapa orang menyatakan dukungannya dan ada beberapa yang menolak pandangan Kobarsih sehingga Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada anggota BP-KNIP lainnya menyatakan pendapat mereka. Tanggapan kemudian diberikan oleh M.L. Latjuba, Sadjarwo, Mr Sartono, Mr Kasman Singodimedjo yang mendukung dicantumkannya kata susila. Asarudin menolaknya, demikian pula dengan Kobarsih tetap menolak pencantuman kata susila. Untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut, Ketua Sidang, Mr Assaat melakukan pemilihan suara pada tanggal 26 Oktober Hasil pemilihan suara adalah 6 suara setuju tujuan menghasilkan manusia susila dihapus sedangkan 15 suara setuju untuk dipertahankan. Oleh karena itu tujuan pendidikan menghasilkan manusia susila menjadi keputusan sidang. Pembahasan rencana undang-undang yang dilakukan di Yogya dimulai pada bulan Oktober tahun 1949, sebelum Konperensi Meja Bundar, dan keputusankeputusan kesepakatan BP-KNIP baru dapat diselesaikan pada bulan Desember 1949, dan ditetapkan sebagai undang-undang di Jogjakarta pada tanggal 2 April Ketika itu, berdasarkan persetujuan Konperensi Meja Bundar, Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian di dalam negara yang dinamakan 38

54 Republik Indonesia Serikat. Oleh karena itu, Undang-Undang ini ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Mr Assaat 15 dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia S. Mangunsarkoro, di ibukota negara RI di Yogyakarta. Setelah disahkan dengan nama Undang-Undang nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah maka undang-undang itu dimasukkan ke dalam Lembaran Negara dan diundangkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia, A.G. Pringgodigdo, pada tanggal 5 April 1950 serta dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia (yang hanya meliputi pulau Sumatera, Jawa, dan Madura). Pada tahun itu juga, 1950 bertepatan dengan perayaan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan negara Indonesia kembali kepada bentuk negara kesatuan. Dengan bubarnya RIS tidak ada lagi negara bagian yang bernama Republik Indonesia atau pun negara bagian lainnya karena semuanya menjadi satu negara kembali yaitu Republik Indonesia. Undang-Undang nomor 4 tahun 1950 yang dihasilkan oleh negara Republik Indonesia Dahulu dan dinyatakan berlaku untuk wilayah republik Indonesia Dahulu dibahas oleh DPR-RI dan disetujui untuk diberlakukan sebagai undang-undang pendidikan bagi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 27 Januari Pada tanggal 12 Maret tahun 1954, UU pendidikan tahun 1950 itu ditandatangi oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno dan Menteri PP dan K Muhammad Yamin di ibukota negara yang sudah kembali ke Jakarta. Diundangkan dalam Lembaran Negara nomor 38 tahun 1954 tanggal 18 Maret 1954 dan ditandatangani Menteri Kehakiman Djody Gondokoesoemo, sebagai Undang-Undang nomor 12 tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang- Undang No. 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia Dahulu Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran Disekolah Untuk Seluruh Indonesia 15 Pada waktu Undang Undang ini mulai dirancang oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) pada pertengahan bulan Oktober 1949, Mr Assaat adalah ketua BP KNIP. Rancangan Undang Undang itu adalah draft baru yang diusulkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pada waktu itu S. Mangunsarkoro berdasarkan ingatan pada draft yang telah dibuat dan dibahas setahun sebelumnya tetapi hilang ketika terjadi aksi meliter Belanda 39

55 Undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan kebudayaan menetapkan tentang tujuan lembaga pendidikan. Ketetapan dalam pasal 7 dalam UU nomor junto UU nomor 12 tahun 1954 menyebutkan : 1. Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak bermaksud menuntun tumbuhnya rokhani dan jasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah 2. Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnya rokhani dan jasmani kanak-kanak memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan kesukaannya masing-masing, dan memberikan dasar-dasar pengetahuannya, kecakapannya, dan ketangkasannya, baik lahir maupun bathin 3. Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan vak) bermaksud melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan disekolah rendah untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat dan/atau mempersiapkannya bagi pendidikan dan pengajaran tinggi. 4. Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada pelajar untuk mendjadi orang yang dapat memberi pimpinan didalam masyarakat dan yang memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan. 5. Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberi pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan baik jasmani maupun rokhaninya supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir bathin yang layak. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar terkecuali di TK dan kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat). TK dan ketiga kelas awal SD boleh menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar. Pasal 9 secara tegas mencantumkan mengenai pendidikan jasmani. Tertulis pada pasal ini pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir bathin, diberikan pada segala jenis sekolah. Selain pendidikan jasmani yang secara tegas menjadi mata pelajaran dalam kurikulum di setiap sekolah mata pelajaran lain yang dinyatakan secara tegas adalah pendidikan agama. Pasal 20 menyatakan dalam sekolah-sekolah Negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya 40

56 akan mengikuti pelajaran tersebut. Pendidikan campuran (co-education) diterima sebagai suatu keharusan untuk sekolah negeri terkecuali sekolah khusus yang menghendaki hanya peserta didik laki-laki atau perempuan saja maka pendidikan campuran tidak dilakukan (separated education). Undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran menetapkan pula mengenai wajib belajar. Dalam Bab VII Pasal 10 ayat (1) ditetapkan semua anakanak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. Pengertian wajib belajar dalam pasal ini lebih dekat dengan pengertian compulsory education dan bukan kepada pengertian pendidikan minimal (basic education) yang ddigunakan dalam Wajib Belajar 9 Tahun. Meski pun demikian adanya ketetapan ini memperlihatkan semangat demokratisasi pendidikan yaitu pendidikan bagi semua warganegara dan bukan bagi sekelompok orang yang dianggap memiliki keistimewaan untuk mendapatkan pendidikan. Dasar pemikiran demokratisasi pendidikan masih tetap diberlakukan dalam kebijakan pendidikan pemerintah sampai saat kini. Foto 3: SMP Negeri 1 Jakarta berdiri pada tahun 1947, sedangkan bangunan yang digunakan merupakan bangunan bekas EERSTE SCHOOL D yang dibangun pada tahun EERSTE SCHOOL D merupakan sekolah milik pemerintah Hindia-Belanda untuk orang pribumi pertama yang ada di Batavia.Tahun 1947, Pemerintah Republik Indonesia 41

57 mengambil alih gedung tersebut untuk digunakan sebagai Sekolah yang bernama SMP Negeri 1 Djakarta (ejaan pada saat itu). Sumber: available at B. MATA PELAJARAN DALAM RENCANA PELAJARAN SMP Daftar Pelajaran adalah istilah yang digunakan untuk kurikulum, menggantikan istilah Rencana Pelajaran sejalan dengan berlakunya Undang-Undang nomor 4 tahun Mata pelajaran yang terdapat dalam Daftar Pelajaran tersebut tidak jauh berbeda dari SMP pada masa Jepang terkecuali bahasa Jepang tidak lagi diajarkan. Menulis indah yang semulanya diarahkan untuk menulis indah huruf kanji digantikan dengan menulis indah huruf latin. Bahasa Inggeris kembali diajarkan. Sejarah diajarkan dengan menghilangkan peristiwa yang terkait dengan sejarah bangsa Jepang dan digantikan dengan peristiwa pendudukan Jepang di Indonesia. Sebaliknya materi sejarah yang terkait dengan peristiwa sejarah Indonesia dan sudah diajarkan pada Rencana Pelajaran SMP di masa Jepang, diperbesar dengan berbagai peristiwa sejarah Indonesia yang dinyatakan sebagai peristiwa dalam sejarah nasional. Selain ada mata pelajaran sejarah (Indonesia) di SMP dikenal ada mata pelajaran sejarah dunia yang befokus pada sejarah Eropa dan Asia. Apa yang terjadi dengan mata pelajaran sejarah terjadi pula dengan mata pelajaran geografi dimana bagian-bagian dari geografi Jepang dihilangkan sedangkan materi pelajaran wilayah geografis Indonesia ditambah dari yang sudah ada pada masa Jepang. Mata pelajaran moral diganti dengan mata pelajaran budi pekerti sedangkan mata pelajaran seperti pekerjaan tangan, olahraga dan kesenian tetap dipertahankan. Bahasa Melayu yang terkadang pada dokumen lain disebutkan dengan bahasa Indonesia diganti dengan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu tidak lagi diajarkan karena Indonesia sudah secara resmi menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi. 42

58 Hakekat kurikulum tetap berorientasi pada aplikasi dan pemanfaatan apa yang sudah dipelajari untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan filosofi rekonstruksi sosial dan humanisme untuk kurikulum tetap digunakan sampai pada kurikulum tahun 1954 dan kemudian digantikan oleh filosofi kurikulum yang lebih berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir rasional (esensialisme dan perenialisme). Sejak kurikulum 1954 terlebihlebih sejak kurikulum 1975, filosofi esensialisme dan perenialisme mendominasi raancangan kurikulum di Indonesia. Untuk SMP, sejak Kurikulum 1975 filosofi perenialisme lebih banyak digunakan dibandingkan filosofi esensialisme. Selain Daftar Pelajaran (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:99), kurikulum SMP pada masa ini mengenal pembagian jurusan di kelas III yaitu bagian A (sosial-ekonomi) dan bagian B (Ilmu Pasti). Pembagian jurusan di kelas III SMP tersebut berjalan terus sampai tahun 1962 ketika ada pandangan atau ide baru mengenai tujuan pendidikan SMP. Kelompok I Bahasa II Ilmu Pasti III Pengetahuan Alam Tabel 4.1: STRUKTUR DAN MATA PELAJARAN RENCANA PELAJARAN SMP Mata Pelajaran Kelas dan JamPelajaran I II IIIA IIIB Bahasa Indonesia Bahasa Inggeris Bahasa Daerah Sub Jumlah Berhitung dan Aljabar Ilmu Ukur Sub Jumlah Ilmu Alam/Kimia Ilmu Hayat Sub Jumlah IV Ilmu Bumi

59 Kelompok Pengetahuan Sosial V Pelajaran Ekonomi VI Pelajaran Ekspresi Mata Pelajaran Kelas dan JamPelajaran I II IIIA IIIB Sejarah Sub Jumlah Hitung Dagang Pengetahuan Dagang Sub Jumlah Seni Suara Menggambar Pek. Tangan/Ker. Wanita Sub Jumlah VII Pendidikan Jasmani VIII Budi Pekerti (bukan mata pelajaran berdiri sendiri tapi terintegrasi dalam kegiatan semua mata pelajaran dan kegiatan sekolah) IX Agama Jumlah Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:100) Daftar Pelajaran di atas menampilkan karakteristik kurikulum yang berbeda dari kurikulum MULO atau pun Shoto Chu Gakko. Pendidikan SMP pada masa kemerdekaan mengenal adanya penjurusan pada kelas terakhir yaitu jurusan A (sosial-ekoonomi) dan B (ilmu Pasti). Pembagian ini memposisikan kurikulum SMP sebagai dasar untuk melanjutkan pelajaran ke SMA, dan SMA pada masa itu sudah sejak awal dibedakan dalam jurusan sehingga dikenal adanya SMA-A, SMA-B, dan SMA-C. Mereka yang lulus dari jurusan A di kelas III SMP boleh melanjutkan pelajaran ke SMA A (Bahasa) atau ke SMA C (ekonomi) sedangkan mereka yang lulus dari jurusan B (Ilmu Pasti) boleh masuk ke SMA B (Ilmu Pasti) dan pada masa kemudian boleh pula melanjutkan ke SMA C. Pada masa tersebut nama jurusan yang sebenarnya merupakan jalur program studi menjadi nama unik sekolah 44

60 karena satu SMA dibedakan dari SMA lainnya berdasarkan jurusan yang dibinanya (SMA-A, SMA-B, SMA-C). Penjurusan pun sudah dilakukan pada waktu peserta didik mendaftar untuk masuk ke SMA. Tentu saja pemisahan SMA yang demikian sudah tidak dikenal pada masa sekarang karena juruan-jurusan yang ada (IPA, IPS, Bahasa) adalah program dalam satu SMA dan penjurusan baru dilakukan di tahun kedua ketika peserta didik naik kelas XI. Konsep kurikulum yang menarik dari Daftar Pelajaran SMP pada masa ini adalah pelajaran Budi Pekerti yang tidak diajarkan sebagai suatu mata pelajaran terpisah tapi diintegrasikan ke dalam semua kegiatan mata pelajaran lain dan kegiatan sekolah. Konsep ini menggambarkan pemahaman materi kurikulum yang mendalam dan penerapannya dalam suatu desain kurikulum yang sesuai dengan karakteristik materi kurikulum. Konten/materi kurikulum terdiri atas pengetahuan, ketrampilan (intelektual, motorik, sosial) dan nilai/moral/sikap. Materi pelajaran Budi Pekerti bukan hanya sekedar pengetahuan tetapi sarat dengan nilai/moral/sikap yang harus dikembangkan dalam cara berpikir, bertindak, berkomunikasi, dan melakukan kegiatan sehari-hari seorang peserta didik. Materi pelajaran yang demikian, sebagaimana halnya dengan materi ketrampilan, harus dikembangkan secara konsisten dan berkelanjutan selama seorang peserta didik belajar di sebuah satuan pendidikan atau jenjang pendidikan. Tidak seperti pengetahuan yang dapat dipelajari dan dikuasai dalam setiap pertemuan kelas, materi pelajaran dalam ranah nilai/moral/sikap memerlukan penguatan yang terus menerus baik secara sekuensial dari suatu mata pelajaran mau pun penguatan horizontal dari berbagai mata pelajaran. Penguatan-penguatan itu dilakukan baik dalam proses interaksi di kelas tetapi juga dalam proses interaksi sesama teman, dengan guru dan pegawai sekolah di lingkungan sekolah (luar kelas). Konsep pendidikan nilai yang demikian telah diterapkan dalam mata pelajaran Budi Pekerti pada kurikulum SMP di awal masa kemerdekaan. Pemahaman mengenai prinsip pendidikan nilai/moral/sikap dan karakteristik materi nilai/moral/sikap tersebut dirancang dan diterapkan dengan baik untuk 45

61 berbagai mata pelajaran dalam Daftar Pelajaran SMP tahun Sayangnya, materi pelajaran agama yang juga sarat dengan nilai/moral/sikap dikembangkan dengan tidak menggunakan prinsip untuk materi nilai/moral/sikap tersebut sehingga pendidikan agama cenderung menjadi mata pelajaran tentang pengetahuan agama. Materi mata pelajaran agama yang didominasi oleh materi pengetahuan menjadikan pelajaran agama lebih mengutamakan hafalan dan kurang pada pengembangan perilaku beragama. Semestinya, prinsip yang sama sebagaimana digunakan untuk pendidikan Budi Pekerti dapat juga diterapkan pada pendidikan agama sehingga materi pelajaran mengenai pengetahuan tentang berbagai ajaran, kaedah dan ketrampilan dalam menjalan ibadah dikembangkan melalui mata pelajaran agama sedangkan aspek perilaku beragama dikembangkan melalui mata pelajaran agama dan mata pelajaran lainnya. Kondisi pendidikan agama yang terjadi pada masa awal kemerdekaan masih berlanjut sampai masa kini. Kondisi yang ada pada masa itu adalah pendidikan agama bukan wajib bagi seluruh peserta didik (Bab XII Pasal 20 undang-undang pendidikan nomor 12 tahun 1954) dan materi pendidikan agama dikembangkan oleh Kementerian Agama, terpisah dari pengembangan materi mata pelajaran lain. Kedua hal ini kiranya menjadi penyebab perilaku beragama tidak menjadi materi mata pelajaran lain di luar mata pelajaran agama. Pada saat sekarang kebijakan tentang pendidikan agama sudah berubah dan pendidikan agama menjadi pendidikan wajib bagi seluuruh peserta didik. Kiranya, perencanaan kurikulum SMP masa kini sudah dapat menerapkan prinsip pengembangan konten kurikulum yang membedakan organisasi konten pengetahuan, nilai dan ketrampilan. 46

62 KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN KABINET PARLEMENTER A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN Di akhir tahun 1949 terjadi persetujuan antara pemerintah Belanda dengan pemerintah Republik Indonesia dalam pertemuan yang dinamakan Konperensi Meja Bundar (KMB). Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan negara Republik Indonesia dan tidak lagi melakukan agresi militer tetapi Indonesia menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat terdiri atas Republik Indonesia dan berbagai kerajaan yang ada di Nusantara dan yang dibentuk Belanda. Negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama dan dalam bulan Agustus 1950, negara Republik Indonesia Serikat dibubarkan, negara Republik Indonesia kembali menjadi negara kesatuan tetapi dasar hukum negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan Undang- Undang Dasar Berdasarkan UUD 1950, sistem pemerintahan berubah dari pemerintahan presidensiil ke pemerintahan parlementer. Dalam sistem parlementer, Presiden adalah kepala negara dengan wewenang pemerintahan yang sangat terbatas. Pemimpin pemerintahan adalah perdana menteri. Pada masa pemerintahan parlementer ini, bangsa Indonesia berhasil melaksanakan pemilihan umum pertama yang dianggap sebagai pemilihan umum yang paling demokratis dan bersih. Pada masa ini juga bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan konperensi yang bertarap Internasional yaitu Konperensi Asia Afrika yang sangat besar pengaruhnya terhadap gerakan kemerdekaan di banyak negara di benua Asia dan Afrika. Pada masa antara adalah masa di mana bangsa Indonesia mulai menerapkan Undang-undang nomor 20 tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang merupakan pemberlakuan kembali Undang-undang nomor 4 tahun Nomor baru yaitu Nomor 12 tahun 1954 diberikan untuk menyatakan berlakunya Undang-undang nomor 4 tahun 1950 di wilayah seluruh Indonesia setelah melalui proses persetujuan di DPR RI dan ditandatangani oleh Presiden Sukarno pada tanggal 12 Maret Oleh karena 47

63 itu masa antara adalah masa yang penting bagi kehidupan pendidikan di Indonesia dan bagi perkembangan kurikulum. Kurikulum yang sudah digunakan pada tahun 1947 untuk SMP (Departemen Pendidikan Nasional, 2009) diganti dengan kurikulum baru yang dilaksanakan sejak 1954/1955 tetapi diundangkan secara resmi pada tahun 1954 yaitu setelah dilaksanakan selama 3 tahun. Walau pun dilaksanakan mulai tahun ajaran 1954/1955 karena diundangkan pada tahun 1954 kurikulum ini dikenal dengan nama Rencana Pelajaran Pada masa antara Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K) baru memiliki bagian-bagian yang berkenaan dengan pelayanan tetapi belum memiliki bagian yang berkenaan dengan penelitian dan pengembangan. Oleh karena itu tidak ada lembaga/kantor khusus yang bertugas untuk penelitian dan pengembangan kurikulum (istilah yang digunakan masih Rencana Pelajaran). Rencana Pelajaran SMP 1954 diterbitkan dan diundangkan oleh Jawatan Pendidikan Umum, Kementerian PP dan K. Kurikulum SMP 1954 yang dihasilkan pada masa ini yaitu Rencana Pelajaran SMP 1954 dikembangkan dan dihasilkan oleh para inspektur SMP, sebagai hasil kerja mereka dalam sebuah konperensi yang dilaksanakan di Bandung pada tahun Ketiadaan lembaga khusus yang memiliki tugas resmi mengembangkan kurikulum, seperti Pusat Kurikulum (PUSKUR) pada masa kini, tidak harus berarti mereka memiliki keterbatasan dalam wawasan teoritik pengembangan kurikulum. Pada masa itu para inspektur dianggap orang yang paling berpengalaman dalam dunia pendidikan (SMP) dan oleh karenanya dianggap kelompok yang paling mampu untuk mengembangkan rencana pelajaran baru sesuai dengan undang-undang pendidikan yang baru. Pengalaman mereka yang panjang dalam dunia pendidikan menjadi dasar kuat dalam wawasan dan kemampuan pengembangan kurikulum. Kebebasan berpikir yang dipayungi oleh kehidupan politik parlementer masa itu menyebabkan para inspektur memiliki kebebasan dalam memikirkan dan merencanakan rencana pelajaran yang baru. Kelompok pengembang tersebut bebas dari pengarahan dari para atasan termasuk dari menteri PP dan K. 48

64 Kurikulum yang dikembangkan dalam Rencana Pelajaran 1954 dapat dikatakan memang masih terbatas baik dalam dimensi ide mau pun dalam pengembangan rincian komponen serta format/model yang digunakan. Meski pun demikian, dasar-dasar dan komponen penting yang harus dimiliki sebuah dokumen kurikulum sebagai rencana telah tertuang dalam rumusan yang singkat dan padat. Ide tentang pembelajaran setiap mata pelajaran dirumuskan dalam maksud dan tujuan, petunjuk didaktik (cara mengajar) serta pokok bahasan yang terpisah. Tampaknya, kesederhanaan dalam pemikiran dan format/model adalah kecenderungan masa itu. Lagipula dapat dikatakan bahwa kesederhanaan mencerminkan nilai yang tinggi dalam sistem nilai budaya bangsa Indonesia pada waktu itu. Oleh karenanya, kesederhanaan dalam format dianggap sebagai standar yang baik pula. Hal lain yang jelas ialah apa yang telah dirumuskan dalam rencana pelajaran sangat mewakili kualitas pemahaman para pengembang Rencana Pelajaran tentang suatu ide serta tradisi pendidikan yang berlaku saat itu. Pokok-pokok bahasan setiap mata pelajaran diirinci dalam bentuk suatu tabel yang berisikan kolom mengenai informasi tentang jumlah jam pelajaran dalam satu minggu untuk suatu pokok bahasan, pokok bahasan yang dinamakan pokok/bagian, pelajaran yang merupakan rincian materi pokok bahasan (pokok/bagian), dan keterangan. Buku yang harus digunakan guru sebagai pegangan dalam pembelajaran dan buku yang harus dibaca peserta didik untuk setiap kelas ditetapkan di bagian bawah tabel. Rancangan tersebut memiliki keterbacaan yang tinggi, didukung oleh penggunaan istilah yang umum dan dikenal dengan baik oleh guru. Keuntungan lain dari rencana pelajaran yang dikembangkan oleh para inspektur adalah kemudahan dalam sosialisasi dan implementasi. Keterpautan emosional para inspektur terhadap kelompok yang telah menghasilkan kurikulum tersebut, menyebabkan mereka memiliki dedikasi yang tinggi untuk menjaga keberhasilan pelaksanaan rencana pelajaran yang telah dihasilkan kelompok inspektur menjadi suatu kenyataan di kelas. Apalagi inspektur adalah mereka yang memiliki wewenang formal dan kekuasaan untuk memonitor dan membantu kesulitan guru dalam pelaksanaan implementasi rencana pelajaran. 49

65 B. FILOSOFI KURIKULUM SMP 1954 Pada masa pemerintahan Kabinet Parlementer, Pemerintah Indonesia menghasilkan kurikulum yang dikenal dengan nama Rencana Pelajaran SMP Dari tujuan yang dirumuskan untuk setiap mata pelajaran dapat dikatakan adanya indikasi yang kuat bahwa filosofi kurikulum yang dianut adalah gabungan antara filosofi experimentalisme-rekonstruksi sosial (Tanner dan Tanner, 1980). Setiap tujuan yang dirumuskan menekankan pada kegunaan praktis dari materi mata pelajaran bagi peserta didik agar dapat digunakan ketika mereka masuk menjadi anggota masyarakat yang aktif. Walau pun berorientasi pada pemanfaatan praktis yaitu digunakan dalam kehidupan sehari-hari, suatu kenyataan yang harus diingat bahwa orientasi praktis tersebut tidak mengabaikan pengembangan aspek intelektualitas peserta didik. Posisi filosofi gabungan antara experimentalisme-rekonstruksi dan essensialisme adalah sesuatu yang wajar dan mudah dipahami jika diingat bahwa kurikulum SMP 1954 dihasilkan berdasarkan undang-undang pertama pendidikan Indonesia yang sangat kuat dalam pandangan bahwa pendidikan adalah alat untuk mensejahterakan masyarakat. Pendidikan yang hanya berfokus pada pengembangan intelektual atau pun kemampuan berpikir rasional semata ditolak oleh para penentu undang-undang tersebut yaitu anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ketika merumuskan UU nomor 4 tahun 1950, yang nota bene adalah generasi pertama pendiri bangsa ini, dan oleh anggota DPR-RI ketika UU nomor 4 tahun 1950 ditelaah kembali dan kemudian diundangkan sebagai UU nomor 12 tahun Dalam Rencana Pelajaran SMP 1954, pelajaran bahasa Indonesia ditujukan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan menimbulkan keinsyafan peserta didik sebagai bangsa warga bangsa Indonesia, bahasa Inggeris ditujukan untuk mampu menggunakan bahasa tersebut dalam hubungan dengan dunia luar baik secara aktif mau pun pasif, ilmu pasti untuk membentuk jiwa yang kritis serta memupuk kebiasaan bersih, teliti, tabah, dan tanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari dan dalam menyelesaikan pekerjaan. Pelajaran pengetahuan alam 50

66 ditujukan untuk mengenal dan memperhatikan alam di sekitar peserta didik dan menambah pengetahuan mereka tentang gejala-gejala alam serta menggunakan pengetahuan tersebut dalam praktek kehidupan keseharian. Untuk kelompok Pengetahuan Sosial ( mata pelajaran ilmu bumi dan sejarah) tujuannya adalah agar dapat membangun keinsyafan pada peserta didik sebagai warganegara yang demokratis, bebas dari segala perasaan kebangsaan yang sempit. Sedangkan tujuan pelajaran ekonomi adalah mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pelajaran dan untuk hidup di masyarakat dengan pengetahuan yang berguna dalam pembangunan ekonomi nasional. C. TUJUAN MATA PELAJARAN Istilah tujuan yang digunakan dalam Rencana Pelajaran 1954 adalah Maksud dan Tujuan. Maksud menggambarkan apa yang diinginkan sedangkan tujuan menyatakan apa yang akan dicapai/dimiliki. Kedua kata tersebut menjadi satu istilah teknis yang digunakan kurikulum 1954 dan sebelumnya untuk menggambarkan apa yang dimaksudkan dengan istilah tujuan yang dipakai kurikulum pada masa kini. Rencana Pelajaran SMP 1954 tidak mencantumkan tujuan yang akan dicapai oleh kurikulum. Kurikulum 1954 atau lebih tepatnya dinamakan Rencana Pelajaran SMP yang diimplementasikan pada 1954/1955 untuk kelas I SMP (tahun 1955/1956 untuk kelas II dan tahun 1956/1957 untuk kelas III. Dokumen Rencana Pelajaran SMP 1954 diterbitkan oleh Jawatan Pendidikan Umum Kementerian PP dan K pada tahun Rencana Pelajaran atau kurikulum 1954 tersebut disusun berdasarkan Konperensi Inspektur-inspektur SMP tahun 1953 di Bandung. Ide kurikulum belum tampak sebagai kesatuan tetapi sudah ada dalam bentuk pikiran tentang setiap mata pelajaran, sebelum rincian materi ajar (pokok bahasan) suatu mata pelajaran untuk setiap kelas. Dokumen kurikulum terdiri dari hanya satu buku yang berisikan struktur mata pelajaran dan dinamakan ikhtisar daftar jam pelajaran diikuti dengan ide/pikiran kurikulum untuk setiap mata pelajaran, dan kemudian rincian bahan ajar untuk setiap kelas. 51

67 Ide kurikulum (mata pelajaran) berisikan pokok-pokok pikiran tentang tujuan (diistilahkan dengan maksud dan tujuan), dan petunjuk didaktik (istilah yang diwarisi dari bahasa Belanda). Petunjuk didaktik terdiri atas strategi dan proses pencapaian tujuan (bagaimanakah mencapai tujuan), dan pokok-pokok materi pelajaran.dalam strategi dan proses pencapaian tujuan dikemukakan peran guru, aspek-aspek kemampuan belajar peserta didik yang harus diperhatikan guru, dan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik (istilah yang digunakan pada waktu itu adalah murid). Dalam kurikulum 1954 mata pelajaran dibagi dalam 6 kelompok dan 3 mata pelajaran berdiri sendiri (tidak masuk kelompok). Kelompok-kelompok tersebut adalah kelompok bahasa, ilmu pasti, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, pelajaran ekonomi, pelajaran ekspresi. Sedangkan mata pelajaran yang tidak membentuk kelompok dan berdiri sendiri adalah mata pelajaran pendidikan jasmani, budi pekerti, agama. Mata pelajaran agama bukan mata pelajaran wajib karena Undang-Undang nomor 12 tahun 1954 pasal 20 ayat (1) menyebutkan bahwa pelajaran agama diberikan di sekolah negeri tetapi orang tua memiliki hak menentukan apakah anaknya ikut pelajaran agama atau tidak. Dalam struktur kurikulum ditentukan pula jumlah jam pelajaran untuk tahun pertama, tahun kedua, dan tahun ketiga. Kurikulum SMP tahun 1954 memiliki jalur atau jurusan. Peserta didik harus mengikuti pelajaran yang sama selama 2 tahun dan pada kenaikan ke kelas 3 ditentukan apakah seseorang naik ke kelas III A (bahasa, ekonomi, sosial) atau ke kelas III B (Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam). Nilai rapor peserta didik dalam mata pelajaran terkait menentukan apakah seseorang naik ke kelas A atau B. Mereka yang memiliki nilai rapor yang memenuhi syarat untuk mata pelajaran kelompok bahasa, ekonomi dan sosial akan naik ke kelas III A sedangkan mereka yang memiliki nilai yang memenuhi syarat untuk mata pelajaran kelompok Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam naik ke kelas III B. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam dokumen Rencana Pelajaran SMP 1954 tidak merumuskan tujuan kurikuler atau pun tujuan instruksional 52

68 umum. Model (kurikulum) yang berlaku pada masa itu belum mengenal nomenclature tujuan rencana pelajaran (tujuan kurikulum). Pada masa itu pengertian kurikulum sebagai daftar mata pelajaran masih sangat kuat dan oleh karenanya istilah yang dikenal adalah tujuan mata pelajaran. Mata pelajaran lah yang memiki materi pelajaran dan dengan demikian maka mata pelajaran pulalah yang memiliki tujuan. Rencana pelajaran adalah rencana dari setiap mata pelajaran dan bukan merupakan satu kesatuan rencana yang ditopang oleh berbagai materi yang dikemas dalam mata pelajaran, sebagaimana yang dikenal dalam pengembangan kurikulum (modern). Disamping tujuan mata pelajaran, Rencana Pelajaran SMP 1954 juga memiliki tujuan kelompok mata pelajaran. Beberapa mata pelajaran dijadikan satu dalam kelompok seperti kelompok Ilmu Pasti, Pengetahuan Alam, dan Pengetahuan Sosial. Hakekat pengelompokkan ini adalah adanya kesamaan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Bahasa Indonesia, bahasa Inggeris, dan bahasa daerah masing-masing mata pelajaran memiliki tujuan dan tidak ada rumusan tujuan untuk kelompok bahasa. Tampaknya hal tersebut disebabkan karena posisi dan karakter materi pelajaran bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Inggeris sebagai bahasa asing, dan bahasa daerah yang berlaku hanya untuk daerah tertentu. Sedangkan mata pelajaran berhitung, aljabar, dan ilmu ukur dalam kelompok ilmu pasti karena memiliki persamaan posisi teoritik keilmuan dan karakter materi pelajaran sehingga ada tujuan kelompok mata pelajaran sedangkan tujuan mata pelajaran disebut dengan istilah tujuan khusus. Dalam kelompok Pengetahuan Alam ada mata pelajaran ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hayat, dan hanya ada tujuan kelompok pengetahuan alam sedangkan tujuan khusus untuk setiap mata pelajaran tidak ada. Untuk kelompok Pengetahuan Sosial yang terdiri dari mata pelajaran ilmu bumi dan sejarah ada tujuan kelompok dan tujuan masing-masing mata pelajaran. Jadi terdapat ketidakajegan (inkonsistensi) dalam konseptualisasi rencana pelajaran. Ketidakajegan dalam merumuskan tujuan tampaknya disebabkan karena masingmasing kelompok dikembangkan oleh kelompok inspektur yang khusus dan 53

69 masing-masing kelompok inspektur memiliki kebebasan dalam mengembangkan rencana pelajaran untuk kelompoknya. Meski pun demikian, sesuatu yang disepakati ialah adanya komponen tujuan yang dinamakan maksud dan tujuan. Keseragaman hanya terjadi bahwa mereka (tim inspektur) merumuskan rencana pelajaran dalam aspek kelas, jam per minggu, pokok/bagian mata pelajaran, materi pelajaran yang diistilahkan dengan pelajaran dan keterangan dalam suatu bangunan tabel atau matriks. Dari dokumen yang diterbitkan oleh Jawatan Pendidikan Umum Kementerian PP dan K, maksud dan tujuan setiap mata pelajaran dirumuskan sebagai berikut: Tabel 5.1: Kelompok, Maksud dan Tujuan Rencana Pelajaran SMP 1954 Kelompok Mata Pelajaran dan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Inggeris Bahasa Daerah Kelompok Pasti Ilmu Maksud dan Tujuan A.membentuk penguasaan bahasa yang sedemikian hingga murid2 dengan teliti dan lancar dapat mengeluarkan pikiran dan perasaan mereka serta dengan teliti dan lancar pula dapat memahami orang lain B. harus menimbulkan di hati murid2 keinsyafan sebagai warga negara Indonesia yang mempunyai bahasa persatuan dan bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia, yang harus dipelihara sebaik-baiknya dan dihargai setinggi-tingginya A.Tujuan umum mempelajari bahasa Inggeris ialah memperoleh suatu alat hubungan dengan dunia luar (dalam lapangan politik, kebudayaan, pengetahuan, ekonomi, dan sebagainya). Oleh karena bagian besar di dunia mempergunakan bahasa Inggeris, maka pentinglah bagi kita untuk menguasai bahasa ini sebaik-baiknya. B.Tujuan khusus pelajaran bahasa Inggeris pada sekolah menengah pertama ialah supaya murid dapat mempergunakan bahasa Inggeris yang sederhana baik pasif mau pun aktif. 1. Mengajar berpikir secara logis, agar terbentuklah jiwa yang kritis 2. Memupuk kebiasaan untuk menyelesaikan tiap pekerjaan dengan kebersihan, ketelitian, ketabahan hati serta penuh 54

70 Kelompok Mata Pelajaran dan Mata Pelajaran 1.Berhitung 2.Aljabar 3. Ilmu Ukur Maksud dan Tujuan rasa tanggung jawab 3. Mengajar mempergunakan segala kecakapan dan kebiasaan itu dalam kehidupan sehari-hari a.memelihara dan mempertinggi ketangkasan dan ketelitian terutama mengenai berhitung angka b. Membantu pelajaran Aljabar dan Ilmu Ukur a.memberi pengetahuan dasar tentang Ilmu Aljabar dan penggunaannya berhubung dengan Ilmu Ukur, Ilmu Bumi, Ilmu Hayat, dan lain-lain b.meletakkan dasar-dasar pengertian dan pokok pengetahuan tentang aljabar agar murid2 dapat mengikuti pelajaran sebaik-baiknya di SLA a.memberi pengetahuan dasar tentang Ilmu Ukur dan penggunaannya berhubung dengan Ilmu Bumi, Ilmu Hayat, Menggambar, dan lain-lain b.meletakkan dasar-dasar pengertian dan pokok pengetahuan tentang Ilmu Ukur, agar murid2 dapat mengikuti pelajaran sebaik-baiknya di SLA c.belajar menyusun suatu uraian yang logis, singkat dan tepat Kelompok Pengetahuan Alam Kelompok Pengetahuan Sosial 1.umumnya bertujuan mengenal dan memperhatikan alam di sekitar kita dan menambah pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala dalam alam, berdasarkan sifat-sifatnya dan hukum-hukunya yang tertentu 2.memberikan pengertian tentang alat-alat dan sebagainya yang dipergunakan dalam praktek hidup sehari-hari yang kerjanya berdasarkan hukum-hukum alam tersebut. 3.pada umumnya untuk menarik perhatian murid-murid akan alam di sekitar kita dan memberi dasar untuk pelajaran pada SLA 1.Memberi pengetahuan dan pengertian dasar tentang cara hidup manusia berhubung dngan keadaan alam sekelilingnya, perkembangan dan susunan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia khususya, dan negara-negara lain umumnya 2.Memberi pengetahuan dasar tentang kebudayaan bangsa 55

71 Kelompok Mata Pelajaran dan Mata Pelajaran Ilmu Bumi Sejarah Maksud dan Tujuan Indonesia dan bangsa lain 3.Membangun akan keinsyafan kewarganegaraan dalam suatu negara yang demokratis dan membangun keinsyafan nasional, bebas dari segala kebangsaan yang sempit 4.Memberi pengertian tentang perhubungan antara bangsa dengan bangsa yang lain yang menjadi syarat mutlak untuk menuju ke arah pelaksanaan kemakmuran dan kesejahteraan bersama Memberi pengetahuan dan pengertian tentang keadaan geografis indonesia dan negara-negara lain di dunia ini yang menentukan keadaan dan perkembangan cara hidup manusia dalam segala lapangan 2.Memperbesar kecakapan murid-murid untuk mempergunakan alat-alat Ilmu Bumi (peta, globe, angkaangka, statistik, gambar2, grafik-grafik) agar dapat memberi manfaat kepadanya dalam kehidupannya sehari-hari Memberi pengertian elementer tentang pertumbuhan dan perkembangan di dalam kehidupan manusia pada umumnya dan bangsa sendiri pada khususnya; atau dengan kata-kata lain: memberi sekedar pengertian tentang terjadinya masyarakat dan susunannya dewasa ini 2.Menarik pelajaran-pelajaran yang berguna dari peristiwaperistiwa luhuran budi dan sifat dari pada orang-orang yang besar yang berjasa dalam sejarah 3.Mempertinggi budi-pekerti murid2 dengan jalan menunjukkan kejadian yang telah terjadi di waktu yang lampau 4.Membangkitkan dan memelihara serta memupuk rasa cinta akan bangsa dan tanah air 5.Memahami cara dan susunan pemerintahan di negeri kita dan di samping itu juga di negeri lain Kelompok Pelajaran Ekonomi 1.Memperkenalkan murid-murid dengan gejala-gejala dalam lapangan ekonomi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari 2.Memberi pengetahuan pokok tentang hal yang tersebut di atas dan ketangkasan2 di dalam soal-soal hitung dagang untuk mempersiapkan murid: 56

72 Kelompok Mata Pelajaran dan Mata Pelajaran Hitung Dagang Pengetahuan Dagang Kelompok Mata Pelajaran Ekspresi Seni Suara Menggambar Maksud dan Tujuan a.melanjutkan pelajaran ke jurusan ekonomi b.memasuki masyarakat di hari kelak dengan pengetahuan yang berguna dalam pembangunan ekonomi nasional Memberi pengetahuan dasar tentang menghitung hal-hal yang terpenting dalam transaksi perdagangan 2.Menambah kecakapan berhitung terutama untuk keperluan Perdagangan Mempersiapkan murid untuk melanjutkan pelajaran ke jurusan ekonomi 2.Memberi pengetahuan dan pengertian pokok tentang halhal yang terdapat dalam dunia ekonomi dan perdagangan, supaya murid dapat mengerti dalam garis besar, apa yang terjadi dalam dunia ekonomi di sekitar mereka 1.Mendidik dan membimbing murid-murid untuk menyetakan perasaan dan fikiran dengan bebas dan untuk mencipta sesuatu yang sesuai dengan kewajibannya (aktif kreatif) 2.Membangun dan mengembangkan rasa keindahan dan mendidik murid menghargai ciptaan orang lain khusus karena sifat keindahannya 3.Memberi pendidikan yang menjamin keseimbangan antara pendidikan fikiran (intelek), perasaan (emosi) dan jasmani 4.Memberikan perintang waktu 5.Melatih murid dalam ketangkasan a.mengembangkan perasaan dan membangun minat terhadap Seni-Suara (vokal dan instrumental), dapat menghargai dan mengikuti ciptaan seni suara b.memberi pengetahuan dasar dan melatih murid menyanyi lagu-lagu sederhana dengan tepat dan suara murni c.turut menghidupkan perasaan kebangsaan, persatuan dan persaudaraan d.sedapat mungkin murid harus dapat mempergunakan alat musik atau gamelan Mendidik mengamat-amati alam sekitarnya dengan teliti 2.Mengembangkan perasaan tentang perbandingan antara benda-benda dan bagian-bagiannya 3.Melatih murid dalam ketangkasan 57

73 Kelompok Mata Pelajaran dan Mata Pelajaran Pekerjaan Tangan Budi Pekerti (terjalin dalam semua mata pelajaran dan dalam semua usaha sekolah) Agama Maksud dan Tujuan 4.menggambar untuk mata pelajaran lain (Ilmu Bumi, Sejarah, Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya) 5.Mengembangkan perasaan keindahan dan keseimbangan warna dan bentuk Mendidik murid untuk mewujudkan perasaan dan fikiran dalam rupa yang berukuran tiga 2. Membangunkan dan mengembangkan aktivitas dan daya cipta murid2 3. Memupuk rasa indah 4. Menghidupkan hasrat kerja praktis 5. Memperkuat rasa tata tertib dan susunan teratur 6. Mengadakan keseimbangan (harmoni) antara rohani dan jasmani 7. Memberikan perintang waktu yang berfaedah bagi murid2 1. Mendidik murid-murid agar menjadi anggota masyarakat yang bersifat dan berperasaan sosial 2. Mendidik murid2 menjadi manusia yang berakhlak baik 3. Mendidik murid2 menjadi warganegara yang baik dan Bertanggungjwab Dibuat oleh Kementerian Agama Keterangan: Hasrat = kemauan Keinsyafan = kesadaran Ketangkasan=Ketrampilan Perintang waktu = penggunaan waktu senggang Ilmu Alam = Fisika Ilmu Bumi = Geografi Ilmu Hayat = Biologi Dari setiap rumusan maksud dan tujuan pada kurikulum SMP 1954 yang dikemukakan dalam Tabel 5.1 di atas terdapat petunjuk yang jelas bahwa apa yang sudah dipelajari peserta didik di sekolah harus berguna bagi kehidupan sehari-hari peserta didik. Masalah yang terjadi di masyarakat digunakan sebagai pokok kajian/bahasan. 58

74 Pemanfaatan suatu ketrampilan untuk mata pelajaran lain dinyatakan secara eksplisit. Ketrampilan dalam ilmu ukur, misalnya, digunakan untuk menggambar, geografi dan biologi sedangkan kemampuan menggambar digunakan untuk geografi, sejarah, biologi, dan fisika. Konsep keterkaitan ketrampilan yang dikembangkan oleh satu mata pelajaran dan terkait dengan mata pelajaran lain memberikan petunjuk bahwa para pengembang rencana pelajaran tersebut memahami secara mendalam karakteristik materi kurikulum/pelajaran yang dinamakan ketrampilan. Pemahaman yang mendalam mengenai karaktersitik materi nilai ditunjukkan oleh pernyataan mengenai budi pekerti dimana disebutkan pendidikan budi pekerti terjalin dalam semua mata pelajaran dan dalam semua usaha sekolah. Sementara penguasaan pengetahuan yang bersifat berbeda dari materi ketrampilan dan nilai tidak dijalin dengan mata pelajaran lain karena memang sifat dari pengetahuan yang spesifik dan sulit digunakan untuk mempelajari materi pengetahuan mata pelajaran lain yang juga bersifat spesifik. Dari apa yang tersurat pada maksud dan tujuan, selain mencerminkan pemahaman yang mendalam dari para pengembang Rencana Pelajaran SMP 1954 tetapi juga mencerminkan konsep kurikulum modern. Indikasi yang ditunjukkan oleh maksud dan tujuan pada Rencana Pelajaran tersebut mencerminkan pengertian kurikulum bukan lagi sekedar daftar mata pelajaran. Jadi walau pun istilah yang digunakan adalah Rencana Pelajaran tetapi pengertian kurikulum yang digunakan adalah pengertian modern kurikulum. Dalam pengertian modern, kurikulum adalah suatu rancangan pendidikan yang dikembangkan dalam bentuk rencana, dilaksanakan dalam berbagai proses interaksi, untuk mempersiapkan peserta didik bagi kehidupannya sebagai anggota masyarakat/bangsa dan sebagai dirinya. Sedangkan mata pelajaran hanyalah sekedar organisasi materi kurikulum yang karena terlalu luas maka diikat dalam suatu kesatuan organisasi yang dinamakan mata pelajaran. Oleh karena itu, secara hakiki setiap mata pelajaran adalah bagian integral kurikulum dan bersifat saling menunjang antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Organisasi konten kurikulum dalam kemasan mata-mata pelajaran itu menyebabkan proses pembelajaran menjadi terkendali (manageable) dan terencana dengan baik. 59

75 Perlu dikemukakan bahwa dalam setiap mata pelajaran terdapat materi kurikulum yang sifatnya spesifik untuk suatu mata pelajaran dan materi kurikulum yang sifatnya umum dan untuk semua mata pelajaran. Materi kurikulum yang bersifat spesifik adalah pengetahuan. Pengetahuan terdiri atas pengetahuan tentang fakta, istilah, kategori atau klasifikasi, prinsip, generalisasi, teori, model, strukture, prosedur, cara-cara, pendapat, dan menggunakan sesuatu.materi kurikulum yang bersifat umum dan menjadi milik semua mata pelajaran berkenaan dengan kemampuan berpikir, berkomunikasi, menerapkan ketrampilan, cara kerja, nilai dan sikap, serta kebiasaan (Airasian, 2001). Prinsip yang digunakan dalam rumusan tujuan dan maksud pada tabel 5.1 di atas jelas memperlihatkan penerapan kedua kelompok materi kurikulum yang dikemukakan sebelumnya dengan baik. Berbagai ketrampilan dan nilai diterapkan pada berbagai mata pelajaran sedangkan pengetahuan yang spesifik mata pelajaran menjadi materi kajian untuk mata pelajaran terkait. Pendekatan yang digunakan untuk menyatakan keterkaitan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pendekatan yang dilakukan oleh Rencana Pelajaran SMP 1954 menempatkan keterkaitan antar mata pelajaran dalam rumusan maksud dan tujuan. Format lain yang dapat digunakan adalah merumuskan keterkaitan itu dalam elemen pengorganisasian (organizing element) seperti konsep, tema, ketrampilan dan nilai, atau lainnya. D. STRUKTUR RENCANA PELAJARAN DAN MATA PELAJARAN Struktur dan mata pelajaran yang terdapat dalam Rencana Pelajaran SMP tahun 1954 tercantum pada tabel berikut: Tabel 5.2: Ikhtisar Daftar Jam Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tahun

76 Kelompok I Bahasa II Ilmu Pasti III Pengetahuan Alam IV Pengetahuan Sosial V Pelajaran Ekonomi VI Pelajaran Ekspresi Mata Pelajaran Kelas dan JamPelajaran I II IIIA IIIB Bahasa Indonesia Bahasa Inggeris Bahasa Daerah Sub Jumlah Berhitung dan Aljabar Ilmu Ukur Sub Jumlah Ilmu Alam/Kimia Ilmu Hayat Sub Jumlah Ilmu Bumi Sejarah Sub Jumlah Hitung Dagang Pengetahuan Dagang Sub Jumlah Seni Suara Menggambar Pek. Tangan/Ker. Wanita Sub Jumlah VII Pendidikan Jasmani VIII Budi Pekerti (bukan mata pelajaran berdiri sendiri tapi terintegrasi dalam kegiatan semua mata pelajaran dan kegiatan sekolah) IX Agama Jumlah Rencana pelajaran SMP 1954 menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa mendapatkan alokasi waktu yang paling banyak (46 jam), diikuti oleh kelompok Ilmu Pasti (23 jam), Ilmu Alam (21 jam), Ekspresi (20 jam) dan Pengetahuan Sosial (18 jam). Alokasi waktu untuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris bahkan lebih tinggi dari mata pelajaran lainnya, lebih dari dua kali dari kelompok 61

77 lainnya.. Alokasi waktu tersebut dapat dimaknai sebagai prioritas yang diberikan terhadap pendidikan bahasa terutama bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris. Posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional amat penting dalam mengembangkan jati diri bangsa peserta didik dan oleh karenanya mereka harus memiliki kesempatan yang luas dalam menguasai bahasa persatuan tersebut. Bahasa Inggeris digunakan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik berkomunikasi dengan bangsa lain. Suatu yang mengundang pertanyaan adalah posisi bahasa daerah. Mata pelajaran bahasa daerah memang tidak berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia tetapi bahasa daerah adalah wahana bagi peserta didik untuk mengenal dirinya dan masyarakat terdekat lebih baik. Berdasarkan prinsip pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara (1977) maka pendidikan harus berakar pada budaya dan agama. Artinya, peserta didik seharusnya mendapatkan keleluasaan belajar bahasa daerah lebih besar dari alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum SMP Memang jika prinsip pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara ingin diterapkan maka pelajaran kebudayaan daerah yang didalamnya terdapat bahasa daerah, budaya dan nilai) menjadi nama mata pelajaran menggntikn nama bahasa daerah. Kelompok mata pelajaran ilmu pasti, pengetahuan alam, ekspresi, dan pengetahuan sosial diberikan alokasi waktu yang berimbang. Perbedaan antara satu dengan lainnya dalam keempat kelompok tersebut tidak terlalu mencolok jika dibandingkan dengan perbedaan keempatnya dengan kelompok mata pelajaran bahasa. Posisi kelompok ekspresi memang menarik karena kelompok ini diharapkan dapat mengembangkan kreativitas, kecerdasan emosional, rasa indah serta membangun keseimbangan antara ketiganya dengan kemampuan intelektual, kessimbangan antara perkembangan jasmani dan rokhani, memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan vokasional dan menggunakan waktu dengan kegiatan yang berguna. Oleh karena itu kelompok ekspresi mendapat alokasi waktu yang cukup. Ketiga kelompok lainnya, secara tradisional berkenaan dengan pengembangan kemampuan intelektual walau pun 62

78 pandangan itu tidak lagi dianut secara ketat oleh para pengembang kurikulum SMP E. KOMPONEN RENCANA PELAJARAN SMP 1954 Struktur Rencana Pelajaran SMP 1954 mirip dengan Rencana Pelajaran Sebagaimana sebelumnya, pendidikan SMP di kelas I dan II adalah pendidikan dasar tingkat menengah pertama kemudian dilanjutkan di kelas III dengan pendidikan spesialisasi yang dinamakan jurusan. Di kelas III dikenal ada jurusan A (sosial-ekonomi) dan B (Ilmu Pasti), sama seperti Rencana Pelajaran sebelumnya. Perubahan dalam ide kurikulum sangat sedikit. Perbedaan yang mendasar terutama dalam pemberian makna terhadap pendidikan jurusan dan konsekuensinya dalam beban belajar jurusan. Dalam pandangan tersebut untuk jurusan A diperlukan penguasaan bahasa Inggeris yang lebih baik sehingga jam pelajaran bahasa Inggeris untuk jurusan A ditambah dari 4 menjadi 5 jam. Demikian pula pelajaran sejarah untuk jurusan A ditambah dari 2 menjadi 3 jam. Sementara itu untuk jurusan B dirasakan perlu penambahan jam pelajaran untuk bidang terkait dengan jurusan B (Pasti-Alam) yaitu Ilmu Alam/Kimia ditambah dari 2 menjadi 5 jam sedangkan materi ilmu bumi dianggap tidak perlu terlalu banyak sehingga dikurangi dari 3 menjadi 2 jam. Konsekuensi dari pandangan yang berbeda tentang pendidikan jurusan menyebabkan beban belajar untuk kelas III lebih besar dibandingkan dari pendidikan dasar di kelas I dan II SMP. Tampaknya bagi para pengembang kurikulum, pendidikan spesialisasi dipandang sebagai pendidikan yang memerlukan pendalaman tertentu yang terkait dengan jurusan tersebut. Berdasarkan pandangan tersebut pula maka untuk setiap jurusan diberikan tambahan mata pelajaran baru yang dianggap perlu untuk memperkuat kemampuan peserta didik di masing-masing jurusan. Untuk jurusan A (Sosialekonomi) ada penambahan mata mata pelajaran Pengetahuan Dagang sedangkan pada jurusan B (Ilmu Pasti) ada penambahan mata pelajaran Ilmu Kimia yang di kelas I dan II dimasukkan dalam pelajaran Pengetahuan Alam tetapi di kelas III B ilmu Kimia diajarkan sebagai mata pelajaran berdiri sendiri. Pandangan mengenai 63

79 perlunya kajian yang lebih mendalam untuk beberapa mata pelajaran dan perlu adanya mata pelajaran baru menyebabkan jumlah jam belajar di kelas III menjadi lebih besar dibandingkan di kelas I dan II. Dalam Rencana Pelajaran SMP 1954 ditetapkan jam belajar sebagai berikut: jumlah jam belajar satu minggu untuk untuk kelas I dan II adalah 37 jam pelajaran terdiri atas hari Senin Rabu diberikan 7 jam pelajaran, hari Kamis dan Sabtu 6 jam pelajaran, sedangkan hari Jum at hanya diberikan 4 jam pelajaran. Sedangkan jumlah jam belajar untuk kelas III adalah 39 jam terdiri atas 7 jam pelajaran untuk hari Senin Kamis dan Sabtu sedangkan untuk hari Jum at tetap 4 jam pelajaran. Setiap hari disediakan 2 kali jam istirahat, masing-masing 15 menit kecuali pada hari Jum at hanya disediakan satu kali jam istirahat. Rencana Pelajaran SMP 1954 menyediakan petunjuk pelaksanaan pembelajaran setiap kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran, dan dinamakan Petunjuk Didaktik. Dalam petunjuk tersebut dikemukakan apa yang diharapkan dilakukan oleh para peserta didik dan bagaimana guru harus berbuat sehingga perilaku yang diharapkan dari peserta didik tadi dapat diwujudkan. Misalkan untuk kelompok bahasa maka peserta didik diharapkan dapat mengeluarkan pikiran dan perasaan secara lisan, ialah bercakap-cakap, bercerita, berpidato, menguraikan sesuatu, bersoal-jawab, menilpon dan sebagainya. Untuk itu guru harus memimpin prose belajar di kelas dengan: a. Memberikan kesempatan kepada murid untuk berlatih mengeluarkan pikiran dan perasaan secara lisan b. Latihan ini hendaklah berisi pula latihan percaya akan diri sendiri dan berani mengucapkan sesuatu sehingga tumbuh suatu peribadi yang bebas dan tahu harga diri c. Isi daripada yang diucapkan itu hendaklah tersusun secara logis sehingga ucapan itu menjadi teliti dan jelas. Bentuk ucapan itu (susunan kalimat dan pemakaian kata-kata) seperti yang lazim dalam Bahasa Indonesia d. Lancar atau tidak keluarnya ucapan itu tergantung pada latihan yang cukup e. Hal yang dijadikan pokok pembicaraan dapat diambil dari lapangan kehidupan masyarakat. Syarat yang harus dipenuhi ialah bahwa murid tahu betul-betul seluk-beluknya, sehingga murid biasa mengucapkan pikiran dan perasaan secara teliti dan lancar (Djawatan Pendidikan Umum Kementerian P.P dan K, 1954:6) 64

80 Petunjuk didaktik untuk ketrampilan berbahasa tulis dikemukakan adalah sebagai berikut: mengeluarkan pikiran dan perasaan secara tulisan ialah pada hakekatnya mengarang, yang terdiri dari membuat ceritera pendek, membuat laporan sesuatu kejadian, membuat surat, membuat ikhtisar, menyusun iklan, menyusun tilgram, dan sebagainya. a. Secara teliti dan lekas menuliskan buah pikiran, baru dapat setelah melewati latihan yang banyak. Berikan murid2 kesempatan yang cukup untuk berlatih b. Isi karangan hendaklah logis dan tersusun baik sehingga terang segala yang dimakud untuk membaca. Pakailah kalimat yag sederhana c. Bentuknya harus menurut jalan Bahasa Indonesia dan tertulis dalam ejaan yang teratur. Orientasi kurikulum pada kehidupan keseharian dan pemanfaatan apa yang sudah dipelajari terungkapkan dengan jelas dalam petunjuk didaktik setiap kelompok/ mata pelajaran. Dalam pelajaran bahasa Indonesia kegiatan belajar membuat surat, menyusun iklan dan menyusun telegram (pada masa itu telegram adalah komunikasi tertulis tercepat) menunjukkan orientasi kurikulum terhadap kehidupan keseharian. Dalam pelajaran bahasa Inggeris ada 9 petunjuk didaktik yaitu intonation, pronounciation, kepercayaan diri peserta didik 16, penggunaan gambar, cerita pendek, perbendaharaan kata yang terkait dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, kata digunakaan dalam konteks dan demikian juga tes, terjemahan dilakukan dari bahasa Inggeris ke bahasa Indonesia, dan pengenalan budaya. Jelas 9 petunjuk tersebut menekankan pada pemanfaatan bahasa dan kemampuan berbahasa keseharian. Lagipula kepercayaan peserta didik bahwa mereka mampu berbahasa Inggeris menjadi suatu dasar didaktik yang sangat kuat dan masih perlu dikembangkan pada masa kini. Banyak peserta didik yang sudah merasa tidak mampu ketika diminta membaca atau berbicara dalam 16 Kepercayaan diri dalam berbahasa asing adalah modal dasar untuk mampu berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Setiap orang yang mau mengungkapkan pikirannya dalam bahasa asing harus diawali dengan kepercayaan diri, dan berdasarkan kepercayaan diri yang dimilikinya yang bersangkutan menata pikirannya dalam struktur kalimat yang sesuai dengan kaedah bahasa terkait. Dengan kepercayaan diri itu pula yang bersangkutan memiliki keberanian untuk mengucapkan kalimat yang ada pada pikirannya. Oleh karena itu membangun kepercayaan diri peserta didik untuk mampu berbahasa Inggeris adalah petunjuk didaktik yang sangat fundamental, dan perlu diberlakukan bagi setiap orang yang belajar bahasa di luar bahasa ibunya. 65

81 bahasa Inggeris dan tentu saja sikap yang demikian penjadi penghambat dalam belajar bahasa dan belajar mata pelajaran mana pun. Dalam petunjuk didaktik mengenai Aljabar dikemukakan 4 pedoman. Pedoman nomor 3 menyebutkan taraf terakhir dalam pelajaran aljabar adalah pemecahan persamaan2 tersamar. Hendaklah dipilih soal-soal yang mengenai kehidupan sehari-hari dengan tidak terlalu hipotetis. Sedangkan dalam petunjuk didaktik keempat (d) dikemukakan hendaknya ada hubungan yang rapat antara aljabar dengan matapelajaran2 lainnya (umpamanya membaca grafik dalam aljabar merupakan suatu soal yang penting, karena besar hubungannya dengan matapelajaran2 lainnya). Orientasi pada kehidupan keseharian juga jelas terungkap pada petunjuk didaktik kelompok Pengetahuan Alam yang mengemukakan 8 petunjuk. Tujuh petunjuk berkenaan dengan cara belajar akkti dimana peserta didik belajar menemukan dalam suasana mmenarik perhatian, menimbulkan minat terutama untuk pengamatan dan penyelidikan sendiri. Petunjuk didaktik kedua menyebutkan bahan pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga murid-murid mengetahui penggunaannya dalam prraktek hidup seharihari. (Dokumen Rencana Pelajaran SMP, hal40). Dalam kelompok Pengetahuan Sosial terdapat petunjuk didaktik yang terpisah untuk mata pelajaran Ilmu Bumi dan Sejarah. Ilmu Bumi memiliki petunjuk sebanyak 4 buah sedangkan sejarah memiliki petunjuk sebanyak 13 buah. Petunjuk Ilmu Bumi yang pertama berkenaan dengan keeterkaitan antara Ilmu Bumi dan Sejarah dimana dikatakan ilmu sejarah mempelajari riwayat hidup manusia, ilmu Bumi mempelajari keadaan manusia pada suatu waktu. Oleh karena itu kedua mata pelajaran ini harus diajarkan dalam hubungan yang erat. Tampaknya istilah hubungan yang erat sama maksdunya dengan correlated curriculum content. Tidak seperti mata pelajaran kelompok bahasa, ilmu pasti dan ilmu alam yang menyatakan secara keterkaitan dan pemanfaatan mata pelajaran dalam kehidupan sehari-hari peserta didik secara eksplisit, tidak demikian halnya dengan petunjuk didaktik ilmu bumi. Tidak ada pernyataan eksplisit tentang hal tersebut dan mungkin hal ini disebabkan karena dalam makksud dan tujuan sudah dinyatakan 66

82 bahwa kelompok Pengetahuan Sosial membangun akan keinsyafan kewarganegaraan dalam suatu negara yang demokratis dan membangun keinsyafan nasional, bebas dari segala perasaan kebangsaan yang sempit. Pernyataan ini tampaknya sudah cukup mewakili orientasi pelajaraan sosial kepada kehidupan keseharian. Dalam petunjuk didaktik mata pelajaran sejarah terdapat pernyataan yang menunjukkan perlunya keterkaitan mata pelajaran sejarah dengan kehidupan sehari-hari. Dalam petunjuk didaktik nomor 2 disebutkan harus diinsyafi oleh murid2 bahwa nasib dan kebahagiaan tanah air dan bangsa kita bergantung kepada sifat-sifat dan cita2 mereka (pelaku sejarah, pen.), dengan kata-kata lain: kita bertanggung jawab dan ikut serta dalam pembentukan masyaraat dikemudian hari, dan pada petunjuk didaktik nomor 5 dikatakan sejarah bukan rentetan fakta-fakta belaka, tetapi harus diinsyafi sebab-musabab dan akibatnya bagi masyarakat. Oleh karena itu pendekatan rekonstruksi yang selalu mengkaitkan pendidikan dengan masalah sosial dan kehidupan peserta didik di masyarakat sangat kental digunakan dalam kurikulum SMP Setiap kelompok mata pelajaran atau mata pelajaran memiliki tujuan dan petunjuk didaktik, diikuti dengan tabel atau matriks yang berisikan kolom kelas, jumlah jam pelajaran per minggu, pokok/bagian dari pelajaran, pelajaran dan keterangan. Walau pun berbeda dan terutama ketiadaan kolom evaluasi atau asesmen hasil belajar pada dasarnya format ini mirip dengan format Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yaang digunakan kurikulum 1975, 1984 dan Dalam kolom keterangan terdapat informasi mengenai buku yang digunakan untuk pokok/bagian dan pelajaran tertentu. 67

83 KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE LAMA ( ) A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN Pada tahun 1959 Indonesia mengalami perubahan politik yang sangat mendasar ketika UUD tahun 1950 dinyatakan tidak lagi berlaku dan Indonesia kembali menggunakan UUD Proses pengembalian penggunaan UUD 1945 tersebut dinyatakan dalam dekrit Presiden Soekarno pada tahun Bersamaan dengan kembali ke UUD 1945 Presiden Soekarno memperkenalkan konsep kehidupan bangsa yang baru yaitu Manipol Usdek (Manipol = Manifesto Politik ; USDEK = Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Dengan Manipol Usdek maka semua aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan haruslah disesuaikan dengan konsep baru itu termasuk pendidikan. Menanggapi perubahan politik yang terjadi maka Menteri Muda Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Dr Prijono (Priyono) mengeluarkan instruksi pada tanggal 17 Agustus 1959 yang terkenal dengan nama Sapta Usaha Tama (Tujuh Usaha Utama). Dalam konsideran instruksi Sapta Usaha Tama disebutkan sesudah Presiden/Panglima Tertinggi pada tanggal 5 Juli 1959 mendekritkan, bahwa bangsa Indonesia kembali kepada Undang-undang Dasar 45, maka sudah sewajarnyalah, bahwa kaum pendidik dan para pelajarnya wajib memiliki kembali semangat dan jiwa proklamasi untuk dapat memberi contoh kepada seluruh masyarakat (Sastradinata, Sjamsuddin, Hasan, 1993:200). Selanjutnya dikatakan bahwa para pendidik harus sanggup menjadi pelopor dari perubahan jiwa dan sikap bangsa. Kemudian ditetapkan untuk menjelmakan maksud di atas saya umumkan tindakan-tindakan jangka pendek yang segera harus dikerjakan dalam lingkungan Kementerian P.P. dan K. dan dalam masyarakat, yang saya namakan SAPTA USAHA TAMA, sebagai berikut: 1. penertiban aparatur dan usaha-usaha Kementerian P.P. dan K. 68

84 2. menggiatkan kesenian dan olah raga 3. mengharuskan usaha halaman, 4. mengharuskan penabungan, 5. mewajibkan usaha-usaha koperasi, 6. mengadakan Klas masyarakat 7. membentuk Regu Kerja di kalangan SLA dan universitas (Sastradinata, Sjamsuddin, Hasan, 1993: ) Sapta Usaha Tama adalah program jangka pendek Menteri. Sekolah sudah harus menerapkan kegiatan nomor 2, 3, 4 dan 5 untuk SD dan SMP sedangkan SMA dan universitas ditambah dengan Usaha Tama nomor tujuh. Dua tahun setelah itu terjadi perubahan kabinet dan Dr Prijono menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Dalam Kabinet Kerja III, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dengan Prof Dr Prijono sebagai menterinya. Selanjutnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan 17 Dr Prijono mengeluarkan instruksi baru yang dinamakan yaitu Instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan nomor 2 yang dikenal dengan nama Panca Wardhana (Pantja Wardhana) pada tanggal 17 Agustus Panca Wardhana adalah tindak lanjut dari instruksi Sapta Usaha Tama. Dalam instruksi tentang Panca Wardhana tahun 1961 tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (PDK) menegaskan: (1) Pantjasila dengan Manipol sebagai pelengkapnja, sebagai asas pendidikan nasional (2) Menetapkan Pantja Wardhana sebagai sistem pendidikan yang berisikan prinsip-prinsip: 17 Pada waktu itu terdapat 2 kementerian yaitu Kementerian Pendididkan Dasar dan Kebudayaan dan Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Dr Prijono adalah Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan sedangkan Prof.Dr. Ir. Thajib Hadiwidjaja adalah Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. 69

85 a. perkembangan tjinta bangsa dan tanah-air, moral nasional/internasional/ keagamaan; b. perkembangan ketjerdasan; c. perkembangan emosil-artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahirbatin, d. perkembangan keprigelan atau keradjinan tangan; e. perkembangan djasmani. (3) Menjelenggarakan hari Krida atau hari untuk kegiatan-kegiatan dalam lapangan kebudayaan, kesenian, olahraga dan permainan pada tiap-tiap hari Sabtu. Terlepas dari suasana dan pengaruh politik yang melahirkan instruksi Pantja Wardhana tersebut tetapi apa yang dinyatakan dalam ketetapan titik 2.a, 2.b, 2.c, 2.d, dan 2.e instruksi tersebut merupakan inti ketetapan yang sarat dengan pemikiran pendidikan, bersesuaian pula dengan konsep cipta, rasa, dan karsa yang dianjurkan Ki Hajar Dewantara. Berbagai potensi peserta didik (kecerdasan, emosional, ketaqwaan, ketrampilan, dan kesegaran jasmani) menjadi kepedulian pendidikan. Cinta tanah air dan bangsa pada generasi baru bangsa dan yang nantinya menjadi warganegara sudah seharusnya menjadi tugas pendidikan yang sama dengan tugas mengembangkan potensi peserta didik dalam ranah lainnya. Sedangkan ketetapan dalam titik 3 memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan minat mereka dalam seni, budaya, dan berbagai permainan tetapi juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan berbagai ketrampilan dan sikap yang diperoleh di kelas. Sebaliknya, sikap dan nilai-nilai yang diperoleh peserta didik dari kegiatan seni, budaya dan permainan (sebagai produk budaya) akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar mereka di kelas dan sekolah. Antara kedua wilayah tersebut terjadi kesinambungan yang saling memperkuat yang memperkuat pengembangan sikap dan nilai serta ketrampilan seni dan pengetahuan tentang nama, peraturan, dan cara main. 70

86 B. RENCANA PELAJARAN SMP GAYA BARU Sejalan dengan perubahan politik dan kebijakan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka terjadi perubahan kurikulum SMP (juga kurikulum SD dan SMA). Pada bulan Agustus 1962 pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP menggantikan kurikulum SMP Kurikulum SMP tahun 1962 dihasilkan oleh Rapat Kerja Para Pengawas SMP seluruh Indonesia di Tugu dari tanggal 3 10 Juli 1962 (Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964). Pertemuan para pengawas SMP seluruh Indonesia tersebut dilakukan di Yogya (1-9 Oktober 1961), pertemuan kedua di Tugu (21 Nopember 4 Desember 1961), pertemuan ketiga di Yogya (15-25 Januari 1962) dan pertemuan keempat di Tugu (3 10 Juli 1962). Pertemuan terakhir di Tugu dianggap menghasilkan naskah final kurikulum baru (1962) untuk SMP dan wajib dilaksanakan di seluuruh Indonesia mulai tanggal 1 Agustus Pada tanggal 7 13 Juli 1963 dilakukan Rapat Kerja Pengawas SMP seluruh Indonesia di Tawangmangu. Rapat kerja Tawangmangu membahas Rencana Pelajaran baru SMP dan pelaksanaannya di seluruh Indonesia selama tahun ajaran 1962/1963. Selain membahas laporan pelaksanaan kurikulum SMP yang dihasilkan di Tugu pada tahun 1962, Rapat Kerja Para Pengawas SMP di Tawangmangu masukan dari Pembantu Menteri bidang Pendidikan, Direktorium Jawatan Pendidikan Umum, gagasan dari Urusan Pendidikan Menengah Umum Tingkat Pertama, saran dari para pengawas SMP, dan saran dari berbagai urusan di lingkungan Jawatan Pendidikan Umum. Rapat Kerja para pengawas SMP seluruh Indonesia di Tawangmangu tersebut menghasilkan dokumen Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru. Kata Pengantar Dokumen Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru ditandatangani oleh Kepala Urusan Pendidikan Menengah Umum Tingkat Pertama, Zainuddin, di Jakarta pada tanggal 13 Juli 1963 (Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964) Selain perubahan politik, perubahan dalam pandangan mengenai fungsi pendidikan yang dilaksanakan suatu sekolah pada jenjang tertentu turut menentukan perubahan kurikulum. Tentu tidak dapat disangkal bahwa perubahan politik memberikan pengaruh terhadap pandangan pendidikan yang harus 71

87 dikembangkan dan pada gilirannya kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap kurikulum. Hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada kejadian dimana faktor politik tidak berpengaruh terhadap pandangan pendidikan dan kedua faktor tersebut (politik dan pandangan pendidikan) secara bersama-sama tidak memberikan dampak terhadap terjadinya perubahan kurikulum. Oleh karena itu kenyataan perubahan politik dan perubahan pandangan pendidikan berpengaruh terhadap perubahan kurikulum adalah suatu keadaan yang tak mungkin dihindari dalam konteks politik mana pun di negara mana pun. Dalam Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964 disebutkan bahwa perubahan kurikulum tersebut disebabkan adanya TAP MPRS nomor II/MPRS/1960, instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tentang Sapta Usaha Tama dan Panca Wardhana, dan Haluan Negara. Kurikulum SMP 1962 dan kemudian diperbaiki menjadi Kurikulum SMP Gaya Baru berubah dalam struktur kurikulum dibandingkan Kurikulum SMP Perubahan pertama adalah penghapusan terhadap penjurusan yang dikenal dalam kurikulum SMP 1954 dan sebelumnya. Pembagian jurusan di kelas III SMP yang terbagi atas jurusan A (sosial-budaya) dan B (ilmu Pasti) pada kurikulum SMP 1954, ditiadakan oleh kurikulum SMP Gaya Baru. (Kosoh, Sjamsuddin, Hasan, 1993:96). Penghapusan jurusan A dan B pada kelas III SMP didasarkan pada pandangan pedagogik bahwa pendidikan SMP bukan pendidikan disiplin ilmu dan lagipula masyarakat belum memerlukan tenaga kerja tamatan SMP yang memiliki spesialisasi yang dikembangkan pada jurusan di kelas III SMP. Tamatan SMP yang bekerja tidak ditempatkan berdasarkan jurusan yang mereka ikuti pada waktu SMP. Oleh karena itu, adanya jurusan tersebut tidak memberikan nilai apa pun bagi peserta didik baik dari segi keilmuan mau pun dari pemanfaatan di masyarakat. Lagipula, pada tingkat SMP dikenal adanya berbagai sekolah kejuruan yang memberikan berbagai ketrampilan vokasional yang diperlukan masyarakat (Sekolah Kepandaian Keputrian Pertama = SKKP; Sekolah Teknik = ST; Sekolah Menengah Ekonomi Pertama = SMEP, dan sebagainya). 72

88 Struktur kurikulum SMP Gaya Baru didasarkan pada konsep Panca Wardhana. Struktur kurikulum terdiri atas kelompok dasar, cipta, rasa/karya, dan krida. Kelompok dasar adalah untuk mengembangkan wardhana pertama yaitu pengembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/ internasional/ keagamaan; kelompok cipta untuk mengembangkan wardhana kecerdasan; kelompok rasa/karya untuk mengembangkan wardhana emosional-artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir-batin; kelompok krida untuk mengembangkan wardhana keprigelan atau kerajinan tangan; sedangkan pendidikan jasmani untuk mengembaangkan wardhana perkembangan jasmani. Pengelompokkan ini diikuti dengan pengelompokkan mata pelajaran. Masa antara atau disebut juga Masa Orde Lama adalah awal pengaruh politik yang semakin kuat dalam pendidikan di Indonesia, melebihi pengaruh politik terhadap kurikulum yang terjadi pada masa sebelumnya. Pada masa ini ideologi negara menjadi mata pelajaran dalam kurikulum setiap sekolah dengan tujuan untuk membekali peserta didik dengan dasar-dasar filosofi bangsa dan ideologi politik yang dianut oleh pemerintah. Mata pelajaran civics diperkenalkan dan menjadi mata pelajaran utama, menjadi mata pelajaran yang memiliki tugas untuk mengemban amanat pendidikan ideologi bangsa, dikelompokkan dalam kelompok wardhana pertama yaitu perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasiona/internasional/keagamaan. Dalam mata pelajaran civics dibahas ideologi politik pemerintah sebagai landasan manusia baru Indonesia sehingga civics harus ditempatkan dalam wardhana pertama dan menjadi mata pelajaran bagi seluruh peserta didik (dari SD sampai ke sekolah di atas SMP). Selain mata pelajaran Civics, dalam kelompok wardhana pertama yang disebut Kelompok Dasar, terdapat mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sejarah Kebangsaan, Ilmu Bumi Indonesia, Pendidikan Agama/Budi Pekerti (Sejarah Nasional Indonesia jilid VI:278; Kosoh, Sjamsuddin, dan Hasan, 1993:96; Departemen Pendidikan Nasional, 1996:129). Mata pelajaran Pendidikan Jasmani/Kesehatan dimasukkan sebagai bagian dari Kelompok Dasar walau pun pendidikan jasmani berkenaan dengan pengembangan wardhana kelima. Jelas tujuan kelompok 73

89 pertama wardhana yaitu Kelompok Dasar adalah untuk membangun kesadaran sebagai satu bangsa dan pengetahuan serta kesadaran akan ideologi bangsa. Bangsa baru haarus memperhatikan generasi muda yang akan meneruskan perjuangan ideologi para pemimpin bangsa pada waktu itu. Dalam Kelompok Cipta terdapat mata pelajaran Bahasa Daerah, Bahasa Inggeris, Ilmu Aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi Dunia, Sejarah Dunia, dan ilmu Administrasi. Kelompok Cipta adalah kelompok yang memberikan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pengetahuan yang dipelajari dalam berbagai mata pelajaran dalam Kelompok Cipta merupakan bahan utama untuk menggerakkan kemampuan otak dalam ranah kognitif (mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, menilai, dan menciptakan pengetahuan baru). Suatu hal yang tidak jelas adalah alasan mengapa mata pelajaran Bahasa Daerah masuk dalam Kelompok Citra dan bukan dalam kelompok Dasar padahal bahasa Daerah merupakan medium pendidikan yang dapat mengembangkan rasa kebangsaan menjadi lebih kuat. Mungkin ada kekhawatiran bahwa pengajaran Bahasa Daerah disalahgunakan untuk pengembangan perasaan kedaerahan yang berlebihan sehingga dapat membahayakan persatuan nasional. Pertimbangan lainnya mungkin karena hanya beberapa daerah saja di Indonesia yang menghendaki adanya pengajaran Bahasa Daerah sehingga akan sangat janggal apabila Bahasa Daerah ada dalam Kelompok Dasar yang berlaku untuk seluruh peserta didik dan di wilayah atau komunitas masyarakat mana pun. Apalagi jika diingat bahwa SMP di daerah perkotaan melayani masyarakat yang berasal dari berbagai kelompok etnis dan pemakai bahasa daerah yang beragam sehingga akan menimbulkan banyak kesulitan teknis. Dalam kelompok Cipta mata pelajaran matematika tidak dikenal. Secara tradisional, sebagaimana diwariskan Belanda yang dikenal adalah kelompok ilmu Pasti bukan matematika. Dalam kelompok ini terdapat mata pelajaran ilmu Aljabar dan ilmu Ukur. Pemikiran bahwa pendidikan haruslah berdasarkan disiplin ilmu dan diberi label sebagaimana label disiplin ilmu (menurut pandangan filosofi esensialisme) belum berkembang sepenuhnya. Pada masa belakangan 74

90 ketika pandangan filosofis perenialisme semakin kuat pengaruhnya dalam pengembangan kurikulum maka pemikiran pendidikan disiplin ilmu semakin menjadi andalan sejak dari SD sampaai ke SMA. Sesuai dengan pandangan perenialisme maka label untuk pendidikan disiplin ilmu tidak perlu menggunakan nama resmi disiplin ilmu yang bersangkutan dan penggabungan beberapa disiplin ilmu diperkenankan. Pendekatan perenialisme yang memperkenankan penggabungan berbagai disiplin melahirkan label mata pelajaran seperti IPA dan IPS. Dalam kelompok Rasa/Karsa terdapat mata pelajaran Menggambar, Kesenian, Prakarya, dan Kesejahteraan Keluarga. Kelompok mata pelajaran ini jelas bertujuan mengembangkan perasaan yang halus dan kemampuan berkreasi yang tinggi. Keejahteraan Keluarga tidak terbatas pada kesejahteraan ekonomi tetapi teutama pada kesejahteraan batin, kesehatan, dan pembinaan generasi muda dalam membentuk kperibadian. Oleh karena itu adalah wajar jika Kesejahteraan Keluarga menjadi mata pelajaran dalam kelompok Rasa/Karsa. Sedangkan kedudukan mata pelajaran lain seperti Menggambar, Kesenian, Prakarya dalam kelompok Rasa/Karsa adalah amat jelas. Dalam kelompok wardhana keempat yaitu Ketrampilan terdaapat mata pelajaran Krida. Mata pelajaran Krida memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik SMP untuk mengembangkan diri dan kepribadiannya. Banyak nilai yang dapat dikembangkan dalam mata pelajaran Krida. Perbedaan ide kurikulum yang berbeda antara kurikulum SMP Gaya Baru dengan kurikulum SMP tahun 1950 dan 1954 adalah mengenai posisi mata pelajaran dalam kurikulum. Dalam kurikulum sebelumnya kurikulum tidak dianggap identik dengan daftar mata pelajaran dan mata pelajaran adalah organisasi konten kuurikulum berdasarkan kedekatan materi/bahan ajar. Oleh karena itu suatu mata pelajaran dapat mengembangkan materi ajar dari mata pelajaran lain seperti materi budi pekerti yang tidak dijadikan mata pelajaran tetapi materi budi pekerti dikembangkan dalam setiap mata pelajaran lain. Pemikiran yang mmendasari ide kurikulum SMP tahun 1954 mencerminkan pandangan kurikulum modern, tidak lagi dianut dalam kurikulum SMP Gaya Baru atau terkadang disebut juga dengan 75

91 nama kurikulum Panca Wardhana. Setiap mata pelajaran memiliki materi pelajaran yang hanya dikembangkan oleh mata pelajaran tersebut dan tidak berbagi dengan mata pelajaran lain. Materi pelajaran budi pekerti yang dekat dengan pendidikan Agama digabungkan menjadi satu mata pelajaran dengan menggunakan label Pendidikan Agama/Budi Pekerti. Materi kesehatan yang seharusnya dapat dikembangkan dalam berbagai mata pelajaran menjadi tanggungjawab mata pelajaran pendidikan Jasmani sehingga dinamakan Pendidikan Jasmani/Kesehatan. Tampaknya pandangan kurikulum yang demikian masih berlaku sampai kini. Konten kurikulum yang terdiri atas pengetahuan, kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotorik tidak mendapat perlakuan yang seimbang. Konten kurikulum yang mendaptkan pertimbangan utama adalah konten pengetahuan ( tentang fakta, istilah, lambang, prosedur, kemampuan, nilai, sikap dan sebagainya) dan bersifat sangat spesifik milik suatu disiplin ilmu atau gabungan disiplin ilmu yang dijadikan mata pelajaran. Konten yang bersifat ketrampilan (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang bersifat dasar/fundamental dan tidak spesifik milik disiplin ilmu tidak mendapatkan perlakuan yang selayaknya. Padahal, pada hakekatnya konten kurikulum yang bersifat ketrampilan akan menyebabkan peserta didik mampu belajar sepanjang hayat, berpikir kritis dan kreatif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kebiasaan belajar yang tinggi, sikap yang positif dan produktif, dan menjadi kemampuan dasar yang mampu mendorong seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya sepanjang hayat. Konten kurikulum yang demikian memberikan kemampuan kepada peserta didik mengolah berbagai informasi yang terdapat pada pengetahuan dan menghasilkan pengetahuan baru dari hasil olahan kemampuan kognitif. Konten kurikulum yang demikian memberikan pula dorongan kepada peserta didik untuk mengembangkan rasa ingin tahu, kebiasaan membaca dan belajar. Dengan konten kurikulum seperti itu menjadikan peserta didik manusia yang mampu mengembangkan segala potensi kemanusiaannya dan bukan mesin penghapal pengetahuan. 76

92 Oleh karena perubahan ide kurikulum yang terjadi pada kurikulum SMP Gaya Baru terkait pada pengaruh aspek politik dan juga berkenaan dengan aspek akademis ide kurikulum. Penciutan pengertian konten kurikulum hanya pada aspek pengetahuan menyebabkan desain dan organisasi konten kurikulum menjadi terbatas pada desain kurikulum akademik dan organisasi konten yang teoritik keilmuan. Pengaruh lebih lanjut adalah pada pengertian hasil belajar yang terkerdilkan menjadi hapalan tentang pengetahuan, ketrampilan, dan sikap bukan pada perilaku yang didasarkan pada sikap yang harus dikembangkaan kurikulum mau pun pada ketrampilan dalam menerapkan berbagai prosedur, kemampuan memecahkan masalah, berkomunikasi, kebiasaan membaca, rasa ingin tahu, dan ketrampilan belajar. C. TUJUAN PENDIDIKAN SMP Dalam Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964 disebutkan tujuan pendidikan SMP adalah sebagai berikut: Pendidikan di SMP harus menyiapkan anak-didik menjadi warganegara patriotik, manusia susila, bertanggungjawab, supaya menjadi potensi pembangunan masyarakat Sosialis Indonesia, masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dasar idiologis tujuan pendidikan di atas adalah bahwa pendidikan harus berazaskan Pancasila dengan pelengkapnya Manipol (Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964). Revolusi masih dianggap belum selesai dan dalam suasana yang demikian maka tujuan pendidikan sebagaimana yang dirumuskan di atas merupakan suatu yang sangat beralasan. D. MATA PELAJARAN RENCANA PELAJARAN SMP GAYA BARU Sebagaimana telah dikemukakan di atas, mata pelajaran dalam kurikulum SMP Gaya Baru dikelompokkan berdasarkan kelompok ranah wardhana yang terdapat pada Panca Wardhana kecuali kesehatan jasmani yang disatukan dalam kelompok Dasar atau cinta bangsa tanah air, moral nasional/internasional/keagamaan. Sesuai dengan Panca Wardhana, selain kelompok Dasar dikenal adanya kelompok 77

93 Cipta dan kelompok Krida. Kelompok Cipta merupakan kelompok paling besar baik dalam pengertian jumlah mata pelajaran mau pun dalam beban belajar. Kelompok Dasar adalah kelompok kedua terbesar sedangkan kelompok krida adalah kelompok yang memiliki mata pelajaran tunggal. Selengkapnya, struktur dan pesebaran mata pelajaran serta beban belajar kurikulum SMP Gaya Baru adalah sebagai berikut: Tabel 6.1: Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru Kelompok A Kelompok Dasar B Kelompok Cipta Mata Pelajaran Kelas dan JamPelajaran I II III Civics Bahasa Indonesia Sejarah Kebangsaan Ilmu Bumi Indonesia Pendidikan Agama/Budi Pekerti Pendidikan Jasmani/Kesehatan Sub Jumlah Bahasa Daerah Bahasa Inggeris Ilmu Aljabar Ilmu Ukur Ilmu Alam Ilmu Hayat Ilmu Bumi Dunia Sejarah Dunia Ilmu Administrasi Sub Jumlah C Kelompok Menggambar

94 Kelompok Rasa/Karya D Krida Mata Pelajaran Kelas dan JamPelajaran I II III Kesenian Prakarya Kesejahteraan Keluarga Sub Jumlah Krida Jumlah Orientasi kurikulum yang kuat pada kepentingan politik telah menyebabkan kurikulum tidak mampu mengembangkan berbagai prinsip pendidikan yang dasar dan telah diggunakan serta dikembangkan dalam kurikulum sebelumnya (Rencana Pelajaran SMP 1954). Keterkaitan antar materi pelajaran, terutama materi kelompok ketrampilan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain sudah tidak lagi menjadi pendekatan yang digunakan dalam kurikulum SMP Materi suatu mata pelajaran dirancang hanya untuk mata kuliah tersebut dan tidak dikaitkan dengan mata pelajaran lainnya. Pendekatan konten kurikulum suatu mata pelajaran yang khusus dan terpisah dari mata pelajaran lainnya yang dilakukan kurikulum SMP 1962 menjadi awal dalam sejarah pengembangan kurikulum SMP. Pendekatan yang demikian dianggap sebagai pendekatan terbaik oleh banyak para akhli ilmu pengetahuan (Tanner dan Tanner, 1980; Unruh dan Unruh, 1984). Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir intelektual dan kemampuan berpikir rasional. Kedua kemampuan ini hanya dapat dikembangkan melalui pendidikan disiplin ilmu karena disiplin ilmu memiliki cara berpikir intelektual yang rasional dan sistematis. Disiplin ilmu pula yang dapat membebaskan orang dari cara berpikir dan orientasi berpikir yang tidak logis. 79

95 Filosofi esensialisme yang menyatakan bahwa pendidikan disiplin ilmu dalam dunia pendidikan harus dilaksanakan sesuai dengan hakekat ilmu itu sendiri. Nama mata pelajaran pun harus disesuaikan dengan nama disiplin ilmu. Penggabungan beberapa disiplin ilmu menjadi nama satu mata pelajaran sangat ditentang oleh filosofi esensialisme walau pun diperkenankan oleh filosofi perenialisme. Nama-nama mata pelajaran yang terdapat dalam Kurikulum SMP 1962 sseperti sejarah, ilmu bumi, ilmu aljabar, ilmu alam, ilmu hayat dan sebagainya jelas menunjukkan orientasi kurikulum pada filosofi esensialisme. Pengaruh politik yang kuat terlihat pada mata pelajaran kelompok dasar terutama mata pelajaran civics, sejarah, ilmu bumi. Untuk mata pelajaran Civics peserta didik mempelajari berbagai pidato Presiden, manusia sosialisme Indonesia, Manipol, revolusi Indonesia termasuk musuh-musuh revolusi. Materi mata pelajaran sejarah berkewajiban untuk mewujudkan dan memperteguh cita-cita revolusi bangsa Indonesia. Oleh karena itu pengajaran Sejarah Kebangsaan haruslah (a) Proklamasi- sentris dan (b) ber-eskatologi masyarakat sosialis Indonesia. Dalam kewajiban untuk mewujudkan dan memperteguh cita-cita revolusi Indonesia, materi pelajaran ilmu bumi Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat sosialisme Indonesia. 80

96 KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU ( ) A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN Masa Pemerintahan Orde Baru adalah masa yang ditandai oleh berbagai kebijakan pendidikan yang disesuaikan dengan tuntutan politik Orde Baru yang anti komunisme, perkembangaan dalam teori belajar yang menekankan pada kegiatan ssiwa yaang aktif dalam belajar, pendekatan kurikulum yaang digabungkan dengan model desain instruksional. Perkembangan politik dan akademik yang demikian menghasilkan berbagai kurikulum selama masa hampir 30 tahun tersebut. Dimulai dengan kurikulum 1968 sebagai kurikulum yang dirancang untuk mengikis pengaruh komunisme dalam dunia pendidikan dan merupakan awal penggunaan istilah kurikulum dalam dunia pendidikan Indonesia, dilanjutkan dengan kurikulum 1975 yang merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang secara resmi memperkenalkan istilah pendekatan integrated curriculum yang melahirkan mata pelajaran IPA sebagai pengganti kelompok Ilmu Alam dan mata pelajaran IPS yang menggantikan mata pelajaran Pengetahuan Sosial dalam Rencana Pelajaran Pada kurun waktu hampir 10 tahun Kurikulum 1975 digantikan oleh Kurikulum 1984 yang menggunakan model kurikulum yang sama dengan kurikulum SMP sebelumnya tetapi mengalami perubahan pada kurikulum SMA dimana pendekatan discrete disciplinary approach diperkenalkan kembali. Sepuluh tahun kemudian yakni pada tahun 1994, kurikulum SMP diganti dengan kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum Beberapa perubahan dalam pendekatan kurikulum terjadi tetapi masih menyesisakan berbagai masalah terkait jika dilihat dari organisasi konten kurikulum yang menggunakan pendekatan integrated dan posisi pendidikan ketrampilan (skills) masih belum mendapatkan tempat yang sesuai dengan karakteristik materi ketrampilan yang bersifat developmental. Demikian pula halnya dengan materi yang termasuk kategori nilai/sikap masih belum berhasil dikembangkan sesuai dengan hakekat nilai/sikap yang juga termasuk kelompok developmental content. 81

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun tidak lepas dari intrik-intrik politik dan memiliki tujuan didalamnya, hal yang pada awalnya

Lebih terperinci

STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA

STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA Sangkot Nasution Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SumateraUtara Abstrak: Tujuan dari sekolah yang didirikan oleh Zending adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan akan membawa perubahan sikap, perilaku, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Perjalanan sejarah hidup umat manusia tidak terlepas dari proses pendidikan yang menjadi salah satu kebutuhan dari setiap manusia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu upaya bagi manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan, dan berbagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO...

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

LANDASAN FILOSOFI KURIKULUM 2013

LANDASAN FILOSOFI KURIKULUM 2013 LANDASAN FILOSOFI KURIKULUM 2013 CURRICULUM IS A PRODUCT OF ITS TIME... CURRICULUM RESPONDS TO AND IS CHANGED BY SOCIAL FORCES, PHILOSOPHICAL POSITIONS, PSYCHOLOGICAL PRINCIPLES, ACCUMULATING KNOWLEDGE,

Lebih terperinci

PERANAN PEMUDA DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA TAHUN

PERANAN PEMUDA DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA TAHUN PERANAN PEMUDA DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA TAHUN 1908 1928 SKRIPSI Oleh Citra Yuliyanti Eka Pertiwi NIM 080210302021 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru

A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru BAB I PENDAHULUAN A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan. dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan saat ini ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan. dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan saat ini ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan Pendidikan sudah dimulai sejak adanya manusia. Pendidikan itu diperoleh dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129a/U/2004 TENTANG BIDANG PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Imam Gunawan Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang undangan sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang udangan yang bertingkat,

Lebih terperinci

KAJIAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

KAJIAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN Prof. DR. M.S. BARLIANA, MPd, MT. KAJIAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN TA 312 semester DUA Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia 1 M.S. BARLIANA PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Adela Siahaan dan Siti Jubaedah Pendidikan Sejarah, FKIP-UNRIKA

Adela Siahaan dan Siti Jubaedah Pendidikan Sejarah, FKIP-UNRIKA REFLEKSI POSISI PENDIDIKAN SEJARAH DALAM KEBIJAKAN KURIKULUM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Adela Siahaan dan Siti Jubaedah Pendidikan Sejarah, FKIP-UNRIKA Email: delaningrat@gmail.com A. Abstrak

Lebih terperinci

Pertemuan I. Isniatun Munawaroh, M.Pd

Pertemuan I. Isniatun Munawaroh, M.Pd Pertemuan I Isniatun Munawaroh, M.Pd PENGERTIAN KURIKULUM Berawal dari currere yang diartikan sebagai lintasan pacu untuk perlombaan lari, istilah kurikulum kemudian digunakan dalam pendidikan dengan.

Lebih terperinci

PENGANTAR KULIAH. Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Oleh: Mustofa

PENGANTAR KULIAH. Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Oleh: Mustofa PENGANTAR KULIAH Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Oleh: Mustofa Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi Deskripsi Mata Kuliah Mendiskripsikan teori, hakikat dan stategi pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I. Apabila suatu bangsa tidak mengembangkan sumber-sumber manusianya, maka bangsa tersebut tidak akan dapat mengembangkan sistem politik,

BAB I. Apabila suatu bangsa tidak mengembangkan sumber-sumber manusianya, maka bangsa tersebut tidak akan dapat mengembangkan sistem politik, BAB I A. Latar Belakang Depdiknas RI dalam Tri Widiarto (2003:5) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

Lebih terperinci

BAB II PENDIDIKAN DAN KEDUDUKAN SOSIAL GURU-GURU DI JAWA PADA AWAL ABAD XX. A. Pendidikan di Kalangan Bumiputera di Jawa pada Awal Abad XX

BAB II PENDIDIKAN DAN KEDUDUKAN SOSIAL GURU-GURU DI JAWA PADA AWAL ABAD XX. A. Pendidikan di Kalangan Bumiputera di Jawa pada Awal Abad XX BAB II PENDIDIKAN DAN KEDUDUKAN SOSIAL GURU-GURU DI JAWA PADA AWAL ABAD XX A. Pendidikan di Kalangan Bumiputera di Jawa pada Awal Abad XX Pada masa penjajahan, stratifikasi penduduk dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GALUH PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS GALUH PROGRAM PASCA SARJANA TUGAS MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH Nama : Gretta Novianti (NIM: 82321314073) Kokom Komariah (NIM: 823213140) Pipin Piniman (NIM: 82321314086) Kelas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN DASAR. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN DASAR. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN DASAR Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa

BAB I PENDAHULUAN. mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan satu dari sekian bangsa yang pernah mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa yang dijajah bangsa lain.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM.

PEDOMAN PRAKTIKUM. PEDOMAN PRAKTIKUM 1 PENGEMBANGAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN SEJARAH Oleh : SUPARDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN DASAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN DASAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN DASAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman Oleh: Pipin Piniman MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri pada 1849 di Weltevreden, Batavia. Sekolah ini selanjutnya mengalami berbagai perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

KURIKULUM PERGURUAN TINGGI LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015

KURIKULUM PERGURUAN TINGGI LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 KURIKULUM PERGURUAN TINGGI Oleh: Anik Ghufron LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 FOKUS KAJIAN 1. Pengertian kurikulum 2. Posisi kurikulum dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS KAWASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH. Farida Nurhasanah Surakarta 2012

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH. Farida Nurhasanah Surakarta 2012 TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH Farida Nurhasanah Surakarta 2012 Asal-Usul Kata Kurikulum Curriculum Currir Curere Sejumlah Mata Pelajaran Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

Model Penyelenggaraan Peminatan Kurikulum 2013 di SMA KATA PENGANTAR. 2014,Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen Pendidikan Menengah ii

Model Penyelenggaraan Peminatan Kurikulum 2013 di SMA KATA PENGANTAR. 2014,Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen Pendidikan Menengah ii KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 BAB II JUDUL BAB II... 4 A. Pengertian Peminatan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pendidikan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA HARI GURU NASIONAL TAHUN 2014 DAN HUT KE-69 PGRI

PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA HARI GURU NASIONAL TAHUN 2014 DAN HUT KE-69 PGRI PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA HARI GURU NASIONAL TAHUN 2014 DAN HUT KE-69 PGRI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN AGAMA PENGURUS BESAR PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 6, 1989 (PEMBANGUNGAN. PENDIDIKAN. Kebudayaan. Prasarana. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono*

STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono* STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN PKn SMP @ Ekram Pw, Cholisin, M. Murdiono* PENDAHULUAN Standar Isi maupun SKL ( Lulusan) merupakan sebagian unsur yang ada dalam SNP (Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA TUJUAN PEMBELAJARAN Dengan mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: mendeskripsikan sebab dan tujuan kedatangan bangsa barat ke Indonesia;

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 Tahapan

Lebih terperinci

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2015 PERATURAN BERSAMA. Pendidikan Indonesia. Luar Negeri. Penyelenggaraan. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA DAN

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 20172016 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS, SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh: Melinda Vikasari NIM

PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh: Melinda Vikasari NIM PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN 1901-1942 SKRIPSI Oleh: Melinda Vikasari NIM 060210302106 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Latar Belakang Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 dan peraturan pemerintah RI No. 19 tahun 2005 mengamanatkan; Setiap satuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1301, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pendidikan. Agama. Madrasah. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEPALA MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan perpaduan antara belajar dan mengajar. Seperti tercantum pada Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

/ KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

/ KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA / KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129a/U /2004 TENTANG BIDANG PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menirnbang: a. Bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ten tang

Lebih terperinci

Kurikulum Dan Pembelajaran

Kurikulum Dan Pembelajaran Kurikulum Dan Pembelajaran Oleh : Dita Dwi Pamilasari (15105241012) A. Pengertian Kurikulum Menurut para ahli Istilah Kurikulum memiliki berbagai tafsiran. Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pasal 1 butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pasal 1 butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionaldisebutkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dana, manajemen dan lingkungan sudah memadai (Widyastono,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dana, manajemen dan lingkungan sudah memadai (Widyastono, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan kurikulum pendidikan merupakan suatu tuntutan yang harus dilakukan demi perbaikan kualitas sumber daya manusia pada suatu bangsa. Kurikulum dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Departemen Pendidikan Nasional Materi 2 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Sosialisasi KTSP LINGKUP SNP 1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan

Lebih terperinci

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Oleh Sudrajat Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta A. Muqadimah Bagi kebanyakan siswa IPS merupakan mata pelajaran yang membosankan. Mereka

Lebih terperinci

BAB I. I PENDAHULUAN

BAB I.  I PENDAHULUAN BAB I ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.netbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemajuan dan inovasi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, banyak terjadi perubahan dan perkembangan di berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan dan

Lebih terperinci

BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA. perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis ke Asia

BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA. perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis ke Asia BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA A. Awal Misi di Maluku Misi Katolik di Nusantara dimulai ketika bangsa Portugis melaksanakan perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis

Lebih terperinci

SUPLEMEN KURIKULUM SEJARAH S. Hamid Hasan (UPI) Tim Pengembang Kurikulum PUSKUR

SUPLEMEN KURIKULUM SEJARAH S. Hamid Hasan (UPI) Tim Pengembang Kurikulum PUSKUR SUPLEMEN KURIKULUM SEJARAH S. Hamid Hasan (UPI) 9-02-05 Tim Pengembang Kurikulum PUSKUR PENGANTAR Peristiwa pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke pemerintahan Reformasi merupakan suatu tonggak baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dapat dimengerti sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini dapat digunakan sebagai pengawet

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan BAB I Pendahuluan I. 1. Latar belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam perkembangan sebuah masyarakat. Melalui pendidikan kemajuan individu bahkan komunitas masyarakat tertentu dapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. 13. Mata Pelajaran Sejarah Untuk Paket C Program IPS A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Comunidade dos Países de Língua Portuguesa (CPLP) adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Comunidade dos Países de Língua Portuguesa (CPLP) adalah sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Comunidade dos Países de Língua Portuguesa (CPLP) adalah sebuah organisasi internasional yang berkomunitas negara-negara berbahasa resmi portugis yang didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menempuh pendidikan merupakan suatu langkah perubahan sebagai upaya peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan kreatifitas. Dengan adanya ketetapan pemerintah mengenai

Lebih terperinci

EKSPLORASI BARU DALAM RISET PENDIDIKAN SEJARAH MASA KINI

EKSPLORASI BARU DALAM RISET PENDIDIKAN SEJARAH MASA KINI EKSPLORASI BARU DALAM RISET PENDIDIKAN SEJARAH MASA KINI S. HAMID HASAN (UPI) DISAJIKAN PADA WORKSHOP JURUSAN SEJARAH FIS UNIVERSITAS PADANG 28 JULI 2005 Shamidhasan/unp/5agustus/05 PENDAHULUAN Penelitian

Lebih terperinci

BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO

BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO BIOGRAFI MR. ASAAT DATUK MUDO Mr. Asaat Datuk Mudo adalah putra Minangkabau Sumatera Barat yang lahir di Dusun Pincuran Landai, Kenagarian Kubangputih, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam pada 18 September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus informasi mengalir cepat seolah tanpa hambatan, jarak dan ruang yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di belahan

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM S-1 MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI & INFORMASI INSTITUT MANAJEMEN TELKOM

KURIKULUM PROGRAM S-1 MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI & INFORMASI INSTITUT MANAJEMEN TELKOM KURIKULUM PROGRAM S-1 MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI & INFORMASI INSTITUT MANAJEMEN TELKOM SILABUS Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila Semester : 1 Prasyarat : Kode : SKS : 2 1. Pengantar : Pendidikan

Lebih terperinci

MEDIA PEMBELAJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

MEDIA PEMBELAJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 MEDIA PEMBELAJARAN MATA KULIAH: SEJARAH PENDIDIKAN JURUSAN: PENDIDIKAN SEJARAH Disusun Oleh: Dr. Dyah Kumalasari, M.Pd FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 1 Media Pembelajaran M.K.

Lebih terperinci

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan kewarganegaraan pada hakekatnya adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati

Lebih terperinci