PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS"

Transkripsi

1 PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 .. Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.. (QS. 2 : 83)

3 ABSTRACT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS. Empowering Informal Sector Business at Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Advised by DR. MARJUKI, M.Sc. as the head of advisor commission, Ir NURAINI W. PRASODJO, M.S. as the member of advisor commission. The Indonesian economical lessening increased poverty and jobless problem. The economical crisis effect had affected in every life aspects, including social and politics life. Farm and Informal Sector Business was sed up during the monetary crisis. The economical crisis was experienced by the businessman on informal sector business at Kelurahan Campaka. This study aims to 1) Finding out and understanding the problem and potential of informal sector business from businessman of informal sector business perspective at Kelurahan Campaka, 2) Finding out the connection between businessman aspiration with the former empowerment programs of informal sector business, 3) Analyzing the obstacle in empowerment program of Informal sector business, 4) Arranging problem solution in empowering the sector informal business. The methods that is used in collecting data are 1) Observation, 2) Group Discussion, 3) Interview, 4) Filling a questioner SWOT analysis. The steps of arranging empowerment program of Informal Sector Business are 1) Understanding and Revealing the Problems, 2) Arrangement of the program outline as the basic outline of arranging a program that can be applied to people. The goals of empowerment program of informal sector business are 1) Developing the businessman ability to gain an increasing income and success, 2) Increasing the marketing access, 3) Developing self organization of the informal sector businessman and developing the business network. The strategy used in this program was designed through SWOT analysis method usage. The steps are 1) Determining the main stakeholder, 2) Identifying SWOT through internal and external factor formulation so that there would be four strategy (SO, ST, WO, WT) which described in SWOT analysis matrix. Selection of the strategy was developed from four strategies and the selected strategy would be implemented into an action plan as an execution program and outline. The program and outline of execution selected program is designed in an outline of Informal Sector Business Information Network. Empowerment program of informal sector business which had arranged needs a follow-up by giving a recommendation to the connected side. Giving the recommendation was done through recommendation implementation mechanism which the steps are 1) Recollection of businessman of informal sector business in every RT at Kelurahan Campaka by LPM Kelurahan Campaka together with the head of RT, 2) Conveying the data to the head of RT, RW, Lurah, Camat, Dinas Koperasi and UKM, and Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung. 3) Informal Sector business information network in Kelurahan level did the establishment of information network with Bandung Government especially with Dinas Koperasi and UKM, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, NGO and private company (KADIN, Local Entrepreneur).

4 ABSTRAKSI MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS. Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Dibimbing Oleh DR.MARJUKI, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Ir. NURAINI W. PRASODJO, MS. sebagai anggota komisi Pembimbing. Keterpurukan perekonomian Indonesia memunculkan peningkatan masalah kemiskinan dan pengangguran. Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Sektor pertanian dan UKM/usaha sektor informal mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Dampak krisis ekonomi dialami pula oleh pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka. Kajian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui dan memahami permasalahan dan potensi usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka, (2) Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada, (3) Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal, (4) Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor informal. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah (1) Observasi, (2) Diskusi kelompok, (3) Wawancara, (4) Pengisian kuesioner analisis SWOT. Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan dengan tahaptahap 1) Pemahaman dan pengungkapan masalah, 2)) Kerangka Penyusunan Program sebagai kerangka dasar penyusunan suatu program yang dapat diaplikasikan kepada masyarakat. Program pemberdayaan usaha sektor informal memiliki tujuan umum untuk 1) Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan; dan tujuan khusus untuk 1) Meningkatkan akses terhadap sumber daya, 2) Meningkatkan akses terhadap pemasaran, 3) Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha. Strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan usaha sektor informal dirancang melalui penggunaan metode analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam kajian ini antara lain (1) Penetapan stakeholder utama. (2) Identifikasi SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT. Pemilihan strategi dikembangkan dari empat strategi tersebut dan strategi terpilih dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program dan kerangka pelaksanaan program. Program dan kerangka pelaksanaan program terpilih dirancang dalam kerangka Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal. Program pemberdayaan usaha sektor informal yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait. Pemberian rekomendasi dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan rekomendasi dengan tahapan-tahapan antara lain 1) Pendataan ulang para pelaku usaha sektor informal di setiap RT di Kelurahan Campaka oleh LPM Kelurahan Campaka bekerja sama dengan Ketua-ketua RT, 2) Penyampaian data pelaku usaha sektor informal kepada setiap Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Camat, Dinas Koperasi dan UKM, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, 3) Jaringan Informasi

5 Usaha Sektor Informal tingkat Kelurahan melakukan pembentukan jaringan informasi dengan pihak Pemerintah Kota Bandung khususnya dengan Dinas Koperasi dan UKM, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, LSM, dan pihak swasta (KADIN, pengusaha lokal),.

6 PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

7 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya

8 JUDUL KAJIAN : PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT NAMA : MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS NOMOR POKOK : A PROGRAM STUDI : MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN MASYARAKAT Disetujui, Komisi Pembimbing DR. MARJUKI, M.Sc. K e t u a Ir. NURAINI W. PRASODJO, M.S. A n g g o t a Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana DR. Ir. DJUARA P. LUBIS, M.S. Prof. DR. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, M.S. Tanggal Ujian : 21 Desember 2006 Tanggal Lulus :

9 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa kajian pengembangan masyarakat dengan judul : PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan diperiksa kebenarannya. Bandung, Desember 2006 Muhammad Ridwan Kholis

10 Riwayat Hidup Penulis dilahirkan di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat pada tangggal 21 Januari Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dan beragama Islam. Penulis saat ini bekerja sebagai staf administrasi di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Penulis menikah pada tahun 2001 dan sekarang telah dikaruniai satu orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki. Pendidikan yang telah ditempuh oleh Penulis antara lain : 1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Holis Utara Kota Bandung hingga tahun 1983, dan selanjutnya pindah ke SDN Rancabentang 2 Cimahi. Lulus dan berijazah tahun Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Cimindi, Cimahi. Lulus dan berijazah tahun Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Cimahi. Lulus dan berijazah tahun Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Lulus dan berijazah tahun Pada tahun 2004 sampai dengan sekarang menempuh dan menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2006.

11 KATA PENGANTAR Penulis menghaturkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat dengan judul Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung. Kajian ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor (IPB). 2. DR. Marjuki, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan penulisan tugas akhir. 3. Ir. Said Rusli, MA selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan masukan berarti untuk kesempurnaan tugas akhir ini. 4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana dan Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, dan dosen-dosen program studi Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan wawasan dan materi keilmuan ilmu-ilmu pengembangan masyarakat. 5. Dra. Neni Kusumawardhani, MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan Drs. Joko Irianto, selaku Kepala Bagian Administrasi Umum STKS Bandung yang telah memberikan perhatian dan bantuannya kepada Penulis dalam menempuh pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

12 6. Seluruh staf Sekretariat Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Pengelola program magister STKS Bandung yang telah banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 7. TB. Agus Mulyadi, S.Sos selaku Lurah Campaka dan Rahmat Hidayat selaku Sekretaris Lurah Campaka yang telah memberikan izin kepada praktikan untuk melaksanakan praktek di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung dan memberikan bantuan teknis lainnya, 8. Staf Kelurahan Campaka lainnya, Ketua RW 01 sampai dengan RW 07 beserta Ketua RT di setiap RW di Kelurahan Campaka, dan A. Edi Sutiandi, S.Ag. selaku Tokoh Masyarakat Campaka yang telah memberikan bantuan teknis dan berbagai informasi tentang usaha sektor informal di Kelurahan Campaka. 9. Seluruh rekan-rekan MPM Institut Pertanian Bogor Angkatan 2 Kelas STKS Bandung atas kebersamaan dan kerjasama yang terjalin selama ini sehingga Penulis termotivasi untuk menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 10. yang telah memberikan perhatian dan bantuannya kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 11. Drs. Iri Sapria, Dra. Yenni R., Drs. Ridwan, Eni Rahayuningsih, MP, Atirista Nainggolan, MP, Supardian, MP, Erna Susanti, MP dan Nandang Susila, MP atas dukungan dan bantuannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan kajian pengembangan masyarakat ini. 12. Ibunda tercinta yang telah memberikan do a dan restunya kepada penulis untuk keberhasilan dan Adik-adikku tercinta yang telah memberikan bantuan material dan dorongan semangat kepada Penulis dalam menempuh pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

13 13. Istri dan anak-anakku tercinta Ghina dan Zidan yang selama ini penuh pengertian memberikan dorongan dan semangat selama Penulis mengikuti pendidikan ini hingga selesai. 14. Habib, Yudha dan Wahyudi dari asrama Villa Biru STKS Bandung dan Pengurus Yayasan Bina Qur ani Nuraini Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung yang memberikan bantuan pinjaman komputernya saat penyelesaian kajian ini. 15. Semua pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu baik secara moral maupun material dalam penyelesaian kajian ini. Penulis menyadari penulisan laporan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan semua pihak dapat memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan kajian ini. Bandung, Desember 2006 Muhammad Ridwan Kholis

14 DAFTAR ISI ABSTRAKS Halaman LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR HAK CIPTA LEMBAR TUGAS AKHIR LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR KATA PENGANTAR LEMBAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN. i iv v vi PENDAHULUAN Latar belakang. 1 Rumusan Masalah.. 5 Tujuan... 7 KERANGKA TEORITIS Tinjauan Pustaka 8 Masalah sosial dan Kemiskinan.. 8 Kesejahteraan Sosial. 9 Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan.. 10 Usaha Sektor Informal. 13 Kerangka Pemikiran.. 16 i

15 METODE KAJIAN Tipe Kajian 20 Subyek dan Unit Analisis.. 21 Metode Pengumpulan Data Prosedur Analisis Data ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL Karakteristik Responden Permasalahan Usaha Sektor Informal Ditinjau dari Perspektif Pelaku Usaha Sektor Informal... Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor Informal... Keterkaitan Aspirasi Pelaku Usaha Sektor Informal dengan Program-program Pengembangan Masyarakat... Potensi Lokal yang Dapat Dimanfaatkan dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal... Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Penentuan Strategi Program dengan Analisis SWOT Penetapan Stakeholder Utama Identifikasi SWOT Pemilihan Strategi Hasil Identifikasi SWOT PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL Pengungkapan dan Pemahaman Masalah Identifikasi Masalah Pelaku Usaha Sektor Informal Identifikasi Sumber Daya Perumusan Tujuan Program Pemberdayaan Usaha Sektor Informal 79 Tujuan Umum Tujuan Khusus ii

16 Kerangka Penyusunan Program Analisis Stakeholder Penyusunan Strategi Program KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN 107 iii

17 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran Ketidakberdayaan Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 2. Diagram Venn - Keterkaitan Program Pengembangan Masyarakat dengan Pelaku Usaha Sektor Informal 3. Skema Manajemen Sistem Informasi pada Mekanisme Jejaring Stakeholder LPM Kelurahan Campaka. 4. Analisis Pohon Masalah Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Halaman iv

18 DAFTAR TABEL Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 2. Rencana Pengumpulan Data Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Halaman Responden Menurut Asal dan Usia Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor Informal Pusat Bisnis Usaha Sektor Informal Penganalisaan Faktor Pendukung Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal 7. Penganalisaan Faktor Penghambat Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Internal Jangka PendeK Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Eksternal Jangka Pendek Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Internal Jangka Panjang Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Eksternal Jangka Panjang 12. Matriks Analisis SWOT terhadap Pemberdayaan Usaha Sektor Informal 13. Analisis Stakeholder dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 14. Pembentukan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung v

19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Wilayah Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Halaman Pedoman Untuk Pengamatan Berperanserta Langkah-langkah Penerapan Diskusi Kelompok Dokumentasi Diskusi Kelompok Mengenai Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Surat Undangan dan Daftar Hadir Surat Pengantar Panduan Pertanyaan Panduan Pertanyaan Kuesioner Analisis SWOT Langkah-langkah Diskusi Pembuatan Diagram Venn Mengenai Keterkaitan Program-program Pengembangan Masyarakat Dengan Pelaku Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 145 vi

20 PENDAHULUAN Latar Belakang Hakikat pembangunan adalah kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana dalam prosesnya melibatkan semua unsur masyarakat. Namun dalam kenyataannya masih terdapat warga yang tidak dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dikarenakan keterbatasannya. Salah satu bentuk keterbatasan tersebut adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan isu nasional yang masih menjadi permasalahan pembangunan. Kemiskinan tidak hanya tersebar di pelosok pedesaan dan sub urban tetapi merebak pula sampai di perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang senantiasa menuntut keterlibatan pekerja sosial dalam penanganannya. Peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang signifikan terjadi setelah Indonesia diterpa krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia telah memasuki tahun ke tujuh. Dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Keterpurukan perekonomian Indonesia dan dampak krisis ekonomi menghasilkan peningkatan jumlah penyandang masalah kemiskinan di Indonesia, seperti terlihat dari data BPS (Badan Pusat Statistik) yang memberikan gambaran angka kemiskinan tahun 2005 yang mencapai jumlah 35,10 juta jiwa (BPS, 2005) dan melonjak menjadi 39,05 juta jiwa per Maret 2006 (BPS, 2006). Permasalahan lainnya sebagai bentuk keterpurukan perekonomian Indonesia adalah masalah pengangguran. Data BPS tahun 2001 memperlihatkan bahwa pengangguran terbuka berdasarkan kategori pengangguran dan jenis kelamin menunjukkan jumlah 8,005 juta jiwa dengan perincian 4,032 jiwa penganggur laki-laki dan 3,973 jiwa penganggur perempuan, dan tahun 2002 menunjukkan jumlah 9,132 juta jiwa dengan perincian 4,728 jiwa penganggur laki-laki dan 4,404 jiwa penganggur perempuan. Badan Pusat Statistik (2005) mencatat jumlah pengangguran baru Agustus 2004 sampai Februari 2005 bertambah 600 ribu jiwa. Persentase pengangguran terbuka naik dari 9,9% menjadi 10,3% dari total angkatan kerja. Kenaikan angka pengangguran baru itu karena pertumbuhan ekonomi tidak mengarah kepada

21 penciptaan lapangan kerja baru. Pertumbuhan ekonomi hanya didorong oleh pertumbuhan modal dan jasa saja, keduanya tidak banyak menyerap tenaga kerja, dan hal ini dipertegas oleh kenyataan pertumbuhan ekonomi tahunan (year on year) kuartal I tahun 2005 sebesar 6,35% belum diikuti penciptaan lapangan kerja yang signifikan dan pertumbuhan ekonomi tersebut bertolakbelakang dengan kenyataan di lapangan dimana terjadi penurunan daya beli masyarakat. BPS juga mencatat kenaikan tingkat jumlah penduduk tidak bekerja secara penuh (under-employment) dimana jumlah tersebut mengalami kenaikan dari 29,8% pada bulan Agustus 2004 menjadi 31% (29,6 juta jiwa) pada bulan Februari 2005 dari seluruh penduduk yang bekerja. Krisis moneter, kemiskinan dan pengangguran yang meningkat jumlahnya merupakan bentuk kegagalan pembangunan di masa lalu sebagai akibat sistem pembangunan yang tidak berkelanjutan (unsustainable development), dimana struktur industri manufaktur di Indonesia di masa pra-krisis ditegakkan dengan impor barang modal yang mencakup 20% total impor barang sehingga menciptakan industri-industri yang tidak kokoh fondasinya yang menjadi cikal bakal terjadinya krisis moneter. Sementara sektor pertanian dan UKM/usaha sektor informal lebih mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Ketahanan sektor pertanian dan UKM/usaha sektor informal di masa krisis moneter benar-benar teruji karena selain menggunakan bahan lokal (local content) yang tahan terhadap terpaan krisis dan juga mampu menjadi katup penyelamat luapan pengangguran akibat PHK besar-besaran pada sektor industri yang terpuruk. Tobing (2002) mengemukakan bahwa sektor informal telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan ekonomi nasional. Sektor Informal pada tahun 1985 memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 74 persen, pada 1990 berkurang menjadi 71 persen dan pada 1998 sekitar 62 persen. Pengurangan ini relatif sangat kecil. Artinya sektor informal tetap menjadi penampung angkatan kerja dominan. Kontribusi usaha sektor informal terus berkembang dalam menampung luapan pengangguran akibat PHK dan peningkatan jumlah angkatan kerja. BPS memperlihatkan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal pada bulan Februari 2005 sebanyak 60,6 juta orang, dimana secara persentase mengalami kenaikan dari 63,2% pada bulan Agustus 2004 menjadi 63,9% pada bulan Februari Kecenderungan memilih usaha sektor informal telah menimbulkan kondisi usaha sektor informal semakin

22 jenuh dan kondisi ini diperburuk oleh melemahnya daya beli masyarakat dan keterbatasan usaha sektor formal menyediakan peluang kerja yang lebih banyak. Ada beberapa permasalahan umum dalam sektor informal ini, diantaranya, pertama menyangkut kualitas sumberdaya manusia. Tobing (2002) mengemukakan bahwa pada tahun 1990 sebanyak 87 persen pekerja di sektor informal berpendidikan SD ke bawah, berpendidikan menengah sebanyak 12,8 persen dan diploma/ universitas 0.2 persen. Lebih baik sedikit pada 1997, berpendidikan SD ke bawah sebesar 76,6 persen, berpendidikan menengah sebesar 22,7 persen dan diploma/ universitas dan 0,7 persen. Hal lain adalah tingkat produktivitas di sektor informal lebih rendah daripada sektor formal, sehingga pertambahan kesempatan kerja baru di sektor informal tidak dapat meningkatkan produktivitas. Sebaliknya justru dapat menurunkan tingkat produktivitas. Di samping itu, kurangnya dukungan baik dari segi penataan aturan-aturan yang seringkali merugikan sektor ini, maupun dukungan finansial dalam membuka peluang perluasan di sektor informal menyebabkan sektor ini kurang berkembang. Melihat masalah di atas kiranya perlu diupayakan keserasian pengembangan sektor formal dengan informal. Strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan kualitas SDM akan banyak membantu pekerja di sektor informal dalam memperluas pilihan usahanya. Pemerintah harus mampu mengupayakan keserasian pengembangan sektor informal dan sektor formal sehingga diharapkan dapat menanggulangi permasalahan kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah mempunyai peran dan tanggung jawab penting dalam penanggulangan masalah kemiskinan dan pengangguran. Masyarakat sebaiknya memiliki prakarsa untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran berdasarkan potensi yang dimilikinya. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, karena keberadaan masing-masing pihak mutlak diperlukan. Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan suatu rancangan pemecahan masalah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sebagai wahana bagi pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan atau taraf kesejahteraan masyarakat. Rancangan pemecahan masalah pada kajian ini terlebih dahulu dilandasi oleh pemahaman terhadap kondisi sistem perekonomian penduduk Kelurahan

23 Campaka. Penduduk Kelurahan Campaka memiliki mata pencaharian pokok sebagai pengusaha, pegawai swasta, pegawai negeri, TNI/Polri, pengemudi beca, pengrajin, penjahit, montir, sopir, tukang kayu, tukang batu, peternak dan pedagang. Mata pencaharian yang dapat digolongkan sebagai sektor informal adalah Pengrajin, Pedagang, Penjahit, Tukang Batu, Tukang Kayu, Peternak, Montir, Sopir, dan Pengemudi Beca. Sistem Tata Niaga di Kelurahan Campaka lebih berkembang pada sektor non-pertanian terutama di bidang perdagangan dan industri kecil. Perdagangan skala kecil diperlihatkan oleh keberadaan usaha sektor informal (pedagang kaki lima, pedagang keliling, warungan) dan home industri pembuatan oven, pembuatan pindang, pembuatan kerupuk, dan pigura photo. Pergerakan kehidupan perekonomian penduduk di sektor informal di Kelurahan Campaka masih berada dalam kondisi kurang berkembang. Kondisi kurang berkembang tersebut berawal dari ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan usaha sektor informal dapat terjadi apabila pelaku usaha sektor informal mengalami permasalahan internal berupa permasalahan motivasi, modal, pengalaman usaha, organisasi, jejaring, cara berfikir, pengetahuan, keterampilan, pendidikan, produktivitas usaha, dan permasalahan eksternal berupa kebijakan yang kurang memihak pelaku usaha sektor informal, tatanan ekonomi pasar yang fluktuatif, dan ketiadaan advokasi terhadap pelaku usaha sektor informal. Ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal mempersulit pelaku usaha tersebut untuk meningkatkan taraf pendapatan dan kesejahteraannya sehingga pelaku usaha sektor informal sulit menghindarkan dirinya dari lingkaran kemiskinan. Oleh karena itu, kategori Keluarga Sejahtera I (miskin) tersebut masih dialami pula oleh sebagian besar pelaku usaha sektor informal yang berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tetapi belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan terhadap pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga dan lingkungan tempat tinggal, dan kebutuhan transportasi. Kategorisasi Keluarga Sejahtera I (miskin) tersebut didasarkan pada kriteria dan indikator BKKBN yang melakukan pendataan kemiskinan melalui pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi dalam lima tahap (Cahyat, 2004) yaitu : a. Keluarga Pra Sejahtera (sangat miskin) b. Keluarga Sejahtera I (miskin) c. Keluarga Sejahtera II

24 d. Keluarga Sejahtera III e. Keluarga Sejahtera III plus Keluarga Sejahtera I (miskin) berdasarkan kategorisasi BKKBN (Cahyat, 2004) adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi : a. Indikator ekonomi 1) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor. 2) Setahun terakhir seluruh anggota memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru. 3) Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk tiap penghuni. b. Indikator non-ekonomi 1) Ibadah teratur. 2) Sehat tiga bulan terakhir. 3) Punya penghasilan tetap. 4) Usia tahun dapat baca tulis huruf latin. 5) Usia 6 15 tahun bersekolah. 6) Anak lebih dari dua orang, ber-keluarga Berencana. Kondisi ketidakberdayaan usaha sektor informal dan kemiskinan yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal memerlukan pengkajian dan pemecahan masalah. Penulis berupaya mengkaji dan memecahkan masalah tersebut dalam suatu kajian pengembangan masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya memahami latar belakang, kerangka teoritis, peta sosial, pengevaluasian program pengembangan masayarakat, permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal. Rumusan Masalah Permasalahan keterpurukan perekonomian Indonesia telah membawa dampak negatif yaitu peningkatan permasalahan pengangguran dan kemiskinan. Penulis mengkaji keterkaitan antara pengangguran, kemiskinan dan usaha sektor informal. Keterkaitan tersebut antara lain pengangguran adalah salah satu penyebab kekurangmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga seseorang tersebut dikategorikan miskin dan usaha sektor informal merupakan salah satu upaya pemecahan masalah secara mandiri yang

25 dilakukan seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat menghindarkan diri dari kemiskinan. Masalah kemiskinan merupakan masalah yang dapat menimbulkan permasalahan sosial lainnya. Masalah kemiskinan yang luas dapat berdampak negatif terhadap munculnya perilaku ketunaan, seperti masalah kriminalitas dan penyalahgunaan Narkotika dan Zat Aditif. Perumusan masalah diarahkan pada masalah ketidakberdayaan usaha sektor informal di kelurahan Campaka, dimana usaha sektor informal merupakan suatu pilihan sebagian besar warga masyarakat miskin di kelurahan Campaka. Kondisi ini disebabkan kenyataan di Kelurahan Campaka masih terdapat warga masyarakat miskin, dan terjadi peningkatan jumlah penganggur dan setengah menganggur, proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor industri hampir tidak dapat bertambah atau malahan mungkin berkurang, dan peningkatan jumlah penduduk yang pesat. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan peningkatan perkembangan usaha sektor informal di kelurahan Campaka. Kenyataan tersebut menggambarkan bahwa pelaku usaha pada sektor informal merupakan salah satu bagian angkatan kerja di kota yang tidak terorganisir yang berada di luar pasar tenaga kerja, namun demikian usaha sektor informal memiliki potensi untuk berkembang dan diharapkan dapat mengurangi masalah perngangguran dan kemiskinan. Pemberdayaan dilakukan untuk menanggulangi permasalahan internal (modal, sikap kewirausahaan, dan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha) dan permasalahan eksternal (Mekanisme sosialisasi bantuan dari pemilik bantuan dan fluktuasi harga bahan baku) pada masalah ketidakberdayaan usaha sektor informal. Beberapa rumusan masalah dapat dikemukakan antara lain : 1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka? 2. Sejauhmana program pengembangan masyarakat yang ada sesuai dan mendukung aspirasi pelaku usaha sektor informal? 3. Sejauhmana program pengembangan masyarakat yang ada dapat menggali potensi lokal untuk pemberdayaan usaha sektor informal? 4. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pemberdayaan usaha sektor informal? 5. Bagaimana langkah-langkah pemecahan masalah usaha sektor informal?

26 Tujuan Kajian Tujuan yang akan dicapai dalam kajian berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan adalah : 1. Mengetahui dan memahami permasalahan dan potensi usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka. 2. Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada. 3. Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal. 4. Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor informal. Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemberdayaan usaha sektor informal di kelurahan Campaka. Kajian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan pembangunan, khususnya dalam program pembangunan kesejahteraan sosial untuk mewujudkan pembangunan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan.

27 TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka a. Masalah Sosial dan Kemiskinan Gillin dan Gillin (2001) mengemukakan bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial, atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan ketimpangan sosial. Soekanto (2001) menegaskan bahwa masalah sosial timbul dari kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, bio-psikologis, dan kebudayaan. Hal tersebut didasari kenyataan bahwa setiap masyarakat mempunyai norma yang berkaitan dengan kesejahteraan, kebendaan, kesehatan fisik dan mental, serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala abnormal yang dapat dikatakan sebagai masalah sosial. Ketimpanganketimpangan yang terjadi di masyarakat dapat dianggap sebagai masalah sosial bergantung pada persepsi dan sistem nilai sosial masayarakat tersebut. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya sama antara lain : kemiskinan, kejahatan, dis-organisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat (pelacuran, kenakalan remaja, alkoholisme, homoseksualitas, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, penyalahgunaan wewenang tata laksana birokrasi). Kemiskinan merupakan salah satu bentuk masalah sosial. Soekanto (2001) mengemukakan kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan adalah suatu kondisi kehidupan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang mencakup kebutuhan terhadap sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Secara umum ada tiga faktor kritis yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan masyarakat tersebut, baik di perkotaan maupun di pedesaan, yaitu (1) semakin cepatnya laju pertumbuhan penduduk, (2) semakin sempitnya kesempatan kerja

28 yang ada dan terbuka, dan (3) semakin sempitnya lahan pertanian. Chambers (1987) mengemukakan lima ketidakberuntungan sebagai kondisi kemiskinan yang dialami kelompok rumah tangga miskin, yaitu (1) keterbatasan pemilikan aset (poor), (2) kondisi fisik yang lemah (physically weak), (3) keterisolasian (isolation), (4) kerentanan (vulnerable), dan (5) ketidakberdayaan (powerless). Chamber (1987) juga mengemukakan bahwa fenomena kemiskinan sebaiknya ditinjau melalui perspekstif yang komprehensif. Fenomena kemiskinan secara umum mengindikasikan perkembangan jumlah penyandang masalah kemiskinan yang semakin meningkat. Kondisi tersebut terjadi pula di Kelurahan Campaka dan harus segera ditangani dengan memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada warga masyarakat miskin dengan langkah penting penanggulangan kemiskinan yang diwujudkan melalui upaya pengembangan masyarakat. Fenomena ketahanan usaha sektor informal dalam menghadapi krisis moneter merupakan hal penting yang perlu dipahami bahwa pengembangan usaha sektor informal bagi warga masyarakat miskin merupakan alternatif penanggulangan kemiskinan. b. Kesejahteraan Sosial Dunham (1965) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu bidang usaha kemanusiaan yang luas dan mencakup jenis-jenis badan/organisasi dan berbagai pelayanan dan kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubunganhubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial (Dunham, 1965) mempunyai perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitaskomunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas. Pelayanan ini mencakup perawatan, penyembuhan dan pencegahan. Pengembangan usaha sektor informal bagi warga masyarakat miskin adalah salah satu alternatif penanggulangan kemiskinan. Pengembangan usaha sektor informal tersebut harus diarahkan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,

29 penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubunganhubungan sosial. Pengembangan usaha sektor informal tersebut berupaya mewujudkan keberdayaan usaha sektor informal. Pemberdayaan usaha sektor informal berupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertautkan orang-orang dengan sumbersumber, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk kapasitas mereka sehingga dapat menentukan masa depannya dan berpartisipasi dalam kehidupan komunitas mereka. c. Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif. Pengembangan masyarakat bertujuan memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mempunyai arti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Masyarakat yang berdaya (Sumardjo dan Saharudin, 2004) memiliki ciri-ciri (1) mampu memahami diri dan potensinya, (2) mampu merencanakan (pengantisipasian kondisi perubahan di masa depan) dan mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan berunding, bekerja sama saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai, (4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Di era globalisasi (Santoso, 2004), ciri-ciri masyarakat ini dapat dilihat memiliki etos kerja yang tinggi, prestatif, peka dan tanggap, inovatif, relijius, fleksibel, dan jati diri dengan swa-kendali. Ciri-ciri masyarakat seperti itu sudah seharusnya dimiliki masyarakat, namun bila belum memiliki ciri-ciri tersebut merupakan tantangan bagi pengembang masyarakat untuk mewujudkannya. Pemberdayaan merupakan sarana untuk memberikan atau mempertautkan orang dengan sumber-sumber, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk kapasitas mereka sehingga dapat menentukan masa depannya dan berpartisipasi dalam kehidupan komunitas mereka (Ife, 1995 : 182). Ife (1995 : 183) mengemukakan pemberdayaan lebih lanjut bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membawa masyarakat yang tidak beruntung atau tidak berdaya kepada masyarakat yang lebih adil dan memperkuat anggota komunitas lokal sebagai komunitas serta berupaya mewujudkan komunitas dengan berbasis yang efektif. Masyarakat merupakan

30 kesatuan utuh yang harus dilibatkan dalam proses pemberdayaan masyarakat dan diberikan semangat untuk melakukan pengendalian pada kegiatan mereka sendiri dan melalui program ini dapat lebih mampu mengendalikan atas kehidupan mereka dan komunitasnya. Masyarakat adalah bagian dari proses pemberdayaan dan pemberdayaan merupakan kebutuhan mereka sendiri, sehingga suatu proses pemberdayaan membutuhkan waktu, energi, komitmen dan memerlukan perubahan struktural yang mungkin banyak hambatan dan rintangan. Dharmawan (2004) mendefinisikan makna pemberdayaan sebagai a process of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power, to make their own decisions, and to more easily acces to a source of better living (suatu proses pencapaian kecukupan energi yang memungkinkan orang-orang untuk mengembangkan kapabilitasnya, untuk memiliki kekuatan rebut-tawar yang lebih besar, untuk menentukan keputusannya sendiri, dan untuk mengakses sumber kehidupan yang lebih baik secara lebih mudah). Dengan pengertian ini dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan merupakan peningkatan kemampuan masyarakat, pemberian kekuasaan untuk menentukan keputusan sendiri dan penguatan posisi rebut tawar masyarakat dalam berbagai kepentingan dan kebutuhan mengakses sumber daya yang diperlukan. Pemberdayaan dilaksanakan untuk mengantisipasi situasi ketidakberdayaan yang dialami kelayan (client) baik secara perorangan, kelompok maupun komunitas. Penjelasan mengenai ketidakberdayaan secara lebih lengkap disampaikan oleh Ife yang mengacu kepada konsep ketidakberuntungan (disadvantage). Ife (1995 : 56) mengemukakan empowerment aims to increase the power of disadvantage (pemberdayaan dilakukan untuk memberikan atau meningkatkan kemampuan kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung). Ife membagi kelompok-kelompok yang tidak beruntung tersebut ke dalam tiga kelompok sebagai berikut : 1. Kelompok lemah secara struktur primer (primary structural disadvantaged groups), yaitu mereka yang tidak beruntung akibat tekanan-tekanan ketidakberuntungan struktural yang terkait dengan kelas, gender dan etnis yang mencakup orang miskin, penganggur, wanita, masyarakat lokal dan kelompok minoritas.

31 2. Kelompok lemah khusus (others disadvantaged groups) antara lain orang jompo, anak dan remaja, penyandang cacat (fisik, mental), gay, lesbian, dan komunitas adat terpencil. Kelompok ini bukan akibat dari tekanan ketidakberuntungan struktur, namun perlu dipertimbangkan dalam program pemberdayaan komunitas. 3. Kelompok lemah secara personal (the personally disadvantaged groups) adalah kelompok masyarakat yang menjadi tidak beruntung sebagai hasil dari siklus personal yang meliputi mereka yang mengalami masalah pribadi, keluarga, kesedihan dan krisis identitas. Kelompok ini membutuhkan akses terhadap lebih banyak sumber untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehingga perlu memperoleh pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial yang bertujuan untuk memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan (Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan usaha sektor informal bertujuan menggali dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat secara partisipatif untuk menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis, sehingga potensi yang dimiliki rakyat miskin atau masyarakat golongan marjinal akan meningkat bukan hanya sisi ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya. Pemberdayaan usaha sektor informal merupakan perwujudan pengembangan ekonomi lokal yang mendayagunakan sumber daya lokal yang ada pada suatu masyarakat, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikatakan bahwa warga masyarakat miskin bukannya tidak memiliki apa-apa, sebetulnya mereka mempunyai potensi berupa motivasi, modal, dan pengalaman namun belum dapat dioptimalkan. Oleh karena itu mereka dihimpun dalam kelompok dan difasilitasi upaya-upaya mereka untuk mampu mencapai peningkatan taraf kesejahteraan mereka. Pemberdayaan usaha sektor informal adalah salah satu solusi yang penulis ajukan sebagai upaya pengembangan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran di kelurahan Campaka, dan diharapkan dapat menunjang pengimplementasian program-program pengembangan masyarakat dari pemerintah maupun pihak lain untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat, khususnya di Kelurahan Campaka. Pemberdayaan usaha sektor informal ini diharapkan dapat

32 memperkuat keberlangsungan dan kesinambungan program-program pengembangan masyarakat yang telah ada di Kelurahan Campaka. d. Usaha Sektor Informal Usaha Sektor Informal didefinisikan sebagai suatu unit berskala kecil yang berkecimpung dalam produksi dan pendistribusian barang-barang dan jasa, yang lebih bertujuan untuk menghasilkan peluang kerja daripada peningkatan keuntungan usaha (Lubell, 1991). Usaha Sektor Informal dapat dikelompokkan berdasarkan jenis usahanya, misalnya kelompok pedagang keliling, usaha warungan, dan usaha-usaha jasa lainnya. Merton (1968) berdasarkan konsep sosiologis mengemukakan definisi kelompok dimana kelompok adalah sejumlah orang yang berinteraksi satu sama lain berdasarkan pola-pola yang terbentuk didasarkan pada relasi sosial diantara mereka. Shaw (1981 : 454) menyatakan kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu cara/kebiasaan seperti itu dimana masing-masing orang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain. Hal yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal adalah pemahaman mengenai karakteristik usaha sektor informal. Karakteristik usaha sektor informal menurut Magdalena (1991) antara lain : Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik, karena unit usaha muncul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha. Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam arti lokasi maupun jam kerja. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai di sektor ini. Unit usaha berganti-ganti dari satu sub sektor ke sub sektor yang lain. Teknologi yang digunakan masih tradisional. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil. Untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal, sebagian besar keterampilan usaha diperoleh dari pengalaman sambil bekerja. Pada umumnya unit usaha termasuk one man enterprise dan kalaupun pekerja biasanya berasal dari keluarga sendiri.

33 Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Jika memakai patokan dari Madgalena di atas, maka bentuk unit usaha sektor informal yang banyak dijumpai di Indonesia meliputi usaha-usaha di bidang pertanian, misalnya buruh tani, peternak kecil, pedagang eceran (pemilik warung), pedagang kaki lima, pemilik bengkel sepeda, pemulung dan penarik becak di daerah perkotaan. Usaha sektor informal lebih dapat dimengerti sebagai suatu unit usaha yang berdasarkan skala ekonomis tidak memperhitungkan adanya kelayakan usaha, seperti permodalan, pembukuan, keterampilan, pemasaran, perencanaan usaha. Selain itu keberadaan beberapa sub sektor sering dianggap ilegal oleh pemerintah dan oleh karena itu tidak mrendapatkan perlindungan dalam bentuk produk hukum. Kenyataan kondisi usaha sektor informal sebagaimana digambarkan Madgalena (1991) memberikan gambaran ketidakberdayaan usaha sektor informal. Pemberdayaan usaha sektor informal berupaya memperkuat keberadaan kelompok sektor ini dalam mengembangkan usahanya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, dan mampu mengakses berbagai sumber daya yang diperlukan dan membuka peluang kerja bagi masyarakat. De Soto (1991) membahas sektor informal kedalam tiga kategori umum sektor informal yaitu pemukiman informal, perdagangan informal dan angkutan informal. Pemukiman informal adalah pemukiman yang dibangun oleh masyarakat yang terpaksa tidak mengikuti aturan-aturan hukum pendirian bangunan. Pengangkutan informal adalah berbagai usaha di bidang tansportasi secara informal yang bergerak di luar hukum. Perdagangan informal adalah berbagai bentuk perdagangan dengan jenis usaha tidak terkait kegiatan kriminal namun melaksanakan kegiatan ekonomi di luar hukum. Pengkajian akan difokuskan terhadap pemberdayaan usaha sektor informal di bidang perdagangan informal. Perdagangan informal tersebut mencakup usaha-usaha seperti perdagangan jalanan/pedagang kaki lima, pasar informal, warung, kios, dan pedagang keliling. Pemberdayaan ditujukan kepada para pelaku usaha sektor informal di bidang perdagangan informal. Pemberdayaan usaha sektor informal diharapkan dapat mengatasi permasalahan usaha sektor informal. Permasalahan usaha sektor informal dapat ditinjau dari berbagai aspek (Yustika, 2000), antara lain :

34 Secara ideologis, wacana transformasi masih belum banyak yang mampu diserap dan dipahami oleh benak mereka, bahwa terhambatnya proses kemajuan usaha mereka bukan saja diakibatkan oleh keterbatasan modal dan rendahnya keterampilan, melainkan juga adanya kebijakan kebijakan pemerintah (pusat /daerah) yang memang kurang menghendaki keberadaan mereka. Secara organisasi, pelaku usaha sektor informal belum memiliki manajemen usaha yang dapat mengefisienkan (ke dalam) usaha mereka dan mempunyai daya tawar (ke luar). Secara ekonomi, faktor keterbatasan modal dan akses terhadap pasar merupakan hambatan berat yang belum dapat tertanggulangi selama ini. Secara jejaring (networking), ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal mengorganisir dirinya dalam suatu kelompok atau komunitas atau pun membuka jaringan ke luar. Secara advokasi, selama ini belum banyak terdapat upaya advokasi yang tumbuh dari dalam pelaku usaha sektor informal sendiri, dimana kebanyakan advokasi yang terjadi adalah karena adanya pihak luar yang merasa peduli dengan nasib pelaku usaha sektor informal, seperti mahasiswa, intelektual, dan LSM. Realitas tersebut menggambarkan betapa untuk memberdayakan (empowering) pelaku usaha sektor informal diperlukan upaya menyeluruh meliputi tersedianya kebijakan yang memihak keberadaannya, pengelolaan proporsi aktivitas ekonomi dengan pelaku ekonomi lainnya, pengorganisasian sebagai sarana penguatan politik, dan metoda pembinaan yang lebih partisipatif. Seluruh upaya tersebut merupakan kesatuan utuh yang saat ini perlu disosialiasikan kepada pelaku usaha sektor informal sendiri dan pengambil kebijakan untuk membangun atau menyemangati kehidupan ekonominya, sehingga tidak akan ada lagi pemikiran pada pengambil kebijakan yang memandang keberadaan usaha sektor informal sebagai entitas ekonomi yang hanya bisa menyumbangkan ketidaktertiban dan kekumuhan, melainkan harus dilihat sebagai komunitas yang potensial untuk membangun jaringan perekonomian rakyat. Pendayagunaan potensi usaha sektor informal sebagai dasar jaringan perekonomian rakyat menjadi salah satu alasan mengapa pemberdayaan usaha sektor informal penting dilakukan. Hal yang perlu

35 diperhatikan dalam pemberdayaan usaha sektor informal adalah penerapan pengembangan kelembagaan dan modal sosial dalam langkah-langkah pemecahan masalah usaha sektor informal. Pengembangan kelembagaan dan modal sosial merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat, khususnya usaha sektor informal untuk dapat menanggulangi kemiskinan yang dialami warga masyarakat miskin dengan memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Potensi usaha sektor informal telah membuktikan kehandalannya dalam menunjang perekonomian negara, perekonomian rakyat, dan menampung luapan tenaga kerja. Kerangka Pemikiran Kajian ini berawal dari adanya kenyataan di kelurahan Campaka masih terdapat warga masyarakat yang berada dalam kategori Keluarga Sejahtera 1 (miskin) sebagai suatu fakta kemiskinan yang perlu ditanggulangi. Programprogram penanggulangan kemiskinan yang telah diberikan kepada masyarakat kelurahan Campaka belum mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan. Penulis mencoba untuk menggali langkah-langkah yang diperlukan untuk menunjang pencapaian keberhasilan suatu program pengembangan masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat yang dikaji oleh penulis ditujukan pada Pemberdayaan Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir. Kajian tentang Pemberdayaan Usaha Sektor Informal tersebut didasarkan pada kerangka pemikiran tentang ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir sebagaimana digambarkan pada gambar di bawah ini :

36 PERMASALAHAN USAHA SEKTOR INFORMAL FAKTOR INTERNAL Sikap kewirausahaan Modal Tingkat Keterampilan menggunakan teknologi usaha FAKTOR EKSTERNAL Mekanisme sosialisasi bantuan dari pemilik bantuan Fluktuasi harga bahan baku Keterangan Gambar : = mempengaruhi CARA USAHA JENIS PRODUK KETIDAKBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL INDIKATOR : Pelaku usaha sektor informal belum mampu mengakses sumber dayasumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya. Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan pendapatan secara mandiri dan berkesinambungan. Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Ketidakberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

37 Kerangka pemikiran pada Gambar 1 memberikan gambaran bahwa ketidakberdayaan usaha sektor informal berkaitan erat dengan faktor permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal yang dialami usaha sektor informal meliputi sikap kewirausahaan (sikap dalam mengambil resiko, sikap terhadap waktu, sikap terhadap kerja keras, sikap menghitung hasil usaha, tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya, dan sikap inovatif) pelaku usaha sektor informal, keterbatasan modal dan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha. Permasalahan eksternal yang dialami usaha sektor informal meliputi mekanisme sosial penyampaian informasi bantuan usaha dari pemilik bantuan usaha (pemerintah dan swasta) dan fluktuasi harga bahan baku. Permasalahan internal dan eksternal tersebut mempengaruhi cara usaha dan jenis produk yang dihasilkannya. Contoh ilustrasi kondisi seperti itu adalah pelaku usaha sektor informal misalnya memiliki modal hanya berjumlah Rp ,- sehingga hanya cukup untuk membuka usaha berjualan nasi kuning di pinggir jalan dan tidak mungkin baginya membuka usaha warungan. Permasalahan internal dan eksternal yang dialami pelaku usaha sektor informal mengakibatkan ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal mempunyai ciri-ciri 1) Pelaku usaha sektor informal belum mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya, 2) Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan pendapatan secara mandiri dan berkesinambungan, 3) Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya. Pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan melalui pemecahan masalah internal dan eksternal mengupayakan keberdayaan pelaku usaha sektor informal. Keberdayaan usaha sektor informal dapat diketahui melalui indikator kualitatif keberdayaan usaha sektor informal yaitu : 1. Pelaku usaha sektor informal mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya. 2. Pelaku usaha sektor informal memperoleh peningkatan pendapatan secara mandiri dan berkesinambungan. 3. Pelaku usaha sektor informal mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya. Selain itu, keberdayaan usaha sektor informal dapat ditinjau melalui indikator kuantitatif yaitu :

38 1. 50 % pelaku usaha sektor informal dapat melakukan pembentukan kelompok usaha di setiap RT di lingkungan Kelurahan Campaka dalam jangka waktu tiga bulan % pelaku usaha sektor informal dapat membentuk jaringan usaha sektor informal dengan memberikan dua orang perwakilan pelaku usaha sektor informal setiap RT di tingkat RW dalam jangka waktu satu bulan % pelaku usaha sektor informal dapat membentuk jaringan usaha sektor informal dengan memberikan dua orang perwakilan pelaku usaha sektor informal setiap RW di tingkat Kelurahan dalam jangka waktu satu bulan % pelaku usaha mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya % pelaku usaha sektor informal dapat meningkatkan taraf pendapatannya. Keberdayaan usaha sektor informal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan suatu strategi utama seperti : 1. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM pelaku usaha sektor informal. 2. Peningkatan taraf pendapatan pelaku usaha sektor informal. 3. Peningkatan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam memanfaatkan teknologi. 4. Peningkatan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses berbagai informasi. 5. Peningkatan kemampuan kewirausahaan pelaku usaha sektor informal. 6. Penataan kembali peraturan atau perundang-undangan mengenai usaha sektor informal dilandasi keberpihakan terhadap usaha sektor informal dan keteraturan tata kota.

39 METODE KAJIAN Kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan di kelurahan Campaka kecamatan Andir kota Bandung dengan pertimbangan Kelurahan Campaka merupakan kelurahan yang telah tersentuh program-program pengembangan masyarakat dan terdapat potensi usaha sektor informal yang dapat dikembangkan secara baik. Jadwal rencana pelaksanaan kajian pengembangan masyarakat di kelurahan Campaka disajikan pada rincian jadwal di tabel 1. Tabel 1 Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung No. Kegiatan 1. Studi literatur tentang permasalahan Kajian 2. Pembuatan Rancangan Penelitian 3. Kolokium Rancangan kajian 4. Melakukan Studi lapangan 5. Melakukan Analisis terhadap hasil studi lapangan 6. Menyusun dan menetapkan program pengembangan masyarakat bersama-sama masyarakat 7. Menyusun laporan hasil kajian 8. Melakukan seminar hasil kajian 9. Revisi hasil laporan kajian 10. Menyusun laporan akhir kajian Bulan Juni Juli Agustus Sept Okt Tipe Kajian Kajian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yang berusaha menggambarkan kondisi kehidupan dan penghidupan pelaku usaha sektor informal di kelurahan Campaka dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.

40 Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan dan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan kajian tersebut yang didasarkan pada pemahaman-pemahaman yang berkembang diantara orangorang yang menjadi subyek kajian. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat menggambarkan kompleksitas permasalahan kajian, untuk menghindari keterbatasan pembentukan pemahaman yang diikat oleh suatu teori tertentu dan yang hanya berdasar pada penafsiran peneliti. Tipe kajian sosial yang digunakan adalah tipe kajian terapan eksplanatif yang digunakan untuk memahami dan menggambarkan faktor penyebab suatu gejala sosial kehidupan keluarga miskin. Kajian ini juga berusaha ingin memahami ciri-ciri dan sumber permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal, serta diharapkan dapat menjadi bahan masukkan secara ilmiah (teori) yang dapat digunakan untuk merumuskan program dan intervensi pemberdayaan usaha sektor informal di kelurahan Campaka. Tipe pendekatan kajian komunitas yang digunakan adalah tipe pendekatan kajian obyektif-mikro yang digunakan untuk mengetahui dan memahami pola prilaku, tindakan dan interaksi sosial yang dilakukan oleh pelaku usaha sektor informal, termasuk didalamnya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pendekatan kajian ini mengharuskan interaksi langsung antara peneliti dengan subyek penelitian dalam suatu komunitas.. Strategi kajian yang digunakan adalah Analisis SWOT Usaha Sektor Informal, Analisis Stakeholder, dan Penyusunan Program. Subyek dan Unit Analisis Subyek penelitian dalam kajian ini adalah pelaku usaha sektor informal dalam lingkup perdagangan informal di kelurahan Campaka. Unit analisisnya adalah individu-individu yang menjadi pencari nafkah di sektor informal dalam lingkup perdagangan informal. Adapun lokasi penelitian dilakukan di wilayah kelurahan Campaka kecamatan Andir kota Bandung. Alasan pemilihan lokasi ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil praktek lapangan 1 dan praktek lapangan 2 yang telah dilakukan yang memperlihatkan kenyataan jumlah pelaku usaha sektor informal yang cukup banyak dan peluang pengembangan potensi usaha di Kelurahan Campaka.

41 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam kajian pengembangan masyarakat ini menggunakan metode-metode : 1. Pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi fisik, sarana dan prasarana, dan kehidupan sosial masyarakat di Kelurahan Campaka. 2. Penelaahan arsip laporan pelaksanaan kegiatan program-program penanggulangan kemiskinan (termasuk program pemberdayaan usaha sektor informal) di kantor Kelurahan Campaka. 3. Diskusi dengan responden maupun informan melalui diskusi kelompok usaha sektor informal. Diskusi kelompok dilakukan untuk menghimpun data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dan digunakan dalam pengidentifikasian SWOT (identifikasi faktor internal dan eksternal) dan pengisian kuesioner Analisis SWOT oleh responden (pelaku usaha sektor informal) sehingga diperoleh strategi SO, ST, WO dan WT yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT. 4. Wawancara mendalam kepada responden maupun informan untuk mengetahui lebih lanjut fakta pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan (termasuk program pemberdayaan usaha sektor informal). 5. Sampling terhadap responden dengan memilih sebagian dari anggota populasi yang ada (para pelaku usaha sektor informal). Sampling adalah teknik untuk mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang mewakili populasinya (representatif), sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat dipertanggungjawabkan, selain itu dapat menghemat waktu, tenaga, biaya, dan lebih teliti jika menghitung yang sedikit daripada yang banyak. Sampling dalam penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang yang muncul. Penelitian kualitatif pada kajian ini menggunakan pengambilan sampel bertujuan (Purposive Sampling). Ciri-ciri pengambilan sampel bertujuan/purposive Sampling (Lexy J. Moleong, 2004) antara lain : a. Rancangan sampel yang muncul. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu. b. Pemilihan sampel secara berurutan. Tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat diperoleh jika pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuannya sebelumnya sudah dijaring dan

42 dianalisis. Setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas iunformasi yang diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui. Dari mana atau dari siapa hal itu mulai tidak menjadi persoalan, tetapi jika hal itu sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti. Teknik sampling Snowball (bola salju) bermanfaat dalam hal ini, yaitu mulai dari satu menjadi makin lama makin banyak. c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap sampel mungkin sama kegunaannya. Namun setelah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan hipotesis kerja, diketahui ternyata bahwa sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian. d. Pemilihan berakhir jika telah terjadi pengulangan. Pada sampel bertujuan seperti ini jumlah sampel ditentukan oleh pertimbanganpertimbangan informasi yang diperlukan. Jika maksudnya memperluas informasi, dan jika tidak ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel pun sudah dapat diakhiri. Jadi kuncinya di sini adalah jika sudah mulai terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel sudah harus dihentikan. Responden sebagai sumber data primer dipilih secara purposive sampling adalah para pelaku usaha sektor informal sejumlah 20 orang. Rincian responden dan informan dapat diketahui berikut ini : a. Pelaku usaha sektor informal (1) Usaha warung sejumlah 10 orang (2) Pedagang keliling sejumlah 4 orang (Pedagang keliling adalah pedagang yang menjajakan dagangannya ke berbagai tempat dan tidak pernah menetap berdagang di satu tempat. Pedagang keliling menggunakan alat/perlengkapan usaha berupa bakul, roda, atau wadah yang dijinjing). (3) Pedagang Kaki Lima 6 orang (pedagang kaki lima adalah pedagang yang menetap sementara pada suatu tempat di pinggiran jalan dengan menggelar alas dagangan/terpal, roda atau meja).

43 b. Informan (1) Aparat pemerintah setempat sejumlah 3 orang (2) Aparat instansi pemerintah kota Bandung sejumlah 3 orang (3) Tokoh masyarakat sejumlah 2 orang. Pengoperasian pengumpulan data dilakukan melalui tahapan yang dirumuskan Nisbet dan Watt (1994) antara lain : 1. Tahapan terbuka, yaitu proses penggalian informasi dengan pertanyaan terbuka dengan menggali informasi seluas-luasnya dari subyek. 2. Tahapan penitikberatan (fokus) terhadap segi-segi yang akan diidentifikasi dengan cara memilah mana yang dianggap penting untuk diidentifikasi. 3. Tahap penulisan tafsiran atau memaknai suatu konsep. Langkah yang perlu dilakukan oleh fasilitator dalam pengumpulan dan analisis data antara lain peng-kategori-an, pem-validasi-an, penganalisisan data, dan perumusan data tertulis. Data yang telah diperoleh kemudian dikonfirmasikan dan didiskusikan di antara stakeholder. Sumber data dalam kajian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh dari tangan pertama yang terdiri dari responden dan informan kajian, yang dalam hal ini adalah pelaku usaha sektor informal. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari tangan kedua, yaitu aparat pemerintah kelurahan maupun para ketua RT dan RW sekelurahan Campaka, termasuk dokumen-dokumen yang berkaitan dengan usaha sektor informal. Perancangan Program Pengembangan Masyarakat pada kajian pemberdayaan usaha sektor informal menggunakan metoda analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam kajian ini, adalah sebagai berikut : 1. Penetapan stakeholder utama, karena banyaknya stakeholder yang terlibat serta dengan berbagai tujuan berbeda dapat mengakibatkan kekacauan dalam penentuan S dengan O atau O dengan W yang dapat saling bertukar, maka pemilihan stakeholder dilakukan untuk mempersempit domain dokumen perencanaan agar mudah dikelola (manageable) (Soesilo, 2002 : 4-2). Stakeholder utama yang dipilih sebagai unit analisis SWOT adalah seluruh responden yang merupakan para pelaku usaha sector informal sebanyak 20 orang.

44 2. Identifikasi SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT. 3. Pemilihan strategi yang akan dikembangkan dari empat strategi (SO, ST, WO, WT) berdasarkan perhitungan nilai bobot dan urgensi dari masingmasing faktor melalui kuesioner yang telah diisi oleh responden. 4. Strategi terpilih dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program dan kerangka pelaksanaan program. Kerangka rencana pengumpulan data kajian ini didasarkan pada tujuan kajian, jenis data, sumber data, dan teknik pengumpulan data. Kerangka tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 :

45 Tabel 2 Rencana Pengumpulan Data No. Tujuan Kajian Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data P D W SD 1. Mengetahui dan memahami permasalahan usaha sektor informal ditinjau dari perspektif Pelaku Usaha Sektor Informal. Permasalahan usaha sektor informal ditinjau dari tinjauan : Faktor Internal motivasi modal pengalaman pengorganisasian diri/kelembagaan jejaring advokasi ideologis/cara berfikir pengetahuan dan keterampilan pendidikan produktivitas Faktor Eksternal kebijakan tatanan/sistem ekonomi pasar advokasi organisasi/lembaga Pelaku Usaha Sektor Informal.

46 No. Tujuan Kajian Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data P D W SD 2. Memahami keterkaitan aspirasi warga masyarakat miskin dengan programprogram pemberdayaan usaha sektor informal yang ada di kelurahan Campaka. Keterkaitan program-program pemberdayaan usaha sektor informal dengan aspirasi warga masyarakat miskin. Tokoh masyarakat Pelaku Usaha Sektor Informal Aparat kelurahan Instansi terkait 3. Menganalisis potensi lokal yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan usaha sektor informal Potensi yang dikembangkan : - sumber daya manusia - sumber daya alam - kelembagaan dan modal sosial Tokoh masyarakat Pelaku Usaha Sektor Informal Aparat kelurahan

47 No. Tujuan Kajian Jenis Data Sumber Data 4. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sector informal Faktor pendukung : Ketersediaan program-program penanggulangan kemiskinan yang berorientasi pemberdayaan usaha sector informal. Ketersediaan dan kemudahan mengakses mikro kredit. Peluang pelatihan kewirausahaan Keinginan kuat dari pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik. Faktor penghambat : Kekurangberpihakan kebijakan pemerintah dalam memperkuat keberadaan(eksistensi) usaha sektor informal Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengorganisir dirinya. Kelemahan manajemen usaha. Kekurangmampuan dalam mengakses pasar dan keterbatasan modal. Tokoh masyarakat Pelaku Usaha Sektor Informal Aparat kelurahan Instansi terkait Teknik Pengumpulan Data P D W SD

48 No. Tujuan Kajian Jenis Data Sumber Data 5. Menyusun pemecahan masalah dalam Langkah-langkah pemecahan masalah : Pelaku Usaha Sektor pemberdayaan usaha sektor informal. Memperbesar peluang ekonomi Informal Kebebasan usaha sektor informal untuk mengembangkan usahanya. Memperkuat kapasitas usaha sektor informal dalam penguasaan sumber daya ekonomi. Memperkuat kekuatan rebut-tawar dan daya saing usaha sektor informal. Teknik Pengumpulan Data P D W SD Keterangan : P D W SD = Pengamatan/observasi = Diskusi Kelompok = Wawancara = Studi Dokumenta

49 Prosedur Analisis Data Analisis data kualitatif (Lexy J. Moleong, 2004) adalah upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Proses analisis data kualitatif (Lexy J. Moleong, 2004) berjalan sebagai berikut : 1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. 2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensistesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. 3. Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum. Selanjutnya menurut Janice McDrury (Lexy J. Moleong, 2004) tahapan analisis data kualitatif antara lain : 1. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data. 2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data. 3. Menuliskan model yang ditemukan. 4. Coding yang telah dilakukan. Dari definisi-definisi tersebut dapatlah kita pahami bahwa ada yang mengemukakan proses, adapula yang menjelaskan tentang komponenkomponen yang perlu ada dalam suatu analisis data. Analisis data bermaksud mengorganisasikan data, kemudian data terkumpul dan terdiri dari catatan lapangan dan tanggapan peneliti, gambar, photo, dokumen berupa laporan, biografi, dan artikel. Selanjutnya langkah-langkah penganalisisan data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorisasikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya dapat dijadikan teori substantif. Miles dan Huberman (Sitorus, 2004) mengemukakan bahwa penganalisisan data kajian ini dilakukan tiga jalur analisis yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Melalui reduksi data maka dilakukan

50 proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, sebagaimana tampak dari kerangka konseptual, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih. Kegiatan mereduksi data antara lain : meringkas data, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus; membuat partisi dan menulis memo. Reduksi data tersebut merupakan analisis yang dilakukan melalui penajaman, penggolongan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan akhir dapat diambil. Setelah dilakukan reduksi data, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Data yang sudah diperoleh kemudian disusun menjadi sekumpulan informasi sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data tersebut dilakukan dalam bentuk teks naratif dari catatan lapangan dan dalam bentuk matrik, grafik, maupun jaringan serta bagan. Kegiatan analisis data selanjutnya adalah melakukan penarikan kesimpulan yang didasarkan dari hasil penyajian data yang telah dilakukan. Kesimpulan tersebut juga masih diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara memikir ulang selama penulisan, tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan serta melalui peninjauan kembali dan tukar pikiran dengan teman sejawat maupun pakar untuk pengembangannya, dan menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain; dimana makna-makna yang muncul dan data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kesesuaiannya yang merupakan validitasnya.

51 ANALISIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL Pemahaman terhadap pemberdayaan usaha sektor informal terlebih dahulu dilandasi oleh pemahaman terhadap kondisi sistem perekonomian penduduk Kelurahan Campaka. Penduduk Kelurahan Campaka memiliki mata pencaharian pokok sebagai pengusaha, pegawai swasta, pegawai negeri, TNI/Polri, pengemudi beca, pengrajin, penjahit, montir, sopir, tukang kayu, tukang batu, peternak dan pedagang. Mata pencaharian yang dapat digolongkan sebagai sektor informal adalah Pengrajin, Pedagang, Penjahit, Tukang Batu, Tukang Kayu, Peternak, Montir, Sopir, dan Pengemudi Beca (sumber : Profil Kelurahan Campaka Tahun 2004). Sistem Tata Niaga di Kelurahan Campaka lebih berkembang pada sektor non-pertanian terutama di bidang perdagangan dan industri kecil. Perdagangan skala kecil diperlihatkan oleh keberadaan usaha sebagai pedagang kaki lima, pedagang keliling, warungan, dan home industri. Kajian difokuskan pada pelaku usaha sektor informal yang bergerak di bidang perdagangan yang berjumlah sebanyak 237 orang (sumber : Profil Kelurahan Campaka Tahun 2004) dan sebagian pelaku usaha sektor informal berada pada golongan Keluarga Sejahtera 1. Pelaku usaha sektor informal yang menjadi subyek kajian berjumlah 20 orang. Pelaku usaha sektor informal yang mejadi subyek kajian terdiri dari PKL, Pedagang Keliling, dan Warung. Kajian yang dilakukan terhadap pelaku usaha sektor informal memberikan gambaran sesungguhnya mengenai permasalahan yang dimiliki oleh pelaku usaha sektor informal. Karakteristik Responden Karakteristik responden (pelaku usaha sektor informal Kelurahan Campaka Kecamatan Andir) dikategorikan berdasarkan : a. Asal dan Usia Responden dikategorikan dalam penduduk asli setempat dan penduduk pendatang, dan kategori tahun kelahiran (umur). Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka terdiri dari penduduk pribumi dan penduduk pendatang yang telah menetap cukup lama di Kelurahan Campaka. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain :

52 Tabel 3 Responden Menurut Asal dan Usia UMUR ASAL PENDUDUK ASLI PENDUDUK PENDATANG JUMLAH 9 11 Sumber : Hasil Penelitian, 2005 Responden yang berasal dari penduduk pendatang lebih banyak jumlahnya dibandingkan penduduk asli dalam rentang usia tahun. Penduduk pendatang datang ke kota Bandung untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Data tabel 10 memperlihatkan bahwa penduduk pendatang banyak yang mencari usaha di sektor informal. b. Jenis Kelamin Responden dikategorikan dalam kategori jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) Laki-laki : 8 orang 2) Perempuan : 12 orang Usaha sektor informal lebih banyak dilakukan oleh perempuan daripada laki-laki, walaupun demikian terdapat saling dukung antara suami dan istri (bagi responden yang berstatus perkawinan menikah ) dalam menjalankan usaha sektor informal mereka.

53 c. Status Keluarga Responden dikategorikan dalam kategori jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) Kepala Keluarga : 8 orang 2) Ibu Rumah Tangga : 12 orang Status pelaku usaha sektor informal sebagai kepala keluarga atau ibu rumah tangga mengharuskan pelaku usaha sektor informal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. d. Status Perkawinan Responden dikategorikan dalam kategori menikah, belum menikah, janda dan duda. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) Menikah : 19 orang 2) Janda : 1 orang Status perkawinan responden memberikan gambaran bahwa pelaku usaha sektor informal berada dalam ikatan pernikahan dan berkewajiban memenuhi kebutuhan keluarganya. e. Pendidikan Responden dikategorikan dalam kategori tamat SD, tamat SMP, dan tamat SMA. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) Tamat SD : 16 orang 2) Tamat SMP : 3 orang 3) Tamat SMA : 1 orang Responden sebagian besar hanyalah tamat SD, oleh karena itu tingkat pendidikan responden dikategorikan berada pada tingkat pendidikan rendah. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar responden kurang mampu memahami permasalahan yang dialami dan potensi yang dimilikinya untuk mengembangkan usaha mereka di sektor informal. f. Pekerjaan Responden dikategorikan dalam kategori pekerjaan dagang, dan pekerjaan dagang dan memiliki pekerjaan lainnya. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) Dagang : 17 orang 2) Dagang dan usaha/pekerjaan lain : 3 orang

54 Sebagian besar responden berdagang sebagai pekerjaan utama dan hanya sebagian kecil responden yang berdagang dan memiliki pula pekerjaan lainnya. Pekerjaan lain yang dilakukan responden antara lain pekerjaan service barang elektronik, pegawai swasta, dan petani. g. Jumlah anggota keluarga Responden dikategorikan dalam kategori jumlah anggota keluarga per satuan keluarga. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) 2 jiwa : 2 keluarga 2) 3 jiwa : 4 keluarga 3) 4 jiwa : 6 keluarga 4) 5 jiwa : 4 keluarga 5) 6 jiwa : 3 keluarga 6) 7 jiwa : 1 keluarga Pemenuhan kebutuhan hidup setiap anggota keluarga harus dapat dipenuhi oleh pelaku usaha sektor informal dengan segala keterbatasan pendapatan yang diperolehnya. h. Jenis Usaha Responden dikategorikan dalam kategori jenis usaha. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 1) PKL : 6 orang (Pedagang kaki lima adalah pedagang yang menetap sementara pada suatu tempat di pinggiran jalan dengan menggelar alas dagangan/terpal, roda atau meja) Responden yang berusaha sebagai Pedagang kaki lima antara lain pedagang batagor, pedagang bubur ayam, pedagang nasi kuning, pedagang kupat tahu, dan pedagang mie baso. Responden yang berusaha sebagai pedagang batagor, pedagang bubur ayam, pedagang kupat tahu, pedagang gorengan, dan pedagang mie baso menggunakan roda dan berjualan di tempat yang tetap. Sedangkan pedagang nasi kuning menggelar dagangannya di atas meja dan berjualan di tempat yang tetap.

55 Cara berjualan responden adalah menunggu konsumen datang. Sebagian besar konsumen berasal dari penduduk sekitar tempat usahanya dan sudah mengetahui keberadaan tempat usahanya sehingga memudahkan konsumen untuk membeli produk yang dijualnya. 2) Pedagang Keliling : 4 orang (Pedagang keliling adalah pedagang yang menjajakan dagangannya ke berbagai tempat dan tidak pernah menetap berdagang di satu tempat. Pedagang keliling menggunakan alat/perlengkapan usaha berupa bakul, roda, atau wadah yang dijinjing). Responden yang berusaha sebagai Pedagang keliling antara lain pedagang bubur kacang hijau, pedagang masakan, dan pedagang gorengan yang menggunakan jinjingan. Cara berjualan responden adalah berkeliling ke setiap tempat yang berpenduduk padat dan menawarkan barang dagangannya. Responden yang berjualan dengan cara berkeliling membutuhkan ketahanan fisik dan tidak ada batasan sejauhmana mereka berkeliling. Cara berjualan seperti ini lebih memudahkan konsumen untuk membeli produk yang dijualnya dan konsumen dapat membeli produk yag dijualnya di rumah konsumen. 3) Warung : 10 orang (Warung adalah pedagang yang menjual barang dagangannya pada suatu tempat yang tetap dan tempat usahanya berstatus hak milik atau pun hak kontrak) Responden yang berusaha sebagai Pedagang warungan antara lain pedagang warung barang kelontong, pedagang warung sayuran dan barang kelontong, dan pedagang warung nasi. Cara berjualan responden adalah berjualan tetap di tempat yang dimilikinya tanpa menawarkan barang dagangannya dan konsumen mengetahui keberadaan dan jenis barang yang dijualnya. Sebagian besar konsumen berasal dari penduduk

56 sekitar tempat usahanya dan sudah mengetahui keberadaan tempat usahanya sehingga memudahkan konsumen untuk membeli produk yang dijualnya. i. Lama Usaha Responden dikategorikan dalam kategori lama usaha. Karakteristik responden berdasarkan kategori ini antara lain : 0 5 tahun : 11 orang 6 11 tahun : 6 orang tahun : 2 orang tahun : 1 orang Pelaku usaha sektor informal sebagian besar merupakan pelaku usaha yang telah menjalankan usaha selama bertahun-tahun. Responden yang baru berkecimpung usaha di sektor informal kurang lebih empat bulan berjumlah dua orang dan mereka berupaya menjaga kesinambungan usahanya. Permasalahan usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal Ada beragam permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka ditinjau dari perspektif (cara pandang) pelaku usaha sektor informal. Tinjauan akan dianalisis berdasarkan kapasitas kognitif, afektif dan psikomotorik. Analisis kapasitas kognitif berupaya membuka gambaran mengenai tingkat pemahaman terhadap wawasan dan pengetahuan mengenai program pengembangan masyarakat dan kaitannya dengan pemberdayaan usaha sektor informal. Analisis kapasitas afektif berupaya mengungkapkan kepekaan sikap yang dikemukakan pelaku usaha sektor informal dalam menghadapi berbagai situasi, kondisi, dan permasalahan yang terjadi. Analisis kapasitas psikomotorik berupaya mengungkap sejauhmana tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha sektor informal dalam menghadapi permasalahan usaha. Penganalisaan kapasitas kognitif, afektif, dan psikomotorik pelaku usaha sektor informal memberikan pemahaman bahwa permasalahan yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal dapat terjadi karena kekurangmampuan kapasitas kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

57 Permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal yang dianalisis berdasarkan kategori kapasitas kognitif, afektif dan psikomotorik pelaku usaha sektor informal antara lain : a. Kapasitas kognitif Permasalahan pelaku usaha sektor informal yang dianalisis menurut aspek kognitif yaitu : 1) Ketidaktahuan pelaku usaha sektor informal terhadap keberadaan program-program pengembangan masyarakat. Pelaku usaha sektor informal tidak mengetahui nama program dan siapa pihak pemberi program. Oleh karena itu hampir 95 % responden pelaku usaha sektor informal tidak pernah mendapatkan bantuan usaha, baik yang berbentuk hibah atau pun pinjaman modal, responden yang mendapatkan bantuan usaha berupa pinjaman modal hanya berjumlah 5 %. b. Kapasitas afektif Permasalahan pelaku usaha sektor informal yang dianalisis menurut aspek afektif yaitu : 1) Kekurangpercayaan pelaku usaha sektor informal terhadap pemerintah setempat karena pemberian bantuan usaha yang tidak tepat sasaran dirasakan sebagai ketidakadilan oleh pelaku usaha sektor informal. 2) Sikap pelaku usaha sektor informal yang memandang keberadaan usaha sejenis dirasakan sebagai persaingan dan dianggap mengganggu usaha sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan berusaha. c. Kapasitas psikomotorik Kapasitas psikomotorik pelaku usaha sektor informal memperjelas gambaran mengenai keragaan kerja usaha sektor informal. Usaha sektor informal dilaksanakan setiap hari oleh pelaku usaha. Pelaksanaan setiap hari didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada hari yang tidak potensial untuk mencari nafkah dan pelaku usaha harus menafkahi keluarganya

58 setiap hari. Permasalahan pelaku usaha sektor informal dianalisis menurut aspek psikomotorik yaitu : 1) Adanya hambatan peluang pemasaran karena persaingan usaha, ketidakstrategisan lokasi usaha dan keterbatasan cakupan sasaran konsumen sebagai obyek pemasaran karena pelaku usaha sektor informal kurang terampil melakukan strategi pemasaran. 2) Adanya keterbatasan pelaku usaha dalam mengembangkan alternatif keterampilan usaha sebagai sumber nafkah tambahan. Alternatif keterampilan usaha tersebut adalah keterampilan berproduksi barang atau jasa. Pelaku usaha sektor informal tidak memiliki keterampilan lain (80 %) dan hanya sebagian kecil (20 %) yang memiliki keterampilan lain yang dapat dijadikan alternatif usaha dan berfikir peluang usaha tersebut memiliki prospek pemasaran yang baik. 3) Pelaku usaha sektor informal belum dapat mengakses programprogram yang dapat membantu kemajuan usaha. Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka (85 %) belum pernah berupaya mencari dan berupaya mengakses programprogram yang dapat membantu kemajuan usaha, hanya beberapa orang saja (15 %) yang berupaya mencari dan mengakses program bantuan usaha dengan kondisi tidak berhasil dan tidak ada pihak tertentu yang membantu (10 %) dan hanya satu orang (5 %) yang mendapatkan bantuan usaha dari P2KP. 4) Pelaku usaha sektor informal kurang terampil mencari modal. Pelaku usaha sektor informal belum mampu menjangkau perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Sebagian kecil pelaku usaha sektor informal menjangkau modal yang berasal rentenir karena kemudahan pengaksesan modal dari rentenir. Kerugian yang dialami pelaku usaha sektor informal yang mendapatkan modal dari rentenir adalah pembayaran bunga pinjaman yang terlalu tinggi. Bunga pinjaman rentenir paling rendah sebesar 20 % per bulan dan hal ini sangat memberatkan pelaku usaha sektor informal. Sebagai contoh,

59 pelaku usaha sektor informal meminjam uang kepada rentenir sebesar Rp ,- maka mereka harus melunasi cicilan Rp ,- dan bunga sebesar Rp ,- dalam jangka waktu sebulan. Dengan demikian berdasarkan analisis ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pelaku usaha sektor informal, maka dapat disimpulkan masih ditemui kelemahan-kelemahan yang berasal dari pelaku usaha itu sendiri yaitu : 1) Ketidaktahuan pelaku usaha sektor informal terhadap keberadaan programprogram pengembangan masyarakat. 2) Kekurangpercayaan pelaku usaha sektor informal terhadap pemerintah setempat karena pemberian bantuan usaha yang tidak tepat sasaran dirasakan sebagai ketidakadilan oleh pelaku usaha sektor informal. 3) Sikap pelaku usaha sektor informal yang memandang keberadaan usaha sejenis dirasakan sebagai persaingan dan dianggap mengganggu usaha sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan berusaha. 4) Hambatan peluang pemasaran karena persaingan usaha, ketidakstrategisan lokasi usaha dan keterbatasan cakupan sasaran konsumen sebagai obyek pemasaran. 5) Keterbatasan pelaku usaha dalam mengembangkan alternatif keterampilan usaha sebagai sumber nafkah tambahan. 6) Pelaku usaha belum dapat mengakses program-program yang dapat membantu kemajuan usaha. 7) Pelaku usaha sektor informal kurang terampil mencari modal. Permasalahan usaha sektor informal berdasarkan perspektif pelaku usaha sektor informal dianalisa pula berdasarkan permasalahan faktor internal dan eksternal. Penganalisaan permasalahan usaha sektor informal berdasarkan permasalahan faktor internal dan eksternal sebagai hasil wawancara mendalam dengan responden dapat diketahui sebagai berikut :

60 1. Faktor internal Pelaku usaha sektor informal mengalami lima masalah internal usaha sektor informal yaitu : a) Keterbatasan modal. Laba usaha seringkali hanya cukup atau bahkan kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sulit untuk menyimpan tabungan sebagai persiapan tambahan modal. Keadaan ini semakin dipertegas dengan kenyataan tanggungan keluarga rata-rata mencapai 4 jiwa, apalagi bila ada salah satu atau lebih anak yang sedang menempuh pendidikan di jenjang pendidikan formal dimana tentunya membutuhkan biaya pendidikan yang tinggi dan memadai. Kondisi permodalan pelaku usaha sektor informal masih kecil dan tidak berkembang. Modal tersebut berasal dari modal sendiri atau pinjaman. Modal usaha untuk usaha warungan yang layak minimal sebesar Rp ,-, sedangkan modal untuk pedagang kaki lima dan pedagang keliling minimal Rp ,-. Modal pinjaman diperoleh berasal dari keluarga/kerabat, tetangga, atau bahkan rentenir. 30 % responden hanya memanfaatkan pengelolaan modal sendiri, 55 % memanfaatkan modal sendiri dan bantuan dari pihak keluarga atau kerabat, 5 % memanfaatkan modal sendiri dan pinjaman dari koperasi setempat, 5 % memanfaatkan modal sendiri dan bantuan dari P2KP, dan 5 % memanfaatkan modal sendiri dan pinjam ke rentenir. Pinjaman dari rentenir sangat merugikan para pelaku usaha sektor informal dengan beban bunga pinjaman yang tinggi. Bunga pinjaman rentenir paling rendah sebesar 20 % per bulan dan paling tinggi bunga pinjaman sebesar 25 % per minggu. b) Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengembangkan jejaring usaha. c) Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengorganisir mereka dalam wadah kelembagaan yang dapat menyatukan aspirasi, harapan dan tujuan bersama. Pengorganisiran pelaku usaha sektor informal memudahkan mereka dalam membangun kapasitas diri para pelaku usaha sehingga mereka

61 dapat diperhitungkan dan diperhatikan oleh pihak lain sebagai kekuatan yang layak dan sejajar dengan pihak lain. d) Keterbatasan pengetahuan dan wawasan mengenai berbagai informasi kewirausahaan dan berbagai program yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan usaha mereka. Pelaku usaha sektor informal mengalami ketidaktahuan mengenai keberadaan informasi program pengembangan masyarakat (70 % responden), dan hanya 30 % responden yang mengaku tahu tentang adanya program-program pemberdayaan masyarakat namun kurang mengetahui secara jelas nama program dan pihak pemberi program. e) Keterampilan pelaku usaha sektor informal yang sangat terbatas. Responden (pelaku usaha sektor informal) yang hanya memiliki keterampilan berdagang dan tidak mempunyai keterampilan usaha lainnya adalah 80 % dan hanya 20 % responden memiliki keterampilan lainnya yang dapat dijadikan alternatif usaha lain misalnya keterampilan service barang elektronika dan keterampilan membuat lemari kayu. Oleh karena, pelaku usaha sektor informal sebaiknya berinisiatif membuka peluang usaha dan mempelajari keterampilan lain yang dapat digunakan sebagai alternatif upaya mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Dengan demikian berdasarkan analisis terhadap permasalahan faktor internal pelaku usaha sektor informal, maka dapat disimpulkan masih ditemui kelemahan-kelemahan yang berasal dari pelaku usaha itu sendiri yaitu : 1. Keterbatasan modal. 2. Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengembangkan jejaring usaha. 3. Ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal untuk mengorganisir mereka dalam wadah kelembagaan yang dapat menyatukan aspirasi, harapan dan tujuan bersama.

62 4. Keterbatasan pengetahuan dan wawasan mengenai berbagai informasi kewirausahaan dan berbagai program yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan usaha mereka. 5. Keterampilan pelaku usaha sektor informal yang sangat terbatas. 2. Faktor eksternal Permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal tidak hanya berasal dari dalam (internal) pelaku usaha, terdapat pula permasalahan yang berasal dari luar (eksternal). Hal ini terjadi karena belum maksimalnya pelaksanaan program pengembangan masyarakat di masyarakat dan kondisi perekonomian negara yang belum kondusif. Pelaku usaha sektor informal mengalami tiga masalah eksternal usaha sektor informal yaitu : 1) Lemahnya sosialisasi yang sangat terbatas mengenai kebijakan pemerintah dan program-program pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal. Wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat, ketua RW, ketua RT dan aparat Kelurahan memberikan gambaran adanya ketidakjelasan arah dan kerangka dukungan tokoh masyarakat, kelembagaan sosial di tingkat kelurahan, dan aparat pemerintah setempat terhadap pelaku usaha sektor informal. Mekanisme penyampaian program-program pengembangan masyarakat kepada masyarakat masih kurang komunikatif dan tersebar di kalangan tertentu saja. Oleh karena itu, pemerintah setempat dan kelembagaan sosial di tingkat kelurahan didukung tokoh masyarakat sebaiknya merumuskan pola komunikasi dan informasi secara tepat sasaran dan mempersiapkan data kemasyarakatan secara lengkap dan terperinci. 2) Ketidakstabilan kondisi perekonomian secara makro ternyata mempunyai dampak negatif terhadap keberhasilan dan keberlangsungan usaha sektor informal yang berada di tataran perekonomian mikro. Kenaikan harga bahan bakar minyak dan harga bahan baku produk usaha sangat dirasakan membebani biaya pengolahan produk dan pemasaran sehingga mengurangi perolehan keuntungan usaha. Harga

63 jual produk menjadi semakin mahal sedangkan daya beli masyarakat semakin berkurang, sedangkan persaingan usaha sejenis kadangkadang dirasakan sebagai gangguan usaha, sehingga pelaku usaha sektor informal sulit meningkatkan taraf pendapatannya. 3) Lemahnya pendampingan dari pihak luar (LSM, swasta, dan pemerintah) Keberadaan pihak luar yang beraktivitas membela pelaku usaha sektor informal benar-benar belum dirasakan dan diketahui kehadirannya di masyarakat maupun pelaku usaha sektor informal. Bapak Muhsin (Ketua RT 05 RW 07) mengemukakan : Upami pihak anu langsung ngabela sareng ngabimbing pelaku usaha sektor informal mah teu acan aya. Teu acan aya LSM atawa lembaga sejenna anu khusus ngabina atawa ngabantu usaha sektor informal di kalurahan Campaka (Pihak yang membela dan membimbing secara langsung pelaku usaha sektor informal belum ada. Tidak ada LSM atau lembaga luar yang mengkhususkan diri membina atau membantu usaha sektor informal di kalurahan Campaka). Sedengkeun ayana P2KP can aya karasa mangpaatna pikeun para pedagang anu aya di RT 05 RW 07, anu menangkeun P2KP malah teu jelas saha-sahana, terang ge mung saliwat. Kuring salaku RT oge teu apal pisan (Adapun P2KP yang kami harapkan yaitu P2KP tidak dapat dirasakan manfaatna terutama bagi para pedagang yang ada di RT 05 RW 07, data pemerima P2KP pun tidak jelas data-data tertulisnya bagi saya selaku ketua RT sehingga saya tidak mengetahui siapa saja yang menerima bantuan secara terperinci, saya hanya tahu sepintas). Dengan demikian bedasarkan analisis terhadap permasalahan faktor eksternal pelaku usaha sektor informal, maka dapat disimpulkan masih ditemui kelemahan-kelemahan yang berasal dari luar pelaku usaha sektor informal yaitu : 1. Lemahnya sosialisasi yang sangat terbatas mengenai kebijakan pemerintah dan program-program pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal. 2. Ketidakstabilan kondisi perekonomian secara makro ternyata mempunyai dampak negatif terhadap keberhasilan dan keberlangsungan usaha sektor informal yang berada di tataran perekonomian mikro. 3. Persaingan usaha sejenis dapat mengganggu pengembangan usaha sektor informal. 4. Lemahnya pendampingan dari pihak luar (LSM, swasta, dan pemerintah)

64 Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor Informal Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka dianalisa berdasarkan sikap kewirausahaan yang dimilikinya. Penganalisaan dilakukan terhadap sikap-sikap kewirausahaan seperti : 1. Sikap dalam mengambil resiko 2. Sikap terhadap waktu 3. Sikap terhadap kerja keras 4. Sikap menghitung hasil usaha 5. Tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya 6. Sikap inovatif Penganalisaan dikemukakan melalui tabel berikut :

65 Tabel 4 Analisis Sikap Kewirausahaan Pelaku Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung NO. ASPEK Kepentingan Pelaku Usaha Ada Tidak Ada Kualitas Perhatian Pelaku Usaha Tinggi Sedang Rendah 1. Sikap dalam mengambil resiko Sikap terhadap waktu Sikap terhadap kerja keras Sikap menghitung hasil usaha Tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya Sikap inovatif Sumber : Hasil Penelitian, 2005 Catatan : = keterkaitan

66 Data pada Tabel 4 memberikan gambaran bahwa sikap dalam mengambil resiko didasari oleh adanya kepentingan pelaku usaha sektor informal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga pelaku usaha memberikan perhatian yang tinggi terhadap sikap mengambil resiko usaha. Pelaku usaha sektor informal memberikan perhatian tinggi terhadap pemanfaatan waktu berdasarkan kepentingan pemanfaatan waktu seefesien mungkin untuk mendapatkan hasil usaha yang lebih baik. Pelaku usaha sektor informal memberikan perhatian tinggi terhadap upaya kerja keras dalam melaksanakan usaha dan hal ini berkaitan dengan adanya kepentingan untuk mempertahankan keberlangsungannya usaha. Pelaku usaha sektor informal memberikan perhatian tinggi terhadap perhitungan hasil usaha mereka sebagai suatu kepentingan untuk mengurangi resiko usaha, memperoleh keuntungan usaha dan mempertahankan keberlangsungan usaha. Pelaku usaha sektor informal belum memperlihatkan perhatian yang lebih serius terhadap sikap inovatif karena pelaku usaha sektor informal belum mampu mengembangkan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha dan strategi pemasaran yang lebih baik untuk menunjang pencapaian kemajuan usaha mereka. Keterkaitan Aspirasi Pelaku Usaha Sektor Informal Dengan Programprogram Pengembangan Masyarakat Program pengembangan masyarakat yang ada di kota Bandung tidak hanya P2KP, program-program pengembangan masyarakat lainnya dimiliki oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung melalui program-program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP), UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja), Pengembangan Produk Unggul Daerah, Teknologi Tepat Guna, dan Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera. Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung memberikan program Kemitraan Usaha UKM dan BUMN, dan Pemerintah Kota Bagian Perekonomian Kota Bandung memberikan program Kredit Barokah Genah Marenah Tumaninah yang dilandasi prinsip mudah, transparan, manusiawi, halal, dan murah. Kredit Barokah GMT mengupayakan pemerataan pemberian bantuan pinjaman dan pinjaman yang diberikan merupakan pinjaman bergulir dengan sistem syariah.

67 Pemerintah berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Pemerintah berupaya menanggulangi kemiskinan dan memberi dukungan kepada masyarakat kecil melalui peningkatan kemampuan usaha pelaku ekonomi kecil khususnya usaha sektor informal untuk memperoleh input sumber daya ekonomi dan kesempatan mencapai peningkatan kondisi sosialekonomi. Orientasi pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat ditujukan untuk : a. Meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat b. Membantu dana tambahan modal untuk mengembangkan usaha masyarakat miskin yang membutuhkan dengan berbagai kemudahan pengurusan permohonan pinjaman dan keringanan pembayaran cicilan pinjaman. c. Penyampaian program pengembangan masyarakat secara tepat sasaran. Bapak Nasirul Haq (Sekretariat Kredit Barokah Bagian Perekonomian Pemerintah Kota Bandung) mengemukakan : Pihak kami memiliki program Kredit Barokah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan. Kami ingin memberdayakan masyarakat miskin, usaha sektor informal atau home industri sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara layak dan mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya. Kendala kami adalah keterbatasan personal kami untuk menjangkau seluruh masyarakat miskin di Kota bandung yang membutuhkan bantuan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya inisiatif masyarakat atau kelembagaan sosial di suatu daerah untuk menjalin komunikasi dengan pihak kami. Cara pengajuan permohonan bantuan cukup mudah yaitu pelaku usaha membentuk kelompok-kelompok usaha yang terdiri dari 3 orang dan mengajukan proposal permohonan bantuan diketahui oleh Lurah setempat. Proposal tersebut setelah diketahui Lurah silahkan langsung diajukan kepada kami. Orientasi pemerintah yang berkeinginan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut sesuai dengan aspirasi pelaku usaha sektor informal. Aspirasi pelaku usaha sektor informal tersebut antara lain : a. Peningkatan pendapatan dan kemajuan usaha b. Kemudahan mendapatkan tambahan modal untuk mengembangkan usaha. c. Program pengembangan masyarakat diketahui keberadaannya dan dipahami mekanisme pengajuan permohonan bantuan usaha. d. Penerimaan program pengembangan masyarakat secara tepat sasaran.

68 Ma Anih (salah satu pelaku usaha sektor informal) mengemukakan keinginannya untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan usahanya yaitu : Ma butuh pisan bantosan modal kumargi Ma mah hoyong we icalan teh mayeng, lumayan kanggo nutupan kabutuhan sadidinten, komo deui gajina caroge Ma ngan sakedik mung ukur 300 rebu rupia dina sasasih, atuh da ngan damelna ngan janten tukang miceun runtah sareng hansip (Ma Anih sangat membutuhkan bantuan modal supaya Ma Anih bisa tetap berjualan terus, lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi gaji suami Ma Anih hanya Rp ,- sebulan hasil kerja sebagai pembuang sampah dan petugas hansip). Oleh karena itu, keterkaitan aspirasi yang ada harus didukung kesinergisan hubungan antara pihak pemberi bantuan dan penerima bantuan. Keterkaitan antara aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pengembangan masyarakat tersebut dapat dikaji melalui analisa Diagram Venn pada gambar 2 berikut ini : Keterangan : A : P2KP Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah

69 B : Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung C : Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung D : UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga) Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung E : MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja) Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung F : Pengembangan Produk Unggul Daerah Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung G : Teknologi Tepat Guna Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung H : Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung I : Kemitraan Usaha UKM dan BUMN Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung Propinsi Jawa Barat J : Kredit Barokah GMT (Genah Marenah Tumaninah) Sumber : Pemerintah Kota Bagian Perekonomian Kota Bandung Propinsi Jawa Barat Besarnya lingkaran : pentingnya program-program pengembangan masyarakat tersebut menurut pemahaman pelaku usaha sektor informal, semakin penting suatu lembaga maka semakin besar lingkaran Jarak dari Pelaku Usaha Sektor Informal : manfaat program-program pengembangan masyarakat tersebut menurut pemahaman pelaku usaha sektor informal, semakin dekat dengan lingkaran komunitas usaha sektor informal maka programprogram pengembangan masyarakat tersebut semakin bermanfaat. Gambar 2. Diagram Venn - Keterkaitan Program Pengembangan Masyarakat dengan Pelaku Usaha Sektor Informal Gambar 2 memperlihatkan bahwa pelaku usaha sektor informal menganggap P2KP, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), Kredit Barokah GMT, dan Kemitraan Usaha UKM dan BUMN merupakan programprogram yang dianggap sangat penting untuk mengembangkan usaha sektor informal. Pelaku usaha sektor informal menganggap Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera cukup penting untuk menunjang program-program lainnya yang disebut di atas. Pelaku usaha sektor

70 informal memandang program-program lainnya seperti MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja), Pengembangan Produk Unggul Daerah, dan Teknologi Tepat Guna belum dianggap penting untuk pemberdayaan usaha sektor infornal di Kelurahan Campaka. Pelaku usaha sektor informal mempunyai pemahaman terhadap P2KP, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), Kredit Barokah GMT, dan Kemitraan Usaha UKM dan BUMN sebagai program-program yang sangat bermanfaat bagi pemberdayaan usaha sektor informal. Pelaku usaha sektor informal juga memahami bahwa Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera merupakan program yang dapat menunjang manfaat yang diperoleh dari P2KP, PER, Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, UP2K, Kredit Barokah GMT, dan Kemitraan Usaha UKM dan BUMN. Pelaku usaha sektor informal mengharapkan program yang dapat membantu usaha mereka dengan berbagai kemudahan dalam mengaksesnya, selain itu mudah pula mekanisme peminjaman dan pembayarannya. Programprogram yang ada pada saat ini di Kota Bandung dapat diakses oleh pelaku usaha sektor informal yang ada di Kelurahan Campaka, namun hal tersebut dapat dicapai dengan baik apabila ada tata hubungan yang sinergis antara masyarakat/pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah kota, dan pihak swasta. Pembentukan mekanisme jejaring stakeholder (tata hubungan secara sinergis antar berbagai pihak terkait) akan memudahkan terjadinya mekanisme komunikasi dan informasi mengenai program-program pengembangan masyarakat yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha sektor informal, sehingga program pengembangan masyarakat dapat dilaksanakan secara tepat sasaran. Wawancara mendalam dengan berbagai pihak (pelaku usaha sektor informal, ketua RW, ketua RT, dan aparat Kelurahan) mengemukakan kenyataan bahwa aspirasi pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan bantuan tidak dapat terpenuhi karena adanya kesalahan prosedur yang dilakukan oleh oknum tertentu dalam pelaksanaan P2KP. Kesalahan prosedur tersebut adalah pemberian bantuan pinjaman modal kepada salah satu pengusaha setempat berskala menengah yang tidak termasuk kategori miskin. Bapak Toni (Ketua RT 04 RW 07) mengemukakan :

71 Sim Kuring mah heran naha penduduk RT 04 anu daragang teu kabagean dana P2KP padahal loba anu ngabutuhkeun keur ngembangkeun usahana, kalahka pengusaha mie ayam anu menang duit bantuan P2KP padahal manehna kaitung geus beunghar (Saya merasa heran mengapa penduduk RT 04 yang berdagang tidak mendapatkan dana P2KP untuk mengembangkan usahanya, malah pengusaha mie ayam yang sudah maju dan mapan yang mendapatkan dana tersebut). Keur kuring mah kaayaan kitu teh matak ngecewakeun warga kuring oge kuring (keadaan tersebut sungguh mengecewakan bagi warga saya dan saya selaku ketua RT). Anggota masyarakat yang menjalani usaha sektor informal berkeinginan untuk mengembangkan usahanya namun mengalami keterbatasan modal dan mengharapkan adanya pinjaman dana yang bersyarat ringan dan mudah pengurusannya. Pada kenyataannya program yang dapat memberikan bantuan atau pinjaman belum dapat menjangkau seluruh subyek sasaran penerima bantuan atau pinjaman. Inisiatif dan keterlibatan Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka dalam memberdayakan para pelaku usaha sektor informal sangat diperlukan untuk memberikan jaminan kepercayaan bagi pihak-pihak pemberi bantuan, menjembatani komunitas usaha sektor informal dengan berbagai sistem sumber (lembaga keuangan formal dan informal, pihakpihak pemberi pelatihan teknis, komunitas pasar), meningkatkan kualitas SDM para pelaku usaha, menginformasikan berbagai informasi usaha dan programprogram pengembangan masyarakat kepada usaha sektor informal, dan membantu pemasaran hasil usaha. Kemampuan Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka dalam memberdayakan masyarakat dapat diperoleh melalui restrukturisasi dan reorganisasi LPM Kelurahan Campaka, mengadakan pelatihan peningkatan SDM bagi pengurus dan anggota LPM Kelurahan, dan melakukan pendataan terhadap para pelaku usaha sektor informal. Kerangka LPM Kelurahan Campaka sebagai pusat bisnis usaha sektor informal dapat diketahui pada tabel berikut :

72 Tabel 5 Pusat Bisnis Usaha Sektor Informal No. Item Penjelasan 1. Pelaksana Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka 2. Tujuan a. Tujuan Umum Pengabdian kepada masyarakat untuk membantu pemberdayaan masyarakat Kelurahan Campaka. b. Tujuan Khusus (1) Pemberdayaan usaha sektor informal (2) Pengelolaan usaha sektor informal secara profesional, menguntungkan, dan terencana. 3. Langkah-langkah a. Penyiapan dan penyediaan update database pelaku usaha sektor informal b. Perencanaan kegiatan pemberdayaan usaha sektor informal secara jelas dan terencana, serta pengevaluasian berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan. c. Pengembangan SDM pengurus dan anggota LPM Kelurahan, dan pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka. 4. Peranan a. Peranan informasional (1) Pengawasan - Pengawasan perkembangan dan kondisi usaha sektor informal. - Penerimaan informasi dan analisis tentang kondisi eksternal usaha sektor informal. - Penganalisisan perkembangan trend usaha dan pemikiran-pemikiran terbaru pengembangan usaha sektor informal. (2) Penyebar informasi

73 Penyampaian informasi yang diterima dari pihak luar kepada para pelaku usaha sektor informal secara jelas dan tepat sasaran. (3) Juru bicara Pemberian penjelasan kepada berbagai pihak terkait mengenai kondisi usaha sektor informal dan kebutuhan yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor informal dalam suatu pertemuan formal. b. Peranan penentu keputusan (decisional roles) (a) Orientasi sosial-ekonomi yang menguntungkan Pemusatan kegiatan pemberdayaan usaha sektor informal diorientasikan untuk menciptakan keuntungan sosial-ekonomi bagi pelaku usaha sektor informal, masyarakat, dan LPM kelurahan. (b) Pemecahan masalah Pemecahan masalah persaingan usaha, kesulitan bahan baku dan modal dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dapat diakses LPM Kelurahan (c) Pengalokasian sumber daya Pengaksesan dan pengelolaan berbagai sumber daya yang ada di Kelurahan Campaka, dan pemanfaatan pula sumber daya kelembagaan LPM Kelurahan. (d) Negosiator Perantara/mediator pengaksesan bantuan/program pengembangan masyarakat. Pertemuan dan pembahasan dengan pihak-pihak luar pemberi program pengembangan masyarakat.

74 Pertemuan dan pembahasan dengan berbagai pihak yang dapat memberikan keuntungan kelembagaan baik secara materi, immaterial dan pengakuan eksistensi kelembagaan dan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak secara pro-aktif dan menguntungkan bagi pengembangan usaha sektor informal. c. Peranan interpersonal dan antar kelembagaan (a) Wakil resmi masyarakat Mewakili dan memperjuangkan kepentingan pelaku usaha sektor informal untuk dapat mengakses berbagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha sektor informal. (b) Pemimpin masyarakat Memotivasi dan mengarahkan pelaku usaha sektor informal untuk mengembangkan kemandirian usaha dengan memanfaatkan berbagai sumber daya. (c) Penghubung Membentuk jaringan hubungan internal dan eksternal dilandasi mekanisme informasi tepat sasaran kepada para pelaku usaha sektor informal Menjalin kerjasama menguntungkan dengan pihak luar, dengan keuntungan dapat mengembangkan usaha sektor informal dan membantu LPM Kelurahan untuk mendapatkan keuntungan kelembagaan dan personal anggota LPM Kelurahan sebagai jasa yang sepadan. Penghubung untuk mengakses permodalan, manajemen, teknologi, dan pasar sehingga pelaku usaha dapat memperoleh akses kepada informasi/peluang pasar, standardisasi, perbankan, teknologi dan manajemen, dan peluang permodalan.

75 5. Tempat Operasional Kantor Kelurahan Campaka Kecamatan Andir 6. Showroom Kantor Kecamatan Andir Kota Bandung 7. Pendamping a. Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung b. Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung c. Pemerintah Kecamatan Andir Kota Bandung d. Pemerintah Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 8. Dukungan a. Ketua RW b. Ketua RT c. Pengurus dan anggota Karang Taruna d. Pengurus dan anggota PKK Kerangka LPM Kelurahan Campaka sebagai pusat bisnis usaha sektor informal perlu didukung adanya pembentukan mekanisme jejaring stakeholder (tata hubungan secara sinergis antar berbagai pihak terkait). Mekanisme tersebut diperlukan dalam penyampaian informasi tentang program-program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh LPM Kelurahan Campaka dalam suatu manajemen sistem informasi (Management of Information System). Skema manajemen sistem informasi pada mekanisme jejaring stakeholder digambarkan pada gambar berikut ini :

76 Gambar 3. Skema manajemen sistem informasi pada mekanisme jejaring stakeholder LPM Kelurahan Campaka. Gambar 3 menjelaskan bahwa manajemen sistem informasi pada mekanisme jejaring stakeholder dapat dilakukan melalui : 1. Pemutakhiran data jumlah pelaku usaha sektor informal di setiap RT di Kelurahan Campaka oleh LPM Kelurahan Campaka bekerja sama dengan setiap Ketua RT dan RW dibantu personal kelembagaan yang ada di daerah setempat. Data yang telah di-update disimpan dalam komputer kantor Kelurahan Campaka dengan proteksi dan back up data khusus. 2. Penyebaran dan update data jumlah pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka kepada setiap Ketua RT, Ketua RW, Lurah Campaka, Camat Andir, Wali Kota Bandung, Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, dan KADIN Kota Bandung, dan lembaga publik terkait lainnya. 3. Informasi dari pihak luar diterima oleh LPM Kelurahan Campaka sebagai pusat Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal. Informasi dari pihak luar

77 diterima oleh LPM Kelurahan Campaka disampaikan dalam bentuk surat khusus dan formal kepada berbagai pihak yang terkait di lingkungan Kelurahan Campaka. Informasi harus diketahui dan disahkan oleh Lurah Campaka, Ketua RW dan Ketua Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Tingkat RW, dan selanjutnya disampaikan langsung kepada setiap Ketua RT dan Ketua Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Tingkat RT untuk disebarkan kepada setiap pelaku usaha sektor informal di setiap RT. 4. LPM Kelurahan Campaka melakukan komunikasi secara pro-aktif dengan Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Bagian Perekonomian Kota Bandung dan KADIN Kota Bandung, dan lembaga publik terkait lainnya. Komunikasi dan pertemuan terbuka secara informal dilakukan secara berkala sesuai kesepakatan dengan berbagai stakeholder. Potensi Lokal Yang Dapat Dimanfaatkan Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Pemberdayaan usaha sektor informal berkaitan dengan pemanfaatan potensi lokal yang ada di Kelurahan Campaka. Potensi lokal di Kelurahan Campaka yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan usaha sektor informal antara lain terdiri dari potensi sumber daya manusia dan sumber daya kelembagaan dan modal sosial. Pengamatan langsung di lokasi penelitian memberikan gambaran mengenai potensi usaha yang dapat digunakan dalam pengembangan usaha sektor informal antara lain 1) kondisi lingkungan yang aman, 2) kepadatan penduduk cukup tinggi sehingga konsumen dapat diperkirakan berjumlah banyak, 3) rumah kontrakan banyak tersebar di dekat lokasi usaha, dan adanya 4) koperasi/usaha simpan pinjam di sekitar tempat tinggal pelaku usaha. a. Sumber daya manusia Penduduk Kelurahan Campaka sejumlah orang merupakan pasar potensial bagi pemasaran hasil usaha sektor informal. Selain itu, sumber daya manusia berkualitas yang ada di Kelurahan ini dapat dimobilisasi untuk membantu pelaksanaan program pengembangan masyarakat. Data kependudukan berdasarkan pendidikan di Kelurahan Campaka (sumber : Profil

78 Kelurahan Campaka Tahun 2004) memperlihatkan bahwa penduduk yang melanjutkan pendidikan ke D-1 hingga D-3 berjumlah 176 orang, S-1 berjumlah 279 orang, dan tamat S-2 sebanyak 25 orang. Data tersebut memperlihatkan potensi sumber daya manusia yang dapat diandalkan dalam pelaksanaan upaya pengembangan masyarakat berjumlah cukup besar, namun kenyataannya inisiatif dan partisipasi mereka belum dapat dioptimalkan dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal. Kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Campaka masih dikuasai oleh wajah-wajah lama dan sebagian kecil yang berpendidikan tinggi. Kondisi tersebut diperkirakan akibat intensitas kesibukan kerja yang cukup tinggi yang dilakukan penduduk kelurahan Campaka (7.197 orang) dimana orang (67 %) bekerja sebagai pegawai swasta, orang (17 %) bekerja sebagai pegawai negeri, 215 orang (3 %) bekerja sebagai anggota TNI/Kepolisian RI, dan 16 orang (0,2 %) bekerja sebagai pengusaha sehingga tidak memiliki waktu luang untuk berkecimpung secara optimal dalam kegiatan kemasyarakatan. Kemungkinan lain adalah ketidaksinambungan regenerasi dan kaderisasi kepemimpinan di lingkungan masyarakat. Keberadaan pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka yang berkecimpung di bidang perdagangan sebesar 237 orang merupakan potensi yang perlu dikembangkan baik secara kuantitas maupun kualitas. Potensi yang dapat dimanfaatkan dari diri pelaku usaha sektor informal antara lain motivasi tinggi (keinginan kuat pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik), keuletan berusaha, semangat dan pengalaman usaha yang dapat digunakan untuk melakukan pengembangan usaha. Pemanfaatan potensi tersebut dilakukan dengan mencari lokasi usaha yang potensial dan strategis, membuka usaha lain secara berkeliling, dan menambah jenis barang dagangan. b. Sumber daya kelembagaan dan modal sosial Kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Campaka antara lain Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Kelurahan, PKK, koperasi, usaha simpan pinjam, kelompok arisan, Karang Taruna, kelompok pengajian/majelis taklim, kelompok tani dan peternak, Wirakarya, kelompok pemuda Babakan Cianjur, dan forum Ngadu Bako. LPM Kelurahan adalah lembaga yang berasal

79 dari perubahan nama dan struktur LKMD. Kelembagaan sosial yang ada merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan perekonomian lokal dan menyukseskan pelaksanaan program-program pengembangan masyarakat. Hanya saja sangat disayangkan potensi ini belum dimanfaatkan secara efektif. Potensi yang dapat dimanfaatkan dari diri pelaku usaha sektor informal antara lain motivasi tinggi, keuletan, semangat dan pengalaman usaha yang dapat digunakan untuk melakukan pengembangan usaha. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Keberhasilan upaya pemberdayaan usaha sektor informal sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pendukung dan penghambat. Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal sebaiknya didasarkan pada penganalisaan faktor pendukung dan penghambat upaya pemberdayaan usaha sektor informal. Kehadiran adanya faktor pendukung dan penghambat dapat diketahui dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh pelaku usaha sektor informal, tokoh masyarakat, aparat pemerintah setempat, dan instansiinstansi terkait yang memiliki perhatian terhadap pemberdayaan usaha sektor informal. Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh pelaku usaha sektor informal, tokoh masyarakat, aparat pemerintah setempat, dan instansi-instansi terkait memberikan gambaran tentang apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung pemberdayaan usaha sektor informal antara lain adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang berorientasi pada pemberdayaan usaha sektor informal, adanya peluang mengakses pinjaman dari lembaga keuangan mikro, adanya peluang pelatihan kewirausahaan, dan keinginan kuat dari pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik. Faktor penghambat pemberdayaan usaha sektor informal antara lain ketidakjelasan mekanisme penyampaian informasi secara tepat sasaran mengenai programprogram pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal, ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengorganisir dirinya.

80 kekurangberfungsian kelembagaan dan modal sosial yang ada, dan kekurangmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses pasar dan keterbatasan modal. Penganalisaan terhadap faktor pendukung dan penghambat dijelaskan melalui analisis objek, analisis kegiatan, dan analisis sumber informasi. Penganalisaan terhadap faktor pendukung dapat diketahui pada tabel berikut : Tabel 6 Penganalisaan Faktor Pendukung Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal No. Faktor Pendukung Analisis Kegiatan Analisis Sumber Informasi Ketersediaan program-program penanggulangan kemiskinan yang berorientasi pada pemberdayaan usaha sektor informal Pelaku usaha sektor informal sebaiknya berinisiatif mengakses program yang dapat dimanfatkan dalam pemberdayaan usaha sektor informal. Sumber informasi yang perlu diakses oleh pelaku usaha sektor informal antara lain : a. Surat Kabar, Majalah, Internet (Multimedia) b. Pihak pemerintah kota, LSM, Perbankan, Lembaga Keuangan Mikro, pihak swasta, dan perguruan tinggi 2. ketersediaan peluang mengakses pinjaman dari lembaga keuangan mikro Pelaku usaha sektor informal dilatih untuk membuat proposal dan dapat mengajukan permohonan dengan syarat dan akses yang mudah Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses : Perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro

81 3. adanya peluang pelatihan kewirausahaan 4. keinginan kuat pelaku usaha sektor informal untuk mendapatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik Pelaku usaha sektor informal melakukan pemilahan terhadap berbagai pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan usaha dan siapa saja yang potensial untuk diberi pelatihan. Pelaku usaha sektor informal sebaiknya berinisiatif mengakses berbagai program pemberdayaan usaha sektor informal Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses : Pemerintah Kota, KADIN, dan LSM Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses : Pemerintah Kota, Perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro

82 Tabel 7 Penganalisaan Faktor Penghambat Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal No. Faktor Penghambat Analisis Kegiatan Analisis Sumber Informasi Ketidakjelasan mekanisme penyampaian informasi tepat sasaran mengenai program Pemerintah Kelurahan dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Kelurahan sebaiknya melakukan sinergi kegiatan. Sumber informasi yang perlu diakses oleh pelaku usaha informal antara lain : Pemerintah Kelurahan, LPM Kelurahan, Ketua RW, Ketua RT. pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal 2. ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengorganisir dirinya Pelaku usaha sektor informal sebaiknya melakukan pembentukan jaringan informasi antar pelaku usaha sektor informal di Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses : pemerintah kota, LPM Kelurahan, LSM, pihak swasta Kelurahan Campaka 3. Kekurangberfungsian kelembagaan dan modal sosial yang ada LPM Kelurahan sebaiknya menata kembali agenda kerja dan struktur kepengurusan Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses : Pemerintah Kelurahan Campaka, Tokoh Masyarakat, Ketua RW dan Ketua RT

83 kekurangmampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses pasar dan keterbatasan modal Pelaku usaha sektor informal sebaiknya menyatukan visi dan kegiatan dalam kerangka yang jelas dan terencana Sumber informasi yang perlu dihubungi dan diakses : Pemerintah Kota, Pemerintah Kecamatan, pemerintah Kelurahan, Ketua RW dan Ketua RT. Penentuan Strategi Program dengan Analisis SWOT Perencanaan strategi program yang tepat sasaran harus didukung keterlibatan pelaku usaha sektor informal sebagai subyek aktif dalam berinisiatif dan berpartisipasi untuk mengembangkan usaha mereka melalui program pemberdayaan usaha sektor informal, sehingga mereka diharapkan mampu mengidentifikasi potensi, permasalahan, dan kebutuhan mereka serta mampu merancang sendiri program pemberdayaan usaha sektor informal yang sesuai dengan harapan, minat, dan tujuan mereka. Analisis SWOT dalam kajian pemberdayaan usaha sektor informal berupaya mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun eksternal secara sistematis agar dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threath). Penggunaan Analisis SWOT didasarkan atas pertimbangan bahwa analisis terhadap faktor-faktor strategis kelembagaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) atau disebut dengan analisis situasi diperlukan dalam proses pengambilan keputusan strategis. Analisis SWOT dalam kajian ini menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara langsung dan diskusi kelompok serta data kuantitatif yang diperolah melalui kuesioner yang diisi oleh responden yang telah ditetapkan sebagai stakeholder utama. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam pemberdayaan usaha sektor informal antara lain penetapan stakeholder utama, identifikasi SWOT, dan pemilihan strategi hasil analisis SWOT. Pemilihan strategi hasil analisis SWOT dapat dilihat pada tabel berikut :

84

85

86

87

88 Penetapan Stakeholder Utama Pemberdayaan usaha sektor informal memerlukan keterlibatan berbagai stakeholder, tetapi banyaknya stakeholder yang terlibat tersebut masing-masing memiliki tujuan berbeda sehingga dapat menyebabkan kerancuan dalam penentuan S dengan O atau O dengan W yang dapat saling bertukar, maka pemilihan stakeholder dilakukan untuk mempersempit domain dokumen perencanaan agar mudah dikelola (manageable) (Soesilo, 2002). Strategi yang akan dirancang dimaksudkan untuk memperkuat keberdayaan usaha sektor informal agar dapat memajukan usaha mereka dilakukan secara mandiri dan hasilnya diharapkan dapat diimplementasikan oleh mereka sendiri, sehingga dari berbagai stakeholder yang terlibat (reponden dan informan) dipilih stakeholder utama sebagai unit analisis SWOT. Stakeholder utama unit analisis SWOT adalah seluruh responden pelaku usaha sektor informal sebanyak 20 orang. Identifikasi SWOT Secara khusus identifikasi SWOT atau perumusan faktor internal (strength dan weakness) dan faktor eksternal (opportunity dan threath) dilaksanakan melalui diskusi kelompok, tetapi secara umum seluruh data yang diperoleh melalui teknik-teknik pengumpulan data lainnya juga digunakan dalam memperkaya data yang diperlukan dalam identifikasi SWOT tersebut. Pelaksanaan diskusi kelompok dihadiri pelaku usaha sektor informal sebagai stakeholder utama dan setiap peserta diskusi diberi kebebasan mengungkapkan pemikirannya berkaitan dengan permasalahan faktor internal dan eksternal dan pengevaluasian terhadap pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang ada di Kelurahan Campaka, kebutuhan melakukan pengembangan usaha melalui pemberdayaan usaha sektor informal, permasalahan internal dan eksternal usaha sektor informal, dan perancangan suatu program yang mudah dilaksanakan oleh pelaku usaha sektor informal. Akumulasi data yang telah diperoleh selanjutnya dijadikan dasar pengidentifikasian faktor internal dan eksternal. Strategi-strategi yang diperlukan (SO, ST, WO, WT) didasarkan pada perumusan faktor internal dan eksternal. Hasil identifikasi SWOT digambarkan dalam matriks analisis SWOT berikut ini :

89 Tabel 12. Matriks Analisis SWOT terhadap Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Strength (S) Faktor Eksternal Faktor Internal 1. Motivasi untuk mengatasi permasalahan usaha 2. Keuletan dan semangat mengembangkan usaha 3. Pemanfaatan pengalaman usaha dalam mengembangkan usaha 4. Adanya kepercayaan, solidaritas, gotong royong Weakness (W) 1. Kesulitan menambah modal/modal terbatas 2. Belum terbentuknya organisasi antar pelaku usaha sektor informal dan jaringan usaha 3. Belum adanya pihak-pihak yang benar-benar membela secara langsung kepentingan usaha sektor informal untuk memperkuat posisi usaha sektor informal 4. Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan usaha 5. Belum adanya perbaikan sarana dan prasarana penunjang kegiatan usaha 6. Kesulitan mendapatkan Informasi usaha dan peluang pemasaran Opportunity (O) Strategi (S O) Strategi (W O) 1. Kebijakan pemerintah memberikan program-program bantuan usaha 2. Dukungan program, regulasi dan anggaran dari pemerintah kota 3. Bantuan teknis pengembangan usaha dari pemerintah/pihak lain 4. Pengembangan sarana dan prasarana oleh pihak pemerintah/pihak lainnya 5. Pemberian informasi dan strategi, dan keterampilan usaha dari pemerintah/pihak lainnya 6. Perhatian dari pemerintah/swasta/ lembaga swadaya masyarakat terhadap keberlangsungan usaha 1. Pengembangan kesiapan mental pelaku usaha dalam menghadapi pemberian bantuan usaha dari berbagai pihak pemberi bantuan 2. Penguatan kapasitas kepercayaan, solidaritas, dan kegotongroyongan antar pelaku usaha 3. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan usaha bagi pelaku usaha 4. Memberikan keleluasaan dan ketenangan berusaha di sektor informal 1. Mengembangkan tata hubungan kelembagaan yang sinergis antara masyarakat/pelaku usaha sektor informal, pihak swasta, dan pemerintah. 2. Meningkatkan akses terhadap sumber daya dan pemasaran. 3. Meningkatkan akses terhadap pengetahuan dan keterampilan. 4. Meningkatkan kualitas kondisi sarana dan prasarana usaha. 5. Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha. 6. Pengembangan jejaring komunikasi dan informasi dengan berbagai pihak (pemerintah/swasta/ lembaga swadaya masyarakat). Treath (T) Strategi (S T) Strategi (W T) 1. Ketidakmengertian aparat setempat terhadap mekanisme pelaksanaan program pengembangan masyarakat 2. Ketidakberfungsian Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan dan koperasi setempat 3. Pengaruh rentenir 4. Persaingan usaha sejenis 5. Ketidaksampaian informasi pengembangan usaha 6. Kenaikan harga-harga bahan baku produk usaha 1. Pemantapan kesiapan mental pelaku usaha dan aparat setempat dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat. 2. Pemberfungsian lembaga pengabdian masyarakat Kelurahan dan koperasi setempat didasari solidaritas, saling percaya, dan gotong royong. 3. Penciptaan iklim persaingan usaha yang wajar (tidak mengganggu dan menjatuhkan usaha yang sudah ada) 4. Pengembangan mekanisme penyampaian informasi secara tepat sasaran 5. Penyempitan/penghapusan ruang gerak rentenir. 6. Pengefektifan penggunaan bahan baku. 1. Meningkatkan pemahaman aparat setempat mengenai pentingnya pemberian bantuan usaha kepada pelaku usaha sektor informal. 2. Meningkatkan kinerja dan perhatian lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan dan Koperasi terhadap pengembangan usaha sektor informal. 3. Pengembangan mekanisme penyampaian informasi secara tepat sasaran. 4. Mengupayakan iklim persaingan usaha yang wajar disertai pengawasan dari pemerintah setempat.

90 Pemilihan Strategi Hasil Identifikasi SWOT Pengidentifikasian SWOT menghasilkan empat alternatif strategi antara lain SO (menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan kesempatan atau disebut juga strategi agresif), ST (Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman atau disebut juga strategi diversifikasi), WO (mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan kesempatan atau disebut juga strategi putar balik) dan WT (mengatasi kelemahan untuk meminimalkan ancaman atau disebut juga strategi defensif). Salah satu strategi akan muncul sebagai salah satu strategi yang akan dikembangkan berdasarkan perhitungan nilai bobot dan urgensi penanganan dari setiap faktor melalui kuesioner yang telah diisi oleh responden, sehingga melalui perhitungan kuesioner, akan didapatkan rata-rata jawaban responden dalam faktor internal untuk strategi jangka pendek dan jangka panjang maupun rata-rata jawaban responden dalam faktor eksternal untuk strategi jangka pendek dan jangka panjang. Hasil dari analisis SWOT dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha sektor informal, antara lain : a. Analisa terhadap kekuatan yang ada, perlu diadakan pembinaan terus menerus terhadap usahanya. b. Analisa terhadap kelemahan yang ada, perlu melakukan segala daya upaya untuk dapat mengatasi/menyelesaikan masalah yang terjadi dalam usahanya. c. Analisa terhadap peluang yang ada, perlu memanfaatkan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya guna mendukung keberhasilan usahanya. d. Analisa terhadap ancaman yang ada, perlu mewaspadai dan berjaga-jaga, serta melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang dapat menghambat keberhasilan usahanya. Rata-rata jawaban responden dalam tabel perhitungan kuesioner SWOT memberikan gambaran mengenai : 1. Kekuatan internal terbesar yang dimiliki oleh pelaku usaha sektor informal sekarang ini adalah semakin kuat keuletan dan semangat untuk mengembangkan usaha (bobot : 7,90), sedangkan kelemahan terbesar sekarang ini adalah tidak adanya kemampuan mengembangkan jaringan usaha (bobot : 9,23). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling

91 penting segera dilaksanakan adalah penguatan posisi usaha sektor informal terhadap kepentingan pihak lain (urgensi :3,65). 2. Peluang terbesar dari faktor eksternal sekarang ini adalah adanya peluang perhatian dari pihak pemerintah/pihak lainnya untuk memelihara keberlangsungan usaha para pelaku usaha sektor informal (bobot : 7,45), sedangkan ancaman terbesar sekarang ini adalah ketidakberfungsian Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan (bobot : 9,44). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling penting segera dilaksanakan adalah pemberian informasi dan strategi usaha dari pemerintah/pihak lainnya (urgensi :3,70). 3. Hasil perhitungan kuesioner pada faktor internal dan eksternal untuk jangka pendek mengemukakan strategi yang perlu dikembangkan sekarang ini adalah Strategi WO (bobot terbesar : 421,15) dengan mengatasi kelemahankelemahan yang ada untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 4. Kekuatan internal terbesar yang dapat dikembangkan untuk masa yang akan datang adalah keuletan dan semangat pelaku usaha sektor informal untuk mengembangkan usaha (bobot : 8,85), sedangkan pengembangan jaringan usaha diharapkan secara bertahap mencapai kemandirian (bobot : 7,75). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling perlu segera diantisipasi pada masa yang akan datang adalah penguatan posisi usaha sektor informal terhadap kepentingan pihak lain (urgensi: 3,65). 5. Peluang terbesar dari faktor eksternal pada masa yang akan datang adalah peluang perhatian dari pihak pemerintah/pihak lainnya untuk memelihara keberlangsungan usaha para pelaku usaha sektor informal (bobot : 8,65), sedangkan ancaman terbesar pada masa yang akan datang adalah apabila ketidakmengertian aparat setempat terhadap mekanisme pelaksanaan program pengembangan masyarakat ternyata belum mengalami perubahan kesadaran dan perbaikan (bobot : 9.63). Masalah yang memerlukan urgensi penanganan paling perlu segera diantisipasi pada masa yang akan datang adalah pemberian informasi dan strategi usaha dari pemerintah dan pihak lainnya sehingga usaha sektor informal dapat mengembangkan usaha mereka dengan baik (urgensi :3,70). 6. Hasil perhitungan kuesioner pada faktor internal dan eksternal untuk jangka panjang diperoleh strategi yang perlu dikembangkan untuk masa yang akan

92 datang adalah Strategi SO (bobot terbesar : 433,92) dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang untuk mengoptimalkan peluang yang mungkin dapat dicapai. Pelaksanaan strategi WO perlu dikembangkan terlebih dahulu untuk mendukung pelaksanaan strategi SO di masa yang akan datang. Pelaksanaan strategi SO pada masa yang akan datang memerlukan upaya-upaya pemeliharaan kekuatan yang ada sekarang ini dan mengubah kelemahan-kelemahan sekarang ini menjadi kekuatan di masa yang akan datang, sehingga hal tersebut perlu didukung oleh upaya-upaya mengatasi kelemahan sekarang ini agar dapat memanfaatkan peluang yang ada.

93 PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL Program Pembangunan Nasional (Propenas) Indonesia tahun memiliki kebijakan dan program pembangunan yang menitikberatkan pada penguatan lembaga dan organisasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat miskin, dan keswadayaan masyarakat. Salah satu sasaran umum Propenas adalah upaya peningkatan keberdayaan masyarakat dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik khususnya masyarakat miskin, rentan sosial, dan pelaku ekonomi kecil. Propenas sejalan dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah pada UU nomor 32 tahun 2004 yang menjelaskan bahwa otonomi daerah harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah pada akhirnya harus disertai pula dengan meningkatnya kemampuan lembaga-lembaga di masyarakat untuk mengembangkan pilihan dalam kehidupan sosial ekonomi serta partisipasi masyarakat secara aktif dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Mekanisme partisipasi lembaga dan organisasi masyarakat belum berkembang secara efektif dan demokratis dalam proses pengambilan keputusan sehingga pembangunan yang dilaksanakan belum dapat mengakomodasi kreasi dan aspirasi masyarakat secara optimal. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam pemulihan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan tidak akan berjalan secara optimal jika pemerintah tidak dapat memberdayakan kemampuan usaha pelaku ekonomi khususnya masyarakat kecil dan memberikan dukungan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi melalui penyedian akses bagi masyarakat untuk memperoleh input sumberdaya ekonomi dan kesempatan dalam kegiatan produksi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di daerah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut dengan mewujudkan keterkaitan kegiatan sosial-ekonomi perdesaan dan perkotaan, peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya lokal, pengembangan jaringan usaha, dan pengurangan kendala peraturan/birokrasi. Dukungan terhadap peningkatan

94 kondisi sosial-ekonomi masyarakat miskin masih diperlukan melalui upaya pemberdayaan dan pemihakan kepada masyarakat miskin untuk menghadapi berbagai masalah struktural yang tidak dapat dipecahkan oleh masyarakat sendiri. Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir merupakan sarana pengimplementasian Program Pembangunan Nasional dan otonomi daerah dalam kerangka penanggulangan kemiskinan dan pengembangan ekonomi lokal secara aspiratif, partisipatif dan demokratis. Penggalian masalah, kebutuhan dan penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir dilakukan melalui diskusi kelompok, kuesioner analisis SWOT, wawancara dan observasi. Pelaku usaha sektor informal memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian lokal sehingga dapat mencapai kemajuan usaha dan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Keterhambatan dalam kemajuan usaha yang dialami pelaku usaha sektor informal disebabkan ketidakmampuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya yang dapat digunakan untuk mengembangkan usaha mereka. Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka mengalami kesulitan dalam mencapai akses terhadap permodalan, pemasaran, dan program-program pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, pemberdayaan usaha sektor informal diarahkan untuk mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam mencapai akses dan kontrol terhadap permodalan, pemasaran, dan program-program pengembangan masyarakat sehingga dapat memajukan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan didukung oleh adanya sinergi antara pelaku usaha sektor informal dan kelompok-kelompok masyarakat maupun keterpaduan kelembagaan komunitas melalui jejaring sosial. Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan dengan tahap-tahap pemahaman dan pengungkapan masalah dan Design (Kerangka Penyusunan Program). Penyusunan program melalui tahap asessment dan design merupakan kerangka dasar yang perlu dilakukan untuk dapat menyusun suatu program yang dapat diaplikasikan kepada masyarakat.

95 Pengungkapan dan Pemahaman Masalah Pengungkapan dan pemahaman masalah merupakan tahap dalam proses penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal. Tahap ini merupakan penggalian masalah dan sumber yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal dalam komunitas. Pengungkapan dan pemahaman masalah dilakukan melalui analisa SWOT. a. Identifikasi Masalah Pelaku Usaha Sektor Informal Pengidentifikasian masalah usaha sektor informal diperlukan sebagai dasar untuk menyusun program pemberdayaan usaha sektor informal secara partisipatif. Hal tersebut artinya melibatkan mereka mulai dari mengenali masalah dan kebutuhannya, menyusun rencana program, melaksanakan dan evaluasi program. Keterbatasan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses sumber daya merupakan salah satu permasalahan yang berkaitan dengan beberapa permasalahan lainnya. Gambaran masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal dapat dilihat pada Gambar 4 yaitu :

96 Taraf pendapatan Rendah Keterbatasan dalam mengakses pemasaran sehingga kurang kuat/tangguh dalam menghadapi persaingan usaha Keuntungan usaha hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari Keterbatasan dalam mengakses sumber daya Belum mampu mengorganisir diri dan mengembangkan jejaring usaha Usaha yang dilakukan tidak berkembang Tidak mengetahui program-program pengembangan masyarakat AKIBAT MASALAH Ketidakberdayaan Usaha Sektor Informal INTI MASALAH Keterbatasan kapasitas diri pelaku usaha sektor informal Ketidaktahuan mengenai informasi yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha Keterbatasan permodalan usaha sektor informal Modal Kecil (modal sendiri, modal pinjaman) Ketimpangan Produktivitas Kerja dan Laba Usaha Sektor Informal Rentang waktu kerja/jam kerja cukup lama, dan laba usaha sangat kecil Ketidaksampaian Informasi mengenai program-program pengembangan masyarakat kepada masyarakat Kelembagaan masyarakat kurang berfungsi dengan baik dan belum mengutamakan penyampaian informasi kepada masyarakat SEBAB MASALAH Gambar 4 : Analisis Pohon Masalah Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

97 Gambar 4 menjelaskan bahwa inti masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal usaha di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir adalah ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan ini berawal dari keterbatasan kapasitas diri pelaku usaha sektor informal terutama ketidaktahuan terhadap adanya informasi-informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan usahanya. Keterbatasan permodalan merupakan salah satu kendala dimana modal yang dimiliki masih kecil yang berasal dari modal sendiri atau modal pinjaman (pinjaman dari kerabat, tetangga, atau bahkan rentenir). Ketimpangan produktivitas kerja dan laba usaha mengindikasikan bahwa hasil usaha (laba) yang diperoleh relatif sangat kecil dan hal itu merupakan hasil kerja dengan susah payah. Ketidaksampaian informasi-informasi penting mengenai program pengembangan masyarakat kepada masyarakat merupakan salah satu dampak dari ketidakberfungsian kelembagaan masyarakat dalam menyampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Beberapa hal tersebut akhirnya menyebabkan ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan usaha sektor informal tersebut mengakibatkan usaha sektor informal mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses terhadap sumberdaya yang ada di Kelurahan Campaka, keterbatasan dalam mengorganisir diri pelaku usaha sektor informal dan mengembangkan jejaring usaha, ketidaktahuan atau ketidakpahaman mengenai program-program pengembangan masyarakat, dan usaha sektor informal menjadi kurang kuat dalam menghadapi persaingan usaha dan hanya mampu bertahan. Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan taraf pendapatan usaha sektor informal relatif kecil, laba usaha lebih dimanfaatkan pada pemenuhan kebutuhan seharihari, dan usaha yang dilakukan tidak berkembang dengan baik. b. Identifikasi Sumber Daya Pengidentifikasian sumber daya berupaya memilah sumber-sumber yang ada pada diri pelaku usaha sektor informal (internal) dan lingkungan dimana mereka tinggal (eksternal). Potensi sumber yang berasal dari diri pelaku usaha sektor informal antara lain adanya motivasi tinggi pelaku usaha sektor informal dalam mengembangkan usaha yang berasal dari dirinya sendiri yang didukung oleh pihak keluarga/kerabat maupun tetangga. Motivasi tinggi ini merupakan dasar keinginan untuk mengubah nasib dan memajukan usaha. Motivasi ini perlu

98 mendapat dukungan dari berbagai pihak baik dari masyarakat, kelembagaan lokal maupun peraturan yang ada. Keuletan usaha yang dimiliki pelaku usaha sektor informal merupakan potensi yang perlu didukung dengan berbagai bantuan usaha yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan usaha. Potensi sumber yang berasal dari lingkungan (external resources) antara lain adanya program-program pengembangan masyarakat yang ditujukan untuk mengembangkan perekonomian lokal khususnya usaha sektor informal, adanya kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal dan informal yang ada di Kelurahan Campaka antara lain keluarga, kelompok arisan, rentenir, LPM Kelurahan, Pemerintah Daerah (pemerintah propinsi, pemerintah kota, pemerintah kecamatan, dan pemerintah kelurahan. Potensi eksternal ini perlu diperkuat melalui pengembangan jejaring kelembagaan sehingga lebih memperkuat pencapaian kemajuan usaha sektor informal. Perumusan Tujuan Program Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Penyusunan rancangan program pemberdayaan usaha sektor informal dilandasi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dan tujuan khusus merupakan fokus program pemberdayaan usaha sektor informal. a. Tujuan Umum Tujuan umum yang akan dicapai dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal antara lain : Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan. Tujuan umum ini memiliki pengertian bahwa pengembangan usaha dan peningkatan taraf pendapatan para pelaku usaha sektor informal dapat dicapai melalui pengembangan kemampuan pelaku usaha sektor informal sebagai upaya mengatasi keterbatasan diri pelaku usaha, keterbatasan modal, ketimpangan produktivitas kerja dan laba usaha, dan ketidaksampaian informasi-informasi pengembangan usaha kepada pelaku usaha sektor informal.

99 b. Tujuan Khusus Tujuan khusus pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan sebagai upaya pemecahan masalah yang ditujukan untuk menanggulangi akibat masalah yang perlu dipecahkan. Tujuan khusus tersebut adalah: 1. Meningkatkan akses terhadap sumber daya Pelaku usaha sektor informal diarahkan untuk mampu melakukan dan memperoleh akses dan kontrol terhadap permodalan dengan melibatkan kelembagaan yang ada di dalam maupun di luar komunitas Kelurahan Campaka baik formal maupun informal. Selain itu, pelaku usaha sektor informal diperkuat kemampuannya untuk dapat mengambil keputusan tanpa dipengaruhi oleh pihak lain dalam melakukan akses dan kontrol terhadap sumber daya yang ada di Kelurahan Campaka sehingga dapat dimanfaatkan bagi pengembangan kemajuan usaha mereka. Sumber daya yang perlu diakses tersebut adalah sumber daya financial (bantuan keuangan dari program-program pengembangan masyarakat) dan sumber daya sosial berupa kelembagaan dan modal sosial. Peningkatan akses terhadap sumber daya ini diharapkan dapat meningkatkan kecukupan modal sehingga diharapkan dapat mengembangkan usaha mereka dengan sebaik-baiknya. 2. Meningkatkan akses terhadap pemasaran Pelaku usaha sektor informal harus ditingkatkan kemampuannya dalam melakukan dan memperoleh akses terhadap peluang pemasaran sehingga mereka menjadi pelaku usaha sektor informal yang tangguh dalam menghadapi persaingan usaha dan memahami langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memajukan usaha mereka. 3. Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha Pelaku usaha sektor informal harus dilibatkan dalam siklus perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program yang ada di kelurahan Campaka. Pelibatan pelaku usaha sektor informal dalam siklus perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program harus diarahkan terhadap pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dalam suatu kesatuan jaringan yang dapat mengembangkan kapasitas internal komunitas dan

100 mampu menjangkau akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya termasuk program-program pengembangan masyarakat. 4. Meningkatkan akses pengetahuan dan keterampilan eterbatasan pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha sektor informal perlu diatasi melalui upaya penambahan pengetahuan/wawasan dan keterampilan usaha bagi mereka. Penambahan pengetahuan/wawasan dapat dikelola dengan penguatan arus informasi melalui keorganisasian intra komunitas pelaku usaha sektor informal didukung penguatan jejaring komunikasi dan informasi ke berbagai pihak. Penguatan arus komunikasi dan informasi dapat mengarahkan mereka untuk dapat menentukan informasi dan keterampilan apa yang diperlukan untuk mengembangkan diri mereka dan memajukan usahanya. Kerangka Penyusunan Program Perancangan Program Pengembangan Masyarakat pada kajian pemberdayaan usaha sektor informal menggunakan metoda analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis SWOT dalam kajian ini, adalah sebagai berikut : 1. Penetapan stakeholder utama, karena banyaknya stakeholder yang terlibat serta dengan berbagai tujuan berbeda dapat mengakibatkan kekacauan dalam penentuan S dengan O atau O dengan W yang dapat saling bertukar, maka pemilihan stakeholder dilakukan untuk mempersempit domain dokumen perencanaan agar mudah dikelola (manageable) (Soesilo, 2002). Stakeholder utama yang dipilih sebagai unit analisis SWOT adalah seluruh responden yang merupakan para pelaku usaha sektor informal sebanyak 20 orang. 2. Identifikasi SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) digambarkan kedalam matriks analisis SWOT. Pemilihan strategi yang akan dikembangkan dari empat strategi (SO, ST, WO, WT) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai bobot dan urgensi dari masing-masing faktor melalui kuesioner yang telah diisi oleh responden. Strategi terpilih dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program dan kerangka pelaksanaan program.

101 Analisis Stakeholder Analisis stakeholder diperlukan untuk melihat peran stakeholder dan sejauhmana kondisi kemampuan keorganisasian pihak-pihak yang perlu terlibat dalam program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir. Analisis stakeholder berupaya mengemukakan bagaimana interest dan komitmen stakeholder terhadap program pengembangan masyarakat dan bagaimana pula pengaruh setiap stakeholder terhadap program pengembangan masyarakat. Analisis stakeholder dapat dilihat secara jelas pada tabel berikut :

102 Tabel 13 Analisis Stakeholder dalam Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Interest/Komitmen Kualitas Pengaruh Stakeholder Peranan Kondisi Kapabilitas Keorganisasian Status Quo Terbuka Terhadap Perubahan Tinggi Sedang Rendah Pemerintah Kota Bandung Memfasilitasi pemberian program pengembangan masyarakat Memiliki perhatian terhadap Pengembangan usaha sektor informal Melakukan perencanaan program pengembangan masyarakat Keterbatasan dana dan tim teknis Pemerintah Kecamatan Pemerintah Kelurahan Memfasilitasi pelaksanaan program pengembangan masyarakat Memfasilitasi pelaksanaan program pengembangan masyarakat Keterbatasan tim teknis Keterbatasan tim teknis Kamar Dagang dan Industri Memfasilitasi pengembangan usaha dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal Memiliki perhatian terhadap pengembangan usaha sector informal Keterbatasan fokus perhatian Focus perhatian lebih tertuju pada penguatan perekonomian secara makro - - -

103 Lembaga Swadaya Masyarakat Mengawasi dan memberikan saran terhadap pelaksanaan program pengembangan masyarakat Perlu adanya peningkatan perhatian LPM dari Perguruan Tinggi Memberikan saran terhadap pelaksanaan program pengembangan masyarakat Perancangan strategi pemecahan masalah usaha sektor informal Pengurus LPM Kelurahan Membantu melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan program pengembangan masyarakat Perlu adanya penataan kembali tata laksana dan tata tertib keorganisasian Perlu adanya pembenahan visi dan misi keorganisasian - - Komunitas Usaha Sektor Informal Menjadi pemrakarsa dan pelaksana program-program pengembangan masyarakat Penyiapan dan penentuan koordinator dan anggota kelompok usaha sektor informal Pengembangan pengetahuan/wawasan tentang berbagai program pengembangan masyarakat Pendisiplinan diri dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat Penguatan inisiatif lokal dan peningkatan kemandirian dalam mengembangkan usaha sektor informal Keterbatasan kemampuan dalam mengembangkan usaha Keterbatasan dalam mengakses dan mengkontrol sumber daya Keterbatasan dalam melakukan jejaring usaha Keterbatasan dalam pengorganisasian diri Keterbatasan dalam mengorganisir diri dalam lingkup intra komunitas - - -

104 Ketua RT Pendataan ulang pelaku usaha sektor informal Penyiapan perwakilan anggota masyarakat pelaksana programprogram pengembangan masyarakat Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program pengembangan masyarakat Pengelolaan pembelajaran kedisiplinan pembayaran angsuran dana bergulir Perlu adanya peningkatan pengetahuan/wawasan mengenai programprogram pengembangan masyarakat Perlu adanya pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan programprogram pengembangan masyarakat Ketua RW Penyiapan perwakilan anggota masyarakat pelaksana program pengembangan masyarakat Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program pengembangan masyarakat Pengelolaan pembelajaran kedisiplinan pembayaran angsuran dana bergulir pada setiap program pengembangan masyarakat Perlu adanya peningkatan pengetahuan/wawasan mengenai programprogram pengembangan masyarakat Perlu adanya pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan programprogram pengembangan masyarakat Tokoh Masyarakat Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program pengembangan masyarakat Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan program pengembangan masyarakat Menumbuhkan partisipasi dan keswadayaan masyarakat. Peningkatan perhatian dan dukungan terhadap program-program pengembangan masyarakat - - -

105 Masyarakat Melakukan keterlibatan dalam perencanaan program pengembangan masyarakat Pengembangan pengetahuan mengenai program-program pengembangan masyarakat Pengembangan kesadaran dan kedisiplinan anggota komunitas dalam program pengembangan masyarakat Peningkatan kapasitas partisipasi/keswadayaan dan kemandirian masyarakat Peningkatan kapasitas masyarakat dalam kelembagaan dan modal sosial Perlu adanya peningkatan pengetahuan/wawasan mengenai programprogram pengembangan masyarakat Perlu adanya pemahaman dan pemikiran yang kritis dalam pelaksanaan programprogram pengembangan masyarakat Keterangan : Stakeholder : Pihak-pihak yang perlu terlibat dalam proses pemberdayaan usaha sektor informal Peranan : Peran yang dilaksanakan untuk melakukan proses pemberdayaan usaha sektor informal Kondisi Kapabilitas Keorganisasian : Keadaan yang dihadapi dan kemampuan yang dimiliki dalam mengorganisir diri untuk melakukan pemberdayaan usaha sektor informal Interest/Komitmen : Kecenderungan pelaksanaan program Status quo : Suatu arah pemikiran yang tidak menghendaki adanya perubahan Terbuka Terhadap Perubahan : Suatu arah pemikiran yang terbuka dan menghendaki adanya perubahan Kualitas Pengaruh : Suatu kondisi yang menyatakan kekuatan pengaruh terhadap program pemberdayaan usaha sektor informal

106 Data pada tabel 13 menunjukkan bahwa stakeholder yang perlu dilibatkan terdiri dari Pemerintah Kota Bandung (Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perekonomian), pemerintah Kecamatan dan Kelurahan, Kamar Dagang dan Industri, Lembaga Swadaya Masyarakat, LPM dari Perguruan Tinggi, LPM Kelurahan, Komunitas Usaha Sektor Informal, Ketua RW, Ketua RT, Tokoh Masyarakat, dan perwakilan Masyarakat. Pemerintah Kota Bandung melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perekonomian memberikan perhatian yang sangat kondusif terhadap pengembangan usaha sektor informal dengan menghadirkan beberapa program yang berlandaskan pemberdayaan ekonomi rakyat. Kamar Dagang dan Industri Kota Bandung memberikan perhatian yang baik terhadap pengembangan usaha sektor informal. Stakeholder lainnya yang memiliki perhatian adalah LPM dari Perguruan Tinggi (salah satu diantaranya LPM STKS Bandung). Stakeholder yang berasal dari lingkungan Kelurahan Campaka antara lain LPM Kelurahan Campaka, Komunitas Usaha Sektor Informal, Ketua RW dan Ketua RT, Tokoh Masyarakat, dan perwakilan masyarakat. Pemerintah Kota berperan sebagai fasilitator dan pemberi bantuan pinjaman dan menjalin kerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri. Pihak LPM dari Perguruan Tinggi berperan memberikan dukungan terhadap eksistensi dan pengembangan usaha sektor informal. LPM Kelurahan Campaka berperan sebagai pemberi dukungan dan saran terhadap kemajuan usaha sektor informal. Stakeholder utama dilakukan oleh komunitas usaha sektor informal dibantu oleh Ketua RW, Ketua RT, dan segenap unsur masyarakat yang memiliki perhatian terhadap pemberdayaan usaha sektor informal. Keterpaduan tiga komponen utama (Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat) merupakan dasar strategi pengembangan masyarakat. Penyusunan Strategi Program Pemulihan perekonomian nasional merupakan salah satu solusi makro yang dapat memberikan pengaruh positif dan peluang bagi usaha sektor informal untuk mengembangkan usaha dan mencapai kemajuan usaha sebagaimana yang diharapkan. Keberadaan pihak yang memberikan perhatian dan pembelaan terhadap usaha sektor informal memang diperlukan. Keberadaan pihak luar

107 komunitas usaha sektor informal sangat diperlukan dimana mereka pada saat ini berupaya memperhatikan dan memperjuangkan aspirasi, harapan dan tujuan pelaku usaha sektor informal dalam memajukan usaha mereka. Pemecahan masalah persaingan usaha sejenis dilakukan melalui pembentukan kelompok usaha sejenis. Antar anggota kelompok yang memiliki tempat usaha berdekatan masing-masing mengupayakan pembedaan produk yang dijualnya dan harga yang relatif sama jika ada produk yang sama di tempat usaha anggota yang lain. Hal tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi yang terjalin antar anggota kelompok usaha sejenis yang dikembangkan secara berkesinambungan melalui suatu jaringan informasi. Penyusunan strategi program didasarkan pada ruang lingkup internal dan eksternal komunitas usaha sektor informal. Program ditujukan kepada internal dan eksternal komunitas melalui pengembangan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal. Jaringan ini mengupayakan peningkatan kemampuan komunitas usaha sektor informal sehingga dapat memberdayakan usaha sektor informal oleh pelaku usaha sektor informal. Jaringan ini mengupayakan terciptanya jaringan usaha yang kuat dan komunikasi yang baik antar pelaku usaha, serta penyebaran informasi secara menyeluruh kepada seluruh pelaku usaha sektor informal. Rincian kegiatan pembentukan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal dapat dilihat dalam tabel berikut :

108 Tabel 14 Pembentukan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung No. Item Penjelasan Nama Kegiatan Pembentukan Jaringan Informasi Usaha Sektor Informal Deskripsi Kegiatan Penanggung jawab Pelaksana Stakeholder terkait Kegiatan ini merupakan upaya penciptaan suatu wadah yang dapat membantu pelaku usaha sektor informal dalam memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha sektor informal Pemerintah Kelurahan Campaka Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka 1. Pemerintah Kota Bandung (Bagian Perekonomian, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Koperasi dan UKM) 2. Pemerintah Kecamatan Andir 3. Pemerintah Kelurahan Campaka 4. LPM Kelurahan Campaka 5. Ketua RW dan Ketua RT 6. Tokoh Masyarakat 7. Komunitas Usaha Sektor Informal Tujuan 1. Tujuan Umum : Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan. 2. Tujuan Khusus : a. Meningkatkan akses terhadap sumber daya finansial dengan memanfaatkan sumber daya kelembagaan dan modal sosial

109 1 2 3 b. Meningkatkan akses terhadap pemasaran c. Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha d. Meningkatkan akses pengetahuan dan keterampilan usaha. Jenis Kegiatan 1. Sosialisasi penyamaan persepsi mengenai kebutuhan pembentukan jejaring untuk mengatasi permasalahan usaha sektor informal. 2. Pendataan ulang pelaku usaha sektor informal di setiap Rukun Tetangga 3. Musyawarah pembentukan jaringan a. Merumuskan latar belakang pembentukan jaringan b. Merumuskan cakupan jaringan c. Merumuskan dan mengesahkan susunan pengurus, keanggotaan dan sekretariat tingkat Kelurahan, rukun warga, dan rukun tetangga d. Merumuskan agenda kegiatan, sumber dan alokasi dana, serta mekanisme pertanggungjawaban e. Merumuskan legalitas formal jejaring 4. Pengesahan legalitas keberadaan jejaring oleh pihak pemerintah kelurahan Campaka 5. Perencanaan dan pelaksanaan pertemuan rutin berkala jaringan informasi usaha sektor informal Wilayah Pelaksanaan Sasaran Setiap lingkungan RT di setiap RW di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Penduduk Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung yang berkecimpung dalam usaha sektor informal di sektor perdagangan dan termasuk kategori keluarga Sejahtera I dan II

110 1 2 3 Sumber Pendanaan 1. Swadaya masyarakat 2. Bantuan dari perusahaan yang ada di dalam atau di luar wilayah Kelurahan Campaka 3. Stakeholder (LSM, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kelurahan dan Kecamatan, LPM Kelurahan Campaka, dan Komunitas Pelaku Usaha Sektor Informal) Waktu Pelaksanaan Mekanisme Pelaksanaan Januari Desember Melakukan pendataan ulang para pelaku usaha sektor informal di setiap RT 2. Pembentukan kelompok usaha diawali mulai tingkat RT; panitia pembentukan kelompok usaha terdiri dari LPM Kelurahan Campaka, Ketua RW dan Ketua RT. 3. Kelompok usaha setiap RT memberikan perwakilannya di tingkat RW untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Rukun Warga 4. Jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat RT memberikan perwakilannya di tingkat Kelurahan untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Kelurahan 5. Kelompok usaha tingkat RTdibagi kembali dalam sub kelompok (misalnya satu sub kelompok terdiri dari 5 orang pelaku usaha) 6. Jaringan informasi tingkat Kelurahan bekerja sama dengan pihak LPM Kelurahan berupaya mencari berbagai informasi tentang program pemberdayaan masyarakat dan informasi usaha. 7. Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua RW, dan informasi menyebar dari Ketua RW ke setiap Ketua RT.

111 Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua jaringan informasi tingkat RW, kemudian ke setiap Ketua Kelompok Usaha tingkat RT dan selanjutnya informasi disebarkan ke seluruh anggota kelompok. 9. Kelompok usaha setiap RT memberikan perwakilannya di tingkat RW untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Rukun Warga 10. Jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat RT memberikan perwakilannya di tingkat Kelurahan untuk membentuk jaringan informasi antar kelompok usaha tingkat Kelurahan 11. Kelompok usaha tingkat Rukun Tetangga dibagi kembali dalam sub kelompok (misalnya satu sub kelompok terdiri dari 5 orang pelaku usaha) 12. Jaringan informasi tingkat Kelurahan bekerja sama dengan pihak LPM Kelurahan berupaya mencari berbagai informasi tentang program pemberdayaan masyarakat dan informasi usaha. 13. Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua RW, dan informasi menyebar dari Ketua RW ke setiap Ketua RT. 14. Jaringan informasi tingkat Kelurahan menyampaikan berbagai informasi yang diterima ke setiap Ketua Forum Komunikasi tingkat RW, dan informasi menyebar dari jaringan informasi tingkat RW ke Ketua Kelompok Usaha tingkat RT dan selanjutnya informasi disebarkan ke seluruh anggota kelompok. Hasil yang diharapkan 1. Pelaku usaha sektor informal dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha sektor informal.

112 2. Kelompok usaha yang sudah terbentuk di setiap RT menjadi dasar penentuan sasaran program-program pemberdayaan usaha sektor informal.

113 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Pemberdayaan usaha sektor informal dalam rangka pengembangan masyarakat merupakan suatu upaya yang direncanakan dan dilakukan secara bersama-sama oleh pelaku usaha sektor informal yang ditujukan untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan ekonomi berdasarkan perspektif SWOT Analysis. Pemberdayaan usaha sektor informal memiliki pengertian bahwa pelaku usaha sektor informal harus mampu dan memperoleh akses terhadap sumber daya untuk memajukan usahanya. Pelaku usaha sektor informal adalah mereka yang menjadikan usaha sektor informal sebagai sumber pencaharian nafkah utama. Sebagian besar pelaku usaha sektor informal berada pada lapisan keluarga Sejahtera 1 dan Sejahtera 2. Para pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir semuanya memilih usaha di sektor informal berdasarkan motivasi sendiri, didukung oleh motivasi dari keluarga. Alasan pemilihan usaha di sektor informal dikarenakan keterbatasan kondisi perekonomian keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari atau sebagai alternatif kerja paska Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jejaring usaha sektor informal di Kelurahan Campaka masih bergerak dalam hubungan intra komunitas dimana sumber modal sebagian besar mengandalkan pinjaman dari keluarga (55 %) dan 30 % menggunakan modal sendiri, serta pemasaran produk yang dijual masih terbatas pada konsumen di dalam komunitas (intra komunitas). Pelaku usaha sektor informal masih memiliki keterbatasan dalam melakukan hubungan dengan kelembagaan di luar komunitas. Program pengembangan masyarakat yang ada di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir seperti P2KP dan program Kredit Barokah GMT belum dapat diakses secara maksimal oleh pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir untuk mengembangkan usahanya dimana para pedagang masih banyak yang belum memperoleh bantuan dari berbagai program pengembangan masyarakat. Pelaku usaha sektor informal belum mampu pula dalam mengakses berbagai program yang dapat membantu usaha sektor informal yang ada di Kota Bandung. Program-program

114 lain yang belum dapat diakses oleh pelaku usaha sektor informal antara lain program-program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), Usaha Ekonomi Desa Simpan, UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga), MUBR (Modal Usaha Bergulir Remaja), Pengembangan Produk Unggul Daerah, Teknologi Tepat Guna, dan Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung; Kemitraan Usaha UKM dan BUMN pada Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung; program Kredit Barokah GMT (Genah Marenah Tumaninah) yang dilandasi prinsip mudah, transparan, manusiawi, halal, dan murah yang mengupayakan pemerataan pemberian bantuan pinjaman dan pinjaman yang diberikan merupakan pinjaman bergulir dengan sistem syariah pada Pemerintah Kota Bagian Perekonomian Kota Bandung. Kegagalan pelaksanaan P2KP terjadi karena ketidakjelasan transparansi pengelolaan P2KP, pengembangan ekonomi lokal lebih cenderung ditujukan pada usaha yang dirintis masih baru dan dana tersebut banyak dimanfaatkan oleh beberapa oknum tertentu di masyarakat. Ketidakmengertian masyarakat yang menganggap dana bantuan P2KP adalah hibah mengakibatkan kemacetan pembayaran cicilan dana P2KP dan hal tersebut diperparah oleh ketidakmampuan pengurus dalam mengelola dana P2KP, sehingga sulit sekali diharapkan adanya partisipasi masyarakat dalam program P2KP untuk bersamasama bertanggung jawab mengelola dana bantuan P2KP secara baik dan benar sesuai visi dan misi, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan P2KP. Kondisi yang terjadi pada P2KP diharapkan tidak terulang kembali pada pelaksanaan program pengembangan masyarakat lainnya di Kelurahan Campaka. Oleh karena itu, seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan masyarakat harus bersama-sama merancang suatu program bersama masyarakat khususnya pelaku usaha sektor informal. Pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir memiliki keterbatasan kemampuan dalam mengakses sumber daya seperti peralatan, keuangan, teknologi, informasi, dan kelembagaan formal maupun informal. Kesulitan dalam mengakses sumber daya terutama terjadi dalam hal pengaksesan kredit/pinjaman dari program pengembangan masyarakat yang ada di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir maupun dalam lingkup Kota Bandung.

115 Oleh karena itu, pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir perlu mengembangkan jejaring sosial baik dengan kelembagaan di dalam maupun di luar komunitas yang berkaitan dengan informasi mengenai potensi masyarakat, kepercayaan, kewirausahaan, harga dan peningkatan kualitas produk, potensi pasar, ketersediaan kredit, dan lembaga publik. Harapan pelaku usaha sektor informal terhadap keberadaan program pemberdayaan usaha sektor informal antara lain program pemberdayaan harus memperhatikan pedagang kecil, tepat sasaran, dapat meningkatkan pendapatan sehari-hari, menambah jumlah dan jenis barang dagangan, informasi program sampai ke masyarakat, menambah modal, membantu pembukaan usaha baru, perbaikan sarana dan prasarana usaha, dan membantu strategi pemasaran usaha. Tujuan umum yang akan dicapai dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal antara lain Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan. Tujuan umum ini memiliki pengertian bahwa pengembangan usaha dan peningkatan taraf pendapatan para pelaku usaha sektor informal dapat dicapai melalui pengembangan kemampuan pelaku usaha sektor informal sebagai upaya mengatasi keterbatasan diri pelaku usaha, keterbatasan modal, ketimpangan produktivitas kerja dan laba usaha, dan ketidaksampaian informasi-informasi pengembangan usaha kepada pelaku usaha sektor informal. Tujuan khusus pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan sebagai upaya pemecahan masalah yang ditujukan untuk menanggulangi akibat masalah yang perlu dipecahkan. Tujuan khusus tersebut adalah: a. Meningkatkan akses terhadap sumber daya b. Meningkatkan akses terhadap pemasaran c. Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha d. Meningkatkan akses pengetahuan dan keterampilan

116 Rekomendasi Kebijakan Program pemberdayaan usaha sektor informal yang telah disusun secara partisipatif perlu ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada pihakpihak yang terkait dan dianalisa melalui matriks analisis stakeholder. Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Kelurahan Campaka dan Lembaga Pengabdian Masyarakat Kelurahan Campaka. a. Mekanisme Pelaksanaan Rekomendasi 1. Melakukan pendataan ulang para pelaku usaha sektor informal di setiap RT di Kelurahan Campaka oleh LPM Kelurahan Campaka bekerja sama dengan Ketua-ketua RT se Kelurahan Campaka. 2. Data yang ada kemudian disampaikan kepada setiap Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Camat, Dinas Koperasi dan UKM, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung. 3. Forum komunikasi antar kelompok usaha tingkat Kelurahan melakukan pembentukan jaringan informasi dengan pihak Pemerintah Kota Bandung khususnya dengan Dinas Koperasi dan UKM, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Bandung. 4. Forum komunikasi antar kelompok usaha tingkat Kelurahan melakukan pembentukan jaringan informasi dengan pihak swasta, KADIN, dan LSM. Stakeholder yang perlu dilibatkan secara optimal dalam pelaksanaan rekomendasi antara lain : 1. Pemerintah Kota Bandung (Bagian Perekonomian, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Koperasi dan UKM) 2. Pemerintah Kecamatan Andir 3. Pemerintah Kelurahan Campaka 4. LPM Kelurahan Campaka 5. Ketua RW dan Ketua RT 6. Tokoh Masyarakat 7. Komunitas Usaha Sektor Informal Sumber daya yang perlu dioptimalkan dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal adalah sumber daya manusia, sumber daya kelembagaan

117 dan modal sosial. Sumber daya manusia yang ada di Kelurahan Campaka memiliki potensi untuk mengembangkan upaya pengembangan masyarakat sehingga masyarakat di kelurahan Campaka dapat berdaya secara sosial dan ekonomi. upaya Kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Campaka antara lain Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Kelurahan, PKK, koperasi, usaha simpan pinjam, kelompok arisan, Karang Taruna, kelompok pengajian/majelis taklim, kelompok tani dan peternak, Wirakarya, kelompok pemuda Babakan Cianjur, dan forum Ngadu Bako. Pihak-pihak yang Menerima Rekomendasi a. Rekomendasi Kebijakan kepada Pemerintah Kota Bandung Rekomendasi yang perlu disampaikan kepada pemerintah daerah adalah: 1. Pemerintah Kota diharapkan lebih memahami permasalahan yang dialami usaha sektor informal dan diharapkan lebih memberikan dorongan terhadap usaha sektor informal. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengadakan pertemuan dengan para pelaku usaha sektor informal untuk memberikan motivasi dan penyampaian informasi mengenai program-program pengembangan masyarakat terutama program yang berkaitan dengan pemberdayaan usaha sektor informal. 2. Pemerintah Kota diharapkan dapat memberikan program-program pengembangan masyarakat yang mudah diakses oleh pelaku usaha sektor informal dan diberikan tepat sasaran dalam rangka pengembangan ekonomi lokal, serta memberikan kemudahan kepada pelaku usaha sektor informal dalam memperoleh akses terhadap permodalan dan pemasaran. 3. Pemerintah Kota diharapkan dapat mengembangkan mekanisme komunikasi yang baik dalam penyampaian program pengembangan masyarakat, sehingga tidak terjadi lagi ketidaktahuan masyarakat terhadap keberadaan program pengembangan masyarakat terutama program yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan usaha sektor informal. Mekanisme komunikasi yang baik dapat dicapai dengan penyampaian informasi secara langsung kepada masyarakat melalui

118 forum informal masyarakat seperti majelis taklim dan temu wicara informal antara pejabat, aparat, dan masyarakat (di Kelurahan Campaka temu wicara tersebut adalah forum Ngadu Bako), sehingga penyampaian informasi benar-benar dapat diketahui tepat sasaran. Selain itu, Ketua Rukun Warga dan Rukun Tetangga sebaiknya dilibatkan secara penuh dalam perencanaan, penyampaian informasi dan pelaksanaan program. 4. Pemerintah Kota diharapkan dapat membantu pendampingan usaha sektor informal secara berkala dan berkesinambungan. Pendampingan usaha tersebut merupakan suatu kerjasama dengan berbagai pihak yang berasal dari luar komunitas (lembaga pengabdian masyarakat yang berasal dari lingkungan akademis) dan dalam komunitas (lembaga pengabdian masyarakat di daerah setempat) dengan instansi-instansi terkait, sehingga pendampingan usaha dapat diupayakan lebih menyeluruh. 5. Pemerintah Kota diharapkan dapat memelihara dan mengembangkan hubungan kelembagaan lintas sektoral dengan berbagai pihak (instansi pemerintah, kalangan swasta, lembaga pelayanan publik independen, kelembagaan intra komunitas) dalam rangka peningkatan jejaring sosial untuk memberdayakan usaha sektor informal di tingkat komunitas. b. Rekomendasi Kebijakan kepada Pemerintah Kelurahan Campaka Kecamatan Andir dan Pemerintah Kecamatan Andir Pelaksanaan program pengembangan masyarakat difokuskan di tingkat kelurahan. Pembangunan yang dilaksanakan di Kelurahan Campaka selain pembangunan fisik diperlukan pula upaya pemberdayaan masyarakat yang diperlukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pemberdayaan usaha sektor informal merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan partisipasi masyarakat dalam rangka peningkatan taraf pendapatan warga masyarakat (khususnya pelaku usaha sektor informal) dan pengembangan ekonomi lokal. Pemberdayaan usaha sektor informal sangat memerlukan perhatian dan bantuan dari pemerintah setempat di tingkat kecamatan dan kelurahan

119 untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat sehingga masyarakat mampu melaksanakan program pengembangan masyarakat secara partisipatif. Pelaksanaan program-program pengewmbangan masyarakat secara baik dan partisipatif oleh masyakat meruapakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan khususnya di tingkat kecamatan dan kelurahan. Rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah Kelurahan Campaka dan pemerintah Kecamatan Andir adalah: 1. Pemberian kemudahan pengaksesan dan pengontrolan terhadap program pengembangan masyarakat bagi pelaku pelaku usaha sektor informal. Kemudahan dalam memperoleh permodalan dan pengembangan pemasaran. Kerjasama dengan berbagai pihak untuk memperluas pemasaran hasil usaha sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan bagi warga miskin terutama pelaku usaha sektor informal yang bergerak di bidang usaha warungan, pedagang keliling, dan pedagang kaki lima. 2. Pemberian bantuan harus didasarkan pada proses seleksi yang ketat, pengujian kelayakan usaha dan kemampuan mencicil angsuran pinjaman. Masyarakat diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan pinjaman dana sesuai dengan kebutuhannya dan sanggup untuk mengembalikan dana yang dipinjamnya, sehingga dana tersebut dapat bergulir dan berkembang. 3. Memberikan kesempatan bagi pelaku usaha sektor informal untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan, sehingga dapat mengurangi atau menanggulangi permasalahan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. 4. Mengembangkan jejaring sosial dengan cara memperluas hubungan kelembagaan di dalam dan di luar komunitas untuk menggalang sumber daya dan memberikan akses dan kontrol bagi pelaku usaha sektor informal agar dapat memanfaatkan program pemberdayaan bagi pelaku usaha sektor informal. Jejaring kelembagaan yaitu mendayagunakan sumber potensi kelembagaan di kelurahan seperti Lembaga Pengabdian

120 Masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal. 5. Melakukan tertib administrasi kependudukan dan pendataan langsung secara faktual dan terperinci terhadap pelaku usaha sektor informal, sehingga diperoleh informasi faktual dan aktual bagi pelaksanaan program pengembangan masyarakat kepada pelaku usaha sektor informal. 6. Melakukan re-strukturisasi dan re-organisasi kepada kelembagaan sosial dan ekonomi yang telah ada di Kelurahan Campaka yang mengalami hambatan dalam perkembangannya. Re-strukturisasi dan re-organisasi ini terutama ditujukan pada Koperasi dan Lembaga Pengabdian Masyarakat. Koperasi dan Lembaga Pengabdian Masyarakat dapat dimanfaatkan untuk memajukan usaha sektor informal. c. Rekomendasi Kebijakan kepada Pengurus dan Anggota Lembaga Pengabdian Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Lembaga Pengabdian Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir secara tidak langsung maupun langsung dapat mempengaruhi perkembangan usaha sektor informal. Lembaga Pengabdian Masyarakat merupakan wadah pemberdayaan masyarakat di tingkat kelurahan yang dapat berrperan penting untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat khususnya pelaku usaha sektor informal. Rekomendasi kebijakan yang diberikan kepada Lembaga Pengabdian Masyarakat adalah : 1. Melakukan pendataan ulang para pelaku usaha sektor informal di setiap RT di Kelurahan Campaka bekerja sama dengan Ketua-ketua RT se Kelurahan Campaka. 2. Memperhatikan kebutuhan dan masalah yang dialami oleh pelaku usaha sektor informal berkaitan dengan aspek kelemahan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses permodalan, pemasaran, pengetahuan, keterampilan, dan program-program pengembangan masyarakat, 3. Memberikan kesempatan dan peluang bagi pelaku usaha sektor informal untuk memanfaatkan program P2KP dan berbagai program lainnya

121 dalam menambah permodalan dan mengembangkan peluang pemasaran usaha sektor informal. 4. Melibatkan diri secara aktif dalam berbagai program pengembangan masyarakat dan mendorong keswadayaan dan partisipasi aktif masyarakat untuk mewujudkan pengembangan ekonomi lokal dan keberhasilan pembangunan. d. Rekomendasi Kebijakan kepada Pihak Swasta (Kamar Dagang dan Industri, pengusaha setempat) 1. Pihak swasta diharapkan dapat memberikan program-program pengembangan masyarakat yang mudah diakses oleh pelaku usaha sektor informal dan diberikan tepat sasaran dalam rangka pengembangan ekonomi lokal, serta memberikan kemudahan kepada pelaku usaha sektor informal dalam memperoleh akses terhadap permodalan dan pemasaran. 2. Pihak swasta diharapkan dapat membantu pendampingan usaha sektor informal secara berkala dan berkesinambungan dan pelatihan kewirausahaan yang aplikatif.

122 DAFTAR PUSTAKA Allal, Maurice Micro and Small Enterprises (MSEs) In Thailand Definitions and Contributions. Series Editor By Gerry Finnegan. Working Paper 6 Project ILO/UNDP : THA/99/003. Arrow, Kenneth J Observations on Social Capital, in Partha Dasgupta & Ismail Serageldin (eds). Social Capital : A Multifaced Perspective. Washington DC : The World Bank. Baldridge, J.V Sociology : A Critical Approach to Power, Conflict, and Change. New York : MacMillan Pub.Co. BPS Statistik Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. BPS Statistik Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. BPS Statistik Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Bromley, Ray Introduction The Urban Informal Sector : Why Is It Worth Discussing? World Development Vol.6 No.9/10. England : Pergamon Press. Bullen, Paul The essence of evaluation? Australia : Management Alternatives Pty Ltd. Cahyat, Ade Governance Brief-Bagaimana Kemiskinan Diukur? Beberapa Model Penghitungan Kemiskinan di Indonesia. Forest and Governance Programme. CIFOR (Center for International Forestry Research). Caroline, O.N. Moser Informal Sector or Petty Commodity Production : Dualism or Dependence in Urban Development? World Development Vol.6 No.9/10. England : Pergamon Press. Cartwright, Dorwin dan Alvin Zander Group Dynamics - Research and Theory. 3 rd Edition. New York : Harper & Row (Publisher-Incorporated). Cary, Lee J Community Development As A Process. Columbia : University of Missouri Press. Chambers, Robert Pembangunan Desa, Mulai dari Belakang. Jakarta : LP3ES. Dasgupta, Partha dan Ismail Serageldin Social Capital : A Multifaced Perspective. Washington DC : The World Bank.

123 De Soto, Hernando Masih Ada jalan Lain Revolusi Tersembunyi di Negara Dunia Ketiga. Cetakan kesatu. Penerjemah : Masri Maris. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pedoman Umum P2KP Tahap II Urban Poverty Project, Bersama Membangun Kemandirian Dalam Pengembangan Masyarakat, serta Perumahan dan Permukiman Yang Berkelanjutan. Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Dolgoff, Ralph dan Donald Fedstein Understanding Social Welfare. New York : Harper & Row (Publisher-Incorporated). Donelson, R. Forsyth Group Dynamics, Rev. Edition of An Introduction to Group Dynamics. California : Brooks/Cole Publishing Company, A Division of Wadsworth, Inc.,. Dunham, Arthur Community Welfare Organization : Principles and Practice. New York : Thomas Y.Crowell Co.. Fukuyama, Francis, Social Capital in Lawrence E. Harrison and Samuel P. Hutington (eds) Culture Matter, How Values Shape Human Progress. New York : Basic Book. Grootaert, Christian Social Capital, Householed Welfare and Proverty in Indonesia, Local Level Institution Working. The World Bank Social Development Family Environmental and Socially Sustainable Development Network Number 6. Gunardi, Sarwititi S. Agung, dan Ninuk Purnaningsih Modul Pengantar Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Haeruman, H Peningkatan Daya Saing Industri Kecil untuk Mendukung Program PEL. Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing. Jakarta : Graha Sucofindo. Hudri Istilah Pekerjaan Sosial. Bandung : BPLTS. Ife, Jim Community Development, Creating Community Alternatives Vision, Analysis and Practice. Australia : Longman. Kartasasmita, Ginandjar Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta : PT. Pustaka Cidesindo. Kartasasmita, Ginandjar Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan Guna Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh dan Mandiri. (makalah Seminar Nasional Lembaga Pembinaan Pengusaha Kecil Menengah dan Koperasi GOLKAR). Jakarta.

124 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional KPEL- Kemitraan bagi Pengembangan Ekonomi Lokal. Jakarta : Sekretariat KPEL-Direktorat Kerjasama Pembangunan Sektoral dan Daerah. Keraf, Gorys Komposisi. Cetakan VIII. Flores : Nusa Indah. Korten, David C Community Management. Connecticut : Kumarian Press West Harvard,. Mehran, Farhad The Need For International Standards For Informal Sector Statitics. Article 03, Forum Vol. 3 No. 1. Moleong, Lexy J Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi Cetakan ke duapuluh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Nasdian, F. Tonny dan Arya Hadi Dharmawan Modul Sosiologi Untuk Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Nasdian, F. Tonny dan Bambang Sulistyo Utomo Modul Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Nasution, Muslimin Pemberdayaan Masyarakat : Tujuan Proses Pengembangan Masyarakat Yang Dibangun Di Atas Realitas. Jurnal Studi Pembangunan Volume 2 Nomor1. Jakarta. Nazir, M Metode Penelitian. Cetakan ke tiga. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nisbet. J. dan J. Watt Studi Kasus (Sebuah Panduan Praktis). Penerjemah : L. Wiliardjo. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. Shaw, M.E Group Dinamics : The Psychology of Small Group Behavior (3 rd edition). New York : McGraw-Hill. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (editor) Metode Penelitian Survai. cetakan kedua-agustus Jakarta : LP3ES. Sitepu, Nirwana S.K Statistik. Bandung : FMIPA UNPAD. Sitorus, M.T. Felix dan Ivanovich Augusta Modul Metodologi Kajian Komunitas. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Soekanto, Soerjono Sosiologi-Suatu Pengantar. Edisi Baru 4 cetakan ketigapuluh dua. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Soesilo, Nining I Manajemen Strategik Di Sektor Publik (Pendekatan Praktis) Buku II. Magister Perencanaan & Kebijakan Publik. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

125 Suharto, Edi Analisis Kebijakan Sosial : Model dan Panduan Praktis. Bandung : STKS Press. Sumardjo dan Saharudin, Metode-Metode partisipatif Dalam Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Sumarnonugroho, T., Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Cetakan Pertama. Yogyakarta : PT Hanindita. Sunarto, K Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit FE-UI. Sumarti, Titik dan Mu man Nuryana Modul Analisis Ekonomi Lokal. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Tobing, Elwin Masalah Struktural Peningkatan Kesempatan Kerja. The Prospect. The Indonesian Institute/ Tokman, Victor E An Exploration into the Nature of Informal-Formal Sector Relationships. World Development Vol.6 No.9/10. Pergamon Press, England. United Nations Human Rights and Poverty Reduction-A Conceptual Framework. New York : OHCHR-United Nations. Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar Metodologi Penelitian Sosial. Cetakan keempat. Jakarta : PT Bumi Aksara. Woolcock, M Social Capital and Economic Development : A Critical Review. Theory and Society. Forthcoming. World Bank Local Economic Development : LED Quick Reference. Washington DC : Urban Development Unit of The World Bank. Yustika, Ahmad Erani Industrialisasi Pinggiran. Cetakan I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

126 LAMPIRAN - LAMPIRAN

127 LAMPIRAN 1 : PETA WILAYAH KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT

128 LAMPIRAN 2 : PEDOMAN UNTUK PENGAMATAN BERPERAN SERTA 1. Mengamati situasi dan kondisi kehidupan warga sehari-hari. 2. Mengamati jenis usaha sektor informal. 3. Mengamati interaksi warga masyarakat dengan usaha sektor infrormal. 4. Mengamati perilaku usaha pelaku usaha sektor informal. 5. Mengamati kondisi usaha sektor informal. 6. Mengamati prospek/peluang pemasaran produk usaha sektor informal.

129 CATATAN PENGAMATAN Hari/Tanggal : Senin, 5 September 2005 Jam : WIB Status Yang Diamati : Pedagang Kupat Tahu/Gorengan dan Pedagang Nasi Kuning (dekat klinik medis Erwinda) Lokasi/Alamat : Jalan Babakan Cianjur Kel.Campaka Kec.Andir Pengamat : Muhammad Ridwan Kholis Pedagang kupat dan pedagang nasi kuning sudah mempersiapkan barang dagangan mereka di jalan Babakan Cianjur sekitar jam WIB. Pedagang kupat menempatkan roda jualannya dan pedagang nasi kuning menempatkan meja tempat dagangnya di depan salah satu rumah permanen milik seseorang di pinggir jalan Babakan Cianjur. Berselang kira-kira 15 menit kemudian sudah mulai ada calon pembeli yang mendatangi pedagang kupat tahu dan membeli beberapa bungkus kupat tahu, dan kemudian berdatangan pula pembeli yang lain. Para pembeli makanan untuk sarapan tersebut ada yang membeli nasi kuning namun ada pula yang membeli kupat tahu atau gorengan. Kesibukan mereka melayani pembeli terjadi antara sekitar jam sampai dengan jam Pada jam WIB para pembeli sudah mulai jarang terlihat namun masih ada yang datang membeli. Jam WIB suasana jalan Babakan Cianjur mulai lenggang, sekalikali ada motor dan pedagang keliling yang melintasi mereka. Jam hingga jam masih ada yang membeli gorengan. Nasi kuning sudah habis terjual

130 sekitar jam 09.10, dan pedagang nasi kuning kemudian mempersiapkan diri untuk pulang dan istirahat. Pedagang kupat tahu msih tetap berjualan hingga jam WIB. Pedagang kupat tahu membereskan tempat dagangannya pada jam WIB dan pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari tempat usahanya. Kondisi meja dagangan nasi kuning masih sangat sederhana, demikian pula roda tempat jualan kupat tampak kusam dan sederhana. Katel penggorengan tahu pada roda kupat tahu tampak bersih dan minyak goreng yang digunakan tampak masih baru. Pedagang nasi kuning memakai celana panjang dan kaos tanpa kerah yang tampak sedikit pudar warnanya. Pedagang kupat tahu memakai celana panjang dan blus berwarna polos. Pedagang kupat tahu adalah seorang ibu rumah tangga berusia sekitar 50 tahunan. Pedagang nasi kuning adalah seorang ibu rumah tangga berusia 30 tahunan yang berusaha membantu menambah pendapatan keluarga. Lokasi tempat berjualan dekat dengan rumah kontrakan. Hanya saja usaha mereka terbatas pada berjualan nasi kuning, kupat tahu, dan gorengan. Berjualan kupat tahu dan nasi kuning memiliki keterbatasan waktu karena makanan tersebut dibeli konsumen untuk sarapan pagi.

131 CATATAN PENGAMATAN Hari/Tanggal : Minggu, 4 September 2005 Jam : WIB Status Yang Diamati : Pedagang Lotek dan Rujak di pinggiran jalan Babakan Cianjur. Lokasi/Alamat : Jalan Babakan Cianjur Kel.Campaka Kec.Andir Pengamat : Muhammad Ridwan Kholis Pedagang Lotek mempersiapkan barang dagangan mereka di jalan Babakan Cianjur sekitar jam WIB dan jam WIB sudah siap berjualan. Dagangan yang dijualnya selain lotek adalah rujak dan jajanan anakanak. Barang dagangan di simpan di atas meja, meja yang digunakan dibuat sendiri oleh pedagang lotek tersebut dengan kondisi seadanya. Pembeli pada pagi hari tersebut kebanyakan anakanak dan balita ditemani ibunya masing-masing. Sekitar jam WIB mulai ada salah seorang warga sekitar yang membeli sebungkus lotek matang seharga Rp ,- Antara jam mulai berdatangan beberapa pembeli. Kesibukan melayani pembeli terjadi sekitar jam WIB. Jam sampai dengan jam WIB masih ada saja yang membeli lotek, rujak maupun jajanan anak-anak. Pembeli sudah berkurang pada jam WIB. Lotek matang sudah habis, yang masih tersisa adalah bahan lotek mentah dan rujak, dan sebagian jajanan anak-anak. Oleh karena itu pada jam 15.17, pedagang lotek tersebut pulang ke rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari tempat usahanya.

132 Pedagang lotek adalah seorang ibu rumah tangga berusia 35 tahun. Tempat usahanya di jalan Babakan Ciuanjur merupakan jalan kampung yang ramai dilewati banyak orang dan kebetulan kepadatan penduduk sekitar jalan tersebut cukup tinggi.

133 CATATAN PENGAMATAN Hari/Tanggal : Rabu, 7 September 2005 Jam : WIB dan jam WIB Status Yang Diamati : Warung (dekat pangkalan agen minyak tanah di Jl. Paledang) Lokasi/Alamat : Jalan Paledang RT 05 RW 02 Kel.Campaka Kec.Andir Pengamat : Muhammad Ridwan Kholis Pemilik warung membuka warung sekitar jam WIB. Warung tersebut menyediakan berbagai keperluan seperti rokok, permen, kopi, minuman ringan, kerupuk, roti dan mie instant. Pembeli datang sekira jam untuk membeli mie instant dan tampaknya berasal dari penduduk sekitar warung. Pembeli lainnya mulai banyak datang dari jam hingga Pembeli yang datang berasal dari sekitar warung tersebut dan para pengendara motor atau pejalan kaki yang akan berangkat kerja. Pemilik warung berusia 30 tahunan dan dalam menjalankan usahanya dibantu istri dan anaknya. Kondisi warung cukup rapi dan tersedia tempat duduk untuk sekedar minum kopi dan berbincang-bincang. Warung tidak terlalu luas hanya berukuran luas 3 m x 1,5 m. Lokasi warung berada di pinggir jalan Paledang di RT 05 RW 02. Jalan Paledang adalah jalan alternatif untuk menhindari kemacetan di jalan Cibeureum Raya atau pun jalan Garuda. Jalan Paledang pada jam hingga cukup ramai dilalui oleh pengendara kendaraan bermotor (mobil dan motor) yang akan berangkat kerja.

134 Warung masih buka pada jam WIB dan pembeli kebanyakan sedang meminum kopi atau minuman ringan sambil berbincang-bincang dengan pembeli lainnya. Para pembeli adalah para pemuda warga sekitar warung yang bertujuan untuk nongkrong atau main catur di tempat tersebut. Situasi warung tetap ramai tanpa mengganggu ketenangan dan ketentraman warga sekitar. Keramaian tersebut mulai berakhir sekitar jam WIB. Warung tutup pada jam WIB.

135 CATATAN PENGAMATAN Hari/Tanggal : Sabtu, 10 September 2005 Jam : WIB Status Yang Diamati : Pedagang kupat tahu dekat grosir Ridho Jalan Babakan Cianjur Lokasi/Alamat : Jalan Babakan Cianjur RW 07 Kel.Campaka Kec.Andir Pengamat : Muhammad Ridwan Kholis Pedagang kupat tahu mulai berjualan dari jam WIB. Roda tempat jualan kupat tahu ditempatkan dekat grosir Ridho di jalan babakan Cianjur. Pembeli datang sekira jam untuk membeli kupat tahu untuk sarapan sebelum berangkat kerja atau sekolah. Pembeli pada umunya berasal dari penduduk sekitar grosir atau penduduk sekitar jalan Babakan Cianjur. Pembeli lainnya mulai banyak datang dari jam hingga WIB. Pedagang kupat tahu adalah seorang perempuan berusia 40 tahunan dan berpakaian bersih. Kondisi tempat jualan terkesan bersih dan rapi. Pedagang kupat tahu menyediakan bangku untuk pembeli yang ingin memakan kupat tahu langsung di tempat tersebut. Tempat usaha hanya seluas kira-kira 1,5 m x 1,5 m. Lokasi sangat strategis karena berada di dekat grosir dan di pinggir jalan Babakan Cianjur. Grosir mulai buka jam WIB. Kupat tahu habis terjual sekitar jam WIB. Pedagang kupat tahu mulai membereskan usahanya pada jam WIB dan pulang ke rumahnya di sekitar Babakan Cianjur.

136 CATATAN PENGAMATAN Hari/Tanggal : Selasa, 13 September 2005 Jam : WIB Status Yang Diamati : Pedagang Batagor dekat depot air minum isi ulang Jalan Babakan Cianjur Lokasi/Alamat : Jalan Babakan Cianjur RW 07 Kel.Campaka Kec.Andir Pengamat : Muhammad Ridwan Kholis Pedagang batagor mulai berjualan dari jam WIB. Roda tempat jualan batagor ditempatkan dekat persimpangan jalan Babakan Cianjur menuju Babakan Radio. Lokasi tersebut dekat dengan depot air minum isi ulang. Pembeli pada umunya berasal dari penduduk sekitar jalan Babakan Cianjur. Pedagang batagor berusia kira-kira 35 tahunan dan berpakaian bersih. Kondisi tempat jualan terkesan bersih dan rapi. Pedagang batagor menyediakan bangku untuk pembeli yang ingin memakan batagor langsung di tempat tersebut. Tempat usaha hanya seluas kira-kira 1,5 m x 2 m. Lokasi sangat strategis karena berada di pinggir jalan Babakan Cianjur. Pembeli batagor mulai datang dari jam Batagor habis terjual jam WIB. Pedagang batagor kemudian membereskan tempat usahanya dan pulang ke rumahnya di sekitar Babakan Cianjur.

137 CATATAN PENGAMATAN Hari/Tanggal : Minggu, 11 September 2005 Jam : WIB Status Yang Diamati : Pedagang bubur ayam, pedagang gorengan, pedagang mie ayam/baso dan pedagang es campur. Lokasi/Alamat : Jalan Babakan Cianjur RW 07 Kel.Campaka Kec.Andir Pengamat : Muhammad Ridwan Kholis Pedagang bubur ayam, pedagang gorengan, pedagang mie ayam/baso dan pedagang es campur berada di suatu tempat lokalisasi usaha seluas 8 m x 2 m. Tempat tersebut berkerangka bambu dan beratapkan asbes. Pedagang bubur ayam adalah seorang lelaki berusia 50 tahunan. Pedagang bubur ayam tersebut mulai menempati tempat usahanya sekitar jam WIB. Pembeli datang mulai jam untuk sekedar menikmati bubur ayam atau sebagai alternatif makanan bayi usia 6 bulan ke atas. Pembeli bubur ayam lebih ramai pada jam WIB hingga jam WIB. Pedagang bubur ayam membereskan roda tempat usahanya pada jam dan pulang ke rumahnya di sekitar jalan Babakan Cianjur. Pedagang gorengan adalah seorang lelaki berusia 20 tahunan. Pedagang gorengan tersebut mulai berjualan dari jam WIB. Pembeli mulai datang jam WIB untuk membeli gorengan (goreng pisang, gehu dan lainlain) sebagai cemilan. Pembeli pada umunya berasal dari penduduk sekitar jalan Babakan Cianjur. Pembeli lainnya mulai banyak datang dari jam hingga WIB. Pedagang gorengan mulai membereskan roda tempat

138 usahanya dan pulang ke rumahnya di sekitar jalan Babakan Cianjur sekitar jam WIB. Pedagang mie ayam/baso adalah seorang lelaki berusia 45 tahunan. Pedagang mie ayam/baso tersebut mulai berjualan dari jam WIB. Pembeli mulai datang jam untuk membeli mie ayam/baso. Pembeli pada umunya berasal dari penduduk sekitar jalan Babakan Cianjur. Pembeli lainnya mulai banyak datang dari jam hingga WIB. Pedagang mie ayam/baso mulai membereskan roda tempat usahanya dan pulang ke rumahnya di sekitar jalan Babakan Cianjur sekitar jam WIB.

139 CATATAN PENGAMATAN Hari/Tanggal : Sabtu, 17 September 2005 Jam : WIB Status Yang Diamati : Pedagang Batagor dan Pedagang Ayam Goreng dekat depot air minum isi ulang Jalan Babakan Cianjur Lokasi/Alamat : Jalan Babakan Cianjur RW 07 Kel.Campaka Kec.Andir Pengamat : Muhammad Ridwan Kholis Pedagang batagor mulai berjualan dari jam WIB. Roda tempat jualan batagor ditempatkan dekat persimpangan jalan Babakan Cianjur menuju Babakan Radio. Lokasi tersebut dekat dengan depot air minum isi ulang. Pembeli pada umunya berasal dari penduduk sekitar jalan Babakan Cianjur. Pedagang batagor berusia kira-kira 35 tahunan dan berpakaian bersih. Kondisi tempat jualan terkesan bersih dan rapi. Pedagang batagor menyediakan bangku untuk pembeli yang ingin memakan batagor langsung di tempat tersebut. Tempat usaha hanya seluas kira-kira 2 m x 2 m. Lokasi sangat strategis karena berada di pinggir jalan Babakan Cianjur. Pembeli batagor mulai datang dari jam WIB. Pada jam terjadi lonjakan pembeli, terhitung sekitar 10 orang pembeli. Pedagang batagor tampak kerepotan melayani para pembeli namun dengan tangkas mempersiapkan dan memberikan batagor kepada para pembeli. Antrian pembeli tersebut selesai terlayani pada jam WIB. Batagor habis terjual jam 21.08

140 WIB. Pedagang batagor kemudian membereskan tempat usahanya dan pulang ke rumahnya di sekitar Babakan Cianjur. Pedagang ayam goreng berlokasi di samping pedagang batagor. Pedagang ayam goreng bertempat tinggal di dekat tempat usahanya. Pedagang ayam goreng adalah lelaki berusia 40 tahunan. Tempat usahanya berukuran 2 m x 2 m dan disediakan bangku bagi pembeli untuk menunggu matangnya ayam goreng. Pedagang ayam goreng mulai membuka dagangannya pada jam WIB. Pembeli mulai datang sekitar jam WIB. Pembeli mulai banyak berdatangan pada jam WIB. Dagangan ayam goreng habis terjual pada jam WIB. Pedagang ayam goreng pulang ke rumahnya sekitar jam

141 LAMPIRAN 3 : LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN DISKUSI KELOMPOK 1. Persiapan a. Berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh, tema yang akan didiskusikan dapat diperbaiki kembali. b. Menyusun daftar peserta yang akan diundang dalam diskusi kelompok. c. Susunan daftar peserta difokuskan kepada stakeholder utama (pelaku usaha sektor informal). d. Menata ruang diskusi sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya diskusi banyak arah. 2. Menyusun formasi diskusi a. Diskusi dipandu oleh seorang moderator dan dibantu oleh satu orang fasilitator. b. Untuk menciptakan suasana diskusi kelompok yang hidup ditentukan formasi setengah lingkaran. c. Moderator dan fasilitator berada diantara para peserta sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang intim di antara peserta dan fasilitator/moderator. 3. Memfasilitasi proses diskusi a. Moderator membuka diskusi dengan suara yang jelas dan mudah dimengerti oleh peserta. b. Moderator memperkenalkan diri sebelum diskusi dimulai. c. Menjelaskan prosedur diskusi yang akan berlangsung, masalah yang akan dibahas, bagaimana dan berapa lama proses diskusi akan berlangsung. d. Menjelaskan bahwa isu atau aspek yang ditarwarkan penting untuk didiskusikan dan tindak lanjut.

142 LAMPIRAN 4 : DOKUMENTASI DISKUSI KELOMPOK MENGENAI PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL Ketua RW 07 sedang memberikan arahan kepada peserta diskusi Diskusi Kelompok

143 AKTIVITAS USAHA SEKTOR INFORMAL Aktivitas usaha sektor informal pada pagi hari di Jalan Babakan Cianjur RW 07 Kelurahan Campaka Aktivitas usaha sektor informal pada siang hari di Jalan Babakan Cianjur RW 07 Kelurahan Campaka

144 Aktivitas Usaha Sektor Informal Warung di RT 04 RW 06 Kelurahan Campaka

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 .. Janganlah kamu menyembah

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka a. Masalah Sosial dan Kemiskinan

TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka a. Masalah Sosial dan Kemiskinan TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka a. Masalah Sosial dan Kemiskinan Gillin dan Gillin (2001) mengemukakan bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat,

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

METODE KAJIAN. Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung METODE KAJIAN Kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan di kelurahan Campaka kecamatan Andir kota Bandung dengan pertimbangan Kelurahan Campaka merupakan kelurahan yang telah tersentuh program-program

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) (Studi kasus di PKBM Mitra Mandiri Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi))

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2013

Laporan Akhir Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2013 Laporan Akhir Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2013 DI JAWA TIMUR Ketua Tim Peneliti: Dr. (NIDN:0006096604) Anggota Peneliti Dra. Sutinah, MS (NIDN:0016085807) Drs. Septi Ariadi, MA

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

Heni Holiah Komisi Pembimbing : Dr. Er. I

Heni Holiah Komisi Pembimbing : Dr. Er. I STRATEGI DALAM MENGATASI PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) MENGACU PADA TIPOLOGI PERKEMBANGAN KUBE (STUDI KASUS DI RW 01 KELURAHAN KEBON WARU KECAMATAN BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, yang memiliki berbagai latar belakang dan penyebab. Bahkan, di beberapa negara menunjukkan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya 33 ABSTRACT ANDRI APRIYADI. The Strategic and Programs of Empowerment Poor People through Kelompok Usaha Bersama in Bogor District. Under guidance of YUSMAN SYAUKAT and FREDIAN TONNY NASDIAN. The objective

Lebih terperinci

DocuCom PDF Trial. Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DocuCom PDF Trial.   Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Generasi muda adalah bagian dari penduduk dunia yang sangat potensial dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Namun permasalahan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di banyak negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di banyak negara berkembang, mencakup lebih dari satu milyar penduduk dunia, baik itu di daerah pedesaan maupun di perkotaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera lahir dan

BAB I PENDAHULUAN adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera lahir dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera lahir dan batin. Sebagai upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU) MOHAMAD ZAINURI SEKOLAH

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang saat ini masih dialami oleh negara-negara berkembang yang ada di dunia, termasuk negara Indonesia. Banyak

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN

Lebih terperinci

2014 PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT.

2014 PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan masalah sosial yang saling berkaitan dengan faktor lainnya seperti ekonomi, sosial dan budaya. Kemiskinan bukan hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika hanya

I. PENDAHULUAN. sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika hanya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan bagian terkecil dari komponen perekonomian suatu bangsa yang ikut mempengaruhi sendi-sendi kehidupan. Oleh karena itu, rumah tangga memegang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemuda adalah generasi penerus perjuangan dan cita-cita bangsa, sehingga pemuda yang mempunyai potensi yang cukup besar ini perlu didukung sepenuhnya baik oleh pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas permasalahan yang bersifat krusial seringkali dihadapi para

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas permasalahan yang bersifat krusial seringkali dihadapi para 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas permasalahan yang bersifat krusial seringkali dihadapi para perempuan. Beberapa hal yang menonjol antara lain dihadapkan pada persoalan pemenuhan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TESIS. Oleh HENDRA ABDILLAH LUBIS /PWD

ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TESIS. Oleh HENDRA ABDILLAH LUBIS /PWD ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TESIS Oleh HENDRA ABDILLAH LUBIS 097003038/PWD S E K O L A H PA S C A S A R JA N A SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia dewasa ini kondisinya dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia dewasa ini kondisinya dirasakan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia dewasa ini kondisinya dirasakan sangat memprihatinkan. Hal ini terlihat pada sektor industrialisai dan urbanisasi di daerah perkotaan

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh

STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh STRATEGI PENINGKATAN PEMASARAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS HESSA AIR GENTING KECAMATAN AIR BATU KABUPATEN ASAHAN TESIS Oleh Yetty Fitri Yanti Piliang 107039009/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang selalu menjadi isu sentral dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Meskipun kemiskinan pernah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan suatu proses perubahan secara terus menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) BAGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

EVALUASI DAMPAK PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) BAGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI EVALUASI DAMPAK PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) BAGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR OLEH : TUNGGUN M NAIPOSPOS 060501036 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2006, tingkat kemiskinan di Indonesia masih mencapai 17,8 persen yang berarti sekitar 40 juta jiwa masih berada di bawah garis kemiskinan. Salah satu akibat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci