IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 70 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik dan Kondisi Balai Inkubator Teknologi Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik lembaga pemerintah pusat yang berada di bawah naungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). BPPT adalah lembaga pemerintah non-departemen yang berada dibawah koordinasi Menteri Negara Riset dan Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan pemerintah di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. BIT didirikan pada bulan April 2001, berada di bawah koordinasi Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi. BIT berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Tujuan didirikannya BIT adalah sebagai wahana untuk menciptakan enterpreneur inovatif dari kalangan mitra ABG (Academic, Business, Government) sehingga dapat menjadi unit usaha baru yang berbasis teknologi atau inovasi yang memiliki daya saing, tangguh dan mandiri. Disamping itu BIT juga berperan sebagai lembaga intermediasi untuk meningkatkan daya saing UKM Aspek Legal Aspek legal merupakan hal yang penting dalam pengelolaan suatu organisasi karena dalam aspek ini tercermin komitmen manajemen dalam pengelolaan organisasi, yang dituangkan dalam dasar hukum yang lebih formal dan diwujudkan dalam wadah organisasi. BIT sebagai suatu organisasi juga mempunyai aspek legal atau dasar hukum pembentukannya. Dasar hukum pembentukan BIT adalah (1) Keppres No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; (2) Keppres No. 30 /2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; (3) Keputusan Ka. BPPT No. 102 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi BPPT.

2 Aspek Organisasi Terkait dengan aspek legal seperti dipaparkan di muka, struktur organisasi BIT sangat dipengaruhi oleh aspek legalnya, selain itu struktur organisasi BIT dipengaruhi oleh kebijakan Kepala BPPT. Pembahasan struktur organisasi BIT secara umum mencakup struktur organisasi itu sendiri, pengelola, serta komposisi pengelolanya. 1. Struktur, uraian tugas dan standart operational procedure (SOP) organisasi BIT BIT dipimpin oleh Kepala Balai setingkat eselon III, dan bertanggung jawab langsung kepada Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi. Dibawah Kepala Balai terdapat 2 (dua) Kepala Seksi yaitu Kepala Seksi Fasilitasi dan Advokasi dan Kepala Seksi Kerjasama dan Pemasyarakatan dan 1 (satu) Kepala Sub Bagian Tata Usaha setingkat eselon IV. Untuk lebih lengkapnya struktur organisasi BIT dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Bagan Organisasi BIT (BIT 2010) Ditinjau dari jumlah pucuk pimpinan, maka struktur organisasi BIT merupakan bentuk organisasi tunggal dimana organisasi ini pucuk pimpinannya berada di tangan seorang (Sutarto 2006). Apabila ditinjau dari saluran wewenang,

3 72 maka struktur organisasi BIT bentuk organisasi jalur, fungsional dan staf dimana organisasi semacam ini wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi di bawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan tiap bidang berhak memerintahka kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya (Sutarto 2006). Sedangkan bagan organisasi BIT seperti yang terlihat pada Gambar 7, merupakan bagan organisasi piramid. Bagan organisasi piramid ialah bagan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari atas ke bawah, atau sebaliknya. Bagan piramid merupakan bagan organisasi yang paling lazim dipakai oleh berbagai organisasi (Sutarto 2006). Selain memiliki struktur organisasi, berdasarkan hasil survey BIT juga mempunyai uraian tugas dan Standard Operating Procedures (SOP) secara tertulis. 2. Pengelola Pengelola BIT terdiri dari Leason Officer (LO), tenaga teknis dan tenaga administrasi. Selain itu, dalam pengelolaan BIT juga dibutuhkan tenaga konsultan yang memiliki berbagai keahlian seperti di bidang teknologi terapan, kewirausahaan, perencanaan usaha, hukum, community development, perbankan, dan sebagainya. Sebagian tenaga ahli tersebut merupakan pegawai dari BIT dan sebagian lain merupakan tenaga ahli dari luar BIT. 3. Sasaran kegiatan Kegiatan utama BIT adalah menumbuhkembangkan dan memberikan penguatan kepada UKM berbasis teknologi binaan (tenant) melalui pelatihan, bimbingan dan pendampingan, konsultasi bisnis, dan sebagainya. Dan sasaran kegiatannya adalah tumbuhnya UKM pemula berbasis teknologi. Jumlah tenant yang dibina selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun ) oleh BIT adalah tenant atau 20 tenant per tahun, dan pada tahun 2011 ini, BIT akan membina 6 inwall tenant dan baru. Tenant yang dibina BIT berupa tenant inwall dan outwall. Tenant inwall dibina dalam suatu ruangan atau lingkungan yang dilengkapi dengan sarana fisik dan fasilitas kantor. Sementara tenant outwall dibina di luar lingkungan tersebut. Hasil survei yang

4 73 dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 30 % tenant yang dibina oleh BIT merupakan tenant outwall, sedangkan tenant inwall sebanyak 70 %. Tabel 13 Beberapa tenant BIT tahun No. Nama Tenant Jenis Tenant Tanggal Masuk 1. PT. Diyna Energy Outwal Tenant PT. Situsnet Global Solution Outwall Tenant PT. Igosnet Solution Outwall Tenant Rodite Ogie Outwall Tenant CV. Mega Kirana Tiga Outwall Tenant PT. Prima Citra Indonesia Outwall Tenant PT. Inovasi Multi Teknologi Outwall Tenant CV. BERKATTA Outwall Tenant CV. Hidro Guna Sedaya Outwall Tenant PT. Nur Baiti Viani Inwall Tenant PT. Medixe Sekawan Utama Inwall Tenant Institute for Science & Inwall Tenant Engineering Development 13. Sinergi Inovasi Teknologi Inwall Tenant CV. Bukit Indah /Biopestisida Inwall Tenant CV. Bukit Organik Inwal Tenant CV. Nanotech Indonesia Inwall Tenant PT. Nusa Reagen Inwall Tenant Sumber : BIT, Permasalahan dalam aspek organisasi Permasalahan dalam aspek organisasi yang dihadapi BIT adalah, jumlah dana pembinaan tenant, jumlah dan kompetensi SDM pengelola yang profesional, infrastruktur, networking dan kebijakan. Berdasarkan hasil survei, kendala dalam aspek organisasi dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendanaan pembinaan tenant yang terbatas; (2) Networking yang lemah; (3) Kebijakan yang kurang mendukung; (4) Jumlah SDM yang profesional terbatas; (4) Keterbatasan infrastruktur (tempat dan lahan tenant ) Dengan berbagai permasalahan tersebut, telah dilakukan upaya untuk mencari jalan keluar atau penyelesaian masalah. Berikut ini upaya yang telah dilakukan oleh BIT dalam mengatasi permasalahan sebagai berikut : 1. Upaya mengatasi keterbatasan pendanaan antara lain : a. Meminta tambahan dana dari lembaga induk. b. Mencari dana dari kementerian/non kementerian yang menangani UKM. b. Mencari dana dari pemerintah daerah melalui program-program yang sesuai. c. Mewajibkan mitra binaan ikut share dalam pendanaan.

5 74 d. Mencari sponsor dari luar lembaga. e. Mendirikan unit usaha jasa (kursus-kursus, pelatihan dan lain-lain). 2. Upaya mengatasi kebijakan yang kurang mendukung dan networking yang lemah antara lain : a. Memperkuat networking dengan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. b. Memperkuat networking dengan membuat Perjanjian Kerjasama dengan beberapa lembaga yang komitmen untuk bekerjasama dalam membina UKM. b. Melakukan pendekatan, sosialisasi dan lobi ke kementerian KUKM dan Menko Perekonomian. c. Membentuk forum inkubator bisnis. d. Sosialisasi ke berbagai stakeholders. 3. Upaya mengatasi keterbatasan infrastruktur (tempat dan lahan tenant) antara lain : a. Meminta kepada lembaga induk untuk menyediakan infrastruktur yang memadai. b. Meminta kepada pemerintah pusat untuk menyediakan infrastruktur. 4. Upaya mengatasi keterbatasan SDM yang professional antara lain mengirim/ mengikutsertakan karyawan ke berbagai pelatihan-pelatihan, bekerjasama dengan lembaga terkait terutama di lingkungan BPPT, LIPI dan lain-lain. Kendatipun upaya-upaya tersebut telah dilakukan secara maksimal, akan tetapi belum memberikan hasil yang maksimal khususnya untuk pendanaan tenant yang sifatnya jangka panjang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama ini BIT belum mendapat dukungan/komitmen pendanaan khususnya pendanaan jangka panjang untuk pembinaan tenant baik dari lembaga induk dalam hal ini BPPT maupun dari lembaga lain dan pemerintah pusat Aspek Keuangan 1. Sumber dana Sumber dana untuk kegiatan operasional rutin dari BIT sepenuhnya berasal dari APBN, dan pendanaan untuk pembinaan tenant sebagai besar juga dari dana APBN dan sebagian kecil dari mitra dan tenant.

6 75 Tabel 14 Jumlah dana rutin operasional dan pembinaan tenant BIT tahun No. Jenis Dana Jumlah dana (juta) Tahum Dana rutin operasional Dana pembinaan untuk tenant Dana untuk lainnya (insentif untuk pengembangan LI di 24 kota dari Menko Perekonomian) Sumber; BIT, Penggunaan dana Secara umum, dana yang diperoleh BIT digunakan untuk : a. Kegiatan operasional BIT merupakan biaya rutin untuk keperluan perawatan kantor, biaya operasional seperti listrik, telepon, kendaraan, alat tulis kantor, kebersihan dan biaya tenaga pengelola. b. Biaya pelaksanaan program/kegiatan seperti pelatihan, pameran, magang, pendampingan, monitoring dan lainnya. 3. Pengalaman berhubungan dengan lembaga keuangan BIT belum pernah memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan bank/non bank, namun BIT berperan dalam memfasilitasi tenant khususnya yang memiliki usaha yang layak dan memiliki prospek untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan bank/non bank. Selain sebagai fasilitator, BIT juga menjadi avalis dan memberikan rekomendasi bagi tenant UKM binaannya kepada perbankan. Namun demikian tidak semua UKM yang direkomendasikan berhasil memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lembaga keuangan atau perbankan cenderung membiayai usaha yang sudah berjalan dan bank masih banyak yang beranggapan bahwa usaha tenant belum layak. Bagi UKM yang sudah mendapat pembiayaan dari bank, BIT tetap membantu agar dana yang dipinjam dapat dikembalikan oleh tenant secara tepat waktu.

7 76 4. Masalah pendanaan Kendatipun BIT memiliki sumber dana rutin yang berasal dari lembaga/instansi yang menaunginya, namun jumlahnya kurang memadai sehingga potensi UKM yang ada masih belum dapat digarap secara menyeluruh dan optimal. Sumber dana tersebut umumnya sebagian besar hanya cukup untuk membiayai kegiatan rutin operasional kantor. Selain jumlah dana yang tidak memadai, masalah lain yang dihadapi adalah terbatasnya sumber dana jangka panjang dari sumber yang bervariasi. BIT juga memiliki sumber dana lain (seperti yang berasal dari kerjasama program dengan stakeholder atau yang berasal dari hasil jasa usaha), umumnya memiliki kegiatan yang lebih padat. Tetapi jika sudah tidak memiliki kerjasama program atau kerjasama program telah berakhir, cenderung mengalami pengurangan kegiatan Aspek Operasional Aspek operasional BIT meliputi : kriteria calon tenant binaan, periode dan tahapan, strategi pembinaan, kriteria keberhasilan pembinaan, fasilitas dan jasa layanan, sumber pendanaan, dasar penetapan biaya pembinaan, jenis industri tenant, hubungan BIT dengan tenant. 1. Kriteria tenant Kriteria calon tenant yang telah ditetapkan oleh BIT yaitu : a. Ide atau gagasannya memiliki potensi komersial. b. Berpotensi menciptakan lapangan kerja. c. Adanya kesamaan antara kebutuhan tenant dan layanan yang diberikan BIT. d. Intensitas litbang besar dan produknya berbasis teknologi atau inovasi. e. Mempunyai teamwork yang potensial. f. Secara pribadi memiliki potensial kemampuan kewirausahaan. g. Memiliki suatu rencana bisnis yang berisi fokus utama bisnisnya, informasi pasar, pesaing, konsumen dan perkiraan cashflow. 2. Periode dan tahapan inkubasi Inkubasi adalah proses pembinaan bagi tenant dan atau pengembangan produk baru yang dilakukan oleh BIT dengan cara penyediaan sarana dan prasarana

8 77 usaha, pengembangan usaha, dukungan manajemen serta teknologi. Periode inkubasi BIT secara konseptual dilakukan berdasarkan beberapa tahapan, yaitu : a. Periode pengembangan konsep/ide awal dan rencana usaha. b. Start Up Period : penerapan konsep dan rencana usaha menjadi usaha awal yang masih coba-coba. c. Pilot Project Period : penerapan usaha yang sebenarnya, yang dilakukan sesuai rencana usaha tetapi belum mencapai hasil yang optimal. d. Roll Out Period : usaha yang sudah berjalan stabil dan menunjukkan peningkatan volume, nilai tambah dan produktivitas. Berdasarkan hasil survei, periode inkubasi yang dilakukan BIT dari tahap awal sampai Roll Out bervariasi antara tenant yang satu dengan yang lain, dan berkisar antara 1 s.d 5 tahun. 3. Sumber dana inkubasi Sumber dana untuk tahapan/proses inkubasi, selain berasal dari BIT, juga dari kerjasama program dengan BUMN, Kemenkop & UKM, Dikti-Kemdiknas, Pemerintah Daerah, serta kerjasama dengan stakeholders lain. Sumber dana untuk inkubasi, dilihat dari sasarannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu dana untuk operasional proses inkubasi (pembinaan dan pelatihan tenant) dan dana untuk penguatan usaha tenant. Gambar 8 Skema proses inkubasi tenant di Balai Inkubator Teknologi (BIT 2010)

9 78 4. Strategi pembinaan Strategi pembinaan BIT kepada tenant selama masa inkubasi terkait erat dengan tahapan proses inkubasi yang terdiri dari konsep/ide awal, Start Up, Pilot Project dan Roll Out. Strategi pembinaan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi usaha dan kemampuan tenant. Dalam tahapan pembinaan tenant, kegiatan yang dilakukan untuk setiap tahapan adalah sebagai berikut : a. Tahap pengembangan ide dan konsep awal 1) Pemantapan wirausaha melalui pelatihan dasar, studi banding dan sharing success story dari pengusaha sukses. 2) Pembuatan dan konsultasi business plan. 3) Pembinaan dan pendampingan. 4) Pemberian insentif. b. Tahap Start Up 1) Pencarian dan peningkatan akses pasar melalui pameran dan pengembangan jaringan pasar. 2) Magang usaha. 3) Peningkatan akses sumber dana (investor atau lembaga keuangan). 4) Pembinaan dan pendampingan. 5) Konsultasi bisnis. c. Tahap Pilot Project 1) Penyebarluasan informasi produk dan jasa. 2) Penelitian mengenai kepastian pasar. 3) Pemantapan jaringan dengan pemerintah, BUMN dan Bank. 4) Penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seperti: e-commerce. 5) Penggunaan aplikasi computer. 6) Pemantapan kelembagaan. 7) Penguatan legalitas. 8) Pencapaian dan peningkatan efesiensi dan daya saing. 9) Konsultansi bisnis. d. Tahap Roll Out 1) Pengembangan pasar.

10 79 2) Pengawasan hak cipta, hak merk dan lain-lain. 3) Pengembangan pasar domestik maupun ekspor. 4) Penguatan akses dan jaringan permodalan dengan BUMN dan bank. 5) Menjalin jaringan dengan lembaga lain. 6) Pertumbuhan dan penguatan efisiensi dan daya saing. 7) Penguatan Manajemen. 8) Konsultansi bisnis. Untuk melaksanakan strategi pembinaan kepada tenant, dibutuhkan tenaga ahli, antara lain di bidang teknologi terapan, kewirausahaan, perencanaan usaha, hukum, community development, perbankan dan sebagainya. Sebagian tenaga ahli difasilitasi dari BIT, dan sebagian lain dari lembaga/institusi di luar BIT. BIT tidak menempatkan tenaga khusus untuk setiap tahapan dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi serta kesinambungan pembinaan untuk masing-masing tahapan proses inkubasi. 5. Kriteria keberhasilan tenant Secara ideal keberhasilan BIT dalam membina tenant dapat diukur pada masing-masing tahapan proses inkubasi. BIT menetapkan kriteria keberhasilan untuk setiap tahapan proses inkubasi, khususnya untuk tahapan Pilot Project atau Roll Out. Hal ini sangat terkait dengan adanya persyaratan/kriteria dalam rangka memperoleh pembiayaan dari program pemerintah atau persyaratan dalam rangka kerjasama dengan lembaga keuangan (BUMN dan perbankan). Secara keseluruhan kriteria keberhasilan tenant untuk masing-masing tahapan proses inkubasi dapat digambarkan sebagai berikut : a. Tahap pengembangan ide dan konsep awal 1) Memiliki ide yang inovatif dan layak. 2) Mampu membuat rencana bisnis. 3) Memiliki produk dan jasa yang lebih spesifik. 4) Memiliki potensi pasar lokal dan regional. b. Tahap Start Up 1) Memiliki akses ke pasar lokal. 2) Memiliki produk/jasa lebih inovatif dan variatif. 3) Mengembangkan prototipe dan kapasitas.

11 80 4) Dapat menggunakan teknologi informasi. 5) Dapat mengakses pasar dengan menggunakan e-commerce. c. Tahap Pilot Project 1) Dapat mengakses pasar lokal/nasional. 2) Dapat meningkatkan modal yang bersumber dari BUMN/bank. 3) Mendapatkan HKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). d. Tahap Roll Out 1) Mencapai Break Even Point (BEP) dan dapat bersaing. 2) Tumbuh sesuai dengan Business Plan. 3) Siap mandiri secara komersial. 4) Mencapai peningkatan volume usaha, nilai tambah dan produktivitas usaha. 5) Mampu mengembangkan networking. Pada dasarnya, BIT mempunyai peran yang cukup besar dalam mengembangkan tenant sehingga dapat berkembang lebih baik hingga tahap Roll Out. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua tenant yang dibina BIT dapat berkembang hingga ke tahap Roll Out. Keberhasilan tersebut berkisar 80% saja dari jumlah tenant yang dibina. Kegagalan tenant yang dibina dalam mengembangkan usahanya tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi tenant. Berdasarkan pengalaman BIT, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan usaha tenant yang dapat diperingkat sebagai berikut (1) Pengusaha kurang gigih; (2) Prospek pasar kurang cerah; (3) Keterbatasan modal; (4) Keterbatasan kemampuan SDM; (5) Kurangnya networking/jaringan usaha; (6) Terputusnya hubungan dengan BIT; (7) Adanya barang subsitusi yang lebih baik dan harga murah; (8) Persaingan pasar yang tidak sehat. 6. Jenis industri Jenis industri yang dibina BIT beragam, yakni industri manufaktur, industri kreatif, agroindustri. Jenis industri binaan BIT berturut-turut dari yang paling besar adalah sebagai berikut : a. Industri manufaktur (50 %). b. Industri kreatif (30 %). c. Agroindustri (20 %).

12 81 7. Dasar penetapan biaya pembinaan Dasar penetapan biaya pembinaan oleh BIT yang dikenakan pada tenant, secara berturut-turut digambarkan sebagai berikut : a. Besarnya fasilitas yang diterima tenant ( 5%). b. Tidak dipungut biaya (70 %). c. Besarnya modal usaha tenant (10 %). d. Kemapanan usaha (15 %). BIT memungut biaya kepada tenant terbilang murah, yaitu maksimum Rp per bulan tergantung dari jenis dan banyaknya fasilitas yang digunakan dan pelatihan yang diperoleh. Biaya yang ditetapkan umumnya digunakan untuk keperluan pembinaan tenant inwall antara lain sewa ruangan, biaya listrik, telepon dan lainnya, biaya mengikuti pelatihan dan biaya untuk pameran. Biaya mengikuti pelatihan seringkali disubsidi oleh mitra yang memiliki program kerjasama dengan BIT. Biaya-biaya yang dipungut dari tenant secara keseluruhan tidak cukup untuk membiayai pembinaan tenant. Selain merupakan komitmen dari BIT, alasan lain yang mendasari tidak dipungut/kecilnya biaya yang diwajibkan kepada tenant adalah karena BIT merupakan lembaga pemerintah dan kondisi tenant yang memang tidak/belum mampu membayar sebagaimana yang diharapkan. 8. Hubungan dengan tenant Tenant yang sudah keluar dari BIT, sebagian masih memiliki hubungan yang baik dengan BIT dan sebagian lain tidak. Tenant yang tidak memiliki hubungan dengan BIT paska inkubasi umumnya disebabkan jarak dan lokasi yang memang jauh, berpindah alamat, dan terputus komunikasi karena tidak ada monitoring. Jumlah tenant yang masih memiliki hubungan dengan BIT sampai saat ini sekitar 45 %. Sementara itu, tenant yang masih mempunyai hubungan dengan BIT umumnya berupa konsultasi bisnis, pemasaran, teknis dan manajemen, pemanfaatan teknologi informasi, kepemilikan/penyertaan modal dan networking. Hubungan konsultasi bisnis dan networking merupakan hubungan yang paling banyak terjadi mengingat hubungan tersebut tidak mengikat dan bersifat sukarela. Sementara hubungan lain yaitu pemasaran, teknis manajemen, dan kepemilikan relatif lebih mengikat. Berdasarkan hasil survei secara lebih rinci

13 82 dapat digambarkan hubungan antara BIT dengan tenant dengan peringkat sebagai berikut : a. Konsultasi bisnis (11 tenant). b. Networking (8 tenant). c. Pemasaran (2 tenant). d. Teknis manajemen (2 tenant). e. Kepemilikan (2 tenant) Aspek Monitoring Monitoring merupakan aspek yang penting terutama untuk mengetahui perkembangan keberhasilan ataupun kegagalan tenant baik dalam masa inkubasi maupun paska inkubasi. Monitoring tenant outwall membutuhkan perhatian lebih khusus mengingat jarak dan lokasi yang tidak dekat sehingga tidak dapat dilihat setiap saat; disamping itu tenant outwall relatif lebih dinamis dan mudah terpengaruh oleh perkembangan lingkungan baik positif maupun negatif di luar kendali BIT. Oleh karena itu diperlukan instrumen monitoring yang efektif untuk memantau perkembangan tenant. BIT berpendapat bahwa monitoring mempunyai peranan penting dalam mendukung keberhasilan tenant. Dengan monitoring akan dapat terpantau perkembangan usaha yang dilakukan tenant serta dapat diketahui secara dini permasalahan yang dihadapi oleh tenant untuk kemudian dicari solusi atau pemecahannya. 1. Instrumen monitoring Secara umum instrumen monitoring yang dapat digunakan antara lain pelaporan tertulis secara periodik dari tenant ke BIT, kunjungan langsung, dan penggunaan sarana komunikasi seperti telepon, dan sebagainya. 2. Frekuensi monitoring Monitoring yang dilakukan berkala dengan frekuensi yang tinggi, dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada tenant. Tetapi karena keterbatasan dana monitoring, maka frakuensi monitoring yang dilakukan oleh BIT setiap empat (4) kali setahun. Frekuensi monitoring bisa lebih banyak apabila memang

14 83 tenant sedang menghadapi masalah pada masa inkubasi, terutama untuk outwal tenant. 3. Sumber dana monitoring Sumber dana monitoring dengan menggunakan telepon dan kunjungan ke lapangan sebagian besar berasal dari dana rutin operasional kantor. Sumber dana lainnya untuk kunjungan lapangan menggunakan dana dari lembaga terkait yang merupakan mitra kerja BIT. Selain itu BIT juga memiliki sumber dana untuk monitoring yang berasal dari jasa usaha yang disisihkan untuk kepentingan monitoring. 4. Permasalahan monitoring dan solusinya Berdasarkan pengalaman, fungsi monitoring tidak dapat dilakukan secara ideal, hal ini disebabkan oleh antara lain keterbatasan sumber dana, tenaga kerja, jarak lokasi yang jauh dan lainnya. Berikut ini dapat digambarkan permasalahan BIT dalam melakukan monitoring, sesuai dengan rangking permasalahan serta upaya penyelesaiannya. Tabel 15 Permasalahan monitoring BIT dan solusinya No. Permasalahan Solusi 1. Keterbatasan dana a. Kerjasama dengan mitra b. Mencari tenant yang jaraknya dekat dengan BIT Mengurangi frekuensi monitoring 2. Keterbatasan SDM a. Monitoring kepada tenant yang sangat membutuhkan b. Mengurangi frekuensi monitoring 3. Jarak wilayah tentant yang jauh a. Monitoring ke wilayah yang mudah dijangkau b. Monitoring melalui telepon c. Monitoring wilayah yang dekat dengan BIT 4. Lainnya a. Monitoring melalui telepon Sumber: BIT, Analisis Fungsi Balai Inkubator Teknologi Fungsi Organisasi 1. Visi dan misi Visi dari BIT adalah menjadi pusat unggulan inkubasi teknologi dalam rangka mewujudkan wirausaha baru yang tangguh, mandiri dan berdaya saing, sedangkan misi dari BIT adalah :

15 84 a. Wahana terkemuka dalam pengembangan wirausaha baru berbasis teknologi atau inovasi. b. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi UKM yang berbasis teknologi atau inovasi. c. Mitra terpercaya dalam mengelola jaringan kerjasama antara tenant, lembaga litbang, perguruan tinggi, lembaga keuangan dan dunia usaha. d. Pusat askes informasi ke lembaga litbang, jaringan profesional, teknologi dan investasi. Visi yang dibuat oleh BIT diatas sesuai dengan pendapat dari Helgeson (1996) dalam Salusu (1996), dimana BIT mempunyai visi akan menjadi pusat unggulan inkubasi teknologi untuk menciptakan wirausaha baru berbasis teknologi sudah didasarkan atas argumen yang rasional. Argumen yang rasional tersebut didasarkan adanya dukungan SDM, sarana dan prasarana serta pendanaan rutin untuk operasional yang dipunyai BIT cukup memadai sehingga lembaga ini mampu mewujudkan visi tersebut diatas. Selain itu misi yang yang kan dijalankan oleh BIT juga sudah sesuai dengan persyaratan sebuah misi, sesuai pendapat dari Helgeson (1996) dalam Salusu (1996). Yang membedakan misi dari BIT dengan lembaga lain yang sejenis dan menjadi ciri yang khas adalah penekanannya untuk menciptakan wirausaha yang berbasis teknologi. 2. Aturan Aturan dalam setiap organisasi dibutuhkan untuk menciptakan para karyawan dan anggota yang tertib sesuai dangan peraturan yang telah disepakati. Kebanyakan organisasi yang tidak memiliki aturan, maka organisasi itu hancur, karena banyak karyawan atau anggotanya bertindak sesuka hati. Karena sebagian besar karyawan BIT adalah pegawai negeri (PNS), maka aturan yang dipakai di lingkungan BIT adalah Undang-Undang Pegawai Negeri No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 3. Profesionalisme Profesionalisme dalam berorganisasi atau pekerjaan sangatlah penting untuk mendapatkan hasil kerja yang baik dan sangat memuaskan. Jika tidak memiliki

16 85 profesionalisme dalam suatu pekerjaan, maka hasilnya hampir dipastikan kurang maksimal atau kurang memuaskan bahkan bisa mengecewakan dan gagal. Hasil pengamatan di lapangan dan dari data-data yang didapat bahwa BIT sudah dikelola oleh sebuah tim yang bekerja penuh, mempunyai komitmen yang kuat dan profesional. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan tenat 80 %, walaupun SDM yang profesional yang ada di BIT masih sangat terbatas. Dan untuk meningkatkan SDM profesional dilakukan dengan mengikutsertakan pegawai BIT di berbagai pelatihan, selain itu juga dilakukan melakukan kerjasama dengan lembaga lain. 4. Perencanaan dan program kerja Perencanaan dan program kerja yang dilakukan oleh BIT mengikuti sistem perencanaan kegiatan dan anggaran nasional, sesuai dengan Alur Mekanisme Pengelolaan Program BPPT yang mengacu pada proses penyusunan Rencana Kerja Pemerinrah (RKP), Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja KL), Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL), Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti pada Gambar 9 di bawah ini. Setelah suatu program atau kegiatan mendapat anggaran dari Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) disahkan maka kegiatan tersebut diharuskan untuk membuat pendetailan atau rincian kegiatan sebagai action plan sesuai dengan anggaran yang didapat yang dituangkan pada dokumen Program Manual. Penggunaan nomenklatur, istilah dan komponen-komponen dalam Program Manual disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan standar penamaan yang telah digunakan di instansi eksternal yang telah berlaku baik dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penggunaan Program Manual sebagai salah satu dokumen pengelolaan program BPPT telah diputuskan dan menjadi kebijakan yang harus dilaksanakan. Program Manual adalah dokumen acuan dan pegangan yang menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan program dan kegiatan mulai dari tujuan program (program objectives), tingkat teknologi (state of the art technology) yang diambil, struktur rincian kerja (work breakdown structures), organisasi fungsional

17 86 program, perencanaan SDM (man power planning), program master phasing plan, program scheduling, perencanaan anggaran (financial planning) dan sistem pelaporan (sistem reporting). Januari - April Mei - Agustus September - Desember DPR Pembahasan Pokok2 Kebijakan Fiskal dan RKP Pembahasan RKA-KL Pembahasan RAPBN UU APBN Kabinet/ Presiden RPJM Nasional Kebijakan Pemerintah Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran Nota Keuangan RAPBN dan Lampiran Keppres tentang Rincian APBN Kement. Negara PPN Kement. Negara Keuangan Pengumuman Rancangan Awal RKP Prioritas Program dan Indikasi Pagu Rancangan Akhir RKP Keppres Tentang RKP Pagu Sementara Penelaahan Konsistensi dengan RKP Lampiran RAPBN Penelaahan Konsistensi dengan Prioritas Anggaran Rancangan Keppres ttg Rincian APBN Pengesahan Kement. Negara/ Lembaga RENSTRA KL Rancangan Renja KL RKA-KL Konsep Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dokumen Pelaksanaan Anggaran Daerah A B C D E Gambar 9 Proses Penyusunan RKP, Renja KL, RKA-KL, RAPBN, APBN (BIT 2010) Program Manual di lingkungan BIT, diperlukan dalam rangka pengelolaan mulai dari penyusunan, perencanaan kegiatan, anggaran, sumberdaya dan pelaporan. Program Manual ini selanjutnya digunakan sebagai dokumen bagi pelaksana kegiatan dan sebagai bahan dalam monitoring dan evaluasi pada pertengahan maupun akhir kegiatan. Penyusunan Program Manual diberlakukan pada semua kegiatan di BIT baik Program Teknis maupun Program Dukungan Manajemen. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan oleh BIT merupakan kegiatan perekayasaan yang mempunyai sifat-sifat serupa dengan sifat-sifat pada kegiatan di industri.

18 87 Sedangkan program kerja BIT secara umum tahun dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16 Program utama BIT tahun No. Program I. Tahun Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Peningkatan kompetensi karyawan 3. Peningkatkan networking dan pendanaan inkubator II. Tahun Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Peningkatan kompetensi karyawan 3. Peningkatan networking dan pendanaan inkubator III. Tahun Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Peningkatan kompetensi karyawan 3. Peningkatan sarana dan prasarana IV. Tahun Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Sosialisasi Lembaga Intermediasi 3. Pembentukan Lembaga Intermediasi di 24 kota di Indonesia V. Tahun Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Pengembangan Lembaga Intermediasi menjadi Pusat Inovasi di 24 kota di Indonesia 3. Penyusunan panduan pendirian inkubator teknologi di Indonesia Sumber: BIT, Sumberdaya manusia Sumberdaya berupa SDM merupakan salah satu selain dana yang sangat dibutuhkan dalam organisai atau perusahaan. Karena dengan adanya SDM, akan sangat membantu di setiap langkah atau pekerjaan yang berada di organisasi. Dan sekarang ini hampir semua organisasi membutuhkan SDM yang kualitasnya baik dan profesionalisme. Tabel 17 SDM BIT tahun No. Pendidikan Tahun S S S Diploma SMA SMP SD Total Sumber: BIT, 2010

19 88 SDM yang dimiliki oleh BIT sampai dengan tahun 2010 berjumlah 30 orang yang terdiri dari beberapa tingkatan pendidikan. Perkembangan jumlah SDM dari BIT tahun dapat dilihat pada Tabel 17 di atas. Dilihat dari tabel diatas jumlah SDM yang dimiliki oleh BIT cukup memadai, yang masih kurang untuk meningkatkan layanan BIT adalah SDM yang professional dimana jumlahnya masih minim. Masalah SDM yang professional ini bukan saja menjadi masalah bagi BIT, tetapi hampir semua inkubator di Indonesia, jumlah SDM professional rata-rata masih minim. 6. Insentif Kesungguh-sungguhan dari setiap organisasi atau perusahaan tergantung juga pada insensif untuk individu karyawan atau anggota yang ingin memajukan organisasi tersebut. Berkaitan dengan insentif bagi karyawan di BIT dibandingkan dengan inkubator yang lain sudah cukup memadai. Seperti kita ketahui sistem pendanaan operasional rutin dari BIT dari APBN, dimana salah satu struktur dari anggaran tersebut dimungkinkan adanya insentif bagi karyawan BIT yang diberikan setiap bulan dengan besaran tergantung dari jabatan didalam struktur proyek. Rata-rata insentif yang diterima oleh karyawan BIT sebesar 1,2 1,5 juta rupiah/bulan diberikan selama 10 bulan setiap tahunnya dan insentif ini merupakan pendapatan diluar gaji pokok karyawan. 7. Manajemen Manajemen menurut Terry (1997) dalam Herujito (2011) manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari planning, organizing, actuating dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang lainnya, dan aktivitas utama atau fungsi utama manajemen adalah : a. Perencanaan (planning) Perencanaan kegiatan yang dilakukan oleh BIT seperti yang telah dijelaskan diatas adalah mengikuti sistem perencanaan kegiatan dan anggaran nasional.

20 89 b. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian kegiatan di lingkungan BIT mengikuti pengorganisasian kegiatan BPPT yang dilakukan dengan memakai sistem perekayasa, dimana pembagian tugas didalam kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kepala Program (Program Director) Program inisiator yang memberikan arahan tentang garis-garis besar kegiatan program rancang bangun maupun servicing termasuk : state of the art, strategi pembiayaan program maupun pelaksanaannya. Bersama Chief Engineer, Program Manager dan para Group Leader merangkum, mengintegrasikan dan menyimpulkan hasil dari program. Kepala Program bertanggung jawab kepada Kepala BPPT. 2) Chief Engineer (Insinyur Kepala) Melaksanakan pemantauan kualitas hasil program dari segi teknis seperti pemenuhan persyaratan desain, penetapan SDM yang kompeten dan berkualitas untuk program. Chief Engineer bertanggung jawab kepada Kepala Program dan dapat mempunyai asisten sejumlah maksimal 4 (empat) orang. 3) Program Manager (Manajer Program) Melaksanakan tugas manajemen program yang meliputi perencanaan program termasuk jadwal pencapaian sasaran serta aliran pendanaan. Program Manager bertanggung jawab kepada Kepala Program. Program Manager dapat mempunyai asisten sejumlah Satuan Kerja yang terlibat dalam program sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang asisten. 4) Group Leader (Ketua Kelompok) Mengkoordinasikan para Leader dalam pelaksanaan kegiatan penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan dalam Program Manual sebagai pemadu beberapa bidang spesifik dalam satu kelompok tertentu yang ia pimpin. Mengintegrasikan hasil pemaduan kelompok ini dengan kelompok lainnya di bawah pimpinan Chief Enginer. 5) Leader (Ketua Sub Kelompok) Memimpin para Engineering Staff dalam pelaksanaan kegiatan penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan dalam Program Manual untuk spesifik bidang tertentu. Merangkum &

21 90 menyimpulkan semua hasil pekerjaan para Engineering Staff di bawah koordinasinya, di bawah pimpinan Group Leader. 6) Engineering Staff (Staf Perekayasa) Melaksanakan kegiatan penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan dalam Program Manual untuk spesifik bidang tertentu, dibawah koordinasi Leader. KEPALA PROGRAM MANAJER PROYEK INSINYUR KEPALA WBS 1 Ketua Kelompok 1 WBS 2 Ketua Kelompok 2 WBS 3 Ketua Kelompok 3 WP 1.1. Ketua Sub Kelompok 11 Staf Perekayasa Staf Perekayasa... WP 3.1. Ketua Sub Kelompok 31 Staf Perekayasa Staf Perekayasa WP 1.2. Ketua Sub Kelompok 12 Staf Perekayasa Staf Perekayasa WP 3.2. Ketua Sub Kelompok 32 Staf Perekayasa Staf Perekayasa Gambar 10 Struktur organisasi sistem perekayasa (BIT, 2010) c. Pengarahan (leading/actuating) Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Kegiatan actuating yang dilakukan BIT adalah : 1) Melakukan rapat koordinasi dan pengarahan kepada semua pegawai di lingkungan BIT yang dilaksanakan setiap hari senin. 2) Melakukan evaluasi dan pengarahan akhir minggu yang dilaksanakan setiap hari jumat. 3) Memberikan reward kepada pegawai yang berpretasi.

22 91 Pelaksanaan (actuating) yang dilakukan oleh BIT tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan yang disusun dapat terlaksana dan dengan hasil yang baik, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan inkubator secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : 1) Merasa yakin akan mampu mengerjakan. 2) Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya. 3) Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak. 4) Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan 5) Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis. d. Pengontrolan (controlling) Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengontrolan yang dilakukan di BIT dengan menggunakan sistem kerekayasaan. Dimana setiap berkala mulai tingkatan ES sampai CE memberikan report. Sistem pelaporan dan monitoring jalannya kegiatan program dilaksanakan secara bertahap melalui Technical Notes (TN) yang ditulis oleh para Engineering Staff, Technical Report (TR)/Memorandum (TM) yang ditulis oleh para Leader, Technical Document (TD) yang ditulis oleh para Group Leader dan Program Document (PD) yang ditulis oleh Chief Engineer. Disamping itu ditulis pula laporan Progress Control & Monitoring (PCM) yang ditulis oleh Program Manager. 8. Teknologi Berkaitan dengan teknologi, BIT didukung dengan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang cukup memadai, selain itu juga ditunjang peralatan-peralatan modern yang lain. BIT juga didukung oleh beberapa software yang memadai untuk mendukung kelancaran dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai LI.

23 92 9. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BIT antara lain: gedung perkantoran, tempat parkir, ruang rapat, ruang untuk tenant, komputer, fasilitas internet Fungsi Inkubator Persyaratan BIT yang menjalankan fungsi sebagai inkubator, secara umum telah cukup terpenuhi, walaupun belum maksimal yaitu : a. BIT mempunyai panduan sistem seleksi calon tentant dan panduan untuk menentukan keberhasilan/kelulusan tenant dalam jangka waktu tertentu, misalnya 2 (dua) sampai 3 (tiga) tahun. b. Kapasitas suatu inkubator antara tenant yang dapat dibina dalam inkubator (in wall) dan antara tenant yang dibina diluar inkubator (out wall). Saat ini ruang untuk tenant yang dimiliki BIT memang masih terbatas, sehingga maksimal hanya untuk 6 tenant (inwall tenant) dan outwall tenant berjumlah 14 tenant. Jumlah ruang untuk tenant ini yang seharusnya diperbanyak sehingga mampu menampung minimal inwall tenant, tetapi karena keterbatasan dana sampai saat ini belum terwujud. c. Calon tenant potensial hendaknya dari usaha rintisan mulai dari awal atau pemula, dan hal ini sudah dilakukan oleh BIT dan merupakan salah satu kriteria atau syarat untuk seleksi tenant. d. Inkubator harus dikelola secara bisnis. Secara umum memang BIT karena merupakan lembaga pemerintah, sehingga sampai saat ini tidak dikelola secara bisnis. BIT lebih banyak bergeraknya sebagai lembaga non profit. Selain itu fungsi inkubator dari BIT dilihat dari fasilitas dasar untuk tenant yaitu dikenal dengan istilah 7 S (Space, Shared office facilities, Service, Suppor, Skill development, Seed capital, Sinergy), dan secara umum BIT telah memenuhi persyaratan fasilitas dasar inkubator. Indikator fasilitas dasar BIT dapat dilihat Tabel 18.

24 93 Tabel 18 Indikator fasilitas dasar tenant BIT No. Indikator Fasilitas Dasar Tenant Fasilitas Dasar Tenant BIT 1. Space yaitu ruang perkantoran 2. Shared office facilities yaitu penyediaan sarana perkantoran yang bisa dipakai bersama, misalnya sarana fax, telepon, foto copy, ruang rapat, komputer dan sekretaris 3. Service yaitu bimbingan dan konsultasi manajemen: marketing, finance, production, technology dan sebagainya 4. Support yaitu bantuan dukungan penelitian dan pengembangan usaha dan akses penggunaan teknologi 5. Skill development yaitu pelatihan, penyusunan rencana usaha, pelatihan manajemen dan sebagainya 6. Seed capital yaiu penyediaan dana awal usaha serta upaya memperoleh akses permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan 7. Sinergy yaitu penciptaan jaringan usaha baik antar usaha baik usaha lokal maupun internasional Untuk lebih jelas apakah BIT telah memiliki fasilitas dasar tenant, maka dikemukakan tahapan inkubasi yang dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yang dilakukan oleh BIT a. Pra-inkubasi Dalam tahapan ini BIT melakukan beberapa kegiatan untuk menjaring calon mitra yang akan diinkubasi dan calon mitra yang akan menjadi investor. Adapun komunitas yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah komunitas ABG (Akademisi, Bisnis, dan Government/Pemerintah) dan kegiatan tersebut meliputi : 1) Road show dan pameran Kegiatan ini bertujuan untuk menjaring komunitas ABG yang memiliki potensi untuk menjadi mitra dan juga berguna sebagai sarana promosi terhadap peranan BIT dalam membangun UKM di Indonesia, melalui hasil-hasil produk yang telah berhasil diinkubasi. 2) Technopreneurship program Tujuan dari kegiatan ini sebagai media untuk meningkatkan entrepreneur inovatif berbasis teknologi. Kegiatan spesifik yang dilakukan adalah workshop dan training berbasis teknologi dengan beberapa lembaga dan yayasan yang dianggap kompeten sebagai nara sumber.

25 94 3) InTim Software Salah satu fasilitasi pendukung yang disediakan oleh BIT guna memaksimalkan peranannya sebagai lembaga intermediasi adalah InTim (Indonesian Network for Technology-Industry Matching). InTim berfungsi untuk mensinergikan antara penawaran teknologi (TO) yang dihasilkan oleh litbangyasa dan permintaan teknologi (TR) yang dibutuhkan oleh industri. 4) Temu bisnis Setelah menjalin mitra-mitra potensial melalui beberapa kegiatan seperti roadshow, pameran dan technopreneurship program, serta didukung dengan software InTim, maka dihasilkan daftar calon mitra dan tenant BIT. Untuk memfasilitasi pertemuan antar calon mitra potensial tersebut BIT mengadakan kegiatan temu bisnis, dimana dalam acara tersebut diharapkan terjadi kesepakatan antara calon mitra potensial, sehingga dapat dilanjutkan pada proses inkubasi. b. Inkubasi Setelah melalui tahapan pra-inkubasi maka didapat tenant tetap BIT melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BIT dengan tenant. Adapun fasilitas yang disediakan selama masa inkubasi adalah : 1) Fasilitas kantor Tipe tenant yang diinkubasi oleh BIT ada 2 (dua) yaitu inwall tenant dan otwall tenant. Outwall tenant adalah tenant yang melakukan aktifitas inkubasi diluar areal perkantoran BIT, dalam arti bahwa tenant tersebut sudah memiliki fasilitas ruang kantor sendiri. Sedangkan inwall tenant adalah tenant yang melakukan aktifitas inkubasi di dalam areal perkantoran BIT, dalam arti tenant tersebut menggunakan fasilitas perkantoran yang disediakan. Adapun luas ruang perkantoran bervariasi tergantung dari kebutuhan tenant tersebut. 2) Fasilitas laboratorium uji produksi Untuk mendukung proses inkubasi secara maksimal, selain menyediakan fasilitas ruang kantor, juga sediakan fasilitas laboratorium uji produk yang telah disesuaikan jenis produk yang sedang diinkubasi oleh setiap tenant. Dalam memaksimalkan penyediaan fasilitas laboratorium uji produk, BIT juga bekerjasama dengan pihak penyedia jasa layanan laboratorium uji produk yang terkait.

26 95 3) Fasilitas mentoring dan konsultasi Dalam rangka meningkatkan kualitas dari para tenant, baik dalam hal teknologi yang dikembangkan maupun dalam manajemen bisnis, BIT sebagai fasilitator menyediakan fasilitas mentoring atau konsultasi untuk membantu para tenant dalam menghadapi berbagai macam hambatan. Adapun kegiatan mentoring yang dilakukan adalah mentoring teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap tenant, mentoring bisnis, mentoring pemasaran dan mentoring keuangan. 4) Survei konsumen dan uji pasar Tujuan utama dari suvei konsumen dan uji pasar adalah untuk menghitung persentase jumlah konsumen dan nilai jual terhadap produk yang akan dipublikasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya tarik atau minat pasar terhadap produk tersebut, sehingga produsen dapat memperkirakan profit dan pertumbuhan ekonomi dari hasil penjualan produk. Sebagai fasilitator BIT memfasilitasi melalui jasa konsultasi dan konsultan survei, sehingga para tenant memperoleh data yang akurat mengenai hasil survei konsumen dan uji pasar terhadap produk yang akan dijual. 5) Sertifikasi produk/product license Sertifikat produk adalah sebuah bentuk pengakuan secara tertulis yang mengatakan bahwa suatu produk telah teruji sesuai dengan standar nasional yang berlaku dan dapat digunakan oleh konsumen secara aman. Mengingat pentingnya sertifikat produk bagi para produsen, dalam hal ini adalah tenant, maka BIT BPPT memfasilitasi proses sertifikasi produk melalui konsultan yang dianggap kompeten dalam bidangnya. c. Pasca-inkubasi Pasca inkubasi adalah tahapan dimana tenant dikatakan telah lulus dari fase inkubasi, yang artinya secara teknologi, manajemen bisnis, pemasaran dan keuangan telah mampu secara mandiri untuk memproduksi dan memasarkan hasil produknya. Namun untuk memaksimalkan hal tersebut BIT dalam tahapan ini berperan sebagai mediator untuk mempertemukan tenant dan mitra investor melalui kegiatan temu bisnis dan technopreneurship program, dimana pada kegiatan ini mendiskusikan mengenai masalah pendanaan dan sharing profit.

27 Fungsi Lembaga Intermediasi Sebuah lembaga harus memenuhi beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki agar dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM. Berdasarkan karakteristik, kondisi dan analisis fungsi organisasi dan fungsi inkubator bahwa BIT cukup memenuhi kriteria khusus sebagai lembaga intermediasi karena telah mempunyai SDM yang memadai, sarana dan prasarana yang memadai, memiliki program kerja. Khusus untuk kerjasama (networking) memang saat ini, kondisi networking BIT masih lemah. Secara umum networking BIT sebenarnya cukup luas dengan beberapa lembaga yang mendukung kegiatan pembinaan UKM yang dilakukan oleh BIT seperti lembaga keuangan bank/non bank, lembaga litbang, dan lain-lain. Tetapi networking yang dimiliki BIT masih lemah, karena komitmen lembaga-lembaga yang bekerjasama dengan BIT tersebut masih lemah. Seharusnya networking yang telah dibentuk harus diperkuat dengan perjanjian kerjasama yang jelas sehingga komitmennya menjadi kuat dalam rangka meningkatkan daya saing UKM sesuai tugas pokok dan fungsi dari masing-masing lembaga tersebut. Analisis fungsi LI yaitu layanan yang dimiliki BIT untuk UKM, berdasarkan 4 (empat) layanan minimal yang harus dimiliki oleh suatu lembaga intermediasi adalah sebagai berikut : 1. Layanan pengembangan teknologi BIT merupakan lembaga intermediasi yang dibentuk oleh BPPT, dimana BPPT merupakan salah satu lembaga penghasil dan pemberi rekomendasi teknologi di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas fungsi layanan teknologi telah dimiliki oleh BIT. Selain itu untuk memperkuat layanan teknologi yang diberikan, BIT juga melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang pemerintah yang lain yang berada dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi (KRT). BIT juga bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta seperti IPB, UI, ITB, ITS dan lain-lain. Berkaitan dengan layanan teknologi, BIT juga menyediakan fasilitas laboratorium uji produk yang telah disesuaikan jenis produk yang sedang

28 97 diinkubasi oleh setiap tenant. Dalam memaksimalkan penyediaan fasilitas laboratorium uji produk, BIT juga bekerjasama dengan pihak penyedia jasa layanan laboratorium uji produk yang terkait. Dalam rangka meningkatkan kualitas dari para tenant, baik dalam hal teknologi yang dikembangkan maupun dalam manajemen bisnis, BIT sebagai fasilitator menyediakan fasilitas mentoring atau konsultasi untuk membantu para tenant. Adapun kegiatan mentoring yang dilakukan adalah mentoring teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap tenant, mentoring bisnis, mentoring pemasaran dan mentoring keuangan. 2. Layanan pengembangan SDM Jasa layanan pengembangan SDM UKM meliputi: pelatihan, pendampingan, workshop, seminar dan lain-lain. Sebagai inkubator, BIT telah melakukan pelatihan, pendampingan, workshop dan seminar secara berkala dalam rangka peningkatkan kemampuan SDM UKM yang dibina. Berdasarkan hal tersebut, maka BIT telah mempunyai layanan pengembangan SDM. 3. Layanan intermediasi jejaring bisnis/pasar Sebagai pusat jaringan UKM dengan pasar, industri serta jaringan sarana komunikasi dan pemasaran produk berbasis internet, BIT memberikan jasa layanan intermediasi/jejaring bisnis UKM meliputi dengan kegiatan mempertemukan UKM dengan pasar dan industri, promosi produk-produk UKM melalui pameran-pameran dan internet. Selain itu BIT juga melakukan suvei konsumen dan uji pasar adalah untuk menghitung persentase jumlah konsumen dan nilai jual terhadap produk yang akan dijual oleh UKM binaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya tarik atau minat pasar terhadap produk tersebut, sehingga produsen dapat memperkirakan profit dan pertumbuhan ekonomi dari hasil penjualan produk. Sebagai fasilitator BIT memfasilitasi melalui jasa konsultasi dan konsultan survei, sehingga para tenant memperoleh data yang akurat mengenai hasil survei konsumen dan uji pasar terhadap produk yang akan dijual. BIT untuk memperkuat pasar juga melakukan sertifikat produk yaitu sebuah bentuk pengakuan secara tertulis yang mengatakan bahwa suatu produk telah teruji sesuai dengan standar nasional yang berlaku dan dapat digunakan oleh konsumen secara aman. Mengingat pentingnya sertifikat produk bagi para

29 98 produsen, dalam hal ini adalah tenant, maka BIT memfasilitasi proses sertifikasi produk melalui konsultan yang dianggap kompeten dalam bidangnya. 4. Layanan fasilitasi akses pembiayaan Memberikan jasa pembiayaan bank dan non bank (pembiayaan berisiko/risk capital) juga dilakukan oleh BIT dan hal ini ditunjukkan dengan beberapa UKM binaan memperoleh pinjaman untuk pengembangan usahanya oleh bank dengan mediasi dari BIT. Jasa layanan fasilitasi akses pembiayaan yang dilakukan oleh BIT pada prinsipnya adalah mempertemukan UKM dengan lembaga keuangan/pembiayaan bank dan non bank. 4.3 Perumusan Strategi dan Kelayakan Pengembangan Balai Inkubator Teknologi Identifikasi Matriks IFE dan Matriks EFE Hasil identifikasi matriks IFE pada Tabel 19 dapat dilihat skor tertinggi untuk kekuatan BIT adalah sebesar 0,452. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kekuatan utama dari BIT adalah jumlah SDM yang memadai. Skor tertinggi kedua sebesar 0,412 menunjukkan kekuatan utama kedua yaitu jumlah dana operasional rutin kantor yang memadai. Dengan mengopimalkan kekuatan yang ada BIT dapat meningkatkan daya saing UKM, tetapi hal tersebut perlu ditunjang dengan pendanaan untuk pembinaan tenant yang memadai dan berjangka panjang. Kelemahan utama BIT ditunjukkan dengan nilai skor tertinggi 0,192. Nilai tersebut menunjukkan kelemahan utama BIT adalah dana untuk pembinaan tenant yang terbatas dan bersifat jangka pendek. Memang selama ini pendanaan BIT yang memadai masih terbatas untuk operasional rutin, sedangkan dana untuk pembinaan tenant masih terbatas yang berjangka pendek saja. Dengan belum ada dana pembinaan tenant yang bersifat jangka panjang dan rutin, mengakibatkan jumlah tenant yang dapat dibina dan dapat dilayani oleh BIT juga masih terbatas.

30 99 Tabel 19 Matriks IFE Faktor Internal Kekuatan 1) Jumlah SDM yang memadai 2) Jumlah Sarana dan prasarana usaha yang memadai 3) Jumlah dana operasional rutin kantor yang memadai 4) Jumlah layanan yang memadai 5) Komitmen dalam pengelolaan lembaga intermediasi yang kuat Bobot (a) 0,113 0,095 0,103 0,100 0,070 Rating (b) Skor (axb) 0,452 0,285 0,412 0,300 0,210 Kelemahan 1) Dana untuk pembinaan UKM yang terbatas dan bersifat jangka pendek 2) SDM yang profesional dan full time masih terbatas 3) Networking yang masih lemah 4) Belum mempunyai program pelayanan yang utuh 5) Kegiatan sangat tergantung pada program pemerintah yang bersifat jangka pendek 6) Pemanfaatan sarana dan prasarana belum optimal 0,105 0,065 0,096 0,103 0,095 0, ,210 0,065 0,192 0,103 0,190 0,110 Total 1,00 2,529 Skor tertinggi kedua sebesar 0,192 menunjukkan kelemahan utama kedua yaitu networking yang masih lemah. Memiliki networking yang kuat dan luas merupakan hal yang wajib dimiliki oleh LI. Untuk meningkatkan akses teknologi, LI harus mempunyai networking dengan lembaga litbang, untuk meningkatkan akses pembiayaan harus mempunyai networking dengan lembaga keuangan, dan untuk meningkatkan akses pasar harus mempunyai networking dengan pasar. LI tidak hanya mempunyai networking dengan lembaga-lembaga seperti yang disebutkan diatas saja, tetapi harus mempunyai networking dengan lembagalemabaga lainnya yang berhubungan dengan peningkatan daya saing UKM. Untuk memperkuat networking yang masil lemah dari BIT dapat dilakukan dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) secara tertulis dengan lembaga-lembaga yang telah melakukan kerjasama dan berkomitmen untuk membina tenant. Selama ini memang kerjasama yang dilakukan oleh BIT dengan lembaga-lembaga pembiayaan, pemasaran dan lembaga lain yang mendukung kegiatan BIT tidak dilakukan secara tertulis. Diharapkan dengan adanya PKS secara tertulis dapat memperkuat networking BIT yang selama ini menjadi salah

31 100 satu kelemahan. Selain itu BIT juga terus memperluas networking dengan lembaga-lembaga lain sehingga pelayanan yang diberikan kepada UKM dapat lebih optimal dan terpadu. Networking yang dijalin oleh BIT dengan lembagalembaga lain tidak hanya terbatas pada networking yang bersifat semu, tetapi lembaga-lembaga tersebut harus mempunyai komitmen yang kuat. Hasil identifikasi matriks EFE pada Tabel 20, diperoleh nilai skor tertinggi untuk peluang BIT 0,540. Nilai tersebut menunjukkan peluang utama yang dimiliki oleh BIT adalah daya saing UKM yang lemah. Peluang utama kedua ditunjukkan dengan nilai skor 0,480 adalah potensi daerah yang besar. Potensi daerah yang besar merupakan salah satu sumber bahan baku utama yang dapat dimanfaatkan oleh UKM untuk menghasilkan produk-produknya. Daya saing UKM yang lemah ini didukung oleh hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian KUKM (2010) bahwa sebanyak unit UKM Indonesia, daya saing produknya ke sesama negara Asean adalah unit yang kuat dan unit lemah. Daya saing produk domestik dibandingkan produk Cina hanya 796 unit yang kuat dan unit lemah dan biaya produksi per unit produk Tiongkok juga lebih rendah ketimbang Indonesia. Faktor ancaman yang menonjol dan berpengaruh dalam lingkungan eksternal dengan nilai skor tertinggi sebesar 0,260 adalah produk impor yang lebih murah dan sejenis yang diproduksi oleh UKM. Untuk itu BIT harus dapat menciptakan UKM yang dapat memproduksi barang yang dapat berdaya saing dengan produk-produk impor tersebut dan hal ini dapat dilakukan oleh BIT dengan memanfaatkan teknologi hasil dari lembaga litbang di Indonesia. Prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas saat ini selain UKM harus berinovasi menciptakan produk-produk yang dapat memenuhi keinginan pasar, juga sangat tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis UKM. Salah satu upaya kunci yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengembangkan iklim usaha yang kondusif bagi UKM. Untuk mencapai iklim usaha yang kondusif ini, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UKM. Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani UKM secara finansial bicara berlebihan. Ini berarti berbagai campur tangan

32 101 pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat pusat maupun daerah harus dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai peraturan dan persyaratan administratif yang rumit dan menghambat kegiatan UKM. Tabel 20 Matriks EFE Faktor Eksternal Peluang 1) Jumlah UKM yang sangat besar 2) Daya saing UKM yang lemah 3) Potensi daerah yang sangat besar 4) Potensi pasar (dalam dan luar negeri) yang besar 5) Teknologi hasil lembaga litbang yang cukup banyak dan bisa dimanfaatkan Ancaman 1) Dukungan pemerintah yang tidak optimal dan kontinyu 2) Belum ada kebijakan secara khusus mengenai lembaga intermediasi 3) Produk impor yang lebih murah dan sejenis dengan yang diproduksi UKM 4) Iklim usaha yang kurang sehat Bobot (a) 0, ,090 Rating (b) Skor (axb) 0,380 0,540 0,480 0,330 0,270 0,155 0,150 0,260 0,090 Total 1,00 2,655 Suatu faktor penting di beberapa daerah yang sangat mengurangi daya saing UKM adalah pungutan liar (pungli) atau sumbangan wajib yang dikenakan pejabat aparat pemerintah. Pungli liar ini tentu saja akan meningkatkan biaya operasi UKM sehingga mengurangi daya saing mereka. Dengan demikian, pungutan liar maupun beban fiskal yang memberatkan perkembangan UKM di daerah harus dihapuskan. Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien dan secara lebih spesisfik The Asia Foundation (2000) diacu dalam Tambunan (2004) membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur pokok, yaitu : (1) Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2)

33 102 Pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi; (3) Pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif; (4) Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri Identifikasi Matriks IE Pada Balai Inkubator Teknologi BPPT, nilai IFE 2,529 dan EFE 2,655 (Gambar 11). Nilai tersebut menunjukkan bahwa strategi pemasaran BIT terletak pada Sel V. Dalam hal ini strategi yang dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan; penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang paling banyak digunakan dalam jenis divisi ini. Organisasi atau perusahaan yang berada dalam Sel V memiliki posisi strategis yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut BIT harus konsentrasi pada pasar (penetrasi pasar) dan jasa (pengembangan jasa layanan) yang ada saat ini merupakan strategi yang paling sesuai. Ketika perusahaan pada Sel V terlalu berpatokan dengan satu produk/jasa tertentu, diversifikasi terkait layanan kiranya dapat membantu mengurangi resiko yang berkaitan dengan jasa yang sempit. Perusahaan yang berada pada Sel V memiliki sumberdaya yang memadai untuk mengambil keuntungan dari berbagai peluang eksternal yang muncul di banyak bidang. Mereka bisa mengambil resiko secara agresif jika perlu (David 2009). Sel V Posisi BIT Gambar 11 Matriks IE BIT Keterangan: a. sel I, II, IV = strategi tumbuh dan bina (growth and build) b. sel III, V, VII = jaga dan pertahankan c. sel VI, VIII, IX = panen atau divestasi

Lampiran 1. Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi

Lampiran 1. Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi Lampiran 1. Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi No. Karakteristik Keterangan 1. Mulai berdiri Didirikan April 2001 dengan nama Balai Inkubasi Teknologi (BIT), berada di bawah koordinasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INKUBATOR BISNIS: SUATU PEMIKIRAN

PENGEMBANGAN INKUBATOR BISNIS: SUATU PEMIKIRAN PENGEMBANGAN INKUBATOR BISNIS: SUATU PEMIKIRAN Konsep Pengembangan Inkubator Bisnis disusun berdasarkan pengalaman dari berbagai inkubator yang disurvei dan studi literatur atas pelaksanaan praktek terbaik

Lebih terperinci

INKUBATOR BISNIS Dr. Susilo, SE., MS

INKUBATOR BISNIS Dr. Susilo, SE., MS INKUBATOR BISNIS Dr. Susilo, SE., MS 1 INKUBATOR BISNIS??? Suatu organisasi yang menawarkn berbagai pelayanan pengembangan bisnis dan memberikan akses terhadap ruang/lokasi usaha dengan aturan yang fleksibel.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Konsultan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Konsultan KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan Laporan Akhir dari kegiatan "Kajian Faktor- Pendukung Pertumbuhan Inkubator Dalam Penciptaan Wirausaha Baru" pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian

Lebih terperinci

Pakar IPB dalam Siaran Pedesaan RRI FMPakar IPB dalam Siaran Pedesaan RRI FM

Pakar IPB dalam Siaran Pedesaan RRI FMPakar IPB dalam Siaran Pedesaan RRI FM Blog: Rokhani Hasbullah pakar IPB dalam Siaran Pedesaan RRI 93.75 FM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang oleh sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta Usaha Besar. Peranan UMKM tidak lagi

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

MODEL PERLUASAN KESEMPATAN KERJA MELALUI PROSES INKUBASI BISNIS

MODEL PERLUASAN KESEMPATAN KERJA MELALUI PROSES INKUBASI BISNIS MODEL PERLUASAN KESEMPATAN KERJA MELALUI PROSES INKUBASI BISNIS Syamsul Arifin Balai Besar Pengembangan dan Perluasan Kerja (National Center for Employment Creation and Expansion) Lembang - Jawa Barat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) MEDAN KATA PENGANTAR Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan target kinerja berikut kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PENDANAAN PERUSAHAAN PEMULA BERBASIS TEKNOLOGI

PENDANAAN PERUSAHAAN PEMULA BERBASIS TEKNOLOGI PENDANAAN PERUSAHAAN PEMULA BERBASIS TEKNOLOGI TAHUN 2018 DIREKTORAT JENDERAL PENGUATAN INOVASI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI SLIDE 1 LATAR BELAKANG Inovasi teknologi menjadi faktor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KOPERASI SKALA BESAR

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KOPERASI SKALA BESAR PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 07 /Per/M.KUKM/IX/2011 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KOPERASI SKALA BESAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan suatu perencanaan dan pengendalian terpadu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran merupakan suatu perencanaan dan pengendalian terpadu yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran merupakan suatu perencanaan dan pengendalian terpadu yang dilaksanakan dengan tujuan agar perencanaan dan pengendalian tersebut mempunyai daya guna dan hasil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional

Lebih terperinci

PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PERKEMBANGAN DAN PROGRAM KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Pada

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memfasilitasi

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI 2010-2014 KATA PENGANTAR Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai peran dan tugas melaksanakan pengkajian, pengujian, pengembangan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015 RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015 Kode Program/Kegiatan INDIKATOR 1 2 3 4 01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Koperasi dan UKM 1 Penyusunan

Lebih terperinci

2 Mengingat Menetapka : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No

2 Mengingat Menetapka : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.20, 2014 KEMEN KUKM. Inkubator Wirausaha. Penyelenggaraan. Norma. Standar. Prosedur. Kriteria. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI BERJALAN 3.1 Sejarah Perusahaan PT. LN Amanah Indonesia adalah sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). PT. LN Amanah Indonesia didirikan berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1998, PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL *35684 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS. Perekayasaan Mekanisasi Pertanian

RENCANA STRATEGIS. Perekayasaan Mekanisasi Pertanian RENCANA STRATEGIS Perekayasaan Mekanisasi Pertanian 2015-2019 BALAI BESAR PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 15 RENCANA STRATEGIS PENELITIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

2015, No Nomor 87 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5238); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2013 tentang Susu

2015, No Nomor 87 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5238); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2013 tentang Susu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1325, 2015 KEMENPORA. Fasilitasi. Kewirausahaan Pemuda. Pemberian. Pencabutan PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0944 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Inkubator Bisnis Inkubator bisnis adalah sebuah lembaga yang memberikan proses pendampingan dan pemupukan kepada wirausaha baru, atau wirausaha mapan yang akan membuka jalur

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Pertenunan yang dikenal dengan nama Textiel Inrichting Bandoeng (TIB)

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Pertenunan yang dikenal dengan nama Textiel Inrichting Bandoeng (TIB) BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat BBT Pada tahun 1922 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Balai Percobaan Pertenunan yang dikenal dengan nama Textiel Inrichting Bandoeng (TIB) bernayng

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA : 120/Permentan/OT.140/11/2013

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA : 120/Permentan/OT.140/11/2013 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 120/Permentan/OT.140/11/2013 PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA DALAM NEGERI DI BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN

Lebih terperinci

STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) KERJASAMA DAN KEMITRAAN MASYARAKAT ILMUWAN DAN TEKNOLOG INDONESIA (MITI) KLASTER MAHASISWA

STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) KERJASAMA DAN KEMITRAAN MASYARAKAT ILMUWAN DAN TEKNOLOG INDONESIA (MITI) KLASTER MAHASISWA STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) KERJASAMA DAN KEMITRAAN MASYARAKAT ILMUWAN DAN TEKNOLOG INDONESIA (MITI) KLASTER MAHASISWA PENDAHULUAN Terdapat beberapa kelemahan mendasar yang perlu segera dicarikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

Dept. Patologi Klinik & Kedokteran Laboratorium

Dept. Patologi Klinik & Kedokteran Laboratorium Dept. Patologi Klinik & Kedokteran Laboratorium Bab II. Analisis Situasi Bab III. Kebijakan Strategis Bab 2. Analisis Situasi SWOT Kondisi internal Strengths (Kekuatan) Weaknesses (Kelemahan) Kondisi eksternal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMASI PUBLIK TAHUN 2017 BALAI PENGEMBANGAN KEMASAN DAN INDUSTRI KREATIF

DAFTAR INFORMASI PUBLIK TAHUN 2017 BALAI PENGEMBANGAN KEMASAN DAN INDUSTRI KREATIF DAFTAR INFORMASI PUBLIK TAHUN 2017 BALAI PENGEMBANGAN KEMASAN DAN INDUSTRI KREATIF 1. Informasi Pelayanan Balai Pengembangan Kemasan dan Industri Kreatif : Pelayanan Desain Kemasan : Pelayanan pembuatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. PT. LAPI GANESHATAMA CONSULTING ( PT. LAPI GTC) berdiri

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. PT. LAPI GANESHATAMA CONSULTING ( PT. LAPI GTC) berdiri BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. LAPI GANESHATAMA CONSULTING ( PT. LAPI GTC) berdiri pada tanggal 13 maret 1992 sebagai satuan usaha dari yayasan LAPI ITB. Kemudian mulai

Lebih terperinci

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Rahma Iryanti Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Deputi Kepala Bappenas Jakarta, 15 Juni

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

Profil Puspiptek. Gambar 1.1 Foto Puspiptek Dari Udara

Profil Puspiptek. Gambar 1.1 Foto Puspiptek Dari Udara Profil Puspiptek Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) merupakan unit kerja dibawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi didirikan berdasarkan Keputusan Presiden nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENKOP-UKM. Inkubator Wirausaha. Kriteria Penyelenggaraan. Prosedur. Standar. Norma. Pencabutan.

BERITA NEGARA. KEMENKOP-UKM. Inkubator Wirausaha. Kriteria Penyelenggaraan. Prosedur. Standar. Norma. Pencabutan. No.1503, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKOP-UKM. Inkubator Wirausaha. Kriteria Penyelenggaraan. Prosedur. Standar. Norma. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA I. Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah

Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA I. Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA -------------------------------------------------------------------------------- I. Gambaran Umum

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 99 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS TENAGA KERJA KOTA PEKANBARU DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI. Revisi 1

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI. Revisi 1 RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI Revisi 1 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2016 RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja kelembagaan Iptek 2. Jumlah peneliti per 1 juta penduduk Mengukur kualitas SDM Iptek 3. Jumlah kekayaan intelektual hasil litbangyasa Iptek Mengukur

Lebih terperinci

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional/Dirjen Dikti/Direktorat Kelembagaan 15 November 2008 Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta LATAR BELAKANG Hasil Survei Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 11 /Per/M.KUKM/ XII /2013

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 11 /Per/M.KUKM/ XII /2013 PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 11 /Per/M.KUKM/ XII /2013 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENYELENGGARAAN INKUBATOR WIRAUSAHA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Badan Litbang Pertanian Tahun 2014 BAB V. PENUTUP

Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Badan Litbang Pertanian Tahun 2014 BAB V. PENUTUP BAB V. PENUTUP Sekretariat Badan Litbang Pertanian sesuai tugas pokok dan fungsinya untuk memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur Badan Litbang Pertanian, pada tahun 2014 mengimplementasikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH. Disampaikan pada acara : Sosialisasi Juknis OVOP Surabaya, April 2017

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH. Disampaikan pada acara : Sosialisasi Juknis OVOP Surabaya, April 2017 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH Disampaikan pada acara : Sosialisasi Juknis OVOP Surabaya, 27 28 April 2017 Peraturan Menteri Perindustrian No 64/M-PER/IND/7/2016 Tentang Besaran Jumlah

Lebih terperinci

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Singkat Organisasi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumedang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 13/M/PB/VIII/2008 NOMOR : 22 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

TABEL: ORIENTASI, STRATEGI, KEBIJAKAN DAN INDIKATOR KINERJA PER TAHAPAN RIP UII PENDIDIKAN. Lampiran halaman 1. Orientasi (Strategic Intent)

TABEL: ORIENTASI, STRATEGI, KEBIJAKAN DAN INDIKATOR KINERJA PER TAHAPAN RIP UII PENDIDIKAN. Lampiran halaman 1. Orientasi (Strategic Intent) TABEL: ORIENTASI, STRATEGI, KEBIJAKAN DAN INDIKATOR KINERJA PER TAHAPAN RIP UII 2008-2038 PENDIDIKAN Excellent Koordinasi/ komitmen: Organisasi Spirit Peningkatan kualitas kurikulum peningkatan proses

Lebih terperinci

Incubation / Hatching Strategy

Incubation / Hatching Strategy / Hatching Strategy Technopreneurship Technopreneurship, adalah suatu kemampuan untuk : memanfaatkan keahlian/disiplin ilmunya untuk bisnis menangkap peluang untuk penciptaan bisnis. mengubah inovasi menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Jakarta, Januari 2013 KATA PENGANTAR Pengembangan kelembagaan peternak merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

NAMA JABATAN : Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara LAMPIRAN II.2 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 706/PM.1/2008 TENTANG URAIAN JABATAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN MENTERI KEUANGAN - 1-1. NAMA JABATAN : Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014-2018 Kata Pengantar RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2015

RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2015 RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2015 KATA PENGANTAR R encana Kinerja merupakan dokumen yang berisi target kinerja yang diharapkan oleh suatu unit kerja pada satu tahun tertentu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

Karya Tulis INKUBATOR BISNIS. Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2001

Karya Tulis INKUBATOR BISNIS. Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2001 Karya Tulis INKUBATOR BISNIS Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2001 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 2 II. INKUBATOR BISNIS... 3 III. JASA PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 61 2014 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SERTA RINCIAN TUGAS JABATAN PADA BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI BADUNG NOMOR : 1529/03/HK/2015 TANGGAL : 24 JUNI 2015 TENTANG : PENGESAHAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

PANDUAN PROGRAM HI-LINK DIT. LITABMAS, DIKTI DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PANDUAN PROGRAM HI-LINK DIT. LITABMAS, DIKTI DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PANDUAN PROGRAM HI-LINK DIT. LITABMAS, DIKTI - 2012 DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2012 1 DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung adalah salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETRIAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TAHUN 2014 SEKRETARIAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBERDAYAAN SENTRA USAHA KECIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGIROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBINAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat Pelayanan Ekspor Pemerintah Indonesia

Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat Pelayanan Ekspor Pemerintah Indonesia RI N G K ASA N KEG IATA N AGUSTUS SEPTEMBER 2016, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Sumber Daya Manusia. Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Sumber Daya Manusia. Pelatihan dan Pengembangan Karyawan 158 Profil Singkat BCA Laporan kepada Pemegang Saham Tinjauan Bisnis Pendukung Bisnis Sumber Daya Manusia Filosofi BCA membina pemimpin masa depan tercermin dalam berbagai program pelatihan dan pengembangan

Lebih terperinci

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA PENDAHULUAN Kunci kemajuan suatu bangsa sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh potensi dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci