BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi kesehatan reproduksi yang dianut saat ini merupakan gambaran dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi kesehatan reproduksi yang dianut saat ini merupakan gambaran dari"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi Defenisi kesehatan reproduksi yang dianut saat ini merupakan gambaran dari pengertian yang disepakati dalam International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo 1994 yaitu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya (IBI, 2000). Merujuk dari pengertian di atas, kesehatan reproduksi dapat diartikan pula sebagai suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksi secara sehat dan aman, juga setiap orang berhak dalam mengatur jumlah keluarganya termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi bayi baru lahir, kesehatan remaja dan lain-lain perlu dijamin (Azwar, 2001). Sejarah perkembangan konsep kesehatan reproduksi sudah mulai dirintis sejak terjadinya peningkatan penduduk. Pertambahan penduduk yang semakin cepat di banyak negara mulai menimbulkan keprihatinan. Hal ini menjadi isu penting pada pertemuan PBB tahun 1954 dan 1965 (Wiknjosastro, 2006). Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) di Kairo Mesir tahun 1

2 diikuti 180 negara menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga berencana menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi (Widyastuti, 2009) Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting mengingat dampaknya juga terasa pada kualitas hidup generasi berikutnya. Sejauh mana seseorang dapat menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi (Harahap, 2003). Menurut program kerja WHO ke IX ( ) sebagaimana dikutip oleh Harahap (2003) masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga meliputi : a. Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi genital, deskriminasi nilai anak dan sebagainya). b. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanakkanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan seksual yang tidak aman). c. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-kb, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman. d. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalinan dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah. e. Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual.

3 f. Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular seksual. g. Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan risiko kanker organ reproduksi. h. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya. Menurut Kartono (1998), masalah kesehatan reproduksi mencakup area yang jauh lebih luas dan dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Masalah reproduksi Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan dengan kehamilan. Termasuk didalamnya juga masalah gizi dan anemia di kalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan ketidaksuburan. Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandangan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya. Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi di bawah umur lima tahun. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap kesehatan reproduksi. 1

4 27 b. Masalah gender dan seksualitas Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas. Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian. Seksualitas di kalangan remaja. Status dan peran perempuan. Perlindungan terhadap perempuan pekerja. c. Masalah yang berkaitan dengan kehamilan yang tidak diinginkan Pembunuhan bayi. Pengguguran kandungan, terutama yang dilakukan secara tidak aman. Dampak kehamilan yang tidak diinginkan terhadap sosial ekonomi dan kesehatan perempuan serta keluarga. Kebijakan pemerintah dalam menghadapi hal tersebut. d. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap korban. Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.

5 e. Masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea. Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired immunodeficiency Syndrome). Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual. Kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut (termasuk penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/pekerja seks komersial). Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual. f. Masalah pelacuran Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran. Faktor-faktor yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadapnnya. Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi konsumennya dan keluarganya. g. Masalah sekitar teknologi Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung). Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening). Pelapisan genetik (genetic screening). Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan. 1

6 29 Menurut Widyastuti et.al (2009), secara luas ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi : 1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. 2. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi termasuk IMS-HIV/AIDS. 3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi. 4. Kesehatan reproduksi remaja. 5. Pencegahan dan penanganan infertilitas. 6. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis. 7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi, misalnya kanker serviks, mutilasi genital, dan lainlain Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang Kesehatan Reproduksi Sejarah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang kesehatan reproduksi dapat dilihat pada tabel berikut ini, dimana pada awalnya pemerintah Indonesia berorientasi dari Program Keluarga Berencana hingga saat ini sudah mengarah ke pelayanan kesehatan reproduksi.

7 Tabel 2.1 Sejarah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Kesehatan Reproduksi 1950an 1970an Pro Natalis Orde Baru ICPD Kairo Laju Soekarno : Anti natalis Gender dan pertumbuhan Bangsa yang Malthus : Laju hak-hak penduduk besar adalah bangsa pertumbuhan perempuan ,5% dengan jumlah penduduk yang tinggi mulai (USAID, 2004) penduduk yang adalah ancaman bagi dibahas CBR 21,1/1000 pertumbuhan Perempuan penduduk besar ekonomi. harus (USAID,2004) Hatta : Program Safari : memiliki MMR tetap Kemiskinan dapat Pencarian akseptor pilihanpilihan. tahun 2002 tinggi 380 pada diatasi melalui KB potensial perencanaan ekonomi yang akan Program MKET (Metode Kontrasepsi (Indikator dari hak asasi (UNDP,2004) Permasalahan menggunakan Efektif Terpilih) perempuan) baru di bidang tenaga kerja yang TFR menurun, CBR kesehatan menurun, MMR reproduksi berlimpah-limpah tinggi (HIV/AIDS) TFR (5,6) dan Laju pertumbuhan MMR sangat tinggi penduduk Laju pertumbuhan 2,4 % pertahun (BPS) penduduk ,7 % pertahun (BPS) Sumber : Wiknjosatro, Pelayanan Kesehatan Reproduksi Sesuai dengan rekomendasi strategi regional WHO untuk negara-negara anggota di Asia Tenggara, dua paket pelayanan kesehatan reproduksi telah dirumuskan oleh wakil-wakil sektor dan inter-program dalam beberapa pertemuan koordinasi pralokakarya nasional di Jakarta. Lima kelompok kerja telah sepakat untuk melaksanakan pelayanan dasar berikut sebagai strategi intervensi nasional penanggulangan masalah kesehatan reproduksi di Indonesia. Dengan kedua paket intervensi tersebut, komponen intervensi pada kesehatan reproduksi di Indonesia menjadi lengkap, kedua paket pelayanan tersebut adalah sebagai berikut (Kartono, 1998) : 1

8 31 A. Paket Kesehatan Reproduksi Esensial yaitu : 1. Kesejahteraan Ibu dan Bayi. 2. Keluarga Berencana. 3. Pencegahan dan penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR)/PMS/HIV. 4. Kesehatan Reproduksi Remaja. B. Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif. 5. Pencegahan dan penanganan masalah usia lanjut, ditambah paket esensial di atas. 2.2 Kesehatan Reproduksi Remaja Menurut Hasmi (2001) dalam Wiknjosastro (2006), kesehatan reproduksi remaja didefenisikan sebagai suatu keadaan sehat jasmani, psikologis, dan sosial yang berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi pada remaja. Pengertian sehat tersebut tidak semata-mata berarti bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural. Pada masa ini seorang anak mengalami kematangan biologis. Kondisi ini dapat menempatkan remaja pada kondisi yang rawan bila mereka tidak dibekali dengan informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya.

9 2.2.1 Hak-hak Reproduksi Hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang melekat pada manusia sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga pengekangan terhadap hak reproduksi berarti pengekangan terhadap hak asasi manusia. Menurut BKKBN (2008a), hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu baik pria maupun perempuan yang berkaitan dengan keadaan reproduksinya. Berdasarkan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo 1994, ditentukan ada 12 hak-hak reproduksi yaitu : 1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi. Contohnya: seorang remaja harus mendapatkan informasi dan pendidikan perihal kesehatan reproduksinya. 2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi. Setiap remaja memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan terkait dengan kehidupan reproduksinya termasuk terhindar dari risiko kematian akibat proses reproduksi. Contoh: seorang remaja yang positif HIV berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan ARV (Anti Retroviral) sehingga kemungkinan mengalami infeksi oportunitis dapat diperkecil. 3. Hak untuk kebebasan berfikir tentang kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya. Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) atau advokasi. Contoh : Seseorang dapat saja 1

10 33 mempunyai pikiran bahwa banyak anak menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya. Bila ini terjadi maka orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam pergaulan. Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari KIE dan advokasi yang dilakukan petugas. 4. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasaan, penyiksaan dan pelecehan seksual. Remaja laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan perlindungan dari kemungkinan berbagai perlakuan buruk di atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi. Contoh : Perkosaan terhadap remaja putri misalnya dapat berdampak pada munculnya kehamilan yang tidak diinginkan oleh bersangkutan maupun oleh keluarga dan lingkungannya. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja berpengaruh pada kehidupan reproduksinya. 5. Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya, dan kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Contoh : Jika petugas mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja, maka petugas berkewajiban untuk memberi informasi kepada remaja, karena mungkin pengetahuan tersebut adalah hal yang paling baru untuk remaja. 6. Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran. Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya serta jarak kelahiran yang diinginkan.

11 Contoh : Dalam konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak boleh melakukan pemaksaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah besar. Yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenarbenarnya mengenai dampak negatif dari memiliki anak jumlah besar dan dampak positif dari memiliki jumlah anak sedikit. Jikapun klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri. 7. Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan). Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan tersebut. Contoh : Pada saat melahirkan seorang perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan bagi dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh menghalangi dengan berbagai alasan. 8. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Hak ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan sendiri kehidupan reproduksi yang dimiliki oleh seseorang. Contoh : Dalam konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin keamanannya agar tidak terjadi pemaksaan atau pengucilan atau munculnya ketakutan dalam diri individu karena memiliki hak kebebasan tersebut. 9. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya. Setiap individu harus dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan reproduksinya misalnya informasi tentang kehidupan seksual, masa menstruasi dan lain sebagainya. Contoh : Petugas atau seseorang yang memiliki informasi tentang kehidupan reproduksi seseorang tidak boleh 1

12 35 membocorkan atau dengan sengaja memberikan informasi yang dimilikinya kepada orang lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai dana untuk penunjang pelaksanaan program, misalnya data tentang prosentase pemakaian alat kontrasepsi masih tetap dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan sepanjang tidak mencantumkan identitas yang bersangkutan. 10. Hak membangun dan merencanakan keluarga. Setiap individu dijamin haknya, kapan, dimana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun keluarganya. Tentu saja kesemuanya ini tidak terlepas dari norma agama, sosial dan budaya yang berlaku (ingat tentang adanya kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi). Contoh : Seseorang akan menikah dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang tersebut untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa diupayakan adalah memberi tahu orang tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah untuk menikah. Dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak negatif dari menikah dan hamil pada usia muda. 11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya baik melalui pernyataan pribadi atau pernyataan melalui suatu kelompok atau partai politik yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Contoh : Seseorang berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap aborsi baik sebagai individu maupun bersama dengan kelompok. Yang perlu diingatkan adalah dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi tersebut harus memperhatikan asas demokrasi dan dalam arti tidak boleh memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta taat kepada hukum dan peraturan peraturan yang berlaku.

13 12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi. Setiap orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi, keyakinan/agamanya dan kebangsaannya. Contoh : Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau asal-asalan) yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula seseorang tidak boleh mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena yang bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi. Misalnya seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan secara benar hanya karena yang bersangkutan tidak ber-kb atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda dengan masyarakat sekitar. Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah seseorang tersebut perempuan atau laki-laki. Hal ini disebut dengan diskriminasi gender Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja Sejak tahun 1994, masalah remaja dibicarakan secara terbuka sebagai salah satu masalah kesehatan reproduksi di konferensi kependudukan di Kairo. Di negara-negara berkembang, salah satu penyebab masalah kesehatan reproduksi seperti angka kematian ibu yang tinggi diduga terkait erat dengan masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja. Antara lain, karena masa transisi dari periode anak-anak ke orang dewasa berlangsung capat di negara-negara berkembang (Wiknjosastro, 2006). Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja di Indonesia adalah sebagai berikut (Azwar, 2001) ; 1. Informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. 1

14 37 Informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan baik kepada remaja dan masyarakat luas masih kurang. Hasil jajak pendapat pada remaja menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat kurang, hingga timbul anggapan-anggapan yang salah. Pemberian informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja di berbagai tempat juga masih menjadi bahan pertentangan terutama bila diberikan dengan judul pendidikan seks. Penolakan pada umumnya terjadi karena anggapan bahwa pemberian informasi tentang seksualitas malah akan merangsang remaja untuk melakukan hubungan seksual, sementara konsep pemberian informasi yang benar adalah memberikan bekal pada remaja akan pengetahuan tentang hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi, sehingga remaja dapat menjaga kesehatan reproduksinya dengan baik, dan kelak dapat menjalankan fungsi reproduksinya secara bertanggung jawab, pada akhirnya dapat menjalani proses reproduksinya dengan sehat dan selamat serta menghasilkan keturunan yang sehat pula. 2. Masalah Perilaku Arus globalisasi saat ini memberikan kemudahan akan akses terhadap napza, alkohol dan rokok pada remaja. Pada pengguna napza, kontrol diri menjadi sangat kurang, rasa malu menipis, kesadaran memudar, dan semuanya ini memudahkan untuk terjun ke dalam seks bebas dan penuh risiko tertular Penyakit Menular Seksual (PMS), terjadinya penularan melalui jarum suntik sangat mudah pada pengguna napza, di samping itu peningkatan status gizi dan kesehatan pada remaja disertai dengan pengaruh hormon seksual yang mulai diproduksi pada masa remaja menyebabkan kematangan organ seksual menjadi lebih cepat, adanya dorongan seksual akibat kumulasi dari informasi

15 yang merangsang organ reproduksi disertai kurangnya pembekalan mental, moral dan tata nilai serta etika, dapat mengakibatkan remaja aktif seksual sebelum tercapai kematangan mental dan sosial, pada keadaan ini remaja dengan masalah perilaku seksual aktif sebelum pernikahan mungkin akan mengalami masa lajang dengan penuh risiko antara lain (1) kehamilan yang tak diinginkan, (2) aborsi yang tidak aman, dan (3) penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. 3. Masalah Pelayanan Kesehatan Akses remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi remaja masih kurang, beberapa penyebab adalah kurangnya informasi tentang adanya pelayanan tersebut, adanya keengganan pergi ke tempat pelayanan tersebut karena pelayanan yang tidak youth friendly, petugas yang kurang terampil, pelayanan kurang komprehensif, ditambah waktu yang tidak sesuai. 4. Peraturan dan perundangan Perubahan tata nilai, kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi membawa dampak yang amat besar pada kehidupan remaja, tendensi jumlah remaja seksual aktif semakin meningkat, namun Peraturan dan Perundangan kita tidak memberikan perlindungan bagi remaja seksual aktif ini. Alat dan kontrasepsi pada institusi kesehatan milik pemerintah hanya disediakan bagi pasangan usia subur. Remaja hamil karena perkosaan atau dengan masalah masalah psikososial yang berat tidak dapat menerima layanan terminasi kehamilan karena sesuai Undang-Undang, aborsi hanya dibenarkan atas indikasi medis. Tidak adanya dukungan peraturan yang mengijinkan remaja hamil 1

16 39 dan remaja pasca melahirkan untuk tetap bersekolah akan mendatangkan masa depan yang gelap bagi remaja yang bersangkutan Kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI Dalam Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja Kebijaksanaan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI dalam pembinaan kesehatan reproduksi remaja sebagaimana dikutip oleh Widyastuti, et.al. (2009) adalah sebagai berikut : 1. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja merupakan bagian dari upaya pembinaan kesehatan remaja pada umumnya, dan pembinaannya disesuaikan dengan kebutuhan tahapan proses tumbuh kembang yaitu kelompok remaja awal, remaja tengah dan remaja akhir. 2. Pelaksanaan pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan terpadu lintas program dan lintas sektoral melalui kegiatan yang terpadu dengan dukungan politis yang berkesinambungan dan terkoordinasi. 3. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui jaringan pelayanan upaya kesehatan dasar dan rujukannya. 4. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dapat dilakukan pada empat daerah tangkapan ; Di rumah Di sekolah atau institusi pendidikan formal dan institusi pendidikan non formal Di masyarakat melalui kelompok khusus. Di sarana pelayanan kesehatan profesional.

17 5. Peningkatan peran serta orang tua serta unsur potensial di lingkungan keluarga serta remaja sendiri. 2.3 Program Kesehatan Reproduksi Remaja Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah program untuk membantu remaja agar tegar dari risiko TRIAD-KRR (Seksualitas, HIV/AIDS dan Napza), dan memiliki status kesehatan reproduksi yang sehat melalui pemberian informasi, pelayanan konseling, rujukan pelayanan medis, pendidikan kecakapan hidup (life skills education), serta kegiatan penunjang lainnya. (BKKBN, 2008b) Kerangka Tegar Remaja Kerangka Tegar Remaja (Adolescent Resilience Framework) adalah kerangka pengembangan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dengan mengembangkan faktor pendukung untuk membangun kondisi remaja yang memiliki kesehatan reproduksi yang sehat dan tegar terhadap berbagai risiko. Adapun ciri tegar remaja menurut BKKBN (2008a) adalah sebagai berikut : 1. Menunda usia pernikahan. 2. Berperilaku sehat. 3. Terhindar dari resiko TRIAD-KRR (Seksualitas, HIV/AIDS dan Napza). 4. Bercita-cita mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 5. Menjadi contoh, model, idola, dan sumber informasi bagi teman sebayanya. 1

18 Strategi Program KRR Adapun strategi yang ditempuh untuk mengupayakan terwujudnya Tegar Remaja adalah sebagai berikut (BKKBN, 2008b) : 1. Peningkatan Asset/capabilitas remaja, yaitu segala sesuatu yang positif yang terdapat pada diri remaja (pengetahuan, sikap, perilaku, hobi, minat, dan sebagainya) 2. Pengembangan resources/opportunities, yaitu jaringan dan dukungan yang dapat diberikan kepada remaja dan program KRR oleh semua stakeholder terkait (orangtua, teman, sekolah, organisasi remaja, pemerintah, kesempatan media) 3. Pemberian pelayanan kedua/second chance kepada remaja yang telah menjadi korban triad KRR, agar bisa sembuh dan kembali hidup normal Upaya-upaya Program KRR Menurut BKKBN (2008b), dalam program kesehatan reproduksi remaja, sistem jaminan hak hak reproduksi dilaksanakan melalui integrasi penyampaian informasi hak-hak reproduksi tersebut ke dalam upaya-upaya program Kesehatan Reproduki Remaja (KRR). Upaya- upaya program KRR adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan komitmen penentu kebijakan, pengelola dan pelaksana program KRR. 2. Peningkatan akses informasi KRR. 3. Peningkatan akses pelayanan Pusat informasi dan Konseling KRR (PIK-KRR). 4. Peningkatan kualitas PIK-KRR. 5. Peningkatan kualitas pengelolaan, jaringan dan keterpaduan program KRR.

19 2.3.4 Ruang Lingkup Program KRR Menurut BKKBN (2008b), ruang lingkup program KRR meliputi: 1. Perkembangan seksualitas dan risiko (termasuk pubertas, anatomi dan fisiologi organ reproduksi dan kehamilan tidak diinginkan) dan penundaan usia kawin. 2. Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS. 3. Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya). 4. Masalah-masalah remaja yang terkait dengan dampak dari risiko TRIAD KRR seperti: kenakalan remaja, perkelahian antar remaja dan lain-lain. 2.4 Remaja Remaja atau adolescence (Inggris) berasal dari bahasa latin adoloscere yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis (Widyastuti, 2009). Menurut Hurlock (1990) dalam Episentrum (2010), transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai, bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah, sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak. Masa remaja menurut Kollman (1998) sebagaimana dikutip Wiknjosastro (2006) adalah masa dimana anak sudah meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju dunia orang dewasa. 1

20 43 Sementara Papalia dan Olds (2001) dalam Episentrum (2010) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. WHO menetapkan batasan usia remaja adalah tahun sedangkan di Indonesia sendiri menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menetapkan defenisi anak sebagai seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Batasan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia inilah tercapai kematangan mental, pribadi dan sosial, walaupun kematangan biologis mungkin sudah terjadi lebih awal pada waktu usia belasan tahun. Pada masa remaja, individu akan mengalami situasi pubertas dimana ia akan mengalami perubahan yang mencolok secara fisik maupun emosional/psikologis. Secara psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya yaitu menjadi dewasa. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan biasanya diikuti dengan perkawinan usia belia yang mengantarkan remaja pada risiko kehamilan dan persalinan, sementara kematangan biologis remaja laki-laki dan perempuan di perkotaan dibayangbayangi kemungkinan lebih dininya usia pertama aktif seksual, kehamilan tak diinginkan, aborsi tidak aman, infeksi saluran reproduksi termasuk penyakit menular seksual dan akibat kecacatan yang dialami (Wiknjosastro, 2006) Ciri-ciri Masa Remaja Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Perubahan perubahan

21 yang terjadi menimbulkan ciri-ciri yang khas pada remaja antara lain : (Episentrum, 2010). 1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa badai dan stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah. 2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja. 3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. 1

22 45 Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis dan dengan orang dewasa. 4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanakkanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut Tugas Perkembangan Remaja Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kematangan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja meliputi berbagai aspek antara lain : (Retnowati, 2008) a. Perkembangan fisik. Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahanperubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat,

23 drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta memengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya. Sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun. b. Perkembangan kejiwaan Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah : 1. Perubahan emosi. 1

24 47 - Sensitif atau peka, misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri. - Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang memengaruhinya, suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. - Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang pergi bersama temannya dari pada tinggal di rumah. 2. Perkembangan intelegensia. - Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik. - Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba. Sesuai dengan tumbuh dan berkembangya suatu individu, dari masa anakanak sampai dewasa, individu memiliki tugas masing-masing pada setiap tahap perkembangannya. Adapun tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja menurut Robert Y. Havighurst dalam bukunya Human Development and Education yang dikutip oleh Panuju (1999) ada sepuluh yaitu : 1. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya, baik dengan teman sejenis maupun dengan beda jenis kelamin.

25 2. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masingmasing. 3. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin dengan perasaan puas. 4. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang tua atau orang lain. 5. Mencapai kebebasan ekonomi 6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan, artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut. 7. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga 8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kehidupan bermasyarakat. 9. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. 10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakantindakannya dan sebagai pandangan hidup. Menurut Pratiwi (2005) dalam Widyastuti (2009), tugas yang harus dipenuhi sehubungan dengan perkembangan seksual remaja adalah : 1. Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai peran jenis kelamin yang dapat diterima masyarakat. 1

26 49 2. Mengembangkan sikap yang benar tentang seks 3. Mengenali pola-pola perilaku heteroseksual yang dapat diterima masyarakat. 4. Menetapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih pasangan hidup. 2.5 Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2002a), pengetahuan adalah merupakan hasil TAHU dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan biasanya akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Roger (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002a), sebelum seseorang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni : (1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek); (2) interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus ; (3) Evaluation, menimbang-nimbang terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut baginya ; (4) trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru ; (5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas. Namun pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh

27 pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng dan sebaliknya jika perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama. Menurut Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005a), menyatakan bahwa pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terahadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebabkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang utuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah 1

28 51 atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tahap analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengetahuan Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

29 Menurut Notoatmodjo (2005) ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang yaitu : 1. Pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Penyuluhan merupakan salah satu kegiatan pendidikan non formal yang dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan sasaran penyuluhan. 1

30 53 2. Mass media / informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacammacam media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. 3. Sosial budaya dan ekonomi. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang. 4. Lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan

31 ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 5. Pengalaman. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. 6. Umur. Umur memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. 1

32 Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setujutidak setuju, baik tidak baik dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2005a ). Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya : (a) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek), (b) Menanggapi (responding), diartikan sebagai memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, (c) Menghargai (valuing), diartikan seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dengan cara membahas stimulus tersebut dengan orang lain atau menganjurkan orang lain untuk merespons, (d) Bertanggung jawab (responsible), merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Seseorang yang telah mengambil risiko sikap tertentu berdasarkan keyakinannya dia harus mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain (Notoatmodjo, 2002a). Menurut Allport (1954) yang dikutip dari Notoatmodjo (2002a), sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yakni ; (a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, (b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, dan (c) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2005a), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Hubungan antara sikap terhadap perilaku atau tindakan dapat dilihat pada diagram di bawah ini :

33 STIMULUS (Rangsangan) PROSES STIMULUS REAKSI TERBUKA REAKSI TERTUTUP Sumber : Notoatmodjo, 2005 Gambar 2.1 Hubungan Sikap dan Tindakan Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sikap Menurut Azwar (2005), ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pembentukan sikap pada manusia, antara lain : 1. Pengalaman pribadi. Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan 1

34 57 mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain. 3. Pengaruh kebudayaan. Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. 4. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu. 6. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

35 7. Umur dan Jenis Kelamin BKKBN (2008c) mengidentifikasi adanya perbedaan yang bermakna sikap remaja tentang kesehatan reproduksi ditinjau berdasarkan umur dan jenis kelamin dari hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Pola Asuh orang tua Menurut Koentjaraningrat (1997) dalam Tarmizi (2010), bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian dan pembentukan sikap anak setelah ia menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak sangat awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya Ditinjau dari karakteristik remaja, dalam hal ini siswa di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan yang pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, lingkungan, informasi, dan pengalaman yang hampir sama, maka ada beberapa faktor atau latar belakang pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan yang mungkin berbeda dan memengaruhi pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja yaitu ; umur, jenis kelamin, sosial ekonomi dan pola asuh orang tua. 2.7 Penyuluhan 1

36 59 Ibrahim, et.al (2003 ) sebagaimana dikutip Subejo (2008) menyatakan bahwa penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor atau pelita atau yang memberi terang. Dengan penyuluhan diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu. Keterampilan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari yang tidak mampu menjadi mampu melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat. Sikap dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan dari yang tidak mau menjadi mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan. Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998). Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha, 2002).

Peran dan Tanggung Jawab Perawat dalam Pencapaian Kesehatan Perempuan. Setyowati

Peran dan Tanggung Jawab Perawat dalam Pencapaian Kesehatan Perempuan. Setyowati Peran dan Tanggung Jawab Perawat dalam Pencapaian Kesehatan Perempuan Setyowati Perempuan sebagai anggota keluarga dalam menerima pelayanan kesehatan karena dia harus berperan dalam keluarga Anak tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi 2.1.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DAN HAK-HAK REPRODUKSI BAGI REMAJA INDONESIA

PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DAN HAK-HAK REPRODUKSI BAGI REMAJA INDONESIA PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DAN HAK-HAK REPRODUKSI BAGI REMAJA INDONESIA JAKARTA, 2008 http://ceria.bkkbn.go.id (website) ceria@bkkbn.goi.id (email) KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja adalah suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, ini berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Remaja terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan 1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa dimana anak sudah meninggalkan masa kanakkanaknya menuju dunia orang dewasa. Literatur mengenai remaja biasanya merujuk pada kurun usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja Indonesia banyak yang memiliki prestasi tinggi baik itu dari segi akademis maupun non akademis. Sudah banyak pemuda indonesia yang mengharumkan nama indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Pada tahun 2007 Menteri Kesehatan RI mencanangkan P4K dengan stiker yang merupakan upaya terobosan dalam percepatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

ISU KESEHATAN REPRODUKSI

ISU KESEHATAN REPRODUKSI MAKALAH ISU KESEHATAN REPRODUKSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Maternitas Disusun oleh : EKO BETHAVIA S. NIM : 2011.032 AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN SUBANG Jl. Brigjen Katamso No

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

Konsep & Ruang Lingkup KESEHATAN REPRODUKSI

Konsep & Ruang Lingkup KESEHATAN REPRODUKSI KESEHATAN REPRODUKSI Windhu Purnomo Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR 2006 Konsep & Ruang Lingkup KESEHATAN REPRODUKSI Windhu Purnomo FKM Unair 2006 1 Definisi Kesehatan Reproduksi (Konperensi Kependudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

Dasar Kesehatan Reproduksi PERTEMUAN 2 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Dasar Kesehatan Reproduksi PERTEMUAN 2 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Dasar Kesehatan Reproduksi PERTEMUAN 2 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai dasar kesehatan reproduksi 1. Defenisi 2. Sasaran

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan system dan fungsi, serta proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Remaja dalam beberapa literatur biasanya merujuk pada usia 10-19 tahun. Badan Koordinasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Reproduksi Siswa 1. Defenisi perilaku Menurut Notoatmojo (2003.hal.114) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang diamati secara langsung

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya KESEHATAN REPRODUKSI Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya Definisi Kespro Suatu Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh tidak sematamata bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Pada masa remaja terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan. Terjadinya perubahan ini

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI KELAS X DAN XI TENTANG KEGIATAN PUSAT INFORMASI KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (PIK-KRR) DI MAN 1 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2015 Yusnidar 1*) 1 Dosen Politeknik

Lebih terperinci

2 Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif

2 Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 169) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode

Lebih terperinci

Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja

Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja http://ceria.bkkbn.go.id Direktur Bina Ketahanan Remaja I ndra Wirdhana, SH,M M A. PENDAHULUAN Jumlah Remaja kurang lebih 64 juta jiwa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun. Sementara

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Kesehatan reproduksi (kespro) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

Sgmendung2gmail.com

Sgmendung2gmail.com Sgmendung2gmail.com sgmendung@yahoo.co.id PUSDIKLAT KEPENDUDUKAN DAN KB BKKBN 2011 Menjelaskan Konsep Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) Menjelaskan masalah-masalah dalam memenuhi hak-hak reproduksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan kelompok yang unik dengan kebutuhan yang khas, yaitu kebutuhan untuk mengenal identitas/ jati dirinya. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja (adolescence)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan salah satu penduduk terbesar di dunia. Pada data sensus penduduk tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal tersebut menjadi perhatian khusus internasional mengingat risiko yang timbul akibat pernikahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Remaja adalah fase kehidupan manusia yang spesifik. Pada saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa ini berdampak pada fisik dan jiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses kematangan emosional, psiko-sosial dan seksual yang ditandai dengan mulai berfungsinya organ reproduksi

Lebih terperinci

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, tetapi meliputi aspek mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat

Lebih terperinci

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN 2007) 1. Pendahuluan Isu strategis dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI I. UMUM Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja didefinisikan sebagai kondisi sehat yang menyangkut sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja (Admin, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (1995) masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia 10-19 tahun. Remaja adalah populasi besar dari

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA By : Basyariah Lubis, SST, MKes Pengertian Kesehatan reproduksi remaja adalah kondisi kesehatan pada remaja khususnya menyangkut masalah kesehatan reproduksi manusia yang kesiapannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SELAMA MENSTRUASI PADA SISWI SMP N I KEBONARUM KABUPATEN KLATEN Skripsi ini disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah remaja usia 10-19 tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik saat ini mencapai 62 juta jiwa, yang merupakan 28,5%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan lingkungan sosial dewasa ini ditandai dengan penekanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan lingkungan sosial dewasa ini ditandai dengan penekanan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan lingkungan sosial dewasa ini ditandai dengan penekanan yang terlampau besar pada nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai itu salah satunya adalah materialisme.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Seksual pra nikah 2.1.1. Pengertian Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY Kode/Nama Rumpun Ilmu : 596/ILMU HUKUM ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY J E M B E R PANDANGAN REMAJA TENTANG HUKUM DAN HAK KESEHATAN REPRODUKSI DIKAITKAN DENGAN UPAYA PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kader Penyuluh Anti Narkoba Kader adalah seseorang yang dipandang mempunyai kemauan dan kemampuan yang meningkat dalam hal membentuk suatu proses perubahan. Kader juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi yang ditetapkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development/ICPD)

Lebih terperinci

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Oleh: Diana Septi Purnama, M.Pd dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam perkembangan manusia. Dalam masa remaja terjadi banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2005) Lawrence Green

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci