TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PENGUKURAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PENGUKURAN"

Transkripsi

1 TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PENGUKURAN A. Teknik Pemberian Skor Pemberian Skor (Skoring) adalah proses pengubahan atau jawaban jawaban soal tes menjadi angkaangka yang pasti atau dengan kata lain pemberian skor merupakan tindakan kuantifikasi terhadap jawabanjawaban yang diberikan tester ke dalam suatu tes. Angkaangka hasil penilaian selanjutnya diubah menjadi nilainilai melalui prosesproses tertentu. Cara pemberian skor pada hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan dengan bentuk soalsoal yang dikeluarkan tester. Macammacamnya adalah sebagai berikut : 1. Pemberian skor pada tes uraian Pemberian skor pada tes uraian mendasarkan diri kepada bobot (weight) yang diberikan pada setiap soal, atas dasar tingkat kesukarannya, atau atas dasar banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban. Misalnya pada sejumlah soal yang tingkat kesukarannya dibuat sama dan unsurunsur yang terdapat dalam soal jugadi buat sama maka jawaban paling sempurna diberi skor 10, hampir sempurna 9, dan seterusnya. 2. Pemberian skor pada tes Obyektif Pemberian skor pada tes obyektif ada yang memakai rumus correction for guessing/ sistem denda namun ada juga yang tidak menetapkan denda. Tes obyektif terdiri dari beberapa jenis. Pemberian skor pada setiap jenis tes obyektif berbedabeda. Berikut penjelasan lebih rincinya. a. Tes obyektif bentuk truefalse. Pemberian skor pada tes bentuk ini dapat menggunakan rumus yang memperhitungkan denda dan rumus yang mengabaikan denda. Rumus yang memperhitungkan denda adalah : S : Skor yang dicari (hasil) R : Jawaban betul (right) W : Jawaban salah (wrong) O : Alternatif jawaban 1 : Bilangan konstan 110

2 111 Contoh : R = 15, W = 5, O =2 Sedangkan rumus yang mengabaikan denda adalah S = R, dengan data di atas maka hasilnya adalah S = 15 Artinya skor yang diberikan kepada testee adalah sama dengan jumlah jawaban betulnya. b. Tes obyektif bentuk matching, fill in, dan completion Pada bentuk soalsoal di atas biasanya menggunakan rumus yang tidak memperhitungkan denda. Sehingga rumusnya S = R c. Tes obyektif bentuk multiple choice Pada tes bentuk ini bisa menggunakan rumus yang memperhitungkan denda yaitu Dan rumus tanpa denda yaitu S = R, dimana S : Skor yang dicari (hasil) R : Jawaban betul (right) W : Jawaban salah (wrong) O : Alternatif jawaban 1 : Bilangan konstan Contoh : R = 32, W = 8, O = 5 Maka hasilnya adalah : Jika tidak memperhitungkan denda maka S = R sehingga S = 32

3 112 Tes bentuk multiple choice terdiri dari berbagai model yang masingmasing memiliki derajat kesukaran yang berbeda. Sehubungan dengan itu maka kedua rumus di atas perlu di modifikasi menjadi sebagai berikut : Rumus dengan denda : S ( ) Rumus tanpa denda : S = R x Wt Wt = bobot yang diberikan tester pada setiap soal. Contoh : No urut Model MCI Jumlah item bobot Jwban betul testee 110 Melengkapi 5 pilihan Asosiasi dengan 5 pilihan Melengkapi berganda Anlisis sebab akibat Analisis kasus Total 50 Jika dihitung dengan sistem denda maka skornya adalah No Option(O) R W Wt ( ) ) hasil S ( ) S ( ) S ( ) S ( ) S ( ) 4.00 Total 15.25

4 113 Jika tanpa denda maka hasilnya akan menjadi No Option(O) R W Wt Rumus(S=RxWt) hasil x x x x x4 12 Total 49 B. Konversi Skor 1. Perbedaan antara Skor dan Nilai Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angkaangka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijaawab betul dengan memperhatikan bobot jawaban betulnya. Sedangkan nilai adalah angka (bisa juga huruf ) yang merupakan hasil ubahan skor yang sudah dijadikan satu dengan skorskor lainya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Pada dasarnya nilai melambangkan kemampuan yang telah ditunjukan testee terhadap materi atau bahan yang diujikan. 2. Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai standar. Ada dua hal penting yang harus dipahami terlebih dahulu mengenai pengolahan dan pengubahan skor hasil tes hasil belajar menjadi nilai, yaitu : a. Dalam pengolahan dan pengubahan skor hasil tes hasil belajar ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu :

5 114 1) Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai standar dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan pada kriterium atau patokan. Cara ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation (penilaian ber Acuan patokan). Penilaian ini juga sering disebut dengan penentuan nilai secara mutlak (absolut), karena pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masingmasing individu testee, dengan skor maksimum ideal yang mungkin dapat diperoleh testee apabila dapat menjawab semua soal tes dengan betul. Dengan demikian tinggi atau rendahnya nilai yang diberikan kepada testee mutlak ditentukan oleh skor yang dapat dicapai oleh setiap testee. Dalam penentuan nilai yang mengacu pada kriterium ini sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, penguji harus sudah mempunyai patokan (tanpa menunggu pelaksanaan tes selesai). Rumus yang digunakan dalam penentuan nilai yang mengacu pada kriterium adalah sebagai berikut : Contoh : No Model MCI Jumlah bobot skor urut item 110 melengkapi 5 pilihan Asosiasi dengan 5 pilihan Melengkapi berganda Anlisis hubungan sebab akibat 4150 Analisis kasus Skor maksimal ideal 100 Setelah di konversi hasilnya adalah : siswa Skor mentah Nilai

6 /100X100= /100X100= /100X100= /100X100= /100X100= /100X100= /100X100= /100X100= /100X100= /100X100= 58 Dari tabel di atas tampak sekali bahwa nilai seorang siswa mutlak ditentukan oleh dirinya sendiri secara individual tanpa mempertimbangkan skorskor yang dicapai oleh siswa lainnya. Jelas sekali bahwa siswa yang mendapatkan nilai bagus hanya beberapa orang. Jika nilai tersebut diterapkan dalam ujian nasional maka akan banyak siswa yang tidak lulus. Penentuan hasil tes seperti ini sangat cocok untuk digunakan atau diterapkan pada testes formatif, di mana tester ingin mengetahui sampai sejauh mana peserta didik telah terbentuk setelah mengikuti progam pengajaran dalam jangka waktu tertentu. Maka guru atau dosen dapat melakukan upayaupaya yang dipandang perlu agar tujuan pengjaran dapat berjalan lebih optimal. Namun penilaian yang berdasarkan acuan kriterium ini sekiranya kurang cocok untuk digunakan dalam penentuan nilai hasil tes sumatif seperti ulangan umum dalam rangka mengisi rapot, atau ujian akhir. Sebab criterion referenced evaluasion ini dalam penerapanya tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok (ratarata kelas). Sehingga dikatakan tidak manusiawi. Apabila soalsoal yang diberikan kepada testee terlalu sukar maka sepintarpintarnya testee nilai yang didapatkanya pasti rendah. Dan sebaliknya apabila soalsoal yang diberikan terlalu mudah. Karena ini gambaran tentang tingkat kemampuan testee terhadap materi tidak dapat diperoleh sesuai dengan kenyataan. Oleh karena ini bila ingin menggunakan penilaian beracuan kriterium, hendaknya tes hasil belajar tersebut sudah bersifat standar, dalam arti sudah tes hasil belajar tersebut sudah mengalami uji coba berulang kali.

7 116 2) Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai standar dengan mengacu pada norma atau kelompok. Penilaian beracuan pada kelompok ini mendasarkan pada asumsi berikut : a) Bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen (berbeda jenis kelamin, berbeda latarbelakang, berbeda I.Q, berbeda lingkungannya,dsb.) akan selalu didapati kelompok baik, kelompok sedang, dan kelompok kurang. b) Bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi relatif dari para peserta tes dalam hal yang sedang dievaluisi itu, yaitu apakah seorang peserta tes posisi relatifnya berada di atas, di tengah ataukah di bawah. Dalam penentuan hasil tes, skor mentah yang diperoleh testee dibandingkan dengan skor mentah yang dicapai oleh peserta tes yang lain, atau skor siswa dibandingkan dengan ratarata kelas. Sehingga kualitas yang dimiliki oleh seorang peserta akan sangat tergantung pada kualitas kelompoknya. Dengan ini akan dapat terjadi testee yang pada kelompok 1 tergolong hebat kualitasnya, jika dimasukan ke kelompok 2 ternyata kualitasnya hanya termasuk dalam kelompok sedang. Jadi kedudukan testee dimaksud di atas adalah bersifat relatif. Penentuan nilai dengan menggunakan standar relatif ini cocok untuk diterapkan pada testes sumatif seperti ulangan harian, ujian akhir semester, EBTANAS atau yang sederajat dengan itu. Karena dipandang lebih adil, wajar dan manusiawi. Bila menggunakan penentuan nilai dengan menggunakan standar relatif maka prestasi kelompok itu di hitung dengan menggunakan metode statistik, dimana prestasi kelompok identik dengan ratarata hitung, rumusnya adalah : : atau : atau { } Dalam penilaian beracuan kolompok ini juga dipertimbangkan variasi atau variabilitas dari nilainilai hasil tes yang dicapai oleh testee secara keseluruhan. Variasi

8 117 itu perlu diperhitungkan dengan tujuan untuk mengetahui tingkan homogenitas dan tingkat heterogenitas dari nilainilai hasil tes tersebut. Untuk mengetahui tingkat homogenitas dan tingkat heterogenitas data itu dapat ditunjukan oleh salah satu ukuran varibilitas data yang dipandang memiliki kadar ketelitian yang tinggi, yaitu deviasi standar. Yang dapat diperoleh dengan rumus ; atau atau { } atau { } Setelah diperoleh besarnya ratarata hitung dan besarnya deviasi standar, dari skorskor hasil tes bersangkutan, selanjutnya skorskor mentah hasil tes tersebut dikonversi atau diubah menjadi nilai standar. b. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat menggunakan berbagai macam skala,diantaranya : 1) Skala lima (stanfive) Nilai standar berslaka lima atau yang sering dikenal dengan istilah huruf A, B, C, D dan E. Pengubahan skor mentah menjadi nilai berskala 5 atau huruf, menggunakan patokan sebagai berikut : E Jika dilukiskan dalam bentuk kurva simetrik adalah sebagai berikut :

9 118 C D B E A M1,55D M0,55D M M+0,55D M+1,55D Langkahlangkah yang ditempuh untuk mengubah skor mentah menjadi nilai berskala lima. a) menyajikan skorskor mentah hasil ujian kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi. b) mencari nilai ratarata hitung yang melambangkan prestasi kelompok, dan mencari deviasi standar yang menyajikan variasi dari skorskor mentah hasil ujian. c) mengubah skor mentah menjadi nilai berskala lima, dengan menggaunakan patokan diatas. d) mengkonversi skorskor mentah yang dimiliki masingmasing individu testee menjadi nilai berstandar lima. Contoh : hasil tes ujian tengah semester 80 siswa. skor f X x fx fx (M ) Total 80=N 17 ( 343(

10 119 Dari data di atas selanjutnya di hitung dengan langkahlangkah yang telah disebutkan sebelumnya : M x = M + i { } = { }= = SD x = i { } = 5 { } = 5 = 5 = 5 X = = Selanjutnya mengubah skor mentah menjadi standar skala lima ( ( ( ( ( ( ( ( Selanjutnya adalah membuat tabel konversi. Skor Mentah Nilai Huruf 59 ke atas A B C D 27 ke bawah E Dari tabel di atas diketahui bahwa siswa yang mendapatkan nilai 59 ke atas berhak mendapatkan nilai A, jadi dengan cara seperti itu siswa yang mendapat nilai jelek sekalipun nilainya bisa terangkat jika ratarata kelasnya memang tergolong rendah. 2) Skala sembilan (stannine)

11 120 Nilai standar berskala sembilan dimana rentang nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9 (tidak ada nilai 0 dan nilai 10). Pengubahan skor mentah menjadi nilai berstandar sembilan menggunakan patokan sebagai berikut : Dalam bentuk kurva simetrik adalah : 3) Skala Sebelas (standard eleven / stanel/ eleven points standard) Nilai standar berskala sebelas adalah rentangan nilai standar mulai dari 0 sampai 10. Jadi akan ada 11 butir nilai standar, yaitu nilai 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,dan 10. Nilai standar berskala 11 ini biasanya digunakan pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah. Patokan yang dipakai pada pengubahan skor menjadi stanel adalah

12 121 Langkahlangkah yang perlu ditempuh dalam pengubahan skor menjadi stanel adalah sebagai berikut : a. Mencari (menghitung) nilai ratarata hitung yang mencerminkan prestasi kelompok dan mencari deviasi standar yang mencerminkan variasi dari skorskor mentah yang dicapai siswa. b. Mengkonversi skor mentah menjadi nilai standar berskala sebelas. c. Membuat tabel konversi d. Melakukan konversi skor mentah menjadi nilai standar berskala sebelas. Contoh praktisnya sama dengan pengkonversian dengan skala lima. Perbedaannya hanya terletak pada saat mengkonversi skor mentah patokannya menggunakan patokan di atas sehingga nilai akhir yang di dapatkan berupa angka. 4) Nilai standar z (z score) Nilai standar z umumnya dipergunakan untuk mengubah skorskor mentah yang diperoleh dari berbagai jenis pengukuran yang berbedabeda. Misalkan pada tes penerimaan mahasiswa baru testee dihadapkan pada lima jenis tes, yaitu tes bahasa Inggris (X 1 ), tes IQ (X 2 ), tes kepribadian (X 3 ), tes sikap (X 4 ),dan tes kesehatan jasmani (X 5 ). Skor mentah yang diperoleh dari 5 jenis tes cara pengukuran dan penilaian yang berbeda itu adalah sangat bervariasi.untuk menentukan 10 orang testee yang dipandang lebih unggul diperlukan adanya skor atau nilai yang bersifat baku di mana dengan nilai standar itu dapat mengetahui kedudukan relatif dari 10 orang testee. Rumusnya adalah

13 122 dimana z = z score x = deviasi skor x yaitu selisih antara skor X dengan M x SD x = deviasi standar dariskorskor X Langkahlangkah yang harus ditempuh untuk mengkonversi skor mentah menjadi nilai standar z diantaranya : a. Menjumlahkan skorskor variabel X 1, X 2, X 3, X 4, dan X 5 b. Mencari skor ratarata hitung (mean) dari variabel X 1 sampai X 5 dengan rumus : ; ; dst. c. Mencari deviasi X 1, X 2, X 3, X 4, X 5 dengan rumus : x 1 = X 1 M x1 ; dst. d. Mengudratkan deviasi x 1, x 2, x 3, x 4, x 5 kemudian dijumlahkan. e. Mencari deviasi standar untuk kelima variabel tersebut dengan rumus: dst. f. Mencari z score, dengan rumus dst. kemudian dijumlahkan dari atas ke bawah sehingga diperoleh g. Z score yang dimiliki oleh masingmasing testee dijumlahkan dari kiri ke kanan, dan dari sini akan terlihat testee yang mendapatkan total z score positif dan z score negatif. Contoh : testee Skor Mentah (X) Deviasi (x) X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 x 1 x 2 x 3 x 4 x 5 A B C D

14 123 E F G H I J N= Se M x lanjutnya testee Kuadrat deviasi (x 2 ) Z score 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 2 x 1 Z 1 Z 1 Z 1 Z 1 Z 1 A B C D E F G H I J SD Dari tabel di atas yang urutan nilainya dimulai dari yang bernilai positif tertinggi kemudian dibawahnya dst. Jika dalam tes tersebut hanya ingin meluluskan satu orang saja maka yang di ambil adalah yang memiliki nilai positif tertinggi. 5) Nilai standar T (T score)

15 124 T score adalah angka skala yang menggunakan mean sebesar 50 dan deviasi standar sebesar 10. T score diperoleh dengan rumus : T score dicari dengan maksud untuk meniadakan tanda minus yang terdapat di depan nilai standar z, sehingga akan lebih mudah dipahami C. Pengukuran Acuan Terpadu (PAT) Dalam kurikulum, pembelajaran dan evaluasi pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi sudah menjadi kewajaran jika sistem penilaian dan evaluasinya menggunakan Pengukuran Acuan Terpadu (PAT). Namun demikian, pada ilmuilmu terapan akan kurang mengenai sasaran jika sistem penilaian tersebut hanya mengukur pada ranah kognitif atau psikomotor saja tanpa memperhatikan tanggung jawab, disiplin dan sikap terhadap pekerjaan yang merupakan ranah afektif. Contoh, ketika seseorang yang bekerja sebagai teknisi di suatu proyek teknik sipil yang memerlukan tanggung jawab dan disiplin dalam menempatkan alatalat serta sistematis dalam bekerja yang cermat, orang tersebut akan mengalami kendala ketika tidak dibelajarkan tentang tanggung jawab tentang alatalat yang seharusnya disusun kembali setelah bekerja. Begitu pula ketika seeorang yang bekerja sebagai perawat kesehatan, walaupun skill dan kognitifnya baik, tanpa dibarengi dengan pola komunikasi yang jelas, tegas serta santun, maka perawat tersebut akan mengalami kendala komunikasi seperti yang banyak terjadi dewasa ini di Indonesia. Menurut Klotz dan Winther (2012) Untuk memenuhi harapan dalam meningkatkan kompetensi diperlukan setidaknya, dua kondisi utama yang harus dipenuhi. Pertama, kita membutuhkan model (struktur) kompetensi secara empiris dikonfirmasi kebenarannya yang mencakup operasionalisasi konseptual kompetensi tetapi juga mengungkapkan struktur teoritis baik mendalilkan bahwa menangkap struktur empiris mereka. Dalam konteks ini, pendidikan wajib mungkin mengacu pada kurikulum umum dari kompetensi dasar. Kedua, yang lain kondisi yang diperlukan berkaitan dengan keandalan hasil tes, yaitu, kepastian yang kita dapat mengklasifikasikan siswa sesuai dengan instrumen tes yang dipilih. Mengabaikan

16 125 kondisi ini menimbulkan risiko serius, karena orang dapat dengan mudah kesalahan klasifikasi berdasarkan hasil tes mereka, dan kesalahan klasifikasi tersebut dapat memiliki konsekuensi berat bagi kemajuan profesional masa depan mereka. Keterpaduan pengukuran acuan dalam ruang lingkup evaluasi pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor ini sudah semakin mendesak untuk dilakukan. Oleh karena itu, penting kiranya menformulasikan hal tersebut menjadi sebuah sistem yang terpadu melalui pembobotan yang adil dari masingmasing ranah. Dasar empiris lapangan hendaknya menjadi pertimbangan yang semestinya dapat dijadikan patokan serta acuan dalam merumuskan formulasi yang tepat. Keadaan lapangan tidak selalu sama dengan kondisi laboratorium atau tempat praktikum di kelas, oleh karena itu, diperlukan konfirmasi yang jelas antara keterampilan (skill) dengan pengetahuan serta sikap yang semestinya dilakukan dalam keadaan umum. Selain menformulasikan berdasarkan kebutuhan empirik di lapangan, kompetensi dasar juga memiliki peranan dalam penyusunan formulasi ini. Oleh sebab itu, kurikulum selayaknya menjadi patokan atau acuan berikutnya di dalam mempertimbangkan pengukurannya. Tes yang dibuat pengajar selayaknya memperhatikan aspek kognitif afektif dan psikomotor secara berkesinambungan dengan memperhatikan keterpaduan masing masing aspek. 1. Formulasi a. Teknologi dan Rekayasa (K: 30% A: 30% Ps: 40%) Kompetensi pada bidang teknologi dan rekayasa secara empiris dikonfirmasi kebenarannya yang mencakup operasionalisasi dengan mengungkapkan struktur teoritis kepada struktur empiris lapangan. Dalam konteks ini, pendidikan wajib mengacu pada keterampilan (psikomotorik) lapangan berdasarkan daya kreatifitas (C6) dari kompetensi dasar dibandingkan dengan teoritik yang bersifat kognitif (C1 C5). Selain itu, kedisplinan dalam waktu, langkah langkah pengerjaan serta kesantunan penggunaan alat menjadi penting dikarenakan ada hal yang terkait erat dengan pekerjaan selanjutnya. Namun demikian, ranah yang bersifat afektif tersebut sangat bertalian dengan kebiasaan dan keterampilan dari

17 126 siswa itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas wajar kiranya jika kongitif mempunyai porsi 30%, afektif 30% dan psikomotorik 40% dalam pengukuran keseluruhan dalam bidang kejuruan teknologi dan rekayasa yang meliputi keteknikan (mesin, sipil, elekro dan teknologi komunikasi) serta kejuruan (tata rias, boga serta busana). b. Ilmu ilmu Kesehatan (K: 30% A: 30% Ps: 40%) Kompetensi pada bidang kesehatan secara empiris dikonfirmasi kebenarannya yang mencakup operasionalisasi dengan mengungkapkan struktur teoritis kepada struktur empiris lapangan. Dalam konteks ini, pendidikan wajib mengacu pada keterampilan (psikomotorik) lapangan berdasarkan daya analisis, evaluasi dan kreatifitas (C4 C6) dari kompetensi dasar dibandingkan dengan teoritik yang bersifat kognitif (C1 C3). Selain itu, kedisplinan dalam waktu, langkah langkah pengerjaan serta kesantunan penggunaan alat menjadi penting dikarenakan ada hal yang terkait erat dengan pekerjaan selanjutnya. Namun demikian, ranah yang bersifat afektif tersebut sangat bertalian dengan kebiasaan dan keterampilan dari siswa itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas wajar kiranya jika kongitif mempunyai porsi 30%, afektif 30% dan psikomotorik 40% dalam pengukuran keseluruhan dalam bidang kejuruan dalam ilmu ilmu kesehatan ini yang mencakup keperawatan, analis kimia serta kefarmasian. c. Bisnis dan Manajemen (K: 30% A: 40% Ps: 30%) Kompetensi pada bidang bisnis dan manajemen secara empiris dikonfirmasi kebenarannya yang mencakup operasionalisasi dengan mengungkapkan struktur teoritis kepada struktur empiris lapangan yang bersifat perilaku serta pelayanan prima. Dalam konteks ini, pendidikan wajib mengacu pada sikap dan perilaku sebagai penyedia jasa di dalam ruang lingkup kegiatan bisnis dan ekonomi (afektif) di lapangan berdasarkan daya analisis, evaluasi dan kreatifitas (C4 C6) dalam memahami kebutuhan pelanggan. Berdasarkan kompetensi dasar dibandingkan dengan teoritik yang bersifat kognitif (C1 C3). Selain itu, keterampilan dari siswa itu sendiri memiliki porsi yang kurang lebih sama pentingnya dengan kognitif yang dibutuhkan, hal tersebut didasarkan kepada

18 127 kondisi lapangan pekerjaan yang lebih menuntut kepada sikap dan perilaku ketimbang keterampilan dalam melaksanakan tugas. Berdasarkan hal tersebut di atas wajar kiranya jika kongitif mempunyai porsi 30%, afektif 40% dan psikomotorik 30% dalam pengukuran keseluruhan dalam bidang kejuruan bisnis dan manajemen yang meliputi administrasi perkantoran, bisnis serta pemasaran. d. Kepariwisataan (K: 40% A: 40% Ps: 20%) Kompetensi pada bidang kepariwisataan secara empiris dikonfirmasi kebenarannya yang mencakup operasionalisasi dengan mengungkapkan struktur teoritis kepada struktur empiris lapangan yang bersifat sikap perilaku dalam memberikan pelayanan prima bagi setiap pengguna jasa pariwisata. Dalam konteks ini, pendidikan wajib mengacu pada pengetahuan (kognitif) yang kuat sehingga dapat memberikan informasi yang akurat di lapangan yang kemudian disampaikan dengan kesantunan dari pola sikap dan tingkah laku dari kompetensi dasar yang dikuasainya. Selain itu, dalam hal keterampilan tidaklah mempunyai porsi yang banyak. Hal tersebut didasarkan pada orientasi pariwisata yang cenderung kepada pelayanan serta kepuasan pengguna jasa bukan pada produk material kongkrit. Berdasarkan hal tersebut di atas wajar kiranya jika kongitif mempunyai porsi 40%, afektif 40% dan psikomotorik 20% dalam pengukuran keseluruhan dalam bidang kepariwisataan yang meliputi perhotelan, jasa travel dan pemandu wisata 2. Penerapan dalam pembelajaran Dalam implementasi di lapangan, perlu dipahami bahwasanya keseluruhan instrumen hendaknya dibuat sebaik mungkin dan menyeluruh guna mengakomodir kebutuhan kompetensi yang selayaknya dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu masing masing instrumen yang mengukur kognitif, afektif maupun psikomotor hendaknya dipisah sesuai kebutuhan dan dibuat sefektif mungkin sehingga tidak memerlukan waktu yang panjang dalam penerapannya. Misalnya dalam mengukur ranah kognitif dapat dibuat tes, untuk mengukur afektif dibuat lembar observasi atau skala, untuk mengukur psikomotor dibuat tes yang dapat mengukur kinerja seperti Lembar Kerja atau Job Sheet.

19 128 Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan di atas, formulasi tersebut pada dasarnya tidaklah mutlak demikian. Lebih dari itu, hendaknya pendidikan dalam menentukan formulasi memperhatikan aspek aspek lapangan yang lebih dinamis. Namun demikian secara garis besar keterpaduan antara ketiga ranah tersebut, pada kenyataanya mutlak diperlukan oleh seorang lulusan yang memiliki keahlian dalam ilmu terapan

PENILAIAN ACUAN PATOKAN dan PENILAIAN ACUAN NORMATIF

PENILAIAN ACUAN PATOKAN dan PENILAIAN ACUAN NORMATIF PENILAIAN ACUAN PATOKAN dan PENILAIAN ACUAN NORMATIF PENGOLAHAN DAN KONVERSI SKOR MENTAH MENJADI SKOR STANDAR (NILAI) 1. PENGOLAHAN DAN KONVERSI SKOR MENTAH MENJADI NILAI DILAKUKAN DENGAN MENGACU PADA

Lebih terperinci

Pengukuran Acuan Terpadu (PAT) dalam Mengukur Kompetensi pada Ilmu-ilmu Terapan (Kejuruan)

Pengukuran Acuan Terpadu (PAT) dalam Mengukur Kompetensi pada Ilmu-ilmu Terapan (Kejuruan) Pengukuran Acuan Terpadu (PAT) dalam Mengukur Kompetensi pada Ilmu-ilmu Terapan (Kejuruan) Riyan Arthur a, Ahmad Marzuq b a Faculty of Technic, State University of Jakarta b Graduate Program, State University

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI BAHAN AJAR (MINGGU KE 12) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA BIDANG STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI 2 1. Pengertian Bobot, Skor dan Nilai Bobot = bilangan yang dikenakan terhadap

Lebih terperinci

PENDEKATAN PENILAIAN Grading Nilai

PENDEKATAN PENILAIAN Grading Nilai PENDEKATAN PENILAIAN Grading Nilai CORRECTION FOR GUESSING Jawaban salah Skor = Jawaban benar - ----------------------- ( n 1 ) n = jumlah alternatif pilihan yang disediakan PENILAIAN dan PENDEKATAN PENILAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah, guru adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas hasilnya. Dengan demikian, guru patut dibekali dengan evaluasi sebagai

Lebih terperinci

MATERI KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN

MATERI KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN MATERI KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN A. Pendekatan Penilaian Hasil Belajar Sebelum melakukan proses evaluasi terlebih dahulu kita harus melakukan pengukuran dengan alat yang disebut tes. Hasil pengukuran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Kompetensi Guru Mata Pelajaran Qur an Hadits dalam Perencanaan. Evaluasi Hasil Belajar Siswa di MTs Negeri Ngantru

BAB V PEMBAHASAN. A. Kompetensi Guru Mata Pelajaran Qur an Hadits dalam Perencanaan. Evaluasi Hasil Belajar Siswa di MTs Negeri Ngantru BAB V PEMBAHASAN A. Kompetensi Guru Mata Pelajaran Qur an Hadits dalam Perencanaan Evaluasi Hasil Belajar Siswa di MTs Negeri Ngantru Dalam perencanaan evaluasi hasil belajar seorang guru harus menyesesuaikan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 4: Menelaah Tes Hasil Belajar

Kegiatan Belajar 4: Menelaah Tes Hasil Belajar Kegiatan Belajar 4: Menelaah Tes Hasil Belajar Uraian Materi 1. Menelaah Kualitas Soal Tes Bentuk Objektif Sebagaimana telah anda pelajari sebelumnya, bahwa analisis kualitas perangkat soal tes hasil belajar

Lebih terperinci

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil 46 2. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Menurut Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson ( 2014, h. 164) kerjasama adalah pengelompokan yang terjadi di antara makhlukmakhluk hidup yang kita kenal. Kerja sama

Lebih terperinci

Unit 6 TEKNIK PEMBERIAN SKOR DAN NILAI HASIL TES. Ainur Rofieq. Pendahuluan

Unit 6 TEKNIK PEMBERIAN SKOR DAN NILAI HASIL TES. Ainur Rofieq. Pendahuluan Unit 6 TEKNIK PEMBERIAN SKOR DAN NILAI HASIL TES Ainur Rofieq Pendahuluan P ada unit ini Anda akan mempelajari teknik pemberian skor (penskoran) dan prosedur mengubah skor ke dalam nilai standar pada metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang diberikan

Lebih terperinci

Inisiasi IV ASESMEN PEMBELJARAN SD

Inisiasi IV ASESMEN PEMBELJARAN SD Inisiasi IV ASESMEN PEMBELJARAN SD Saudara-saudara mahasiswa PGSD S-1 PJJ, selamat bertemu kembali dalam kegiatan tutorial bersama saya Yuni Pantiwati sebagai tutor mata kuliah Asesmen Pembelajaran SD.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab III metode penelitian akan dipaparkan mengenai jenis dan pendekatan, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel dan indikator penelitian, teknik

Lebih terperinci

TEKNIK PENENTUAN NILAI AKHIR, PENYUSUNAN RANKING DAN PEMBUATAN PROFIL PRESTASI BELAJAR

TEKNIK PENENTUAN NILAI AKHIR, PENYUSUNAN RANKING DAN PEMBUATAN PROFIL PRESTASI BELAJAR TEKNIK PENENTUAN NILAI AKHIR, PENYUSUNAN RANKING DAN PEMBUATAN PROFIL PRESTASI BELAJAR A. TEKNIK PENENTUAN NILAI AKHIR 1. Pengertian Nilai Akhir Nilai akhir sering dikenal juga dengan istilah nilai final.

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN

BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Dalam kegiatan pembelajaran segala sesuatu hal selayaknya dilakukan dengan tahapan yang jelas dan terarah. Oleh karena itu, penting

Lebih terperinci

Asesmen Pembelajaran

Asesmen Pembelajaran Asesmen Pembelajaran [Menggunakan PAN dan PAP dalam Pemberian Nilai] Disusun oleh: TIM AHLI 2 1. Tina Dwi Lestari (06131181419013) 2. Venny Astriani (06131181419016) 3. M. Imam Santoso (06131181419021)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 METODE PENELITIAN Metode penelitian pendidikan yaitu cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan suatu pengetahuan

Lebih terperinci

PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

PRINSIP DAN ALAT EVALUASI PRINSIP DAN ALAT EVALUASI 1. Prinsip Evaluasi Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, antara lain: (a) Tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

PENILAIAN ACUAN NORMA

PENILAIAN ACUAN NORMA PENILAIAN ACUAN NORMA Dalam penilaian acuan norma, makna angka (skor) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok/kelas.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen 47 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen yang dilakukan terhadap dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan penerapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian 1.1.1 Lokasi Penelitian Objek penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Cimahi, Jalan Mahar Martanegara (Leuwigajah)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bab V ini akan disajikan beberapa kesimpulan hasil penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bab V ini akan disajikan beberapa kesimpulan hasil penelitian BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab V ini akan disajikan beberapa kesimpulan hasil penelitian berdasarkan masalah-masalah penelitian. Di samping itu, dikemukakan juga rekomendasi yang ditujukan

Lebih terperinci

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi.

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 1 Nomor 2, Mei 2005 SISTEM PENILAIAN PEMBELAJARAN EKONOMI BERBASIS KOMPETENSI Oleh: Barkah Lestari (Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada setiap akhir semester 2, sekolah selalu menyelenggarakan ujian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada setiap akhir semester 2, sekolah selalu menyelenggarakan ujian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada setiap akhir semester 2, sekolah selalu menyelenggarakan ujian nasional. Ujian Nasional (UN) bagi satuan pendidikan SMP/MTs, dan SMA/MA yang telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Kemala Bhayangkari Bandung yang terletak di jalan Palasari No. 46 Bandung, Jawa Barat. Sekolah yang berdiri di bawah naungan

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN HASIL BELAJAR

PENILAIAN DAN HASIL BELAJAR PENILAIAN DAN HASIL BELAJAR Oleh Amin Otoni Harefa Abstrak: Evaluation that is including measurement, and assessment. Evaluation is process or activity to assess something. To be able to determine value

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Tujuan belajar adalah untuk mengadakan perubahan didalam diri seperti mengubah kebiasaan dari yang buruk menjadi baik, mengubah sikap dari yang negatif menjadi

Lebih terperinci

ALAT-ALAT PENILAIAN PENDIDIKAN

ALAT-ALAT PENILAIAN PENDIDIKAN Pertemuan ke 5 ALAT-ALAT PENILAIAN PENDIDIKAN ALAT PENILAIAN TEKNIK NON TES TEKNIK TES Rating Scale Questionnaire Check list Interview Observation Curiculum vitae Tes diagnostik Tes formatif Tes sumatif

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI & OBJEKTIVITAS DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGI

KUANTIFIKASI & OBJEKTIVITAS DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KUANTIFIKASI & OBJEKTIVITAS DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGI Ursa Majorsy 1. T E S P S I K O L O G I Istilah tes atau psikotes digunakan bidang psikologi kurang tepat dalam TES = berasal dari kata Testum (mangkuk

Lebih terperinci

PENILAIAN ACUAN KRITERIA (PAK)

PENILAIAN ACUAN KRITERIA (PAK) PENILAIAN ACUAN KRITERIA (PAK) Tujuan penggunaan tes acuan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ

BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ BAHAN AJAR Kompetensi Dasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) TOPIK-4: Evaluasi HAsil Belajar dalam PJJ SEAMEO SEAMOLEC Jakarta - INDONESIA 2012 Pendahuluan Dalam topik ini akan diuraikan evaluasi hasil belajar

Lebih terperinci

BAB 14 MENSKOR DAN MENILAI

BAB 14 MENSKOR DAN MENILAI BAB 14 MENSKOR DAN MENILAI Bagian terpenting dalam pengukuran dengan tes adalah penyusunan teks. Apabila semua tes disusun sebaik-baiknya maka sebagian besar dari tujuan penyusunan tes tercapai, selain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

Pengertian dan Hubungan Antara Tes, Pengukuran, dan Evaluasi

Pengertian dan Hubungan Antara Tes, Pengukuran, dan Evaluasi Pengertian dan Hubungan Antara Tes, Pengukuran, dan Evaluasi Tes, Pengukuran, dan Evaluasi merupakan tiga istilah yang berbeda namun saling berhubungan. Banyak orang tidak mengetahui secara jelas perbedaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Waktu, Populasi, Sampel Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Cimahi, yang beralamat di Jl. Kamarung No. 69 Km 1,5 Cimahi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Populasi/ Sampel Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Penelitian dilakukan di SMK Negeri

Lebih terperinci

BAB 6 KATEGORISASI BERDASARKAN INTERVAL NILAI

BAB 6 KATEGORISASI BERDASARKAN INTERVAL NILAI BAB 6 KATEGORISASI BERDASARKAN INTERVAL NILAI KATEGORISASI BERDASARKAN INTERVAL NILAI Pengantar Untuk membuat kategorisasi atau pengelompokan data di samping dapat menggunakan kuartil (K), desil (D), persentil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan analisis siswa kelas XI IIS SMA Negeri 6 Bandung pada mata pelajaran ekonomi. Penelitian ini menganalisa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian dilakukan di Program Keahlian Teknik Audio Video Negeri 4 Bandung yang beralamat di Jl. Kliningan No.6 Buah

Lebih terperinci

BAB 11 TES TERRULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR

BAB 11 TES TERRULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR BAB 11 TES TERRULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR 1. Bentuk-Bentuk Tes a. Tes Subjektif Pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen semu. (McMillan & Shumacher, 001). Tahap studi pendahuluan dimulai dengan melakukan

Lebih terperinci

KUIS PERSIAPAN MENGHADAPI UPM

KUIS PERSIAPAN MENGHADAPI UPM KUIS PERSIAPAN MENGHADAPI UPM Evaluasi Proses Hasil Belajar Biologi Perhatian : Anda hanya menjawab di lembar jawaban yang Anda buat dengan pilihan a, b, c atau d saja, tidak usah di tulis/di ketik lagi

Lebih terperinci

PERKULIAHAN 4: EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA ALAT EVALUASI (LANJUTAN)

PERKULIAHAN 4: EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA ALAT EVALUASI (LANJUTAN) PERKULIAHAN 4: EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA ALAT EVALUASI (LANJUTAN) 3. Pembuatan Alat Evaluasi Ditinjau dari pembuatnya, alat evaluasi dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu alat evaluasi buatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas suatu perlakuan tertentu sebagai variabel bebas, terhadap hal yang lain sebagai variabel terikat. Variabel

Lebih terperinci

TUJUAN ASESMEN ALTERNATIF

TUJUAN ASESMEN ALTERNATIF 1 TUJUAN ASESMEN ALTERNATIF Merupakan upaya memperbaiki dan melengkapi tes baku sehingga penilaian hasil belajar tidak hanya berhubungan dengan hasil akhir tetapi merupakan bagian penting dlm proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga komponen utama, yaitu:

Lebih terperinci

2014 KOMPARASI METODA NEDELSKY DAN ANGOFF DALAM PENETAPAN STANDARD SETTING KELULUSAN UJIAN NASIONAL MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SMA

2014 KOMPARASI METODA NEDELSKY DAN ANGOFF DALAM PENETAPAN STANDARD SETTING KELULUSAN UJIAN NASIONAL MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam praktik pendidikan, guru senantiasa dihadapkan pada keputusankeputusan dalam memberikan label pada setiap karakteristik atribut siswa. Pemberian atribut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah di dalam judul skripsi. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan uraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, diperlukan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, diperlukan metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, diperlukan metode penelitian yang baik dan dapat dipercaya. Cara mengolah data - data tersebut menjadi kesimpulan

Lebih terperinci

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN Tes adalah suatu pernyataan, tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan dan psikologi. Setiap butir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Penelitian Tes Al-Qur an Hadits kelas VIII yang disusun oleh MGMP LP Ma arif Kabupaten Kendal terdiri atas 45 butir dan menggunakan 2 jenis soal, yaitu berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasa sulit bagi kebanyakan peserta didik. Prestasi belajar untuk memahami pelajaran fisika dalam suatu sekolah

Lebih terperinci

Evaluasi Pembelajaran Bahasa Jerman

Evaluasi Pembelajaran Bahasa Jerman Evaluasi Pembelajaran Bahasa Jerman JR501 Drs. Setiawan, M.Pd. Pepen Permana, S.Pd Pertemuan 2 Deutschabteilung UPI - 2007 Hubungan antara Pembelajaran & Evaluasi to teach without testing is unthinkable

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung di dalam judul skripsi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung di dalam judul skripsi. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung di dalam

Lebih terperinci

TEKNIK PENILAIAN NON TES

TEKNIK PENILAIAN NON TES TEKNIK PENILAIAN NON TES Penilaian Unjuk Kerja Dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Cocok untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm. 33-40 PEMANFAATAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Hasil belajar dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

WILUJEUNG SUMPING. EVALUASI PEMBELAJARAN By Zainal Arifin

WILUJEUNG SUMPING. EVALUASI PEMBELAJARAN By Zainal Arifin WILUJEUNG SUMPING EVALUASI PEMBELAJARAN By Zainal Arifin KURIKULUM SEBAGAI SUATU SISTEM : TUJUAN EVALUASI ISI/MATERI PROSES PEMBELAJARAN SEBAGAI SUATU SISTEM EVALUASI TUJUAN MATERI SUMBER BELAJAR KOMPONEN-

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap penyusun tes hendaknya dapat mengikuti

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap penyusun tes hendaknya dapat mengikuti LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN TES Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap penyusun tes hendaknya dapat mengikuti langkah-langkah penyusunan tes. Sax (1980), mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era globalisasi dewasa ini seluruh bangsa-bangsa di dunia telah berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era globalisasi dewasa ini seluruh bangsa-bangsa di dunia telah berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Era globalisasi dewasa ini seluruh bangsa-bangsa di dunia telah berlomba-lomba membangun bangsanya menjadi yang lebih baik. Tak terkecuali bangsa kita, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemampuan belajar yang dimiliki manusia membuat manusia dapat selalu berkembang dalam hidupnya untuk mencapai kedewasaan. Belajar merupakan serangkaian kegiatan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL EVALUASI BELAJAR TIPE PILIHAN GANDA BIASA DAN TIPE PILIHAN GANDA ASOSIASI

PERBANDINGAN HASIL EVALUASI BELAJAR TIPE PILIHAN GANDA BIASA DAN TIPE PILIHAN GANDA ASOSIASI PERBANDINGAN HASIL EVALUASI BELAJAR TIPE PILIHAN GANDA BIASA DAN TIPE PILIHAN GANDA ASOSIASI PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 02 TUNGGULREJO TAHUN AJARAN 2013 / 2014 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan komponen penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, didefinisikan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DALAM PENILAIAN HASIL BELAJAR

PENDEKATAN DALAM PENILAIAN HASIL BELAJAR PENDEKATAN DALAM PENILAIAN HASIL BELAJAR Di atas telah dikemukakan bahwa hasil pengukuran dapat diperbandingkan terhadap berbagai jenis patokan (pembanding). Untuk jelasnya, usaha pembandingan itu, yaitu

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN

EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011 KOMPTENSI (TIK) Dapat Merancang Sistem Penilaian Hasil Belajar INDIKATOR Menyusun perencanaan tes hasil belajar

Lebih terperinci

Perancangan Alat Ukur

Perancangan Alat Ukur Modul ke: Perancangan Alat Ukur Fakultas Psikologi Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Mahasiswa dapat memahami tata cara penyusunan tes prestasi untuk mengukur kemampuan kognitif. Dian Misrawati,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen, dengan desain control

METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen, dengan desain control 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen, dengan desain control group pretest-posttest ( Suharsimi Arikunto 2006 :86 ) yang dapat digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan masa depan bangsa, melalui pendidikan ini cita-cita luhur untuk

BAB I PENDAHULUAN. menentukan masa depan bangsa, melalui pendidikan ini cita-cita luhur untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting sebagai ujung tombak dalam menentukan masa depan bangsa, melalui pendidikan ini cita-cita luhur untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal atau objek tertentu menurut

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN, TUJUAN, ASAS JENIS EVALUASI BELAJAR

BAB I PENGERTIAN, TUJUAN, ASAS JENIS EVALUASI BELAJAR BAB I PENGERTIAN, TUJUAN, ASAS JENIS EVALUASI BELAJAR A. Pengertian Evaluasi Belajar Kita sering ka1i melihat, ada seorang pembeli yang membanding-bandingkan untuk memilih suatu barang di supermarket,

Lebih terperinci

7. Tes simulasi merupakan salah satu bentuk dari teknik penilaian: a. lisan b. praktik/kinerja c. penugasan d. portofolio e.

7. Tes simulasi merupakan salah satu bentuk dari teknik penilaian: a. lisan b. praktik/kinerja c. penugasan d. portofolio e. 1. Serangkaian kegiatan untuk menetapkan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu adalah: a. pengukuran b. pensekoran c. penilaian d. pengujian e. Evaluasi 2. Serangkaian kegiatan yang sistematik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju kearah kemajuan dan peningkatan. Selain itu pendidikan dapat mengubah

Lebih terperinci

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( Classroom Action Research ),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( Classroom Action Research ), BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan ( Classroom Action Research ), pada tingkat kelas yang direncanakan dalam beberapa siklus. Apabila dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kandanghaur kabupaten Indramayu. Sampel pada penelitian ini adalah siswa

BAB III METODE PENELITIAN. Kandanghaur kabupaten Indramayu. Sampel pada penelitian ini adalah siswa 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa di MTs Negeri Kandanghaur kabupaten Indramayu. Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII A MTs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah field research (penelitian lapangan), yang hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan Tentang Proses Pengembangan Perangkat Evaluasi dengan. Memperhatikan Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Siswa

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan Tentang Proses Pengembangan Perangkat Evaluasi dengan. Memperhatikan Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Siswa 162 BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Tentang Proses Pengembangan Perangkat Evaluasi dengan Memperhatikan Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Siswa Rangkaian proses pengembangan perangkat evaluasi pembelajaran

Lebih terperinci

SISTEM PENILAIAN MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN PAI

SISTEM PENILAIAN MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN PAI SISTEM PENILAIAN MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN PAI Mahasiswa wajib mengerjakan 5 paket tugas individu, 5 paket tugas kelompok, UTS dan UAS Tugas dikerjakan di kertas folio bergaris dan dilengkapi identitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab I BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab I dilakukan metode analisis konten. Analisis konten digunakan untuk mendeskripsikan validitas, reliabilitas tes,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode penelitian dan pengembangan (research and development). Borg and

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode penelitian dan pengembangan (research and development). Borg and BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan (research and development). Borg and Gall (1989) dalam

Lebih terperinci

JENIS DAN PERENCANAAN EVALUASI P E R T E M U A N K E 4

JENIS DAN PERENCANAAN EVALUASI P E R T E M U A N K E 4 JENIS DAN PERENCANAAN EVALUASI P E R T E M U A N K E 4 JENIS EVALUASI 1. EVALUASI SUMATIF BERTUJUAN UNTUK: Mengetahui kecakapan atau keterampilan yang dikuasai siswa Meramalkan kecakapan siswa dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Mojolaban. Adapun alasan pemilihan tempat tersebut sebagai lokasi penelitian karena tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada. BAB I PENDAHULUAN Bab satu ini membahas tentang latar belakang permasalahan mengenai assesment afektif yang merupakan penilaian pada jenjang pendidikan selain penilaian kognitif dan psikomotor. Pada sub

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian dilakukan di Program Keahlian Teknik Audio Video SMK Negeri 7 yang beralamat di Jalan Siliwangi km 15 Baleendah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian terdiri atas dua tahap yaitu menjelaskan hasil studi pendahuluan dan gambaran umum dari penelitian 4.1.1 Studi Pendahuluan Studi pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga formal yang mengutamakan pada bidang keahlian untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan metodologi penelitian yang meliputi metode penelitian, alur penelitian, subyek penelitian, instrumen penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitan deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena-fenomena

Lebih terperinci

1. Sesudah ulangan matematika diperoleh penyebaran skor sebagai berikut

1. Sesudah ulangan matematika diperoleh penyebaran skor sebagai berikut Nama : Dwi Mentari NIM : 06101011040 TUGAS EVALUASI PENDIDIKAN (Evaluasi bab 16 17) EVALUASI BAB 16 1. Sesudah ulangan matematika diperoleh penyebaran skor sebagai berikut NO SKOR (x) Orang (f) 1 9 3 8,5

Lebih terperinci

Objective Test. Multiple choices untuk pengukuran yang lebih efektif dan efisien. 27 Maret Evaluasi Pembelajaran Komputer. Taufik Ikhsan Slamet

Objective Test. Multiple choices untuk pengukuran yang lebih efektif dan efisien. 27 Maret Evaluasi Pembelajaran Komputer. Taufik Ikhsan Slamet Objective Test Multiple choices untuk pengukuran yang lebih efektif dan efisien 27 Maret 2015 Concept Tes objektif disebut sebagai tes dikotomi (dichotomously scored item) karena jawabannya antara benar

Lebih terperinci

SOAL UJIAN AKHIR EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI. a) Buatlah suatu norma hasil tes dengan lima kategori nilai (A,B,C,D, dan E).

SOAL UJIAN AKHIR EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI. a) Buatlah suatu norma hasil tes dengan lima kategori nilai (A,B,C,D, dan E). SOAL UJIAN AKHIR EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI 1. Bila dari hasil penghitungan terhadap 100 orang siswa tentang tingkat kebugaran jasmaninya, diperoleh nilai rata-rata tes sebesar 60 dan simpangan bakunya

Lebih terperinci

Gagne (1974): (A) kemampuan merencanakan materi dan

Gagne (1974): (A) kemampuan merencanakan materi dan ANALISIS TES BUATAN GURU KOMPETENSI GURU Gagne (1974): (A) kemampuan merencanakan materi dan kegiatan belajar mengajar, (B) kemampuan melaksanakan dan mengelola kegiatan belajar mengajar, (C) kemampuan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Empirik yang Meliputi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, dan Fungsi Distraktor. 1. Analisis Validitas Butir Soal Uji validitas digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikis dan emosinya dalam

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI TELAAH BUTIR SOAL ULANGAN HARIAN PADA PEMBELAJARAN PKN DI KELAS XII IPS 2 SMA NEGERI 12 SEMARANG

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI TELAAH BUTIR SOAL ULANGAN HARIAN PADA PEMBELAJARAN PKN DI KELAS XII IPS 2 SMA NEGERI 12 SEMARANG PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI TELAAH BUTIR SOAL ULANGAN HARIAN PADA PEMBELAJARAN PKN DI KELAS XII IPS 2 SMA NEGERI 12 SEMARANG Siti Umi Salamah 1 Abstrak: Seorang guru PKn harus bersungguh-sungguh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 65 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi Akuntansi yang menggunakan model pembelajaran direct

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Okt Sep Agu Jul Jun Mei Apr Mar Feb BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sambungmacan kelas XI IPA semester genap

Lebih terperinci

KONTRIBUSI HASIL UJI KOMPETENSI TEORI KEJURUAN TERHADAP HASIL UJI KOMPETENSI PRAKTIK KEJURUAN BIDANG KOMPETENSI TEKNIK PEMESINAN PESAWAT UDARA DI SMK

KONTRIBUSI HASIL UJI KOMPETENSI TEORI KEJURUAN TERHADAP HASIL UJI KOMPETENSI PRAKTIK KEJURUAN BIDANG KOMPETENSI TEKNIK PEMESINAN PESAWAT UDARA DI SMK 84 KONTRIBUSI HASIL UJI KOMPETENSI TEORI KEJURUAN TERHADAP HASIL UJI KOMPETENSI PRAKTIK KEJURUAN BIDANG KOMPETENSI TEKNIK PEMESINAN PESAWAT UDARA DI SMK Ilham Fahmi 1, Wardaya 2, Purnawan 3 Departemen

Lebih terperinci