ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KALIORANG DI KABUPATEN KUTAI TIMUR NURHARYADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KALIORANG DI KABUPATEN KUTAI TIMUR NURHARYADI"

Transkripsi

1 ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KALIORANG DI KABUPATEN KUTAI TIMUR NURHARYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Arahan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kaliorang di Kabupaten Kutai Timur adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2007 NURHARYADI NRP A

3 ABSTRAK NURHARYADI. Arahan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kaliorang di Kabupaten Kutai Timur. Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO sebagai Ketua Komisi, dan SANTUN R.P. SITORUS sebagai Anggota Komisi. Dalam rangka pembangunan wilayah tidak semua desa bentukan transmigrasi berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai masalah yang dihadapi dalam pengembangan kawasan transmigrasi diantaranya berlokasi di wilayah yang sulit dijangkau, produksi yang tidak dapat dipasarkan, lahan yang tidak subur dan sarana dan prasarana sosial ekonomi yang kurang mendukung pengembangan usaha. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat perkembangan desa, kegiatan usaha pertanian dan pengembangan komoditas unggulan, partisipasi dan aspirasi masyarakat serta menyusun arahan pengembangan kawasan. Berdasarkan tujuan analisis tingkat perkembangan desa diturunkan hipotesis, yaitu semakin lama umur desa transmigrasi dan semakin dekat desa transmigrasi dengan pusat pelayanan maka desa transmigrasi tersebut memiliki hirarki yang lebih tinggi. Data yang digunakan terdiri dari data sekunder dan primer. Data sekunder meliputi data publikasi BPS, penempatan transmigran, arahan pengembangan wilayah Kabupaten Kutai Timur dan peta kawasan transmigrasi Kaliorang. Data primer adalah partisipasi dan aspirasi masyarakat dalam pengembangan kawasan. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Analisis Skalogram dan Regresi, (2) Analisis Location Quotient, (3) Shift-Share Analysis, dan (4) Analisis Deskriptif. Analisis tingkat perkembangan desa menunjukkan bahwa desa Bukit Makmur mempunyai tingkat perkembangan desa/hirarki tertinggi. Jarak desa dari pusat pelayanan (simpang Kaliorang Kaubun) mempunyai korelasi yang nyata dengan tingkat perkembangan desa. Semakin jauh desa-desa dari pusat pelayanan semakin rendah tingkat perkembangan desa. Komoditas padi sawah, kakao, dan kelapa sawit berindikasi untuk dikembangkan sebagai komoditas unggulan. Namun, saat ini hanya kelapa sawit yang memungkinkan untuk dikerjasamakan dengan investor. Warga berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan kawasan ini terutama dalam pengembangan komoditas unggulan, yaitu kelapa sawit untuk diusahakan di Lahan Usaha II melalui kemitraan dengan investor yang difasilitasi oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Kutai Timur dalam pengembangan kawasan ini adalah ditetapkannya kawasan transmigrasi Kaliorang sebagai bagian dari pengembangan kawasan agropolitan Sangsaka dengan komoditas yang direncanakan dikembangkan adalah padi, jagung, nenas, jati, dan kelapa sawit. Sarana prasarana terutama transportasi merupakan kendala utama, karena itu dalam pengembangan kawasan ini sebagai kawasan agribisnis subsistem produksi diperlukan adanya dukungan pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana jalan dan moda transportasinya. Keywords : Transmigrasi, tingkat perkembangan desa, komoditas unggulan, partisipasi dan aspirasi masyarakat.

4 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam be ntuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

5 ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KALIORANG DI KABUPATEN KUTAI TIMUR NURHARYADI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

6 Judul penelitian : Arahan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kaliorang di Kabupaten Kutai Timur. Nama : Nurharyadi NRP : A Disetujui: Komisi Pembimbing Dr Endriatmo Soetarto, MA Ketua Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilaya h Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 13 Desember 2006 Tanggal Lulus :

7 Assalamu alaikum Wr. Wb. PRAKATA Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Arahan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kaliorang di Kabupaten Kutai Timur. Sebagai staf di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, penulis berkeinginan untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif bagi kemajuan pelaksanaan pembangunan di bidang ketransmigrasian. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para perumus kebijakan pembangunan dibidang ketransmigrasian dan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak dan Ibu yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis; 2. Dr. Endriatmo Soetarto, MA sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas arahan, masukan dan dorongannya selama penelitian dan penulisan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik; 3. Ir. Atang Sutandi, M.Si, PhD sebagai Penguji Luar Komisi; 4. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB; 5. Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis; 6. Kepala Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan belajar; 7. Rekan-rekan PWL 2005 yang selalu kompak dan solid. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada istri dan anak-anak atas pengertian dan dukungannya sehingga memberikan kekuatan tersendiri bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada. Tak ada gading yang tak retak, mohon dalam penelitian ini dan semoga bermanfaat. Wassalamu alaikum Wr. Wb. maaf apabila terdapat kekhilafan Bogor, Januari 2007 Nurharyadi

8 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 05 Desember 1970 di Blitar, Jawa Timur dari pasangan Ahmad Soebandi dan Siti Zulaikah. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun Pada tahun 2005, penulis mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan S2 pada program studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa pendidikan dari Pusbindiklatren, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada tahun 1998, penulis diterima sebagai PNS di Departemen Transmigrasi dan PPH. Setelah ada perubahan kabinet dan perubahan nama departemen, sejak tahun 2001 penulis bekerja di Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian, Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman iv vi vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran Manfaat Penelitian.. 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyelenggaraan Program Transmigrasi di Indonesia dan Permasalahannya Pola Usaha Pokok Dalam Pembangunan Transmigrasi Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Pengembangan Wilayah Agropolitan sebagai Model Pengembangan Kawasan Transmigrasi BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Analisis Skalogram dan Regresi Analisis Keunggulan Komparatif Wilayah Analisis Keunggulan Kompetitif Wilayah Analisis Deskriptif Matriks Tujuan, Kerangka Analisis Penelitian, Data yang Dibutuhkan, dan Hasil yang Diharapkan... 38

10 ii BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Wilayah Administrasi, Letak Geografis, dan Aksesibilitas Perkembangan Penduduk dan Perekonomian Curah Hujan dan Hari Hujan Tahunan Satuan Peta Lahan dan Kesesuaian Lahan Penggunaan Lahan BAB V. TINGKAT PERKEMBANGAN DESA 5.1. Analisis Skalogram Berdasarkan Sarana/Prasarana Dasar Analisis Skalogram Menggunakan Indeks Perkembangan Desa BAB VI. ANALISIS KEGIATAN USAHA PERTANIAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN 6.1. Pengusahaan Tanaman Pangan Pengusahaan Tanaman Perkebunan Pengusahaan Tanaman Buah-Buahan Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Tanaman Buah-Buahan Orientasi Pemasaran Hasil Produksi BAB VII. PARTISIPASI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI 7.1. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Aspirasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Pengembangan Kegiatan Usaha dan Perekonomian Peningkatan Sarana dan Prasarana Transportasi Penerangan... 79

11 iii BAB VIII. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN 8.1. Permasalahan Pengembangan Kegiatan Usaha Ekonomi Sarana dan Prasarana Transportasi Penerangan Pengembangan Pertanian Pengembangan Desa, Prasarana Transportasi, dan Ekonomi Pengembangan Sumberdaya Manusia Arahan Pengembangan Wilayah oleh Pemerintah Daerah Kebijakan Pembangunan Transmigrasi BAB IX. SIMPULAN DAN SARAN 9.1. Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 iv DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Aspek, Variabel, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data Skalogram Kecamatan X Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Jumlah dan Jenis Sarana/Prasarana Struktur Data Aktivitas Struktur Tabel LQ Matriks Tujuan, Analisis, Data Yang Dibutuhkan, dan Hasil Yang Diharapkan Desa-Desa Transmigrasi di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun Penempatan Transmigran dan Perkembangan Penduduk Curah Hujan dan Hari Hujan di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Satuan Peta Lahan, Macam Tanah, Kesesuaian Lahan, dan Faktor Pembatas Luas Desa dan Penggunaannya Luas Pencadangan Areal untuk Transmigrasi dan Pemanfaatannya Hirarki Desa-Desa Berdasarkan Analisis Skalogram Sarana/ Prasarana Dasar Hirarki Desa-Desa Berdasarkan Analisis Skalogram Indeks Perkembangan Desa Keragaan Pengusahaan Tanaman Pangan Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Pangan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur Luas Panen Pengusahaan Komoditas Tanaman Pangan di Kaliorang dan Kutai Timur tahun 2002 dan 2004/ Nilai Shift-share Analysis Pengusahaan Komoditas Tanaman Pangan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur Keragaan Pengusahaan Tanaman Perkebunan Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur Luas Tanam Pengusahaan Komoditas Tanaman Perkebunan di Kaliorang dan Kutai Timur tahun 2002 dan 2004/ Nilai Shift-share Analysis Pengembangan Komoditas Tanaman

13 v Perkebunan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur Nilai Shift-share Analysis Pengembangan Komoditas Tanaman Perkebunan di Kawasan Agropolitan Sangsaka, Kabupaten Kutai Timur Keragaan Pengusahaan Tanaman Buah-Buahan Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Buah-Buahan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur Sebaran Desa dan Potensi Lahan untuk Pengembangan Padi Sawah Asal Pengetahuan Masyarakat Akan Adanya Kebijakan Pengembangan Wilayah (Gerdabangagri)... 71

14 vi DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian Bagan Alir Kegiatan Penelitian Peta Administratif Kawasan Transmigrasi Kaliorang Lahan Usaha II yang Berupa Semak Belukar atau Padang Alang-Alang Persiapan Pasar Tenda di Desa Bumi Rapak Pembakaran Hutan untuk Penanaman Padi Ladang Kebun Pisang yang Sudah Menjadi Semak Belukar Kondisi Jalan Penghubung Sehabis Hujan... 83

15 vii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Skalogram Hirarki Desa-Desa di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Berdasarkan Jenis dan Jumlah Sarana/Prasarana Dasar Skalogram Hirarki Desa-Desa di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Berdasarkan Indeks Perkembangan Hasil Analisis Regresi antara Hasil Analisis Skalogram (Indeks Perkembangan Desa) dengan Umur Desa Transmigrasi dan Jarak Desa Transmigrasi dari Pusat Pelayanan (Simpang Kaliorang Kaubun) Satuan Peta Lahan di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Peta Hirarki Perkembangan Desa Berdasarkan Analisis Skalogram Sarana/Prasarana Dasar Nilai Analisis Shift-share Pengembangan Komoditas Tanaman Perkebunan di Kawasan Agropolitan Sangsaka, Kabupaten Kutai Timur

16 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Program Transmigrasi telah dilaksanakan sejak zaman kolonial Belanda dengan apa yang disebut sebagai kolonisasi dari penduduk yang dipindahkan dari Bagelen Karesidenan Kedu yang ditempatkan di Gedong Tataan Lampung pada tahun 1905 (Ramadhan et al., 1993). Program ini kemudian diteruskan oleh pemerintah Indonesia mengingat adanya ketimpangan persebaran penduduk terutama antara pulau Jawa dengan pulau non Jawa dengan tujuan bukan hanya semata-mata geografis, berubah menjadi program pembangunan wilayah dan menjadi salah satu program integrasi nasional (Utomo, 2005). Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama di kawasan yang masih terisolir atau tertinggal yang sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitarnya. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dan Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, yang menyebutkan bahwa tujuan pembangunan transmigrasi adalah (a) meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, (b) peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, dan (c) memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Transmigrasi sebagai salah satu program pembangunan terutama diarahkan kepada pembangunan pertanian, yaitu peningkatan produksi pertanian yang dilakukan dengan pembukaan lahan-lahan baru atau ekstensifikasi. Soetarto (2004) menyatakan bahwa pembangunan pertanian yang didukung oleh kebijakan agraria yang kontekstual memiliki arti yang strategis bagi penanggulangan kemiskinan, karena jumlah rakyat yang menjadi pekerja di tiap jenis pertanian selalu lebih besar daripada perusahaan swasta dan negara. Karena itu diperlukan adanya regulasi untuk memastikan akses petani terhadap sumberdaya yang krusial, terutama lahan usahatani. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sistem hak penguasaan tanah mempunyai dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi, pemanfaatan sumberdaya yang efektif, proses demokratisasi, penanggulangan

17 2 kemiskinan dan dalam membuka kesempatan berusaha/bekerja bagi golongan miskin. Hasil penelitian Reyes (2002) menunjukkan adanya Agrarian Reform mempunyai suatu dampak yang positif, yang telah mendorong peningkatan pendapatan per kapita (12,2%) dan mengurangi kemiskinan (47,6% menjadi 45,2%) dari tahun 1990 sampai Sejalan dengan hal tersebut maka pada program transmigrasi yang menjadi peserta transmigran diutamakan adalah penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan kesempatan kerja dan peluang usaha. Di daerah transmigrasi, peserta transmigran mendapatkan lahan usaha dan lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status hak milik dan berbagai bantuan lainnya dari pemerintah seperti catu pangan dan sarana produksi pertanian seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI no 2 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi. Dengan berbagai bantuan ini diharapkan transmigran dapat mengembangkan pola usaha pokok yang ditetapkan dengan usaha primer sehingga kesejahteraannya dapat meningkat dibandingkan dengan pada saat masih di daerah asalnya. Priyono (2004) menyatakan bahwa pengembangan wilayah transmigrasi merupakan usaha menumbuh kembangkan wilayah yang memiliki potensi sumberdaya alam dengan keunggulan komoditas tertentu yang dikelola secara terpadu dengan mengisi kekurangan sumberdaya manusia melalui program transmigrasi. Sebagai salah satu program pembangunan, program transmigrasi sampai dengan tahun 2005 telah membangun kurang lebih Unit Permukiman Transmigrasi (UPT). Sebagian dari UPT-UPT tersebut telah mendorong perkembangan daerah menjadi pusat pemerintahan di 235 kecamatan dan 66 kabupaten yang terus tumbuh dan berkembang dengan berbagai infrastruktur dan dinamikanya masing-masing (Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian, 2004). Namun demikian, tidak semua desa-desa eks UPT tersebut berkembang sesuai dengan yang diharapkan dan sebagian diantaranya tidak tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Deputi Bidang Kawasan Transmigrasi (2000), faktor penyebab timbulnya permasalahan di desa-desa eks UPT antara lain: a. Penerapan teknologi belum sesuai dengan kondisi sumberdaya alam yang umumnya marginal.

18 3 b. Kualitas sumberdaya manusia masih rendah. c. Kesempatan kerja dan peluang usaha di pedesaan terbatas. d. Sarana dan prasarana terbatas. e. Kelembagaan yang ada di desa belum berfungsi. f. Tidak terdapat pasar di wilayah tersebut. Luasan lahan usaha yang diusahakan transmigran secara umum belum optimal yaitu 0,48 ha untuk Lahan Pekarangan (LP), untuk Lahan Usaha I (LU I) 0,4 ha dan hanya 0,31 ha untuk Lahan Usaha II (LU II). Oleh karena itu usaha pembukaan lahan dan perluasan usahatani perlu mempertimbangkan kemampuan transmigran dalam menggarap lahan atau memberikan bantuan tenaga kerja seperti pemberian tenaga ternak, mesin-mesin pertanian (Sitorus dan Pribadi, 2000). Untuk LU II pada umumnya baru dibuka jika ada penyediaan dana oleh pemerintah atau ada kerjasama dengan pihak swasta untuk pembukaan dan penyiapan lahannya. Menurut Delam et al. (2000) lahan transmigran yang terluas belum dibuka adalah LU II yang disebabkan karena adanya keterbatasan tenaga kerja dan modal. Desa-desa transmigrasi yang tidak berkembang tersebut sebagai wilayah pedesaan dengan basis ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian mengalami ketimpangan pembangunan dengan wilayah sekitarnya. Menurut Anwar (2005) adanya ketimpangan dalam pembangunan antara perkotaan dan perdesaan ini menyebabkan ekonomi sektor perdesaan menjadi semakin terspesialisasi dalam produksi primer termasuk aktifitas pertanian secara luas: pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan kehutanan guna menyediakan kebutuhan penduduk, terutama yang tumbuh di kawasan perkotaan. Menurut Ibrahim (2004) kebijakan pembangunan dari atas atau pemerintah pusat dijadikan akar permasalahan kegagalan pembangunan di Indonesia termasuk yang dihadapi Departemen Transmigrasi. Diperlukan paradigma baru pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat lokal yang diharapkan akan mampu mengurangi permasalahan yang dihadapi di tingkat lokal. Kunci keberhasilan dari pendekatan pengembangan komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup adalah partisipasi aktif dari semua pihak khususnya warga komunitas setempat.

19 4 Akhir-akhir ini berkembang suatu pendekatan pembangunan pedesaan dengan konsep agropolitan. Pengembangan agropolitan ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro-processing skala kecil menengah dan mendorong keberagaman aktifitas ekonomi dari pusat pasar (Rustiadi dan Hadi, 2006). Segala aktifitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan dengan menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasi-lokasi permukiman di pedesaan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya lebih menyebar. Menurut Pranoto (2005) program prioritas yang dibutuhkan dalam pengembangan agropolitan adalah peningkatan sumberdaya manusia pertanian yang berkualitas, peningkatan produktivitas usahatani, pasar dan pemasaran, kemitraan usaha, pembangunan agroindustri dan peningkatan kinerja lembaga penunjang sistem usahatani. Menurut Utomo (2005) di wilayah-wilayah transmigrasi lama perlu dikembangkan pusat-pusat agroindustri/industri pedesaan yang pada akhirnya akan menyerap tenaga kerja muda di pedesaan dan akan memacu pertumbuhan wilayah. Untuk tujuan tersebut, pemerintah daerah juga harus membangun infrastruktur dan akses pasar, sehingga akan terjadi harmonisasi pembangunan wilayah. Sumardjo (2004) menyatakan bahwa di daerah-daerah transmigrasi merupakan wilayah agraris yang tersedia produk transmigran dan masyarakat di sekitarnya yang mempunyai keunggulan komparatif. Di daerah tersebut berpotensi menjadi kawasan agrobase development, yaitu pengembangan sektor perekonomian berbasis pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kawasan transmigrasi potensial menjadi wilayah pengembangan kawasan agropolitan, yaitu terintegrasinya kota pertanian dan desa-desa sentra produksi yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis-agroindustri. Menurut Sitorus dan Nurwono (1998), upaya untuk mempercepat pertumbuhan wilayah dimana sektor pertanian merupakan tulang punggung wilayah yang mantap diperlukan adanya mobilisasi potensi-potensi pembangunan daerah ke dalam satu arah pembangunan yang terpadu dan konsisten. Selanjutnya

20 5 dinyatakan bahwa penerapan konsep agropolitan dan pertumbuhan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dalam bentuk kota-kota tani merupakan pilihan strategi pengembangan wilayah yang tepat dikembangkan dalam pembangunan transmigrasi skala besar secara terencana dan konsisten. Apabila konsep agropolitan akan digunakan dalam program pembangunan transmigrasi dan masyarakat sekitar permukiman transmigrasi maka gagasan agropolitan dapat diusulkan dibangun pada: (1) lokasi yang baru sama sekali (WPT) atau (2) pada lokasi yang sedang tumbuh. Pada lokasi yang sedang tumbuh, di sini sifatnya memanfaatkan lokasi-lokasi lama yang dinilai mempunyai prospek pertumbuhan ekonomi yang baik. Salah satu kawasan transmigrasi yang dikembangkan adalah kawasan transmigrasi Kaliorang yang merupakan bagian integral dari wilayah pengembangan agropolitan Sangsaka (Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang) di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi transmigrasi di kawasan transmigrasi Kaliorang meliputi 13 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) dengan desain awal pengembangan pertanian pola usaha pokok tanaman pangan lahan kering di LP dan LU I serta tanaman kelapa hibrida di LU II. Penempatan transmigran dilaksanakan dari tahun 1986 sampai dengan 1999 dengan jumlah penempatan sebanyak Keluarga Perumusan Masalah Kawasan transmigrasi tidak semuanya dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan. Berbagai masalah yang dihadapi dalam pengembangan kawasan transmigrasi diantaranya UPT-UPT berlokasi di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau karena terbatasnya prasarana jalan dan transportasi yang mengakibatkan aksesibilitas ke kawasan transmigrasi yang rendah sehingga produksi para transmigran tidak dapat dipasarkan. Masalah lain yang terjadi adalah adanya lahan transmigrasi yang tidak subur, sarana dan prasarana sosial ekonomi (kelembagaan) yang kurang mendukung pengembangan usaha transmigran dan adanya masalah kepemilikan lahan seperti adanya klaim kepemilikan kembali oleh penduduk setempat, tuntutan ganti rugi dan adanya kepemilikan beberapa sertifikat yang berbeda nama oleh satu orang transmigran. Kelembagaan yang ada terutama kelembagaan

21 6 formal sering terjadi hanya papan nama saja dan aktif jika ada kegiatan dari pemerintah. Kawasan transmigrasi yang bermasalah ini seringkali ditinggalkan oleh warganya untuk mencari penghidupan di wilayah sekitarnya sehingga menjadi semak belukar dan tidak berkembang Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan dalam pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang, dirumuskan tujuan penelitian, yaitu: 1. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah (desa-desa) dan struktur hirarkinya berdasarkan struktur hirarki pusat-pusat aktifitas termasuk infrastrukturnya. 2. Menganalisis kegiatan usaha pertanian dan pengembangan komoditas unggulan di kawasan transmigrasi. 3. Menganalisis partisipasi dan aspirasi masyarakat terhadap pengembangan kawasan transmigrasi. 4. Menyusun arahan pengembangan kawasan transmigrasi Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian analisis tingkat perkembangan wilayah (desa-desa) diturunkan hipotesis yaitu semakin lama umur desa transmigrasi dan semakin dekat desa transmigrasi dengan pusat pelayanan maka desa transmigrasi tersebut memiliki hirarki yang lebih tinggi Kerangka Pemikiran Pembukaan kawasan transmigrasi pada awalnya ditujukan untuk menghasilkan produksi pertanian. Untuk menghasilkan produksi pertanian, peserta transmigran mendapatkan lahan usaha dan lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status hak milik dan berbagai bantuan lainnya dari pemerintah. Peningkatan produksi pertanian diharapkan dari waktu ke waktu semakin meningkat dan dapat meningkatkan perekonomian desa-desa dan masyarakat di kawasan transmigrasi tersebut. Ternyata seringkali dengan berkembangnya kawasan transmigrasi tersebut yang ditandai dengan peningkatan produksi pertanian tidak dapat dipasarkan karena beberapa sebab seperti aksesibilitas yang

22 7 buruk, lahan transmigrasi yang tidak subur, sarana dan prasarana sosial ekonomi (kelembagaan) yang kurang mendukung pengembangan usaha transmigran dan adanya masalah kepemilikan lahan. Akhir-akhir ini berkembang suatu pendekatan pembangunan pedesaan dengan konsep agropolitan. Penerapan konsep agropolitan ternyata juga menyentuh desa-desa di kawasan transmigrasi. Pengembangan kawasan transmigrasi sebagai bagian dari kawasan agropolitan selain didukung oleh pengembangan sarana dan prasarana fisik juga harus didukung oleh adanya kelembagaan di tingkat petani. Sebagai bagian dari pengembangan kawasan agropolitan maka pengembangan pertanian dilakukan dengan pengembangan komoditas unggulan yang bertumpu pada sumberdaya domestik di kawasan tersebut dan pengembangannya di wilayah sekitarnya. Selain itu diperlukan partisipasi dan aspirasi masyarakat dalam pengembangan kawasan sehingga dapat disusun arahan pengembangan kawasan tersebut agar semakin berkembang. Kerangka pikir penelitian tertera pada Gambar Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, antara lain bagi: a. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dapat dijadikan acuan dalam arahan pengembangan kawasan transmigrasi di wilayah yang lain. b. Pemerintah Daerah, dapat diajukan acuan dalam pengembangan wilayahnya yang berpotensi untuk pengembangan pertanian (agribisnis). c. Masyarakat, dapat memahami dan berpartisipasi dalam pengembangan kawasan yang dapat meningkatkan kesejahteraannya. d. Ilmu Wilayah, sebagai informasi dan referensi bagi para mahasiswa untuk penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan penerapan konsep agropolitan di kawasan transmigrasi.

23 8 Kawasan transmigrasi yang kurang berkembang Aksesibilitas rendah Produksi tidak dapat dipasarkan Lahan tidak subur Kelembagaan kurang mendukung pengembangan kawasan transmigrasi Masalah kepemilikan lahan Penerapan konsep agropolitan di kawasan transmigrasi Pembangunan atau peningkatan sarana dan prasarana Partisipasi dan aspirasi masyarakat Partisipasi dan aspirasi masyarakat yang berkembang Pengembangan komoditas unggulan Kawasan transmigrasi dan masyarakatnya semakin berkembang Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian.

24 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyelenggaraan Program Transmigrasi di Indonesia dan Permasalahannya Wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang begitu besar, penyebaran penduduk yang belum serasi dan belum seimbang antara daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, apabila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan kerawanan sosial ataupun kerusakan lingkungan. Adanya penyebaran penduduk yang belum serasi dan belum seimbang tersebut menyebabkan pembangunan wilayah yang tidak merata, sehingga ada kecenderungan wilayah yang telah berkembang menjadi makin berkembang dan sebaliknya wilayah yang tertinggal menjadi semakin tertingal. Daerah atau wilayah yang tertinggal dengan penduduk terpencar-pencar dalam kelompok kecil sulit berkembang. Untuk itu perlu diatur melalui penyelenggaraan transmigrasi (Undang-Undang No. 15, 1997). Program Transmigrasi telah dilaksanakan sejak zaman kolonial Belanda dengan apa yang disebut sebagai kolonisasi dari penduduk yang dipindahkan dari Bagelen Karesidenan Kedu yang ditempatkan di Gedong Tataan Lampung pada tahun 1905 (Ramadhan et al., 1993). Dipilihnya Gedong Tataan, antara lain karena letaknya dekat dengan jalan raya dan tidak jauh dari pelabuhan, tanahnya datar, mempunyai banyak sumber air, cukup baik untuk pembukaan sawah-sawah baru. Istilah kolonisasi ini pada era setelah kemerdekaan diganti menjadi transmigrasi (Utomo, 2005). Berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 1997, transmigrasi didefinisikan sebagai perpindahan penduduk secara sukarela dan berencana untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) atau Lokasi Permukiman Transmigrasi. Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. Kawasan transmigrasi adalah kawasan yang ditetapkan fungsinya sebagai wilayah untuk pengembangan permukiman transmigrasi (WPT). Permukiman transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran.

25 10 Yang dimaksud dengan WPT seperti tertuang dalam Undang-Undang No. 15 tahun 1997 adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau sedang berkembang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Seperti halnya kawasan pedesaaan, kawasan transmigrasi mempunyai kegiatan utama pertanian. Yulia (2005) menyatakan bahwa kawasan transmigrasi adalah kawasan budidaya intensif untuk menampung perpindahan penduduk secara menetap dalam jumlah besar dengan susunan fungsi-fungsi sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, sosial dan kegiatan ekonomi untuk menumbuhkan pusat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang dapat menjadi atau mendapat kesempatan ikut serta dalam program transmigrasi, adalah: a. Penduduk bermasalah, yang memiliki tekad dan semangat untuk melakukan peningkatan kesejahteraannya, tetapi mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha. b. Penduduk yang relatif berpotensi dan telah mendapatkan kesempatan kerja dan usaha, tetapi lebih ingin meningkatkan kesejahteraannya. c. Penduduk yang telah mampu mengembangkan diri, tetapi ingin lebih meningkatkan mutu kehidupannya lebih baik lagi. Sebagai salah satu program pembangunan, program transmigrasi sampai dengan tahun 2005 telah membangun Unit Permukiman Transmigrasi (UPT). Sebagian dari UPT-UPT tersebut telah mendorong perkembangan daerah menjadi pusat pemerintahan, berupa 235 kecamatan dan 66 kabupaten yang terus tumbuh dan berkembang dengan berbagai infrastruktur dan dinamikanya masingmasing (Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian, 2004). Namun demikian, tidak semua desa-desa eks UPT tersebut berkembang sesuai dengan yang diharapkan dan sebagian diantaranya tidak tumbuh dan berkembang dengan baik bahkan banyak yang telah menurun.

26 11 Penurunan kondisi ini disebabkan antara lain karena ketidaksiapan Pemerintah Daerah untuk memelihara dan melanjutkan pembangunan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada akhirnya desa-desa eks UPT yang demikian belum memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan pembangunan di daerah. Karena itu saat ini diperlukan adanya revitalisasi pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kawasan transmigrasi agar kawasan transmigrasi berkembang dan selanjutnya terbentuk pusat pertumbuhan (Deputi Bidang Kawasan Transmigrasi, 2000). Kegiatan ekonomi di kawasan transmigrasi diharapkan terus meningkat sehingga mampu menumbuh-kembangkan pusat-pusat pertumbuhan secara mandiri dan terpadu dengan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi Kota Terpadu Mandiri (Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi, 2006). Kota Terpadu Mandiri dirancang dengan pendekatan WPT/LPT pada kawasan yang sudah terdapat pembangunan transmigrasi atau kawasan potensial yang belum ada pembangunan transmigrasi. Kota Terpadu Mandiri (KTM) adalah kawasan transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2006). Tujuan pembangunan KTM adalah : a. Menciptakan sentra-sentra agribisnis dan agroindustri yang mampu menarik investasi swasta untuk menumbuh-kembangkan kegiatan ekonomi transmigran dan penduduk sekitar, serta membuka peluang usaha dan kesempatan kerja. b. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan transmigran dan penduduk sekitar. c. Meningkatkan kemudahan transmigran dan penduduk sekitar untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar. Sasaran pembangunan KTM adalah (a) peningkatan investasi budidaya dan industri pertanian, jasa dan perdagangan, (b) peningkatan produktivitas transmigran dan penduduk sekitarnya, (c) peningkatan pendapatan asli daerah,

27 12 (d) peningkatan efektivitas pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan. (e) perluasan kesempatan kerja, dan (f) peningkatan jaringan infrastruktur. Untuk mewujudkan KTM ini perlu dukungan kegiatan usaha transmigran yang berada di belakangnya. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan KTM perlu melakukan pembangunan WPT yang dapat mendorong tumbuhnya suatu kota. Konsep pengembangan WPT menyebutkan bahwa WPT akan terdiri atas sejumlah Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) dan setiap SKP akan terdiri dari beberapa UPT atau desa di mana masing-masing hirarki permukiman memiliki pusat, Desa Utama untuk setiap SKP dan Pusat Desa untuk setiap UPT atau desa. Dengan demikian KTM akan membawahi Desa-Desa Utama dan Desa Utama akan membawahi Pusat-Pusat Desa di mana antar Pusat Desa dengan Desa Utama dan antar Desa Utama dengan KTM akan terhubungkan dengan jaringan transportasi baik darat ataupun air/sungai Pola Usaha Pokok Dalam Pembangunan Transmigrasi Sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan mewujudkan integrasi permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (Undang-Undang No. 15, 1997). Untuk memenuhi hal tersebut maka dikembangkan tiga jenis transmigrasi, yaitu: a. Transmigrasi umum, yaitu jenis transmigrasi yang sepenuhnya diselenggarakan oleh pemerintah. b. Transmigrasi swakarsa berbantuan, yaitu jenis transmigrasi yang dirancang oleh pemerintah bekerjasama dengan badan usaha sebagai mitra usaha transmigran. c. Transmigrasi swakarsa mandiri, yaitu jenis transmigrasi yang sepenuhnya merupakan prakarsa transmigran yang dilakukan baik melalui kerjasama dengan badan usaha maupun sepenuhnya dikembangkan transmigran atas arahan pemerintah. Berdasarkan Keputusan Menteri Transmigrasi No. 124 tahun 1990 ditetapkan pola permukiman dan pengembangan usaha pokok transmigrasi yang meliputi: (a) Pola Tanaman Pangan, (b) Pola Tanaman Perkebunan, (c) Pola

28 13 Perikanan, (d) Pola Budidaya Hutan/Hutan Tanaman Industri, dan (e) Pola Jasa/Industri. Dalam pelaksanaannya, pola permukiman dan pengembangan usaha transmigrasi ini diarahkan dengan mekanisme transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa. Permukiman transmigrasi dengan usaha pokok Tanaman Pangan adalah permukiman transmigrasi yang sejak awal dirancang untuk sebagian besar transmigrannya berusaha dan memperoleh pendapatan dari usahatani tanaman pangan dengan tipe lahan berupa lahan kering dan lahan basah. Tanaman pangan yang dikembangkan meliputi tanaman padi-padian, palawija dan hortikultura. Permukiman transmigrasi dengan usaha pokok Tanaman Perkebunan adalah permukiman transmigrasi yang sejak awal dirancang untuk sebagian besar transmigrannya berusaha dan memperoleh pendapatan dari usaha tanaman perkebunan. Dalam pelaksanaannya dikenal adanya Perusahaan Inti dan dan Plasma (transmigran). Permukiman transmigrasi dengan usaha pokok Perikanan dalam pelaksanaannya terbagi atas pola usaha tani nelayan dan tambak. Permukiman transmigrasi dengan usaha pokok tani nelayan adalah permukiman transmigrasi yang sejak awal dirancang untuk sebagian besar transmigrannya berusaha dan memperoleh pendapatan dari menangkap dan atau mengumpulkan ikan. Permukiman transmigrasi dengan usaha pokok tani tambak adalah permukiman transmigrasi yang sejak awal dirancang untuk sebagian besar transmigrannya berusaha dan memperoleh pendapatan dari budidaya tambak. Permukiman transmigrasi dengan usaha pokok Budidaya Hutan/Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah permukiman transmigrasi yang sejak awal dirancang untuk sebagian besar pendapatan transmigrannya bersumber dari budidaya hutan tanaman. Pengelolaannya berdasarkan atas asas kelestarian, asas manfaat, dan asas perusahaan. Permukiman transmigrasi pola Jasa adalah penyelenggaraan transmigrasi yang sejak awal dirancang untuk sebagian besar transmigrannya berusaha pada dan memperoleh pendapatan dari usaha jasa yang diberikan. Sedangkan pola permukiman transmigrasi di daerah industri adalah permukiman transmigrasi yang

29 14 sejak awal dirancang untuk transmigran guna melakukan usaha industri dan atau usaha pokok tertentu secara berkesinambungan di zona industri Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Pengembangan Wilayah Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif atau aspek fungsional (Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang). Klasifikasi konsep wilayah seperti dinyatakan oleh Rustiadi et al. (2005) terdiri dari wilayah homogen, wilayah fungsional dan wilayah perencanaan. Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut homogen, sedangkan faktorfaktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Wilayah fungsional diklasifikasikan demikian karena menekankan perbedaan dua komponenkomponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya, yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Dalam konsep wilayah fungsional dikenal adanya wilayah nodal yang didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu sel hidup yang mempunyai plasma dan inti. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/ permukiman sedangkan plasma adalah daerah belakang yang mempunyai sifatsifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Pembangunan wilayah transmigrasi bertujuan untuk membuka isolasi wilayah, menambah tenaga kerja (petani), mendukung ketahanan pangan, pembangunan sarana sosial ekonomi dan pembentukan desa-desa baru. Dalam Undang Undang no 15 tahun 1997 wilayah pengembangan transmigrasi adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

30 15 Menurut Dewi (2003) adanya pergeseran orientasi pembangunan transmigrasi ke arah pengembangan wilayah menyebabkan permukiman transmigrasi didesain untuk ditumbuhkembangkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan. Sejalan dengan hal tersebut maka kawasan transmigrasi harus terbuka bagi penanaman modal, khususnya investasi agribisnis berbasis lahan dengan penekanan usaha di sektor pertanian. Kebijakan operasional dalam pembangunan kawasan transmigrasi adalah (a) mendorong terwujudnya pengembangan permukiman transmigrasi dalam satuan kawasan dengan memberikan pelayanan dan subsidi untuk kebutuhan pemberdayaan di tingkat kawasan yang efektif bagi pertumbuhan UPT/desa setempat sebagai bagian dari kawasan dengan upaya-upaya yang dapat dilakukan meliputi pengembangan manajemen di tingkat kawasan, pengembangan prasarana, sarana dan berbagai fasilitas di kawasan untuk pengembangan berbagai kegiatan usaha dari hulu sampai hilir, (b) keterkaitan fungsional dengan kawasan sekitarnya (Yulia, 2005). Sebagai wilayah baru yang baru dibuka aktifitas ekonomi penduduknya terutama berkaitan dengan pertanian baik itu tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Perencanaan penggunaan lahan mencakup dua dimensi, yaitu dimensi konservasi ekologi dan ekonomi yang sering saling berkontradiksi (Lier, 1998). Berkaitan dengan adanya konflik antara dua dimensi tersebut maka para perencana memberikan arahan bahwa tindakan konservasi ekologi dalam keberlanjutan pembangunan harus terintegrasi dalam bentuk kebijakan, program aksi, pembiayaan beserta segala aktifitas yang menyertainya baik untuk perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Murdoch (2000) dalam pembangunan masyarakat desa selain mempunyai keterkaitan vertikal juga mempunyai keterkaitan horisontal, yaitu dengan memperkuat produksi lokal yang bermanfaat secara ekonomi pedesaan secara keseluruhan dengan mengintegrasikannya ke dalam ekonomi nasional maupun internasional melalui peningkatan infrastruktur dan penurunan tarif sehingga aktifitas ekonomi di daerah pedesaan menjadi lebih dinamis. Dalam hal ini format pembangunan masyarakat desa bukan hanya sektor pertanian (produksi) tetapi juga sektor non pertanian yang berkaitan dengan ekonomi daerah perkotaan.

31 16 Inovasi dan proses pembelajaran di daerah pedesaan dapat dinyatakan sebagai berikut: a. Adanya kandungan lokal/alami yang tinggi dalam frekuensi keterkaitan di pedesaan, misalnya petani yang menghasilkan suatu komoditas kemudian di proses di daerah pedesaan itu juga menjadi berbagai komoditas. Hal ini dilakukan juga dalam bentuk pewilayahan komoditas, misalnya daging unggas di distrik A dan daging sapi di distrik B. b. Keterkaitan pedesaan yang ada kepada keterkaitan pertanian yang lebih mapan dengan adanya organisasi serupa koperasi dengan kepercayaan/trust diantara para anggota kelompok. c. Keterkaitan di pedesaan karena adanya kepadatan penduduk yang rendah menyebabkan memelihara hubungan diantara mereka agar tetap utuh. Strategi lain dalam pengembangan wilayah baru adalah melalui demand side strategy (Rustiadi et al., 2005). Dalam demand side strategy tujuan pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan taraf hidup penduduk yang dipindahkan ke wilayah baru. Peningkatan taraf hidup diharapkan akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang non pertanian. Adanya peningkatan permintaan tersebut akan meningkatkan perkembangan industri dan jasa-jasa yang akan lebih mendorong perkembangan wilayah. Program transmigrasi merupakan kasus yang sangat menarik dari demand side strategy (Rustiadi et al., 2005). Pada tahap pertama penduduk masuk dalam stadia sub-subsisten selama satu tahun. Tahap kedua dengan adanya penyuluhan, masuk dalam stadia subsisten biasanya lahan pekarangan dan lahan usaha sudah diusahakan. Dengan adanya peningkatan sistem produksi diharapkan akan masuk ke dalam stadia marketable surplus. Hal ini mengisyaratkan perlunya industri pengolahan, karena itu diharapkan telah masuk ke dalam stadia industri pertanian dalam skala kecil. Dengan adanya industri hasil pertanian menyebabkan peningkatan permintaan hasil pertanian, sehingga tidak perlu jauh-jauh untuk menjual hasil pertanian. Karena itu income akan meningkat dan untuk meningkatkan konsumsi non pertanian.

32 17 Selanjutnya masuk dalam stadia industri non pertanian dalam skala kecil. Hal tersebut akan meningkatkan pendapatan dan meningkatkan permintaan barang mewah. Terakhir masuk dalam kelas stadia industri umum. Oleh karena itu daerah transmigrasi tidak hanya tergantung sektor pertanian saja. Kerugian dalam sistem ini adalah membutuhkan waktu yang lama karena setiap stadia berhubungan dengan transformasi teknologi, transformasi struktur kelembagaan, dan yang paling penting proses ini membutuhkan evolusi/perombakan cara berpikir. Sedangkan keuntungannya adalah bahwa pada umumnya strategi ini sangat stabil, tidak mudah terpengaruh oleh perubahan di luar wilayah. Stabilitas ini berkaitan dengan perubahan-perubahan struktur kelembagaan yang mantap. Menurut Anwar (2005) menyatakan bahwa strategi pengembangan wilayah ini juga harus didasarkan atas prinsip keterkaitan antar wilayah-wilayah yang dapat diwujudkan dengan mengembangkan keterkaitan fisik antar wilayah dengan membangun berbagai infrastruktur fisik (jaringan transportasi jalan, pelabuhan, jaringan komunikasi) yang disertai pengembangan institusional yaitu disertai kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar wilayah-wilayah. Priyono (2004) menyatakan bahwa pengembangan wilayah transmigrasi merupakan usaha menumbuh-kembangkan wilayah yang memiliki potensi sumberdaya alam dengan keunggulan komoditas tertentu yang dikelola secara terpadu dengan mengisi kekurangan sumberdaya manusia melalui program transmigrasi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa konsep pengembangan wilayah transmigrasi ini hanyalah model pengelolaan atau pengembangan usaha ekonomi atas komoditi unggulan suatu kawasan/wilayah tertentu sebagaimana istilah kawasan agropolitan, kawasan andalan, kawasan pariwisata dan lainnya. Untuk mengembangkan komoditas sesuai dengan pola usahanya, kepada peserta transmigrasi dibagikan lahan usaha. Berdasarkan Keputusan Menteri Transmigrasi no. 124 tahun 1990 untuk transmigrasi pola usaha tanaman pangan lahan kering dibagikan berupa lahan seluas 2,00 ha yang terdiri dari LP (0,25 ha), LU I (0,75 ha) dan LU II (1,0 ha).

33 18 Menurut Sitorus et al. (2000b) pengusahaan lahan di lokasi transmigrasi dapat dinyatakan sudah optimal bila seluruh lahan yang dibagikan yaitu LP (0,5 ha), LU I (0,5 ha) dan LU II (1 ha) sudah diusahakan oleh transmigran untuk budidaya pertanian yang hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja produktif dengan pekerjaan sebelumnya sebagai petani atau PNS/Pensiunan serta dengan memperbanyak sarana-sarana penunjang pertanian diantaranya hand sprayer. Sebagian besar transmigran umum dengan pola usaha pokok tanaman pangan lahan kering belum mampu membuka LU II secara swadaya sampai tahun ke 4 atau ke 5. Berdasarkan data UPT tahun 1998/1999 luas LU II yang diusahakan per kepala keluarga (KK) UPT rata-rata provinsi adalah sebesar 0,31 ha/kk (Sitorus et al., 2000b). Menurut Sitorus dan Susetio (2000) selain ketersediaan tenaga kerja yang kurang, belum diusahakannya LU II disebabkan karena keterbatasan modal dan sulitnya lahan untuk diolah. Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja tersebut diperlukan pengadaan peralatan pengolahan tanah seperti traktor tangan dan mesin. Selain itu bantuan ternak seperti kerbau dan sapi dapat membantu kekurangan tenaga kerja sekaligus dapat menyuburkan tanah dan meningkatkan pendapatan transmigran. Menurut Sitorus dan Pribadi (2000) luas lahan tidur sangat beragam di tiap UPT, ini menunjukkan bahwa selain ketidakmampuan transmigran untuk membuka lahan secara swadaya, juga terdapat faktor-faktor lain yang menjadi penyebab adanya lahan tidur misalnya tersedianya sumber mata pencaharian lain di luar usahatani yang lebih menguntungkan seperti menjadi buruh, mengumpulkan hasil hutan, tambang, industri, jasa dan sebagainya. Hal ini menyebabkan transmigran kurang tertarik untuk menggarap lahannya atau curahan waktu yang disediakan transmigran untuk menggarap lahan usahanya belum maksimal. Menurut Delam et al. (2000) walaupun UPT-UPT sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, tetapi masih banyak ditemui banyak lahan terutama LU II yang belum diusahakan. Belum dibukanya LU II, karena masih berupa hutan maka untuk memanfaatkan lahan dengan kondisi demikian sebagai usaha

34 19 pengembangan tanaman perkebunan membutuhkan biaya besar yang sulit diatasi oleh transmigran secara perorangan. Hal ini diduga karena adanya keterbatasan tenaga kerja dan modal. Salah satu upaya mengatasi kesulitan ini adalah dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta/investor. Dalam rangka usaha pengembangan tanaman perkebunan perlu peningkatan sumberdaya manusia melalui pelatihan-pelatihan dan penyuluhan khususnya yang berkaitan dengan teknik budidaya tanaman perkebunan. Meskipun di daerah transmigrasi dibangun pola tanaman pangan, komoditas padi dan tanaman pangan lainnya ternyata bukan merupakan komoditas unggulan yang bisa diandalkan transmigran (Najiyati, 2003). Tampaknya transmigran lebih menyukai tanaman tahunan untuk dikelola secara kooperatif di LU II. Sedangkan padi dan tanaman pangan lainnya dinilainya sebagai komoditas sosial yang cukup diproduksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Di UPT Pagar Banyu, transmigran enggan menanam tanaman pangan karena lahan yang kurang subur, topografi bergelombang-berbukit dan adanya serangan hama babi. Dengan kondisi LU II seperti itu serta memperhatikan peluang pasar yang terbatas di lokasi, transmigran memilih karet atau kelapa sawit sebagai komoditas unggulan untuk dikelola secara kooperatif. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan dalam pengusahaan LU II berupa keterbatasan modal, tenaga kerja dan ketersediaan bibit yang berkualitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Priyono et al. (2002) luasan lahan yang diusahakan transmigran di Mesuji SP 6, Ipuh, Jilatan Alur dan Rimba Ayu SP 7 menunjukkan bahwa lahan usaha terutama LP dan LU I telah diusahakan dengan baik, sedangkan LU II pada umumnya belum diusahakan karena tenaga kerja yang belum mencukupi dan modal yang terbatas. Selain itu transmigran menunggu adanya investor yang berkeinginan menanam modalnya maupun bantuan pemerintah untuk pengembangan komoditas tanaman tahunan (kelapa sawit, karet dan lainnya). Modal merupakan unsur utama dalam usahatani yang berorientasi bisnis. Terbatasnya modal menjadi kendala di hampir seluruh daerah transmigrasi pola tanaman pangan dalam mengembangkan usahataninya pada LU II (Najiyati et al., 2001). Sumber modal yang bisa diharapkan untuk mengembangkan LU II di

35 20 kawasan transmigrasi antara lain dari petani sendiri dan dari dunia usaha termasuk bank dan perusahaan yang bersedia bermitra usaha. Minat investor mengembangkan usaha pertanian melalui sistem kemitraan cukup besar. Adanya kerjasama kemitraan dengan perusahaan mitra sebagai pengelola dalam investasi agribisnis diharapkan dapat memberikan posisi lebih baik bagi transmigran sehingga menjadi lebih leluasa dalam mengusahakan lahannya, menambah kemampuan teknologi dan memperoleh nilai tambah lebih besar terutama apabila petani dapat menjadi bagian dari pelaku dalam semua kegiatan agribisnis dari hulu sampai hilir (Dewi, 2003). Menurut Najiyati et al. (2001) adanya kerjasama kemitraan ini diduga sebagai upaya untuk berbagi resiko dengan petani. Melalui sistem kemitraan, diharapkan kegagalan usaha yang diakibatkan oleh penjarahan dan sengketa lahan dapat dihindari karena petani merasa turut memiliki unit usaha dari keseluruhan subsistem yang dikelola. Jenis komoditas yang banyak diminati investor adalah komoditas perkebunan terutama kelapa sawit Agropolitan sebagai Model Pengembangan Kawasan Transmigrasi Pada awalnya kaidah pembangunan di dunia menyatakan bahwa kebahagiaan dan rasa sejahtera manusia datang dengan sendirinya dari kegigihan mengusahakan pertumbuhan ekonomi akibat pertumbuhan industri yang cepat yang dipusatkan di beberapa kota dan dari sini manfaatnya akan menyebar ke pelosok wilayah nasional (Friedmann dan Douglass, 1976). Adanya kaidah ini menyebabkan terjadinya hyperurbanization, pusat penduduk dan kegiatan modern, pengangguran, perbedaan pendapatan dan kemiskinan serta kekurangan makanan yang terus menerus. Akibat kegagalan dari kaidah pusat pertumbuhan ini maka kemudian dikembangkan siasat pembangunan pedesaan yang dipercepat dengan tujuan diantaranya mengubah daerah pedesaan dengan cara memperkenalkan unsur-unsur gaya hidup kota yang telah disesuaikan pada lingkungan pedesaan dan memperluas hubungan sosial di pedesaan sampai keluar batas-batas desanya sehingga terbentuk suatu sosio ekonomi dan politik yang lebih luas atau agropolitan district. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006) konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota

36 21 sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah pedesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal. Proses interaksi ke dua wilayah selama ini secara fungsional ada dalam posisi saling memperlemah. Wilayah pedesaan dengan kegiatan utama sektor primer, khususnya pertanian mengalami produktivitas yang nilai tukarnya terus menurun akibat beberapa permasalahan. Di sisi lain wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih sehingga memunculkan ketidaknyamanan akibat permasalahanpermasalahan sosial (konflik, kriminal dan penyakit) dan lingkungan seperti pencemaran dan buruknya sanitasi lingkungan permukiman. Pengembangan agropolitan ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro-processing skala kecil menengah dan mendorong keberagaman aktifitas ekonomi dari pusat pasar. Tacoli (1998) menyatakan bahwa program pembangunan pedesaan yang hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian tanpa diikuti dengan kegiatan non pertanian seperti pemrosesan dari bahan mentah/produksi pertanian dan pabrik keperluan pertanian seperti alat-alat pertanian dan input-input pertanian lainnya akan menyebabkan marginalisasi daerah pedesaan. Menurut Elistianto (2005) pengembangan agropolitan yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan termasuk di dalamnya kegiatan pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan dan infrastruktur komersial seperti pasar. Hafsah (2006) menyatakan bahwa tujuan filosofi dari pembangunan pedesaan adalah meningkatkan motivasi masyarakat dalam membangun dan memobilisasi dirinya untuk bekerjasama dalam pencapaian tujuan bersama serta meningkatkan kapasitasnya dalam melaksanakan pembangunan, baik dalam aspek fisik, politik maupun ekonomi. Karena itu tujuan praktis dari pembangunan pedesaan ini adalah : a. Meningkatkan produktivitas ekonomi pedesaan seperti dengan inovasi teknologi (modernisasi pertanian) dan mengintroduksikan perubahanperubahan sosial dan kelembagaan yang berkaitan dengan pemilikan tanah,

37 22 organisasi masyarakat (kelompok tani, asosiasi petani dan koperasi), perencanaan pemerintah dan administrasi pemerintah. b. Meningkatkan kesempatan kerja dan pendistribusian kesejahteraan yang lebih merata. c. Mengembangkan sistem pelayanan sosial dengan menyediakan sistem pelayanan terpadu yang ekonomis dan efektif serta komprehensif. d. Meningkatkan kapasitas politik dan administrasi melalui peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengorganisir dirinya. Pengembangan agropolitan di beberapa daerah ternyata juga terjadi di kawasan transmigrasi, tentunya kawasan transmigrasi tersebut hanya merupakan bagian dari kawasan agropolitan tersebut. Menurut Sitorus dan Nurwono (1998), penerapan konsep agropolitan dan pertumbuhan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dalam bentuk kota-kota tani merupakan pilihan strategi pengembangan wilayah yang tepat dikembangkan dalam pembangunan transmigrasi skala besar secara terencana dan konsisten. Konsep ini sejalan dengan Harun (2006) yang menyatakan bahwa penerapan konsep agropolitan akan sangat penting artinya bagi pengembangan pembukaan wilayah frontier seperti pembangunan permukiman transmigrasi, karena dapat dimulai dalam awal pertumbuhan wilayah. Menurut Sitorus dan Nurwono (1998) apabila konsep agropolitan akan digunakan dalam program pembangunan transmigrasi dan masyarakat sekitar permukiman transmigrasi maka gagasan agropolitan dapat diusulkan dibangun pada: (1) lokasi yang baru sama sekali (WPT) atau (2) pada lokasi yang sedang tumbuh. Pada lokasi yang sedang tumbuh, di sini sifatnya memanfaatkan lokasilokasi lama yang dinilai mempunyai prospek pertumbuhan ekonomi yang baik. Penerapan konsep agropolitan pada kawasan transmigrasi dicirikan oleh hinterland (daerah belakang yang meliputi minimum penduduk atau kepala keluarga transmigran atau rumah tangga petani) yang dirintis pembukaannya oleh Wilayah-Wilayah Pengembangan Partial Transmigrasi (sekitar 10 WPP, daya tampung 1 WPP ± KK) dengan jenis-jenis perwilayahan komoditas pertaniannya yang jelas, sedangkan pusat-pusat pertumbuhan adalah kota-kota tani (dengan penduduk KK) yang

38 23 dilengkapi dengan berbagai jenis sarana dan prasarana yang menunjang untuk kegiatan pertanian secara berjenjang (jelas hirarki kotanya). Kota tani sebagai kutub pertumbuhan wilayah dalam wilayah agropolitan selain dianggap sebagai pusat-pusat pertumbuhan wilayah pertanian, juga sebagai pusat administrasi penetapan kebijakan-kebijakan pembangunan wilayah agropolitan dan mempunyai hirarki/orde yang jelas. Kegiatan-kegiatan yang dikembangkan pada setiap jenjang kota tani didasarkan pada pembentukan pusat-pusat pertumbuhan baru berupa orde-orde pembangunan sebagai berikut: a. Orde I yang berfungsi sebagai kota perdagangan yang berorientasi ekspor yang dilengkapi dengan berbagai kegiatan tertier (jasa, perdagangan ekspor impor, serta pendidikan dan perbankan) yang disesuaikan dengan kebutuhan rantai tata niaga pertanian (processing, marketing dan exporting) sampai dengan pelabuhan tempat mengekspor hasil-hasil pertaniannya. b. Orde II yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi industri sekunder berupa industri pengolahan dan manufacturing produk pertanian (pembuatan produk-produk pasar) yang dilengkapi dengan kegiatan tertier (jasa, perdagangan, perbankan, pelatihan, pendidikan serta penyiapan tenaga terampil, siap pakai dan tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang memadai). c. Orde III yang mempunyai fungsi sebagai pusat koleksi dari berbagai jenis komoditas pertanian yang dikembangkan serta ditunjang dan dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang terutama pasar, pergudangan, sarana perhubungan yang mempunyai akses terhadap kawasankawasan produksi dan daerah belakang lainnya. Pembentukan kota tani orde III di wilayah permukiman transmigrasi diperkirakan baru akan terwujud setelah sekitar tahun, tergantung dari potensi daerah dan jenis komoditi yang dikembangkan (Sitorus dan Nurwono, 1998). Menurut Utomo (2005) di wilayah-wilayah transmigrasi lama perlu dikembangkan pusat-pusat agroindustri/industri pedesaan yang pada akhirnya akan menyerap tenaga kerja muda di pedesaan dan akan memacu pertumbuhan wilayah. Untuk tujuan tersebut pemerintah daerah harus membangun

39 24 infrastruktur dan akses pasar, sehingga akan terjadi harmonisasi pembangunan wilayah. Berkembangnya lokasi permukiman transmigrasi sangat dipengaruhi kondisi prasarana jalan dan jarak ke pusat-pusat perekonomian baik ibukota kecamatan, kabupaten maupun provinsi (Priyono et al., 2002). Prasarana jalan dibutuhkan transmigran untuk transportasi jual dan beli barang kebutuhan hidup sehari-hari dan produksi hasil pertanian. Kondisi jalan yang kurang baik akan sangat menghambat arus perekonomian dari dan keluar lokasi yang dapat mengakibatkan tidak terjualnya hasil produksi. Penelitian yang dilakukan Sukasmianto et al. (1999) terjadi adanya peningkatan produktivitas lahan tanaman pangan di Kabupaten Bogor pada hirarki I dari tahun yang diduga sebagai akibat adanya penggunaan teknologi intensifikasi pertanian, penambahan input produksi, tersedianya sarana produksi pertanian dan fasilitas kredit usahatani kepada petani. Sebaliknya terjadi penurunan rataan produktivitas lahan pada hirarki II dan III yang diduga disebabkan akibat dari petani yang masih mengandalkan ekstensifikasi pertanian karena masih tersedianya lahan yang relatif lebih luas dan tanpa penambahan input produksi sehingga keadaan ini justru menurunkan produktivitas rata-rata lahan tanaman pangan di wilayah tersebut. Peningkatan hirarki wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor disebabkan karena letaknya berada pada jalan poros Jakarta Bogor, seperti Kecamatan Cibinong dan Cimanggis serta adanya zonasi wilayah pengaruh yang berada dekat wilayah pertumbuhan seperti Kecamatan Parung Panjang dan Gunung Sindur yang dekat dengan Kabupaten Tangerang sehingga memiliki jarak ekonomi yang dekat ke pusat pertumbuhan suatu wilayah. Menurut Priyono (2003) untuk pengembangan kawasan-kawasan yang telah teridentifikasi, prasarana jalan sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah karena dapat menjadi daya tarik investor. Apabila kondisi jalan baik akan menambah tingginya jalur transportasi masuk dan keluar lokasi. Hal ini sangat membantu dalam pemasaran hasil-hasil atau produksi lokasi transmigrasi dan menekan tingginya harga kebutuhan masyarakat, sehingga kawasan akan lebih cepat berkembang. Secara umum jarak kawasan ke pusat pertumbuhan dan

40 25 ekonomi rata-rata cukup jauh yaitu km ke ibukota provinsi. Sedangkan kondisi prasarana jalan dari ibukota kecamatan ke lokasi masih belum beraspal walaupun jaraknya dekat, sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kelancaran kegiatan ekonomi kawasan transmigrasi. Sumberdaya ekonomi yang dikuasai oleh rakyat adalah sumberdaya agribisnis yang berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan (Syahrani, 2001). Karena itu cara mengembangkan perekonomian daerah adalah melalui pengembangan agribisnis bukan hanya pengembangan pertanian primer atau subsistem on farm agribusiness, tetapi juga mencakup subsistem agribisnis hulu yaitu industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer, seperti industri pembibitan, industri agrootomotif, industri agro-kimia, dan subsistem agribisnis hilir yaitu industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan desa serta kegiatan perdagangannya. Menurut Pranoto (2005) bahwa program prioritas yang dibutuhkan dalam pengembangan agropolitan adalah peningkatan sumberdaya manusia pertanian yang berkualitas, peningkatan produktivitas usahatani, pasar dan pemasaran, kemitraan usaha, pembangunan agroindustri dan peningkatan kinerja lembaga penunjang sistem usahatani. Dalam peningkatan produktivitas ekonomi pedesaan terutama dibidang pertanian diperlukan kelembagaan yang mengakar di tingkat masyarakat. Penguatan kelembagaan dalam memberdayakan kawasan agropolitan dilakukan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif terkait dengan input sarana dasar usaha pertanian, penguatan kelembagaan kawasan agropolitan, pengembangan permodalan pedesaan dan pengembangan kelembagaan ekonomi petani pedesaan (Suwandi, 2006). Kelembagaan petani merupakan pelaku utama dalam pengembangan kelembagaan kawasan agropolitan. Kelembagaan petani baik berupa kelompok tani, koperasi, maupun asosiasi yang dinamis dan terbuka pada inovasi baru harus berfungsi sebagai kelembagaan yang dominan di kawasan agropolitan. Kelembagaan petani harus didukung dengan kelembagaan input agribisnis, yang terkait dengan permodalan dari lembaga keuangan, sarana pertanian dari kios-kios pertanian, pengolahan hasil oleh industri kecil dan

41 26 menengah, pemasaran melalui pasar, dan penyuluhan, dengan sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran usaha agribisnis. Kelompok sosial dan ekonomi di kawasan transmigrasi yang berkembang merupakan kelompok yang telah dibentuk oleh pemerintah, namun perkembangannya lamban bahkan berhenti terutama kelompok-kelompok usaha dibidang ekonomi (Priyono et al., 2002). Hal ini disebabkan karena pembentukan pengurusnya tidak sepenuhnya berdasarkan aspirasi masyarakat tetapi lebih besar campur tangan pemerintah. Ke depan sebaiknya kelompok-kelompok di bidang ekonomi yang dikembangkan adalah yang sudah ada di masyarakat dan pemerintah sebagai fasilitator. Berdasarkan penelitian Najiyati (2003) di lokasi Pagar Banyu dan Mesuji budaya gotong royong di dalam mengolah tanah seperti yang ditunjukkan pada awal penempatan memang sudah tidak berlangsung lagi semenjak beberapa tahun setelah penempatan kecuali di lokasi Belimbing Baru. Pengelolaan lahan oleh penduduk setempat umumnya juga dilakukan secara individu. Namun ternyata budaya gotong royong dalam mengolah lahan masih dapat dilakukan karena transmigran masih memiliki wahana untuk bergotong royong yakni di LP dan LU I yang selama ini dikerjakan sendiri. Karena itu pengelolaan LU II secara kooperatif tidak bertentangan dengan adat istiadat setempat. Pengembangan agribisnis di setiap daerah harus juga disertai dengan pengembangan organisasi ekonomi, khususnya rakyat petani, agar manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat benar-benar dinikmati oleh rakyat dan daerah. Di masa lalu, rakyat petani (bahkan daerah sentra-sentra agribisnis) hanya menikmati nilai tambah dari subsistem on farm agribusiness yang umumnya relatif kecil. Nilai tambah yang paling besar, yakni pada subsistem agribisnis hulu dan hilir, dinikmati oleh para pedagang atau pengusaha luar daerah. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pendapatan petani tetap rendah dan ekonomi daerah sentra-sentra agribisnis kurang berkembang (Syahrani, 2001). Menurut Najiyati (2003) untuk mendukung pengembangan usaha pertanian, sebaiknya koperasi disusun dalam bentuk koperasi komoditas dengan kegiatannya yaitu mengembangkan komoditas. Lembaga ekonomi non formal yang terdapat di lokasi adalah kelompok usaha bersama atau kelompok tani yang

42 27 melakukan kegiatan usaha bersama. Kelompok ini memiliki peranan yang cukup berarti di beberapa UPT karena memperoleh perhatian yang besar dari anggotanya. Simpan pinjam atau gaduhan ternak merupakan aktifitas yang umum dikembangkan. Sebagai contoh di UPT Pagar Banyu SP 1 terdapat 7 kelompok usaha bersama yang aktif sedangkan di UPT Belimbing terdapat 3 kelompok. Lembaga non formal seperti ini dapat dijadikan sebagai basis pemberdayaan masyarakat agar pengembangan usaha pertanian secara kooperatif dapat berjalan lancar. Menurut Suwandi (2006) dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif, peranan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha cukup penting, yang tentu sesuai dengan proporsi kewenangan dan fungsi masing-masing. Pemerintah berperan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang berupa jalan, irigasi, pasar dan air bersih, serta memegang posisi penting dalam riset dan pengembangan pertanian secara umum. Sementara dunia usaha memegang peranan penting dalam penyediaan input pertanian dan dalam pengolahan hasil pertanian. Masyarakat pertanian turut memberikan kontribusi dalam pemanfaatan input bagi usaha pertanian mereka, pengolahan hasil pertanian, dan dalam sarana informasi. Paradigma baru pembangunan yang lebih berorientasi pada kebutuhan masyarakat lokal diharapkan akan mampu mengurangi permasalahan yang dihadapi di tingkat lokal. Setiap lokasi permukiman akan memiliki potensi alam, ekonomi, sosial budaya yang berbeda-beda (local context), penyeragaman adalah sesuatu yang harus dihindari (Ibrahim, 2004). Pendekatan dari bawah yang bertumpu pada komunitas (community based development) menjadi pilihan strategis dalam pembangunan. Kunci keberhasilan dari pendekatan pengembangan komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup adalah partisipasi aktif dari semua pihak khususnya warga komunitas setempat. Menurut Wahyudin (2004) dibandingkan dengan masyarakat biasa, partisipasi pemimpin desa cenderung lebih tinggi yag disebabkan karena pemimpin desa adalah orang yang pertama kali dilibatkan dalam merencanakan suatu program atau kegiatan untuk daerahnya dan mereka merupakan jembatan penghubung ketika terjadi transfer inovasi kepada masyarakat. Lebih dari itu, masyarakat pemimpin desa selalu diundang dalam setiap kegiatan program

43 28 pengembangan masyarakat baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun dalam mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan. Menurut Anharudin (2005) Terdapat dua paradigma rekayasa pengembangan kawasan transmigrasi, yaitu (1) faktor budaya (manusia) merupakan faktor penting dan penentu suatu kemajuan. Kemajuan sebuah kolektivitas hanya bisa dibangun melalui peningkatan kompetensi dan kepedulian akan pentingnya kerja keras, etos kerja yang tinggi, semangat untuk maju, kreatifitas dan jiwa kepeloporan. Paradigma ini memberikan implikasi pada penekanan kebijakan pembangunan yang menekankan pentingnya bentuk-bentuk pelatihan, keterampilan usaha, manajeman dan lainnya. Sedangkan paradigma (2) menyatakan faktor-faktor determinan penopang kemajuan terletak pada sumberdaya alam, lingkungan geografis, akses modal, iklim usaha yang sehat dan peluang pasar. Paradigma ini memberikan implikasi kebijakan pembangunan yang lebih menekankan pentingnya pemberian input ekonomi seperti bantuan modal, pembentukan kelembagaan ekonomi, pembukaan akses pasar, dan lainnya. Agar transmigran yang telah ditempatkan tidak salah dalam menentukan komoditas dan teknologi spesifik lokasi yang sesuai, maka transmigran harus dibimbing dan diarahkan dengan menjaring keinginannya antara lain melalui metodologi Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dilakukan selama satu tahun penempatan (Widaryanto, 2005). Dalam menentukan teknologi spesifik lokasi di kawasan transmigrasi diperlukan kerjasama dengan penghasil teknologi yang terdapat di tiap provinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan perakitan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. Komoditas unggulan yang diusahakan merupakan komoditas yang menjadi pilihan petani sesuai dengan agroklimat setempat dan memiliki prospek pasar yang baik serta mempunyai nilai ekonomi tinggi (Dewi, 2003). Komoditas unggulan harus dipilih atas dasar beberapa persyaratan yaitu sesuai dengan kondisi agroekologi, mempunyai peluang pasar dan menguntungkan sehingga menjadi pilihan masyarakat. Daerah transmigrasi dengan variasi kondisi fisik dan lingkungan yang cukup besar mempunyai komoditas unggulan yang berbeda-beda (Najiyati, 2003). Walaupun dengan wawasan yang terbatas, transmigran sudah

44 29 mempertimbangkan aspek kesesuaian dengan kondisi agroekologi, peluang pasar, dan keuntungan yang didasarkan atas pengalaman yang digali sendiri maupun setelah melihat hasil kerja yang dilakukan oleh orang lain. Keberhasilan usahatani di lahan kering secara langsung atau tidak langsung akan menentukan kesejahteraan petani dan masyarakat secara umum melalui peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi dan nasional secara umum (Nugroho, 2002). Melalui pemilihan komoditas yang tepat (komersial), semakin tinggi produktivitas usahatani maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh petani. Dengan demikian, petani mempunyai modal yang cukup untuk melakukan kegiatan-kegiatan investasi yang berfungsi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas lahan. Menurut Sitorus et al. (2000a) ketidakoptimalan dalam penggunaan lahan yang menyebabkan rendahnya produktivitas komoditas kemungkinan disebabkan karena lahan yang sesuai untuk suatu komoditas cenderung tidak digunakan untuk komoditas yang bersangkutan. Satuan peta kesesuaian lahan yang relatif seragam dalam sifat-sifat tanah dapat dijadikan sebagai unit penggunaan dan pengelolaan lahan, dimana respon pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian diharapkan relatif seragam terhadap perlakuan yang diberikan (Sitorus, 2000). Untuk mengatasi hal tersebut, ada dua alternatif yang dapat dilakukan : (1) mengubah penggunaan lahan saat ini disesuaikan dengan rekomendasi kesesuaian lahan, (2) mempertahankan penggunaan lahan saat ini dengan memberikan input yang dibutuhkan. Berkaitan dengan sosial budaya apabila input yang dibutuhkan tidak terlalu besar maka alternatif kedua yang dipilih, tetapi apabila input yang dibutuhkan sangat besar maka alternatif satu yang dipilih. Untuk itu diperlukan penyuluhan dalam penggunaan lahan dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi pertanian sesuai dengan potensi wilayahnya (Sitorus et al., 2000a).

45 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kawasan transmigrasi Kaliorang, yang terletak di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Kecamatan Kaliorang merupakan pecahan dari Kecamatan Sangkulirang yang kemudian dipecah kembali menjadi Kecamatan Kaliorang dan Kaubun. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni hingga September Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik BPS yang meliputi data potensi desa tahun 2003, 2006 dan data kabupaten dalam angka tahun 2002 dan 2004/2005, arahan pengembangan wilayah yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kutai Timur maupun yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Kutai Timur dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian. Jenis-jenis data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jenis dan jumlah fasilitas pelayanan (infrastruktur), penempatan transmigran, jumlah penduduk, pengusahaan komoditas pertanian, arahan pengembangan Kabupaten Kutai Timur dan peta kawasan transmigrasi Kaliorang. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah partisipasi dan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang. Penentuan desa untuk menjaring aspirasi masyarakat dilakukan dengan stratified purposive sampling pada Kecamatan Kaliorang dan Kaubun yang menjadi bagian dari kawasan transmigrasi Kaliorang. Teknik stratified purposive sampling pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis skalogram sehingga diperoleh indeks perkembangan desa-desa di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun. Desa dengan indeks perkembangan desa tertinggi di masing-masing kecamatan dijadikan sebagai desa sampling dengan demikian ada 2 desa mewakili 2 kecamatan digunakan untuk pengumpulan data primer.

46 31 Pengumpulan data primer di desa terpilih dilakukan dengan pendekatan metode Rapid Rural Appraisal (RRA) yang disederhanakan (hanya melibatkan masyarakat setempat). Rapid Rural Appraisal pelaksanaannya adalah dengan mengoptimalkan penggunaan panca indera untuk menyerap semua informasi dari suatu wilayah secara cepat, sehingga lebih cenderung bersifat subyektif. Dalam kegiatan ini diperoleh gambaran umum mengenai suatu wilayah dari perspektif sebagai orang dari komunitas lain. Untuk memperjelas informasi yang telah didapat dilakukan komunikasi dengan masyarakat sekaligus untuk mengetahui partisipasi dan aspirasinya dalam pengembangan kawasan. Pendekatan lain dalam pengumpulan data primer ini dilakukan dengan diskusi dengan beberapa masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan permasalahan dan potensi yang telah tertangkap pada pelaksanaan RRA dapat lebih diperjelas sehingga aspirasi bukan hanya pendapat individu-individu, tetapi diharapkan telah mendekati aspirasi masyarakat di desa tersebut. Aspek yang diteliti, variabel dan sumber data tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Aspek yang Diteliti, Variabel, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data No. Aspek Variabel Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 1. Kondisi fisik wilayah 2. Karakteristik pelayanan wilayah 3. Pengembangan komoditas unggulan 4. Partisipasi dan Aspirasi masyarakat 5. Kebijakan pengembangan wilayah Posisi geografis, batas administratif, luas wilayah dan kesesuaian lahan Jenis dan jumlah pelayanan, infrastruktur Komoditas, luas tanam dan produksi, keinginan masyarakat Partisipasi dan aspirasi masyarakat dalam pengembangan kawasan Arahan pengembangan wilayah Kutai Timur BPS dan Dep. Nakertrans BPS BPS dan masyarakat Masyarakat Bappeda/ Pemda Kutai Timur Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka dan wawancara dengan masyarakat Wawancara dengan masyarakat Studi pustaka

47 Teknik Analisis Data Data-data yang telah terkumpul dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga dapat menjawab tujuan penelitian. Beberapa teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah: (1) Analisis Skalogram dan Regresi, (2) Analisis Location Quotient, (3) Shift-Share Analysis, dan (4) Analisis Deskriptif Analisis Skalogram dan Regresi Analisis Skalogram dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan hirarki desa-desa di kawasan transmigrasi Kaliorang. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap desa, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu desa tanpa memperhatikan jumlah/ kuantitasnya. Tahaptahap dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut: 1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit desa. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh desa diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di seluruh unit desa yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit desa seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Skalogram Kecamatan X Desa Populasi Mushola SD Puskesmas SMP SMA Bank PT Barat Timur Tengah Selatan Utara Menyusun desa sedemikian rupa di mana unit desa yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit desa dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak di susunan paling bawah.

48 33 3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit desa. 4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit desa. 5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan desa yang mempunyai fasilitas umum terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan desa dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Jumlah dan Jenis Sarana/Prasarana No. Desa Populasi 1 A A 2 B B 3 C C 4 D D 5 E E 6 F F 7 G G Fasilitas Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua desa dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ke tiga adalah jumlah penduduk. Desa dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas. Di samping cara sebagaimana telah dijelaskan pada metode skalogram (1) tersebut juga terdapat metode lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram yang disebut dengan penentuan indeks perkembangan desa dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas pelayanan (Rustiadi et al., 2005). Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan desa (IPj) suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah: IP I ' ij j = = n I i I ij I i SD i ij ' min

49 34 Di mana : IPj = Indek perkembangan desa ke-j Iij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-j I ij = Nilai indikator perkembangan ke-i terkoreksi/terstandarisasi desa ke-j Ii min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecil SDi = Standar deviasi indikator perkembangan ke-i Nilai-nilai tersebut baik metode (1) dan (2) akan digunakan untuk mengelompokkan unit desa dalam kelas-kelas yang dibutuhkan atau hirarki desa. Diasumsikan bahwa kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu Kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, Kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan Kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika nilainya adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi, kemudian jika antara nilai rata-rata sampai (2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka termasuk tingkat perkembangan sedang, dan jika nilai ini kurang dari nilai rata-rata maka termasuk dalam tingkat perkembangan rendah. Secara matematis kelompok tersebut adalah : Hirarki I Xavg + 2 Stdev (Tingkat perkembangan tinggi). Xavg + 2 Stdev > Hirarki II Xavg (Tingkat perkembangan sedang). Hirarki III < Xavg (Tingkat perkembangan rendah). Untuk menguji hipotesis yang diajukan digunakan analisis regresi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari serangkaian variabel hipotetik yang secara logis berpengaruh terhadap tingkat perkembangan desa. Analisis ini dilakukan dengan menyusun suatu persamaan hubungan antara satu variabel dependent dengan satu atau lebih variabel independent. Bentuk persamaan umumnya adalah: Y = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 + ε Dimana Y adalah variabel dependent, X 1 dan X 2 adalah variabel independent, sedangkan β 0, β 1, dan β 2 adalah nilai koefisien yang dicari, sedangkan ε sisaan model regresi. Untuk mengetahui hubungan linier antara variabel dependent dan independent dilakukan analisis korelasi. Pada penelitian ini variabel dependent adalah indeks perkembangan desa (Y), sedangkan variabel independent adalah umur desa transmigrasi (X 1 ) dan jarak desa transmigrasi dari pusat pelayanan (X 2 ). Jumlah sampel yang digunakan adalah 13 desa.

50 Analisis Keunggulan Komparatif Wilayah (Location Quotient Analysis) Location Quotient Analysis (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan dibidang ekonomi geografi. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (aktifitas). Selain itu, LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Location Quotient merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah kecamatan-j terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah kabupaten yang diamati. Analisis LQ dilakukan terhadap pengusahaan tanaman pangan, perkebunan dan buah-buahan di Kecamatan Kaliorang (sebelum pemekaran) dibandingkan dengan wilayah Kabupaten Kutai Timur. Struktur data aktifitas tertera pada Tabel 4, sedangkan struktur tabel LQ tertera pada Tabel 5. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) polapola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari LQ adalah: X / IJ LQ X. J = IJ X / I. X.. Di mana: X ij : derajat aktifitas ke-i di kecamatan-j X.j : total aktifitas di kecamatan-j X i. : total aktifitas ke-i di kabupaten X.. : derajat aktifitas total di kabupaten Tabel 4 Struktur data aktifitas Sektor Kecamatan Lokasi Jumlah X i. i Nama Komoditas Studi (j) (Kabupaten) 1 X 1j X 1. 2 X 2j X n X nj X n. Jumlah X.j X..

51 36 Tabel 5 Struktur tabel LQ i Sektor Nama Komoditas LQ Kecamatan Lokasi Studi (j) 1 LQ 1j 2 LQ 2j... n LQ nj Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, digunakan batasan sebagai berikut: - Jika nilai LQ ij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di kecamatan-j secara relatif dibandingkan dengan total kabupaten atau terjadi pemusatan aktifitas di kecamatan-j. - Jika nilai LQ ij = 1, maka kecamatan-j tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di kecamatan-j sama dengan rata-rata total kabupaten. - Jika nilai LQ ij < 1, maka kecamatan-j tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh kabupaten. Untuk mendukung analisis LQ ini digunakan analisis Localization Index (LI) dengan persamaan: α = Σ(Xij/X.j)-(Xi./X..). Setelah diperoleh hasil perhitungan, maka hasil perhitungan yang bernilai positif saja yang digunakan untuk komoditas yang diselidiki, nilai α yang mendekati 1 artinya pengusahaan komoditas tersebut terkonsentrasi di suatu daerah (Warpani dalam Bachrein, 2005) Analisis Keunggulan Kompetitif Wilayah (Shift-Share Analysis) Shift-share Analysis digunakan melengkapi Location Quotient Analysis. Shift-share analysis merupakan teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi

52 37 (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu (Panuju dan Rustiadi, 2005). Pemahaman struktur aktifitas dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktifitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktifitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Hasil analisis shift-share menjelaskan kinerja (performance) suatu aktifitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam total wilayah. Analisis shift-share mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktifitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi menjadi tiga bagian yaitu. : sebab yang berasal dari dinamika lokal (sub wilayah), sebab dari dinamika aktifitas/sektor (total wilayah) dan sebab dari dinamika wilayah secara umum. Analisis Shift-share dilakukan terhadap pengusahaan tanaman pangan dan perkebunan di Kecamatan Kaliorang (sebelum pemekaran) dibandingkan dengan cakupan wilayah lebih luas (Kabupaten Kutai Timur) dalam dua titik waktu (Kabupaten Dalam Angka, 2002 dan 2004/2005). Untuk mengetahui pengembangan komoditas tanaman perkebunan untuk cakupan wilayah yang lebih luas dilakukan juga analisis Shift-share untuk kawasan agropolitan Sangsaka. Dari hasil analisis Shift-share diperoleh gambaran kinerja aktifitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu: 1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktifitas total dalam wilayah.

53 38 3. Komponen Pergeseran Diferensial (Komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ ketidakunggulan) suatu sektor/aktifitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktifitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis Shift-share adalah sebagai berikut : SSA = X X.. ( t1) X i ( t1) X.. ( t1) + + X ij ( t1) 1.. ( t 0 ) X i ( t 0 ) X.. ( t 0 ) X ij ( t 0 ) a b c X X i ( t1) i ( t 0 ) dimana : a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan X.. = Nilai total aktifitas dalam total wilayah (kabupaten) Xi. = Nilai total aktifitas tertentu dalam total wilayah (kabupaten) Xij = Nilai aktifitas tertentu dalam unit wilayah tertentu (kecamatan) t1 = titik tahun akhir t0 = titik tahun awal Analisis Deskriptif Dalam hal ini dianalisis partisipasi dan aspirasi yang berkembang di masyarakat dengan terlebih dahulu mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat, komoditas yang ingin dikembangkan, kegiatan kemitraan yang diinginkan sehingga dapat disusun arahan pengembangan kawasan selain berdasarkan potensi wilayah/kesesuaian lahan hasil studi dari Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan (2003), juga dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang diperoleh melalui wawancara, sehingga diharapkan program-program yang berkaitan dengan pengembangan kawasan sejalan dengan aspirasi masyarakat.

54 Matriks Tujuan, Kerangka Analisis Penelitian, Data yang Dibutuhkan dan Hasil yang Diharapkan Berdasarkan tujuan, kerangka analisis penelitian, data yang dibutuhkan, dan hasil yang diharapkan maka disusun matriks sebagaimana tertera pada Tabel 6 dan diagram alir pada Gambar 2. Tabel 6 Matriks Tujuan, Analisis, Data yang Dibutuhkan, dan Hasil yang Diharapkan No Tujuan Analisis 1. Menganalisis hirarki pusatpusat aktifitas dan pelayanan kawasan 2. Menganalisis kegiatan usaha pertanian dan pengembangan komoditas unggulan di kawasan transmigrasi 3. Menganalisis partisipasi dan aspirasi masyarakat 4. Menyusun arahan pengembangan kawasan Analisis Skalogram dan Regresi Analisis LQ, LI, dan SSA Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif berdasarkan hasil analisis Skalogram, LQ, LI, SSA, partisipasi, dan aspirasi masyarakat Data dan Sumber Data Primer Sekunder - Fasilitas umum dan jumlah penduduk (Podes 2006, BPS) - Pengusahaan komoditas pertanian (Podes 2003, Kabupaten Dalam Angka 2002, dan 2004/2005, BPS) Wawancara dengan masyarakat Wawancara dengan masyarakat Hasil yang Diharapkan Identifikasi hirarki pusatpusat aktifitas dan pelayanan kawasan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya Indikasi pengembangan komoditas unggulan - Partisipasi dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat Peta kesesuaian lahan (Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan Dep. Nakertrans, 2003) Arahan pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang

55 40 Data Primer & Sekunder Analisis hirarki pusat pusat pelayanan : analisis skalogram dan regresi Analisis partisipasi dan aspirasi masyarakat : analisis deskriptif Hirarki desa-desa di kawasan transmigrasi Kaliorang Partisipasi dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat Pengembangan komoditas unggulan dengan memperhatikan hasil analisis LQ, LI, SSA, dan potensi wilayah/kesesuaian lahan Arahan pengembangan kawasan transmigrasi Gambar 2 Bagan Alir Kegiatan Penelitian.

56 41 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Wilayah Administrasi, Letak Geografis, dan Aksesibilitas Kawasan transmigrasi Kaliorang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Kaliorang dan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah ini termasuk dalam kawasan pengembangan agropolitan Sangsaka yang meliputi wilayah Kecamatan Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang. Secara geografis kawasan transmigrasi Kaliorang terletak pada BT BT dan LS LU. Kawasan transmigrasi Kaliorang secara administratif berbatasan dengan : - Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sangkulirang - Sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Selat Makassar. - Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bengalon. Peta administratif kawasan transmigrasi Kaliorang tertera pada Gambar 3. Kecamatan Kaliorang dan Kaubun terdiri dalam 15 desa dengan 13 desa diantaranya adalah eks unit pemukiman transmigrasi (UPT). Kelima belas desa termasuk desa-desa transmigrasi dan tahun penempatan transmigran di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Desa-Desa Transmigrasi di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun No Nama Desa Nama UPT Tahun Penempatan Kecamatan Transmigran 1 Kaliorang Desa Setempat - Kaliorang 2 Bukit Makmur Kaliorang I Kaliorang 3 Bukit Harapan Kaliorang II Kaliorang 4 Citra Manunggal Jaya Kaliorang III Kaliorang 5 Bangun Jaya Kaliorang IV Kaliorang 6 Bumi Sejahtera Kaliorang V Kaliorang 7 Selangkau Desa Setempat - Kaliorang 8 Bumi Etam Kaubun I Kaubun 9 Bumi Rapak Kaubun II Kaubun 10 Bumi Jaya Kaubun III 1988 Kaubun 11 Cipta Graha Kaubun IV Kaubun 12 Kadungan Jaya Pengadan Kaubun 13 Pengadaan Baru Pengadan Kaubun 14 Mata Air Pengadan Kaubun 15 Bukit Permata Pengadan Kaubun Sumber: Podes (2006) dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

57 42 Kawasan Transmigrasi Kaliorang Sumber : Direktorat Sistem Informasi Geografis, Kabupaten Kutai Timur. Gambar 3 Peta Administratif Kawasan Transmigrasi Kaliorang.

58 43 Kawasan Transmigrasi Kaliorang berjarak sekitar 96 km dari Ibukota Kabupaten Kutai Timur (Sangatta). Pencapaian kawasan transmigrasi Kaliorang dari Sangatta menggunakan transportasi umum Sangatta Sangkulirang atau kendaraan carteran. Transportasi ke Kaliorang masih menjadi masalah karena sedikitnya transportasi reguler yang tersedia. Dari pusat Kecamatan Kaliorang (simpang Kaliorang Kaubun) ke desa-desa di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun hanya sebagian yang sudah diperkeras dengan sirtu dan satu-satunya kendaraan penumpang umum yang tersedia adalah ojek dengan tarip yang cukup mahal. Desa Bukit Makmur merupakan desa terdekat dari pusat Kecamatan Kaliorang (simpang Kaliorang-Kaubun) yaitu berjarak sekitar 1 km sedangkan desa terjauh adalah desa Pengadaan Baru yang berjarak sekitar 50 km. Peningkatan dan perbaikan jalan serta tersedianya sarana transportasi yang murah antar desa merupakan dambaan masyarakat untuk memperlancar transportasi antar desa di kawasan transmigrasi Kaliorang Perkembangan Penduduk dan Perekonomian Penempatan transmigran di kawasan transmigrasi Kaliorang dilakukan dari tahun 1986 sampai dengan 1999 dengan jumlah penempatan sebanyak KK yang tersebar di 13 UPT. Transmigran yang ditempatkan berasal dari Jawa, Nusa Tenggara, Bali dan transmigran penduduk setempat (TPS). Jumlah penempatan transmigran dan perkembangan penduduknya tertera pada Tabel 8. Tabel 8 Penempatan Transmigran dan Perkembangan Penduduk No Nama UPT Jumlah KK Penempatan Transmigran Jumlah KK (Podes 2006) Perkembangan KK (%) 1 Kaliorang I Kaliorang II Kaliorang III Kaliorang IV Kaliorang V Kaubun I Kaubun II Kaubun III Kaubun IV Pengadan Pengadan Pengadan Pengadan Jumlah Sumber : Podes (2006) dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (diolah).

59 44 Berdasarkan data Potensi Desa/Podes (2006) perkembangan penduduk di kawasan transmigrasi Kaliorang mengalami penurunan menjadi hanya KK (-19 %) dibandingkan pada saat penempatan sejumlah KK. Adanya penurunan jumlah penduduk (KK) bukan berarti lahan yang dimiliki ditinggalkan, yang terjadi lahannya diperjualbelikan baik kepada sesama transmigran maupun dengan pendatang. Fakta menunjukkan ada transmigran di desa Bumi Rapak yang telah membeli lahan milik transmigran yang lain sesaat setelah jaminan hidup berakhir. Satuan Kawasan Permukiman (SKP) Pengadan letaknya paling jauh dari simpang Kaliorang Kaubun di mana pusat pelayanan yaitu terdapat kantor Kecamatan Kaliorang sebelum pemekaran, Puskesmas, akses jalan yang cukup baik (beraspal) menuju Sangatta dan lintas transportasi dari Sangatta Sangkulirang untuk semua desa eks UPTnya mengalami penurunan jumlah KK. Beberapa kemungkinan penyebab berkurangnya jumlah KK tersebut antara lain karena tekanan ekonomi, kegagalan pengembangan usahatani dan kurangnya fasilitas atau sarana dan prasarana terutama di awal-awal masa pembinaan sehingga para transmigran kembali ke daerah asal atau pindah ke daerah lain. Kondisi jalan ke Pengadan dari Kaubun adalah jalan tanah, jika musim hujan jalan berlumpur sehingga sulit dilewati sarana transportasi yang ada. Sebagian besar penduduk memperoleh penghasilan utama dari bekerja di bidang pertanian (Podes, 2006). Hal ini dikarenakan desa-desa tersebut adalah desa bentukan transmigrasi yang sejak awal pembukaannya diarahkan untuk pengembangan pertanian. Desa-desa di SKP Kaubun seperti Bumi Rapak, Cipta Graha dan Bumi Etam memperoleh penghasilan utama dari pertanian tanaman pangan dalam hal ini padi sawah yang diusahakan di lahan R (lahan reserve/cadangan) dan sebagian LU I. Desa-desa yang lain umumnya menanam padi ladang atau dari tanaman pisang dan kakao yang diusahakan baik di LP, LU I maupun LU II. Kondisi perekonomian desa-desa yang mengandalkan perekonomian dari tanaman pisang saat ini mengalami penurunan karena adanya serangan penyakit layu Fusarium sp. yang mulai terjadi pada tahun 2005 sehingga pisang kurang menghasilkan.

60 45 Sarana prasarana transportasi di wilayah ini juga masih sangat terbatas. Kondisi jalan yang belum memadai dan belum tersedianya sarana transportasi yang murah merupakan kendala bagi mobilitas penduduk maupun dalam mengakses pasar baik pasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari maupun sarana produksi pertanian. Dengan demikian pemasaran hasil pertanian sangat tergantung pada pedagang desa. Hal ini menyebabkan pola pertanian lebih ke arah subsisten dan perkembangan ekonomi lambat Curah Hujan dan Hari Hujan Tahunan Curah hujan tahunan di kawasan transmigrasi Kaliorang sebesar mm dengan 114 hari hujan. Secara rinci curah hujan dan hari hujan di kawasan transmigrasi Kaliorang tertera pada Tabel 9. Tabel 9 Curah Hujan dan Hari Hujan di Kawasan Transmigrasi Kaliorang No. Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan 1. Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber : Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan (2003) dalam Rencana Teknis Pembangunan Kawasan Transmigrasi (RTPKT) Kaliorang. Menurut kelasifikasi Oldeman dengan kondisi curah hujan seperti terlihat pada Tabel 9, di wilayah ini terdapat 3 bulan basah (bulan dengan curah hujan di atas 200 mm), yaitu pada bulan Mei, Nopember, dan Desember. Selain itu,

61 46 terdapat 5 bulan lembab (bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm dan kurang dari 200 mm), yaitu berturut-turut pada bulan Juni sampai Oktober. Dengan demikian musim kemarau jatuh pada bulan Januari hingga April dan musim hujan terjadi antara bulan Mei hingga Desember. Hal tersebut akan menentukan aktifitas pertanian terutama untuk mengusahakan tanaman semusim. Potensi sumberdaya air ditunjukkan oleh adanya sungai-sungai yang mengalir di kawasan transmigrasi Kaliorang, yaitu sungai Rapak, Durian, Kaliorang, Selangkau, dan Golok Satuan Peta Lahan dan Kesesuaian Lahan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan (2003) satuan peta lahan di kawasan transmigrasi Kaliorang terdiri dari : a. Satuan Peta Lahan 1. Macam Tanah adalah Aluvial Eutrik, bentuk wilayah datar dengan lereng 0-3%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas ketersediaan hara (S 3n ). b. Satuan Peta Lahan 2. Macam Tanah Aluvial Eutrik, bentuk wilayah datar dengan lereng 0-3%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas ketersediaan hara (S 3n ) untuk padi, ketersediaan hara dan drainase terhambat (S 3nd ) untuk tanaman pangan lahan kering dan tanaman tahunan. c. Satuan Peta Lahan 3. Macam Tanah Kambisol Eutrik, bentuk wilayah datar dengan lereng 0-3%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas ketersediaan hara (S 3n ). d. Satuan Peta Lahan 4. Macam Tanah Kambisol Eutrik, bentuk wilayah berombak dengan lereng 4-8%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas ketersediaan hara dan topografi (S 3nt ) untuk tanaman padi dan ketersediaan hara (S 3n ) untuk tanaman pangan lahan kering dan tanaman tahunan.

62 47 e. Satuan Peta Lahan 5. Macam Tanah Kambisol Eutrik, bentuk wilayah bergelombang dengan lereng 9-15%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi tergolong tidak sesuai saat ini (N 1 ), untuk tanaman pangan dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas topografi (N 1t ) untuk padi dan ketersediaan hara dan topografi (S 3nt ) untuk tanaman pangan lahan kering dan tanaman tahunan. f. Satuan Peta Lahan 6. Macam Tanah Kambisol Eutrik, bentuk wilayah berbukit dengan lereng 16-25%, mempunyai kelas kesesuaian tergolong tidak sesuai permanen (N 2 ) untuk padi dengan faktor pembatas topografi (N 2t ), dan tergolong tidak sesuai saat ini (N 1 ) untuk tanaman pangan lahan kering dan tanaman tahunan dengan faktor pembatas topografi (N 1t ). g. Satuan Peta Lahan 7. Macam Tanah Kambisol Eutrik, bentuk wilayah bergunung dengan lereng 26-40%, mempunyai kelas kesesuaian tergolong tidak sesuai permanen (N 2 ) untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan dengan faktor pembatas topografi (N 2t ). h. Satuan Peta Lahan 8. Macam Tanah Mediteran Haplik, bentuk wilayah datar dengan lereng 0-3%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas ketersediaan hara (S 3n ). i. Satuan Peta Lahan 9. Macam Tanah Mediteran Haplik, bentuk wilayah berombak dengan lereng 4-8%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas ketersediaan hara (S 3n ). j. Satuan Peta Lahan 10. Macam Tanah Mediteran Haplik, bentuk wilayah bergelombang dengan lereng 9-15%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong sesuai marginal (S 3 ) dengan faktor pembatas ketersediaan hara dan topografi (S 3nt ). k. Satuan Peta Lahan 11. Macam Tanah Mediteran Haplik, bentuk wilayah berbukit dengan lereng 16-25%, mempunyai kelas kesesuaian untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan tergolong tidak sesuai saat ini (N 1 ) dengan faktor pembatas topografi (N 1t ).

63 48 l. Satuan Peta Lahan 12, 13, dan 14. Macam Tanah Litosol, bentuk wilayah berombak sampai agak berbukit dengan lereng 4-25%, mempunyai kelas kesesuaian tergolong tidak sesuai permanen (N 2 ) untuk padi, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman tahunan dengan faktor pembatas kedalaman solum (N 2r ). Keseluruhan satuan peta lahan tersebut tertera pada Lampiran 4. Berdasarkan survai yang dilakukan oleh tim dari Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2003) lahan di kawasan ini mempunyai tingkat kesuburan rendah, dengan salah satu faktor pembatas di kawasan ini adalah kesuburan tanah. Dengan demikian perlu input untuk menambah kesuburan tanah diantaranya dengan pemupukan. Satuan peta lahan, macam tanah, kesesuaian lahan, dan faktor pembatas tertera pada Tabel 10. Kelas kesesuaian lahan terbagi dalam 2 tingkat order yakni Sesuai (S) dan Tidak Sesuai (N). Tingkat order Sesuai terdiri dari 3 kelas dan order Tidak Sesuai 2 kelas, yaitu : a. Sangat Sesuai (S 1 ), Lahan yang tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau pengaruh secara nyata terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang bisa diberikan. b. Cukup sesuai (S 2 ), Lahan yang mempunyai pembatas agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan serta meningkatkan masukan yang diperlukan. c. Sesuai marginal (S 3 ), Lahan yang mempunyai pembatas serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan serta meningkatkan masukan yang diperlukan. d. Tidak sesuai saat ini (N 1 ), Lahan mempunyai pembatas serius tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. e. Tidak sesuai permanen (N 2 ), Lahan yang mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan penggunaan berkelanjutan pada lahan tersebut.

64 49 Tabel 10 Satuan Peta Lahan, Macam Tanah, Kesesuaian Lahan dan Faktor Pembatas No Macam Tanah Kelas Kesesuaian Lahan Luas* Kelas Tanaman Pangan Lahan Lereng Padi Tanaman Tahunan Kering Ha % (%) A I P A I P A I P 1 Aluvial Eutrik 0-3 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S ,21 2 Aluvial Eutrik 0-3 S 3n M/Mi S 2 S 3nd MD/Mi S 2 S 3nd MD/Mi S ,29 3 Kambisol Eutrik 0-3 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S ,28 4 Kambisol Eutrik 4-8 S 3nt MP/Mi S 2 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S ,49 5 Kambisol Eutrik 9-15 N 1t MP/Mi S 3 S 3nt MQ/Mi S 2 S 3nt MQ/Mi S ,40 6 Kambisol Eutrik N 2t x N 2 N 1t T/Mi S 3 N 1t T/Mi S ,64 7 Kambisol Eutrik N 2t x N 2 N 2t x N 2 N 2t x N ,56 8 Mediteran Haplik 0-3 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S ,73 9 Mediteran Haplik 4-8 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S 2 S 3n M/Mi S ,44 10 Mediteran Haplik 9-15 S 3nt MQ/Mi S 2 S 3nt MQ/Mi S 2 S 3nt M/Mi S ,47 11 Mediteran Haplik N 1t P/Mi S 3 N 1t Q/Mi S 3 N 1t Q/Mi S ,25 12 Litosol 4-8 N 2r x N 2 N 2r x N 2 N 2r x N ,20 13 Litosol 9-15 N 2r x N 2 N 2r x N 2 N 2r x N ,55 14 Litosol N 2r x N 2 N 2r x N 2 N 2r x N ,46 Jumlah ,00 Sumber : Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan (2003). Keterangan : A = Kesesuaian Lahan Aktual P = Kesesuaian Lahan Potensial I = Input * Luas, sebagian masuk dalam wilayah Kecamatan Sangkulirang Kelas Kesesuaian Lahan Faktor Pembatas Input Tingkat Input S1 = Sangat sesuai n = Ketersediaan hara M = Pemupukan Hi = Input tinggi S2 = Cukup sesuai t = Topografi D = Saluran drainase Mi = Input sedang S3 = Sesuai marginal d = Drainase Q =Teras gulud Li = Input rendah N1 = Tidak sesuai saat ini r = Kedalaman solum T = Teras bangku N2 = Tidak sesusi permanen P = Pencetaan sawah

65 Penggunaan Lahan Areal wilayah Kecamatan Kaliorang dan Kaubun seluas ha, yang telah dimanfaatkan seluas ,5 ha (39%). Dari areal lahan yang telah dimanfaatkan seluas ,5 ha, ha merupakan lahan sawah dan ,5 ha merupakan lahan bukan-sawah. Dari lahan bukan-sawah seluas ,5 ha yang saat ini tidak diusahakan seluas 7.917,5 ha dan yang digunakan untuk bangunan, pemukiman dan penggunaan lain seluas ha. Luas lahan bukansawah yang tidak diusahakan merupakan lahan yang berpotensi digunakan untuk pengembangan pertanian atau agribisnis seperti pengusahaan tanaman pangan lahan kering, hortikultura ataupun perkebunan. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman perkebunan terutama lahan bekas perkebunan kelapa hibrida yang gagal yang saat ini berupa semak belukar dan pada alang-alang. Luas desa dan penggunaannya tertera pada Tabel 11. Tabel 11 Luas Desa dan Penggunaannya No Nama Desa Luas Desa (ha) Luas Lahan Sawah (ha) Luas Lahan Bukan-Sawah (ha) Tidak Untuk Non Diusahakan Diusahakan Pertanian 1 Kaliorang 362,5 150,0 115,0 60,0 37,5 2 Bukit Harapan 1.268,0 50,0 980,0 38,0 200,0 3 Bukit Makmur 3.370,0 0,0 838, ,0 90,0 4 Bangun Jaya 1.405,0 300,0 230,0 25,0 850,0 5 Citra Manunggal Jaya 1.475,0 380,0 475,0 470,0 150,0 6 Bumi Sejahtera 1.785,0 159,0 50,0 248, ,0 7 Cipta Graha 2.927,0 350, ,0 750,0 450,0 8 Bumi Jaya 1.450,0 270,0 932,0 150,0 98,0 9 Bumi Rapak 2.680,0 0, , ,0 80,0 10 Bumi Etam 2.170,0 250, ,0 438,5 231,5 11 Mata Air 1.300,0 178,0 146,0 776,0 200,0 12 Bukit Permata 1.675,0 225,0 350,0 930,0 170,0 13 Kadungan Jaya 2.823,0 250, ,0 500,0 323,0 14 Pengadan Baru 1.500,0 500,0 635,0 90,0 275,0 15 Selangkau 825,0 450,0 350,0 0,0 25,0 Jumlah , , , , ,0 Sumber : Potensi Desa (2006). Sisa luas areal yang tidak diusahakan berupa hutan negara atau sisa pencadangan areal untuk transmigrasi. Untuk pengembangan transmigrasi di

66 51 kawasan ini haruslah berlokasi di kawasan budidaya. Namun demikian, jika menurut survey tanah lokasi pengembangan tersebut mempunyai kesesuaian lahan N 2 maka lokasi tersebut sebaiknya dijadikan lokasi konservasi. Sehingga penetapan lokasi transmigrasi tidak hanya clear dan clean, tetapi juga memenuhi syarat layak huni, layak usaha, layak berkembang dan layak lingkungan. Areal pencadangan untuk transmigrasi saat ini sebagian terdapat di Kecamatan Sangkulirang (kecamatan induk). Pencadangan areal untuk transmigrasi dan sisanya tertera pada Tabel 12. Tabel 12 Luas Pencadangan Areal untuk Transmigrasi dan Pemanfaatannya Luas Pencadangan Areal (ha) No. Lokasi Jumlah Dimanfaatkan Sisa 1 Kaubun dan Kaliorang Pengadan Pengadan Perluasan Jumlah Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2005). Dari luas pencadangan areal untuk transmigrasi seluas ha yang dimanfaatkan baru seluas ha, sehingga jika berdasarkan data tersebut masih tersisa areal yang dapat digunakan untuk penempatan transmigran baru. Tetapi ternyata sisa pencadangan areal tersebut saat ini sebagian telah diberikan oleh pemerintah daerah untuk ijin lokasi perkebunaan swasta yang akan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di wilayah tersebut. Karena itu diperlukan adanya koordinasi antar instansi yang terkait, agar tidak terjadi tumpang tindih peruntukan lahan. Artinya terhadap tumpang tindih peruntukan lahan yang telah terjadi harus dicarikan upaya penyelesaiannya oleh Pemerintah Daerah berkoordinasi dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

67 52 BAB V TINGKAT PERKEMBANGAN DESA Tingkat perkembangan desa-desa di kawasan transmigrasi Kaliorang yang meliputi desa-desa di Kecamatan kaliorang dan Kaubun dianalisis dengan metode skalogram. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap desa, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu desa tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya. Desa yang mempunyai jenis dan jumlah sarana/prasarana yang dimiliki semakin banyak maka tingkat perkembangan desa tersebut semakin tinggi. Data-data yang digunakan dalam analisis tingkat perkembangan desa-desa adalah jumlah penduduk, jenis, dan jumlah sarana/prasarana pelayanan umum (kantor kecamatan), sarana/prasarana peribadatan (masjid, mushola, gereja, dan pura), sarana/prasarana pendidikan (TK, SD, SLTP, SLTP, pondok pesantren, dan lembaga pendidikan), sarana/prasarana kesehatan (puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, balai pengobatan, tempat praktek dokter, dan lainnya), sarana/prasarana perekonomian (KUD) dan jenis dan jumlah sarana/prasarana penunjang lainnya seperti sarana komunikasi dan transportasi seperti warpostel dan terminal angkutan roda Analisis Skalogram Berdasarkan Sarana/Prasarana Dasar Perhitungan tingkat perkembangan desa dengan analisis skalogram dilakukan sekaligus terhadap desa-desa yang ada di kawasan transmigrasi Kaliorang termasuk 2 desa setempat yaitu Kaliorang dan Selangkau sehingga jumlah desa yang dianalisis sebanyak 15 desa. Hasil analisis skalogram berdasarkan sarana/prasarana dasar tertera pada Tabel 13, sedangkan hasil selengkapnya pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis skalogram desa-desa pada Tabel 13, desa yang memiliki tingkat perkembangan desa tertinggi berdasarkan jenis dan jumlah sarana/prasarana dasar di Kecamatan Kaliorang adalah desa Bukit Makmur (eks UPT Kaliorang I) sedangkan yang terendah adalah desa Kaliorang (desa

68 53 setempat). Desa dengan tingkat perkembangan desa tertinggi di Kecamatan Kaliorang yaitu Bukit Makmur ditandai dengan adanya ketersediaan jenis dan jumlah sarana/prasarana yang paling tinggi yaitu memiliki 23 jenis sarana/prasarana dengan jumlah 48 unit sarana/prasarana serta memiliki jumlah penduduk yang terbesar yaitu jiwa. Tabel 13 Hirarki Desa-Desa Berdasarkan Analisis Skalogram Sarana/Prasarana Dasar No. Nama Desa Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Jenis Sarana/ Prasarana Jumlah Unit Sarana/ Prasarana Hirarki 1 Bukit Makmur Kaliorang I 2 Bangun Jaya Kaliorang II 3 Bukit Harapan Kaliorang II 4 Bumi Rapak Kaubun II 5 Buni Etam Kaubun II 6 Bumi Jaya Kaubun III 7 Mata Air Kaubun III 8 Selangkau Kaliorang III 9 Bumi Sejahtera Kaliorang III 10 Citra Manunggal Jaya Kaliorang III 11 Cipta Graha Kaubun III 12 Pengadan Baru Kaubun III 13 Kadungan Jaya Kaubun III 14 Kaliorang Kaliorang III 15 Bukit Permata Kaubun III Sumber : Podes (2006) (dianalisis). Desa yang memiliki tingkat perkembangan desa tertinggi berdasarkan jenis dan jumlah sarana/prasarana dasar di Kecamatan Kaubun adalah desa Bumi Rapak (eks UPT Kaubun II) sedangkan yang terendah adalah desa Bukit Permata (eks UPT Pengadan 7). Desa Bumi Rapak sebagai desa dengan tingkat perkembangan desa tertinggi di Kecamatan Kaubun ditandai dengan adanya ketersediaan jenis dan jumlah sarana/prasarana yang paling tinggi yaitu memiliki 14 jenis sarana/prasarana dan jumlah 32 unit sarana/prasarana serta memiliki jumlah penduduk yang terbesar yaitu jiwa. Berdasarkan hasil analisis skalogram desa-desa pada Tabel 13, desa yang memiliki hirarki tertinggi berdasarkan jenis dan jumlah sarana/prasarana dasar serta jumlah penduduknya di kawasan transmigrasi Kaliorang adalah desa Bukit

69 54 Makmur (eks UPT Kaliorang I) sedangkan desa yang memiliki hirarki terendah adalah desa Bukit Permata (eks UPT Pengadan 7). Gambaran posisi desa-desa dengan hirarkinya berdasarkan analisis skalogram sarana/prasarana dasar disajikan pada Lampiran Analisis Skalogram Menggunakan Indeks Perkembangan Desa Hasil analisis skalogram dengan menggunakan indeks perkembangan desa, menunjukkan hal yang sama bahwa desa Bukit Makmur tetap menjadi satusatunya desa yang berhirarki I dan mempunyai indeks perkembangan desa tertinggi seperti tertera pada Tabel 14, sedangkan hasil selengkapnya pada Lampiran 2. Tabel 14 Hirarki Desa-Desa Berdasarkan Analisis Skalogram Indeks Perkembangan Desa No. Nama Desa Kecamatan Umur Desa (tahun) Jarak dari Pusat Pelayanan/Simpang Kaliorang Kaubun (km) Indeks Perkembangan Desa Hirarki 1 Bukit Makmur Kaliorang I 2 Bukit Harapan Kaliorang II 3 Bangun Jaya Kaliorang II 4 Bumi Rapak Kaubun II 5 Bumi Etam Kaubun II 6 Pengadan Baru Kaubun III 7 Mata Air Kaubun III 8 Bumi Sejahtera Kaliorang III 9 Bumi Jaya Kaubun III 10 Selangkau Kaliorang III 11 Citra Manunggal Jaya Kaliorang III 12 Cipta Graha Kaubun III 13 Kadungan Jaya Kaubun III 14 Kaliorang Kaliorang III 15 Bukit Permata Kaubun III Sumber : Podes (2006) (dianalisis). Desa Bukit Makmur merupakan desa yang memiliki hirarki tertinggi di kawasan transmigrasi Kaliorang. Desa Bukit Makmur ini menjadi pusat pelayanan Kecamatan Kaliorang sebelum adanya pemekaran wilayah kecamatan

70 55 pada tahun Di desa ini selain terdapat kantor kecamatan dan puskesmas, letaknya berada pada lintasan jalur transportasi dari Sangatta ke Sangkulirang sehingga menjadi tempat berkumpulnya penduduk (semacam terminal angkutan roda 4) untuk bepergian ke Sangatta (Ibukota Kabupaten Kutai Timur) maupun Sangkulirang (kecamatan induk). Sedangkan desa Bumi Rapak merupakan desa yang memiliki hirarki tertinggi di Kecamatan Kaubun. Di desa Bumi Rapak selain terdapat sarana pendidikan dari SD, SLTP, dan SMA, letaknya sangat strategis karena berada pada lintas jalan penghubung ke wilayah Kecamatan Kaubun yang lain (desa lain di SKP Kaubun dan Pengadan). Umur desa transmigrasi tidak mempunyai korelasi yang nyata (P = 0,307) terhadap tingkat perkembangan desa-desa di kawasan transmigrasi Kaliorang sedangkan jarak desa dari pusat pelayanan (simpang Kaliorang Kaubun) mempunyai korelasi yang nyata (P = 0.033). Selain itu terjadi multicollinearity antara umur desa dan jarak desa dari pusat pelayanan, sehingga hanya jarak desa dari pusat pelayanan yang digunakan dalam persamaan regresi. Setelah diregresikan diperoleh persamaan : Y = 22,6 7,46 X dengan R 2 = 35,0% Di mana : Y = Indeks perkembangan desa X = Jarak desa dari pusat pelayanan Berdasarkan persamaan tersebut dapat dinyatakan bahwa semakin jauh desa dari simpang Kaliorang Kaubun maka indeks perkembangan desanya semakin menurun. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu semakin dekat desa transmigrasi dengan pusat pelayanan maka desa transmigrasi tersebut memiliki hirarki yang lebih tinggi dapat diterima. Persamaaan regresi ini mempunyai R 2 sebesar 35.0%, artinya masih terdapat variabel-variabel lain selain jarak desa dari pusat pelayanan (simpang Kaliorang Kaubun) yang mempengaruhi tingkat perkembangan desa. Desa-desa di eks SKP Pengadan dimana lokasinya relatif lebih jauh dari simpang Kaliorang Kaubun dan kondisi jalan penghubung sebagian masih merupakan jalan tanah, hasil analisis skalogram berdasarkan jenis dan jumlah sarana/prasarana dasar maupun indeks perkembangan desa mempunyai hirarki III.

71 56 Di kawasan transmigrasi Kaliorang baru sebagian desa saja yang jalan penghubungnya telah diperkeras dengan sirtu tetapi hal ini tidak didukung dengan ketersediaan sarana/moda angkutan untuk transportasi antar desa sehingga mobilitas penduduk atau untuk memasarkan hasil pertanian terhambat. Selain itu, berdasarkan survei lapang diketahui bahwa pembangunan sarana/prasarana umum seperti sekolah lanjutan dan puskesmas diletakkan pada desa-desa yang secara pencapaian relatif lebih mudah dicapai dengan sarana transportasi yang tersedia yaitu sepeda motor seperti kantor kecamatan dan puskesmas di Bukit Makmur, sekolah lanjutan pertama dan atas di Bangun Jaya, sekolah lanjutan pertama dan atas di Bumi Rapak dan kantor kecamatan (hasil pemekaran) serta puskesmas di Bumi Etam.

72 57 BAB VI ANALISIS KEGIATAN USAHA PERTANIAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN Sebagai wilayah yang desa-desanya sebagian besar merupakan desa-desa bentukan transmigrai, sebagian besar penduduk di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun mengandalkan perekonomian yang berbasis pada kegiatan sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Kutai Timur di wilayah ini yang difokuskan pada kegiatan yang bertumpu pada sektor pertanian. Disain awal pengembangan pertanian di kawasan ini adalah pertanian tanaman pangan lahan kering di LP dan LU I serta tanaman kelapa hibrida di LU II. Pengembangan tanaman kelapa hibrida di LU II dilaksanakan oleh PTPN XXVI sebagai plasma, namun hal ini mengalami kegagalan yang salah satunya disebabkan oleh kebakaran Pengusahaan Tanaman Pangan Tanaman pangan yang relatif luas diusahakan di kawasan transmigrasi Kaliorang adalah padi sawah, padi ladang, dan jagung. Secara rinci luas panen beberapa komoditas tanaman pangan tertera pada Tabel 15. Tabel 15 Keragaan Pengusahaan Tanaman Pangan No. Komoditas Kaliorang Kutai Timur Panen (ha) Kontribusi (%) Panen (ha) Kontribusi (%) 1 Padi Sawah , ,0 2 Padi Ladang , ,2 3 Jagung 272 6, ,6 4 Ubi Kayu 11 0, ,0 5 Ubi Jalar 8 0, ,8 6 Kacang Tanah 29 0, ,3 7 Kedelai 50 1, ,2 8 Kacang Hijau 7 0, ,9 Kutai Timur , ,0 Sumber : Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka (2004/2005). Komoditi padi ladang yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai padi gunung sebagian ditanam masyarakat dengan cara ladang berpindah

73 58 (membakar hutan). Komoditas tanaman pangan yang lain relatif tidak berkembang dilihat dari kontribusi terhadap luas panen wilayah yang kurang dari 5%. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa komoditas padi sawah mempunyai nilai 2,50 dan jagung 1,16. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan padi sawah dan jagung merupakan komoditas basis di Kaliorang. Untuk mendukung hasil analisis LQ dilakukan analisis Localization Index (LI). Nilai perhitungan LQ dan LI untuk komoditas tanaman pangan tertera pada Tabel 16. Tabel 16 Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Pangan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur No. Komoditas Location Quotient Localization Index 1 Padi Sawah 2,50 0,37 2 Padi Ladang 0,58 0,00 3 Jagung 1,16 0,04 4 Ubi Kayu 0,13 0,00 5 Ubi Jalar 0,24 0,00 6 Kacang Tanah 0,53 0,00 7 Kedelai 0,98 0,00 8 Kacang Hijau 0,18 0,00 Sumber : Kutai Timur Dalam Angka (2004/2005) (dianalisis). Hasil analisis LI menunjukkan bahwa komoditas padi sawah mempunyai nilai 0,37 dan jagung 0,04. Dengan nilai LI tersebut menunjukkan bahwa pengembangan komoditas padi sawah dan jagung tidak hanya terpusat di Kaliorang, artinya terdapat wilayah lain di Kutai Timur yang juga mengembangkan komoditas padi sawah dan jagung. Untuk melengkapi analisis LQ dan LI dilakukan penghitungan Shiftshare analysis (SSA). Analisis SSA merupakan teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktifitas dalam hal ini pengusahaan komoditi di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktifitas dari hasil analisis Shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktifitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktifitas dalam cakupan wilayah

74 59 lebih luas. aktifitas yang memiliki keunggulan kompetitif berarti di dalamnya memiliki lingkungan yang kondusif bagi aktifitas yang bersangkutan. Komponen differensial menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas dalam hal ini pengembangan komoditas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total pengembangan komoditas tersebut dalam wilayah. Komponen ini juga menggambarkan dinamika (keunggulan/ ketidakunggulan) pengembangan komoditas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap pengembangan komoditas tersebut di sub wilayah lain. Data yang dipergunakan untuk analisis SSA adalah data pengusahaan komoditas tanaman pangan di Kaliorang dan kabupaten Kutai Timur pada tahun 2002 dan 2004/2005 sebagaimana tertera pada Tabel 17. Tabel 17 Luas Panen Pengusahaan Komoditas Tanaman Pangan di Kaliorang dan Kutai Timur tahun 2002 dan 2004/2005 No. Komoditas Luas Panen 2002 (ha) Luas Panen 2004/2005 (ha) Kaliorang Kutai Timur Kaliorang Kutai Timur 1 Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau Kutai Timur Sumber : Kutai Timur Dalam Angka (2002 dan 2004/2005) (dianalisis). Hasil perhitungan SSA menunjukkan bahwa komponen laju pertumbuhan total pengembangan komoditas tanaman pangan di Kutai Timur adalah 16,5%. Pengembangan komoditas tanaman pangan di Kaliorang yang laju pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan di Kutai Timur secara berturut-turut dari yang terbesar adalah komoditas padi sawah, padi lading, dan

75 60 kedelai. Hasil perhitungan nilai Shift-share analysis pengusahaan komoditas tanaman pangan tertera pada Tabel 18. Tabel 18 Nilai Shift-Share Analysis Pengusahaan Komoditas Tanaman Pangan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur No. Komoditas Komponen Share Pertumbuhan Proporsional Differensial SSA 1 Padi Sawah 0,1650 0,2688 2,5844 3, Padi Ladang 0,1650-0,0388 2,1403 2, Jagung 0,1650-0,3592 0,1132-0, Ubi Kayu 0,1650 0,2129-1,1976-0, Ubi Jalar 0,1650 0,1180-0,9973-0, Kacang Tanah 0,1650 0,0149-0,6327-0, Kedelai 0,1650 0,0168 2,3896 2, Kacang Hijau 0,1650 1,0268-1,7251-0,5333 Sumber : Kutai Timur Dalam Angka (2002 dan 2004/2005) (dianalisis). Berdasarkan nilai differensial pengembangan komoditas padi sawah, padi ladang dan kedelai tersebut mempunyai nilai yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan komoditas padi sawah, padi lading, dan kedelai mempunyai daya saing yang tinggi dalam pengembangan komoditas tanaman pangan di Kaliorang. Namun demikian, hanya padi sawah yang merupakan komoditas basis dan jika dilihat kontribusinya dari luasan panen mencapai 52,4%. Pada masa yang akan datang pengusahaan komoditi padi sawah diharapkan akan semakin meningkat yang tentunya diikuti dengan luas panen dan produksinya. Hal ini didukung adanya pembangunan bendungan di sungai Rapak yang saat ini sedang dalam tahap pelaksanaan. Menurut masyarakat dengan adanya bendungan ini, selain untuk irigasi lahan-lahan sawah dan perluasan areal lahan sawah di SKP Kaubun terutama SP 1, SP 2, dan SP 3 juga untuk mengatasi masalah banjir yang sering terjadi di Kaubun SP 2 (desa Bumi Rapak) pada saat musim hujan. Banjir selain menggenangi lahan masyarakat juga menggenangi jalan penghubung ke arah simpang Kaliorang Kaubun sehingga mengganggu mobilitas penduduk dan barang di wilayah tersebut.

76 Pengusahaan Tanaman Perkebunan Tanaman perkebunan yang relatif luas diusahakan di kawasan ini adalah kelapa dan kakao. Tanaman kelapa (hibrida) semula dikembangkan oleh PTPN XXVI di LU II masyarakat transmigran, tetapi mengalami kegagalan yang salah satunya disebabkan oleh kebakaran. Bekas areal tanaman kelapa yang terbakar kondisinya saat ini sebagian besar berupa padang alang-alang. Data yang dipergunakan untuk analisis LQ adalah data pengusahaan komoditas tanaman perkebunan di Kaliorang dan Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2004/2005 sebagaimana tertera pada Tabel 19. Tabel 19 Keragaan Pengusahaan Tanaman Perkebunan No. Komoditas Kaliorang Kutai Timur Tanam (ha) Kontribusi (%) Tanam (ha) Kontribusi (%) 1 Karet 18,00 0,5 647,74 1,2 2 Lada 19,30 0,5 340,33 0,6 3 Kopi 119,87 3,1 718,55 1,3 4 Kelapa 530,57 13, ,95 8,5 5 Kakao 2.764,15 72, ,67 18,5 6 Panili 79,67 2,1 103,30 0,2 7 Kelapa Sawit 300,00 7, ,03 69,7 Kutai Timur 3.831,56 100, ,57 100,0 Sumber : Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka (2004/2005). Tanaman perkebunan terluas yang diusahakan di kawasan ini berturutturut adalah kakao, kelapa, dan kelapa sawit. Selain itu di kawasan ini mulai berkembang pengusahaan komoditi kelapa sawit yang dilakukan oleh beberapa perkebunan swasta. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) terhadap luas tanam komoditas perkebunan menunjukkan bahwa komoditas kopi, kelapa, kakao, dan panili mempunyai nilai lebih dari 1. Namun demikian jika dilihat kontribusinya terhadap luasan tanam kawasan, tanaman kopi dan panili kurang dari 5%. Karena itu komoditas yang mempunyai indikasi sebagai komoditas basis adalah kakao dan kelapa. Hasil perhitungan LI menunjukkan bahwa komoditas kakao mempunyai nilai 0,20 dan kelapa 0,04. Dengan nilai LI tersebut

77 62 menunjukkan bahwa pengembangan komoditas kelapa dan kakao tidak terpusat di Kaliorang artinya wilayah lain di Kutai Timur juga mengembangkan komoditas kakao dan kelapa. Nilai perhitungan LQ dan LI untuk tujuh komoditas tanaman perkebunan tertera pada Tabel 20. Tabel 20 Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Tujuh Komoditas Tanaman Perkebunan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur No. Komoditas Location Quotient Localization Index 1 Karet 0,41 0,00 2 Lada 0,84 0,00 3 Kopi 2,48 0,10 4 Kelapa 1,65 0,04 5 Kakao 3,95 0,20 6 Panili 11,46 0,70 7 Kelapa Sawit 0,11 0,00 Sumber : Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka (2004/2005) (dianalisis). Untuk melengkapi analisis LQ dan LI dilakukan penghitungan Shiftshare analysis (SSA). Data yang dipergunakan untuk analisis SSA adalah data pengusahaan komoditas tanaman perkebunan di Kaliorang dan Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2002 dan 2004/2005 seperti tertera pada Tabel 21. Tabel 21 Luas Tanam Pengusahaan Komoditas Tanaman Perkebunan di Kaliorang dan Kutai Timur tahun 2002 dan 2004/2005 No. Komoditas Luas Tanam 2002 (ha) Luas Tanam 2004/2005 (ha) Kaliorang Kutai Timur Kaliorang Kutai Timur 1 Karet 0, ,00 18,00 647,74 2 Lada 19,00 332,50 19,30 340,33 3 Kopi 79,00 633,50 119,87 718,55 4 Kelapa 1.128, ,00 530, ,95 5 Kakao 758, , , ,67 6 Panili 5,70 12,20 79,67 103,30 7 Kelapa Sawit 0, ,00 300, ,03 Kutai Timur 1.989, , , ,57 Sumber : Kutai Timur Dalam Angka (2002 dan 2004/2005).

78 63 Hasil perhitungan SSA menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pengembangan komoditas tanaman perkebunan di kabupaten Kutai Timur adalah 130,71 % seperti tertera pada Tabel 22. Tabel 22 Nilai Shift-share analysis Pengembangan Komoditas Tanaman Perkebunan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur No. Komoditas Komponen Share Pertumbuhan Proporsional Differensial SSA 1 Karet 1,3071-1,8474 0,0000-0, Lada 1,3071-1,2835-0,0078 0, Kopi 1,3071-1,1728 0,3831 0, Kelapa 1,3071-1,7547-0,0820-0, Kakao 1,3071-0,8191 2,1586 2, Panili 1,3071 6,1601 5, , Kelapa Sawit 1,3071 3,9069 0,0000 5,2140 Sumber : Kutai Timur Dalam Angka (2002 dan 2004/2005) (dianalisis). Berdasarkan hasil analisis SSA, pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kaliorang yang pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kutai Timur secara berturutturut dari yang terbesar adalah komoditas panili, kelapa sawit, dan kakao. Berdasarkan nilai differensial hanya pengembangan komoditas panili dan kakao yang mempunyai nilai yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini pengembangan komoditas panili dan kakao mempunyai daya saing yang tinggi dalam pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kaliorang. Kontribusi tanaman kakao terhadap luasan tanam perkebunan di kawasan mencapai 72,1% sedangkan panili hanya 2,1%. Selain itu, kakao merupakan komoditas basis yang memiliki keunggulan diantaranya diterima oleh masyarakat, teknologi budidaya telah dikuasai dan pasar telah tersedia. Karena itu kakao mempunyai indikasi untuk dijadikan salah satu komoditas unggulan untuk dikembangkan. Pengembangan pengusahaan komoditi kelapa sawit saat ini telah dilakukan oleh beberapa perkebunan swasta yang rencananya juga dikembangkan di lahan masyarakat. Laju pertumbuhan pengembangan komoditi kelapa sawit

79 64 mempunyai nilai yang lebih besar dari laju pertumbuhan pengembangan komoditas perkebunan di Kutai Timur. Namun demikian, berdasarkan nilai pergeseran differensial pengembangan komoditi kelapa sawit data tidak tersedia (0,00). Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pengembangan komoditi kelapa sawit lebih disebabkan oleh adanya pertumbuhan pengembangan komoditi tersebut di wilayah Kutai Timur. Untuk itu dilakukan analisis untuk wilayah yang lebih luas yaitu kawasan agropolitan Sangsaka. Hasil perhitungan analisis SSA untuk pengembangan komoditas tanaman perkebunan di kawasan agropolitan Sangsaka tertera pada Tabel 23, sedangkan data selengkapnya tertera pada Lampiran 6. Tabel 23 Nilai Shift-Share Analysis Pengembangan Komoditas Tanaman Perkebunan di Kawasan Agropolitan Sangsaka, Kabupaten Kutai Timur No. Komoditas Komponen Share Pertumbuhan Proporsional Differensial SSA 1 Karet 1,3071-1,8474 0,0000-0, Lada 1,3071-1,2835 0,0073 0, Kopi 1,3071-1,1728 0,2826 0, Kelapa 1,3071-1,7547 0,1976-0, Kakao 1,3071-0,8191 0,3977 0, Panili 1,3071 6,1601 2,5094 9, Kelapa Sawit 1,3071 3, , ,7000 Sumber : Kutai Timur Dalam Angka (2002 dan 2004/2005) (dianalisis). Hasil analisis SSA menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pengembangan komoditi kelapa sawit di kawasan agropolitan Sangsaka melebihi laju pertumbuhan pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kutai Timur. Berdasarkan nilai differensial pengembangan komoditi kelapa sawit mempunyai nilai yang positif Pengusahaan Tanaman Buah-Buahan Tanaman buah-buahan yang telah dikembangkan secara komersial adalah pisang. Tanaman pisang yang dikembangkan di Kaliorang pada umumnya juga berfungsi sebagai pelindung tanaman kakao. Komoditas pisang mulai berkembang

80 65 setelah diperbaikinya jalan antar desa dan jalan kabupaten sehingga produksi dapat diangkut untuk dipasarkan ke Samarinda, Balikpapan bahkan Surabaya. Keragaan pengusahaan tanaman buah-buahan tertera pada Tabel 24. Tabel 24 Keragaan Pengusahaan Tanaman Buah-Buahan No. Komoditas Kaliorang Kutai Timur Tanam (ha) Kontribusi (%) Panen (ha) Kontribusi (%) 1 Duku 2 0, ,6 2 Durian 0 0, ,1 3 Jeruk 107 4, ,5 4 Mangga 63 2, ,9 5 Nangka 12 0,5 20 0,4 6 Nenas 0 0,0 17 0,4 7 Pepaya 0 0,0 8 0,2 8 Pisang , ,6 9 Rambutan 31 1, ,3 10 Salak 2 0, ,4 11 Sawo 0 0,0 1 0,0 12 Semangka 0 0,0 59 1,3 13 Jambu Biji 10 0,4 12 0,3 Kutai Timur , ,0 Sumber : Potensi Desa (2003). Hasil perhitungan LQ terhadap luas tanam komoditas buah-buahan menunjukkan bahwa komoditas jambu biji, pisang, jeruk, dan nangka mempunyai nilai lebih dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas tersebut merupakan komoditas basis di Kaliorang. Namun demikian jika dihitung nilai LI tidak ada yang mendekati 1. Karena itu walaupun jambu biji, pisang, jeruk, dan nangka merupakan komoditas basis di Kaliorang tetapi wilayah lain di Kutai Timur juga mengembangkan komoditas tersebut. Data luas tanam menunjukkan hanya tanaman pisang yang pengembangannya cukup luas yaitu mencapai ha (91,1%) sedangkan jambu biji, jeruk, dan nangka walaupun merupakan komoditas basis tetapi kontribusinya terhadap luasan tanam buah-buahan di Kaliorang relatif kecil, misalnya jambu biji luas tanam 10 ha dengan kontribusi hanya 0,4% dari total luas komoditas buah-buahan di Kaliorang. Tanaman pisang yang diusahakan masyarakat saat ini terserang penyakit layu Fusarium sp.

81 66 sehingga kurang menghasilkan. Hasil perhitungan LQ dan LI untuk komoditas buah-buahan tertera pada Tabel 25. Tabel 25 Nilai Perhitungan LQ dan LI untuk Komoditas Tanaman Buah- Buahan di Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur No. Komoditas Location Quotient Localization Index 1 Duku 0,03 0,00 2 Durian 0,00 0,00 3 Jeruk 1,19 0,11 4 Mangga 0,42 0,00 5 Nangka 1,04 0,03 6 Nenas 0,00 0,00 7 Pepaya 0,00 0,00 8 Pisang 1,22 0,13 9 Rambutan 0,28 0,00 10 Salak 0,03 0,00 11 Sawo 0,00 0,00 12 Semangka 0,00 0,00 13 Jambu Biji 1,45 0,26 Sumber : Potensi Desa (2003) Pengembangan Komoditas Unggulan Penentuan komoditi untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas unggulan dilakukan dengan pertimbangan bahwa komoditi memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif artinya komoditi tersebut merupakan komoditi basis wilayah dan mampu bersaing dengan komoditi yang sama yang dikembangkan di wilayah yang lain Tanaman Pangan Berdasarkan analisis LQ diperoleh hasil bahwa komoditas padi sawah dan jagung merupakan komoditas basis di Kaliorang walaupun wilayah lain juga mengembangkan komoditas tersebut. Hasil analisis SSA menunjukkan bahwa pengembangan komoditi padi sawah mempunyai laju pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan pengusahaan tanaman pangan di Kutai Timur sedangkan jagung lebih kecil. Selain itu, padi sawah juga mempunyai nilai differensial yang positif.

82 67 Kontribusi pengusahaan padi sawah terhadap pengusahaan tanaman pangan di Kaliorang relatif besar yaitu 52% dari total luasan panen tanaman pangan (4.271 ha). Hal ini menunjukkan bahwa komoditi padi sawah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif serta mempunyai indikasi untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas unggulan di Kaliorang. Menurut studi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2003) terdapat potensi untuk pengembangan lahan sawah di beberapa desa eks transmigrasi seluas ha seperti tertera pada Tabel 26. Tabel 26 Sebaran Desa dan Potensi Lahan untuk Pengembangan Padi Sawah No. Desa SKP Potensi Luasan (ha) 1 Bumi Etam Kaubun Bumi Rapak Kaubun Bumi Jaya Kaubun Cipta Graha Kaubun Pengadan Baru Pengadan Bukit Permata Pengadan 400 Jumlah Sumber : Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan (2003) Tanaman Perkebunan Berdasarkan analisis LQ diperoleh hasil bahwa komoditas kopi, kelapa, kakao, dan panili merupakan komoditas basis di Kaliorang walaupun wilayah lain juga mengembangkan komoditas tersebut. Hasil analisis SSA menunjukkan bahwa pengembangan komoditas panili dan kakao mempunyai laju pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan pengusahaan tanaman perkebunan di Kutai Timur sedangkan kopi dan kelapa lebih kecil. Selain itu, komoditas panili dan kakao juga mempunyai nilai differensial yang positif. Kontribusi pengusahaan panili hanya 2,1% terhadap luasan pengusahaan tanaman perkebunan di Kaliorang ( ha) dan hanya 0,2% terhadap luasan pengusahaan tanaman perkebunan di Kutai Timur (56.147,57). Berbeda halnya dengan tanaman kakao walaupun kontribusinya hanya 18,5% terhadap

83 68 pengusahaan tanaman perkebunan di Kutai Timur tetapi kontribusinya terhadap luasan pengusahaan komoditas perkebunan di Kaliorang relatif besar yaitu 72,1%. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi kakao memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dan berindikasi untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas unggulan di Kaliorang. Kakao merupakan tanaman baru yang memiliki keunggulan diantaranya diterima oleh masyarakat, teknologi budidaya telah dikuasai dan pasar telah tersedia dalam hal ini terdapat pedagang pengumpul di kawasan tersebut maupun pedagang yang datang langsung ke kawasan ini. Oleh sebab itu, kakao dirasakan sebagai salah satu sumber penghasilan masyarakat di kawasan transmigrasi Kaliorang. Namun demikian, untuk pengembangan lebih lanjut tanaman kakao perlu dilakukan penyuluhan yang lebih intensif. Di kawasan ini, tanaman kakao umumnya ditanam di antara kebun pisang dengan kondisi tanaman pisang yang terserang penyakit layu Fusarium sp. Saat ini, buah kakao mulai terserang penyakit yaitu pada bagian buah terjadi bercak kelabu kehitaman yang menyebabkan bagian buah busuk dan bijinya turut membusuk. Kelapa sawit saat ini bukan merupakan komoditas basis di kawasan transmigrasi Kaliorang maupun agropolitan Sangsaka. Hasil analisis SSA menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pengusahaan kelapa sawit di kawasan transmigrasi Kaliorang dan agropolitan Sangsaka lebih besar dari laju pertumbuhan pengembangan tanaman perkebunan di Kutai Timur. Namun demikian, hanya di kawasan agropolitan Sangsaka yang mempunyai nilai differensial positif. Kontribusinya terhadap pengembangan komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Sangsaka meningkat dari hanya 3,0% pada tahun 2002 menjadi 43,8% pada tahun 2004/2005. Saat ini beberapa perusahaan perkebunan swasta mulai mengembangkan komoditi kelapa sawit di kawasan transmigrasi Kaliorang diantaranya PT Gonta Samba, PT Telen, PT Prima Sawit Nusantara, PT Wira Sukses Abadi, dan PT Multi Pasifik International. Karena itu, kelapa sawit mempunyai indikasi untuk dikembangkan di kawasan agropolitan Sangsaka dimana kawasan transmigrasi Kaliorang merupakan bagian dari kawasan agropolitan tersebut.

84 Tanaman Buah-Buahan Jambu biji, pisang, jeruk, dan nangka merupakan komoditas basis di Kaliorang, namun demikian hanya pisang yang kontribusinya besar yaitu 91% dari luasan tanam buah-buahan di Kaliorang (2.561 ha). Jenis tanaman pisang utama yang diusahakan masyarakat adalah pisang sanggar (kepok). Saat ini tanaman pisang yang diusahakan masyarakat telah terserang penyakit layu Fusarium sp., sehingga kondisinya sebagian besar terlantar dan kurang menghasilkan. Karena itu, jika tanaman pisang akan dikembangkan sebagai salah satu komoditas unggulan, perlu dipikirkan untuk mencari bibit pisang sanggar yang tahan terhadap serangan penyakit tersebut Orientasi Pemasaran Hasil Produksi Kegiatan koleksi-distribusi di kawasan ini belum berkembang. Jumlah pasar tempat masyarakat menjual hasil pertanian dan membeli barang-barang produksi serta konsumsi masih sangat terbatas. Pasar terdekat adalah pasar di Sangkulirang yang pencapaiannya memerlukan biaya cukup tinggi. Hal ini sangat membatasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi baik dalam memasarkan hasil usahatani maupun memperoleh barang konsumsi. Orientasi pemasaran untuk panen tanaman pangan terutama padi adalah pasar Sangkulirang. Seperti desa-desa di SKP Kaubun, misalnya desa Bumi Rapak, beras yang dibeli oleh pedagang desa tersebut kemudian diangkut ke pasar di Sangkulirang. Di wilayah Sangkulirang terdapat perusahaan perkebunan dan perkayuan yang membutuhkan bahan pangan terutama beras. Karena itu kawasan ini terutama SKP Kaubun dimana berkembang lahan sawah dianggap sebagai lumbung padi untuk wilayah sekitarnya. Seperti halnya tanaman pangan pemasaran tanaman perkebunan kakao tidak menjadi masalah. Di kawasan tersebut terdapat pedagang pengumpul yang kemudian mengirim hasil panen kakao ke Makasar. Berbeda halnya dengan tanaman panili walaupun masyarakat merasa mudah dalam pemeliharaan tanaman tetapi untuk pemasaran masih terbatas karena belum ada pedagang pengumpul dan biasanya baru dijual bila ada masyarakat yang bepergian ke daerah asal (Bali).

85 70 Pemasaran tanaman buah-buahan terutama pisang, seperti halnya tanaman pangan dan perkebunan dilakukan oleh pedagang pengumpul yang datang ke kawasan tersebut. Komoditas pisang mulai berkembang setelah diperbaikinya jalan-jalan kabupaten sehingga produksi dapat diangkut untuk dipasarkan ke Samarinda, Balikpapan bahkan Surabaya.

86 71 BAB VII PARTISIPASI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI 7.1. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Masyarakat mengetahui istilah pengembangan kawasan di wilayah ini bukan dengan istilah agropolitan, tetapi dengan istilah lain yaitu Gerdabangagri (Gerakan Daerah Pembangunan Agribisnis) yang diketahui terutama melalui pertemuan-pertemuan di kelompok tani. Hanya para aparat desa dan tokoh masyarakat saja yang pernah mendengar langsung istilah Gerdabangagri yaitu pada saat berpartisipasi di forum rapat-rapat resmi yang diadakan di tingkat kecamatan atau kabupaten. Asal pengetahuan masyarakat akan adanya kebijakan pengembangan wilayah (Gerdabangagri) oleh pemda tertera pada Tabel 27. Tabel 27 Asal Pengetahuan Masyarakat Akan Adanya Kebijakan Pengembangan Wilayah (Gerdabangagri) Aparat/Tokoh Petani Jumlah No. Asal Mengetahui Masyarakat Jumlah % Jumlah % Responden % 1 Pertemuan Kelompok tani Sosialisasi Pemda Jumlah Sumber: Data primer (diolah). Data pada Tabel 27 menunjukkan bahwa petani mengetahui adanya kebijakan pengembangan wilayah (Gerdabangagri) dari adanya pertemuanpertemuan di kelompok tani (100%) dan hanya aparat/tokoh masyarakat yang mengetahui adanya kebijakan pengembangan wilayah (Gerdabangagri) dari sosialisasi oleh pemerintah daerah (83%). Gerdabangagri merupakan suatu program pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah daerah sehingga perlu sosialisasi kepada masyarakat. Aparat atau tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang pertama dihubungi pemerintah karena statusnya. Aparat atau tokoh masyarakat diharapkan menjadi jembatan penghubung yang menyampaikan ide-ide, memberikan pemahaman-pemahaman tentang rencana dan program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya.

87 72 Masyarakat pada umumnya belum terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi dalam pengembangan di kawasan tersebut. Sebagai contoh pada saat dilaksanakan pengerasan jalan dengan sirtu di desa Bumi Rapak, masyarakat merasa hanya sebagai penonton saja. Masyarakat mengetahui secara tiba-tiba ada droping material di lingkungannya dan pengerjaannya dilakukan oleh orang lain, padahal masyarakat ingin agar dalam pelaksanaannya masyarakat terlibat misalnya dengan model padat karya. Masyarakat mengharapkan dapat berperan sebagai tenaga kerja di lingkungan masing-masing dan mendapatkan upah dari pelaksanaan pengerasan jalan dengan sirtu tersebut. Namun demikian, jika kawasan tersebut ingin dikembangkan lebih lanjut masyarakat ingin lebih berpartisipasi dengan harapan kondisi perekonomiannya semakin meningkat dan kondisi sarana dan prasarana dasar wilayah semakin baik. Karena itu, dalam penelitian ini diuraikan aspirasi atau keinginan masyarakat agar kondisi kawasan transmigrasi Kaliorang semakin berkembang terutama dari aspek pengembangan perekonomian masyarakat dan sarana/prasarana wilayah. Direktorat Bina Potensi Persebaran Penduduk (2004), melaksanakan penyusunan desain rencana kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat transmigran melalui pemberdayaan masyarakat dengan suatu pendekatan partisipatif. Maksud dari kegiatan tersebut adalah meningkatkan kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigran, membangun kemandirian, serta mewujudkan integrasi dan sosial budaya di permukiman transmigrasi agar mampu tumbuh berkembang secara berkelanjutan. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat, penggalian informasi dan pemetaan masalah dan kondisi lapang dilakukan dengan melibatkan masyarakat transmigran secara aktif melalui format diskusi/pertemuan. Namun demikian, ternyata masyarakat yang terlibat hanyalah perwakilan dari pengurus Rukun Tetangga (RT), kelompok tani, aparat desa dan tokoh masyarakat. Dalam pelaksanaannya mulai dari identifikasi permasalahan, menyeleksi prioritas masalah dan merencanakan kegiatan aksi dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, dalam hal ini masyarakat dipandang sebagai subyek bukan sebagai obyek. Selain itu, juga dilakukan wawancara dengan Kepala UPT serta masyarakat transmigran.

88 73 Wakil dari transmigran antusias mengikuti kegiatan, mulai dari identifikasi masalah, menyeleksi prioritas masalah dan merencanakan kegiatan aksi dikarenakan pengetahuan transmigran jika ada perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini ada wakil-wakil dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi provinsi dan kabupaten maka biasanya akan ada realisasi atau manfaat yang dapat diperoleh dari perencanaan tersebut. Permasalahan yang berkaitan dengan tidak tersedianya sarana/prasarana, programnya diusulkan untuk dapat ditindaklanjuti oleh Ditjen PSKT (sebelum reorganisasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada awal tahun 2006) dan untuk dapat diprioritaskan pada usulan program anggaran biaya tambahan pada tahun Salah satu lokasi uji coba adalah UPT Bertak SP 2, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Hasil peninjauan lapang ke UPT Bertak SP 2 (pola usaha tanaman pangan pasang surut), selama ini transmigran hanya mengolah LP dengan tanaman pangan (padi, palawija, sayur-sayuran), dan dari usaha pertaniannya tersebut kurang berhasil yang disebabkan terutama karena kesesuaian lahan pada umumnya adalah S 3 (sesuai marginal) dengan faktor pembatas kedalaman pirit (± 50 cm ) dan kesuburan tanah. Peserta transmigran di lokasi ini sebagian merupakan transmigran pengungsi dari NAD Darussalam, di mana pada lokasi lama transmigran selain telah mengembangkan tanaman perkebunan kelapa sawit mereka bercocok tanam tanaman pangan pada lahan kering. Kebiasaan masyarakat transmigran yang sebelumnya berusahatani di lahan kering dengan pengolahan tanah yang optimal, menghadapi masalah setelah pindah ke lahan pasang surut dengan lapisan pirit ± 50 cm. Selain itu, terjadi serangan hama tikus dan babi hutan yang disebabkan karena lokasi berbatasan dengan LU I dan LU II yang masih berhutan (belum dibuka), selain juga adanya rumah yang ditinggalkan masyarakat sehingga rumah dan lahan pekarangan menjadi semak belukar. Masalah lain yang terjadi adalah pada saat air pasang, tanaman sering terendam air laut (intrusi air asin) yang disebabkan tidak adanya pintu air di 6 saluran sekunder. Akibat dari berbagai sebab tersebut, maka saat itu masyarakat mengalami gagal panen dan untuk

89 74 memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian masyarakat bekerja sebagai buruh dan tukang di luar lokasi. Masalah lain yang dihadapi masyarakat pada saat itu adalah masalah pendidikan seperti belum tersedianya bangunan SD dan guru SD PNS. Masalah kesehatan yaitu belum adanya bangunan puskesmas pembantu, keterbatasan droping pengadaan obat, dan obat-obatan yang tersedia hanya obat-obatan standart (generik) yang tidak sesuai dengan penyakit dominan yang ada di UPT tersebut (kulit, ISPA, influensa, malaria) dan keterbatasan sarana dan prasarana kesehatan, terutama untuk menolong kelahiran tidak tersedia kebidanan kit. Permasalahan sarana/prasarana transportasi terutama target pembangunan jembatan pada saluran sekunder 6 buah dan saat ini hanya terealisasi 3 buah jembatan, sehingga pada 3 saluran sekunder yang lain belum dibangun jembatan, sehingga oleh masyarakat secara gotong royong dibuat jembatan dengan konstruksi kayu gelam yang sifatnya darurat dan hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki dan sepeda/motor. Berkaitan dengan kelembagaan UPT, saat itu pada UPT Bertak SP 2, tidak tersedia dana yang memadai untuk manajemen UPT, tidak tersedia motor dinas untuk operasionalisasi sehari-hari dan kurangnya pembinaan secara intensif dari dinas dan lintas sektor terkait. Berdasarkan diskusi yang dilakukan dari prioritas masalah yang ada, transmigran sepakat untuk melakukan diversifikasi usaha pertanian melalui pengembangan usaha ternak itik. Sesuai dengan dana yang tersedia maka dapat diadakan itik sebanyak ekor yang terdiri dari ekor betina dan 400 ekor jantan yang akan dibagikan kepada 400 KK transmigran. Pembelian dan pembagian itik dilakukan bersama-sama dengan masyarakat, karena sebagian diantara mereka pernah sebagai pengembala itik di daerah asal sehingga mengetahui ciri-ciri itik yang baik dan siap bertelur. Pertimbangan transmigran memilih pengembangan usaha ternak itik adalah jika sudah bertelur maka pemasaran mudah, karena selain dekat dengan ibukota kabupaten dan provinsi, sarana transportasi relatif tersedia dengan mudah baik lewat air maupun darat. Untuk menjaga keberlanjutan pengembangan usaha ternak itik maka dilakukan pengaktifan Kelompok Usaha Bersama disertai dengan rencana pemberian modal usaha yang digunakan untuk penyediaan sarana produksi untuk ternak itik dan membeli hasil produksi telur itik dan memasarkannya secara

90 75 bersama-sama sehingga tercapai volume ekonomi. Berdasarkan data perkembangan UPT tahun 2006, populasi itik di UPT Bertak SP 2 ternyata tinggal hanya 65 ekor. Berkurangnya populasi ternak terutama disebabkan karena dikonsumsi, mati atau dijual oleh transmigran. Hal ini menunjukkan, meskipun kegiatan perencanaan dan pelaksanaan dilakukan oleh masyarakat tetapi jika kondisi perekonomian masyarakat masih kekurangan maka sebagian dari investasi apalagi bersifat bantuan dan tidak ada sanksi jika menjualnya maka sebagian akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang lain. Kejadian yang hampir mirip terjadi di UPT Toliwang SP 5F, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Jumlah penempatan 225 KK, masyarakat yang berasal dari daerah asal/transmigran Daerah Asal (TPA) semuanya mengungsi pada saat terjadi kerusuhan bermuatan SARA pada tahun 2000 dengan meninggalkan semua yang telah diperoleh selama mengembangkan usaha di lokasi tersebut. Pada saat kondisi sudah kondusif dan ada pemulangan kembali transmigran yang mengungsi diadakan pemberdayaan ekonomi dengan model partisipatif dengan salah satu hasil perencanaanya adalah pengembangan ternak sapi dengan model bergilir. Akhir tahun 2004, penulis berkesempatan melakukan peninjauan lapang ke UPT tersebut, ternyata sebagian ternak sapi telah dijual dengan kesepakatan di antara kelompok masyarakat Aspirasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Pengembangan Kegiatan Usaha dan Perekonomian Pemahaman masyarakat tentang Gerdabangagri lebih pada program pengembangan pertanian di kawasan ini. Masyarakat menyetujui adanya kebijakan Gerdabangagri tersebut dan berkeinginan untuk mengkerjasamakan pengusahaan lahan usahanya yang saat ini berupa semak belukar atau padang alang-alang. Komoditas pisang dan kakao yang saat ini diusahakan masyarakat mengalami kemunduran karena adanya serangan penyakit dan masyarakat merasa tidak sanggup untuk mengatasinya. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kondisi perekonomian masyarakat. Upaya-upaya pemerintah setempat untuk mengembangkan pertanian dengan menerjunkan sarjana pendamping di pedesaan, menurut masyarakat

91 76 perannya dan keaktifannya perlu ditingkatkan mengingat kondisi pertanian masyarakat terutama yang berkaitan dengan pengusahaan tanaman pisang dan kakao yang menjadi andalan sebagian masyarakat sedang terserang penyakit dan sampai saat ini masyarakat belum berhasil mengatasinya dan masyarakat cenderung menelantarkan. Efektifitas keberadaan sarjana pendamping masih dirasakan kurang terlihat dari masyarakat ada yang tidak mengenal siapa petugas pendamping pertanian yang ada di desanya, karena pada umumnya petugas pertanian baru datang pada pertemuan kelompok tani jika diundang. Masalahnya pertemuan kelompok tani tidak diadakan secara berkala, tetapi dilaksanakan pada saat-saat tertentu jika ada program dari pemerintah atau pada saat menjelang musim tanam terutama untuk berkoordinasi dalam pembelian sarana produksi pertanian (pupuk) yang harus dipesan pada pedagang yang ada di Bontang. Masyarakat mengharapkan adanya pengembangan komoditas baru misalnya kelapa sawit untuk diusahakan di lahan usahanya yang saat ini berupa semak belukar atau padang alang-alang. Contoh lahan bukan-sawah (LU II) yang berupa semak belukar atau padang alang-alang tertera pada Gambar 4. Gambar 4 Lahan Usaha II yang berupa semak belukar atau padang alang-alang. Hambatan utama dalam pengembangan komoditi kelapa sawit ini adalah permodalan sehingga masyarakat mengharapkan adanya perusahaan mitra/investor. Hal ini juga didorong oleh pengetahuan masyarakat tentang adanya beberapa perusahaan perkebunan swasta yang saat ini telah mulai membangun

92 77 perkebunan kelapa sawit di sekitar desa mereka diantaranya PT Gonta Samba, PT Telen dan PT Wira Sukses Abadi. Dengan adanya investor yang menyediakan modal untuk pengembangan komoditas kelapa sawit, masyarakat berharap lahan usaha II dan I yang saat ini tidak dapat diusahakan secara optimal dapat kembali diusahakan. Berdasarkan data potensi desa tahun 2006 di kawasan ini terdapat lahan bukan-sawah seluas ,5 ha dan yang saat ini tidak diusahakan seluas 7.917,5 ha yang merupakan potensi untuk pengembangan pertanian. Bentuk kerjasama kemitraan yang diinginkan masyarakat adalah investor yang melaksanakan pembukaan lahan kembali, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan sedangkan masyarakat sebagai tenaga kerja. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan lain di sektor pertanian maupun di luar sektor pertanian di kawasan tersebut. Dengan bekerja sebagai tenaga kerja di lahan sendiri atau perusahaan inti masyarakat mengharapkan adanya tambahan penghasilan sekaligus LU II yang saat ini berupa semak belukar atau padang alang-alang dapat diusahakan kembali. Dalam kerjasama kemitraan ini, masyarakat menginginkan investor yang bermodal artinya tidak ada penyerahan sertifikat LU II yang digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan kredit/modal dari Bank. Hal ini disebabkan adanya pengalaman masyarakat (di desa Bukit Makmur), di mana pernah ada yayasan yang mengumpulkan uang dari masyarakat tetapi ternyata setelah uang masyarakat terkumpul yayasan tersebut tidak jelas keberadaannya. Masyarakat keberatan jika sertifikat yang telah diserahkan, digunakan sebagai agunan. Masyarakat tidak rela, jika perusahaan rugi maka lahan yang masyarakat punyai akan disita dan dilelang kepada pihak lain untuk mengangsur pinjaman. Selain pengembangan pertanian, masyarakat juga mengharapkan dibangunnya prasarana perekonomian berupa pasar. Di kawasan ini belum tersedia pasar. Pasar yang ada adalah di kecamatan induk yaitu pasar di ibukota Kecamatan Sangkulirang. Pasar yang ada di kawasan ini hanyalah pasar tenda. Pasar tenda ini biasanya diadakan seminggu sekali bila cuaca di kawasan tersebut tidak sedang musim hujan. Pedagang di pasar tenda adalah masyarakat dari luar kawasan yang berkeliling dari satu desa ke desa yang lain, tetapi tidak semua desa

93 78 didatangi oleh pedagang keliling tersebut. Pasar tenda terutama diadakan di desa Bangun Jaya untuk SKP Kaliorang dan di desa Bumi Rapak untuk SKP Kaubun dan Pengadan. Masyarakat dari desa-desa yang lain di kawasan tersebut berdatangan ke desa di mana pasar tenda sedang berlangsung untuk membeli kebutuhan yang dibutuhkan. Kondisi pasar tenda seperti tertera pada Gambar 5. Gambar 5 Persiapan Pasar Tenda di Desa Bumi Rapak Peningkatan Sarana dan Prasarana Transportasi Masyarakat terutama di desa-desa yang telah dilaksanakan peningkatan jalan penghubung telah merasakan manfaat dari adanya program pembangunan tersebut di kawasan ini. Peningkatan jalan penghubung dengan sirtu dilakukan setelah dicanangkan Gerdabangagri oleh pemerintah daerah pada tahun Sebelum adanya peningkatan jalan untuk menuju ke simpang Kaliorang Kaubun dari desa Bumi Rapak atau desa-desa lain di kawasan tersebut sangat sulit apalagi jika musim hujan karena jalan penghubung yang ada jika musim hujan berlumpur sehingga sulit untuk dilalui kendaraan. Karena itu masyarakat mengharapkan adanya peningkatan prasarana jalan bukan hanya sirtu tetapi diperkeras dengan aspal atau semenisasi terutama pada jalan-jalan yang menghubungkan antar SKP di kawasan transmigrasi ini. Peningkatan kondisi jalan penghubung ini juga diikuti dengan tersedianya prasarana transportasi yang diperlukan masyarakat untuk mobilitas antar desa atau juga untuk anak-anak sekolah yang meneruskan sekolah lanjutan yang sudah terbangun yang lokasinya di desa yang lain. Selain jalan penghubung, masyarakat juga mengharapkan adanya peningkatan jalan desa dan jalan usahatani yang

94 79 sebagian masih berupa jalan tanah agar memudahkan dalam pengangkutan sarana produksi dan hasil panen Penerangan Kutai Timur merupakan salah satu penghasil minyak bumi dan batubara di Indonesia. Namun demikian untuk kawasan transmigrasi ini belum tersentuh oleh listrik PLN. Saat ini, untuk penerangan masyarakat menggunakan lampu minyak ataupun untuk masyarakat yang lebih mampu menggunakan genset pribadi yang digunakan untuk beberapa keluarga, sehingga kondisi kawasan ini pada malam hari gelap gulita karena tidak tersedianya sarana penerangan jalan. Masyarakat mengharapkan adanya listrik dari PLN yang menjangkau wilayah ini agar anakanak mereka dapat belajar dengan baik pada malam hari dan kondisi lingkungan pada malam hari tidak gelap gulita.

95 80 BAB VIII ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN Penyusunan arahan pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang utamanya didasarkan atas tiga faktor yaitu kegiatan pengembangan pertanian yang bisa dilaksanakan, tingkat perkembangan desa dan aspirasi atau keinginan masyarakat dalam pengembangan kawasan. Faktor-faktor lain seperti transportasi, kelembagaan dan hubungan interregional, tidak dijadikan pertimbangan Permasalahan Pengembangan Permasalahan yang dihadapi masyarakat di kawasan transmigrasi Kaliorang terutama berkaitan dengan permasalahan kegiatan usaha ekonomi, sarana dan prasarana transportasi serta penerangan Kegiatan Usaha Ekonomi Sebagai desa yang terbentuk dari pembangunan transmigrasi, saat ini sebagian besar penduduk di kawasan ini memperoleh penghasilan dari kegiatan di sektor pertanian (Podes, 2006). Komoditas pertanian yang dikembangkan terdiri dari tanaman pangan, perkebunan dan buah-buahan. Tanaman pangan yang umum dibudidayakan adalah padi sawah dan padi ladang. Padi gunung dikembangkan masyarakat di lokasi-lokasi yang kondisinya berbukit dan budidayanya dilaksanakan dengan membakar hutan terlebih dahulu seperti tertera pada Gambar 6. Gambar 6 Pembakaran Hutan untuk Penanaman Padi Ladang.

96 81 Pengusahaan padi gunung dilaksanakan secara bersama-sama dengan masyarakat lain yang tempat tinggalnya saling berdekatan. Gotong royong hanya dilakukan dalam hal-hal tertentu misalnya dalam pembukaan lahan dan pengendalian hama terutama babi hutan sedangkan untuk kegiatan yang lain seperti penanaman, pemeliharaan dan panen dilakukan secara individu atau upahan. Alasan masyarakat membuka hutan adalah cara inilah yang biayanya murah dan akan didapatkan abu yang dirasakan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini berkaitan dengan relatif sulitnya untuk mendapatkan sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan pertanian di kawasan ini, selain masyarakat juga mengalami keterbatasan modal dalam usahataninya. Selain itu, masyarakat berupaya memperluas pengusahaan lahan karena adanya pernyataan oleh pemda setempat bahwa masyarakat boleh menguasai lahan sampai 5 ha/kk. Padi sawah terutama diusahakan masyarakat di SKP Kaubun, di mana terdapat beberapa bagian wilayah yang kondisinya datar yang merupakan bekas rawa sehingga dapat diusahakan tanaman padi sawah tadah hujan. Dalam usahataninya, masyarakat mengalami kesulitan terutama dalam permodalan dan dalam memperoleh sarana produksi karena belum tersedianya kios-kios sarana produksi pertanian di kawasan ini. Untuk membeli pupuk pada saat tanam, masyarakat di desa Bumi Rapak menyerahkan uang sesuai dengan kemampuannya kepada kelompok tani. Setelah uang anggota terkumpul, wakil kelompok tani menghubungi pedagang yang ada di Bontang untuk dikirim pupuk. Selain itu masyarakat juga mengalami kesulitan tenaga kerja untuk pengolahan dan pemeliharaan tanaman padi sawah. Hal ini disebabkan karena pada saat diperlukan tenaga kerja maka pada saat itu juga semua masyarakat sedang sibuk dalam mengusahakan lahan sawahnya masingmasing. Usaha gotong-royong masyarakat dalam usahatani sudah tidak dilakukan lagi. Sistem yang berlaku adalah upahan jika ada masyarakat yang membantu pengolahan tanah atau pemeliharaan tanaman masyarakat yang lain. Gotong royong yang dilaksanakan terutama pada pembersihan jalan lingkungan, jalan usahatani dan parit di sekitar lahan sawah.

97 82 Pengusahaan tanaman buah-buahan di kawasan ini didominasi oleh tanaman pisang. Tanaman pisang diusahakan masyarakat baik di LP, LU I, dan LU II. Penanaman di LU II dilaksanakan setelah lahan tersebut dibuka untuk ditanami padi ladang. Setelah padi ladang panen, lahan tersebut kemudian ditanami pisang atau kakao. Tanaman pisang pada awalnya merupakan salah satu sumber penghasilan masyarakat terutama yang wilayahnya berbukit-bukit. Harga pisang saat kondisi tanaman masih baik sekitar Rp 500,- sampai Rp 600,- per sisir. Hampir setiap masyarakat pada saat tersebut dapat memanen antara sampai sisir per bulan. Tanaman pisang yang diusahakan masyarakat saat ini terserang penyakit layu Fusarium sp., sehingga tanaman pisang tersebut ditelantarkan oleh masyarakat. Saat ini harga persisir pisang sekitar Rp 1.000,- tetapi panen pisang sudah jauh berkurang bahkan untuk mencari satu pickup pisang pedagang sudah harus berkeliling ke desa yang lain. Karena itu masyarakat yang kondisi wilayahnya berbukit-bukit saat ini mengalami kesulitan modal untuk mengembangkan usahataninya lebih lanjut. Tanaman kakao yang diusahakan oleh masyarakat saat ini juga mulai terserang penyakit, terutama buahnya yaitu pada bagian buah terjadi bercak kelabu kehitaman yang menyebabkan bagian buah busuk dan bijinya turut membusuk. Kondisi lahan yang sudah menjadi semak belukar karena tanaman pisang masyarakat terserang penyakit layu Fusarium sp. seperti tertera pada Gambar 7. Gambar 7 Kebun Pisang Yang Sudah Menjadi Semak Belukar.

98 Sarana dan Prasarana Transportasi Prasarana jalan merupakan prasarana utama untuk mengembangkan perekonomian di kawasan ini. Terbangunnya jalan kabupaten (antar kecamatan) dan antar desa akan memudahkan mobilitas masyarakat antar desa, pengangkutan hasil pertanian, barang produksi, dan konsumsi. Masyarakat menyatakan bahwa saat ini mereka menginginkan adanya peningkatan jalan bukan hanya pada jalan desa yang saat ini pada umumnya masih berupa jalan tanah, tetapi juga pada jalan penghubung antar desa. Masyarakat menginginkan selain peningkatan sarana jalan ini juga diikuti dengan tersedianya prasarana transportasi dengan harga yang terjangkau, di mana selain untuk transportasi masyarakat antar desa juga untuk mengangkut panen masyarakat. Beberapa desa yang jalan penghubungnya masih berupa jalan tanah seperti dari SKP Kaubun ke SKP Pengadan maka pencapaiannya sulit terutama pada musim hujan karena jalan yang ada kondisi masih jalan tanah sehingga menjadi berlumpur. Setelah pelaksanaan agropolitan (Gerdabangagri) telah dilaksanakan pengerasan jalan dengan sirtu untuk jalan penghubung antar desa, tetapi program ini baru terlaksana untuk sebagian desa saja. Untuk beberapa bagian jalan penghubung walaupun sudah dilaksanakan peningkatan dengan sirtu tetapi pada musim hujan kondisi jalan masih licin seperti tertera pada Gambar 8. Gambar 8 Kondisi Jalan Penghubung Sehabis Hujan. Mobilitas masyarakat antar desa juga masih sulit. Hal ini disebabkan belum tersedianya sarana transportasi antar desa. Sarana transportasi antar desa

99 84 yang tersedia adalah ojeg dengan tarif yang mahal, misalnya untuk ojeg dari simpang Kaliorang Kaubun ke pusat permukiman desa Bukit Makmur yang berjarak hanya sekitar 3 km tarifnya Rp ,- sedangkan ke Bumi Rapak yang jaraknya sekitar 25 km tarifnya Rp ,-. Hal ini sangat membebani masyarakat sehingga mobilitas/interaksi masyarakat menjadi rendah. Masalah ketersediaan sarana transportasi ini juga menjadi kendala untuk anak-anak sekolah lanjutan yang tempat tinggalnya di desa lain dimana sekolah lanjutan tersebut dibangun. Perjalanan ke sekolah ditempuh dengan berjalan kaki atau menumpang truk yang kebetulan lewat. Dalam pengembangan agropolitan selain jalan penghubung yang baik diperlukan juga jalan usahatani. Jalan usahatani yang ada masih merupakan jalan tanah yang kondisinya rusak dan sulit dilalui pada musim hujan. Hal ini menyulitkan transportasi sarana produksi dan hasil usahatani sehingga biaya produksi relatif tinggi sedangkan harga produksi menurut masyarakat relatif rendah Penerangan Sarana penerangan dalam hal ini listrik untuk penerangan rumah tangga yang disediakan oleh PLN belum tersedia di kawasan ini. Masyarakat yang mampu umumnya menggunakan genset yang digunakan untuk beberapa masyarakat yang dihidupkan dari sore hari sampai tengah malam, tetapi saat ini kondisinya mulai sulit dikarenakan kondisi perekonomian yang menurun dan mahalnya harga BBM (bensin Rp 7.500,-/liter) Pengembangan Pertanian Lahan Usaha II dan Lahan Usaha I yang belum diolah atau telah diolah tetapi belum memberikan hasil yang optimal merupakan prioritas untuk pengembangan pertanian sub-sistem produksi di kawasan transmigrasi Kaliorang. Hasil analisis komparatif dan kompetitif terhadap kegiatan pertanian, menunjukkan komoditas padi sawah, kakao, dan kelapa sawit mempunyai indikasi sebagai komoditas ungulan untuk dikembangkan. Pengembangan kelapa sawit mempunyai prospek untuk dapat dikerjasamakan dengan investor, sedangkan padi sawah dan kakao belum ada investor yang berminat. Namun demikian, tanaman

100 85 kakao masyarakat mulai terserang penyakit yaitu pada bagian buah terjadi bercak kelabu kehitaman yang menyebabkan bagian buah busuk dan bijinya turut membusuk. Karena itu, untuk pengembangan lebih lanjut diperlukan adanya penyuluhan kepada petani yang lebih intensif terutama untuk menanggulangi penyakit yang menyebabkan buah busuk tersebut. Komoditas padi sawah berdasarkan analisis komparatif merupakan komoditas basis di Kaliorang dan berdasarkan analisis kompetitif mempunyai laju pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan pengusahaan padi sawah di Kutai Timur dan mempunyai nilai differensial yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pengusahaan padi sawah disebabkan karena adanya pertumbuhan pengusahaan padi sawah di kawasan tersebut. Hasil studi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2003) menunjukkan terdapat indikasi untuk pengembangan lahan sawah di beberapa desa eks transmigrasi seluas ha, terutama eks SKP Kaubun. Berdasarkan data kesesuaian lahan sebagian dari kawasan ini mempunyai kesesuaian lahan aktual S 3 dengan faktor pembatas ketersediaan hara dan topografi untuk pengembangan padi sawah. Dengan demikian diperlukan input agar kelas kesesuaian lahannya meningkat sehingga dapat diperoleh kesesuaian lahan potensial S 2 diantaranya dengan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Karena itu, komoditi padi sawah dapat lebih dikembangkan di bagian kawasan ini mengingat sebagian masyarakat telah mengusahakan sawah seperti di desa Cipta Graha dan Bumi Rapak. Saat ini sedang dalam proses pembangunan bendungan di sungai Rapak yang diharapkan dapat mengairi lebih luas lahan sawah di desa-desa eks SKP Kaubun. Ketersediaan sarana produksi pertanian (saprotan) terutama pupuk dan obat-obatan merupakan salah satu kendala yang harus diselesaikan di kawasan ini. Berdasarkan informasi masyarakat di Bumi Rapak, untuk pengadaan pupuk dan obat-obatan pertanian masyarakat melakukan secara bersama-sama di kelompok tani. Masyarakat mengumpulkan modal untuk pembelian saprotan (misalnya pupuk) sesuai dengan kemampuannya di kelompok tani, kemudian perwakilan

101 86 kelompok tani menghubungi pedagang saprotan yang ada di Bontang untuk mengirim saprotan ke desa. Diperlukan fasilitasi dari pemerintah daerah untuk lebih memberdayakan kelembagaan ekonomi semisal Koperasi Unit Desa (KUD) yang pernah ada untuk dapat menyediakan saprotan di lingkup desa masing-masing sehingga masyarakat mudah untuk mendapatkan saprotan di desa baik secara kelompok maupun individu. Tidak semua masyarakat mempunyai kemampuan sama dalam permodalan untuk membiayai usahataninya. Responden menyatakan bahwa setelah ada program Gerdabangagri, belum terdapat kemudahan untuk mendapatkan kredit pertanian. Karena itu, pemberdayaan kelembagaan ekonomi tersebut sebaiknya juga diikuti oleh kemudahan masyarakat untuk mendapatkan akses permodalan untuk membiayai kegiatan usahataninya dengan kesepakatankesepakatan yang diformulasikan di antara masyarakat dan kelembagaan ekonomi tersebut. Kelapa sawit di kawasan agropolitan sangsaka memiliki keunggulan kompetitif dengan kontribusi luasan tanamnya terhadap luasan tanam perkebunan di kawasan meningkat dari hanya 3,0% (2002) menjadi sebesar 43,8% (2004/2005). Masyarakat berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pengembangan komoditi kelapa sawit untuk dikembangkan di LU II yang saat ini berupa padang alang-alang bekas kebun kelapa hibrida yang terbakar atau semak belukar bekas kebun pisang yang terlantar. Di kawasan transmigrasi Kaliorang yang merupakan bagian dari kawasan agropolitan Sangsaka saat ini mulai dikembangkan komoditi kelapa sawit yang dilakukan oleh beberapa perkebunan swasta diantaranya diantaranya PT Gonta Samba, PT Telen, PT Prima Sawit Nusantara, PT Wira Sukses Abadi, dan PT Multi Pasifik International. Di antara investor perkebunan swasta tersebut telah ada yang pernah datang ke aparat desa/tokoh masyarakat untuk menyampaikan rencananya dalam pengembangan kebun kelapa sawit dengan melibatkan lahan yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat mengalami hambatan modal, karena itu masyarakat menginginkan adanya investor yang akan membantu dalam pengusahaan kelapa sawit. Bentuk kerjasama kemitraan yang diinginkan masyarakat adalah investor

102 87 yang melaksanakan pembukaan lahan kembali, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan sedangkan masyarakat sebagai tenaga kerja. Pada saat tanaman kelapa sawit sudah menghasilkan dilakukan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan yang nantinya disetujui bersama antara masyarakat dan investor. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan lain di sektor pertanian maupun di luar sektor pertanian di kawasan tersebut. Dengan bekerja sebagai tenaga kerja di lahan sendiri atau di perusahaan inti masyarakat mengharapkan adanya tambahan penghasilan sekaligus LU II mereka yang saat ini berupa semak belukar atau padang alang-alang dapat diusahakan kembali. Dalam kerjasama kemitraan ini, masyarakat menginginkan investor yang bermodal artinya tidak ada penyerahan sertifikat lahan usaha yang digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan kredit/modal dari Bank. Hal ini disebabkan adanya pengalaman masyarakat (di desa Bukit Makmur), di mana pernah ada yayasan yang mengumpulkan uang dari masyarakat tetapi ternyata setelah uang masyarakat terkumpul yayasan tersebut tidak jelas keberadaannya. Masyarakat keberatan jika sertifikat yang telah diserahkan digunakan sebagai agunan. Jika perusahaan rugi, masyarakat tidak menghendaki jika lahan usaha yang dipunyai dan sudah bersertifikat akan disita dan dilelang kepada pihak lain untuk mengembalikan pinjaman. Dalam pengembangan kebun kelapa sawit oleh investor yang bekerjasama atau melibatkan tanah-tanah milik masyarakat, diperlukan adanya verifikasi ulang terhadap sertifikat-sertifikat tanah yang saat ini ada di masyarakat. Sebagian sertifikat tanah telah berpindah tangan tetapi masih atas nama transmigran yang menjual tanah tersebut. Sehingga jika ada perjanjian kemitraan antara masyarakat dan investor tentunya akan menjadi kendala. Terdapat areal seluas 7.917,5 ha (Podes 2006) lahan bukan-sawah yang saat ini tidak diusahakan yang merupakan potensi untuk pengembangan tanaman perkebunan di Kaliorang. Berdasarkan data kesesuaian lahan sebagian dari kawasan transmigrasi Kaliorang mempunyai kesesuaian lahan aktual S 3 dengan faktor pembatas diantaranya ketersediaan hara dan topografi untuk tanaman perkebunan. Dengan demikian diperlukan input agar kelas kesesuaian lahannya meningkat sehingga dapat diperoleh kesesuaian lahan potensial S 2 diantaranya

103 88 dengan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah, teras bangku dan teras gulud. Untuk komoditas yang memerlukan sarana pengolahan seperti kelapa sawit pengembangannya perlu mempertimbangkan apakah di kawasan tersebut nantinya dapat terbangun pabrik pengolahan kelapa sawit yang akan mengolah hasil panen kelapa sawit masyarakat. Selain itu, diperlukan pembangunan jalan-jalan kebun yang memungkinkan panen kelapa sawit dapat sampai di pabrik pengolahan kurang dari 8 jam. Hal ini dikarenakan panen kelapa sawit harus segera diolah, maksimal 8 jam setelah panen. Apabila usaha pengembangan komoditas sudah berjalan akan terdapat volume produksi yang cukup besar yang memerlukan pelabuhan untuk perdagangan antar pulau maupun ekspor. Fasilitas pelabuhan yang disiapkan untuk mendukung pengembangan agribisnis di wilayah ini adalah pelabuhan Maloy. Walaupun demikian di Maloy juga diperlukan sarana pergudangan untuk gudang sarana produksi dan penyimpanan hasil sebelum pengapalan. Jika di kawasan ini berhasil dikembangkan komoditas kelapa sawit maka di kawasan agribisnis Maloy perlu juga dibangun tangki timbun untuk CPO. Untuk itu diperlukan studi untuk menentukan seberapa besar fasilitas-fasilitas pergudangan maupun tangki timbun untuk CPO harus dibangun. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan kawasan masih rendah. Partisipasi ini dapat ditingkatkan salah satunya dengan lebih banyak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan/memformulasikan bentuk kerjasama kemitraan dengan investor agar nantinya tidak merugikan petani terutama dari segi bagi hasil setelah kelapa sawit menghasilkan. Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan misalnya bagian lahan mana yang akan dijadikan kebun plasma. Masyarakat dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan kebun baik di kebun plasma maupun inti sehingga masyarakat memperoleh penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dari adanya pengembangan pertanian ini diharapkan pendapatan masyarakat meningkat sehingga dapat meningkatkan akses masyarakat bukan hanya terhadap kebutuhan pangan dan papan tetapi juga akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.

104 Pengembangan Desa, Prasarana Transportasi, dan Ekonomi Berdasarkan analisis tingkat perkembangan desa di kawasan transmigrasi Kaliorang hanya terdapat satu desa yang mempunyai hirarki I yaitu desa Bukit Makmur. Desa ini mempunyai indikasi sebagai pusat pelayanan untuk desa-desa yang ada di kawasan tersebut, selain karena ketersediaan sarananya juga karena letaknya yang berada di lintas transportasi Sangatta Kaliorang. Kawasan ini terdiri dari 3 Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) yaitu Kaliorang, Kaubun dan Pengadan. Satuan Kawasan Pengembangan Kaubun dan Pengadan letaknya relatif jauh dari SKP Kaliorang. Jika kawasan transmigrasi Kaliorang yang dikembangkan terlebih dahulu sebagai wilayah hinterland dari Maloy maka pembangunan sarana dan prasarana wilayah di SKP Kaubun dan Pengadan harus ditingkatkan sehingga akan terdapat setidaknya satu sub pusat pelayanan yang dapat menjangkau desa-desa di 2 SKP tersebut. Desa Bumi Rapak dan Bumi Etam merupakan desa berhirarki II dan memiliki peluang untuk dijadikan sub pusat pelayanan. Diharapkan masyarakat akan lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan seperti pendidikan dan kesehatan. Selain itu desa-desa di eks SKP Pengadan yang semuanya mempunyai hirarki III, pembangunan harus lebih ditingkatkan karena jenis dan jumlah fasilitas sarana dan prasarana masih terbatas dan masih mempunyai hambatan di bidang transportasi, selain jauh dari pusat pelayanan utama kondisi jalan masih berupa jalan tanah. Sarana prasarana terutama transportasi (jalan dan moda transportasinya) merupakan kendala utama yang dirasakan oleh masyarakat yang tentunya juga akan menjadi kendala dalam pengembangan agribisnis di kawasan ini. Karena itu dalam pengembangan kawasan ini sebagai kawasan agribisnis diperlukan adanya dukungan peningkatan dan pembangunan sarana/prasarana jalan dan moda transportasinya. Pengembangan prasarana jalan merupakan harapan masyarakat untuk lebih memperlancar mobilitas orang dan barang di kawasan ini. Untuk pengembangan prasarana jalan adalah peningkatan kondisi jalan yang sudah ada saat ini. Untuk jalan-jalan yang sudah dilakukan peningkatan dengan sirtu masyarakat mengharapkan untuk dapat ditingkatkan dengan pengaspalan atau semenisasi

105 90 mengingat kondisi jalan ini jika musim hujan masih tetap licin dan beberapa bagian ada yang berlumpur. Untuk jalan penghubung yang saat ini kondisinya masih jalan tanah masyarakat mengharapkan adanya peningkatan dari jalan tanah menjadi jalan sirtu terutama jalan penghubung untuk menjangkau SKP Pengadan. Pengembangan prasarana jalan sebaiknya juga dilaksanakan pada jalan desa dan jalan usahatani yang kondisi umumnya masih berupa jalan tanah agar memudahkan dalam pengangkutan sarana produksi dan hasil produksi. Pengembangan prasarana jalan di kawasan ini harus terkait dengan rencana pengembangan transportasi antar desa di kawasan ini. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mobilitas masyarakat antar desa maupun untuk berangkat ke sekolah bagi anak-anak masyarakat yang melanjutkan ke sekolah lanjutan yang letaknya di luar desanya. Bagi masyarakat yang tinggal di desa Bukit Makmur, untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah lanjutan baik SLTP maupun SLTA yang ada dan terdekat adalah di desa Bangun Jaya yang jaraknya sekitar 6 km dari desa Bukit Makmur tersebut. Satu-satunya moda angkutan yang ada saat ini adalah sepeda motor dengan tarif yang dirasakan masyarakat mahal. Oleh sebab itu, jika masyarakat tidak memiliki sepeda motor maka untuk bersekolah anak-anak berjalan kaki atau menumpang truk atau sejenisnya yang kebetulan lewat. Karena itu moda transportasi yang dikembangkan sebaiknya selain untuk mengangkut orang juga sekaligus dapat digunakan untuk mengangkut barang antar desa atau ke pasar. Pasar merupakan prasarana ekonomi yang sangat diperlukan saat ini oleh warga. Saat ini yang ada di kawasan ini adalah pasar tenda yang diadakan di Kaliorang SP 4 ataupun Kaubun SP 2. Penyelenggaraan pasar tenda dilakukan di jalan dan dilaksanakan secara mingguan. Pembangunan pasar dalam skala kecil dapat dibangun di desa-desa yang saat ini telah biasa diselenggarakan pasar tenda tersebut sehingga tidak merubah kebiasaan masyarakat yang telah berlangsung saat ini. Selain itu, dapat dibangun pasar dalam skala yang lebih besar yang dapat melayani kawasan ini secara keseluruhan yang dapat dibangun di pusat pelayanan Kecamatan Kaliorang sebelum pemekaran yaitu di simpang Kaliorang Kaubun. Di simpang Kaliorang Kaubun terdapat kantor kecamatan dan kantor Polisi Sektor

106 91 Kaliorang sebelum dimekarkan kembali menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kaliorang dan Kaubun. Untuk bepergian ke Sangata masyarakat di kawasan ini, menunggu angkutan yang lewat di simpang Kaliorang Kaubun. Di lokasi ini juga sudah terdapat penginapan jika masyarakat kemalaman sepulang bepergian dan tidak mendapat tumpangan untuk pulang ke desanya masing-masing yang letaknya jauh dari simpang Kaliorang Kaubun tersebut, sehingga simpang Kaliorang Kaubun merupakan tempat berkumpulnya masyarakat saat ini. Dengan pengembangan pasar tersebut akan memudahkan penduduk mengakses kebutuhan sehari-hari. Selain pasar untuk kebutuhan sehari-hari, perlu pula dibangun pasar untuk menampung hasil pertanian dan memfasilitasi petani dan pedagang melakukan transaksi yang saat ini juga belum ada. Lokasinya dapat dibangun bersebelahan dengan lokasi yang nantinya terpilih untuk pasar yang menyediakan kebutuhan sehari-hari tersebut sehingga masyarakat selain menjual hasil produksi sekaligus berbelanja kebutuhan sehari-harinya Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengembangan sumberdaya manusia di kawasan transmigrasi misalnya melalui pelatihan perlu terus dilakukan untuk meningkatkan keahliannya. Pelatihan tidak hanya dibidang pertanian, tetapi juga dibidang lain sehingga masyarakat di lokasi/kawasan transmigrasi dapat mengembangkan usaha bukan hanya pertanian subsistem produksi. Untuk mengembangkan usaha selain pertanian subsistem produksi, masyarakat di lokasi/kawasan transmigrasi umumnya mengalami kekurangan modal. Karena itu diperlukan pelatihan untuk dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan yang ada, misalnya dengan memperkenalkan terhadap prosedur-prosedur pengajuan kredit. Dalam kegiatan pelatihan dan pemberdayaan ini diperlukan unsur pendampingan yang dapat membantu masyarakat dalam peningkatan kegiatan ekonominya. Dengan pelatihan dan pendampingan yang dilakukan diharapkan masyarakat akan semakin berdaya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya secara berkelanjutan dan menyumbang terhadap perkembangan pembangunan suatu wilayah.

107 Arahan Pengembangan Wilayah oleh Pemerintah Daerah Sektor pertambangan dan migas selama ini masih menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan asli daerah. Berdasarkan data Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka (2004/2005) pada tahun 2004 kontribusi sektor pertambangan dan migas adalah 81,09% sedangkan pertanian menempati urutan kedua yaitu sebesar 6,34%. Tetapi karena sifatnya yang tidak terbaharui maka sektor pertambangan dan migas tidak dapat menjadi andalan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan, terlebih sebagian besar (± 80 %) rakyat Kutai Timur saat ini menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor pertanian-pedesaan. Arahan pengembangan pertanian ini sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Kutai Timur dalam pengembangan kawasan ini, yaitu ditetapkannya Kecamatan Kaliorang sebagai bagian dari pengembangan kawasan agropolitan Sangsaka. Program pembangunan Agropolitan yang menjadi fokus perencanaan Gerdabangagri (Kabupaten Kutai Timur, 2001) merupakan sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian. Dalam pengembangan pertanian, kawasan ini termasuk dalam Wilayah Pengembangan Agribisnis III, yang meliputi Kecamatan Bengalon, Kaliorang, dan Sangkulirang dengan komoditas yang direncanakan dikembangkan adalah padi, jagung, nenas, jati, dan kelapa sawit. Selain itu, juga dikembangkan infrastruktur pendukung, seperti transportasi, komunikasi, air bersih, dan energi bagi pengembangan kawasan agropolitan Sangsaka maupun pengembangan agribisnis di wilayah hinterland. Untuk kawasan transmigrasi Kaliorang pada tahun 2002/2003 telah dilakukan peningkatan kualitas jalan dari Simpang Kaubun-Kaliorang- Maloy berupa pengerasan dengan sirtu. Sedangkan rencana pengembangan jaringan jalan yang diutamakan adalah pengembangan jaringan jalan utara selatan dan timur-barat. Untuk pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan wilayah utara dan selatan, salah satu yang direncanakan adalah ruas jalan Simpang Perdau Simpang Kaubun Pelawan Kabupaten Berau.

108 Kebijakan Pembangunan Transmigrasi Kebijakan pembangunan transmigrasi pada awalnya lebih ditekankan pada pengerahan dan pemindahan penduduk secara besar-besaran yang mengakibatkan rendahnya kualitas dari pelaksanaan pembangunan transmigrasi. Kebijakan ini kemudian berubah ke arah pendekatan pembangunan daerah dan peningkatan ekonomi transmigran serta masyarakat sekitarnya. Namun demikian, ternyata volume pelaksanaan pembangunan transmigrasi masih cukup besar sehingga terkesan dilaksanakan untuk mengejar target pemindahan penduduk (transmigran) yang telah ditetapkan. Implikasi dari kebijakan tersebut menyebabkan tidak semua rekomendasi dari proses perencanaan yang telah dilakukan dapat dipenuhi secara utuh dalam pelaksanaan pembangunan lokasi/kawasan transmigrasi. Tidak terpenuhinya rekomendasi dalam pelaksanaan pembangunan lokasi/kawasan transmigrasi menyebabkan sebagian lokasi transmigrasi tidak berkembang yang disebabkan diantaranya oleh tetap terisolirnya lokasi transmigrasi sehingga produksi pertanian transmigran tidak dapat dipasarkan, lahan usaha tidak dapat diusahakan dengan optimal karena lahan yang marjinal (kesuburan rendah), sarana produksi pertanian yang kurang tersedia di tingkat lokasi, sarana/prasarana dasar minim dan keterkaitan yang rendah dengan pasar yang lebih luas. Lokasi/kawasan transmigrasi yang tidak berkembang ini akhirnya ditinggalkan oleh warganya. Lahirnya UU no. 22 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menyebabkan perubahan yang mendasar dalam pelaksanaan pembangunan transmigrasi. Di level pemerintah pusat masih terdapat departemen yang mengurusi ketransmigrasian, sedangkan di daerah tidak semua provinsi/kabupaten mempunyai dinas ketransmigrasian meskipun di provinsi/kabupaten tersebut masih terdapat lokasi transmigrasi yang sedang dibina. Pembinaan kepada transmigran di masing-masing provinsi/kabupaten juga berbeda-beda, ada lokasi yang masih ada petugas transmigrasi dan ada lokasi yang penanggungjawab lokasi adalah perangkat desa yang telah terbentuk. Kondisi ini, secara tidak langsung akan menyulitkan koordinasi dibidang ketransmigrasian.

109 94 Karena itu, penyelenggaraan program transmigrasi setelah era otonomi daerah harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang, terutama dalam berbagai aspek berikut: a. Pemilihan lokasi transmigrasi Lokasi transmigrasi yang dipilih untuk dibuka tidak hanya clear and clean dari status lahannya, tetapi juga harus mempunyai kesesuaian lahan untuk komoditas yang akan dikembangkan. Jika kesesuaian lahannya rendah, tentunya akan menyulitkan transmigran dalam mengusahakan lahannya. Peserta transmigran pada umumnya adalah masyarakat yang secara ekonomi kondisinya marjinal, sehingga jika lahannya memerlukan input yang tinggi dalam pengusahaannya transmigran tidak akan mampu mengadakannya setelah masa bantuan dari pemerintah habis. Penerimaan masyarakat sekitar juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi transmigrasi, serta bagaimana mengintegrasikan pembangunan lokasi transmigrasi dengan desadesa di sekitarnya sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pembangunan. b. Seleksi peserta transmigrasi Pembangunan transmigrasi terutama adalah pembangunan pertanian melalui ekstensifikasi dengan tujuan untuk meningkatkan produksi komoditas pertanian. Karena itu, transmigran yang terseleksi haruslah punya latar belakang petani atau keahlian lain yang diperlukan di daerah tujuan transmigrasi dan mempunyai semangat/etos kerja untuk mengembangkan pertanian di lokasi yang baru serta mampu untuk menyesuaikan diri tidak hanya terhadap sesama transmigran tetapi juga dengan budaya masyarakat sekitar lokasi transmigrasi. c. Pembangunan dan pemeliharaan sarana/prasarana Pembangunan sarana/prasarana bukan hanya jalan untuk membuka keterisolasian lokasi transmigrasi, tetapi juga fasilitas-fasilitas lain untuk pelayanan kepada transmigran dan masyarakat sekitarnya seperti fasilitas pemerintahan (kantor desa), fasilitas kesehatan dan pendidikan. Jangan sampai terjadi bahwa transmigran sudah menetap sekian lama tetapi infrastruktur dan sarana/prasarana dasar tersebut tidak tersedia atau belum terbangun.

110 95 Dalam rentang waktu tertentu, kondisi sarana/prasarana akan mengalami penurunan karena itu diperlukan pemeliharaan agar kondisinya dapat dipertahankan dan terus berfungsi sesuai dengan target kinerjanya. Dalam kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana ini, keterlibatan masyarakat harus ditingkatkan misalnya dengan model padat karya sehingga masyarakat akan merasa memiliki dan memperoleh penghasilan yang sebagian dapat digunakan untuk modal usahatani di lokasi transmigrasi. d. Akses terhadap pasar dan modal Produksi transmigran harus dapat dipasarkan, karena itu lokasi transmigrasi sebaiknya dibangun tidak terlalu jauh dari pusat pasar atau pusat ekonomi. Jika hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka aksesibilitas ke pusat pasar atau pusat ekonomi dari lokasi/kawasan transmigrasi harus baik dan mudah sehingga terdapat kemudahan untuk mengakses sarana produksi pertanian serta biaya produksi dan pemasaran hasil menjadi murah. Dengan demikian transmigran memperoleh keuntungan dari usahanya dan dapat meningkat kesejahteraannya. Untuk lokasi yang sedang berkembang dan diperlukan modal untuk mengembangkan komoditas unggulan, maka peran pemerintah sangat diperlukan. Fasilitasi dari pemerintah melalui kegiatan pelatihan dan pemberdayaan sangat diperlukan sehingga masyarakat mempunyai kemampuan untuk dapat mengakses modal dari lembaga keuangan setempat untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif bukan hanya di sektor pertanian. Dengan kondisi lahan sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian, lokasi transmigrasi tidak terisolir, tersedianya sarana/prasarana dasar untuk pelayanan pemerintahan dan sosial lainnya memadai di lokasi transmigrasi, akses mudah dan murah terhadap pasar dan modal serta ditunjang dengan transmigran yang berkualitas maka dapat diharapkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya akan meningkat. Selain itu, cita-cita pembangunan transmigrasi untuk menumbuhkan atau mendukung terhadap pusat pertumbuhan yang ada akan dapat terwujud sehingga dapat berkontribusi lebih nyata terhadap pembangunan daerah.

111 96 BAB IX SIMPULAN DAN SARAN 9.1. Simpulan 1. Desa Bukit Makmur di kawasan transmigrasi Kaliorang mempunyai hirarki tertinggi yaitu hirarki I. Desa ini merupakan pusat pelayanan Kecamatan Kaliorang sebelum pemekaran dan letaknya berada pada lintasan jalur transportasi dari Sangatta ke Sangkulirang. Semakin dekat jarak desa dari pusat pelayanan semakin tinggi indeks perkembangan desanya. 2. Komoditas padi sawah, kakao, dan kelapa sawit mempunyai indikasi untuk dikembangkan sebagai komoditas unggulan. Untuk padi sawah dan kakao belum ada investor yang berminat sedangkan untuk kelapa sawit ada investor yang berminat. 3. Masyarakat menginginkan adanya pengembangan tanaman kelapa sawit di LU II yang saat ini terlantar dengan bantuan modal/dikerjasamakan dengan investor. 4. Masyarakat mengetahui kebijakan pengembangan wilayah di kawasan ini dengan istilah Gerdabangagri (Gerakan Daerah Pembangunan Agribisnis) yang diketahui terutama melalui pertemuan-pertemuan di kelompok tani. Masyarakat ingin lebih berpartisipasi dalam pengembangan kawasan dengan harapan kondisi perekonomiannya semakin meningkat dan kondisi sarana dan prasarana dasar kawasan semakin baik. 5. Aspirasi masyarakat dalam pengembangan kawasan utamanya berkaitan dengan pengembangan kegiatan usaha pertanian yaitu pengembangan komoditas baru misalnya kelapa sawit di LU II yang saat ini berupa semak belukar atau padang alang-alang dan dibangunnya prasarana perekonomian berupa pasar. Masyarakat menginginkan adanya peningkatan sarana jalan dengan semenisasi atau pengaspalan terutama pada jalan-jalan yang menghubungkan antar SKP serta tersedianya moda angkutan umum untuk transportasi antar desa. Selain itu, masyarakat juga menginginkan adanya jaringan listrik (PLN) dikembangkan di kawasan ini.

112 97 6. Kawasan transmigrasi Kaliorang dapat diarahkan untuk pengembangan kawasan agribisnis subsistem produksi terutama untuk padi sawah dan kelapa sawit sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Saran 1. Pemerintah daerah disarankan untuk berperan dalam memfasilitasi pertemuan-pertemuan antara masyarakat dan investor untuk memformulasikan bentuk perjanjian kerjasama kemitraan pengembangan kelapa sawit. 2. Penyelesaian tumpang tindih peruntukan lahan antara ijin-ijin lokasi perkebunan dengan sisa pencadangan areal untuk transmigrasi disarankan untuk dilakukan melalui peningkatan koordinasi penyelesaian antara Pemerintah Daerah dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang juga masih mempunyai kepentingan untuk mengembangkan kawasan transmigrasi Kaliorang. 3. Perencanaan untuk pembangunan lokasi/kawasan transmigrasi baru disarankan dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga lokasi/kawasan transmigrasi yang terbangun mempunyai kondisi lahan sesuai untuk pengembangan komoditas unggulan, lokasi/kawasan transmigrasi tidak terisolir, tersedianya sarana/prasarana dasar untuk pelayanan pemerintahan dan sosial lainnya yang memadai, akses yang mudah dan murah terhadap pasar dan modal serta ditunjang dengan transmigran yang berkualitas sehingga diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan terhadap pembangunan daerah.

113 98 DAFTAR PUSTAKA Anharudin Hakikat Transmigrasi Membangun Individu dan Komunitas. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian 21(1): Anwar A Peranan Perencanaan Inter-Regional yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi. Dalam: Ahmad WM. (Editor). Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Bogor: P4WPress. Hlm Bachrein S Penetapan Komoditas Unggulan Provinsi. BP2TP Working Paper. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. Delam J, Purbandini L, Haryati, Anggraeni R Studi Peluang Pengembangan Tanaman Perkebunan di Kawasan Transmigrasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Transmigrasi. Badan Administrasi Kependudukan dan Mobilitas Penduduk. Jakarta. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Paradigma Baru Pembangunan Kawasan Transmigrasi Menuju Terbentuknya Kota Terpadu Mandiri. Jakarta. Deputi Bidang Kawasan Transmigrasi Kebijakan Pengembangan Perdesaan dan Fasilitas Dalam Rangka Peningkatan Ekonomi di Kawasan Transmigrasi. Makalah disampaikan dalam Seminar Kebijakan Pembangunan Kawasan Transmigrasi dalam Kerangka Otonomi Daerah, 8 Nopember Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan. Jakarta. Dewi RN Pengembangan Pola Kemitraan Agribisnis di Permukiman Transmigrasi Pola Tanaman Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian II:1-16. Direktorat Bina Potensi Persebaran Penduduk Model Desain Rencana Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi dengan Pendekatan Participatory Community Development. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Direktorat Bina Rencana dan Pembangunan Kawasan Rencana Teknis Pembangunan Kawasan Transmigrasi (RTPKT) Kaliorang. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi Kota Terpadu Mandiri. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Elistianto E Managing Risk of Natural Disaster by Reducing Pressures on Urban Coastal Areas A Rural-Urban Linkage Approach. Ritsumeikan Asia Pasifik University. Japan.

114 99 Friedmann J dan Douglass M Pengembangan Agropolitan : Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional Di Asia (Terjemahan). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Hafsah MJ Pembangunan Perdesaan. Dalam: Rustiadi E, Hadi S, Ahmad WM. (Editor). Kawasan Agropolitan, Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crestpent Press. Hlm Harun UR Perencanaan Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Sistem Perkotaan Regional di Indonesia. Dalam: Rustiadi E, Hadi S, Ahmad WM. (Editor). Kawasan Agropolitan, Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crestpent Press. Hlm Ibrahim LD Strategi Penerapan Metode Partisipatif di Unit Permukiman Transmigrasi. Makalah disampaikan dalam Layanan Keahlian Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat dengan Pendekatan Participatory Community Development. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 21 Mei Jakarta. Kabupaten Kutai Timur Master Plan Gerakan Daerah Pengembangan Agribisnis. Sangatta. Lier HNV The role of land use planning in sustainable rural systems. Landscape and Urban Planning 41: Elsevier. Murdoch J Networks a new paradigm of rural development. Journal of Rural Studies 16: Najiyati S, Widaryanto, Purwanti E, Manurung NP, Murdiatun, Ernawaty L, Edison Studi Peluang Pengembangan Corporate Farming dan Agroestate untuk Kawasan Transmigrasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Najiyati S Peluang Pengembangan Koorporasi Usaha Pertanian di Permukiman Transmigrasi Pola Tanaman Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian I: Nugroho SP Peluang dan Tantangan Pengembangan Lahan Kering untuk Mendukung Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Alami 7(1): Panuju DR dan Rustiadi E Dasar-Dasar Perencanaan Pengembangan Wilayah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

115 100 Peraturan Pemerintah Nomor Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi. Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Jakarta. Pranoto S Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan Melalui Model Pengembangan Agropolitan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Priyono, Nainggolan SSM, Danarti, Anharudin, Fatimah S, Nushah Studi Manajemen Pemberdayaan Kawasan Transmigrasi Umum Tanaman Pangan Lahan Kering dan Lahan Basah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Priyono Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Suatu Tinjauan Pengembangan Wilayah). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian I: Priyono Penetapan Kriteria Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT), Lokasi Pemukiman Transmigrasi (LPT) dan Kawasan Transmigrasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian Membangun Daerah Bersama Transmigrasi. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Ramadhan KH, Jabbar H, Ahmad R Transmigrasi Harapan dan Tantangan. Departemen Transmigrasi. Jakarta. Reyes CM Impact of Agrarian Reform on Poverty. Philippine Institute for Development Studies. Discussion Paper Serie No pdf. (14 Nop. 2006). Rustiadi E, Saifulhakim S, Panuju DR Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Rustiadi E, Hadi S Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Dalam: Rustiadi E, Hadi S, Ahmad WM. (Editor). Kawasan Agropolitan, Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crestpent Press. Hlm Sitorus SRP, Nurwono Penerapan Konsep Agropolitan dalam Pembangunan Transmigrasi. Bagian Rencana Biro Perencanaan. Sekretariat Jenderal Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Jakarta.

116 101 Sitorus SRP Analisis Keragaman Lateral Sifat-Sifat Tanah Dalam Satuan Peta Kesesuaian Lahan dan Implikasinya Untuk Perencanaan Penggunaan Pertanian. Jurnal Ilmu Pertanian Agrivita 22(1): Sitorus SRP, Febriyanti E, Panuju DR. 2000a. Analisis Keragaman Sifat Kimia Tanah dalam Satuan Kelas Kesesuaian Lahan dan Hubungannya dengan Basis Komoditas Tanaman Pertanian. Jurnal Agrista 4(1): Sitorus SRP, Pratiwi RA, Winoto J. 2000b. Analisis Keragaman Produktivitas dan Pengusahaan Lahan serta Faktor-Faktor Fisikososial yang Mempengaruhinya di Unit Permukiman Transmigrasi Pola Tanaman Pangan Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Agrivita 22(2): Sitorus SRP, Pribadi DO Studi Alokasi Lahan dan Model Kegiatan Usahatani di Daerah Transmigrasi. Jurnal Tanah Tropika 10: Sitorus SRP, Susetio AT Analisis produktivitas Lahan, Sifat Kimia Tanah, Pengusahaan Lahan dan Pendapatan Transmigran Pola Tanaman Pangan Lahan Basah di Indonesia. Jurnal Agrista 4(2): Soetarto E Umpan Balik Kajian Empiris Bagi Revisi UUPA dan Hak-Hak Atas Tanah. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pembaharuan Agrarian untuk Kesejahteraan Rakyat. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, 25 Agustus Jakarta. Sukasmianto R, Sitorus SRP, Panuju DR Analisis Hirarki Wilayah dan Hubungannya Dengan Produktivitas Lahan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Bogor. Jurnal Tanah Tropika 8: Sumardjo Transmigrasi Menyongsong Era Otonomi Daerah Dan Globalisasi Ekonomi. Makalah disampaikan pada Ceramah/Diskusi/Temu Pakar Ketransmigrasian. Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian, 30 Agustus Jakarta. Suwandi Penguatan Kelembagaan Ekonomi Perdesaan di Kawasan Agropolitan. Dalam: Rustiadi E, Hadi S, Ahmad WM. (Editor). Kawasan Agropolitan, Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crestpent Press. Hlm Syahrani HAH Penerapan Agropolitan dan Agribisnis Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Frontir husainie.pdf. ( 22 Juni 2006). Tacoli C Rural Urban Interaction: A Guide to The Literature. Enviromental and Urbanization 10(1):

117 102 Undang-Undang Nomor Tentang Penataan Ruang. Diperbanyak: Direktorat Penataan Ruang Nasional. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. Undang-Undang Nomor Tentang Ketransmigrasian. Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Jakarta. Utomo M Tinjauan Kritis Kebijakan dan Implementasi Penyelenggaraan Transmigrasi. Makalah disampaikan pada Semiloka Transmigrasi dan Penguatan NKRI. DPP Partai Golkar Korbid Nakertrans, 30 November Jakarta. Wahyudin I Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Program Pengembangan Masyarakat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widaryanto Penerapan teknologi Spesifik Lokasi, Upaya Meningkatkan Produksi Pertanian di Permukiman Transmigrasi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian 21(1): Yulia E Rencana Pengembangan Kawasan Transmigrasi. Pusat Data Dan Informasi Ketransmigrasian. Badan Penelitian, Pengembangan Dan Informasi. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.

118 LAMPIRAN 103

119 104 Lampiran 1 Skalogram Hirarki Desa-Desa di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Berdasarkan Jenis dan Jumlah Sarana / Prasarana Dasar No. Nama Desa Jumlah Penduduk Laki-laki (orang) Jumlah Penduduk Perempuan (orang) Jumlah Penduduk (orang) Luas Wilayah (KM^2) Kepadatan Penduduk (jiwa/km^2) Jumlah Keluarga Rumah Permanen Kantor Kecamatan Jumlah Masjid (Unit) Jumlah Surau/ Langgar (Unit) Jumlah Gereja Kristen (Unit) 1 Bukit Makmur , Bangun Jaya , Bukit Harapan Bumi Rapak , Bumi Etam , Bumi Jaya Mata Air Selangkau Bumi Sejahtera Citra Manunggal Jaya , Cipta Graha , Pengadan Baru Kadungan Jaya Kaliorang Bukit Permata Jumlah Desa yg Memiliki Fasilitas Jumlah Fasilitas 6,868 6,100 12, , Jumlah Desa Rasio Desa yg Memiliki Fasilitas Bobot Jumlah Fasilitas x Bobot 6,868 6,100 12, , Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata

120 105 Lampiran 1 (Lanjutan) No. Nama Desa Jumlah Gereja Katholik (Unit) Jumlah Pura (Unit) TK Negeri & Swasta SD Negeri & Swasta & yang Sederajat SLTP Negeri & Swasta atau yang Sederajat SLTA Negeri & Swasta atau yang Sederajat Pondok Pesantren Lembaga Pendidikan Komputer Lembaga Pendidikan Kecantikan Tempat Praktek Bidan Jumlah Poliklinik/ Balai Pengobatan (Unit) 1 Bukit Makmur Bangun Jaya Bukit Harapan Bumi Rapak Bumi Etam Bumi Jaya Mata Air Selangkau Bumi Sejahtera Citra Manunggal Jaya Cipta Graha Pengadan Baru Kadungan Jaya Kaliorang Bukit Permata Jumlah Desa yg Memiliki Fasilitas Jumlah Fasilitas Jumlah Desa Rasio Desa yg Memiliki Fasilitas Bobot Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata

121 106 Lampiran 1 (Lanjutan) No. Nama Desa Posyandu Puskesmas Pembantu Puskesmas Dokter yang tinggal di Desa/ Kelurahan ini (Orang) Mantri Kesehatan yang tinggal di Desa/ Kelurahan ini (Orang) Bidan yang tinggal di Desa/ Kelurahan ini (Orang) Jumlah KUD (unit) Jumlah Koperasi Non KUD lainnya (unit) Warung/ kedai makanan minuman (unit) Toko/ Warung/ Kios (unit) 1 Bukit Makmur Bangun Jaya Bukit Harapan Bumi Rapak Bumi Etam Bumi Jaya Mata Air Selangkau Bumi Sejahtera Citra Manunggal Jaya Cipta Graha Pengadan Baru Kadungan Jaya Kaliorang Bukit Permata Jumlah Desa yg Memiliki Fasilitas Jumlah Fasilitas Jumlah Desa Rasio Desa yg Memiliki Fasilitas Bobot Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata

122 107 Lampiran 1 (Lanjutan) No. Nama Desa Wartel/ kiospon/ warpostel/ Warparpostel Hotel/ Losmen/ Penginapan (unit) Bengkel/ reparasi kendaraan bermotor (mobil/ motor) (unit) Bengkel/ reparasi alat-alat elektronik (Radio/Tape/TV/ Kulkas/AC dll) (unit) Penggilingan Padi/ RMU Terminal angkutan roda 4 Jumlah Jenis Jumlah Fasilitas Hirarki 1 Bukit Makmur I 2 Bangun Jaya II 3 Bukit Harapan II 4 Bumi Rapak II 5 Bumi Etam II 6 Bumi Jaya III 7 Mata Air III 8 Selangkau III 9 Bumi Sejahtera III 10 Citra Manunggal Jaya III 11 Cipta Graha III 12 Pengadan Baru III 13 Kadungan Jaya III 14 Kaliorang III 15 Bukit Permata III Jumlah Desa yg Memiliki Fasilitas Jumlah Fasilitas Jumlah Desa Rasio Desa yg Memiliki Fasilitas Bobot Jumlah Fasilitas x Bobot Jumlah Minimal Standar Deviasi Rata-rata

123 108 Lampiran 2 Skalogram Hirarki Desa-Desa di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Berdasarkan Indeks Perkembangan No. Desa Jumlah Penduduk Laki-laki (orang) Jumlah Penduduk Perempuan (orang) Jumlah Penduduk (orang) Luas Wilayah (KM^2) Kepadatan Penduduk (jiwa/km^2) Jumlah Keluarga (keluarga) Rumah Permanen Kantor Kecamatan 1 Bukit Makmur Bangun Jaya Bukit Harapan Bumi Rapak Bumi Etam Cipta Graha Bumi Jaya Selangkau Mata Air Bumi Sejahtera Citra Manunggal Jaya Pengadan Baru Kadungan Jaya Bukit Permata Kaliorang

124 109 Lampiran 2 (Lanjutan) No. Desa Jumlah Masjid (Unit) Jumlah Surau/ Langgar (Unit) Jumlah Gereja Kristen (Unit) Jumlah Gereja Katholik (Unit) Jumlah Pura (Unit) TK Negeri & Swasta SD Negeri & Swasta atau yang Sederajat SLTP Negeri & Swasta atau yang Sederajat SLTA Negeri & Swasta atau yang Sederajat Pondok Pesantren Lembaga Pendidikan Komputer 1 Bukit Makmur Bangun Jaya Bukit Harapan Bumi Rapak Bumi Etam Cipta Graha Bumi Jaya Selangkau Mata Air Bumi Sejahtera Citra Manunggal Jaya Pengadan Baru Kadungan Jaya Bukit Permata Kaliorang

125 110 Lampiran 2 (Lanjutan) No. Desa Lembaga Pendidikan Kecantikan Tempat Praktek Bidan Jumlah Poliklinik/ Balai Pengobatan (Unit) Posyandu Puskesmas Pembantu Puskesmas Dokter yang tinggal di Desa/ Kelurahan ini (Orang) Mantri Kesehatan yang tinggal di Desa/ Kelurahan ini (Orang) 1 Bukit Makmur Bangun Jaya Bukit Harapan Bumi Rapak Bumi Etam Cipta Graha Bumi Jaya Selangkau Mata Air Bumi Sejahtera Citra Manunggal Jaya Pengadan Baru Kadungan Jaya Bukit Permata Kaliorang

126 111 Lampiran 2 (Lanjutan) No. Desa Bidan yang tinggal di Desa/ Kelurahan ini (Orang) Jumlah KUD (unit) Jumlah Koperasi Non KUD lainnya (unit) Warung/ kedai makanan minuman (unit) Toko/ Warung/ Kios (unit) Wartel/ kiospon/ warpostel/ Warparpostel Hotel/ Losmen/ Penginapan (unit) Bengkel/ reparasi kendaraan bermotor (mobil/ motor) (unit) Bengkel/ reparasi alatalat elektronik (Radio/Tape/ TV/Kulkas/ AC dll) (unit) 1 Bukit Makmur Bangun Jaya Bukit Harapan Bumi Rapak Bumi Etam Cipta Graha Bumi Jaya Selangkau Mata Air Bumi Sejahtera Citra Manunggal Jaya Pengadan Baru Kadungan Jaya Bukit Permata Kaliorang

127 112 Lampiran 2 (Lanjutan) No. Desa Penggilingan Padi/RMU Terminal angkutan roda 4 Indeks Perkembangan Desa Hirarki 1 Bukit Makmur I 2 Bangun Jaya II 3 Bukit Harapan II 4 Bumi Rapak II 5 Bumi Etam II 6 Cipta Graha III 7 Bumi Jaya III 8 Selangkau III 9 Mata Air III 10 Bumi Sejahtera III 11 Citra Manunggal Jaya III 12 Pengadan Baru III 13 Kadungan Jaya III 14 Bukit Permata III 15 Kaliorang III

128 113 Lampiran 3 Hasil Analisis Regresi antara Hasil Analisis Skalogram (Indeks Perkembangan Desa) dengan Umur Desa Transmigrasi dan Jarak Desa Transmigrasi dari Pusat Pelayanan (Simpang Kaliorang-Kaubun) Correlations: Indeks; umur; jarak (distandarisasi) Indeks umur umur jarak Cell Contents: Pearson correlation P-Value Regression Analysis: Indeks versus jarak (distandarisasi) The regression equation is Indeks = jarak Predictor Coef SE Coef T P Constant jarak S = R-Sq = 35.0% R-Sq(adj) = 29.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total

129 114

130 115

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyelenggaraan Program Transmigrasi di Indonesia dan Permasalahannya Wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang begitu besar, penyebaran penduduk yang belum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB VIII ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN

BAB VIII ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN 80 BAB VIII ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN Penyusunan arahan pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang utamanya didasarkan atas tiga faktor yaitu kegiatan pengembangan pertanian yang bisa dilaksanakan,

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB VII PARTISIPASI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI

BAB VII PARTISIPASI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI 71 BAB VII PARTISIPASI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI 7.1. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Masyarakat mengetahui istilah pengembangan kawasan di wilayah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KALIORANG DI KABUPATEN KUTAI TIMUR 1)

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KALIORANG DI KABUPATEN KUTAI TIMUR 1) Arahan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kaliorang di Kabupaten Kutai Timur (Nurharyadi et al.) ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KALIORANG DI KABUPATEN KUTAI TIMUR 1) (Direction of Kaliorang Transmigration

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

*9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN *9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 3-1972 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2009

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2014 KEPENDUDUKAN. Transmigrasi. Wilayah. Kawasan. Lokasi. Pemukiman. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5497) PERATURAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2009

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KAWASAN KALIORANG

IV. KONDISI UMUM KAWASAN KALIORANG IV. KONDISI UMUM KAWASAN KALIORANG 4.1 Kondisi Geografis dan Iklim 4.1.1 Geografis Kecamatan Kaliorang adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 705,91 km 2 yang merupakan hasil

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KOTA TERPADU MANDIRI GERBANG MASPERKASA

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KOTA TERPADU MANDIRI GERBANG MASPERKASA BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KOTA TERPADU MANDIRI GERBANG MASPERKASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang :

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Pertanian Paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia akan semakin menantang dimasa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2013 NOMOR 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2013 NOMOR 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2013 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TERPADU MANDIRI WAY TUBA KABUPATEN WAY KANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1

KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1 KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1 Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci