II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Tulang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif, menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi sebagai penopang tubuh, memberi bentuk tubuh, dan melindungi organ tubuh yang lunak dan mudah rusak, serta menjadi tempat terjadinya proses hemopoiesis darah (Favus 1993; Leeson et al. 1996). Tulang-tulang membentuk kerangka (skeleton). Kerangka manusia dibentuk oleh 206 buah tulang (Akers dan Denbow 2008) sedangkan kerangka kuda mempunyai 208 buah tulang (Getty 1975). Tulang berfungsi sebagai alat gerak pasif karena gerakan tulang dilakukan oleh kontraksi otot yang bertaut ke tulang melalui tendo-tendo (Leeson et al. 1996). Tulang kerangka secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi ossa longa (tulang panjang), ossa plana (tulang pipih), ossa brevia (tulang pendek), dan ossa irregularia (tulang tidak beraturan). Tulang panjang (ossa tibia-fibula, ossa radius-ulna) bentuknya silindris dan panjang dengan kedua ujungnya membesar. Tulang panjang berfungsi untuk menahan beban tubuh dan di daerah metafisis bagian dorsal terdapat sumsum merah. Berbeda dengan tulang panjang, tulang pipih seperti os ilium dan ossa cranii bertugas untuk melindungi bagian tubuh yang lunak. Tulang pendek (ossa carpi, ossa tarsi, dan ossa sesamoidea) mempunyai panjang, lebar, dan tinggi yang hampir sama dan berfungsi untuk menahan benturan atau mengurangi pergeseran dan perubahan arah dari tendo. Ossa vertebrae termasuk tulang tidak beraturan, yang terbagi dalam segmen-segmen yang terletak pada sumbu tubuh sehingga sangat fleksibel dipakai untuk pergerakan tulang belakang dan menjadi tempat beradanya sumsum merah (Carola et al. 1990). Tulang tersusun atas tulang kompakta pada bagian luar dan tulang trabekula pada bagian dalam (Smith 1993). Dengan susunan seperti ini massa tulang menjadi lebih ringan tanpa mengurangi tingkat kekuatannya sehingga fungsinya menjadi optimal (Fleisch 1993). Bagian luar dari tulang berbentuk lapisan padat yang disebut tulang kompakta (substansia compacta), sedangkan bagian dalamnya merupakan lempeng-lempeng tipis tersusun seperti bunga karang (kasau-kasau tulang yang halus dan berjalan ke berbagai arah) yang disebut tulang trabekula 7

2 (substansia spongiosa) (Stevenson dan Marsh 1992; Carola et al. 1990). Proporsi substansia kompakta dan spongiosa masing-masing sekitar 80 % dan 20 % (Goldberg 2004), namun ditemukan banyak variasi sesuai dengan jenis tulang dan dipengaruhi oleh daya tekan dan tarik yang dialami tulang tersebut (Stevenson dan Marsh 1992; Leeson et al. 1996). Dengan struktur seperti ini, tulang mempunyai kekuatan yang optimum dengan bobot yang minimal sehingga dapat menahan bobot badan maupun beban kerja (Parfitt 1984; Carola et al. 1990). Tulang kompakta terdiri atas jaringan kolagen dan hidroksiapatit yang membentuk 3 lapisan, yaitu lapisan periosteum, intrakompakta, dan endosteum (Rachman 1999). Periosteum adalah selubung fibrosa yang membungkus tulang, kecuali pada permukaan sendi (Leeson et al. 1996). Periosteum pada hewan dewasa terdiri atas dua lapisan, tanpa batasan yang jelas. Lapisan luar terdiri atas jaringan ikat padat fibrosa yang mengandung anyaman pembuluh darah. Lapisan dalam terdiri atas jaringan ikat yang lebih longgar, mempunyai sedikit unsur kolagen yang memasuki tulang sebagai serat Sharpey (Carola et al. 1990), mengandung banyak sel jaringan ikat berbentuk gelondong yang disebut lapisan kambium, lapisan ini mengandung sel-sel osteoprogenitor dan disebut periosteum. Sel-sel osteoprogenitor adalah sel-sel yang berfungsi untuk membentuk jaringan tulang. Pada tulang yang sedang tumbuh, lapisan kambium aktif membentuk tulang sehingga dinding tulang menjadi tebal. Dalam keadaan normal, periosteum lebih tipis, kurang vaskularisasi dan berada dalam keadaan istirahat, tetapi masih berpotensi osteogenik. Jika tulang mengalami fraktura (retak), maka lapisan kambium dari periosteum akan aktif kembali dalam usahanya mengadakan regenerasi tulang (Leeson et al. 1996). Bagian intrakompakta merupakan bagian utama dari tulang kompakta yang dibentuk oleh sistem Haver, membentuk bangun berupa tabung dengan panjang 2 mm dan diameter 22 µm yang terdiri atas lapisan konsentrik dengan osteosit yang berada di antaranya. Pada bagian tengah tulang kompakta terdapat saluran Volkmann berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf yang berperan mengangkut nutrisi dan sebagai alat sensoris (Carola et al. 1990). Dari periosteum dan endosteum akan masuk saluran Volkman atau saluran nutrien secara tegak lurus ke dalam tulang dan berhubungan dengan saluran Haver. Dengan demikian, di dalam tulang terdapat suatu sistem yang kompleks 8

3 Gambar 1. Struktur tulang panjang (dimodifikasi dari Warwick dan Williams 1973). dan saling berhubungan antara pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf untuk tulang (Carola et al. 1990; Leeson et al. 1996). Setiap saluran Haver memiliki sejumlah lamel konsentris (5 sampai 20 lamel). Lamel matriks tulang, sel-sel dan saluran pusatnya membentuk sistem Haver. Kanalikuli pada sistem Haver akan berhubungan langsung dengan saluran Haver sehingga semua lakuna akan berhubungan langsung dengan saluran Haver. Kanalikuli pada tepi sistem Haver biasanya tidak berhubungan dengan kanalikuli yang berasal dari sistem sebelahnya, melainkan membentuk lengkungan dan kembali ke lakunanya sendiri. Sistem Haver terutama tersusun menurut sumbu panjang tulang, sehingga pada potongan melintang terlihat sebagai lubang bulat yang dikelilingi oleh lamel-lamel yang melingkar (Gambar 2), sedangkan pada potongan memanjang sistem Haver terlihat sebagai celah memanjang yang dibatasi kolom-kolom lamel (Leeson et al. 1996). Bagian trabekula mengandung lempeng-lempeng yang saling berhubungan dengan pola tertentu yang membentuk garis trayektori spesifik menurut fungsi mekanis tulang tersebut. Tulang trabekula terdiri atas lamellamel, di dalamnya terdapat lakuna yang mengandung osteosit dan sistem kanalikuli yang saling berhubungan. Pada masa prenatal, pada tulang spongiosa belum terlihat jelas adanya lamel-lamel karena serat-serat kolagen tulang terdapat dalam anyaman tidak beraturan. Hal ini terlihat khas untuk tulang yang berkembang dengan cepat dan disebut sebagai tulang teranyam (woven bone) (Leeson et al. 1996). 9

4 Gambar 2. Gambaran substansia kompakta dan substansia spongiosa (trabekula) di metafisis bagian proksimal tulang panjang (dimodifikasi dari Leeson et al. 1996) Endosteum adalah lapisan halus yang membatasi rongga sumsum dan meluas sebagai pelapis sistem saluran tulang kompakta. Endosteum terdiri atas jaringan retikular padat yang memiliki kemampuan osteogenik dan hemopoetik (Carola et al. 1990). Endosteum merupakan permukaan dalam dari tulang yang terdiri atas sel osteoprogenitor dan hanya sebagian kecil jaringan ikat yang melapisi permukaan trabekula dan permukaan medulla tulang kortikal serta kanal Harvesian. Endosteum menyediakan sel osteoprogenitor atau sel osteoblas secara kontinyu untuk perbaikan dan pertumbuhan tulang yang berfungsi untuk remodeling tulang (Einhorn 1996; Leeson et al. 1996) Komposisi Tulang Tulang terbentuk dari unsur mineral kira-kira 65 %, matriks organik ekstraseluler 30 %, sel-sel osteoblas, osteoklas, osteosit, serta air (sekitar 5 %). Sebagian besar (95 %) dari mineral tulang merupakan kristal hidroksiapatit dan 5 % sisanya terdiri atas bahan organik (Favus 1993; Guyton 1996; Ott 2002). Mineral tulang merupakan bentuk anorganik dari tulang, dengan campuran utamanya kristal kalsium fosfat atau kristal kalsium hidroksiapatit [3Ca 3 (P0 4 ) 2 Ca(OH) 2 ]. Kalsium hidroksiapatit berbentuk piringan kristal tajam seperti jarum di dalam dan di antara serat kolagen dengan panjang nm dan tebal 2-5 nm (Puzas 1993; Leeson et al. 1996). Selain komponen tersebut, kalsium hidroksiapatit juga mengandung komponen lain seperti karbonat, sitrat, magnesium, natrium, fluor, dan strontium yang terdapat pada kisi dari kristal atau terserap ke dalam sampai ke permukaan kristal (Rachman 1999). 10

5 Bahan organik dari mineral tulang terdiri atas 98 % jaringan kolagen dan 2 % sisanya terdiri atas beberapa protein nonkolagen. Kolagen adalah protein dengan daya larut yang sangat rendah, terdiri atas 3 rantai polipeptida (triple helix) yang pada setiap rantai terdapat seribu (1000) asam amino (Shenk et al. 1993). Protein nonkolagen tulang terdiri atas osteonektin, osteokalsin, osteopentin, dan sialoprotein (Favus 1993). Osteonektin adalah protein besar dengan bobot molekul 320 KDa yang disintesis oleh osteoblas. Protein ini berfungsi untuk mengikat kolagen hidroksiapatit. Osteokalsin adalah protein kecil dengan bobot molekul 5.8 KDa dan berjumlah sekitar % dari total protein nonkolagen, protein ini berhubungan erat dengan fase mineralisasi tulang (Rachman 1999). Beberapa protein tulang yang lain seperti trombopontin, asam glikoprotein, dan fibronektin merupakan protein yang mengandung asam argininglisin aspartat yang bersifat asam dan berafinitas besar terhadap kalsium. Protein-protein ini mempunyai kemampuan untuk diikat oleh reseptor integrin. Growth factor dan sitokin seperti transforming growth factor beta (TGFβ), insulin growth factor (IGF), interleukin (IL), bone morphogenic protein (BMP) terdapat dalam jumlah kecil di matriks tulang (Shenk et al. 1993). Protein-protein tadi mengikat mineral tulang dan matriks dan dilepaskan saat terjadi proses resorbsi tulang oleh osteoklas (Favus 1993) Metabolisme Tulang Metabolisme tulang diatur oleh osteoblas, osteosit, dan osteoklas terhadap respons dari berbagai rangsangan di sekelilingnya termasuk rangsangan kimia dan mekanik (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Rangsangan spesifik diatur oleh reseptor sel yang ditemukan pada membran sel atau di dalam sel. Reseptor yang berada di membran sel menerima rangsangan dari luar dan mengirimkan informasi tersebut ke inti menyeberangi sitoplasma sel melalui mekanisme transduksi. Sementara itu reseptor dalam sel (di sitoplasma atau di inti) mengikat rangsangan (biasanya hormon steroid) yang melewati membran sel dan masuk ke dalam sel untuk memindahkan efektor ke nukleus yang di dalamnya terdapat reseptor steroid kompleks yang terikat pada asam deoksiribonukleat (DNA) spesifik dari rangkaian gen (Rachman 1999). 11

6 Pada tulang dapat dibedakan tiga jenis sel tulang, yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas (Rachman 1999) (Gambar 3). Osteoblas merupakan sel yang berhubungan dengan pembentukan tulang dan ditemukan pada permukaan tulang, yaitu periosteum dan endosteum. Osteoblas dibentuk dari sel stroma dari mesoderm (totipotent mesenchymal stem cell) (Smith 1993; Ott 2002). Pembentukan osteoblas dimulai dari prekusor sel stroma menjadi preosteoblas yang kemudian berkembang menjadi osteoblas yang dapat diaktifkan sehingga akhirnya dapat membentuk osteosit (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Osteoblas merupakan sel berinti tunggal yang terdapat di permukaan luar (periosteum) dan di dalam tulang (endosteum). Sitoplasmanya bersifat basofil karena mengandung nukleoprotein. Apabila sel ini berada dalam keadaan aktif berbentuk kuboid, sedangkan dalam keadaan tidak aktif, osteoblas berbentuk pipih (Einhorn 1996). Dalam proses perbaikan kondisi tulang setelah adanya perombakan tulang oleh osteoklas, biasanya ditemukan adanya osteoblas aktif di tempat itu untuk mensintesis matriks tulang baru yang diawali dengan proses mineralisasi dan kolagenasi matriks tulang (Price 1995; Lian dan Stein 1996). Osteoblas berfungsi menghasilkan kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein untuk pembuatan dan pertumbuhan tulang baru pada daerah permukaan tulang dan juga untuk pembentukan tulang pada kartilago (Telford dan Bridgman 1995). Proses perkembangan dan pembentukan tulang oleh osteoblas dipengaruhi oleh faktor yang bersifat lokal maupun sistemik. Faktor lokal yang berpengaruh dalam meningkatkan pembentukan tulang adalah BMP (bone morphogenic protein), TGF-β, IGF (insulin-like growth factor-1), estrogen, triiodotironin (T 3 ), tetraiodotironin (T 4 ), kalsitriol [1,25-(OH) 2 D 3 ], dan prostaglandin E2 (PGE2). Faktor sistemik yang meningkatkan pembentukan tulang adalah fluorida, PTH (hormon paratiroid) nutrisi, vitamin D, sitokin, kortisol, dan aktivitas individu (Gambar 4). Faktor sistemik lainnya yang bekerja dengan menghambat formasi tulang adalah hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal (Smith 1993; Ott 2002). Saat menjalankan fungsinya, osteoblas juga memproduksi enzim alkalin fosfatase. Enzim ini mempunyai sifat spesifik dibandingkan dengan alkalin fosfatase yang dihasilkan oleh jaringan lainnya. Fungsi alkalin fosfatase ini bekerja dengan cara membebaskan protein nonkolagen osteokalsin dalam proses pembentukan tulang. Aktivitas osteoblas dapat dipantau secara biokimia 12

7 Gambar 3. Gambaran sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan osteoklas (dimodifikasi dari Leeson et al. 1996). dengan menilai kadar enzim alkalin fosfatase tulang dan kadar osteokalsin dalam serum (Price 1995). Dalam perkembangan penelitian selanjutnya telah ditemukan reseptor estrogen dan reseptor kalsitriol di osteoblas (Gallaher 1986; Reid 1996). Tipe sel tulang yang kedua adalah osteosit, yaitu osteoblas yang sudah menetap dalam lakuna pada saat pembentukan lapisan permukaan tulang berlangsung. Osteosit merupakan sel peralihan dari sel-sel osteoblas yang berhenti membentuk matriks tulang dan terperangkap di dalam tulang. Sel ini memiliki peran dalam memelihara matriks tulang sehingga tersimpan di dalam tulang (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Sel tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya melalui penjuluran sitoplasma yang melewati kanalikuli dan berperan dalam membantu koordinasi respons tulang terhadap stres atau deformasi (Stevenson dan Marsh 1992). Tidak semua osteoblas berkembang menjadi osteosit (hanya %), hal ini disebabkan oleh kegagalan difusi nutrisi. Pembuluh darah masuk melalui kanal kecil yang dikenal sebagai kanalikuli. Kanalikuli adalah satu-satunya saluran untuk nutrisi dan pertukaran gas yang akan digunakan oleh osteosit. Bentuk kanalikuli beraturan seperti tubulus penghubung (Lian dan Stein 1996). Osteosit juga diduga memiliki kemampuan merespons mekanisme rangsangan gaya mekanik dan neuroelektrik yang berhubungan dengan aktivitas individu. Gaya fisioelektrik ini diduga merangsang pengeluaran IGF-1 untuk mengaktifkan osteoblas dan juga merangsang proses pembentukan osteoblas yang baru (Erickson et al. 1992; Hosking 1994). 13

8 Sel ketiga pada tulang adalah osteoklas yang bertanggung jawab terhadap resorbsi kalsium tulang dan kartilago (Ott 2002). Osteoklas memiliki progenitor yang berbeda dari sel tulang lainnya karena tidak berasal dari sel mesenkim, melainkan dari jaringan mieloid, yaitu monosit atau makrofag pada sumsum tulang (Smith 1993; Ott 2002). Osteoklas ini bersifat mirip dengan sel fagositik lainnya dan berperan aktif dalam proses resorbsi tulang. Osteoklas merupakan sel fusi dari beberapa monosit sehingga bersifat multinukleus (10-20 nuklei) dengan ukuran besar dan berada di tulang kortikal atau tulang trabekular (Marcus et al. 1996). Di dalam menjalankan tugasnya, osteoklas mensekresi enzim kolagenase dan proteinase lainnya, asam laktat, serta asam sitrat yang dapat melarutkan matriks tulang. Enzim-enzim ini memecah atau melarutkan matriks organik tulang sedangkan asam akan melarutkan garamgaram tulang. Osteoklas mempunyai ruffled border yaitu daerah spesifik dari membran sel berbentuk jari-jari atau gelambir-gelambir, yang biasanya berhadapan dengan permukaan tulang. Sekresi enzim-enzim, asam laktat, dan asam sitrat dilepaskan keluar sel melalui ruffled border. Di area ruffled border ini terjadi proses resorbsi tulang sehingga mengakibatkan terbentuknya Endokrin Estrogen Jarak jauh PTH 1,25(OH) 2 D 3 Kortisol Jarak pendek Sitokin Nutrisional Mekanik Pre-osteoblas Osteoblas Osteoblas pasif Osteosit Sel pengendali osteoklas Sintesis kolagen protein non-kolagen proteoglikan Mineralisasi Gambar 4. Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi osteoblas (dimodifikasi dari Smith 1993) 14

9 cekungan sebagai akibat hilangnya matriks di daerah itu, dan cekungan yang terbentuk ini dinamakan lakuna Howship (Telford dan Bridgman 1995; Leeson et al. 1996). Interaksi antara osteoklas dan osteoblas (Gambar 5) secara normal selalu terjadi pada proses remodeling tulang. Osteoblas diduga mengambil bone morphogenetic protein (BMP) sebelum osteoklas merusak tulang. Resorbsi tulang akan membebaskan protein tulang yang berpengaruh timbal balik yaitu dapat menstimulasi aktivitas osteoblas. Proses remodeling ini masih belum diketahui dengan pasti (Smith 1993). Sel-sel osteoklas menangkap partikelpartikel matriks tulang dan kristal melalui fagositosis yang akhirnya melarutkan benda-benda tersebut dan melepaskannya ke dalam darah (Guyton 1996; Smith 1993). Proses ini selalu dalam keadaan seimbang dalam mengatur formasi dan resorbsi tulang sehingga dikenal dengan istilah berpasangan atau coupling (Suda et al. 1992; Smith 1993). Dalam proses peningkatan aktivitas osteoklas, osteoblas menghasilkan beberapa sitokin seperti tumor necrosis factor beta (TNF β), IL-1, dan IL- 6, sehingga dapat dikatakan terdapat poros osteoblasosteoklas dalam pengendalian densitas tulang. Sebaliknya, aktivitas osteoklas dihambat oleh estrogen, kalsitonin, TGF β, interferon gamma (IFN- ), dan prostaglandin (PGE2) (Suda et al. 1992). Gambar 5. Diagram interaksi osteoblas dan osteoklas dalam proses remodeling pada permukaan tulang (Smith 2003). 15

10 Bone morphogenetic protein merupakan pemicu osteoblastogenesis dengan merangsang osteoblastic specific factor-2 (OSF-2) atau core binding factor A1 (Cbf A1) yang berfungsi mengaktifkan gen spesifik osteoblas, seperti osteokalsin, osteopontin, sialoprotein, dan kolagen tipe I. Selain hormon sistemik dan sinyal mekanis, perkembangan dan diferensiasi osteoblas dan osteoklas diatur juga oleh growth factor (GF) dan sitokin (Manolagas 2000) Modeling dan Remodeling Tulang Carola et al menyatakan bahwa tulang merupakan suatu organ yang mengalami metabolisme aktif berupa proses penyerapan dan pembentukan tulang. Proses ini berlangsung secara simultan dan menyangkut semua perubahan yaitu modeling dan remodeling. Modeling adalah perubahan struktur atau bentuk pada jaringan tulang akibat formasi dan resorbsi matriks tulang dalam proses pertumbuhan (contoh: perubahan bentuk tulang kepala dari bayi sampai tua). Pada manusia, memasuki usia 20 sampai 30 tahun (Gambar 6) terjadi peningkatan pembentukan massa tulang dengan tercapainya massa tulang puncak (Goldberg 2004). Proses modeling terjadi pada bagian growth plate (lempengan tulang rawan yang aktif berproliferasi atau disebut juga sasaran epifise) atau pada lokasi perubahan tulang rawan menjadi tulang termineralisasi (Eriksen et al. 1994). Selama proses pertumbuhan terjadi pemisahan badan tulang (corpus) dengan area ujung tulang (epifisis) oleh sasaran epifise. Gambar 6. Perubahan massa tulang berdasarkan umur pada manusia (dimodifikasi dari Goldberg 2004) 16

11 Pertumbuhan memanjang terjadi karena sasaran epifise tersebut terisi oleh tulang baru pada ujung badan tulang. Lebar sasaran epifise sebanding dengan kecepatan pertumbuhan tubuh dan dipengaruhi oleh sejumlah hormon terutama hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh hipofisa dan insulin growth factor-1 (IGF-1) (Ganong 1995). Sementara itu Goldberg (2004) menyatakan bahwa modeling dimulai sejak di dalam kandungan sampai mencapai puncak massa tulang yang dipengaruh oleh faktor-faktor fisiologis dan mekanis. Pembentukan tulang terjadi melalui mekanisme pengerasan tulang endokondrial. Hal itu termasuk perubahan dari garis turunan sel mesenkim menjadi kondroblas selanjutnya menjadi kondrosit dengan mensintesis proteoglikan sebagai dasar dari matriks ekstraseluler. Ketika terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler, berlangsung juga invasi pembuluh darah termasuk prekursor osteoklas (yang menurunkan kalsifikasi tulang rawan) dan prekursor osteoblas. Proses kalsifikasi tulang rawan menghasilkan the primary spongiosum, sedangkan tulang yang terbentuk di antara jaringan disebut the secondary spongiosum yang nantinya dikenal sebagai tulang woven (Leeson et al. 1996). Remodeling adalah proses yang berlangsung terus-menerus secara aktif dengan membangun dan memperbaiki pembentukan tulang yang dilakukan oleh osteoklas (resorbsi tulang) dan osteoblas (formasi tulang). Proses remodeling pada kondisi normal adalah massa tulang yang diresorbsi seimbang dengan jumlah massa tulang yang diformasi, terutama pada individu berusia sekitar tahun (Goldberg 2004). Remodeling juga berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan biokimia tulang, memelihara dan memperbaiki kerusakan tulang (Rachman 1999). Keseimbangan ini mulai terganggu melewati usia 40 tahun. Pada usia tersebut proses remodeling tulang mulai tidak seimbang yaitu, kecepatan formasi tulang tidak sama dengan resorbsi tulang dan lebih cenderung ke arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause. Pada saat ini terjadi proses uncoupling, yaitu awal proses penuaan (Goldberg 2004). Menurut Leeson et al. (1996) dan Rodan (1996) tahapan proses remodeling tulang normal meliputi enam tahap, yaitu quiescence (istirahat), aktivasi, resorbsi, proses balik (reversal), formasi, dan berakhir pada tahap istirahat. Remodeling tulang dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti hormon paratiroid (PTH), kalsitonin, sitokin, kalsitriol dan faktor-faktor lokal nutrisi, faktor pertumbuhan, TGFβ, fibroblast growth factor (FGF), IL, prostaglandin, dan aktivitas individu. Beberapa tahun setelah puncak massa tulang terjadi, proses 17

12 remodeling tulang masih berjalan normal dengan jumlah massa tulang yang masih stabil. Memasuki usia 40 tahun atau tepatnya memasuki usia menopause, proses remodeling mulai berjalan tidak seimbang (Rachman 1999). Secara fisiologis, pada wanita pascamenopause karena kadar estrogen yang mulai menurun akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara sel osteoklas dan osteoblas (Mizuno et al. 1995). Kekurangan estrogen akan menyebabkan menurunnya kadar kalsium darah sehingga akan memacu kelenjar paratiroid untuk meningkatkan sekresi PTH dan memengaruhi osteoblas untuk merangsang pembentukan sitokin (IL-1, IL-6, dan TNF). Sitokin mengaktivasi osteoklas untuk merangsang resorbsi tulang (Potu et al. 2009). Secara mikroskopis, proses remodeling tulang dimulai dengan sekresi kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan oleh osteoblas. Kolagen mengalami polimerisasi membentuk serabut kolagen atau semacam tulang rawan yang belum mengalami proses mineralisasi yang disebut osteoid. Osteoblas yang terperangkap di dalam osteoid akan menjadi osteosit dan berperan dalam regulasi mineral tulang (Favus 1993). Penumpukan mineral terjadi beberapa hari setelah terbentuknya osteoid dengan susunan berselang seling dengan serabut kolagen menjadi kristal hidroksiapatit. Pada remodeling proses pembentukan mineral diikuti juga oleh proses penyerapan mineral dan berlangsung dalam keseimbangan yang dinamis di dalam tulang (Leeson et al. 1996) Osteoporosis Osteoporosis merupakan suatu kondisi atau perubahan yang terjadi pada tulang sebagai akibat pengurangan massa tulang, mineral maupun matriks tulang (Sabri 2000; Anderson et al. 2008), sehingga kepadatan tulang berkurang atau tulang menjadi keropos. Pengurangan massa tulang tersebut dapat terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan antara resorbsi dan pembentukan tulang (Palmer 1993; Shin et al. 2007). Beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis ialah faktor umur, kurangnya aktivitas fisik, jenis kelamin, nutrisi, kelaparan, hormonal, genetik, kebiasaan hidup, individu seperti perokok, dan peminum alkohol, serta warna kulit (Lane, 2001; Rizer 2006). Setelah mencapai usia 30 tahun pada puncak massa tulang, maka massa tulang berubah seiring dengan bertambahnya usia dan jaringan tulang yang 18

13 hilang menjadi lebih banyak daripada yang dibentuk. Pada usia remaja, pertumbuhan tulang wanita menjadi semakin cepat dengan meningkatnya produksi hormon estrogen dan progesteron. Massa tulang yang didapat selama masa pertumbuhan merupakan faktor yang menentukan akan terjadinya osteoporosis dalam masa kehidupan selanjutnya (Karlson et al. 1995). Setelah usia antara tahun penyerapan tulang sedikit melebihi pembentukan tulang sehingga diperkirakan kehilangan massa tulang sebesar 1 % per tahun. Wanita pada masa pascamenopause mengalami peningkatan kehilangan tulang sampai 2% per tahun akibat peningkatan penyerapan tulang (Endris dan Rude 1994). Osteoporosis mencakup dua mekanisme perubahan mikroanatomi trabekula, yaitu proses penipisan dan erosi tulang trabekula. Kedua proses tersebut bergantung pada perubahan yang mendasari proses remodeling (Eriksen et al. 1994). Selanjutnya Croucher et al. (1994) menegaskan bahwa struktur trabekula tulang ilium wanita pascamenopause menunjukkan adanya perubahan mikrostruktur, berupa penurunan massa tulang dan matriks tulang. Pada penelitian lain, Kalu et al. (1993) menyatakan bahwa penentuan dasar proses remodeling tulang berupa penipisan tulang trabekula menuju pada perubahan arsitektur tulang dan erosi tulang sehingga kehilangan tulang trabekula dapat secara keseluruhan atau proporsional. Pada penelitian yang dilakukan pada tikus, osteoporosis dapat bertambah parah tidak hanya disebabkan oleh rendahnya konsumsi dan absorbsi kalsium tetapi juga disebabkan oleh terlalu tingginya rasio fosfat dan kalsium dalam diet (Sabri 2000). Tingginya konsumsi fosfat mengakibatkan terjadinya hiperparatiroidisme sekunder sehingga mengganggu homeostasis kalsium terutama pada manula (Anderson 1996). Calvo dan Park (1996) juga menyebutkan bahwa osteoporosis pada hewan yang disebabkan oleh faktor defisiensi kalsium menjadi faktor penyebab utama, sedangkan faktor lainnya adalah malnutrisi dan defisiensi fosfor. Manifestasi klinis osteoporosis adalah rasa nyeri, yang baru timbul setelah ada komplikasi seperti fraktur dan deformitas. Akibat lanjut permasalahan osteoporosis pada wanita pascamenopause terdiri atas 75 % patah tulang lumbal (fraktur vertebrae) dan 25 % patah tulang paha (Gambar 7). Fraktur tulang lumbal, sering terjadi tanpa gejala, bila terdapat nyeri maka nyeri 19

14 - Asupan makanan - Genetis Puncak massa tulang tidak optimal Densitas tulang rendah Penuaan Kehilangan massa tulang meningkat Tulang rapuh Menopause Penyakit dan faktor sporadis Mudah kena trauma Gambar 7. Bagan patogenesis proses osteoporosis (dimodifikasi dari Wark 1993) yang dialami bersifat akut, terlokalisasi pada tulang belakang, rasa nyeri akan berkurang setelah 2-6 minggu. Keadaan kifosis oleh karena fraktur akan muncul secara bertahap sehingga makin lama makin tampak nyata. Fraktur tulang paha biasanya oleh karena adanya trauma atau jatuh. Fraktur ini ditandai dengan adanya rasa nyeri terlokalisasi pada daerah fraktur dan hilangnya fungsi tulang sebagai penyangga tubuh. Keadaan tersebut merupakan gejala khas osteoporosis (Rachman et al. 1996). Predisposisi osteoporosis dimulai sejak masa kanak-kanak dan remaja. Oleh karena itu tahap pencegahan osteoporosis lebih ditekankan sejak usia dini melalui perbaikan proses fisiologi seperti peningkatan massa tulang selama pertumbuhan sampai mencapai puncak massa tulang (Karlson et al. 1995; Goldberg 2004). Menurut Jubb et al. (1993), diagnosis osteoporosis stadium awal banyak mengalami kesulitan, apalagi jika hanya menggunakan metode diagnostik yang sederhana. Oleh karena itu, osteoporosis biasanya baru dapat terdiagnosa apabila penyakit sudah melanjut. Gambaran radiologi tulang penderita osteoporosis terlihat radiolucent, kepadatan tulangnya menurun, tetapi gambaran ini umumnya hanya akan terlihat pada kasus osteoporosis yang sudah melanjut. 20

15 Kalsium. Kalsium sangat berperan dalam berbagai proses biologik seperti koagulasi darah, aktivitas enzim, kontraksi otot, eksitabilitas saraf, pembebasan hormon, permeabilitas membran, dan sebagai unsur esensial struktur tulang (Nieves 2005). Aktivitas tersebut di atas dapat berlangsung normal apabila kadar kalsium dalam darah berada dalam kisaran normal (Winarno 1998). Untuk mempertahankan dalam keadaan normal kalsium dipengaruhi oleh PTH, vitamin D, dan kalsitonin (Zhang et.al. 2006). Penyerapan kalsium sebagian besar terjadi di duodenum dan jejunum bagian proksimal karena keadaannya lebih bersifat asam daripada bagian usus yang lainnya. Penyerapan kalsium di usus halus berlangsung melalui dua mekanisme, yaitu dengan transpor aktif dan transpor pasif. Mekanisme transpor aktif diatur oleh 1,25 - Dehidroxycholecalciferol [1,25-(OH) 2 D], suatu bentuk vitamin D paling aktif yang diproduksi dalam ginjal (Baylink 2000; Parfitt 2005). Transpor aktif diatur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kalsium tubuh yang meningkat, misalnya pada periode pertumbuhan, kehamilan, laktasi, atau pada saat diet rendah kalsium. Dehidroxycholecalciferol [1,25-(OH)2D] menyebabkan terbentuknya protein pengikat kalsium di sel-sel epitel usus. Protein tersebut berfungsi untuk mengangkut kalsium ke dalam sitoplasma sel, selanjutnya kalsium bergerak melewati membran basolateral dengan cara difusi terfasilitasi (Guyton 1996). Protein pengikat kalsium tetap di dalam sel plasma beberapa minggu sesudah [1,25-(OH)2D] dikeluarkan dari tubuh sehingga memperpanjang waktu absorbsi kalsium. Absorbsi kalsium dalam saluran pencernaan biasanya berkisar antara % dari total asupan kalsium. Tubuh manusia menyerap sekitar 20 % hingga 40 % kalsium dari makanan yang dikonsumsi, namun pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Penyerapan kalsium meningkat apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah. Sebaliknya penyerapan kalsium menurun apabila kadar kalsium darah tinggi (Murray et al. 2003). Kadar kalsium plasma normal berkisar antara 9,2-10,4 mg/dl (2,4 meq/l), dari jumlah tersebut sekitar 6 % berikatan dengan sitrat, fosfat dan anion lain, sedangkan sisanya 94 % terbagi dua, yaitu bentuk yang terikat protein plasma dan bentuk terionisasi atau tidak terikat. Bentuk terikat protein plasma terutama dengan albumin (47 %) dan bentuk yang terionisasi atau yang tak terikat (47 %), dapat berdifusi melalui membran sel semipermeabel (Murray et al. 2003). 21

16 Kalsium dalam bentuk ion diperlukan untuk mengatur sejumlah proses fisiologik dan biokimia penting termasuk eksitabilitas neuromuskuler, koagulasi darah, proses-proses yang sifatnya sekresi, integritas membran serta pengangkutan membran plasma, reaksi enzim, pelepasan hormon serta neurotransmiter, dan kerja intrasel sejumlah hormon (Bringhurst 1995; Ganong 1995). Aktivitas biologik seperti tersebut di atas dapat berjalan normal apabila kadar kalsium berada dalam kisaran normal. Kadar kalsium ion dipertahankan oleh mekanisme homeostasis (Guyton 1996). Adanya perubahan 1-5 % dari kalsium darah menyebabkan mekanisme homeostasis mulai berperan untuk mengembalikan kadar kalsium pada kadar yang normal (Cunningham, 1992). Kalsium plasma berada dalam keseimbangan dengan kadar kalsium tulang yang siap melakukan pertukaran. Jumlah kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh PTH, kalsitriol, dan kalsitonin yaitu dengan cara memengaruhi transpor kalsium melalui membran yang memisahkan cairan ekstrasel dengan cairan periosteum (Ganong 1995). Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan perkembangan kerangka tubuh. Kalsium harus tersedia dengan cukup pada makanan untuk mempertahankan kadar normalnya dalam serum. Nutrisi rendah kalsium menyebabkan individu akan memasuki kehidupan dewasa dengan massa tulang yang kurang padat. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya osteopenia dan osteoporosis (Ott 2002). Mulai usia sekitar 50-an pada pria dan saat menopause pada wanita, keseimbangan tulang menjadi negatif dan terjadi kehilangan massa tulang pada seluruh bagian dari kerangka. Kehilangan kalsium ini dihubungkan dengan makin meningkatnya kejadian patah tulang, khususnya pada wanita (Eastwood 2003). Apabila kekurangan kalsium pada usia awal, maka dapat mengalami patah tulang pada usia tahun (Nguyen et al. 1995). Kekurangan asupan kalsium atau gangguan penyerapan kalsium dari usus memberikan pengaruh berbeda pada berbagai tingkat usia. Apabila kondisi ini terjadi pada masa anak-anak maka akan menimbulkan penyakit rhakhitis atau osteomalasia pada orang dewasa (Parfitt 2005; Anderson et al. 2008). Sejumlah besar kalsium difiltrasi di dalam ginjal, % dari jumlah kalsium yang difiltrasi akan diserap kembali (Cunningham, 1992). Penyerapan kembali dari kalsium 65 % terjadi di tubulus proksimal, sedangkan sisanya sebagian 22

17 besar diserap kembali melalui tubulus distal dan sebagian kecil melalui bagian asendens jerat Henle. Penyerapan kembali di tubulus distal merupakan proses transpor aktif yang diatur oleh hormon paratiroid (Ganong 1995; Parfitt 2005). Sebagian besar kalsium diekskresikan lewat tinja dan hanya sebagian kecil lewat urin. Ekskresi kalsium lewat urin maupun tinja menurun apabila terjadi hipokalsemia (Parfitt 2005) Fosfor Sebagai suatu bahan anorganik, kadar fosfor yang terkandung dalam tubuh manusia menempati jumlah kedua terbanyak setelah kalsium, dan kira-kira % fosfor ini terikat dalam kerangka (Ganong 1995). Fosfor plasma total sekitar 12 mg/dl, dua per tiga dari jumlah tersebut berupa senyawa organik dan sisanya merupakan fosfor anorganik. - Fosfor anorganik dalam plasma terdapat dalam dua bentuk yaitu HPO 4 serta H 2 PO Konsentrasi HPO 4 adalah sekitar 1,05 mmol/l, sedangkan konsentrasi H 2 PO - 4 sekitar 0,26 mmol/l. Apabila jumlah total fosfor dalam cairan ekstraselular meningkat, kedua bentuk ion fosfor tersebut juga akan meningkat. Secara kimiawi sangat sulit untuk menentukan jumlah yang - - tepat dari HPO 4 dan H 2 PO 4, hal ini karena jumlah total fosfor biasanya dinyatakan dengan miligram fosfor per desiliter (100 ml) darah. Jumlah rata-rata fosfor anorganik dalam plasma pada orang dewasa sekitar 4 mg/dl, yang bervariasi antara batas normal sebesar 3 sampai 4 mg/dl dan 4 sampai 5 mg/dl pada anak-anak (Guyton 1996). Fosfor berfungsi antara lain sebagai unsur pembentuk tulang, energi metabolik, memelihara integritas membran, metabolisme asam nukleat, dan sebagai bufer (Linder 1985). Di dalam tubuh fosfor secara normal mempertahankan suatu keseimbangan dengan kadar kalsium yang serasi. Kadar fosfor dalam darah cenderung berbanding terbalik dengan kadar kalsium dalam darah. Naiknya salah satu dari ke dua unsur tersebut akan diikuti oleh turunnya unsur yang satunya (Cunningham 1992) Peningkatan konsumsi makanan yang mengandung fosfor akan meningkatkan konsentrasi fosfor serum, sementara kalsium yang terionisasi dalam serum akan mengakibatkan peningkatan sekresi hormon paratiroid yang potensial dalam menyerap tulang. Jumlah normal fosfor yang masuk ke dalam tulang sekitar 3-4 mg/kg/hari, jumlah yang sama 23

18 meningggalkan tulang melalui proses penyerapan kembali. Fosfor dalam plasma disaring pada glomerulus melalui proses transpor aktif, % dari jumlah fosfor yang disaring, sebagian besar diserap kembali melalui tubulus proksimal dan sebagian kecil diserap kembali malalui tubulus distal, sedangkan sisanya sebagian besar dikeluarkan melalui ginjal (Cunningham 1992). Proses transpor aktif ini sangat dihambat oleh hormon paratiroid. Hambatan proses penyerapan kembali fosfor dalam tubulus proksimal dan distal akan mendorong terjadinya fosfaturia (Guyton 1996; Murray et al. 2003) Vitamin D Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan merupakan turunan dari senyawa sterol serta mempunyai beberapa bentuk senyawa dengan fungsi yang sama. Sebagian besar vitamin D terdapat dalam bentuk vitamin D 2 (ergokalsiferol) dan vitamin D 3 (kolekalsiferol). Kedua vitamin tersebut mempunyai aktivitas biologik dan aktivitas nutrisional yang sama. Vitamin ini secara umum merupakan senyawa organik yang selalu dibutuhkan tubuh untuk kelangsungan proses metabolisme sel normal, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang terkait dengan pembentukan jaringan tulang (Keith 1994). Fungsi utama dari vitamin D adalah mempertahankan konsentrasi kalsium dan fosfor serum dalam kisaran normal dengan meningkatkan efisiensi usus halus untuk menyerap mineral dari makanan (Muhilal dan Sulaeman 2004). Vitamin D2 dibentuk melalui irradiasi sinar ultraviolet dari suatu sterol atau ergosterol yang disintesis di dalam tanaman (Palmer 1993). Vitamin D 3 dibentuk di dalam kelenjar sebaseus kulit 7-dehidrokolesterol yang diubah oleh sinar ultraviolet menjadi previtamin D 3 (Murray et al. 2003). Vitamin D 3 yang disintesis dalam kulit diangkut oleh α-1-globulin atau α-2-globulin (Palmer 1993) yang terkandung di dalam serum untuk selanjutnya dibawa ke hati (Guyton 1996), demikian halnya dengan vitamin D 2 atau vitamin D 3 suplemen yang berasal dari makanan, setelah diserap di dalam usus (jejenum dan ileum) selanjutnya dibawa ke hati (Palmer 1993). Vitamin tersebut dapat berfungsi setelah diaktifkan melalui beberapa tahapan. Pengaktifan tahap pertama melalui hidroksilasi kolekalsiferol pada posisi C-25 dilakukan oleh enzim 25-hidroksilase, 24

19 sehingga terbentuk 25-hidroksikolekalsiferol (25-HCC). Proses ini terjadi di dalam sitoplasma sel hati (Guyton 1996). Perubahan vitamin D 3 menjadi 25- HCC diperlukan ion magnesium, NADPH, oksigen molekuler, protein sitoplasmik, dan sitokrom P450 untuk mengaktivasi enzim 25- hidroksilase (Ganong 1995; Guyton 1996). Aktivitas enzim 25-hidroksilase untuk mengubah kolekalsiferol menjadi 25-HCC juga diatur oleh suatu mekanisme umpan balik, oleh karena itu jumlah 25-HCC yang dihasilkan relatif tetap meskipun diberikan vitamin D 3 dosis tinggi (Bank 1993; Guyton 1996). Kolekalsiferol yang tidak mengalami hidroksilasi disimpan di dalam hati sebagai cadangan (Bank 1993) dengan demikian toksisitas akibat tingginya vitamin D 3 dapat dicegah (Ganong 1995). Setelah terjadi proses hidroksilasi, senyawa 25-HCC berikatan dengan protein pembawa yang terdapat di dalam plasma secara cepat meninggalkan hati menuju ginjal (Bank 1993; Freskanich et al. 2003). Pengaktifan tahap ke dua, proses metabolik mengalami hidroksilasi di dalam mitokondria sel tubulus proksimal ginjal menjadi metabolik aktif yaitu 1,25-dehidrokolekalsiferol (1,25-DHCC) yang bertanggung jawab terhadap fungsi biologis utama vitamin D untuk mempertahankan serum kalsium dalam kondisi fisiologis normal melalui perannya pada usus, ginjal, dan tulang (Dawson-Hughes et al. 1997; Murray et al. 2003). Reaksi pembentukan senyawa 1,25-DHCC di dalam ginjal dirangsang oleh rendahnya kadar kalsitriol dalam plasma, kalsium, fosfor dan hormon paratiroid. Penurunan konsentrasi kalsium darah akan merangsang kelenjar hipofise untuk meningkatkan sintesis dan sekresi PTH (Guyton 1996). Metabolisme kalsium tulang tidak lepas dari peran vitamin D 3 (kalsitriol) pada saluran pencernaan dan sintesis vitamin D 3 endogen. Apabila terjadi kekurangan vitamin D, absorbsi kalsium dan fosfor berkurang sehingga menyebabkan hipokalsemia (Passeri et.al. 2008). Kondisi ini menstimulasi kelenjar paratiroid untuk mensekresi PTH dalam jumlah tinggi, yakni dengan menstimulasi secara tidak langsung aktivitas osteoklas untuk meningkatkan proses resorbsi tulang sehingga kalsium dan fosfor masuk ke dalam darah. Hormon paratiroid juga merangsang ginjal untuk mengabsorbsi kalsium pada tubuli dan meningkatkan ekskresi fosfat, serta mengubah 25-hidroksikolekalsiferol (25-OHD) menjadi 1,25-dihidroksikolekalsiferol 25

20 [1,25-(OH) 2 D 3 ] yang merupakan metabolit aktif vitamin D, yaitu vitamin D 3. Selanjutnya vitamin D 3 ini menstimuli usus halus untuk menyerap lebih banyak kalsium dan fosfor (Favus 1993). Vitamin D berpengaruh pada kemampuan osteoblas dalam memelihara kesehatan tulang. Pengaruh ini ditentukan oleh kemampuan vitamin D mempertahankan kadar kalsium dan fosfat ekstraseluler yang cukup, agar dapat dideposisi ke dalam matriks tulang. Matriks tulang merupakan hasil sintesis osteoblas (Hollick 1996) dan vitamin D memengaruhi osteoblas melalui lintasan genomik maupun nongenomik. Lintasan genomik memengaruhi osteoblas melalui stimulasi biosintesis matriks yaitu meningkatkan produksi osteopontin (OPN) dan osteoklasin (OCN) (Khoury et al. 1995). Vitamin D memengaruhi metabolisme kalsium dan fosfor pada organ target, yaitu usus halus, tulang, dan ginjal. Metabolit aktif vitamin D 3 (kalsitriol) mempermudah penyerapan kalsium secara aktif di dalam usus halus dengan merangsang sintesis kalsium yang terikat dengan protein (Ilich-Ernst dan Kerstetter 2000). Vitamin D 3 mempermudah masuknya kalsium ke dalam sel melalui protein pengikat kalsium kalmodulin (Guyton 1996) Hormon Paratiroid Hormon paratiroid (PTH) adalah hormon utama yang bertanggung jawab memelihara konsentrasi kalsium setiap saat. Pengaruh biologis yang sangat penting dari PTH meliputi: 1). meningkatkan kalsium plasma yang bersamaan dengan penurunan fosfat plasma, 2). meningkatkan ekskresi fosfat urin (fosfaturia), 3). meningkatkan resorbsi kalsium urin, 4). meningkatkan kecepatan remodeling tulang, 5). meningkatkan osteolisis osteosit, 6). membantu pembentukan 1,25-dihidroksi vitamin D 3 dengan memengaruhi sistem 1-hidrolase, dan 7). meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat dari usus halus oleh pengaruh langsung pada pembentukan 1,25-dihidroksikolekalsiferol (Banks 1993). Sebagai respons terhadap keadaan hipokalsemia, PTH disekresikan oleh kelenjar paratiroid. Hormon ini mengikat reseptor khusus pada tulang dan sel tubulus ginjal. Pada ginjal, PTH merangsang produksi vitamin D yang disebut dengan 1,25-(OH) 2D 3. Metabolit ini bekerja pada usus halus untuk merangsang penyerapan kalsium makanan dan bersama dengan PTH mendukung mobilisasi 26

21 kalsium dari tulang. Pada saat yang sama 1,25-(OH) 2 D 3 dan PTH menyebabkan ginjal meresorbsi lebih banyak ion kalsium, sehingga pada plasma dan kalsium ekstraseluler akan meningkat ke level normal (normokalsemia), dan akan menghambat sekresi PTH melalui puncak umpan balik yang negatif (Murray et al. 2003) (Gambar 8). Pelepasan hormon paratiroid menyebabkan meningkatnya kalsium plasma. Pengaruhnya pada kerangka menyebabkan pelepasan 1,66 mol kalsium untuk setiap mol fosfor (Calvo et al. 1988; Banks 1993). Meningkatnya aktivitas kelenjar paratiroid dapat meningkatkan absorbsi garam-garam kalsium dari tulang sehingga menimbulkan hiperkalsemia, sebaliknya hipofungsi kelenjar tiroid (menghasilkan kalsitonin) dapat menimbulkan hipokalsemia (Guyton 1996). Pengaruh kalsitonin pada sel osteoklas dan osteosit bersifat antagonis terhadap aksi hormon paratiroid. Pengaruh kalsitonin pada ginjal mengimbangi aksi hormon paratiroid. Kalsitonin juga menunjukkan suatu pengaruh penghambatan penyerapan kalsium dan fosfor pada usus kecil. Pengaruh kalsitonin dalam sistem homeostasis di antaranya adalah: 1). mereduksi kalsium dan fosfor, 2). menghambat rangsangan hormon [Ca] darah rendah [Ca] darah tinggi Sensor kel paratiroid terhadap [Ca] darah Keadaan normal Sensor kel tiroid terhadap [Ca] darah Sekresi hormon paratiroid [Ca] darah naik ke normal [Ca] darah turun ke normal Sekresi kalsitoni Hormon mengaktifkan stimulasi osteoklas Reabsorpsi tulang melepaskan Ca ke darah Deposit Ca pada tulang Mengaktifkan stimulasi osteoblas Gambar 8. Peranan kelenjar paratioid dan kelenjar tiroid dalam homeostasis kadar kalsium darah. 27

22 paratiroid terhadap osteoklas dan osteolisis osteosit, 3). secara tidak langsung menghambat penyerapan kalsium dan fosfor dari usus halus, dan 4). melakukan perangsangan jangka pendek pada aktivitas osteoblas. Pengaruh kalsitonin pada lambung diduga terjadi secara tidak langsung, yaitu menghambat sintesis 1,25-dihidroksikolekasiferol. Peranan langsung kalsitonin pada ginjal belum diketahui dengan jelas. Pengaturan ganda kalsium oleh hormon paratiroid dan kalsitonin lebih jelas dibandingkan dengan kemungkinan yang dilakukan oleh satu hormon secara tunggal (Banks 1993) Estrogen Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid, yang dihasilkan oleh sel teka interna folikel ovarium, korpus luteum, plasenta dan sedikit dihasilkan oleh korteks adrenal (Ganong 1995). Oleh karena itu wanita tetap memiliki estrogen dalam kadar rendah walaupun telah terjadi menopause karena masih ada estrogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal (Carola et al. 1990). Tiga jenis estrogen dapat ditemukan pada tubuh wanita, yakni estradiol, estron, dan estriol (Rachman 1999). Kekurangan hormon estrogen akan menyebabkan meningkatnya kadar PTH, sehingga akan meningkatkan resorbsi tulang, sehingga terjadi penurunan massa tulang (Lindsay 1991; Gruber et al. 2002). Tulang merupakan target hormon estrogen, yang memiliki reseptor α dan β (Pollard 1999). Secara seluler, mekanisme kerja hormon estrogen pada tulang dimulai dari interaksi antara reseptor estrogen pada tulang dan kadar hormon yang bersirkulasi dalam tubuh, sedangkan respons yang timbul merupakan hasil interaksi keduanya (Albert et al. 1998). Estrogen merupakan inhibitor resorbsi kalsium di tulang yang potensial karena keberadaannya dapat menunjang sekresi dan meningkatkan produksi kalsitonin serta menurunkan sekresi hormon paratiroid. Estrogen juga dapat meningkatkan kadar 1,25 dihidroksikalsiferol sehingga akan meningkatkan penyerapan kalsium di dalam usus. Penurunan produksi estrogen juga menggagalkan osteoblas mendeposit jaringan matriks (osteoid) (Stevenson dan Marsh 1992). Estrogen bertanggung jawab pada fase pertumbuhan dan menutup perkembangan epifisis pada tulang panjang masa pubertas (Greenspan dan Strewler 1993). Defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang. 28

23 Akibat defisiensi estrogen ini akan terjadi peningkatan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNFα lebih lanjut. Estrogen juga merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan transforming growth factor- β (TGF-β) oleh sel osteoblas dan sel stroma, sehingga estrogen berfungsi menghambat penyerapan tulang dengan cara mempercepat atau merangsang apoptosis sel osteoklas (Oursler 2003). Pada wanita pascamenopause, kadar estrogen mulai menurun. Akibat dari penurunan hormon estrogen ini, maka proses resorbsi tulang terganggu (Mizuno et al. 1995; Fitzpatrick 2003; Rachman 2004). Estrogen memengaruhi kehilangan tulang baik secara langsung dengan mengikat reseptor pada tulang dan secara tidak langsung dengan memengaruhi hormon pengatur kalsium (PTH dan Vitamin D) dan sitokin interleukin (IL-1, IL-6 dan TNFα) (Potu et al, 2009). Kadar estradiol pada masa premenopause sebesar pmol/l, sedangkan pada masa menopause menurun secara drastis hingga pmoi/l. Kadar estron masa premenopause juga menurun, namun tidak sebanyak penurunan estradiol. Pada masa pascamenopause tidak dijumpai sama sekali adanya folikel ovarium sehingga terjadi penurunan kadar estradiol ke tingkat yang sangat rendah dan disertai dengan penurunan kadar progesteron. Rasio kadar estron dan estradiol pada wanita pascamenopause sangat besar yaitu 930:70 pg/ml Fitoestrogen Penggunaan bahan alami yang mengandung hormon atau fitohormon sudah banyak dikembangkan saat ini. Salah satunya adalah fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tanaman yang memiliki aktivitas biologi yang sama dengan estrogen endogen (Glover dan Assinder 2006). Menurut Jefferson et al. (2002), fitoestrogen memiliki banyak kesamaan pada dua gugus OH dan mempunyai gugus fenol serta jarak antara gugus hidroksil yang sama dengan inti estrogen endogen sehingga dapat berikatan dengan reseptor estrogen di tulang (Adlercreutz et al. 2002; Dewell et al. 2002). Sementara itu Rachman et al. (1996) menyatakan penggunaan fitoestrogen memiliki efek keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan estrogen sintetis atau obat-obat hormonal pengganti (hormonal replacement therapy/hrt). Pada tanaman dikenal beberapa senyawa fitoestrogen yang diketahui antara lain isoflavon, flavon, lignan, kumestan, triterpen, glikosida, dan asiklik (Rachman et al.1996; Adlercreutz et al. 2002). 29

24 Estrogen Fitoestrogen Gambar 9. Bangun struktur kimia estrogen endogen dan fitoestrogen (Guyton 1996) Umumnya tumbuhan sumber fitoestrogen hampir tidak pernah dijumpai mengandung hanya satu jenis senyawa saja, tetapi selalu dalam bentuk berbagai senyawa estrogenik secara bersamaan. Fitoestrogen dapat mengurangi gejala menopause, memperbaiki kadar lipid atau lemak dalam plasma, menghambat perkembangan ateriosklerosis, serta menghambat pertumbuhan sel-sel tumor atau kanker pada payudara dan endometrium (Dewell et al. 2002). Hasil penelitian Turner (2007) menunjukkan bahwa fitoestrogen dapat menempel pada reseptor estrogen pada sel-sel duktus kelenjar susu dan jika seluruh reseptor diblokir oleh fitoestrogen (genestain) estrogen asli tidak berpeluang menempel pada reseptor tersebut. Fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor estrogen sebagai bagian dari aktivitas hormonal. Fitoestrogen menstimulasi aktivitas osteoblas melalui aktivitas reseptor-reseptor estrogen dan mampu meningkatkan produksi hormon pertumbuhan insulin-like growth factors-1 (IGF-1) yang memiliki hubungan positif terhadap pembentukan massa tulang. Pada saat kadar estrogen menurun, akan terdapat banyak kelebihan reseptor estrogen yang tidak terikat, walaupun afinitasnya rendah, fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor tersebut. Jika tubuh mendapatkan asupan fitoestrogen maka akan terjadi pengaruh pengikatan fitoestrogen dengan reseptor estrogen, sehingga dapat mengurangi simptom menopause (Rachman 1996). Oleh karena itu, sumber makanan yang kaya fitoestrogen merupakan salah satu cara praktis dan aman untuk mengatasi kekurangan estrogen pada wanita postmenopause (Arjmandi 2001). 30

25 2.3. Ovariektomi Ovariektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau teknik laparatomi untuk pengambilan ovarium bilateral. Secara luas pada bidang biomedis, tikus ovariektomi merupakan model juvenile osteopenia (Yamazaki dan Yamaguchi 1989; Cesnjaj et al. 1991), dan dapat menjadi model wanita pascamenopause (Shirwaikar et al. 2003; Devareddy et al. 2008). Arjmandi et al. (1996) membuktikan bahwa ovariektomi kedua ovarium pada tikus percobaan akan menginduksi osteoporosis pada trabekula tulang rahang karena ovariektomi akan menstimulasi kerja osteoklas. Ovariektomi menyebabkan kehilangan massa tulang di daerah trabekula tetapi tidak terjadi pada tulang kortikal. Selain itu, tindakan ovariektomi dapat segera menimbulkan gejala menopause tanpa menimbulkan gejala lain. Pada tikus yang dilakukan ovariektomi, ditemukan peningkatan aktivitas resorbsi tulang, hal ini sesuai dengan peranan estrogen terhadap tulang. Hilangnya fungsi ovarium dalam memproduksi hormon seks steroid, seperti estradiol akan menimbulkan kondisi hipoestrogenis yang merupakan faktor utama kehilangan massa tulang (Miller et al. 1986). Histerektomi dengan ovariektomi bilateral banyak dihubungkan dengan tingginya risiko osteoporosis (Lee dan Kanis 1994). Kalu et al. (1993) dan Dempster et al. (1995) menyatakan bahwa ovariektomi akan menyebabkan perubahan dan penurunan volume tulang, peningkatan jumlah osteoklas, serta peningkatan kadar enzim serum alkalin fosfatase Aplikasi Pengobatan Osteoporosis Secara medis ada beberapa obat yang dipakai untuk mengobati osteoporosis, yaitu meminum susu berkalsium tinggi, memakai jenis obat yang mengandung kalsium/fosfat dosis tinggi, dan pemberian beberapa jenis preparat hormon estrogen sintetis tetapi hal ini harus diberikan seumur hidup (Gass dan Neff 1995). Selain itu, pengobatan hormonal memiliki banyak kelemahan, misalnya meningkatkan risiko kanker payudara, karsinoma endometrium, perdarahan per vagina, tromboflebitis, dan tromboemboli (Nguyen et al. 1995; Genant et al. 1998). Kejadian osteoporosis merupakan proses yang sangat kompleks, maka tidak semua kasus osteoporosis dapat disembuhkan secara sempurna. Adanya kemungkinan terjadinya risiko terapi preparat hormonal sintetis jangka panjang, menyebabkan fokus penelitian dan pengobatan osteoporosis masa kini 31

26 diarahkan kepada pengobatan lain dengan risiko yang lebih rendah terhadap tubuh seperti perubahan asupan mineral, khususnya imbangan kalsium fosfat makanan, vitamin A, vitamin C, vitamin D, peningkatan aktivitas fisik, dan penggunaan tumbuhan bahan alam yang telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mengobati penyakit (Tiangburanatham 1996). Sejak dahulu, masyarakat telah mengenal beberapa tanaman untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit. Pencegahan osteoporosis yang baik adalah dengan menjaga keseimbangan kalsium dalam tulang. Hal ini dapat dilakukan dengan menghindari hilangnya kalsium yang berlebihan melalui ginjal dan gangguan penyerapan kalsium oleh usus (Preisinger et al. 1995) Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) ditemukan di Aceh. Tanaman ini umumnya ditemukan di kawasan hutan dan dapat tumbuh dengan cepat jika dipindahkan ke tempat lain. Herbarium Bogoriensis menyatakan bahwa spesies ini adalah Cissus quadrangula Salisb. Taksonomi tanaman tersebut adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Class : Magnoliophyita Ordo : Sapindales Family : Vitaceae Genus : Cissus Spesies : Cissus quadrangula Salisb Penampang melintang batangnya berbentuk segi empat sehingga tanaman ini dinamakan quadrangula. Pada setiap sudutnya terdapat tonjolan yang tipis ke samping, dan di antara masing-masing tonjolan terletak terpisah. Bentuk batang berbuku-buku dan setiap satu meter batang terdapat 4-5 buku, batang berwarna hijau kemerahan. Buku pada batang terus bertambah, baik ke atas maupun ke samping. Di antara buku-buku yang telah ada muncul 1-2 daun penumpu, dan di bagian bawah daun penumpu ini muncul calon batang baru. Pada bagian ujung batang muncul 1-2 daun penumpu, dan di antara daun penumpu ini muncul batang baru ke atas. Menurut Versteegh-Kloppenburgh (2006) batangnya bertekuk dan daunnya jarang. Daun sipatah-patah berbentuk runcing, panjang daun sekitar 4-5 cm dan terdapat pada pertemuan diantara buku-buku serta cepat rontok. 32

27 Tanaman sipatah-patah di Aceh sering dipergunakan untuk pengobatan beberapa penyakit di antaranya adalah rematik dan patah tulang. Pengobatan rematik dilakukan dengan meminum rebusan daun tumbuhan tersebut, yang ditambahkan dengan unsur-unsur yang lain. Sementara itu untuk mengobati patah tulang, dilakukan dengan cara menggerus daun sipatah-patah lalu menempelkan pada tempat yang patah. Penulis melakukan wawancara dengan bapak Rustam, salah seorang ahli pengobatan tradisional yang ada di Desa Lamgugob Kecamatan Syiah Kuala kotamadya Banda Aceh, beliau menyatakan bahwa tanaman ini juga sangat manjur untuk mengobati wanita lanjut usia yang menderita sakit sendi dan patah tulang. Tanaman sipatah-patah sejauh ini belum pernah diteliti baik dalam bentuk penggunaannya maupun analisis kandungan kimiawinya. Cissus quadrangularis Linn, merupakan salah satu tanaman yang ditemukan di Afrika Barat, India, Sri Lanka, Malaya, dan Jawa (Jainu et al. 2006). Tanaman ini tumbuh baik pada tempat terbuka dan terkena cahaya matahari langsung. Spesies ini ditemukan di daerah panas dan dataran rendah sampai 600 m di atas permukaan laut (Shirwaikar et al. 2003). Swamy et al. (2006) menyatakan bahwa ada tanaman Cissus quadrangularis Linn. yang dipakai dalam pengobatan tradisional di India. Tanaman ini berbeda dengan sipatahpatah yang ada di Aceh yaitu mempunyai daun berbentuk bulat. Perbedaan morfologi antara sipatah-patah Aceh dengan Cissus quadrangularis Linn. dari India (Gambar 10). Penelitian fitomedisin yang dilakukan oleh Nadkarni (1954) dan Warrier et al. (1994) menunjukkan bahwa bagian batang dari tanaman Cissus quadrangularis Linn. secara luas digunakan untuk pengobatan fraktur tulang, tumor, wasir, sariawan, dan tukak lambung. Tanaman ini juga mempunyai sifat antiosteoporotik (Shirwaikar 2003), analgesik, hipotensi, antibakterial, antifungal (Austin dan Jagdeesan 2004), obat anti kanker (Taylor 2002) dan peradangan (Dalimartha 2003). Di Afrika dan Asia ekstrak daun, batang, dan akar tanaman ini digunakan dalam penanganan berbagai penyakit (Murthy et al. 2003; Oben et al. 2008). Ekstrak batang dan akar dari tanaman ini diketahui juga memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba. Getah batang tanaman Cissus quadrangularis Linn. digunakan untuk pengobatan patah tulang, penyakit telinga dan mata, sariawan, asma, menstruasi tidak teratur, wasir, tumor, dan luka (Kritikar dan Basu 2000). Tanaman bagian 33

28 Cissus quadrangula Salisb Cissus quadrangularis Linn. Gambar 10. Morfologi tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) dari Aceh dan Cissus quadrangularis Linn. (Shirwaikar et al. 2003) dari India, terlihat jelas adanya perbedaan warna batang dan bentuk daun. akar, batang, dan daun digunakan khusus untuk patah tulang (Kumbhojkkar et al. 1991). Menurut Nadkarni (1954) akar Cissus quadrangularis Linn. sangat berguna untuk pengobatan fraktur tulang baik diminum maupun digunakan sebagai plester eksternal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tanaman ini mempunyai sifat analgesik, antioksidan, dan penyembuhan fraktur pada tulang (Deka et al. 1994). Cissus quadrangularis Linn. bersifat asam, mengandung senyawa euforbin, taraksasterol, α-laktucerol, eufol, glikosida, sapogenin, dan asam elagat. Studi fitokimia menunjukkan adanya kandungan flavonoid seperti kuersetin dan vitamin C, resveratrol, piceatannol, palidol, ketosteroid, dan karoten (Swamy et al. 2006), senyawa fitoestrogen yaitu isoflavon, lignin, 34

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif dan menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi sebagai penopang tubuh,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

METABOLISME KALSIUM DAN TULANG Diposkan oleh -UkhtiLina- on Selasa, 03 Maret 2009

METABOLISME KALSIUM DAN TULANG Diposkan oleh -UkhtiLina- on Selasa, 03 Maret 2009 METABOLISME KALSIUM DAN TULANG Diposkan oleh -UkhtiLina- on Selasa, 03 Maret 2009 REFERAD 3 METABOLISME KALSIUM DAN TULANG Anggota Kelompok : Marlina Waty G1A 107013 Fenny Aliska L G1A 107014 Ika Aninda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG www.rajaebookgratis.com FISIOLOGI TULANG Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang tersusun oleh kristal-kristal mikroskopis kalsium dan fosfat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Unit Percobaan Karakteristik unit percobaan yang diambil dalam penelitian ini meliputi usia saat mengikuti penelitian, daerah asal dan rata-rata jumlah kiriman uang dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo Jaringan Hewan Compiled by Hari Prasetyo Tingkatan Organisasi Kehidupan SEL JARINGAN ORGAN SISTEM ORGAN ORGANISME Definisi Jaringan Kumpulan sel sejenis yang memiliki struktur dan fungsi yang sama untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian kopi Kopi merupakan salah satu minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman psikostimulant

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

VITAMIN D (KALSIFEROL) Dr. Inge Permadhi MS

VITAMIN D (KALSIFEROL) Dr. Inge Permadhi MS VITAMIN D (KALSIFEROL) Dr. Inge Permadhi MS Sifat kimia vitamin D Tidak tahan panas dan oksidasi Diaktifkan oleh sinar uv Vitamin D1 tidak ada Vitamin D 2 adalah bentuk sintetik dari vitamin D yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN FISIOLOGI HORMON Fisiologi hormon By@Ismail,S.Kep, Ns, M.Kes 1 STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjarkelenjar endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

OSTEOPOROSIS DEFINISI

OSTEOPOROSIS DEFINISI OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 dianalisis menggunakan uji statistik analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Proliferasi Sel Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric)

PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric) 1 PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric) A. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar kalsium darah dengan metode CPC photometric. 2. Mahasiswa akan dapat menganalisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penyembuhan pada Fraktur. Tulang adalah suatu jaringan biologis yang bersifat dinamis dan terdiri dari sel-sel yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati- 1006672150 Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia I. PENDAHULUAN Metastase tulang merupakan penyebaran sel

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN TEPUNG TULANG IKAN TUNA MADIDIHANG

EFEK PEMBERIAN TEPUNG TULANG IKAN TUNA MADIDIHANG EFEK PEMBERIAN TEPUNG TULANG IKAN TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL OVARIEKTOMI BERDASARKAN HISTOPATOLOGIS TULANG FEMUR DAN EKSPRESI TNF-α The Effect of Yellow

Lebih terperinci

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan 1. Jaringan Tumbuhan a. Jaringan Meristem (Embrional) Kumpulan sel muda yang terus membelah menghasilkan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi yang baik, dengan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi yang baik, dengan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. METABOLISME TULANG Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi yang baik, dengan aliran darah total 200-400 ml/menit. 14 Sel yang berperan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Latihan Fisik Strategi untuk mencegah terjadinya osteoporosis yang sedang berkembang dewasa ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat kehamilan, terjadi peningkatnya kebutuhan janin untuk masa pertumbuhannya, sebagai respon ibu melakukan perubahan metabolisme secara jumlah maupun intensitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman, 1996; Teronen dkk., 1997).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99% BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kalsium darah Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99% dari kalsium dalam tubuh berada di tulang dan gigi, dan 1% sisanya berada dalam darah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT Tulang yang kuat benar-benar tidak terpisahkan dalam keberhasilan Anda sebagai seorang atlet. Struktur kerangka Anda memberikan kekuatan dan kekakuan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

Jaringan Hewan A. Jenis jaringan Hewan

Jaringan Hewan A. Jenis jaringan Hewan Jaringan Hewan A. Jenis jaringan Hewan I. Jaringan epitel : jaringan yang berfungsi melapisi / melindungi sel-sel lainnya serta membantu dalam mensekresikan zat. 1. Ciri : a. Sel-selnya rapat b. Tidak

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium softgel mampu mencegah terjadinya Osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan.

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kopi merupakan sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan biji

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kopi merupakan sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan biji BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian Kopi Kopi merupakan sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan biji tanaman kopi. Kopi digolongkan ke dalam famili Rubiaceae dengan genus Coffea.

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph Dr. MUTIARA INDAH SARI NIP: 132 296 973 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.......... 1 II. ASAM BASA DEFINISI dan ARTINYA............ 2 III. PENGATURAN KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Adam BH Darmawan, Slamet Santosa Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Abstrak Osteoporosis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) Bab kedua ini memberikan penjelasan umum tentang tulang dan keropos tulang, meliputi definisi keropos tulang, struktur tulang, metabolisme tulang, fungsi tulang, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari matriks dan sel-sel. Tulang mengandung matriks organik sekitar 35%, dan matriks anorganik

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP S E L Suhardi, S.Pt.,MP Foreword Struktur sel, jaringan, organ, tubuh Bagian terkecil dan terbesar didalam sel Aktivitas metabolisme sel Perbedaan sel hewan dan tumbuhan Metabolisme sel Fisiologi Ternak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur pada tulang adalah suatu kejadian yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyembuhan tulang adalah proses metabolisme fisiologi yang kompleks pada tulang fraktur melibatkan macam variasi zat biokimia, seluler, hormonal dan mekanime patologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci