HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI PURIN TERHADAP KEJADIAN HIPERURISEMIA PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT TASIK MEDIKA CITRATAMA TASIKMALAYA TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI PURIN TERHADAP KEJADIAN HIPERURISEMIA PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT TASIK MEDIKA CITRATAMA TASIKMALAYA TAHUN 2014"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI PURIN TERHADAP KEJADIAN HIPERURISEMIA PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT TASIK MEDIKA CITRATAMA TASIKMALAYA TAHUN 2014 Oleh : Sonia Megawati Pamungkas, Siti Novianti, Lilik Hidayanti Peminatan Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi sonyamegawatipamungkas@gmail.com ABSTRAK Hiperurisemia atau lebih di kenal dengan meningkatnya kadar asam urat di dalam darah merupakan suatu penyakit gangguan kinetik asam urat, dimana salah satu penyebabnya adalah asupan purin. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kebiasaan mengkonsumsi purin dengan kejadian hiperurisemia pada pasien rawat jalan RS TMC Tasikmalaya. Metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner, populasi sebanyak 113 dan sampel sebanyak 87 dengan menggunakan teknik accidental. Teknik analisis menggunakan univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kebiasaan konsumsi purin dengan kategori sering (64,4%), jarang (35,6%), rata-rata kadar purin 7,27 mg/dl, kejadian hiperurisemia (49,4%), dan non hiperurisemia (50,6%). Hasil uji statistik diketahui ada hubungan umur (p value=0,026, OR = 6,364), ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi purin (p value = 0,000, OR = 15,485) dengan kejadian hiperurisemia. Perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kandungan purin dalam jenis-jenis makanan dan dampaknya terhadap kejadian hiperurisemia. Kata Kunci : Konsumsi Purin, Hiperurisemia Kepustakaan : ABSTRACT Hyperuricemia or more in the know with the increased levels of uric acid in the blood is a disorder of uric acid kinetics, where one of the causes is the intake of purines. The purpose of this study was to analyze the relationship of purine consumption habits to the incidence of hyperuricemia in the outpatient TMC Tasikmalaya hospital. Quantitative descriptive research method with cross sectional approach. Instruments peneliltian using questionnaire, a population of 113 and a sample of 87 with menggundakan acidentil technique, technique using univariate and bivariate analysis. The results of research known purine consumption habits with frequent category (64.4%), rarely (35.6%), the average levels of purine 7.27 mg / dl, the incidence of hyperuricemia (49.4%), and non-hyperuricaemia (50.6%). The results of the statistical test is known to have a relationship between the consumption habits of purine (p value = 0.000, OR = ) with the incidence of hyperuricemia. Need to organize counseling services to patients to reduce or limit the consumption of purine. Keywords: Habits Purin, Hyperuricemia Bibliography:

2 PENDAHULUAN Seiring dengan perubahan tingkat pendapatan masyarakat, terjadi perubahan gaya hidup termasuk perubahan pola makan yang dapat memicu timbulnya penyakit asam urat. (Depkes Rl, 1994). Asam urat adalah suatu bahan normal dalam tubuh dan merupakan hasil akhir dari metabolisme purin yaitu hasil degradasi purin nucleotide yang merupakan bahan penting dalam tubuh sebagai komponen dari asam nukleat dan penghasil energi dalam inti sel. Hiperurisemia adalah keadaan karena terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal, yaitu lebih dari 7,0 mg/dl pada laki-laki dan 6,0 mg/dl pada perempuan. Penyebabnya adalah (1) Hipeurisemia dapat terjadi peningkatan metabolisme asam urat (overproduction), (2) penurunan pengeluaran asam urat urine (underection) atau gabungan keduanya. Peningkatan kadar asam urat dalam darah ini akan mengakibatkan penyakit asam urat. (Putra, 2006). Penyakit asam urat merupakan suatu penyakit tidak menular yang memiliki nama lain yaitu arthritis pirai atau arthritis gout (atau sering juga disebut "gout"). Arthritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi atau penumpukan kristal monosodium urat di dalam cairan ekstraselular. Deposisi asam urat ini terjadi pada jaringan yang dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis, yaitu terjadinya arthritis gout akut; pembentukan tophus/ tofi (akumulasi urat pada saluran kencing; dan gout nefropati/ kegagalan ginjal, namun jarang terjadi (Putra, 2006). Penyakit asam urat ini pada umumnya dapat mengganggu aktivitas harian penderitanya. Penderita penyakit asam urat tingkat lanjut akan mengalami radang sendi yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Penderita tidur tanpa ada gejala apapun namun ketika bangun pagi harinya terasa sakit yang sangat hebat hingga tidak bisa berjalan. Apabila proses penyakit berlanjut dapat terkena sendi lain yaitu pergelengan tangan atau kaki, lutut, dan siku (Tehupeiory, 2006). Angka kejadian hiperurisemia tertinggi dijumpai di Negara Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada pria dan 8,6% pada wanita. Di Jepang, Okinawa General Health Maintenance Association melakukan skrining terhadap individu (6.163 pria dan wanita usia tahun) dan didapatkan prevalensi hiperurisemia secara keseluruhan sebesar 28,5%, dengan prevalensi hiperurisemia pada pria sebesar 34,5% dan pada wanita sebesar 11,6%. Di Indonesia juga telah dilakukan penelitian untuk mencari prevalensi hiperurisemia. Prevalensi hiperurisemia di desa Tenganan Pegrisingan Karangasem, Bali pada tahun 2011 didapatkan sebesar 28%.7. Di Minahasa, pada tahun 2003 tercatat proporsi kejadian arthritis gout sebesar 29,2% dan pada etnis tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah. Sementara di Bandungan Jawa Tengah, prevalensi pada kelompok usia muda, yaitu antara tahun, sebesar 0,8%, meliputi pria 1,7% dan wanita,05%. (Karimba, 2010). Peningkatan kadar asam urat atau hiperurisemia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya : faktor genetik, peningkatan pergantian asam nukleat, indeks masa tubuh, usia, jenis kelamin, konsumsi purin, konsumsi alkohol, penyakit dan obat-obatan. (Putra, 2006). Dalam penelitian dikatakan bahwa faktor risiko paling sering yang dapat menyebabkan hiperurisemia adalah konsumsi makanan tinggi purin seperti daging merah dan alkohol. Menurut Moa, et al, faktor diet (makanan tinggi purin) berperan aktif dalam meningkatkan prevalensi hiperurisemia. Hasil pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingginya konsumsi makanan tinggi purin seperti daging merah, ikan, makanan laut dan minuman keras akan menghasilkan prevalensi serangan hiperurisemia yang berbeda (Edward, 2008). Purin merupakan molekul yang terdapat di dalam inti sel dalam bentuk nukleotida (Karyadi, 2002). Menurut Dalimartha 2002, purin adalah protein yang termasuk dalam golongan nuldeoprotein. Selain didapat dari makanan juga berasal dari penghancuran sel-sel yang sudah tua. Pembuatan atau sintesa purin juga dilakukan oleh tubuh sendiri dari bahan-bahan seperti C0 2, glutamin, glisin, asam aspartat, dan folat. Diduga metabolit purin diangkut ke hati, lalu mengalami oksidasi menjadi asam urat. Kelebihan asam urat dibuang melalui ginjal dan usus. Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urin. Konsumsi lemak atau minyak tinggi (seperti makanan yang digoreng, santan, margarin atau mentega) dan buah-buahan yang mengandung lemak tinggi (seperti durian dan alpukat) dapat meningkatkan kadar serum karena menurunkan pengeluaran asam urat di ginjal. Mengkonsumsi karbohidrat sederhana gula, permen, harum manis, dan gulali juga dapat meningkatkan kadar asam urat serum (Soegih 1991 dalam Krisnatuti 2008). 2

3 Konsumsi makanan yang banyak mengandung purin dapat menyebabkan asam urat, namun dapat pula disebabkan oleh metabolisme tubuh yang tidak sempurna dan bekerja dengan optimal. Penyebab lainnya juga datang dari kegagalan ginjal yang memaksa sel tubuh untuk mengeluarkan asam urat melalui urine. Pada umumnya penyakit asam urat hinggap pada mereka yang berusia lanjut baik pria maupun wanita, namun dari banyaknya kasus penyakit asam urat ini, penyakit asam urat tidak hanya diderita oleh mereka yang berusia lanjut. Menurut survei asam urat tidak mengenal batasan usia, asam urat pun dapat menyerang mereka yang masih dalam usia muda, remaja bahkan anak-anak. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 02 Januari 2014 di Poli Rawat Jalan RS TMC Tasikmalaya terhadap 15 pasien yang melakukan pemeriksaan kadar asam urat dimana 75% nilai asam uratnya tinggi dengan nilai rata-rata asam urat sebesar 9.14 mg/dl sedangkan batas normal adalah mg/dl. Berdasarkan hasil wawancara, dari 15 pasien diantaranya 75% berusia kurang dari 65 tahun dan 25% berusia lebih dari 65 tahun. Di samping itu dari 15 pasien 60% mengkonsumsi kelompok makanan tinggi purin misalnya jeroan. 25% mengkonsumsi makanaan purin seperti daging, ikan dan kacang-kacangan sedangkan 15% mengkonsumsi rendah purin misalnya seperti sayuran dan buah-buahan. Kadar asam urat dikontrol oleh beberapa gen. Analisis The National Heart, Lung and Blood Institute Family Studies menunjukkan hubungan antara faktor keturunan dengan asap urat sebanyak kira-kira 40 L. (Putra, 2006). Penelitian Wallace yang menjelaskan bahwa adanya peningkatan terjadinya penyakit hiperurisemia yang seiring dengan bertambahnya umur. Wallace menjelaskan bahwa seseorang yang berumur tahun akan meningkatkan terjadinya penyakit hiperurisemia. Dari 21/100 orang menjadi 24/100 orang dari tahun 1990 sampai tahun 1992 dan semakin meningkatkan menjadi 31/1000 dari tahun 1997 sampai tahun Penelitian Choi yang menjelaskan bahwa pasien yang umurnya di bawah 65 tahun prevalensi hiperurisemia lebih besar pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan wanita yaitu dengan ratio 3 : 1 (K. Choi, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebiasaan konsumsi purin, kejadian hiperurisemia, dan menganalisis hubungan kebiasaan mengkonsumsi purin dengan kejadian hiperurisemia pada pasien rawat jalan RS TMC Tasikmalaya pada tahun Metode Penelitian Penelitian termasuk jenis penelitian kuantitatif, metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah pasien rawat jalan yang berjenis kelamin laki-laki yang melakukan pemeriksaan asam urat. Jumlah sampel sebanyak 87 orang, teknik pengambilan sampel aksidental, dengan kriteria pasien rawat jalan RS. TMC Tasikmalaya yang melakukan pemeriksaan asam urat, berjenis kelamin laki-laki. Instrumen menggunakan kuesioner (FFQ). Variabel penelitian terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dalam hal ini kebiasaan konsumsi purin dan variabel terikatnya yaitu kejadian hiperurisemia. Untuk lebih jelasnya variabel penelitian dapat penulis operasionalisasikan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Definisi Operasional Variabel No Variabel Kebiasaan Konsumsi Purin (Variabel X) Kejadian Hiperurisemia (Variabel Y) Definisi operasional Kebiasaan konsumsi purin adalah banyaknya makanan mengandung zat purin yang dikonsumsi oleh responden Kadar asam urat melebihi batas standar yang ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan Alat Ukur Kategori Skala Food Frequency Questionnaire (FFQ) Melihat hasil pengukuran laboratorium RS TMC 0. Sering sekali : jika konsumsi > 1 kali perhari skor Sering : jika 1 kali perhari skor Biasa : jika > 3kali perminggu skor Kadang-kadang : jika 1-3 kali perminggu skor Jarang sekali : jika 1-3kali perbulan skor 5 5. Tidak pernah mengkonsumsi skor 0 0. Hiperurisemia : kadar purin > 7.0 mg/dl 1. Non Hiperurisemia kadar purin 7.0 mg/dl Nominal Nominal 3

4 Frekuensi (Persentase) Teknik analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan kebiasaan konsumsi purin dan kejadian hipreurisemia, dengan uji statistik ; nilai rata-rata atau mean, standar deviasi, minimal, dan maksimal. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi purin dengan kejadian hiperurisemia, uji statistik yang digunakan chi square. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Usia pasien rawat jalan di RS TMC Tasikmalaya yang menjadi subyek penelitian berkisar antara 43 tahun sampai dengan 68 tahun dengan rata-rata usia 55 tahun 4 bulan dengan standar deviasi 6,26. Dari latar belakang pendidikan, sebanyak 40,2% berpendidikan SMA, 18,4% berpendidikan Diploma (D1, D2, D3), 37,9% berpendidikan lulusan S1, 3,4% berpendidikan lulusan S2. Berdasarkan status pekerjaannya, sebanyak 2,3% petani, 42,5% berwiraswasta, 24,1% pegawai swasta, 31% PNS/Polri/TNI/BUMN dan 4,6% pensiunan PNS/Polri/TNI/BUMN. Kebiasaan konsumsi purin diukur dengan menggunakan metode FFQ terhadap 27 jenis makanan yang mengandung purin. Jenis makanan dikelompok menjadi 3 kelompok yaitu kelompok tinggi purin ( mg/100 g), makanan dengan kadar purin sedang (9-100 mg/100 g) dan makanan dengan kadar purin rendah. Responden dikatakan sering jika pada salah satu kelompok makanan tinggi purin atau sedang purin terdapat skor > 25 atau dikonsumsi 1 kali/hari, dan dikatakan jarang jika terdapat skor < 25 pada salah satu kelompok makanan tinggi purin ataupun puring sedang. Adapun kategori kebiasaan konsumsi purin oleh responden dapat dilihat pada Gambar (64,4%) Sering Jarang Kebiasaan Konsumsi Purin 31 (35,6%) Gambar 1 Grafik distribusi Frekuensi Kebiasaan Konsumsi Purin Pada Pasien Rawat Jalan di RS TMC Tasikmalaya Tahun 2014 Gambar 4.2 menunjukan dari 87 responden sebanyak 56 responden (64,4%) sering mengkonsumsi purin, dan sebanyak 31 responden (35,6%) jarang mengkonsumsi purin. Jenis makanan yang sering dikonsumsi adalah pada kelompok makanan tinggi purin yang paling biasa dikonsumsi adalah jenis makanan jeroan yaitu dikonsumsi 3 kali perminggu oleh 21 responden (24,1%) dan oleh 10 responden (11,5%) sering dikonsumsi atau di konsumsi 1 kali per hari. Pada kelompok makanan dengan kandungan purin sedang, yang biasa dikonsumsi adalah daging ayam yaitu dikonsumsi 3 kali perminggu oleh 36 responden (41,4%) dan dan oleh 17 responden (19,5%) sering dikonsumsi atau dikonsumsi 1 kali per hari. Pada kelompok makanan rendah purin, yang biasa konsumsi adalah telur yaitu dikonsumi 3 kali perminggu oleh 38 responden (43,7%) dan oleh 9 responden (10,3%) sering dikonsumsi atau dikonsumsi 1 kali per hari. Tabel 2. Data Statistik Kadar Purin Pada Pasien Rawat Jalan di RS TMC Tasikmalaya Tahun 2014 Standar Mean Min Max Deviasi 7,27 1,35 5,08 10,06 4

5 Penentuan kadar purin ditentukan berdasarkan hasil uji laboratorium. Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar purin responden berkisar antara 5,08 mg/dl sampai 10,06 mg/dl dengan rata-rata kadar purin sebesar 7,27 mg/dl + 1,35 mg/dl. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian hiperurisemia ditentukan berdasarkan kadar purin, responden mengalami kejadian hiperurisemia jika kadar purinnya lebih dari sama dengan 7 mg/dl. Adapun kejadian hiperurisemia berdasarkan kadar purin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Hiperurisemia Pada Pasien Rawat Jalan di RS TMC Tasikmalaya Tahun 2014 No Kejadian Hiperurisemia Frekuensi Persentase (F) (%) 1 a. Hiperurisemia (Kadar purin > 7 mg/dl) 43 49,4 2 b. Non Hiperurisemia (Kadar purin < 7 mg/dl) 44 50,6 Jumlah Tabel 3. menunjukkan bahwa dari 87 responden sebanyak 44 responden (50,6%) tidak mengalami kejadian hiperurisemia, dan sebanyak 43 responden (49,4%) mengalami kejadian hiperurisemia. Dimana sebanyak 59,8% responden menyatakan sebelumnya tidak pernah mengalami hiperurisemia dan 40,2% pernah mengalami hiperurisemia, yang sebagian besarnya (51,4%) dialami 1 sampai 5 bulan yang lalu. Seluruh responden tidak teratur memeriksakan kadar purin, dimana 97,7% pemeriksaan kadar purin responden direkomendasi dokter, dan sebanyak 89,7% teratur dalam mengkonsumsi obat, dan 10,3% tidak teratur dalam mengkonsumsi obat. Tabel 4. Tabulasi Silang Hubungan Kebiasaan Konsumsi Purin Dengan Kejadian Hiperurisemia pada Pasien Rawat Jalan di RS TMC Tasikmalaya Tahun 2014 Kejadian Hiperurisemia Kebiasan Non Konsumsi Hiperurisemia Jumlah Hiperurisemia Purin n % n % n % Sering 39 69, , Jarang 4 12, , Jumlah 43 49, , P Value 0,000 OR 95% Cl 15,485 (4,689-51,137) Tabel 4 menunjukkan bahwa, pada responden yang sering mengkonsumsi purin sebagian besarnya mengalami kejadian hiperurisemia (69,6%) dan hanya sebagian kecil yang non hiperurisemia (30,4%). Sedangkan pada responden yang jarang mengkonsumsi purin sebagian besarnya non hiperurisemia (69,6%) dan hanya sebagian kecil yang hiperurisemia (12,9%). Berdasarkan hasil uji statistik di peroleh nilai p value 0,000 yang lebih kecil dari 0,05, artinya ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi purin dengan kejadian hiperurisemia pada pasien rawat jalan di RS TMC Tasikmalaya. Dari hasil analisis diperoleh nilai Odd Ratio (OR) 15,485 dengan 95% Cl (4,689-51,137) yang artinya bahwa pasien atau responden yang sering mengkonsumsi purin mempunyai resiko 15,485 kali mengalami hiperurisemia dibanding dengan responden yang jarang mengkonsumsi purin. Hiperurisemia atau meningkatnya kadar asam urat di dalam darah, asam urat terbentuk jika kita mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung purin (Misnadiarly, 2007). Jika pola makan tidak di ubah maka kadar asam urat dalam darah yang berlebihan akan menimbulkan penumpukan kristal asam urat. Apabila kristal berada dalam cairan sendi maka akan menyebabkan penyakit gout (monosodium monohidrat) (Misnadiarly, 2007). Asam urat merupakan metabolisme akhir purin. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang substansial (Sacher, 2004), sehingga dengan adanya kebiasaan mengkonsumsi purin akan meningkatkan asupan zat purin dalam tubuh dan jika sistem ekskresi dalam tubuh mengalami gangguan, maka akan memicu produksi asam urat yang berlebih sehingga dapat menyebabkan kadar asam urat dalam tubuh meningkat atau mengalami kejadian hiperurisemia. Menurut Krisnatuti (2008), bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah antara 0,5-0,75 g/ml purin 5

6 yang dikonsumsi. Asupan purin yang tinggi dapat menyebabkan akumulasi kristal purin berlebih pada sendi tertentu yang dapat meningkatkan serangan artritis gout. Menurut Karyadi (2002) Asam urat akan meningkat dalam darah bila ekskresi atau pembuangannya terganggu. Sekitar lebih dari 90% penderita hiperurisemia mengalami kelainan ginjal dalam pembuangan asam urat. Biasanya, penderita gout dan hiperuresia mengeluarkan asam urat sekitar 40% lebih sedikit daripada seorang yang normal. Secara normal, baik pada penderita gout dan non-gout, pengeluaran asam urat secara otomatis akan lebih banyak pada saat asam urat dalam darah meningkat akibat asupan purin dari luar atau pembentukan purin. Namun, pada penderita gout, kadar asam urat dalam darah lebih tinggi kurang lebih 1-2 mg/dl daripada seorang normal. Pembuangan asam urat terganggu karena penurunan proses fitrasi (penyaringan) di bagian glomerulus ginjal, penurunan proses sekresi di tubulus ginjal, dan peningkatan absorpsi kembali (reabsorpsi) di tubulus ginjal. Menurut Vazquez-Mellado et al (2004) terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan kejadian hiperurisemia diantaranya ; 1) Genetik yaitu faktor keturunan, 2) Peningkatan pergantian asam nukleat pada semua sel, 3) Indeks massa tubuh yaitu pada kondisi berat badan yang berlebih (gemuk) karena lemak yang banyak terdapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urin, 4) Umur, kadar asam urat pada serum cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia, 5) Jenis Kelamin, pria mempunyai kandungan asam urat dalam darah lebih tinggi dibanding wanita, 6) Konsumsi purin, bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya biasanya makanan mengendul lemak atau minyak tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urin, 7) Penyakit, asam urat bukan penyakit pokok, biasanya menjadi penyerta dari penyakit degeneratif, 8) Obat-obatan, jenis obat tertentu yang dikonsumsi dalam jangka panjang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh, seperti diuretik dan aspirin. KESIMPULAN DAN SARAN Kebiasaan konsumsi purin dengan kategori sering 64,4%, jarang 35,6%. Jenis makanan dengan tinggi purin yang sering dikonsumsi adalah jeroan. Jenis makanan dengan kandungan purin sedang, yang sering dikonsumsi adalah kacang-kacangan. Jenis makanan rendah purin, yang sering dikonsumsi oleh adalah telur. Kejadian hiperurisemia terjadi pada 49,4% responden dan non hiperurisemia sebanyak 50,6%. Ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi purin dengan kejadian hiperurisemia (p value = 0,000, OR = 15,485, Cl 95% = 4,689-51,137). Disarankan dapat menyelenggarakan pelayanan konseling kepada pasien untuk mengurangi atau membatasi konsumsi purin dan diharapkan pula dapat meningkatkan pengetahuan pasien mengenai jenis-jenis makanan yang mengandung purin serta dampaknya terhadap kejadian hiperurisemia, baik melalui pelayanan konseling, leaflet ataupun pamplet. DAFTAR PUSTAKA Ahmad H. Asdie (2000) Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, volume 4. Jakarta: EGC. Almatsier, S (2005) Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Arikunto, (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Choi, K., Cho, W., Lee, S., Lee, H. & Kim, C., (2004) The Relatonship among Quality, Value, and Satisfaction and Behavioral Intention in Health Care Provider Choice: A South Korean Study, Journal of Business Research. Dalimartha, S (2002) Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilidi 2. Jakarta : Trubus Agriwidya Gibson, R. S Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press Inc, New York. Junaidi I (2006) Rematik dan Asam Urat, Jakarta, PT Buana Ilmu Populer, Karimba, (2010) Gambaran Kadar Asam Urat Pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Dengan Indeks Massa Tubuh 23 kg/m2. Jurnal Skripsi Karyadi E (2002) Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung Koroner Jakarta: Intisari Mediatama. Krisnatuti D dan Yenrina R. (2008) Diet Sehat Untuk Penderita Asam Urat. Penerbit: Penebar Swadaya. Jakarta. Misnadiarly (2007) Asam Urat Hiperurisemia - Arthritis Gout. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Moehyi S, (1999) Pengaturan Makanan dan Diet Untuk Penyembuhan Penyakit. Penerbit PT Gramedia, Jakarta 6

7 Kertia Nyoman, (2009) Asam urat. Kartika Media: Yogyakarta Putra, Tjokorda Raka. (2006) Hiperurisemia. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI Supariasa, dkk. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC Tehupeiory, Edward Stefanus (2006) Artritis Pirai (Artritis Gout) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia Winter G, Buku Pintar Kesehatan: 796 Gejala 520 Penyakit,160 Pengobatan,alih bahasa Peter Anugrah dan Surya Satyanegara dari judul aslinya Complete Guide to Symptons,Illness & Surgery, Jakarta, Penerbit Arcan,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hiperurisemia telah dikenal sejak abad ke-5 SM. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria daripada perempuan, karena pria memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi daripada perempuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit Hiperurisemia 1. Pengertian Penyakit Hiperurisemia Penyakit hiperurisemian adalah jenis rematik yang sangat menyakitkan yang disebabkan oleh penumpukan

Lebih terperinci

salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat.

salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikebal sebagai gout merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam urat merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1-30 November 2014 di Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu, namun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu, namun beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Selama

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PASIEN GOUT DI DESA KEDUNGWINONG SUKOLILO PATI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PASIEN GOUT DI DESA KEDUNGWINONG SUKOLILO PATI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PASIEN GOUT DI DESA KEDUNGWINONG SUKOLILO PATI Sukarmin STIKES Muhammadiyah Kudus Email: maskarmin@yahoo.com Abstrak Di Indonesia, asam

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Asam urat merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin yang berasal dari pemecahan nukleotida purin. Asam urat ini dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi penyakit degeneratif yang meliputi atritis gout, Hipertensi, gangguan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi penyakit degeneratif yang meliputi atritis gout, Hipertensi, gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belatang kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan, sehingga tingkat yang diwakili oleh angka harapan hidup menjadi indikator yang akan selalu digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Meike N. R. Toding*, Budi T. Ratag*, Odi R. Pinontoan* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proporsi dan jumlah lansia terus meningkat di semua negara. Saat ini, di seluruh dunia terdapat 380 juta orang yang berumur 65 tahun ke atas dan diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh. dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992).

BAB I PENDAHULUAN. nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh. dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit banyak muncul pada lansia. Selain itu masalah degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari 7,0 mg/dl pada laki-laki dan lebih dari 5,7 mg/dl darah pada wanita (Soeroso dan Algristian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Serum asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin (Liu et al, 2014). Kadar serum asam urat dapat menjadi tinggi tergantung pada purin makanan, pemecahan purin

Lebih terperinci

KORELASI KADAR ASAM URAT DALAM DARAH DAN KRISTAL ASAM URAT DALAM URINE. Tadjuddin Naid, Ita Ayuningsih Mas ud, Kus Haryono

KORELASI KADAR ASAM URAT DALAM DARAH DAN KRISTAL ASAM URAT DALAM URINE. Tadjuddin Naid, Ita Ayuningsih Mas ud, Kus Haryono As-Syifaa Vol 06 (01) : Hal. 56-60, Juli 2014 ISSN : 2085-4714 KORELASI KADAR ASAM URAT DALAM DARAH DAN KRISTAL ASAM URAT DALAM URINE Tadjuddin Naid, Ita Ayuningsih Mas ud, Kus Haryono Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH DI DUSUN PILANGGADUNG KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH DI DUSUN PILANGGADUNG KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH DI DUSUN PILANGGADUNG KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN Pipit Choirum Fitriyah, Farida Juanita, Arfian Mudayan.......ABSTRAK....... Artritis pirai merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradangan sendi pada artritis gout akan menimbulkan serangan nyeri

BAB I PENDAHULUAN. Peradangan sendi pada artritis gout akan menimbulkan serangan nyeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Artritis gout merupakan penyakit peradangan sendi yang disebabkan asam urat berlebih dalam darah (Price and Wilson, 2006). Peradangan sendi pada artritis gout akan menimbulkan

Lebih terperinci

Adelima C R Simamora Jurusan Keperawatan Poltekkes Medan. Abstrak

Adelima C R Simamora Jurusan Keperawatan Poltekkes Medan. Abstrak HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU LANSIA TERHADAP PENCEGAHAN PENINGKATAN ASAM URAT DI POSKESDES DESA PARULOHAN KECAMATAN LINTONGNIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2016 Adelima C R Simamora Jurusan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN DENGAN KADAR ASAM URAT PADA MASYARAKAT DUSUN DEMANGAN WEDOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, YOGYAKARTA

PENCEGAHAN DENGAN KADAR ASAM URAT PADA MASYARAKAT DUSUN DEMANGAN WEDOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, YOGYAKARTA PENCEGAHAN DENGAN KADAR ASAM URAT PADA MASYARAKAT DUSUN DEMANGAN WEDOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, YOGYAKARTA Mitra Agus Telaumbanua, Adi Sucipto *), Siti Fadlilah Progam Studi S1 Ilmu Keperawatan, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016 HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016 Karina AS 1) Nurlina dan Siti Novianti 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein atau penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua.

Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein atau penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua. PENDIDIKAN KESEHATAN PERAWATAN LANSIA Apa Itu ASAM URAT...?? Nilai normal asam urat : Pria 3,4 7 mg/dl Wanita 2,4 5,7 mg/dl Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DIET PURIN DENGAN KADAR ASAM URAT PASIEN GOUT ARTHRITIS

HUBUNGAN PENGETAHUAN DIET PURIN DENGAN KADAR ASAM URAT PASIEN GOUT ARTHRITIS HUBUNGAN PENGETAHUAN DIET PURIN DENGAN KADAR ASAM URAT PASIEN GOUT ARTHRITIS Husnah dan Dewi Rahmatika Chamayasinta Abstrak. Gout Arthritis adalah penyakit akibat kelainan metabolisme asam urat yang disebut

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Kata Kunci: Umur, Jenis Kelamin, IMT, Kadar Asam Urat

Kata Kunci: Umur, Jenis Kelamin, IMT, Kadar Asam Urat HUBUNGAN ANTARA UMUR, JENIS KELAMIN DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR ASAM URAT DARAHPADA MASYARAKAT YANG DATANG BERKUNJUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO Jilly Priskila Lioso*, Ricky C. Sondakh*,

Lebih terperinci

: Makanan Kariogenik, Karies Gigi, prasekolah

: Makanan Kariogenik, Karies Gigi, prasekolah DAMPAK KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK TERHADAP KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK PRA SEKOLAH (Studi Pada Anak Taman Kanak-kanak PGRI Handayani Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya) Gita Hermawati 1) Lilik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gout (penyakit akibat pengendapan kristal Mono Sodium Urat/MSU)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gout (penyakit akibat pengendapan kristal Mono Sodium Urat/MSU) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadar asam urat yang tinggi atau hiperurisemia bisa menimbulkan penyakit gout (penyakit akibat pengendapan kristal Mono Sodium Urat/MSU) di jaringan. Endapan kristal

Lebih terperinci

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes GAYA HIDUP PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WATES KABUPATEN KULON PROGO Ana Ratnawati Sri Hendarsih Anindya Intan Pratiwi ABSTRAK Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GOUT ARTRITIS DI RSUD TOTO KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GOUT ARTRITIS DI RSUD TOTO KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GOUT ARTRITIS DI RSUD TOTO KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh : Imran Tumenggung e-mail: imrantumenggung@yahoo.co.id ABSTRAK Penyakit gout artritis adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ginjal. Dari data American Heart Association tahun 2013 menyebutkan bahwa di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ginjal. Dari data American Heart Association tahun 2013 menyebutkan bahwa di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hipertensi masih merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian utama diberbagai negara karena angka kematian yang ditimbulkan masih sangat tinggi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Kesehatan Nasional Indonesia (2011) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Kesehatan Nasional Indonesia (2011) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Kesehatan Nasional Indonesia (2011) merupakan suatu tatanan yang menghimpun upaya secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Hiperurisemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar asam urat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Hiperurisemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar asam urat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hiperurisemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Seseorang dapat di katakan hiperurisemia apabila kadar asam urat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty

Lebih terperinci

MANIFESTASI ASAM URAT PADA LANSIA DI PUSKESMAS KOTA WILAYAH SELATAN KOTA KEDIRI

MANIFESTASI ASAM URAT PADA LANSIA DI PUSKESMAS KOTA WILAYAH SELATAN KOTA KEDIRI Manifestasi Asam Urat pada Lansia di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Jurnal Kota STIKES Kediri Selvia David Vol. Richard, 10, No.1, Karmiatun Juli 2017 MANIFESTASI ASAM URAT PADA LANSIA DI PUSKESMAS KOTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. psikologis, dan perubahan kondisi sosial. 2 Kondisi ini membuat kebutuhan asupan gizi lansia perlu diperhatikan untuk mencegah risiko

PENDAHULUAN. psikologis, dan perubahan kondisi sosial. 2 Kondisi ini membuat kebutuhan asupan gizi lansia perlu diperhatikan untuk mencegah risiko HUBUNGAN KONSUMSI KARBOHIDRAT, LEMAK DAN SERAT DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA LANJUT USIA WANITA (Studi di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading Kota Semarang Tahun 07) Ria Yuniati, Siti Fatimah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia dapat terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di suatu negara dapat dinilai melalui derajat kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan untuk menilai kesehatan masyarakat ialah angka kesakitan,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

Hubungan Status Gizi, Asupan Bahan Makan Sumber Purin dengan Kadar Asam Urat pada Pasien Hiperuresemia Rawat Jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang

Hubungan Status Gizi, Asupan Bahan Makan Sumber Purin dengan Kadar Asam Urat pada Pasien Hiperuresemia Rawat Jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang Hubungan Status Gizi, Asupan Bahan Makan Sumber Purin dengan Kadar Asam Urat pada Pasien Hiperuresemia Rawat Jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang Hana Silviana 1, Sufiati Bintanah 2, Joko Teguh Isworo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Artritis gout merupakan suatu penyakit peradangan pada persendian yang dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme (peningkatan produksi) maupun gangguan ekskresi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya berkembang lama (Riskesdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dewasa ini penyakit tidak menular kurang lebih mempunyai kesamaan dengan beberapa sebutan lainnya seperti salah satunya penyakit degeneratif (Bustan, 2007). Disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengetahuan diet dan perilaku membaca informasi nilai gizi makanan kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN Diza Fathamira Hamzah Staff Pengajar Program Studi Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu sebuah studi pada sekelompok orang pada satu titik waktu untuk mengetahui hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya umur harapan hidup (life

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kesehatan manusia dan diperlukan untuk menentukan kualitas fisik, biologis, kognitif dan psikososial sepanjang hayat manusia. Komposisi zat

Lebih terperinci

Artikel Ilmu Kesehatan, 8(1); Januari 2016

Artikel Ilmu Kesehatan, 8(1); Januari 2016 ASUPAN ZAT GIZI, PELAKSANAAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT), SERTA PERUBAHAN BERAT BADAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KECAMATAN MAKASSAR JAKARTA TIMUR TAHUN 2014. (STUDI KASUS) Anastasya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway). I. Memahami dan menjelaskan gout arthritis 1.1.Memahami dan menjelaskan definisi gout arthritis Arthritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi Kristal asam urat pada jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Kelompok usia yang mengalami penyakit degeneratif juga akan mengalami pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI SERAT DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA 2014

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI SERAT DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA 2014 HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI SERAT DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA 2014 Oleh, Dewi Muliawati, Siti Novianti, Lilik Hidayanti Peminatan Gizi Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang mengalami perubahan yang menonjol

Lebih terperinci

Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado

Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado Mellynda Wurangian Hendro Bidjuni Vandri Kallo Program studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG Correlation Of Satisfaction Level Of Food Quality With Energy And Macronutrient

Lebih terperinci

Kata Kunci :Riwayat Keluarga, Konsumsi Alkohol, Kadar Asam Urat Darah

Kata Kunci :Riwayat Keluarga, Konsumsi Alkohol, Kadar Asam Urat Darah HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KELUARGA DAN KONSUMSI ALKOHOL DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA PASIEN YANG DATANG BERKUNJUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO Cindy Cicilia Bangunang*,

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU USIA 30-50 TAHUN TENTANG ASAM URAT DI DUSUN JATISARI SAWAHAN PONJONG GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dan lansia di seluruh dunia (Joern, 2010).OA juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dan lansia di seluruh dunia (Joern, 2010).OA juga dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi paling sering diderita oleh orang dewasa dan lansia di seluruh dunia (Joern, 2010).OA juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular. Terjadinya transisi epidemiologi ini disebabkan oleh terjadinya perubahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS Dr.

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS Dr. HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS Dr. SOETOMO SURABAYA 1 Pipit Festy, 2 Anis Rosyiatul H., 3 Afnan Aris 1 Bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian a. Kondisi Puskesmas Tapa Puskesmas Tapa terletak di Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30)

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30) 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Pemilihan tempat tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Bogor pada peserta Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat saat ini yang sangat kompleks membuat banyak bermunculan berbagai masalah-masalah kesehatan yang cukup dominan khususnya di negara negara

Lebih terperinci

Hubungan Asupan Lemak dan Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang

Hubungan Asupan Lemak dan Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang 13 Hubungan Asupan Lemak dan Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang Filandita Nur Septianggi 1, Tatik Mulyati, Hapsari Sulistya

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016.

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016. FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Miratu Megasari ABSTRAK Penyakit Diabetes Mellitus dikenal sebagai penyakit kencing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol serum (hiperkolesterolemia) merupakan salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi utama hiperkolesterolemia

Lebih terperinci

KEBIASAAN MAKAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEGEMUKAN PADA REMAJA (Studi di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya)

KEBIASAAN MAKAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEGEMUKAN PADA REMAJA (Studi di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya) KEBIASAAN MAKAN YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEGEMUKAN PADA REMAJA (Studi di SMP Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya) Arief 1) Hidayanti 2) Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Renny Anggraeni, 2011 Pembimbing I : Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto,dr.,M.H. Asam urat telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan diberbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatancase control, yaitu suatu penelitian (survei) analitik yang

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatancase control, yaitu suatu penelitian (survei) analitik yang 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah rancangan analitik dengan pendekatancase control, yaitu suatu penelitian (survei) analitik yang menyangkut bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat di dunia. Seperti yang diungkapkan oleh Hill (2003),

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat di dunia. Seperti yang diungkapkan oleh Hill (2003), BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENDAHULUAN Pengobatan alternatif/pengobatan tradisional semakin banyak diminati oleh masyarakat. Selain di Indonesia, pengobatan alternatif juga banyak diminati oleh masyarakat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA ASAM URAT DENGAN KEPATUHAN DIET RENDAH PURIN DI GAWANAN TIMUR KECAMATAN COLOMADU KARANGANYAR

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA ASAM URAT DENGAN KEPATUHAN DIET RENDAH PURIN DI GAWANAN TIMUR KECAMATAN COLOMADU KARANGANYAR HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA ASAM URAT DENGAN KEPATUHAN DIET RENDAH PURIN DI GAWANAN TIMUR KECAMATAN COLOMADU KARANGANYAR Rizka Dwi Ariani 1), Sunardi 2), Rufaida Nur Fitriana 3) 1,2,3 Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA SUPIR TRUK

BEBERAPA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA SUPIR TRUK BEBERAPA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA SUPIR TRUK Melly Mustikasari 1) Korneliani dan vianti 2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit

Lebih terperinci

PENGARUH AIR REBUSAN DAUN KEMANGI TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH PADA PENDERITA HIPERURISEMIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOLAANG

PENGARUH AIR REBUSAN DAUN KEMANGI TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH PADA PENDERITA HIPERURISEMIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOLAANG PENGARUH AIR REBUSAN DAUN KEMANGI TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH PADA PENDERITA HIPERURISEMIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOLAANG Anggun Amatus Yudi Ismanto Gresty Masi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI UPK PUSKESMAS PURNAMA. Eka Apriani, Widyana Lakshmi Puspita

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI UPK PUSKESMAS PURNAMA. Eka Apriani, Widyana Lakshmi Puspita HUBUNGAN POLA MAKAN DAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI UPK PUSKESMAS PURNAMA Eka Apriani, Widyana Lakshmi Puspita Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Pontianak ABSTRAK Gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari sama dengan 90mmHg untuk diastolik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan beberapa sebutan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini semakin banyak orang dinyatakan oleh dokter menderita suatu penyakit yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam urat didalam darah. Penyakit

Lebih terperinci