KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK
|
|
- Vera Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Jakarta, Januari 2013
2 KATA PENGANTAR Pengembangan kelembagaan peternak merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan peternak melalui perbaikan manajerial usaha, pengembangan dan diversifikasi usaha yang yang dibangun dalam satu kelembagaan usaha. Untuk mendukung terlaksananya kegiatan pengembangan kelembagaan peternak maka perlu disusun Pedoman pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan Peternak. Pedoman pelaksanaan ini dimaksudkan agar dapat dijadikan sebagai acuan bagi para stakeholders, termasuk petugas teknis peternakan, sehingga pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kelompok peternak dalam rangka penguatan kelembagaan peternak dapat berjalan efektif, efisien dan optimal sebagaimana yang diharapkan. Disadari Pedoman Pelaksanaan ini masih terdapat kekurangsempurnaan, oleh karena itu diharapkan saran konstruktif, sehingga pedoman Penguatan Kelembaan Peternak ini dapat lebih sempurna dimasa mendatang lebih sempurna. i
3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan dan Sasaran... 2 II III STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN... 4 A. Strategi Dasar... 4 B. Strategi Operasional... 4 C. Ruang Lingkup Kegiatan... 5 D. Kelas Kelompok... 7 PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK... 8 A. Persiapan... 8 B. Pelaksanaan... 9 C. Pembentukan Kelembagaan Peternak D. Fasilitasi Kelompok Peternak IV PENGORGANISASIAN... A. Pusat B. Provinsi C. Kabupaten/Kota D. Petugas Teknis Kecamatan... V MONITORING,EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring dan Evaluasi B. Pelaporan VI PENUTUP Ii
4 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan Alir Pengembangan Kelembagaan Gambar 2. Alur Peningkatan Pengembangan Kelembagaan iii
5 PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK A. Latar Belakang Interaksi kelembagaan peternak dengan berbagai pihak terutama dengan kelembagaan ekonomi lainnya seperti pedagang, perusahaan mitra, perbankan/kelembagaan, pembiayaan dan sebagainya, menumbuhkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan kapastitas kelembagaan agar dapat bersinergis untuk meningkatkan kualitas usaha yang dilakukan oleh kelompok peternak. Dalam rangka membangun diversifikasi pangan asal ternak, perlu ditumbuhkan dan didorong segala potensi yang ada baik SDM maupun SDA. Salah satu potensi diversifikasi pangan asal ternak yang dapat dikembangkan adalah aneka ternak karena selama ini banyak dibudidayakan disamping sebagai hoby, juga mempunyai nilai ekonomi dan prospek pasar yang potensial. Minat yang tumbuh dari kalangan masyarakat peternak dan konsumen aneka ternak di Indonesia, akhir-akhir ini tumbuh dan berkembang sehingga memunculkan potensi dan peluang baru dari sisi ekonomi yang dapat memberikan dampak yang sangat positif dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan yang berbasis sumberdaya lokal. Dalam rangka membangun, memperkuat dan memberdayakan peternak di Indonesia, telah dilakukan fasilitasi dan pembinaan baik terhadap pembinaan teknis maupun fasilitasi pembentukan organisasi peternak. Kelembagaan peternak berfungsi sebagai wahana pembelajaran dalam pengembangan usahanya dan penyelesaian masalah. Sehingga dengan demikian diharapkan keberadaan kelembagaan peternak akan lebih banyak melibatkan peternak pada setiap aspek agribisnis, menjembatani kepentingan peternak dengan pihak pengusaha/wirausahawan yang telah mapan dan menjembatani peternak dengan pelaku-pelaku pasar. Untuk pengembangan kelembagaan peternak antara lain melalui Asosiasi/Kelembagaan Peternak yang bertindak sebagai mitra pemerintah dalam merancang dan menyusun master plan atau arah kebijakan umum pengembangan peternakan, Dewan komoditas peternakan nasional yang merupakan mitra pemerintah menyelesaikan permasalahan dengan memberikan pelayanan usaha bagi anggotanya Kedudukan pemerintah dalam rangka pengembangan kelembagaan peternak hanya sebagai fasilitator dan katalisator. Namun demikian untuk lebih mengoptimalkan fungsi dan kedudukan kelembagaan peternak dan peningkatan kinerja peternak, maka pada tahun Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 1
6 2013 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyusun Pedoman Pengembangan Kelembagaan Peternak di Indonesia. B. Tujuan a. Tujuan Kegiatan 1) Meningkatkan kapasitas kelembagaan peternak untuk membentuk kelompok peternak, asosiasi, koperasi dan lembaga peternak lainnya yang memiliki daya saing usaha. 2) Meningkatkan koordinasi lembaga peternak Unggas dan aneka ternak, peternak ruminansia di Indonesia 3) Membangun kemandirian lembaga peternak di Indonesia 4) Menyamakan persepsi tentang kebijakan pengembangan ternak unggas, aneka ternak dan ternak ruminansia. b. Sasaran Sasaran pengembangan kelembagaan peternak yaitu: 1. Terlaksananya fasilitasi dalam bentuk pengawalan dan pendampingan dalam pengembangan kelembagaan ekonomi peternak; 2. Tumbuh dan berkembangnya kelembagaan peternak yang sesuai dengan kultur dan perkembangan kemampuan kelembagaan peternak. Adapun sasaran dari pedoman pengembangan kelembagaan adalah peternak, Dinas yang membidangi fungsi peternakan provinsi dan Dinas yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota untuk dijadikan pedoman tentang mekanisme dalam pengembangan dan penguatan kelembagaan kelompok c. Pengertian : Dalam Pengembangan kelembagaan peternak, yang dimaksud dengan : 1. Peternak adalah setiap individu yang memelihara ternak untuk tujuan memperoleh manfaat atas ternak dan hasil ternak yang dihasilkan. 2. Kelompok Ternak adalah kumpulan peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 3. Gabungan Kelompok Peternak adalah Gabungan dari beberapa kelompok peternak yang berkedudukan di desa atau beberapa desa dalam kecamatan yang sama. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 2
7 4. Asosiasi Peternak adalah Lembaga independen yang dibentuk oleh, dari dan untuk peternak dan pelaku usaha, berfungsi memperjuangkan kepentingan usaha anggotanya dimana Peternak dan pelaku usaha dalam mengembangkan asosiasinya dapat mengikut sertakan pakar dan atau tokoh masyarakat. 5. Dewan Komoditas Peternakan Nasional adalah Merupakan gabungan dari berbagai asosiasi komoditas peternakan yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan anggota dan menyelesaikan permasalahan yang timbul antar anggota dan antar anggota dengan pihak lain. 6. Kelembagaan Peternak adalah Lembaga yang ada di dalam masyarakat atau lembaga yang ditumbuh kembangkan dari, oleh, dan untuk peternak yang tumbuh berdasarkan kesamaan kepentingan dalam menangani dan mengembangkan usaha agribisnis peternakan secara formal, terorganisir dan mempunyai legalitas guna memperkuat kerjasama dalam memperjuangkan kepentingan peternak, dalam bentuk kelompok peternak, asosiasi dan korporasi. 7. Kelembagaan ekonomi peternak adalah lembaga peternak yang memiliki kegiatan usaha produktif di sektor peternakan, dari hulu sampai hilir yang diitumbuh kembangkan oleh masyarakat peternak guna meningkatkan produktivitas, dan efisiensi usaha ternak yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum; 8. Korporasi adalah kelembagaan formal yang menjalankan fungsi-fungsi menejemen usaha yang berupa badan usaha milik peternak (BUMP) yang berbentuk Koperasi dan Perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh peternak berorientasi keuntungan; 9. Penyuluhan peternakan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha ternak agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam meakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya. d. Indikator Keberhasilan Dalam Pengembangan kelembagaan peternak, indikator keberhasilan adalah : 1. Meningkatnya jumlah kelompok peternak dan kemampuan kelembagaan peternak dalam mengelola usaha peternakan yang diukur dengan meningkatnya produksi, produktivitas dan efisiensi usaha ternaknya; 2. Meningkatnya pelayanan kelembagaan kelompok ternak dalam memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya; 3. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi peternakan di pedesaan; 4. Meningkatnya posisi tawar kelembagaan ekonomi peternak dengan mitra usahanya. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 3
8 BAB II STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK A. Strategi Dasar 1. Mengubah Perilaku peternak agar mengembangkan usaha produktifnya yang yang dikelola secara bersama dalam satuan skala usaha untuk memenuhi kebutuhan yang menguntungkan kebutuhan pasar yang menguntungkan dan efisien; 2. Fasilitasi penumbuhan dan penguatan kelembagaan ekonomi peternak berbasis peningkatan kapasitas kelembagaan peternak 3. Pemberdayaan usaha perternakan melalui pengembangan jenis jenis ternak yang berorientasi pasar dan berskala ekonomi peternakan 4. Fasilitasi pembentukan jejaring agribisnis/kemitraan antar pelaku utama dan pelaku usaha peternakan B. Strategi Opersional 1. Meningkatkan kemampuan pengurus kelembagaan peternak dalam mengembangkan usaha produktif dalam satuan skala usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar 2. Fasilitas pembentukan kelembagaan ekonomi peternak dengan basis kelompok peternak yang berbadan hukum dalam bentuk kopersi 3. Penguatan kapasitas kelembagaan peternak dengan basis agribisnis melalaui pengawalan dan pedampingan pengembangan organisasi dan manajemen kelembagaan ekonomi peternak 4. Meningkatkan kemampuan pengurus kelembagaan ekonomi peternak dalam penyusunan perencanaan agribisnis sesuai dengan kebutuhan pasar 5. Peningkatan jaringan kemitraan agribisnis antar kelembagaan ekonomi peternak dan pelaku usaha lainnya dalam mengembangkan agribisnis diberbagai tingkatan. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 4
9 C. Ruang Lingkup Kegiatan Meningkatkan kapasitas manajerial, kepemimpinan dan kewirausahaan pelaku utama dalam pengelolaan kelembagaan peternak yang berorientasi agribisnis dan berkelanjutan. Ruang lingkup material fasilitasi pengembangan kelembagaan peternak meliputi : 1. Aspek-aspek sistem agribisnis spesifik lokasi untuk meningkatkan pendapatan pelaku utama dan pelaku usaha melalui pengembangan komoditi/produk ternak unggulan; 2. Pengenalan dan persyaratan bentuk kelembagaan peternak; 3. Penyusunan dokumen pembentukan kelembagaan peternak; 4. Proses pembentukan kelembagaan peternak; 5. Penguatan manajemen organisasi dan kelembagaan peternak; 6. Pengembangan usaha diarahkan ke industri peternakan pedesaan; Secara ringkas strategi pengembangan kelembagaan peternak dapat dilihat pada bagan alir dibawah ini. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 5
10 Gambar 1 Bagan Alir Pengembangan Kelembagaan Peternak Pengawalan dan Pendampingan - Penataan Kelembagaan Peternak - Organisasi dan Manajemen Kelembagaan Peternak - Aspek legal formal Fasilitasi Pengembangan Usaha PERUSAHAAN Saprodi BANK MITRA USAHA BUMP Peternak Kelompok Ternak Gapokter - KOPERASI - PT KELEMBAGAAN EKONOMI PETERNAK YANG MANDIRI DAN PROFESIONAL LKM A Pengawalan dan Pendampingan - Manajemen Kelembagaan Ekonomi Peternak - Pengembangan Jejaring Kemitraan Usaha - Diversifikasi Produk Ternak - Aspek legal formal Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 6
11 D. Kelas Kelompok Peternak Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.41/Kpts.OT.210/1/1992, tentang pedoman pembinaan kelompoktani-nelayan, maka pengakuan terhadap kemampuan kelompok diatur sebagai berikut: a. Kelas Pemula, dengan piagam yang ditandatangani oleh Kepala Desa. b. Kelas Lanjut, dengan piagam yang ditandatangani oleh Camat. c. Kelas Madya, dengan piagam yang ditandatangani oleh Bupati/Walikota. d. Kelas Utama, dengan piagam yang ditandatangani oleh Gubernur. Klasifikasi Kelompok peternak ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan Dinas yang membidangi fungsi peternakan baik di provinsi maupun kabupaten/kota misalnya untuk seleksi CP/CL untuk kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 7
12 BAB III PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Upaya pengembangan pemberdayaan peternak dan kelembagaan peternak yang berdaya saing tinggi, dilakukan melalui kebijakan pengembangan kapasitas kelembagaan peternak menjadi pengembangan kelembagaan ekonomi peternak yang diarahkan menjadi badan usaha milik peternak atau BUMP dalam bentuk koperasi ternak dan atau pembentukan perseroan terbatas yang dapat meningkatkan status daya tawar peternak dengan berbagai pihak. Setiap kelembagaan peternak memiliki peluang untuk membentuk dan mengembangan lembaga peternak, namun demikian kelembagaan peternak harus terbentuk berdasarkan kebutuhan untuk mengembangkan kegiatan usaha. Kriteria umum bagi peternak dalam upaya pembentukan kelembagaan peternak diantaranya : 1. Telah melakukan kegiatan usaha peternakan; 2. Memiliki struktur organisasi dan kepengurusan kelompok peternak; 3. Memiliki perencanaan usaha yang disusun secara partisipatif dalam kurun waktu atau siklus usaha tertentu; 4. Memiliki pencatatan dan pembukuan usaha; 5. Telah membangun jejaring dalam pengembangan usaha dengan kelompok peternak lainnya; 6. Membutuhkan dukungan aspek legal formal untuk memperkuat pengembangan usaha. Tahapan pengembangan kelembagaan peternak terdiri dari persiapan, pembentukan kelembagaan peternak, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi dengan rincian kegiatan sebagai berikut : A. Persiapan Tahapan persiapan sebagaimana mestinya sudah dijelaskan pada bab sebelumnya namun demikian secara umum Identifikasi kepada peternak dan kelompok peternak yang berpotensi bertujuan untuk ditingkatkan kapasitasnya menjadi kelembagaan peternak. Identifikasi dilakukan dengan Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 8
13 Penelaahan data perkembangan lapangan. usaha peternak dan peninjauan ke B. Pelaksanaan 1. Identifikasi kelompok peternak; a. Penalaan data perkembangan kelompok peternak oleh petugas teknis peternakan kecamatan; b. Identifikasi kelompok peternak yang berpotensi untuk dikembangkan kapasitasnya menjadi kelembagaan kelompok peternak. 2. Hasil Identifikasi kelompok peternak selanjutnya direkap untuk disampaikan kepada Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan untuk difasilitasi dalam pengembangan kelembagaan peternak. 3. Sosialisasi pengembangan kelembagaan peternak oleh Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan. 4. Musyawarar/rembug ternak untuk menyepakati pembentukan kelembagaan peternak; 5. Fasilitasi berupa pendampingan oleh petugas teknis peternakan bersama dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan kelembagaan ekonomi, sepert Dinas Koperasi dan UKM, Pengusaha, Dinas Perdagangan, Asosiasi kelompok peternak dan Pengusaha peternakan serta pihak perbankan. Materi fasilitasi meliputi: a. Pengenalan bentuk-bentuk kelembagaan ekonomi peternak; b. Manfaat Kelembagaan ekonomi peternak; c. Persyaratan dan proses pembentukan kelembagaan ekonomi peternak; d. Struktur, tugas, tanggung jawab dan fungsi perangkat organisasi kelembagaan peternak. 6. Pendampingan oleh petugas teknis dilakukan sebagai bagian dari kunjungan lapangan ke kelompok peternak sesuai jadwal yang disepakati; 7. Musyawarah/rembug kelompok peternak untuk menetapkan bentuk kelembagaan ekonomi peternak. Dalam penetapan kelembagaan peternak agar dilakukan secara partisifatif dan tidak ada pemaksaan Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 9
14 tergantung dari kesiapan kelompok untuk membentuk kelembagaan ekonomi peternak; 8. Penyiapan dokumen-dokumen kelengkapan pembentukan kelembagaan ekonomi peternak sesuai dengan bentuk kelembagaan yang disepakati dan persyaratan yang harus dipenuhi bagi kelembagaan terpilih. Setelah kelembagaan peternak terbentuk, maka diperlukan adanya fasilitasi berupa pendampingan oleh Dinas yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat agar kelembagaan tersebut dapat berjalan secara profesional dan mampu mengembangkan diri menjadi lembaga peternak yang mandiri, serta meningkatkan usahanya sebagai lembaga usaha yang komersial. Untuk itu diperlukan fasilitas bagi kelembagaan ekonomi peternak,diantaranya: 1. Penguatan kapasitas manajerial usaha kelembagaan ekonomi peternak melalui : a. Perencanaan usaha ( business plan), sebagai satu bentuk usaha yang komersial diperlukan adanya perencanaan usaha yang dapat memberikan gambaran akan arah dan tujuan kelembagaan ekonomi peternak ini akan mengembangkan usahanya, untuk itu setiap kelembagaan ekonomi peternak harus menyusun perencanaan usaha (business plan) yang nasional; b. Pengembangan/diversifikasi produk, salah ciri berkembangnya kegiatan usaha yaitu dengan adanya pengembangan diversifikasi produk, pada awalnya mungkin baru satu jenis usaha atau produk yang dihasilkan tetapi dengan perjalanan waktu maka setiap kelembagaan ekonomi peternak seharusnya mampu membuat rancangan pengembangan diversifikasi usaha; c. Perencanaan ketersedian dan pemasangan ( marketing plan), sebagai upaya untuk meningkatkan pemasaran produk, maka diperlukan adanya perencanaan untuk menjangkau pasar dengan berbagai strategi; d. Keuangan, akuntansi dan perpajakan, untuk mewujudkan kelembagaan ekonomi peternak yang profesional diperlukan adanya kemampuan untuk mengelola keuangan dengan system akuntansi yang tertib dan bagi kelembagaan ekonomi peternak yang telah terdaftar sebagai wajib pajak maka diperlukan adanya kemampuan untuk bias menghitung pajak sebagai bagian dari kewajiban sebagai suatu kelembagaan usaha. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 10
15 2. Pengembangan Jejaring dan kemitraan antara lain melalui : a. Penguatan dan peningkatan likuiditas modal, pengembangan kelembagaan ekonomi peternak harus dibarengi dengan adanya penguatan permodalan baik melalui upaya peningkatan modal dari kelembagaan keuangan maupun dengan pemupukan modal yang berasal dari internal; b. Intervensi dan pencairan pasar baru. Setelah usaha dijalankan, perlu untuk dilakukan evaluasi dan menganalisa kegiatan usaha dengan melakukan analisa harga, pendapatan konsumen, strategis pesaing serta pencairan pasar baru sebagai bagian dari pengembangan jejaring dengan dan kemitraan dengan pihak lain yang memiliki kesamaan visi dalam pengembangan usaha. 3. Pengembangan pelayanan informasi, pemagangan dan pelatihan bagi calon kelembagaan ekonomi peternak. Bagi kelembagaan ekonomi peternak yang telah menunjukkan keberhasilan dalam kegiatan usahanya, dapat melengkapi kegiatannya melalui pengembangan pelayanan informasi agribisnis hal ini dapat memberikan dampak saing menguntungkan melalui pengembangan jejaring dan kemitraan. Selain itu dapat pula dikembangkan program pemagangan dan pelatihan bagi kelompok peternak yang akan membentuk kelembagaan ekonomi peternak. C. Pembentukan Kelembagaan Peternak Pembentukan kelembagaan peternak terhadap peternak/kelompok peternak potensial diawali dengan melakukan musyawarah/rembug untuk menyepakati pembentukan kelembagaan peternak. 1. Kelembagaan ekonomi peternak dalam bentuk koperasi didaftarkan pendiriaannya di instansi yang menangani koperasi setempat dan disahkan untuk mendapatkan legalitas dari notaris (tatacara pembentuakn koperasi lihat Undang-undang Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 dan Materi Penyuluhan tentang pembentukan koperasi petani/peternak); 2. Kelembagaan ekonomi petani dalam bentuk Perseroan Terbatas didaftarkan pendiriannya di notaris dan dilanjutkan dengan pendaftaran di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Tata cara pembentukan dan Perusahan lihat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Materi penyuluhan tentang Pembentukan Perusahaan Pertanian di Pedesaan) Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 11
16 D. Fasilitasi Kelompok Ternak Untuk menunjang pengembangan dan penguatan modal usaha kelompok perlu adanya fasilitasi dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta. Sumbersumber permodalan yang dapat diakses oleh kelompok peternak adalah sebagai berikut : 1. Modal Sendiri; 2. Pelepas Uang dengan bunga relatif tinggi, tetapi mudah didapat hanya atas kepercayaan; 3. Perbankan dengan bunga disubsidi s/d komersial dgn mengacu pada ketentuan perbankan dan non perbankan (misalnya dana Skim Kredit KUPS, KKP-E); 4. Pemerintah (APBN) melalui Dana Bantua Langsung ke Masyarakat /Kelompok Tani Ternak. Gambar 2. Alur peningkatan pengembangan kelembagaan peternak Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 12
17 BAB IV PENGORGANISASIAN Organisasi pelaksanan kegiatan pengembangan kelembagaan peternak berada pada kelembagaan baik ditingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang membidangi fungsi peternakan, dengan tugas dan peran masing-masing sebagai berikut : a. Pusat 1. Menyusun petunjuk pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak sebagai acuan Dinas yang membidangi fungsi peternakan di provinsi dan kabupaten/kota dalam menyusun Petunjuk Teknis (juknis) pelaksanaan kegiatan. 2. Mensosialisasikan petunjuk pelaksanaan pengembangan kelembagaan kepada seluruh instansi terkait di daerah pelaksanaan kegiatan; 3. Menyusun perencanaan pembinaan pengembangan kelembagaan dalam rangka pemberdayaan peternak; 4. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan hasil laporan dari provinsi tentang perkembangan kelembagaan peternak sebagai bahan perumusan kebijakan pembinaan dan pemberdayaan peternak lebih lanjut; 5. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak di daerah; b. Provinsi 1. Menyusun petunjuk teknis pengembangan kelembagaan peternak dan mensosialisasikannya kepada para stakeholders kegiatan; 2. Menyusun perencanaan pembinaan pengembangan kelembagaan dalam rangka pemberdayaan peternak; 3. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan hasil laporan dari kabupaten/kota tentang perkembangan kelembagaan peternak sebagai bahan perumusan kebijakan pembinaan dan pemberdayaan peternak lebih lanjut; 4. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak di Kabupaten/kota; Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 13
18 c. Kabupaten/Kota 1. Menyusun petunjuk teknis pengembangan kelembagaan peternak dan mensosialisasikannya kepada para stakeholders kegiatan; 2. Menyusun perencanaan pembinaan pengembangan kelembagaan dalam rangka pemberdayaan peternak; 3. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan hasil laporan dari peternak tentang perkembangan kelembagaan peternak sebagai bahan perumusan kebijakan pembinaan dan pemberdayaan peternak lebih lanjut; 4. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak. d. Petugas Teknis Kecamatan 1. Menyebarluaskan Petunjuk Teknis pengembangan kelembagaan peternak sebagai acuan bagi para petugas pendamping kelompok di tingkat desa/kelurahan; 2. Menjelaskan Juknis pengembangan kelembagaan peternak kepada para petugas pendamping kelompok di tingkat desa/kelurahan; 3. Menyusun jadwal pengawalan pelaksanaan kegiatan pengembangan kelembagaan; 4. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak di setiap desa/kelurahan; 5. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan hasil laporan dari petugas pendamping kelompok tentang perkembangan kelembagaan kelompok ternak hasil pengawalan; 6. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak sebagai bahan informasi dan perencanaan kegiatan lebih lanjut; 7. Melaporkan perkembangan kelembagaan ekonomi peternak ke Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan kabupaten/kota; d. Petugas Pendamping Kelompok Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 14
19 1. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengembangan kelembagaan peternak dalam rangka pemberdayaan wilayah binaannya; 2. Melakukan kegiatan pengembangan kelembagaan ekonomi peternak dalam rangka pemberdayaan di wilayah binaannya dan ; 3. Membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak untuk dilaporkan ke Petugas Teknis Peternakan Kecamatan. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 15
20 BAB V MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring dan Evaluasi Monitoring adalah pemantauan proses pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak yang dilakukan dengan membandingkan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang disusun serta mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai dengan yang direncanakan sebagai dasar untuk perbaikan lebih lanjut. Evaluasi adalah menilai efisiensi dan efektifitas rencana. Kegiatan ini dilakukan dengan membandingkan dengan hasil dan tujuan akhir dalam pelaksanaan pengembangan kelembagaan peternak. Monitoring dan evaluasi penumbuhkembangan kelembagaan ekonomi peternak dilakukan oleh kelembagaan peternakan disetiap jenjang wilayah. Adapun ruang lingkup monitoring dan evaluasi pengembangan kelembagaan peternak antara lain: 1. Keragaan dan kesiapan kelembagaan peternak yang berpotensi untuk dikembangkan kapasitasnya menjadi kelembagaan ekonomi peternak; 2. Proses musyawarah/rembug ternak, kelompok ternak/gapoknak untuk menyepakati pemilihan dan pembentukan kelembagaan ekonomi peternak; 3. Penyiapan dokumen-dokumen kelengkapan pembentukan kelembagaan peternak seusai dengan bentuk kelembagaan yang disepakati; 4. Pendaftaran dan pengesahaan untuk mendapatkan legalitas formal; 5. Penguatan kapasitas manajerial usaha kelembagaan peternak; 6. Pengembangan jejaring dan kemitraan kelembagaan peternak dengan pihak terkait lainnya dan; 7. Peningkatan kapasitas kelembagan peternak sebagai sentra pengembangan SDM peternak di pedesaan. B. Pelaporan Hasil monitoring dan evaluasi dilaporkan mulai dari tingkat kabupaten/kota, Provinsi hingga ke pusat. Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 16
21 PENUTUP Kegiatan agribisnis pedesaan merupakan sinergi dari upaya pemberdayaan peternak, pengembangan sumber daya peternakan, serta pengembangan dan iseminasi inovasi teknologi. Hasil utama pemberdayaan adalah perubahan pola fikir, wawasan dan perilaku yang ditujukan dengan tumbuhnya kembali rasa percaya diri, kebersamaan, etos kerja serta kesadaran akan potensi individu dan masyarakat peternak untuk membangun masa depannya melalui pengembangan agribisnis berbasis ionvasi teknologi. Pengembangan kelembagaan peternak merupakan upaya untuk meningkatkankan kapasitas kelembagaan peternak melalui perbaikan manajerial usaha, pengembangan dan diversifikasi usaha yang yang dibangun dalam satu kelembagaan usaha. Pengembangan kelembagaan peternak diharapkan dapat memperkuat kemandirian masyarakat peternak dalam pembangunan peternakan yang berkelanjutan. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Pedoman Teknis Pengembangan Kelembagaan Peternak Page 17
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 i ii KATA PENGANTAR Pengembangan
Lebih terperinciPEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN
5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/PERMENTAN/OT.140/4/2013 A. Latar Belakang PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN Sektor pertanian
Lebih terperinciPEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 46/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 46/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciPENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI
PETUNJUK PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PETUNJUK PELAKSANAAN
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da
No.124, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyuluhan Pertanian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/SM.200/1/2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN
Lebih terperinciPEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN
5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN I. Pendahuluan
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT
LAMPIRAN PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL 2-8 - 2011 PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT I. LATAR BELAKANG Mayoritas masyarakat Kabupaten Garut bermata
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Upaya pembangunan perkebunan rakyat yang diselenggarakan melalui berbagai pola pengembangan telah mampu meningkatkan luas areal dan produksi perkebunan dan pendapatan nasional,
Lebih terperinciPANDUAN OPERASIONAL PENGEMBANGAN JEJARING USAHA KELEMBAGAAN PETANI
PANDUAN OPERASIONAL PENGEMBANGAN JEJARING USAHA KELEMBAGAAN PETANI I. Pendahuluan Upaya pemberdayaan dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain: (1) pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM) baik secara
Lebih terperinci2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera
No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1136, 2014 KEMEN KP. Penyuluh Perikanan. Swasta. Swadaya. Pemberdayaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2014
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciTranspormasi kelembagaan tani menjadi Kelembagaan Ekonomi Petani tidak terelakkan lagi, sejalan dengan tuntunan untuk melakukan penguatan organisasi
Transpormasi kelembagaan tani menjadi Kelembagaan Ekonomi Petani tidak terelakkan lagi, sejalan dengan tuntunan untuk melakukan penguatan organisasi usaha yang berbadan hukum, terbentuk organisasi pelaku
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.52, 2010 Kementerian Pertanian. Pelatihan. Pertanian Swadaya. Pedoman.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.52, 2010 Kementerian Pertanian. Pelatihan. Pertanian Swadaya. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/PP.410/1/2010 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR BERKELANJUTAN TAHUN 2015
PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR BERKELANJUTAN TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PERMENTAN/SM.050/12/2016 TENTANG PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PERMENTAN/SM.050/12/2016 TENTANG PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 28/Permentan/OT.140/4/2012 TANGGAL : 23 April 2012 PEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai amanat
Lebih terperinciPEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendekatan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENYULUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSkim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)
28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014
PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1151, 2012 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyuluh Kehutanan. Swasta. Swadaya Masyarakat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.42/MENHUT-II/2012 TENTANG PENYULUH
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian
Lebih terperinci2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2013 KESEJAHTERAAN. Petani. Perlindungan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila
No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENUYUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciDUKUNGAN PENYULUH DI KELEMBAGAAN PETANI PADA PENGUATAN PERKEBUNAN KOPI RAKYAT
DUKUNGAN PENYULUH DI KELEMBAGAAN PETANI PADA PENGUATAN PERKEBUNAN KOPI RAKYAT Dayat Program Studi Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Bogor E-mail: sttp.bogor@deptan.go.id RINGKASAN Indonesia merupakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.
No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007
Draft Tanggal 5 Juli 2007 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007 TENTANG PEDOMAN PROGRAM SARJANA PENCIPTA KERJA MANDIRI (PROSPEK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan
Lebih terperinciMenimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN
Lebih terperinciUU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)
UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K) PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS)
PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS) JAKARTA, 12 13 FEBRUARI 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN KOPERASI UU
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/PP.410/1/2010 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PELATIHAN PERTANIAN SWADAYA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 0/Permentan/PP.4//0 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PELATIHAN PERTANIAN SWADAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 15 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinci2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN KABUPATEN
Lebih terperinciSamarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.05/2011 tanggal 27
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani
Lebih terperinciALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PETANI DAN KOMODITAS PERTANIAN JAGUNG DAN KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.
KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi
Lebih terperinciPETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN INKUBATOR AGRIBISNIS PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELATIHAN PERTANIAN
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN INKUBATOR AGRIBISNIS PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELATIHAN PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016
PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciPEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOKTANI DAN GABUNGAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELOMPOKTANI DAN GABUNGAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN A. Latar
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KETENTUAN TEKNIS, SYARAT DAN TATA CARA PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 09/PERMENTAN/OT.140/2/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN -1- PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI BADAN PELAKSANA PENYULUH PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEEN HALMAHERA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinci- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 91/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 9/Permentan/OT.40/9/03 TENTANG PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)
PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015
Lebih terperinciDr. Ato Suprapto, MS
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Ridho-Nya sehingga terselesaikannya Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kemampuan Kelompoktani Tahun 2011. Penerbitan
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN
AN KELAUTAN DAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN AN Oleh : KUSDIANTORO Kepala Bidang Program dan Monev, Pusat Penyuluhan KP Disampaikan pada acara Temu Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 82/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOKTANI DAN GABUNGAN KELOMPOKTANI
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 82/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOKTANI DAN GABUNGAN KELOMPOKTANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K
PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT,
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN
ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : KEPALA BADAN PPSDMP 1 DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN UU No. 16 Thn 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN
PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN
Lebih terperinciPROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA
PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com
Lebih terperinciAnalisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya
5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi
Lebih terperinci