PENGERINGAN BEKU (FREEZE DRYING) DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI SKRIPSI ANDRI TEGUH PRABOWO I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGERINGAN BEKU (FREEZE DRYING) DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI SKRIPSI ANDRI TEGUH PRABOWO I"

Transkripsi

1 PENGARUH TINGKAT KOMBINASI PEMBERIAN STARTER KULTUR TEPUNG lactobacillus ASAP plantarum HASIL DAN lactobacillus acidophillus TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BEKU (FREEZE DRYING) DAN LAMA MIKROBIOLOGIS DAN KIMIAWI PADA MINUMAN FERMENTASI PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI SKRIPSI ANDRI TEGUH PRABOWO I FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

2 KUALITAS DAGING (Otot Potongan Leg) KAMBING MARICA PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN TEPUNG ASAP HASIL PENGERINGAN (Capra hircus) MELALUI BEKU PEMBERIAN (FREEZE PAKAN DRYING) DAN WAKTU DAN AGING LAMA YANG BERBEDA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI SKRIPSI Oleh: ANDRI TEGUH PRABOWO I Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

3 PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Andri Teguh Prabowo NIM : I Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atasu seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya. Makassar, Maret 2015 Ttd Andri Teguh Prabowo

4

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penyusunan Tugas Akhir/ Skripsi yang berjudul Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi Bali dapat terselesaikan dengan baik, sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Tak lupa pula penulis panjatkan shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang senantiasa menjadi panutan di hati seluruh umat. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis hanturkan dengan kepada : 1. Segala hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. MS. Effendi Abustam, M.Si selaku Pembimbing utama dan Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si selaku pembimbing Anggota, atas segala bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, motivasi, nasehat dan saransaran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini. 2. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan segenap cinta dan hormat kepada ayahanda tercinta H. Sarjono dan ibunda Hj. Iik Wartini atas segala do a, motivasi, dan kasih sayang yang tiada bandingannya di dunia serta materi yang diberikan kepada penulis. 3. Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt, M.Si yang telah memberikan banyak masukan, arahan-arahan serta motivasi kepada penulis. Ucapan terima kasih

6 juga penulis haturkan kepada Bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc atas saran-saran dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Penasehat Akademik. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan dan seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan. 6. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku ketua Jurusan Produksi Ternak beserta seluruh Dosen dan Staf jurusan Produksi Ternak dan Bapak Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt. M.Si selaku Sekretaris Jurusan Produksi Ternak atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan. 7. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. 8. Teman-teman satu tim Kakanda Syamsuddin S. Pt, M.Si, Kakanda Selfin Tala, S.Pt, M.Si, Kakanda Irmawati, S.Pt dan Haikal terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. 9. Seluruh Sahabat-sahabat L 1 0 N 10 terima kasih telah menemani penulis disaat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah. Kalian adalah bagiaan-bagian lembaran kehidupan yang sangat ingin aku ceritakan kepada anak cucuku nanti. 10 Sahabat-sahabat Crew THT 10 A. Nurul Mukhlisah, S.Pt, Rajmi Faridah, S.Pt, A. Afdaliah Amir, S.Pt, Hasniar Burhan, S.Pt, Lukman

7 Hakim, S.Pt, Syachroni, S.Pt, Sinta Karangan, S.Pt, Nirwana, S.Pt dan semua tanpa terkecuali, terima kasih yang setinggi-tingginya atas segala pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa serta kebersamaan selama ini. Persahabatan kita adalah hal yang paling indah dan tak akan mungkin terlupakan, semoga persahabatan kita membawa kesuksesan. 11 Kepada sahabat-sahabat setia Crew THT 10 terima kasih atas segala kebaikan, bantuan dan kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis selama ini. 12 Kepada Kakanda Syamsuddin S. Pt, M.Si, Kakanda Muhammad Amin S. Pt, M.Si, Kakanda Muhammad Irfan, S.Pt, M.Si Kakanda A. Arham Janwar, S.Pt terima kasih atas bantuan dan motivasinya kepada penulis. 13 Terima kasih kepada Rekan-Rekan Asisten Dasar Teknologi Hasil Ternak, Abatoar & Tehnik Pemotongan Ternak, Pengawasan Mutu Hasil Peternakan dan Tim Cocoa Beef atas bantuan dan canda tawa selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan. 14 Sahabat sahabat seperjuangan L 1 0 N 10 terima kasih telah menemani penulis disaat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah. Kalian adalah bagiaan-bagian lembaran kehidupan yang sangat ingin aku ceritakan kepada anak cucuku nanti. 15 SEMA FAPET-UH atas segala bentuk pengalaman dan ilmu yang telah di ajarkan kepada penulis. 16 HIMAPROTEK-UH yang telah memberikan banyak pencerahan kepada penulis. 17 HIMATEHATE-UH yang selalu memberi keceriaan dalam harian penulis.

8 18 Kepada Caput 02, Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen 06, Rumput 07, Bakteri 08, Merpati 09, L10N, Solandeven 011, Flock Mentality 12, Larva 13 dan Ant Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 86 khususnya Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep. Terima Kasih atas kebersamaan yang telah kalian ciptakan serta dukungan dan motivasi yang menghalir kepada penulis. 20 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas segala bantuan yang diberian kepada penulis selama menyelesaikan studi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan limpahan berkah, rahmat, karunia dan hidayah-nya. Amin. Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin. Wassalam. Makassar, Maret 2015 Andri Teguh Prabowo

9 ABSTRAK ANDRI TEGUH PRABOWO. I Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi Bali. Dibimbing oleh EFFENDI ABUSTAM dan HIKMAH M. ALI. Daging pascarigor akan mengalami penurunan daya ikat air sehingga susut masak menjadi meningkat, maka perlu dilakukan penambahan bahan yang bersifat sebagai bahan pengikat (binder). Penambahan asap cair pada daging pascarigor diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daging dalam mengikat air dan susut masak daging yang rendah, sehingga keterbatasan waktu pengolahan dapat diperpanjang. Asap cair yang masih dalam bentuk cair mudah menguap dan saat daging direndam, asap cair kurang meresap pada daging. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dibuat menjadi tepung asap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung asap dari hasil pengeringan beku (freeze drying) terhadap nilai ph, daya ikat air/whc, susut masak, daya putus daging dan uji ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) daging sapi pascarigor pada otot Longissimus dorsi. Penelitian dilakukan secara eksperimental berdasarkan rancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 4 dengan 3 kali ulangan. Dimana faktor pertama merupakan level tepung asap dan faktor kedua merupakan lama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemberian tepung asap 1 dan 2% menurunkan nilai ph, sedangkan daya ikat air, daya putus daging, nilai TBA dan susut masak kurang lebih sama. Semakin lama penyimpanan nilai ph, daya ikat air, TBA, susut masak dan daya putus daging kurang lebih sama. Tingkat pemberian tepung asap pada tiap waktu penyimpanan memiliki respon yang sama terhadap ph, daya ikat air, TBA, susut masak dan daya putus daging. Kata Kunci : Daging Sapi, Tepung Asap, Kualitas Daging

10 ABSTRACT ANDRI TEGUH PRABOWO. I Effect of Different Level of Freeze Dry- Smoke Flour Administration and Storage Duration on the Quality of Bali Beef. Supervised by EFFENDI ABUSTAM as Main-Supervisor and HIKMAH M. ALI as Co-Supervisor. Post-rigor meat would have a decrease of water holding capacity resulting in increase the cooking loss, therefore, it is necessary to add the material that act as a binder. The addition of liquid smoke on the post-rigor meat is expected to improve the ability of the meat to bind water and lowering the cooking loss, and in turn, the limitation time for processing the meat could be extended. Smoke in liquid form is easily vaporized and when the meat soaked, liquid smoke less pervasive in the flesh. To solve this problem, liquid smoke was then made into flour form. This study aimed to determine the effect of freeze dried smoke flour on the ph value, water holding capacity (WHC), cooking loss, shear force value of the meat and TBA (thiobarbituric acid) test of Longissimus dorsi muscle of post-rigor meat. The study was carried out experimentally using completely randomized design of factorial pattern 3 x 4 with 3 replications. The first factor was the level of smoke flour and the second factor was the storage duration. The results of this study showed that the rates of smoked flour at 1 and 2% reduced the ph value, while the water holding capacity, shear force value of the meat, TBA value and cooking loss were relatively similar. The longer storage, the ph value, water holding capacity, TBA, cooking loss and shear force value of the meat showed relatively similar. The rate of smoked flour at each storage duration had similar response to ph, water holding capacity, TBA, cooking loss and shear force value of the meat Keywords: Beef, Flour Smoke, Meat Quality

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.... DAFTAR TABEL.... xi xiii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv xv PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Daging... 3 Rigormortis pada Daging Tinjauan Umum Asap Cair (Liquid Smoke)... 8 Metode Pengeringan Pengeringan Beku (Freeze Drying) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Materi Penelitian Metode penelitian Rancangan Penelitian Prosedur Penelitian Parameter yang diukur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai ph Daging Daya Ikat Air (DIA/WHC/Water Holding Capacity)... 23

12 Nilai TBA (Thiobarbituric acid) Susut Masak (Cooking Loss) Daya Putus Daging (DPD Segar) Daya Putus Daging (DPD Masak) KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP... 50

13 DAFTAR TABEL Teks No. Halaman 1. Komposisi Daging Sapi Mentah Nilai ph Daging Daya Ikat Air (DIA/WHC/Water Holding Capacity) Nilai TBA (Thiobarbituric acid) Susut Masak (Cooking Loss) Daya Putus Daging (DPD Segar) Daya Putus Daging (DPD Masak)... 30

14 DAFTAR GAMBAR Teks No. Halaman 1. Prinsip Kerja Pengeringan Beku Diagram Alir Penelitian... 16

15 PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan untuk memenuhi protein hewani asal ternak, protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging temasuk dalam bahan makanan yang mudah rusak, oleh karena itu perlu penanganan yang lebih komprehensif agar bahan makanan tersebut lebih tahan lama disimpan. Daging pascarigor akan mengalami penurunan daya ikat air sehingga susut masak menjadi meningkat, maka perlu dilakukan penambahan bahan yang bersifat sebagai bahan pengikat (binder). Bahan tambahan pangan yang alami yang bersifat pengawet sekaligus sebagai bahan pengikat dan aman untuk dikonsumsi oleh manusia adalah asap cair. Penambahan asap cair pada daging pascarigor diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daging dalam mengikat air dan susut masak daging yang rendah, sehingga keterbatasan waktu pengolahan dapat diperpanjang. Demikian pula selama penyimpanan dingin (2-5 o C) pascarigor sifat fungsional tersebut tetap dipertahankan. Beberapa penelitian mengenai asap cair telah banyak dilakukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Hajariah (2013) mengenai daging sapi bali yang direndam dan diinjeksi dengan asap cair dan penelitian yang dilakukan oleh Salmiah (2013) mengenai daging sapi bali yang direndam asap cair dengan konsentrasi yang berbeda. Hasil dari ke dua penelitian tersebut dianggap masih belum mampu dalam memperbaiki kualitas dari daging sapi bali ditandai dengan nilai DIA, SM dan DPD yang relatif sama dengan tanpa pemberian asap cair. 1

16 Penggunaan asap cair telah banyak dilakukan dalam berbagai penelitian khususnya dalam bentuk cair. Tepung asap merupakan suatu inovasi baru dan pertama kali dilakukan pembuatan asap cair menjadi tepung asap. Pengeringan beku (freeze drying) merupakan suatu teknologi pengeringan yang sudah tidak lazim digunakan dalam pembuatan tepung putih telur, tepung kuning telur dan sebagainya. Asap cair yang masih dalam bentuk cair mudah menguap dan saat daging direndam, asap cair kurang meresap pada daging. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dibuat menjadi tepung asap. Melalui penelitian ini akan dilihat peran tepung asap dapat mempengaruhi nilai ph, daya ikat air/whc, susut masak, daya putus daging dan uji ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) daging sapi pascarigor pada otot Longissimus dorsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung asap dari hasil pengeringan beku (freeze drying) terhadap nilai ph, daya ikat air/whc, susut masak, daya putus daging dan uji ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) daging sapi pascarigor pada otot Longissimus dorsi. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah bagi masyarakat ilmiah dan umum dalam upaya penggunaan tepung asap dari hasil pengeringan beku (freeze drying) terhadap nilai ph, daya ikat air/whc, susut masak, daya putus daging dan uji ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) daging sapi pascarigor pada otot Longissimus dorsi. 2

17 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Daging Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1998). Daging menurut SNI adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan sebagai makanan. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak. Menurut Soeparno, (2005) kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang biasa disebut dengan antemortem yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, dan stress dan setelah pemotongam pemotongan (post mortem) yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormone dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan, macam otot daging, dan lokasi pada suatu otot daging. 3

18 Daging sangat penting untuk kehidupan manusia, karena merupakan salah satu sumber protein hewani yang mengandung asam amino esensial yang lengkap untuk tubuh (Lawrie, 1979). Protein merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh, penyusun jaringan, pengganti bagianbagian tubuh yang rusak dan pengatur kegiatan tubuh serta dapat pula sebagai penghasil tenaga atau kalori. Komposisi daging sangat bervariasi. Kadar lemak berkisar antara 10% sampai 50% tergantung pada jenis hewan dan dari bagian jenis hewan daging tersebut berasal. Kadar air berbanding terbalik dengan kadar lemak, artinya daging dengan kadar lemak tinggi mempunyai kadar air yang rendah, dan sebaliknya. Komposisi daging sapi mentah dari beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi daging sapi mentah Komposisi (%) Gaman dan Sherrington (1994) Lawrie (1979) Protein Lemak 11 2,5 Karbohidrat 0 1,2 Air Vitamin < 1 <1 B. Rigormortis pada Daging Rigormortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya kekakuan pada otot. Pada saat kekakuan otot itulah disebut sebagai 4

19 terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat (Abustam, 2009). Proses kontraksi menyebabkan otot menjadi keras dan kaku sedangkan proses relaksasi menyebabkan jaringan otot menjadi lunak dan empuk. Fase-fase yang dialami jaringan otot hewan setelah dipotong adalah fase prerigor mortis, rigor mortis, dan pascarigor mortis. Pada fase pre rigor mortis daging masih lunak karena daya ikat air dari jaringan otot masih tinggi, lama fase pre rigor mortis berkisar antara 5-8 jam, tergantung dari jenis hewan. Penemuan baru menunjukkan bahwa ada penyusutan otot pada fase prerigor, oleh karena itu bertambah kerasnya otot dapat dikurangi dengan menyimpan daging pada temperatur 20 o C pada fase prerigor mortis (Abustam, 2009). Pada fase rigor mortis jaringan otot menjadi keras dan kaku. Fase ini sangat tergantung pada kondisi penyimpanan. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan fase rigor mortis berlangsung cukup lama. Sedangkan fase pascarigor adalah fase pembentukan aroma, pada fase ini daging kembali menjadi lunak dan empuk karena daya ikat air dalam otot kembali meningkat. Lama pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigor mortis (proses kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigor mortis belum selesai dan daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging mengalami proses cold-shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor (kekakuan akibat pencairan daging) pada saat thawing sehingga akan menghasilkan daging yang tidak empuk (alot) (Abustam, 2009). 5

20 Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati. Pada ternak yang mengalami kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang disembelih akan menghasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat (Abustam, 2009). Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan ph daging masih tinggi (diatas ph akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya rigor mortis. Jika ph > pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin (Abustam, 2009). Kandungan gizi yang cukup tinggi di dalam daging tersebut merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim, sehingga daging merupakan bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas mikrobia dan proses enzimatis yang berlanjut, dan jika tidak segera mendapatkan penanganan tertentu maka dalam batas waktu 24 jam pada temperatur ruang setelah pemotongan daging sudah mengalami kerusakan, oleh karena itu, suatu pengawetan segera dilakukan untuk mencegah kerusakan daging (Tranggono, dkk.,1990). 6

21 Kerusakan yang terjadi di dalam daging dapat dicegah dengan menggunakan beberapa cara pengawetan antara lain pendinginan, pembekuan, pengasinan, pengasapan, pengeringan, irradiasi dan penambahan bahan-bahan lain. Cara-cara tersebut prinsipnya adalah untuk menekan aktivitas mikrobia dan mengurangi proses enzimatis yang dapat mempercepat kerusakan daging (Buckle et al., 1978). Produk daging beku merupakan suatu alternatif pilihan pengawetan daging supaya tahan lama, karena selain proses kerusakan daging dapat terhambat juga proses pembekuan tidak merubah daging ke bentuk olahan yang lain, sehingga ketersediaan daging segar dapat terjamin. Pembekuan daging adalah salah suatu cara dari pengawetan daging yaitu dengan membekukan daging di bawah titik beku cairan yang terdapat di dalam daging, titik beku daging pada temperatur -2 s/d -3 o C (Desrosier, 1969). Proses pembekuan daging dapat menghambat pertumbuhan mikrobia, proses proteolitik, proses hidrolisis, proses lipolitik dan sedikit proses oksidatif (Tranggono, dkk.,1990). Pada pelayuan daging terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan keempukan daging meningkat, tetapi sebaliknya water holding capacity (WHC) daging menurun yang mengakibatkan cooking lost meningkat (Lawrie, 1979). Lama pelayuan daging sebelum dibekukan akan meningkatkan jumlah cairan daging segar (weep) dan cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat pencairan kembali (thawing), yang akan menyebabkan terjadinya penurunan 7

22 kandungan gizi daging karena sebagian zat-zat dalam daging ikut terlarut dalam drip (Judge et al.,1989). Upaya untuk mempertahankan sifat fungsional daging sapi pascarigor dapat dilakukan dengan penambahan bahan tambahan pangan selama pengolahan seperti fosfat, garam dan bahan lainnya seperti boraks. Bagi sebagian orang penambahan bahan kimia dan khususnya boraks dalam pengolahan daging selalu menjadi pertanyaan terkait dengan dampaknya terhadap kesehatan yang mengkonsumsi produk tersebut. Salah satu bahan tambahan pangan alami yang berfungsi sebagai pengawet sekaligus sebagai pengikat dan aman bagi konsumen adalah asap cair. Asap cair dapat meningkatkan kemampuan pengikatan air pada pembuatan bakso, ditandai dengan susut masak rendah, kekenyalan dan kekompakan bakso yang lebih baik (Abustam, dkk., 2009). C. Tinjauan Umun Asap Cair (Liquid Smoke) Pada awalnya asap cair merupakan asam cuka (veenager) yang diperoleh melalui proses pirolisis. Bahan yang mengandung komponen selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada suhu 400 o C selama 90 menit lalu diikuti proses kondensasi dalam kondensor pendingin (Pszozola, 1995). Destilat yang diperoleh berupa asap cair yang memiliki kemampuan untuk mengawetkan, karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Menurut Darmadji (1996) bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair yang mengandung senyawa fenol 4,13%, asam 10,2% dan karbonil 11,3%. Asap cair (Liquid Smoke) merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung karbon serta 8

23 senyawa-senyawa lain (Amritama, 2007) dan merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu sekitar 400 o C (Soldera, 2008). Asap cair mengandung berbagai senyawa yang berbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemilselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, ph dan umur simpan produk asapan. Karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Prananta, 2008). Menurut Djatmiko et al. (1985) keberadaan senyawa-senyawa kimia dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai pada proses pirolisis. Dari hasil analisis jenis komponen asap cair dengan teknik GCMS paling sedikit teridentifikasi sebanyak 61 senyawa yang terdiri atas keton (17 senyawa), fenolik (14 senyawa), asam karboksilat (8 senyawa), alkohol (7 senyawa), ester (4 senyawa), aldehida (3 senyawa), dan lain-lain 1 senyawa. Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton dan 3,4 benzopiren (Lawrie, 2003). 9

24 Penggunaan asap cair mempunyai banyak keuntungan dibandingkan metode pengasapan tradisional, yaitu lebih mudah diaplikasikan, proses lebih cepat, memberikan karakteristik yang khas pada produk akhir berupa aroma,warna, dan rasa, serta penggunaannya tidak mencemari lingkungan (Pszczola 1995). Asap cair seperti asap dalam fase uap mengandung senyawa fenol yang selain menyumbang cita rasa asap, juga mempunyai aksi sebagai antioksidan dan bakterisidal pada makanan yang diasap. Fenol merupakan anti oksidan utama dalam asap cair. Peran anti oksidatif dari asap air ditunjukkan oleh senyawa fenol bertitik didih tinggi terutama 2,6- dimetoksifenol; 2,6 dimetoksi-4-metilfenol dan 2.6- dimetoksi-4-etilfenol yang bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas dan menghambat reaksi rantai. Asap cair pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena memiliki derajat keasaman (ph) dengan nilai 2,8-3,1 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Asap cair terbukti menekan tumbuhnya bakteri pembusuk dan patogen seperti Escherichia coli, Bacillus subtiliis, Pseudomonas dan Salmonella (Darmadji, 1996). D. Metode Pengeringan Pengeringan merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan dari pengawetan makanan yang bertujuan mengurangi kadar air sehingga kerusakan akibat reaksi dan mikroba dapat diminimalkan (Molina et al., 2011). Pengeringan selain untuk mengawetkan makanan juga mempunyai beberapa 10

25 keuntungan antara lain akan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain pengeringan semprot (Spray drying), pengeringan lapis tipis (Pan drying) dan pengeringan beku (Freeze drying). Pengeringan beku (Freeze drying) lebih efisien dibandingkan dengan pengeringan spray drying dan pengeringan lapis tipis (Pan drying) untuk proses pengeringan partikel-partikel kecil dan direkomendasikan untuk integritas partikel dan total padatan yang dihasilkan (Novitasari, 2006). Keunggulan pengeringan beku dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas antara lain dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik lain), dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil) dan hasil pengeringan yang berupa sifat fisiologis, organoleptik dan bentuk fisik yang hampir sama dengan sebelum pengeringan). E. Pengeringan Beku (Freeze Drying) Freeze drying adalah proses pengeringan di mana air atau pelarut mengalami kristalisasi dan sublimasi pada temperatur rendah. Sublimasi adalah bentuk perubahan es menjadi gas tanpa melalui fase cair (Oetjen & Haseley, 2008). Seperti evaporasi, sublimasi akan terjadi ketika molekul mendapatkan 11

26 cukup energi untuk merusak molekul yang ada di sekelilingnya (Fellows, 2000). Pengeringan ini dapat meminimalkan kehilangan komponen-komponen volatil yang memiliki resistensi rendah terhadap suhu tinggi dan tidak menyebabkan penyusutan pada produk yang dikeringkan. Namun, freeze dryer membutuhkan biaya energi yang tinggi serta waktu pengeringan yang lebih lama karena panas yang digunakan untuk sublimasi harus dirambatkan melalui lapisan kering produk. Lapisan kering produk yang berstruktur rongga mempunyai konduktivitas yang sangat rendah, sehingga penghantaran panas untuk sublimasi juga sangat rendah (Barbosa-Canovas & Vega-Mercado, 1996). Penggunaan freeze drying ini sendiri juga telah banyak diaplikasikan dalam pengeringan produk makanan, hasil dari pengeringan ini tidak merubah tekstur dari produk itu sendiri dan cepat kembali kebentuk awalnya dengan penambahan air. Pengeringan menggunakan alat freeze dryer/pengering beku lebih aman terhadap resiko terjadinya degradasi senyawa dalam ekstrak. Hal ini kemungkinan karena suhu yang digunakan untuk mengeringkan ekstrak cukup rendah. Pengeringan beku ini dapat meninggalkan kadar air sampai 1%, sehingga produk bahan alam yang dikeringkan menjadi stabil dan sangat memenuhi syarat untuk pembuatan sediaan farmasi dari bahan alam yang kadar airnya harus kurang dari 10% (Lestari, 2012). Tahapan utama proses freeze drying meliputi pembekuan, pengeringan primer dan pengeringan sekunder. Tujuan dari tahap pembekuan adalah untuk membekukan air yang ada dalam produk untuk proses sublimasi. Pembekuan memiliki pengaruh yang penting pada bentuk, ukuran dan distribusi kristal-kristal 12

27 es, proses pengeringan serta struktur akhir dari produk yang mengalami proses freeze drying. Pada pengeringan primer, kira-kira 90% dari total air dalam produk terutama semua air bebas dan beberapa air terikat dihilangkan dengan cara sublimasi. Produk beku dikeringkan dibawah kondisi vakum untuk menghilangkan air beku oleh sublimasi. Selanjutnya, air yang tidak beku saat pengeringan primer dihilangkan dengan cara desorbsi dari lapisan kering produk, sehingga didapat produk yang mengandung sisa air kurang dari 1-3%. Tahapan akhir ini dilakukan dengan menaikkan temperatur dan menurunkan tekanan uap pada pengeringan. Tahap pengeringan sekunder membutuhkan 30-50% waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan primer karena adanya tekanan yang lebih rendah dari sisa air dibandingkan dengan air yang beku pada temperatur yang sama sehingga menghasilkan proses yang pelan (Barbosa-Canovas & Vega- Mercado, 1996). Menurut Liapis dan Bruttini (1995) mengatakan bahwa proses pengeringan beku terdiri atas tiga tahap yaitu : a. Tahap pembekuan, pada tahap ini bahan pangan atau larutan didinginkan hingga suhu dimana seluruh bahan baku menjadi beku. b. Tahap pengeringan utama, disini air dan pelarut dalam keadaan beku dikeluarkan secara sublimasi. Dalam hal ini tekanan ruangan harus kurang atau mendekati tekanan uap kesetimbangan air di bahan beku. Karena bahan pangan atau larutan bukan air murni tapi merupakan campuran bersama komponen-komponen lain, maka pembekuan harus dibawah 0 o C dan biasanya dibawah -10 o C atau lebih rendah, untuk tekanan kira-kira 2 13

28 mm Hg atau lebih kecil. Tahap pengeringan ini berakhir bila semua air telah tersublim. c. Tahap pengeringan sekunder, tahap ini mencakup pengeluaran air hasil sublimasi atau air terikat yang ada dilapisan kering. Tahap pengeringan sekunder dimulai segera setelah tahap pengeringan utama berakhir Gambar 1. Prinsip Kerja Pengeringan Beku Sumber : (Chan, 2011) 14

29 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Nopember sampai Desember 2014, bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Produksi Ternak, Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, cawan petri plastik, ph meter, CD Shear Force, Filter Paper Press, papan pengalas, waterbath, Coldbox, stop watch, pisau kecil/cutter, plastik klip, gelas ukur, scan model HP Deskjet F2180, freeze dryer merk Alpha 1-2 LD Plus dan program komputer Axio Vision Rel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging sapi Bali pascarigor pada otot Longissimus dorsi umur 3 tahun pada os vertebrae lumbalis, asap cair 10%, maltodekstrin, kertas saring wacthman 42, alkohol dan akuades. Metode Penelitian A. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimental berdasarkan rancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 4 dengan 3 kali ulangan sebagai berikut : 1. Faktor A (Level Tepung Asap) A1 = Kontrol (0%) A2 = Tepung Asap 1% A3 = Tepung Asap 2% 15

30 2. Faktor B (Lama Penyimpanan) B1 = 0 hari B2 = 7 hari B3 = 14 hari B4 = 21 hari B. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Tepung Asap Pertama-tama asap cair pekat diencerkan dengan pengenceran 10%. Kemudian ditambahkan maltodekstrin dengan perbandingan 1:1. Kemudian diaduk sampai merata. Setelah itu, dimasukkan ke dalam cawan petri plastik. Kemudian dibekukan ke dalam freezer selama 24 jam. Setelah membeku, dimasukkan ke dalam alat freeze dryer selama 24 jam dengan 3 tahap pengeringan beku : Pertama, proses vakum selama 20 menit dengan mengosongkan udara dalam alat freeze dryer. Ke dua, proses main drying selama 22 jam dengan suhu -27 o C. Ke tiga, proses final drying selama 2 jam. 2. Perlakuan Penelitian Pengambilan sampel di RPH tamangapa Kelurahan Antang. Sampel daging dibawa menggunakan coolbox dan dibersihkan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. Proses pembersihan dilakukan dengan memisahkan daging dari lemak kemudian dilakukan penimbangan sampel daging seberat 150 gr/ sampel. Sampel daging yang telah diberi tepung asap 0%, 1% dan 2% di simpan dalam refrigerator selama 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari. Dilakukan pengujian sampel 16

31 yaitu uji ph, uji DPD, uji TBA, Susut masak dan Daya ikat air. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Daging sapi Pemisahan dari lemak Ditimbang dengan berat 150 gr / sampel Dimasukkan ke dalam Plastik klip Pemberian tepung asap cair sesuai konsentrasi yang diberikan 0%, 1,0% dan 2,0% Penyimpanan 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari UJi ph Daya Ikat Air Uji DPD Pengujian Uji TBA Susut Masak Gambar. 2 Diagram alir proses penelitian daging tepung asap C. Parameter yang Diukur Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah ph, daya ikat air (DIA), susut masak (SM/CL), daya putus daging (DPD) dan Thiobarbituric acid (TBA). 17

32 Prosedur pengambilan data masing-masing peubah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Nilai ph Daging Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph meter dengan cara memasukkan elektroda khusus daging (ujung lancip) ke dalam daging dan melakukan pembacaan skala ph setelah angka ditunjukkan pada layar menjadi stabil. 2. Daya Ikat Air (DIA/WHC/Water Holding Capacity) Daya ikat air dilakukan dengan metode penekanan (press method) sesuai dengan petunjuk Hamm (Soeparno, 2005), yaitu sampel sebanyak 0,3 g. Sampel dibungkus dengan kertas saring Wacthman 42. Sampel yang terbungkus dipres diantara dua plat dengan beban seberat 35 kg selama 5 menit menggunakan alat modifikasi Filter Paper Press. Kertas saring diletakkan di bawah kertas kalkir dan area yang terbentuk digambar. Daya ikat air dihitung dengan rumus berikut : DIA = D x 100% T Keterangan : D T = Luas Area Daging = Luas Area Total 3. Susut Masak Menurut Soeparno (2011) bahwa prosedur pengujian susut masak dapat dilakukan dengan cara sampel sebanyak 40 gr dibungkus dengan 18

33 kantung plastik kemudian dimasukkan ke dalam penangas air 70 o C dan dipanaskan dengan waterbath selama 30 menit. Setelah perebusan selesai sampel dikeluarkan dan didinginkan menggunakan air dingin mengalir. Setelah sampel dikeluarkan dari plastik dan sisa air yang menempel dipermukaan daging dikeringkan dengan menggunakan kertas hisap tanpa dilakukan penekanan. Selanjutnya sampel ditimbang. Dengan rumus : Berat susut masak = (berat sebelum dimasak berat setelah dimasak) berat sebelum dimasak x DPD (Daya Putus Daging) Pengukuran daya putus daging menggunakan alat CD-Shear Force untuk melihat daya putus daging yang dinyatakan dalam kg/cm 2. Sebelum diukur terlebih dahulu daging dimasak pada suhu 80 o C selama (15, 30, 45, 60) menit. Semakin rendah nilai daya putus daging, menunjukkan daging tersebut semakin empuk, sebaliknya semakin tinggi nilai daya putus daging maka semakin alot. Prosedur pengukuran keempukan daging adalah : a. Sampel dipotong dengan panjang 2 cm, jari-jari 0,635 cm b. Sampel dimasukkan pada lubang CD Shear Force c. Sampel dipotong tegak lurus dengan serat daging d. Perhitungan daya putus daging sesuai pembacaan pada CD Shear Force dengan menggunakan rumus : A = A1 L 19

34 Keterangan : A = Daya putus daging (kg/cm 2 ) A 1 = Tenaga yang digunakan (kg) L = Luas penampang sampel (πr 2 = 3,14 x(0,635) 2 = 1,27 cm 2 ) 5. Uji Ketengikan (TBA/Thiobarbituric acid) Uji ketengikan pada setiap sampel penelitian yang telah diberi perlakuan adalah dengan menggunakan analisi intensitas ketengikan dengan metode TBA yang dinyatakan dalam jumlah Malonaldehyde (MDA)/kg sampel dalam unit awal. Apriyantono (2002) menyatakan bahwa tingkat ketengikan diukur dengan penempatan bilangan TBA prosedur pengukuran sebagai berikut : 1) 10 gram daging sapi dari tiap sampel, ditimbang lalu dimasukkan ke waring blender, ditambahkan 50 ml aquades dan dihancurkan selama 2 menit. 2) Secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu destilasi dicuci dengan 47,5 ml aquades ditambahkan 2,5 ml HCl 4 M. 3) Batu didih ditambahkan secukupnya dan memasang alat destilasi. 4) Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi hingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit. 5) Destilat yang diperoleh diaduk rata, kemudian dipipet 5 ml destilat ke dalam tabung reaksi tertutup. 20

35 6) 5 ml pereaksi TBA ditambahkan lalu ditutup hingga tercampur secara merata dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih di waterbath 7) Blangko dibuat menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi, dilakukan seperti penetapan sampel. 8) Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit. Lalu diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blangko sebagai titik nol dan digunakan sampel berdiameter 1 cm. Bilangan TBA dinyatakan dalam mg Malonaldehyde per kg sampel (Bilangan TBA = 7,8 D). Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 4 dengan 3 kali ulangan. Analisis ragam tersebut didasarkan pada model matematika rancangan yang digunakan, sebagai berikut : Keterangan : Y ijk i j Y ijk = + i + j + ( ) ij + ijk i = 1,2,3... (faktor a) j = 1,2,3,4...(faktor b) k = 1,2,3...(ulangan) = Nilai pengamatan yang diberi level tepung asap ke-i dan lama penyimpanan ke-j pada otot Longissimus dorsi fase pascarigor pada pengulangan ke-k. = Rataan umum (nilai tengah). = Pengaruh perlakuan level tepung asap ke-i terhadap otot Longissimus dorsi fase pascarigor. = Pengaruh lama penyimpanan ke-j terhadap otot Longissimus dorsi fase pascarigor. 21

36 ( ) ij ijk = Pengaruh interaksi level tepung asap ke-i dan lama penyimpanan ke-j. = Pengaruh galat yang menerima perlakuan level asap cair ke-i dan lama penyimpanan ke-j dengan pengulangan ke-k. Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil / BNT (Gasperz, 1991). 22

37 HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai ph Daging Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata ph daging sapi Bali disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Rata-Rata ph Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata- ( % ) Rata 0 6,23 6,19 6,41 6,46 6,32 b 1 5,93 6,13 6,11 6,32 6,12 a 2 5,97 6,07 6,15 6,07 6,07 a Rata Rata 6,04 6,12 6,22 6,29 Keterangan : ab Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap ph Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ph daging sapi Bali. Hasil uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menunjukkan bahwa pemberian tepung asap 1 dan 2% nyata menghasilkan ph lebih rendah dari kontrol. Hal ini dikarenakan tepung asap mengandung senyawa kimia utama antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat sehingga mampu menurunkan ph daging. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Arizona dkk., (2011) yang menyatakan ph daging pada berbagai konsentrasi asap cair cenderung menurun karena komponen asap yang melekat pada daging mempunyai sifat asam diantaranya asam karboksilat yang meliputi asam formiat, asetat dan butirat. 23

38 Hal ini mendukung pendapat Prananta (2008), asap cair mengandung berbagai senyawa asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat. Senyawa asam tersebut dapat mempengaruhi citarasa, ph dan umur simpan produk asapan. Karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan. b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap ph Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ph daging sapi Bali walaupun ph cenderung mengalami peningkatan. Pada penyimpanan hari pertama rata-rata semua sampel mengalami peningkatan ph sampai pada hari ke 7 tetapi menjelang hari ke-14 sampel dengan level pemberian tepung asap mengalami penurunan yakni dari ph 6,13 menjadi 6,11. c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap ph daging sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ph daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan. Daya Ikat Air (DIA/WHC/Water Holding Capacity) Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata Daya Ikat Air (DIA) daging sapi Bali disajikan pada Tabel 3. 24

39 Tabel 3. Nilai Rata-Rata Daya Ikat Air (DIA) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata- ( % ) Rata 0 34,14 31,13 28,91 30,74 31, ,35 30,67 27,80 29,50 29, ,28 28,62 27,83 25,95 28,42 Rata Rata 31,25 30,14 28,18 28,73 a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air (DIA) daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 3 nilai daya ikat air meskipun terdapat kecenderungan penurunan seiring dengan bertambahnya tingkat pemberian tepung asap. Hal ini disebabkan karena asap cair mengandung senyawa fenol yang berfungsi sebagai antioksidan dan senyawa fenol merupakan reduktor hidrogen sehingga dapat menghambat proses oksidasi pada daging selama penyimpanan, sehingga air dalam daging tidak mengalami eksudasi sehingga kemampuan daging mengikat air dapat dipertahankan dengan adanya penambahan tepung asap. b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air (DIA) daging sapi Bali. Melihat rata-rata data yang disajikan dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan daya ikat air (DIA) yang dihasilkan semakin menurun walaupun terjadi peningkatan yang relatif sedikit pada penyimpanan hari ke 21 tidak nyata secara statistik. Hal ini disebabkan karena daging selama penyimpanan terjadinya 25

40 perubahan ion-ion yang diikat oleh protein daging. Ditambahkan pula oleh pendapat Soeparno (2005) bahwa adanya penurunan daya ikat air disebabkan karena adanya denaturasi protein otot yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur protein daging sehingga air bebas diantara molekul protein menurun. c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap daya ikat air (DIA) daging sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan. Nilai TBA (Thiobarbituric acid) Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata TBA daging sapi Bali disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Rata-Rata Nilai TBA (mg malonaldehida/kg) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata- ( % ) Rata 0 0,31 0,44 0,51 0,33 0,40 1 0,73 0,10 0,60 0,37 0,45 2 0,47 0,63 0,82 0,80 0,68 Rata Rata 0,50 0,39 0,64 0,50 a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Nilai TBA Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 4 nilai TBA meskipun terdapat 26

41 kecenderungan peningkatan seiring dengan bertambahnya tingkat pemberian tepung asap tidak nyata secara statistik. Hal ini menandakan bahwa pemberian tepung asap belum mampu menekan tingkat oksidasi namun pada tingkat pemberian tepung asap 1% menghasilkan nilai 0,10 (mg malonaldehida/kg) lebih kecil daripada tanpa pemberian tepung asap dengan pemberian tepung asap 2%. b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai TBA Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap TBA daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata tabel 4 dari lama penyimpanan dapat dilihat bahwa penyimpanan 0 hari menghasilkan nilai TBA 0,50 (mg malonaldehida/kg). Pada penyimpanan 7 hari nilai TBA menurun menjadi 0,39 (mg malonaldehida/kg) tetapi pada penyimpanan 14 hari nilai TBA meningkat menjadi 0,64 (mg malonaldehida/kg) sedangkan pada penyimpanan 21 hari nilai TBA menurun menjadi 0,50 (mg malonaldehida/kg). Nilai yang dihasilkan sama dengan nilai pada penyimpanan 0 hari. Terdapat kecenderungan nilai TBA yang bervariasi seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hal ini menandakan bahwa tepung asap pada tingkat pemberian dan lama penyimpanan yang berbeda mampu berperan sebagai antioksidan sehingga perubahan nilai TBA tidak signifikatif. Perlakuan pengasapan cair dapat menekan tingkat oksidasi selama penyimpanan. (Ernawati dkk., 2012). c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap nilai TBA daging sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) 27

42 terhadap nilai TBA daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap penyimpanan. Susut Masak (Cooking Loss) Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata susut masak daging sapi Bali disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rata-Rata Susut Masak Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata- ( % ) Rata 0 15,65 16,98 15,60 17,04 16, ,91 19,83 27,63 17,86 21, ,89 18,59 26,13 22,80 21,60 Rata Rata 17,82 18,47 23,12 19,23 a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Susut Masak Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 5 susut masak meskipun terdapat kecenderungan peningkatan seiring dengan bertambahnya tingkat pemberian tepung asap tidak nyata secara statistik. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat pemberian tepung asap 1% dan 2% belum mampu menurunkan nilai susut masak. Susut masak berkaitan erat dengan DIA, di mana DIA rendah maka susut masak tinggi. Pada tabel 4 nilai rata-rata tingkat pemberian tepung asap menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai DIA, maka nilai susut masak semakin rendah meskipun tidak terjadi pada pemberian tepung asap 2%. Hal ini mendukung pendapat Soeparno (2005) menyatakan bahwa susut masak daging sapi 28

43 dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya ikat air, maka semakin rendah kadar air daging sapi. Hal ini diikuti oleh turunnya persentase susut masak daging sapi. b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Masak Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 5 susut masak mengalami peningkatan pada penyimpanan 0-14 hari dan mengalami penurunan pada penyimpanan 21 hari. Pemberian tepung asap 1% dapat menurunkan nilai susut masak pada penyimpanan 21 hari (17,86%) meskipun nilai tersebut masih lebih tinggi dari pada tanpa pemberian tepung asap meskipun tidak nyata secara statistik. c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap susut masak daging sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan. Daya Putus Daging (DPD) Segar Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata daya putus daging segar daging sapi Bali disajikan pada Tabel 6. 29

44 Tabel 6. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Segar (kg/cm 2 ) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata- ( % ) Rata 0 1,77 0,96 1,07 1,27 1,27 1 1,13 0,76 0,87 1,00 0,94 2 0,83 0,68 0,81 1,09 0,85 Rata Rata 1,24 0,80 0,92 1,12 a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Daya Putus Daging Segar Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali. Melihat rata-rata pada tabel 6 nilai daya putus daging segar yang dihasilkan mengalami penurunan walaupun nilai tersebut tidak signifikan. Pemberian tepung asap 1 dan 2% menghasilkan nilai daya putus daging segar lebih rendah dari kontrol namun nilai tersebut tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung asap selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga berperan sebagai bahan pengempuk. Ma arif (2009) menyatakan bahwa dengan penambahan asap cair akan menurunkan nilai daya putus daging, dan mengakibatkan daging menjadi empuk. Abustam dan Ali (2010) menyatakan bahwa dengan penambahan asap cair akan memperbaiki keempukan daging sebesar 18,40% pada level 2%. b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Daging Segar Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali. Melihat nilai yang dihasilkan pada lama penyimpanan menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka nilai daya putus daging segar cenderung 30

45 terdapat penurunan yang sangat nyata dari penyimpanan 0 hari (1,24 kg/cm 2 ) ke penyimpanan 7 hari (0,80 kg/cm 2 ), tidak terjadi perbedaan nyata antara penyimpanan 7 hari (0,80 kg/cm 2 ) dengan penyimpanan 14 hari (0,92 kg/cm 2 ) dan penyimpanan 21 hari (1,12 kg/cm 2 ). Pada rentang penyimpanan 7 hari mampu peningkatan keempukan daging yang menandakan bahwa tepung asap efektif dalam meningkatkan keempukan daging karena adanya kandungan fenol, karbonil dan asam sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oksidasi protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Abustam dan Ali (2010) yang menyatakan bahwa perbaikan keempukan daging segar selama maturasi (2-5 0 C) umumnya diakibatkan oleh enzim proteolitik, khususnya enzim catepsin. Hal ini menandakan bahwa asap cair selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga dapat berperan sebagai bahan pengempuk. c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan. Daya Putus Daging (DPD) Masak Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata daya putus daging masak daging sapi Bali disajikan pada Tabel 7. 31

46 Tabel 7. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Masak (kg/cm 2 ) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap Lama Penyimpanan (hari) Rata- ( % ) Rata 0 2,23 1,85 1,88 2,11 2,02 1 2,02 1,69 1,77 1,95 1,86 2 2,17 1,77 1,91 1,84 1,92 Rata Rata 2,14 1,77 1,85 1,97 a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Daya Putus Daging Masak Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali. Melihat rata-rata pada tabel 7 menunjukkan bahwa nilai DPD daging masak terjadi penurunan dari tingkat pemberian 0% (2,02 kg/cm 2 ) ke tingkat pemberian 1% (1,86 kg/cm 2 ) dan terjadi peningkatan pada tingkat pemberian 2% (1,92 kg/cm 2 ) tetapi nilai tersebut tidak lebih tinggi dari pada tanpa pemberian tepung asap. Hal ini menandakan bahwa pemberian tepung asap 1% mampu memperbaiki keempukan pada daging sejalan dengan hasil nilai rata-rata susut masak pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai susut masak maka semakin tinggi pula nilai DPD begitupun sebaliknya. Menurut Abustam dkk., (2009) menyatakan bahwa asap cair selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga dapat berperan sebagai bahan pengikat dan pengempuk. Dimana diduga mekanisme kerjanya dalam mengempukkan daging sama seperti pada saat proses maturasi daging dimana terjadi celah-celah diantara serat otot yang memungkinkan air setengah bebas dan bebas bisa mengisi ruang bebas tersebut sehingga daya ikat air daging meningkat dan akibatnya keempukan daging juga meningkat. 32

47 b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Daging Masak Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali. Melihat nilai yang dihasilkan pada lama penyimpanan menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka nilai daya putus daging masak semakin menurun. Terjadi penurunan yang sangat nyata dari penyimpanan 0 hari (2,14 kg/cm 2 ) ke penyimpanan 7 hari (1,77 kg/cm 2 ), tidak terjadi perbedaan nyata antara penyimpanan 7 hari (1,77 kg/cm 2 ) dengan penyimpanan 14 hari (1,85 kg/cm 2 ) dan penyimpanan 21 hari (1,97 kg/cm 2 ). Pada rentang penyimpanan 7 hari mampu peningkatan keempukan daging yang menandakan bahwa tepung asap efektif dalam meningkatkan keempukan daging karena adanya kandungan fenol, karbonil dan asam sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oksidasi protein. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lordbroken (2010), bahwa dalam asap cair mengandung senyawa fenol yang bersifat sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat kerusakan pangan dengan cara mendonorkan hidrogen sehingga efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak, sehingga dapat mengurangi kerusakan pangan karena oksidasi lemak oleh oksigen. Dan kandungan asam pada asap cair juga sangat efektif dalam mematikan dan menghambat pertumbuhan mikroba pada produk makanan yaitu dengan cara senyawa asam ini menembus dinding sel mikroorganisme yang menyebabkan sel mikroorganisme menjadi lisis kemudian mati, dengan menurunnya jumlah bakteri dalam produk makanan maka kerusakan pangan oleh 33

48 mikroorganisme dapat dihambat sehingga meningkatkan umur simpan produk pangan. c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan. 34

49 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat pemberian tepung asap 1 dan 2% menurunkan nilai ph, sedangkan daya ikat air, daya putus daging, nilai TBA dan susut masak kurang lebih sama. 2. Semakin lama penyimpanan nilai ph, daya ikat air, TBA, susut masak dan daya putus daging kurang lebih sama 3. Tingkat pemberian tepung asap pada tiap waktu penyimpanan memiliki respon yang sama terhadap ph, daya ikat air, TBA, susut masak dan daya putus daging. Saran Sebaiknya tingkat pemberian tepung asap sebanyak 1% dapat mempertahankan kualitas daging sapi Bali meliputi ph, TBA dan Daya Putus Daging termasuk di dalamnya DPD segar dan DPD masak. 35

50 DAFTAR PUSTAKA Abustam, E Konversi Otot Menjadi Daging. www//:http/konversi-ototmenjadi-daging.html Diakses tanggal 17 September Hubungan Antara Struktur Otot dengan Kualitas Daging. www://http/struktur-otot-dan-kualitas-daging.html. Diakses 17 September Abustam, E, J. C. Likadja dan A. Ma arif Penggunaan asap cair sebagai bahan pengikat pada pembuatan bakso daging sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan Program Magister Ilmu Ternak Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Abustam, E dan Hikmah M. Ali Kemampuan Mengikat Air (Water Holding Capacity) dan Daya Putus Daging Sapi Bali Prarigor Melalui Tingkat Penambahan Asap Cair. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Amritama, D Asap Cair. (Online). (Diakses pada tanggal 25 Agustus 2014). Apriyantono. A Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. (Diakses pada tanggal 25 Agustus 2014). Arizona, R, E. Suryanto dan Y. Erwanto Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kenari dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Kimia dan Fisik Daging. Jurnal Peternakan, Vol. 35(1): Barbosa-Cánovas, G.V. and H. Vega-Mercado Dehydration of Foods. Chapman & Hall. New York. Broken, L Fungsi Destilasi dan Penyaringan Asap Cair dengan Zeolit dan Karbon Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Pengawet yang Aman dan Efektif untuk Makanan. www//http.asapcairpengawetmakanan«critismoflordbroken.htm. Diakses tanggal 10 Januari Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton Ilmu Pangan.Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. 36

51 Chan, Y Pengertian Pengeringan Beku (Definition of Freeze Drying). Diakses pada tanggal 25 Agustus Darmadji, P Antibakteri asap cair dari limbah pertanian. Agritech 16(4) Yogyakarta. Desrosier, N.W., The Technology Of Food Preservation. 2nd ed. The AVI Publishing Co., Inc. Westport, Connecticut. Dewan Standardisasi Nasional SNI , Bakso Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Djatmiko, B., S. Ketaren, dan S. Tetyahartini Pengolahan Arang dan Kegunaannya, Bogor: Agro Industri Press.fkip. Ernawati, H. Purnomo dan T. Estiasih Efek Antioksidan Asap Cair terhadap Stabilitas Oksidasi Sosis Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan. Jurnal Tek. Pertanian, Vol. 13. No.2, Hal: Fellows, P Food Processing Technology: Principles and Practice. 2nd Edition. Woodhead Publishing Limited. England. Gaman P.M, dan Sherrington, 1994, Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Gaspersz, V Metode Rancangan Percobaan. Arminco, Bandung. Hajariah Metode Pemberian Asap Cair Tempurung Kelapa Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi Bali Pascarigor. Pasca Sarjana Ilmu dan Teknologi Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C. Forrest, H. B. Hedrick, dan R. A. Merkel, Principles Of Meat Science. 2nd., Kendall/Hunt Publishing Co. Dubuque, Iowa. Lawrie, R. A., Meat Science. 3rd ed. Pergamon Press. Oxford Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lestari, F. Haryani, Maulina dan Haqoiroh, Mengenal lebih dekat alat pengering Freeze Dryer wordpress.com/20 12/06/15/mengenal-lebih-dekat-alat-pengering-freeze-dryer/. Diakses pada tanggal 25 Agustus

52 Liapis, A. I., and R. Bruttini Freeze Drying, p In Arun S. Mujumdar (ed). Handbook of Industrial Drying. Marcel Dekker, Inc. New York. Ma arif, A Pengaruh asap cair terhadap kualitas bakso daging sapi bali. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Molina Filho.L, A.K.R.Goncalves., M.A.Mauro and E.C.Frascareli Moisture Sorption Isotherms of Fresh and Blanched Pumpkin (Cucurbita moschata). Brazilian Journal of Food Science and Technology. Vol 31(3): Novitasari, Sifat Fisik Dan Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras Dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat Yang Berbeda. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, institut Pertanian Bogor. Oetjen, G.W. and P. Haseley Freeze Drying. Wiley VGH. Weinheim. Prananta, J Pemanfaatan sabut dan tempurung kelapa serta cangkang sawit untuk pembuatan asap cair sebagai pengawet makanan alami Net.l d. (Diakses pada tanggal 25 Agustus 2014). Pszczola, D. E Tour Higlights Production and Uses of Smoke Base Flavors. Food Tech. (49): Salmiah Pemanfaatan Asap Cair sebagai Antibakteri dan Antioksidan pada Daging Sapi Bali. Pasca Sarjana Ilmu dan Teknologi Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Setiadji, B.A.H Asap Cair Tempurung Kelapa. Asap Cair Sebagai Pengawet Alami Yang Aman Bagi Manusia. ( PPKT, Jogjakarta. Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soldera S, Sebastianutto N, and Bortolomeazzi R, Composition of phenolic compounds and antioxidant activity of commercial aqueous smoke flavorings. J. Agric. Food Chem. 56(8):

53 Tranggono, Z., Noor, J. Wibowo, M. Gardjito dan M. Astuti, Kimia, Nutrisi Pangan. PAU. Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 39

54 LAMPIRAN 40

55 Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai ph Daging Sapi Bali Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Level_Tepung_Asap A1 0% 12 A2 1% 12 A3 2% 12 Lama_Penyimpanan B1 0 Hari 9 B2 7 hari 9 B3 14 hari 9 B4 21 hari 9 Dependent Variable:pH Source Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model.871 a Intercept E4.000 Level_Tepung_Asap Lama_Penyimpanan Level_Tepung_Asap * Lama_Penyimpanan Error Total Corrected Total a. R Squared =.437 (Adjusted R Squared =.179) 41

56 Level_Tepung_Asap Multiple Comparisons Dependent Variable:pH (I) 95% Confidence Interval Level_ (J) Tepun Level_T Mean g_asa epung_ Difference p Asap (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound LSD 0% 1%.1983 * %.2550 * % 0% * % % 0% * % Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.047. *. The mean difference is significant at the.05 level. 42

57 Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Daya Ikat Air Daging Sapi Bali Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Level_Tepung_Asap A1 0% 12 A2 1% 12 A3 2% 12 Lama_Penyimpanan B1 0 Hari 9 B2 7 hari 9 B3 14 hari 9 B4 21 hari 9 Dependent Variable:DIA Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 Level_Tepung_Asap Lama_Penyimpanan Level_Tepung_Asap * Lama_Penyimpanan Error Total Corrected Total a. R Squared =.340 (Adjusted R Squared =.037) 43

58 Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Uji Oksidasi Lemak (TBA) Daging Sapi Bali Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Level_Tepung_Asap A1 0% 12 A2 1% 12 A3 2% 12 Lama_Penyimpanan B1 0 Hari 9 B2 7 hari 9 B3 14 hari 9 B4 21 hari 9 Dependent Variable:TBA Source Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Level_Tepung_Asap Lama_Penyimpanan Level_Tepung_Asap * Lama_Penyimpanan Error Total Corrected Total a. R Squared =.158 (Adjusted R Squared = -.229) 44

59 Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Masak Daging Sapi Bali Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Level_Tepung_Asap A1 0% 12 A2 1% 12 A3 2% 12 Lama_Penyimpanan B1 0 Hari 9 B2 7 hari 9 B3 14 hari 9 B4 21 hari 9 Dependent Variable:SM Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Level_Tepung_Asap Lama_Penyimpanan Level_Tepung_Asap * Lama_Penyimpanan Error Total Corrected Total a. R Squared =.183 (Adjusted R Squared = -.192) 45

60 Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Daging Segar Daging Sapi Bali Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Level_Tepung_Asap A1 0% 12 A2 1% 12 A3 2% 12 Lama_Penyimpanan B1 0 Hari 9 B2 7 hari 9 B3 14 hari 9 B4 21 hari 9 Dependent Variable:DPD_Segar Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Level_Tepung_Asap Lama_Penyimpanan Level_Tepung_Asap * Lama_Penyimpanan Error Total Corrected Total a. R Squared =.369 (Adjusted R Squared =.080) 46

61 Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Daging Masak Daging Sapi Bali Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Level_Tepung_Asap A1 0% 12 A2 1% 12 A3 2% 12 Lama_Penyimpanan B1 0 Hari 9 B2 7 hari 9 B3 14 hari 9 B4 21 hari 9 Dependent Variable:DPD_Masak Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model.919 a Intercept Level_Tepung_Asap Lama_Penyimpanan Level_Tepung_Asap * Lama_Penyimpanan Error Total Corrected Total a. R Squared =.157 (Adjusted R Squared = -.229) 47

62 Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian 48

63 49

64 RIWAYAT HIDUP Andri Teguh Prabowo, lahir di Watampone pada tanggal 03 Januari 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak H. Sarjono dan Ibu Hj. Iik Wartini. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah TK Kartika 7 Tika di Bone, Watampone. Kemudian melanjutkan study ke Sekolah Dasar Negeri 24 Macanang di Bone, Watampone, lulus tahun Kemudian Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Watampone di Bone, lulus tahun Kemudian Sekolah Menengah Atas di SMAN 2 Watampone di bone, lulus tahun Setelah menyelesaikan sekolah di SMU, diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Jurusan Produksi Ternak, Prodi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTEK-UH) dan di Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak (HIMATEHATE_UH) dan pernah menjadi koordinator asisten Dasar Teknologi Hasil Ternak (THT) dan asisten Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT). 50

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

Effendi Abustam, Muhammad Irfan Said, Muhammad Yusuf, dan Hikmah M. Ali

Effendi Abustam, Muhammad Irfan Said, Muhammad Yusuf, dan Hikmah M. Ali KARAKTERISTIK KUALITAS DAGING SAPI BALI (M. Longissimus dorsi) PASCAPENAMBAHAN TEPUNG ASAP HASIL PENGERINGAN SECARA OVEN, KERING BEKU DAN KERING SEMPROT PADA LEVEL DAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA (Characteristics

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi Pengaruh dan terhadap Kualitas Daging Sapi Syafrida Rahim 1 Intisari Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada tahun 2008. Penelitian bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

TINGKAT PERUBAHAN KUALITAS BAKSO DAGING SAPI BALI BAGIAN SANDUNG LAMUR (Pectoralis profundus) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PEMBERIAN ASAP CAIR

TINGKAT PERUBAHAN KUALITAS BAKSO DAGING SAPI BALI BAGIAN SANDUNG LAMUR (Pectoralis profundus) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PEMBERIAN ASAP CAIR TINGKAT PERUBAHAN KUALITAS BAKSO DAGING SAPI BALI BAGIAN SANDUNG LAMUR (Pectoralis profundus) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PEMBERIAN ASAP CAIR Astati Dosen Pada Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING Oleh : Akram Hamidi 1. Pendahuluan Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING KUALITAS DAGING Dalam pengujian kualitas daging dipergunakan sampel-sampel : macam otot, penyiapan sampel. Uji fisik obyektif yang meliputi Keempukan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c (THE QUALITY OF WAGYU BEEF AND BALI CATTLE BEEF DURING THE FROZEN STORAGE AT - 19 O C) Thea Sarassati 1, Kadek Karang Agustina

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

METODE PEMBERIAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI PASCARIGOR

METODE PEMBERIAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI PASCARIGOR METODE PEMBERIAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI BALI PASCARIGOR METHODS OF ADDING COCONUT SHELL LIQUID SMOKE AND STORAGE DURATION ON POSTRIGOR BALI BEEF QUALITY

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Otot Menjadi Daging Kondisi ternak sebelum penyembelihan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan)

DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan) DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: 1.Water Holding Capacity (WHC) 2.Water Binding Capacity (WBC) Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan) Arti penting:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI DAGING ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP 2011 OUTLINES PENDAHULUAN KUALITAS PENYIMPANAN DAN PRESERVASI PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING OLAHAN DAGING PENDAHULUAN DAGING SEMUA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai atau kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mineral, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

Pengasapan pangan. Kuliah ITP

Pengasapan pangan. Kuliah ITP Pengasapan pangan Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengasapan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengasapan terhadap mutu pangan Indikator Setelah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah udang putih (Litopenaeus vannamei), polifosfat ((NaPO 3 )n) dan garam (NaCl). Udang putih yang digunakan memiliki ukuran 31-40,

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL ASAP CAIR DAN JENIS OTOT TERHADAP NILAI DAYA IKAT AIR (DIA) DAN ph DAGING SAPI BALI YANG DITRANSPORTASIKAN SKRIPSI

PENGARUH LEVEL ASAP CAIR DAN JENIS OTOT TERHADAP NILAI DAYA IKAT AIR (DIA) DAN ph DAGING SAPI BALI YANG DITRANSPORTASIKAN SKRIPSI PENGARUH LEVEL ASAP CAIR DAN JENIS OTOT TERHADAP NILAI DAYA IKAT AIR (DIA) DAN ph DAGING SAPI BALI YANG DITRANSPORTASIKAN SKRIPSI MUHAMMAD ADRIANSYAH I 411 08 267 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi tinggi. (Sudarisman, 1996). Pramono (2002)

II. TINJAUAN PUSTAKA. karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi tinggi. (Sudarisman, 1996). Pramono (2002) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya lezat dan mengandung nilai gizi tinggi. (Sudarisman, 1996). Pramono

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Daging merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap protein terlarut dan kandungan asam amino pada ikan tongkol adalah melalui eksperimen di bidang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni Di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni Di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni 2011. Di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. Pengujian a W di lakukan di Laboratorium Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, KADAR NaCl DAN AROMA PADA TELUR ASIN DENGAN PENAMBAHAN JAHE (Zingiber officinale Roscoe) SEBAGAI PERISA ALAMI SKRIPSI.

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, KADAR NaCl DAN AROMA PADA TELUR ASIN DENGAN PENAMBAHAN JAHE (Zingiber officinale Roscoe) SEBAGAI PERISA ALAMI SKRIPSI. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, KADAR NaCl DAN AROMA PADA TELUR ASIN DENGAN PENAMBAHAN JAHE (Zingiber officinale Roscoe) SEBAGAI PERISA ALAMI SKRIPSI Oleh : BRIYAN PRATAMA PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Kualitas Daging Se i Babi Produksi Denpasar

Kualitas Daging Se i Babi Produksi Denpasar Kualitas Daging Se i Babi Produksi Denpasar QUALITY OF SMOKED PORK PRODUCTED IN DENPASAR Emerensia Patryconsitha Aman 1, I Ketut Suada 2, Kadek Karang Agustina 2 1) Mahasiswa Program Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

PENINGKATAN SIFAT FUNGSIONAL DAGING SAPI BALI (Longisismus dorsi) MELALUI PENAMBAHAN ASAP CAIR PASCAMERTA DAN WAKTU RIGOR

PENINGKATAN SIFAT FUNGSIONAL DAGING SAPI BALI (Longisismus dorsi) MELALUI PENAMBAHAN ASAP CAIR PASCAMERTA DAN WAKTU RIGOR PENINGKATAN SIFAT FUNGSIONAL DAGING SAPI BALI (Longisismus dorsi) MELALUI PENAMBAHAN ASAP CAIR PASCAMERTA DAN WAKTU RIGOR (Improvement of functional properties of Bali beef (M. Longissimus dorsi) through

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C Kualitas Sapi dan yang Disimpan pada Suhu THE QUALITY OF WAGYU BEEF AND BALI CATTLE BEEF DURING THE COLD STORAGE AT 4 O C Mita Andini 1, Ida Bagus Ngurah Swacita 2 1) Mahasiswa Program Profesi Kedokteran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asap cair merupakan hasil pirolisis bahan yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung senyawa tar dan polisiklis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai bahan pangan salah satunya daging itik afkir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1 DAGING Theresia Puspita Titis Sari Kusuma There - 1 Pengertian daging Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging (Resep Standar) Lampiran 8 Rekap Data Uji Beda Sie Reuboh pada Penelitian Pendahuluan

Lampiran 7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging (Resep Standar) Lampiran 8 Rekap Data Uji Beda Sie Reuboh pada Penelitian Pendahuluan 67 Lampiran 7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging (Resep Standar) Bahan Berat (gr) persen bahan per jumlah persen bahan per persen daging 2000 kg daging Daging sapi 2000 59.88 2000 Lemak sapi 600

Lebih terperinci