PEMETAAN KEBISINGAN DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KEBISINGAN BANDAR UDARA (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMETAAN KEBISINGAN DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KEBISINGAN BANDAR UDARA (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau)"

Transkripsi

1 PEMETAAN KEBISINGAN DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KEBISINGAN BANDAR UDARA (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau) TRISLA WARNINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau) adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2006 Trisla Warningsih NRP.P

3 ABSTRACT TRISLA WARNINGSIH. Noise Mapping and Society Appraisal to Airport Noise (Case Study of Sultan Syarif Kasim II Airport, Pekanbaru Riau). Under supervision of MOHAMAD YANI and EKA INTAN KUMALA PUTRI Increasing in plane movement and expansion of area to hold bigger plane movement will cause problem to the environment, such as: increasing in noise emision (noises). The objective of this research were to mapping noise zone, analyze influence factor of society perception to noise, analyze influence factor of society willingness to stay or willingness to accept around Sultan Syarif Kasim II Airport Method used in this research were survey and noise measurement. The result of noisy area mapping to zone 1 was 16,251,665 m 2, to zone 2 was 4,732,308 m 2 and zone 3 was 2,434,037 m 2. The factor that influencing society perception to noise were job, length of time, proverty rights, distance and noisy area. The factor influencing level of society willingness to stay arround Sultan Syarif Kasim II Airport were length of time, proverty values and proverty rights. Willingnes to accept society around Sultan Syarif Kasim II Airport were influeced by education, job, proverty rights, distance and noisy area. Key word : mapping, noise, airport, willingness to accept

4 PEMETAAN KEBISINGAN DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KEBISINGAN BANDAR UDARA (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau) TRISLA WARNINGSIH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Sekolah Pascasarjana IPB SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

5 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya. Penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat langsung, maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng dan Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan semangat selama melakukan peneltian di lapangan, pengolahan data hingga penyusunan tesis ini. 2. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi PSL 3. Dr. Ir. Sam Herodian M.S sebagai dosen penguji 4. Ayahanda Anas Husin, Ibunda Syamsidar (Almh) dan Aswandi, S.hut, M.Si yang telah memberikan dorongan dan kasih sayangnya selama ini 5. Suami tercinta M. Yusri Rahmalis S.T atas kasih dan cinta yang diberikan selama ini. 6. Gadis kecilku Andini Muthmainnah 7. Teman-teman dan saudara-saudara yang telah memberi bantuan dan motivasi kepada penulis.

6 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuok, Propinsi Riau pada tanggal 9 Januari Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Anas Husin dan Ibu Syamsidar(Almh). Pada tahun 1985 penulis mengakhiri pendidikan pertama di Sekolah Taman Kanak-kanak Pertiwi, tahun 1990 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 1 Langgini. Kemudian pada tahun 1994 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bangkinang, pada tahun 1997 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bangkinang. Tahun 2001 penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor. Tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswi Magíster Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

8 Judul Tesis : Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Banda r Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau) Nama Mahasiswa : Trisla Warningsih Nomor Pokok : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng Ketua Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si Anggota Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo,MS Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: 7 Juli 2006 Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau). Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, sebagai bandar udara di Provinsi Riau yang menjadi pusat hubungan transportasi udara merupakan salah satu sumber kebisingan yang menarik diteliti. Disisi lain, dibukanya pemukiman- pemukiman penduduk yang tidak lagi memperdulikan batas kawasan yang aman bagi suatu kawasan bandar udara, menjadi menarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar bandar udara, berapa nilai kesediaan masyarakat menerima kompensasi serta membuat peta kawasan kebisingan sehingga zona mana yang paling nyaman untuk menjadi tempat pemukiman penduduk. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis. Bogor, Juli 2006 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Kebisingan Pemetaan Sistem Informasi Geografis Metode Penilaian Lingkungan Willingness to Accept Regresi Logit Studi Penelitian Terdahulu III METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengumpulan Data Analisis Data Batasan Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Pekanbaru Gambaran Umum Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Karakteristik Umum Responden Pemetaan Kawasan Kebisingan viii

11 Halaman 4.5 Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Keinginan Masyarakat Tetap Tinggal di Sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Kesediaan Masyarakat dalam Menerima Kompensasi Analisis Nilai Kesediaan dalam Menerima Kompensasi Keterkaitan Persepsi Masyarakat V. KESIMPULAN DAN SARAN Kes impulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik Isolasi dari Bahan Bangunan Tabel 2. Baku Mutu Kebisingan Menurut Peruntukan Tabel 3. Variabel yang Digunakan Dalam Analisis Data Penelitian Tabel 4. Perkembangan Panjang Landasan Pacu Tabel 5. Frekuensi Penerbangan Harian Tahun Tabel 6. Luas Kawasan Kebisingan dan Tata Ruang Tabel 7. Teknik Pengukuran dan Pemetaan Kebisingan Tabel 8 Pemetaan Kebisingan Berdasarkan Tipologi Kecamatan Tabel 9. Hasil Analisis Fungsi Logit Terhadap Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Tabel 10. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kesukaan Responden Tabel 11 Hasil Analisis Fungsi Logit Terhadap Tingkat Kesukaan Masyarakat Tetap Tinggal di Sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Tabel 12. Hasil Logit Kesediaan Menerima Kompensasi Tabel 13. Hasil Analisis Fungsi Hedonis WTA Tabel 14. Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Tabel 15. Kesediaan Masyarakat Menerima Kompensasi Tabel 16. Karakteristik Bahan Rumah Responden Berdasarkan Kawasan Kebisingan x

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran... 4 Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Gambar 4. Distribusi Tingkat Umur Responden Gambar 5. Distribusi Tingkat Pendidikan Gambar 6. Distribusi Tingkat Pekerjaan responden Gambar 7. Distribusi Tingkat Pendapatan Responden Gambar 8. Distribusi Lama Tinggal Responden Gambar 9. Distribusi Harga Tanah Responden Gambar 10. Distribusi Status Rumah Responden Gambar 11. Distribusi Jarak Rumah Responden Gambar 12. Peta Kawasan Kebisingan dengan Cerminan Gambar 13. Peta Kawasan Kebisingan dengan Penurunan Rumus Jarak Gambar 14. Peta Kawasan Kebisingan Bandar Udara Tahun Gambar 15. Peta Kebisingan Kota Pekanbaru Gambar 16. Persentase Kesukaan Responden Terhadap Tempat Tinggal xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Penempatan Titik Pengukuran Lampiran 2. Kuesioner Lampiran 3. Data hasil Pengukuran Kebisingan Lampiran 4. Hasil Pengukuran WECPNL Lampiran 5. Hasil Logit Persepsi Masyarakat terhadap Kebisingan Lampiran 6. Hasil Logit Tingkat Kesukaan Masyarakat Lampiran 7. Hasil Logit WTA Masyarakat Lampiran 8. Hasil Regresi Linear Berganda WTA Masyarakat Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian xii

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi ini dikembangkan terus sesuai dengan kebutuhan manusia dan seiring dengan perkembangan jaman. Jenis dari transportasi adalah transportasi darat, laut dan udara. Transportasi darat meliputi jalan raya, jalan rel, sungai dan danau, serta penyeberangan. Pelayanan transportasi mengarah pada integrasi antar/inter moda dengan tersedianya fasilitas terminal penumpang, stasiun kereta api, dermaga atau pelabuhan penyeberangan sungai atau danau yang memadai. Pelabuhan laut sebagai salah satu substitusi transportasi laut di Indonesia saat ini telah memberikan perannya yang terpenting sebagai pintu gerbang perekonomian daerah, simpul utama dan kegiatan antar moda dan sebagai terminal dalam distribusi barang. Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari simpul yang berwujud bandar udara dan ruang lalu lintas udara. Bandar udara berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi bandar udara pusat penyebaran primer, sekunder, tersier dan bukan pusat penyebaran. Berdasarkan wilayah pelayanan penerbangannya dikelompokkan menjadi bandar udara internasional dan bandar udara domestik. Sedangkan berdasarkan penyelenggaraannya bandar udara dibedakan atas bandar udara umum dan bandar udara khusus. Bandar udara umum diselenggarakan oleh badan usaha kebandarudaraan, sedangkan bandar udara khusus dikelola oleh pengelola bandar udara khusus untuk keperluan sendiri. Untuk mendukung pelayanan penerbangan, berdasarkan pelayanannya rute penerbangan dibagi atas rute utama, rute pengumpan dan rute perintis. Sedangkan berdasarkan wilayah pelayanannya rute penerbangan dibagi menjadi rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Sub Sektor Transportasi Udara dalam menciptakan pelayanan transportasi yang aman, nyaman, tepat waktu dan lancar antara lain dengan melakukan pembangunan prasarana guna meningkatkan

16 2 kemampuan bandar udara untuk melayani berbagai jenis pesawat, baik fasilitas bandar udara maupun fasilitas keselamatan penerbangan. Adapun dari segi sarana telah diambil kebijaksanaan dengan pengoperasian pesawat berbadan lebar untuk penerb angan jarak menengah dan jauh serta peremajaan armada kecil sesuai kondisi geografis Indonesia. Disamping itu telah diambil kebijaksanaan dalam rangka pemantapan rute penerbangan baik internasional maupun domestik. Transportasi udara sebagai bagian integral dari sistem transportasi nasional, telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan yang terus menerus pada jumlah penumpang dan barang yang diangkut. Dalam tahun 2004 di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II jumlah pesawat terbang yang datang dan berangkat serta penumpang mengalami kenaikan. Terlihat adanya kenaikan jumlah penumpang yang datang sebesar 3.28 persen yaitu dari 11,157 unit menjadi 11,535 unit dan yang berangkat sebesar 4.18 persen yaitu dari 11,051 unit men jadi 11,533 unit. Sedangkan untuk barang yang dibongkar naik sebesar persen yaitu dari 5,481,402 kg menjadi 6,876,174 kg. sedangkan untuk barang yang dimuat naik sebesar persen yaitu dari 4,887,824 kg menjadi 5,769,251 kg (BPS Kota Pekanbaru, 2005). Peningkatan jumlah gerakan pesawat udara akan menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan yaitu: peningkatan emisi suara (kebisingan). Berdasarkan hal itu, maka menarik untuk melakukan penelitian tentang pemetaan kebisingan dan penilaian masyarakat terhadap kebisingan bandar udara studi kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau. 1.2 Kerangka Pemikiran Peningkatan jumlah gerakan pesawat udara, penggunaan pesawat jet dan bertambahnya luas lahan yang digunakan untuk menampung gerakan-gerakan pesawat yang lebih besar di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari pembangunan bandar udara adalah kemudahan sarana transportasi. Sedangkan dampak negatif yang dapat diakibatkan dari kegiatan bandar udara adalah adanya kebisingan.

17 3 Pada penelitian ini difokuskan terhadap dampak positif dan dampak negatif. Penelitian akan memetakan kawasan kebisingan yang ada di bandar udara dan sekitamya. Pemetaan kawasan kebisingan bisa dilakukan setelah nilai dari tingkat kebisingan diperoleh, untuk pengukuran tingkat kebisingan digunakan alat Sound Level Meter dan dianalisis dengan menggunakan rumus WECPNL untuk pemaparan waktu 24 jam. Setelah nilai tingkat kebisingan diperoleh baru dimasukkan kedalam peta lokasi dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Untuk analisis faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar bandar udara, persepsi masyarakat terhadap kebisingan dan analisis faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat men erima kompensasi digunakan analisis logit. Sedangkan untuk analisis nilai kesediaan masyarakat menerima kompensasi dilakukan dengan dengan Metode Hedonic Price (HPM). Selanjutnya akan dirumuskan kebijakan apa yang akan dilakukan terhadap bandar udara maupun pemukiman di sekitar bandar udara. Kebijakan ini akan berupa rekomendasi kepada pemerintahan daerah untuk mengatasi masalah kebisingan. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat diagram alir kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1.

18 4 Bandar udara SSK II Peningkatan jumlah gerakan pesawat udara Penggunaan pesawat jet Bertambahnya luas lahan Dampak negatif Dampak positif Kebisingan Transportasi Peta kawasan kebisingan WECPNL Sistem informasi geografis Analisis Faktor Berpengaruh 1. Persepsi Kebisingan 2. Masyarakat tetap tinggal di sekitar bandara 3.Kesediaan Menerima Kompensasi Analisis logit Analisis nilai WTA Masyarakat HPM Kebijakan yang diambil: Tata ruang: pemukiman pindah/bandar udara pindah Antisipasi kebisingan Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran

19 5 1.3 Perumusan Masalah Problem tentang pemukiman di kota menunjukkan kecenderungan makin diabaikannya persyaratan lingkungan pemukiman. Hal ini mengakibatkan timbulnya lingkungan pemukiman baru yang kurang mengindahkan persyaratan kenyamanan dan keamanan bagi penduduknya, termasuk persyaratan gangguan kebisingan. Pemanfaatan area dekat bandar udara, termasuk pemanfaatan daerah lintasan penerbangan banyak terjadi, walaupun gangguan kebisingan oleh suara pesawat udara yang mendarat dan lepas landas terdengar hampir setiap saat. Keberadaan dan kondisi pemukiman sangat ditentukan dengan aktifitas yang ada didalamnya. Pemukiman dengan aktivitas yang cukup tinggi (misalnya aktivitas ekonomi yang pesat) dapat menyebabkan kualitas pemukiman tersebut menurun jika tidak disertai perencanaan dan penataan pemukiman yang baik. Sebaliknya, pemukiman dengan aktivitas yang masih rendah cenderung mempunyai kualitas pemukiman yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan kualitas pemukiman di pedesaan dengan perkotaan yang mempunyai aktivitas yang berbeda. Namun demikian, kualitas penduduk juga sangat mempengaruhi kondisi pemukiman. Penduduk dengan kualitas yang baik cenderung akan membentuk pemukiman yang baik pula. Sebaliknya, penduduk dengan kualitas yang rendah akan membentuk pemukiman yang rendah pula. Hal ini disebabkan adanya kesadaran pada penduduk yang mempunyai kualitas sumberdaya tinggi akan pentingnya menjaga kualitas pemukiman. Sedangkan penduduk yang mempunyai kualitas yang rendah cenderung kurang memiliki kesadaran dalam menjaga kualitas lingkungan. Perkotaan dengan aktivitas ekonomi yang tinggi cenderung mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan pemukiman yang ada. Keberadaan kota sebagai pusat kegiatan pemerintahan dan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari tingginya tingkat migrasi penduduk ke perkotaan. Tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin besar. Oleh karena itu, apabila tidak disertai dengan perencanaan dan penataan yang baik akan

20 6 menyebabkan munculnya pemukiman yang tidak merata, bahkan cenderung padat dan kumuh. Tingginya tingkat urbanisasi menyebabkan ketidakseimbangan penyediaan fasilitas kota dengan jumlah penduduk yang ada. Terlebih lagi, dengan adanya ketidakmerataan ekonomi telah menyebabkan perbedaan akses terhadap fasilitas tersebut. Penduduk yang tidak tertampung di dalam sektor formal memilih bekerja di sektor informal perkotaan dibandingkan kembali ke tempat asalnya. Semakin tingginya sektor informal ternyata memunculkan permasalahan pemukiman liar. Hal ini dikarenakan tidak semua pekerja sektor informal tertampung di pemukiman yang layak. Di sisi lain, adanya tingkat kemiskinan yang semakin tinggi menyebabkan pekerja sektor informal mendirikan pemukiman liar dan kumuh. Pemukiman liar dan kumuh sebenarnya dapat terjadi pada pemukiman yang didirikan dan diizinkan secara resmi oleh pemerintah yang kemudian berkembang menjadi pemukiman yang kumuh karena kurangnya perhatian pemerintah. Selain itu, pemukiman kumuh juga dapat terjadi secara disengaja oleh penduduk yang mendirikan pemukiman tanpa disertai izin dari pemerintah. Pemukiman liar dan kumuh dicirikan dengan kualitas lingkungan yang buruk. Pemukiman tersebut tidak tertata secara baik, kondisi drainase yang buruk serta ketersediaan ventilasi yang rendah. Drainase yang buruk akan menyebabkan munculnya berbagai jenis penyakit serta rawan terjadinya banjir. Selain itu kurangnya fasilitas air bersih akan menyebabkan kualitas kesehatan penduduk akan rendah. Keberadaan pemukiman yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda menyebabkan adanya preferensi/pilihan seseorang di dalam memilih tempat tinggal. Sebuah tempat tinggal akan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga tempat tinggal, fasilitas yang disediakan, aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya. Harga tempat tinggal tidak menjadi faktor utama. Hal ini dikarenakan harga juga ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas serta kesesuaian tata ruangnya. Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka

21 7 seseorang cenderung untuk memilihnya. Demikian juga jika aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya tinggi maka seseorang cenderung akan memilihnya. Faktor lain yang turut menentukan seseorang untuk memilih tempat tinggal adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut adalah kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal. Kebersihan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bersih dari polusi, baik air dan udara. Tempat tinggal yang tidak bersih dari polusi akan rentan menimbulk an berbagai penyakit. Polusi udara dapat menimbulkan alergi, penyakit paru-paru, penyakit tenggorokan dan gangguan kesehatan lainnya. Sedangkan polusi air dapat mengakibatkan konsumsi air yang tidak sehat. Kenyamanan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bebas dari berbagai kebisingan dan keramaian. Kenyamanan lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di tempat tersebut. Persyaratan daerah pemukiman dipandang dari segi gangguan kebisingan adalah persyaratan kebisingan tidak boleh lebih dari 60 dba dengan tingkat ideal maksimum gangguan kebisingan sebesar 40 dba. Kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya. Suara tersebut tidak diinginkan karena mengganggu pembicaraan dan telinga manusia, yang dapat merusak pendengaran atau kenyamanan manusia. Secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan terhadap manusia dan lingkungannya termasuk pada ternak, satwa liar dan sistem di alam (Suratmo, 2002). Kebisingan tersebut akan mempengaruhi kualitas lingkungan di sekitar bandar udara yang menimbulkan eksternalitas negatif terhadap individu-individu masyarakat yang tinggal di sekitar bandar udara. Eksternalitas negatif yang dapat ditimbulkan adalah gangguan pembicaraan, gangguan tidur, stress, efek negatif pada pekerjaan dan kesehatan mental. Pada saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab gangguan lingkungan yang penting. Pada tahun 70-an di Amerika Serikat, tingkat kebisingan kota bertambah 1 db pertahun dan 10 db per dekade. Penyebabnya adalah bertambahnya jalan bebas hambatan (freeways) di perkotaan, peningkatan kepadatan lalu lintas udara, perubahan dari pesawat berpropeler menjadi pesawat jet, bertambahnya aktivitas konstruksi dan semakin dekatnya kawasan pemukiman

22 8 maupun kawasan perindustrian. Sedangkan di Indonesia yang masih terus membangun, taraf kebisingan akan terus naik, terutama dari transportasi dan industri. Sumber-sumber kebisingan pada suatu bandar udara adalah bekerjanya mesin-mesin pesawat terbang pada saat dioperasikan, baik secara kumulatif selama 24 jam maupun secara individu. Suara bising tersebut mulai sejak pemanasan mesin pesawat di darat, pergerakan menuju landasan pacu, saat tinggal landas serta pesawat yang datang mulai dari menurunnya pesawat dari ketinggian tertentu menuju pendaratan dan diteruskan ke lapangan parkir. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, sebagai bandar udara di Provinsi Riau yang menjadi pusat hubungan transportasi udara merupakan salah satu sumber kebisingan yang menarik diteliti. Disisi lain, dibukanya pemukimanpemukiman penduduk yang tidak lagi memperdulikan batas kawasan yang aman bagi suatu kawasan bandar udara, menjadi menarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar bandar udara, berapa nilai kesediaan masyarakat menerima kompensasi serta membuat peta kawasan kebisingan sehingga zona mana yang paling nyaman untuk menjadi tempat pemukiman penduduk Berdasarkan hal diatas secara rinci rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi hal-hal berikut ini: 1. Bagaimana memetakan kawasan kebisingan di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dan daerah sekitarnya? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II? 3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II? 4. Bagaimana kesediaaan masyarakat dalam menerima kompensasi akibat kegiatan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II?

23 9 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah: 1. Pemetaan kawasan kebisingan di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dan daerah sekitarnya 2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II 3. Analisis faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II 4. Analisis kesediaaan masyarakat dalam menerima kompensasi akibat kegiatan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II 1.5 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Tingkat kebisingan di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. 2. Tingkat kebisingan tidak berpengaruh terhadap keinginan masyarakat dalam memilih lingkungan tempat tinggal. 3. Masyarakat yang tinggal di dekat bandar udara merasa kondisi tempat tinggalnya lebih bising dibandingkan masyarakat yang tinggal lebih jauh dari bandar udara. 4. Masyarakat yang merasakan dampak langsung dari kebisingan bersedia menerima dana kompensasi. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada stakeholders yang terkait sebagai rekomendasi dalam usaha penanggulangan kebisingan akibat kegiatan bandar udara, Penduduk yang bermukim di sekitar kawasan Bandar

24 10 Udara Sultan Syarif Kasim II bisa memperoleh gambaran yang jelas mengenai akibat dari kebisingan dan menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Pengertian Kebisingan Salah satu komponen dampak transportasi terhadap lingkungan adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu-lintas baik pada jalan raya, jalan rel maupun bandar udara. Masalah dampak kebisingan transportasi bersifat unik dibandingkan dengan polusi-polusi lainnya. kebisingan terjadi secara spontan dan timbul setiap saat akibat gerakan kendaraan. Apabila gerakan kendaraan telah menjauhi suatu lokasi, maka bentuk polusi ini tidak meninggalkan dampak sama sekali. Kebisingan adalah bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya. Suara tersebut tidak diinginkan karena mengganggu pembicaraan dan telinga manusia, yang dapat merusak pendengaran atau kenyamanan manusia. Secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan terhadap manusia dan lingkungannya termasuk pada ternak, satwa liar dan sistem di alam (Suratmo, 2002). Secara sederhana, kebisingan dapat didefinisikan atas dasar beberapa elemen dasar: yaitu sumber suara, saat penyebaran suara dan penerima. Suara adalah getaran atau perubahan tekanan dalam suatu medium yang elastis dan menimbulkan sensasi pendengaran yang dapat ditangkap telinga (Maxwell, 1973). Sumber dari getaran suara ini biasanya adalah getaran dari suatu benda padat atau turbulensi (gangguan) dalam zat cair atau udara. Suara sebenarnya adalah energi mekanis dari suatu getaran yang menjalar secara siklus seri dari pemampatan dan penjarangan dari molekul benda yang dilewati. Suara dapat diteruskan oleh gas, benda cair dan benda padat. Jumlah dari pemampatan dan penjarangan ini dalam waktu tertentu disebut pula sebagai frekuensi suara. Frekuensi ini diukur dengan satuan Hertz (Hz), dapat pula disebut sebagian siklus suara per detik. Manusia hanya dapat mendengar suara yang frekuensinya berada antara 16 sampai Hz.

26 12 Tingkat intensitas/tekanan suara dapat diukur dengan alat Sound Level Meter (SLM) yang mempunyai 4 skala yaitu, A, B, C, dan D. Setiap skala mempunyai filter yang meniadakan frekuensi-frekuensi tertentu. Skala A digunakan untuk mengukur suara dengan tingkat kenyaringan sekitar 40 db, skala B untuk mengukur suara dengan tingkat kenyaringan sekitar 70 db, skala C untuk suara yang nyaring dan skala D untuk mengukur suara yang sangat nyaring seperti suara pesawat terbang. Dari ke empat skala tersebut, skala yang paling sering digunakan adalah skala A baik untuk suara yang berfrekuensi rendah maupun tinggi. Skala A mempunyai ketepatan yang tinggi untuk jangkauan frekuensi yang luas (Alfredson, 1976) Sumber Kebisingan Beberapa sumber kebisingan dapat dikelompokkan dalam (Hartono, 1999): 1. Bising lalu lintas, bising ini ditimbulkan oleh suara transportasi, misalnya kereta api, pesawat terbang, bus dan lain-lain serta lebih banyak dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekitar jalur lalu lintas. 2. Bising industri, berasal dari industri besar yang mengoperasikan mesin-mesin yang menghasilkan bunyi sampai sekitar 100 db. Bising industri ini dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat pemukiman di sekitar industri. 3. Bising rumah tangga, biasanya berasal dari kegiatan rumah tangga dan biasanya tidak terlalu bising. Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan, yaitu: a. Kebisingan implusif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya: kebisingan yang datangnya dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin pemasang tiang pancang.

27 13 b. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama. Contohnya : kebisingan yang datang dari suara mesin yang dijalankan (dihidupkan). c. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap, kemudian hilang dan akan datang lagi. Contoh : suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat, (Wardhana, 1995). Lebih khusus lagi Raney dan Cawthorn, 1978 menyebutkan bahwa sumber kebisingan utama pada pesawat terbang adalah: a. Turbojet Engine Noise, yaitu kebisingan yang dikeluarkan dari pergerakan mesin dan berakselerasi dengan udara luar melalui nozel. b. Turbofan Engine Noise, yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh kompresor dan turbin, c. Aerodynamic Noise, yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh aliran udara di bawah badan pesawat terbang, rongga-rongga pesawat, roda gigi pendaratan dan bagian permukaan pesawat. d. Propeller Aircraft Noise, yaitu kebisingan yang berasal dari kekuatan gas di turbin atau dari kerja piston mesin pesawat Jarak dan Kebisingan Semakin jauh jarak sumber bunyi maka kebisingan semakin menurun. Secara umum hubungan antara level suara suatu sumber bunyi terhadap jarak dapat ditulis persamaan sebagai berikut: LP = LW-20log r 8 (db) Keterangan : LP = Level suara pada jarak r dari sumber LW = Level suara pada titik pengukuran sumber R = jarak titik pengukuran dengan sumber

28 Pengaruh Kebisingan Menurut Tatta (1984), bahwa pengaruh negatif dari kebisingan dapat digolongkan menjadi lima, yaitu: 1. Gangguan pembicaraan Sebagai pedoman, resiko potensial pada pendengaran terjadi jika komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini dapat berakibat fatal jika terjadi penerimaan yang salah dari si penerima. Pegangan sehari-hari bahwa komunikasi pembicaraan dua orang dengan intensitas 55 dba dengan jarak 1 meter, jika lebih biasanya komunikan harus berteriak. 2. Gangguan tidur Kebisingan dapat menyebabkan seseorang tidak dapat tidur atau membangunkan seseorang yang sedang tidur nyenyak. Menurut penelitian - penelitian (WHO) bahwa bunyi dengan intensitas 35 dba sudah dapat membangunkan atau membuat seseorang tidak dapat tidur. Akan tetapi jika orang tersebut sudah biasa tidur dengan intensitas 35 dba, maka dia baru terganggu pada kebisingan 50 dba. Di masyarakat gangguan ini bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin, adaptasi dan lain-lain. 3. Stress reaction Ekspos dengan kebisingan telah banyak diselidiki dan disimpulkan bahwa kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan fungsi-fungsi psikologis dalam tubuh, terutama menyebabkan stress action. Denyut jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan-perubahan sehingga jantung berdebardebar dan tekanan darah menjadi tinggi. Fungsi pencernaan juga mengalami gangguan notaliti sehingga dapat berakibat penyakit maag. Kelenjar-kelenjar hormon juga mengalami gangguan fungsi karena kebisingan. 4. Efek pada pekerjaan Agak sulit untuk mendemonstrasikan hubungan antara kebisingan dengan produktivitas, akan tetapi dapat dipahami bila seseorang bekerja pada tempattempat yang bising maka akan terjadi kecelakaan-kecelakaan. Disamping itu kebisingan mengganggu konsentrasi (perhatian) sehingga tenaga kerja itu

29 15 akan mengalami fatique, apalagi bila tenaga kerja iu peka terhadap kebisingan. 5. Efek pada kesehatan mental Secara langsung kebisingan tidak menimbulkan/menyebabkan gangguan mental, akan tetapi secara tidak langsung dapat menyebabkan kambuhnya neurosis latent Pengendalian Kebisingan Dikenal beberapa cara dasar pengendalian kebisingan, yaitu: a) mengurangi vibrasi sumber, berarti mengurangi tingkat kebisingan yang dikeluarkan sumbernya, b) menutupi sumber suara, c) melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara, d) menghalangi merambatnya suara, e) melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lain berada dari suara, dan f) melindungi telinga dari suara (Suratmo, 2002). Usaha yang ditempuh untuk mengendalikan kebisingan di bandar udara adalah: 1. Mencari desain dan mesin yang dapat menurunkan kebisingan, 2. Mengatur jalur kapal terbang, 3. Peredam suara melalui landscape dan alat khusus, 4. Mengatur tata guna tanah, misalnya kawasan di sekitar bandar udara jangan digunakan untuk perumahan, tetapi lebih baik untuk perkantoran yang gedungnya dapat memakai peredam suara (Suratmo, 2002) Carpenter et al (1975) menerangkan gelombang bunyi yang menyebar di udara akan berkurang setelah diserap oleh udara dan objek-objek lain diantaranya tanaman. Tanaman yang efektif mereduksi kebisingan adalah yang memiliki daun yang lebat sepanjang tahun dengan pola daun yang menyebar hingga ke permukaan tanah. Penanaman beberapa spesies secara bersama lebih efektif dalam mereduksi kebisingan dari pada penanaman tunggal. Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan. Pohon dan semak memiliki daya serap yang tinggi terhadap kebisingan. Kebisingan dapat

30 16 direduksi hingga 10 db pada jalur yang tersusun dari pohon yang tinggi dan rimbun. Hasil penelitian Yuliarti (2002) menyatakan urutan tanaman yang paling baik dalam mereduksi kebisingan adalah Pinus (Pinus merkusii) yang dapat mereduksi suara dengan baik pada semua frekuensi dapat mencapai db. Tanjung (Mimusop elengi) dapat mereduksi suara mencapai db. Bambu pagar (Bambusa glaucescens) dapat mereduksi suara sampai db dan Cemara kipas (Thuja orientalis) dapat mereduksi suara sampai -24 db. Karakteristik isolasi dari bahan bangunan yang dapat mereduksi kebisingan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Isolasi Dari Bahan Bangunan No Material Tebal mm Masa kg/m 2 1 Papan asbes semen Bata Papan Batako Triplek Papan wol kayu dengan plesteran 13 mm pada dua sisi Indeks reduksi kebisingan dba Lembar aluminium Sumber: Sukarmadijaya, Penilaian Kebisingan Ukuran yang dipakai untuk menentukan besarnya nilai baku mutu tingkat kebisingan dihitung dari besarnya nilai tekanan suara (sound pressure). Tekanan ini mempunyai bentangan yang sangat luas. Panjang gelombang suara yang pendek akan menimbulkan tekanan suara yang kecil, oleh karena itu didengar oleh telinga sebagai suara yang lemah sebab resonansi pada gendang telinga juga lemah. Sebaliknya panjang gelombang suara yang lebih panjang akan menimbulkan tekanan suara yang lebih keras. Untuk menilai kebisingan pesawat terbang dibedakan antara skala penilaian (rating scale) dan prosedur/cara penilaian (rating procedure). Yang dimaksud dengan skala penilaian adalah penentuan suatu besaran dari tingkat

31 17 kebisingan sinambung setara berbasis energi dengan koreksi pada besaran-besaran fisis seperti koreksi nada tunggal, fluktuasi sinyal bising terhadap waktu atau koreksi akibat distribusi statistik sinyal bising. Apabila penentuan dari tingkat kebisingan sinambung setara berbasis energi dengan koreksi tanggapan manusia terhad ap kebisingan operasi pesawat udara, maka penentuan besaran ini disebut prosedur penilaian (rating procedure). Kedua jenis besaran bising ini mengikut sertakan faktor-faktor demografi sehinga rating kebisingan (noise rating) akan berbeda-beda untuk setiap daerah atau negara. Tjatur (2000) mencatat beberapa jenis skala dan prosedur penilaian untuk kebisingan pesawat udara antara lain : 1. OASPL (Overall Sound Pressure Level), db Besaran suara ini didasarkan pada pengukuran tingkat kebisingan yang diakibatkan oleh energi dalam rentang frekuensi dengar. Pengukuran dilakukan tanpa menggunakan filter frekuensi. 2. Lk (A-weighted Sound Pressure Level), db(a) Besaran ini sama dengan besaran OASPL akan tetapi pengukuran dilengkapi dengan filter pembebanan A. 3. EPNL (Effective Perceived Noise Level) Besaran ini direkomendasikan oleh FAA (Federal Aviation Administration) USA sejak tahun Besaran ini didasarkan pada perhitungan- perhitungan loudness level Mark VI dengan beberapa modifikasi. 4. NNI (Noise and Number Index) Digunakan untuk menentukan paparan tingkat kebisingan operasi pesawat udara di sekitar bandara-bandara di Inggris. Beberapa jenis prosedur penilaian yang digunakan di beberapa negara antara lain : 1. WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level) Direkomendasikan oleh ICAO pada tahun Prosedur penilaian ini didasarkan pada besaran obyektif EPNL dengan mengikutsertakan koreksi atau pembebanan yang berbeda terhadap kebisingan yang terjadi pada periode pagi hari dan malam hari serta koreksi terhadap musim dengan basis suhu udara rata-rata. Pembebanan yang berbeda ini menunjukkan bahwa negara-

32 18 negara anggota ICAO menganggap bahwa tanggapan kebisingan manusia untuk pesawat yang beroperasi pada siang hari dan malam hari berbeda walaupun tingkat kebisingan (melalui pengukuran obyektif) yang dihasilkan adalah sama. Tingkat kebisingan diukur dalam db(a). 2. NEF (Noise Exposure Forecast): Digunakan di USA atas rekomendasi FAA sekitar tahun 1970 dan merupakan perkembangan dari prosedur penilaian sebelumnya yaitu CNR (Community Noise Rating, 1964). Koreksi terhadap tanggapan manusia bagi kebisingan pesawat hanya didasarkan pada perbedaan waktu terjadinya kebisingan yaitu antara pagi dan malam hari. Penalti untuk pesawat yang terbang pada malam hari adalah 10 db lebih tinggi dari penerbangan siang hari untuk kebisingan yang sama dengan periode waktu yang digunakan adalah siang = dan malam = ANEF (Australia Noise Exposure Forecast) : Dasar perhitungan sama dengan NEF akan tetapi penalti untuk penerbangan malam hari adalah 12 db. Periode waktu yang digunakan adalah siang = dan malam = Baku Mutu Kebisingan Baku mutu kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48/MENLH/1996 dapat dilihat pada Tabel 2. Khusus untuk Bandar Udara, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 17/2005 tentang Batas-batas Kawasan Kebisingan Bandar Udara". Ketentuan tersebut menyatakan bahwa Baku Mutu Tingkat Kebisingan dan Tata Guna Tanah di sekitar Bandara ditentukan berdasarkan tipe kawasan kebisingan yang dibagi ke dalam 3 tipe kawasan kebisingan, yaitu tipe kawasan kebisingan tingkat 1, tipe kawasan kebisingan tingkat 2 dan tipe kawasan kebisingan tingkat 3. Dalam peraturan tersebut juga disebut bahwa untuk menentukan tipe kawasan kebisingan dimaksud diperoleh dengan cara menentukan nilai kebisingan di sekitar bandar udara dengan menggunakan prosedur penilaian Weighted Equivalent Continuous

33 19 Perceived Noise Level (WECPNL) yang direkomendasikan oleh ICAO pada tahun Tabel 2. Baku Mutu Kebisingan Menurut Peruntukan Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan a. Peruntukkan kawasan 1. Perumahan dan pemukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Perkantoran dan perdagangan 4. Ruang hijau terbuka 5. Industri 6. Pemerintahan dan fasilitas umum 7. Rekreasi 8. Khusus: - Bandar udara* - Stasiun kereta api* - Pelabuhan laut - Cagar budaya b. Lingkungan kegiatan 1. Rumah sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat ibadah atau sejenisnya Sumber: MenLH (2004) Keterangan: * disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Tingkat kebisingan Penentuan prosedur penilaian dan tipe kawasan kebisingan bandar udara maupun tata guna tanahnya dikutip dari pasal 1 dan pasal 8 sebagai berikut : Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Kawasan kebisingan adalah kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu lingkungan. b. Kawasan kebisingan adalah garis yang menghubungkan titik-titik atau tempat-tempat yang mempunyai nilai indeks tingkat kebisingan yang sama. c. Desibel A maksimum atau Maximum A-Weighted Sound Level atau tingkat kebisingan berbobot (tertimbang) A maksimum selanjutnya disebut db(a)

34 20 maksimum adalah unit tingkat kebisingan puncak yang dibaca pada skala A suatu Sound Level Meter di suatu titik pengukuran. d. Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level atau nilai ekivalen tingkat kebisingan yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu, selanjutnya disingkat WECPNL adalah rating terhadap tingkat gangguan bising yang mungkin dialami oleh penduduk di sekitar bandar udara sebagai akibat dari frekuensi operasi pesawat udara pada siang dan malam hari. Pasal 8 Penentuan Kawasan Kebisingan Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (5) dan tata guna tanahnya meliputi : a. Kawasan Kebisingan Tingkat 1 Kawasan kebisingan tingkat 1 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 70 WECPNL dan lebih kecil dari 75 WECPNL. Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 1 dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan, kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit. Bangunan sekolah dan rumah sakit yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku { 55 db(a) sesuai Kep -48/MENLH/11/1996 }. b. Kawasan Kebisingan Tingkat 2 Kawasan kebisingan tingkat 2 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 75 WECPNL sampai dengan lebih kecil 80 WECPNL. Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 2 dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan dan/atau bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal. Bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai

35 21 peraturan perundang-undangan yang berlaku (55dB(A) sesuai Kep - 48/MENLH/11/1996). c. Kawasan Kebisingan Tingkat 3. Kawasan kebisingan tingkat 3 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 80 WECPNL. Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 3 dapat dimanfaatkan untuk membangun bangunan atau fasilitas bandar udara yang dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku (Kep-48/MENLH/11/1996 ). Selain penggunaan di atas dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung. 2.2 Pemetaan Peta merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data maupun informasi sesuai lokasinya secara dua dimensi. Informasi merupakan bentuk data yang telah dianalisis, berbeda dari data mentah maupun yang biasanya lebih sering hanya merupakan hasil pengukuran langsung. Dengan kata lain peta adalah bentuk sajian informasi spasial mengenai permukaan bumi untuk dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Supaya bermanfaat, suatu peta harus dapat menampilkan informasi secara jelas, mengandung ketelitian yang tinggi, walaupun tidak dapat dihindari akan bersifat selektif. Data pada peta biasanya telah mengalami pengolahan, umumnya ditambah dengan ilmu pengetahuan agar lebih dapat dimanfaatkan langsung oleh pengguna. Dalam hubungan ini apa yang disajikan peta keseluruhannya merupakan informasi karena telah mengalami pengolahan baik terhadap data maupun informasi lain dengan ditambahkannya pengetahuan agar dapat disadap maknanya. Misalnya kita ingin menyajikan data mengenai jumlah penduduk pada suatu kabupaten. Dengan hanya menyajikan data mengenai hasil sensus, tidak memberikan informasi yang maknanya jelas walaupun data tersebut telah disajikan sesuai dengan keadaan sebenamya. Mengolah data tersebut secara statistik dan menyajikannya dalam bentuk terkelaskan,

36 22 misalnya berdasar umur, jenis kelamin, dan lainnya, akan meningkatkan makna dari data tersebut. Penyajian hasil sensus secara langsung lebih tepat disebut penyajian data, sedangkan penyajian dalam bentuk yang terakhir adalah penyajian informasi. Penampilan informasi tersebut secara keruangan (spasial) adalah apa yang disebut dengan pemetaan. 2.3 Sistem Informasi Geografi Sistem informasi geografi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang dapat melakukan pengumpulan, penyimpanan, analisis, penyajian suatu obyek dan fenomena di mana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting dalam melakukan analisis (Aronoff, 1989). Sistem informasi geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus danwiradisastra, 2000). Sistem informasi geografi berdasarkan operasinya dapat dib edakan menjadi dua kelompok, yaitu:(1) SIG secara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) SIG secara terkomputer atau lebih sering disebut SIG otomatis (prinsip kerjanya sudah menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital). SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpang-tindih, foto udara dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survey lapangan. Saat ini prosedur analisis manual masih banyak dilakukan, akan tetapi dengan berjalannya waktu prosedur ini akan berangsur-angsur hilang. Di negara kita saat ini, beberapa aplikasi SIG secara manual masih selaras, bahkan dari segi efisiensi lebih sesuai disebabkan masih banyaknya kendala pada sumberdaya manusia, peralatan, dan terutama biaya untuk menggunakan sistem terkomputerkan. Keuntungan SIG otomatis akan terasakan pada tahap analisis

37 23 dan penggunaan data yaug berulang-ulang, terutama bila diperlukan analisis yang kompleks dan menggunakan data yang sangat besar jumlahnya. Bagaimanapun juga untuk memahami SIG otomatis dengan baik, seyogyanya bertahap melalui pemahaman SIG manual, karena sebagian besar prosedur kerja SIG otomatis berawal dari yang manual. Untuk keperluan operasional, terdapat beberapa komponen utama dari SIG yaitu : (1) perangkat keras; (2) perangkat lunak; (3) basis data; dan (4) sumberdaya/kemampuan pengguna. SIG paling tidak didukung oleh tiga sistem perangkat keras yaitu mainframe, komputer pribadi (PC), dan workstation. Perangkat lunak SIG di pasaran dibuat untuk berbagai macam tipe perangkat keras dengan format yang berbeda. Pemilihan perangkat lunak SIG tergantung pada kebutuhan pengguna atau disesuaikan dengan aplikasi yaug akan dipakai. Basis data merupakan komponen penting dalam SIG. Upaya pembuatan dan pemeliharaan basis data selayaknya telah diperhitungkan sebelum memutuskan penggunaan SIG, khususnya di negara-negara dimana basis data digital tidak tersedia meski sistem geografi telah dilakukan. Potensi SIG untuk aplikasi yang lebih besar dengan kemampuan mengintegrasikan data dari berbagai sektor, memerlukan pengetahuan pengguna dari berbagai disiplin ilmu, disamping keahlian khusus untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi SIG. Peranan SIG sebagai suatu sistem infomasi, tergantung pada keberadaan data. Kualitas hasil analisis yang diproduksi dari SIG sangat ditentukan oleh kualitas data yang digunakan. Dalam hal ini SIG menggunakan dua jenis data, yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk grafis yang berkaitan dengan masalah keruangan. Jenis data ini menunjukkan lokasi geografik tertentu, suatu fenomena di permukaan bumi atau sering disebut dengan georeferensi. Setiap tipe data spasial dalam SIG mengacu ke bentuk lapisan data atau bidang data. Dalam setiap lapisan akan terdiri dari 3 tipe segmen data (entity) yaitu : titik, garis, dan poligon atau area. a. Unsur titik (point), menunjukkan lokasi geografik suatu fenomena dimana fenomena tersebut batas dan bentuknya terlalu kecil untuk ditampilkan pada peta, sehingga tidak dapat digambarkan sebagai garis atau area. Contoh unsur

38 24 titik adalah lokasi kota (peta skala kecil), ketinggian puncak gunung, dan lain - lain. b. Unsur garis (line features), terdiri dari serangkaian titik-titik yang berhubungan satu sama lain. Unsur garis digunakan untuk menunjukkan unsur-unsur peta yang terlalu sempit jika digambarkan sebagai area atau unsur peta yang secara teoritik tidak memiliki luasan. Contoh unsur garis adalah aliran sungai, jaringan jalan, batas administrasi, kawasan, dan lain-lain. c. Unsur area (poligon), merupakan gambar tertutup yang dibatasi oleh garis yang mengelilinginya. Contoh unsur area adalah danau, kawasan industri, pulau, dan sebagainya. Data atribut adalah data yang melengkapi keterangan-keterangan dari data spasialnya baik dalam bentuk statistik maupun deskriptif. Data atribut dibedakan menjadi data kualitatif (nama, jenis, tipe, dan lain-lain) dan data kuantitatif (angka, satuan/besaran jumlah, tingkatan, klas interval) yang mempunyai hubungan satu -satu dengan data spasialnya. File-file yang disusun tidak berstruktur rentan terutama untuk data yang terdapat dalam jumlah besar atau untuk data yang berubah secara terus-menerus. Oleh karena itu berbagai sistem pengolahan basis data (Database Management System/DBMS) telah dikembangkan agar dapat menangani data dalam jumlah yang besar dan kompleks. Semua sistem basis data ditujukan untuk mempermudah pencarian dan penghubung data tabular. Suatu sistem pengolahan basis data harus dapat digunakan untuk memanipulasi berbagai tipe objek dan variasi hubungan antar objek. Model basis data yang dibentuk dari data nonspasial meliputi : 1) model basis data hierarki; 2) model basis data jaringan; dan 3) model basis data relasional. Pada model basis data hierarki, data diorganisasikan menurut struktur yang menyerupai akar pohon. Organisasi dari data dilakukan dengan memberi kode pada record (menunjukkan baris) data untuk setiap entitas, tetapi hanya satu buah field yaug ditentukan sebagai key field guna mengakses data lain. Bentuk data hierarki memiliki hubungan banyak -satu (many to one), maka panggilan dilakukan melalui bentuk struktur akar pohon. Model basis data ini masih bisa dianggap efisien selama kuantitas data yang dilibatkan tidak banyak. Namun

39 25 demikian mudah dimengerti dan mudah dimutakhirkan serta mampu memberikan akses data yang cepat. Model basis data jaringan dalam DBMS mendukung organisasi tipe network. Setiap unsur/elemen, atau kumpulan record, mempunyai hubungan ke berbagai elemen yang terletak pada tingkat yang berbeda. Inter-hubungan dibuat dalam organisasi terhierarki, dan suatu ciri dapat diasosiasikan dengan dua objek utama. Resultan struktur jaring lebih dekat menggambarkan inter-hubungan yang kompleks, yang sering muncul diantara objek -objek nyata. Unsur dalam strukturnya dapat berkaitan melalui hubungan satu -banyak (one to many), hubungan banyak-satu (many to one), dan hubungan banyak-banyak (many to many). Model basis data ini masih bisa dianggap efisien walaupun dengan kuantitas data yang banyak, tetapi sulit untuk dimodifikasi agar fleksibel dalam melakukan hubungan dengan data lainnya, karena bentuknya sangat rumit dan kompleks. Model basis data relasional tidak terdapat hierarki data dalam record. Setiap field data dapat digunakan sebagai key field. Setiap data dikumpulkan dalam beberapa record dalam suatu data record. Kemudian beberapa data record bersatu dalam sebuah tabel yang berbeda dalam suatu field terpisah. Model basis data relasional mempunyai kemampuan untuk melakukan pencarian data dari hubungan yang disimpan pada tabel yang berbeda dengan menggunakan setiap atribut yang dipakai secara bersama-sama yang disebut joint operation 2.4 Metode Penilaian Lingkungan Terdapat beberapa metode untuk mengukur nilai suatu lingkungan, diantaranya Travel Cost Method (TCM), Production Function Approach, Contingent Valuation Method (CVM) dan Hedonic Pricing Method (HPM). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah HPM. Oleh karena itu yang akan dijelaskan secara lebih mendalam pada bagian ini adalah metode tersebut. HPM digunakan untuk menentukan nilai suatu ekosistem atau lingkungan. Nilai dari ekosistem atau lingkungan tersebut biasanya mempengaruhi harga dari suatu barang yang dapat dipasarkan. HPM digunakan untuk menentukan

40 26 keterkaitan yang muncul antara tingkat jasa yang dihasilkan lingkungan dengan harga suatu barang yang mempunyai nilai pasar. Salah satu penggunaan HPM yang sering digunakan adalah penentuan harga rumah/harga tanah yang dicerminkan dari nilai lingkungan sekitar. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur keuntungan dan biaya ekonomi yang terkait dengan kualitas lingkungan, meliputi polusi udara, polusi air maupun kebisingan serta kenyamanan lingkungan, seperti pemandangan lingkungan sekitar. Penggunaan HPM mempunyai keuntungan dan keterbatasan. Keuntungan dari metode tersebut adalah: 1. HPM dapat digunakan untuk mengestimasi nilai berdasarkan pilihan yang ada. 2. Pasar properti/tempat tinggal relatif efisien didalam pengumpulan informasinya, sehingga dapat dijadikan indikator yang baik didalam penentuan nilai. 3. Data yang terkait dengan tempat tinggal dan karakteristiknya dapat diperoleh dari berbagai sumber dan dapat dikaitkan dengan sumber data sekunder lainnya untuk menentukan variabel didalam analisis. 4. HPM dapat disesuaikan dengan keterkaitan yang ada antara market goods dengan kondisi lingkungannya. Beberapa keterbatasan yang dimiliki HPM adalah: 1. Cakupan keuntungan meliputi kondisi lingkungan yang dapat diukur. 2. Metode tersebut hanya terkait dengan willingness to pay/ willingness to accept seseorang terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hal ini dapat menyebabkan nilai yang ada tidak mencerminkan harga rumah yang sebenarnya bagi seseorang yang tidak peduli terhadap kaitan antara kualitas lingkungan dengan keuntungan yang diperolehnya. 3. Asumsi yang digunakan didalam metode tersebut adalah seseorang mempunyai kesempatan untuk memilih kombinasi yang diinginkannya dengan tingkat pendapatan tertentu. Padahal, suatu pasar properti/rumah mungkin dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya pajak dan tingkat bunga. 4. HPM relatif komplek sehingga dibutuhkan keahlian didalam implementasi dan interpretasinya. 5. Hasil yang diperoleh akan sangat ditentukan dengan model yang dibuat

41 27 6. Jumlah data yang dikumpulkan relatif banyak. 7. Aplikasi sangat ditentukan dengan ketersediaan data. Ada beberapa masalah sehubungan dengan penggunaan HPM, yaitu: a. Penghilangan Variabel Bias Didalam pembuatan fungsi hedonis harus dapat diputuskan faktor-faktor yang disertakan sebagai variabel independent didalam model persamaan tersebut. Keputusan yang dibuat dapat menimbulkan permasalahan apabila terdapat variabel yang berpengaruh nyata terhadap harga rumah dan diantaranya berkorelasi dengan variabel yang lainnya kemudian dihilangkan didalam fungsi akan mempengaruhi koefisien dari variabel yang diestimasi. Hal ini akan menyebabkan kebiasan didalam estimasi koefisien dan harga rumah. b. Terdapat Multikolinearitas Beberapa variabel yang digunakan didalam fungsi hedonis dapat saling berkolerasi dengan variabel yang lainnya. Misalnya, apabila terdapat rumah di samping pertambangan maka selain asap/debunya yang tinggi, tingkat keramaiannya juga tinggi. Oleh karena itu, multikolinearitas yang terjadi dapat menimbulkan permasalahan didalam estimasi fungsi. c. Pemilihan Model/Bentuk Fungsi Pemilihan model/ bentuk fungsi yang tepat akan mempengaruhi estimasi. Misalkan, model yang dibuat adalah linear maka persamaan demand tidak dapat diestimasi. Hal ini dikarenakan nilai implisit dari faktor lingkungannya akan bernilai konstan. d. Segmentasi Pasar Di dalam housing market selalu ditemukan segmentasi, misalnya kepemilikan sewa dengan kepemilikan sendiri. Oleh karena itu di dalam anlisis perlu dibedakan segmentasi yang ada. e. Tingkat Karakteristik Aktual dan Harapan Di dalam penggunaan pendekatan HPM untuk menilai faktor lingkungan, kualitas lingkungan yang ada diasumsikan berpengaruh terhadap harg a rumah/tanah. Tetapi adanya harapan terhadap perubahan kualitas lingkungan dapat mempengaruhi harga rumah/tanah tersebut. Misalnya, harapan terhadap

42 28 keberadaan by-pass di lingkungan pemukiman yang padat dapat menjaga harga rumah/tanah dilingkungan tersebut tetap tinggi. f. Keberadaan Asumsi yang Menghambat HPM hanya memberikan estimasi yang akurat tentang kualitas lingkungan apabila semua pembeli di pasar mendapatkan informasi yang lengkap dan dapat merubah tingkat kepuasannya serta housing market yang terjad i selalu pada kondisi keseimbangan. Padahal kondisi diatas tidak selalu terjadi. Oleh karena itu, hanya kualitas lingkungan yang berpengaruh di dalam housing market yang akan diukur Willingness To Accept Kesediaan untuk menerima (WTA) merupakan suatu ukuran dalam konsep penilaian ekonomi dari barang lingkungan. Ukuran ini memberikan informasi tentang besarnya dan kompensasi yang bersedia diterima masyarakat atas penurunan kualitas lingkungan di sekitarnya yang setara dengan biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Penilaian barang lingkungan dari sisi WTA mempertanyakan berapa jumlah uang yang bersedia diterima oleh seseorang (rumah tangga) setiap bulannya atau setiap tahunnya sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTA untuk menilai peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan antara lain: 1. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan. 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan. 3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik.

43 29 Penghitungan WTA dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan survei atau secara tidak langsung dengan menghitung nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang terjadi. Dalam penelitian ini perhitungan WTA dilakukan secara langsung dengan cara survei dan melakukan wawancara dengan masyarakat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau. Terdapat empat metode bertanya (elicitation method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP/WTA responden (Hanley dan Splash, 1993), yaitu: 1. Metode Tawar Menawar (Bidding Game) Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Jika ya, maka besarnya nilai uang dinaikkan / diturunkan sampai ke tingkat yang disepakati. 2. Metode Pertanyaan Terbuka (Open -Ended Question) Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai yang diberikan dan metode ini tidak menggunakan nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan timbul bias titik awal. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya. 3. Metode Kartu Pembayaran (Payment Card) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar menawar. Untuk mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan (benchmark) yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam simultan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau nilai minimum

44 30 yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik. 4. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Closed-Ended Referendum) Metode ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu atau apakah responden mau menerima atau tidak sejumlah uang tersebut sebagai kompensasi atas diterimanya penurunan kualitas lingkungan. 5. Metode Bertanya Contingent Rangking Dengan metode ini, responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan atau diterima, tetapi responden disodori rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar. 2.6 Regresi Logit Regresi logit merupakan teknis analisis data yang dapat menjelaskan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kontinu atau kategori (Hosmer dan Lemesow, 1989). Model peluang regresi logistik dengan p faktor (peubah penjelas) adalah : exp( β 0 + β1x β p X p ) E( Y = x) = π ( x) = 1+ exp( β + β X β X ) p p

45 31 Transformasi logit dari p(x) adalah π ( x) g( x) = ln 1 π ( x) Dimana komponen g(x) yang merupakan bagian komponen sistematik tersebut, dapat dituliskan dalam fungsi linear dari peubah penjelas : g(x) = ß 0 + ß 1 x 1 + ß 2 x 2 +..ß p X p Jika terhadap p peubah bebas dengan peubah ke-j merupakan peubah kategori dengan k nilai, maka peubah boneka sebanyak k-1. Maka model transformasi logitnya menjadi : g( x) = β 0 + β1 X k j 1 u= 1 β ju D ju + β p X p Dimana: X j = Peubah bebas ke-j dengan tingkatan k j B ju = Koefisien peubah boneka K j-1 = Peubah boneka u = 1,2,3.k j-1 Pendugaan parameter digunakan metode kemungkinan maksimum (maximun likelihood) Dimana fungsi kemungkinan maksimum: n l ( β ) Π f ( Y = = i = 1 y i x ) i Untuk menduga ß i maka maksimumkan l(ß) Untuk memudahkan perhitungan, dilakukan pendekatan logaritma, sehingga fungsi log kemungkinannya sebagai berikut : [ l( )] l ( β ) = ln β n = { y i ln π + (1 y i ) ln(1 π i )} i= 1

46 32 Nilai dugaan ß i dapat diperoleh dengan membuat turunan pertama terhadap l(ß) = 0, dengan i = 1, 2, 3,..p Untuk memperoleh penduga. kemungkinan maksimum bagi parameter-parameter dari model, secara teknis digunakan metode kuadrat terkecil terboboti secara iterative (iteratively reweighted least squares) Pengujian terhadap parameter-parameter model dilakukan sebagai upaya untuk memeriksa kebaikan model. Uji kebaikan model merupakan suatu pemeriksaan apakah nilai yang diduga dengan peubah didalam model lebih baik atau akurat dibandingkan dengan model tanpa peubah tersebut (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Dengan kata lain diadakan pengujian hipotesis statistik dalam menentukan apakah peubah-peubah bebas dalam model mempunyai hubungan yang nyata dengan peubah responnya. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), untuk mengetahui peran seluruh peubah penjelas di dalam model secara bersama-sama dapat digunakan uji nisbah kemungkinan yaitu uji G. Statistik ujinya berdasarkan hipotesis H 0 : ß 1 = ß 2 = ß 3 =. = ß p = 0 H 1 : Paling sedikit ada satu ß j? 0 (j = 1, 2, 3,..p) Sedangkan rumus umum untuk uji-g : L G = 2 ln 0 L k Dengan kriteria uji: 2 < χ p, α, Terima H G = 2 χ p, α, Tolak H 0 0

47 33 Dengan L 0 = fungsi kemungkinan tanpa peubah penjelas dan L k = fungsi kemungkinan dengan peubah penjelas. Statistik G mengikuti sebaran khi kuadrat dengan derajat bebas p. Sedangkan untuk uji nyata parameter secara parsial dapat digunakan uji-wald. Statistik uji-wald adalah W j β = s j ( β j ) Hipotesis: H 0 : ß j = 0 H 1 : ß j? 0 dengan kriteria uji: W < Zα = Z / 2 α / 2, terima H, tolak H 0 0 dengan β j merupakan penduga ß j dan s( β j ) adalah dugaan galat baku dari β j. Statistik uji Wald mengikuti sebaran normal baku. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), koefisien model logit ditulis sebagai ß j = g(x+1) g(x). Parameter ß j mencerminkan perubahan dalam fungsi logit g(x) untuk perubahan satu unit peubah bebas x yang disebut log odds. Log odds merupakan. beda antara dua penduga. logit yang dihitung pada dua nilai (misal x = a dan x = b) yang Dinotasikan sebagai : ln [ ψ ( a, b) ] = g( x = a) g( x = b) = β j *( a b) sedangkan penduga rasio-odds adalah: [ * ( a )] ψ ( a, b) = exp β j b

48 34 Sehingga jika a-b =1 maka? = exp(ß). Rasio-odds ini dapat diintepretasikan sebagai kecenderungan Y =1 pada x =1 sebesar? kali dib andingkan pada x = Studi Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang terkait dengan kebisingan antara lain : (Rusnam, 1993) melakukan studi tentang kebisingan kota, Yunasril ( 1995 melakukan studi tentang kebisingan akibat transportasi darat, Selan (2003), Sasanti dan Eddy (2000), Cohen dan Cletus (2006) dan Nelson (2003) melakukan studi tentang kebisingan akibat transportasi udara. Rusnam (1993) melakukan studi tingkat kebisingan di Kotamadya Bogor Jawa Barat. Didalam penelitiannya dikaji tentang tingkat kebisingan dan hubungan sumber kebisingan dengan tingkat kebisingan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa di semua lokasi telah melewati baku mutu kebisingan, dan sumber dari kebisingan adalah kendaraan bermotor. Yunasril ( 1995) melakukan penelitian tentang keterkaitan jumlah dan jenis kendaraan bermotor dengan taraf kebisingan di Kotamadya Padang Sumatera Barat. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa di semua lokasi telah melewati baku mutu kebisingan dimana jumlah kendaraan tidak berpengaruh terhadap kebisingan tetapi jenis kendaraan berpengaruh terhadap kebisingan. Selan (2003) melakukan penelitian tentang keterkaitan tingkat kebisingan dan kesediaan membayar masyarakat untuk menurunkan tingkat kebisingan di sekitar bandara. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa lokasi penelitiannya terletak pada kawasan kebisingan tingkat 3, dimana pada kawasan ini setiap bangunan perumahan harus dilengkapi dengan insulasi suara, tetapi pada kenyataan di lapangan hal tersebut tidak diterapkan, disamping itu nilai WTP masyarakat bervariasi tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat. Nilai WTPnya berkisar dari Rp ,- sampai dengan Rp ,-. Sasanti dan Eddy (2000) melakukan penelitian tentang evaluasi dan pemetaan tingkat kebisingan akibat aktifitas penerbangan di sekitar Bandar Udara Juanda. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa daerah di sekitar Bandar Udara Juanda masuk pada zona D yang tidak diperbolehkan untuk daerah pemukiman.

49 35 Sesuai kriteria dari Federal aviation Administration, daerah-daerah di sekitar Bandar Udara Juanda termasuk kategori D, yang menyatakan terdengar sangat bising dan jelas tidak dapat diterima pendengaran manusia. Cohen dan Cletus (2006) melakukan penelitian tentang model spasial hedonic dari kebisingan di sekitar bandar udara dan harga rumah. Dari hasil penelitiannya diperoleh rumah yang terdapat di daerah yang memiliki nilai kebisingan lebih tinggi maka harga rumahnya lebih murah. Nelson (2003) melakukan penelitian tentang analisis meta dari kebisingan bandar udara dan nilai hedonic tanah. Dari hasil penelitiannya diperoleh harga tanah pada daerah dengan tingkat kebisingan 55 db lebih mahal dibandingkan harga tanah dengan tingkat kebisingan 70 db. Avianto (2005) melakukan penelitian tentang estimasi nilai ekonomi lingkungan pemukiman mahasiswa IPB: perspektif regresi hedonis. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesukaan mahasiswa terhadap tempat tinggalnya adalah luas halaman, tingkat keamanan dan kondisi udara. Kebisingan tidak berpengaruh terhadap kesukaan mahasiswa terhadap pemilihan tempat tinggal. Nilai ekonomi lingkungan pemukiman mahasiswa sebesar Rp. 10,065,016,310,- setiap tahunnya. Dari studi literatur yang dilakukan diperoleh bahwa sudah terdapat penelitian yang menganalisis kebisingan bandar udara dengan teknik HPM, dimana penelitiannya mengkaji harga tanah dan rumah dari masyarakat yang tinggal di sekitar bandar udara. Sedangkan pada penelitian ini teknik penilaian yang digunakan dengan HPM dengan mengkaji aspek WTA dari masyarakat di sekitar bandar udara disamping itu juga dibuat peta kawasan kebisingan bandar udara.

50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau dan pemukiman sekitar bandar udara yaitu Kelurahan Maharatu, Kelurahan Sidomulyo Timur, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Wonorejo, Kelurahan Tangkerang Selatan dan Kelurahan Teratak Buluh pada bulan Januari 2006 sampai dengan Maret Bahan dan Alat Dalam penelitian ini bahan dan alat yang digunakan adalah: a. Satu buah peta rupa bumi dan peta digital Kota Pekanbaru b. Sound level meter c. Global positioning system d. Kuesioner e. Perangkat komputer 3.3 Metode Pengumpulan Data Dilihat dari tujuan dan kepentingan penelitian ini, maka metode yang dipakai adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi (1995), metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tanpa atau sebagai mana adanya. Dilihat dari bentuknya, maka penelitian ini adalah penelitian survei. Survei biasanya sama saja dengan penelitian atau riset (research). Pemakaian kedua istilah ini hanya untuk membedakan ruang lingkup. Riset atau penelitian memusatkan diri pada salah satu atau beberapa aspek dari obyeknya. Sedangkan

51 37 survei bersifat menyeluruh yang kemudian dilanjutkan secara terfokus pada aspek tertentu bilamana diperlukan studi lebih mendalam (Nawawi, 1995). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama survey pendahuluan untuk pengumpulan data sekunder dan tahap kedua survei utama untuk pengumpulan data primer. Pada tahap pertama data yang dikumpulkan adalah jumlah responden secara keseluruhan, data geografi, kependudukan, keadaan umum bandara, frekuensi penerbangan selama seminggu serta peta kawasan kebisingan. Peta kawasan kebisingan ini digunakan untuk menentukan titik- titik pengukuran kebisingan lebih lanjut. Dalam menentukan titik pengukuran digunakan dengan alat global positioning system. Untuk membuat peta kawasan kebisingan titik-titik pengukurannya adalah radius dengan jarak 1000 m tegak lurus arah landasan sepanjang 5000 m. Sedangkan untuk arah horizontal dilakukan dengan radius 250 m sepanjang 1250 m. Penentuan jarak titik pengukuran dilakukan berdasarkan data sekunder kebisingan yang diperoleh dari Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai instansi terkait, seperti; Bapedalda Kota Pekanbaru, Bappeda Kota Pekanbaru, BPS Kota Pekanbaru, PT Angkasa Pura II Sektor Pekanbaru dan Kecamatan Marpoyan Damai. Sedangkan untuk data tambahan akan dilakukan wawancara terhadap pemuka masyarakat, pemerintahan, LSM dan pekerja bandara. Pada tahap kedua dilakukan pengumpulan data primer yang meliputi data kebisingan dan data sosial ekonomi masyarakat. Untuk data sosial ekonomi diperoleh melalui kuesioner, wawancara kepada responden dan pengamatan langsung di lokasi penelitian, sedangkan untuk pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter digital. Untuk pengukuran data kebisingan dalam membuat peta kawasan kebisingan dilakukan di setiap titik dilakukan pengukuran selama satu hari terhadap setiap pesawat yang melintas dengan mengambil tingkat kebisingan yang paling tinggi.

52 38 Pemilihan lokasi pengambilan sampel sebagai unit penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) (Nawawi, 1995; Nazir, 1988). Untuk sampel data kebisingan lokasinya ditentukan dengan global positioning system. Pengambilan responden dilakukan secara convinience sampling (responden terpilih adalah responden yang berada di rumah masing-masing ketika penelitian dilakukan). Penentuan jumlah sampel dihitung menggunakan rumus : (Nazir, 1998): ni f = N i dimana : f : fraksi sampel yang diinginkan ni: jumlah sampel yang diambil Ni : jumlah populasi. Jumlah sampel atau responden untuk data sosial ekonomi yang diambil adalah sebanyak seratus (100) kepala keluarga, dengan rincian untuk Kelurahan Maharatu sebanyak 23 responden, Kelurahan Sidomulyo Timur 19 responden, Kelurahan Tangkerang Tengah 25 responden, Kelurahan Wonorejo 15 responden, Kelurahan Tangkerang Selatan 14 responden dan Kelurahan Teratak Buluh 4 responden. 3.4 Analisis Data Pemetaan Kawasan Kebisingan Pengukuran tingkat kebisingan aktual dilakukan dengan mengukur Desibel A maksimum atau A-weighted Sound Level atau tingkat kebisingan berbobot (tertimbang) A maksimum selanjutnya disebut db(a) maksimum, yaitu unit tingkat kebisingan puncak yang dibaca pada skala A suatu Sound Level Meter di suatu titik pengukuran. Data Hasil pengukuran tingkat kebisingan dianalisis dan dikonversikan kedalam nilai WECPNL seperti yang ditentukan oleh DEPHUB dengan rumus: WECPNL = db ( A) + 10LogN 27

53 39 Keterangan: Li ( 1 ) 10 n db ( A) = 10Log 10 N = N2 + 3N3 + 10(N1+N4) WECPNL : Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level adalah satu diantara beberapa indeks tingkat kebisingan pesawat udara yang ditetapkan dan direkomendasikan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) db(a) : Nilai desibel bobot A rata-rata dari setiap puncak kesibukan pesawat dalam satu hari pengukuran N : Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara selama periode 24 jam Li : Bacaan db(a) tertinggi dari nomor penerbangan pesawat ke-i dalam satu hari pengukuran N : Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara yang dihitung berdasarkan pemberian bobot yang berbeda untuk pagi, petang dan malam N1 : Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam WIB N2 : Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam WIB N3 : Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam WIB N4 : Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara dari jam WIB Dari nilai WECPNL yang diperoleh dibandingkan dengan baku mutu kebisingan untuk menentukan tipe kawasan kebisingan, yaitu kawasan kebisingan tingkat 1 dengan tingkat kebisingan 70 WECPNL<75, kawasan kebisingan tingkat 2 dengan tingkat kebisingan 75 WECPNL<80 dan kawasan keb isingan tingkat 3 dengan tingkat kebisingan WECPNL 80. Nilai WECPL dan titik pengukuran yang diperoleh dioverlay kedalam peta dengan sistem informasi geografis untuk membuat pemetaan kawasan kebisingan.

54 Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Analisis data yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dilakukan dengan menggunakan alat analisis regresi logit. Bentuk model logit yang akan digunakan adalah: P i = F(Y i )=F(ß 0 + ß 1 X 1i + ß 2 X 2i + +ß p X pi ) sehingga dapat diperoleh Y i = F -1 (P i ) dengan Y i =ß 0 - ß 1 PDDK i - ß 2 PDPT i - ß 3 LMTGi + ß 4 PKJi + ß 5 STRMi - ß 6 JRKi + ß 7 KBSGi +e Y i ß 0 ß 1, ß 2 ß 10 PDDK PDPT LMTG PKJ STRM JRK KBSG i e = Persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar udara ( bernilai 1 jika bising dan bernilai 0 jika tidak bising) = Konstanta = Koefisien regresi = Pendidikan = Pendapatan (Rp/bln) = Lama tinggal(tahun) = Pekerjaan = Status rumah ( bernilai 1 = Sewa, bernilai 0 =Rumah sendiri) = Jarak ke sumber bising (M) = Kawasan kebisingan (KB) = Responden ke-i ( i =1,2,3,4,100) = Galat Variabel penjelas yang digunakan untuk menganalisis persepsi responden terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II adalah pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan. Variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap persepsi kebisingan. Semakin

55 41 tinggi pendidikan maka responden semakin menyadari kebisingan yang di akibatkan bandar udara. Variabel pendapatan diduga berpengaruh negatif terhadap persepsi kebisingan. Semakin tinggi pendapatan maka responden semakin menyadari kebisingan yang diakibatkan bandar udara. Variabel lama tinggal diduga berpengaruh negatif. Semakin lama tinggal maka responden semakin menyadari kebisingan yang diakibatkan bandar udara. Variabel pekerjaan diduga berpengaruh positif terhadap persepsi kebisingan, dimana responden yang bekerja dekat dengan bandar udara memiliki persepsi semakin bising. Variabel status rumah diduga akan berpengaruh positif terhadap persepsi kebisingan, dimana responden yang tinggal di rumah sendiri akan merasa lebih bising dibanding responden yang tinggal di rumah sewa. Variabel jarak diduga berpengaruh negatif terhadap persepsi kebisingan, dimana responden yang tinggal makin dekat dari bandar udara mempunyai persepsi lebih bising dibanding responden yang tinggal lebih jauh dari bandar udara. Variabel kawasan kebisingan diduga berpengaruh positif terhadap persepsi kebisingan, dimana responden yang tinggal di kawasan kebisingan 3 lebih bising dibanding responden yang tinggal di kawasan kebisingan Analisis Faktor-faktor Yang Menyebabkan Masyarakat Tetap Tinggal di Sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dilakukan dengan menggunakan alat analisis regresi logit. Dengan model logit, dapat diduga peluang responden suka atau tidak suka tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Bentuk model logit yang akan digunakan adalah: P i = F(Y i )=F(ß 0 + ß 1 X 1i + ß 2 X 2i + +ß p X pi )

56 42 sehingga dapat diperoleh Y i = F -1 (P i ) dengan Y i = ß 0 + ß 1 PDPT i + ß 2 LMTGi - ß 3 HGTNi + ß 4 STRMi + ß 5 JRKi + ß 6 KBSGi + e Y i = Peluang tingkat kesukaan masyarakat terhadap tempat tinggalnya ( bernilai 1 jika suka dan bernilai 0 jika tidak suka) ß 0 = Konstanta ß 1, ß 2 ß 7 = Koefisien regresi PDPT = Pendapatan (Rp/bln) LMTG = Lama tinggal(tahun) HGTN = Harga tanah (Rp/M 2 ) STRM = Status rumah ( bernilai 1 = Sewa, bernilai 0 =Rumah sendiri) JRK = Jarak ke sumber bising (M) KBSG = Kawasan kebisingan (KB) i = Responden ke-i ( i =1,2,3,4,100) e = Galat Variabel penjelas yang digunakan untuk menganalisis penyebab responden tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II adalah pendapatan, lama tinggal, harga tanah, status rumah, jarak, dan kawasan kebisingan. Variabel pendapatan diduga akan memberikan pengaruh positif terhadap peluang responden suka tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Variabel lama tinggal diduga akan berpengaruh positif terhadap peluang responden suka tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Variabel harga tanah diduga akan berpengaruh negatif terhadap peluang responden tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Apabila harga tanah murah maka responden akan suka tinggal di tempat tersebut. Variabel status rumah diduga akan berpengaruh positif terhadap peluang responden tetap tinggal di sekitar bandar udara Sultan Syarif Kasim II, dimana responden yang tinggal di rumah sendiri akan merasa lebih suka dibanding responden yang tinggal di rumah sewa. Variabel jarak diduga berpengaruh positif terhadap peluang responden tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, dimana responden yang tinggal makin jauh dari bandar udara lebih suka dibanding responden yang tinggal lebih dekat dengan bandar udara. Variabel

57 43 kawasan kebisingan diduga berpengaruh positif terhadap peluang responden tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, dimana responden yang tinggal di kawasan kebisingan 1 lebih suka dibanding responden yang tinggal di kawasan kebisingan Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesediaan Masyarakat dalam Menerima (Willingness To Accept) Kompensasi Analisis data yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima kompensasi dilakukan dengan menggunakan alat analisis regresi logit. Dengan model logit, dapat diduga peluang responden bersedia atau tidak bersedia. Bentuk model logit yang akan digunakan adalah: P i = F(Y i )=F(ß 0 + ß 1 X 1i + ß 2 X 2i + +ß p X pi ) sehingga dapat diperoleh Y i = F -1 (P i ) dengan Y i = ß 0 + ß 1 PDDK i + ß 2 PDPT i + ß 3 LMTGi - ß 4 PKJi + ß 5 STRMi - ß 6 JRKi + ß 7 KBSGi +e Y i ß 0 ß 1, ß 2 ß 10 PDDK PDPT LMTG PKJ STRM JRK KBSG i e = Peluang tingkat kesediaan masyarakat menerima kompensasi ( bernilai 1 jika bersedia dan bernilai 0 jika tidak bersedia) = Konstanta = Koefisien regresi = Pendidikan = Pendapatan (Rp/bln) = Lama tinggal(tahun) = Pekerjaan = Status rumah ( bernilai 1 = Sewa, bernilai 0 =Rumah sendiri) = Jarak ke sumber bising (M) = Kawasan kebisingan (KB) = Responden ke-i ( i =1,2,3,4,100) = Galat

58 44 Variabel penjelas yang digunakan untuk menganalisis kesedian responden menerima kompensasi adalah pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, status rumah, jarak, kawasan kebisingan. Variabel pendidikan berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima kompensasi. Semakin tinggi pendidikan maka responden semakin menyadari kebisingan yang di akibatkan bandar udara, sehingga mereka bersedia menerima kompensasi Variabel pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima kompensasi. Semakin tinggi pendapatan maka responden semakin menyadari kebisingan yang diakibatkan bandar udara, sehingga mereka bersedia menerima kompensasi. Variabel lama tinggal diduga berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima kompensasi. Semakin lama tinggal maka responden semakin menyadari kebisingan yang diakibatkan bandar udara, sehingga mereka bersedia menerima kompensasi. Variabel pekerjaan diduga berpengaruh negatif terhadap kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang bekerja dekat dengan bandar udara tidak mau menerima kompensasi. Variabel status rumah diduga akan berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang tinggal di rumah sendiri akan bersedia menerima kompensasi dibanding responden yang tinggal di rumah sewa. Variabel jarak diduga berpengaruh negatif terhadap kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang tinggal makin dekat dari bandar udara bersedia menerima kompensasi dibanding responden yang tinggal lebih jauh dari bandar udara. Variabel kawasan kebisingan diduga berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang tinggal di kawasan kebisingan 3 lebih bersedia menerima kompensasi dibanding responden yang tinggal di kawasan kebisingan 2.

59 Analisis Nilai Kesediaan Menerima Kompensasi (WTA) Tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTA dengan menggunakan HPM dalam penelitian ini meliputi (Hanley dan Spash, 1993): A. Estimasi Fungsi Hedonis berganda. Estimasi fungsi hedonis dengan menggunakan model regresi linear Model regresi linear berganda Y i = ß 0 + +ß 1 PDDK i +ß 2 PDPT i - ß 3 LMTGi-ß 4 PKJi+ß 5 HGTNi+ ß 6 STRMi-ß 7 JRKi+ ß 8 KBSGi +e Y i = Nilai tengah WTA masyarakat ß 0 = Konstanta ß 1, ß 2 ß 9 = Koefisien regresi PDDK = Pendidikan PDPT = Pendapatan (Rp/bln) LMTG = Lama tinggal(tahun) PKJ = Pekerjaan HGTN = Harga tanah (Rp/M 2 ) STRM = Status rumah ( bernilai 1 = Sewa, bernilai 0 =Rumah sendiri) JRK = Jarak ke sumber bising (M) KBSG = Kawasan Kebisingan (db) i = Responden ke-i ( i =1,2,3,4,100) e = Galat Variabel penjelas yang digunakan untuk menganalisis kesedian responden menerima kompensasi adalah pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, harga tanah, status rumah, jarak, kawasan kebisingan. Variabel pendidikan berpengaruh positif terhadap nilai kesediaan menerima kompensasi. Semakin tinggi pendidikan maka nilai kesediaan menerima kompensasi responden semakin tinggi

60 46 Variabel pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap nilai kesediaan menerima kompensasi. Semakin tinggi pendapatan maka nilai kesediaan menerima kompensasi responden semakin tinggi. Variabel lama tinggal diduga berpengaruh negatif terhadap nilai kesediaan menerima kompensasi. Semakin lama tinggal maka nilai kesediaan menerima kompensasi semakin kecil. Variabel pekerjaan diduga berpengaruh negatif terhadap nilai kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang bekerja dekat dengan bandar udara nilai kesediaan menerima kompensasi semakin kecil. Variabel harga tanah diduga akan berpengaruh positif terhadap nilai kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang mempunyai harga tanah lebih tinggi nilai kesediaan menerima kompensasi juga tinggi. Variabel status rumah diduga akan berpengaruh positif terhadap nilai kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang tinggal di rumah sendiri nilai kesediaan menerima kompensasi lebih tinggi dibanding responden yang tinggal di rumah sewa. Variabel jarak diduga berpengaruh negatif terhadap nilai kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang tinggal makin dekat dari bandar udara nilai kesediaan menerima kompensasi lebih tinggi dibanding responden yang tinggal lebih jauh dari bandar udara. Variabel kawasan kebisingan diduga berpengaruh positif terhadap kesediaan menerima kompensasi, dimana responden yang tinggal di kawasan kebisingan 3 nilai kesediaan menerima kompensasi lebih tinggi dibanding responden yang tinggal di kawasan kebisingan 2. B. Menentukan Nilai Implisit Setelah model yang menunjukkan fungsi hedonis dibentuk, maka dapat ditentukan nilai implisit dari karakteristik lingkungan. Nilai implisit diperoleh dengan cara membuat diferensiasi parsial dari persamaan fungsi hedonis yang telah diperoleh.

61 Asumsi Yang Digunakan 1. Pemetaan kawasan kebisingan a. Untuk titik pengukuran arah Barat merupakan cerminan dari titik pengukuran timur, hal ini dilakukan karena arah barat merupakan kawasan militer sehingga tidak bisa dilakukan pengukuran b. Untuk titik pengukuran arah Utara diperoleh dari hasil penurunan rumus jarak kebisingan c. Untuk kontur kebisingan pengukuran hanya dilakukan pada siang hari secara sesaat. 2. Pengumpulan nilai WTA dari masing-masing responden adalah: a. Responden yang bersedia menerima kompensasi (WTA) mengenal dengan baik kawasan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. b. Pemko Pekanbaru dan Pihak Bandara memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas lingkungan, termasuk kualitas penurunan kebisingan c. Pemko Pekanbaru dan Pihak Bandara bersedia untuk memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan akibat kebisingan Dasar Pemilihan Variabel Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi model-model dalam analisis, dipilih berdasarkan teori-teori, penelitian terdahulu yang relevan dan hasil observasi di lapang. Variabel-variabel yang digunakan (Tabel 3)

62 48 Tabel 3. Variabel yang Digunakan Dalam Analisis Data Penelitian No Variabel Kategori 1 Pendidikan 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SLTP 4. SLTA 5. PT 2 Pendapatan 1. Dibawah Rp.500,000,- 2. Rp.500,000-Rp.1,000, Rp.1,000,000-Rp.1,500, Rp.1500,000-Rp.2,000, Diatas Rp.2,000,000 3 Lama tinggal 1. Dibawah 1 tahun tahun tahun tahun 5. Diatas 10 tahun 4 Jarak 1.Dibawah 500 m m m m 5 Harga tanah 1. Rp /m 2 2. Rp /m 2 3. Rp /m 2 4. Rp /m 2 5. Rp /m 2 6 Pekerjaan 1. PNS/ABRI 2. Karyawan 3. BUMN 4. Wiraswasta 5. Petani 7 Status rumah 1. Sewa 2. Sendiri 8 Kawasan kebisingan 1. KB 1 2. KB 2 3. KB 3

63 49 1. Variabel Pendidikan Variabel pendidikan dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa pendidikan yang diperoleh dapat menentukan pola pikir yang dimilik i seseorang, termasuk dalam hal persepsi orang tersebut terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dan bagaimana harus menanggapi pertanyaan yang berhubungan dengan lingkungan itu. Selain itu, tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi penilaian orang tersebut terhadap pentingnya kualitas lingkungan terhadap kehidupannya. 2. Variabel Pendapatan Variabel pendapatan dipilih sebagai variabel yang mempengaruhi analisis terkait dengan teori kebutuhan hidup manusia. Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka tingkat kebutuhan hidupnya akan semakin meningkat, bukan hanya kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan), tetapi juga kebutuhan akan kenyamanan dan kualitas lingkungan. 3. Variabel Lama Tinggal Variabel lama tinggal dipilih dengan dasar pemikiran bahwa responden yang sudah lama tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dapat merasakan perubahan lingkungan akibat adanya peningkatan frekuensi penerbangan. Selain itu, lamanya seseorang tinggal di suatu wilayah akan mempengaruhi penilaian orang tersebut terhadap lingkungannya ( terkait dengan nilai guna warisan dari barang lingkungan). 4. Variabel Jarak Variabel jarak dipilih karena dinilai akan mempengaruhi besar kecilnya dampak yang harus ditanggung responden. Selanjutnya besar kecilnya dampak yang harus ditanggung responden akan mempengaruhi penilaiannya terhadap kebisingan bandar udara 5. Variabel Harga Tanah Variabel harga tanah dipilih karena dalam penentuan nilai dari kesediaan menerima kompensasi merupakan tambahan dari harga tanah responden.

64 50 6. Variabel Pekerjaan Variabel pekerjaan dipilih atas dasar adanya responden yang bekerja tergantung pada aktifitas bandar udara, dimana hal ini akan mempengaruhi penilaian mereka terhadap kebisingan bandar udara. 7. Variabel Status rumah Variabel ini dikategorikan menjadi dua yaitu rumah sendiri dan rumah sewa. Status rumah ini akan mempengaruhi keputusan responden dalam penilaian terhadap lingkungannya. 8. Variabel Kawasan Kebisingan Variabel ini dikategorikan menjadi 3 yaitu kawasan kebisingan tingkat 1, kawasan kebisingan tingkat 2 dan kawas an kebisingan tingkat 3. Variabel ini akan mempengaruhi penilaian responden terhadap lingkungan karena nilai yang diperoleh pada masing-masing kawasan berbeda Pengujian Parameter Untuk memeriksa keb aikan dari model yang telah dibuat, perlu dilakukan pengujian secara statistika. Uji yang akan dilakukan adalah: 1. Uji G Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel penjelas secara serentak. Rumus umum untuk uji G (Hosmer dan Lemeshow, 1989) adalah: I G = 2 ln I dimana: I 0 = Nilai loglikelihood tanpa variabel penjelas I 1 = Nilai loglikelihood model penuh 0 1

65 51 Ukuran dari semua variabel penjelas dalam model yang memakai variabel respon dapat diperoleh dengan membandingkan -2LL untuk model tanpa variabel penjelas (model nol atau biasa dikenal sebagai the initial loglikelihood function) dengan -2LL (-two times the log-likelihood) merupakan nilai yang dapat digunakan untuk memperkirakan distribusi chisquare (χ 2 ) dan memungkinkan penentuan level signifikasi. Perbedaan dalam -2LL dalam model tanpa variabel penjelas dan dengan variabel penjelas menunjukkan pengaruh dari variabel penjelas itu sendiri (Hutcheson dan Sofroniou, 1999). Pengujian terhadap hipotesis pada uji G responden adalah sebagai berikut: Ho: ß 1 = ß 2 = =ß n =0 untuk H1: minimal ada satu ß i tidak sama dengan nol dimana i = 1,2 8 Statistik G akan mengikuti sebaran χ 2 dengan derajat bebas α. Kriteria keputusan yang diambil adalah jika G> χ 2 p(α), maka hipotesis nol (H 0 ) ditolak. Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diduga dengan peubah di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model tereduksi (Hosmer dan Lemeshow, 1989). 2. Uji Wald Uji wald digunakan untuk uji nyata parsial bagi masing-masing koefisien variabel. Dalam pengujian hipotesa, jik a koefisien dari variabel penjelas sama dengan nol, hal ini berarti variabel penjelas tidak berpengaruh pada variabel respon. Statistik uji wald dapat didefinisikan sebagai berikut (Hosmer dan Lemeshow, 1989): W j β = ρ SE ρ ρ j ( β ) j dimana: β ρ j = penduga ß j S ρ E β ρ penduga galat baku dari ß j ( ) = j

66 52 Uji Wald melakukan pengujian terhadap hipotesis: H0 : ßj =0 H1 : ßj # 0 Uji wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0 jika W >Z α/2 (Hosmer dan Lemeshow, 1989). 3. Uji Statistik F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel (X i secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya Y i ). Prosedur pengujiannya (Ramanathan, 1997) antara lain: Ho:ß1=ß2=ß3=...=ßk=0 H1:ß1=ß2=ß3=...=ßk#0 Fhit = JKK JKGk ( k 1) ( n 1) dimana: JKK JKG n K = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom = Jumlah kuadrat galat = Jumlah sampel = Jumlah peubah Jika F-hit < F tabel, maka H 0 diterima, artinya variabel (X i ) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap (Y i ) Jika F-hit > F tabel, maka H 0 ditolak, artinya variabel (X i ) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y i ) 4. Uji Terhadap Kolinear Ganda (Multicollinearity) Dalam model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah multicollinearity, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Menurut Koutsoyiannis (1977), deteksi adanya multicollinearity dalam sebuah model dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya nilai

67 53 koefisien determinasi (R 2 ) dengan koefisien determinasi parsial antar dua peubah bebas (r 2 ).untuk hal ini dapat dibuat suatu matrik koefisien determinasi parsial antar peubah bebas. Multicollinearity dapat dianggap tidak masalah apabila koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan. Namun multicollinearity dianggap sebagai masalah serius jika koefisien determinasi parsial antar dua peubah bebas melebihi atau sama dengan nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan, atau secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut: r 2 xj,xj>r2x1,x2...,xk Masalah multicollinearity juga dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai VIF <10 maka tidak ada masalah multicollinearity. 5. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji heteroskedastisitas seperti yang disarankan oleh Goldfed dan Quandt (1965) dalam Ramanathan (1997). Contoh amatan diurutkan menurut peubah-peubah bebasnya kemudian dibagi dua anak contoh dengan pemisah contoh berjumlah 16 untuk contoh ukuran 60. kedua anak contoh tersebut masing-masing diregresikan kemudian dihitung jumlah kuadrat galat (JKG) dari masing-masing regresi tersebut. Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh pertama dinotasikan JKG 1. jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh kedua dinotasikan JKG 2. Maka statistik ujinya adalah: JKG1 fhit = JKG2

68 54 Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan menuju satu. Masalah heteroskedastisitas masih dapat ditolerir jika F-hitung kurang dari F-tabel dengan derajat bebas v 1 = v 2 = (n-c-2k)/2. Dimana n adalah jumlah contoh, c adalah jumlah contoh pemisah dan k adalah jumlah parameter yang diduga. 6. Uji Odds Ratio Odds ratio merupakan kemunculan dari peubah respon (y=1) sebesar exp(ß) kali jika taraf atribut tersebut yang semua peubah bonekanya bernilai 0 muncul. Odds ratio merupakan interpretasi dari peluang. 7. Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data/observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dilakukan adalah Uji Jargue Bera dengan prosedur sebagai berikut: H 0 : error term terdistribusi normal H 1 : error term tidak terdistribusi normal Tarima H 0 jika statistik J-B < X2 df-2 atau jika diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari α. 3.5 Batasan Penelitian 1. Wilayah penelitian adalah Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dan Pemukiman di sekitar bandara yaitu Kelurahan Maharatu, Kelurahan Sidomulyo Timur, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Tangkerang Selatan, Kelurahan Wonorejo dan Kelurahan Teratak Buluh 2. Objek penelitian adalah kebisingan dan masyarakat yang tinggal di wilayah penelitian (responden).

69 55 3. Kebisingan adalah bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya, kebisingan yang dilihat disini adalah kebisingan yang disebabkan oleh kegiatan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II baik dari beroperasinya pesawat maupun kegiatan di bandar udara itu sendiri. 4. Kawasan kebisingan adalah kawasan pemukiman masyarakat di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu lingkungan. 5. Pemetaan kawasan kebisingan adalah pemetaan dari garis yang menghubungkan titik-titik atau tempat-tempat yang mempunyai nilai indeks tingkat kebisingan yang sama. Pada penelitian ini menggunakan sistem informasi geografi. 6. Desibel A maksimum atau Maximum A-Weighted Sound Level atau tingkat kebisingan berbobot (tertimbang) A maksimum selanjutnya disebut db(a) maksimum adalah unit tingkat kebisingan puncak yang dibaca pada skala A suatu Sound Level Meter di suatu titik pengukuran. 7. Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level atau nilai ekivalen tingkat kebisingan yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu, selanjutnya disingkat WECPNL adalah rating terhadap tingkat gangguan bising yang mungkin dialami oleh penduduk di sekitar bandar udara sebagai akibat dari frekuensi operasi pesawat udara pada siang dan malam hari. 8. Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga. 9. WTA adalah sejumlah uang yang diterima seseorang sebagai kompensasi dari kerusakan lingkungan (kebisingan Bandar udara Sultan Syarif Kasim II). 10. Jumlah uang yang diterima merupakan tambahan harga tanah( Rp/M 2 ) 11. HPM digunakan untuk menampung preferensi responden pada kondisi tertentu guna mengetahui keinginan untuk menerima.

70 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau yang berada pada posisi geografis 101 o o 34 Bujur Timur dan 0 o 25-0 o 45 Lintang Utara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 tanggal 7 September 1987 daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± km 2 menjadi ± km 2, terdiri dari 8 kecamatan dan 45 kelurahan/desa. Dari hasil pengukuran / pematokan di lapangan oleh BPN TK. I Riau maka ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah km 2. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan menyebabkan meningkatnya kegiatan penduduk disegala bidang yang pada akhirnya meningkatkan pula tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan lainnya. Untuk lebih terciptanya tertib pemerintahan dan pembinaan wilayah yang cukup luas, maka dibentuklah Kecamatan baru dengan Perda Kota Pekanbaru No, 3 Tahun 2003 menjadi 12 kecamatan dan kelurahan/ desa baru dengan Perda Kota Pekanbaru No.4 Tahun 2003 menjadi 58 kelurahan/desa. Sedangkan rincian luas masing-masing kelurahan/ desa masih dalam tahap pengukuran. Kota Pekanbaru berbatasan dengan: - Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar - Selatan : Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan - Timur : Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan - Barat : Kabupaten Kampar. Penduduk Kota Pekanbaru berdasarkan hasil registrasi Tahun 2003 sebanyak 653,435 jiwa dan Tahun 2004 sebanyak 689,825 jiwa, mengalami pertambahan sebanyak 36,390 jiwa (5.57 persen). Laju pertambahan penduduk diprediksi 3.99 persen ( 34,000 Orang/tahun) (Gambar 2).

71 Jumlah Penduduk Tahun Sumber : BPS Kota Pekanbaru (Registrasi penduduk Tahun 2004) dalam Pekanbaru dalam angka 2005 Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru 4.2 Gambaran Umum Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II merupakan peninggalan bersejarah yang perlu dipelihara kelestariannya agar tetap memberikan nilai tambah terhadap perkembangan pembangunan nasional. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah ada sejak zaman perang kemerdekaan melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Saat itu disebut Landasan Udara, dimana landasan tersebut masih terdiri dari tanah, yang dikeraskan dan digunakan sebagai pangkalan militer. Pada mulanya landasan pacu yang ada membentang dari Timur ke Barat. Setelah Indonesia merdeka, landasan ini diubah arahnya dari Utara ke Selatan dengan panjang landasan kurang lebih 800 meter. Setelah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan karena permintaan akan kebutuhan terhadap angkutan udara, maka landasan udara ini oleh Pemerintah Indonesia diresmikan beroperasi pada tahun 1960 dengan status sebagai lapangan perintis. Pada saat diresmikan tersebut, landasan ini diberi nama Pelabuhan Udara Simpang Tiga. Pada perkembangan selanjutnya, berdasarkan rapat Kepala Kantor Perwakilan Departemen Perhubungan di Jakarta tanggal 23 Agustus 1985, telah diputuskan untuk mengganti nama Pelabuhan Udara Simpang

72 58 Tiga menjadi Bandar Udara Simpang Tiga terhitung mulai tanggal 1 September Pada tanggal 1 April 1994 Bandar Udara Simpang Tiga bergabung kedalam suatu manajemen yang dikelola oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II. Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI nomor:s-33/mk.016/1994 dan surat Menteri Perhubungan nomor:a.278/au.001/skj, maka pada tanggal 9 April 1994 dilakukan serah terima pengoperasian Bandar Udara Simpang Tiga dari Departemen Perhubungan kepada PT.(Persero) Angkasa Pura II sehingga berubah nama menjadi PT.(Persero) Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Simpang Tiga Pekanbaru. Pada tanggal 29 April 2000 Presiden Abdulrahman Wahid meresmikan perubahan nama PT.(Persero) Angkasa Pura II Cabang Simpang Tiga menjadi PT.(Persero) Angkasa Pura II Cabang Sultan Syarif Kasim II. Nama tersebut berubah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan nomor: SK.2/AU.106/PHB-199 tanggal 18 November Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II terletak di Kelurahan Maharatu dan Sidomulyo Timur Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru, berjarak kurang lebih 7 km dari Kota Pekanbaru. Bandar udara ini termasuk salah satu bandar udara yang dikelola oleh PT.(Persero) Angkasa Pura II. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II berada pada posisi Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan ketinggian 26 meter diatas permukaan air laut rata-rata. Bandar udara ini memiliki landasan pacu 2,240 m x 30 m, mampu melayani pesawat jenis B-737. Tabel 4. Perkembangan Panjang Landasan Pacu Tahun Panjang Landasan (m) , , ,600 Sumber: Master Plan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II (1999)

73 59 Pada Tabel 4 dapat dilihat terjadi penambahan panjang landasan. Panjang landasan yang ada pada saat ini adalah sepanjang 2,240 meter. Pihak Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II telah melakukan peramalan dimana pada Tahun 2018 akan terjadi kejenuhan di bandar udara. Untuk mengantisipasi kejenuhan tersebut maka panjang landasan harus ditambah atau dibuat menjadi dua jalur. Disamping itu adanya rencana untuk menaikkan kelas bandar udara menjadi kelas 1, maka panjang landasan yang ad a harus ditambah menjadi 3,600 m. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II memiliki dua fungsi dalam pengoperasiannya yaitu untuk kepentingan penerbangan sipil yang dikelola oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II Cabang Pekanbaru dan penerbangan militer yang dikelola oleh pangkalan militer TNI AU. Berdasarkan klasifikasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru pada saat sekarang termasuk dalam kelas II (dua). Sedangkan menurut International Civil Aviation Organization (ICAO), landas pacu di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II termasuk dalam klasifikasi landasan precision approach category I, runway code number 4 dan code letter C. Luas lahan yang dipergunakan untuk operasi bandar udara yang ada sekarang adalah 1,470,704 m 2 atau hektar dengan rincian sebagai berikut: a. Tanah bersertifikat = 371,280 m 2 b. Tanah verklaring = 973,600 m 2 c. Tanah dibebaskan ( ) = 125,824 m 2 Hasil pengukuran BPN tahun 1971 dengan gambar situasi no. 1239/71, PLL No. 1055/71, daftar penghasilan no. 1043/71, areal yang dibutuhkan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sesuai masterplan yang ada adalah 3,211,00 m 2 atau hektar. Dengan demikian tanah seluas 1,470,704 m 2 tersebut adalah milik Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dalam hal ini Departemen Perhubungan. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II digunakan untuk penerbangan sipil dan penerbangan TNI AU serta tempat latihan penerbangan bersama TNI AU denga singapore air force (SAF). Berkaitan dengan penggunaan Bandar Udara

74 60 Sultan Syarif Kasim II sebagai Bandar Udara sipil namun dalam pelaksanaannya Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II harus juga melayani dan mengakomodasi untuk seluruh penerbangan selain penerbangan sipil dalam waktu pelayanan bandara dari jam WIB. Jika penerbangan dilakukan diluar waktu pelayanan misalnya malam hari maka pesawat tersebut (baik militer maupun sipil atau dari negara lain) dikenai biaya pelayanan. Frekuensi penerbangan harian di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 5. Frekuensi Penerbangan Harian Tahun 2006 Waktu Kedatangan Keberangkatan Jenis pesawat Boing , MD 200, Foker Boing , MD 200, Foker Boing , MD 200, Foker Boing , MD 200, Foker 100 Sumber : Jadwal Penerbangan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II terletak di perbatasan wilayah pengembangan (WP) IV dan WP V. Sehingga Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II tersebut secara administratif adalah bagian dari kecamatan Marpoyan Damai. Rencana penggunaan lahan dikedua WP tidak seluruhnya dijadikan sebagai lahan terbangun (Gambar 3). Untuk kawasan terbangunnya sebagian besar berupa kawasan perumahan. Kawasan perumahan tersebut terutama untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi penduduk WP sendiri. Hal ini disebabkan arahan pengembangan WP I (kawasan pusat kota) untuk kebutuhan perumahan sebagian diarahkan ke WP IV. Dari kondisi fisik tanah dan pola penggunaan lahan saat ini, maka WP IV mengemban fungsi utama sebagai kawasan perumahan, pendidikan, pemerintahan, kawasan lindung, industri, pertanian, perdagangan jasa, olahrag a dan rekreasi.

75 61 Dalam konteks pengembangan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, berdasarkan rencana pengembangan WP IV dan WP V dapat diidentifikasikan tata guna lahan sebagai berikut: 1. Sisi Utara Bandara (runway 36) a. Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi b. Kawasan perdagangan lokal c. Kawasan campuran dengan dominasi perkantoran pemerintah dan swasta, perdagangan, hotel dan jasa 2. Sisi Selatan Bandara (arah runway 18) a. Kawasan perumahan dengan kepadatan sedang b. Sebagian kecil kawasan campuran c. Kawasan militer (arhanud) 3. Sisi Timur Bandara a. Sebagian besar kawasan perumahan dengan kepadatan sedang b. Sebagian kecil kawasan pendidikan 4. Sisi Barat Bandara a. Sebagian besar kawasan perumahan dengan kepadatan sedang b. Kawasan perdagangan c. Kawasan militer d. Kawasan campuran e. Kawasan limitasi berupa jalur patahan dan rawan gempa bumi dangkal

76 62 Gambar tidak dicantumkan karena memory terlalu berat Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru 4.3 Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum masyarakat yang tinggal disekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II khususnya Kelurahan Maharatu, Kelurahan Tangkerang Selatan, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Wonorejo, Kelurahan Sidomulyo Timur dan Kelurahan Teratak Buluh ini didasarkan pada data hasil survei terhadap 100 responden kepala rumah tangga. Karakteristik umum responden ini dapat dilihat dari beberapa variabel, yaitu: tingkat umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama tinggal, harga tanah, status rumah, jarak dari sumber kebisingan, luas tanah dan kawasan kebisingan. Berikut disajikan karakteristik responden selengkapnya.

77 Tingkat Umur Responden Distribusi tingkat umur responden bervariasi dimulai dari umur dibawah 30 tahun sampai diatas 60 tahun. Tingkat umur responden tersebar pada kelompok umur sebagaimana terlihat pada Gambar tahun 41% <30 tahun 23% >50 tahun 13% tahun 23% Gambar 4. Distribusi Tingkat Umur Responden Penyebaran umur responden terbesar pada kelompok umur tahun, yaitu sebesar 41 persen (41 orang). Responden yang termasuk dalam kelompok umur <30 dan tahun sebesar 23 persen (23 orang). Responden yang termasuk dalam kelompok umur >50 tahun sebesar 13 persen (13 orang). Dapat dilihat bahwa rata-rata responden disekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II berumur tahun, dan merupakan usia angkatan kerja. Hal ini disebabkan karena daerah di sekitar bandar udara terletak dekat dengan perkotaan yang merupakan tempat mereka bekerja.

78 Tingkat Pendidikan Responden Pengelompokan responden menurut tingkat pendidikannya terdiri atas lima kelompok yaitu tidak sekolah, SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 5. SLTA 44% SLTP 24% SD Tidak Sekolah 7% 2% PT 23% Gambar 5. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden Pada Gambar 5 dapat dilihat sebaran tingkat pendidikan responden terbanyak pada tingkat SLTA sebesar 44 persen (44 orang) berikutnya secara berturut-turut SLTP dan Perguruan Tinggi sebesar 24 persen (24 orang) dan 23 persen (23 orang), kemudian untuk tingkat SD dan tidak sekolah sebesar 7 persen (7 orang) dan 2 persen (2 orang). Sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan cukup tinggi yaitu 68 persen lulusan SLTA dan perguruan tinggi. Kualitas pendidikan relatif memberikan refleksi akan pola dan aktifitas seseorang dalam rumah tangga. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kebisingan.

79 Pekerjaan Jenis pekerjaan dari responden bervariasi yaitu sebagai karyawan, wiraswasta, PNS/ABRI dan petani. Distribusi jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 6. Karyawan 35% BUMN 13% Wiraswasta 30% PNS/ABRI 17% Petani 5% Gambar 6. Distribusi Pekerjaan Responden Dari Gambar 6 dapat dilihat jenis pekerjaan responden yang terbanyak adalah karyawan sebesar 35 persen (35 orang), wiraswasta sebesar 30 persen (30 orang), PNS/ABRI sebesar 17 persen (17 orang), BUMN sebesar 13 persen (13 orang) dan yang paling sedikit adalah petani sebesar 5 persen (5 orang). Hal ini menggambarkan bahwa daerah di sekitar bandar udara bukan merupakan daerah pertanian lagi tetapi sudah berubah menjadi daerah perkotaan.

80 Tingkat Pendapatan Kondisi responden menurut tingkat pendapatannya per bulan cukup bervariasi dari >500,000 sampai >2,000,000. Distribusi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 7. Rp. 500rb-1jt 35% Rp.1-1,5Jt 14% < Rp.500rb 17% Rp. >2Jt 5% Rp. 1,5-2jt 29% Gambar 7. Distribusi Tingkat Pendapatan Responden Dari Gambar 7 diperoleh kelompok yang memiliki pendapatan terbesar adalah 500-1,000,000 sebesar 35 persen (35 orang), kemudian secara berturutturut 1,500,000-2,000,000 dan <500,000 adalah sebesar 29 persen (29 orang) dan 17 persen (17 orang). Sedangkan untuk 1,000,000-1,500,000 sebesar 14 persen (14 orang) dan kelompok yang terkecil adalah kelompok dengan pendapatan >2,000,000 sebesar 5 persen (5 orang).

81 Lama Tinggal Lama tinggal responden di daerah penelitian bervariasi untuk masingmasing waktu. Distribusi lama tinggal dapat dilihat pada Gambar tahun 40% 3-5 tahun 18% < 1 tahun 17% > 10 tahun 5% 5-10 tahun 20% Gambar 8. Distribusi Lama Tinggal Responden Gambar 8 tersebut menunjukkan bahwa lama tinggal responden yang paling banyak adalah 1-3 tahun sebesar 40 persen (40 orang), kemudian secara berturut-turut kelompok dengan masa tinggal 5-10 tahun, 3-5 tahun dan <1 tahun adalah sebesar 20 persen (20 orang), 18 persen (18 orang) dan 17 persen (17 orang). Sedangkan yang terkecil adalah kelompok dengan lama tinggal >10 tahun sebesar 5 persen (5 orang). Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar Bandar udara merupakan masyarakat yang baru tinggal di sekitar Bandar udara.

82 Harga Tanah Harga tanah responden bervariasi mulai dari Rp.70,000/m 2 250,000/m 2. Distribusi tingkat harga tanah dapat dilihat pada Gambar 9. sampai Rp. 100,000 26% Rp. 150,000 23% Rp.70,000 15% Rp. 250,000 5% Rp. 200,000 31% Gambar 9. Distribusi harga tanah Gambar 9 menunjukkan bahwa kelompok harga tanah terbesar adalah Rp.200,000/m 2 sebesar 31 persen (31 orang), kemudian secara berturut-turut adalah kelompok Rp.100,000/m 2, Rp.150,000/m 2 dan Rp.70,000/m 2 sebesar 26 persen (26 orang), 23 persen (23 orang) dan 15 persen (15 orang), sedangkan yang terkecil adalah kelompok Rp.250,000/m 2 sebesar 5 persen (5 orang). Harga tanah di daerah yang berada di sekitar bandar udara berada pada harga Rp.70,000/m 2. Harga tanah yang murah menyebabkan masyarakat lebih memilih tinggal di sekitar bandar udara.

83 Status Rumah Status rumah responden terdiri dari rumah sewa dan rumah sendiri. Untuk kelompok rumah sewa sebesar 46 persen (46 orang) dan rumah sendiri sebesar 54 persen (54 orang) (Gambar 10) Hak milik 54% Sewa 46% Gambar 10. Distribusi Status Rumah Jarak Rumah Jarak rumah responden ditentukan dengan jarak <500m, m, m dan m. Kelompok jarak yang memiliki responden terbanyak adalah dengan jarak <500m sebesar 30 persen (30 orang), kemudian secara berturut turut kelompok dengan jarak m dan m sebesar 25 persen (25 orang) dan 23 persen (23 orang) sedangkan kelompok yang memiliki responden terkecil adalah yang berjarak m sebesar 22 persen (22 orang) (Gambar 11)

84 m 23% < 500 m 30% m 25% m 22% Gambar 11. Distribusi Jarak Rumah Responden 4.4 Pemetaan Kawasan Kebisingan Pengukuran tingkat kebisingan aktual dilakukan dengan mengukur Desibel A maksimum atau A-weighted Sound Level atau tingkat kebisingan berbobot (tertimbang) A maksimum selanjutnya disebut db(a) maksimum, yaitu unit tingkat kebisingan puncak yang dibaca pada skala A suatu Sound Level Meter di suatu titik pengukuran. Data Hasil pengukuran tingkat kebisingan dianalisis dan dikonversikan ke dalam nilai WECPNL. Hasil pengukuran tingkat kebisingan dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari data diperoleh tingkat kebisingan berkisar dari db. Jika dibandingkan dengan baku mutu kebisingan untuk pemukiman maksimum 55 db, maka daerah di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Dari hasil pengukuran tingkat kebisingan kemudian di hitung nilai WECPNL dengan rumus yang telah dikeluarkan DEPHUB. Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai WECPNL masing-masing titik seperti pada Lampiran 4. Dari nilai WECPNL yang diperoleh dioverlay ke dalam peta untuk menentukan kawasan

85 71 kebisingan. Hasil pemetaan kawasan kebisingan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13, sedangkan peta kawasan kebisingan yang dibuat oleh Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dapat dilihat pada Gambar 14. Kawasan kebisingan adalah kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu lingkungan. Kawasan kebisingan adalah garis yang menghubungkan titik-titik atau tempat-tempat yang mempunyai nilai indeks tingkat kebisingan yang sama. WECPNL atau nilai ekivalen tingkat kebisingan yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu adalah rating terhadap tingkat gangguan bising yang mungkin dialami oleh penduduk di sekitar bandar udara sebagai akibat dari frekuensi operasi pesawat udara pada siang dan malam hari.

86 101 22'30" 0 31'30" '00" '30" '00" '30" KOTA PEKANBARU '00" 0 31'30" PETA KAWASAN KEBISINGAN BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU N '00" 0 28'30" 0 30'00" 0 30'00" 0 28'30" 0 27'00" LEGENDA: Meters Skala 1:87671 Proyeksi Peta: Geodetik Datum: WGS 84 Jalan Sungai Batas Kota Landasan Bandara Kawasan Kebisingan Tingkat 1 (70<=WECPNL<75) Tingkat 2 (75<=WECPNL<80) Tingkat 3 (WECPNL>=80) Penggunaan Lahan Pemukiman Teratur Pemukiman Tidak Teratur Perkantoran Pertokoan 0 25'30" 0 25'30" ' PEKANBARU 0 24'00" KABUPATEN KAMPAR 0 24'00" 0 30' 0 30' '30" '00" '30" '00" '30" '00" ' Gambar 12. Peta Kawasan Kebisingan dengan Cerminan

87 101 22'30" 0 31'30" '00" '30" '00" '30" KOTA PEKANBARU '00" 0 31'30" PETA KAWASAN KEBISINGAN BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU N '00" 0 28'30" 0 30'00" 0 30'00" 0 28'30" 0 27'00" LEGENDA: Meters Skala 1:87671 Proyeksi Peta: Geodetik Datum: WGS 84 Jalan Sungai Batas Kota Landasan Bandara Kawasan Kebisingan Tingkat 1 (70<=WECPNL<75) Tingkat 2 (75<=WECPNL<80) Tingkat 3 (WECPNL>=80) Permukiman Pemukiman Teratur Pemukiman Tidak Teratur Perkantoran Pertokoan 0 25'30" 0 25'30" ' PEKANBARU 0 24'00" KABUPATEN KAMPAR 0 24'00" 0 30' 0 30' '30" '00" '30" '00" '30" '00" ' Gambar 13. Peta Kawasan Kebisingan dengan Penurunan Rumus Jarak

88 Tabel 6. Luas Kawasan Kebisingan dan Tata Ruang Kawasan Luas Kawasan Kebisingan Cerminan Penurunan Bandar Udara Idealnya* (Gambar 12) jarak (2003) (Gambar 13) (Gambar 14) KB 1 15,680,277 16,251,665 3,811,511 Bangunan sekolah dan rumah sakit yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara Tata ruang Hasil di Lapangan** 1. Pemukiman 2. Sekolah 3. Puskesmas 4. Pertokoan 5. Perkantoran KB 2 7,610,147 4,732,308 2,240,494 Bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara KB 3 3,337,576 2,434,037 1,385,623 Bangunan atau fasilitas bandar udara yang dilengkapi pemasangan insulasi suara dan sebagai jalur hijau 1. Pemukiman 2. Puskesmas 3. Sekolah 4. Pertokoan 5. Perkantoran 1. Pemukiman 2. Pertokoan 4. Sekolah * = Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2005 tentang Batas-Batas Kawasan Kebisingan Bandar Udara. ** = Tanpa insulasi suara

89 76 Pada Tabel 6 dapat dilihat hasil pemetaan kawas an kebisingan hasil cerminan dimana untuk kawasan kebisingan tingkat 1 merupakan daerah yang mengelilingi bandara seluas 15,680,277 m 2, menurut hasil penurunan rumus jarak seluas 16,251,665 m 2 sedangkan menurut hasil pemetaan dari bandar udara luas kawas annya hanya seluas 3,811,511 m 2. Dari hasil pemetaan dapat dilihat pada kawasan ini terdapat daerah pemukiman, sekolah, puskesmas, Pertokoan, Perkantoran. Sedangkan menurut DEPHUB (2005) tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 1 dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan, kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit. Bangunan sekolah dan rumah sakit yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku Batas kawasan kebisingan tingkat 1 telah mencapai pusat Kota Pekanbaru. Kawasan kebisingan tingkat 2 dari hasil cerminan merupakan daerah yang mengelilingi bandara seluas 7,610,147 m 2, menurut hasil menurunan rumus jarak 4,732,308 m 2, sedangkan menurut hasil pemetaan dari bandar udara luas kawasannya hanya seluas 2,240,494 m 2. Dari hasil pemetaan dapat dilihat pada kawasan ini terdapat daerah pemukiman, sekolah, puskesmas, perkantoran serta pertokoan. Sedangkan menurut DEPHUB (2005) tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 2 dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan dan/atau bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal. Bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kawasan kebisingan tingkat 3 menurut hasil cerminan merupakan daerah yang mengelilingi bandara dengan luas 3,337,576m 2, menurut hasil penurunan rumus jarak 2,434,037m 2 sedangkan menurut hasil pemetaan dari bandar udara luas kawasannya hanya seluas 1,385,623 m 2. Dari hasil pemetaan dapat dilihat pada kawasan ini terdapat daerah pemukiman, sekolah serta pertokoan. Sedangkan menurut DEPHUB (2005) tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan

90 77 tingkat 3 dapat dimanfaatkan untuk membangun bangunan atau fasilitas bandar udara yang dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain penggunaan di atas dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung. Perbedaan hasil luas kawasan yang terjadi antara hasil penelitian baik cerminan dan penurunan rumus jarak dengan hasil bandar udara disebabkan oleh penggunaan teknik pengukuran dan pemetaan yang berbeda (Tabel 7). Informasi yang mempengaruhi perbedaan luas kawasan adalah terjadinya peningkatan frekuensi penerbangan harian unit sebesar 1.37 persen dari 32 unit menjadi 44 unit sehingga mengakibatkan peningkatan luas kawasan kebisingan, arah lepas landas yang digunakan untuk cerminan menggunakan dua arah sedangkan untuk penurunan rumus jarak menggunakan satu arah, disamping itu juga terjadi perbedaan dalam menghitung luas kawasan kebisingan. Untuk peta kawasan kebisingan hasil cerminan bandar udara dilakukan perhitungan secara manual, sedangkan untuk peta kawasan kebisingan hasil penelitian dilakukan secara digital. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah peta kawasan kebisingan dengan penurunan rumus jarak.

91 Tabel 7. Teknik Pengukuran dan Pemetaan Kebisingan. No Informasi Bandar Udara Penelitian (2006) (2003) Cerminan Penurunan Jarak 1 Alat yang digunakan Dose meter Sound level digital Sound level digital 2 Waktu pengukuran 24 jam 12 jam ( ) 12 jam ( ) 3 Cara pengukuran Nilai tertinggi Nilai tertinggi Nilai tertinggi 4 Titik pengukuran Utara-Selatan, Timur-Barat Utara-Selatan, Timur-Barat Utara-Selatan penurunan jarak hasil cerminan hasil cerminan Timur-Barat hasil cerminan 5 Weight yang digunakan Weight A Weight A Weight A 6 Jumlah penerbangan (Pesawat / Hari) Arah lepas landas Dua arah Dua arah Satu arah 8 Penghitungan luasan KB Manual Digital Digital

92 79 Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa untuk kawasan kebisingan tingkat 1 kecamatan -kecamatan yang termasuk di dalamnya adalah Marpoyan Damai, Bukit Raya, Sukajadi, Sail, Pekanbaru Kota dan Siak Hulu dengan jumlah penduduk sebanyak 290,011 dan kepadatannya 4,916 orang/km 2. Sedangkan untuk Kawasan Kebisingan tingkat 2 kecamatan-kecamatan yang termasuk di dalamnya adalah Marpoyan Damai, Bukit Raya, Sukajadi dan Sail dengan jumlah penduduk sebanyak 255,872 dan kepadatannya 4,489 orang/km 2. Untuk kawasan kebisingan tingkat 3 kecamatan yang termasuk didalamnya adalah Marpoyan Damai dengan jumlah penduduk sebanyak 111,125 orang dan kepadatannya 3,832 orang/km 2. Jika dilihat dari kepadatan penduduk yang ada, pada kawasan kebisingan tingkat 3 kepadatan penduduknya masih rendah dibandingkan dengan kawasan kebisingan tingkat 2 dan kawasan kebisingan tingkat 1. Seharusnya pada kawasan kebisingan tingkat 3 tidak di izinkan untuk pemukiman penduduk, tetapi kenyataannya di lapangan pada kawasan kebisingan tingkat tiga sudah terdapat rumah penduduk, bahkan di daerah larangan pendirian bangunan juga terdapat pemukiman penduduk. Tabel 8. Pemetaan Kebisingan Berdasarkan Tipologi Kecamatan Kawasan Kebisingan KB 1 KB 2 Kecamatan 1. Marpoyan Damai 2. Bukit raya 3. Sukajadi 4. Sail 5. Pekanbaru Kota 6. Siak Hulu 1. Marpoyan Damai 2. Sukajadi 3. Bukit raya 4. Sail Penduduk Fasilitas Jumlah Kepadatan (jiwa) (jiwa/km 2 ) 290,011 4, Pemukiman 2. Sekolah 3. Puskesmas 4. Pertokoan 5. Perkantoran 255,872 4, Pemukiman 2. Puskesmas 3. Sekolah 4. Pertokoan 5. Perkantoran KB 3 1. Marpoyan Damai 111,125 3, Pemukiman 2. Pertokoan 4. Sekolah

93 101 22'30" 0 31'30" '00" '30" '00" '30" KOTA PEKANBARU '00" 0 31'30" PETA KONTUR KEBISINGAN BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU N '00" 0 28'30" 0 30'00" 0 30'00" 0 28'30" 0 27'00" Meters Skala 1:87671 Proyeksi Peta: Geodetik Datum: WGS 84 LEGENDA: Garis Kontur WECPNL Sungai Batas Kota Landasan Bandara Permukiman Pemukiman Teratur Pemukiman Tidak Teratur Perkantoran Pertokoan 0 25'30" 0 25'30" ' PEKANBARU 0 24'00" KABUPATEN KAMPAR 0 24'00" 0 30' 0 30' '30" '00" '30" '00" '30" '00" ' Gambar 15. Peta Kebisingan Kota Pekanbaru

94 81 Untuk kondisi lainnya di Kota Pekanbaru tingkat kebisingannya berkisar dari dB. Kontur kebisingan kota Pekanbaru disajikan pada Gambar 15. Kebisingan ditimbulkan oleh kegiatan masyarakat, terutama kesibukan transportasi dan industri, dan kegiatan perdagangan. Sumber kebisingan yang melewati nilai 70 db, terutama kegiatan transportasi. 4.5 Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Analisis ini dilakukan dengan pendekatan analisis logit. Hal ini dikarenakan variabel responnya berupa dichotomous choice, yaitu antara Ya dan Tidak. Sedangkan pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan merupakan variabel penjelas. Peluang masyarakat yang menjawab Ya merupakan masyarakat yang menjawab bising sedangkan yang menjawab Tidak merupakan masyarakat yang menjawab tidak bising. Jawaban responden dimasukkan kedalam analisis dengan memberikan nilai satu bagi responden yang menjawab bising dan nilai 0 bagi yang tidak bising. Nilai dari variabel penjelas merupakan variabel kategori, karena nilai yang diberikan bukan merupakan nilai yang menunjukkan besaran, tetapi hanya untuk membedakan kategori yang satu dengan lainnya. Analisis logit berdasarkan jawaban 100 responden menghasilkan informasi seperti yang terdapat pada Lampiran 5. Pada response information dijelaskan bahwa terdapat 36 responden bernilai satu yang menunjukkan bahwa persepsi responden tersebut bising. Sebaliknya terdapat 64 responden bernilai nol yang berarti mempunyai persepsi tidak bising. Hasil logit persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dapat dilihat pada Tabel 9. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah: Y = PKJ i LMTG i STRMH i JRK i KB i + e

95 82 Tabel 9. Hasil Analisis Fungsi Logit Terhadap Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. No Parameter Koefisien P Odds Ratio Keterangan 1 Konstanta Pendidikan Tidak Nyata 3 Pekerjaan Nyata ** 4 Pendapatan Tidak Nyata 5 Lama tinggal Nyata * 6 Status Rumah Nyata **** 7 Jarak Nyata*** 8 Kawasan Kebisingan Nyata***** Log-likelihood = Test that all slope are zero: G=58.20 DF = 8 P-Value = Goodness-of-Fit Test Method P-Value Keterangan Pearson Model baik Deviance Model baik Hosmer-Lemeshow Model baik Keterangan: * : Nyata pada selang kepercayaan 99 persen ** : Nyata pada selang kepercayaan 95 persen *** : Nyata pada selang kepercayaan 90 persen **** : Nyata pada selang kepercayaan 85 persen ***** : Nyata pada selang kepercayaan 80 persen Berdasarkan hasil Loglikelihood sebesar menghasilkan statistik G sebesar dengan nilai P sebesar dimana nilai P tersebut lebih kecil dari a 1 persen yang berarti secara bersama-sama variabel penjelas yang dimasukkan kedalam model berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat terhadap bising/tidak. Selain itu dengan melihat hasil perhitungan statistik pearson, deviance dan Hosmer-lemeshow diperoleh nilai P lebih besar dari a 1 persen yang berarti dapat disimpulkan model regresi baik. Sementara itu secara individu, variabel yang nyata mempengaruhi peluang persepsi responden terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II adalah kawasan kebisingan (a = 20 persen), status rumah (a = 15 persen), jarak (a = 10 persen) pekerjaan

96 83 (a = 5 persen) dan lama tinggal (a = 1 persen). Interpretasi dari variabel penjelas yang berpengaruh nyata adalah: 1. Lama tinggal Variabel lama tinggal memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 1 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti semakin lama seorang responden tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka responden tersebut akan menyatakan tidak bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Hal ini dapat terjadi karena faktor kebiasaan. Responden yang sudah sudah lama berada pada kondisi kebisingan tertentu akan merasa biasa saja dibanding dengan responden yang baru berada pada kondisi kebisingan tersebut. Nilai Odds ratio sebesar 0.03 dapat diartikan jika terdapat 1 orang yang merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka terdapat 34 orang yang merasa tidak bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. 2. Pekerjaan Variabel pekerjaan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 5 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti responden yang mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta kecenderungannya merasa lebih bising dibandingkan dengan yang bekerja di BUMN dan Karyawan. Hal ini dapat terjadi karena responden yang bekerja sebagai wiraswasta tempat bekerjanya berada dekat dengan rumahnya dimana mereka merasakan dampak kebisingan sepanjang hari. Sedangkan responden yang bekerja sebagai karyawan atau BUMN tempat kerjanya tidak terletak di sekitar bandar udara sehingga mereka hanya berada di rumah hanya pada pagi hari dan sore hari, padahal jadwal penerbangan sudah tidak sibuk pada rentang waktu tersebut. Nilai Odds ratio sebesar 2.70 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang merasa bising di sekitar Bandar Udara

97 84 Sultan Syarif Kasim II, maka terdapat 37 orang yang merasa tidak bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. 3. Jarak Variabel jarak memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 10 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti semakin jauh seorang responden tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka responden tersebut akan menyatakan tidak bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Hal ini terjadi karena sumber kebisingan sudah jauh dari tempat tinggal responden sehingga tingkat kebisingan yang dirasakan sudah berkurang. Nilai Odds ratio sebesar 0.58 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka terdapat 173 orang yang merasa tidak bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. 4. Status rumah Variabel status rumah memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 15 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti responden yang tinggal di rumah sendiri kecenderungannya merasa bising dibandingkan dengan yang tinggal dirumah sewa. Hal ini dapat terjadi karena responden yang tinggal dirumah sendiri memiliki keberanian untuk menyampaikan keluhannya dibandingkan responden yang tinggal di rumah sewa. Disamping itu dengan tingginya mobilitas di rumah sewa juga mengakibatkan jika mereka merasa bising mereka bisa langsung pindah dari tempat tersebut. Nilai Odds ratio sebesar 3.68 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka terdapat 27 orang yang merasa tidak bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II.

98 85 5. Kawasan kebisingan Variabel kawasan kebisingan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 20 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti responden yang tinggal di Kawasan Kebisingan tingkat 3 kecenderungannya merasa lebih bising dibandingkan yang tinggal di Kawasan Kebisingan tingkat 1 dan 2. Hal ini terjadi karena pada kawasan keb isingan tingkat 3 nilai kebisingannya lebih besar dibanding kawasan kebisingan tingkat 2 dan 1. Nilai Odds ratio sebesar 6.02 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka terdapat 17 orang yang merasa tidak bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Keinginan Masyarakat Tetap Tinggal di Sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Dari hasil wawancara dengan responden dapat dilihat faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, diantaranya: 1. Kondisi tempat tinggal Kondisi tempat tinggal yang disukai masyarakat merupakan tempat tinggal yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya. 2. Faktor tetangga Faktor tetangga sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di suatu daerah. Hal ini dikarenakan seseorang akan selalu berinteraksi dengan tetangganya. Apabila ada karakter atau perilaku tetangga yang kurang sesuai akan mempengaruhi kenyamanan seseorang untuk tinggal di tempat tersebut.

99 86 3. Faktor lingkungan sekitar Faktor ini meliputi keamanan lingkungan dan kebisingan. Semakin baik kondisi lingkungan maka seseorang akan semakin nyaman tinggal disitu. 4. Faktor harga tanah Faktor ini sangat mempengaruhi keputusan masyarakat untuk tinggal di daerah tertentu. Masyarakat akan memilih tinggal di tempat yang harga tanahnya lebih murah dibanding tempat yang harga tanahnya lebih mahal. 5. Faktor dekat dengan tempat kerja Masyarakat akan memilih tinggal di daerah yang dekat dengan tempat kerjanya, hal ini berguna untuk memperpendek jarak dan waktu untuk berangkat ke tempat kerja. 6. Faktor keturunan/ tanah warisan Faktor keturunan/ tanah warisan akan sangat mempengaruhi masyarakat tetap tinggal di daerah tertentu. Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 10 diperoleh informasi bahwa 15 responden menjawab bahwa faktor yang paling mempengaruhi kesukaannya tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II adalah karena dekat dengan tempat kerja. Sedangkan 11 responden menyatakan bahwa kesukaannya tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dipengaruhi faktor tetangga dan dekat dengan tempat kerja. Sebaliknya dari responden yang menjawab kurang suka menyatakan alasan kekurangsukaannya dipengaruhi oleh faktor kondisi tempat tinggal dan lingkungan sekitar berjumlah 5 responden serta 4 responden untuk kondisi tempat tinggal dan tetangga.

100 87 Tabel 10. Faktor Yang Menyebabkan Responden Tetap Tinggal Di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Kesukaan tetap tinggal Suka Kurang suka Faktor Berpengaruh Jumlah Responden Tetangga 5 Lingkungan sekitar 1 Dekat dengan tempat kerja 15 Keturunan/tanah warisan 6 Kondisi tempat tinggal dan tetangga 5 Kondisi tempat tinggal dan dekat dengan tempat kerja 5 Kondisi tempat tinggal dan lingkungan sekitar 5 Tetangga dan lingkungan sekitar 7 Tetangga dan harga tanah 4 Tetangga dan dekat dengan tempat kerja 11 Tetangga dan keturunan/tanah warisan 5 Lingkungan sekitar dan dekat dengan tempat kerja 2 Lingkungan sekitar dan keturunan 2 Harga tanah dan dekat dengan tempat kerja 7 Dekat dengan tempat kerja dan keturunan/tanah warisan 1 Kondisi tempat tinggal, tetangga dan lingkungan sekitar 1 Kondisi tempat tinggal, tetangga dan keturunan/tanah 2 warisan Kondisi tempat tinggal, tetangga dan dekat dengan tempat 1 tinggal Kondisi tempat tinggal, lingkungan sekitar dan 1 keturunan/tanah warisan Tetangga, lingkungan sekitar dan keturunan/tanah warisan 1 Lingkungan sekitar, harga tanah dan dekat dengan tempat 1 kerja Lingkungan sekitar 2 Kondisi tempat tinggal dan tetangga 4 Kondisi tempat tinggal dan lingkungan sekitar 5 Tetangga dan lingkungan sekitar 1 Total 100 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dilakukan dengan pendekatan analisis logit. Hal ini dikarenakan variabel responnya berupa dichotomous choice, yaitu antara Ya dan Tidak. Sedangkan pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan merupakan variabel penjelas. Peluang masyarakat yang menjawab Ya merupakan masyarakat

101 88 yang menjawab suka sedangkan yang menjawab Tidak merupakan masyarakat yang menjawab tidak suka. Jawaban responden dimasukkan kedalam analisis dengan memberikan nilai satu bagi responden yang menjawab suka dan nilai 0 bagi yang kurang suka. Nilai dari variabel penjelas merupakan variabel kategori, karena nilai yang diberikan bukan merupakan nilai yang menunjukkan besaran, tetapi hanya untuk membedakan kategori yang satu dengan lainnya. Berdasarkan jawaban dari 100 orang responden, diperoleh informasi bahwa 88 orang menjawab suka tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sedangkan 12 orang menjawab tidak suka tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Alasan ketidaksukaan responden tersebut karena keadaan lingkungan sekitar rumahnya yang nyaman karena merasa bising dan keadaan lingkungan tetangga yang tidak baik. Persentase kesukaan responden dapat dilihat pada Gambar 16. tidak 12% suka 88% Gambar 16. Persentase kesukaan responden terhadap tempat tinggal Analisis logit berdasarkan jawaban 100 responden menghasilkan informasi seperti yang terdapat pada Lampiran 6. Pada response information dijelaskan bahwa terdapat 88 responden bernilai satu yang menunjukkan bahwa responden tersebut suka tetap tinggal disekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Sebaliknya terdapat 12 responden bernilai nol yang berarti kurang suka tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Hasil logit tingkat kesukaan

102 89 masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dapat dilihat pada Tabel 11. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah: Y = LMTG i +1.84STRM i HGTN i +e Tabel 11. Hasil Analisis Fungsi Logit Tingkat Kesukaan Masyarakat Tetap Tinggal Di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II No Parameter Koefisien P Odds Ratio Keterangan 1 Konstanta Pendapatan E +18 Tidak Nyata 3 Lama tinggal Nyata * 4 Status Rumah Nyata *** 5 Harga tanah Nyata ** 6 Jarak Tidak Nyata 7 KB Tidak Nyata Log-likelihood = Test that all slope are zero: G=41.42 DF = 7 P-Value = Goodness-of-Fit Test Method P-Value Keterangan Pearson Model baik Deviance Model baik Hosmer-Lemeshow Model baik Keterangan: * : Nyata pada selang kepercayaan 99 persen ** : Nyata pada selang kepercayaan 85 persen *** : Nyata pada selang kepercayaan 80 persen Berdasarkan hasil Loglikelihood sebesar menghasilkan statistik G sebesar dengan nilai P sebesar dimana nilai P tersebut lebih kecil dari a 1 persen yang berarti secara bersama-sama variabel penjelas yang dimasukkan kedalam model berpengaruh nyata terhadap peluang masyarakat suka/kurang suka untuk tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Selain itu dengan melihat hasil perhitungan statistik Pearson, Deviance dan Hosmer- Lemeshow sebesar 1.00, 1.00 dan 0.92 dimana nilai P tersebut lebih besar dari a 1 persen, maka model regresi yang dihasilkan cukup baik. Sementara itu secara individu, variabel yang nyata mempengaruhi peluang responden suka atau kurang

103 90 suka tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II adalah status rumah (a = 20 persen), harga tanah (a = 15 persen) dan lama tinggal (a = 1 persen). Interpretasi dari variabel penjelas yang berpengaruh nyata adalah: 1. Lama tinggal. Variabel lama tinggal memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa bising di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 1 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti semakin lama seorang responden tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka responden tersebut akan menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Hal ini terjadi karena responden yang sudah lama tinggal di sekitar bandar udara sudah terbiasa dengan lingkungan yang ada di situ, dampak kebisingan yang ada juga sudah dianggap biasa. Nilai Odds ratio sebesar 2.45 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka terdapat 40 orang yang tidak menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. 2. Harga tanah. Variabel harga tanah memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa suka tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 15 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti semakin murah harga tanah responden, maka responden tersebut akan menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Hal ini dapat terjadi karena responden cenderung lebih mencari harga tanah yang lebih murah yang digunakan sebagai tempat tinggalnya. Disamping itu di lapangan dilihat adanya responden yang tinggal di tanah yang hanya berfungsi sebagai hak pakai, karena tanah tersebut sudah dibebaskan sebelumnya. Tetapi mereka juga mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli tanah tersebut walaupun dengan harga murah. Mereka juga sudah siap mengantisipasi jika suatu saat mereka di relokasi dari tempat tersebut dengan hanya membangun rumah secara semi permanen. Nilai Odds ratio sebesar 0.32

104 91 dapat diartikan jika terdapat 1 yang menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, maka terdapat 4 orang yang tidak menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. 3. Status rumah. Variabel status rumah memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang responden merasa suka tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II pada taraf a = 20 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti responden yang tinggal di rumah sendiri kecenderungannya lebih suka tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dibanding responden yang tinggal di rumah sewa. Nilai Odds ratio sebesar 0.16 dapat diartikan jika terdapat 1 yang menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kas im II, maka terdapat 7 orang yang tidak menyukai tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Kesediaan Masyarakat dalam Menerima Kompensasi Analisis faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat menerima kompensasi dilakukan dengan analisis logit. Hal ini dikarenakan variabel responnya berupa dichotomous choice, yaitu antara Ya dan Tidak. Sedangkan pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan,, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan merupakan variabel penjelas.. Peluang masyarakat yang menjawab Ya merupakan masyarakat yang menjawab bersedia menerima kompensasi sedangkan yang menjawab Tidak merupakan masyarakat yang menjawab tidak bersedia menerima kompensasi. Jawaban responden dimasukkan kedalam analisis dengan memberikan nilai satu bagi responden yang menjawab bersedia dan nilai 0 bagi yang tidak bersedia. Nilai dari variabel penjelas merupakan variabel kategori, karena nilai yang diberikan bukan merupakan nilai yang menunjukkan besaran, tetapi hanya untuk membedakan kategori yang satu dengan lainnya. Analisis logit berdasarkan jawaban 100 responden menghasilkan informasi seperti yang terdapat pada Lampiran 7. Pada response information dijelaskan

105 92 bahwa terdapat 65 responden bernilai satu yang menunjukkan bahwa responden tersebut bersedia menerima kompensasi. Sebaliknya terdapat 35 responden bernilai nol yang berarti tidak bersedia menerima kompensasi. Hasil logit kesediaan responden menerima kompensasi dapat dilihat pada Tabel 12. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah: Y = PDDK i 1.35 PKJ i STRM i JRK i KB i + e Tabel 12. Hasil Logit Kesediaan Responden Menerima Kompensasi No Parameter Koefisien P Odds Ratio Keterangan 1 Konstanta Pendidikan Nyata** 3 Pekerjaan Nyata**** 4 Pendapatan E +10 Tidak Nyata 5 Lama tinggal Tidak Nyata 6 Status Rumah Nyata**** 7 Jarak Nyata*** 8 KB Nyata* Log-likelihood = Test that all slope are zero: G = DF = 8 P-Value = Goodness-of-Fit Test Method P-Value Keterangan Pearson Model baik Deviance Model baik Hosmer-Lemeshow Model baik Keterangan: * : Nyata pada selang kepercayaan 99 persen ** : Nyata pada selang kepercayaan 90 persen *** : Nyata pada selang kepercayaan 85 persen **** : Nyata pada selang kepercayaan 80 persen Berdasarkan hasil Loglikelihood sebesar menghasilkan statistik G sebesar dengan nilai P sebesar dimana nilai P tersebut lebih kecil dari a 1 persen yang berarti secara bersama-sama variabel penjelas yang dimasukkan kedalam model berpengaruh nyata terhadap variabel responnya. Selain itu dengan

106 93 melihat hasil perhitungan statistik pearson, deviance dan Hosmer-Lemeshow sebesar 0.13, 0.17 dan 0.19 dimana nilai P tersebut lebih besar dari a 1 persen, maka model regresi yang dihasilkan cukup baik. Sementara itu secara individu, variabel yang nyata mempengaruhi peluang kesediaan responden menerima kompensasi adalah pekerjaan dan status rumah (a = 20 persen), jarak (a = 15 persen), pendidikan (a = 10 persen) serta kawasan kebisingan (a = 1 persen). Interpretasi variabel penjelas yang berpengaruh nyata adalah: 1. Kawasan kebisingan. Variabel kawasan kebisingan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 1 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti responden yang tinggal di kawasan kebisingan tingkat 2 dan 3 kecenderungannya bersedia menerima kompensasi dibanding dengan kawasan kebisingan 1. Hal ini dapat terjadi karena responden yang berada pada kawasan kebisingan tingkat 1 tidak merasa terganggu dengan adanya kebisingan dari kegiatan bandar udara. Nilai Odds ratio sebesar 1.18 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang bersedia menerima kompensasi, maka terdapat 85 orang yang tidak bersedia menerima kompensasi. 2. Pendidikan. Variabel pendidikan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 10 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti makin tinggi pendidikan responden maka mereka bersedia menerima kompensasi Hal ini dapat disebabkan karena makin tingginya pendidikan maka pengetahuan reponden akan dampak dari kebisingan lebih baik. Sehingga mereka bersedia menerima kompensasi. Nilai Odds ratio sebesar 1.15 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang bersedia menerima kompensasi, maka terdapat 87 orang yang tidak bersedia menerima kompensasi.

107 94 3. Jarak. Variabel jarak memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 15 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti semakin jauh jarak rumah responden maka mereka tidak mau menerima kompensasi. Hal ini dapat terjadi karena responden yang jarak rumahnya lebih jauh dari tidak merasa terganggu dengan adanya kebis ingan dari kegiatan bandar udara. Nilai Odds ratio sebesar 0.12 dapat diartikan jika terdapat 1 orang yang bersedia menerima kompensasi, maka terdapat 9 orang yang tidak bersedia menerima kompensasi. 4. Pekerjaan Variabel pekerjaan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 20 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti responden yang bekerja sebagai karyawan kecenderungannya tidak bersedia menerima kompensasi dibandingkan dengan yang bekerja sebagai PNS/ABRI. Hal ini disebabkan karena lokasi tempat kerja mereka berada dekat dengan rumahnya. Nilai Odds ratio sebesar 0.26 dapat diartikan jika terdapat 1 orang yang bersedia menerima kompensasi, maka terdapat 4 orang yang tidak bersedia menerima kompensasi. 5. Status rumah Variabel status rumah memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 20 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti responden yang tinggal di rumah sendiri kecenderungannya bersedia menerima kompensasi dibandingkan dengan responden yang tinggal di rumah sewa. Hal ini bisa disebabkan karena responden yang tinggal di rumah sendiri memiliki tanah yang bisa menjadi pengganti nilai kompensasi yang ada. Nilai Odds ratio sebesar

108 dapat diartikan jika terdapat 100 orang yang bersedia menerima kompensasi, maka terdapat 74 orang yang tidak bersedia menerima kompensas i. 4.6 Analisis Nilai Kesediaan Menerima Kompensasi Sampel yang digunakan untuk tujuan analisis nilai kesediaan menerima (WTA) kompensasi akibat kebisingan bandar udara adalah responden yang memilih bersedia menerima kompensasi akibat kebisingan kegiatan bandar udara yaitu sebanyak 65 orang dari total responden 100 orang. Untuk menganalisis nilai WTA dalam penelitian ini digunakan Hedonic Price Method (HPM). Adapun hasil pelaksanaan HPM adalah sebagai berikut: A. Estimasi Fungsi Hedonis nilai WTA Estimasi fungsi hedonis nilai WTA dilakukan dengan pendekatan analisis regresi berganda. Variabel respon yang digunakan adalah nilai tengah WTA, sedangkan pekerjaan, pendidikan, pandapatan, status rumah, lama tinggal, harga tanah, jarak dan kawasan kebisingan merupakan variabel penjelas. Hasil dari estimasi fungsi hedonis nilai WTA masyarakat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II yang bersedia menerima kompensasi dapat dilihat pada Tabel 13. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah: Y= PKJ i PDPT i LMTG i JRK i + e Penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R 2 sampai dengan 15 persen, oleh karena itu hasil regresi berganda nilai WTA masyarakat pada penelitian ini masih dapat diyakini kebenaran atau keandalannya (reliable). Karena nilai R 2 yang diperoleh sebesar 50.9 persen persen yang berarti 50.9 persen keragaman WTA masyarakat terhadap penerimaan kompensasi dapat diterangkan oleh keragaman variabel-variabel

109 96 penjelas yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya sebesar 49.1 persen diterangkan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai F hitung sebesar 2.25 dengan nilai P sebesar menunjukkan bahwa secara serentak, variabelvariabel penjelas berpengaruh nyata terhadap model. Data yang digunakan dalam analisis ini telah diuji normalitasnya (menyebar normal) sehingga data tersebut valid untuk diolah dengan teknik regresi berganda. Selain itu, asumsi dalam model regresi dengan data cross section telah dipenuhi oleh model penelitian ini. Hal tersebut dapat dilihat pada plot antara sisaan dan nilai dugaannya yang menunjukkan plot sisaan yang acak, sehingga asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Selain itu dengan nilai VIF (Variance Inflation Factor) relatif kecil, yaitu antara 1.3 sampai 4.9 dimana nilai tersebut tidak lebih dari 10 sehingga model tersebut tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 13. Hasil Estimasi Fungsi Hedonis Nilai Kesediaan Menerima Kompensasi No Parameter Koefisie P VIF Keterangan n 1 Konstanta Pendidikan Tidak Nyata 3 Pekerjaan Nyata** 4 Pendapatan Nyata*** 5 Lama tinggal Nyata** 6 Status Rumah Tidak Nyata 7 Harga tanah Tidak Nyata 8 Jarak Nyata* 9 KB Tidak Nyata R-Sq=50.9 persen R-Sq(adj)=10.2 persen Analysis of Variance Source DB F hitung P Regression Residual Error 56 Total 64 Keterangan: * : Nyata pada selang kepercayaan 95 persen ** : Nyata pada selang kepercayaan 85 persen *** : Nyata pada selang kepercayaan 80 persen

110 97 Sementara itu secara individu, variabel yang nyata mempengaruhi nilai WTA responden adalah pendapatan (a = 20 persen), lama tinggal dan pekerjaan (a = 15 persen) serta jarak (a= 5 persen). Interpretasi variabel penjelas yang berpengaruh nyata adalah: 1. Jarak. Variabel jarak memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang nilai kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 5 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti semakin jauh jarak rumah responden, maka nilai kesediaan menerima kompensasi semakin kecil. Hal ini terjadi karena responden yang berada lebih dekat dengan bandar udara merasakan dampak langsung dari kebisingan bandar udara. 2. Lama tinggal Variabel lama tinggal memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang nilai kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 15 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti semakin lama tinggal responden, maka nilai kesediaan menerima kompensasi semakin kecil. Hal ini terjadi karena responden yang lebih lama tinggal di sekitar bandar udara sudah terbiasa dengan adanya kebisingan dari kegiatan bandar udara. 3. Pekerjaan Variabel pekerjaan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang nilai kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 15 persen. Nilai koefisien bertanda negatif (-) berarti responden yang berkerja sebagai karyawan kecenderungan nilai kesediaan menerima kompensasinya lebih kecil dibanding responden yang bekerja sebagai PNS/ABRI.

111 98 4. Pendapatan. Variabel pendapatan memiliki P-value sebesar yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang nilai kesediaan responden menerima kompensasi pada taraf a = 20 persen. Nilai koefisien bertanda positif (+) berarti semakin besar pendapatan responden, maka nilai kesediaan menerima kompensasinya semakin besar B. Menentukan Nilai Implisit Dengan terbentuknya fungsi hedonis maka analisis nilai implisit (r) dapat dilakukan. Nilai implisit menunjukkan seberapa besar faktor penjelas mempengaruhi pilihan seseorang terhadap nilai WTA. Secara matematis, nilai implisit diperoleh dari turunan pertama variabel respon nilai WTA masyarakat yang tinggal di sekitar bandara terhadap variabel penjelas (r = dy/dxn) Berdasarkan fungsi hedonis yang sudah terbentuk dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTA adalah adalah pekerjaan, pendapatan, lama tinggal, status rumah, dan jarak Oleh karena itu, nilai implisit yang mempengaruhi nilai WTA adalah: PDPT i =dy/dpdpti =12008 LMTG i = dy/dlmtg i =-3395 JRK i = dy/djrk i =-2837 Nilai implisit pendapatan dengan tanda positif berarti apabila pendapatan meningkat maka akan menaikkan nilai WTA. Untuk nilai implisit lama tinggal dengan tanda negatif berarti apabila lama tinggal meningkat dari sebelumnya maka akan menurunkan nilai WTA. Untuk nilai implisit jarak dengan tanda negatif berarti apabila jarak meningkat maka akan menurunkan nilai WTA

112 Keterkaitan Persepsi Masyarakat Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II lebih dahulu beroperasi dibandingkan dengan munculnya pemukiman-pemukiman di sekitar bandar udara. Dengan meningkatnya harga tanah, kebutuhan masyarakat mendapat tempat tinggal yang dekat dengan lokasi kerja mereka dan mudahnya pemberian ijin pendirian pemukiman tanpa memperdulikan persyaratan lingkungan menyebabkan mudahnya timbul pemukiman baru di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, khususnya pada kawasan kebisingan tingkat 3. Sebagian besar responden / Kepala Keluarga Dapat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II berumur tahun, dan merupakan usia angkatan kerja. Hal ini disebabkan karena daerah di sekitar bandar udara terletak dekat dengan perkotaan yang merupakan tempat mereka bekerja. Tingkat pendidikan responden cukup tinggi yaitu 68 persen lulusan SLTA dan perguruan tinggi. Kualitas pendidikan relatif memberikan refleksi akan pola dan aktifitas seseorang dalam rumah tangga. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kebisingan. Jenis pekerjaan responden yang terbanyak adalah karyawan sebesar 35 persen, hal ini menggambarkan bahwa daerah di sekitar bandar udara bukan merupakan daerah pertanian lagi tetapi sudah berubah menjadi daerah perkotaan. Lama tinggal responden yang paling banyak adalah 1-3 tahun sebesar 40 persen, ini menggambarkan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar bandar udara merupakan masyarakat yang baru tinggal di sekitar bandar udara. Harga tanah di daerah yang berada di sekitar bandar udara berada pada harga Rp.70,000/m 2. Harga tanah yang murah menyebabkan masyarakat lebih memilih tinggal di sekitar bandar udara.

113 100 Tabel 14. Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Karakteristik Kategori Frekuensi Persentase ( persen) 1. Persepsi terhadap kebisingan Bising Tidak Jumlah KB1 Bising Tidak Jumlah KB 2 Bising Tidak Jumlah KB 3 Bising Tidak Jumlah Sumber kebisingan Bandar udara lainnya Jumlah Waktu bising Jumlah Keluhan akibat kebisingan Kepada diri sendiri Kepada diri sendiri dan anggota keluarga Kepada diri sendiri, keluarga dan orang lain Jumlah Gangguan akibat kebisingan Susah tidur Gangguan terhadap percakapan Mudah terkejut Susah tidur dan gangguan terhadap percakapan Jumlah Persepsi responden terhadap kebisingan yang terjadi di sekitar pemukiman mereka sebagian besar menjawab tidak bising (64 persen) sedangkan yang

114 101 menjawab bising sebesar 36 persen dapat dilihat pada Tabel 14. Responden yang berada pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebagian besar merasa lebih bising dibandingkan dengan responden yang berada pada kawasan kebisingan tingkat 1 dan 2. Sedangkan selang waktu bising yang dirasakan oleh responden adalah pada Hal ini dapat terjadi karena pada selang waktu tersebut jadwal penerbangan sangat padat dan merupakan waktu istirahat siang bagi responden. Sumber kebisingan yang terjadi di pemukiman responden disebabkan oleh kegiatan bandar udara (80.56 persen). Sebagian besar responden hanya mengeluh kepada keluarganya saja akibat kebisingan yang terjadi. Sedangkan jenis gangguan yang dirasakan akibat kebisingan bandar udara sebagian besar menjawab gangguan pada percakapan. Dimana mereka akan berhenti dulu berbicara apabila ada pesawat yang lewat. Menurut rencana umum tata ruang Kota Pekanbaru tahun Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II akan ditingkatkan kelasnya menjadi kelas 1, sehingga panjang landasan pacu (run way) 2,240 meter tidak akan mampu menampung jenis pesawat berbadan lebar. Karena untuk jenis pesawat berbadan lebar seperti jet B yang sering digunakan untuk penerbangan internasional membutuhkan panjang lintasan minimal 3,600 meter. Disamping itu di sekitar bandar udara juga direncanakan sebagai pemukiman. Jika panjang landasan pacu diperpanjang dari 2,240 meter menjadi 3,600 meter maka luas lahan yang digunakan untuk bandar udara harus ditambah padahal lokasi di sekitar bandar udara sudah banyak pemukiman penduduk. Untuk hal itu maka masyarak at yang berada pada di sekitar bandar udara ditanyakan kesediaannya untuk menerima kompensasi. Berdasarkan jawaban dari 100 orang responden, diperoleh informasi bahwa 65 orang (65 persen ) menjawab bersedia sedangkan 35 orang (35 persen) tidak bersedia dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan jawaban dari responden yang menjawab bersedia, diperoleh informasi bahwa untuk kawasan kebisingan tingkat 3 responden yang bersedia menerima kompensasi sebesar persen. Nilai WTA yang diinginkan responden pada kawasan kebisingan tingkat 3 adalah sebesar Rp. 13,750,-. Sedangkan harga tanah pada kawasan kebisingan Tingkat 3 adalah Rp. 70,000/ m 2. Jika dianggap 15 persen dari luas kawasan kebisingan

115 102 tingkat 3 merupakan daerah tempat tinggal penduduk maka jumlah kompensasi yang ingin diterima masyarakat adalah 15 persen x Rp. 83,750/m 2 x 2,434,037 m 2 = Rp. 30,577,589,810 Tabel 15. Kesediaan Masyarakat Menerima Kompensasi Karakteristik Kategori Frekuensi Persentase ( persen) 1. Kesediaan masyarakat menerima kompensasi bersedia tidak Jumlah KB1 bersedia tidak Jumlah KB 2 bersedia tidak Jumlah KB 3 bersedia tidak Jumlah Nilai tengah WTA KB Nilai tengah WTA KB Nilai tengah WTA KB Pada kasus yang terjadi pada masyarakat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II tersebut, pengendalian kebisingan yang cukup efektif adalah: 1. Jika masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II a. Kondisi rumah penduduk dalam meredam suara Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat rumah responden yang berada di kawasan kebisingan tingkat 1 dan 2 merupakan rumah yang menggunakan bata plester. Menurut Sukarmadijaya (1995) bata plester mampu meredam atau mereduksi kebisingan sekitar db. Jika dilihat pada kawasan ini yang mempunyai nilai WECPNL pada kisaran < 80dB akan direduksi

116 103 menjadi db. Pada kisaran kebisingan ini, sebagian besar responden menyatakan tidak merasa bising. Sehingga pada akhirnya rumah responden tersebut tidak melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Tab el 16. Karakteristik Bahan Rumah Responden berdasarkan Kawasan Kebisingan Kawasan Kebisingan KB 1 KB 2 KB 3 Bahan bangunan utama pada dinding rumah responden Bata plester Bata plester Bata plester dan papan Kawasan kebisingan tingkat 3 karakteristik bahan rumah responden berupa bata plester dan papan 18 mm. Menurut Sukarmadijaya (1995) konstruksi papan 18 mm mampu meredam atau mereduksi kebisingan adalah sekitar 26 db. Untuk rumah yang menggunakan bata kemampuan mereduksi kebisingan sebesar db sehingga tingkat kebisingan yang diperoleh belum melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Tetapi untuk rumah responden yang menggunakan papan, dimana kemampuan mereduksi kebisingan hanya sebesar 26 db akan menyebabkan nilai kebisingan yang diperoleh sekitar 60 db melewati baku mutu kebisingan (55 db). Pada dugaan kisaran kebisingan tersebut, persen responden menyatakan bising. Dengan demikian, bila kompensasi kebisingan dapat dinilai dari penambahan peredam yang dihitung dari biaya luasan peredam tambahan dan jenisnya dan biaya konstruksinya adalah (Rp / m 2 ) b. Menggunakan pagar tanaman berupa bambu pagar (Bambusa glaucescens) atau pohon cemara kipas ( Thuja orientalis) di sekitar bandar udara yang berdekatan dengan rumah penduduk. Kemampuan bambu pagar dalam mereduksi kebisingan sebesar 31.1 db sedangkan cemara kipas sebesar 24 DB. Sehingga apabila digunakan di

117 104 sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II maka tingkat kebisingan yang diterima tidak melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. c. Membuat revisi RKL dan RPL dari Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II d. Pengendalian keteknikan, yaitu dengan memodifikasi peralatan penyebab kebisingan. Pada kebisingan yang disebabkan oleh operasi pesawat udara, pengendalian kebisingan pada konstruksi mesin pesawat sulit dilakukan karena hal tersebut sudah merupakan hasil rekayasa dari pabrik pesawat tersebut. 2. Jika masyarakat dipindahkan Memberikan kompensasi kepada masyarakat sebesar nilai WTA masyarakat terhadap harga tanah. Kemungkinan lain perlu dihitung ganti rugi bangunan dan pembongkaran. 3. Jika bandara dipindahkan Dilakukan studi kelayakan untuk pemindahan bandara dan melakukan revisi dari AMDAL yang telah ada

118 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah berkembang dilihat dari pertambahan panjang landasan, frekuensi penerbangan dan juga pemukiman penduduk yang semakin dekat dengan bandar udara. Sehingga dilakukan penelitian yang menghasilkan: 1. Karakteristik masyarak at di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II cukup bervariasi jika dilihat dari umur, pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, harga tanah, luas tanah, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan. 2. Tingkat kebisingan di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Nilai yang diperoleh berkisar dari db. 3. Berdasarkan nilai WECPNL diperoleh tiga kawasan kebisingan yaitu kawasan kebisingan tingkat 1 dengan luas kawasan sebesar 16,251,665 m 2, kawasan kebisingan tingkat 2 sebesar 4,732,308 m 2 dan kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar 2,434,037 m Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan adalah pekerjaan, lama tinggal, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II adalah lama tinggal, status rumah dan harga tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat menerima kompensasi adalah pendidikan, pekerjaan, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan 5. Nilai kompensasi yang diinginkan masyarakat pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp. 13,750,-./m 2. Nilai kompensasi yang harus dis ediakan untuk pemindahan penduduk pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp. 30,577,589,810

119 SARAN 1. Kawasan kebisingan tingkat 3 semakin meluas, pemukiman semakin meningkat, sehingga perlu dilakukan antisipasi pengendalian kebisingan dengan cara: a. Pemukiman masyarakat dipindahkan dari kawasan kebisingan tingkat 3. Pemukiman masyarakat yang berada pada kawasan kebisingan tingkat 3 dipindahkan dan diberi kompensasi sebesar nilai WTA yang diinginkan masyarakat yaitu Rp. 13,750/m 2 yang merupakan tambahan dari harga tanah. b. Pemukiman dan bandar udara tetap Jika pemukiman masyarakat dan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II tetap maka antisipasi pengendalian kebisingan yang dilakukan dengan memasang peredam suara pada rumah tinggal dan menggunakan pagar tanaman berupa bambu pagar atau pohon cemara kipas di sekitar bandar udara yang berdekatan dengan rumah penduduk. c. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dipindahkan ke tempat lain Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kelayakan pemindahan bandar udara. 2. Dilakukan penelitian dengan melakukan pengukuran kebisingan serempak pada waktu yang sama. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias data yang diperoleh pada hari yang berbeda dengan penerbangan yang berbeda. 3. Dilakukan penelitian lain tentang Willingness to Pay dari Pihak Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II yang telah menimbulkan kebisingan untuk mengetahui keseimbangan nilai kompensasi. Dengan demikian akan dapat diperoleh surplus produsen yang diterima masyarakat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II atau surplus konsumen yang diperoleh oleh pihak yang menimbulkan kebisingan.

120 Maaf... Lembar Halaman Ini Pada Aslinya Memang Tidak Ada

121 LAMPIRAN

122 Lampiran 1. Peta Titik Pengukuran Kebisingan '30" 0 31'30" '00" '30" '00" KOTA PEKANBARU # # # # # # # # # '30" '00" 0 31'30" PETA TITIK PENGUKURAN KEBISINGAN BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU N '00" 0 28'30" 0 30'00" # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # 0 30'00" 0 28'30" 0 27'00" LEGENDA: Meters Skala 1:78915 Proyeksi Peta: Geodetik Datum: WGS 84 # Titik Pengukuran Kebisingan Sungai Batas Kota Landasan Bandara Permukiman Pemukiman Teratur Pemukiman Tidak Teratur Perkantoran Pertokoan # # # # # # # # # # # 0 25'30" # # # # # # # # # # # 0 25'30" ' # # # # # # # # # # # 0 24'00" # # # # # # # # # # # KABUPATEN KAMPAR 0 24'00" 0 30' PEKANBARU 0 30' '30" '00" '30" '00" '30" '00" '

123 111 Lampiran 2. Kuesioner Kuesioner Penelitian Pemetaan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau) No responden : Nama responden : No Telp : Nama Surveyor : Alamat : Kel. Maharatu 1 Kel. Sidomulyo Timur 2 Kel.Tangkerang Tengah 3 Kel. Tangkerang Selatan 4 Kel. Wonorejo 5 Kel. Teratak Buluh 6 I. Karakteristik Tempat Tinggal 1. Apakah saudara suka dengan tempat tinggal sekarang? Suka 1 kurang suka 0 Apa alasan saudara: (jawaban bisa lebih dari satu) Faktor kondisi tempat tinggal 1 Faktor tetangga 2 Faktor lingkungan sekitar 3 Faktor harga tanah 4 Faktor dekat dengan tempat kerja 5 Faktor keturunan/tanah warisan 6 2. Sudah berapa lama anda tinggal di rumah ini? < 1 tahun tahun tahun tahun 4 > 10 tahun 5 3. Status rumah saudara? Sewa 1 Sendiri 2 4. Berapa kisaran harga tanah saudara? < 50 rb/m rb/m rb/m rb/M 2 4 > 200rb/M 2 5

124 Berapa luas tanah saudara? < 50 M M M M 2 4 > 150 M Jarak antara rumah dengan sumber kebisingan : < 500m m m m 4 II. Kondisi Kebisingan Problem tentang pemukiman di kota menunjukkan kecenderungan makin diabaikannya persyaratan lingkungan pemukiman. Hal ini mengakibatkan timbulnya lingkungan pemukiman baru yang kurang mengindahkan persyaratan kenyamanan dan keamanan bagi penduduknya, termasuk persyaratan gangguan kebisingan. Pemanfaatan area dekat bandar udara, termasuk pemanfaatan daerah lintasan penerbangan banyak terjadi, walaupun gangguan kebisingan oleh suara pesawat udara yang mendarat dan lepas landas terdengar hampir setiap saat. 1. Apakah anda merasa bising tinggal di sekitar Bandar Udara sultan Syarif kasim II? Ya 1 Tidak 0 2. Kapan anda merasa kondisi yang paling bising? Jam WIB 1 Jam WIB 2 Jam WIB 3 Jam WIB 4 Jam WIB 5 Jam WIB 6 Jam WIB 7 3. Apakah ada keluhan terhadap kebisingan tersebut? Ya 1 Tidak 0 4. Kalau ya, kepada siapa anda mengeluh? Kepada diri sendiri 1 Kepada anggota keluarga 2 Kepada orang lain 3 Kepada pengelola bandar udara 4

125 Apakah ada gangguan psikis yang pernah anda alami? a. ya 1 b. tidak 0 6. Kalau ya, dalam bentuk apa? Gangguan susah tidur 1 Gangguan terhadap percakapan 2 Stress 3 Mudah terkejut 4 Gangguan terhadap konsentrasi 5 Lainnya, sebutkan 6 7. Sejak kapan anda mengalami gangguan tersebut? Kurang dari 1 tahun 1 2 tahun yang lalu 2 3 tahun yang lalu 3 4 tahun yang lalu 4 Lebih dari 5 tahun yang lalu 5 8. Pernahkah anda mengalami gangguan pendengaran? Ya 1 Tidak 0 9. Kalau ya, sejak kapan anda mengalami gangguan tersebut? Kurang dari 1 tahun 1 2 tahun yang lalu 2 3 tahun yang lalu 3 4 tahun yang lalu 4 Lebih dari 5 tahun yang lalu Sejauhmana tingkat gangguan tersebut? Sangat parah 1 Parah 2 Sedang 3 Rendah 4 Sangat rendah Seberapa sering anda mengalami gangguan tersebut dalam sehari? Sangat sering 1 Sering 2 Sedang 3 Kurang 4 Tidak pernah Apakah ada program community development (penyuluhan) tentang kebisingan dari Bandar udara? Ada 1 Tidak Kalau ada, dilakukan oleh siapa? Pengelola bandar udara 1 pemerintah daerah 2

126 114 Dinas Kesehatan 3 LSM 4 Departemen Perhubungan Saran dan tanggapan anda dengan adanya bandar udara ini?... IV. Willingness To Accept (WTA) Karakteristik tempat tinggal yang nyaman sangat didambakan setiap orang. Dilihat dari kondisi lokasi pemukiman masyarakat yang makin padat dan berada dekat dengan Bandar Udara Sultan Syarif kasim II yang merupakan kawasan kebisingan akan menyebabkan dampak ketidak nyamanan yang di terima, yaitu kebisingan. Jika pihak Bandar udara Sultan Syarif Kasim II menetapkan kebijakan baru dengan pemberian kompensasi kepada masyarakat pemukiman disekitar Bandar udara karena penggunaan lahan dan penurunan kualitas kenyamanan lingkungan maka diperlukan partisipasi masyarakat mengenai WTA yang akan diterima 1. Apakah saudara mau menerima kompensasi yang diberikan dari pihak pengelola Bandar udara sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Bandar udara? Ya 1 Tidak 2 2. Jika saudara menjawab Ya, kompensasi apa saja yang saudara inginkan?(jawaban bisa lebih dari satu) Perbaikan jalan 1 Pembangunan klinik kesehatan 2 Listrik yang memadai 3 Saluran air bersih 4 Tambahan harga tanah/m 2 5 Lainnya, sebutkan 6 3. Jika pihak pengelola bandara memberikan kompensasi (ganti rugi) kepada saudara dalam bentuk tambahan harga tanah/m 2. berapakah besarnya kompensasi yang mau saudara terima? Rp Rp /M 2 1 Rp Rp /M 2 2 Rp Rp /M 2. 3 Rp Rp /M 2 4

127 Mengapa Saudara mau menerima kompensasi sebesar yang saudara pilih? Berikan alasan saudara?... III. Karakteristik Responden 1. Berapa usia saudara? < 30 tahun tahun tahun tahun 4 >60 tahun 5 2. Apa pendidikan terakhir saudara? Tidak sekolah 1 SD 2 SLTP 3 SLTA 4 Perguruan Tinggi 5 3. Apa pekerjaan saudara? PNS/ABRI 1 Karyawan 2 BUMN 3 Wiraswasta 4 Petani 5 4. Berapa pendapatan saudara dalam 1 bulan: < 500rb jt jt jt 4 > 2jt 5

128 116 Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Kebisingan Titik No A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5 C1 C2 C3 C

129 117 Lampiran 4. Hasil Pengukuran WECPNL No Titik pengukuran dba N WECPNL 1 A A A A A B B B B B C C C C

130 118 Lampiran 5. Hasil Logit persepsi masyarakat terhadap kebisingan Binary Logistic Regression: Kebisingan versus P, Pe,... Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Kebisingan 1 36 (Event) 0 64 Total 100 Logistic Regression Table Predictor Coef SE Coef Z P Odds Ratio Lower Upper Constant P * Pe Pen LT SR J KB % CI Log-Likelihood = Test that all slopes are zero: G = , DF = 7, P-Value = Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant Somers' D 0.84 Discordant Goodman-Kruskal Gamma 0.84 Ties Kendall's Tau-a 0.39 Total

131 119 Lampiran 6. Hasil Logit Tingkat Kesukaan Masyarakat Binary Logistic Regression: Ksukaan Thdp Tmpt Tgl versus Pen, LT,... Link Function: Logit Response Information Variable Value Count Ksukaan Thdp Tmpt Tgl 1 88 (Event) 0 12 Total 100 Logistic Regression Table 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Odds Ratio Lower Upper Constant Pen E * LT SR Harga Tanah J KB Log-Likelihood = Test that all slopes are zero: G = , DF = 7, P-Value = Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant Somers' D 0.89 Discordant Goodman-Kruskal Gamma 0.90 Ties Kendall's Tau-a 0.19 Total

132 120 Lampiran 7. Hasil Logit WTA Masyarakat Binary Logistic Regression: WTA versus P, Pe,... Link Function: Logit Response Information Variable Value Count WTA 1 65 (Event) 0 35 Total 100 Logistic Regression Table 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Odds Ratio Lower Upper Constant P Pe Pen E * LT SR J KB Log-Likelihood = Test that all slopes are zero: G = , DF = 7, P-Value = Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant Somers' D 0.69 Discordant Goodman-Kruskal Gamma 0.70 Ties Kendall's Tau-a 0.32 Total

133 121 Lampiran 8. Hasil Regresi Linear Berganda WTA masyarakat. Regression Analysis: WTA versus P, Pe,... The regression equation is WTA = P Pe Pen LT SR Harga Tanah J KB2 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant P Pe Pen LT SR Harga Tanah J KB S = R-Sq = 50.9% R-Sq(adj) = 10.2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS P Pe Pen LT SR Harga Tanah J KB Unusual Observations Obs P WTA Fit SE Fit Residual St Resid R R R R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic =

134 122 Residual Plots for WTA Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values Percent Residual Residual Fitted Value Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data Frequency Residual Residual Observation Order

135 123 Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian Dokumentasi 1. Gambar Pemukiman yang Terletak Dekat dengan Pagar Bandara Dokumentasi 2. Pemukiman yang Sudah Masuk Pagar Bandara

136 124 Dokumentasi 3. Pemukiman Penduduk yang Dekat Pagar Bandara Dokumentasi 4. Pemukiman Penduduk yang Baru di Sekitar Bandara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA I. UMUM Kegiatan penerbangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, kemajuan teknologi di bidang transportasi turut serta berkembang dengan cepat, mulai dari transportasi darat, laut, hingga udara.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Permukiman Lingkungan pemukiman/perumahan adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini industri permobilan terus meningkat. Peralatan industri seperti knalpot sepeda motor, peniup / penghembus, kipas angin, dan trafo menyebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR Sri umiati 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Bunyi dapat dihasilkan oleh dua benda yang saling berbenturan, alat musik, percakapan manusia, suara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA TUGAS AKHIR PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA Dosen Pembimbing 1 : Ir.Wiratno A.Asmoro,M.Sc Dosen Pembimbing 2

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia.

hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah negara kesatuan republik indonesia dalam rangka

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) B-101 Kebisingan di Dalam Kabin Masinis Lokomotif Tipe CC201 Tri Sujarwanto, Gontjang Prajitno, dan Lila Yuwana Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2 PENGARUH AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KEBISINGAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PANGUDI LUHUR SURAKARTA Dyah Ratri Nurmaningsih, Kusmiyati, Agus Riyanto SR 7 Abstrak: Semakin pesatnya

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan lingkungan menyatakan bahwa setiap manusia mengupayakan kesehatan lingkungan yang salah satunya, lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemukiman sering menjadi masalah bagi setiap individu karena individu membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan pemberi ketentraman hidup.

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA SEMINAR TUGAS AKHIR PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA Masmulki Daniro J. NRP. 3307 100 037 Dosen Pembimbing: Ir. M. Razif, MM Semakin pesatnya

Lebih terperinci

KONSEP DASAR AKUSTIK; untuk Pengendalian Kebisingan Lingkungan, oleh Dodi Rusjadi Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

KONSEP DASAR AKUSTIK; untuk Pengendalian Kebisingan Lingkungan, oleh Dodi Rusjadi Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta KONSEP DASAR AKUSTIK; untuk Pengendalian Kebisingan Lingkungan, oleh Dodi Rusjadi Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057;

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

Evi Setiawati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang

Evi Setiawati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang ISSN 1410-9840 KAJIAN DAMPAK PENINGKATAN KEBISINGAN AKIBAT OPERASINALISASI JALUR GANDA KERETA API (STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN KA PARTIAL DOUBLE TRACK BREBES LOSARI CIREBON) Evi Setiawati Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah gelombang mekanis logitudinal yang merambat. Bunyi dihasilkan melalui benda atau zat yang bergetar seperti, bunyi mesin kereta api. Bunyi tersebut berpotensi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya mobilitas orang memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat. Dinamisnya mobilitas penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar. Indonesia adalah

Lebih terperinci

Analisa Kebisingan Daerah Perumahan Angkasa Pura I Akibat Flyover Pesawat Terbang di Bandar Udara Sepinggan Balikpapan

Analisa Kebisingan Daerah Perumahan Angkasa Pura I Akibat Flyover Pesawat Terbang di Bandar Udara Sepinggan Balikpapan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Kebisingan Daerah Perumahan Angkasa Pura I Akibat Flyover Pesawat Terbang di Bandar Udara Sepinggan Balikpapan Elysa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Lalu lintas Kebisingan adalah bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBISINGAN PADA PEMUKIMAN DEKAT BANDARA UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

KAJIAN KEBISINGAN PADA PEMUKIMAN DEKAT BANDARA UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN KAJIAN KEBISINGAN PADA PEMUKIMAN DEKAT BANDARA UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN Jusriadi 1, Nurlaela Rauf 2, Dahlang Tahir 3. Program Studi Fisika Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah. operator pelayanan penerbangan maupun bagi penggunanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah. operator pelayanan penerbangan maupun bagi penggunanya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bandar Udara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah Sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar Udara

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEBISINGAN DI SEKITAR BANDARA DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA (AIRPORT NOISE)

PENGKAJIAN KEBISINGAN DI SEKITAR BANDARA DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA (AIRPORT NOISE) PENGKAJIAN KEBISINGAN DI SEKITAR BANDARA DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA (AIRPORT NOISE) Tahun Anggaran 2011 Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring kemajuan zaman, kebutuhan manusia semakin banyak dan untuk memenuhi semua itu orang-orang berupaya menyediakan pemenuh kebutuhan dengan melakukan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan melalui upaya kesehatan lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota Semarang dapat ditempuh melalui jalan laut, udara dan darat. Namun demikian pelayanan transportasi darat

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Kebisingan Di Kawasan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

Analisis Tingkat Kebisingan Di Kawasan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Analisis Tingkat Kebisingan Di Kawasan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Rudhi Andreas Komang ), Aryo Sasmita 2), David Andrio 3) ) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2,3)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

Pengaruh Penerapan Zona Selamat Sekolah Terhadap Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Sekolah Kota Padang

Pengaruh Penerapan Zona Selamat Sekolah Terhadap Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Sekolah Kota Padang Pengaruh Penerapan Zona Selamat Sekolah Terhadap Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Sekolah Kota Padang Helga Yermadona 1,*), Yossyafra 2), Titi Kurniati 3) 1,2,3) Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang proses kehidupan manusia sebagai penunjang media perpindahan arus barang, orang, jasa serta informasi.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

ARDHINA NUR HIDAYAT ( ) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT.

ARDHINA NUR HIDAYAT ( ) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT. ARDHINA NUR HIDAYAT (3308100066) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT. Evaluasi Perubahan Tingkat Kebisingan Akibat Aktivitas Transportasi Dikaitkan Dengan Tata Guna Lahan Di Kawasan Dharmawangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Perkembangan Kota Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merujuk pada Undang Undang No 20 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara yang menyatakan bahwa Provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Belajar Menurut Suwarno (2006) lingkungan belajar adalah lingkungan sekitar yang melengkapi terjadinya proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa lingkungan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG

ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG Fernanda Gilsa Rahmatunnisa 1, Mutia Ravana Sudarwati 1, Angga Marditama Sultan Sufanir

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG Oleh: BUDI SANTOSO F14104079 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat pada segala aspek kehidupan. Sektor ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan tidak

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA Kevin Harrison 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di kota-kota besar di negara-negara dunia sering ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan,

Lebih terperinci

ANALISIS PEMETAAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PESAWAT DI KAWASAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU PUTRI ZHAFIRAH CHUZNITA

ANALISIS PEMETAAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PESAWAT DI KAWASAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU PUTRI ZHAFIRAH CHUZNITA ANALISIS PEMETAAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PESAWAT DI KAWASAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU TUGAS AKHIR PUTRI ZHAFIRAH CHUZNITA 12 0407 045 Pembimbing Pertama Ivan Indrawan, ST., MT Pembimbing

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya sektor perekonomian akan menyebabkan makin tingginya aktivitas masyarakat. Peningkatan aktivitas masyarakat ini juga berdampak langsung pada tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia semakin menuntut untuk cepat, efektif, dan efisien, khususnya dalam hal perpindahan, baik itu perpindahan manusia, barang, maupun perpindahan informasi.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan makin meningkatnya perkembangan industri di indonesia, kemajuan dari industri tersebut antara lain ditandai pemakaian mesin-mesin yang dapat mengolah dan memproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh manusia dan merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan. [1-2] Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PELABUHAN NIAGA INTERNASIONAL DI TEGAL

TUGAS AKHIR PELABUHAN NIAGA INTERNASIONAL DI TEGAL TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( D P 3 A ) PELABUHAN NIAGA INTERNASIONAL DI TEGAL Diajukan Sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN AKIBAT PENGARUH LALU LINTAS KENDARAAN

EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN AKIBAT PENGARUH LALU LINTAS KENDARAAN Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN AKIBAT PENGARUH LALU LINTAS KENDARAAN Sahrullah Program Studi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah, yaitu memudahkan interaksi antar wilayah yang akan membawa manfaat ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang dapat mengganggu pendengaran manusia. Menurut teori Fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG.

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG. STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG. SUSANTO ATMADJA NRP : 9721007 NIRM : 41077011970244 Pembimbing : V. Hartanto S.,Ir.

Lebih terperinci

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa kemajuan pada bidang transportasi seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks membutuhkan sarana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau dan pemukiman sekitar bandar udara yaitu Kelurahan Maharatu, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN

EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN Jusma Karbi 1, Defrianto 2, Riad Syech 3 Mahasiswa Jurusan Fisika Bidang Akustik Jurusan Fisika Bidang Fisika Kelautan Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UPT. Balai Yasa Yogyakarta merupakan satu dari empat Balai Yasa yang dimiliki oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). UPT. Balai Yasa Yogyakarta adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara tersebut ikut bergetar (Harnapp dan Noble, 1987). dirasakan sebagai gangguan (Mangunwijaya, 1988).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara tersebut ikut bergetar (Harnapp dan Noble, 1987). dirasakan sebagai gangguan (Mangunwijaya, 1988). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bunyi Bunyi dihasilkan dari pergesekan benda padat, gas, cair atau kombinasinya. Pergesekan tersebut mengakibatkan geteran yang akan menganggu keseimbangan molekul-molekul udara

Lebih terperinci