BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Diltiazem Hidroklorida merupakan obat golongan calcium channel blocker

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Diltiazem Hidroklorida merupakan obat golongan calcium channel blocker"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Diltiazem Hidroklorida merupakan obat golongan calcium channel blocker yang dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan inhibitor enzim angiotensin untuk mengobati hipertensi. Tablet konvensional diltiazem HCl memiliki bioavailabilitas sekitar 15-30% dan kapasitas ikatan proteinnya sebesar 70-80%. Diltiazem HCl dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam urin. Waktu paruh obat ini sekitar 2-6 jam. Jumlah dosis diltiazem oral yang biasa diberikan adalah mg tiga kali sehari (Pillai dkk., 2011). Pemakaian tablet konvensional Diltiazem HCl secara berulang pada pengobatan hipertensi dapat menyebabkan rendahnya kepatuhan pasien dalam minum obat, sehingga upaya pembuatan obat saat ini difokuskan pada sistem penghantaran baru sediaan obat yaitu secara transdermal yang dapat meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien karena dapat mengurangi frekuensi pemberian obat. Pemberian obat secara transdermal tidak hanya untuk penargetan obat-obatan secara lokal, tetapi juga untuk kontrol penghantaran obat secara sistemik yang lebih baik (Pillai dkk., 2011). Target aksi dari sediaan transdermal adalah melalui kulit, lapisan terluar dari epidermis yaitu stratum korneum merupakan penghalang yang tangguh dalam penyerapan obat secara transdermal, sehingga stratum korneum dapat menentukan tingkat penetrasi ke dalam kulit (Pandey dkk., 2014). 1

2 2 Peningkat penetrasi dapat digunakan untuk meningkatkan penyerapan obat melintasi stratum korneum. Peningkatan penetrasi obat terjadi melalui interaksi antara peningkat penetrasi dengan kepala polar dari lipid. Salah satu jenis bahan yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi adalah polietilen glikol 400 (PEG 400) yang termasuk dalam golongan surfaktan hidrofilik yang memiliki kemampuan potensial untuk melewati lipid stratum korneum, dengan demikian surfaktan dapat bertindak sebagai peningkat penetrasi (Pandey dkk., 2014). Film transdermal diltiazem HCl dengan kombinasi polimer polivinil alkohol dan etil selulosa 7:3 memiliki nilai persentase permeasi paling tinggi dibandingkan kombinasi polimer polivinil alkohol dan etil selulosa 9:1 dan 8:2 (Sulistyowati, 2015). Kombinasi peningkat penetrasi PEG 400 dan tween 60 masing-masing sebanyak 1% memberikan hasil permeasi yang paling baik dibandingkan dengan formula lain atas dasar evaluasi profil pelepasan obat (Omray dkk., 2014). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka saat ini perlu dikembangkan sediaan transdermal diltiazem HCl dengan variasi konsentrasi peningkat penetrasi PEG 400 untuk mengetahui karakteristik fisik dan permeasinya.

3 3 B. Perumusan masalah 1. Apakah ada perbedaan organoleptis, keseragaman bobot, penyerapan lembab, ketebalan, daya tahan lipat serta kandungan zat aktif film transdermal diltiazem HCl dengan variasi konsentrasi peningkat penetrasi PEG 400? 2. Bagaimana permeasi film transdermal diltiazem HCl dengan variasi konsentrasi peningkat penetrasi PEG 400? 3. Bagaimana perubahan karakter kristal diltiazem HCl dalam matriks film transdermal pada analisis XRD? C. Tujuan penelitian 1. Mengetahui perbedaan karakteristik fisik organoleptis, keseragaman bobot, penyerapan lembab, ketebalan, daya tahan lipat serta kandungan zat aktif film transdermal diltiazem HCl dengan variasi konsentrasi peningkat penetrasi PEG Mengetahui permeasi film transdermal diltiazem HCl dengan variasi konsentrasi peningkat penetrasi PEG Mengetahui perubahan bentuk kristal diltiazem HCl dalam matriks film transdermal pada analisis XRD.

4 4 D. Manfaat penelitian 1. Pengembangan ilmu pengetahuan, terutama untuk penelitian di bidang biofarmasetika dan teknologi farmasi dalam hal formulasi dan studi in vitro sediaan transdermal. 2. Bagi industri farmasi di Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan formulasi produk baru dengan sistem penghantaran obat secara transdermal. E. Tinjauan pustaka 1. Diltiazem hidroklorida Diltiazen HCl merupakan obat golongan calcium channel blocker yang dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan inhibitor enzim angiotensin untuk mengobati hipertensi. Diltiazem HCl memiliki bioavailabilitas sekitar 15-30% dan kapasitas ikatan proteinnya sebesar 70-80%. Diltiazem HCl dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam urin. Waktu paruh obat ini sekitar 2-6 jam. Jumlah dosis oral yang biasa diberikan adalah mg tiga kali sehari (Pillai dkk., 2011). Gambar 1. Struktur kimia diltiazem hidroklorida (USP30-NF25, 2007)

5 5 Diltiazem hidroklorida memiliki bobot molekul 450,98 dan rumus molekul C 22 H 26 N 2 O 4 S.HCl. Diltiazem HCl berupa serbuk hablur kecil putih, tidak berbau, melebur pada suhu 210ºC disertai peruraian, mudah larut dalam kloroform, methanol, air dan asam, agak sukar larut dalam etanol, mutlak dan tidak larut dalam eter (Depkes RI, 1995). 2. Sistem penghantaran sediaan transdermal Kulit sebelumnya dianggap sebagai pelindung yang bersifat impermeable, tapi penelitian selanjutnya membuktikan bahwa kulit dapat digunakan sebagai rute untuk penghantaran obat secara sistemik. Kulit adalah organ yang paling intensif karena hanya ada sebagian kecil jaringan yang memisahkan permukaan dari jaringan kapiler yang mendasari. Gambar 2. Penampang kulit (Pandey dkk., 2014) Sistem penghantaran obat dari patch secara sistemik ada tiga yaitu rute interseluler di mana obat yang melintasi kulit dengan rute inii harus melewati ruang-ruang kecil antar sel kulit. Rute transeluler di mana obat yang melintasi kulit dengan rute ini harus melewati sel (keratin). Rute transappendageal di

6 6 mana obat yang melintasi kulit dengan rute ini harus melalui kelenjar keringat, folikel rambut dan kelenjar sebasea (Pandey dkk., 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi ke dalam kulit diantaranya ketebalan lapisan tanduk, kondisi kulit, kelarutan, konstanta disosiasi, ukuran partikel, penetrasi ke dalam epidermis dan perubahan permeabilitas kulit (Pandey dkk., 2014). Sediaan transdermal adalah sediaan obat yang ditempatkan pada kulit untuk menghantarkan obat dengan dosis tertentu melalui kulit dan masuk ke aliran darah (Gopal dkk., 2014). Sistem penghantaran secara transdermal efektif untuk obat yang mudah berpenetrasi ke dalam kulit dan mudah mencapai situs target. Sediaan ini dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan mengurangi frekuensi pemberian obat dibandingkan dengan oral. Formulasi transdermal dapat menjaga dan memastikan bahwa konsentrasi obat agar berada dalam rentang konsentrasi efektif (Sharma dkk., 2013). Bahan dasar yang digunakan dalam sistem penghantaran sediaan transdermal adalah: a. Polimer Polimer adalah parameter penting sistem penghantaran sediaan transdermal yang mengontrol pelepasan obat. Matriks polimer dapat dibuat dengan dispersi obat ke dalam larutan atau polimer sintetik basa. Polimer dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu polimer alami seperti turunan

7 7 selulosa, zein, gelatin, selak, lilin dan gum, Elastomer sintetik seperti polibutadiena, karet hidrin, poli-isobutilen, silikon akrilonitril, neopren serta polimer sintetik seperti polivinil alkohol, polivinil klorida, polietilen, poliakrilat, poliamida, poliurea (John, 2014). b. Obat Obat yang digunakan dalam sediaan transdermal harus dipilih dengan hati-hati. Sifat fisiko kimia obat untuk sistem penghantaran transdermal diantaranya obat harus memiliki berat molekul kurang dari sekitar 1000 Dalton, memiliki afinitas untuk kedua fase lipofilik dan hidrofilik serta memiliki titik leleh yang rendah. Obat juga harus memenuhi sifat biologi seperti waktu paruh yang pendek, harus kuat apabila diberikan dalam dosis harian, tidak menimbulkan iritasi kulit atau respon alergi, obat yang terdegradasi di saluran pencernaan, serta obat yang diberikan untuk jangka waktu panjang (John, 2014). c. Peningkat penetrasi Permeabilitas menuju stratum korneum dapat ditingkatkan dengan penambahan peningkat penetrasi untuk mencapai tingkat terapeutik obat yang lebih tinggi. Peningkat penetrasi berinteraksi dengan struktur komponen stratum korneum seperti protein dan lipid. Peningkat penetrasi dapat diklasifikasikan secara kimia seperti menthol, karvon, azon, asam oleat, dimetil sulfoksida dan secara fisika seperti iontophoresis dan ultra sound (John, 2014).

8 8 d. Perekat Perekat mempertahankan hubungan antara patch dengan permukaan kulit. Misalnya poliakrilat, poliisobutilen dan silikon. Sistem perekat harus memenuhi kriteria seperti tidak mengiritasi kulit, tidak berubah posisi saat pengguna melakukan aktivitas seperti mandi dan olahraga, harus mudah dilepas, tidak meninggalkan residu yang tidak tercuci pada kulit dan harus memiliki kontak yang sangat baik dengan kulit (John, 2014). e. Backing laminates Fungsi utama backing laminates adalah untuk memberikan ikatan yang baik antara obat dengan pembawa dan menjaga keutuhan sediaan sewaktu penyimpanan. Misalnya aluminium foil dan poliuretan yang fleksibel (John, 2014). f. Release liner Fungsi utama dari release liner adalah untuk mencegah obat bermigrasi ke dalam perekat selama penyimpanan, sehingga dianggap sebagai bagian dari kemasan primer. Misalnya kain kertas, polietilen, dan polivinil klorida (John, 2014). g. Bahan tambahan lain seperti plasticizer dan pelarut. Plasticizer ditambahkan ke dalam sistem sediaan transdermal untuk memperbaiki kerapuhan dari polimer dan memberikan fleksibilitas

9 9 pada sediaan transdermal (Gungor dkk., 2012). Misalnya minyak jarak dan propilen glikol (John, 2014). Pelarut digunakan untuk melarutkan atau mendispersikan polimer atau obat dalam sediaan transdermal (Gungor dkk., 2012). Misalnya kloroform, metanol, dan aseton (John, 2014). Beberapa tipe dalam sistem penghantaran sediaan transdermal diantaranya: a. Sistem obat dalam perekat satu lapis Perekat mengandung obat dan semua bahan pembawa yang berada satu lapis di bawah backing, sehingga perekat tidak hanya berfungsi untuk merekatkan sediaan transdermal pada kulit, tetapi juga berfungsi untuk melepaskan obat (John, 2014). b. Sistem obat dalam perekat berlapis Tipe ini hampir sama dengan sistem obat dalam perekat satu lapis. Perekat mengandung obat dan semua bahan pembawa yang berada satu lapis di bawah backing serta menambahkan lapisan perekat-obat lain yang dipisahkan oleh suatu membran (Hafeez dkk., 2013). c. Sistem reservoir Sistem reservoir dalam perekat ditandai dengan adanya obat dalam bentuk cairan atau suspensi yang terdapat diantara backing dan membran. Membran dalam sistem ini merupakan bagian dari perekat yang berfungsi untuk mengontrol pelepasan obat (Gungor dkk., 2012).

10 10 d. Sistem matriks obat dalam perekat Sistem matriks ditandai dengan adanya obat dalam bentuk cairan atau suspensi yang bersentuhan langsung dengan release liner. Komponen perekat pada tipe ini mengelilingi lapisan matriks obat dan bertanggung jawab dalam merekatkan sediaan transdermal pada kulit (John, 2014). 3. Surfaktan Surfaktan merupakan suatu senyawa yang biasa digunakan dalam berbagai produk sebagai pembersih, pembasah, pengemulsi, dan anti-foaming agent.surfaktan biasanya senyawa organik yang amphiphilic, yang berarti mengandung kedua kelompok hidrofobik (ekor) dan kelompok hidrofilik (kepala) (Yunfei, 2011). Surfaktan dapat digunakan sebagai pengemulsi dalam formulasi untuk aplikasi melalui kulit. Bahan yang positif teradsorpsi pada zat cair, uap atau yang lainnya disebut surfaktan. Molekul surfaktan akan menyebar dalam air dan menyerap di antarmuka antara udara dan air atau antarmuka antara minyak danair (Pandey dkk., 2014). Gambar 3. Struktur surfaktan (Yunfei, 2011) Surfaktan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama, yaitu anionik (misalnyaa natrium lauril sulfat), kationik (misalnya cetil trimetil amonium bromida, alkilamid dimetil propilamid), nonionik (misalnya

11 11 polioksietilen sorbitan monopalmitat, polietilen glikol) dan amfoter (misalnya N-dodesil-N, N-dimetilbetain). Penelitian mengungkapkan bahwa surfaktan nonionik memiliki toksisitas dan potensi iritasi kulit yang rendah, sehingga saat ini telah digunakan secara luas sebagai peningkat penetrasi ke dalam kulit (Pandey dkk., 2014). 4. Spektrofotometri uv-visible Metode Spektrofotometri uv-vis telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Prinsip kerja spektrofotometri uv-vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Skoog dkk., 2007). Gugus molekul dalam suatu larutan yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor, contohnya antara lain: C = C, C = O, N = N, N = O, dan sebagainya. Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat mengalami perubahan pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang sinar uv berada pada nm, sedangkan panjang gelombang sinar tampak (visible) berada pada nm (Skoog dkk., 2007).

12 12 Metode Spektrofotometri uv-vis berdasarkan pada hukum Lambert- Beer. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi cahaya tampak, uvvis dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan. Intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Ada beberapa pembatasan yaitu sinar yang digunakan dianggap monokromatis, penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut, tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforesensi (Gandjar dan Rohman, 2012). 5. X-ray diffraction X-Ray Diffraction merupakan suatu teknik pengujian yang digunakan untuk menentukan unsur atau senyawa kimia, struktur kristal, parameter kisi, volume kisi dan lain-lain. Identifikasi suatu bahan dilakukan dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik sinar X. Teknik pengujian ini tidak merusak material yang akan diuji maupun manusia (Cullity, 1956). Prinsip dari uji XRD ini adalah ketika berkas sinar X berinteraksi dengan suatu material, maka sebagian berkas akan diabsorbsi, ditransmisikan dan sebagian lagi dihamburkan. Berkas yang dihamburkan inilah yang dideteksi oleh XRD. Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling

13 13 menguatkan karena fasanya sama. Berkas yang saling menguatkan itu disebut berkas difraksi. Pucak difraksi dihasilkan oleh interfensi secara konstruktif cahaya yang dipantulkan oleh bidang-bidang kristal. Semakin lebar puncak difraksi, maka semakin kecil ukuran kristalnya, sedangkan kristal yang besar akan menghasilkan pucak difraksi yang semakin tinggi (Cullity, 1956). Metode difraksi sinar-x adalah salah satu cara untuk mempelajari keteraturan atom atau molekul dalam suatu struktur tertentu. Jika struktur atom atau molekul tertata secara teratur membentuk kisi, maka radiasi elektromagnetik pada kondisi eksperimen tertentu akan mengalami penguatan. Sinar-X dapat terbentuk apabila suatu logam sasaran ditembaki dengan berkas elektron berenergi tinggi. Dalam eksperimen digunakan sinar-x yang monokromatis. Kristal akan memberikan hamburan yang kuat jika arah bidang kristal terhadap berkas sinar-x (sudut θ) memenuhi persamaan Bragg, seperti ditunjukkan dalam ilustrasi berikut: Gambar Gambar Ilustrasi Ilustrasi hukum Hukum bragg Bragg (Settle, (Settle, 1997) 1997)

14 14 Difraksi sinar-x mengikuti persamaan hukum Bragg seperti yang diilustrasikan pada gambar 2. Dimana n adalah orde pantulan (n ϵ {1, 2, 3,...}), λ adalah panjang gelombang, d adalah jarak antara bidang kisi, dan θ adalah sudut antara bidang belokan cahaya dan bidang kisi yang dikenal sebagai sudut Bragg. Dalam menentukan hubungan matematis antara sudut difraksi, panjang gelombang, dan jarak antara lapisan atom dalam kristal. Jika panjang gelombang dikenal, dan sudut difraksi diketahui, jarak antara atom dalam kristal dapat ditentukan sesuai dengan persamaan berikut: n λ = d sin θ + d sin θ n λ = 2 d sin θ Salah satu metode untuk menafsirkan difraksi sinar-x adalah formulasi Bragg. Gelombang x-ray dianggap sebagai cerminan dari lembaran atom dalam kristal. Ketika seberkas sinar x-monokromatik (panjang gelombang seragam) menyerang kristal, gelombang tersebar oleh atom dalam setiap lembar bergabung membentuk gelombang yang dipantulkan (Settle, 1997). 6. Monografi bahan a. Polivinil alkohol Polivinil alkohol (PVA) merupakan suatu bahan berbentuk granul atau serbuk, berwana putih hingga krem, tidak berbau, mudah larut dalam air dan biasa digunakan sebagai suspending agent dan peningkat viskositas (Rowe dkk., 2009). PVA pada dasarnya terbuat dari polivinil asetat melalui hidrolisis. PVA adalah polimer buatan yang telah digunakan

15 15 selama paruh pertama abad ke-20 di seluruh dunia, aman bagi makhluk hidup, tidak berbahaya dan tidak beracun. PVA telah digunakan di sektor industri, makanan, kesehatan dan komersial. Polimer ini banyak digunakan oleh pencampuran dengan polimer lainnya senyawa, seperti biopolimer dan polimer lain yang bersifat hidrofilik yang dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi industri dalam meningkatkan sifat mekanik film karena strukturnya yang kompatibel dan hidrofilik (Gaaz dkk., 2015). Gambar 5. Struktur kimia polivinil alkohol (Rowe dkk., 2009) b. Etil selulosa Etil selulosa (EC) adalah suatu polimer hidrofobik yang telah banyak digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. EC bersifat nontoksik, stabil, kompresibel dan inert. Polimer hidrofobik memberikan beberapa keuntungan, mulai dari stabilitas yang baik diberbagai nilai ph dan tingkat kelembaban yang aman. Polimer hidrofobik ini cocok dikombinasikan bersama dengan matriks hidrofilik untuk suatu obat yang memiliki tingkat kelarutan tinggi dalam air, dan dapat dikembangkan untuk bentuk sediaan dengan pelepasan obat terkontrol (Enayatifard dkk., 2009). Gambar 6. Struktur kimia etil selulosa (Rowe dkk., 2009)

16 16 c. Polietilen glikol 400 PEG 400 adalah cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah dan agak higroskopis. PEG 400 larut dalam air, etanol 95%, aseton, praktis tidak larut dalam eter dan hidrokarbon alifatik (Depkes RI, 1979). PEG digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi parenteral, oral, topikal, maupun rektal. PEG juga berfungsi sebagai polimer yang biodegradable dalam formulasi sediaan controlled release. PEG bersifat hidrofil, tidak mengiritasi kulit, dan tidak berpenetrasi melalui kulit (Rowe dkk., 2009). PEG 400 termasuk dalam golongan surfaktan nonionik. Ada dua kemungkinan mekanisme dimana laju transportasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan surfaktan nonionik. Pertama, surfaktan menembus ke daerah antar stratum korneum, meningkatkan fluiditas dan akhirnya melarut. Kedua, surfaktan berpenetrasi ke dalam matriks interselular diikuti dengan adanya interaksi dengan cara terikat dengan filamen keratin (Pandey dkk., 2014). Gambar 7. Struktur kimia polietilen glikol 400 (Rowe dkk., 2009)

17 17 d. Propilen glikol Propilen glikol (PG) merupakan suatu cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, sedikit kental, larut dalam air, aseton dan kloroform. PG biasa digunakan sebagai humektan, plasticizer dan pelarut. PG tidak larut dalam minyak-minyak maupun mineral, tetapi dapat larut dalam beberapa minyak esensial (Rowe dkk., 2009). Gambar 8. Struktur kimia propilen glikol (Rowe dkk., 2009) F. Landasan teori Tablet konvensional diltiazem HCl memiliki bioavailabilitas sekitar 15-30% dan kapasitas ikatan proteinnya sebesar 70-80%. Waktu paruh obat ini sekitar 2-6 jam. Jumlah dosis diltiazem oral yang biasa diberikan adalah mg tiga kali sehari (Pillai dkk., 2011). Formulasi transdermal dapat meningkatkan kepatuhan pasien dibandingkan dengan oral serta dapat menjaga konsentrasi obat berada dalam rentang konsentrasi efektif (Sharma dkk., 2013). Sediaan transdermal diltiazem HCl dengan kombinasi polimer PVA dan EC 7:3 memiliki nilai persentase permeasi paling tinggi dibandingkan kombinasi polimer PVA dan EC 9:1 dan 8:2 serta memberikan perbedaan terhadap karakteristik fisik film, yaitu pada keseragaman bobot, penyerapan lembab dan ketebalan (Sulistyowati, 2015).

18 18 Surfaktan hidrofilik PEG 400 dengan konsentrasi 40% dalam dispersi vesikel formula transdermal quersetin yang diujikan secara ex-vivo menggunakan sel difusi Franz pada kulit babi yang baru lahir merupakan peningkat penetrasi yang berpotensi untuk menghantarkan obat ke dalam kulit, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian dan kinerja lebih lanjut (Chessa dkk., 2011). Formula film transdermal diltiazem HCl yang menggunakan kombinasi polimer karboksi metil selulosa, polivinil pirolidon dan karbopol 934 serta kombinasi peningkat penetrasi PEG 400 dan tween 60 masing-masing sebanyak 1% memberikan hasil permeasi yang paling baik dibandingkan dengan formula lain atas dasar evaluasi profil pelepasan obat (Omray dkk., 2014). Polimer polivinil pirolidon dapat bertindak sebagai agen anti-nucleating yang menghambat kristalisasi dari diltiazem HCl dalam matriks film transdermal pada analisis X-Ray Diffraction. Semakin tinggi konsentrasi polivinil pirolidon, maka tingkat kristalinitas diltiazem HCl akan semakin menurun, sehingga memudahkan diltiazem HCl untuk berpenetrasi ke dalam kulit (Rao dan Diwan, 1998). G. Hipotesis 1. Film transdermal diltiazem HCl dengan variasi peningkat penetrasi PEG 400 memberikan perbedaan terhadap organoleptis, keseragaman bobot, penyerapan lembab, ketebalan, daya tahan lipat dan kandungan zat aktif.

19 19 2. Terdapat pengaruh variasi peningkat penetrasi PEG 400 terhadap permeasi film transdermal diltiazem HCl. 3. Ada perubahan karakter kristal dari diltiazem HCl dalam matriks film transdermal pada analisis XRD.

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem penghantaran obat transdermalatau transdermal drug delivery systems (TDDS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem penghantaran obat transdermalatau transdermal drug delivery systems (TDDS) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat transdermalatau transdermal drug delivery systems (TDDS) memudahkan penghantaran sejumlah bahan obat terapeutik melalui kulit dan masuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai BAB I PENDAHULUAN Pada saat ini, penggunaan obat melalui rute transdermal banyak digunakan dan menjadi salah satu cara yang paling nyaman dan inovatif dalam sistem penghantaran obat ke dalam tubuh. Penghantaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah yang dalam keadaan istirahat melebihi nilai normal, nilai normal tiap orang berbeda beda disini terdapat variasi yang amat besar umumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011). BAB 1 PENDAHULUAN Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi hiperlipidemia (Lacy dkk., 2008). Fenofibrat di dalam tubuh mengalami hidrolisis oleh enzim sitokrom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran lepas lambat sedang dikembangkan untuk mengatasi kekurangan dari sistem penghantaran obat konvensional. Sistem lepas lambat dapat bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi antara lain: Hal-hal yang berdampak pada kelarutan Hal-hal yang berdampak pada kecepatan disolusi Hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui BAB 1 PENDAHULUAN Absorbsi obat dalam tubuh tergantung dari kemampuan obat berpenetrasi melewati membran biologis, struktur molekul obat, konsentrasi obat pada tempat absorpsi, luas area absorpsi, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stabilitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu persyaratan mutu yang harus dipenuhi oleh suatu sediaan farmasi untuk menjamin penggunaan obat oleh pasien. Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

MATRIKS DENGAN KOMBINASI POLIMER POLIVINIL ALKOHOL DAN ETIL SELULOSA SERTA PENINGKAT PENETRASI PEG

MATRIKS DENGAN KOMBINASI POLIMER POLIVINIL ALKOHOL DAN ETIL SELULOSA SERTA PENINGKAT PENETRASI PEG PENGEMBANGAN FILM TRANSDERMAL DILTIAZEM HCl TIPE MATRIKS DENGAN KOMBINASI POLIMER POLIVINIL ALKOHOL DAN ETIL SELULOSA SERTA PENINGKAT PENETRASI PEG 400 Yulias Ninik Windriyati 1), Aenul Sholikhah 1), Fauziah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibuprofen Ibuprofen atau asam 2-(-4-isobutilfenil) propionat dengan rumus molekul C 13 H 18 O 2 dan bobot molekul 206,28, Rumus bangun dari Ibuprofen adalah sebagai berikut (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994).

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994). BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penyalutan tablet dilakukan karena berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Glimepirid (GMP) GMP mempunyai nama kimia 1H pyrrole 1-carboxamide, 3 ethyl 2,5 dihydro 4 methyl N [2[4[[[[(4methylcyclohexyl) amino] carbonyl] amino] sulfonyl] phenyl] ethyl]

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penghambat kanal Ca 2+ adalah segolongan obat yang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : BAB II TIJAUA PUSTAKA 2.1 Uraian Umum 2.1.1 Simetidin 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Rumus struktur H 3 C H CH 2 S H 2 C C H 2 H C C H CH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

Biofarmasetika sediaan perkutan

Biofarmasetika sediaan perkutan Biofarmasetika sediaan perkutan Pendahuluan Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan zaman mesir kuno, papyrusyang telah mencantumkan berbagai sediaan obat untuk pemakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan sistem pengantaran obat pada bidang farmasi telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan transdermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril merupakan golongan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang banyak digunakan sebagai pilihan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penghantaran secara transdermal merupakan bentuk penghantaran dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. Macam-macam formulasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Parasetamol Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai parasetamol adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 2.1 Rumus Struktur Parasetamol Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gliklazid adalah agen anti hiperglikemia yang digunakan secara oral untuk pengobatan non-insulin dependent diabetes mellitus. Gliklazid termasuk dalam golongan sulfonilurea.

Lebih terperinci