BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Permanen 1. Pengertian sediaan permanen Pembuatan sediaan adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan suatu menjadi media, specimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (W.A. New Dorland,2002). Sedangkan menurut Shofyatul Yumna Triyana pengertian sediaan adalah sampel spesimen yang diletakkan atau dioleskan pada permukaan gelas obyek (object glass) atau slides, dengan atau tanpa pewarnaan, yang selanjutnya dapat diamati di bawah mikroskop. Karena pada umumnya dalam pengamatan sediaan permanen parasitlogi dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung secara mikroskopik, maka pengamatan ini tidak terlepas dengan penggunaan mikroskop. Sedangkan pada penggunaan mikroskop harus memperhatikan dua hal penting,yaitu: 1. kemampuan memisahkan artinya jarak terkecil anatara dua titik objek,jika keduanya masih terlihat sebagai titik yang terpisah. 2. Perbesaran Artinya sebagai rasio ukuran bayangan terhadap ukuran objek dalam istilah jarak linear. (Finn Genser,1994) 4

2 5 2. Macam-macam sediaan Berdasarkan lama daya tahan, terdapat 3 jenis sediaan, yaitu ; sediaan sementara, sediaan semipermanen, dan sediaan awetan/permanen. Disebut sebagai sediaan sementara karena sifat sediaan tersebut tidak tahan lama, hal tersebut disebabkan dalam pembuatan sediaan sementara menggunakan medium berupa air atau bahan kimia yang mudah menguap. Yang kedua disebut sebagai sediaan semipermanen karena sediaan tersebut mempunyai daya tahan ± 1 pekan dan media yang digunakan adalah gliserin. Dan yang terakhir adalah sediaan awetan/permanen, dimana di dalam pembuatan sediaan tersebut telah dilakukan proses histologis yang kemudian diawetkan dengan menggunakan entelan. Berdasarkan metode pembuatannya, sediaan dibedakan menjadi lima, yaitu ;whole mount atau membuat sediaan utuh, semear (ulas) untuk mendapatkan selaput tipis pada obyek glass dari sampel yang diulas/dioleskan pada obyek glass tersebut, squash yang dilakukan dengan cara menekan sediaan dengan deck glass, section atau fiksasi tumbuhan, dan yang terakhir adalah marserasi, yaitu memisahkan serat-serat dari pohon kayu yang keras (Djukri, 2007). Sedangkan jenis sediaan permanen parasitologi berdasarkan sampel yang digunakan dalam pembuatan sedian permanen, juga dibedakan menjadi lima macam, yaitu:

3 6 1) Sediaan cacing Sediaan cacing adalah sediaan yang sampelnya berupa telur cacing maupun cacing dewasa yang didapat lewat muntahan atau faeces. 2) Sediaan protozoa Sediaan protozoa adalah sediaan yang menggunakan sampel berupa protozoa yang ditemukan dalam faeces. 3) Sediaan entomology Sediaan entomology adalah sediaan entomology sediaan yang menggunakan sampel berupa kutu,insekta,dll. 4) Sediaan tropozoit Sediaan tropozoit adalah sediaan yang menggunakan sampel darah yang dibuat apusan (darah tebal maupun darah tipis) untuk menemukan tropozoit, sizon, dan gametosit pada penyakit malaria). (Is. Suhairiah Ismid, 2000) 3. Daya tahan sediaan permanen Meurut Suharsa dan Ana Retnoningih daya tahan berdasar etiologi dibagi menjadi 2 kata, yaitu: daya dan tahan. Daya diartikan sebagi kekuatan, tenaga ataupun cara. Sedangkan tahan diartikan sebagai tetap keadaannya. Meskipun mengalami berbagai hal, tidak lekas rusak dan kuat. Jadi, dapat diartikan bahwa daya tahan sediaan permanen adalah kemampuan maupun kekuatan sediaan permanen dalam mempertahankan

4 7 keadaannya. Daya tahan sediaan permanen dapat diketahui dengan melakukan pengamatan dari hari ke hari baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Dalam pembuatan dan penyajian sediaan permanen tentunya harus diawetkan dengan zat kimia yang cocok sehingga parasit pada sediaan permanen itu akan tetap utuh memiliki struktur dan komposisi molekuler sama seperti di dalam badannya. Hal ini nampaknya mudah, tetapi dalam praktiknya tidak begitu mudah, hampir terdapat artifak dalam pembuatannya (Junquiera,Cornerio,Kelley,1998). Agar terhindar dari resiko kerusakan struktur fisik parasit dan untuk tetap mempertahankan sifat-sifat morfologik dan kimia parasit dari pencernaan jaringan oleh enzyme-enzym (otolisis) atau bakteri, maka parasit harus diperlakukan dengan tepat dan memadai sebelum atau secepat mungkin dengan jalan memberikan perlakuan fiksasi, Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah kerusakan jaringan, menghentikan proses metabolisme secar cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan (Affuwa, 2007). 4. Teknik pembuatan sediaan permanen a. Fiksasi Distibusi umum dari material yang menyebabkan struktur sel dapat terlihat jelas melalui pengamatan mikroskopik adalah dengan teknik fiksasi yang memadai. Distribusi tersebut memberikan pengaruh secara nyata

5 8 terhadap teknik selanjutnya yaitu ; dehidrasi, clearing, dan mounting. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah kerusakan jaringan, menghentikan proses metabolisme secar cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai sehingga bisa diketahui bagianbagian jaringan (Affuwa, 2007). Osmium tetroksida (p.111) merupakan bahan fiksatif yang baik untuk sediaan yang akan diamati dengan menggunakan mikroskop elektron karena Osmium tetroksida bereaksi dan masuk ke dalam sebagian besar struktur sel, memberikan kontras pada setiap struktur sel tersebut. Bahan fiksatif hanya digunakan sebagai zat pengencer karena zat pengecer tersebut mampu menyebar ke dalam sel. Bahan fiksasi tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk yang berbeda; berdasarkan pengaruhnya terhadap protein, sebagai pembentuk precipitat atau bukan pembentuk precipitat, atau berdasarkan kemampuannya dalam mengatur beberapa struktur sel. Beberapa contoh bahan fiksasi yang sering digunakan adalah alkohol, formalin, asam asetat, asam pikrat, asam kromik, Potassium dikromat, Merkuri klorida, Kadmium klorida, Kobalt nitrat, Osmium tetroksida atau asam osmik, dan aseton (McManus dan Robert W. Mowry, 1960).

6 9 b. Dehidrasi Pengambilan air dari dalam larva nyamuk dengan menggunakan alkohol merupakan tujuan dari teknik dehidrasi. Para ahli di bidang sitologi menjelaskan bahwa teknik dehidrasi dilakukan secara perlahan-lahan dan menggunakan alkohol bertingkat, dimulai dari alkohol dengan konsentrasi 30% atau 50% dan memindahkan jaringan dari alkohol dengan konsentrasi rendah sampai dengan alkohol dengan konsentrasi tertinggi (McManus dan Robert W. Mowry,1960). c. Clearing Pada teknik clearing, larva nyamuk dipindah dari alkohol absolute ke dalam bahan clearing, hal ini menunjukkan bahwa teknik clearing bertujuan untuk menjadikan struktur tubuh larva terlihat jelas.teknik clearing dipercepat oleh agitasi perlahan-lahan dari tubuh larva yang berada di dalam larutan pengencer. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk merendam larva nyamuk dalam larutan clearing terlalu lama. Syarat cairan clearing yang baik adalah cairan clearing yang mempunyai index refraksi tinggi dan cepat menarik alkohol seperti xylol, toluol, dan bensen (McManus dan Robert W. Mowry,1960). d. Mounting Teknik mounting merupakan proses terakhir sebelum sediaan permanen larva nyamuk Aedes aegypti diamati secara makroskopik dan mikroskopik. Pada teknik ini entelan digunakan sebagai perekat di akhir

7 10 pengerjaan dan selanjutnya sediaan larva ditutup dengan deck glass (A.Tamyis Ali Imron, 2008). 5. Teknik mounting Mounting adalah prosedur terakhir di dalam serangkaian proses pembuatan sediaan permanen, dimana proses mounting tersebut dilakukan setelah proses fiksasi,dehidrasi,dan clearing (Walter Dioni,2002). Menurut Ephidayat (2008), pengawetan (mounting/ preservation) melalui metode kering meliputi: 1. Untuk serangga yang akan diawetkan dengan cara pengawetan kering, terlebih dahulu harus dilakukan kegiatan perentangan serangga dengan menggunakan alat bantu. 2. Spesimen-spesimen yang akan diawetkan kering dimasukkan ke dalam sebuah ruangan dengan satu atau lebih bola lampu, ini digunakan untuk pengeringan yang cepat. 3. Banyak artropoda-artropoda bertubuh lunak dapat dikeringkan oleh pengeringan titik kritis, pengeringan beku, atau pengeringan hampa. Teknik-teknik ini menghasilkan spesimen-spesimen yang tidak begitu rapuh, tidak menunjukkan distorsi, dan sedikit sekali kehilangan warna dan akibatnya tidak menunjukkan indikasi penyerapan kembali air atau pembusukan sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. 4. Menurut Ephidayat (2008), pengawetan (mounting/ preservation) melalui metode basah meliputi: Serangga-serangga yang biasa diawetkan dengan cara basah adalah serangga-serangga sebagai

8 11 berikut ; serangga-serangga bertubuh lunak, serangga-serangga yang sangat kecil, larva dan nimfa serangga, artropoda-artropoda selain daripada serangga. Proses mounting ini merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengawetkan larva parasit nyamuk Aedes aegypti cara basah, karena menggunakan bahan cair berupa entelan/ kanada balsam. Didalam perlakuan mounting,sebelum preparat permanen ditutup meggunakan object glass maka preparat harus diberi zat perekat seperti entelan /kanada balsam. Entelan merupakan bahan mounting standar untuk histology,dan juga untuk taxonomy,zoology maupun botani. Entelan dibuat dengan cara mngumpulkan damar atau Abies balsamica (balsam fir) dan diencerkan dalam pelarut ( sebagian besar terdiri atas xylene), kanada balsam mempunyai sifat tidak dapat dicampur dengan air (Walter Dioni,2002). 6. Penyimpanan sediaan permanen Untuk mendapatkan sediaan permanen yang tidak mudah rusak selain dalam pembuatan atau pemrosesan sediaan yang harus dilakukan dengan benar tetapi juga dalam penyimpanan sediaan harus diperhatikan. Dalam penyimpanan sediaan permanen harus diatur secara sistematis pada setiap kotak dengan kantung kapur tohor,kamfer,kantung silica gel, serbuk belerang, paradichlorbenzen atau fenol, untuk mencegah jamur. Di dalam kotak diberi lampu 25 watt yang selalu menyala. Apabila kotak akan diambil untuk menentukan namanya atau untuk penenlitian, maka lampu harus dipadamkan.

9 12 Dasar kotak haruslah papan lunak atau bahan lunak agar mudah ditusuk dengan jarum. Bila ada jamur yang tumbuh, hendaknya dihapus dengan benzene dengan menggunakan kuas kecil. Untuk menghindari debu,tempat penyimpana hendaknya ditutup rapat atau disimpan di dalam ruang AC, atau almari (Hadikasrowo dan Roni Hendrik Simanjutak, 1996). Selain itu, sediaan permanen harus dijaga dari Musuh utama sediaan yaitu serangga dan kuman lain misalnya semut dan jamur. Untuk mengatasi hal ini dapat digunkan kapur barus yang diletakkan di dalam satu kotak terbuka yang diletakkan di dalam kotak penyimpanan sediaan permanen. Bilamana perlu dilakukan fumigasi dengan carbonsulfide atau methyl bromide (Bernardus Sandjaja, 2007). Spesimen yang telah dikeringkan dan dilabel disimpan dalam kotak serangga khusus atau yang dikenal dengan insektarium. Kotak tersebut dilapis dengan gabus atau styroform dan ditutup. Serangga disimpan pada tempat kedap udara yang dapat menghalangi serangga merusak sediaan permanen seperti semut, lipas atau ngengat. Obat ngegat (Naphtalene) dilekatkan pada kain di bagian bawah sebelah tepi kotak serangga beberapa waktu. Naphtalene diletakkan di permukaan dalam kotak dan dijemur sampai kering (Wittens dan Stefan, 2008) B. Gambaran Umum nyamuk Aedes Aegypti 1. Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti Secara taksonomis, klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:

10 13 Kingdom Filum Kelas Ordo Subordo Famili Subfamili Genus Subgenus Spesies : Animalia : Invertebrata : Insecta : Diptera : Nematocera : Culicidae : Culicinae : Aedes : Stegomiya : Aedes aegypti 2. Morfologi larva nyamuk Aedes aegypti Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri-ciri pada abdomen segmen VIII terdapat comb yang bergerigi dengan lekukan yang dalam seperti mahkota dengan jumlah 8 gigi yang tersusun satu baris. Selain itu juga terdapat corong pernapasan berbentuk gemuk dan terdapat sederet sirip (pekten). Pada segmen IX terdapat insang ekor yang berbentuk lonjong dan membraneous. Ciri lain yang bisa diamati adalah batang antena tanpa duri-duri kecil yang menyebar, bagian mulut tidak berubah sebagai larva yang bersifat predator dan bulu-bulu ventral brush tidak meluas sepanjang anal segmen (sundari, 2007).

11 14 Gambar larva Aedes aegypty a b c d Keterangan ; a. Kepala - Bagian kepala terdapat bulu sikat yang digunakan untuk mencari makan dan sepasang antena. - Batang antena tanpa duri-duri kecil yang menyebar. - Bagian mulut tidak berubah sebagai larva yang bersifat predator - Terdapat sepasang mata. b. Toraks - Terdapat bulu lateral - Bentuk kait panjang dan menonjol / selalu menonjol c. Abdomen - Bagian abdomen segmen ke-8, terdapat sifon sebagai alat pernapasan.

12 15 - Pada abdomen segmen VIII terdapat comb yang bergerigi dengan lekukan yang dalam seperti mahkota dengan jumlah 8 gigi yang tersusun satu baris. d. Ekor - Pada segmen IX terdapat insang ekor yang berbentuk lonjong dan membraneous. - Siphon relatif pendek dengan satu berkas rambut. di daerah subventral. - Bulu-bulu ventral brush tidak meluas sepanjang anal segmen. - Terdapat duri disamping gigi sisir anal. Telur aedes yaitu berbentuk ellips dengan 38 tiiik-titik poligonal pada seluruh dinding selnya. telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,8 mm, berbentuk oval. Di sekeliling telur tidak terdapat kantung udara yang berfungsi sebagai alat untuk mengapung (Ditjen PPM & PLP; 2002). Didalam tubuh serangga, badan lemak merupakan organ utama dari proses metabolisme. Berbagai macam bahan biokimia dan peranannya sangat menentukan terutama pada stadium larva. Oleh sebab itu komposisi kandungan badan lemak pada larva sangat tinggi dibandingkan dengan organ lainnya. Pada larva nyamuk kandungan badan lemaknya hampir mencapai 50% dari total berat tubuhnya. Selama perkembangan larva, organ ini bertanggung jawab dalam sintesis berbagai protein hemolimfa yang utama dan pada saat yang sama merupakan tempat penyimpanan komponen-komponen tersebut (Samsudin,2008).

13 16 Selain badan lemak, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh nyamuk, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, ataupun alkohol. Susunan molekulnya terdiri dari rantai molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan semula (Arpansi Andiko,2009). Pada proses fiksasi digunakan bahan fiksatif seperti alkohol dan formalin. Fiksatif harus mampu menghubungkan protein-protein sehingga mampu mempertahankan kondisi sel. di dalam proses fiksasi, kadar protein dalam tubuh larva menurun sejajar dengan meningkatnya kadar formalin yang digunakan. Pada proses dehidrasi digunakan alkohol dengan bermacam konsentrasi yang memiliki kegunaan sebagai larutan yang mampu membersihkan fiksatif dan menghilangkan sisa-sisa lemak. Sedangkan pada proses clearing, xylol bersifat mengeraskan jaringan tetapi bila terlalu lama bisa merapuhkan jaringan sehingga tidak disarankan penggunaan xylol dalam waktu yang lama (A.Tamyis Ali Imron, 2008).

14 17 C. Kerangka Teori Sample larva Aedes aegypti Proses Fiksasi Daya Tahan Sediaan Permanen Proses Dehidrasi Kualitas Sediaan permanen Larva Aedes aegypti Proses Clearing Proses Mounting Gambaran Mikroskopik Sediaan Permanen Penyimpanan Sediaan Permanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Entomologi Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda. Delapan puluh lima persen atau kira-kira 600.000

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metamorfosis sempurna, pipih bilateral, tidak mempunyai sayap, mempunyai alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metamorfosis sempurna, pipih bilateral, tidak mempunyai sayap, mempunyai alat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal merupakan parasit pada mamalia atau unggas, insekta ini mengalami metamorfosis sempurna, pipih bilateral, tidak mempunyai sayap, mempunyai alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB Laporan Praktikum Histotehnik Oleh: Lucia Aktalina Jum at, 14 September 2012 14.00 17.00 WIB Tujuan Praktikum: Melihat demo tehnik-tehnik Histotehnik,mulai dari pemotongan jaringan organ tikus sampai bloking,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan I. Tujuan: 1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan teknik teknik histoteknik yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 LAPORAN PRAKTIKUM Judul : Histoteknik Nama : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 Tujuan Praktikum : 1. Melihat demonstrasi pembuatan preparat histology mulai dari fiksasi jaringan hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si

PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si Penyajian spesimen objek biologi sebagai media pembelajaran Biologi dapat mengembangkan ketrampilan anak antara lain dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN Kelompok 1 Ardhania Pratiwi Erma Yunita Nur Azizah Yunita Putri JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preparat Awetan 1. Pengertian Preparat Awetan Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR Disusun Oleh: Nama : Juwita NIM : 127008003 Tanggal Praktikum: 22 September 2012 Tujuan praktikum: 1. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan Tissue Processing.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK NAMA PRAKTIKAN : Ramadhan Bestari GRUP PRAKTIKAN : Grup Pagi (08.00-11.00) HARI/TGL. PRAKTIKUM : Rabu, 24 Oktober 2013 I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu memahami dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH PENGGUNAAN THINNER SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI FORMALIN UNTUK PENGAWETAN SPESIMEN BIOLOGI PADA VERTEBRATA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengetahuan mengenai anatomi mikroskopis baik tentang hewan maupun tumbuhan banyak diperoleh dari hasil pengembangan sediaan mikroteknik atau yang juga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Teknik Pengelolaan Sediaan Sitologi

Teknik Pengelolaan Sediaan Sitologi Teknik Pengelolaan Sediaan Sitologi ( Dibacakan pada Simposium Prosedur dan Analisis FNAB yang Tepat dalam Meningkatkan Akurasi Diagnosis ) Oleh : Bethy S. Hernowo, dr., Sp.PA(K)., Ph.D Sitologi adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK Definisi: cara pembuatan sediaan histologik yg dpt diamati di bawah mikroskop Macam sediaan histologik: sediaan segar & sediaan permanen Sediaan Segar Sediaan hidup

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK TUMBUHAN DEVI WAHYUNINGSIH 3425131060 PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 1 PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 Oleh : Drs. Suyitno Al, MS 2 PENDAHULUAN Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi, menggali pengetahuan dari objek-objek biologi. Sebagai Objeknya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN Nama : Yulia Fitri Djaribun NIM : 127008005 Tanggal : 22 September 2012 A.Tujuan Praktikum : 1. Agar mahasiswa mampu melakukan proses

Lebih terperinci

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Berumur 30, 60, 90, dan 120 hari Hewan uji 2. Pakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Epy Muhammad Luqman Bagian Anatomi Veteriner (Anatomi Perkembangan) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Tujuan : mempelajari keadaan morfologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk 1. Nyamuk sebagai vektor Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Biologi merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari seluk beluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Biologi merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari seluk beluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari seluk beluk makhluk hidup beserta lingkungan tempat hidupnya. Agar tujuan pembelajaran dapat terwujud dan tercapai

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

MIKROSKOP A. PENDAHULUAN

MIKROSKOP A. PENDAHULUAN MIKROSKOP A. PENDAHULUAN Mikroskop merupakan salah satu alat yang penting pada kegiatan laboratorium sains, khususnya biologi. Mikroskop merupakan alat bantu yang memungkinkan kita dapat mengamati obyek

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup bertahan hidup secara berkegantungan, termasuk nyamuk yang hidupnya mencari makan berupa darah manusia, dan membawa bibit penyakit melalui nyamuk (vektor).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu 44 BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3 1. Serangga yang sudah dikoleksi dapat diawetkandengan cara dikeringkan yang disebut dengan... Preparat Herbarium Insektarium Terrarium Serangga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pepaya Pepaya ( Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman pepaya (Carica papaya) diduga berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Tanaman ini oleh para pedagang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA kaki) 6) Arthropoda dibagi menjadi 4 klas, dari klas klas tersebut terdapat klas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nyamuk Arthropoda adalah binatang invertebrata; bersel banyak; bersegmen segmen;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

METODE DASAR MIKROTEKNIK DAN PEWARNAAN HISTOLOGI

METODE DASAR MIKROTEKNIK DAN PEWARNAAN HISTOLOGI METODE DASAR MIKROTEKNIK DAN PEWARNAAN HISTOLOGI Nama : Kelompok I Kelas D MIKROTEKNIK Mikroteknik atau teknik histologi merupakan ilmu atau seni mempersiapkan organ, jaringan atau bagian jaringan untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN KEPADATAN POPULASI LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. DI LINGKUNGAN FKIP UNIVERSITAS JEMBER

IDENTIFIKASI DAN KEPADATAN POPULASI LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. DI LINGKUNGAN FKIP UNIVERSITAS JEMBER IDENTIFIKASI DAN KEPADATAN POPULASI LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. DI LINGKUNGAN FKIP UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI Oleh SUNDARI NIM. 030210103068 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA 1 KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA Sitti Wahyuni, MD, PhD Bagian Parasitologi Universitas Hasanuddin, wahyunim@indosat.net.id INDIKASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Nyamuk Aedes sp tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan mencapai 950 spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius terhadap manusia dan binatang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3 bulan. Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Program Teknik Mesin,

BAB III METODE PENELITIAN. 3 bulan. Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Program Teknik Mesin, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Jadwal Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal pengesahan usulan oleh pengelola program studi sampai dinyatakan selesai yang direncanakan berlangsung

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

SOAL ULANGAN HARIAN IPA BAB 1, 2 dan 3

SOAL ULANGAN HARIAN IPA BAB 1, 2 dan 3 SOAL ULANGAN HARIAN IPA BAB 1, 2 dan 3 Nama:. No. abs:.. Kelas: Jangan lupa berdoa sebelum mengerjakan! Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar, dengan memberikan tanda silang (X) pada huruf a, b,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi : Arthropoda Classis : Insecta

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan atau desain penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Tinjauan Ikhtiologi Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. B. Waktu dan tempat penelitian Tempat penelitian desa Pekacangan, Cacaban, dan Ketosari Kecamatan

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten :

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : PEDOMAN PRAKTIKUM Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KEGIATAN i MIKROSKOP Prosedur A. Memegang dan Memindahkan Mikroskop 1. Mikroskop dipindahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Alat dan bahan tercantum dalam Lampiran 1. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Malaria Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit malaria dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini dapat menemukan

Lebih terperinci

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.5 Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental 2.6 Sampel 2.6.1 Jenis dan Kriteria Sampel Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk seperti malaria

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

Spesimen Awetan dalam Blok Resin untuk Media Pembelajaran Biologi. Oleh: Budiwati Staf pengajar FMIPA UNY

Spesimen Awetan dalam Blok Resin untuk Media Pembelajaran Biologi. Oleh: Budiwati Staf pengajar FMIPA UNY Spesimen Awetan dalam Blok Resin untuk Media Pembelajaran Biologi Oleh: Budiwati Staf pengajar FMIPA UNY Pendahuluan Biologi merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari struktur fungsi makhluk

Lebih terperinci

PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

PRAKTIKUM HISTOTEKNIK PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Tujuan: i) Melihat pada demo teknik-teknik Histologi, termasuk persiapan sampel dan penggunaan mikroskop ii)latihan membuat preparat histologi jaringan masing-masing yang dapat dianalisa

Lebih terperinci

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Achmad Slamet Aku, S.Pt., M.Si. Drh. Yamin Yaddi Drh. Restu Libriani, M.Sc. Drh. Putu Nara Kusuma Prasanjaya Drh. Purnaning Dhian Isnaeni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. test-only control group design. Menggunakan 20 ekor tikus putih yang

III. METODE PENELITIAN. test-only control group design. Menggunakan 20 ekor tikus putih yang III. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan pola post test-only control group design. Menggunakan 20 ekor tikus putih yang telah diinduksi

Lebih terperinci