hukum tertulis dan tidak tertulis.
|
|
- Surya Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, namun dalam perjalanannya hukum ini menjadi satu penentu yang nantinya mengatur jalannya suatu kehidupan.kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat tidak dapat dilepaskan tanpa adanya hukum karena hukum sendiri mau tidak mau turut serta agar membantu kelancaran di dalam kegiatan kehidupan yang dijalani masyarakat. Hukum Indonesia adalah peraturan atau norma yang berlaku di Indonesia. Hukum yang terdapat di Indonesia dan berlaku saat ini, serta berlakunya hukum ini berdasarkan waktu tertentu disebut juga sebagai hukum positif ( Ius Constitutum ). Selain itu, hukum positif ini terbagi atas dua jenis, yaitu hukum tertulis dan tidak tertulis. Hukum Tertulis ( Statute Law = Written Law ), yakni Hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-perundangan satu Negara, contohnya; 1. Undang-Undang Dasar Undang-Undang 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah Mengenai Hukum tertulis, ada yang telah dikondifikasikan, danada yang belum dikondifikasikan.kodifikasi ialah pembukaan jenisjenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.unsur kondifikasi meliputi, Jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata), sistematis dan lengkap.tujuan kondifikasi dari hukum tertulis ialah memperoleh kepastian hukum,
2 2 penyederhanaan hukum dan kesatuan hukum. Berikut ialah contoh hukum yang sudah dikodifikasikan ; 1) Kitab Undang-undang Hukum Sipil ( 1 Mei 1848 ) 2) Kitab Undang-undang Hukum Dagang ( 1Mei 1848 ) 3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( 1 Januari 1918 ) Hukum tidak tertulis ( Unstatutery Law = Unwritten Law ), yakni Hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti peraturan perundangan ( disebut juga hukum kebiasaan ), disebut juga Hukum Adat ( Adat Law ). Perhatian dari luar terhadap hukum adat, Bangsa Indonesia tidak lepas kontak dengan bangsa-bangsa lain. Istilah Hukum Adat adalah terjemahan dari perkataan Belanda Adatrecht istilah Adatrecht ini ialah untuk pertama kali dipakai jadi merupakan ciptaan, Snouck Hurgronje, kemudian dipakai oleh pengarangpengarang lainnya. Tetapi kesemuanya ini memakainya masih sambil lalu dan hanya untuk hukum asli Indonesia asli, terlepas dan akibat pengaruh-pengaruh dari luar, seperti pengaruh agama. 1 Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis, tetapi hidup dan berkembang dimasyarakat serta ditaati oleh masyarakat itu sendiri.keberadaan hukum adat ini mengikat bagi setiap warga masyarakat. Istilah hukum Adat merupakan terjemahan dari istilah Belanda Adat-Recht yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dipakai dalam bukunya De Atjehers (orang-orang aceh). Istilah Adat-Recht ini kemudian dipakai pula oleh Van Vollenhoven yang menulis buku-baku / pokok tentang Hukum Adat dalam 3 jilid yaitu; Het Adat-Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia-Belanda). 2 Hukum adat dikemukakan pertama kali oleh Snouck Hurgronje, dan kemudian diikuti oleh para ilmuan lain seperti yang telah disebutkan dalam literatur diatas. Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang bersifat ajeg (dilakukan terus menerus), dipertahankan oleh para pendukungnya.kebiasaan merupakan cerminan kepribadian suatubangsa.ia adalah penjelmaan jiwa bangsa itu yang terus menerus berkembang secara evolusi dari abad keabad. 1 Pengantar Hukum Indonesia, diakses tanggal 2 juli Iman Sudiyat, 2010, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, cetakan keempat, Liberty,Yogyakarta, hlm.1
3 3 Perkembangannya itu ada yang cepat dan ada yang lamban. Secepat apapun perkembangannya, namun tidak bersifat revolusioner.karena perkembangan yang revolusioner bersifat membongkar hingga keakar-akarnya.perkembangan kebiasaan, walaupun cepat tetapi tidak membongkar semua akar kebudayaan bangsa itu, sebab didalamnya terdapat nilai-nilai yang menjadi dasarnya. Perkembangan selalu dilandasi oleh dasar yang menjadi pedoman mereka untuk mengubah, memperbaharui,atau menghilangkan sesuatu bagian dari kebiasaan itu jika kebiasaan itu sudah tidak fungsional lagi. Kebiasaan ini dibuat untuk dijadikan pedoman bagi anggota masyarakat berperilaku, dengan harapan apa yang menjadi tujuan hidup mereka tercapai. 3 Kesimpulan dari pendapat Dominikus Rato tersebut bahwa adat adalah suatu kebiasaan yang terus menerus atau ajeg dilakukan dan diikuti oleh masyarakat karena dianggap baik, dan dipakai sebagai pedoman berperilaku bagi masyarakat. Hukum Adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum Adat itupun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum Adat adalah suatu hukum yang hidup, Karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. 4 Tanah Air Indonesia mempunyai potensi yang sungguh-sungguh besar didalam bidang peternakandan hewani, sebagai karunia Tuhan yang wajib kita syukuri dan daya gunakan hingga dicapai manfaat yang sebesarbesarnya bagi kesejahteraan masyarakat.dalam pembangunan nasional, sektor peternakan lebih bersinggungan dengan software (perangkat lunak) yang salah satunya adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia.ini 3 Dominikus Rato, 2009, Pengantar Hukum Adat, cetakan pertama, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hlm R. Soepomo, 1993, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Cetakan Kesebelas, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 3
4 4 dikarenakan produk peternakan adalah sumber esensial protein hewani yang menjadi faktor penting dalam meningkatkan kecerdasan manusia.kebutuhan protein hewani merupakan kebutuhan abadi dalam kehidupan manusia dan itu berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah penduduk bangsa Indonesia, sektor peternakan dapat dikatakan sebagai sektor strategis. Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya alam Indonesia berasal dari pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, peternakan, perkebunan serta pertambangan dan energi. Sebagai Negara agraris, pertanian menjadi mata pencaharian terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia.Luas lahan pertanian lebih kurang 82, 71 % dari seluruh luas lahan.lahan tersebut sebagian besar digunakan untuk areal persawahan.penyebaran produksi padi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa sehubungan dengan tingginya produktivitas dan luas panen dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya.produksi pertanian lainnya adalah jagung, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai.produksi holtikultura jenis sayur mayur meliputi bawang merah besar, bawang daun, kentang, kubis dan wortel.produksi holtikultura jenis buah-buahan meliputi mangga, durian, jeruk, pisang, pepaya dan salak. Populasi peternakan di Indonesia terdiri atas populasi ternak besar seperti, sapi perah, sapi potong, kerbau, dan kuda. Populasi ternak kecil meliputi: kambing, domba, dan babi. Sementara populasi ternak unggas terdiri dari ayam kampung, ayam ras petelur, ayam
5 5 ras pedaging dan itik.diantara hasil ternak yang saat ini memiliki prospek ekspor adalah kulit olahan (disamak). 5 Pembangunan Nasional yang dilaksanakan Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, secara adil dan merata. 6 Rakyat kita yang sangat memerlukan protein-hewani, perlu dibimbing ke arah kebiasaan-kebiasaan baru, hingga mereka benarbenar terjamin dalam kebutuhan-kebutuhan protein tersebut.kebiasaan-kebiasaan baru itu tidaklah sekedar terbatas pada kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud, tetapi perlu diperluas dengan pengetahuan dan kesadaran-kesadaran,bagaimana cara memperolehnya, memeliharanya dan memperkembangkannya untuk kepentingan Rakyat, Bangsa dan Negara, bahkan untuk kepentingan sesama manusia. 7 Dalam penyediaan makanan sehat dan bergizi, sektor peternakan menjadi sangat strategis.selain sektor perikanan, penyedia pangan sumber protein hewani lainnya adalah sektor peternakan.penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta jiwa lebih, peluang pasar produk peternakan masih sangat luas.penduduk yang tersebar di 34 propinsi dan lebih dari 450 kabupaten dengan segala potensi wilayahnya merupakan tantangan besar dalam mengembangkan berbagai komoditas ternak di seluruh Indonesia berdasarkan potensi wilayahnya. Apabila komoditas ternak yang ada sekarang tidak ada yang sesuai dikembangkan di suatu wilayah tertentu, 5 Sumber Daya Alam, Potensi Daerah, diakses tanggal 2 Juli Iman Sudiyat, 2000, Hukum Adat Sketsa Asas, cetakan keempat, Liberty, Yogyakarta, hlm.1 7 Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
6 6 kita perlu mendomestikasi hewan baru untuk dijadikan ternak. Dengan demikian, Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara dengan megadiversitas hayatinya (flora dan fauna) benar-benar dapat menyediakan pangan dan kebutuhan pokoknya bagi kemakmuran dan kesejahteraan bangsanya sendiri. Secara tidak langsung, sektor peternakan menjadi salah satu faktor penentu dalam membangun sumberdaya manusia berkualitas yang akan membawa bangsa dan negara Indonesia ke arah yang lebih maju dan lebih modern pemikirannya. 8 Dalam hukum adat dikenal hak-hak kebendaan, dan dalam hukum adat tidak mengenal perbedaan antara benda-benda tetap dan benda-benda bergerak.tetap atau tidak tetapnya suatu benda dilihat dari kemungkinan dan keadaannya. 9 Salah satu hak-hak kebendaan adalah hak-hak kebendaan atas ternak. Mengenai Ternak, undang-undang sudah mengatur dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Mengenai ketentuan hukumnya diatur dalam Pasal 7 yang berbunyi; Pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan tanggung jawab para ahli. 8 Seminar Persusuan, Mewujudkan Sektor Peternakan Sebagai Pilar Pembangunan Nasional, STTP Malang, 4 Mei Hilman Hadikusuma, 1994, Hukum Perjanjian Adat, cetakan keempat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.6
7 7 Diantara kebijaksanaan Pemerintah perlu memperhatikan bentuk hukum yang tumbuh dan berkembang di Negara kita ini yang cocok untuk rakyat dan cocok pula untuk bidang-bidang produksi.pemerintah wajib menyediakan fasilitas-fasilitas, yang memungkinkan tumbuhnya peternakan dan produksi-produksi yang ada hubungannya dengan itu.pertumbuhan ternak dalam rangka pertanian dan keadaan masyarakat desa, maka bagi hasil dan sewa ternak merupakan unsur-unsur yang sudah menjadi kebiasaan.dalam hal ini Pemerintah wajib dapat mencegah adanya penyalahgunaan seperti pemerasan dan lain sebagainya serta memperhatikan benar-benar hukum-hukum agama, terutama agama islam, yang dalam hal itu menitik beratkan pada segi amanat yang dititipkan oleh pemilik ternak. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, dalam Pasal 17 disebutkan bahwa; bagi hasil ternak dan persewaan ternak ; 1.Peternakan atas bagi hasil ialah penyerahan ternak sebagai amanat, yang dititipkan oleh pemilik ternak kepada orang lain, untuk dipelihara baik-baik, diternakkan, dengan perjanjian bahwa dalam waktu tertentu titipan tersebut dibayar kembali berupa ternak keturunannya atau dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. 2.Waktu tertentu termaksud dalam ayat (1) tidak boleh kurang dari 5 (lima) tahun, dalam hal yang dipeternakkan atas bagi hasil itu ialah ternak besar. Bagi ternak kecil jangka waktu itu dapat diperpendek.
8 8 3.Jika pengembalian ternak dikembalikan dalam bentuk ternak, yang harus diberikan pemilik adalah jumlah pokok semula ditambah sepertiga jumlah keturunan ternak semula. 4.Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai soal yang diatur pada ayat (2) sampai pada ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 5.Pemerintah Daerah Tingkat II dengan memperhatikan Pasal 5 dan Pasal 22 undang-undang ini dapat mengadakan peraturan tentang sewa menyewa ternak didaerahnya dengan mengindahkan petunjuk-petunjuk menteri. Keseluruhan Pasal 17 ini dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan bagi yang kurang mampu untuk memiliki ternak tanpa terjerat oleh tindakan pemerasan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 5. Ayat (2) dan ayat (3). Ayat-ayat ini ditafsirkan sebagai berikut: a. pemilik ternak hanya berhak menuntut untuk dikembalikan ternaknya yang digaduhkan beserta keturunannya setelah 5 tahun. b. penggaduh dapat mengembalikan keturunannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setiap saat ia mampu dan menghendakinya. Pertimbangan ayat-ayat ini adalah: a. untuk menjamin pelaksanaan Pasal 5, yakni menghindari unsur pemerasan.
9 9 b. dengan mengindahkan sub-a di atas, namun yang mengurangi hasrat pemilik ternak untuk menggaduhkan. Bagi hasil ternak dan persewaan ternak tersebut dalam pasal ini ditentukan atas dasar persetujuan dan perjanjian pihak-pihak yang bersangkutan dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan minimal yang tercantum dalam pasal ini. Hak milik numpang atas ternak dapat dikarenakan adanya perjanjian antara pemilik numpang atas ternak dengan pemilik ternaknya atas dasar perjanjian bagi hasil piara atau bagi hasil karya. Terjadinya bagi hasil piara adalah dikarenakan pemilik ternak menyerahkan atau menitipkan ternaknya, bagi hasil karya dapat dikarenakan pemilik ternak menyerahkan penguasaan dan pemeliharaan kerbau atau sapi untuk dikaryakan oleh sipemelihara. 10 Perjanjian bagi hasil ternak berlaku antara pemilik dengan para pengurus atau pemeliharanya, dimana perhitungan bagi hasilnya dilakukan pada setiap waktu dilakukan tahunan dengan menghitung jumlah anaknya. Dalam masyarakat hukum adat Jawa, berlaku sistem bagi hasil yang disebut maro anak atau membagi dua anak, mertelu anak atau membagi tiga anak dan marobati atau membagi laba dari hasil pemeliharaan setelah sapi/kerbau dinilai harga pasarannya. Demikianhalnya apabila sapi yang dibagi hasilkan atau yang dititipkan atau yang diserahkan adalah sapi perah, kalau sapi perah selain anak yang dibagihasilkan juga susu yang dihasilkan oleh sapi perah tersebut. Demikian pula apabila pemelihara ternak berhasil memelihara, ia mendapatkan keuntungan dari hasil susu dan bagian 10 Ibid, hlm. 19
10 10 hasil.para pihak dalam bagi hasil ternak sapi dapat dilakukan antara sesama warga desa maupun dari desa yang berbeda.selanjutnya, ada hak yang harus diterima dan ada kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemilik dan pemelihara sapi, kemudian dalam pengadaan ternak sapi, sebagian besar pemelihara harus menentukan sendiri sapi peliharaannya dan terakhir adalah pembagian hasil berdasarkan kesepakatan.hubungan antara pemelihara atau penggaduh dan pemilik umumnya kuat dan tahan lama karena mereka saling membutuhkan untuk menjaga hubungan baik mereka.dulu para pemilik dan pemelihara penggaduh biasanya yang dibagihasilkan adalah ternaknya saja, pada sapi betina yang dibagihasilkan anak yang dihasilkannya selama digaduh, sedangkan sapi jantan yang dibagihasilkan harga jual sapi jantan setelah digaduhkan. Namun belakangan, para pemilik ternak yang menggaduhkan sapi perah, selain membagihasilkan anak juga membagihasilkan susunya. Berkaitan dengan perjanjian bagi hasil yang terdapat di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman berdasarkan pra-riset dapat diketahui bahwa pada saat pembagian hasil dari penggaduhan/penitipan sapi perah tersebut tidak sesuai dengan perjanjian pada awal kesepakatan. Akan tetapi, pada saat pembagian hasilsusu dari ternak sapi perah dalam prakteknya terdapat pengurangan-pengurangan bagian yang harus diterima pemilik sapi.dalam perjanjian bagi hasil sapi ini, antara pihak pemilik ternak dan pihak pemelihara ternak dilakukan berdasarkan kepercayaan sehingga perjanjiannya dibuat tidak
11 11 tertulis.artinya perjanjian bagi hasil tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. Adapun kebiasaan masyarakat desa yang melakukan perjanjian maro atau perjanjian bagi hasil ternak sapi perah sebagaimana diuraikan diatas, menjadi menarik bagi penulis untuk dilakukan penelitian dengan judul Pelaksanaan Bagi Hasil Ternak Sapi Perah di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Dikaitkan Dengan UU nomor 6 tahun 1967, sehingga perjanjian yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat menjadi jelas. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan bagi hasil ternak sapi perah di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman? 2. Bagaimanakah penyelesaian masalah dengan terjadinya sengketa antara pihak pemilik ternak dan pemelihara atau penggaduh ternak? C. Keaslian Penelitian
12 12 Sepengetahuan penulis setelah dilakukan penelusuran kepustakaan dilingkungan fakultas hukum, Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, penelitian tentang Pelaksanaan Bagi Hasil Ternak Sapi Perah Di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Dikaitkan Dengan UU Nomor 6 Tahun 1967, sepanjang pengetahuan belum pernah dilakukan penelitian oleh mahasiswa lainnya dan belum pernah diajukan sebagai tesis. Akan tetapi, penulis temukan beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan memiliki obyek penelitian serupa, meskipun demikian di dalamnya tidak terdapat kesamaan. Tetapi dalam hal ini, penulis jadikan hasil-hasil penelitian tersebut sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam melaksanakan penelitian. Adapun penelitian yang telah dipublikasikan tersebut adalah : 1. R.Ari Widianto, Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Ternak Di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Hukum Keperdataan, Universitas Gadjah Mada, 1996; 11 Permasalahan: a. Apakah alasan yang mendorong pemilik ternak (pemerintah dan non pemerintah) mengadakan perjanjian bagi hasil ternak dengan pemelihara? b. Bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil ternak di Kabupaten Dati II Sleman? 11 R. Ari Widianto, 1996, Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Ternak Di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, Hukum Keperdataan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
13 13 2. Fitri Nur Cholifiati, Asas Kepercayaan Dalam Perjanjian Bagi Hasil Ternak Sapi Di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, 2010; 12 Permasalahan: a. Bagaimanakah implementasi asas kepercayaan dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil ternak sapi di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali? b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan perjanjian bagi hasil ternak antara pemilik dan pemelihara sapi di Kecamatan Musuk didasarkan atas kepercayaan? c. Bagaimanakah cara penyelesaian perselisihan antara pemilik dan pemelihara ternak sapi apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil? Kedua judul penelitian skripsi dan tesis diatas, terdapat perbedaan judul dan obyek penelitian. Kedua penelitian diatas meneliti tentang ternak sapi pada umumnya,bukan sapi perah seperti penelitian yang akan penulis teliti. Oleh karena itu penulis menjamin keaslian penelitian, akan tetapi jika ada tema yang hampir sama, penulis berharap penelitian ini dapat saling melengkapi satu sama lain. D. Tujuan Penelitian 12 Fitri Nur Cholifiati, 2010, Asas Kepercayaan Dalam Perjanjian Bagi Hasil Ternak Sapi Di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
14 14 Sehubungan dengan permasalahan penelitian yang telah diuraikan diatas maka, tujuan penelitian adalah untuk: 1. Untuk mengetahui danmengkaji sistem bagi hasil ternak sapi perah di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui penyelesaian masalah dengan adanya sengketa antara pihak Pemilik ternak dan pihak pemelihara ternak atau penggaduh ternak. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitianadalah menjadi harapan bagi setiap peneliti, baik kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun masyarakat, penelitian ini diharapkan berguna: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah dan melengkapi khasanah ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Adat yang ada di masyarakat pada umumnya dan magister kenotariatan khususnnya. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukkan dalam melaksanakan bagi hasil sapi perah bagi masyarakat dan bagi penulis guna untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat
tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.
ELABORASI Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, secara adil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SABU RAIJUA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciS. Andy Cahyono dan Purwanto
S. Andy Cahyono dan Purwanto Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. Jend A. Yani-Pabelan, Kartasura. PO BOX 295 Surakarta 57102 Telp/Fax: (0271) 716709; 716959 Email:
Lebih terperinciPerkembangan Ekonomi Makro
Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional maka peternakan yang merupakan salah satu faktor penunjang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah
Lebih terperinciBAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130
RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas
Lebih terperinciDitulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16
KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum
Lebih terperinciBAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130
RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional maka peternakan yang
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional maka peternakan yang
Lebih terperinci2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA MAGELANG
PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI RUMAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang
Lebih terperinciDOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016
DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA BIMA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KOTA BIMA TAHUN 2016
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan
Lebih terperinciA. Realisasi Keuangan
BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 2 TAHUN 2000 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 22 TAHUN 2000 T E N T A N G
LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G SALINAN NOMOR : 2 TAHUN 2000 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 22 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI PEMERIKSAAN HEWAN TERNAK, HASIL TERNAK DAN HASIL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciProgram Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister
Lebih terperinci1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C
SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN Apa yang sudah dicapai selama ini lebih ditingkatkan, Pemerintah Kota Jayapura akan lebih
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh petumbuhan di sektor industri dan sektor pertanian. Sektor industri dan sektor
Lebih terperinciPendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,
Lebih terperinciLEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2013/2014. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman
LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2013/2014 Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman No. Jenis Tanaman 2010 2011 2012 2013 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Padi 2 Jagung 3 Kedelai 4 Kacang Tanah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI
TELAH DIUBAH/DIGANTI DENGAN PERDA NOMOR 11 TAHUN 2004 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2012/2013. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman
LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2012/2013 Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman No. Jenis Tanaman (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Padi 2 Jagung 3 Kedelai 4 Kacang Tanah 5 Ubi Kayu 6 Ubi Jalar Tanaman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.
STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciProfil Kabupaten Aceh Singkil
Ibukota Batas Daerah Luas Letak Koordinat Profil Kabupaten Aceh Singkil : Singkil : Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Subulussalam Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia Sebelah Barat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.
Lebih terperinciBUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI MAMASA,
BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI MAMASA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai keperluan semakin meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan
Lebih terperinciBab 4 P E T E R N A K A N
Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia agar dapat hidup sehat, karena manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG
DINAS PEPERTANIAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS PERTANIAN Jl. Raya Soreang Km 17 Bandung Telp. (022) 5891703 Fax (022) 5891703 e-mail distan@bandungkab.go.id website www.distan.bandungkab.goid
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan
Lebih terperinciBAB II. PERJANJIAN KINERJA
BAB II. PERJANJIAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009-2014 Rencana Stategis Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 2014 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN HEWAN DAN BAHAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah pendekatan orientasi pembangunan yang tadinya dari atas ke bawah (top-down) menjadi pembangunan dari
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang
IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa
Lebih terperinciDATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014
DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah ialah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan,
Lebih terperinci30% Pertanian 0% TAHUN
PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN DAN PENDAFTARAN USAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sila ketiga dan Pancasila berbunyi Persatuan Indonesia, dengan maksud serta tujuan bahwa negara Indonesia dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sisi ekonomi. Dalam hal ini tanah pun dapat dibiarkan begitu saja atau dikelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan tempat berpijak manusia dimana diatasnya dapat dibangun sebuah rumah sebagai tempat berteduh ataupun dibangun sebuah kantor atau pabrik sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/KU.340/2/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/KU.340/2/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/KU.430/7/2007 TENTANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,
Lebih terperinciMATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN
MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN BERDASARKAN HUKUM ADAT (Studi kasus di Desa Mudal Kabupaten Boyolali)
PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN BERDASARKAN HUKUM ADAT (Studi kasus di Desa Mudal Kabupaten Boyolali) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan
Lebih terperinciTabel 7.1 Luas Lahan Sawah Provinsi Jawa Barat Tahun (ha)
7. PERTANIAN TANAMAN PANGAN/PERKEBUNAN 48 Tabel 7.1 Luas Lahan Sawah Provinsi Jawa Barat 2005-2010 (ha) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Luas Lahan Sawah 925.500 926.782 934.845 945.544 937.373 930.268
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan
Lebih terperinci1. Penyempurnaan Database 2. Penyempurnaan Aplikasi
1. Penyempurnaan Database 2. Penyempurnaan Aplikasi 1. Penyempurnaan Database Struktur Database Existing SIPD A. Data Umum 1. Demografi 2. Geografi 3. Pemerintahan B. Sosial Budaya 1. Kesehatan 2. Pendidikan,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA,
Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA, a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinci