Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau. kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling good,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau. kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling good,"

Transkripsi

1 Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling good, having fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang menyenangkan. Sedangkan orang yang bahagia menurut Aristoteles (dalam Rusydi, 2007) adalah orang yang mempunyai good birth, good health, good look, good luck, good reputation, good friends, good money and goodness. Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai oleh individu tersebut. Seligman kemudian membagi emosi positif tersebut menjadi tiga macam yaitu emosi yang diarahkan atau datang dari masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Puas, bangga, dan tenang adalah emosi yang berorientasi pada masa lalu. Optimisme, harapan, kepercayaan, keyakinan dan kepercayaan diri adalah emosi yang berorientasi pada masa depan. Semangat, riang, gembira, ceria serta merujuk pada aktivitas yang disukai merupakan emosi positif yang berasal dari masa sekarang.. Sedangkan kebahagiaan menurut Biswas, Diener & Dean (2007) merupakan kualitas dari keseluruhan hidup manusia apa yang membuat kehidupan menjadi baik secara keseluruhan seperti kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi ataupun pendapatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah suatu keadaan individu yang berada dalam aspek positif baik itu emosi positif maupun aktivitas yang disukai dan kualitas dari keseluruhan apa yang membuat kehidupan menjadi lebih baik.

2 2. Aspek-aspek Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) lima aspek utama yang dapat menjadi sumber kebahagiaan sejati, yaitu : 1. Terjalinnya hubungan positif dengan orang lain Hubungan positif atau positive relationship bukan sekedar memiliki teman, pasangan, ataupun anak, tetapi dengan menjalin hubungan yang positif dengan individu yang ada disekitar. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat menjamin kebahagiaan seseorang. 2. Keterlibatan Penuh Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut. 3. Penemuan makna dalam keseharian Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam apapun yang dilakukan. 4. Optimisme yang realistis Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan. 5. Resiliensi

3 Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan. Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun. 3. Karakteristik Orang yang Bahagia Setiap orang bisa sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua orang bisa memiliki kebahagiaan. Menurut David G, Myers (2005), ada empat karakteristik yang selalu ada pada orang yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya, yaitu : a. Menghargai diri sendiri Orang yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Mereka cenderung setuju dengan pernyataan seperti Saya adalah orang yang menyenangkan. Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui pernyataan seperti diatas. b. Optimis Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis atau pesimis, yaitu permanen (menentukan berapa lama seseorang menyerah) dan pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi). Orang

4 yang optimis percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara sehingga mereka berusaha untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar ia dapat mengalami peristiwa baik lagi (Seligman, 2005). Sedangkan orang yang pesimis menyerah di segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk di area tertentu. c. Terbuka Orang yang bahagia biasanya lebih terbuka terhadap orang lain serta membantu oranglain yang membutuhkan bantuannya. Penelitian menunjukkan bahwa orang orang yang tergolong sebagai orang extrovert dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata memiliki kebahagiaan yang lebih besar. d. Mampu mengendalikan diri Orang yang bahagia pada umumnya merasa memiliki kontrol pada hidupnya. Mereka merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga biasanya mereka berhasil lebih baik di sekolah atau pekerjaan. Sehingga kunci utama kebahagiaan adalah merasa bahagia yang ditandai dengan keempat karakteristik diatas. 4. Faktor faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang: a. Budaya

5 Triandis (dalam Carr, 2004) mengatakan faktor budaya dan sosial politik yang spesifik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang. Hasil penelitian lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam suasana demokrasi yang sehat dan stabil lebih daripada suasana pemerintahan yang penuh dengan konflik militer (Carr, 2004). Carr juga mengatakan bahwa individu yang hidup dalam budaya dengan kesamaan sosial memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi, kebahagiaan juga lebih tinggi pada kebudayaan individualitas dibandingkan dengan kebudayaan kolektivistis, dan pada individu yang hidup di negara yang sejahtera di mana institusi umum berjalan dengan efisien dan terdapat hubungan yang memuaskan antara warga dengan anggota birokrasi pemerintahan. b. Kehidupan Sosial Menurut Seligman (2005), orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi. c. Agama atau Religiusitas Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Selain itu keterlibatan seseorang dalam kegiatan keagamaan atau komunitas agama dapat memberikan dukungan sosial bagi orang tersebut (Carr, 2004). Carr juga menambahkan bahwa keterlibatan dalam suatu agama juga diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik, yang dapat dilihat dari kesetiaan dalam

6 perkawinan, perilaku social yang sehat, tidak berlebihan dalam makanan dan minuman, dan kemampuan untuk bekerja keras. d. Pernikahan Seligman (2005) mengatakan bahwa pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua penjelasan mengenai hubungan kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang lebih bahagia lebih atraktif sebagai pasangan daripada orang yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang, diantaranya keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan peran sebagai orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr, 2004). Kebahagiaan orang yang menikah mempengaruhi panjang usia ini berlaku bagi pria dan wanita (Seligman, 2005). e. Usia Penelitian yang dilakukan oleh Wilson (dalam Seligman, 2005) mengungkapkan kemudaan dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia. Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak berhubungan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Sebuah penelitian otoratif atas orang dewasa dari 40 bangsa membagi kebahgiaan dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif (Seligman, 2005). Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan betambahnya usia, afek positif sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua

7 adalah intensitas emosi dimana perasaan mencapai puncak dunia dan terpuruk dalam keputusasaan berkurang seiring dengan bertambhanya umur dan pengalaman. f. Uang Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara kebahagiaan dan uang. Umumnya penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang yang tinggal di negara kaya dengan orang yang tinggal di negara miskin. Perbandingan lintas-negara sulit untuk dijelaskan karena negara yang lebih kaya juga memiliki angka buta huruf yang lebih rendah, tingkat kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan yang lebih luas dan barang materil yang lebih banyak (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan bahwa di negara yang sangat miskin, kaya berarti bisa lebih bahagia. Namun di negara yang lebih makmur dimana hampir semua orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahagiaan. Seligman menyimpulkan bahwa penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri. g. Kesehatan Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Menurut Seligman, yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita. Berkat kemampuan beradapatasi terhadap penderitaan, seseorang bisa menilai kesehatannya secara positif bahkan ketika sedang sakit. Meskipun demikian, Seligman juga mengakui

8 bahwa ketika penyakit yang menyebabkan kelumpuhan sangat parah dan kronis, kebahagiaan dan kepuasan hidup memang menurun. Orang yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu. h. Jenis Kelamin Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim daripada pria. Wanita lebih banyak mengalami emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat emosi rata-rat pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan lebih sedih daripada pria (Seligman, 2005). B. Autisme 1. Definisi Autisme Menurut Kanner (dalam Wenar, 2004), autisme adalah salah satu gangguan perkembangan pervasif yang dicirikan oleh tiga ciri utama, yaitu pengasingan yang ekstrim ( extreme isolation) dan ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain. Kedua, kebutuhan patologis akan kesamaan. Kebutuhan ini berlaku untuk perilaku anak dan lingkungannya. Dan ketiga yaitu mutism atau cara berbicara yang tidak komunikatif termasuk ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi. Anak autis juga memiliki ketidakmampuan dalam menerjemahkan kalimat secara harafiah dan membalik kata gantinya sendiri, biasanya untuk memanggil dirinya sendiri dengan kata kamu.

9 Menurut DSM IV-TR (APA, 2000), autisme adalah keabnormalan yang jelas dan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan keterbatasan yang jelas dalam aktivitas dan ketertarikan. Manifestasi dari gangguan ini berganti-ganti tergantung pada tingkat perkembangan dan usia kronologis individu. Safaria (2005) mengatakan autisme adalah ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada anak-anak yang ditandai dengan gangguan interaksi sosial seperti pengasingan diri dan ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, gangguan komunikasi dan bahasa seperti ecolalia, penggunaan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi, mutism, pembalikan kalimat atau kata, gangguan ketertarikan dan aktivitas seperti adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipe serta keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan dan kesamaan di dalam lingkungannya. 2. Gejala Autisme

10 Menurut Acocella (1996) meskipun banyak tingkah laku yang tercakup dalam Isolasi Sosial Banyak anak autisme yang menarik diri dari segala kontak sosial ke dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dimana ia akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada. a. Kelemahan Kognitif Kurang lebih 70% anak autisme mengalami retardasi mental. Tetapi anak autisme sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan dengan kemampuan sensori motor. Terapi yang dijalankan anak autisme meningkatkan hubungan sosial mereka tapi tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami. Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autisme terutama sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial. b. Kekurangan dalam hal bahasa Lebih dari setengah anak autisme sama sekali tidak berbicara, yang lainnya hanya mengoceh, merengek, menjerit atau menunjukkan echolalia, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autisme mengulang potongan lagu, iklan TV atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Menurut Wetherby & Wing (dalam Acocella, 1996) anak autisme hanya mampu berkomunikasi dengan cara terbatas. Beberapa menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh, menyebut diri mereka sebagai orang kedua kamu atau orang ketiga dia. Intinya anak autisme tidak dapat

11 berkomunikasi secara resiprok (dua arah), tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal. c. Tingkah laku streotipe Anak autisme sering melakuakan gerakan yang berulang-ulang secara terusmenerus tanpa tujuan yang jelas, seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain-lain. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini, disebabkan oleh adanya kerusakan fisiologis, karena adanya gangguan neurologis dalam diri individu tersebut. Anak autisme juga mempunyai kebiasaan menarik-narik rambut, menggigit jari, walaupun selalu menangis kesakitan akibat perbuatannya sendiri. Dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autisme juga tertarik pada hanya bagian tertentu dari sebuah objek, misalnya pada roda mainan mobil-mobilan. Anak autisme juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton (tidak berubah), misalnya mainannya harus diletakkan pada satu tempat dan rak yang sama. Sarapannya juga harus diberikan secara berurutan, misalnya mulai dari makan telur lebih dahulu, dilanjutkan dengan vitamin dan terakhir minum. Jika anak autisme merasa ada urutan atau hal-hal yang berubah, maka anak tersebut akan marah. 3. Penyebab Autisme Sampai sekarang, autisme masih merupakan grey area dibidang kedokteran yang terus berkembang dan belum diketahui penyebabnya secara pasti (Marijani, 2003). Menurut Supratiknya (1995), autisme disebabkan faktor bawaan

12 tertentu atau pengalaman yang kurang mendukung. Misalnya dibesarkan oleh ibu yang tidak responsif atau pernah mengalami trauma dengan lingkungan sosialnya. Autisme juga disebabkan oleh abnormalitas kromosom terutama fragile X. Ada pengaruh kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan yang mencakup rubella, sifilis, fenilketonuria, tuberus dan sklerosis. Faktor prenatal mencakup infeksi kongenital seperti Cytomegalovirus dan rubella. Faktor pasca natal yang berperan mencakup infantile spasm, epilepsi mioklonik, fenilketonuria, meningitis dan encefalis (Lumbantobing, 2001). Menurut Acocella (1996), ada tiga perspektif yang dapat digunakan untuk menjelaskan autisme, yaitu: 1. Perspektif Psikodinamika Bettelheim (1967) mengatakan bahwa penyebab dari autisme karena adanya penolakan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Anak menolak orangtuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak melihat bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orangtua yang tidak responsif. Anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak apapun di dunia, sehingga anak menciptakan benteng kekosongan autisme untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan. 2. Perspektif Biologis

13 a. Pendekatan biologis Folstein & Butter (1977) mengadakan penelitian di Great Britain, diantara 11 pasang monozygotic (MZ) kembar dan 10 pasang dyzygotic (DZ) kembar, ditemukan 1 pasang yang merupakan gen autisme. Pada kelompok MZ, 4 dari 11 diantaranya adalah gen autis, sedangkan pada DZ tidak ada. Walaupun demikian, pada MZ kembar tidak didiagnosa sebagai autisme, hanya akan mengalami gangguan bahasa atau kognisi. b. Pendekatan kromosom Kromosom yang dapat menyebabkan autisme, yaitu sindrom fragile X dan kromosom XXY, namun kromosom XXT ini tidak menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom fragile X. c. Pendekatan biokimia Anak-anak autisme memiliki kadar serotin dan dopamine yang sangat tinggi. Obat-obat yang dapat membantu menurunkan kadar dopamine, yaitu seperti phenothiazines yang dapat menurunkan gejala-gejala autisme. d. Gangguan bawaan dan komplikasi Ada 2 penyebab autisme, yaitu virus herps dan rubella. Autisme juga berhubungan dengan komplikasi pada saat melahirkan. komplikasi pada saat melahirkan berhubungan dengan faktor genetik, contohnya penelitian Mednick s (dalam Acocella, 1996) dimana seorang wanita yang memiliki gen schizophrenia mengalami kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan

14 dengan wanita yang normal, dan juga berat bayi yang dilahirkan sangat rendah. e. Pendekatan neurological Penyebab autisme karena adanya kerusakan otak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut : a. Karakteristik anak autisme (seperti gangguan perkembangan bahasa, retardasi mental, tingkah laku motorik yang aneh, memiliki respon yang rendah atau bahkan Sangat tinggi terhadap stimulus sensori, menentang stimulus auditory dan visual) berhubungan dengan fungís sistem syaraf pusat. b. Sistem saraf menunjukkan abnormalitas, seperti gangguan otot, alat koordinasi, mengeluarkan air liur dan hiperaktif. c. Memiliki Electroencephalogram (EEG) yang abnormal. Penelitian ERP menunjukkan tidak adanya respon memperhatikan objek atau stimulus bahasa. d. Adanya keabnormalan pada bagian Cerebellum dan sistem Lymbic di otak, yang Sangay berpengaruh terhadap kognisi, memori, emosi dan tingkah laku. Sistem Lymbicnya lebih kecil dan bergumpal. Di beberapa area, bagian dendrit saraf anak autismo lebih pendek dan kurang lengkap.

15 3. Perspektif Kognitif Teori-teori yang ada dalam perspektif ini adalah : a. Ornitz (dalam Acocella, 1996) mengatakan bahwa gangguan pada anak autisme disebabkan karena adanya masalah dalam mengatur dan menyayukan input terhadap alat perasa. Contohnya memberi respon yang rendah atau bahkan Sangay tinggi terhadap suara. b. M. Rutter (dalam Acocella, 1996) memfokuskan pada sensori persepsi, yaitu dimana anak autisme tidak memberi respon terhadap suara. Anak autisme juga mengalami gangguan bahasa, seperti Aplasia yaitu kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-kata yang disebabkan oleh kerusakan otak. Tetapi dalam perspektif ini menyatakan bahwa anak autisme tidak memberi respon disebabkan adanya masalah perseptual. c. Lovaas, dkk (dalam Acocella,1996) mengatakan bahwa anak autismo Sangay overselektif dalam memperhatikan sesuatu. Anak autismo hanya dapat memproses dan merespon satu stimulus dalam satu waktu, hal ini disebabkan karena adanya gangguan perseptual. d. Anak autisme tidak mampu mengolah sesuatu dalam fikiran, misalnya tidak dapat memperkirakan dan memahami tingkah laku yang mendasari statu objek.

16 4. Kriteria Diagnostik Autisme Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnostik gangguan autisme adalah : a. Sejumlah enam hal atau lebih dari (1), (2) dan (3), paling sedikit dua dari (1) dan satu masing-masing dari (2) dan (3) : 1) Gangguan kualitatif dalam bidang interaksi social yang ditunjukkan paling sedikit dua dari yang berikut: a.1) Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai dalam perilaku non verbal, seperti : pandangan mata, ekspresi wajah, sikap tubuh dan gerak terhadap rutinitas dalam interaksi sosial. b.1) Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai tingkat perkembangannya. c.1) Kurang kespontanan dalam membagi kesenangan dan tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. d.1) Kurang sosialisasi atau emosi yang timbal balik. 2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti yang ditunjukkan paling sedikit dari yang berikut : a.2) Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara (tidak menyertai usaha untuk mengimbangi cara komunikasi alternatif seperti gerak isyarat atau gerak meniru-niru). b.2) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi. c.2) Mempergunakan kata berulang kali dan bahasa atau kata-kata aneh.

17 d.2) Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru. 3) Suatu pola yang dipertahankan dan berulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala berikut : a.3) Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan. b.3) Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak fungsional. c.3) gerakan yang aneh dan berulang seperti, memukul, memutar arah jari dan tangannya. d.3) Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotipe. b. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut ini, dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun : 1) Interaksi sosial 2) Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial 3) Bermain simbol atau berkhayal c. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrasi masa kanak-kanak.. C. Kebahagiaan Pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur yang berbeda-beda yang bisa mendatangkan kebahagiaan untuknya. Anak adalah salah satu sumber kebahagiaan dalam keluarga (Wallis,

18 2005). Selain itu anak juga merupakan sumber dukungan sosial yang bisa membuat seseorang menjadi bahagia (Easton, 2006). Ketika seorang anak dilahirkan kemuka bumi kedua orangtua mereka menyambutnya dengan kebahagiaan. Namun ketika menyadari bahwa anaknya berbeda dengan anak-anak lainnya tidak sesuai dengan harapan mereka, dalam diri orangtua mulai timbul perasaan tidak percaya dan penyesalan terhadap keberadaan anak mereka tersebut (Nakita, Juli 2002). Salah satu keadaan anak yang mengalami gangguan adalah anak penderita autisme. Safaria (2005) mengatakan bahwa autisme adalah ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan dalam lingkungannya. Menurut American Psychiatric Association (1994), kondisi autisme untuk sang anak begitu berat bagi keluarganya, karena keterbatasan yang diakibatkan oleh autisme adalah kesulitan untuk melakukan interaksi sosial, komunikasi dan perilaku repetitif, minat, tingkah laku dan aktivitas yang terbatas. Kondisi ini mempersulit pengasuhan anak tersebut, dalam kehidupan mengasuh anak autisme, orangtua khususnya ibu yang lebih sering berhadapan dengan anak, sering menghadapi situasi-situasi yang tidak menyenangkan. Situasi yang tidak menyenangkan ini seperti hubungan sosial anak yang terganggu, gangguan perkembangan dalam komunikasi dan lain sebagainya (Haditono, 1999).

19 Orang tua memiliki respon dan perasaan yang berbeda saat mengetahui anaknya mengalami gangguan perkembangan. Williams & Wright (2004) mengemukakan beberapa respon yang muncul pada orang tua ketika mengetahui anak mereka mengalami gangguan perkembangan, seperti perasaan lega, rasa bersalah, kehilangan, ketakutan akan masa depan. Mangunsong (1998) menambahkan terdapat tiga tahap yang terjadi pada orang tua khusunya ibu yang memiliki anak autis. Tahap pertama, seorang ibu akan mencari tahu tahu mengenai keadaan anaknya dan mencoba memperoleh berbagai diagnosa dari dokter maupun terapis yang bisa memberikan prognosis lebih positif. Tahap kedua, seorang ibu akan mengalami emosi negatif. Ibu merasa sedih, marah, kecewa, mengalami guncangan batin, terkejut dan bahkan menyalahkan Tuhan karena memberi anak yang tidak sempurna (Leo Martin, 2010). Tahap ketiga adalah penerimaan diri. Penerimaan atas kehadiran anak yang terlahir dengan kondisi autis memang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama, dan Ibu mulai mencoba bisa menyesuaikan diri dengan keadaan anak tersebut (Mangunsong, 1998). Orang tua khususnya Ibu mengalami dampak stress yang lebih berat dari Ayah karena Ibu lebih banyak terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. Biasanya Ibu cenderung mengalami perasaan bersalah dan depresi yang berhubungan dengan ketidakmampuan anaknya dan Ibu lebih mudah terganggu secara emosional (Cohen & Volkmar, 1997). Tingkat stress pada Ibu yang memiliki anak autis lebih tinggi dari pada Ibu yang memiliki anak dengan keterlambatan perkembangan (Price, 2009). Bahkan tidak jarang ibu menolak

20 kehadiran anaknya dengan kondisi autis bahkan sampai ada yang bertindak sangat ekstrim seperti membunuh anaknya (Santoso, 2010).

21 D. Paradigma Penelitian Harapan orangtua mendapatkan anak normal Anak sumber kebahagiaan Fakta : Bisa terjadi ketidaksesuaian harapan. antara lain Lahirnya Anak Autisme Kekecewaan Autisme: ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan gangguan komunikasi. Ciri-ciri anak autis : tidak mampu mengadakan interaksi sosial yang seolaholah hidup dlm dunia sendiri dan gagal membangun komunikasi. Tidak Bisa Menerima Keadaan, Sesuai Dengan Tahap yang dikemukakan Mangunsong (1998): Tahap 1 : Mencari Informasi Tahap 2 : Emosi Negatif Tahap 3 : Penerimaan Diri Ibu : Pengasuh, pendidik utama Kebahagiaan pada Ibu? Penting Bagi Ibu Bagi Anak

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang BAB II LANDASAN TEORI A. Dewasa Awal 1. Definisi dewasa awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya setiap pasangan perkawinan menginginkan anak sebagai penerus keturunan. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi pasangan suami istri (Mangunsong, 1998).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. KEBAHAGIAAN II.A.1. Definisi Kebahagiaan Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata happy atau bahagia yang berarti feeling

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK AUTIS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi OLEH MISBAH USMAR LUBIS 041301099 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang normal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Psychological Well-being 2.1.1. Pengertian Psychological Well-being Ryff dan Singer (2008) menekankan dua poin utama dalam menjelaskan Psychological well-being atau kesejahteraan

Lebih terperinci

AUTISM. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

AUTISM. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS AUTISM Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS AUTISM DAN PDD PDD = ASD Leo Kanner,1943 Early Infantile Autism Hans Asperger, 1944 Asperger Syndrome Autism Asperger Syndrome Rett Syndrome CDD PDD-NOS Mental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan definisi dan teori-teori yang dapat dijadikan landasan berfikir peneliti dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik ini. Teori yang akan diutarakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia dan perhiasan dunia bagi para orangtua. Banyak pasangan muda yang baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi sebuah kewajiban moral. Biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan sering digunakan sebagai sinonim untuk kesejahteraan lansiatif dalam literatur psikologi. Hampir tanpa kecuali, kebahagiaan menjadi kata pengganti

Lebih terperinci

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Apakah yang dimaksud dengan ABK (exceptional children)? a. berkaitan dengan konsep/istilah disability = keterbatasan b. bersinggungan dengan tumbuh kembang normal--abnormal, tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 tahun Pada tahun pertama kehidupan ditandai dengan pertumbuhan fisik, maturasi, kemampuan yang semakin terasah, dan reorganisasi psikologis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autisme 2.1.1 Definisi Autisme Istilah autisme pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner pada tahun 1943 yaitu kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan

Lebih terperinci

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan BAB ll TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Kebahagiaan A. Kebahagiaan Menurut kamus umum, kebahagiaan adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasaan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi setiap orang yang telah menikah, memiliki anak adalah suatu anugerah dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tumbuh dan

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa menjadi ibu dengan memiliki seorang anak di dalam kehidupannya. Anak merupakan anugerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME Oleh Edi Purwanta Abstrak Orangtua, sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak, perlu mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1980, jarang ditemukan penyandang autisme. Namun akhir-akhir ini, jumlah penyandang autisme terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemasa dan dari satu peringkat keperingkat berikutnya dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kemasa dan dari satu peringkat keperingkat berikutnya dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Melihat anak-anak balita tumbuh dan berkembang merupakan suatu hal yang menarik bagi orang tua. Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari perubahan fisik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang meluas, meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah ditemukan oleh

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya seseorang pasti pernah mengalami beberapa masalah. Sesuatu dirasakan atau dinilai sebagai suatu masalah ketika kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu menginginkan anaknya berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Istilah autis sudah cukup populer di kalangan masyarakat, karena banyak media massa dan elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara mendalam. Autisme

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

MENERAPKAN POLA ASUH KONSISTEN PADA ANAK AUTIS. Rina Mirza Praktisi dan Dosen Psikologi

MENERAPKAN POLA ASUH KONSISTEN PADA ANAK AUTIS. Rina Mirza Praktisi dan Dosen Psikologi MENERAPKAN POLA ASUH KONSISTEN PADA ANAK AUTIS Rina Mirza Praktisi dan Dosen Psikologi Email: rinamirza.psi@gmail.com Abstrak: Istilah autis sedang marak akhir-akhir ini, ditambah lagi dengan jumlah anak

Lebih terperinci

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Pengantar Variasi potensi dan masalah yang terdapat pada ABK Pemahaman yang beragam tentang ABK Koordinasi

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Peaget (1896) dalam buku Konsep dan Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI

KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI PPB-FIP FIP-UPI PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL KONDISI ATAU KEADAAN MENTAL YANG SEHAT SERTA TERWUJUDNYA KEHARMONISAN YANG SUNGGUH- SUNGGUH ANTARA FUNGSI JIWA UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kehadiran anak memberikan kebahagiaan yang lebih di tengah tengah keluarga dan membawa berbagai perubahan yang berdampak positif pada keluarga. Perubahan yang mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto 101018 D III KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN 2012 / 2013 RETARDASI MENTAL 1. PENGERTIAN Retardasi mental adalah kemampuan mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia tidak bisa lepas dari hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat. menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat. menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja mempererat tali cinta pasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. GANGGUAN AUTIS 1. Perngertian Autis Autis merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Secara umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah, kehadirannya mengubah hidup menjadi lebih berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena kehadirannya juga orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Kehadiran anak diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang terikat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata autis di ambil dari kata Yunani Autos yang artinya Aku dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata autis di ambil dari kata Yunani Autos yang artinya Aku dalam 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Autisme 1. Penegrtian Autisme Kata autis di ambil dari kata Yunani Autos yang artinya Aku dalam pengertian non-ilmiah yaitu bahwa semua anak yang bersikap sangat mengarah kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada kekurangan baik fisik maupun mentalnya. Akan tetapi, terkadang terjadi keadaan dimana

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Skizofrenia Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SCHIZOPHRENIA Apakah Skizofrenia Itu? SCHIZOS + PHREN Gangguan jiwa dimana penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan diri menurut Hurlock (1973) adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, Manusia selalu menginginkan kehidupan yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap individu dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Perilaku yang kita ketahui, baik pengalaman kita sendiri ataupun

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC METODE MAMDANI UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA DINI AUTISM SPECTRUM DISORDER

FUZZY LOGIC METODE MAMDANI UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA DINI AUTISM SPECTRUM DISORDER FUZZY LOGIC METODE MAMDANI UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA DINI AUTISM SPECTRUM DISORDER Fithriani Matondang, Ririen Kusumawati 2, Zainal Abidin 3 Jurusan Teknik Informatika, Sains dan Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap keluarga yang amat mendambakannya. Berbagai harapan hadir ketika anak mulai ada di dalam perut Ibu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang

BAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi impian dan harapan yang sangat didambakan oleh setiap keluarga. Namun tidak semua harapan tersebut bisa

Lebih terperinci