ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI RISWANDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI RISWANDI"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI RISWANDI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI RISWANDI TESIS Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

3 Judul Tesis N a m a N R P Program Studi : Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi : Riswandi : C : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Menyetujui: Komisi Pembimbing (DR. Ir. Mennofatria Boer, DEA) Ketua (DR. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si.) Anggota Diketahui: Ketua Program Studi SPL IPB Dekan Sekolah Pascasarjana IPB (Prof. DR. Ir. H. Rokhmin Dahuri, M.S.) (Prof. DR. Ir. Syarida Manuwoto, M.Sc.) Tanggal Ujian : 11 April 2006 Tanggal Lulus:

4 Torehan penghargaan dan kenangan kupersembahkan buat orang orang yang tetap kukenang yang telah mendahului di panggil kepangkuannya Anaku tersayang Fadela Suluh Pratiwi (30 Agustus 2005) Ibu mertua yang kuhormati Nurlena (19 Juni 2005) Yang selalu berdoa dan berharap atas keselamatan dan keberhasilanku menempuh pendidikan disini

5 ABSTRACT RISWANDI, Policy Analysis of Fisheries Development in Coastal Area of Tanjung Jabung Timur Regency. Under supervised of MENNOFATRIA BOER and ACHMAD FAHRUDIN as Co-supervisor. Tanjung Jabung Timurb was established by Regulation Number In the future, the role of fisheries sector can be expected increase because the simple of control span as consequences of autonomy. On the other hand, decision making needs consideration on economy, ecology and social aspect to ensure the sustainable development. One of three aspect to formulate decision is by research. This research was carried out on April to June The aim of this research is to formulate policy, strategy, action plan of fisheries development and to assess autonomy and function of related institution. Data analysis use AHP (Analytical Hierarchy Process) in Cost and Benefit Frame, SWOT (Strength, Weakness, Opportunities and Threat) Analysis and Authority and Function Analysis. The first of analysis result is capture fisheries, the second quality control of fish product, the third shrimps culture, the fourth shrimps breeding and the last marine culture development There are 10 strategies to follow up this policy, which was implemented on 31 programs. Utilization of coastal fisheries resources in this regency can be expected based on policy, priority strategy and also related institution..

6 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selesainya penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan, dorongan dan semangat. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: (1) Bapak DR. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Bapak DR. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si masing-masing sebagai sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing; (2) Bapak Gubernur Jambi dan Bapak Kepala Balitbangda Provinsi Jambi yang telah memberikan kesempatan tugas belajar pada penulis di Institut Pertanian Bogor ini; (3) Bapak Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc selaku penguji luar komisi dan Bapak DR. Ir. Unggul Aktani, M.Sc wakil dari Program Studi yang telah menyempatkan hadir pada ujian tesis penulis; (4) Bapak Zailnal, Mas Helmi, Mas Yoyo dan rekan-rekan angkatan 10 mahasiswa Program Studi-SPL - IPB. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan pada isteri (Ayeni) dan anak-anak tercinta atas pengertian, pengorbanan, dorongan moril dan sprituil serta kesabaran selama ditingggal menyelesaikan studi.. Buat ananda Fadela Suluh Pratiwi yang telah dipanggil keharibaaan Allah SWT saat penulis sedang mengikuti pendidikan disini Papa mohon maaf yang tulus seandainya kasih sayang Papa berkurang karena berada di Bogor untuk mengikuti pendidikan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena keterbatasan yang ada pada diri penulis. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya, pihak berkepentingan dan pembaca umumnya. Bogor, Mei 2006 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi pada 4 Maret 1963 dari ibu bernama Nismar dan ayah bernama Anwar (Almarhum). yang merupakan anak ke-5 dari 11 orang bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan SD, SMP dan SPP-SPMA di Kota Jambi, kemudian pada tahun 1984 meneruskan pendidikan di Akademi Usaha Perikanan (AUP) Jakarta dan tamat pada tahun Selesai menamatkan pendidikan di AUP penulis diterima menjadi PNS dan bekerja pada Dinas Perikanan Propinsi Jambi, Dinas Perikanan Kota Jambi dan terakhir sejak Nopember 2000 penulis bekerja pada Balitbangda Provinsi Jambi. Pada Agustus 1992 mendapatkan kesempatan untuk meneruskan pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang dan menamatkan pendidkan pada 18 Januari Selanjutnya pada semester Ganjil 2003/2004 penulis diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan Strata Dua (S2) di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL IPB). Setamat dari Unibraw pernah pernah mengajar di Universitas Batanghari (Unbari) dengan mata kuliah Hama dan Penyalit Ikan dan Avertebrata Air dari tahun Pada tanggal 7 Agustus 1992 penulis menikah dengan Ayeni putri dari ibu Nurlena (almarhum) dan Bapak Hasan Zaini dan telah dikarunia 3 orang putri yaitu Fadela Suluh Pratiwi (almarhum), Anisa Dwi Rachmadika (9 tahun) tahun dan Dinda Indah Putriwani (5 tahun). Selama menjadi PNS penulis telah mengikuti berbagai kursus dan pelatihan antara lain Peradilanan Tata Usaha Negara, Manajemen Proyek, Dasar-dasar Penyuluhan, Hama dan Penyakit Ikan serta Perencanaan Peningkatan Sumberdaya Manusia. Wassalam Bogor, Mei 2006

8 ix DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... Halaman DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Analisis Kebijakan... 5 Analytical Hierarcy Process (AHP)... 5 Pendekatan AHP dalam Kerangka Manfaat-Biaya... 8 Analisis SWOT... 9 Fungsi dan Kewenangan... 9 Wilayah Pesisir Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir Potensi Perikanan Wilayah Pesisir Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Kerangka Manfaat-Biaya Analisis SWOT Analisis Fungsi dan Kewenangan Pengintegrasian Analisis KONDISI WILAYAH STUDI Geografi dan Demografi Sarana dan Prasarana Perikanan Ekosistem Pesisir Kualitas Perairan Pesisir dan Kondisi Oceanografi Iklim Produk Domestik Bruto (PDRB) ix xi

9 x Halaman Basis Ekonomi Pemanfaatan Lahan Visi dan Tujuan Pembangunan Perikanan Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sosial Budaya HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil Analisis AHP Penentuan Prioritas Hasil Analisis SWOT Pengembangan Perikanan Pesisir Hasil Analisis Peran Pihak Terkait Dalam Pengembangan Perikanan Pesisir Pembahasan Kebijakan Prioritas Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir Manfaat Pengembangan Perikanan Wilayah Wilayah Pesisir Kerugian Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir Arahan Strategi Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir Peran Lembaga Terkait Dalam Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir 81 Integrasi Atau Keterkaitan Analisis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 95

10 xi DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengumpulan data Skala banding secara berpasangan Jumlah elemen berpasangan untuk setiap tingkat hirarki Nilai Random Indeks (RI) Format matriks manfaat biaya alternatif kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Contoh tabulasi faktor internal Contoh tabulasi faktor eksternal Contoh format tabulasi penentuan rangking strategi Matriks analisis SWOT Peran dari berbagai pihak terkait dalam pengembangan perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Format isian skor keterkaitan peran lembaga terkaitan dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung timar Format integrasi program atau kegiatan dengan kebijakan, strategi dan peran pihak terkait Integrasi atau keterkaitan kebijakan, strategi dan program atau kegiatan Pembagian administratif dan jumlah penduduk pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Sarana ibadah di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Sarana ekonomi di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Sarana pedidikan di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Sarana kesehatan di pesisirkabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Produksi perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Daftar penanam modal/pengusaha subsektor perikanan Jumlah alat tangkap di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Jumlah armada penangkap ikan laut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur KUD perikanan di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Potensi, pemanfaatan dan sarana perikanan Kab. Tanjung Jabung Timur Parameter kualitas air perairan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Kondisi oceanografi kawasan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun

11 xii Halaman 28. Indeks LQ Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Pemanfataan lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Hasil analisis manfaat biaya menentukan skenario kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Manfaat pengembangan perikanan wilayah pesisir Kerugian pengembangan perikanan wilayah pesisir Pengaruh faktor internal pengembangan perikanan wilayah pesisir Pengaruh faktor eksternal pengembangan perikanan wilayah pesisir Strategi pengembangan perikanan wilayah pesisir Rata-rata skor peran pihak terkait dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan perikanan tangkap WPP 2 Laut Cina Selatan Tindak pencurian ikan kasus di WPP 2 laut Cina Selatan Matriks analisis SWOT Integrasi atau keterkaitan kebijakan, strategi dan program/kegiatan... 89

12 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pikir analisis kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Lokasi penelitian Manfaat (benefit) pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Biaya/ kerugian (cost) pengembangan perikanan di wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Integrasi analisis dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara optimal Kuadran strategi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Dendogram peran lembaga terkait (Hasil analisis)... 57

13 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Manfaat pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Kerugian pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Rekapitulasi hasil pengisian pertanyaan AHP Hasil wawancara menentukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan internal (peluang dan ancaman) pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Rekapitulasi komponen manfaat (B) pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Hasil pengisian skor keterkaitan berbagai pihak dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Peran berbagai pihak terkait dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Asal kapal perikanan asing ilegal di WPP-Indonesia khususnya WPP 2 Laut Cina Selatan, makalah pada forum pengkajian stock Desember 2005 (Ditjend. Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan DKP RI, 2005) Penilaian kuantitatif lokasi Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Gunarso et al. 2002) Cara penilaian penentuan lokasi pembangunan hatchery pantai (Gunarso et al. 2002) Integrasi atau keterkait program/kegiatan, kebijakan dan srtategi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan daerah yang memiliki wilayah pesisir terluas di Provinsi Jambi yang di dalamnya terdapat sumberdaya perikanan (SDP) yang cukup besar. Wilayah ini memiliki garis pantai sepanjang 225 Km dan potensi tambak seluas Ha, yang mana saat ini dan baru dimanfaatkan seluas 446 Ha (DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2004; DKP Provinsi Jambi, 2002). Berdasarkan Undang-undang Nomor 32, Kabupaten ini memiliki wilayah laut seluas Ha (BPN Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2001). Potensi SDP pesisir ini diharapkan memberikan dampat posisitf bagi perekonomian masyarakat setempat. Dahuri (2004) menyebutkan bahwa sektor kelautan dan perikanan pada masa mendatang diharapkan menjadi penggerak utama (prime mover) ekonomi karena besarnya potensi yang dimiliki. Perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur relatif belum berkembang, khususnya budidaya laut, pembibitan ikan/udang pantai (hatchery) dan budidaya tambak. Sedangkan perikanan tangkap telah lama dilakukan oleh masyarakat pesisir disana, walaupun dalam usahanya masih menggunakan teknologi, armada dan alat tangkap tradisional. Kegiatan pasca panen dan pengolahan hasil perikanan telah dilakukan seiring dengan adanya kegiatan produksi ikan, tetapi sampai saat ini masih dalam skala kecil (rumah tangga) dengan tujuan mencegah pembusukan (kerusakan), meningkatkan nilai tambah, antisipasi saat kelebihan produksi saat musim ikan dan pemanfaatan hasil tangkap sampingan (by catch). Potensi perikanan pesisir yang ada di wilayah seharusnya dikelola secara baik dengan memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Eksploitasi perikanan tangkap berlebihan (over fishing) dan pengembangan tambak yang berakibat destruktif harus diantisipasi agar kerusakan seperti yang terjadi di berbagai daerah Indonesia tidak terjadi atau paling tidak dapat dikurangi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dengan berlakunya Undang-Undang (UU) nomor 54 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan UU nomor 32 tahun 2004 tentang

15 2 Pemerintahan Daerah telah memberikan keleluasan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dalam mengelola SDA yang dimilikinya, termasuk pengelolaan sumberdaya perikanan (SDP) pesisir. Pemberian otonomi dapat mempersingkat rentang kendali pembangunan, termasuk dalam rangka pengembangan perikanan wilayah peisisr dan laut. Pada masa lalu sebelum dimekarkan, wilayah ini merupakan bagian dari Kabupaten Tanjung Jabung yang relatif sulit dijangkau transportasi sehingga pengembangan wilayahnya relatif lambat bila dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota lain di Provinsi Jambi Dengan adanya payung hukum berupa UU nomor 54 tahun 1999 tentang Pembentukan Pembentukan Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah daerah ini mempunyai kewenangan besar dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga diperkirakan pengeksploitasian sumberdaya perikanan wilayah pesisir akan semakin intensif guna meningkatkan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat peningkatan devisa dan ekspor daerah serta pembangunan wilayah secara umum. Potensi SDP pesisir yang dimiliki, kewenangan yang ada dan rentang kendali yang semakin singkat setelah wilayah ini menjadi Kabupaten baru (daerah otonom) merupakan modal besar bagi pemanfaatan dan pengembangan perikanan wilayah pesisir pada masa mendatang. Namun demikian dalam pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya alam tersebut perlu memperhatikan keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya perikanan pesisir tanpa konsep kebijakan yang memperhatikan keseimbangan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dapat menyebabkan kegagalan di tingkat pelaksanaannya dan dipastikan pengusahaanya tidak dapat berkelanjutan. The Word Commision on Enviroment and Development (WCED) (1987) in Dahuri et al. (2001) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu cara untuk merumuskan kebijakan yang diharapkan dapat mengakomodasi keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan agar pembangunan perikanan pesisir dapat berkelanjutan dengan penelitian kebijakan.

16 3 Perumusan Masalah Potensi SDP pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dan pemerintah. Dengan adanya potensi sumberdaya tersebut bagi diharapkan merupakan sumber mata pencarian dan penyerapan tenaga kerja yang pada giliranya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, sedangkan bagi pemerintah keberadaan sumberdaya perikanan ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan wilayah, sumber devisa dan pendapatan negara atau daerah. Pada sisi lain pengembangan SDP harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan agar kegiatan pemanfataan sumberdaya tersebut dapat optimal dan berkelanjutan. Permasalahan yang ditemui berkaitan pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur mencakup aspek teknis, kapital, sumberdaya manusia (SDM) dan menajemen antara lain; belum dikuasainya teknologi, masih kurangnya modal, rendahnya SDM, indikasi tangkap lebih pada wilayah tepi (batas 2 mil), pasca panen kurang baik, harga ikan yang berfluktuasi yang cendrung merugikan petani dan nelayan, masalah kepemilikan lahan yang kuarng jelas, alat dan armada penangkapan tidak memadai serta masalah ketersedian benih ikan/udang dan pakan untuk budidaya yang terkadang harganya mahal dan sulit mendapatnya (DKP Tanjung Jabung Timur, 2003). Penyebab lain belum berkembangnya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah belum terbangunnya kesamaan persepsi dan koordinasi yang baik dari beberapa pihak atau lembaga terkait dengan pengelolaan SDP di wilayah pesisir. Belum berkembangnya perikanan wilayah pesisir daerah ini juga disebabkan kurangnya kemauan politik "political will" pemerintah masa lalu baik Pemerintah Pusat, Provinsi Jambi maupun Kabupaten sebelum pemekaran (Kabupaten Tanjung Jabung) menyebabkan potensi SDP pesisir yang ada belum dimanfaatkan secara baik dan optimal. Beragamnya kegiatan sektor perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang dapat dikembangkan menuntut dikeluarkannya kebijakan yang tepat untuk menjalankan pembangunan sektor perikanan dengan skala prioritas dan konsep keterpaduan sehingga dapat memberikan dampak sosial dan ekonomi yang positif kepada masyarakat tanpa harus mengabaikan kelestarian lingkungan.

17 4 Berdasarkan latar belakang, kondisi dan permasalahan yang ada, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana arahan kebijakan yang diperlukan Kabupaten Tanjab Timur sebagai Kabupaten yang baru dibentuk dalam rangka memanfaatkan potensi perikanan wilayah pesisir Tujuan Penelitian 1. Merumuskan kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2. Merumuskan strategi dan rencana aksi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur 3. Mengkaji fungsi dan kewenangan lembaga terkait dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan dan informasi bagi perencana dan pengambil keputusan dalam rangka pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2. Diharapkan merupakan salah satu referensi dalam kajian pengembangan perikanan wilayah pesisir, khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

18 5 TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebijakan Kebijakan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan dengan maksud membangun landasan yang jelas dalam mengambil keputusan dan langkah yang akan dilaksanakan (Dunn, 1998). Menurut Quade (1998) analisis kebijakan merupakan analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Sedangkan Dunn (1998) menyebutkan analisis kebijakan adalah setiap analisis yang menghasilkan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan atau keputusan. Studi kebijakan merupakan disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metoda penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan pada tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah publik (Dunn, 1998). Pengambilan keputusan atau kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan model kebijakan karena merupakan sajian sederhana mengenai aspek terpilih dari situasi problematis didasari atas tujuan-tujuan khusus. Model-model kebijakan tersebut yaitu model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolik, model prosedural, model pengganti dan model perspektif (Dunn, 1998). Lebih lanjut disebutkan, dari beberapa model yang dikenali dalam merumuskan kebijakan tidak satupun model yang dianggap baik, karena masing-masing model memfokuskan perhatian pada aspek yang berbeda. Analytical Hierarcy Process (AHP) Sumber kerumitan pengambilan keputusan (kebijakan) bukan hanya pada faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi dan data saja, tetapi masih terdapat penyebab lain seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada dengan beragam kriteria dan jika pembuatan keputusan lebih dari satu, maka hal ini merupakan suatu bentuk penyelesaian yang kompleks (Kosasi, 2002).

19 6 Salah satu model analisis data yang dapat digunakan untuk menelaah kebijakan adalah AHP dikembangkan oleh Saaty (1991). Model ini banyak digunakan pada pengambilan keputusan dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas strategi yang dimiliki pengambil keputusan dalam situasi konflik (Saaty, 1991). Dalam perkembangannya metode AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria), tetapi dalam penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah seperti memilih portofolio yang menguntungkan, analisis manfaat biaya dan membuat ramalan. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan cukup mengandalkan pada instuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun instuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan, pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi (Kosasi, 2002). Motode AHP ditujukan untuk memodelkan perihal tidak terstruktur baik dibidang ekonomi, sosial, maupun manajemen. Penerapan metode ini membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana terdapat dalam kenyataan sehari-hari dalam usaha mencapai konsensus (Eryatno, 1996). AHP merupakan alat analisis yang dapat dipakai pada kondisi ketidakpastian informasi, keterbatasan data dan beragamnya kriteria pengambilan keputusan (Saaty, 1991). Pendekatan AHP merupakan salah satu alat untuk memilih alternatif kebijakan serta dapat digunakan untuk menilai kesesuaian kebijakan. AHP dipilih karena memiliki keunggulan dalam memecahkan permasalahan komplek dimana aspek atau kriteria dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria alternatif yang dipilih cukup banyak. Selain itu AHP juga mampu menghitung validasi sampai pada pengambilan keputusan. Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utama berupa persepsi manusia. Dengan hierarki suatu masalah yang komplek dan tidak terstruktur dapat dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya, kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki (Suryadi dan Ramdhani, 1998). Mulyono (1998) in Kosasi (2000) menyebutkan bahwa dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan AHP ada beberapa prinsip yang harus menjadi perhatian sebagai berikut:

20 7 1. Decomposition; yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat maka pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. 2. Comparative judgemen, prinsip ini mengandung arti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Ini merupakan inti dari metoda AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang ada. Hasil analisis AHP akan lebih baik bila dituangkan dalam bentuk matriks berpasangan yang sering disebut" pairwise comparation". 3. Synthesis of priority, dari setiap matrik pairwise comparasion lalu dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparation terdapat pada setiap tingkatan, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis diantara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda dengan bentuk hirarki. Pengurutan elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical consistency; dalam hal ini konsistensi memiliki 2 makna, pertama bahwa obyek-obyek serupa dapat dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi dan kedua tingkat hubungan antar obyek-obyek didasarkan pada kriteria. Sifat data yang diperlukan dalam metode AHP berupa pesepsi atau judgement, membuat AHP mudah digunakan terutama di negara berkembang dengan kualitas data sekunder sering dipertanyakan keakuratanya. Saaty (1991) menyebutkan beberapa keuntungan dari metode AHP yaitu; 1. AHP memberi suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persolan tidak terstruktur. 2. AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dan pemecahan persoalan kompleks. 3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan memaksakan pemikiran linier. 4. AHP menuntun kesuatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan suatu alternatif.

21 8 5. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. 6. AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik beradasarkan tujuan mereka. Pendekatan AHP dalam Kerangka Manfaat Biaya Barbier (1991) in Barton (1994) menyebutkan bahwa pendekatan AHP dalam kerangka manfaat biaya merupakan suatu alternatif tradisional dari alokasi sumberdaya untuk mendapatkan pilihan terbaik dari pemanfaatan sumberdaya tersebut. Sedangkan Saaty (1991) menyebutkan bahwa AHP dalam kerangka manfaat biaya merupakan metoda praktis untuk ; - Memutuskan apakah akan melaksanakan suatu proyek, - Memilih aktifitas paling produktif dengan rasio manfaat biaya tertinggi, - Memilih proyek yang manfaatnya dapat didistribusikan diantara penduduk dengan cara yang khusus, - Memaksimumkan manfaat total dalam kendala tertentu (seperti anggaran), - Meninjau ulang seperangkat proyek yang ada, untuk melihat kemungkinan untuk menghapus atau merelokasi sumberdaya. Penelitian dengan pendekatan metode AHP dalam kerangka manfaat biaya yang pendekatannya sama-sama bertujuan untuk memperoleh alokasi optimal dari pemanfaatan sumberdaya. Menurut Saaty (1991) konsep-konsep pokok dari AHP dalam kerangka manfaat dan biaya adalah sebagai berikut: 1. AHP mampu mengkonversi faktor faktor yang tidak terukur (intangible) ke dalam aturan biasa yang memungkinkan untuk perbandingan dan evaluasi. 2. AHP dapat digunakan untuk memecahkan pengambilan keputusan manfaat biaya yang kompleks dan mengalokasikan sumberdaya dan aktifitas campuran. 3. Ada dua tujuan pengalokasian sumberdaya yaitu, pertama untuk menangani kriteria berkaitan dengan evaluasi manfaat atau keuntungan berbagai alternatif kedua yang berkaitan dengan biaya atau kerugian.

22 9 Dengan demikian pendekatan AHP dalam kerangka manfaat biaya dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan faktor yang intangible sehingga perhitungan manfaat biaya atau dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan AHP dalam kerangka manfaat dan biaya. Pemecahan permasalahan dan solusi guna mendapatkan skenario yang optimal dari pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, maka untuk menyusun suatu analisa yang mengapliksi dua pendekatan (pendekatan manfaata biaya) tersebut perlu diketahui lebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat dan biaya dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Analisis SWOT Analisis SWOT disebut juga analisis situasi atau analisis KEKEPAN (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) yaitu suatu analisis kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistemantis untuk memformulasikan strategi suatu kegiatan (Rangkuti, 2000). Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities) namum secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 2000 in Marimin, 2004). Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan perikanan adalah analisis SWOT, karena memiliki kelebihan yaitu sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan dan elaborasi. Melalui analisis SWOT dapat diketahui keterkaitan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) sehingga dapat menghasilkan alternatif strategis. David (2002) menyebutkan analisis SWOT merupakan alat pencocokan penting yang dapat membantu pimpinan mengembangkan 4 strategi yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Lebih lanjt dikatakan David (2002) bahwa mencocokan faktor internal dan eksternal merupakan bagian sulit untuk mengembangkan matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang baik serta tidak ada satupun kecocokan terbaik. Strategi SO (Strenghts-Opurtinity) atau strategi menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal, Strategi WO (Weaknesess Opurtinity) atau srategi yang bertujuan untuk mengatasi internal kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal, strategi ST

23 10 (Strenght Threats) atau strategi menggunakan kekuatan internal untuk mengatasi dampak ancaman eksternal, strategi WT (Weaknesess Threats) atau strategi mengurangi kelemahan internal untuk menghadapi ancaman eksternal yang akan datang (Rangkuti, 2000). Fungsi dan Kewenangan Nikijuluw (2002) menyebutkan bahwa keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara penuh atau sebagian memiliki alasan dasar atau prinsip yang sama dengan keterlibatan pemerintah pada sektor ekonomi lain yaitu untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan sumberdaya perikanan. Ini diwujudkan dalam fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi dilakukan melalui relokasi untuk membagi sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi distribusi dijalankan agar terwujudnya keadilan dan kewajaran sesuai dengan pengorbanan dan biaya yang dipikul setiap orang. Sementara itu fungsi stabilisasi dilakukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak berpotensi instabilitas yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat. Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat dilihat dari peran berdasarkan payung hukum berupa peraturan, perjanjian, kerjasama, kesepakatan, anggran dasar dan anggaran rumah termasuk kearifan lokal yang berlaku. Jentoft (1989 in Nikijuluw (2002) mengatakan bahwa pemerintah harus terlibat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan karena 3 alasan dasar yaitu: 1. Alasan efisiensi, keikutsertaan pemerintah dalam mengelola sumberdaya perikanan supaya efisiensi dapat ditingkatkan. Sumberdaya ikan (perikanan tangkap) bersifat open acsess dan public proverty yang pemanfatannya dapat membawa akibat eksternalitas dan deplesi sumberdaya. Untuk itu pemerintah perlu terlibat dalam mengatur pemanfatannya agar dampak eksternalitas dan deplesi sumberdaya dapat dikurangi atau dihindari. 2. Alasan keadilan, jika pemerintah tidak campur tangan maka pemodal kuat akan mengambil manfaat secara berlebihan dan membiarkan nelayan dan petani ikan yang bermodal kecil bahkan tidak punya modal dalam kemiskinan

24 11 dan kemalaratan. Selanjutnya pada saat ketimpangan sudah terlalu lebar dan matang serta sulit diatasi maka hal ini dapat menjadi sumber konflik. 3. Alasan administrasi, asumsi dan fakta menyatakan bahwa pemerintah berhak menjalankan administrasi dengan otoritas dan kemampuannya. Dengan otoritas dan kemampuan pemerintah dapat melaksanakan peran dan fungsi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Peran pemerintah sangat diperlukan dalam menjalankan kegiatan yang tidak langsung menghasilkan keuntungan ekonomi, artinya tanpa insentif tidak ada pihak swasta mau melakukannya. Peran pemeritnah tetap diperlukan dimasa datang, salah satunya atas permintaan lembaga dunia Food Agriculture Organization (FAO) melalui Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) agar setiap negara berdaulat memaksimalkan peran yang signifikan untuk mewujudkan pembangunan perikanan yang bertanggungjawab dengan prinsip-prinsip (Nikijuluw, 2002) sebagai berikut: 1. Setiap negara harus melakukan konservasi ekosisitem perairan. 2. Setiap negara harus mencegah dan menghindari kelebihan jumlah dan kapasitas penangkapan. 3. Setiap negara harus menjamin dalam pembangunan harus dalam kerangka dan konteks pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan terintegrasi. 4. Setiap negara harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. 5. Setiap negara yang memberikan izin penangkapan ikan atau usaha perikanan harus mampu melakukan pengawasan dan pengendalian secara efektif. 6. Setiap negara sesuai dengan kompetensi dan hukum internasional harus bekerjasama dengan berbagai pihak sebagai upaya mempromosikan konservasi dan pelaksana pembangunan perikanan yang bertanggungjawab 7. Setiap negara sesuai dengan peraturan yang berlaku dinegaranya harus menjamin bahwa proses pengambilan keputusan dibuat secara transparan untuk mengahadapi masalah-masalah yang dihadapi. 8. Setiap negara harus bekerjasama untuk memecahkan perselisihan dan perbedaan pendapat dengan cepat dan damai koorperatif.

25 12 9. Setiap negara harus mengakui dan menyadari bahwa nelayan dan pembudidaya patut mendapatkan pemahaman yang benar terhadap konservasi dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Karena itu harus mengembangkan penyadaran masyarakat melaui pendidikan, penyuluhan dan pelatihan. 10. Setiap negara harus menjamin bahwa sarana dan prasarana penangkapan dan budidaya memenuhi standar internsional. Sarana dan prasarana tersebut harus menjamin keselamatan nelayan dan petani ikan serta masyarakat. 11. Setiap negara harus mempertimbangkan kegiatan budidaya dan perikanan tangkap berbasis budidaya sebagai strategi diversifikasi usaha dan peningkatan pendapatan. Wilayah Pesisir Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut yang mana ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan rembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian yang masih dipengaruhi proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun oleh kegiatan masnusia seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Supriharyono, 2000). Beberapa pakar terutama pakar ilmu sosial berpendapat bahwa wilayah pesisir juga tidak bisa dilepaskan dari permasalahan sosial ekonomi masyarakat pesisir itu sendiri (Supriharyono, 2000). Wilayah pesisir merupakan suatu ekosistem yang unik, Dahuri et al. (2001) menyebutkan dalam suatu wilayah pesisir terdapat 1 atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Lebih lanjut disebutkan Dahuri et al. (2001) bahwa ekosistem tersebut ada yang secara terus menerus dan berkala tergenang air seperti; hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, rumput laut, estauria, pantai berpasir, pantai berbatu, pulau-pulau kecil dan laut terbuka. Disamping itu terdapat juga ekosisitem pesisir tidak tergenang air (uninundated coast) seperti formasi Pescarpae yang didominasi oleh vegetasi pionir khususnya kangkung laut (Ipomea pescarpae) dan formasi barington dimana ekosisitem ini berkembang pada pantai berbatu tanpa deposit pasir dimana formasi pescarpae tidak mampu

26 13 tumbuh. Habitat berbatu ditandai oleh komunitas rerumputan dan belukar yang dikenal dengan formasi baringtonia. Burbrige dan Maragos (1985) in Dahuri et al. (2001) mengusulkan suatu sistem klasifikasi lebih sederhana dan fungsional dengan 10 tipe ekosistem yaitu; agroekosisitem, tambak, rawa air tawar, pantai, estuaria, hutan rawa pasang surut, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, ekosistem demersal (dasar laut), dan ekosistem pelagik (laut permukaan). Wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, seperti halnya pesisir timur pulau Sumatera memiliki karakteristik pantai relatif lebih datar, umumnya terbentuk dari tanah aluvial yang merupakan endapan sedimen, umumnya relatif datar dan berlumpur (mud flat), banyak muara sungai dan hamparan hutan mangrove di sepanjang pantainya (Kasry, 1997). Wilayah daratan pada pesisir timur Sumatra, termasuk pesisir Tanjung Jabung Timur menurut Verstappen (1964a;1964b) in Kasry (1997) bahwa pembentuk utama adalah sedimentasi. Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir Manurung et al. (1997) mengatakan bahwa pengembangan merupakan suatu proses membawa peningkatan kemampuan penduduk (khususnya di pedesaan) mengenai lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatkan taraf hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan sumberdaya alam. Dengan kata lain pengembangan merupakan proses menuju pada suatu kemajuan atau keadaan yang lebih baik dari yang ada pada saat ini. Rustiadi et al. (2004) menyebutkan bahwa pengembangan merupakan pembangunan dalam arti luas mencakup aspek spasial, sosial ekonomi dan lingkungan dari apa yang sudah ada agar lebih baik lagi. Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan dan sekaligus meningkatkan kesejateraan masyarkat dan pendapatan negara melalui penerapan teknologi yang lebih baik dan ramah lingkungan. Barus et al. (1991) berpendapat bahwa dalam pengelolaan dan pengembangan perikanan di wilayah pesisir harus memperhatikan aspek biologis, teknis, sosial budaya dan ekonomi. Pada wilayah pesisir terdapat beberapa sektor perikanan yang dapat diusahakan atau dikembangkan seperti; budidaya laut dan pantai (culture), penangkapan (capture), pengolahan hasil serta sektor hulu dan hilir dari kegiatan perikanan. Sektor perikanan mempunyai keterkaitan ke belakang backward

27 14 linkages dan keterkaitan ke depan forward linkages yang luas, sehingga bila sektor ini dikembangkan secara baik besar artinya bagi pengembangan ekonomi di wilayah tersebut. Sektor perikanan merupakan sektor yang menghasilkan produk yang memiliki dampak terbentuknya usaha sektor usaha hulu dan hilir yang cukup banyak seperti industri pembuatan kapal, alat tangkap, pengolahan hasil, pembibitan ikan, pabrik es, usaha pakan dan tepung ikan, transportasi, perdagangan dan bahan pengawet alat tangkap. Pengembangan perikanan pesisir merupakan bagian dan sejalan dengan program Gerakan Nasional Pengembangan Kelautan dan Perikanan (GERBANG MINA BAHARI) yang dicanangkan Presiden Megawati Oktober Program ini dilaksanakan serentak dan terpadu serta dikendalikan diseluruh daerah meliputi pesisir, laut dan perairan tawar potensial (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Provinsi Jambi telah menindaklanjuti GERBANG MINA BAHARI dengan pencanangan gerakan ini oleh Gubernur Jambi pada tanggal 28 November 2004 di Kuala Tungkal Kabupaten Tanjab Barat (Jambi Ekpres 29 Novemper 2004). Pencanangan GERBANG MINA BAHARI di Provinsi Jambi merupakan komitmen untuk mengembangkan potensi perikanan di Provinsi Jambi, termasuk pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Potensi Perikanan Wilayah Pesisir Wilayah pesisir dan lautan, ditinjau dari berbagai macam peruntukanya merupakan wilayah yang sangat produktif, hal ini ditandai juga dengan tingginya produktivitas primernya. Produktivitas primer wilayah pesisir seperti estuaria, hutan bakau, padang lamun dan terumbu karang ada yang mencapai lebih dari gram C /m 2/ /tahun yaitu kali lebih besar dibandingkan dengan produktifitas primer perairan laut bebas (Kasry, 1997). Tingginya produktivitas primer wilayah pesisir mengindikasikan tingginya proktivitas sekunder dan tersier berupa ikan dan hewan laut lainnya (Supriharyono, 2000). Perairan pesisir dan laut Jambi menurut Martosubroto (1973) in Kasry (1997) memiliki potensi perikanan cukup besar yaitu densitas ikan demersal sebesar ton/km 2. Hasil survey Ditjen Perikanan menemukan bahwa densitas stok ikan pelagis sebesar 4.60 ton/km 2, ikan demersal 4.00 ton/km 2 dan udang 0.90 ton/km 2 (Susanto, 1985). Menurut laporan Dinas Kelautan dan

28 15 Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur potensi perikanan tangkap di wilayah ini mencapai ton/tahun berupa ikan, udang, cumi-cumi, ubur-ubur kerang, kepiting dengan hasil tangkapan tahun 2004 sebanyak ton. Jenis-jenis hewan laut penting yang merupakan hasil tangkapan nelayan di perairan Tanjung Jabung Timur antara lain; udang windu, udang belalang, udang kuning, kakap, kerapu, bawal, senangin, manyung, tenggiri, kembung, gerot-gerot, selar, kepiting, kerang darah, ubur-ubur, cumi-cumi, beronang, layur dan rajungan. Budidaya tambak memiliki prospek besar di Kabupten Tanjab Timur dengan potensi tambak seluas Ha. Penelitian Terdahulu Leung et al. (1998) menganalisis pengembangan perikanan tangkap ikan pelagis di laut Hawai yang menempatkan aspek biologi merupakan prioritas pertama yang perlu diperhatikan dibanding dengan aspek ekonomi, sosial ma upun politik. Selanjutnya Leung el al. (1998) melaporkan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) kebijakan prioritas dalam pengelolaan perikanan pelagik yang berkelanjutan adalah pengetatan ukuran kapal (restricted vessel size). Alpizar (2005) melaporkan bahwa keberhasilan dalam pengelolaan perikanan pesisir di Costa Rica memberikan hasil yang lebih baik bila ada kerjasama dan koordinasi yang baik antara sesama instansi pemerintah dan kelompok masyarakat maupun lembaga nonpemerintah (LSM atau koperasi). Tomboelu el al. (2000) menggunakan AHP dalam kerangka manfaat biaya ternyata bahwa dari berbagai skenario kebijakan dalam pengelolaan terumbu karang di kawasan Bunaken Sulawesi Utara dan sekitarnya menyimpulkan bahwa daerah tersebut memberikan nilai manfaat/biaya atau Benefit/Cost (B/C) terbesar yaitu bila kawasan tersebut diperuntukan menjadi kawasan pariwisata yang memperhatikan konservasi bila dibandingkan dimanfaatkan untuk Kawasan konservasi dengan nilai B/C hanya sebesar atau untuk kawasan pariwisata saja dengan nilai B/C hanya sebesar Ariadi (2003) melaporkan hasil penelitiaannya di Kepulauan Seribu, ternyata dari analisis dengan pendekatan AHP dalam kerangka manfaat biaya menyimpulkan bahwa skenario kebijakan prioritas adalah memanfaatkan kawasan

29 16 Kepulauan Seribu menjadi kawasan gabungan (konservasi, pariwisata dan budidaya laut) pada daerah-daerah tertentu dengan nilai B/C sebesar Menurut Ariadi (2003) bila kawasan tersebut hanya dikembangkan marikultur (budidaya laut) atau pariwisata yang memperhatikan konservasi saja hanya menghasilkan nilai B/C masing-masing sebesar dan Pengelolaan Kepulauan Seribu sebagai kawasan pengembangan marikultur saja biasanya menguntungkan bila ditinjau dari aspek ekonomi, tetapi dalam analisis ini terlihat tidak menguntungkan. Oleh karena itu untuk kepentingan jangka panjang dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan menghasilkan pengelolaan yang optimal dari segi pelestarian pesisir dan laut pada kawasan tersebut maupun kelangsungan pengembangan ketiga kegiatan Penelitian menggunakan AHP dalam kerangka manfaat biaya juga dilakukan oleh Rifki (2002) yang melaporkan bahwa dari beberapa skenario kebijakan dalam rangka pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Padang Pariaman ternyata skenario yang optimal dengan memberikan nilai B/C terbesar adalah bila dilakukan pengkayaan sumberdaya perikanan dan penanaman rumpon yaitu sebesar Rifki memberikan alasan bahwa dengan adanya rumpon yang merupakan tempat berlindung dan mencari makan ikan laut menyebabkan penangkapan ikan lebih efisien karena nelayan tidak perlu jauh-jauh ke tengah laut, dapat menghemat bahan bakar dan ikan yang berkumpul juga terdapat ikan-ikan ekonomis penting. Rifki juga melaporkan bahwa nilai B/C yang terendah adalah skenario kebijakan pengembangan budidaya laut dan payau yaitu sebesar 0.288, sehingga skenario ini tidak layak dikembangkan, hal ini disebabkan oleh sedikitnya lokasi yang potensi, belum dikuasasinya teknologi dan faktor lain sehingga sulit untuk mencapai skala ekonomi yang layak.

30 17 KERANGKA PEMIKIRAN Potensi sumberdaya perikanan (SDP) pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur perlu dikembangkan dengan sasaran untuk peningkatan pendapatan masyarakat khususnya masyarakat perikanan, peningkatan produksi dan produktivitas serta penyerapan tenaga kerja dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat, pertumbuhan ekonomi wilayah serta tercapainya pembangunan perikanan pesisir yang berkelanjutan. Untuk itu dalam rangka pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur agar dapat dicapai sasaran dan tujuan tersebut dalam penelitian ini terdapat 3 hal yang perlu dirumuskan yaitu kebijakan, strategi termasuk rencana aksinya serta peran dari kelembagaan terkait, sehingga pengembangan perikanan wilayah pesisir dapat optimal maka: 1. Perlu dirumuskan kebijakan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Kegiatan perikanan yang ada saat ini diposisikan sebagai skenario kebijakan. Informasi yang didapat dari responden tentang manfaat (keuntungan) dan biaya (kerugian) ekonomi, sosial dan lingkungan pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dianalisa dengan metode AHP dalam kerangka manfaat biaya. Hasil analisis akan didapat skenario kebijakan prioritas. 2. Dalam melakukan pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjug Jabung Timur perlu memperhatikan faktor lingkungan internal dan eksternal berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Faktor lingkungan internal dan eksternal ini dianalisa dengan analisis SWOT sehingga didapatkan arahan strategi. Stretegi masih bersifat normatif, maka perlu disusun rencana aksi berupa program atau kegiatan dalam rangka pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 3. Dalam melakukan pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga memperhatikan peran lembaga terkait. Untuk itu dilakukan analisis fungsi dan kewenangan sehingga dapat diketahui dan ditentukan peran lembaga terkait yang dapat mendukung pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan pada Gambar 1 berikut.

31 18 Tujuan : Kesejahteraan Masyarakat Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan Potensi SDP Pesisir Tanjung Jabung Timur Pengembangan SDP Pesisir Sasaran : Peningkatan Prod/prodtvts Penyerapan Tenaga Kerja Peningkatan Pendapatan Masayarakat Peningkatan Gizi Devisa, pendapatan Internal dan eksternal Faktor Pertimbangan Kelembagaan Analisis SWOT Ekonomi Sosial Lingkungsn Analisis Fungsi dan Kewenangan Arahan Strategi Alternatif Skenario Peran Kelembagaan Program/Kegiatan AHP (B/C) Kebijakan Prioritas Pemanfaatan SDP Pesisir Tanjab Timur Secara Optimal bung Timur Gambar 1. Kerangka pikir analisis kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung (Tanjab) Timur

32 19 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di daerah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada empat kecamatan pesisir yaitu; kecamatan Mendahara, Muara Sabak, Nipah Panjang dan Sadu masing-masing di desa Mendahara Ilir, desa Lambur Luar, desa Nipah Panjang I, desa Simpang Jelita dan desa Sungai Itik. Penetapan lokasi didasarkan atas terdapat kegiatan sektor perikanan wilayah pesisir (Gambar 1). Lokasi Penelitian Gambar 2. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2005 sampai bulan Juni 2005 untuk mengumpulan data primer berupa wawancara (termasuk wawancara mendalam), pengamatan lapangan serta pengumpulan data sekunder. Metode Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Kusmayadi dan Sugiarto (2000) metode pendekatan deskriptif merupakan pendekatan dalam penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena atau hubungan antara komponen yang diteliti dengan sistematis, faktual dan akurat. Penelitian ini berusaha menggambarkan atau mendeskripsikan fenomena atau keadaan yang terdapat pada lokasi penelitian pada saat pengamatan dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang

33 20 ditemui. Beberapa penelitian dapat digolongkan kedalam penelitian deskriptif adalah studi kasus, studi hubungan atau korelasi, studi dampak dan studi strategi pengembangan (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000). Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari responden melalui wawancara mendalam dengan berpedoman pada kuisioner yang telah dipersiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak terkait berupa laporan, hasil penelitian, peraturan dan dukumen yang menunjang (Tabel 1) Tabel 1. Pengumpulan data Peruntukan Analisis AHP Data Yang Dikumpulan Persepsi responden tentang manfaat dan kerugian pengembangan perikanan pesisir Kab. Tanjab Timur dai aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dan kriterianya sesuai dengan hirarki (Gambar 3 dan 4) Sumber Data Data Primer: Wawancara mendalam dengan pihak pengambil kebijakan (Pemda) Tanjung Jabung (Tanjab) Timur 5 orang, peneliti /akademisi 5 orang, nelayan 5 orang, pengolah hasil perikanan 5 orang dan petani ikan 5 orang SWOT Fungsi dan Kewenangan Faktor-faktor SWOT antara lain: 1. Potensi wilayah 2. Pemanfataan SDA 3. Aksesibilitas 4. Degradasi linkungan 5. Kelembagaan 6. Sumber permodalan 7. Pemasaran Peran pihak terkait dalam pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Data Primer: Wawancara mendalam dengan Kadis DKP Tanjab Timur, Bapelitbangda Kab. Tanjab Timur, Komisi D DPRD Kab. Tanjab Timur, Peneliti, SMK Kelautan dan Perikanan Tanjab Timur Data Sekunder: Renstra Pesisir, Propeda, Lakip dan Laporan Tahunan DKP Tanjung Jabung Timur Data Primer: Wawancara mendalam dengan pihak terkait yaitu: DKP Tanjab Timur, Bapelitbangda, Dishutbun, Dishub, BPN, Bank, AL, Polri, LSM, PT, Disperindagkop, KSDA, TNB, Desa, KUD dan Bag.LH Pemda Tanjung Jabung Timur Data Skunder: Perda Kabupaten Tanjung Jabung Timur, SK Bupati Tanjung Jabung Timur dan peraturan perundangundangan lainnya.

34 21 Analisis Data Analytical Hierarchy Process ( AHP) dalam Kerangka Manfaat Biaya Untuk penentuan prioritas kebijakan data yang didapat dari responden diolah dengan Sotware komputer program Expert Choice M-AHP Secara manual tahap-tahap analisis data dengan metoda AHP dalam kerangka manfaat biaya menurut Suryadi dan Ramadhani (1998) adalah sebagai berikut: 1. Pendefinisian Masalah dan Solusi yang Diinginkan Dalam penelitian ini karena pendekatan yang digunakan adalah pendekatan AHP dalam kerangka manfaat biaya, maka untuk memecahkan masalah dan solusi yang diiginkan guna mendapatkan skenario kebijakan prioritas pengembangan SDP wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur perlu diketahui dahulu faktor yang mempengaruhi manfaat dan biayanya. Untuk mendefinisikan manfaat dan biaya, maka pertanyaan yang diajukan adalah manfaat dan kerugian ekonomi, lingkungan dan sosial apa yang timbul dari pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat dijelaskan sebagai berikut: Manfaat (Benefit) Manfaat dari pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini adalah manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dengan penjabaran dari masing-masing sebagai berikut. - Manfaat ekonomi, dalam sistem ini mengandung pengertian bahwa pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjab Timur dapat memberikan manfaat atau keuntungan ekonomi berupa peningkatan pendapatan (PP) dan terbukanya usaha sektor non-formal (SUN). - Manfaat lingkungan, dalam sistem ini mengandung pengertian bahwa pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat memberikan manfaat mempertahan hutan mangrove (MHM) dan sebagai media biota (MB) perairan untuk tumbuh dan berkumpul. - Manfaat sosial, mempunyai pengetian sebagai manfaat yang diterima masyarakat sebagai akibat pengembangan perikanan di wilayah pesisir

35 22 Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah penyerapan tenaga kerja (PTK) dan interaksi sosial (IS). Biaya (kerugian/cost) Biaya atau kerugian yang timbul dari pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga berupa kerugian (biaya) ekonomi, sosial dan lingkungan dengan penjabaran dari biaya masing-masing sebagai berikut: - Biaya ekonomi, merupakan kerugian atau biaya yang dialami dalam rangka pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur berupa biaya yaitu modal usaha (MU) dan kerugian berupa mengganggu aktivitas usaha sektor lain (MAL) - Biaya lingkungan, merupakan biaya atau kerugian lingkungan akibat pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu terjadinya pencemaran (P) dan sedimentasi (S). - Biaya sosial, merupakan kerugian sosial yang dialami akibat pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur berupa kecemburuan sosial (KS) dan merubah pola hidup masyarakat (MPHM). 2. Penyusunan Hirarki Dalam penyusunan hirarki atau struktur keputusan dilakukan dengan menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan ke dalam suatu abstraksi sistem keputusan. Permadi (1996) in Kosasi (2002) menjelaskan peralatan utama metode AHP merupakan sebuah bentuk hirarki yang bersifat fungsional dengan masukan utama berupa persepsi manusia. Melalui sistem hirarki masalah yang komplek dan tidak terstruktur dapat didekomposisikan ke dalam kelompok atau bagian yang lebih sempit kemudian kelompok tersebut diatur menjadi suatu hirarki. Untuk menganalisis suatu kebijakan dengan menggunakan AHP maka dilakukan penyusunan hirarki yang berkaitan dengan faktor yang berpengaruh terhadap fokus (level 1), aspek (level 2), kriteria (level 3) dan skenario kebijakan (level 4). Pada level 1 terdapat 1 atribut (fokus), pada level 2 terdapat 3 atribut, pada lelevel 3 terdapat 6 atribut dan pada level 4 terdapat 5 atribut. Masingmasing hirarki dibuat 2 set yaitu menggambarkan manfaat dan kerugian dalam pengembangan perikanan pesisir di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Gambar 3 dan Gambar 4).

36 23

37 24

38 25 3. Pembuatan Matriks Perbandingan Berpasangan ( Pendapat Individu) Membuat matriks perbandingan berpasangan menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan setingkat di atasnya. Perbandingan berdasarkan judgement atau persepsi responden dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lain. Penilaian dilakukan dengan pembobotan masing-masing komponen dengan perbandingan berpasangan dimulai dari level tertinggi sampai pada level terendah. Pembobotan dilakukan berdasarkan judgement para responden berdasarkan skala banding berpasangan Saaty (1991) seperti tertera pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Skala banding secara berpasangan Tingkat Kepentingan Defenisi Penjelasan 1 Kedua emelen sama pentingya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen lainya 5 Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan Sumber: Saaty (1991) Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terdadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemenyang lainnya Pengalaman dan penilaiaan sangat kuat mendukung satu elemen disbanding elemen lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan 4. Matriks Pendapat Individu Formulasi pendapat individu adalah sebagi berikut: A1 A2... An A 1 1 a a 1n A = (a ij ) = A 2 1/ a a 2n A n 1/ a 1n a 2n... 1

39 26 Dalam hal ini A 1, A 2... A n merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matriks berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan A i terhadap A j. 5. Melakukan Pembandingan Berpasangan Untuk mendapatkan judgment dilakukan pembandingan secara berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen dengan elemen setingkat di atasnya sesuai dengan skala Saaty. Jumlah elemen berpasangan yang dihasilkan sebanyak n(n-1)/2 buah dengan n merupakan banyaknya elemen yang dibandingkan seperti tertera pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Jumlah elemen berpasangan untuk setiap tingkat hirarki Manfaat/kerugian pengembangan perikanan pesisir Kab. Tanjab Timur Jumlah elemen yang dibandingkan (n) Jumlah elemen berpasangan Aspek (level 2) 3 3 Kriteria (level 3) 3 3 Prioritas Kebijakan (level 4) Pengolahan Horizontal Pengolahan horizontal dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: Perkalian baris (z) dengan rumus: z i = VEi = n n Π j = 1 a ij dimana VE i = vektor eigen, n = jumlah elemen yang dibandingkan Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri evp i = n VE i= 1 i VE i dimana evpi merupakan elemen vektor prioritas ke- i

40 27 Perhitungan akar ciri maksimum dengan rumus VA = a ij x VP dengan VA = (Va ij ), dimana VA adalah vektor antara VA VB = VP VB = (Vbi) dimana VB adalah akar ciri n 1 λ maks= Vbi untuk i=1,2,3 n n i= 1 7. Pengolahan Vertikal Untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu tehadap sasaran utama dilakukan pengolahan vertikal. Bila Cv ij merupakan nilai prioritas pengaruh elemen ke-i terhadap sasaran utama, maka; CV ij = s? CH ij (t,i 1) x VWt(i-1) t = 1 untuk: i=1,2.3...p j = 1,2,3...r dan t= 1,2,3...s Keterangan : CV ij pada tingkat ke-j = Nilai prioritas pengaruh ke i pada tingkat ke j terhadap sasaran utama CH ij (t,i-1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-iterhadap elemen ke- pada tingakat di atasnya (i-1) VW t (i-1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke t pada tingkat ke (i-1) terhadap sasaran utama. Dimana ; p = jumlah tingkat hirarki keputusan r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s = jumlah elemen yang ad pada tingkat ke (i-1) 8. Menghitung Nilai Konsistensi Untuk mengetahui pendapat atau persepsi responden konsisten atau tidak maka dilakukan perhitungan nilai konsistensi. Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai Consistensy Ratio (CR) pendapat cukup tinggi, yaitu > 0,1. Perhitungan nilai konsistensi dilakukan dengan tahap-tahap:

41 28 * Pehitungan akar ciri maksimum (λ maks) dengan rumus: VA = aij x Vp dengan VA = (A aij), dimana VA adalah Vektor Antara Menghitung VB, dimana VB = VA/Vp, dimana VB adalah akar ciri (λ maks) dengan VB = Vbi: n λ maks ( aij wi/ wj) atau 1 λ maks = Vbi n = n j= 1 * Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) dengan rumus: CI = λ maks n / n-1; dimana λ maks = akar ciri maksimum n = jumlah elemen yang dibandingkan * Perhitungan Consistensy Ratio (CR) dengan rumus CR = CI/RI, dimana RI = Random Indeks Tabel 4. Nilai Random Indeks (RI) N RI N RI N RI N RI N RI 1 0, ,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1, ,49 Sumber: Kosasi ( 2002) Bila ternyata nilai CR>0,1 beberapa pakar berpendapat bahwa persepsi responden ditanya ulang, responden diganti atau datanya tidak perlu digunakan. 9. Menghitung Matriks Pendapat Gabungan Matrik pendapat gabungan merupakan matrik baru yang elemen-elemenya (g ij ) berasal dari rata-rata geometrik elemen matrik pendapatan individu yang nilai rasio konsistensinya (CR) memenuhi syarat. Tujuan menyusun matrik ini adalah untuk membentuk suatu yang mewakili matriks-matriks pendapat individu. i = 1 g ij = m m Π a ij k = 1 ( k ) Dimana: g ij = elemen matriks pendapat gabungan pada baris ke-i kolom ke-j a ij = elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i kolom ke-j k = 1,2,...m, dan m= jumlah rsponden

42 AHP dalam Pendekatan Kerangka Manfaat dan Biaya Untuk menentukan alternatif prioritas kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dari beberapa skenario yang ada maka perlu dilakukan pembandingan nilai manfaat atau keuntungan (B) dan biaya atau kerugian (C) berdasarkan nilai yang dihasilkan dari olahan Software komputer Expert Choice versi M-AHP 2004 (Tabel 5) Tabel 5. Format matriks manfaat biaya alternatif kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. No Arternatif Skenario Kebijakan Manfaat 1. Pengembangan perikanan tangkap (PPT) 2. Pengembangn budidaya tambak (PBTb) 3. Pengembangan budidaya laut (PBLt) 4. Peningkatan mutu hasil perikanan (PMHP) 5. Pengembangan Hatchery (PH) (B) Biaya (C) B/C Prioritas Dalam pengembangan perikanan tangkap (PPT), pengembangan budidaya tambak (PBTb) dan budidaya laut (PBLt) sudah termasuk kegiatan pasca panen sebelum produk perikanan dijual, mencegah proses pembusukan produk perikanan serta menampung kelebihan produksi. Alternatif skenario kebijakan peningkatan mutu hasil perikanan (PMHP) merupakan skenario dalam rangka meningkatkan mutu produk perikanan yang telah dilakukan sekarang. Analisis SWOT Analisis SWOT disebut juga analisis situasi yang digolongkan ke dalam faktorlingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) atau sering dikatakan dampak secara langsung dan faktor lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) atau sering dikatakan dampak secara tidak langsung. Kedua faktor tersebut memberikan dampak postif yang berasal dari peluang dan kekuatan serta dampak negatif yang berasal dari ancaman dan kelemahan. Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Untuk menentukan strategi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten

43 30 Tanjung Jabung Timur ini dilakukan dengan analisis SWOT ((Strengths, Opportunities, Weaknesses dan Threats), yaitu dilakukan dengan mengevaluasi dan mengidentifikasi faktor-faktor SWOT yang mempengaruhi pengembangan perikanan di wilayah pesisirnya. Dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat, maka perlu melalui tahapan-tahapan proses sebagai berikut (Marimin, 2004): 1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. Tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. 2. Tahap analisis (analisis SWOT). Yaitu pembuatan matriks internal dan matriks eksternal dan matriks SWOT. Tabel 6. Contoh tabulasi faktor internal Faktor Internal Bobot (B) Rating (R) B X R Keterangan Kekuatan (S) S1. Sn Kelemahan (W) W1... Wn S - W Sumber: Rangkuti, ,00 Sedangkan contoh untuk tabulasi faktor internal pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur seperti pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Contoh tabulasi faktor eksternal Faktor Eksternal Bobot (B) Rating (R) B x R Keterangan Peluang (O)) O1.. On Ancaman (T) T1.. Tn O - T Sumber: Rangkuti, ,00

44 31 3. Tahap Pengambilan Keputusan (penentuan alternatif strategi). Dalam tahap pengambilan keputusan matrik SWOT ini perlu merujuk kembali matriks eksternal dan matriks internal dengan melakukan pembobotan faktor internal dan internal yang terkait. Strategi yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif strategi. Untuk menentukan prioritas strategi yang harus dilakukan, maka dilakukan penjumlahan bobot yang berasal dan keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam suatu altematif strategi. Jumlah bobot tersebut kemudian akan menentukan rangking prioritas alternatif strategi pengembangan perikanan wilayah pesisir seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Contoh format tabulasi penentuan rangking strategi No Unsur SWOT Keterkaitan Bobot Prioritas Strategi SO 1 SO1 S1,S2,S.,Sn, O1,O2,O,On 2 SO2 S1,S2 Sn, O1,O2 On 3 SO3 S1,S2,S4,Sn Sn,O1,O2,..On Strategi ST 4 ST1 S1,S2,Sn,T1,T2,Tn Strategi WO 5 WO1 W1,W2,Wn,O1,O2,Wn 6 WO1-2 W1,W2,Wn,O1,O2, On 7 WO3 W1,W2,Wn,T1,T2... Strategi WT 8 WT1 W1,W2,Wn,T1,T2, Sumber: Rangkuti, 2000 Strategi pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari penggunaan unsurunsur kekuatan untuk mendapatkan peluang (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman (ST), pengurangan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan pengurangan kelemahan untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel pada 9 berikut.

45 32 Tabel 9. Matriks analisis SWOT Internal faktor Eksternal faktor Kekuatan(Strenghts) Kelemahan(Weaknesess) Peluang(Opurtunity) Strtgi. Kekuatan-Peluang Strtgi. Peluang- Kelemahan Ancaman(Threats) Strtgi. Kekuatan -Ancaman Stratgi.Kelemahan- Ancaman Sumber: Rangkuti, 2000 Strategi masih bersifat normatif, oleh karena itu strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT perlu dibuat rencana aksi berupa program atau kegiatan. Analisis Fungsi dan Kewenangan Analisis Fungsi dan Kewenangan bertujuan untuk mengkaji peran masingmasing pihak atau lembaga terkait, sehingga diketahui peran kelembagaan tersebut. Tahapanya adalah identifikasi lembaga terkait, identifikasi input intervensi, mengkaji peran serta keterkaitannya. difokuskan pada peran di lapangan dan Dalam melakukan analisis peran yang diharapkan sehingga pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjab Timur lebih optimal. Besarnya keterkaitan peran dari pihak terkait (stake holders) dapat diketahui dari penjumlahan skor diberikan responden. Responden berasal dari berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir. Fungsi dan kewenangan instansi terkait (stake holders) diketahui dari peran masing-masing sesuai dengan dasar pelaksanaan peran tersebut (Tabel 10) Tabel 10. Peran dari berbagai pihak terkait dalam pengembangan perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. No Pihak Terkait (stake holdders) Peran Di lapangan Peran Diharapkan Dasar Pelaksanaan 1. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) 2. Bapelibangda 3. Dishutbun 4. Dishub n n

46 33 Untuk mengetahui keterkaitan berbagai pihak dan pengelompokan keterkaitanya dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dilakukan wawancara dengan berbagai pihak (responden), dimana setiap responden memberikan skor 1 (sedikit), 2 (cukup) atau 3 (dominan) terhadap keterkaitan peran berbagai pihak (Tabel 11). Tabel 11. Format skor keterkaitan peran pihak terkait dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Skor Keterkaitan Lembaga Terkait (1,2,3)* Responden DKP Bapelitbangda Dishutbun BPN KUD LSM Dst Keterangan *= skor 1= sedikit, 2= sedang dan 3= dominan Analisis pengelompokan keterkaitan peran berbagai lembaga dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur menggunakan data keterkaitan untuk pembuatan dendrogram yang diolah dengan menggunakan software komputer program XL Stat. Pengintegrasian Analisis Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur diharapkan tercapai dengan pengintegrasian skenario kebijakan optimal, strategi optimal dan peran dan fungsi lembaga terkait yang optimal pula. Konsep pengintegrasian analisis seperti pada gambar 5 berikut: Gambar 5. Integrasi analisis dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur

47 34 Strategi merupakan suatu yang masih bersifta normatif sehingga perlu dimplementasikan dalam rencana aksi berupa program atau kegiatan yang mengacu kepada kebijakan dan strategi dari hasil analisis AHP dan analisis SWOT. Tabel 12 menggambarkan keterkaitan atau integrasi program dan kegiatan dengan kebijakan dan strategi serta peran dan fungsi kelembagaan yang diinginkan dalam rangka pengembangan perikanan wilayah pesisir yang optimal. Tabel 12. Format integrasi program atau kegiatan dengan kebijakan, strategi dan peran pihak terkait No n Program atau kegiatan Integrasi kebijakan dan strategi Peran pihak terkait Secara nominal dan prosentase integrasi atau keterkaitan kebijakan dengan strategi dan program atau kegiatan seperti tertera pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Integrasi atau keterkaitan kebijakan, strategi dan program atau kegiatan Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap Pengembangan Budidaya Tambak Pengembangan Budidaya Laut Peningkatan Mutu Hasil Perikanan Pengembangan Hatchery Keterkaitan Strategi Prorgam atau Kegiatan Jumlah* %** Jumlah*** %**** * = Jumlah strategi yang terkait dengan kebijakan Strategi yang terkait dengan kebijakan ** = x 100 % Seluruh Strategi Strategi yang terkait dengan kebijakan *** = x 100 % Seluruh Strategi

48 35 KONDISI WILAYAH STUDI Geografi dan Demografi Kabupaten Tanjung Jabung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Posisi wilayah ini secara geogafi terletak pada 0 o 53 1 o 4 LS dan 103 o o 31 BT dengan luas daratan sekitar Km 2 sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi Sumatra Selatan. Daerah ini memiliki panjang pantai sekitar 225 Km dan merupakan 90 % dari panjang pantai yang dimiliki Provinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki ketinggian antara 0-10 m di atas permukaan laut dengan kondisi dasar perairan landai dan berlumpur (mud flat), pantai banyak ditumbuhi oleh hutan mangrove dan hutan rawa tropik. Seperti halnya pantai Timur Sumatra lainnya daerah ini banyak ditemui muara sungai baik besar maupun kecil. Kabuapten Tanjung Jabung Timur terdapat 21 sungai dengan 5 sungai besar yaitu Sungai Batang Hari, Sungai Berbak, Sungai Mendahara, Sungai Lagan dan Sungai Air Hitam Laut dan 16 sungai kecil yaitu sungai Pangkal Duri, Sungai Simbur Naik, Sungai Cemara, Sungai Pamusiran, Sungai Benuh, Sungai Itik, Sungai Lokan, Sungai Jambat, Sungai Sayang, Sungai Remau Bakotuo, Sungai Labuhan Pering, Sungai Jambat, Sungai Teluk Kijing, Sungai Alang-alang dan Sungai Lambur Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki 4 Kecamatan pesisir dengan jumlah desa sebanyak 39 buah dan Kelurahan sebanyak 2 buah, dengan jumlah penduduk yang mendiami Kecamatan pesisir adalah sebanyak jiwa dari jumlah total penduduk jiwa, (BPS Tanjung Jabung Timur, 2003). Penyebaran penduduk tidak merata, dengan kepadatan penduduk terdapat di Kecamatan Muara Sabak yaitu sebanya 124 jiwa/km 2, sedangkan Kecamatan paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Sadu yaitu sebanyak 7 jiwa/km 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut:

49 36 Tabel 14. Pembagian administratif dan jumlah penduduk pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun Kecamatan Jumlah Desa (buah) Luas (Km 2 ) Penduduk (Jiwa) Kepadatan (Jiwa/Km 2) Penyebara n (%) Mendahara Muara Sabak Nipah Panjang Sadu , Jumlah Sumber: BPS Tanjung Jabung Timur, 2003 Dari 6 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, tedapat 4 Kecamatan yang memiliki wilayah pesisir (berbatasan dengan laut) yaitu Kecamatan Muara Sabak, Nipah Panjang, Mendahara dan Sadu, sedangkan jumlah desa yang berbatasan dengan wilayah pesisir adalah sebanyak 21 desa. Penyebaran penduduk di wilayah pesisir tidak merata, pemukiman padat penduduk berada pada daerah-daerah dekat dengan akses transportasi air (muara sungai, dermaga, pelabuhan, Tempat Pendaratan Ikan), daerah dekat pusat pemerintahan (ibu kota Kabupaten, Kecamatan dan Desa) serta pusat kegiatan pekonomian (pasar). Sarana dan Prasarana Umum Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 pada wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur sarana ekonomi terdapat yaitu 1 buah Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan 1 buah BRI (1 Kantor Cabang dan 4 Kantor kas). Sedangkan KUD ada 22 buah dimana 9 buah diantaranya adalah KUD nelayan. Kantor Pos terdapat disetiap kecamatan, sedangkan jumlah yang ada sebanyak Wartel 10 buah, 16 buah pasar. Berdasarkan laporan dari BPS Kabupaten Tanjung Jabung tahun 2003 tersebut pada wilayah pesisir Kabuapten ini tercatat 10 buah penginapan dan 4 buah pelabuhan, 14 buah dermaga dan 2 buah terminal. Penyebaran fasilitas ekonomi tersebut seperti terteta pada Tabel 15 berikut.

50 37 Tabel 15. Sarana ekonomi di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 Sarana KECAMATAN ekonomi Mendahara Muara Sabak Nipah Sadu Total Panjang Bank (unit) KUD (unit) Pos (unit) Wartel (unit Pasar (buah) Penginapan (buah) Pelabuhan (init) Dermaga (unit) Terminal (unit) Sumber : BPS Tanjung Jabung Timur, 2003 Penduduk Kabupaten Tanjung Jabung Timur berjumlah jiwa sebanyak 98 % memeluk agama Islam (BPS Tanjung Jabung Timur, 2003). Pada wilayah pesisir daerah ini memiliki tempat ibadah berupa mesjid sebanyak 49 buah dan Mushola sebanyak 133 buah (BPS Tanjung Jabung Timur, 2003). Sampai saat ini belum ada satupun tempat peribatan agama selain agama Islam yang terdapat di daerah ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Sarana ibadah (unit) di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 Sarana KECAMATAN ibadah Mendahara Muara Sabak Nipah Panjang Sadu Total Mesjid Mushola Sumber : BPS Tanjung Jabung Timur, 2003 Pada wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur belum mempunyai perguruan tinggi baik Akademi, Sekolah Tinggi, Institut maupun Universitas. Sedangkan untuk sarana pendidikan berupa Taman Kanak-kanak (TK) terdapat sebanyak14 buah, sarana pendidikan setingkat SD cukup memadai yaitu 154 buah SD dan 64 buah Madrasah Ibtidaiyah (MI), begitu pula dengan sekolah lanjutan pertama sebanyak 18 buah, SMP dan 24 buah Madrasah Tsanawiyah (MTs). Untuk tingkat sekolah lanjutan atas terdapat buah SMU, 13 buah Madrasah MA dan 1 buah Sekolah Menengah Kelautan dan Perikanan. Di daerah ini juga sudah terdapat 4 buah tempat kursus tersebar pada 3 Kecamatan. Penyebaran sarana

51 38 pendidikan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur seperti pada Tabel 17 berikut. Tabel 17. Sarana pedidikan di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 Sarana KECAMATAN pendidikan Mendahara Muara Sabak Nipah Panjang Sadu Total TK SD MI SMP MTs SMU MA SMK KURSUS PT Sumber : BPS Tanjung Jabung Timur, 2003 Pada wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur baru terdapat 1 unitrumah Sakit yang dahulunya merupakan Puskesmas Kecamatan Muara Sabak. Sejak tahun 2001 Puskesmas ini dinaikan statusnya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Sedangkan jumlah Puskesmas sebanyak 8 unit dan Puskemas Pembantu (Pustu) sebanyak 13 unit. Untuk sarana kesehatan seperti poryandu beru terdapat 41 buah, depot obat sebanyak 6 unit, apotik 4 buah dan klinik Keluarga Berencana (klinik KB) sebanyak 21 unit. Secara umum fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur masih jauh dari mencukupi baik jumlah maupun kualitasnya (Tabel 18). Tabel 18. Sarana kesehatan di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 Sarana KECAMATAN Total kesehatan Mendahara Muara Sabak Nipah Panjang Sadu R.Sakit (nit) Puskesmas (unit) Pustu (unit) Prak. Dokter (orang) Apotik (unit) Depot Obat (unit) Posyandu (unit) Prak. Bidan (orang) Klinik KB (unit) Sumber: BPS Tanjung Jabung Timur, 2003

52 39 Perikanan Perikanan pesisir merupakan salah satu sektor unggulan perekonomian Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Perikanan wilayah pesisir cukup potensial dikembangkan adalah perikanan tangkap, budidaya tambak dan pengolahan hasil perikanan. Disamping itu pada daerah tertentu dengan didahului penelitian yang spesifikasi lolasi diperkirakan dapat dikembangkan budidaya laut dan pembenihan ikan/udang laut (hatchery). Sektor ikutan dapat berkembang antara lain peradagangan, penampungan, pembuatan alat tangkap dan perahu/kapal, pembuatan es, pakan ikan dan transportasi. Produksi perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur seperti tertera pada Tabel 19 berikut. Tabel 19. Produksi perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2004 Kecamatan Laut (ton) P.Umum (ton) Tambak (ton) Keramba (ton) Kolam (ton) KJA (ton) Jumlah (ton) Ma. Sabak Nipah Panjang Mendahara Sadu , Jumlah , Sumber: DKP Kabupaten Tanjab Timur, 2004 Sektor perikanan di wilayah ini juga telah menumbuhkan minat usaha dari beberapa pihak untuk menanamkan modalnya, saat ini tercatat 10 pengusaha yang telah melakukan penanaman modal yaitu seperti tergambar pada Tabel 20 berikut Tabel 20. Daftar penanam modal/pengusaha subsektor perikanan Nama Perusahaan Alamat/Lokasi Bidang Usaha Jumlah Kapal (unit) Cahaya Rezeki Kuala Mendahara Penampung hasil - Sumber Laut Utama Kuala Mendahara Cold storage dan - pengolahan Ayong Simbur Naik Penangkapan dan penampungan 11 unit 10 GT, 3 unit 20 GT, 1 unit 50 GT Ang Kit Kampung Laut s d a 15 unit 10 GT, 3 unit 20 GT Arifin Kampung Laut s d a 10 unit 10 GT, 2 unit 20 GT Jutawan Nipah Panjang s d a 14 unit 10 GT, 3 unit 20 GT Amin Sungai Itik s d a 8 unit 10 GT, 1 unit 20 GT Hamid Air Hitam Laut s d a 12 unit 10 GT, 2 unit 20 GT Mahmud Sungai Benuh s d a 6 unit 10 GT, 1 unit 20 GT Korean Aqua Investment Lagan Ilir Tambak - Sumber: DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2004

53 40 Bila dilihat Tabel 20 tersebut bahwa pihak yang melakukan penanaman modal di Kabupaten Tanjung Jabung Timur bergerak pada usaha penampungan, pengolahan serta untuk usaha penangkapan ikan laut dan budidaya tambak. Beberapa jenis dan jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur untuk menangkap ikan di laut seperti tertera pada Tabel 21 berikut. Tabel 21. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Tanjab Timur tahun 2004 Jenis Alat Tangkap Jumlah Unit) Jenis Alat Tangkap (unit) Jumlah (unit) Jaring Insang Hanyut 441 Jermal 69 Jaring Insang Tetap 127 Kelong Pantai 193 Jaring Lingkar 280 Lampara Dasar 603 Bagan Tancap/Kelong 213 Alat tangkap lainya 216 Jaring/Sodong 39 Rawai 220 Jaring Angkat/Gombong 212 Belat 585 Tramel Net/Jaring Klitik 140 Pengumpul Kerang 310 Sumber: DKP Tanjung Jabung Timur, 2004 Sedangkan armada atau kapal/perahu yang digunakan dalam penangkapan ikan terdiri dari perahu tanpa motor, motor temple (perahu besar bermotor) dan kapal motor. Jenis dan jumlah armada yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di laut di Kabupaten Tanjab Timur seperti disajikan pada Tabel 22 berikut. Tabel 22. Jumlah armada penangkap ikan laut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Kecamatan Perahu tanpa Motor (unit) Motor temple (unit) Kapal motor (unit) Mendahara Muara Sabak Nipah Panjang Sadu Jumlah Sumber: DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2004 Pengelolaan sektor perikanan di Kabupaten Tanjab Timur juga didukung oleh kelembagaan perkoperasian yaitu KUD nelayan. Perkembangan

54 41 kelembagaan usaha perikanan tersebut cukup mengembirakan. Saat ini terdapat 9 buah KUD nelayan di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur seperti tertera pada Tablel 23 berikut. Tabel 23. KUD nelayan di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 Nama KUD Lokasi Jumlah Anggota (orang) KUD Nelayan Teladan Pangkal Duri 30 KUD Mendahara Mendahara Ilir 85 KUD Kuala Jambi Kampung Laut 35 KUD Mutiara Lambur 108 KUD Simbur Naik Simbur Naik 40 KUD Sungai Raya Indah Sungai Raya 25 KUD Tri Darma Nipah Panjang 130 KUD Suka Bersatu Sungai Itik 34 KUD Harapan Tani Nipah Panjang 40 Sumber: DKP Kabuapten Tanjung Jabung Timur, 2003 KUD nelayan tersebut melayani anggotanya untuk keperluan simpan pinjam, pengadaan saprodi perikanan dan peralatan tangkap, kebutuhan hidup sehari-hari, pemasaran produksi, sewa peralatan usha perikanan serta keperluan lainnya seperti pengadaan bahan bangunan. Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki potensi tambak ha, tetapi baru dimanfaatkan menjadi lahan tambak seluas 446 ha yang tersebar di 4 Kecamatan pesisir yaitu Muara Sabak, Mendahara, Nipah Panjang dan Sadu. Sampai sat ini belum ada publikasi potensi lahan yang dapat dibuat kolam, namun sampai saat ini terdapat lebih 139 ha kolam dan 4 buah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (Tabel 24). Tabel 24. Potensi, pemanfaatan dan sarana perikanan Kabupaten Tanjab Timur KECAMATAN Mendahara M.Sabak Nipah Sadu Total Panjang Potensi Tambak (ha) Pemanfataan Tambak (ha) Potensi Kolam (ha) Tidak ada data Pemanfaatan kolam (ha) TPI (buah) Potensi Budidaya Laut (ha) Sumber: DKP Kabupaten Tanjab Timur, 2003 & DKP Provinsi Jambi, 2002

55 42 Ekosistem Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki garis pantai sepanjang 225 Km merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 10 m di atas permukaan laut. Pada wilayah pesisirnya terdapat hutan rawa gambut, hutan bakau (mangrove), asosiasi nipah, lahan pertanian, terumbu karang dan pulau-pulau kecil. Ekosistem hutan rawa gambut banyak dijumpai di Kecamatan Nipah Panjang, Muara Sabak, Sadu dan Mendahara dengan jenis tumbuhan durenan (Durio carinats), jangkung (Xylopia malayana), mahang (Macarang Sp), dan arang-arang (Diospyrosrigida). Pada hutan rawa gambut selain berkembang jenis kayu hutan, daerah ini telah berkembang menjadi daerah pertanian dan perkebunan seperti padi pasang surut, kelapa, kopi, pinang dan kakau (coklat) serta beberapa tanaman palawiaja, sayuran dan buah-buahan (hortikultura). Ekosistem pesisir menyebar mulai dari pesisir pantai sampai ke arah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut (Bappeda Provinsi Jambi dan CV. Asco, 2002). Kondisi hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur masih relatif baik, terumata pada kawasan suaka hutan mangrove mulai dari Kecamatan Mendahara, Muara Sabak dan Kecamatan Nipah Panjang. Pada Kecamatan Sadu disamping terdapat berbagai jenis hutan bakau juga ditumbuhi oleh cemara laut. Tumbuhan mangrove yang dominan terdapat di pesisir Kabupaten Tanjab Timur adalah bakau merah (Rhizophora apiculata), api-api (Avicennia marina dan Avicennia alba), pedada (Sonneratia Sp) dan Bruguera Sp. Sukardjo (1991) in Laporan Departemen Kehutanan RI (1997) melaporkan di wilayah ini terdapat 57 jenis mangrove, baik sejati maupun mangrove ikutan. Pada wilayah yang terpengaruh oleh air tawar seperti daerah dekat muara sungai atau muara sungai cukup banyak ditemui asosiasi nipah (Nhypa fruticans). Kondisi tumbuhan nipah ini sudah mulai berkurang karena diambil masyarakat untuk membuat atap rumah, gula merah dan alih fungsi lahan untuk tambak, kebun kelapa serta akhir-akhir untuk lokasi bangunan sarang burung walet. Di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga terdapat terdapat 3 lokasi gugusan pulau kecil yaitu pulau-pulau kecil di muara sungai Berbak Kecamatan Nipah Panjang (Sungai Nipah Panjang) yaitu Pulau Mudo, Pulau Walambi, Pulau Parang Kudo, Pulau Telor dan Pulau Nyiri yang merupakan

56 43 pulau delta yang pembentukannya dari endapan sedimen. Gugusan pulau lain yang merupakan pulau atol terdapat pada gugusan pulau Berhala (6 pulau kecil) yang berbatasan dengan Propinsi Kepulauan Riau dan gugusan pulau Tengah (7 pulau kecil) yang berbatasan dengan Propinsi Bangka Belitung. Untuk kepulauan Berhala dan gugusan kepulauan Tengah berjarak lebih kurang 10 mill dari daratan pantai timur pulau Sumatra yang memiliki panorama alam sangat indah dan baik dikembangkan untuk wisata bahari. Kualitas Perairan Pesisir dan Kondisi Oceanografi Survey Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jambi tahun 2002 tercatat nilai parameter kualitas air di perairan laut seperti pada Tabel 25. Tabel 25. Parameter kualitas air perairan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Stasiun Pengamatan Parameter Pangkal Duri Mendahara-K Tungkal Lambur- S.Naik T.Jabung- Air Hitam Kedalaman (m) Kecerahan (m) Salinitas (o/oo) PH Suhu ( o C) , DO (ppm) CO2 (ppm) NH4OH (ppm) NO2 (ppm) Daya hantar listrik (µs) Sumber : DKP Provinsi Jambi, 2002 Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur mulai dari desa Pangkal Duri (berbatasan dengan Kabupaten Tanjab Barat) sampai Desa Sungai Itik relatif berkelok-berkelok, dan selnjutnya membelok tajam dan relatif lurus sampai ke Desa Sungai Benuh (berbatasan Sumatra Selatan). Kondisi pantainya landai dan sebagian besar berupa hamparan lumpur (mud flat). Bila terjadi air surut bagian pantai yang kering bisa mencapai 1.50 Km ke arah laut. Tabel 26 berikut memberikan gambaran tentang kondisi kedalaman, kecepatan arus, arah arus, kecerahan dan dasar perairan pada kawasan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

57 44 Tabel 26. Kondisi oceanografi kawasan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Stasiun Pengamatan Kedalaman (m) Kecepatan Arus (m/dtk) Arah Arus Kecerahan (m) Dasar Perairan Jalur I (1-3 mil) Pgkln. Duri-Sei Rata, Ayam berlumpur Sei. Ayam B Rata, Mendahara berlumpur A. Hitam-Ma.Sei BL Rata, Itik berlumpur Jalur II (4-7 mil) Ma.Sei.Itik- Mendahara Ma. Sei Itik TL Slope N.Panjang N. Panjang T Drop off Tl.Kijing Tlk. Kijing-Kp.Laut B Berlumpur Kp. Laut-Mendahara S Berlumpur Mendahara-Lambur BL Rata, berlumpur Lambur-N.Panjang B 1.67 Tidak rata, Berlumpur Sei. Itik-Sei Sayang BL - Rata, drop off Sei. Sayang B Slope-datar A.Hitam A. Hitam-Ma.Sei Itik ,.9 B Berlumpur BL Rata, berlumpur Sumber: Tim Survey BPPI Semarang (1996) dalam DKP Provinsi Jambi, 2002 Keterangan : B= Barat, BL = Barat Laut, TL = Timur Laut, S=Selatan Dari Tabel 26 tersebut tergambar bahwa perairan pesisir dan laut Kabupaten Tanjung Jabung Timur relatif dangkal yaitu pada posisi 4 mill kedalaman maksimal 1,58 meter (pada satu titik), tetapi sebagian besar mempunyai kedalaman maksimal 6 meter. Bagian terdangkal dengan kedalaman 2,5 3,5 meter. Kondisi dasar laut Kabupaten Tanjab Timur hampir seluruhnya datar atau slope datar dengan dasar berlumpur. Berdasarkan Tabel 29 tersebut hanya dasar perairan pesisir antara muara sungai Nipah Panjang dan laut Desa sungai Itik yang agak curam (drop off).

58 45 Iklim Kondisi iklim suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, curah hujan, angin dan kelembaban udara. Suhu udara di Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 21,9 o C 32 o C dengan suhu rata-rata 26,9 o C. Curah hujan yang cukup besar terjadi sepanjang bulan Nopember sampai April, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober setiap tahunnya. Pantauan yang dilakukan sepuluh tahun terakhir dari 1982 sampai dengan tahun 1991 curah hujan tahunan antara mm mm dengan curah hujan rata-rata mm/tahun (BPN Tanjung Jabung Timur, 2001). Selama tahun 2003 wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki curah hujan bulanan rata-rata mm/bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 11 hari hujan/bulan. Curah hujan bulanan dan banyaknya hari hujan selama tahun 2003 seperti disajikan pada Tabel 27 berikut. Tabel 27. Curah hujan di Kabupaten Tanjab Timur tahun 2003 Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan (hari) Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan (hari) Januari Juli 53 8 Februari Agustus Maret September April Oktober Mei Nopember Juni Desember Sumber; BPS Tanjung Jabung Timur, 2003 Kecepatan angin di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Timur rata-rata berkisar antara Km/jam sampai Km/jam. Kelembaban udara berkisar antara 86 % asampai dengan 95 %, sehingga dengan keadaan demikian yaitu suhu yang relatif tinggi dan kelembaban yang tinggi maka tipe iklim termasuk kategori iklim tropis basah (Renstra Pesisir Kabupaten Tanjab Timur, 2003) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pada Kabupaten Tanjung Jabung Timur terdapat empat sektor penyumbang PDRB terbesar yaitu: pertama sektor pertambangan dan penggalian, kedua sektor pertanian, ketiga sektor perdaganggan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan. Kontribusi sektor pertambangan dan galian sangat meningkat setelah mulai beroperasinya perusahaan minyak (Petro Cina Jabung Ltd) dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yaitu dengan porsi mencapai % dari PDRB wilayah ini

59 46 tahun Adanya peran sektor pertambangan dan galian yang sangat besar, khususnya minyak dan gas menyebabkan peran sektor lain diluar pertambangan dan galian secara prosentase menjadi kecil, walaupun secara nominal kenaikan sektor diluar pertambangan dan galian ini cukup signifikan. Meningkat tajamnya PDRB sektor minyak dan gas tidak banyak berpengaruh terhadap kondisi ekonomi mikro di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, hal ini disebabkan hasil minyak dan gas tersebut disetor kepada pemerintah pusat, disamping itu perusahaan minyak dan gas (Petro Cina dan PGN) yang terdapat di wilayah ini hanya sedikit mempekerjakan tenaga masyarakat sekitar dalam operasional. Kontribusi subsektor perikanan memberikan andil yang cukup besar bagi pencapaian PDRB untuk sektor pertanian. PDRB subsektor perikanan dikelompokan ke dalam sektor pertanian bersama-sama dengan tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Kontribusi sektor pertanian secara keseluruhan dari tahun ketahun berdasarkan harga berlaku cendrung menurun dimana pada tahun 1993 dengan kontribusi %, tahun 2000 turun menjadi %, tahun 2001 turun menjadi %, tahun 2002 sebesar % dan tahun 2003 sebesar %. Namun subsektor perikanan secara konsisten menunjukan kenaikan sangat signifikan yang mana pada tahun 1983 hanya mempunyai kontribusi 0.98 %, tetapi tahun 2000 meningkat menjadi 2.91 % dengan nilai Rp tahun 2001 sebesar 3.41 % dengan nilai nomimal Rp tahun 2002 sebesar 3.56 % dengan nilai nominal Rp tahun 2003 sebesar 3.84 % dengan nilai nominal Rp (BPS Tanjung Jabung Timur, 2003). Pencapaian PDRB subsektor perikanan di Kabupaten Tanjab Timur untuk kelompok pertanian menempati urutan kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan. Nilai PDRB atas harga berlaku sektor pertanian tahun 2003 PDRB adalah sebesar Rp dengan kontribusi subsektor perikanan sebesar Rp merupakan urutan kedua setelah subsektor tanaman bahan pangan yaitu sebesar Rp ketiga subsektor kehutanan Rp urutan keempat subsektor perkebunan sebesar Rp dan yang terakhir adalah subsektor peternakan yaitu sebesar Rp (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2003). Dari capaian PDRB

60 47 tersebut jelas menunjukan bahwa subsektor perikanan sejak periode otonomi daerah memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian di wilayah ini. Basis Ekonomi Dengan menghitung Location Quetion (LQ) akan diketahui sektor/sub sektor yang menjadi basis ekonomi dan non basis ekonomi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jika nilai LQ > 1, maka sektor atau subsektor tersebut merupakan basis ekonomi wilayah, begitupula sebaliknya jika nilai LQ < 1, maka sektor/subsektor tersebut non basis ekonomi wilayah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 28 berikut. Tabel 28. Indeks LQ Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun No. Sektor/Sub Sektor Tahun Rata-rata Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan a. Tanaman Bahan Makanan 0, b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber : BPS Provisi Jambi dan BPS Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Diolah dan dihitung oleh Tim Balitbangda Provinsi Jambi, 2004) Bila dilihat Tabel 28 di atas tersebut hanya sektor pertambangan dan galian yang menjadi basis ekonomi. Secara total sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan tidak merupakan sektor basis, namun bila dicermati berdasarkan subsektornya, maka ada 2 (dua) subsektor yang menjadi basis ekonomi yaitu sub perikanan dan subsektor tanaman bahan makanan. Kedua subsektor inilah yang harus menjadi perhatian utama Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur untuk terus dikembangkan, karena sub sektor ini merupakan hasil dari produksi masyarakat setempat

61 48 Pemanfaatan Lahan Lahan di wilayah Kabupaten Tanjab Timur antara lain diperuntukan sebagai konsensi hutan, pekebunan, keperluan lahan pertanian, perikanan, perkampungan, keperluan lainnya seperti disajikan pada Tabe1 29 berikut. Tabel 29. Pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Pemanfaatan Muara Sabak Mendahara Sadu Nipah Panjang Lahan (ha) (ha) (ha) (ha) Perkampungan Sawah Kebun Campuran Kelapa Dalam Kelapa Sawit Karet Pinang Ladang/Tegalan Semak Hutan Sejenis Hutan Belukar Hutan Lebat Tebangan/LC Tambak Kopi Coklat Kolam Hutan Mangrove Lainnya Jumlah Sumber; BPN Tanjung Jabung Timur, 2001 Sesuai dengan data pada Tabel 29 tersebut di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur pemanfaatan lahan terbesar pertama berupa lahan hutan (hutan sejenis, hutan belukar, hutan lebat dan hutan mangrove/bakau), kedua berupa lahan perkebunan (karet, kelapa, pinang, kopi dan coklat dan kebun campuran), ketiga lahan pertanian (padi sawah), keempat semak dan kelima berupa tegalan.

62 49 Visi dan Tujuan Pembangunan Perikanan Pesisir KabupatenTanjung Jabung Timur Pembangunan yang bijaksana adalah pembangunan yang mampu menciptakan kemakmuran bagi masyarakat dan tidak menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan. Demikian halnya dengan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut Kabupaten Tanjung Jabung Timur, bahwa pemanfaatan sumberdaya alam diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan, pendapatan daerah dan peluang usaha bagi masyarakat lokal dengan selalu mengupayakan fungsi-fungsi ekologis dan sosial ekonomi dan budaya (sosekbud) yang ada tetap terkendali. Untuk mencapai tujuan tersebut secara optimal dan berkelanjutan maka harus ada perencanaan yang fokus dan terpadu. Untuk itu Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah membangun visi pembangunan wilayah pesisir dan laut yaitu Sumberdaya pesisir dan laut Kabupaten Tanjung Jabung Timur dikelola secara terencana dan terpadu dalam rangka meningkatkan kekuatan ekonomi dan pertahanan dan keamanan dengan tetap mengupayakan fungsi ekologis, sosekbud yang ada tetap terkendali Adapun tujuan ingin dicapai berkaitan visi yang ditetapkan ditentukan 4 tujuan pembangunan dalam rangka pembangunan sumberdaya pesisir dan laut Kabupaten Tanjab Timur adalah (Renstra Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2003): Tujuan Pembangunan Ekonomi Terwujudnya peningkatan dan keterpaduan pendayagunaan potensi sumberdaya alam wilayah pesisir dan secara berkelanjutan untuk kegiatan yang menunjang laju perekonomian masyarakat dan peningkatan pendapat asli daerah. Tujuan Konservasi Ekologis Terjaganya fungsi dan proses ekologis serta konservasi alam dan ekosistem wilayah pesisir dan laut melalui upaya perlindungan dan rehabilitasi guna mencapai pembangunan berkelanjutan. Tujuan Pembangunan Sosial Terwujudya peningkatan kualitas hidup masyarakat pesisir serta potensi sosial budaya setempat yang menjadi kekuatan bagi pembangunan berwawasan lingkungan secara berkelanjutan.

63 50 Tujuan pembangunan administratif Terwujudnya pola integrasi dan koordinasi dalam perencanaan, perizinan dan pengawasan kegiatan pembangunan dari semua pihak yang berkepentingan dan terjaganya keamanan di wilayah pesisir dan laut sehingga pembangunan dapat berjalan selaras serasi dan seimbang. Sosial Budaya Mayoritas etnie (suku bangsa) yang mendiami wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara berturut-turut adalah Bugis, Banjar, Melayu dan Ponorogo. Etnis Bugis, Banjar dan Melayu dikenal tangguh dan kuat tradisi kehidupan nelayannya, sedangkan etnis Ponorogo lebih banyak melakukan kegiatan sosial dan ekonomi di darat dan berusaha dibidang perkebunan, pertanian dan peternakan. Etnis lain seperti Cina dan Minang juga terdapat di wilayah ini, namun biasanya mereka berusaha dibidang perdagangan, jasa, transportasi, pergudangan dan pemilik kapal (toke/juragan). Pengaruh kebudayaan Islam di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur sangat dominan dalam tatanan kehidupan sehari-hari baik dari etnis Melayu, Bugis, Banjar, Jawa dan Minang. Mereka adalah penganut agama Islam turun-temurun, sehingga adat istiadat dan kebiasaan mereka banyak dipengaruhi kebudayaan Islam. Pengaruh kebudayaan bercorak Islam sangat terasa sekali di wilayah ini. Hal ini terlihat dari fungsi dari mesjid, madrasah dan mushola disamping digunakan untuk keperluan beribadah juga digunakan untuk aktifitas sosial seperti kebudayaan, pendidikan dan rembuk desa. Di Kecamatan Sadu terdapat tradisi tahunan yang telah dilakukan masyarakat pesisir yang dinamakan mandi safar yang merupakan tradisi dalam rangka ucapan terima kasih atas rezeki hasil laut yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Tradisi mandi safar sudah dijadikan agenda tahunan dalam rangka menggalakan pariwisata bahari oleh masyarakat serta telah mendapatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi.

64 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil Analisis AHP Penentuan Prioritas Berdasarkan persepsi atau judgement berbagai pihak yang telah diwawancarai tentang manfaat dan kerugian pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, kemudian persepsi mereka dikuantifikasi ke dalam angka Saaty lalu diolah dengan Software komputer M- AHP Hasil olahan data primer berupa hasil wawancara, dari 5 skenario kebijakan yaitu pengembangan perikanan tangkap, pengembangan buiddaya tambak, peningkatan mutu hasil perikanan, pengembangan budidaya laut dan pengembangan hatchery serta 3 aspek yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial kemudian dibandingkan manfaat (B) dan biaya (C) (AHP dalam kerangka manfaat biaya) seperti disajikan pada Tabel 30 berikut. Tabel 30. Hasil analisis manfaat biaya menentukan kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Skenario Kebijakan/Aspek Manfaat Biaya B/C Prioritas (B) (C) Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT) Pengembangan Budidaya Tambak (PBTb) Pengembangan Budidaya Laut (PBLt) Peningkatan Mutu Hasil Perikanan (PMHP) Pengembangan Hatchery (PH) Jumlah Ekonomi Lingkungan Sosial Jumlah Sumber: Hasil olahan data primer output software expert choice M -AHP 2004 Menurut Saaty (1991), bahwa salah satu konsep pokok AHP dalam kerangka manfaat biaya adalah adanya 2 alokasi tujuan yaitu yang berkaitan dengan evaluasi manfaat dan evaluasi kerugian. Ini berarti bahwa dalam mengembangkan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur akan dapat berakibat pada timbulnya manfaat (benefit) dan kerugian (cost). Responden dimintakan persepsi atau judgement mereka tentang manfaat atau kerugian yang ditimbulkan. Tabel 31 dan Lampiran 1 menyajikan hasil analisis dari persepsi responden dari sisi manfaat pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjab Timur setelah diolah dengan sofware expert choice M-AHP 2004.

65 52 Tabel 31. Manfaat pengembangan perikanan wilayah pesisir Sisi Manfaat Komponen Alternatif Kebijakan Bobot Prioritas Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT) Pengembangan Budidaya Tambak (PBTb) Pengembangan Budidaya Laut (PBLt) Peningkatan Mutu Hasil Perikanan (PMHP) Pengembangan Hatchery (PH) Aspek Ekonomi Lingkungan Sosial Kriteria Manfaat Ekonomi - Peningkatan Pendapatan (PP) Sektor Usaha Nonformal (SUN) Manfaat Lingkungan - Mempertahankan Hutan Mangrove (MHM) Media Biota (MB) Manfaat Sosial - Penyerapan Tenaga Kerja (PTK) Interaksi Sosial (IS) Sumber: Hasil olahan data primer output software expert choice M -AHP 2004 Hasil analisis dari sisi kerugian dalam rangka pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan persepsi responden seperti terlihat pada Tabel 32 berikut dan Lampiran 2. Tabel 32. Kerugian pengembangan perikanan wilayah pesisir Sisi Kerugian Komponen Alternatif Kebijakan Bobot Prioritas Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT) Pengembangan Budidaya Tambak (PBTb) Pengembangan Budidaya Laut (PBLt) Peningkatan Mutu Hasil Perikanan (PMHP) Pengembangan Hatchery (PH) Aspek Ekonomi Lingkungan Sosial Kriteria Kerugian Ekonomi - Modal Usaha (MU) Mengganggu Aktifitas Sektor Lain (MASL) KerugianLingkungan - Pencemaran (P) Sedimentasi (S) Kerugian Sosial - Merubah Pola Hidup Masyarakat (MPHM) Kecemburuan Sosial (KS) Sumber: Hasil olahan data primer output software expert choice M-AHP 2004

66 53 Hasil Analisis SWOT Pengembangan Perikanan Pesisir Analisis SWOT diperlukan untuk merumuskan strategi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman dan faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan. Dari wawancara yang telah dapat dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor SWOT seperti disajikan pada Lampiran 4. Pengaruh faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dalam rangka pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur seperti pada Tabel 33 berikut. Tabel 33. Pengaruh faktor internal pengembangan perikanan wilayah pesisir FAKTOR INTERNAL BOBOT RATING B X R (skor) Kekuatan (S) 1. Potensi sumberdaya perikanan pesisir yang masih besar 2. Adanya pembangunan pelabuhan laut Muara Sabak 3. Adanya institusi (DKP& SMK Kelautan dan Perikanan) yang komit serta mulai adanya peran LSM dan PT 4. Kemauan politik pemerintah yang kuat dibidang perikanan saat ini 5. Besarnya minat masyarakat (petani, nelayan dan masyarakat) berusaha disektor perikanan pesisir Kelemahan (W) 1. Terbatasnya modal 2. Rendahnya SDM 3. Kurangnya koordinasi antar instansi dan pihak terkait 4. Belum adanya data spesifik tentang SDP pesisir (data detail potensi dan kelayakan teknis) 5. Indikasi tangkap lebih pada daerah tepi pantai (near shore) S - W 1.44 Sumber: Hasil Analisis

67 54 Sedangkan dari faktor eksternal yaitu berupa peluang dan ancaman yang mempengaruhi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat dilihat pada Tabel 34 berikut. Tabel 34. Pengaruh faktor eksternal pengembangan perikanan wilayah pesisir FAKTOR EKSTERNAL BOBOT RATING B X R (skor) Peluang (O) 1. Dekat dengan pusat perdagangan internasional dan regional (Batam dan Singapura) 2. Kebutuhan produk perikanan akan selalu meningkat. 3. Harga produk perikanan tertentu yang cukup tinggi 4. Ketersedian teknologi spesifikasi lokasi 5. Adanya skim kredit dan dana CD perusahaan (Petro Cina, WKS dan PGN) Ancaman (T) 1. Degradasi lingkungan 2. Klaim terhadap produk perikanan 3. Pesaing dengan poduk yang sama dari negara lain 4. Pencurian ikan oleh nelayan asing dan perampokan di laut 5. Masih adanya egosektoral O - T 0.70 Sumber: Hasil Analisis Dari Tabel 33 dan Tabel 34 tersebut ternyata hasil penilaian faktor internal dengan mempertimbangkan aspek kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal dengan mempertimbangkan aspek peluang dan ancaman maka diperoleh skor sebagai berikut: 1. Skor kekuatan (S) adalah 2.05 sedangkan skor kelemahan (W) adalah 0.61 sehingga bila S-W yang merupakan sumbu X adalah Skor peluang (O) adalah sebesar 1.72 sedangkan skor ancaman (T) adalah 1.02 sehingga bila O-T yang merupakn sumbu Y adalah 0.70

68 55 Kemudian koordinat sumbu X (S-W) dan sumbu Y (O-T) ditetapkan pada diagram analisis SWOT sehingga dapat diketahui strategi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Gambar 6) berada pada kuadran I yang artinya adalah mendukung strategi agresif, yaitu suatu strategi yang memaksimalkan atau mengutamakan unsure kekuatan dan peluang yang ada. PELUANG Y + KELEMAHAN? 0.70 XY X KEKUATAN ? ANCAMAN Gambar 6. Kuadran strategi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Teknik penentuan strategi dari empat strategi yang ada yaitu strategi S-O ditentukan dengan cara menggunakan kekuatan untuk meraih peluang semaksimal mungkin, strategi W-O ditentukan dengan cara meminimalkan atau mengurangi kelemahan yang ada untuk meraih peluang semaksimal mungkin, strategi S W ditentukan dengan cara memanfaatkan kekuatan yang ada untuk menghadapi atau mengurangi ancaman serta strategi W-T ditentukan dengan cara meminimalkan atau mengurangi kelemahan untuk menghadapi atau mengurangi ancaman yang ditemukan. Keterkaitan bobot tersebut kemudian dijumlahkan seperti tertera pada Tabel 35 berikut.

69 56 Tabel 35. Strategi pengembangan perikanan wilayah pesisir No Strategi Pembobotan Bobot Prioritas Strategi S - O 1 Pemanfaatan sumberdaya perikanan pesisir (SDP) secara optimal 2 Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan 3 Kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan produktivitas usaha perikanan Strategi S - T 4 Menerapkan sistem ramah ling- kungan setiap usaha perikanan 5 Peningkatan standar mutu produk perikanan 6 Peningkatan pengawasan dan koordinasi antar pihak terkait 7 Peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan Strategi W-O 8 Pemanfaatan skim kredit dan bantuan modal secara optimal 9 Peningkatan SDM dalam pengembangan SDP pesisir 10 Penyusunan profil detail potensi sumberdaya perikanan pesisir Sumber: Hasil Analisis ,64+0,42+0,30+ 0,36+0,33,22+0, Hasil Analisis Peran Pihak Terkait Dalam Pengembangan Perikanan Pesisir Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara penuh atau parsial sama prinsipnya dengan keterlibatan pada sektor ekonomi lain yaitu dalam rangka kepentingan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan terhadap sumberdaya perikanan (Nikijuluw, 2002). Namun Lawson (1984) in Nikijuluw (2002) menyebutkan pemerintah juga memiliki kelemahan dalam pengelolaan sumberdaya tersebut sehingga perlu mengikutkan pihak terkait.

70 57 Dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur berbagai pihak memiliki peran dengan berbagai kadar mulai dari yang sedikit peranya, sedang sampai kepada yang dominan. Peran dan fungsi tersebut berdasarkan pada payung hukum yang ada berupa peraturan, kesepakatan, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, kerjasama, kearifan lokal atau dokumen lain yang mendukung. Rekapitulasi hasil wawancara untuk mengetahui sampai seberapa besar (sejauhmana) keterkaitan peran berbagai pihak (stakeholders) dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah dilakukan wawancara dengan berbagai pihak seperti pada disajikan pada Lampiran 5 dan 6. Dari hasil identifikasi terdapat 17 pihak terkait yang beperan dalam pengembangan perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur seperti disajikan pada Lampiran 7. Untuk mengetahui pengelompokan dan besarnya keterkaitan peran dari berbagai pihak dilakukan identifikasi terhadap 16 pihak terkait dalam pengembangan perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAP), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (HUT), Dinas Perhubungan (HUB), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Polisi (POL), Angkatan Laut (AKL), Bagian LH (LGH), Balai KSDA (KDA), Koperasi (KUD), LSM, Pergurun Tinggi (PGT), Desa (DES), Taman Nasional Berbak (TNB), Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (DAG), dan Bank (BNK). Setelah dilakukan analisa dengan Softwear komputer program XL Stat pengelompokan peran lembaga terkait seperti disajikan pada Gambar 7. Dendrogram BPN BNK LSM AKL LGH PGT POL HUB TNB KSD DAG DES HUT KUD BAP DKP 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 index Gambar 7. Dendogram peran lembaga terkait (Hasil analisis)

71 58 Hasil skor rata-rata penilaian responden terhadap keterkaitan peran lembaga terkait dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur seperti tertera pada Tabel 36 berikut. Tabel 36. Rata-rata skor peran pihak terkait dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Pihak Terkait Skor * Pihak Terkait Skor * Pihak Terkait Skor * Pihak Terkait Skor DKP 3.00 BAP 2.06 HUT 1.69 HUB 1.19 AKL 1.13 POL 1.06 BNK 1.50 BPN 1.31 DAG 1.69 KUD 2.13 PGT 1.00 LSM 1.13 LGH 1.00 KSD 1.50 DES 1.88 TNB 1.63 Sumber: Hasil Analisis Keterangan: * = rata-rata, Skor 1 = Sedikit, 2 = Sedang dan 3 = Dominan * Pembahasan Kebijakan Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir Dari hasil analisis (Tabel 30) bahwa prioritas kebijakan pertama adalah pengembangan perikanan tangkap (PPT) dengan nilai B/C sebesar 1.542, prioritas kebijakan kedua peningkatan mutu hasil perikanan (PMHP) dengan nilai B/C sebesar Sedangkan prioritas kebijakan ketiga, keempat dan kelima adalah pengembangan budidaya tambak (PBTb) dengan nilai B/C sebesar 0.821, pengembangan hatchery (PH) dengan nilai B/C sebesar dan terakhir pengembangan budidaya laut (PBLt) dengan nilai B/C sebesar Prioritas kebijakan yang dihasilkan dari hasil penelitian ini mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungan yang cukup berimbang. Hal ini tergambar dari nilai B/C aspek ekonomi dan B/C aspek lingkungan yang tidak berbeda jauh yaitu untuk aspek ekonomi dan untuk aspek lingkungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa prioritas skenario kebijakan tersebut menginginkan keseimbangan antara aspek ekonomi dan lingkungan. Sedangkan aspek sosial menempati ururta ketiga dengan nilai B/C sebesar Berdasarkan hasil analisis menggunakan software M-AHP, ternyata seluruh responden memberikan pendapat secara konsisiten, karena nilai Consistency Ratio (CR) yang dihasilkan berkisar antara Menurut Saaty (1991) nilai

72 59 CR lebih kecil atau sama 0,1 maka pendapat atau persepsi dari responden (key persons) dikatakan konsisten dan dapat diterima. Prioritas kebijakan pertama yang dihasilkan dalam kajian ini adalah Pengembangan perikanan tangkap (PPT) dengan nilai B/C sebesar 1.542, ini berarti bahwa perikanan tangkap merupakan prioritas pertama untuk dikembangkan memberikan manfaat yang lebih besar dari pada kerugian yang ditimbulkan. Hasil analisis ini didukung kondisi di lapangan dan laporan-laporan yang telah dipublikasikan tentang potensi perikanan dan luas perairan laut yang dimilki (dibawah pengelolaan). Kabupaten Jabung Timur memiliki perairan pesisir dan laut seluas Ha (BPN Tanjung Jabung Timur, 2001) dengan potensi perikanan tangkap lestari atau maximum sutaianble yield (MSY) sebesar ton/tahun, sedangkan pemanfaatannya pada tahun 2004 baru mencapai ton atau dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai % (DKP Tanjung Jabung Timur, 2004). Periran laut Tanjung Jabung Timur termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 2 Laut Cina Selatan yang tergolong masih memiliki peluang pengembangan perikanan tangkap sebesar 40 % - 60 % atau masih tinggi (Aziz et al, 1998). Berdasarkan hasil penelitian dari Pusat Riset Perikanan Tangkap (PPRT) (2001) bahwa WPP 2 dimana pesisir dan laut Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk di dalamnya masih terbuka peluang pengembangan perikanan tangkap dimana pemanfaatannya baru mencapai % dari potensi sebesar ton/tahun. Dari hasil kajian pada tahun 2001 tersebut ternyata tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar baru mencapai %, ikan pelagis kecil % dan ikan demersal baru mencapai %. Sedangkan untuk udang penaeid, lobster dan cumi-cumi tingkat pemanfaatanya sudah lebih dari 100 % dari estimasi potensinya (PRPT, 2001). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap yang dilaksanakan tahun 2001 ini berkemungkinan sudah bergeser dari keadaan sekarang (2006), namun karena belum tersedia data terbaru maka hasil penelitian tersebut masih relevan penulis gunakan sebagai justifikasi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Tanjung Jabung Timur perlu lebih diarahkan untuk melengkapi atau menambah alat dan armada penangkapan ikan dengan kapasitas yang lebih besar untuk dapat menangkap ikan pelagis besar, pelagis kecil dan ikan

73 60 demersal pada perairan yang lebih jauh (bila memungkin sampai ke perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia). Tabel 37 berikut menyajikan hasil penelitian Pusat Riset Perikanan Tangkap tahun 2001 tentang estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan berdasarkan kelompoknya di WPP 2. Tabel 37. Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan perikanan tangkap WPP 2 Laut Cina Selatan tahun 2001 No. Kelompok Sumber Daya Tahun Ikan Pelagis Besar - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) 2. Ikan Pelagis Kecil - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) 3. Ikan Demersal - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) 4. Ikan Karang - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) 5. Udang Penaeid - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) 6. Lobster - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) 7. Cumi - cumi - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) Seluruh: - Potensi (10 3 ton/tahun) - Produksi (10 3 ton/tahun) - Pemanfaatan (%) Sumber: Pusat Riset Perikanan Tangkap (PRPT), > > > Hasil tangkapan nelayan Tanjung Jabung Timur sampai pada tahun 2004 belum melebihi potensi lestari, yaitu baru mencapai ton dari potensi lestari sebesar ton/tahun. Dengan hasil tangkapan tersebut berarti masih terdapat peluang yang besar untuk meningkatkan hasil tangkapan. Dengan

74 61 merujuk kepada pendapat King (1995) bahwa penangkapan ikan laut yang realisitis adalah dengan pendekatan Objective Sustainable Yield (OSY) karena lebih realistis dan mendekati Jumlah Tangkap Dibolehkan (JTB) atau Total Alowable Catch (TAC) karena hasil tangkapan ini terletak pada berkisar pada 80 % dari MSY. Berdasarkan pendapat King (1995) tersebut maka jumlah tangkapan ikan nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dari dapat ditingkatkan menjadi sebesar ton/tahun. Pendekatan OSY untuk menentukan jumlah ikan yang boleh ditangkap mempunyai kelebihan antara lain dapat menyerap banyak tenaga kerja dan terjadinya penyebaran pendapatan di masyarakat. Namun untuk menentukan jumlah kapal yang dibolehkan untuk menangkap ikan di wilayah ini memerlukan penelitian lanjutan dan mendalam didasarkan pada jenis ikan (tuna, tenggiri, udang dll) dan berdasarkan pengelompokan sumberdaya ikan (ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, ikan demersal udang atau non ikan). Salah satu indikasi masih cukup besarnya potensi perikanan di WPP 2 dimana perairan pesisir dan laut Jambi termasuk di dalamnya adalah sering terjadinya tindakan pencurian ikan oleh nelayan asing. Tabel 38 berikut tidakan pencurian ikan oleh nelayan asing yang tercatat di WPP 2. Tabel 38. Tindak pencurian ikan kasus di WPP 2 laut Cina Selatan Daerah Perairan Jambi Kepulauan Riau Kalimantan Barat Bangka Belitung Sumatra Selatan Riau Jumlah Sumber: Darmawan, 2006 (sudah diolah) Dari Tabel 38 tercatat bahwa tindakan pencurian ikan terbanyak terjadi di perairan laut Jambi (Tanjung Jabung Timur) adalah tahun 2003 yaitu sebanyak 20 kasus. Darmawan (2006) juga melaporkan, bahwa WPP 2 (Laut Cina Selatan) merupakan WPP yang rawan pencurian ikan oleh nelayan asing terbukti dari 9 WPP yang ada di Indonesia. Pada tahun 2002 dari 155 kasus pencurian sebanyak 52 kasus terjadi di WPP 2, tahun 2002 dari 210 kasus sebanyak 79 kasus terjadi

75 62 di WPP 2, tahun 2003 dari 159 kasus terjadi di WPP 2 (jalur asal kapal ikan dapat dilihat pada Lampiran 8). Kasus pencurian ikan oleh nelayan dari Thailand dan Cina di perairan pesisir dan laut Tanjab Timur juga telah diakui oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanjab Timur (hasil wawancara). Sering terjadinya pencurian ikan oleh nelayan asing ini merupakan indikasi bahwa di perairan Tanjung Jabung Timur dan sekitarnya masih terdapat potensi ikan yang cukup memadai. Implementasi dari kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Tanjung Jabung Timur diharapkan dapat memanfaatkan potensi perikanan tangkap yang ada dan menjawab atau mengatasi permasalahan perikanan tangkap di wilayah ini antara lain kelebihan tangkap pada daerah pinggriran (sampai batas 2-3 mill), harga bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi, perampokan di laut, rendahnya SDM serta rendahnya nilai jual hasil tangkapan pada saat musim ikan. Disamping itu sifat sumberdaya perikanan yang unik yaitu bersifat open acces dimana tidak ada pihak merasa bertanggung jawab dan ingin menangkap sebanyak mungkin dan sifat mobile dari sumberdaya ikan yang melintasi batas administrasi dan kedaulatan, dimana pada saat-saat tertentu berada di suatu perairan dan pada saat lain berada di perairan yang lain pula (Fauzi, 2005) perlu juga menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan strategi, program dan kegiatan sebagai implementasi kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Prioritas kebijakan kedua adalah Peningkatan mutu hasil perikanan (PMHP) dengan nilai B/C sebesar Kebijakan peningkatan mutu hasil perikanan perlu menjadi perhatian semua pihak, hal ini disebabkan karena sifat produk perikanan cepat busuk (perishable product). Dengan melakukan peningkatan mutu hasil perikanan seperti melakukan pengawetan, pengolahan, pembekuan, pengesan dan perlakuan pasca panen lainnya (ikan hidup maupun ikan segar) diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah, menghambat penurunan mutu sehingga nilai jual produk perikanan dapat meningkat atau tidak merosot. Kebijakan peningkatan mutu hasil perikanan perlu diterapkan karena diharapkan dengan kebijakan ini dapat meningkatkan penghasilan produsen ikan secara keseluruhan baik nelayan, petani ikan dan pengolah hasil ikan. Mutu hasil perikanan yang tidak baik akan ditolak oleh konsumen atau harganya akan turun

76 63 dari harga yang berlaku. Peningkatan mutu hasil perikanan termasuk pembuatan olahan produk perikanan dapat meningkatkan pendapatan. Hal ini sudah dirasakan oleh pembuat kerupuk udang dan kerupuk ikan dan ebi di Desa Lambur Luar, Nipah Panjang I dan Mendahara Ilir yang mana produk olahannya berupa kerupuk ikan dan udang mempunyai nilai jual tinggi mencapai harga Rp /kg dan telah dipasarkan ke luar Kabupaten dan luar Provinsi Jambi seperti Batam, Palembang dan Jakarta. Begitu pula potensi bahan baku berupa udang rebon (udang kecil) untuk pembuatan ebi, udang kering, ikan asin dan untuk tepung ikan saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Bahan baku pembuat ebi berupa udang rebon (udang rucah) cukup banyak tersedia dengan harga berkisar antara Rp s/d Rp 6 000/kg. Nelayan di beberapa daerah pesisir Mendahara Ilir, Nipah panjang Lambur Luar dan beberapa desa pesisir lainnya telah memanfaatkan udah rebon untuk dibuat menjadi ebi dengan nilai jual ebi mencapai Rp /kg (hasil wawancara dan pengamatan lapangan). Kebijakan peningkatan mutu hasil perikanan juga bertujuan untuk menjaga keamanan pangan produk perikanan. Merebaknya issue penggunan formalin dalam pembuatan ikan asin dan penanganan ikan segar (ikan laut) akhir-akhir ini berdampak cukup luas pada sektor perikanan, khususnya produk berupa ikan asin dan ikan segar hasil tangkapan dari laut. Untuk mengembalikan kepercayaan berbagai pihak terhadap produk perikanan tersebut, maka kebijakan ini sangat tepat dilaksanakan sehingga usaha perikanan (sektor produksi dan pengolahan) dapat normal atau bangkit kembali. Kebijakan peningkatan mutu hasil perikanan bisa berdampak ganda mutliflyer effect terhadap usaha perikanan yang lain seperti budidaya dan penangkapan ikan, untuk itu dalam penanganan hasil tangkapan dan budidaya serta pengolahan perlu ditangani secara baik sehingga mutu produk perikanan yang dihasilkan dapat meningkat, yang pada akhirnya nilai produk dan pendapatan nelayan, pengolah dan petani ikan. Prioritas kebijakan ketiga adalah Pengembangan budidaya tambak (PBTb) dengan nilai B/C sebesar Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki potensi lahan tambak seluas ha, namun baru dimanfaatkan seluas 446 ha (DKP Tanjung Jabung Timur, 2003; DKP Provinsi Jambi, 2002). Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan penyebab masih rendahnya pemanfaatan potensi ini antara lain kurangnya modal, rendahnya pengetahuan

77 64 petani, masalah kepemilikan lahan, belum adanya contoh yang benar-benar berhasil, terkadang sulit mendapatkan benih dan belum adanya saluran primer yang dapat mengairi tambak. Kenyataan di lapangan terdapat sebagian tambak masyarakat ditelantarkan dengan berbagai alasan antara lain hasil panen rendah, gangguan hama, tambak bocor, biaya operasional yang tinggi dan kadang-kadang sulit mendapatkan benih. Permasalahan budidaya tambak ini sebenarnya tidak dapat digeneralisasi karena terjadi kasus perkasus, untuk itu perlu pengkajian yang mendalam baik dari aspek teknis (kualitas air, kualitas tanah, elevasi, pasang surut, indikator biologi), ekonomis dan sosial untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak yang ingin mengembangkan tambak disamping juga untuk mengetahui detail potensi, lokasi dan berapa luas sebenarnya. Menurut laporan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jambi tahun 2002 terdapat potensi lahan tambak seluas ha yang kondisinya berupa kebun kelapa dan sawah yang sudah tidak produktif, tambak terlantar dan semak belukar. Kawasan potensi tambak seluas ha ini berada di luar lokasi Taman Nasional Berbak (TNB), Cagar Alam Hutan Mangrove Pantai Timur Jambi dan hutan mangrove luar kawasan cagar. Pengembangan budidaya tambak di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur perlu diarahkan untuk memanfaatkan lahan marginal tersebut agar lebih produktif sekaligus dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas hutan mangrove. Dengan demikian pengembangan tambak tidak akan mengganggu hutan mangrove bahkan pohon mangrove (bakau) dapat ditanam pada saluran air, pinggir sungai, pantai, pematang atau di dalam tambak (sylvo fishery). Kusuma (2000) menyarankan 2 model pengembangan tambak agar hutan mangrove dapat dipertahankan atau ditambah luasnya bersamaan dengan itu juga dilakukan budidaya tambak sebagi berikut: 1. Tambak Tumpang sari Merupakan unit tambak yang di dalamnya mengkombinasikan bagian lahan untuk pemeliharaan ikan dan kepiting serta pada bagian lainnya untuk penanaman mangrove (bakau). Saat ini dikenal lima macam model tambak tumpang sari yaitu; model kemplangan, model empang tradisional, model empang tebuka, model kakao dan model tasik rezo.

78 65 2. Model Tambak Terbuka Model ini merupakan tambak tanpa tanaman mangrove (bakau) di dalamnya. Untuk memperbaiki lingkungan sekitar tambak tanaman mangrove dapat ditaman sepanjang saluran primer, pinggir sungai maupun sepanjang pantai. Keberadan mangrove bersamaan dengan tambak mempunyai nilai positif satu sama lain, dimana menurut Bengen dan Adrianto (1996) in Hartati et al. (2005) bahwa mangrove mempunyai sifat self purification yaitu sebagai penyerap atau penetral bahan pencemar khususnya bahan organik. Disamping itu mangrove juga berfungsi sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan dan sekitarnya serta penyuplai bahan organik di perairan. Implementasi dalam pengembangan budidaya tambak tidak harus dengan memelihara udang, akan tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada. Beberapa komoditas perikanan yang cocok dipelihara pada tambak di daerah ini adalah kepiting bakau, ikan kakap, bandeng dan kerapu. Prinsip yang perlu dikedepankan dalam pengembangan budidaya tambak agar dapat berkelanjutan adalah komoditas yang dibudidayakan disesuaikan dengan kondisi tambak serta tidak harus menggunakan teknologi intensif karena budidaya dengan teknologi yang intensif cendrung mengakibatkan pencemaran yang berasal dari sisa pakan dan bahan-bahan yang menunjang budidaya secara intensif. Untuk itu disarankan menggunakan teknologi budidaya tradisional atau tradisional plus dalam mengusahakan budidaya tambak di daerah ini. Prioritas kebijakan keempat adalah Pengembangan hatchery (PH) dengan nilai B/C sebesar Wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur atau lebih spesisfik lagi bagian pantainya (tidal zone) merupakan daerah relatif datar dan berlumpur, hal ini disebabkan pembentukan pantainya berasal dari endapan sedimen tanah aluvial dan tidak terdapat cekungan (Kasry, 1997; Sihotang et al. 2001). Hasil survey yang dilakukan Gunarso et al. (2002) dari Loka Budidaya Laut Batam, ternyata hanya terdapat satu lokasi yang cocok untuk dibangun hatchery yaitu desa pulau Berhala Kecamatan Sadu dengan skor 88 (baik), sedangkan lokasi lainnya di Desa Remau Bakotuo dengan skor 46 (tidak ada gunanya dipertimbangkan lebih lanjut) serta lokasi di desa Sungai Lokan dengan skor 56 (tidak ada gunanya dipertimbangkan lebih lanjut). Data hasil survey Gunarso et al.

79 66 (2002) dan kriteria yang sesuai untuk lokasi hatchery atau Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP) dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Dari pengamatan di lapangan terlihat bahwa sebagian besar kondisi pantai pada saat surut akan kering sampai kira-kira 1.50 km ke arah laut, keruh, berlumpur dan relatif dangkal. Lokasi dasar perairan berlumpur dan kekeruhan yang tinggi kurang cocok untuk dibangun usaha budidaya laut dan pembibitan ikan dan udang laut (Gunarso et al, 2002). Namun demikian kebijakan pengembangan hatchery masih menempati urutan keempat, yang mengindikasikan bahwa masih ada responden yang berharap agar daerah ini juga dibangun hatchery pantai. Hal ini berkemungkinan disebabkan adanya keinginan untuk mendapatkan benih dekat dari lokasi sehingga diharapkan dapat mudah, murah dan cepat untuk mendapatkan benih untuk usaha budidaya mereka. Sampai saat ini sebagian besar kebutuhan benih tersebut masih didatangkan dari Kepulauan Riau, Lampung, Jawa bahkan dari Bali. Prioritas kebijakan kelima adalah Pengembangan budidaya laut (PBLt). Merupakan prioritas kebijakan yang terakhir dari alternatif kebijakan pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, hal ini sesuai dengan data dan keterangan yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat bahwa daerah ini hanya memiliki potensi untuk budidaya laut seluas 50 ha yang terdapat di desa Pulau Berhala, Kecamatan Sadu (DKP Tanjung Jabung Timur, 2003). Ada beberapa sebab tidak atau belum berkembangnya budidaya laut tersebut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur antara lain kondisi perairan yang kurang cocok (dangkal, dasar berlumpur, relatif keruh dan bersaing ruang dengan nelayan tradisional yang beroperasi di daerah pinggir pantai), belum terbiasa dengan budidaya laut, kurangnya modal, belum ada contoh yang berhasil, kurangnya perhatian pemerintah untuk pengembangan budidaya laut serta masih adanya anggapan bahwa ikan di laut masih cukup banyak mengapa harus repotrepot memelihara ikan di laut. Namun demikian bukan berarti tidak ada komoditas yang cocok untuk dipelihara di perairan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, karena menurut Tim Kemitraan Bahari Provinsi Jambi bahwa di perairan pesisir daerah ini cocok untuk dikembangkan budidaya atau pembesaran kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara inflata). Kerang darah dan kerang bulu sampai saat ini

80 67 belum dibudidayakan tetapi merupakan hasil tangkapan atau pengumpulan nelayan di sepanjang pesisir pantai Tanjung Jabung Timur. Dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, responden mempunyai komitmen yang kuat terhadap masalah ekonomi dan lingkungan secara berimbang. Hal ini terbukti dengan nilai B/C aspek ekonomi sebesar dan aspek lingkungan sebasar Ini berarti merah bahwa dalam pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung tidak hanya menitikberatkan pada ekonomi saja tetapi juga memperhatikan lingkungan. Manfaat Pengembangan Perikanan Pesisir Dari hasil analisis seperti disajikan pada Tabel 31, bahwa berdasarkan persepsi responden kebijakan yang memberikan manfaat terbesar dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara berturut-turut adalah pengembangan perikanan tangkap (PPT) dengan nilai B/C kemudian kedua pengembangan budidaya tambak (PBTb) dengan nilai B/C 0.238, ketiga peningkatan mutu hasil perikanan (PMHP) dengan nilai B/C keempat adalah pengembangan hatchery dengan nilai B/C dan terakir adalah pengembangan budidaya laut (PBLt) dengan nilai B/C Dari kebijakan-kebijakan tersebut ternyata aspek manfaat ekonomi mempunyai nilai tertinggi sebesar 0.575, aspek lingkungan kedua dengan nilai ketiga adalah aspek sosial dengan nilai sebesar Ini dapat dikatakan bahwa pengembangan perikanan di wilayah pesisir dengan prioritas kebijakan di atas menempatkan tujuan utama ingin dicapai adalah aspek ekonomi, kedua aspek lingkungan dan ketiga adalah aspek sosial. Pada aspek ekonomi yang lebih diutamakan dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah peningkatan pendapatan (PP) dengan nilai jauh di atas timbulnya usaha sektor nonformal (SUN) sebesar 0.134, ini mengindikasikan masyarakat mengiginkan terjadinya peningkatan pendapatan bila dilakukan pengembangan perikanan pesisir. Hasil ini sangat logis karena memang pendapatan masyarakat pesisir di wilayah ini masih rendah yaitu sekitar Rp pertahun atau Rp perbulan (BPS Tanjung Jabung Timur, 2003),

81 68 sehingga memang mereka menginginkan adanya peningkatan pendapatan dengan adanya pengembangan perikanan wilayah pesisir. Manfaat lingkungan merupakan aspek urutan ke-2 yang ingin dicapai dalam pengembangan perikanan pesisir. Pada aspek kriteria ternyata yang pertama adalah mempertahankan hutan mangrove (MHM) dengan nilai tertinggi yaitu sebesar dan kedua adalah media biota (MB) sebesar Ini mengindikasikan bahwa telah terbangun kesadaran masyarakat bahwa mempertahankan keberadaan hutan mangrove (bakau) bahkan penanaman kembali (replanting) mangrove merupakan manfaat lingkungan yang ingin dicapai dengan mengembangkan perikanan di wilayah pesisir. Upaya-upaya mempertahankan mangrove dan menanam kembali mangrove sudah mulai dilaksanakan oleh masyarakat, LSM dan Pemerintah Daerah (Hamzah et al. 2002). Sihotang et al. (2001) menyebutkan selama 5 tahun terakhir Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) telah menanam pohon bakau (mangrove) sebanyak batang. Penanaman pohon bakau juga telah dilakukan oleh DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan mengikutkan masyarakat dan LSM (DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2003) Mempertahankan keberadaan hutan mangrove atau bila perlu menambah luas pohon mangrove dalam pengembangan perikanan pesisir berdampak positif pada sektor penangkapan, budidaya tambak dan hatchery. Keberadaan mangrove dapat menjaga keseimbangan kualitas air sekitar tambak, meningkatkan ketersedian benih dan induk udang/kepiting dari alam dan dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Supriharyono (2000) menyebutkan bahwa hutan mangrove mepunyai arti yang penting bagi perikanan karena suburnya perairan disekitar mangrove memungkinkan sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan berbagai hewan air temasuk ikan, udang dan kepiting. Ng (1985) in Supriharyono (2000) melaporkan hasil penelitian pada tahun 1982, bahwa di Semenanjung Malaysia Barat yang mempunyai tutupan mangrove 96% dapat menghasillkan tangkapan ikan dan udangnya sebanyak 2-4 kali ( ton) bila dibandingkan daerah semenanjung Malaysia Timur yang hampir tidak ada hutan mangrovenya dengan produksi tangkapan ikan dan udangnya hanya ton. Manfaat sosial yang ingin dicapai dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah kriteria penyerapan

82 69 tenaga kerja (PTK) dengan nilai B/C sebesar lebih tinggi dari kriteria terjadinya interaksi sosial (IS) dengan nilai Ini mengindikasikan bahwa dengan mengembangkan perikanan di wilayah pesisir diharapkan dapat menyerap tenaga kerja masyarakat setempat. Hal ini sudah berlaku umum karena pekerjaan merupakan kebutuhan manusia dewasa dan juga merupakan status sosial seseorang di tengah masyarakat. Sesuai dengan potensi dan kondisi daerah yang memiliki wilayah pesisir yang cukup besar maka sektor perikanan diharapkan mempunyai kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja. Terjadinya interaksi sosial (IS) dalam aspek sosial mempunyai nilai 0.029, nilai IS rendah ini mengindikasikan bahwa masyarakat menganggap interaksi sosial sudah terjalin diantara mereka melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Interaksi sosial telah terjalin melalui kegiatan-kegiatan seperti rembuk desa, pengajian, yasinan dan gotong royong. Pernyatan ini dikuatkan oleh Hanson (1984) in Amanah (2004) bahwa kondisi spesifik yang positif dari masyarakat pesisir adalah keeratan hubungan sesama masyarakat yang cukup tinggi. Untuk itu agar mendapatkan hasil optimal dalam rangka pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur maka aspek manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial perlu ditingkatkan secara proporsional. Kerugian Pengembangan Perikanan Pesisir Dari hasil analisis seperti disajikan pada Tabel 32, bahwa berdasarkan persepsi responden kebijakan berdampak atau mempunyai kerugian dengan dilakukan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur terbesar adalah kebijakan pengembangan budidaya tambak (PBTb) dengan nilai B/C sebesar 0.290, kedua pengembangan perikanan tangkap (PPT) dengan nilai B/C sebesar 0.212, ketiga pengembangan budidaya laut (PBLt) dengan B/C sebesar 0.190, keempat pengembangan hatchery (PH) dengan nilai B/C sebesar dan kerugian terkecil dialami bila dilakukan kebijakan peningkatan mutu hasil perikanan (PMHP) dengan nilai B/C sebesar Dari sisi kerugian ternyata kerugian terbesar terjadi pada aspek ekonomi dengan nilai B/C sebesar 0.516, kedua aspek lingkungan dengan nilai B/C sebesar dan kerugian ketiga adalah aspek sosial dengan nilai B/C sebesar Disini dapat dikatakan bahwa walaupun di daerah ini dikembangkan perikanan

83 70 kecil pengaruhnya terhadap sisi sosial kehidupan masyarakat khususnya kriteria merobah pola hidup masyarakat (MPHM) dengan nilai Masyarakat tidak begitu kuatir akan terjadi perubahan pola hidup mereka dengan adanya pengembangan perikanan pesisir, hal ini disebabkan kuatnya ikatan kekeluargaan, adat istidat dan masih dipegangnya nilai-nilai agama masyarakat setempat. Sedangkan untuk kecemburuan sosial (KS) sedikit lebih besar yaitu Kecemburuan sosial timbul ditengah masyarakat pesisir berkemungkinan disebabkan pola hidup yang sedikit berlebihan dan konsumtif dari mereka yang berpenghasilan besar, sehingga mengudang kecemburuan pada masyarakat berpenghasilan kecil. Kerugian aspek ekonomi menempati urutan pertama dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, ini tergambar dari hasil analisis dimana kriteria modal usaha (MU) mempunyai nilai B/C sebesar sedangkan kriteria menganggu aktifitas ekonomi sektor lain (MASL) hanya mendapatkan dengan nilai B/C sebesar Hal ini menunjukan kerugian aspek ekonomi berupa modal untuk usaha akan lebih dirasakan dari pada kerugian berupa menganggu aktifitas ekonomi sektor lain. Dari Tabel 32 juga terlihat bahwa kebijakan pengembangan perikanan pesisir yang memerlukan modal usaha cukup besar pertama adalah pengembangan budidaya tambak, kedua pengembangan perikanan tangkap, ketiga pengembangan budidaya laut pada urutan keempat dan kelima masing-masing adalah pengembangan hatchery dan peningkatan mutu hasil perikanan. Besarnya modal untuk budidaya tambak ini juga mempengaruhi kelancaran usaha sebagian petambak. Dari wawancara dan pengamatan di lapangan terlihat ada kontruksi tambak yang kurang sesuai atau tidak memenuhi persyaratan seperti dangkal, banyak tunggul kayu serta saluran dan pematang yang kurang layak secara teknis. Sedangkan untuk perikanan tangkap modal juga merupakan kendala, ini terbukti dari armada penangkapan ikan sebanyak 366 buah merupakan perahu tanpa motor, sebanyak kapal kapasitas = 5 Gross Ton (GT) dan sisanya adalah kapal penangkap dengan kapasitas 6 30 GT (BPS Tanjung Jabung Timur 2003). Sebenarnya nelayan berkeinginan untuk menggunakan armada yang lebih besar agar kapal dapat beroperasional jauh ke tengah laut, tetapi karena terbatas dan sulitnya mendapatkan modal maka keiginan tersebut sulit terpenuhi.

84 71 Kerugian yang dialami dari aspek lingkungan dalam pengembangan perikanan pesisir adalah pencemaran (P) dengan nilai dan sedimentasi (S) dengan nilai Ini mengindikasikan bahwa kehawatiran atau resiko terjadinya pencemaran lebih besar dari pada resiko terjadinya sedimentasi. Kebijakan penggembangan budidaya tambak mempunyai nilai kerugian lingkungan tertinggi, kedua pengembangan perikanan tangkap, ketiga pengembangan budidaya laut, sedangkan yang keempat dan kelima masingmasing pengembangan hatchery dan peningkatan mutu hasil perikanan. Hal ini menunjukan bahwa pengembangan budidaya tambak memiliki resiko kerugian lingkungan yang tinggi bila tidak ditangani secara baik seperti adanya sisa pakan, penggunaan bahan kimia dalam pemberantasan hama, tumpahan minyak dari pompa air dan kincir serta kemungkinan rusaknya lingkungan mangrove. Pengembangan perikanan tangkap menempati kerugian kedua ini disebabkan kekhawatiran akan terjadi penangkapan dengan bahan dan alat terlarang, tumpahan minyak dan oli saat opreasi penangkapan dan berkurangnya sumberdaya ikan karena penangkapan yang berlebihan. Kerugian lingkungan terkecil dialami bila dilakukan pengembangan hathery dan peningkatan mutu hasil perikanan, ini berkemungkinan disebabkan kedua sektor ini tidak memerlukan tempat luas untuk lahan usaha dan mudah dalam penanggulangan limbahnya serta limbah buangannya lebih mudah dikontrol. Untuk itu dalam mengimplementasi kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur maka sedapat mungkin meminimalkan dampak kerugian ekonomi, lingkungan dan sosial. Arahan Strategi Pengembangan Perikanandi Wilayah Pesisir Strategi merupakan alat mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya (Chandler, 1962 in Rangkuti, 2000). Dari analisis SWOT yang telah dilakukan dalam rangka pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur terdapat 3 strategi SO, 4 strategi ST dan 3 strategi WO seperti disajikan pada Tabel 39 berikut.

85 72 Tabel 39. Matriks analisis SWOT Ekternal faktor Internal faktor Peluang (O) 1.Dekat dengan akses pusat perdagangan internasional & regional (Batam & Singapura) 2.Kebutuhan produk perikanan yang akan selalu meningkat 3. Ketersedian teknologi spesifikasi lokasi 4. Harga produk perikanan tertentu yang cukup tinggi 5. Adanya skim kredit & dana (CD) perusahaan. Ancaman (T) 1.Degradasi lingkungan 2.Klaim terhadap produk perikanan 3. Pesaing dengan poduk yang sama dengan negara lain. 4. Pencurian ikan oleh nelayan asing dan perampokan di laut 5.Masih adanya egosektoral Kekuatan (S) 1. Potensi SDP pesisir masih besar 2. Adanya pembangunan pelabuhan laut Ma.Sabak 3. Adanya DKP& SMK Kelautan dan Perikanan yang komit serta mulai adanya peran LSM dan PT 4. Besarnya minat masyarakat (petani,nelayan & masyarakat) berusaha dibidang perikanan 5. Kemauan politik pemerintah yang kuat dibidang perikanan saat ini. Strategi S - O 1.Pemanfaatan SDP pesisir secara optimal 2. Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan 3. Kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan produktivitas usaha perikanan Strategi S - T 1. Menerapkan sistem ramah lingkungan setiap usaha perikanan 2. Peningkatan standar mutu produk perikanan 3. Peningkatan koordinasi & pengawasan antar pihak terkait 4. Peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan Kelemahan (W) 1. Terbatasnya modal 2. Indikasi tangkap lebih pada daerah tepi (near shore) 3. Rendahnya SDM 4. Belum adanya data spesifik tentang SDP (data detail potensi & kelayakan teknis) 5. Kurangnya koordinasi antar lembaga terkait Strategi W - O 1. Pemanfaatan skim kredit dan bantuan modal secara optimal 2. Peningkatan SDM dalam pengembangan SDP pesisir 3.Penyusunan profil detail potensi SDP pesisir Strategi W - T Dari analis SWOT terdapat 10 arahan strategi untuk pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjab Timur yaitu 1) Pemanfaatan SDP pesisir secara optimal 2) Peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan 3) Peningkatan SDM dalam pengembangan SDP pesisir 4) Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan 5) Peningkatan standar mutu produk perikanan 6) Peningkatan koordinasi dan pengawasan antar pihak terkait 7) Kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan produktivitas usaha perikanan 8) Menerapkan sistem

86 73 ramah lingkungan setiap usaha perikanan 9) Pemanfaatan skim kredit dan bantuan modal secara optimal 10) Penyusunan profil detail potensi SDP pesisir. Strategi merupakan alat atau cara untuk mencapai hal yang dinginkan baik bersifat normatif ataupun dapat diukur. Sebagai sesuatu yang terkadang masih bersifat normatif, maka strategi perlu dijabarkan dalam bentuk lebih implementatif (rencana aksi) berupa program ataupun kegiatan. Pemanfaatan SDP Pesisir Secara Optimal (S 1 ) Sumberdaya perikanan wilayah pesisir diharapkan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan pengembangan perekonomian wilayah pada umumnya, namun pada sisi lain pemanfaatannya harus memperhatikan aspek lingkungan agar dapat berkelanjutan. WCED (1987) in Dahuri et al. (2001) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam implementasinya pemanfaatan sumberdaya perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dilakukan dengan membuat program atau kegiatan yaitu: 1. Pengaturan alat tangkap dan zona penangkapan ikan 2. Pemasangan rumpon 3. Pemanfaatan by cath (hasil tangkap sampingan) secara optimal. 4 Pembagunan hatchery di Desa Pulau Berhala Pengaturan penggunaan alat tangkap dan zona penangkapan perlu dilakukan agar SDP yang ada tidak mengalami deplesi dan kelebihan tangkap serta ntuk menghindari konflik dimasyarakat, sehingga pemanfaatan SDP tangkap dapat dilakukan secara optimal. Untuk ini Pemda telah mebuat Peraturan daerah, namun implemnetasi di lapangan masih belum berjalan. Begitu pula pelarangan penggunaan bahan, alat dan cara terlarang telah diatur dalam Undang-undang RI nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan dan direvisi dengan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Rumpon merupakan alat penarik perhatian atau pengumpul ikan dapat meningkatkan pengeksploitasian

87 74 sumberdaya perikanan karena dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan (Hartono et al, 2005). Pemasangan rumpon juga dapat mempersingkat jarak dan waktu penangkapan karena ikan akan berkumpul di sekitar rumpon, sehingga dapat menghemat biaya operasinal penangkapan ikan. Hasil tangkapan sampingan (by catch) yang selama ini bila musim ikan melimpah sering dibuang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin baik untuk konsumsi manusia maupun untuk bahan pakan ikan atau ternak. Pembangunan hatchery pantai untuk memenuhi permintaan pembudidaya perlu direalisasikan, sehingga ketergantungan petani ikan akan benih dari luar dapat dikurangi. Lokasi yang cocok untuk hatchery pantai adalah di desa Pulau Berhala (Gunarso et al. 2002). Dengan tersedianya benih ikan dan udang untuk budidaya pantai, maka diharapkan pemanfaatan SDP pesisir lebih optimal karena benih merupakan salah satu dari faktor produksi. Peningkatan Kapasitas Armada Penangkapan Ikan (S 2 ) Potensi perikanan tangkap perlu dimanfaatkan dengan cara meningkatkan kapasitas armada kapal penangkapan ikan agar nelayan dapat menangkap ke perairan yang lebih ke tengah laut (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI), laut Cina Selatan atau laut Internasional). Hal ini juga untuk mengantisapi lebih tangkap (over fishing) pada wilayah tepi. Dengan meningkatnya kapasitas armada juga diharapkan dapat membatasi ruang gerak pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan pesisir timur Jambi. Hartono et al. (2005) menyebutkan semakin besar ukuran kapal maka semakin tinggi kemampuan mengeksploitasi sumberdaya perikanan. Dalam implementasinya peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan nelayan wilayah pesisir dilakukan dengan program atau kegiatan yaitu: 1. Memberi bantuan dan fasilitasi untuk mendapatkan armada penangkapan ikan bertonase besar (= 30 GT). 2. Optimalisasi Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dan Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Armada yang dimiliki nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebagian besar berkapasitas kecil, bahkan ada yang menggunakan perahu tanpa motor untuk menangkap ikan. Jumlah armada tangkap yang ada sebanyak unit dengan perincian kapal tanpa motor 366 unit, sebanyak armada kapal dengan kapasitas = 5 GT dan sisanya merupakan kapal ikan dengan kapasitas 6

88 75 30 GT (DKP Tanjung Jabung Timur, 2003 dan BPS Tanjung Jabung Timur 2003). Dari hasil pengamatan di lapangan TPI dan PPI yang terdapat daerah ini belum dimanfaatkan secara baik, nelayan banyak mendaratkan hasil tangkapan di luar TPI dan PPI, hal ini dapat menyulitkan dalam pembinaan dan monitoring. Peningkatan SDM Dalam Pengembangan SDP Pesisir (S 3 ) SDM berkualitas merupakan faktor penting dalam mengerakan roda pembangunan, termasuk dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir. Peningakatan SDM memiliki mulflyer effect yang besar terhadap berbagai bidang kehidupan manusia berupa sikap, mental, manajerial, pengetahuan dan keterampilan. Berkaitan dengan pentingnya peningkatan SDM ada sebuah pepatah Cina yang mengatakan tanamlah biji-bijian kita akan memanen selama beberapa bulan, tanamanlah pepohonan kita akan memanen selama beberapa tahun dan tingkatkan SDM, maka kita akan memanen selamanya dan berulangulang. Berkaitan dengan pengembangan sumberdaya perikanan pesisir, maka pentingnya peningkatan SDM juga diamanatkan badan dunia Food Agriculture Organization (FAO) melalui Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) in Nikijuluw (2002) bahwa setiap negara harus mengakui dan menyadari bahwa nelayan dan pembudidaya patut mendapatkan pemahaman yang benar terhadap konservasi dan pengelolaan semberdaya perikanan, oleh karena itu harus dilakukan penyadaran masyarakat antara lain melalui pendidikan, penyuluhan dan pelatihan. Untuk meningkatkan SDM dalam pemanfaatan SDP perikanan ini dapat dilakukan dengan program atau kegiatan yaitu: 1. Pelatihan atau kursus pengolahan hasil perikanan 2. Peningkatan kemampuan teknis penangkapan penangkapan ikan 3. Pelatihan atau kursus budidaya perikanan pantai berwawasan lingkungan. 4. Pelatihan pembuatan dan perawatan alat tangkap 5. Pelatihan atau kursus pengembangan pemasaran kompetitif produk perikanan Pelatihan atau kursus merupakan salah satu cara untuk meningkatkan SDM para pengelola SDP pesisir. Dengan mengikuti pelatihan diharapkan para pelaku usaha perikanan di wilayah pesisir dapat ditingkat pengetahuan dan

89 76 keterampilanya, sehingga diharapkan usaha perikanan yang mereka lakukan dapat memberikan hasil yang lebih baik. Thia-Eng (1996) menyebutkan pentingnya peningkatan SDM para pelaku dan manajer dalam pengelolaan perikanan pesisir dalam bentuk pelatihan, studi banding dan pendidkan singkat dan ini telah cukup berhasil dilaksanakan di Batangas (Philipina), Xiamen (Cina) dan Singapura. Pengembangkan Pangsa Pasar Produk Perikanan (S 4 ) Kebutuhan produk perikanan akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Kebutuhan dan peluang pasar produk perikanan ini perlu dimanfaatkan, karena Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki kekuatan yaitu tersedianya SDP pesisir dan kebijakan pemerintah serta fasilitas yang ada seperti pelabuhan dan transportasi yang mulai lancar. Pasar yang akan dikembangkan dapat berupa pasar lokal, regional maupun ekspor ke luar negeri. Dalam implementasinya untuk mengembangkan pangsa pasar produk perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dilakukan dengan melaksanakan program atau kegiatan adalah: 1. Pembinaan pelaku usaha perikanan kecil, menengah maupun besar 2. Menumbuhkan budaya gemar makan ikan 3. Melakukan survey kebutuhan pasar Para pelaku usaha perikanan, khususnya pelaku usaha kecil dan menengah di wilayah pesisir perlu mendapatkan pembinaan dari berbagai pihak, agar mereka dapat melakukan ekspansi pasar dari produk perikanan yang mereka hasilkan. Pengembangan pangsa pasar mencakup pasar lokal, antar provinsi atau untuk pasar ekspor. Untuk pengembangan pasar lokal salah satunya dengan melakukan program atau kegiatan yang menumbuhkan budaya gemar makan ikan. Beberapa propaganda yang dapat disampaikan pada masyarakat agar gemar makan ikan antara lain ikan kandungan protein yang tinggi dan tidak mengandung, produk perikanan banyak jenis dan harga (dari murah/terjangkau sampai yang mahal), ikan halal dimakan walaupun dalam keadaan mati, serat halus sehingga mudah dicerna serta mengandung omega 3 yang sangat berperan dalam meningkatkan kecerdasan. Dengan meningkatnya konsumsi ikan perkapita masyarakat, maka

90 77 diharapkan akan meningkat pula kebutuhan akan produksi ikan. Untuk mengetahui kebutuhan pasar dan respon terhadap produk perikanan juga perlu dilakukan terlebih dahulu survey kebutuhan pasar. Peningkatan Standar Mutu Produk Perikanan (S 5 ) Strategi ini dibuat berdasarkan faktor kekuatan (S) yang dimiliki yaitu potensi SDP pesisir yang masih besar dan besarnya minat masyarakat (petani, nelayan dan masyarakat) berusaha dibidang perikanan serta ancaman (T) yang harus diantisipasi berupa klaim (penolakan) dari pembeli terhadap produk perikanan serta pesaing dari produsen lain (negara lain) dengan poduk yang sama. Produk perikanan harus memenuhi standar mutu yang diinginkan oleh pembeli (buyers) agar tidak diklaim, pencegahan pembusukan, keamanan pangan juga untuk mendapatkan harga yang baik. Dengan mutu yang baik dan hieginis diharapkan produk perikanan dapat bersaing dengan produk yang sama dari daerah atau negara lain. Dalam implementasinya program atau kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka strategi peningkatan standar mutu produk perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah: 1. Peningkatan performance dan mutu produk perikanan 2. Peningkatan pengawasan dan pengujian produk perikanan 3. Diversikasi produk olahan Produk perikanan yang dihasilkan oleh nelayan dan pengolah hasil perikanan di daerah ini masih menggunakan cara pengolahan yang sederhana, sehingga kualitas produk perikanan yang dihasilkan juga rendah, hal terlihat dari tampakan luar, baud an ketahanannya. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan performance dan mutu produk perikanan sehingga menghasilkan kualitas produk yang baik. Program yang perlu juga dilakukan dalam rangka melindungi konsumen dan sekaligus melingdungi usaha pengolahan hasil perikanan adalah penigkatan pengawasan pada usaha pengolahan secara berkala untuk menghindari penggunaan bahan-bahan berbahaya (seperti formalin dan pestisida) dalam mengawetkan dan membuat ikan asin. Produk olahan hasil perikanan perlu

91 78 dilakukan diversikasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan memenuhi permintan konsumen. Tujuan yang ingin dicapai dari strategi ini adalah peningkatan nilai tambah dan keamanan pangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan pengolah hasil perikanan, petani ikan dan nelayan. Peningkatan Koordinasi dan Pengawasan antar pihak terkait (S 6 ) Clark (1995) mengemukakan pentingnya melakukan koordinasi dan pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir dengan alasan antara lain; kompleksitas kepentingan publik di wilayah pesisir, dampak satu sektor terhadap sektor lainnya, air merupakan sumberdaya fluida yang tidak dapat dimiliki yang secara simultan mempengaruhi kepentingan penggunaan pesisir serta kepentingan berbagai pihak termasuk pihak internasional terhadap produk atau komoditas dari wilayah pesisir. Menurut Abdurachman (1973) koordinasi merupakan kegiatan untuk menertibkan, sehingga segenap kegiatan manajemen maupun pelaksanaan satu sama lain tidak simpang siur, tidak berlawanan arah dan dapat ditujukan kepada titik pencapaian tujuan dengan efisien. Strategi peningkatan koordinasi dan pengawasan antar pihak terkait dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir bertitik tolak dari kekuatan dan ancaman. Kekuatan yang dimiliki yaitu potensi SDP pesisir yang masih besar, adanya institusi (Dinas Kelautan dan Perikanan dan Sekolah Menengah Kejuruan Kelautan dan Perikanan) yang komit dan mulai adanya peran LSM dan Perguruan Tinggi dalam pembangunan perikanan serta kemauan politik yang kuat dibidang perikanan saat ini untuk menghadapi atau mengurangi ancaman berupa degradasi lingkungan, klaim terhadap produk perikanan, pesaing dengan produk yang sama, pencurian ikan oleh nelayan asing dan masih adanya egosektoral berbagai pihak atau lembaga terkait. Dalam implementasinya program atau kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan dan koordinasi antar pihak terkait dalam pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu: 1. Mengkoordinasikan setiap kegiatan pembangunan masing-masing sektor baik pemerintah maupun swasta

92 79 2. Melakukan koordinasi dan pengawasan mencecah terjadinya tindakan kriminalitas di laut (pencurian ikan oleh nelayan asing dan perampokan). Koordinasi perlu dilakukan untuk menghindari atau menangani terjadinya degradasi lingkungan ataupun yang dapat mengganggu aktivitas sektor lain. Koordinasi dilakukan dengan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta (perusahaan). Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur terdapat 3 buah perusahaan besar yaitu PT. WKS, Petro Cina dan Perusahaan Gas Negara (PGN). PT. WKS merupakan perusahaan bergerak dibidang industri kayu lapis dan bubur kertas serta mempunyai konsensi hutan produksi yang aktifitasnya berdampak pada terjadinya pencemaran dan sedimentasi. Sedangkan Petro Cina merupakan perusahaan minyak yang lokasi pengeboran (eksplorasi) dan pengkapalan (tanker) berada di wilayah pesisir yang rentan mengeluarkan bahan cemaran dalam operasionalnya berupa tumpahan minyak atau bahan lain selama proses pengeboran dan pengkapalan. Di perairan pesisir dan laut Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga sering terjadi pencurian ikan oleh nelayan asing serta perampokan terhadap nelayan yang sedang menangkap ikan. Untuk mencegah atau mengurangi kejadian kriminalitas di laut ini perlu peningkatan koordinasi dan pengawasan secara berkala antar pihak terkait seperti Angkatan Laut (AL), Dinas Kelautan dan Perikanan, Polisi (PolAirud) dan Dinas Perhubungan. Abubakar et al. (2002) melaporkan pentingnya peningkatan koordinasi antar instansi dalam pengeloaan perikanan pesisir. Dalam penelitiannya Abubakar et al. (2002) melaporkan bahwa untuk menghindari tumpang tindih dan konflik kepentingan berbagai intansi dan masyarakat maka skenario peningkatan koordinasi antar instansi pengelola pesisir merupakan prioritas pertama dalam optimasi implementasi Renstra pengelolaan perikanan pantai Lampung. Kejasama Dengan Berbagai Pihak Untuk Meningkatkan Produktivitas Usaha Perikanan (S 7 ) Kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada merupakan modal dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Namun kenyatan yang ada di lapangan produktivitas usaha perikanan seperti budidaya, penangkapan dan pengolahan hasil perikanan masih rendah. Untuk budidaya tambak produksinya baru mencapai kg/ha/tahun, dan penangkapan ikan tahun 2004 baru mencapai ton dari potensi

93 80 ton/tahun atau baru mencapai %. Untuk itu produksi berbagai usaha perikanan tersebut perlu ditingkatkan, sehingga produktivitas usaha perikanan dapat tercapai dengan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak. Dalam implementasinya kerjasama dengan berbabagai pihak untuk meningkatkan produktivitas usaha perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dilakukan dengan membuat program atau kegiatan yaitu: 1. Uji coba atau penelitian usaha penangkapan, budidaya dan pengolahan hasil. 2. Mendatangkan investor untuk menggarap SDP pesisir dengan mengikutkan masyarakat setempat Uji coba atau penelitian usaha penangkapan, budidaya dan pengolahan perlu dilakukan untuk mengetahui komoditas yang cocok, tekonologi yang sesuai serta pola usaha yang sesuai dengan kondisi alam di Kabupaten Tanjung Jababung Timur. Uji coba ini juga untuk menghindari kegagalan dalam usaha, sehingga tujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tercapai. Kerjasama dalam rangka uji coba atau penelitan dapat dilakukan dengan berbagai pihak antara lain Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Perusahaan atau dengan LSM. Produksi perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur masih rendah yang disebabkan rendahnya produktivitas juga memang potensi yang ada belum digarap secara baik dan optimal. Untuk menggarap potensi SDP pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur maka diperlukan investor dengan mengikutkan masyarakat pesisir khususnya nelayan, petani ikan dan pengolah hasil perikanan, sehingga masyarakat tersebut juga merasakan manfaat SDP yang ada di wilayahnya. Menerapkan Sistem Ramah Lingkungan Setiap Usaha Perikanan (S 8 ) Usaha sektor perikanan di wilayah pesisir merupakan pengembangan sektor ekonomi berbasis SDA yang dalam proses atau hasil akhirnya sering menghasilkan limbah atau bahan yang berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran. Pemanfaatan SDP pesisir ramah lingkungan akan dapat mengurangi kerusakan lingkungan dan pencemaran, sehingga pemanfaatan SDA tersebut dapat berkelanjutan. Selain itu dengan menerapkan sistem ramah lingkungan dalam usaha perikanan juga untuk menghindari kontamiasi dan rusaknya produk

94 81 dampak dari penerapan usaha yang tidak atau kurang ramah lingkungan. Program atau kegiatan yang dapat dilakukan dalam implemnentasi strategi penerapan sistem ramah lingkungan setiap usaha perikanan dalam rangka pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah: 1. Pelarangan penggunaan bahan, alat dan cara terlarang dalam usaha perikanan 2. Penerapan sanitasi lingkungan pada setiap rantai produksi dan rantai pemasaran 3. Budidaya tambak sistem tradisional dan atau tradisional plus Pemerintah perlu melarang secara tegas paraktek penggunaan bahan, alat dan cara terlarang dalam usaha perikanan, bila perlu diberikan penghargaan (reward) bagi yang patuh dan mengikuti peraturan serta menjatuhkan hukuman (punishment) yang setimpal bagi yang melanggar aturan. Hal-hal yang dilarang dalam usaha perikanan tersebut antara lain: penggunaan bahan beracun, peledak dan listrik dalam penangkapan ikan, penggunaan Malachyte Green dan Clhoramphenicol untuk pengobatan dan pencegahan penyakit ikan dalam usaha pembesaran dan pembenihan ikan serta penggunaan formalin dan pestisida dalam penanganan ikan segar dan pembuatan ikan asin. Penerapan sanitasi lingkungan sangat penting untuk menghindari kontaminasi, untuk itu maka perlu memperhatikan kebersihan lingkungan dan peralatan selama proses produksi sampai pemasaran. Budidaya tambak sistem tradisional dan atau tradisional plus perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan di daerah ini, karena sistem ini lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sistem intensif. Budidaya tambak sistem tradisonal atau tradisional plus lebih ramah lingkungan pemberian pakanya lebih mengandalkan pada pakan alami dan sedikit pakan tambahan. Sedangkan budidaya tambak secara intensif cendrung meninggalkan residu yang berasal dari sisa pakan, penggunaan mesin (pompa dan kincir) yang terkadang menenyebabkan tumpahan minyak dan oli serta menurunya daya dukung alam (perairan) akibat pengelolaan yang intensif. Dalam jangka panjang efek penerapan budidaya tambak secara intensif dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, menurunkan daya dukung perairan dan pencemaran.

95 82 Pemanfaatan Skim Kredit dan Bantuan Modal Secara Optimal (S 9 ) Beberapa tahun terakhir sumber pendanaan untuk sektor perikanan cukup tersedia dalam bentuk bantuan cuma-cuma dari Pemerintah, bantuan bergulir (revolving) maupun dalam bentuk pinjaman (kredit) dari Bank maupun BUMN. Namun kenyataan di lapangan dana tersebut, khususnya yang berupa pinjaman sulit pencairanya karena berbagai alasan antara lain persyaratan teknis, agunan maupun persyaratan administrasi lain yang sulit dipenuhi. Dalam implementasinya program atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan kredit dan bantuan modal secara optimal untuk pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah: 1. Mengoptimalkan koperasi petani nelayan sebagai unit usaha simpan pinjam 2. Mengupayakan pemanfaatan dana Comunity Development dari perusahaan untuk pengembangan usaha perikanan pesisir. 3. Mengusulkan deregulasi untuk kemudahan mendapatkan kredit. Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki 9 buah KUD nelayan dengan anggota sebanyak orang (DKP Tanjung Jabung Timur, 2003). KUD nelayan ini merupakan aset dalam pengembangan perikanan pesisir karena dengan adanya KUD dapat dikembangkan usaha ekonomi produktif antara lain melalui kegiatan simpan pinjam. Untuk menambah modal koperasi, maka koperasi dapat mengajukan pinjaman ke Bank yang kemudian dipinjamkan lagi kepada anggotanya. Tersedianya dana pada perusahaan besar (PT.WKS, Petro Cina dan PGN) yang berdomisili di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur berupa dana pengembangan masyarakat Community development (CD) yang selama ini belum pernah diberikan untuk pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur diharapkan pada masa mendatang sebagian dari dana CD perusahaan tersebut dapat pula diperuntukan bagi pengembangan perikanan pesisir. sebagai bentuk tanggungjawab dan partisipasi perusahaan tersebut dalam pengembangan ekonomi masyarakat pesisir, khususnya nelayan, petani dan pengolah hasil perikanan. Program atau kegiatan lain dalam rangka pemanfataan skim kredit dan bantuan modal secara optimal adalah mengusulkan regulasi untuk mendapatkan

96 83 kredit bagi nelayan, petani ikan dan pengolahan hasil perikanan. Tersedianya pagu pinjaman pada Bank sering tidak dapat dimanfaatkan/terealisasi secara optimal karena berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi. Maka untuk itu perlu deregulasi persyaratan pinjaman agar terjangkau dan dapat dipenuhi oleh mereka. Usulan deregulasi persyaratan peminjaman pada Bank milik Pemerintah Daerah Provinsi Jambi berkemungkinan dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian. Pada Bank BUMN (BNI, BRI dan Bank Mandiri) dan Bank swasta perlu komitmen dan kemauan politik yang kuat dari pemerintah pusat dan perbankan tersebut dalam mengembangkan perikanan pesisir. Penyusunan Profil Detail Potensi Sumberdaya Perikanan Pesisir (S 10 ) Penyusunan profil detail potensi cukup penting guna mengantisipasi permintaan data, khususnya pihak yang berkeinginan mengembangkan perikanan pesisir di daerah ini. Sampai saat ini belum dilakukan penelitian yang komprenhesif untuk menghasilkan profil detail potensi SDP pesisir baik dari aspek teknis (detail kelayakan teknis), sosial dan ekonomi. Informasi yang ada saat ini belum terinci tentang kapasitas dan daya dukung, luas potensi dan lokasi secara rinci Kegagalan sebagian pelaku usaha perikanan, khususnya petani tambak di daerah ini karena belum adanya data dan informasi teknis yang detail tentang potensi SDP pesisir yang ada, sehingga setelah usaha dilakukan sering menemukan kendala. Tersedianya profil detail potensi penting untuk mempromosikan dan meyakinkan investor tentang potensi sumberdaya perikanan pesisir yang dimiliki oleh daerah ini. Implementasinya strategi penyusunan profil detail potensi sumberdaya perikanan pesisir dilakukan dengan melaksanakan program atau kegiatan yaitu: 1. Penyusunan detail potensi perikanan penataan ruang wilayah pesisir 2. Penyusunan kelayakan aspek teknis (tanah, air, oceanografi dan biologi) 3. Penyusunan kelayakan usaha perikanan pesisir skala kecil dan menengah Untuk program atau kegiatan 1 dan 2 perlu dilakukan dengan melakukan penelitian yang mendalam, menggunakan Citra (Landsat atau Ikonos) serta turun langsung ke lapangan (ground truogh). Untuk program atau kegiatan 3 perlu

97 84 dilakukan dengan cara uji coba/kaji terap untuk mendapatkan panduan atau rekomendasi usaha perikanan wilayah pesisir skala kecil dan menengah. Untuk melaksanakan program ini perlu melibatkan berbagai pihak yang ahli dibidangnya berasal dari Perguruan Tinggi, Badan Litbang, perusahan dan LSM. Peran Lembaga Terkait Dalam Pengembangan Perikanan Pesisir Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara penuh atau parsial sama prinsipnya dengan keterlibatan pada sektor ekonomi lain yaitu dalam rangka kepentingan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan terhadap sumberdaya perikanan (Nikijuluw,2002). Jentoft (1989) in Nikijuluw (2002) menyebutkan ada 3 alasan pemerintah perlu terlibat dalam pengelolaan perikanan wilayah pesisir yaitu: 1)Alasan efisiensi; keikutsertaan pemerintah dalam mengelola sumberdaya perikanan supaya efisiensi dapat ditingkatkan. Sumberdaya ikan (perikanan tangkap) bersifat open acsess dan public proverty yang pemanfatannya membawa akibat eksternalitas (khusunya eksternalitas negatif) dan deplesi terhadap sumberdaya. Untuk itu perlu peran pemerintah mengatur pemanfatannya agar dampak eksternalitas (khususnya eksternalitas negatif) dan deplesi dapat dikurangi 2). Alasan Keadilan; jika pemerintah tidak ikut campur tangan maka pemodal kuat akan mengambil manfaat secara berlebihan dan membiarkan nelayan/ petani ikan yang bermodal kecil bahkan tidak punya modal dalam kemiskinan dan kemelaratan. Sealanjutnya pada saat ketimpangan sudah terlalu matang dan sulit diatasi hal dapat menjadi sumber konflik. 3) Alasan administrasi; pemerintah berhak menjalankan administrasi dengan otoritas dan kemampuannya. Dengan ini pemerintah dapat melaksanakan peran dan fungsi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Lawson (1984) in Nikijuluw (2002) menyebutkan bahwa pemerintah juga mempunyai kelemahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pesisir antara lain: kegagalan dalam mencegah kelebihan eksploitasi SDP karena keterlambatan dalam pelaksanaan peraturan yang telah ditetapkan, kesulitan dalam penegakan hukum, kemampuan dan keberhasilan masyarakat menghindar dari peraturan, kebijakan yang kurang tepat dan tidak jelas serta terkadang bertentangan,

98 85 administrasi tidak efisien dalam bentuk transaksi yang relatif tinggi, wewenang terbagi kepada beberapa lembaga, data dan informasi kurang atau tidak tepat dan kegagalan dalam merumuskan keputusan manajemen. Dengan adanya kelemahan-kelemahan dari pemerintah maka dalam pengembangan atau pengelolaan sumberdaya perikanan perlu mengikutkan berbagai pihak atau lembaga terkait, sehingga pengelolaan atau pengembangannya dapat dilaksanakan dengan baik dan optimal. Berdasarkan identifikasi terhadap peran dan fungsi lembaga terkait dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lampiran 7) secara umum peran pihak terkait dapat menunjang pengembangan perikanan pesisir secara optimal, namun ada peran tumpang tindih yang perlu dihilangkan yaitu pelaksanaan program atau kegiatan oleh Bapelitbangda dan perizinan oleh Bagian LH. Bapelitbangda merupakan instansi pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang membantu tugas Bupati dalam mengkoordinasi penyusunan perencanaan program, kerjasama, evaluasi dan monitoring program serta penelitian dan pengembangan seharusnya tidak melaksanakan peran pelaksanaan program atau kegiatan teknis karena akan tumpang tindih dengan peran instansi teknis yang mempunyai peran sebagai pelaksana program pembangunan (Dinas). Bagian LH Sekretariat Pemda Tanjung Jabung Timur merupakan institusi yang membantu tugas Bupati dibidang penanganan lingkungan dan lebih bersifat administratif dan konseptual. Pemberian izin seharusnya hanya diberikan oleh instansi teknis yang bersangkutan sehingga tidak memberatkan masyarakat. Dinas Perhubungan Kabupaten Tanjung Jabung Timur perlu ditambah peranya atau diikutkan dalam penentuan atau penetapan zona penangkapan ikan, sehingga zona penangkapan yang ditetapkan tidak menganggu alur pelayaran atau lalu lintas kapal di wilayah ini. Dinas perhubungan diharapkan dapat memasang rambu-rambu di laut guna memperlancar pelayaran dan keselamatan nelayan menangkap ikan. Oleh karena itu peran Dinas Perhubungan cukup penting sebagai mitra dalam pengembangan perikanan tangkap. Pihak terkait lain yang perlu ditambah perannya dalam rangka pengembagan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah Bank, Perguruan Tinggi dan perusahaan besar yang beroperasi di daerah ini seperti Petro Cina yang bergerak dibidang minyak dan

99 86 gas, PT. WKS yang bergerak dibidang industri kayu lapis dan bubur kertas dan PGN yang bergerak dibidang gas. Dari informasi yang didapat pihak perbankan sampai saat ini belum melakukan tindaklanjut pembinaan usaha setelah kredit dikucurkan kepada nelayan, sehingga sebagian modal yang dikucurkan Bank kurang tepat sasaran, penggunaan pengelolaannya. Perguruan Tinggi diharapkan perannya dalam transfer teknologi spesifikasi lokasi yang dapat dimanfaatkan nelayan, petani ikan dan pengolah hasil perikanan agar dapat berusaha dengan baik. Untuk melaksanakan peran transfer teknologi Perguruan Tinggi dapat bekerjasana dengan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat (DKP RI), perusahaan melalui dana CD dan kelompok masyarakat. Peran yang ditunggu masyarakat yang sampai saat ini belum terealisasi dari perusahaan besar sekelas Petro Cina, PT. WKS dan PGN adalah agar mengalokasi dana CD sekaligus melakukan pembinaan untuk pengembangan usaha perikanan masyarakat pesisir. Perusahaan-perusahaan besar di wilayah ini perlu diminta komitmen dan partipasinya guna membantu pengembangan perikanan sebagai tanggungjawab kepada masyarakat sekitar tempat perusahaan ini beroperasi. Peran pihak terkait yang sudah ada tetapi masih dilakukan secara insedentil adalah patroli bersama dalam rangka mengatasi pencurian ikan oleh nelayan asing dan perampokan di laut. Sampai saat ini kegiatan patroli laut bersama hanya dilakukan bila telah terjadi kejadian pencurian ikan dan perampokan di laut. Pihak terkait dalam patroli laut ini adalah AL dan Polairud. Peran lembaga terkait ini pada masa mendatang masih perlu ditingkatkan pencurian ikan oleh nelayan asing dan perampokan di laut dapat teratasi atau paling tidak dapat berkurang. Dari hasil analisis pengelompokan (cluster) seperti disajikan pada dendrogram (Gambar 7) terdapat 3 kelompok pihak terkait dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu kelompok pertama adalah Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), kelompok kedua Taman Nasional Berbak (TNB), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (KSD), Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Kopreasi (DAG), Desa (DES), Dinas Kehutanan dan Pekebunan (HUT), KUD nelayan (KUD) dan Bapelitbangda (BAP) serta kelompok ketiga adalah Dinas Perhubungan (HUB), Polisi (POL), Perguruan Tinggi (PGT), Bagian Lingkungan Hidup (LGH), LSM, Bank (BNK), Angkatan Laut (AKL) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dari Gambar 7 tersebut

100 87 menunjukan DKP terpisah sendiri dari kelompok, ini karena semua responden memberikan nilai sama yaitu 3 atau dominan (Lampiran 4), sehingga terpisah dengan kelompok lain. Kelompok kedua terdiri dari BAP-KUD-HUT-DES- DAG-KSD-TNB dengan indek similaritas (IS) dan kelompok ketiga HUB- POL-PGT-LGH-AKL-LSM-BNK-BPN dengan IS Dari gambar 7 juga dapat dijelaskan bahwa Angkatan Laut (AKL)-LSM dan Perguruan Tinggi (PGT)- Bagian Lingkungan Hidup (LGH) memiliki indek similaritas (IS) 0, ini artinya pihak ini mempunyai bobot peran yang sama dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir. Nilai IS semakin mendekati 0, menunjukan bobot peran (bobot kepentingan) pihak terkait tersebut semakin sama, begitu pula sebaliknya bila semakin menjauh dari angka 0 maka semakin tidak sama (disimilarity). Indeks similaritas antara BAP-KUD adalah 0.344, ini artinya bobot peran masing-masing agak jauh kesamaannya bila dibanding AKL-LSM dan PGT-LGH (IS=0). Dari hasil analisis berdasarkan rata-rata skor peran pihak terkait dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tabel 36) maka secara berurutan peringkat bobot keterkaitan pihak terkait adalah Dinas Kelautan dengan rata-rata skor 3.00 (1), KUD dengan rata-rata skor 2.13 (2), Bapelitbangda dengan rata-rata skor 2.06 (3), Desa dengan rata-rata skor 1.88 (4)), Dinas Kehutanan dan Perkebunan & Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi dengan skor rata-rata 1.69 (5), Taman Nasional Berbak dengan skor rata-rata 1.63 (6), Konservasi Sumberdaya Alam dan Bank dengan skor rata-rata 1.50 (7), BPN dengan skor rata-rata 1,31 (8), Dinas Perhubungan dengan skor rata-rata 1.19 (9), Angkatan Laut & LSM dengan skor rata-rata 1.13 (10), Polisi dengan skor rata-rata 1.06 (11) serta Perguruan Tinggi & Bagian LH dengan skor rata-rata 1.00 (12). Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan skor 3, memiliki peran tertinggi menempati urutan ke-1. Hal ini dapat dimaklumi, karena pembentukan Dinas Kelautan dan Perikanan mempunyai visi berkaitan erat dengan pengembangan perikanan wilayah pesisir yaitu Sumberdaya pesisir dan laut Kabupaten Tanjung Jabung Timur dikelola secara terencana dan terpadu dalam rangka meningkatkan kekuatan ekonomi dan pertahanan dan keamanan dengan tetap mengupayakan fungsi ekologis dan fungsi sosekbud yang ada tetap terkendali (Renstra Pesisir Tanjung Jabung Timur, 2003). DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur dibentuk

101 88 sudah mempertimbang kepentingan (core competency) dan potensi perikanan pesisir dan laut yang dimiliki daerah ini. Banyak harapan masyarakat yang ditugaskan pada instansi ini guna meningkatkan taraf hidup nelayan, petani ikan, pengolah hasil perikanan dan pihak terkait lainnya. KUD nelayan menempati urutan ke-2 dan Bapelitbangda (BAP) menempati urutan k-3 dengan skor rata-rata masing-masing 2.13 dan Peran KUD nelayan menempati urutan ke-3 cukup beralasan karena KUD ini memberikian kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Peran dari KUD nelayan cukup besar dalam pengembangan perikanan pesisir yaitu dalam kegiatan simpan pinjam, pengadaan saprodi, kebutuhan hidup sehari-hari, peralatan usaha dan pemasaran. Bapelitbangda berperan sebagai intansi yang mengkoordinasikan semua kegiatan pembangunan agar tidak tertjadi tumpang tindih baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta. Bapelitbangda juga mempunyai tugas dalam mengeveluasi program, monitoring proyek atau kegiatan sedang berjalan. Adanya peran dan fungsi penelitian dan pengembangan mengharuskan instansi ini perlu meneliti lebih dahulu program-program unggulan sebelum dilaksanakan. Program atau kegiatan yang telah diteliti ini kemudian direkomendasikan kepada instansi teknis untuk dilaksanakan setelah meminta persetujuan Bupati dan dibahas dengan dinas terkait. Pemerintahan Desa (DES) memiliki peran cukup besar dalam pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan skor rata-rata 1.88 (urutan ke-4). Hasil ini cukup beralasan karena masyarakat desa merupakan pihak pertama menerima dampak langsung dari pengembangan perikanan wilayah pesisir baik dampak positif maupun dampak negatif. Oleh karena itu pihak Desa sebagai penyelenggara urusan pemerintahan di wilayahnya penting diminta saran dan masukanya untuk menghindari atau mengurangi konflik. Peran pihak terkait yang menempati urutan ke-5 adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan (HUT) dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (DAG) dengan skor rata-rata Pengelolaan hutan, termasuk hutan mangrove di luar kawasan konservasi juga merupakan bidang tugas dan tanggungjawab HUT, sehingga intansi ini perlu dimintakan saran dan masukannya dalam

102 89 pengembangan perikanan wilayah pesisir agar tidak melanggar rambu-rambu wilayah hutan. Pengalaman pengembangan tambak di daerah lain yang menyebabkan rusaknya hutan pesisir/hutan mangrove jangan sampai terjadi didaerah ini, bila perlu dengan berkembangnya perikanan (tambak dan perikanan tangkap) hutan mangove akan semakin terjaga dan bertambah luasnya, karena hutan mangrove mempunyai peran sangat penting terhadap keberhasilan penangkapan ikan, budidaya tambak maupun ketersedian benih/induk ikan, kepiting dan udang dari alam. Responden juga menempatkan DAG pada urutan ke-5, karena memang instansi ini mempunyai peran penting dalam pembinaan perkoperasian termasuk KUD nelayan serta pengembangan pemasaran industri atau pengolahan hasil perikanan. Taman Nasional Berbak (TNB) merupakan institusi pusat yang berfungsi menjaga kelestarian ekosistem lahan basah (RAMSAR) terlihat dalam perannya melaksanakan konservasi rehabilitasi dan pengawasan hutan dan satwa yang berada di TNB serta pembinaan masyarakat sekitar TNB. Untuk itu dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjab Timur jangan sampai menganggu keberadaan TNB yang sudah merupakan milik masyarakat dunia. Persepsi responden menempatkan TNB pada urutan ke-6 dengan skor Peran instansi terkait yang menempati urutan ke-7 dengan skor rata-rata 1.50 adalah Balai Konservasi Sumberdaya Alam (KSD) dan Bank (BNK). Peran Balai Konservasi Sumberdaya Alam sebagai institusi pusat yang melakukan pengawasan tapal batas cagar hutan mangrove, konservasi, penyidikan, rehabilitasi dan perlindungan terhadap lingkungan ekosisitem hutan mangrove juga pembinaan masyarakat sekitar cagar hutan mangrove. Peran Perbankan (BNK) yang diharapkan oleh masayarakat pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk masyarakat yang berusaha disektor perikanan adalah diharapkan perbankan dapat menyediakan modal dan pembinaan usaha. Sampai saat ini baru terdapat 2 Bank yaitu BRI dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jambi. Untuk BRI telah menjangkau ibu kota Kecamatan, sedangkan BPD baru terdapat di ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pada masa mendatang peran perbankan diharapkan lebih besar lagi dengan memberikan segala kemudahan dalam mengucurkan pinjaman dengan bunga ringan, tidak berbelit-belit dan agunan yang tidak memberatkan.

103 90 Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan instansi yang berperan dalam penetapan status tanah, perizinan penggunaan lahan daratan dan memberikan informasi tata guna tanah. Responden menganggap BPN mempunyai peran cukup berarti bagi kesusksesan usaha perikanan dengan memberikan skor rata-rata 1.31 menempati urutan ke-8. Belum jelasnya status tanah wilayah pesisir merupakan permasalahan bagi pihak yang akan mengembangkan perikanan pesisir. Dinas Perhubungan (HUB) menempati urutan ke-9 dengan skor rata-rata Peran HUB yang berkaitan dalam pengembangan perikanan pesisir adalah berkaitan dengan penetapan zona penangkapan ikan dan administrasi kepelayaran. Angkatan Laut (AKL) dan LSM oleh responden menempati urutan ke-10 dengan skor rata-rata AL merupakan instansi yang bertugas menegakan kedaulatan dan keamanan wilayah NKRI di perairan laut. AL telah dan akan selalu memainkan peranya dalam melakukan patroli bersama untuk mengusir atau menangkap kapal asing yang mencuri ikan di perairan yurisdiksi Indonesia. Seiring dengan bergulirnya reformasi ternyata LSM juga telah mulai berperan dalam pengeloaan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, mereka berkerjasama dengan berbagai pihak melakukan pendampingan, pemnbinaan usaha, penyuluhan dan pengembangan masyarakat. Polisi menempati urutan ke-11 dengan skor rata-rata 1.06 sedangan Perguruan Tinggi dan Bagian LH diurutan ke-12 dengan skor rata-rata sama yaitu sebesar Walaupun keterkaitan AKL, LSM, Polisi dan Perguruan Tinggi sedikit (nilai rata-rata 1.00 sampai 1.13) tetapi cukup penting, karena Polisi berperan melakukan patroli bersama, melakukan penyidikan dan mencegah atau menangani perampokan di laut. Peran yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi adalah berupa pendampingan, penyuluhan dan penelitian (survey). Sebenarnya masih ada lagi peran yang diharapkan dari PT yaitu trasfer teknologi khususnya teknologi spesifikasi lokasi yang dibutuhkan masyarakat nelayan, petani ikan dan pengolah hasil perikanan. Peran yang diharapkan dari Perguruan Tinggi ini dapat dilakukan dalam kerangka kerjasama dengan Pemerintah daerah, Departemen Kelautan dan Perikanan, Pengusaha atau kelompok masyarakat. Bagian Lingkungan Hidup (LGH) pada Sekretariat Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur sesuai dengan tugas pokok dan fungsi mempunyai peran dalam pemberian izin usaha perikanan. Peran perizinan oleh Bagian Lingkungan Hidup ini sebaiknya perlu diregulasi

104 91 atau diserahkan kepada instansi untuk menghindari biaya tinggi dan rantai birokrasi yang panjang. Integrasi Atau Keterkaitan Analisis Konsep pengintegrasian analisis ini beranjak dari bagaimana agar pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat dikelola secara optimal dengan mengimlementasikan kebijakan, strategi dan fungsi dan wewenang berbagai pihak secara baik dan terpadu. Hasil analisis AHP dalam kerangka manfaat biaya ternyata prioritas kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara berturut adalah adalah; pengembangan perikanan tangkap, peningkatan mutu hasil perikanan, pengembangan budidaya tambak pengembangan hatchery dan terakhir adalah pengembangan budidaya laut. Sedangkan dari analisis SWOT didapatkan 10 arahan strategi yaitu; 1) Pemanfaatan SDP pesisir secara optimal 2) Peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan 3) Peningkatan SDM dalam pengembangan SDP pesisir 4) Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan 5) Peningkatan standar mutu produk perikanan 6) Peningkatan koordinasi dan pengawasan antar pihak terkait 7) Kerjasama dengan beragai pihak untuk meningkatkan produktivitas usaha perikanan 8) Menerapkan sistem ramah lingkungan setiap usaha perikanan 9) Pemanfaatan skim kredit bantuan modal secara optimal dan 10) Penyusunan profil detail potensi SDP pesisir. Pengembangan SDP di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur memerlukan dukungan lembaga atau pihak terkait. Oleh karena itu kebijakan lembaga atau pihak terkait dengan pengembangan perikanan di wilayah pesisir harus mendukung pencapaian pemanfaatan SDP pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara optimal. Impelementasinya adalah koordinasi mulai dari perencanan sampai eveluasi program/kegiatan, meneruskan atau meningkatkan program atau kegiatan yang saling mendukung, menambah atau menghilangkan yang menyebabkan inefisiensi dan tumpang tindih. Koordinasi berbagai pihak terkait dalam pengembangan SDP di wilayah pesisir harus dilaksanakan secara baik dan berkala.

105 92 Strategi yang dihasilkan melalui analisa SWOT masih bersifat normatif untuk itu dibuat rencana aksi berupa program atau kegiatan. Integrasi atau keterkaitan kebijakan, strategi termasuk rencana aksi serta peran lembaga terkait dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir disajikan pada lampiran 11. Secara nominal dan prosentase integrasi atau keterkaitan antara kebijakan dari hasil analisis AHP dalam kerangka manfaat biaya, dan strategi dari analisis SWOT dengan program atau kegiatan sejalan dan saling menunjang dengan prioritas kebijakan seperti disajikan pada Tabel 40 berikut. Tabel 40. Integrasi atau keterkaitan kebijakan, strategi dan program/kegiatan Keterkaitan Kebijakan Strategi Prorgam atau Kegiatan Jumlah % Jumlah % Pengembangan perikanan tangkap Pengembangan budidaya tambak Pengembangan budidaya laut Peningkatan mutu hasil perikanan Pengembangan hatchery Sumber: Hasil Analisis Sesuai dengan Tabel 40 tersebut ternyata kebijakan prioritas hasil analisis AHP dalam kerangka manfaat biaya dan strategi dari hasil analisis SWOT mempunyai hubungan yang erat dan saling menunjang, dimana kebijakan prioritas akan memberikan peran yang besar dalam implementasi strategi dan program atau kegiatan Dari Tabel 40 tersebut terlihat bahwa pengembangan perikanan pangkap yang merupakan prioritas kebijakan pertama dapat dintegrasikan dengan seluruh strategi dan dengan 25 program atau kegiatan (80.60 %), kebijakan peningkatan mutu hasil perikanan merupakan kebijakan prioritas kedua dapat dikaitan atau dintegrasikan dengan 8 strategi (80 %) dan dengan 22 program atau kegiatan (70.90 %). Sedangkan kebijakan prioritas ketiga yaitu pengembangan budidaya tambak memiliki keterkaitan dengan 7 strategi (70 %) dan dengan 19 program atau kegiatan (61.30 %) kebijakan pengembangan hatcehry merupakan kebijakan prioritas keempat mempunyai ketrerkaitan 5 strategi (50 %) dengan 13 program atau kegiatan (41.90 %). Pengembangan budidaya laut merupakan prioritas terakhir hanya memiliki keterkaitan dengan 3 strategi (30 %) dan dengan 7 program atau kegiatan (22.60 %).

106 93 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitan, analisa dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Prioritas kebijakan pengembangan perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung secara berturut-turut adalah: Pengembangan perikanan tangkap, Peningkatan mutu hasil perikanan, Pengembangan budidaya tambak, Pengembangan hatchery dan Pengembangan budidaya laut. 2. Strategi yang diperlukan dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu: 1) Pemanfaatan SDP pesisir secara optimal 2) Peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan 3) Peningkatan SDM dalam pengembangan SDP pesisir 4) Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan 5) Peningkatan standar mutu produk perikanan 6) Peningkatan koordinasi dan pengawasan antar pihak terkait 7) Kerjasama dengan beragai pihak untuk meningkatkan produktivitas usaha perikanan 8) Menerapkan sistem ramah lingkungan setiap usaha perikanan 9) Pemanfaatan skim kredit dan bantuan modal secara optimal dan 10) Penyusunan profil detail potensi SDP pesisir. Arahan strategi ini dimplementasikan dalam rencana aksi berupa 31 program atau kegiatan. 3. Peran pihak terkait dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur sesuai dengan bobotnya secara berturut adalah: 1) Dinas kelautan dan Perikanan Tanjab Timur 2) KUD nelayan 3) Bapelitbangda 4) Desa 5) Dinas Kehutanan dan Perkebunan & Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi 6) Taman Nasional Berbak 6) Konservasi Sumberdaya Alam & Bank 8) BPN 9) Dinas Perhubungan 10) AL dan LSM 11) Polisi dan 12) Perguruan Tinggi dan Bagian LH Pemerintah daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur

107 94 4. Kebijakan prioritas dapat dintegrasikan dengan lebih banyak strategi dan program atau kegiatan. Pengembangan perikanan tangkap dapat diintegrasikan dengan semua strategi dan 25 program atau kegiatan (80.60 %), peningkatan mutu hasil perikanan dengan 8 strategi (80.00 %) dan 22 program atau kegiatan (70.90 %), pengembangan budidaya tambak dengan 7 strategi (70.00 %) dan 19 program atau kegiatan (61.30 %), pengembangan hatchery dengan 5 strategi (50.00 %) dan 13 program atau kegiatan (41.90 %) sedangkan pengembangan budidaya laut dengan 3 strategi (30 %) dan 7 program atau kegiatan (22.60 %). 5. Dari analisis AHP dalam kerangka manfaat biaya diinginkan dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan secara seimbang. Hal ini terbukti dari nilai B/C aspek ekonomi sebesar dan aspek lingkungan sebesar Aspek sosial juga tidak dikesampingkan, hal terbukti nilai B/C yang tidak terpaut jauh yaitu sebesar Saran 1. Perlu dilakukan penelitian secara mendalam tentang perikanan tangkap, peningkatan mutu hasil perikanan dan budidaya tambak dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur guna mendukung pengembangan secara optimal dan berkelanjutan. 2. Secara berkala kebijakan, strategi, program dan kegiatan dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur perlu dievaluasi untuk disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan mutahkir (rona akhir).

108 95 DAFTAR PUSTAKA [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Jambi. Kerjasama Bappeda Provinsi Jambi dengan CV Asco Consultant. Jambi. [BPN] Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tanjung Jabung Timur Data Pokok Pembangunan Kabupaten Tanjab Timur. Sistem Informasi Geografi Pertanahan. Kerjasama Bappeda dan BPN Kabupaten Tanjung Jabung Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjab Timur Tanjung Jabung Timur Dalam Angka. Kerjasama BPS dan Bapelitbangda Kab. Tanjung Jabung Timur. (BPS) Badan Pusat Statistik.2003 Produk Domestik Regional Bruto Tanjab Tahun Kerjasama BPS dan Bapelitbangda Kabupaten Tanjung Jabung Timur [DKP] Restra Pengelolaan Wilayah dan Laut Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur LAKIP DKP Tanjab Timur. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi Penataan Ruang Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kerjasama DKP Provinsi Jambi dengan CV. Cakra Jaya Persada. Jambi [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan RI Gerakan Nasional Pengembangan Kelautan dan Perikanan (GERBANG MINA BAHARI). Jakarta [Dephut] Departemen Kehutanan RI Strategi Pengelolaan Mangrove di Indonesia. Jilid 1. Mangrove Indonesia Status Sekarang. Diterbitkan oleh Departemen Kehutana RI. November [PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap Pengkajian Stok Ikan Di Indonesia. Kerjasama PRPT Dengan P3O-LIPI. Jakarta Abdurachman, A Kerangka Pokok-pokok Management Umum. PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve. Jakarta Abubakar, M., J. Haluan dan B. Wiryawan Analisis Implementasi Rencana Strategi Pengelolaan Perikanan Pantai Provinsi lampung. Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources. Vol 4.No PKSPL-IPB. Hal Amanah, S Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu. DKI Jakarta. Buletin Ekonomi Perikanan. Volumen V. No. 2 tahun Departemen Sosial Ekonomi Perikanan Kelautan. FPIK. IPB. Hal Ariadi, N Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur Di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta. Tesis. IPB

109 96 Aziz, K.A., M. Boer., J. Widodo., N. Namin., M.H Amarullah., B. Hasym., A. Djamali dan B.E Priyono Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. Kerjasama Komnas Pengkajian Sumberdaya Ikan Laut Dengan Laboratorium MSP Perikanan FPIK IPB. Barton, D Economic Factor and Valuation of Tropical Coastal Resources. SMR-Report 14/1994. Center of Studies Enviroment and Resources. University of Bergen. Norway. Barus, H.R., Badrudin., N. Naamin. Sukabumi Juni Prosiding Forum II Perikanan, Dahuri, R., J. Rais., S.P Ginting dan M.J Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri R Kebijakan dan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan Nasional; Dengan focus utama pada penanggulangan illegal fisihing. Disampaikan pada Ocean Outlook BEM-FPIK IPB, Bogor 16 Mei Darmawan Analisis Kebijakan Penanggulangan IUU-Fishing Dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Indonesia. Disertasi. IPB David, F.R Manajemen Strategis. Alih Bahasa. Penrjemah Widiyantono, A. PT. Pren Halindo. Jakarta Duna, W.N Analisis Kebijakan Publik; Kerangka Analisa dan Prosedur Perumusan Masalah. Terjemahan Muhadjir, D. PT Hanindita Graha Widya. Yogyakarta. Gunawan A.W., S.A.Suminar dan A. Laksmi Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Seri Pustaka IP Press Hamzah, S. Havids., M. Zuhdi., A. Thalib., M. Sanusi dan S. Supriyadi Survey Kondisi Pemanfaatan Hutan Mangrove di Jambi Kerjasama Universitas Jambi dengan Japan International Coorporation Agency Hartati T., A, Siti dan P.H. Sobari Perilaku Petambak Dalam Konservasi Hutan Mangrove Di Desa Jayamukti, Kabupaten Subang, Propivinsi Jawa Barat. Buletin Ekonomi Perikanan. Volumen VI. No.1 tahun Halaman Hartono T.T., K. Taryono.,M.A., Iqbal dan K Sonny Pengembangan Teknik Rapid Appraisal for Fisheries (RAPPFISH) Untuk menentukan Indikator Kinerja Perikanan Tangkap Berkelanjutan Di Indonesia. Buletin Ekonomi Perikanan. Volumen VI. No.1 tahun Departemen Sosial Ekonomi Perikanan Kelautan. FPIK. IPB. Halaman Fauzi, A Kebijakan Perikanan dan Kealutan Isu, Sintesis dan Gagasan PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Eryatno Sistem Ekonomi Kerakyatan, Suatu Tinjauan Ilmu Sistem. Majalah Perencanaan Pembangunan, No. 04 Maret 1996 Gunarso, D dan Sahid Muhlis Survey Lokasi Balai Benih Ikan Pantai Di Propinsi Jambi. Ditjend.Perikanan Budidaya. Loka Budidaya Laut. Batam

110 97 Kasry, A Pendekatan S.E.A Dalam Kerangka IZCM Bagi Kawasan Timur Sumatra. Riau. Universitas Riau Press. King, M Fisheries biology, assessment and management. Blackwell Science Ltd. Chapter Fisheries management, 6: Kosasi S Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) Konsep dan Kerangka Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan Berbasis Teknologi Informasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departmen Pendidikan Nasional RI. Jakarta. Kusuma, C Pemanfaatan Mangrove Bagi Masyarakat Yang Berkelanjutan. Makalah Seminar Pengelolan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Dan Berkelanjutan. Kerjasama Ditjend Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dengan Pemda Kabupaten Bekasi dan Fakultas Kehutanan IPB LPP Mangrove. Kusmayadi dan E. Sugiarto Metode Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. PT Gramedia Pustaka. Jakarta. Leung PS., M. Jill., Nakamoto dan Pooley Evaluating Fisheries Management Option in Hawai Using AHP. Elsevier Journal. University of Hawai. USA Manurung V.T.T., AMN Pranaji., Kironi., A Murtiningsing dan Sugiharto Laporan Hasil Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Desa Pantai. Puslitbang Sosial Ekonomi. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Marimin Teknik dan Aplikasi; Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Mulyono Teori Pengambilan Keputusan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Nikijuluw, V.P.H Rezim Pengelolan Sumberdaya Perikanan. Diterbitkan Atas Kerjasama P3R Dengan PT Pustaka Ciselindo. Jakarta Rangkuti, F Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rifki, M Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan Wilayah Pesisir Kabupaten Padang Pariaman. Tesis. IPB. Rustiadi E., S.Saefulhakim dan D.R. Panuju Diktat Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Saaty, T.L Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimipin, Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT Pustka Binaman Pressindo. Jakarta (terjemahan). Sihotang R., Rosyani., Fajrias dan Zuhdi Profil Pesisir Pantai Tmur Jambi. Kerjasama Fakultas Pertanian Unja Dengan Bapedalda Provinsi Jambi. Sorensen, J.C dan M.C Greary Coast Intitutional Arrangement for Managing. Coastal Resources Research Planning Institute Inc. Columbia, South Caroline.

111 98 Supriharyono Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sutanto, V Indonesian Small Fisheries Development Workshop Working Scale Paper.Gouth China Sea Fish. Development and Coordination Program. Manila Suryadi, K dan A. Ramdhani Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural Idealisme dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Remaja Rasda Karya. Bandung. Thia-Eng, C Integrated Coastal Management In Tropical Developing Countries; Lessons Learned From Succesess an Failures. Xiamen. People Republic of China. Tomboelu N., D. Bengen., V. P. H Nikijuluw dan I.Idris Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang di Kawasan Bunaken dan Sekitarnya Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources. PKSPL. IPB. Bogor. Indonesia. Hal Quade, E.S Analysis for Public Decisions. North Holland Publishing Co. New York

112 TUJUAN UTAMA (Fokus) Manfaat Pengembangan Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ASPEK Ekonomi 0,575 Sosial 0,150 Lingkungan 0,275 KRITERIA SUN 0,134 PP 0,116 PTK 0,121 IS 0,029 MHM 0,205 MB 0,068 PRIORITAS KEBIJAKAN PMHP 0,196 PBLt 0,116 PBTb 0,238 PPT 0,327 PH 0,123 Lampiran 1. Manfaat pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Modifikasi dari Saaty, 1991) 1991) 95

113 TUJUAN UTAMA (Fokus) Kerugian Pengembangan Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ASPEK Ekonomi 0,516 Sosial 0,212 Lingkungan 0,272 KRITERIA MASL 0,180 MPHM 0,102 KS 0,110 P 0,168 PRIORITAS KEBIJAKAN PMHP 0,139 PBLt 0,190 PBTb 0,290 PPT 0,212 PH 0,169 Lampiran 2. Kerugian pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjab Timur (Modifikasi dari Saaty, 1991) 94

114 Lampiran 3. Hasil pengisisan pertanyaan AHP Responden / pertanyaan M B M B M B M B M B M B M B M B M B 1 a. Ekonomi a) lingkungan b) 2b) 2a) 2a) 2a) 2 a) 4(a) 3a) 5a) 3b) 3 a) 2 a) 3a) 6a) 2a) 5a) 6a) 5a) 3a) b. Ekonomi a) Social b) 3a) 4a) 4a) 5a) 5a) 2a) 6a) 2a) 3a) 5a) 6a) 3b) 4a) 5a) 2a) 2a) 3a) 6a) c. Ligkungan a)- Sosial b) 4a) 2a) 2a) 4a) 4a) 3b) 4a) 2b) 5a) 2a) 3a) 5b) 3b) 2a) 3b) 3b) 2b) 3b) 2. PP a) SUN b) (Manfaat) : MU a) - MASL b) (Biaya) 5a) 5a) 3a) 3a) 3a) 2a) 4a) 3b) 2b) 5a) 4a) 3a) 4a) 2a) 5a) 2a) 4a) 5a) 3 a. PBTb a) - PPT b) 2b) 2b) 3a) 2b) 3a) 2b) 3a) 2b) 3b) 5b) 5b) 3a) 5a) 2b) 5b) 4a) 5b) 4a) b. PBtb a) PMHP b) 2a) 3a) 5a) 4a) 5a) 5b) 5a) 2a) 2a) 4a) 2b) 7a) 2a) 6a) 2b) 7a) 2b) 7a) c. PBTb a) PBLT b) 6a) 2a) 7a) 2a) 7a) 2a) 7a) 4b) 4a) 2a) 2a) 6a) 7a) 4a) 2a) 6a) 2a) 6a) d. PBTb a) PH b) 4a) 3a) 8a) 5b) 8a) 4a) 8a) 6b) 7a) 2b) 4a) 5a) 8a) 2a) 4a) 2a) 4a) 2a) e. PPT a) PMHP b) 5a) 5a) 2a) 6a) 2a) 4b) 2a) 4a) 5a) 7a) 3a) 6a) 2b) 7a) 3a) 4a) 3a) 4a) f. PPT a) PBLt b) 7a) 6a) 4a) 4a) 4a) 6a) 4a) 2b) 6a) 6a) 7a) 4a) 2a) 6) 7a) 2a) 7a) 2a) g. PPT a) PH b) 6a) 4a) 6a) 2b) 6a) 4a) 6a) 4b) 7a) 2a) 8a) 2a) 4a) 4) 8a) 2b) 8a) 2b) h. PMHP a) PBLt b) 4a) 2b) 2a) 2b) 2a) 2b) 2a) 6b) 4a) 3b) 4a) 2b) 4a) 2) 4a) 6b) 4a) 2b) i. PMHP a) PH b) 2a) 5a) 4a) 8b) 4a) 2b) 4a) 7b) 4a) 6b) 6a) 4b) 6a) 4b) 6a) 6b) 6a) 6b) J. PBLt ) - PH b) 2b) 7b) 2a) 7b) 2a) 7b) 2a) 2b) 2a) 4b) 2a) 2b) 2a) 2b) 2b) 4b) 2a) 4b) 4 a. PBTb a) - PPT b) 2b) 2b) 4a) 2b) 4a) 6b) 4b) 4b) 2b) 4 b) 2b) 6a) 2b) 2a) 2b) 4a) 4b) 4a) b. PBTb a) PMHP b) 2a) 4b) 2a) 2a) 2a) 2b) 2b) 2b) 4b) 6() 4b) 7a) 4b) 6a) 2b) 7a) 2b) 6a) c. PBTb a) PBLT b) 6a) 6b) 8a) 5b) 8a) 4b) 2a) 6b) 2a) 8b) 2a) 2a) 2a) 2b) 4a) 2a) 2a) 2a) d. PBTb a) PH b) 5a) 2a) 7a) 5a) 7a) 2a) 2a) 4a) 4a) 3b) 4a) 4a) 4a) 4a) 2a) 6a) 4a) 7a) e. PPT a) PMHP b) 4a) 2b) 2b) 4a) 2b) 4a) 2a) 2a) 2b) 2b) 2a) 2a) 2b) 4a) 2a) 4a) 2 a) 2a) f. PPT a) PBLt b) 7a) 4b) 5a) 2b) 4a) 2a) 6a) 2b) 4a) 4b) 4a) 4b) 4a) 4b) 7a) 2b) 6a) 2b) g. PPT a) PH b) 6a) 4a) 2a) 6a) 3a) 7a) 7a) 6a) 6a) 2a) 6a) 2b) 6a) 2a) 6a) 2a) 7a) 4a) h. PMHP a) PBLt b) 4a) 2b) 7a) 6b) 6a) 2b) 6a) 4b) 6a) 3a) 6a) 6b) 6a) 7b) 6a) 6b) 4a) 4b) i. PMHP a) PH b) 2a) 6a) 4a) 2a) 4a) 4a) 4a) 4a) 7a) 5b) 7a) 4b) 7a) 2b) 4a) 2b) 6a) 2a) J. PBLt a) - PH b) 2b) 7a) 2b) 7a) 2b) 6a) 2a) 7b) 2a) 6a) 2a) 2a) 2a) 6b) 2b) 4a) 2a) 6a) 5. MHM a) - MB b) (Manfaat): P a) - S b) (Biaya) 2a) 3 a) 2 a) 3 a) 4 a) 4 a) 2 a) 3 a) 2a) 5a) 4a) 2a) 5a) 2a) 4a) 2a) 3a) 2a) 6 a. PBTb a) - PPT b) 4a) 2a) 5a) 2b) 2b) 2b) 2 b) 2 b) 4a) 2a) 5b) 7a) 5b) 5a) 7b) 4a) 2b) 6a) b. PBtb a) PMHP (b) 7a) 4a) 7a) 7b) 6a) 6b) 6a) 7b) 2a) 4b) 2b) 4a) 2a) 7a) 2a) 2a) 5b) 4a) c. PBTb a) PBLT b) 3a) 6a) 3a) 5b) 2a) 7b) 2a) 6b) 7a) 7b) 2a) 2a) 4a) 3a) 4b) 7a) 2a) 2a) d. PBTb a) PH b) 6a) 7a) 8a) 2b) 4a) 4b) 4a) 4b) 6a) 2b) 4a) 4a) 2a) 8a) 2b) 6a) 4a) 7a) e. PPT a) PMHP b) 4a) 2a) 2a) 7b) 7a) 6b) 7a) 2b) 3b) 6b) 3a) 4b) 3a) 2a) 8a) 2b) 3b) 2b) f. PPT a) PBLt b) 2b) 4b) 2b) 6b) 4a) 4b) 4a) 4b) 2b) 8b) 7a) 6b) 8a) 2b) 3a) 4a) 4a) 4b) g. PPT a) PH b) 2a) 4a) 4a) 4b) 6a) 2b) 6a) 2b) 2a) 4b) 8a) 2b) 7a) 4a) 5a) 2a) 6a) 2a) h. PMHP a) PBLt b) 6b) 2b) 4b) 2a) 4b) 2b) 4b) 2a) 6a) 3b) 4) 2b) 6a) 2b) 6b) 6a) 7a) 2b) i. PMHP a) PH b) 2b) 6a) 2a) 4a) 2b) 2a) 2b) 4a) 4a) 2a) 6a) 2a) 4a) 2a) 4b) 4a) 8a) 4a) J. PBLt a) - PH b) 4a) 8a) 6a) 2a) 2a) 4a) 2a) 2a) 2b) 4a) 2a) 4a) 2b) 6a) 2a) 2b) 2a) 6a) 98

115 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil pengisian pertanyaan AHP (Lanjutan) Responden / pertanyaan M B M B M B M B M B M B M B M B M B 7 a. PBTb a) - PPT b) 2 a) 2 a) 2 a) 2 b) 4 a) 2 b) 2 a) 2 b) 4 a) 4 b) 2b) 4a) 4b) 4a) 4b) 4a) 2b) 4a) b. PBtb a) PMHP b) 6 a) 4 a) 7 b) 2 a) 7 a) 6 b) 7(a) 6 b) 7 a) 6 b) 4a) 7a) 4a) 7a) 4a) 6a) 4a) 6a) c. PBTb a) PBLT b) 2 b) 6 a) 2 b) 5 b) 2 a) 7 b) 6 a) 7 b) 2 a) 7 b) 4b) 2a) 2b) 2a) 2b) 2b) 4b) 2a) d. PBTb a) PH b) 4 a) 7 a) 5 b) 4 a) 6 a) 4 b) 4 a) 4 b) 6 a) 2 b) 2a) 6a) 2a) 6a) 2a) 2a) 2a) 7a) e. PPT a) PMHP b) 4 a) 2 a) 5 a) 4 a) 4 a) 7 b) 6 a) 2 b) 4 a) 2 b) 6a) 4a) 7a) 4a) 7a) 2a) 6a) 2a) f. PPT a) PBLt b) 4 b) 4 b) 4 b) 2 b) 2 b) 2 b) 4 a) 6 b) 2 b) 4 b) 2b) 2b) 2a) 2b) 2a) 6b) 2b) 2b) g. PPT a) PH b) 2 b) 4 a) 2 a) 6 a) 2 a) 6 b) 2 a) 2 b) 2 a) 2 a) 4a) 2a) 6a) 2a) 6a) 2b) 4a) 4a) h. PMHP a) PBLt b) 7 b) 2 b) 8 b) 6 b) 6 b) 2 a) 2 b) 2 b) 6 b) 2 b) 7a) 6b) 6b) 6b) 6b) 7b) 7a) 4b) i. PMHP a) PH b) 2 b) 6 a) 2 b) 2 a) 2 b) 2 b) 4 b) 2 a) 2 b) 4 a) 2b) 2b) 2b) 2b) 2b) 4b) 2b) 2a) J. PBLt a) - PH b) 6 a) 8 a) 6 a) 7 a) 4 a) 4 b) 2 a) 4 a) 4 a) 4 a) 6a) 4a) 4a) 4a) 4a) 4a) 6a) 6a) 8. PTK a) - IS b) (Manfaat) : KS a) MPHM b) (Biaya) 3 a) 3 a) 3 a) 2 a) 4 a) 3 a) 2 a) 3 b) 4 a) 3 a) 2a) 4a) 5a) 4a) 5a) 3a) 4a) 4b) 9 a. PBTb a) - PPT b) 4 a) 4 b) 2 b) 2 b) 4 a) 2 b) 2 a) 2 b) 2 a) 4 b) 2b) 4a) 2b) 2a) 2b) 2a) 2b) 4a) b. PBTb a) PMHP b) 2 a) 2 a) 5 b) 4 b) 2 a) 2 a) 3 a) 4 b) 4 a) 2 b) 5b) 7a) 5b) 4a) 5a) 7a) 2a) 5a) c. PBTb a) PBLT b) 7 a) 6 b) 2 a) 2 b) 7 a) 4 b) 5 a) 6 b) 7 a) 8 b) 2a) 2a) 2a) 5b) 4a) 4a) 4a) 2a) d. PBTb a) PH b) 8 a) 8 b) 4 a) 8 b) 8 a) 7 b) 8 a) 7 b) 8 a) 6 b) 4a) 6a) 4a) 2b) 2a) 6a) 6a) 6a) e. PPT a) PMHP b) 2 b) 2 a) 3 b) 2b) 2 b) 4 a) 2 a) 2 b) 2 a) 2 a) 3b) 4a) 3b) 2a) 3b) 6a) 5a) 3a) f. PPT a) PBLt b) 2 a) 4 b) 4 a) 5 b) 3 a) 2 b) 4 a) 4 b) 5 a) 5 b) 4a) 2b) 4a) 6b) 6a) 2a) 7a) 4b) g. PPT a) PH b) 4 a) 5 b) 6 a) 7 b) 5 a) 4 b) 6 a) 6 b) 6 a) 3 b) 6a) 2a) 6a) 4b) 4a) 4a) 8a) 2a) h. PMHP a) PBLt b) 4 a) 4 b) 7 a) 3 b) 5 a) 6 b) 2 a) 2 b) 3 a) 7 b) 7a) 6b) 7a) 7b) 8a) 4b) 2a) 4b) i. PMHP a) PH b) 6 a) 7 b) 8 a) 5 b) 6 a) 8 b) 4 a) 4 b) 5 a) 4 b) 8a) 2b) 8a) 6b) 7a) 2b) 4a) 2a) J. PBLT a) - PH b) 2 b) 2 b) 2 b) 2 b) 2 a) 2 b) 2 b) 2 b) 2 a) 3 b) 2a) 4a) 2a) 2a) 2b) 2a) 2a) 5a) 10 a. PBTb a) - PPT b) 4 a) 2 b) 2 b) 2 a) 2 a) 2 a) 2 b) 2 b) 2 a) 6 b) 2b) 6a) 2b) 6a) 4b) 7a) 2b) 2a) b. PBtb a) PMHP b) 2 a) 4 b) 2 a) 4 b) 4 a) 4 a) 4 b) 4 b) 2 b) 5 b) 4b) 2a) 4b) 4a) 2b) 6a) 4b) 7a) c. PBTb a) PBLT b) 7 a) 7 b) 6 a) 6 b) 6 a) 4 b) 2 a) 7 b) 4 a) 8 b) 2a) 2b) 2a) 2b) 2a) 2a) 2a) 4a) d. PBTb a) PH b) 6 a) 6 b) 4 a) 2 b) 7 a) 2 b) 4 a) 6 b) 6 a) 2 b) 4a) 4a) 4a) 2a) 4a) 4a) 4a) 6a) e. PPT a) PMHP b) 2 b) 2 b) 4 a) 6 b) 2 a) 2 a) 2 b) 2 b) 4 b) 2 a) 2b) 4b) 2b) 2b) 2a) 2b) 2b) 6a) f. PPT a) PBLt b) 4 a) 6 b) 7 a) 7 b) 4 a) 6 b) 4 a) 6 b) 2 a) 2b) 4a) 7b) 4a) 7b) 6a) 6b) 4a) 2a) g. PPT a) PH b) 2 a) 4 b) 6 a) 5 b) 6 a) 4 b) 6 a) 4 b) 4 a) 4 a) 6a) 2b) 6a) 4b) 7a) 4b) 6a) 4a) h. PMHP a) PBLt b) 6 a) 4 b) 4 a) 3 b) 2 a) 7 b) 6 a) 4 b) 6 a) 5 b) 6a) 4b) 6a) 6b) 4a) 4b) 6a) 4b) i. PMHP a) PH b) 4 a) 3 b) 2 a) 2 a) 4 a) 6 b) 7 a) 2 b) 7 a) 3 a) 7a) 2a) 7a) 2b) 6a) 2b) 7a) 2b) J. PBLt a) - PH b) 2 b) 2b) 2 b) 4 a) 2 a) 2 a) 2 a) 2 a) 2 a) 6 a) 2a) 6a) 2a) 2a) 2a) 2a) 2a) 2a) 99

116 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil pengisian pertanyaan AHP (Lanjutan) Responden / pertanyaan M B M B M B M B M B M B M B M B M B 1 a. Ekonomi a) lingkungan b) 7 a) 5 a) 7a) 5b) 5a) 2a) 2a) 5a) 5b) 5b) 6a) 5b) 2a) 6a) 2b) 5b) 5a) 5b) b. Ekonomi a) Social b) 5 a) 7 a) 5a) 4a) 7a) 3b) 5a) 3a) 3a) 4a) 7a) 6a) 5a) 3a) 3a) 3a) 7a) 2a) c. Ligkungan a)- Sosial b) 3 b) 3 a) 3b) 7a) 3a) 4a) 3b) 3b) 7a) 7a) 4a) 7a) 3a) 3b) 6a) 3b) 3a) 3b) 2. PP a) SUN b) (Manfaat) : MU a) - MASL b) (Biaya) 5 a) 3 a) 5a) 3a) 5a) 3a) 3a) 3b) 3a) 3b) 5a) 3a) 4a) 3a) 4a) 2b) 5a) 3a) 3 a. PBTb a) - PPT b) 5 b) 2 b) 2a) 5a) 5a) 5a) 2b) 2b) 5b) 5a) 2a) 2a) 2b) 2a) 7b) 3b) 6b) 3a) b. PBtb a) PMHP b) 2 b) 6 a) 4a) 8a) 3a) 2a) 3a) 5a) 3b) 7a) 3b) 3a) 2a) 7a) 5b) 2a) 4b) 5a) c. PBTb a) PBLT b) 2 a) 2 a) 7a) 7a) 3b) 5b) 6a) 2a) 3b) 6a) 5a) 6a) 6a) 5a) 6b) 6a) 2a) 6a) d. PBTb a) PH b) 4 a) 4 a) 6a) 3b) 3b) 3b) 4a) 6a) 2a) 3a) 6a) 5a) 4a) 2b) 2b) 4a) 2b) 7a) e. PPT a) PMHP b) 3 a) 7 a) 2a) 5a) 4b) 2b) 5a) 7a) 2b) 4a) 6b) 4b) 5a) 4a) 5a) 4a) 7b) 2a) f. PPT a) PBLt b) 7 a) 4 a) 6a) 3a) 8b) 7b) 7a) 4a) 2b) 2a) 3a) 5a) 8a) 2a) 3a) 7a) 8b) 4a) g. PPT a) PH b) 8 a) 6 a) 5a) 3b) 9b) 6b) 6a) 8a) 7a) 2b) 4a) 2a) 6a) 4b) 6a) 6a) 5a) 6a) h. PMHP a) PBLt b) 4 a) 4 b) 4a) 3b) 5a) 6b) 4a) 2b) 5b) 2b) 7a) 7a) 5a) 2b) 3b) 4a) 6a) 2a) i. PMHP a) PH b) 6 a) 2 b) 2a) 7b) 7a) 4b) 2a) 2a) 5a) 6b) 8a) 6a) 2a) 2b) 3a) 2a) 2a) 4a) J. PBLt ) - PH b) 2 a) 2 a) 2b) 4b) 2b) 3a) 2b) 4 a) 8a) 5b) 2a) 2b) 2b) 6b) 4a) 2b) 4b) 2a) 4 a. PBTb a) - PPT b) 4 b) 2 a) 6b) 2a) 4a) 5a) 2b) 5a) 7b) 3a) 2a) 6a) 4b) 6a) 6b) 7 b) 6b) 2a) b. PBTb a) PMHP b) 2 b) 4 a) 4b) 4a) 3a) 2a) 2a) 2a) 5b) 6a) 6a) 5a) 2b) 4a) 4b) 2a) 4b) 4a) c. PBTb a) PBLT b) 4 a) 2b) 2a) 4b) 5b) 5b) 6a) 7a) 2b) 5a) 5a) 4a) 4a) 2a) 2b) 5a) 2a) 6a) d. PBTb a) PH b) 2 a) 6 a) 2b) 2a) 2b) 3b) 4a) 8a) 3a) 7a) 7a) 3a) 2a) 7a) 2a) 8a) 2b) 7a) e. PPT a) PMHP b) 2 a) 2 a) 2a) 6a) 3b) 2b) 2a) 2b) 3a) 5a) 5a) 2a) 2a) 2b) 2a) 4b) 2a) 2a) f. PPT a) PBLt b) 7 a) 4b) 7a) 2b) 8b) 7b) 6a) 2a) 4a) 2a) 2a) 4b) 7a) 4b) 5a) 2b) 7a) 4a) g. PPT a) PH b) 6 a) 4 a) 4a) 4a) 5b) 6b) 4a) 4a) 8a) 6a) 6a) 5b) 6a) 2a) 7a) 2a) 4a) 6a) h. PMHP a) PBLt b) 6 a) 6 b) 6a) 7b) 7b) 6b) 4a) 4a) 2a) 3b) 3b) 2b) 6a) 2b) 2a) 2a) 6a) 2a) i. PMHP a) PH b) 4 a) 2 a) 2a) 2b) 5a) 4b) 2a) 6a) 7a) 2a) 5b) 4b) 4a) 4a) 6a) 6a) 2a) 4a) J. PBLt a) - PH b) 2 b) 7 a) 4b) 6a) 3a) 3a) 2b) 2a) 4a) 5a) 4a) 2b) 2b) 6a) 4a) 4a) 4b) 2a) 5. MHM a) - MB b) (Manfaat): P a) - S b) (Biaya) 4 a) 4 a) 4a) 4a) 3a) 2a) 4a) 3b) 4a) 5a) 5a) 3b) 5a) 3b) 5a) 3a) 5a) 2a) 6 a. PBTb a) - PPT b) 7 b) 6 a) 4b) 4a) 4b) 5b) 3b) 3a) 3a) 2a) 6a) 2a) 2b) 4a) 5b) 6a) 4b) 7a) b. PBtb a) PMHP (b) 6 b) 2 a) 4a) 2b) 2b) 2a) 3a) 4a) 3a) 4a) 7a) 3b) 2a) 2b) 2a) 3a) 6b) 4a) c. PBTb a) PBLT b) 4 b) 7 a) 2b) 2a) 6b) 4b) 6a) 7a) 6b) 3a) 3b) 4a) 4a) 2a) 4a) 5a) 2a) 2a) d. PBTb a) PH b) 2 b) 4 a) 2a) 4a) 7b) 6b) 4a) 6a) 8b) 5a) 4b) 6a) 5b) 6a) 7a) 7a) 3b) 6a) e. PPT a) PMHP b) 3 a) 4 b) 7a) 4b) 2a) 4a) 4a) 2a) 5a) 3a) 9a) 5b) 4a) 6b) 4a) 4b) 3b) 4b) f. PPT a) PBLt b) 5 a) 2 a) 2a) 2b) 2b) 3b) 7a) 6a) 2b) 2a) 4a) 3a) 6a) 2b) 2) 2b) 6a) 6b) g. PPT a) PH b) 6 a) 4 b) 6a) 2a) 4b) 5b) 6a) 4a) 5b) 4a) 5a) 5a) 3b) 2a) 5b) 2a) 2a) 2b) h. PMHP a) PBLt b) 2 a) 6 a) 6b) 3a) 4b) 6b) 4a) 4a) 7b) 2b) 5b) 6a) 2a) 4a) 6b) 2a) 7a) 2b) i. PMHP a) PH b) 4 a) 2 a) 3b) 5a) 6b) 7b) 2a) 2a) 9b) 2a) 8b) 7a) 6b) 7a) 8b) 6a) 4a) 2a) J. PBLt a) - PH b) 2 a) 4b) 4a) 4a) 2b) 2b) 2b) 2b) 2b) 3a) 2b) 2a) 7b) 4a) 3b) 4a) 4b) 4a) 100

117 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil pengisian pertanyaan AHP (Lanjutan) Responden / pertanyaan M B M B M B M B M B M B M B M B M B 7 a. PBTb a) - PPT b) 6 b) 4 a) 2b) 3a) 3b) 2a) 4b) 4a) 2a) 4a) 4a) 4a) 6b) 4a) 6b) 6a) 6b) 7a) b. PBtb a) PMHP b) 2 a) 7 a) 4a) 5a) 8b) 6a) 2a) 2a) 5a) 4a) 3a) 6a) 2a) 6a) 2a) 4a) 4b) 6a) c. PBTb a) PBLT b) 4b) 2 a) 4b) 2a) 7b) 4a) 2b) 6a) 2b) 2a) 2b) 7a) 2b) 2a) 4b) 2a) 2a) 4a) d. PBTb a) PH b) 2b) 6 a) 2a) 6a) 5b) 5a) 4a) 7a) 4 b) 7a) 6a) 2a) 5b) 7a) 2 b) 7a) 2b) 2a) e. PPT a) PMHP b) 7 a) 4 a) 5a) 3a) 7b) 5a) 6a) 2b) 3a) 2a) 3b) 2a) 7a) 2a) 7a) 2b) 2a) 2b) f. PPT a) PBLt b) 2 a) 2 b) 2b) 2b) 4b) 2a) 3a) 2a) 4 b) 2 b) 6b) 5a) 4a) 2b) 2a) 4) 7a) 4b) g. PPT a) PH b) 4 a) 2 a) 4a) 4a) 2b) 4a) 7a) 4a) 5b) 5a) 2a) 3) 2a) 4a) 4 a) 2a) 4a) 6b) h. PMHP a) PBLt b) 6 b) 6 b) 7b) 4b) 3b) 4b) 4b) 4a) 6b) 3b) 5a) 2a) 4b) 4b) 6b) 2b) 6a) 2b) i. PMHP a) PH b) 4 b) 2b) 2b) 2a) 5a) 2b) 2a) 6a) 7b) 3a) 4a) 4b) 6b) 2a) 4) 4a) 2a) 4b) J. PBLt a) - PH b) 2 a) 4 a) 6a) 5a) 2a) 2a) 6a) 2a) 2 b) 6a) 7a) 6b) 2b) 6a) 2a) 6a) 4b) 2b) 8. PTK a) - IS b) (Manfaat) : KS a) MPHM b) (Biaya) 4 a) 3 b) 4a) 3b) 5a) 3b) 5a) 2b) 5a) 2a) 4a) 2b) 3a) 3a) 5a) 3b) 6a) 3a) 9 a. PBTb a) - PPT b) 5 b) 2 a) 5b) 6b) 2a) 2b) 2b) 4a) 5b) 2a) 2a) 5a) 5b) 5a) 7b) 4a) 5a) 4a) b. PBTb a) PMHP b) 2b) 7 a) 3b) 3b) 4b) 4b) 2a) 2a) 2a) 6a) 3b) 2a) 3b) 8a) 4b) 6a) 2a) 2b) c. PBTb a) PBLT b) 2 a) 4 a) 5a) 4b) 4b) 7b) 5a) 7a) 3b) 4a) 4a) 7a) 2a) 2a) 2b) 2a) 7a) 2a) d. PBTb a) PH b) 4 a) 6 a) 2a) 2 b) 7b) 6b) 6a) 6a) 5a) 7a) 6a) 8a) 4a) 6a) 2a) 3b) 8a) 6a) e. PPT a) PMHP b) 3 a) 6 a) 2b) 7a) 5b) 2b) 4a) 2b) 7a) 5a) 5b) 2 b) 2a) 4a) 2a) 2a) 2b) 6b) f. PPT a) PBLt b) 7 a) 4 a) 8a) 3a) 6b) 6b) 7a) 4a) 2a) 2a) 2a) 3a) 6a) 2b) 5a) 2b) 2a) 6 b) g. PPT a) PH b) 8 a) 4 a) 7a) 5a) 8b) 4b) 8a) 2a) 9a) 6a) 5a) 5a) 7a) 2a) 8a) 7b) 4a) 2a) h. PMHP a) PBLt b) 4 a) 4 b) 6a) 6b) 3b) 4b) 3a) 6a) 4b) 3b) 6a) 4a) 4a) 6 b) 2a) 4b) 5a) 4a) i. PMHP a) PH b) 6 a) 2b) 4a) 5b) 5 b) 5b) 5a) 4a) 3a) 3a) 7a) 6a) 6a) 2b) 6a) 8b) 6a) 7a) J. PBLt a) - PH b) 2 a) 2 a) 2b) 2a) 2b) 3a) 2a) 2b) 7a) 5a) 3a) 2a) 2a) 4a) 4a) 5b) 2a) 4a) 10 a. PBTb a) - PPT b) 4b) 7 a) 2b) 4a) 5a) 2a) 2b) 6a) 2b) 7a) 6a) 5a) 4b) 2a) 4b) 2a) 4a) 7a) b. PBtb a) PMHP b) 2b) 6 a) 5b) 2a) 3a) 3b) 2a) 2a) 3a) 4a) 4b) 3a) 2b) 6a) 2 b) 4a) 2a) 2a) c. PBTb a) PBLT b) 2 a) 2 a) 4a) 2b) 5b) 4b) 4a) 7a) 5a) 3a) 3b) 7a) 2a) 4a) 2a) 2b) 6a) 4a) d. PBTb a) PH b) 4 a) 4 a) 2a) 6a) 3a) 6b) 6a) 4a) 7a) 6a) 2a) 8a) 4a) 7a) 4a) 6a) 7a) 6a) e. PPT a) PMHP b) 2 a) 2 b) 3b) 2b) 2b) 5b) 4a) 4b) 5a) 5b) 2a) 2b) 2a) 4a) 2a) 2a) 2a) 6 b) f. PPT a) PBLt b) 6 a) 6 b) 6a) 6b) 8a) 6b) 6a) 2a) 7a) 6b) 5a) 2a) 6a) 2a) 6a) 4b) 2a) 4b) g. PPT a) PH b) 7 a) 4 b) 4a) 2a) 7a) 7b) 7a) 2b) 8a) 3b) 8a) 4a) 7a) 6a) 7a) 4a) 4a) 2b) h. PMHP a) PBLt b) 4 a) 4b) 8a) 4b) 7b) 3b) 2a) 6a) 3a) 2b) 3a) 4a) 4a) 2b) 4a) 6b) 6a) 2a) i. PMHP a) PH b) 6 a) 2 b) 7a) 4a) 4b) 5b) 4a) 2a) 4a) 2a) 7a) 6a) 6a) 2a) 6a) 2a) 7a) 4a) J. PBLt a) - PH b) 2 a) 2 a) 2b) 7a) 3a) 2b) 2a) 4b) 2a) 4a) 4a) 2a) 2a) 4a) 2a) 7a) 2a) 2a) 101

118 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil pengisian pertanyaan AHP (Lanjutan) Responden / pertanyaan M B M B M B M B M B M B M B 1 a. Ekonomi a) lingkungan b) 2b) 5a) 3a) 2a) 7a) 5a) 3a) 3a) 5a) 2a) 3a) 6a) 7a) 5a) b. Ekonomi a) Sosial b) 3a) 7a) 5a) 4a) 3a) 3a) 5 a) 6 a) 7 a) 4 a) 5 a) 3 a) 5 a) 7 a) c. Ligkungan a)- Sosial b) 5a) 3a) 3a) 2a) 3 b) 4b) 4 a) 2 a) 3 a) 2 a) 2 a) 4b) 3 a) 4 a) 2. PP a) SUN b) (Manfaat) : MU a) - MASL b) (Biaya) 4a) 3a) 5a) 3a) 5a) 4 a) 3 a) 5 a) 5 a) 2 a) 5 a) 2 a) 7 a) 2 a) 3 a. PBTb a) - PPT b) 7b) 3b) 4a) 4a) 5 b) 2 a) 2 a) 4 a) 2 a) 2 b) 5 b) 2 a) 5 b) 2 a) b. PBtb a) PMHP b) 5b) 2a) 6a) 7a) 2 b) 6 a) 4 a) 7 a) 4 a) 4 a) 2 b) 7 a) 3 b) 6 a) c. PBTb a) PBLT b) 2b) 4a) 2a) 6a) 2a) 4 a) 8 a) 6 a) 6 a) 2 a) 2 a) 6 a) 4 a) 4 a) d. PBTb a) PH b) 2a) 6a) 7a) 2a) 4a) 2 b) 7 a) 2 a) 7 a) 4 b) 4 a) 4 a) 2 a) 2b) e. PPT a) PMHP b) 3a) 5a) 2a) 4a) 3a) 4 a) 2 a) 4 a) 2 a) 6 a) 3 a) 6 a) 3 a) 4 a) f. PPT a) PBLt b) 4a) 7a) 2b) 2a) 7a) 2 a) 6 a) 2 a) 5 a) 4 a) 7 a) 4 a) 8 a) 2 a) g. PPT a) PH b) 8a) 8a) 4a) 2b) 8a) 4 b) 4 a) 2 b) 6 a) 2 b) 8 a) 2 a) 6 a) 4 b) h. PMHP a) PBLt b) 3a) 2a) 4b) 4b) 4a) 2 b) 4 a) 2 b) 2 a) 2 b) 5 a) 2 b) 7 a) 2 b) i. PMHP a) PH b) 7a) 4a) 2a) 6b) 6a) 7 b) 2 a) 6 b) 4 a) 7 b) 7 a) 4 b) 5 a) 7 b) J. PBLt ) - PH b) 5a) 2a) 6a) 4b) 2a) 6 b) 2 b) 4 b) 2 a) 6 b) 2 a) 2 b) 2 a) 6 b) 4 a. PBTb a) - PPT b) 2a) 2b) 2a) 4b) 4 b) 4 a) 4b) 2 a) 2 b) 2 b) 3 a) 6 a) 2 a) 2 a) b. PBTb a) PMHP b) 5b) 4b) 2b) 2b) 2 b) 6 a) 2 b) 4 a) 4 b) 4 a) 4 a) 4 a) 5 b) 6 a) c. PBTb a) PBLT b) 3b) 2a) 4a) 2a) 4a) 2 a) 2 a) 2 b) 4 a) 2 a) 6 a) 2 a) 3 a) 2 b) d. PBTb a) PH b) 4a) 4a) 6a) 4a) 2a) 7 a) 4 a) 6 a) 2 a) 6 a) 7 a) 7 a) 5 a) 4 a) e. PPT a) PMHP b) 6b) 2b) 4b) 2a) 2a) 2 a) 2 a) 2 a) 2 a) 6 a) 2 a) 2 b) 2 b) 4 a) f. PPT a) PBLt b) 4b) 4a) 2a) 6a) 7a) 2 b) 6 a) 4b) 6 a) 4 a) 4 a) 4b) 4 a) 4 b) g. PPT a) PH b) 3a) 6a) 4a) 7a) 6a) 4 a) 7 a) 4 a) 4 a) 7 a) 6 a) 2 a) 6 a) 2b) h. PMHP a) PBLt b) 3a) 6a) 6a) 4a) 6a) 4 b) 4 a) 6 b) 7 a) 2 b) 2 a) 2 b) 7 a) 7 b) i. PMHP a) PH b) 8a) 7a) 7a) 6a) 4 a) 2 a) 6 a) 2 a) 6 a) 2 a) 4 a) 4 a) 8 a) 2 b) J. PBLt a) - PH b) 6a) 2a) 2a) 2a) 2 b) 6 a) 2 b) 7 a) 2 b) 4 a) 2 a) 6 a) 2 a) 6 a) 5. MHM a) - MB b) (Manfaat): P a) - S b) (Biaya) 4a) 3b) 4a) 3a) 3 a) 4 a) 3 a) 4 a) 4 a) 3 a) 5 a) 3 a) 5 a) 3 a) 6 a. PBTb a) - PPT b) 4a) 2b) 2a) 2b) 5b) 2 a) 4 b) 6 a) 2 b) 4 a) 2 b) 2 b) 2 b) 4 a) b. PBtb a) PMHP (b) 5b) 4b) 4a) 6b) 4 a) 2 b) 2 a) 2 b) 4 a) 6 a) 5 b) 4 b) 5 a) 2 b) c. PBTb a) PBLT b) 3b) 2a) 2b) 2a) 2 b) 4 a) 2 b) 4 a) 5 b) 2 a) 4 a) 2 a) 2 a) 6 a) d. PBTb a) PH b) 2b) 4a) 5b) 4b) 2 a) 6 a) 4 a) 2 a) 2 a) 7 a) 2 a) 4 a) 4 a) 2 a) e. PPT a) PMHP b) 8b) 2b) 2a) 4b) 7 a) 4b) 6 a) 7 b) 7 a) 2 a) 3 b) 2 b) 7 a) 6 b) f. PPT a) PBLt b) 6b) 4a) 4b) 4a) 3 a) 2 a) 2 a) 2 b) 3 b) 2 b) 7 a) 4 a) 5 a) 2 a) g. PPT a) PH b) 2b) 6a) 6b) 2b) 6 a) 4 a) 7 a) 4 b) 4 a) 4 a) 5 a) 6 a) 6 a) 2 b) h. PMHP a) PBLt b) 3a) 6a) 6b) 8a) 6 b) 6 a) 4b) 6 a) 8 b) 4 b) 8 a) 6 a) 4 b) 7 a) i. PMHP a) PH b) 7a) 7a) 7b) 3a) 2 b) 7 a) 2 a) 4 a) 2 b) 2 a) 7 a) 7 a) 3 b) 4 a) J. PBLt a) - PH b) 4a) 2a) 2b) 6b) 4 a) 2 a) 6 a) 2 b) 7 a) 6 a) 2 b) 2 a) 2 a) 4b) 102

119 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil pengisian pertanyaan AHP (Lanjutan) Responden / pertanyaan M B M B M B M B M B M B M B 7 a. PBTb a) - PPT b) 6a) 7a) 4a) 2a) 4 b) 6 a) 4 b) 2 a) 2 b) 4 a) 5 b) 2 a) 4 b) 4 a) b. PBtb a) PMHP b) 5a) 4a) 6a) 6a) 4 a) 4 a) 4 a) 4 a) 4 a) 7 a) 4 a) 6 a) 4 a) 6 a) c. PBTb a) PBLT b) 3a) 2a) 2b) 2b) 2 b) 2 a) 2 b) 2 b) 4 b) 2 a) 2 b) 2 b) 2 b) 2 a) d. PBTb a) PH b) 2b) 6a) 2a) 4a) 2 a) 7 a) 2 a) 6 a) 2 a) 6 a) 2 a) 4 a) 3 a) 7 a) e. PPT a) PMHP b) 3b) 4b) 2a) 4a) 7 a) 2 b) 7 a) 2 a) 6 a) 4 a) 7 a) 4 a) 6 a) 2 a) f. PPT a) PBLt b) 5b) 6b) 6b) 4b) 2 a) 4 b) 2 a) 4 b) 3 b) 2 b) 3 a) 4 b) 3 a) 2 b) g. PPT a) PH b) 7b) 2b) 2b) 2a) 6 a) 2 a) 6 a) 4 a) 4 a) 2 a) 6 a) 2 a) 5 a) 4 a) h. PMHP a) PBLt b) 3b) 2b) 7b) 7b) 6 b) 2 b) 6 b) 6 b) 7 b) 6 b) 6 b) 7 b) 5 b) 4 b) i. PMHP a) PH b) 6b) 2a) 4b) 2b) 2 b) 4 a) 2 b) 2 a) 3 b) 2 b) 2 b) 2 b) 3 b) 2 a) J. PBLt a) - PH b) 4b) 4a) 4a) 6a) 4 a) 6 a) 4 a) 7 a) 6 a) 4 a) 4 a) 6 a) 4 a) 6 a) 8. PTK a) - IS b) (Manfaat) : KS a) MPHM b) (Biaya) 5a) 5b) 4a) 2b) 5a) 4 a) 2 a) 3b) 5a) 3 a) 6 a) 3 a) 3 a) 2b) 9 a. PBTb a) - PPT b) 7b) 8a) 2a) 7a) 2b) 2 a) 3 b) 2 b) 2b) 2 a) 5 b) 2 b) 4 a) 6a) b. PBTb a) PMHP b) 5b) 5a) 2b) 6a) 5b) 7 a) 4 b) 6a) 4b) 6 a) 3 b) 6 a) 3 b) 7a) c. PBTb a) PBLT b) 2b) 3a) 4a) 4a) 2a) 6 a) 4 a) 4a) 4 ) 4 a) 2 a) 4 a) 4 a) 4a) d. PBTb a) PH b) 2a) 6a) 6a) 2a) 4a) 4 a) 2 a) 2b) 2a) 2 b) 4 a) 2 a) 2 a) 2a) e. PPT a) PMHP b) 3a) 4b) 4b) 2b) 3b) 6 a) 3 b) 4a) 2b) 4 a) 3 a) 7 a) 3 a) 2a) f. PPT a) PBLt b) 4a) 6b) 2a) 4b) 4 ) 4 a) 6 a) 2a) 6a) 2 a) 7 a) 6 a) 8 a) 2b) g. PPT a) PH b) 8a) 2b) 4a) 6b) 6a) 2 a) 4 a) 4b) 4a) 4 b) 8 a) 4 a) 7 a) 4b) h. PMHP a) PBLt b) 3a) 2b) 6a) 2b) 6a) 2 b) 7 a) 2b) 7a) 2 b) 4 a) 2b) 6 a) 4b) i. PMHP a) PH b) 7a) 2a) 7a) 4b) 7a) 4 b) 6 a) 7b) 6a) 7 b) 6 a) 4 b) 5 a) 6b) J. PBLt a) - PH b) 4a) 4a) 2a) 2b) 2a) 2 b) 2 b) 6b) 2b) 6 b) 2 a) 2 b) 2 b) 2b) 10 a. PBTb a) - PPT b) 6a) 6a) 2a) 7a) 2b) 4 a) 2 b) 2a) 4b) 2 a) 5 b) 2 a) 3 b) 6a) b. PBtb a) PMHP b) 3a) 4a) 4a) 6a) 4b) 6 a) 4 b) 4a) 2b) 4 a) 2 b) 6 a) 4b) 4a) c. PBTb a) PBLT b) 2b) 3a) 6a) 2a) 4a) 2 b) 2 a) 2b) 2a) 2 b) 2 a) 4 a) 5 a) 2a) d. PBTb a) PH b) 4a) 7a) 7a) 4a) 2a) 2 a) 4 a) 6a) 4a) 6 a) 4 a) 7 a) 2 a) 7a) e. PPT a) PMHP b) 5b) 2b) 2a) 2b) 3b) 2 a) 2 b) 2a) 2a) 2 a) 3 a) 4 a) 2 b) 2b) f. PPT a) PBLt b) 7b) 4b) 4a) 6b) 6a) 6 b) 4 a) 4b) 6a) 4 b) 6 a) 2 a) 6 a) 4b) g. PPT a) PH b) 3b) 2a) 6a) 4b) 4 ) 2b) 6 a) 4a) 7a) 4 a) 7 a) 6 a) 4 a) 2a) h. PMHP a) PBLt b) 5 b) 2b) 2a) 4b) 7a) 7 b) 6 a) 6b) 4a) 6 b) 4 a) 2 b) 7 a) 2b) i. PMHP a) PH b) 3a) 4a) 4a) 2b) 6a) 4 b) 7 a) 2a) 6a) 2 a) 6 a) 2 a) 6 a) 4a) J. PBLt a) - PH b) 6a) 6a) 2a) 2a) 2b) 4 a) 2 a) 7a) 2a) 7 a) 2 a) 4 a) 2 b) 6a) Keterangan: M=Manfaat, B=Biaya. Pada responden 1 kolom M untuk 1 a. Ekonomi a) Lingkungan b) dengani nilai 2 b) artinya lingkungan sedikit lebih penting dari ekonomi, begitu pila pada 1 c. Lingkungan a) Sosial b) diberi nilai 4 a), artinya lingkungan lebih penting dari sosial. Begitu seterusnya dengan memperhatikan huruf a) atau b) setelah angka. penilain (angka Saaty) 103

120 107 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil wawancara menentukan faktor internal dan internal pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Responden (1) : Mimis Suryadarma, Kadis Kelautan dan Perikanan Kab. Tanjab Timur; Pendidikan: D4; Umur: 50 tathun; Kekuatan Memanfaatkan Kekuatan Potensi SDP pesisir belum dimanfaatkan Pengembangan SDP pesisir seoptimal secara optimal mungkin Pembangunan pelabuhan Ma. Sabak dan Pemanfataan sarana pelabuhan dan mulai dibukanya jalan ke daerah pesisir transportasi untuk pengembangan pasar Keinginan besar masyarakat untuk Membantu masyarakat dengan penyedi mengusahakan sektor perikanan pesisir aan sarana, pembinaan dan modal Kuatnya kemauan poltik pemerintah saat Menindaklanjuti dengan menyusun ini untuk mengembangkan perikanan rencana pemanfaatan SDP pesisir Masih besarnya potensi pengembangan Pemanfaatan SDP pesisir secara optimal perikanan tangkap dan budidaya Kelemahan Sulit dan terbatasnya untuk mendapatkan modal Kemapuan petani dan nelayan masih rendah dan tradisional Terbatasnya informasi potensi dan kondisi lapangan yang rill Koordinasi dengan pihak terkait masih lemah Peluang Konsumsi ikan meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk Dekat dengan pusat perdagangan internasional (Batam dan Singapura) Mulai tersedia kredit program maupun umum d sektor perikanan Adanya teknologi yang bisa digunakan untuk usaha perikanan pesisir Kerjasama perekonomian dan wilayah IMSGT dan Sabak-Batam Mengatasi Kelemahan Memanfaatkan sumber modal seoptimal mungkin Peningkatan SDM dan ketermpilan Melakukan penelitian potensi dan kaji terap (uji lapang) Peningkatan koordinasi secara berkala Memanfaatkan Peluang Pengembangan pemasaran produk perikanan.pengembangan pemasaran produk perikanan Memanfaatkan pagu kredit yang ada dengan mempermudah prosedur dan persyaratan Adopsi teknologi yang cocok Pemanfaatan kerjasama untuk pengembangan pasar produk perikanan Ancaman Persaingan dengan produk daerah atau negara lain Kerusakan lingkungan pesisir Masih adanya egosekoral dari berbagai pihak terkait Pencurian ikan oleh nelayan asing Perampokan di laut Klaim dari pembeli di luar negeri Mengatasi Ancaman Peningkatan mutu produk perikanan 2Menerapkan usaha perikanan ramah lingkungan Koodinasi dan evaluasi terhadap peran dan fungsi pihak terkait Patroli dan pengawasan secara berkala Patroli dan pengawasan secara berkala Peningkatan standar mutu produk perikanan dan menerapkan sanitasi dalam setiap usaha perikanan

121 108 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil wawancara menentukan faktor internal dan internal pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lanjutan) Responden (2) : Agus Rama; Ketua Komisi B DPRD Kab. Tanjab Timur; Pendidikan: S1 Umur: 41 tahun Kekuatan Potensi lahan tambak dan wilayah laut yang luas. Dibentuknya DKP dan SMK Kelautan dan perikanan Mulai adanya peran LSM dan PT sebagai agen pembangunan Kemauan politik yang kuat Kabupaten, Propinsi maupun Pusat untuk mengembangkan perikanan dan kelautan Perikanan merupakan mata pencarian masyarakat pesisir di wilayah ini Pembangunan pelabuhan Muara Sabak Kelemahan Cara berusaha masih tradisional dan tertinggal dibanding pendatang Cepat merasa puas dengan yang didapatkan saat ini (kurang inovasi) Terabatasnya modal Kurang koordinasi antar phak dan berkepetingan, khususnya di lapangan Pendidikan dan keterampilan rendah Memanfaatkan Kekuatan Pengembangan tambak dan peningkatan kemampuan armada dan alat tangkap Penyusunan rencana pemanfataan SDP dan pemanfaatan tenaga lulusan dalam rangka pengembangan SDP pesisir Kerjasama LSM dan PT dalam rangka pembinaan dan transfer teknologi Mengajukan rencana pemanfaatan SDP secara tepat dan bertanggung jawab Mendorong keinginan masyarakat de ngan penyediaan sarana dan modal Ekspansi pasar produk perikanan Mengatasi Kelemahan Pelatihan dan kursus usaha perikanan Pelatihan dan kursus sistem dan pengembangan pasar serta pembinaan Pemanfaatan sumber modal secara optimal Peningkatan koordinasi dan evaluasi peran dan fungsi di lapangan Pembinaan, pelatihan dan kursus Peluang Besarnya potensi dan permintaan pasar, khususnya dari negara tetangga Harga produk perikanan cukup tinggi Kecil komponen impor Adanya kredit diperuntukan bagi nelayan dan petani ikan Tersedianya dana CD dari perusahaan besar di wilayah ini Ancaman Persaingan pasar diera globalisasi Pencurian ikan oleh nelayan asing Rusaknya lingkungan Masalah kemananan baik di laut, pertambakan dan pesisir Memanfaatkan Peluang Meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi permintaan pasar Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan Peningkatan produksi perikanan secara optimal Mempermudah prosedur dan persyaratan mendapatkan kredit Mengajukan proposal mendapatkan dana CD dan pembuatan nota kerjasama dengan peusahaan Mengatasi Ancaman Meningkatkan manajement pemasaran dan standart mutu perikanan Peningkatan pengawasan dan patroli Pengawasan yang ketat dalam menerapkan perikanan berwawasan lingkungan Pengawasan, penegakan hukum dan peningkatan patroli di laut

122 109 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil wawancara menentukan faktor internal dan internal pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lanjutan) Responden (3) : H.M. Havidz Aima; Peneliti pada Pemda Provinsi Jambi Pendidikan: S3; Umur: 50 tathun Kekuatan Potensi SDP pesisir dan laut belum tergali secara optimal Kemauan kuat (eager) masyarakat perikanan sebagai sumber matapencarian Telah dibentuknya instansi khusus menangani perikanan Dibangunya akses transportasi ke wilayah pesisir (jembatan Batang Hari 2, pelabuhnan Ma. Sabak dan ruas jalan) Sudah ada perangkat hukum yang memberi kewenangan untuk mengelola SDP pesisir dan lautan Memanfaatkan Kekuatan Pembuatan rencana yang tepat untuk pemanfaatan SDP pesisir dan laut Membantu penyediaan sarana, pembi naan dan kemudahan kredit Penyusunan rencana pengembangan SDP dan peningkatan SDM aparat Pemanfaatan sarana transportasi dan pelabuhan untuk pengembangan SDP dan kemudahan ekspor Penyiapan dokumen perencanaan sebagai dasar pengembangan SDP pesisir Kelemahan Masih rendahnya SDM petani nelayan, pengolah hasil perikanan maupun aparat pembina (Dinas dan penyuluh) Modal masih terbatas Cepat puas dari apa yang telah didapatkan (kurang jiwa entrepreneur) Belum adanya master plan pembangunan wilayah pesisir Peluang Untuk produk makanan dan barang konsumsi permintaan akan selalu meningkat seiring dengan bertambah penduduk Dekat dengan pusat perdagangan internasional (Singapura) Tersedianya teknologi sesuai dengan kondisi wilayah Ikan mengandung gizi tinggi dan rendah kolesterol Harga ikan cukup tinggi di pasar ekspor Ancaman Dapat menganggu ekosisitem pesisir Persaingan dengan produk yang sama Klaim dari pembeli Keamanan berusaha Pencurian ikan oleh nelayan asing Mengatasi Kelemahan Peningkatan SDM petani ikan, nelayan dan pengelola (aparat) SDP pesisir Mencari dan memanfaatakan sumber modal secara optimal Mengembangkan jiwa kewirausahan Penyusunan dan penetapan tata ruang wilayah pesisir Memanfaatkan Peluang Meningkatkan produksi perikanan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar Perluasan pasar produk perikanan Mengadopsi teknologi dengan melakukan uji coba lapangan Peningkatan produksi dan diversifikasi produk perikanan Peningkatan produksi untuk mengembangkan ekspor produk perikanan Mengatasi Ancaman Melarang penggunaan bahan dan alat terlarang dalam setiap usaha perikanan serta menerapkan sistem ramah lingkungan Meningkatkan mutu produk perikanan Meningkatkan mutu produk perikanan Peningkatan patroli dan pengawasan di laut

123 110 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil wawancara menentukan faktor internal dan internal pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lanjutan) Responden (4) : Joni Efendi: Wakil Kepala Sekolah Sekolah Menengah Kelautan dan Perikanan Tanjung Jabung Timur; Pendidikan : S1; Umur: 38 tahun Kekuatan Komitmen pemerintah yang kuat mengembangkan perikanan Luasnya wilayah pesisir yang di dalamya terkandung potensi perikanan cukup besar Keinginan manyarakat yang besar untuk mengembangkan SDP pesisir. Tersedianya pelabuhan ekspor dan mulai lancarnya hubungan antar wilayah pesisir Mulai adanya peran LSM dan PT Adanya payung hukum untuk mengelola SDP UU 54/1999, UU 32/2004, UU 31/2004). Kelemahan Terbatasnya modal usaha Masih kurangnya koordinasi antar pihak terkait Produk perikanan merupakan produk yang cepat busuk Rendahnya SDM Sulitnya mendapatkan benih yang baik secara kualitas dan kontinutas Peluang Pasar produk perikanan masih terbuka Tersedianya dana yang diperuntukan bagi sektor perikanan baik dari Bank maupun dari keuntungan BUMN Adanya dana CD dari perusahaan (Petro Cina, PT. WKS dan PGN) Dekat dengan pusat perdagangan Tersedianya teknologi spesifkasi lokasi yang dapat dimanfatkan Kerjasama Goverment to Goverment (IMSGT) Ancaman Terganggunya lingkungan pesisir Pencurian ikan oleh nelayan asing Persaingan pasar dengan komoditas yang sama dari daerah atau Negara lain Perampokan di laut Masih adanya egosektor dari berbagai pemangku kepentingan Memanfaatkan Kekuatan Menindaklanjuti dengan penyusunan rencana pengembangan dan merealisasikan dalam bentuk proyek dan kegiatan Mendatangkan pemodal untuk memanfaatkan dan mengembangkan SDP pesisir secara optimal Melakukan pembinaan, penyediaan sarana serta kemudahan dapat kredit Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan untuk tujuan ekspor Kerjasama dengan LSM dan PT dalam pendampingan, penyuluhan dan kaji terap paket teknologi Menindaklanjuti dengan mebuat rencana pengembangan yang optimal dan tepat Mengatasi Kelemahan Menyalurkan dana dan kredit yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan SDP pesisir Peningkatan koordinasi pihak terkait Penanganan produksi perikanan secara higeinis dan ramah lingkungan Peningkatan kualitas SDM Pembangunan panti benih Memanfaatkan Peluang Mengembangkan pangsa pasar produk perikanan Menggusahakan kemudahan mendapat dana baik cuma-cuma, bergulir atau pinjaman MOU dengan perusahan untuk mengalokasikan sebagian dana CD untuk pengembangan usaha perikanan Mengadopsi teknologi yang sesuai dengan kondisi lapangan Menindaklanjuti dengan meningkatan perdagangan produksi perikanan Mengatasi Ancaman Menerapkan sistem ramah lingkungan Peningkatan patroli pengamanan laut Peningkatan mutu, sanitasi dan menerapkan sistem ramah lingkungan Peningkatan patroli pengamanan laut Koordinasi untuk menyamakan persepsi, visi dan misi mengelola SDP pesisir

124 111 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil wawancara menentukan faktor internal dan internal pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lanjutan) Responden (5): Anwar Sadat; Pendidikan: S1 ; Subdin Kehutanan Dinas Kehutananan dan Perkebunan Kab. Tanjab Timur; Pendidikan: S1; Umur: 32 Kekuatan Potensi perikanan tangkap dan lahan tambak masih tersedia cukup luas Minat masyarakat berusaha disektor perikanan cukup besar Telah dibentuknya DKP dan SMK Kelautan dan perikanan. Adanya pelabuhanlaut Ma. Sabak Mulai besarnya perhatian pemerintah dalam sektor perikanan pesisir Adanya kelembagaan dimasyarakat yang mendukung aktifitas perikanan pesisir Kelemahan SDM pelaksana pembangunan rendah, terlebih lagi petani, nelayan dan pengolah hasil perinkanan Terbatasnya modal untuk pengembangan Sebagian besar nelayan beoperasi dekat pantai (pantai s/d 3 mill laut) Terbatasnya informasi detail tentang potensi dan aspek teknis Peluang Dekat dengan Batam dan Singapura sebagai pusat perdagangan terkemuka Besarnya permintaan pada komoditas perikanan Mulai adanya perhatian lembaga perbankan, bahkan pemda untuk mengucurkan penjaman pada sektor ini Telah adanya teknologi yang dapat dimanfaatkan mengembangkan sektor perikanan pesisir Produk perikanan tujuan ekspor sangat menguntungkan. Ancaman Rampok dan bajak laut yang sering beraksi (faktor keamanan) Konflik kepentingan pemanfaatan lahan Persaingan dalam perdagangan global Kerusakan lingkungan Penolakan terhadap produk perikanan yang diekspor (kartel perdagangan) Memanfaatkan Kekuatan Pemanfaatan SDP pesisir secara optimal, tepat dan ramah lingkungan Melakukan pembinaan, pengyediaan modal agar mendapatkan hasil optimal Membuat rencana pengembangan yang tepat dan berkoordinasi dengan SMK Meningkatkan ekspor produk perikanan Membuat rencana pengembangan SDP yang tepat untuk ditindaklanjuti Mengoptimalkan peran berbagai pihak dalam pengembangan SDP pesisir Mengatasi Kelemahan Peningkatan kualitas SDM pelaku usaha perikanan pesisir Mengajukan pinjaman dari berbagai lembaga keuangan dan koperasi Meningkatkan kapasitas armada dan alat penangkapan ikan di laut Melakukan penelitan dan survey detail potensi sumberdaya perikanan pesisir Memanfaatkan Peluang Mengembangkan pasar produk perikan- an dan ekspor melalui Singapura Menigkatkan produksi dan produktivitas untuk mengembangkan pemasaran Mengusahakan deregulasi persyaratan pinjaman untuk mendapatkan kredit Kerjasama dengan berbagi pihak dalam mengadopsi teknologi spesifikasi lokasi Memanfaatkan pasar ekspor untuk produk atau komoditas perikanan Mengatasi Ancaman Peningkatan patroli laut oleh aparat keamanan Koordinasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan Peningkatan kemampuan pemasaran dan meningkatkan mutu produk Melarang penggunaan bahan, alat dan cara terlarang dalam usaha perikanan Meningkatan mutu dan hieginitas produk sesuai permintaan konsumen

125 112 Lampiran 4. Rekapitulasi hasil wawancara menentukan faktor internal dan internal pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lanjutan) Responden (6): Aman, S; Pedidikan: S1 ; Bidang Evaluasi dan Litbang Bapelitbangda Kab. Tanjab Timur; Pendidikan: S1 Umur: 37 tathun Kekuatan Potensi lahan tambak cukup besar dan perairan laut yang luas (90 % dari yang dimiliki Provinsi Jambi) Komitmen dan kemauan politik Pemda Kabupaten, Provinsi Jambi dan Pusat pada sektor perikanan pesisir. Besarnya minat masyarakat untuk memenfaatkan potensi SDP pesisir Pembangunan pelabuhan Ma. Sabak dan jembatan Batang hari 2. Dibentuknya instansi yang khusus menangani sektor perikanan pesisir Adanya kelembagaan dan payung hukum dalam pemanfataan SDP pesisir Kelemahan Rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani, nelayan dan pengolah ikan Lemahnya koordinasi dari instansi terkait pada tingkat lapangan Belum tersedianya data spesifik dan detail tentang potensi informasi teknis Kurangnya sarana dan prasana untuk menunjang usaha perikanan Peluang Banyaknya pesanan produk perikanan dari lokal maupun luar negeri Tersedianya dana yang dapat dimanfaatkan untuk sektor perikanan baik dari Pemda, Bank, BUMN dan dana CD dari perusahaan besar di wilayah ini Dekat dengan pusat perdagangan jasa internasional Tersedianya teknologi spesifikasi lokasi dan ramah lingkungan Ancaman Kerusakan linkungan pesisir Klaim terhadap produk perikanan dari pembeli di luar negeri Pencurian ikan oleh nelayan asing dan perampokan di laut Persaingan dalam pemanfaatan ruang dan lahan Memanfaatkan Kekuatan Pemanfaatan lahan potensi tambak untuk budidaya perikanan dan peningkatan armada tangkap nelayan Menyusun rencana pemanfataan SDP secara optimal yang ditujukan kepada Pemda Kabupaten, Provinsi dan Pusat Menyediakan kebutuhan untuk pengembangan perikanan pesisir serta melakukan pembinaan Sarana pengiriman produk perikanan melalui jalur laut dengan tujuan ekspor maupun interinsuler Kelembagaan yang ada dijadikan mitra dalam pengembangan perikanan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Mengatasi Kelamahan Peningkatan SDM melalui pelatihan, kursus dan penyuluhan Melakukan koordinasi secara berkala mulai dari perencanaan s/d evaluasi Pelu dilakukan penelitian mendalam tentang potensi SDP pesisir Pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai skala prioritas Memanfaatkan Peluang Peningkatan produksi untuk memenuhi permintaan pasar Mengajukan kemudahan mendapatkan pinjaman dana dari lembaga keuangan serta memanfaatkan dana CD perusahaan untuk sektor perikanan Pengembangan pasar ekspor dan diversifikasi produk perikanan Memanfaatkan teknologi spesifikasi lokasi ramah lingkungan didahului dengan kaji terap di lapangan Mengatasi Ancaman Mencegah kerusakan dengan menerapkan usaha perikanan ramah lingkungan dan tidak menebang bakau Peningkatan mutu produk perikanan Patroli pengamanan laut Penetapan zona penangkapan dan penyusunan tata ruang pemanfaatan wilayah pesisir

126 Lampiran 5. Rekapitulasi Skor keterkaitan berbagai pihak dalam pengembangan perikanan di wilayah Pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Responden Pihak Terkait A B C D E F G H I J K L M N O P Keterangan: A = Dinas Kelautan dan Perikanan, B = Bapelibangda, C= Dinas Kehutanan dan Perkebunan, D= Dinas Perhubungan, E=AL, F=Kepolisian, G=Bank, H=BPN, I=Disperindagkop, J = KUD Nelayan, K=PT, L=LSM, M=Bag.LH, N=Balai KSDA dan O=Desa, P = TNB 1=sedikit, 2=cukup, 3=dominan 113

127 Lampiran 6. Hasil pengisian skor keterkaitan berbagai pihak dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur No Responden Lembaga Terkait Pendidikan Pekerjaan/Jabatan A B C D E F G H I J K L M N O P 1. M. Nur Yusuf D IV DKP Tanjab Timur 2. Aman. S S 1 Bapelitbangda 3. Anwar Sadat S 1 Dishutbun 4. Abdul Deju D 3 Dsihub 5. Kap AL Suryono Akmil Angkatan Laut 6. Kap.Pol Romada Secapa Pol Polisi 7. Jaelani S 1 Disperindagkop 8. Sudiro SLTP BPD/KUD Nelayan 9. Sugihartono S 2 Dosen/peneliti 10. Husni Tamrin S 1 Ka. LSM Pinse 11. N. Rizal S 2 Bapedalda 12. M.Cili SLTA KSDA Jambi 13. Abidin D 3 Kepala Desa Sei.Itik 14. Harjo S 1 Polhut TNB 15. Yubi S 1 BPD Tanjab Timur 16 Yusrak Yunus SLTA BPN Tanjab Timur Keterangan: A = Dinas Kelautan dan Perikanan, B = Bapelibangda, C= Dinas Kehutanan dan Perkebunan, D= Dinas Perhubungan, E=AL, F=Kepolisian, G=Bank, H=BPN, I=Disperindagkop, J = KUD Nelayan, K=PT, L=LSM, M=Bag.LH, N=Balai KSDA dan O=Desa, P = TNB 1=sedikit, 2=cukup, 3=dominan 114

128 Lampiran 7. Peran berbagai pihak terkait dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pihak Peran di lapangan Peran yang diharapkan Dasar pelaksanaan terkait DKP Pengaturan, perencanaan, pembinaan, pelaksanaan, pezinan, pengawasan, evaluasi dan penyidikan Pengaturan, perencanaan, pembinaan, pelaksanaan, perizinan, pengawasan, evaluasi dan penyidikan Perda Kabupaten Tanjab Timur No. 23/ tahun 003 Bapelitbangda Koordinasi perecanaan, evaluasi program, kerjasama, pengawasan, litbang dan pelaksanaan program Koordinasi perencanaan, evaluasi program, litbang, dan kerjasama. Perda Kabupaten Tanjab Timur No.. 11 tahun 2003 Dsihutbun Konservasi, rehabilitasi, pembinaan masyarakat sekitar hutan mangrove dan penyidikan Konservasi, rehabilitasi, pembinaan masyarakat dan penyidikan Perda Kabupaten Tanjab Timur No.19 tahun 2003 Dishub Patroli laut bersama, dan perizinan layak kapal ikan. Patroli laut bersama, izin layak kapal masukan dalam penetuan zona penangkapan ikan Perda Kabupaten Tanjab Timur No. 18 tahun 2003 AL Patroli laut bersama, penegakan hukum dan kedaulatan Patroli laut bersama, penegakan hukum & kedaulatan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI di laut menangkap dan mengusir pencurian oleh nelayan asing di laut, menagkap dan mengusir pencurian oleh nelayan asing Kepolisian Patroli laut bersama, penegakan hukum dan Patroli laut bersama, penegakan hukum dan UUNo. 2 tahun 2001 tetang POLRI penanggulangan perampokan di laut penanggulangan perampokan di laut Bank Pendanaan (modal) Pendanaan (modal) dan pembinaan usaha UU 7 /1992 tentang perbankan BPN Penetapan status tanah, perzinan, dan tata guna tanah Penetapan status tanah, perzinan dan tata guna tanah Permen Agraria/ Ka.BPN No. 2 tahun 1994 Disperindagkop Pembinaan perkoperasian, industri dan pemasaran hasil perikanan Pembinaan perkoperasian, industri dan pemasaran hasil perikanan Perda Kabupaten Tanjab Timur No. 12 tahun 2003 Koperasi Simpan pinjam, saprodi, peralatan usaha dan Simpan pinjam, saprodi, peralatan usaha dan AD, ART pemasaran pemasaran PT Pendampingan usaha, penyuluhan dan penelitian (survey) Pendampingan usaha, penyuluhan, transfer teknologi dan penelitian Tri Darma PT, kerjasama, kontrak kerja LSM Pendampingan, bantuan usaha dan penyuluhan. Pendampingan, bantuan usaha dan penyuluhan. Kerajsama, kontark kerja Bag.. LH Izin usaha - Perda Kabupaten Tanjab Timur No. 4 tahun 2003 Balai KSDA Pengawasan batas CA hutan mangrove, konservasi, rahabilitasi, dan pembinaan masyarakat sekitar CA hutan mangrove Pengawasan batas CA hutan mangrove, konservasi, rehabitasi dan pembinaan masyarakat sekitar CA hutan mangrove Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 6187/Kpts-II/2002 TNB Konservasi, rehabilitasi, pengawasan dan pembinaan masyarakat sekitar TNB Konservasi, rehabilitasi, pengawasan dan pembinaan masyarakat sekitar TNB Desa Menyelenggrakan urusan pemerintahan desa Menyelenggrakan urusan pemerintahan desa UU No.32 tahun 2004 Perusahaan - Membantu pengembangan usaha perikanan Aturan dalam kontrak PSC masyarakat Pesisir melalui dana comuniy development (CD) perusahaan Keputusan. Menhut RI No. 185/Kpts- II/

129 Lampiran 8 Asal kapal perikanan asing illegal di WPP Indonrsia khusunya WPP 2 Laut Cina Selatan, makalah pada forum pebgkajian stock pada Desember 2005 (Ditjrnd. Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, DKP RI, 2005) 115

130 Lampiran 8 Asal kapal perikanan asing illegal di WPP Indonrsia khusunya WPP 2 Laut Cina Selatan, makalah pada forum pebgkajian stock pada Desember 2005 (Ditjrnd. Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, DKP RI, 2005) Tanjab Timur 116

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI RISWANDI

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI RISWANDI ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI RISWANDI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana Rencana Tata Ruang Propinsi/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan adalah mengukur kualitas hidup, yang merefleksikan aspek ekonomi, sosial dan psikologis. Dalam aspek ekonomi, maka kemampuan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Nama Unit Pelaksana : Direktorat Kelautan dan Perikanan Email :ningsih@bappenas.go.id Abstrak Wilayah pesisir dan laut Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengalaman paradigma pembangunan bangsa Indonesia selama kurun waktu pembangunan jangka panjang I yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek penting

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 7

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 7 POLA PEMBERDAYAAN TRANSMIGRASI NELAYAN GASAN GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN Oleh : Eni Kamal 1), Suardi ML 1), Hasan Basri Nst 1), Irman 2) dan Sriwidiyas Tuti 1) 1) Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan INDONESIA Ketahanan Pangan Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan Harmonisasi Kebijakan & Program Aksi Presentasi : Pemicu Diskusi II Bp. Franky O. Widjaja INDONESIA BIDANG AGRIBISNIS,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BAB III ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Isu Strategis Dalam penyusunan renstra Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tentunya tidak terlepas dari adanya isu strategis pembangunan Kota Bogor, yaitu : a. Pengembangan

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN Mata Kuliah : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kode MK : M10B.111 SKS : 3 (2-1) DOSEN : Syawaludin Alisyahbana Harahap, S.Pi.,., MSc. DASAR-DASAR PENGELOLAAN PESISIR UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011, mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011, mulai 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011, mulai dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan. Penelitian

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Strategi perusahaan menggambarkan arah perusahaan secara keseluruhan mengenai sikap perusahaan secara umum terhadap arah pertumbuhan

Lebih terperinci