Domestikasi ayam hutan merah: Studi kasus penangkapan ayam hutan merah oleh masyarakat di Bengkulu Utara
|
|
- Djaja Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 2, April 2015 Halaman: ISSN: DOI: /psnmbi/m Domestikasi ayam hutan merah: Studi kasus penangkapan ayam hutan merah oleh masyarakat di Bengkulu Utara Domestication of red jungle fowl: A case study of red jungle fowl poaching by communities in North Bengkulu 1 JOHAN SETIANTO1,2,, HARDI PRAKOSO1, SUTRIYONO1 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371, Indonesia. Tel./Fax , jsetbkl@yahoo.com, 2 Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371, Indonesia. Tel./Fax Manuskrip diterima: 17 November Revisi disetujui: 18 Januari Abstrak. Setianto J, Prakoso H, Sutriyono Domestikasi ayam hutan merah: Studi kasus penangkapan ayam hutan merah oleh masyarakat di Bengkulu Utara. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1 (2): Ayam hutan merah merupakan plasma nutfah yang mempunyai peranan penting bagi masyarakat. Penangkapan ayam hutan merah oleh masyarakat terus meningkat. Ayam hutan merah dipelihara sebagai kesenangan ataupun dijadikan bibit untuk menghasilkan ayam persilangan. Penangkapan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kepunahan ayam hutan merah. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai teknik penangkapan ayam hutan merah berbasis masyarakat di Bengkulu Utara. Pemilihan responden dilakukan dengan metode snow ball sampling. Metode ini dilakukan karena keberadaan peternak yang mendomestikasikan ayam hutan merah belum diketahui secara jelas. Data dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari peternak yang dipilih sebagai responden dengan menggunakan kombinasi dari wawancara mendalam dan daftar pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan 65,22% responden melakukan penangkapan, 34,78% tidak melakukan penangkapan. Teknik penangkapan menggunakan ayam pemikat dan jaring 56,67%, ayam pemikat dan racik 26,67%, ayam pemikat dan jaring/racik 13,33% dan lainnya 3,33%. Hasil tangkapan dengan menggunakan ayam pemikat dan jaring 1,44 ekor/memikat/orang, menggunakan ayam pemikat dan racik 1,25 ekor/memikat/orang. Hasil tangkapan dipelihara 26,67% dan tidak dipelihara 73,33%. Penangkapan ayam hutan merah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi perkebunan dan blending zone dengan menggunakan alat ayam pemikat dan jaring, ayam pemikat dan racik, serta tungkup. Hasil tangkapan dipelihara, dikembangkan, dijual, dipotong dan diberikan pada orang lain. Kata kunci: Ayam hutan merah, domestikasi, teknik penangkapan. Abstract. Setianto J, Prakoso H, Sutriyono Domestication of red jungle fowl: A case study of red junglefowl poaching by communities in North Bengkulu. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1 (2): The red jungle fowl is a economically important species, that growing frequency of its poaching could lead to extiction. This study aims to gather information about capturing techniques used by the local communities in North Bengkulu. The data was optained from in-depth interviews and questionnaires to selected respondents. Respondents were chosen by using snow ball sampling method because little is known about domestication of the birds. The results showed that 65.22% of respondents captured the wild birds from the forests, while the other 34.78% did not. Several techniques were used to capture the birds. These techniques include the use of decoys with net traps (56.67%), decoys with line traps (26.67%), decoys with combination of net and line traps (13.33%) and compartment traps (3.33%). The average number of wild fowls captured using a decoy and a trap was 1.44 individual per poacher and 1.25 individual per hunter using a decoy and a line trap. About 26.67% of captured wild fowls were domesticated and about 73.33% were for other purposes, including for food or being sold. In summary, the local communities living in plantation areas and forest buffer zones in North Bengkulu used a decoy and traps (net, line and compartment) to capture red junglefowls. The captured fowls were then domesticated, bred, traded or eaten. Keywords: red jungle fowl, domestication, capturing techniques PENDAHULUAN Ayam hutan merah merupakan aset yang terkandung di dalam hutan tropis, khususnya Bengkulu. Sebagai plasma nutfah, ayam hutan merah mempunyai peran fungsi yang sangat penting baik fungsi ekonomis maupun ekologis. Fungsi ekonomis ayam hutan merah adalah sebagai hewan buru bagi masyarakat yang mendatangkan nilai ekonomi dan sebagai sumber genetik untuk mendapatkan spesies unggas baru seperti ayam burgo (Setianto et al. 2013) dan fungsi ekologis ayam hutan merah merupakan mangsa bagi karnivora untuk kelangsungan hidup. Ayam hutan merah merupakan tetua ayam burgo (Setianto 2009a). Ayam burgo relatif banyak dipelihara
2 208 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (2): , April 2015 masyarakat Bengkulu (Setianto et al. 2009). Hal tersebut menjadikan ayam hutan merah menjadi aset yang vital untuk mendapatkan spesies baru, oleh karena itu penangkapan ayam hutan merah terus dilakukan. Penangkapan yang tak terkendali yang dilakukan terus menerus dapat menyebabkan kepunahan. Untuk itu upaya pelestarian perlu dilakukan. Penelitian tentang ayam hutan merah yang dilakukan sampai saat ini lebih banyak pada hubungan kekerabatan ayam hutan merah sebagai nenek moyang (ancestor) dari ayam-ayam yang dipelihara saat ini dan karakteristik genetik (Azmi et al. 2000; Moiseyeva et al. 2003; Sulandari et al. 2008; Sulandari dan Zein 2009; Zein dan Sulandari 2009; Dorji et al. 2012), populasi, tingkah laku dan habitat (Javed and Rahmani 2000; Arshad and Zakaria 2009; Subhani et al. 2010). Informasi dasar tentang ayam hutan merah sangat jarang, terutama informasi bagaimana cara masyarakat mendapatkan ayam hutan merah peliharaannya. Padahal masyarakat telah melakukan penangkapan ayam hutan merah untuk dipelihara sebagai kesenangan ataupun dijadikan bibit untuk menghasilkan spesies baru sebagai ayam silangan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian guna mempelajari penangkapan ayam hutan merah yang selama ini dilakukan masyarakat. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penangkapan dan penanganan hasil tangkapan ayam hutan merah berbasis masyarakat di Bengkulu Utara. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan, di Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bengkulu Utara merupakan salah satu habitat terbesar ayam hutan merah. Ayam hutan merah terkonsentrasi pada daerah-daerah perkebunan, sehingga wilayah tersebut menjadi tempat perburuan ayam hutan merah bagi masyarakat. Luas wilayah Kabupaten Bengkulu Utara adalah 4.424,60 km2. Gambar 1 menunjukkan lokasi penelitian. Gambar 1. Peta Kabupaten Bengkulu Utara. Tanda anak panah menunjukkan lokasi penelitian.
3 SETIANTO et al. Domestikasi ayam hutan merah Responden yang dijadikan sampel adalah peternak yang mendomestikasikan ayam hutan merah. Pemilihan responden dilakukan dengan metode Snow ball sampling (sampel bola salju). Metode ini dilakukan karena keberadaan peternak yang mendomestikasikan ayam hutan merah belum diketahui secara jelas. Tahap pertama pengambilan responden adalah mencari seorang peternak yang mendomestikasikan ayam hutan merah, kemudian dilakukan wawancara untuk mendapatkan informasi responden lainnya. Tahap berikutnya dilakukan pendataan responden untuk kemudian dilakukan koordinasi dan kesepakatan waktunya untuk dijadikan responden berikutnya. Data dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari responden yang dipilih sebagai sampel dengan menggunakan kombinasi dari wawancara mendalam (depth interview) dan mengajukan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan (kuisioner). Disamping itu data juga diperoleh melalui pengamatan di lapangan. Data yang dikumpulkan meliputi penangkapan ayam hutan merah, teknik penangkapan, hasil dan penanganan tangkapan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program yang telah tersedia dan dibahas secara deskritif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penangkapan ayam hutan merah Pada Tabel 1 dapat dilihat seberapa besar jumlah responden yang melakukan penangkapan (berburu) ayam hutan merah di alam. Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari 46 responden sebagian besar responden melakukan penangkapan ayam hutan merah di alam (65,22%), sedangkan sisanya sebanyak 34,78% responden tidak melakukan penangkapan ayam hutan merah di alam. Responden yang tidak melakukan penangkapan ayam hutan merah di alam, beberapa mengakui bahwa mereka tidak mempunyai ketrampilan maupun keahlian untuk melakukan penangkapan ayam hutan merah. Teknik penangkapan ayam hutan merah dari alam Dari uraian di atas, diketahui ada 65,22% responden yang melakukan penangkapan ayam hutan merah di alam. Penangkapan ayam hutan merah di alam dikenal masyarakat dengan istilah memikat. Dalam melakukan penangkapan ayam hutan merah, responden menggunakan alat yang bervariasi. Untuk menangkap ayam hutan merah di alam digunakan keturunan ayam hutan merah (F1, F2) sebagai ayam pemikat, dilengkapi alat tambahan berupa jaring atau racik ataupun dengan menggunakan peralatan lainnya. Pada Gambar 2 ini dapat dilihat gambar ayam pemikat dan peralatan lain yang di pakai dalam menangkap ayam hutan merah. Gambar 2 memperlihatkan variasi dari alat yang digunakan responden untuk menangkap ayam hutan merah. Peralatan tersebut dipakai dengan mengkombinasikan ayam pemikat dengan peralatan yang lain. Kombinasi ayam pemikat dan peralatannya yang digunakan responden untuk menangkap ayam hutan merah, disajikan pada Tabel Pada Tabel 2 dapat dilihat dari 30 orang responden yang melakukan penangkapan ayam hutan merah di alam, sebanyak 56,67% menggunakan ayam pemikat dan jaring, sebanyak 26,67% menggunakan ayam pemikat dan racik, sebanyak 13,33% menggunakan keduanya (ayam pemikat dengan jaring dan racik) dan sisanya 3,33% menggunakan peralatan lainnya (tungkup). Penangkapan dilakukan pada daerah-daerah perkebunan kelapa sawit dan karet serta daerah-daerah blending zone (peralihan antara hutan dengan lahan yang diolah masyarakat untuk pertanian dan perkebunan). Hasil tangkapan dan penanganan hasil tangkapan Teknik penangkapan akan menentukan hasil tangkapan ayam hutan merah di alam. Keberhasilan memperoleh hasil tangkapan bervariasi antara satu responden dengan responden yang lain. Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil tangkapan ayam hutan merah oleh responden. Rata-rata hasil tangkapan relatif lebih banyak diperoleh dengan menggunakan ayam pemikat dan jaring yaitu sebesar 1,44 ekor/orang/memikat atau 5,76 ekor/orang/bulan. Sedangkan penangkapan dengan menggunakan ayam pemikat dan racik diperoleh hasil 1,25 ekor/orang/mikat atau 5 ekor/orang/bulan. Ini diduga karena pada penggunaan jaring bisa menangkap lebih banyak ayam hutan merah yang terperangkap dalam jaring. Sedangkan pada penggunaan racik, hanya ayam hutan merah jantan yang bertarung dengan ayam pemikat yang bisa terperangkap dalam racik. Belum ada referensi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan. Namun demikian beberapa faktor yang diduga mempengaruhi hasil tangkapan dalam menangkap ayam hutan merah sangat ditentukan oleh ayam pemikat, faktor lingkungan, keahlian peternak (pemikat), sarana yang dimiliki, waktu dan lokasi memikat. Hasil tangkapan ayam hutan merah dibawa dari hutan ke lokasi karantina atau kandang responden dengan menggunakan tas khusus, sehingga ayam hutan merah tersebut terlindungi dengan baik. Selain tas khusus untuk ayam hutan merah hasil tangkapan, untuk membawa ayam pemikat juga dipakai tas pemikat. Perbedaan keduanya adalah pada tas ayam pemikat hanya kaki yang keluar, sementara tas untuk ayam hutan merah kepala dan kaki keluar. Gambar 3 memberikan ilustrasi tas yang digunakan untuk membawa ayam pemikat dan ayam hutan merah hasil tangkapan. Hasil tangkapan ayam hutan merah tidak seluruhnya dipelihara, tetapi dijual atau dipotong. Pada Tabel 4 dapat dilihat penanganan hasil tangkapan ayam hutan merah. Menarik kita perhatikan pada Tabel 4, ternyata hanya 26,67% responden yang menangkap ayam hutan merah memelihara hasil tangkapannya. Sebagian besar (73,33%) tidak memelihara hasil tangkapannya tetapi menjual, memotong atau memberikan pada orang lain. Sedikitnya responden yang memelihara ayam hutan merah tangkapannya disebabkan tidak mudah untuk memelihara ayam hutan merah yang baru ditangkap dari alam. Ayam hutan merah yang baru ditangkap dari alam sangat liar dan sangat sulit untuk dijinakkan. Menjinakkan ayam hutan
4 210 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (2): , April 2015 merah liar dari alam membutuhkan perhatian ekstra, ketekunan, kesabaran dan waktu yang relatif lama. Tidak jarang ayam hutan merah yang baru ditangkap yang dipelihara dalam kandang akan berusaha keluar dengan menabrak dinding kandang. Akibatnya banyak ayam hutan merah yang baru ditangkap mati karena kepalanya membentur dinding kandang. Ayam hutan merah yang baru ditangkap juga mudah mengalami stres, yang berujung pada menurunnya nafsu makan. Ini mengakibatkan ayam hutan merah mudah terserang penyakit. Gambar 2. Ayam pemikat, jaring, racik dan tungkup (gambar kiri) dan suling untuk menirukan suara ayam betina (gambar kanan). Gambar 3. Tas untuk membawa ayam pemikat (kiri) dan tas untuk membawa ayam hutan merah tangkapan (kanan) Tabel 1. Jumlah responden yang melakukan penangkapan ayam hutan merah di alam. Kegiatan penangkapan ayam hutan merah di alam Melakukan penangkapan Tidak melakukan penangkapan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 65,22 34, Keterangan Hanya memelihara Tabel 2. Teknik penangkapan ayam hutan merah Teknik menangkap ayam hutan merah Ayam pemikat dan jaring Ayam pemikat dan racik Ayam pemikat, jaring dan racik Lainnya Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 56,67 26,67 13,33 3, Keterangan Di daerah perkebunan
5 SETIANTO et al. Domestikasi ayam hutan merah 211 Tabel 3. Rata-rata hasil tangkapan ayam hutan merah Cara penangkapan Ayam pemikat dan jaring Ayam pemikat dan racik Rata-rata Keterangan: 1) = observasi, 2) = perhitungan Rata-rata tangkapan (ekor/memikat/orang) 1) 1,44 1,25 1,35 Rata-rata tangkapan (ekor/orang/bulan) 2) 5,76 5,00 5,38 Tabel 4. Penanganan ayam hutan merah hasil tangkapan Penangananan ayam hutan merah hasil tangkapan Dipelihara Tidak dipelihara Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 26,67 73, Pembahasan Tidak banyak informasi ilmiah mengenai penangkapan ayam hutan merah yang dilakukan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan 65,22% dari 46 responden melakukan penangkapan (perburuan). Tidak berbeda jauh apa yang dilaporkan Liang et al. (2013) yang melakukan penelitian perburuan terhadap jenis burung, termasuk ayam hutan merah. Dari 86 rumah tangga, 90,6% nya terlihat mempunyai hasil buruan atau memiliki setidak-tidaknya satu alat berburu. Sedangkan yang melakukan perburuan sebanyak 43%. Perburuan yang dilakukan dapat mengancam keberadaan ayam hutan merah. Akrim et al. ( 2015) mengemukakan bahwa ancaman utama terhadap ayam hutan merah adalah pengambilan telur dan perburuan. Pada penelitian ini, diketahui bahwa lokasi penangkapan oleh masyarakat dilakukan di daerah perkebunan dan blending zone. Daerah tersebut, merupakan daerah dimana terdapat banyak ayam hutan merah. Ini tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan Subhani et al. (2010) bahwa habitat ayam hutan merah terdapat di hutan dan semak belukar. Lebih lanjut Javed and Rahmani (2000) mengemukakan bahwa ayam hutan merah lebih banyak didapatkan pada hutan campuran. Arshad and Zakaria (2009) mengemukakan bahwa ayam hutan merah senang bertengger pada cabang-cabang pohon. Pada malam hari mereka naik ke cabang pohon untuk bertengger. Penangkapan ayam hutan merah oleh masyarakat menggunakan ayam pemikat dengan kombinasi jaring, racik ataupun tungkup. Penggunaan alat tersebut menjadi kebiasaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Ini berbeda dengan penangkapan ayam hutan merah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat lain. Aiyadurai (2012) mengemukakan perburuan dilakukan dengan perangkap (perangkap bilah bambu, perangkap kanopi, perangkap batu, perangkap segi tiga), ketapel dan senapan. Hal sama dikemukakan Liang et al. (2013) yang mengatakan perburuan menggunakan senapan, senapan angin dan perangkap. Cara yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi penelitian menghasilkan ayam hutan merah yang masih hidup, sehingga ada peluang untuk dikembangkan dan dilakukan konservasi. Keterangan Untuk dikawinsilangkan Dijual, dipotong, diberikan pada orang lain Jumlah ayam hutan merah yang ditangkap bervariasi. Tidak banyak informasi hasil penelitian tentang jumlah tangkapan ayam hutan merah. Liang et al. (2013) dalam penelitian tentang perburuan menemukan 11 ayam hutan merah hasil perburuan. Ayam hutan merah yang baru ditangkap sangat liar. Oleh karena itu tidak banyak yang memelihara hasil tangkapannya. Sifat liar ayam hutan merah ini juga ditemukan pada keturunan ayam hutan merah, walaupun telah dipelihara dengan baik sejak ditetaskan (Brisbin and Peterson 2007). Ayam hutan merah yang dipelihara oleh masyarakat untuk dikawinsilangkan guna memperoleh keturunan baru yang relatif tidak liar dan bisa dimanfaatkan secara ekonomi (Setianto 2013). Keturunan ayam hutan merah di Bengkulu disebut ayam burgo (Setianto 2010). Keturunan ayam hutan merah yang jantan (ayam burgo jantan) dikembangkan menjadi ayam hias (Setianto 2012) dan ayam pemikat (Setianto et al. 2014). Sedangkan ayam burgo betina sebagai ayam petelur (Setianto dan Warnoto 2010). Ini mengingat jumlah produksi telurnya yang relatif banyak dibanding ayam kampung (Setianto 2009b; Warnoto dan Setianto 2009). Hasil perburuan ayam hutan merah dipelihara, dikembangkan, dijual, dipotong dan diberikan pada orang lain. Sementara itu Liang et al. (2013) mengatakan hasil perburuan dijual dan dikembangkan. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penangkapan ayam hutan merah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi perkebunan dan blending zone dengan menggunakan alat ayam pemikat dan jaring, ayam pemikat dan racik, serta tungkup. Hasil tangkapan dipelihara, dikembangkan, dijual, dipotong dan diberikan pada orang lain. UCAPAN TERIMA KASIH Artikel ini merupakan bagian dari penelitian yang didanai melalui skema Hibah Unggulan Universitas Bengkulu. Untuk itu tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada Universitas Bengkulu.
6 212 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (2): , April 2015 DAFTAR PUSTAKA Aiyadurai A Bird hunting in Mishmi Hills of Arunachal Pradesh, north-eastern India. Indian BIRDS. 7 (5) : Akrim F, Awan MS, Mahmood T, Anjum M Z, Qasim S, Khalid J, Shahwar D, Andleeb S Threats to Red Junglefowl (Gallus gallus murghi) in Deva Vatala National Park, District Bhimber, Azad Jammu and Kashmir, Pakistan. Ann Res Rev Biol 6 (1): Arshad MI, Zakaria M Roosting habits of Red Junglefowl in Orchard Area. Pak J Life Soc Sci 7 (1): Azmi M, Ali AS, Kheng WK DNA fingerprinting of red jungle fowl, village chicken and broilers. Asian-Aus J Anim Sci 13 (8): Brisbin IL, Peterson AT Playing chicken with red junglefowl: identifying phenotypic markers of genetic purity in Gallus gallus. Anim Conserv 10 (4): Dorji N, M Duangjinda, Y Phasuk Genetic characterization of Bhutanese native chickens based on an analysis of Red Junglefowl (Gallus gallus gallus and Gallus gallus spadecieus), domestic Southeast Asian and commercial chicken lines (Gallus gallus domesticus). Genetics and Molecular Biology 35 (3) Javed S, A R Rahmani Flocking and habitat use pattern of the Red Junglefowl Gallus gallus in Dudwa National Park, India. Tropical Ecology 41 (1): Liang W, Y Cai, CC Yang Extreme levels of hunting of birds in a remote village of Hainan Island, China. Bird Conserv Intl. 23: Moiseyeva IG, M N Romanov, AA Nikiforov, AA Sevastyanova, SK Semyenova Evolutionary relationships of Red Jungle Fowl and chicken breeds. Genet Sel Evol 35: Setianto J, 2009a. Ayam Burgo : Ayam Buras Bengkulu. PT Penerbit IPB Press, Bogor. Setianto J, 2009b. Increasing the egg weight of burgo chicken offspring through cross-mating between burgo chicken with native chicken. Proceeding The 1st International Seminar on Animal Industri 2009 Sustainable Animal Production for Food Security and Safety. IPB Bogor. I : Setianto J Sumber Daya Hayati Ayam Burgo Bengkulu : Karakteristik Fenotipe, Populasi, Performa Reproduksi, Performa Produksi dan Potensi Pengembangannya. Makalah Kenaikan Jabatan ke Guru Besar di Rapat Senat Universitas Bengkulu. Setianto J Peran Ayam Lokal dan Potensi Ayam Burgo Dalam Menyediakan Bahan Pangan Protein Hewani. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas Bengkulu. Setianto J Potensi dan Strategi Pengembangan Ayam Burgo. Prosiding Seminar Nasional Peternakan : Potensi Sumber Daya Ternak Lokal Untuk Membangun Kemandirian Pangann Hewani dan Kesejahteraan Masyarakat. Padang. I : Setianto J, Warnoto Performa Reproduksi dan Produksi Ayam Burgo Betina. Penerbit UNIB PRESS, Bengkulu. Setianto J, Warnoto, Nurmeiliasari The phenotype characteristic, population and the environment of Bengkulu s burgo chicken. Proceeding International Seminar The Role and Application of Biotechnology on Livestock Reproduction and Products Bukittinggi, West Sumatra, I : Setianto J, Prakoso H, Sutriyono Dinamika Populasi Ayam Burgo dan Strategi Pengembangannya di Bengkulu. [Laporan Penelitian]. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu. Setianto J, Prakoso H, Sutriyono Kajian Domestikasi Ayam Hutan Merah Berbasis Masyarakat Serta Strategi Pengembangannya di Bengkulu. [Laporan Penelitian]. Universitas Bengkulu, Bengkulu. Subhani A, Awan MS, Anwar M, Ali U, Dar NI Population status and distribution pattern of red jungle fowl (Gallus gallus murghi) in Deva Vatala National Park, Azad Jammu & Kashmir, Pakistan: A pioneer study. Pakistan J Zool 42 (6): Sulandari S, MSA Zein Analisis D-loop DNA mitokondria untuk memposisikan ayam hutan merah dalam domestikasi ayam di Indonesia. Media Peternakan 32 (1): Sulandari S, Zein MSA, Sartika T Molecular characterization of Indonesian indigenous chickens based on mitochondrial DNA displacement (D)-loop sequences. HAYATI J Biosci 15 (4): Warnoto, Setianto J The characteristic of egg production and reproduction of crossmating offspring between burgo chicken with native chicken. Proceeding International Seminar The Role and Aplication of Biotechnology on Livestock Reproduction and Products, Bukittinggi, West Sumatra. I: Zein MSA, Sulandari S Investigasi asal usul ayam Indonesia menggunakan sekuens hypervariable-1 D-loop DNA mitokondria. Jurnal Veteriner 10 (1):41-49.
Identifikasi Asal-usul Ayam Hutan Merah yang Dipelihara Masyarakat Di Kabupaten Seluma
Identifikasi Asal-usul Ayam Hutan Merah yang Dipelihara Masyarakat Di Kabupaten Seluma Identification of the Origin of the Red Jungle Fowl Reared by Community in Seluma District. J. Setianto 1,2,, Sutriyono
Lebih terperinciProduksi dan populasi ayam hutan merah domestikasi di Kabupaten Bengkulu Utara dan skenario pengembangan populasi
PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 ISSN: 2407-8050 Halaman: 226-231 DOI: 10.13057/psnmbi/m020218 Produksi dan populasi ayam hutan merah domestikasi di Kabupaten Bengkulu Utara
Lebih terperinciKeragaman Fenotipe Sifat Kualitatif Ayam Burgo di Provinsi Bengkulu
Keragaman Fenotipe Sifat Kualitatif Ayam Burgo di Provinsi Bengkulu Qualitative henotype Diversity of Burgo Chicken in Bengkulu Province T. Rafian 1, Jakaria 2, dan N. Ulupi 2 1 Mahasiswa Program Magister
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam lokal di Indonesia adalah kekayaan alam yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung disebut juga dengan istilah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada
Lebih terperinciUkuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT
Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2012 Vol. 14 (3) ISSN 1907-1760 Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan
Lebih terperinciABSTRACT. Key words : Red Jungle Fowl, Tumbohon, Line Transect, Density
STUDI POPULASI AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus) DI KAWASAN HUTAN DESA TUMBOHON KECAMATAN TALAWAAN MINAHASA UTARA Study Population of Red Jungle Fowl (Gallus gallus) Tumbohon Village in Forest District
Lebih terperinciSIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG Rinta Islami, Fahrizal, Iskandar Fakultas kehutanan Universitas Tanjungpura.
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI AYAM KAMPUNG DI DESA KOTO PERAMBAHAN KECAMATAN KAMPAR TIMUR KABUPATEN KAMPAR
SKRIPSI PENAMPILAN REPRODUKSI AYAM KAMPUNG DI DESA KOTO PERAMBAHAN KECAMATAN KAMPAR TIMUR KABUPATEN KAMPAR OLEH : MASPERI NIM. 10781000119 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciIdentifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra
IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF AYAM WARENG TANGERANG DI UPT BALAI PEMBIBITAN TERNAK DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DESA CURUG WETAN KECAMATAN CURUG KABUPATEN TANGERANG Andika Mahendra*, Indrawati Yudha
Lebih terperinciOleh: Suhardi, SPt.,MP
Oleh: Suhardi, SPt.,MP Ayam Puyuh Itik Itik Manila (entok) Angsa Kalkun Merpati (semua jenis burung) Burung Unta Merak, bangau, dll Unggas atau khususnya ayam dalam sistematika taksonomi termasuk dalam
Lebih terperinciANALISIS KEPUASAN PENGUNJUNG ATAS KESEJAHTERAAN SATWA DI KEBUN BINATANG SKRIPSI
ANALISIS KEPUASAN PENGUNJUNG ATAS KESEJAHTERAAN SATWA DI KEBUN BINATANG (Studi Kasus: Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi, Sumatera Barat) SKRIPSI Oleh: SEFTIAWAN 051201022 MANAJEMEN HUTAN
Lebih terperinciPerforma Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar
PERFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR (Coturnix-coturnix Japonica) HASIL PERSILANGAN WARNA BULU HITAM DAN COKLAT THE PRODUCTION PERFORMANCE OF LAYING QUAIL (Coturnix-coturnix Japonica) COME FROM BLACK AND BROWN
Lebih terperinciKEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI
KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh Kurniawan Adiputra NIM PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
POLA KEMITRAAN PETANI DENGAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI (TNMB) DAN KONTRIBUSI KEGIATAN USAHATANI DI ZONA REHABILITASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA WONOASRI KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI
Lebih terperinciSTUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS
STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciPerformans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif
Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan
Lebih terperincidiberikan (Materi VI-X): Pres kel-1-5 bahas kel DISKUSI KELOMPOK (IV)
9. PROGRAM BREEDING TERNAK RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS 10. PROGRAM BREEDING TERNAK NON- RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS 11. GENETIC CONSERVATION 12. PEMBENTUKAN BANGSA BARU 13.
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF
PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF HETI RESNAWATI dan IDA A.K. BINTANG Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor ABSTRAK Pengembangan ternak ayam lokal sebagai penghasil daging
Lebih terperinciBIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA
BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.
Lebih terperinciSTUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU
STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU AZMI 1), GUNAWAN 1) dan EDWARD SUHARNAS 3) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2) Universitas Bengkulu ABSTRAK Kerbau
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan
Lebih terperinciBOBOT BADAN BERBAGAI JENIS AYAM SENTUL DI GABUNGAN KELOMPOK TANI TERNAK CIUNG WANARA KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS
BOBOT BADAN BERBAGAI JENIS AYAM SENTUL DI GABUNGAN KELOMPOK TANI TERNAK CIUNG WANARA KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS (BODY WEIGHT IN VARIOUS KINDS OF SENTUL CHICKEN IN CIUNG WANARA LIVESTOCK FARMER GROUP
Lebih terperinciImplikasi Pengetahuan Ayat Tentang Pemotongan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Terhadap Sapi Bali
Implikasi Pengetahuan Ayat Tentang Pemotongan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Terhadap Sapi Bali Ahmat Fansidar, Mas Djoko Rudyanto, I Ketut Suada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas
Lebih terperinciSEBARAN POPULASI DAN POTENSI KERBAU MOA DI PULAU MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA
SEBARAN POPULASI DAN POTENSI KERBAU MOA DI PULAU MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DISTRIBUTION OF POPULATION AND POTENTIAL IN BUFFALO MOA MOA ISLAND SOUTH-WEST DISTRICT MALUKU Dolhalewan Rudy*, Edy Kunianto**,
Lebih terperinciYosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian
Penggunaan Lumpur Sawit Fermentasi dengan Neurospora sp dan Suplementasi Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Performa Ayam Ras Petelur di Desa Srikaton Utilization of Palm Oil Sludge Fermented
Lebih terperinciKELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA
KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA Muhammad Sujudi 1) Dhyvhy29@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Enok Sumarsih 2) sumarsihenok@gmail.com
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama
Lebih terperinciKarakteristik Genetik dan Fenotip Ayam Nunukan di Pulau Tarakan, Kalimantan Timur
ISSN : 1411-8327 Karakteristik Genetik dan Fenotip Ayam Nunukan di Pulau Tarakan, Kalimantan Timur (THE PHENOTHYPIC AND GENETIC CHARACTERISTIC OF NUNUKAN CHICKEN OF TARAKAN ISLAND, EAST BORNEO) Muhammad
Lebih terperinciKAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI
KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh: AYU PUSPITANINGSIH NIM. 071510201086 JURUSAN
Lebih terperinciBibit induk (parent stock) itik Mojosari muda
Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah
Lebih terperinciKAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :
19-20 November KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA Yusrina Avianti Setiawan 1), Muhammad Kanedi 1), Sumianto 2), Agus Subagyo 3), Nur Alim
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau
PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan
Lebih terperinciPOPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT
POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT (Population Of Bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb) In The Area Of Sungai
Lebih terperinciPOTENSI KOMODITAS PETERNAKAN DALAM PEMENUHAN KETERSEDIAAN PANGAN ASAL TERNAK DI KOTA TARAKAN
POTENSI KOMODITAS PETERNAKAN DALAM PEMENUHAN KETERSEDIAAN PANGAN ASAL TERNAK DI KOTA TARAKAN The Potency of Livestock Commodity in TheFulfillment of Food Availability in Tarakan City Yudi Rustandi Sekolah
Lebih terperinciII. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1
II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 A. Keberadaan Ayam Kampung di Indonesia Ayam Kampung merupakan hasil domestikasi ayam Hutan Merah (red jungle fowl/gallus gallus) yang telah dipelihara oleh nenek moyang
Lebih terperinciPOTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.
POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI Sari Yanti Hayanti 1, Masito 1 dan Harun Kurniawan 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi 2
Lebih terperinciPENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh adalah salah satu jenis burung yang hidup secara liar dan keberadaannya di alam bebas dan terbuka. Burung ini biasanya ditemukan dengan cara diburu di hutan-hutan
Lebih terperinciPerkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat
Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2012 Vol. 14 (3) ISSN 1907-1760 Perkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat Developing Population of Ruminant
Lebih terperinciBIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT
BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SIFAT-SIFAT PRODUKTIVITAS AYAM KAMPUNG BETINA FASE PRODUKSI PADA POPULASI DASAR SELEKSI
KARAKTERISTIK SIFAT-SIFAT PRODUKTIVITAS AYAM KAMPUNG BETINA FASE PRODUKSI PADA POPULASI DASAR SELEKSI (Characteristic of Productivity Traits of Hen of Kampung Chicken at Base Selection Population) TIKE
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciPENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS
PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS KADIRAN, R.DENNY PURNAMA DAN SUHARTO Balai Penelitian Ternak Bogor,Po.Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Suatu pengamatan mengenai periode fertil spermatozoa
Lebih terperinciPEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN
1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu
Lebih terperinciDEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
KAJIAN KEMAMPUAN MENYEBAR KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L.) BERDASARKAN ARAH MATA ANGIN (UTARA-SELATAN) PADA AREAL PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elais guinensis Jacq.) SKRIPSI OLEH DEWI HANDAYANI S 060302025
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian mengenai teknik penangkaran dan analisis koefisien inbreeding jalak bali dilakukan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF),
Lebih terperinciBeberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung
Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung FITRA AJI PAMUNGKAS Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, PO Box 1 Galang 20585 (Diterima dewan
Lebih terperinciBibit induk (parent stock) itik Mojosari meri
Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciBibit induk (parent stock) itik Alabio muda
Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah
Lebih terperinciPEMANFAATAN JAMU AYAM SEBAGAI FEED SUPLEMENT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI AYAM BURAS DI DESA GARESSI, KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU
PEMANFAATAN JAMU AYAM SEBAGAI FEED SUPLEMENT TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI AYAM BURAS DI DESA GARESSI, KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU UTILIZATION OF HERBS AS CHICKEN FEED SUPPLEMENT TO INCREASING
Lebih terperinciAplikasi Biomolekuler di Dunia Perunggasan Khususnya Itik. Abstrak
Aplikasi Biomolekuler di Dunia Perunggasan Khususnya Itik Ayu Rahayu *) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tidar Abstrak Artikel Aplikasi Biomolekuler di Dunia Perunggasan Khususnya
Lebih terperinciKarakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT
KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan
Lebih terperinciHABITAT AND LOCAL DISTRIBUTION OF JAVAN GREEN PEAFOWL 'I\ (Pnvo nzuticus muticus Linneaus 1758) IN BALURAN NATIONAL PARK, EAST JAVA
Media Ko~~scrvasi Vol. VI, No. 1, Agustus 1999 : 15-22 HABITAT AND LOCAL DISTRIBUTION OF JAVAN GREEN PEAFOWL 'I\ (Pnvo nzuticus muticus Linneaus 1758) IN BALURAN NATIONAL PARK, EAST JAVA (Kajian terhadap
Lebih terperinciCIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK
CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN (PHISICAL CHARACTERISTICS OF MANDALUNG HATCHING EGGS AND THE MALE AND FEMALE RATIO OF THEIR DUCKLING) Yarwin
Lebih terperinciDaging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama
PEMBAHASAN UMUM Potensi pengembangan itik potong dengan memanfaatkan itik jantan petelur memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan. Populasi itik yang cukup besar dan penyebarannya hampir disemua provinsi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah
Lebih terperinciANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE
ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE POLA KEMITRAAN (Studi Kasus di Peternakan Plasma Sri Budi Ratini, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciKORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung
GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT AND WEANING WEIGHT ON MADURA CATTLE Karnaen Fakulty of Animal Husbandry Padjadjaran University, Bandung ABSTRACT A research on estimation of genetic
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciSKRIPSI PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICE
SKRIPSI PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICE SAPI POTONG DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMBIBITAN TERNAK DAN PENGEMBANGAN PAKAN TERNAK SALO DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI RIAU Oleh: Firdaus 11181102137
Lebih terperinciBibit sapi potong - Bagian 2: Madura
Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciBibit induk (parent stock) itik Alabio meri
SNI 7557:2009 Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 7557:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii
Lebih terperinciANALISIS PROFITABILITAS USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN POLA KEMITRAAN DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL
1 ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN POLA KEMITRAAN DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL Profitability Analysis of Livestock Broiler Business with Partnership Pattern in the
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANGSA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANGSA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Oleh MALINDA APTIKA RACHMAH PROGRAM STUDI S1 AGRIBISNIS FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil
Lebih terperinciDarlim Darmawi 1. Intisari
Aspek Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Program CSR (Cooperate Social Respontibility) dalam Pola Usaha Tani Petani Kelapa Sawit di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Darlim Darmawi 1 Intisari Penelitian ini
Lebih terperinciPENGEMBANGAN POTENSI WILAYAH TERTENTU KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA
PENGEMBANGAN POTENSI WILAYAH TERTENTU KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH Febri Pratamar 101201041 Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS
Lebih terperinciNILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR
NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR (Studi Kasus: Kelurahan Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi dan Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh: ERWIN EFENDI
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT
ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT ( Studi Kasus : Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu ) Cindi Melani
Lebih terperinciAnalisis pola kemitraan usaha peternakan ayam pedaging sistem closed house di Plandaan Kabupaten Jombang
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (2): 1-5 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Analisis pola kemitraan usaha peternakan ayam pedaging sistem closed house di Plandaan Kabupaten Jombang
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi
KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciHeterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal
Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal L. HARDI PRASETYO Balai Penelitian Ternak, PO. Box 221, Bogor 16002 (Diterima dewan redaksi 18 Desember 2006) ABSTRACT PRASETYO, L.H.
Lebih terperinciPerbandingan Genetik Eksternal Ayam Wareng dan Ayam Kampung yang Dilihat dari Laju Introgresi dan Variabilitas Genetiknya
Perbandingan Genetik Eksternal Ayam Wareng dan Ayam Kampung yang Dilihat dari Laju Introgresi dan Variabilitas Genetiknya T. SARTIKA 1, D.K. WATI 2, H.S. IMAN RAHAYU 2. dan S. ISKANDAR 1 1 Balai Penelitian
Lebih terperinciPREFERENSI PEMILIHAN PRODUK TERNAK SEBAGAI LAUK HARIAN (Studi Kasus di Universitas Wijayakususma) Sulistyaningtyas 1)
PREFERENSI PEMILIHAN PRODUK TERNAK SEBAGAI LAUK HARIAN (Studi Kasus di Universitas Wijayakususma) Sulistyaningtyas 1) ABSTRAK Penelitian mengenai preferensi konsumen di Universitas Wijayakusuma terhadap
Lebih terperinciPenggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci
Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci Fatati 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem
KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem Tujuan Pembelajaran Mampu mengidentifikasi keanekaragaman hayati di Indonesia Mampu membedakan keanekaragaman
Lebih terperinciPROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI
PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan
Lebih terperinciSISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 36/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa bibit ternak merupakan
Lebih terperinciPERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN
PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Lebih terperinciPEMERINTAH DESA KUCUR
PEMERINTAH DESA KUCUR PERATURAN DESA KUCUR NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR DESA KUCUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA KUCUR Menimbang: a. Bahwa tumbuhan dan satwa liar
Lebih terperinciSKRIPSI. STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) SEBAGAI SUMBER DAYA LOKAL DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR
SKRIPSI STRATEGI PENGEMBANGAN KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) SEBAGAI SUMBER DAYA LOKAL DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR Oleh : YARNIS 10981008372 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah
Lebih terperinciIdentifikasi Marka Bioakustik Suara Kokok Ayam Kokok Balenggek di Kandang Penangkaran Agutalok, Kabupaten Solok
Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol. 14 (1) ISSN 1907-1760 Identifikasi Marka Bioakustik Suara Kokok Ayam Kokok Balenggek di Kandang Penangkaran Agutalok, Kabupaten Solok Identification of Bioacoustic
Lebih terperinciDampak Diseminasi Ayam Kampung Unggul Balitnak di Provinsi Gorontalo
Dampak Diseminasi Ayam Kampung Unggul Balitnak di Provinsi Gorontalo (Impact of Disemination of Kampung Unggul Balitnak Chicken in the Province of Gorontalo) Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor
Lebih terperinciSILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abidin, Z Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia Pustaka.
39 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia Pustaka. Astuti, M., H. Mulyadi dan J. Purba. 1979. Pengukuran parameter genetik ayam kampung. Laporan Penelitian
Lebih terperinciPRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN
PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN (Egg Production of MA Duck and on BPTU Pelaihari South Kalimantan) T. SUSANTI 1, A.R. SETIOKO 1, L.H. PRASETYO 1 dan SUPRIYADI 2 1 Balai Penelitian
Lebih terperinci