BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang heterogen, baik heterogen secara vertikal maupun horisontal.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang heterogen, baik heterogen secara vertikal maupun horisontal."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir semua ahli ilmu sosial sepakat bahwa kota selalu dihuni oleh penduduk yang heterogen, baik heterogen secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal heterogenitas penduduk ditandai dengan adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah, sedangkan secara horisontal heterogenitas ditandai dengan keberagaman etnis penduduk yang menghuni kota (Basundoro, 2010). Isu heterogenitas penduduk terutama secara horisontal, menjadi perhatian ahli perkotaan pada abad ini. Beragam etnis masyarakat yang menghuni kota masing-masing baik yang berasal dari kelompok pribumi, pendatang pribumi, dan pendatang asing membutuhkan tempat tinggal di ruang perkotaan (CLIP, 2007). Penentuan tempat tinggal untuk pertama kali bagi kelompok etnis merupakan tahapan awal yang cukup berat. Tidak semua kelompok etnis dapat mandiri dan bebas dalam menentukan tempat tinggal, beberapa cenderung mencari lingkungan yang setara dengan budayanya (Massey & Denton, 1988; Saltman, 1991). Heterogenitas penduduk menurut kelompok etnis telah dipelajari dalam berbagai aspek ilmu sosial dan humaniora, seperti demografi, politik, dan linguistik. Beberapa penelitian tersebut lebih mempelajari tentang karakteristik kelompok etnis, seperti populasi, bahasa yang diucapkan, keyakinan, kegiatan ekonomi dan agama. Terkait penelitian terdahulu, masih jarang yang mempelajari tentang kelompok etnis dalam kaitannya dengan lokasi perumahan. Padahal, pada

2 2 kenyataanya terdapat ekspresi sebaran perumahan mengikuti keseragaman etnis tertentu. Reardon dan O Sullvivan (2004) menemukan bahwa sebaran perumahan etnis erat kaitannya dengan lokasi relatif dari masing-masing tempat tinggal mereka. Ekspresi yang dimunculkan dari lokasi tempat tinggal etnis menciptakan suatu dimensi spasial. Hasil penelitian Reardon dan O Sullvivan (2004) menemukan 2 dimensi spasial dari sebaran perumahan etnis yaitu dimensi pengelompokan/kemerataan dan dimensi keterisolasian/ketermunculan. Terbentuknya variasi pola tersebut adalah konsekuensi dari adanya perbedaan lokasi tempat tinggal antara kelompok etnis minor dengan mayor. Selain itu, faktor sejarah, kebijakan politik, restrukturisasi perekonomian dan konsep/sistem negara juga turut memberikan pengaruh terhadap ekspresi keruangan yang terbentuk (Deurloo & Musterd, 2001). Konsep pola dalam studi geografi digunakan untuk menggambarkan kekhasan sebaran gejala tertentu di dalam ruang atau wilayah (Coffey, 1981; Yunus, 2010). Gejala ruang yang beragam pada satuan unit tertentu perlu dipetakan sebagai upaya menghasilkan informasi yang representatif. Bidang ilmu geografi permukiman banyak menekankan konsep-konsep keruangan sebagai bahan analisis atau pendekatan untuk memetakan sebaran perumahan. Terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam memetakan sebaran perumahan yaitu pertama, mengabstraksi objek perumahan dengan mengacu pada kaidah kartografis, kedua, mengklasifikasikan sebaran, dan ketiga, menjawab pertanyaan geografis (Yunus, 2010).

3 3 Pada studi geografi permukiman, pendekatan/ analisis yang umum digunakan adalah mengkaitkan sebaran dari kelompok-kelompok bangunan/ rumah dengan kondisi morfologi, ekologi, dan sistem kegiatan. Hingga saat ini sudut pandang tersebut masih dianggap cukup relevan untuk menjelaskan kekhasan variasi sebaran, namun ada beberapa hal yang belum banyak diperhatikan para ahli yakni terkait ilmu geografi yang erat kaitannya dengan eksistensi manusia. Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal bab ini bahwa salah satu aspek dari heterogenitas horisontal penduduk perkotaan adalah keberagaman kelompok etnis yang menghuni perkotaan. Posisi ini menjadi bagian yang menarik bagi peneliti untuk meninjau kenampakan ekspresi sebaran kelompok-kelompok rumah yang terwujud dari heterogenitas penduduk menurut kelompok etnis. Walaupun banyak literatur terdahulu menguraikan fakta bahwa sebaran kelompok-kelompok rumah tidak terlepas dari variasi kondisi geografi, teknologi, dan sosial budaya yang terdapat di wilayah itu sendiri, namun peneliti merasa perlu untuk meninjau ekspresi sebaran kelompok-kelompok rumah menurut eksistensi etnis penghuni. Sebaran kelompok-kelompok rumah ditinjau dari eksistensi kelompok etnis menjadi kajian yang menarik beberapa dekade ini. Beberapa hasil penelitian menangkap keunikan ekspresi keruangan dari beberapa kelompok etnis yang mencoba mempertahankan identitas budayanya secara spasial, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Wacana keberadaan etnis dan karakteristik spasialnya memberikan konsekuensi baik pada tata ruang dan dinamika perkembangan perkotaan. Wacana tersebut juga dapat dianggap sebagai indikator penting bagi

4 4 negara dalam hal menerima atau menghadapi isu tersebut. Musterd (2011) menyatakan bahwa adanya kelompok-kelompok rumah yang membentuk suatu area berdasar kelompok etnis tertentu di perkotaan memberikan konsekuensi adanya gejala pemisahan perumahan etnis (ethnic housing segregation). Salah satu konsekuensi dari gejala tersebut adalah fenomena kriminalitas yang terjadi di daerah Ghetto, Amerika akibat ketimpangan kondisi sosial ekonomi antara etnis mayoritas dan minoritas, sedangkan di Eropa terjadi kekakuan mobilitas sosial oleh kelompok etnis tertentu dalam hal mengakses perumahan dan fasilitas umum di perkotaan. Terkait dengan gejala tersebut, CLIP (2007) menyatakan bahwa isu kontroversi terbentuknya kelompok-kelompok rumah berdasarkan kelompok etnis maupun strata sosial di perkotaan perlu diperhatikan baik oleh pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan dimana didalamnya dibahas apakah isu tersebut adalah kendala atau sebaliknya memfasilitasi intergrasi penduduk dan migran di perkotaan. Pada penelitian ini peneliti tertarik untuk mengangkat isu tentang heterogenitas secara horisontal dengan mempelajari pola sebaran lokasi perumahan menurut kelompok etnis. Mempelajari bagaimana pola sebaran dan menemukan variasi dari sebaran lokasi serta menganalisi proses terbentuknya pola sebaran perumahan kelompok etnis adalah hasil akhir (goal) yang ingin dicapai peneliti. Harapannya hasil penelitian ini dapat menjadi langkah awal untuk memudahkan dalam manajemen perkotaan dengan komposisi masyarakat plural, terutama terkait perumahan mereka.

5 Rumusan Masalah Penelitian Dalam rangka memahami fenomena heterogentias penduduk secara horisontal, maka peneliti tertarik untuk mengkaji fenomena tersebut di lingkungan Kota Palembang. Catatan panjang sejarah Kota Palembang menceritakan tentang keberjayaan Kerajaan Sriwijaya oleh karena kekuatan maritim dan penguasaan atas jalur perdagangan sampai pada kawasan Asia Tenggara. Kondisi tersebut membuka pintu interaksi terhadap dunia luar, sehingga membuat Kota Palembang dihuni oleh masyarakat yang plural sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu wujud pluralitas tersebut yang mudah dikenali pada masa sekarang adalah bangunan-bangunan rumah yang terkesan membentuk kelompok-kelompok menurut etnis penghuninya. Salah satu lokasi yang dapat menggambarkan fenomena pluralitas masyarakat Kota Palembang adalah Kelurahan Kuto Batu. Kelurahan Kuto Batu merupakan bagian dari urban heritage Kota Palembang dan berdasar RTRW Kota Palembang tahun merupakan Kawasan Strategis Sosial Budaya khususnya Kawasan Tepian Sungai Musi. Lokasi Kuto Batu memiliki kedekatan dengan simbol penting bagi perekonomian Kota Palembang yakni berada di antara Sungai Musi, Pelabuhan Bom Baru dan Pasar 16. Keberadaan tiga simbol tersebut memicu terjadinya interaksi antara pribumi dan pendatang. Penyelenggaran kehidupan bermasyarakat di Kuto Batu tidak hanya dipengaruhi oleh masyarakat pribumi saja bahkan dipengaruhi juga oleh kelompok masyarakat non pribumi. Hasil analisis data etnis yang yang terdaftar di dokumen Potensi Desa Kelurahan Kuto Batu tahun 2012 menunjukan terdapat lima kelompok etnis,

6 6 yakni Batak (36 orang), Minang (164 orang), Jawa (240 orang), Madura (62 orang) dan Cina (251 orang). Selain itu pada dasarnya masih terdapat beberapa kelompok etnis lain yang tinggal di daerah Kuto Batu, akan tetapi pendataan yang ada tidak terdokumentasi dengan lengkap. Sebagai contoh adalah eksistensi kelompok etnis Arab yang relatif mudah ditemukan di daerah Kuto Batu. Kuto Batu juga memiliki variasi kondisi perumahan dan sosial budaya yang mempengaruhi variasi sebaran perumahan menurut kelompok etnis. Kuto Batu mempunyai karakteristik perumahan yang beragam. Hal tersebut dapat dilihat dari tiga kondisi bangunan perumahan yang berbeda. Kondisi petama, terdapat bangunan perumahan yang masih tradisional berbentuk rumah panggung yang berlokasi pada bagian selatan tepatnya di sepanjang aliran Sungai Musi dan aliran anak Sungai Musi. Kondisi kedua, terdapat perumahan yang semi tradisional berbentuk semi rumah panggung yang berfungsi sebagai rumah dan toko yang berlokasi di bagian tenggah kelurahan, dan kondisi ketiga adalah terdapat perumahan yang modern berbentuk rumah tunggal yang berfungsi sebagai rumah tinggal yang berada di bagian utara kelurahan. Variasi kondisi perumahan tersebut merupakan cerminan adanya variasi budaya penghuni yang tentunya mempunyai konsekuensi terhadap perbedaan sebaran lokasi perumahan. Masing-masing kelompok etnis kaitannya dengan lokasi perumahannya terkesan menciptakan suatu variasi pola keruangan. Informasi awal yang peneliti peroleh ketika melakukan survei pra-lapangan adalah terdapat empat kelompok etnis yang memiliki eksistensi perumahan yang khas di Kuto Batu yaitu Tionghoa, Arab, Jawa, dan Melayu Palembang. Masing-masing kelompok etnis tersebut

7 7 telah tinggal di Kuto Batu secara turun-temurun dan berabad-abad lamanya. Lokasi dari perumahan kelompok etnis memiliki kekhasan, beberapa menempati ruang pinggiran Kuto Batu dan yang lainnya berada di lokasi yang memiliki kedekatan dengan jaringan transportasi seperti jalan dan sungai. Heterogenitas penduduk secara horisontal yang terjadi di Kuto Batu tentunya menarik untuk dikaji, apabila dikaitkan dengan hasil temuan Reardon & O Sullvivan (2004) tentang dimensi segregasi (pemisahan) perumahan etnis. Tentunya perbedaan budaya dan kondisi geografis akan sangat menentukan pembuktian ada tidaknya gejala pemisahan dari lokasi perumahan menurut etnis di Kuto Batu. Adanya variasi pola sebaran perumahan dari kelompok etnis merupakan konsekuensi dari proses-proses politik, ekonomi, sosial, budaya, dan fisik yang terjadi di Kuto Batu. Kemampuan kelompok etnis dalam mengakses lokasi strategis adalah salah satu bentuk adaptasi di lingkungan Kuto Batu. Tentunya gejala heterogenitas penduduk secara horisontal yang terjadi di Kuto Batu memerlukan kajian ilmiah untuk mengungkap kebenarannya. Penelitian ini mencoba untuk mengaplikasikan ilmu geografi didalam pengungkapan gejala tersebut. Adapun rumusan permasalahan penelitian berfokus pada: 1. Bagaimana pola persebaran perumahan menurut etnis penghuni di Kuto Batu? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran perumahan menurut etnis penghuni di Kuto Batu? Pentingnya mengungkap gejala yang peneliti uraikan sebelumnya adalah upaya pembenahan perencanaan lingkungan perumahan dan permukiman dari

8 8 karakteristik etnis penghuni, seperti yang peneliti temui dilapangan bahwa walaupun tidak terjadi konflik antar kelompok etnis di lingkungan Kelurahan Kuto Batu, namun eksistensi kelompok etnis terhadap lingkungan perumahan menciptakan pola-pola yang unik yang menarik untuk dipelajari Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi pola persebaran perumahan menurut etnis penghuni di Kelurahan Kuto Batu. b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran perumahan menurut etnis penghuni di Kelurahan Kuto Batu 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan meninjau pola sebaran perumahan yang mengkaitkan eksistensi kelompok etnis di perkotaan. Selain itu, Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pemerintah Kota Palembang dalam program pembangunan skala kelurahan dengan memperhatikan potensi keunikan lokal dan juga sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Kota Palembang dalam program perencanaan perumahan dan permukiman yang memperhatikan komposisi masyarakat yang plural.

9 Keaslian Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan referensi dari penelitian yang memiliki kecenderungan kesamaan tema maupun lokasi penelitian. Diharapkan dengan adanya rujukan dapat menjadi nilai tambah dari penelitian ini. Beberapa penelitian yang terkait diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Desriani (2011) dengan judul penelitian Assessing Residential Segregation Profiles for Ethnic Groups in Enschede, the Netherlands. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami proses segregasi perumahan dengan cara membuat profiling. Profiling dibangun dengan mengungkap variabilitas dari pola segregasi untuk setiap kelompok etnis. Penelitian ini menggunakan data penduduk per kode pos di Enschede tahun Penelitian ini menyelidiki distribusi spasial dan karakteristik segregasi perumahan dan perubahan pada segregasi perumahan untuk empat kelompok etnis yakni Turki, Maroko, Suriname/Antilles dan Indonesia. Secara umum, studi ini menunjukkan bahwa kedekatan spasial memiliki dampak besar pada variabilitas segregasi perumahan. Sebagian besar wilayah konsentrasi etnis terletak di bagian selatan kota. Daerah konsentrasi etnis ini sangat sensitif akibat dari mobilitas perumahan (misalnya karena pembaruan perkotaan) dan pertumbuhan penduduk (kelahiran dan imigran). Putra (2006) melakukan penelitian Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan rasionalistik. Tujuan penelitian ini mengkaji pola permukiman Melayu Jambi dan pengaruh-pengaruh dalam pembentukan pola ruang. Kajian data menggunakan kajian data verbal dan

10 10 data visual dengan mencari esensi. Pola permukiman pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja terbagi menjadi tiga, yaitu pola mengelompok, pola menyebar, dan pola memanjang. Pola lahan permukiman yang terbentuk terbagi menjadi dua, yaitu pola lahan permukiman pinggiran sungai membentuk pola linier dan pola lahan permukiman pada kawasan darat berbentuk grid yang orientasi permukimannya cenderung mengarah pada jalan lingkungan. Masa dan bentuk bangunan terbagi dua yaitu pola linier yang dibentuk oleh susunan permukiman yang berkembang di pinggiran sungai Batanghari, sedangkan pola grid dibentuk oleh pengaturan deret bangunan permukiman dan pertemuan jalur-jalur sirkulasi pada kawasan darat. Yusnandar (2005) dengan judul penelitian Konsep dan Modal Dasar Permukiman Multi Etnik di Tepian Sungai Palu, Kotamadya Palu memiliki tujuan untuk mendeskripsikan konsep bermukim dan modal dasar masyarakat tepian sungai Palu. Penelitian ini mengacu pada kaidah penelitian kualitatif. Analisis data dilakukan secara deskriptif induktif melalui pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukan adanya tiga konsep bermukim yakni 1) permukiman spontan, 2) permukiman seadanya, 3) permukiman informal. Empat konsep modal dasar masyarakat yang meliputi 1) modal kerukunan, 2) kebiasaan turun temurun, 3) adapatasi terhadap perubahan, 4) harapan untuk menjadi lebih baik. Dalam penelitian ini ditemukan juga pola keruangan yaitu pola dengan bentuk tidak beraturan, dimana permukiman tumbuh dan berkembang mengikuti arah jalan dan sungai. Faktor-faktor pembentuk pola keruangan adalah faktor kondisi lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya.

11 11 Kartika (2005) melakukan penelitian Pola Permukiman Berdasarkan Etnik Di Pesisir Kotabaru Kalimantan Selatan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola-pola permukiman yang terdapat di pesisir Kotabaru berkait dengan pola bermukim dan etnik budaya penghuninya. Selain itu, penelitian ini menggali faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola permukiman tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah rasionalistik kualitatif. Pengambilan sampel secara purposive di tiga lokasi yang didiami multi etnik (etnik Bajau, Bugis, dan Banjar). Temuan penelitian yang diperoleh yaitu pertama, pola permukiman yang berada di atas air (laut) yaitu permukiman etnik Bajau, pola permukiman etnik yang berada di atas daratan maupun di atas air (laut) asalkan berdekatan dengan tempat kerja yaitu permukiman etnik Bugis, sedangkan pola permukiman etnik yang sepenuhnya berada di atas daratan adalah etnik Banjar. Kedua, secara fisik, pola permukiman yang terbentuk adalah circular dengan bentuk yang irregular dan regular. Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya adalah Behaviour Setting (sistem seting dan sistem kegiatan) serta faktor sosial budaya penghuni tiap permukiman. Norotumilena (2002) dengan judul penelitian Pola Perkembangan Permukiman Etnik Serui-Jawa-Bugis di Kota Jayapura. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola perkembangan permukiman etnik dan faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik dengan metode deskriptif kualitatif dan alat yang digunakan berupa daftar wawancara terstruktur dan indepth interview. Hasil penelitian menunjukkan pola

12 12 perkembangan permukiman etnik dari tahun , permukiman etnik serui berbentuk pola kipas, permukiman etnik jawa berbentuk kipas melengkung, sedangkan permukiman etnik bugis membentuk pita yang memanjang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah perkembangan transportasi, penguasaan lahan, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, kekerabatan, dan peningkatan jumlah kepala keluarga. Dari uraian beberapa penelitian, pada penelitian ini dilakukan identifikasi pola perumahan menurut kelompok etnis dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan pola sebaran perumahan. Adapun persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah kesamaan fokus terhadap eksistensi kelompok etnis. Perbedaanya adalah a) kelompok etnis yang diobservasi adalah Melayu, Jawa, Arab, dan Tionghoa, b) lokasi penelitian, penelitian ini dilakukan di perkotaan dengan karakteristik geografis yang memiliki kekhasan khusus, c) cara perolehan data perumahan menurut kelompok etnis dilakukan dengan kegiatan pemetaan partisipatif dan wawancara semi terstruktur d) hasil yang peneliti temukan bersifat deskripsi internal untuk lingkungan Kuto Batu saja, peneliti tidak memasukkan unsur kebijakan pemerintah. Untuk memudahkan pembedaan referensi penelitian dengan penelitian yang dilakukan maka disajikan dalam bentuk tabel 1.1.

13 13 Tabel 1.1. Penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan No Peneliti Judul/Tahun Tujuan Metode Hasil 1 Desriani, Rian Wulan 2 Budi Arlius, Putra Assessing Residential Segregation Profiles for Ethnic Groups in Enschede, The Netherlands/ 2011 Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja)/ Yusnandar Konsep dan Modal Dasar Permukiman Multi Etnik di Tepian Sungai Palu, Kotamadya Palu / Norotumilena, Fredrik Budiman 7 Kartika, Windiasti Pola Perkembangan Permukiman Etnik Serui- Jawa-Bugis di Kota Jayapura / 2002 Pola Permukiman Berdasarkan Etnik Di Pesisir Kotabaru Penilaian profil segregasi perumahan menurut kelompok etnis dimana di fokuskan pada konsep, pengukuran, dan identifikasi karakteristik perumahan, Mengkaji pola permukiman Melayu Jambi dan pengaruhpengaruh dalam pembentukan pola ruang. Mendeskripsikan konsep bermukim dan modal dasar masyarakat tepian sungai Palu. Mengetahui pola perkembangan permukiman etnik dan faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya. 1. Mendeskripsikan pola-pola permukiman yang terdapat di pesisir Kotabaru berkait Grid cell, Sampel, Focus Group Discussion, Analisis kuantitatif. Studi Kasus, Wawancara, Analisis Kualitatif dengan pendekatan rasionalistik. Studi Kasus, Wawancara, Analisa deskriptif induktif melalui pendekatan fenomenologis. Sampel, Survei, Analisis data deskriptif kualitatif dan alat yang digunakan berupa daftar wawancara terstruktur dan indepth interview. Sampel, Survei, Analisis Data kualitatif. Secara umum, studi ini menunjukkan bahwa kedekatan spasial memiliki dampak besar pada variabilitas segregasi perumahan. Sebagian besar wilayah konsentrasi etnis terletak di bagian selatan kota. Daerah konsentrasi etnis ini sangat sensitif akibat dari mobilitas perumahan (misalnya karena pembaruan perkotaan) dan pertumbuhan penduduk (kelahiran dan imigran). Pola permukiman pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja terbagi menjadi tiga, yaitu pola mengelompok, pola menyebar, dan pola memanjang. Pola lahan permukiman yang terbentuk terbagi menjadi dua, yaitu pola lahan permukiman pinggiran sungai membentuk pola linier dan pola lahan permukiman pada kawasan darat berbentuk grid yang orientasi permukimannya cenderung mengarah pada jalan lingkungan. (1) tiga konsep bermukim yakni a) permukiman spontan, b) permukiman seadaanya, c) permukiman informal. (2) empat konsep modal dasar masyarakat yang meliputi a) modal kerukunan, b) kebiasaan turun temurun, c) adapatasi terhadap perubahan, d) harapan untuk menjadi lebih baik (1) pola perkembangan permukiman etnik dari tahun , permukiman etnik serui berbentuk pola kipas, permukiman etnik jawa berbentuk kipas melengkung, sedangkan permukiman etnik bugis membentuk pita yang memanjang. (2) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah perkembangan transportasi, penguasaan lahan, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, kekerabatan, dan peningkatan jumlah Kepala Keluarga. (1) pola permukiman yang berada di atas air (laut) yaitu permukiman etnik Bajau, pola permukiman etnik yang berada di atas daratan maupun di atas air (laut) asalkan

14 14 Kalimantan Selatan / Heldayani, Eni Pola Perumahan menurut Kelompok Etnis di Kelurahan Kuto Batu, Kota Palembang dengan pola bermukim dan etnik budaya penghuninya. 2. menggali faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola permukiman 1. Mengidentifikasi pola persebaran perumahan menurut kelompok etnis 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran perumahan menurut kelompok etnis Penelitian Kasus, Pemetaan Partisipatif, Analisis Kualitatif. berdekatan dengan tempat kerja yaitu permukiman etnik Bugis, sedangkan pola permukiman etnik yang sepenuhnya berada di atas daratan adalah etnik Banjar. (2) secara fisik, pola permukiman yang terbentuk adalah circular dengan bentuk yang irregular dan regular. (3) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya adalah Behaviour Setting (sistem seting dan sistem kegiatan) serta faktor sosial budaya penghuni tiap permukiman. (1) sebaran perumahan etnis Tionghoa berpola teratur dimana tersusun berderet mengikuti geometri jaringan jalan sehingga pola bentuk sebarannya seperti huruf L dan I. Sebaran perumahan etnis Arab berpola tidak teratur dimana geometri dari susunan bangunan saling berhadap-hadapan dan memusat pada obyek/fasilitas umum (mushola, masjid, dan situs kuna (rumah batu)) dan menciptakan pola bentuk seperti huruf U dan I. Sebaran perumahan etnis Jawa berpola tidak teratur dan memusat di sekitar lokasi tempat mereka bekerja dengan akses harga rumah yang relatif murah (dekat sungai) sehingga terkesan susunan bangunan perumahannya membentuk geometri aliran sungai sehingga pola bentuk perumahannya seperti huruf S dan I. Sebaran perumahan etnis Melayu berpola tidak teratur dengan susunan bangunan perumahan bervariasi pada tiap zona sehingga dapat dikatakan susunan bangunannya adalah kombinasi susunan berderet dan memusat. Geometri dari bentuk bangunan perumahan pada tiap zona teridentifikasi sebagai percampuran antara bentuk L, I, U, dan S. (2) faktorfaktor yang mempengaruhi pola sebaran perumahan adalah kecenderungan dalam mempertimbangkan lokasi perumahan berdasar kriteria tempat tinggal, kriteria lingkungan tempat tinggal, interaksi sosial dan kebijakan publik. Karakter tempat tinggal berkaitan dengan fungsi dan kepemilikan rumah. Karakter lingkungan tempat tinggal berkaitan dengan jenis matapencaharian, kedekatan fungsi pelayanan, jaringan transportasi, dan keseragaman penduduk dari daerah asal. Kriteria interaksi sosial berhubungan dengan asmiliasi perekonomian, sosial dan budaya. Kriteria kebijkan publik berkaitan dengan akses tempat tinggal di Kuto Batu.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih km 32 Indralaya OI 30662 Email

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat 112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan sektor perdagangan di perkotaan merupakan basis utama, hal ini dikarenakan kegiatan penghasil barang lebih dibatasi dalam perkotaan. Kota umumnya

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh: OCTA FITAYANI L2D 001 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia, BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Uraian secara rinci dipaparkan sebagai berikut ini. A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak terencana. Pada observasi awal yang dilakukan secara singkat, Kampung

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak terencana. Pada observasi awal yang dilakukan secara singkat, Kampung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampung Badur merupakan permukiman yang berada di pinggiran sungai Deli di Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun, Medan. Daerah pinggiran sungai, umumnya menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi sehingga banyak masyarakat menyebutnya sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota secara fisik berlangsung dinamis sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan kebutuhan ruangnya.

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Mengacu pada diskusi pada bab sebelumnya, dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: Kesimpulan Pertama, Nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Bugis secara umum tertuang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian METODE PENELITIAN Penelitian ini akan memberikan gambaran secara menyeluruh dan mendalam terhadap fenomena strategi nafkah rumah tangga miskin dan pilihan strategi nafkah yang akan dijalankannya. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan perkotaan dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara administratif Kupang adalah sebuah kotamadya yang merupakan ibukota dari propinsi Nusa Tenggara Timur, dan secara geografis terletak antara 10º39 58

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km² BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG 2.1 Letak Geografis Pulau Burung Pulau Burung merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: NUR ASTITI FAHMI HIDAYATI L2D 303 298 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : RISA NIKEN RATNA TRI HIYASTUTI L2D 002 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya faktor penarik suatu perkotaan dan faktor pendorong dari kawasan perdesaan menjadikan fenomena urbanisasi kerap terjadi di kota-kota di Indonesia. Harapan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Existensi proyek Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki keistimewaan. Dikatakan istimewa, karena kota ini adalah salah satu dari beberapa

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN PASAR FESTIVAL Di Kawasan Waterfont Pusat Kota Pelembang

PUSAT PERBELANJAAN PASAR FESTIVAL Di Kawasan Waterfont Pusat Kota Pelembang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PERBELANJAAN PASAR FESTIVAL Di Kawasan Waterfont Pusat Kota Pelembang Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, terdiri dari banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG

METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG Aprido Pratama Fahri Husaini Dian Kurnia Sari Retno Kartika Sari LANDASAN TEORI Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat terjadinya pola aktivitas masyarakat mulai dari sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kota yang berhasil tidak lepas dari penggunaan fungsi kota

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Informasi yang terkumpul dan digunakan sebagai acuan untuk dalam tugas akhir ini didapat dari berbagai sumber, antara lain: Literatur Wawancara Dokumen Dan catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota Balikpapan di pulau Kalimantan Timur Sumber: RTRW Kota Balikpapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota Balikpapan di pulau Kalimantan Timur Sumber: RTRW Kota Balikpapan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balikpapan merupakan salah satu kota yang terletak di pulau Kalimantan, tepatnya di provinsi Kalimantan Timur. Balikpapan terdiri dari 5 kecamatan, diantaranya kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada rumah di kawasan permukiman tepi laut akibat reklamasi pantai. Kawasan permukiman ini dihuni oleh masyarakat pesisir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 19 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesempatan kerja merupakan lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi atau produksi (Depnakertrans, 2007).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAMBANG DJAU

BAMBANG DJAU TRANSFORMASI TATANAN PERMUKIMAN TEPI PANTAI KOTA GORONTALO BAMBANG DJAU 3208 203 002 1 Arek LATAR BELAKANG Cerdas, Amanah, Kreatif Secara historis pesisir kota Gorontalo memiliki peranan penting aktivitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan sebuah kebisaan yang lahir atas dasar perilaku seharihari yang dianggap berkaitan erat dengan kehidupan dan proses perilaku kebiasaan itu menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi)

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 17 Sesi NGAN DESA - KOTA : 2 A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980 Kota terdiri atas dua bagian. Pertama, kota sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di Yogyakarta Kampung Ngampilan RW I secara geografis terletak di daerah strategis Kota Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii. LEMBAR PERNYATAAN... iv. MOTTO... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii. LEMBAR PERNYATAAN... iv. MOTTO... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, pembangunan infrastruktur, dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan (Nasir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. pembangunan di kawasan pesisir dan di pulau-pulau kecil (Coastal Regions and

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. pembangunan di kawasan pesisir dan di pulau-pulau kecil (Coastal Regions and BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Karakteristik kota tepian pantai Menurut laporan dari UNESCO mengenai lingkungan hidup dan pembangunan di kawasan pesisir dan di pulau-pulau kecil (Coastal

Lebih terperinci

2015 KEMENARIKAN SUNGAI MUSI SEBAGAI WISATA SUNGAI DI KOTA PALEMBANG

2015 KEMENARIKAN SUNGAI MUSI SEBAGAI WISATA SUNGAI DI KOTA PALEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wisata sungai (river tourism) sudah banyak berkembang di dunia. Banyak negara yang mengusung tema wisata sungai untuk menarik perhatian wisatawan datang ke negaranya,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pasar Bandar Buat awal berdirinya merupakan sebuah pasar nagari, pasar

BAB V KESIMPULAN. Pasar Bandar Buat awal berdirinya merupakan sebuah pasar nagari, pasar 74 BAB V KESIMPULAN Pasar Bandar Buat awal berdirinya merupakan sebuah pasar nagari, pasar ini diperkirakan sudah ada sejak zaman belanda namun hanya sebatas untuk pasar untuk kebutuhan masyarkat nagari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN

BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kelurahan Pluit merupakan salah satu wilayah kelurahan yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada kota-kota metropolitan, perkembangan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meluasnya kegiatan ekonomi perkotaan. Tingginya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lokasi penelitian ini terletak di Klender, kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana kata kaum diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan penutup lahan adalah suatu fenomena yang sangat kompleks berdasarkan pada, pertama karena hubungan yang kompleks, interaksi antara kelas penutup lahan yang

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palembang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan saat ini menjadi salah satu kota tujuan di tanah air. Hal ini dikarenakan kondisi kota Palembang yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Banda Aceh merupakan salah satu kota yang dilanda bencana alam Tsunami pada Desember Tahun 2004. Pasca bencana Tsunami, kota Banda Aceh kembali di bangun oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukiman informal terbentuk tanpa perencanaan pemerintah dan masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses urbanisasi besar-besaran

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan mengemukakan hal yang melatar belakangi pengambilan judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup yang menjadi batasan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. 3.1 Batas Kajian

III. METODE KAJIAN. 3.1 Batas Kajian 34 III. METODE KAJIAN 3.1 Batas Kajian Karena keterbatasan waktu dan dana maka penulis membatasi kajian ini pada satu yaitu RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Pada latar belakang dipaparkan secara singkat mengenai

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah masalah perkotaan yang sangat kompleks. Salah satu ciri negara berkembang adalah pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 30 METODOLOGI PENELITIAN Metode Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pilihan strategi studi kasus. Menurut Moleong (2005), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan

Lebih terperinci