BAB VI RENCANA PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR PUNGGOLAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI RENCANA PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR PUNGGOLAKA"

Transkripsi

1 BAB VI RENCANA PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR PUNGGOLAKA VI.1. Umum Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Kendari pada tahun-tahun mendatang akan berimbas pada semakin besarnya jumlah kebutuhan air minum yang harus dipenuhi oleh PDAM Kota Kendari. Sebagai akibatnya, instalasi pengolahan air (IPA) eksisting yang dikelola PDAM Kota Kendari, yaitu IPA Punggolaka dengan kapasitas pengolahan sebesar 33 L/detik tentunya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan air minum tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan terhadap IPA eksisting agar dapat memenuhi kebutuhan air minum penduduk Kota Kendari di tahun-tahun mendatang. Perencanaan pengembangan IPA eksisting dilakukan dengan memperhatikan hasil yang diperoleh dari Bab V yaitu kesimpulan mengenai seberapa besar kapasitas pengolahan dari masing-masing unit pengolahan yang ada di IPA eksisting setelah melalui proses evaluasi, apakah masih tetap 33 L/detik, dapat ditingkatkan, atau harus dikurangi. Berdasarkan hasil evaluasi, IPA eksisting hanya dapat digunakan pada debit 01,7 L/det untuk memenuhi semua kriteria desain. Proses evaluasi yang dilakukan pada Bab V juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan unit-unit pengolahan yang masih dapat dipergunakan agar biaya pengembangan instalasi eksisting dapat ditekan. VI.. Peningkatan Kapasitas IPA Punggolaka Jumlah kebutuhan air minum penduduk Kota Kendari hingga akhir periode perencanaan tahun 07 merupakan representasi dari penambahan kapasitas yang harus dilakukan pada instalasi eksisting. Selain itu pula seperti telah disebutkan di atas, hasil evaluasi terhadap unit-unit pengolahan eksisting juga akan menentukan seberapa besar kapasitas yang harus ditambah. VI-1

2 IPA hasil pengembangan direncanakan akan beroperasi untuk melayani kebutuhan air minum penduduk Kota Kendari selama 0 tahun mendatang. Berikut ini adalah tabel mengenai jumlah kebutuhan air minum penduduk Kota Kendari selama 0 tahun yang akan datang. Tabel VI.1. Jumlah Kebutuhan Air Jenis Kebutuhan Air Faktor (L/detik) (L/detik) (L/detik) Debit Rata-rata 1 4,66 338,8 481,67 Debit Jam Puncak 1,5 336,99 508,3 7,51 Debit Hari Maks 1,1 47,13 37,70 59,84 Sumber : Perhitungan Pengembangan IPA Pungolaka direncanakan akan dibangun dalam dua tahap, yaitu tahap I pada tahun 007 s/d 017 dan tahap II pada tahun 017 s/d 07. Pada Tabel VI. di atas dapat dilihat besar kapasitas pengolahan air minum pada masing-masing tahapnya adalah seperti di bawah ini : Tahap I ( ) : 37,7 L/det Tahap II (017-07) : 59,84 L/det Berdasarkan hasil evaluasi, IPA eksisting untuk tahap I dan tahap II perencanaan pengembangan dapat mensuplai air bersih sebesar 01,7 L/detik akibat kapasitas reservoir yang sudah tidak mencukupi. Kapasitas pengolahan IPA pengembangan akan didasarkan pada debit harian maksimum untuk mengantisipasi fluktuasi penggunaan air minum pada saat maksimum. Selain itu, kapasitas pengolahan IPA pengembangan direncanakan akan sebesar 105% dari kebutuhan air minum tak terpenuhi, dengan kelebihan sebesar 5% dipergunakan untuk kebutuhan air internal IPA tersebut. Tabel VI.. Kapasitas Pengolahan IPA Pengembangan Jenis Kebutuhan Air 017 (L/det) 07 (L/det) Total kebutuhan air 37,7 59,84 Kapasitas instalasi eksisting 01,7 01,7 Kebutuhan air tak terpenuhi ,14 Kebutuhan air bersih utk IPA 8,55 16,41 Kapasitas pengolahan IPA Pengembangan 179,55 344,55 Sumber : Perhitungan VI-

3 Untuk sistem intake dan transmisi diasumsikan kehilangan air adalah sebesar 5%. Sehingga debit yang dialirkan dari intake ke instalasi adalah: Tahap I ( )= ( ) L/detik 190 L/detik Tahap II (075-07)= ( ,5) L/detik 370 L/detik Berdasarkan nilai tersebut maka ditetapkan kapasitas instalasi sebesar 360 L/detik sehingga pada setiap tahap akan dibangun instalasi sebesar 180 L/detik. Berikut ini adalah rencana pembangunan dan kapasitas dari instalasi : Tahap I : Intake = 370 L/detik Transmisi = 370 L/detik Instalasi = 180 L/detik Tahap II : Instalasi = 180 L/detik Dalam tugas akhir ini hanya akan direncanakan untuk pembangunan pada tahap I, yaitu instalasi sebesar 180 L/det dan intake serta transmisi sebesar 370 L/det. VI.3. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum Pemilihan alternatif proses pengolahan didasarkan kepada karakteristik air baku dan kulitas akhir dari air yang diinginkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan unit Pengolahan Air Minum, diantaranya adalah faktor teknis, dan ekonomis. Pemilihan dilakukan dengan mengkombinasikan faktor-faktor tersebut sehingga didapatkan kombinasi unit pengolahan yang paling efesien dan optimal. Berikut ini merupakan uraian mengenai kedua faktor tersebut : 1. Aspek teknis efisiensi unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang akan diturunkan; fleksibilitas sistem terhadap kualitas air yang berfluktuasi; kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang panjang; kemudahan konstruksi,. Aspek ekonomis VI-3

4 biaya investasi awal, operasional, dan pemeliharaan; luas lahan yang dibutuhkan; optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter kualitas air yang hendak diturunkan; Menurut Kawamura (1991) pengolahan air minum terbagi atas tiga jenis dan dua bentuk modifikasi. Tiga jenis pengolahan air minum yaitu sebagai berikut : conventional complete treatment Bentuk pengolahan air minum ini merupakan pengolahan air minum yang melibatkan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi. direct filtration Bentuk pengolahan dengan direct filtration melibatkan proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi. Selain itu, digunakan juga clarifier untuk mengolah air bekas proses backwash filter sebelum disirkulasi menuju proses flokulasi. in-line filtration Bentuk pengolahan ini pada dasarnya sama dengan direct filtration hanya proses koagulasi langsung dilanjutkan dengan proses filtrasi tanpa melalui proses flokulasi terlebih dahulu dan supernatan dari clarifier disirkulasi ke bagian koagulasi. Modifikasi dari ketiga bentuk pengolahan di atas adalah High-level complete water treatment process dan Two stage filtration. Penerapan metode pengolahan tergantung pada kualitas air baku dan ini diberikan pada Tabel VI.3. Tabel VI.3. Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum Conventional Two-Stage Direct In-Line Parameter Complete Filtration Filtration Filtration Turbiditas (NTU) <5000 <50 <15 <5 Warna (semu) <3000 <50 <0 <15 Coliform (#/ml) <10 7 <10 5 <10 3 <10 3 Alga (ASU/ml) <10 5 <5 x 10 3 <5 x 10 <10 Asbestos Fiber (#/ml) <10 10 <10 8 <10 7 <10 7 Rasa dan bau (TON) <30 <10 <3 <3 Sumber : Kawamura,1991 VI-4

5 Keterangan : 1. Kriteria di atas menunjukkan kondisi secara umum.. SSF dapat digunakan jika kualitas air baku memungkinkan untuk direct filtration 3. Jika kekeruhan air baku lebih dari 1000 NTU, proses prasedimentasi diperlukan pada conventional complete untuk menghasilkan kualitas air yang baik. Pemilihan unit-unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan model prediksi (JICA) yang dikombinasikan dengan analisis mengenai pengaruh yang diberikan oleh proses pengolahan air (Fair/Geyer/Okun, 1968). Menurut JICA (1991), proses pengolahan air untuk menghilangkan parameter pencemar dalam air dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : 1. Tahap Pra Pengolahan Tahap Pra Pengolahan merupakan tahap pengolahan air baku sebelum air baku diolah pada unit-unit pengolahan utama yang umum digunakan seperti koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi yang terjadi pada akhir pengolahan. Pra Pengolahan memiliki fungsi utama untuk menurunkan parameter tertentu yang dapat mengganggu proses selanjutnya.. Tahap Pengolahan Utama Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan untuk mengolah air baku sehingga pada akhirnya menjadi air minum, seperti misalnya pengolahan kesadahan, koagulasi, dan flokulasi yang diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. 3. Tahap Pengolahan Khusus Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar-benar diperlukan apabila pada air baku terdapat parameter pencemar yang spesifik, sehingga memerlukan pengolahan yang spesifik pula. Pada Tabel VI.4 dan Tabel VI.5 di bawah ini dapat dilihat pemilihan unit pengolahan air minum dengan model prediksi menurut JICA dan pengaruh proses pengolahan air terhadap beberapa parameter menurut Fair, Geyer, dan Okun. VI-5

6 Parameter Tabel VI.4. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum dengan Model Prediksi Konsentr Pra Pengolahan Pengolahan Utama Pengolahan Khusus asi S PC PS A LS CS RSF SSF P SC AC SCT SWT Coliform 0-0 E O O O O E (MPN/100 ml) E E E O E >5000 E O E E E O Turbiditas 0-10 O O (NTU) O E >00 O O E Warna 0-70 E O O (Unit Pt-Co) >70 O E O Kesadahan (mg/l CaCO 3 ) >00 E E E E Fe, Mn <0,3 O O E (mg/l) 0,3-1 O E E O >1 E E E E O Sumber : JICA, 1990 Keterangan : S=Screening; PC=Prechlorination; PS=Plain Settling; A=Aeration; LS=Lime Softening; CS=Coagulation-Sedimentation; RSF=Rapid Sand Filtration; SSF=Slow Sand Filtration; P=Post Chlorination; SC=Special Chlorination; AC=Activated Carbon; SCT=Special Chemical Treatment; SWT=Salt Water Treatment; O=Optional; E=Essential Parameter Tabel VI.5. Pengaruh Proses Pengolahan Air terhadap Beberapa Parameter Aerasi Koagulasisedimentasi Pelunakan kapur sodasedimentasi SSF tanpa koagulasi & sedimentasi RSF dengan koagulasi & ssedimentasi klorinasi Bakteri , Warna Kekeruhan Bau dan rasa Kesadahan Korosifitas Fe & Mn Sumber : Fair/Geyer/Okun, 1968 Keterangan : 1. ph yang dihasilkan oleh kelebihan kapur sangat tinggi. Dihitung dalam presipitat 3. Terjadi penyumbatan yang sangat cepat pada kekeruhan tinggi 4. Tidak termasuk rasa chlorophenol 5. Jika menggunakan BPC atau superklorinasi diikuti deklorinasi 6. Bila tidak menggunakan (5) dalam kehadiran rasa dan bau yang keras 7. Beberapa koagulan mengubah karbonat menjadi sulfat 8. Dengan menghilangkan karbondioksida 9. Penambahan oksigen jika sangat rendah 10. Beberapa koagulan membebaskan CO 11. Beberapa logam diserap pada ph tinggi 1. Setelah aerasi VI-6

7 Berdasarkan analisis kualitas air baku terhadap baku mutu air minum, seperti telah dibahas dalam sub bab IV.6, unit-unit pengolahan yang dipilih harus dapat menurunkan parameter-parameter pencemar dalam air baku, yaitu : warna, kekeruhan, besi, zat organik, dan total coli. Oleh karena itu, jika dilihat dari parameter yang harus diturunkan dan pertimbangan berdasarkan model prediksi JICA dan analisis pengaruh di atas, unit-unit pengolahan yang dibutuhkan adalah seperti ditunjukkan pada Tabel VI.6 di bawah ini. Tabel VI.6. Kebutuhan Jenis Pengolahan Parameter Hasil Satuan Baku Mutu Analisis Analisis Unit Pengolahan Warna 5 Koagulasi, sedimentasi, RSF Kekeruhan NTU 5 75 Koagulasi, sedimentasi Besi mg/l 1,68 Pra klorinasi, koagulasi, sedimentasi, RSF Zat Organik mg/l KMnO ,37 Koagulasi, sedimentasi RSF, Desinfeksi Total Coli MPN/100 ml 0 - Koagulasi, Sedimentasi, RSF, disinfeksi VI.4. Kebutuhan Bahan Kimia Dalam sistem pengolahan air minum terdapat dua macam unit, yaitu unit proses dan unit operasi. Unit operasi merupakan unit pengolahan yang melibatkan proses fisik, seperti sedimentasi dan filtrasi, sedangkan unit proses melibatkan proses kimia dan biologi, seperti koagulasi dan disinfeksi. Pengolahan yang termasuk unit proses memerlukan pembubuhan bahanbahan kimia. Dosis yang diberikan pada setiap pembubuhan ditentukan melalui percobaan di laboratorium. Berdasarkan tabel VI.6 tentang kebutuhan jenis pengolahan, yang termasuk unit proses adalah koagulasi dan desinfeksi. Untuk kebutuhan unit ini maka dilakukan beberapa uji laboratorium yaitu : 1. Jar Test Jar Test dilakukan untuk mengetahui dosis koagulan yang diperlukan pada proses koagulasi. Jenis koagulan yang digunakan adalah Al (SO 4 ) 3 dengan kemurnian sebesar 60 %. Dosis koagulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah 30 mg/l.. Percobaan DPC VI-7

8 Percobaan DPC bertujuan untuk mengetahui dosis kaporit yang diperlukan untuk desinfeksi. Kemurnian kaporit adalah 100% dengan Cl=5%. Dosis desinfektan yang diperoleh melalui percobaan ini adalah 0,5 mg/l (DPC + Sisa Klor). Bahan-bahan kimia yang dibutuhkan pada instalasi pengolahan air minum sesuai dengan karakteristik air baku yang dipergunakan adalah : Al (SO 4 ) 3 sebagai koagulan Ca(OCl) sebagai desinfektan CaO sebagai kontrol agresifitas Ketiga bahan kimia yang digunakan di atas diperoleh dalam bentuk padat, sehingga diperlukan proses pelarutan sebelum kedua bahan kimia tersebut digunakan. Pelarutan ini dilakukan pada suatu bak tersendiri yang selain berfungsi sebagai tempat pelarutan juga sebagai tempat penampung bahan kimia tersebut. Penggunaan ketiga jenis bahan kimia di atas akan mempengaruhi karakteristik air baku yang diolah karena perubahan komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam air. Hal ini akan sangat mempengaruhi warna, kekeruhan, besi, ph, dan agresifitas air baku. Perubahan kondisi air baku pada tiap-tiap pembubuhan bahan kimia dapat dilihat pada Tabel VI.7. Perubahan kondisi tersebut diperolah melalui perhitungan matematis berdasarkan persamaan Langelier Index. Tabel VI.7. Pengaruh Pembubuhan Bahan Kimia Terhadap Air Baku Parameter Satuan Air Baku Pembubuhan Pembubuhan Pembubuhan Pembubuhan Kaporit Alum Kaporit Kapur Dosis mg/l 4, CO mg/l - 3,96 x ,1 7,1 1,96 - HCO 3 mg/l 90,04 95,53 63,44 6,83 97,69 Ca + mg/l 5,78 5,78 5,78 6,04 37,47 Kesadahan mg/l 87,56 87,56 87,56 88,3 117 μ,06x10-3 1,9364x10-3 3,398x10-3,50x10-3 3,079x10-3 pk 1 ' ,309 6,96 6,303 6,99 pk ' ,47 10, 10,37 10,3 pk s ' 8,0 8,05 8,165 8,188 8,17 ph 8,33 7,55 5,5 6,53 7,85 phs 8,108 8,18 9,8 8,9 7,89 LI 0, -0,668-3,076-1, Sifat Oversaturated Agresif Agresif Agresif Stabil Sumber : Lampiran E VI-8

9 Ketiga bahan kimia tersebut digunakan dalam keadaan padat sehingga perlu dilakukan pembuatan larutan. Untuk keperluan tersebut maka diperlukan suatu bak yang berfungsi untuk membuat larutan yaitu bak pelarut bahan kimia. VI.5. Rencana Instalasi Pengolahan Air Minum Pada Gambar VI.1 di bawah ini dapat dilihat skema proses pengolahan air baku yang akan dilakukan pada instalasi pengolahan air minum yang direncanakan. Gambar VI.1. Skema Instalasi Pengolahan Air Minum VI.5.1. Intake Intake adalah bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari sumbernya untuk keperluan pengolahan dan suplai kepada konsumen. Intake dapat berlokasi di sungai, danau, dekat reservoir, atau di mata air. VI-9

10 Dalam memilih lokasi intake, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: intake memperoleh kualitas air yang terbaik kemungkinan perubahan debit dan aliran sungai minimasi pembekuan, penggenangan, pengapungan reruntuhan, dll menyediakan jalan menuju ke intake untuk pemeliharaan dan perbaikan menyediakan ruang yang cukup sehingga kendaraan dapat masuk ke lokasi intake memungkinkan penambahan fasilitas intake di masa yang akan datang menjaga aliran air dalam jumlah yang cukup selama musim kering/kemarau. meminimasi pengaruh pada kehidupan air intake ditempatkan pada tanah dengan kondisi stabil dan daerah yang memiliki kondisi geologi yang bagus Ada beberapa jenis intake sungai, yaitu intake weir, intake tower, intake gate, dan intake pipe channel (JICA, 1990). Sedangkan menurut Kawamura, jenis-jenis intake sungai yang tersedia saat ini adalah submerged intake, intake tower, suspended intake, siphon intake, floating intake, dan moveble intake (Kawamura,1991). Pada umumnya, intake sungai dibangun di daratan. Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini akan digunakan jenis intake gate, karena jenis intake ini umumnya digunakan pada sungai dengan debit kecil (< m 3 /hari), yang memiliki titik pengambilan dengan tinggi muka air yang stabil. Jenis intake inipun memiliki metode pemeliharaan dan kontrol yang sederhana serta biaya konstruksi yang tidak terlalu tinggi. Intake gate adalah fasilitas intake yang dibangun di tepi sumber air baku untuk mengambil air dari sungai atau danau. Air baku dialirkan melalui saluran terbuka atau perpipaan yang dihubungkan pada intake (JICA, 1990). Hal yang harus diperhatikan dari lokasi dan struktur dari intake gate adalah : VI-10

11 intake gate harus dibangun di atas tanah dan pondasi yang kuat kemungkinan masuknya pasir dan batu kerikil harus diperkecil pada saat penentuan dimensi intake pintu air diperkuat dengan struktur beton screen diletakkan di depat pintu air Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, intake gate yang digunakan akan dilengkapi dengan : 1. Bar Screen Bar screen berfungsi untuk menyaring benda-benda kasar seperti plastik, kayu dan sampah-sampah yang terbawa oleh air sehingga tidak mengganggu kinerja unit-unit selanjutnya. Kriteria desain dari unit ini adalah : Jarak antar batang, b = 1 - Tebal batang, w = 0,8-1,0 Kecepatan aliran saat melalui batang, v = 0,3 0,75 m/det Panjang penampang batang, p = 1,0 1,5 Kemiringan batang dari horizontal, α = Headloss maksimum, h L = 6 Persamaan yang digunakan untuk menghitung kehilangan tekan pada unit ini adalah sebagai berikut : H L 4 / 3 w β h sinθ b = v dimana : β = Faktor Kirschmer, untuk batang bulat = 1,79 w = Diameter batang (m) b = Jarak bukaan antar batang (m) h v = Velocity head = V b /g θ = Sudut kemiringan batang pada saluran ( ) H L = Headloss (m) Persamaan-persamaan lain yang digunakan : Jumlah batang : L = n w + ( n + 1) b Jumlah bukaan total, s : VI-11

12 s = n +1 Lebar bukaan total, L t : L t = s b Panjang batang terendam, Y t : Y t = Y / sinθ Luas total bukaan, A t : A = L Y t t Kecepatan aliran melalui batang, V b : V = b Q A t t Tinggi muka air setelah melalui batang, Y : Y ' = Y H L dimana : L = Lebar Saluran (m) n = Banyak batang Y = Kedalaman air (m). Saluran Intake Saluran intake berfungsi sebagai saluran yang akan mengambil air baku dari sumber air. Dalam merencanakan jenis intake ini maka harus diperhatikan karakteristik air seperti tinggi air minimum dan maksimum, materi tersuspensi dan terapung. Kecepatan merupakan parameter penting agar tidak terjadi pengendapan. Kriteria desain saluran intake menurut Al-Layla (1980) adalah : V = 0,6 1.5 m/det, hal ini untuk mencegah sedimentasi pada saluran intake. Kecepatan aliran pada kedalaman minimum harus lebih besar dari 0,6 m/det. Kecepatan aliran pada kedalaman maksimum harus lebih kecil dari 1,5m/det. Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan dimensi saluran intake, menurut JICA (1990) adalah : VI-1

13 Q B = H V dimana : B = Lebar saluran intake (m) Q = Debit maksimum (m 3 /det) H = Kedalaman air yang masuk (m) V = Kecepatan aliran air masuk (m/det) 3. Pintu Air Pintu air berfungsi untuk menjaga aliran tetap stabil meskipun sumber air baku berfluktuasi terutama pada saat pengaliran berlebih. Pintu air juga berfungsi untuk membuka atau menutup saluran ketika akan dilakukan pembersihan saluran. Pada umumnya pintu air dibuat dari bahan baja atau besi cor. Pada umumnya pintu air dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik, namun konstruksinya harus dapat pula dioperasikan manual. Hal lain yang harus diperhatikan adalah untuk mengurangi masuknya pasir dan tanah ke dalam intake harus dilakukan pengontrolan juga terhadap kecepatan aliran air yang masuk. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kriteria desain pintu air adalah sebagai berikut : Lebar pintu air, L p < 3 m Kecepatan aliran, V p < 1 m/det Persamaan yang dapat dipergunakan untuk menghitung headloss yang terjadi pada pintu air adalah sebagai berikut : h Q L = / h f L dimana : h L = Headloss pada pintu air (m) Q = Debit air yang melalui pintu air (m 3 /det) h f = Tinggi bukaan pintu air (m) L p = Lebar pintu air (m) p VI-13

14 4. Bak Pengumpul Bak pengumpul ini memiliki fungsi untuk mengumpulkan air baku yang masuk melalui pintu air sebelum dialirkan menuju instalasi pengolahan air minum. Menurut Al-Layla (1980), kriteria desain untuk bak pengumpul ini adalah : Untuk mempermudah pemeliharaan jumlah bak minimum adalah buah. Waktu tinggal di dalam bak pengumpul maksimal 0 menit. Dasar bak pengumpul minimum 1 meter di bawah dasar sungai atau 1,5 meter di bawah tinggi muka air minimum. Dinding saluran dibuat kedap air dan konstruksinya terbuat dari beton bertulang dengan ketebalan minimum 0 cm. 5. Sistem Transmisi Sistem transmisi berfungsi untuk mentransmisikan air baku dari intake menuju ke IPA. Sistem transmisi terdiri dari dua metode, metode gravitasi dan metode pemompaan. Pada perencanaan ini digunakan metode pemompaan karena lokasi intake lebih rendah dari lokasi IPA. Pada perencanaan ini sistem transmisi terbagi menjadi dua bagian yaitu : Pipa Transmisi Pompa Transmisi Pipa Transmisi Pada umumnya hanya terdapat satu pipa transmisi yang menghubungkan intake dan instalasi pengilahan air. Pipa yang digunakan dalam sisitem transmisi harus memenuhi syarat sebagai berikut : Untuk diameter medium cukup ekonomis dan bervariasi cukup banyak. memiliki kekuatan pipa yang cukup besar sehingga dapat menahan tekanan internal dan eksternal VI-14

15 - Tekanan internal adalah tekanan yang disebabkan oleh fluida yang dialirkan oleh pipa tersebut, antara lain : tekanan hidrostatik maksimum dan tekanan akibat water hammer. - Tekanan eksternal adalah tekanan yang disebabkan oleh faktorfaktor lainnya, seperti : tekanan tanah, beban muka jalan, gaya seismik, dll. Mempunyai macam-macam spesifikasi dan fiting yang lengkap. Dapat menahan tekanan tertentu dari dalam maupun dari bahan penahan pipa yaitu tanah dan pasir. Mudah diperoleh di pasaran. Mudah dalam pemasangannya. Defleksinya cukup baik untuk pipanya sendiri maupun pada sambungan. Tahan terhadap temperatur operasi yang cukup tinggi. Cocok terhadap kondisi tanah dimana pipa tersebut akan dipasang Memungkinkan dilaksanakannya pekerjaan konstruksi sesuai dengan kondisi tanah di wilayah tersebut. Terdapat beberapa jenis pipa yang cocok digunakan sebagai pipa transmisi berdasaarkan syarat-syarat di atas, yaitu : 1. Pipa besi (ductile iron pipe). Pipa baja 3. Pipa PVC (hard PVC pipe) Keuntungan dan kerugian dari masing-masing jenis pipa dapat dilihat pada tabel VI.8. VI-15

16 JENIS PIPA Pipa Besi Pipa Baja Pipa PVC Tabel VI.8. Keuntungan dan Kerugian Beberapa Jenis Pipa KEUNTUNGAN KERUGIAN - Memiliki durabilitas dan kekuatan yang tinggi - Relatif Berat - Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap impak - Memerlukan perlindungan spesial tergantung - Memiliki sambungan yang fleksibel dan dari jenis sambungan yang digunakan expandable, memungkinkan pipa mengikuti - Mudah terkorosi jika terdapat kerusakan pada variasi pada muka tanah lapisan dalam maupun luar - Mudah dalam pekerjaan pemasangan - Memiliki tipe sambungan yang sangat banyak - Memiliki durabilitas dan kekuatan yang tinggi - Sambungan yang dilas membutuhkan pekerja - Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap impak terampil dan peralatan khusus - Dapat disambungkan dengan menggunakan - Korosi secara elektrolitik harus pengelasan sambungan, dan bisa mengikuti diperhitungkan variasi muka tanah dalam alur yang sangat - Mudah terkorosi jika terdapat kerusakan pada panjang lapisan dalam maupun luar - Baik dalam proses pembuatan - Memiliki banyak jenis pelapisan - Sangat tahan terhadap korosi - Cukup ringan dan mudah dalam perkerjaan pemasangan - Baik dalam proses pembuatan - Tidak mengalami perubahan kekasaran pada permukaan bagian dalam pipa Sumber : JICA, Ketahanan terhadap impak berkurang pada suhu rendah - Sensitif terhadap pelarut organik tertentu, panas, dan sinar ultraviolet - Kekuatan jangka panjang harus diperhitungkan - Kekuatan berkurang apabila permukaan mengalami kerusakan - Perlindungan spesial diperlukan - Pada sambungan yang dilem kekuatan dan kekedapan terhadap air harus diperhitungkan Berdasarkan keuntungan dan kerugian pada tabel VI.8, maka sistem transimisi air baku pada instalasi pengolahan ini akan mempergunakan pipa besi. Pompa Transmisi Pompa digunakan untuk menyediakan head yang cukup untuk mengalirkan air dari satu tempat yang memiliki head lebih rendah daripada tempat yang lain. Klasifikasi pompa yang ada di pasaran adalah reciprocating pump, fland pump, centrifugal pump, dan air lift pump Terdapat beberapa sambungan yang diletakkan sebelum dan sesudah pompa, yaitu gate valve, check valve, meteran air, dan peralatan pengontrolan listrik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain sistem pemompaan, antara lain sebagai berikut : Volume air VI-16

17 Head pompa (kurva pompa) Variasi debit Jumlah pompa dan generator cadangan Jumlah daya listrik yang tersedia Dapat mengakomodasi kemungkinan modifikasi atau pengembangan sistem Jumlah pompa yang digunakan tergantung kepada besarnya debit yang diperlukan oleh IPA dan head yang diperlukan untuk mentransmisikan air menuju ke IPA. Kriteria dalam menentukan jumlah pompa diberikan oleh tabel VI.9. Tabel VI.9. Kriteria Jumlah Pompa yang Digunakan Debit (L/menit) Jumlah Pompa Keterangan < > Sumber : Al-Layla, 1980 buah 3 buah 4 buah 6 buah 1 operasi 1 cadangan operasi 1 cadangan 3 operasi 1 cadangan 5 operasi 1 cadangan Kriteria desain untuk pipa hisap pada sitem pemompaan, menurut Al- Layla (1980), adalah sebagai berikut : Kecepatan dalam pipa hisap 1 1,5 m/det Beda ketinggian antara tinggi air minimum (LWL) dan pusat pompa tidak lebih dari 3,7 m. Jika pompa diletakkan lebih tinggi dari LWL, jarak penyedotan harus lebih kecil dari 4 m Lebih diutamakan peletakan pompa di bawah LWL, apabila memang lebih ekonomis. VI.5.. Bak Penenang Bak penenang digunakan untuk menstabilkan tinggi muka air baku yang dialirkan dari bak pengumpul yang terletak di lokasi intake menuju lokasi instalasi pengolahan air minum. Pada bak penenang ini dilakukan juga proses penyisihan besi dengan membubukan kaporit. Hal ini dilakukan karena klor selain memiliki kemampuan sebagai VI-17

18 disinfektan juga merupakan zat pengoksidasi kuat yang dapat dipergunakan dengan tujuan-tujuan berikut : 1. Meningkatkan keamanan air baku sebelum difiltrasi apabila air baku tersebut mengandung bakteri >5000 gen/ml atau B. Coli > 500 MPN/100ml, sehingga memelihara kesehatan bak sedimentasi dan bak filtrasi.. Membunuh atau mencek keberadaan alga, makhluk hidup kecil, bakteri besi, dll. 3. Mengoksidasi ammonia, nitrit, H S, fenol, besi, mangan, dll. Pada proses penyisihan besi klor sering dipergunakan sebagai pengoksidasi besi divalen dan mangan karena tidak seperti aerasi, klor memiliki laju oksidasi yang lebih cepat dan memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi yang terikat dengan senyawa organik. Persamaan kimia berikut ini akan memperlihatkan bahwa reaksi yang terjadi ketika klor mengoksidasi besi dan mangan adalah sebagai berikut : Fe(HCO 3 ) + Ca(HCO 3 ) + Cl Fe(OH) 3 + CaCl + 6 CO Mn(HCO 3 ) + Ca(HCO 3 ) + Cl MnO + CaCl + 4 CO + H O Persamaan di atas menunjukkan bahwa 1 mg/l klor mengoksidasi 1,58 mg/l besi dan 0,78 mg/l mangan. Laju reaksi persamaan di atas tergantung pada ph. Agar besi dapat dioksidasi dalam kurun waktu kurang lebih menit, ph optimal dari air baku yang diproses adalah 8,0 8,3. Pada kondisi yang sama mangan akan teroksidasi dalam -3 jam. Pada umumnya, proses standar yang mengikuti penghilangan besi dan mangan adalah koagulasi oleh alum, yang diikuti dengan klarifikasi dan filtrasi. Pembubuhan klor untuk proses penyisihan besi ini dapat dilakukan pada berbagai titik, antara lain bak penenang, titik masuk ke bak pengaduk, outlet bak pengendap, dan sebagainya dimana pencampuran yang ideal bisa terjadi sesuai dengan tujuan dari proses tersebut. VI-18

19 Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, pembubuhan klor untuk proses penyisihan besi akan dilakukan pada bak penenang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh waktu kontak yang memadai agar klor dapat mengoksidasi besi dengan baik, selain itu hal ini dilakukan agar pembubuhan klor dilakukan sebelum pembubuhan koagulan pada proses koagulasi sehingga ph yang optimum untuk proses preklorinasi bisa dicapai (penambahan koagulan, dalam hal ini alum, akan menurunkan ph). Kriteria desain dari bak penenang ini adalah sebagai berikut : bak penenang dapat berbentuk bulat maupun persegi panjang; Overflow berupa pipa atau pelimpah diperlukan untuk mengatasi terjadinya tinggi muka air yang melebihi kapasitas bak. Pipa overflow harus dapat mengalirkan minimum 1/5 x debit inflow. freeboard dari bak penenang sekurang-kurangnya 60 cm; waktu detensi bak penenang > 1,5 menit; kedalaman bak penenang 3 5 m; Pada umumnya bak penenang ini dilengkapi oleh alat ukut debit sebagai kontrol aliran. Alat ukur ynag dipakai dapat berupa V-notch. Debit melalui V-notch dengan sudut 90 dapat diukut menggunakan rumus : Q =,54H.5 dimana : Q = Debit aliran yang masuk (ft 3 /s) H = Tinggi muka air di atas V-notch (ft) VI.5.3. Koagulasi Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian terintegrasi dari proses ini. Destabilisasi partikel dapat diperoleh melalui mekanisme : 1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik. Adsorpsi dan netralisasi muatan 3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat VI-19

20 4. Adsorpsi dan pengikatan antar partikel Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk : 1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik di dalam air.. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air. 3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan organisme plankton lain. 4. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam air. Pemilihan koagulan sangat penting untuk menetapkan kriteria desain dari sistem pengadukan, serta sistem flokulasi dan klarifikasi yang efektif. Koagulan sebagai bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air tentunya memiliki beberapa sifat atau kriteria tertentu, yaitu : 1. Kation trivalen ( +3 ) Koloid bermuatan negatif, oleh sebab itu dibutuhkan suatu kation untuk menetralisir muatan ini. Kation trivalen merupakan kation yang paling efektif.. Non toksik 3. Tidak terlarut pada batasan ph netral Koagulan yang ditambahkan harus berpresipitasi diluar larutan sehingga ion tidak tertinggal dalam air. Presipitasi seperti ini sangat membantu dalam proses penyisihan koloid. Koagulan yang paling umum digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan sebagai koagulan. Perbedaan antara koagulan yang berupa garam logam dan polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air. Garam logam mengalami hidrolisis ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan polimer tidak mengalami hal tersebut. Pembentukan produk hidrolisis tersebut terjadi pada periode yang sangat singkat, yaitu kurang dari 1 detik dan produk tersebut VI-0

21 langsung teradsorb ke dalam partikel koloid serta menyebabkan destabilisasi muatan listrik pada koloid tersebut, setelah itu produk hidrolisis secara cepat terpolimerisasi melalui reaksi hidrolitik. Oleh sebab itu, pada pembubuhan koagulan yang berupa garam logam, proses pengadukan cepat (flash mixing/rapid mixing) sangat penting, karena : 1. Hidrolisis dan polimerisasi adalah reaksi yang sangat cepat. Suplai koagulan dan kondisi ph yang merata sangat penting untuk pembentukan produk hidrolitik 3. Adsorpsi spesies ini ke dalam partikel koloid berlangsung cepat. Sedangkan pada penggunaan koagulan polimer hal tersebut tidak terlalu kritis karena reaksi hidrolitik tidak terjadi dan adsorpsi koloid terjadi lebih lambat karena ukuran fisik polimer yang lebih besar, yaitu sekitar -5 detik. Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini akan digunakan Alumunium Sulfat (Alum) sebagai koagulan, karena koagulan jenis ini lebih mudah didapatkan, lebih ekonomis, dan melalui jar test yang telah dilakukan terbukti cukup efektif untuk memperbaiki kualitas air baku. Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memiliki alkalinitas yang memadai untuk bereaksi dengan alumunium sulfat menghasilkan flok hidroksida. Umumnya, pada rentang ph dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat dalam bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai berikut : Al (SO 4 ) 3 14 H O + 3 Ca(HCO 3 ) Al(OH) CaSO H O + 6 CO Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai, maka harus dilakukan penambahan alkalinitas. Umumnya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida diperoleh dengan cara menambahkan kalsium hikdrosida, sehingga persamaan reaksi koagulasinya menjadi sebagai berikut : Al (SO 4 ) 3 14 H O + 3 Ca(OH) Al(OH) CaSO H O VI-1

22 Sebagian besar air baku memiliki alkalinitas yang memadai sehingga tidak diperlukan penambahan bahan kimia lain selain alumunium sulfat. Rentang ph optimum untuk alum adalah 4.5 sampai dengan 8.0, karena alumunium hidroksida relatif tidak larut pada rentang tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain : 1. Intensitas pengadukan. Gradien kecepatan 3. Karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi 4. Karakteristik air baku, kekeruhan, alkalinitas, ph, dan suhu Pendekatan rasional untuk mengevaluasi pengadukan dan mendesain bak tempat pengadukan dilakukan telah dikembangkan oleh T.R. Camp (1955). Derajat pengadukan merupakan didasarkan pada daya (power) yang diberikan ke dalam air, dalam hal ini diukur oleh gradien kecepatan. Laju tabrakan partikel proporsional terhadap gradien kecepatan ini, sehingga gradien tersebut harus mencukupi untuk menghasilkan laju tabrakan partikel yang diinginkan. Dikarenakan proses koagulasi dipengaruhi oleh faktor nomor 3 dan 4 di atas, maka dosis koagulan yang akan digunakan pada proses koagulasi ditentukan melalui prosedur jar tes di laboratorium. Pada dasarnya prosedur jar tes tersebut merupakan simulasi dari proses koagulasi dimana sampel air baku dituangkan pada satu seri gelas reaksi dan dibubuhkan koagulan dalam berbagai dosis, kemudian diberi putaran dengan kecepatan tinggi dan rendah untuk meniru proses koagulasi dan flokulasi. Aspek terpenting yang harus diperhatikan pada proses ini adalah waktu terbentuk flok, ukuran flok, karakteristik sedimentasi, persentase turbiditas dan warna yang dihilangkan, dan ph akhir air yang telah terkoagulasi dan terendapkan. Pengadukan Cepat (Rapid Mixing) Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat bisa diklasifikasikan sebagai berkut : VI-

23 1. Pengaduk Mekanis Pengadukan secara mekanis adalah metode yang paling umum digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada pengoperasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 198). Pengadukan tipe ini pun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang sangat kecil. Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogen, koagulan harus dimasukkan ke tengah-tengah impeller atau pipa inlet.. Pengaduk Pneumatis Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi yang kira-kira mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sama dengan pengadukan secara mekanis. Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasiakan debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit memiliki headloss yang relatif kecil. 3. Pengaduk Hidrolis Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini lebih banyak dipergunakan dinegara berkembang terutama di daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan jenis ini memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai G yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal (Schulz/Okun, 1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak VI-3

24 bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang spesifik. Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, sistem pengaduk cepat yang akan diaplikasikan pada proses koagulasi adalah sistem pengaduk hidrolis dengan menggunakan lompatan hidrolis. Pengadukan dengan sistem ini memberikan hasil yang cukup memuaskan dengan biaya konstruksi, operasional, dan pemeliharaan yang relatif rendah. Mengenai keterbatasan fleksibilitas yang dimiliki oleh unit ini dapat diatasi dengan melakukan pengolahan pada debit yang spesifik. Persamaan-persamaan Yang Digunakan Persamaan gradien kecepatan yang digunakan untuk unit koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut : G = ρgh μt L Dimana : G = Gradien kecepatan (det -1 ) ρ = Massa jenis air (kg/m 3 ) g = Percepatan gravitasi (m/det ) h L = Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m) μ = Viskositas absolut air (kg/m-det) T = Waktu detensi (det) Rumus-rumus yang digunakan untuk melakukan perhitungan dimensi pada unit lompatan hidrolis tersebut adalah sebagai berikut : q gh D = 3 q = Q W L d = 4.3 H D Y 1 = H D Y = H D VI-4

25 Y 1 = ( 1+ 8F 1) Y 1 L = L + L d + L min b dimana : D = Bilangan terjunan (Drop Number) Q = Debit aliran dalam tiap unit koagulasi (m 3 /det) W = Lebar unit koagulasi (m) q = Debit/lebar unit H = Tinggi terjunan (m) Y 1 Y V F = Kedalaman air pada hulu loncatan hidrolis (m) = Kedalaman air pada hilir loncatan hidrolis (m) = Kecepatan aliran (m/det) = Bilangan Froud L min = Panjang minimal bak koagulasi (m) L = Panjang loncatan hidrolis (m); ditentukan dari besar nilai L/Y untuk tiap nilai F 1 yang diperoleh dari grafik terlampir (Chow, 1959). L d L b = Panjang terjunan (m) = Panjang bak setelah loncatan (m) Kriteria Desain Unit Koagulasi Hidrolis Gradien Kecepatan, Gt d = (det -1 ) (Reynolds, 198) Waktu Detensi, t d = 0 60 det (Reynolds, 198) Tabel VI.10. Waktu Detensi dan Gradien Kecepatan Bak Pengaduk Cepat Waktu detensi Gradien Kecepatan td (det) G (det -1 ) Sumber : Reynolds, 198 Headloss, h L 0,6 m (Kawamura, 1991) Ketinggian pencampuran, Hp 0,3 m (Schulz&Okun, 1984) Bilangan Froud, Fr 1 (Schulz&Okun, 1984) Rasio Kedalaman, Y /Y 1 >,83 (Schulz&Okun, 1984) VI-5

26 VI.5.4. Flokulasi Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit pengaduk cepat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempercepat laju tumbukan partikel, hal ini menyebabkan aglomerasi dari partikel koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada ukuran yang terendapkan dan tersaring. Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 0 sampai dengan 40 menit. Hal tersebut dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Hal lain yang harus diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi ini harus bisa menghindari aliran mati pada bak. Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan flokulasi ini, yaitu : 1. Pengaduk Mekanis. Pengadukan menggunakan baffle channel basins Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, flokulasi akan dilakukan dengan menggunakan vertical baffle channel (aroundthe-end baffles channel). Pemilihan unit ini didasarkan pada kemudahan pemeliharaan peralatan, ketersediaan headloss, dan fluktuasi debit yang kecil. Kriteria Desain Flokulasi dengan Baffled Channel Prinsip perhitungan G yang diperlukan dalam flokulasi pada dasarnya sama dengan koagulasi. Perbedaan yang mendasar terletak pada intensitas pengadukan dari kedua unit tersebut yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel VI.11. VI-6

27 Tabel VI.11. Kriteria Desain Baffled Channel Parameter Satuan Nilai Sumber G x td Droste, 1997 Gradien Kecepatan, G det Droste, 1997 Waktu detensi, td menit Droste, 1997 Kecepatan aliran dalam bak, v m/et 0,1 0,4 Huisman, 1981 Jarak antar baffle, l m >0,45 Schulz&Okun, 1984 Koefisien gesekan, k 3,5 Bhargava&Ojha, 1993 Banyak saluran, n 6 Kawamura, 1991 Kehilangan tekan, h L m 0,3-1 Kawamura, 1991 Perhitungan turbulensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekan dalam bak baffled channel didasarkan pada persamaan : 1. Perhitungan Gradien Kecepatan (G) Persamaan matematis yang dipergunakan untuk menghitung gradien kecepatan ini sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit koagulasi, yaitu : G = ρgh μt L dimana : G = Gradien kecepatan (det -1 ) ρ = Massa jenis air (kg/m 3 ) g = Percepatan gravitasi (m/det ) h L = Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m) μ = Viskositas absolut air (kg/m-det) T = Waktu detensi (det). Perhitungan Kehilangan Tekanan Total (H tot ) Kehilangan tekanan total sepanjang saluran baffle channel ini diperoleh dengan menjumlah kehilangan tekanan pada saat saluran lurus dan pada belokan. H tot = H L + H b dimana : a. H b adalah kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan sebesar 180. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekan ini adalah sebagai berikut : H b Vb = k g VI-7

28 dimana : H b = Kehilangan tekan di belokan (m) k = Koefisien gesek, diperoleh secara empiris V b = Kecepatan aliran pada belokan (m/det) g = Percepatan gravitasi (m/det ) b. H L adalah kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan Manning : V L H L 1 = R n / 3 S n V L = R 1/ 1/ L / 3 dimana : H L = Kehilangan tekan pada saat lurus (m) n = Koefisien Manning, saluran terbuat dari beton n = V L = Kecepatan alirang pada saluran lurus (m/det) L = Panjang saluran (m) R = Jari-jari basah (m) = A/P A = Luas basah (m ) P = Keliling basah (m) VI.5.5. Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang terdapat dalam cairan tersebut (Reynols, 198). Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum adalah : 1. Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh unit saringan pasir cepat.. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi sebelum memasuki unit saringan pasir cepat. 3. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi pada instalasi yang menggunakan sistem pelunakan air oleh kapursoda. VI-8

29 4. Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan. Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian dikembangkan oleh Camp (1946) dan Fitch (1956) dan dikutip dari Reynolds (198), pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi bisa dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari partikel tersebut untuk berinteraksi. Penjelasan mengenai ke empat jenis pengendapan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pengendapan Tipe I, Free Settling Pengendapan Tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang bukan merupakan flok pada suatu suspensi. Partikel terendapkan sebagai unit terpisah dan tidak terlihat flokulasi atau interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan tipe I adalah prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber.. Pengendapan Tipe II, Flocculent Settling Pengendapan Tipe II adalah pengendapan dari partikelpartikel yang berupa flok pada suatu suspensi. Partikel-partkel tersebut akan membentuk flok selama pengendapan terjadi, sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan laju yang lebih cepat. Contoh pengendapan tipe ini adalah pengendapan primer pada air buangan dan pengendapan pada air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi. 3. Pengendapan Tipe III, Zone/Hindered Settling Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel dengan konsentrasi sedang, dimana partikel-partikel tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah pengendapan dari partikel disekelilingnya. Partikel-partikel tersebut berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua mengendap dengan kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam satu zona. Pada bagian atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara padatan dan cairan. VI-9

30 4. Pengendapan Tipe IV, Compression Settling Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel yang memiliki konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain dan pengendapan bisa terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut. Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, sedimentasi diperuntukkan untuk mengendapkan partikel-partikel flok yang dihasilkan baik dari proses koagulasi-flokulasi maupun dari proses pemisahan besi (preklorinasi). Sehingga tipe pengendapan yang digunakan adalah pengendapan tipe II. Seperti telah dikemukakan di atas, proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan secara gravitasi dari partikel. Oleh sebab itu, untuk mendesain bak sedimentasi perlu diketahui kecepatan pengendapan dari partikel-partikel yang akan diendapkan. Kecepatan pengendapan flok bisa sangat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu : 1. Tipe koagulan yang digunakan. Kondisi pengadukan ketika proses flokulasi 3. Sifat materi koloid yang terdapat pada air baku Pada umumnya, karakteristik pengendapan dari partikel-partikel tersebut dievaluasi dengan menggunakan tes pengendapan secara batch (Camp, 195). Umumnya kolom yang digunakan memiliki diameter antara 5 sampai 8 inchi untuk meminimalisir gangguan oleh dinding dan ketinggian kolom minimal setara dengan kedalaman bak sedimentasi yang akan digunakan. Titik sampling disediakan pada interval tertentu dengan jarak yang sama. Dengan mengetahui konsentrasi partikel awal dan dengan melakukan sampling pada titik-titik yang telah disediakan setiap rentang waktu tertentu, akan didapatkan persentase partikel yang tersisihkan. Persentase penyisihan kemudian akan diplotkan pada suatu grafik sebagai angka terhadap waktu dan kedalaman pengambilan sampel. Interpolasi dibuat diantara angka-angka tersebut VI-30

31 dan kemudian dibuatlah kurva dari titik-titik dengan persentase penyisihan yang sama. Persentase penyisihan total pada suatu waktu pengendapan tertentu dapat diketahui melalui persamaan berikut ini : dimana : R T = r o Δ r + Z Z R T = Persentase penyisihan total pada waktu pengendapan tertentu r o = Persentase penyisihan pada titik terendah dalam kolom Camp. Δr = Selisih persentase antara garis isokonsentrasi yang berdekatan Z i = Kedalaman kolom rata-rata di antara garis isokonsentrasi yang berdekatan Z o = Kedalaman maksimum air dalam kolom Camp. Perhitungan persentase penyisihan total tersebut dapat dilakukan pada berbagai variasi waktu pengendapan. Dari masing-masing waktu pengendapan tersebut bisa diperoleh nilai overflow rate berdasarkan persamaan berikut : dimana : V = V o = Overflow rate dengan waktu pengendapan tertentu (m 3 /jam-m ) o H t H = Kedalaman kolom pengendapan Camp (m) t T = Waktu pengendapan (jam) Setelah mengetahui beberapa variasi waktu pengendapan, overflow rate, dan persentase penyisihan, dapat dilakukan desain bak pengendap sesuai kebutuhan. Apabila tes pengendapan di atas tidak dapat dilakukan, nilai kecepatan pengendapan bisa didapatkan berdasarkan beberapa literatur. Kecepatan pengendapan dapat dilihat pada Tabel VI.1. T o i VI-31

32 Jenis Partikel Tabel VI.1. Kecepatan Pengendapan Berbagai Jenis Partikel Specific Ukuran Partikel Kecepatan Pengendapan Gravity Mesh mm mm/det fpm Tanah, , ,7 Tanah,65 0 0, ,3 Tanah, ,60 6 1, Tanah, ,40 4 8, Lempung, ,0 1 4,1 Lempung, , Lempung, ,10 8 1,6 Lempung dan Tanah Liat, ,03 6 1, Lempung dan Tanah Liat, ,06 3,8 0,75 Lempung dan Tanah Liat, ,04,1 0,41 Tanah Liat,65-0,0 0,6 0,1 Tanah Liat,65-0,01 0,154 0,03 Flok Alum 1, , 0,9 0,04-0,18 Flok Kapur 1, ,4 1, 0,08 0,3 Sumber : Kawamura, 1991 Bak Sedimentasi Bak sedimentasi pada umumnya terbuat dari konstruksi beton bertulang dengan bentuk bulat maupun persegi panjang. Ada tiga konfigurasi utama untuk bak sedimentasi, yaitu : 1. Bak persegi panjang dengan aliran horizontal. Bak sedimentasi dengan aliran vertikal 3. Clarifier dengan aliran vertikal Pada umumnya bak sedimentasi berbentuk persegi panjang dengan aliran horizontal adalah konfigurasi bak yang paling menguntungkan. Hal ini disebabkan stabilitas hidrolisnya dan toleransinya terhadap shock loading. Bak tipe ini juga memiliki efektifitas kerja yang dapat diprediksi, mampu mengatasi debit dua kali lipat dari desain, mudah untuk dioperasikan, dan mudah beradaptasi terhadap instalasi plate settler atau sejenisnya (Kawamura, 1991) Berdasarkan pertimbangan di atas, maka bak sedimentasi yang digunakan adalah bak sedimentasi persegi panjang dengan aliran horizontal menggunakan plate settler. Unit sedimentasi ini terdiri dari: 1. Zona Pengendapan. Zona Inlet VI-3

33 3. Zona Outlet 4. Zona Lumpur Bak sedimentasi memiliki tujuan untuk mengendapkan flok-flok yang dibentuk oleh proses koagulasi dan flokulasi pada unit sebelumnya. Agar pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi berjalan dengan baik, maka terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi menyangkut karakteristik aliran dalam bak sedimentasi yang akan dibangun. Untuk mencapai pengendapan yang baik, bentuk bak sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran di dalam bak tersebut memiliki aliran yang laminar dan tidak mengalami aliran mati (short-circuiting). Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini akan digunakan plate settler yang berfungsi untuk meningkatkan laminaritas dan stabilitas aliran di dalam bak sedimentasi. Penggunaan plate settler ini juga memberikan keuntungan tambahan, yaitu kebutuhan lahan yang relatif kecil dibandingkan dengan bak konvensional serta waktu detensi yang jauh lebih singkat. Kriteria Desain Bak Sedimentasi 1. Zona Pengendapan Kriteria desain dari zona pengendapan pada bak sedimentasi berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan plate settler adalah sebagai berikut (Kawamura, 1991) : Jumlah bak minimum : J b = Kedalaman air : h = 3 5 m Rasio panjang dan lebar bak : p : l = (4-6) : 1 Rasio lebar bak dan kedalaman air : l : h = (3-6) : 1 Freeboard : fb = 0.6 m Kecepatan aliran rata-rata : V h = 0,15 0, m/min Waktu detensi : t d = 5 0 menit Beban pelimpah : W l < 1,5 m 3 /m-jam Kemiringan plate settler : α = VI-33

BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM V.1 Umum Pemilihan unit-unit pengolahan air minum merupakan hal yang sangat penting dalam merencanakan suatu instalasi pengolahan air minum.

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04 Yuniati, PhD KOMPONEN SPAM Materi yang akan dibahas : 1.Komponen SPAM 2.Air baku dan bangunan intake KOMPONEN SPAM Sumber air baku Pipa transimisi IPAM Reservoar

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 233 L/det

BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 233 L/det Evaluasi Pengolahan Air Minum Eksisting Kapasitas 2 L/det BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 2 L/det V.1. Umum Pelayanan air bersih di Kota Kendari diawali pada tahun 1928 (zaman Hindia

Lebih terperinci

BAB VI UNIT-UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB VI UNIT-UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB VI UNIT-UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM VI.1 Umum Perencanaan instalasi pengolahan air minum yang terdiri dari unit-unit pengolahannya didesain berdasarkan kriteria desain yang ada. Pada bab ini

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA DETAIL UNIT-UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB VII RENCANA DETAIL UNIT-UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB VII RENCANA DETAIL UNIT-UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM VII.1 UMUM Pada lampiran ini akan dilakukan perhitungan detail untuk setiap unit dan komponennya yang direncanakan pada perencanaan insatalasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Air merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, sehingga sangat fleksibel oleh makhluk hidup sebagai media transportasi makanan di dalam tubuhnya (Bambang, 2011). Fungsi

Lebih terperinci

BAB VII HASIL PERENCANAAN UNIT UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB VII HASIL PERENCANAAN UNIT UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB VII HASIL PERENCANAAN UNIT UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM VII.1. Umum Pada bab ini diuraikan hasil perencanaan unit-unit Instalasi Pengolahan Air Minum Kota Kendari. Sedangkan perhitungan detail

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB VII HASIL PERENCANAAN UNIT UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB VII HASIL PERENCANAAN UNIT UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB VII HASIL PERENCANAAN UNIT UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM VII.1. Umum Bab ini akan menguraikan hasil perencanaan unit-unit Instalasi Pengolahan Air Minum di daerah perencanaan yaitu Kecamatan

Lebih terperinci

Teori Koagulasi-Flokulasi

Teori Koagulasi-Flokulasi MIXING I. TUJUAN 1. Mengetahui 2. Mengetahui 3. Memahami II. TEORI DASAR Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen.

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PENDAHULUAN 1. AIR Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB VI VI.1 Umum Instalasi pengolahan air minum dibangun sebagai usaha dalam penyediaan air bagi masyarakat. Air yang dihasilkan dari pengolahan adalah air yang memenuhi persyaratan secara higienis maupun

Lebih terperinci

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA Anjar P,RB Rakhmat 1) dan Karnaningroem,Nieke 2) Teknik Lingkungan, ITS e-mail: rakhmat_pratama88@yahoo.co 1),idnieke@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT. SEMINAR AKHIR KAJIAN KINERJA TEKNIS PROSES DAN OPERASI UNIT KOAGULASI-FLOKULASI-SEDIMENTASI PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) BABAT PDAM KABUPATEN LAMONGAN Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari 3309 100

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

Pendahuluan. Peningkatan jumlah penduduk Kebutuhan akan air bersih Kondisi IPAM yang kurang ideal Evaluasi IPAM

Pendahuluan. Peningkatan jumlah penduduk Kebutuhan akan air bersih Kondisi IPAM yang kurang ideal Evaluasi IPAM Tugas Akhir Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Minum Legundi unit 1 PDAM Gresik Stephanus Kristianto 3306100010 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014 5. Teknik Bioseparasi Dina Wahyu Genap/ March 2014 Outline Chemical Reaction Engineering 1 2 3 4 5 6 7 Pendahuluan mempelajari ruang lingkup teknik bioseparasi dan teknik cel disruption Teknik Pemisahan

Lebih terperinci

EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM (IPA) BABAKAN PDAM TIRTA KERTA RAHARJA KOTA TANGERANG SKRIPSI

EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM (IPA) BABAKAN PDAM TIRTA KERTA RAHARJA KOTA TANGERANG SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM (IPA) BABAKAN PDAM TIRTA KERTA RAHARJA KOTA TANGERANG SKRIPSI AFRIKE WAHYUNI SAPUTRI 06 06 03 2064 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA 51 Nusa Idaman Said III.1 PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu

Lebih terperinci

TESIS STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH

TESIS STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH TESIS STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH Oleh: Oktavina G. LP. Manulangga 330 8201 014 Latar Belakang dan Permasalahan Mata air Namosain di Kota Kupang memiliki tingkat kesadahan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci, dan mandi. Jenis air yang digunakan

Lebih terperinci

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi Bak Sedimentasi Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

EVALUASI TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH PADA PDAM TIRTA MON PASE INSTALASI MEUNASAH REUDEUP KABUPATEN ACEH UTARA

EVALUASI TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH PADA PDAM TIRTA MON PASE INSTALASI MEUNASAH REUDEUP KABUPATEN ACEH UTARA EVALUASI TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH PADA PDAM TIRTA MON PASE INSTALASI MEUNASAH REUDEUP KABUPATEN ACEH UTARA TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

PROPOSAL PERMOHONAN KERJA PRAKTEK SISTEM PRODUKSI INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) PDAM KOTA MALANG

PROPOSAL PERMOHONAN KERJA PRAKTEK SISTEM PRODUKSI INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) PDAM KOTA MALANG PROPOSAL PERMOHONAN KERJA PRAKTEK SISTEM PRODUKSI INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) PDAM KOTA disusun oleh : ERVANDO TOMMY AL-HANIF 21080113140081 FAKULTAS TEKNIK SEMARANG 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Air yang digunakan meliputi : 1. Air pendingin, digunakan untuk mendinginkan alat penukar panas. 2. Air Proses,

Lebih terperinci

FLOKULASI 10. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

FLOKULASI 10. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3 FLOKULASI 10 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah 1. Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LEGUNDI PDAM GRESIK UNIT 4 (100 LITER/ DETIK)

EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LEGUNDI PDAM GRESIK UNIT 4 (100 LITER/ DETIK) EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LEGUNDI PDAM GRESIK UNIT 4 (100 LITER/ DETIK) Putu Rasindra Dini 3306 100 033 Dosen Pembimbing Ir. Hari Wiko Indarjanto, MEng. 1 LATAR BELAKANG Jumlah penduduk

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sudah banyak yang melakukan penelitian mengenai analisis kualitas air dengan alat uji model filtrasi buatan diantaranya; Eka Wahyu Andriyanto, (2010) Uji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kebutuhan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, masak, mandi, mencuci, pertanian,

Lebih terperinci

Oleh : Aisyah Rafli Puteri Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Nieke Karnaningroem, MSc

Oleh : Aisyah Rafli Puteri Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Nieke Karnaningroem, MSc STUDI PENURUNAN KEKERUHAN AIR KALI SURABAYA DENGAN PROSES FLOKULASI DALAM BENTUK FLOKULATOR PIPA CIRCULAR Oleh : Aisyah Rafli Puteri 3307100022 Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Nieke Karnaningroem, MSc 19550128

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUM DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PDAM TIRTA KHATULISTIWA KOTA PONTIANAK Oleh : Ir. Tano Baya Ir. Tatit Palgunadi Camelia Indah Murniwati, ST Bidang

Lebih terperinci

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI IPA TIPE CIKAPAYANG

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI IPA TIPE CIKAPAYANG MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI IPA TIPE CIKAPAYANG MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI IPA TIPE CIKAPAYANG Atang Sarbini, ST.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN Oleh : Edwin Patriasani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi PENGOLAHAN AIR BERSIH PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi PENGOLAHAN LENGKAP Dilaksanakan pada air permukaan, air sungai), Diperlukan unt menjernihkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Koagulasi Flokulasi. Shinta Rosalia Dewi 9/25/2012 1

Koagulasi Flokulasi. Shinta Rosalia Dewi 9/25/2012 1 Koagulasi Flokulasi Shinta Rosalia Dewi 9/25/2012 1 Campuran ada 3 : 1. Larutan 2. Koloid 3. Suspensi 9/25/2012 2 Sistem Koloid : campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen dengan ukuran partikel

Lebih terperinci

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA)

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) Tujuan pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah cair adalah penyisihan bahan padat dari limbah cair

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik Hani Yosita Putri 3310.100.001 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Wahyono

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR. Ca Mg

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR. Ca Mg Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan Penjernihan air adalah proses menghilangkan/mengurangi kandungan/campuran

Lebih terperinci

BAB 5 UNIT KOAGULASI-FLOKULASI

BAB 5 UNIT KOAGULASI-FLOKULASI BAB 5 UNIT KOAGULASI-FLOKULASI 5.1. Kestabilan Partikel Tersuspensi Air baku dari air permukaan umumnya mengandung partikel tersuspensi. Partikel tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM 5

UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM 5 UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM 5 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah

Lebih terperinci

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3 DIAGRAM ALIR 4 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah 1. Prof. Dr.

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN EVALUASI PERFORMA PENGADUKAN HIDROLIS SEBAGAI KOAGULATOR DAN FLOKULATOR BERDASARKAN HASIL JAR TEST EVALUATING THE PERFORMANCE OF HYDRAULIC MIXING AS COAGULATOR AND FLOCCULATOR BASED ON THE JAR TEST RESULT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air 1. Pengertian air a. Pengertian air minum Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 8) b. Pengertian air bersih Air bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

KOAGULASI 9. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

KOAGULASI 9. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3 KOAGULASI 9 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah 1. Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG Laksmi Handayani, Taufik Anwar dan Bambang Prayitno Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail: laksmihandayani6@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak memerlukan berbagai macam bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya tersebut manusia melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan perindustrian air bersih bagi masyarakat umum.

Lebih terperinci

BAGIAN IV: PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN

BAGIAN IV: PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN BAGIAN IV: PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN BAB 9 DIAGRAM ALIR PROSES BERDASAR AIR BAKU RINGKASAN Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa dapat merangkai diagram alir proses pengolahan air minum dengan air baku

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli 1 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli Mega Puspitasari dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

Penggunaan Filter Tembikar Untuk Meningkatkan Kualitas Air Tanah Dangkal Dekat Sungai (Studi Kasus Air Sumur Dekat Sungai Kalimas, Surabaya)

Penggunaan Filter Tembikar Untuk Meningkatkan Kualitas Air Tanah Dangkal Dekat Sungai (Studi Kasus Air Sumur Dekat Sungai Kalimas, Surabaya) SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Penggunaan Filter Tembikar Untuk Meningkatkan Kualitas Air Tanah Dangkal Dekat Sungai (Studi Kasus Air Sumur Dekat Sungai Kalimas, Surabaya) Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

DISINFEKSI DAN NETRALISASI

DISINFEKSI DAN NETRALISASI DISINFEKSI DAN NETRALISASI PROSES Disinfeksi ADALAH PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN TUJUAN UNTUK MEMBUNUH MIKROORGANISME (BAKTERI) DALAM AIR YANG MENYEBABKAN PENYAKIT Cara-cara Disinfeksi 1. Cara Fisik a.

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) Lampiran 2 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Umur : Jenis kelamin : Alamat : No.Telp./ HP : Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Air berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum (SNI 19-6774-2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH 3307100042 Latar Belakang Rumusan Masalah dan Tujuan Rumusan Masalah Tujuan Berapa besar dosis optimum koagulan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 INSTALASI PENGOLAHAN AIR Air merupakan salah satu komponen lingkungan yang mempunyai peranan yang cukup besar dalam kehidupan,bagi manusia air berperan dalam pertanian, industri,

Lebih terperinci

II.2.1. PRINSIP JAR TEST

II.2.1. PRINSIP JAR TEST PRAKTIKUM JAR TEST TUJUAN Adapun tujuan dari praktikum yang telah kami laksanakan yaitu: 1. Untuk mencari/menentukan dosis alum sulfat optimum, alkali optimum, dosis kaporit pada desinfeksi dan kadar lumpur

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik 1 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik Hani Yosita Putri dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-167 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-162 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI 85 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R Program Studi

Lebih terperinci

Perancangan Unit Instalasi Pengolahan Air Minum Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Perancangan Unit Instalasi Pengolahan Air Minum Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-51 Perancangan Unit Instalasi Pengolahan Air Minum Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Eko Ary Priambodo dan Hariwiko

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan kali ini secara keseluruhan digambarkan oleh Gambar III.1. Pada penelitian kali akan digunakan alum sebagai koagulan.

Lebih terperinci

EVALUASI DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR PDAM IBU KOTA KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN

EVALUASI DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR PDAM IBU KOTA KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN EVALUASI DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR PDAM IBU KOTA KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN KLATEN ABSTRACT Nur Fajri Arifiani *), Mochtar Hadiwidodo *) To supply good water quality, quantity, and continuity

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1 Waktu dan Lokasi Percobaan Sampel air diambil dari danau yang berada di kompleks kampus Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta sebelah selatan Fakultas Pertanian. Pengambilan

Lebih terperinci

INTAKE 6. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

INTAKE 6. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3 INTAKE 6 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah 1. Prof. Dr. Ir. Mary

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM Putu Rasindra Dini 1), Nurina Fitriani 2), Wahyono Hadi 3) 1) Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Sungai dan Klasifikasi Sungai Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai adalah jalur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

Suarni Saidi Abuzar, Rizki Pramono Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas ABSTRAK

Suarni Saidi Abuzar, Rizki Pramono Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas   ABSTRAK OP-012 EFEKTIVITAS PENURUSAN KEKERUHAN DENGAN DIRECT FILTRATION MENGGUNAKAN SARINGAN PASIR CEPAT (SPC) Suarni Saidi Abuzar, Rizki Pramono Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas Email : suarni_sa@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

Pengolahan Air Bersih dengan Saringan Pasir lambat Up Flow BAB IV PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT UP FLOW

Pengolahan Air Bersih dengan Saringan Pasir lambat Up Flow BAB IV PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT UP FLOW BAB IV PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT UP FLOW 69 Nusa Idaman Said IV.1 PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat khususnya mengenai kebutuhan akan air bersih

Lebih terperinci

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Edwin Patriasani 1, Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) 1 ed_win1108@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) Dian Paramita 1 dan Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

pada September 2006 terletak sekitar 3 km dari pusat ibu kota Aceh Utara, yaitu

pada September 2006 terletak sekitar 3 km dari pusat ibu kota Aceh Utara, yaitu BAB III LOKASI STUDI DAN KONDISI EKSISTING 3.1 Lokasi Studi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Meunasah Reudeup yang mulai beroperasi pada September 2006 terletak sekitar 3 km dari pusat ibu kota Aceh Utara,

Lebih terperinci

BAB III Metodologi Penelitian

BAB III Metodologi Penelitian BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Tahap penelitian Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada gambar III.1. Perumusan Masalah Tahap Persiapan Persiapan alat: Aerator, ozon generator dan dekomposer Pembuatan

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr.

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 7, Nomor 1, Januari 2015 Hal. 29-40 Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Arut Kabupaten Kotawaringin Barat adalah perusahaan yang termasuk dalam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM (IPA I) SUNGAI SENGKUANG PDAM TIRTA PANCUR AJI KOTA SANGGAU Joni Hermanto 1, Winardi Yusuf, ST. M.T 1, Dian Rahayu Jati, ST. M.Si 1 1 Program Studi

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH

STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 211 STUDI EFEKTIVITAS LAMELLA SEPARATOR DALAM PENGOLAHAN AIR SADAH Oktavina G. LP Manulangga1), Wahyono Hadi2) Program Pascasarjana, Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Tahap awal dalam melakukan penelitian ini dimulai dari studi pustaka yaitu mencari data serta informasi yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Air merupakan kebutuhan vital makhluk hidup. Tanpa adanya air, metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak dapat berjalan dengan sempurna. Manusia membutuhkan air, terutama

Lebih terperinci