BAB I PENDAHULUAN. kemudian dijadikan acuan bagi para guru untuk lebih menekankan aspek

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kemudian dijadikan acuan bagi para guru untuk lebih menekankan aspek"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis kesalahan berbahasa bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan pelajar dalam mempelajari bahasa kedua. Hasil dari analisis kesalahan ini kemudian dijadikan acuan bagi para guru untuk lebih menekankan aspek kebahasaan tertentu yang merupakan wilayah terjadinya kesalahan siswa. Akan tetapi, kesalahan yang terjadi pada siswa tidak hanya disebabkan oleh faktor dari dalam diri siswa saja melainkan juga berasal dari berbagai faktor eksternal. Salah satunya adalah kesalahan siswa yang disebabkan oleh kesalahan guru dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa. Hal ini senada dengan pendapat Pateda (1989:37) yang menyatakan bahwa kesalahan berbahasa pada siswa dapat disebabkan oleh kesalahan guru. Pada saat mengajar, guru dituntut untuk dapat mengoreksi kesalahan yang diproduksi oleh siswanya. Namun, pada kenyataannya, guru juga tidak luput dari kesalahan-kesalahan berbahasa disebabkan kurangnya pemahaman guru terhadap hal-hal tertentu dalam suatu sistem bahasa. Kesalahan guru tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan yang sama pada siswa. Kesalahan yang sama ini muncul karena kebiasaan siswa menyerap semua informasi dari guru tanpa 1

2 2 menyaringnya terlebih dahulu (Pateda, 1989:47). Sistem pembelajaran siswa tersebut sering dikenal dengan proses imitating (meniru). Salah satu bentuk kesalahan berbahasa yang sering dilakukan guru pada saat mengajar adalah kesalahan pada tataran fonologi. Kesalahan ini berupa kesalahan pengucapan pada bunyi-bunyi tertentu dalam sistem fonologi suatu bahasa. Bentuk kesalahan seperti ini dapat ditemukan pada pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar (SD) yang ada di Indonesia. Pada hakikatnya, penguasaan pelafalan bunyi bahasa Inggris dengan baik dan benar merupakan salah satu faktor penting dalam pengajaran bahasa Inggris di SD. Hal ini dinilai penting karena bertolak dari pendapat bahwa usia pembelajar SD merupakan usia kritis untuk mempelajari bahasa kedua. Nunan (1999:105) beragumentasi bahwa waktu paling baik bagi siswa untuk belajar bahasa dan dapat menguasai pelafalan bunyi seperti penutur asli (native-like) adalah sebelum memasuki masa pubertas. Pada usia ini, pengaruh bahasa ibu tidak begitu signifikan. Selain itu, penguasaan pelafalan juga berpengaruh terhadap lancar tidaknya suatu komunikasi. Pelafalan suatu bunyi dengan benar akan membuat pendengar paham terhadap maksud pembicara. Sebaliknya, kesalahan pelafalan akan membingungkan pendengar, bahkan dapat menimbulkan kesalahan interpretasi terhadap maksud pembicara. Sayangnya, pada pengajaran bahasa Inggris di SD, pelafalan bunyi bahasa Inggris dengan baik dan benar belum sepenuhnya dikuasai oleh para guru. Pada

3 3 observasi awal penelitian ini diketahui bahwa kesalahan pelafalan pada guru Bahasa Inggris SD umumnya terjadi pada bunyi vokal. Berikut adalah contoh kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris yang teridentifikasi pada observasi awal 4 Oktober 2013: Kata Arti Dilafalkan Arti later [leɪtə(r)] nanti letter [letə(r)] surat quiet [kwaɪət] diam quite [kwaɪt] sungguh tie [taɪ] dasi tea [ti:] teh food [fu:d] makanan foot [fʊt] kaki paper [peɪpə(r)] kertas pepper [pepə(r)] merica bread [bred] roti [brɪd] - one hundred [wʌn hʌndrəd] seratus [wan handrid] - circle [sɜ:kl] lingkaran [si(r)kl] - note book [nəʊt bʊk] buku catatan [n t bʊk] - Tabel 1.1 Contoh Temuan Data Dari tabel di atas, terlihat bahwa kesalahan pelafalan yang diproduksi umumnya terjadi pada bunyi vokal. Bunyi diftong [eɪ] pada kata later [leɪtə(r)] nanti diucapkan dengan bunyi monoftong [e] karena dalam bahasa pertama responden, yaitu bahasa Jawa tidak mengenal adanya bunyi diftong terutama di suku pertama sebuah kata sehingga sulit untuk dilafalkan. Kesalahan pengucapan bunyi diftong ini memunculkan makna baru pada kata yang diucapkan, yaitu letter [letə(r)] surat. Demikian pula halnya dengan bunyi triftong [aɪə] pada kata quiet [kwaɪət] diam yang diucapkan hanya dengan diftong [aɪ] sehinga menjadi quite [kwaɪt] sungguh, serta bunyi monoftong panjang [u:] pada kata food [fu:d] diucapkan dengan bunyi monoftong pendek [ʊ]. Namun, ada juga kesalahan yang

4 4 tidak sampai menghadirkan makna baru, contohnya pengucapkan bunyi [e] pada kata bread [bred] roti yang diucapkan menjadi bunyi [ɪ] sehingga menjadi [brɪd], dan sebagainya. Jika guru Bahasa Inggris SD di Indonesia masih banyak memiliki kesalahan seperti ini, tentunya mengoreksi kesalahan pelafalan pada siswa akan sulit dilakukan. Adanya bentuk kesalahan pelafalan guru tersebut memunculkan suatu kejanggalan dalam penelitian analisis kesalahan selama ini yang selalu menitikberatkan kesalahan pada siswa. Hal ini seolah-olah mengesampingkan salah satu penyebab signifikan kesalahan pada siswa, yaitu kesalahan dari guru. Paparan di atas juga menunjukkan bahwa kesalahan pelafalan oleh guru umumnya terjadi pada bunyi vokal dan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan produksi bunyi bahasa Inggris yang serupa pada siswa SD karena sistem pembelajaran siswa SD yang bersifat meniru. Dengan kata lain, jika guru mengucapkan kata paper [peɪpə(r)] kertas dengan pepper [pepə(r)] merica, siswa pun akan mengucapkannya dengan bunyi yang sama. Oleh sebab itu, kesalahan pelafalan terutama pada bunyi vokal oleh guru Bahasa Inggris SD perlu untuk diminimalisasi agar tidak menimbulkan kesalahan yang sama pada siswa. 1.2 Masalah dan Ruang Lingkup Masalah Masalah pokok dalam penelitian ini adalah kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru SD. Masalah-masalah ini dapat diuraikan sebagai berikut.

5 5 a. Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru Bahasa Inggris SD? b. Mengapa kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris terjadi pada guru Bahasa Inggris SD? Ruang Lingkup Lingkup penelitian ini difokuskan pada tataran fonologi, yaitu tentang bunyi vokal dalam bahasa Inggris. Satuan lingual ini didapatkan dan dianalisis dari kesalahan pelafalan bunyi vokal guru bahasa Inggris SD yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Madya (Kodya) Yogyakarta untuk memudahkan perolehan data. Penelitian ini berbentuk studi kasus pada 15 SD Negeri maupun Swasta yang ada di Kodya Yogyakarta. Kriteria SD tidak begitu dipentingkan karena yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah produksi ujaran (pelafalan) guru bahasa Inggris SD, bukan kualitas institusi maupun kemampuan pedagoginya. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk a. mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan pelafalan bunyi vokal guru Bahasa Inggris SD,

6 6 b. menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris pada guru Bahasa Inggris SD. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam pengembangan linguistik, khususnya bidang fonologi. Melalui penelitian ini, diharapkan bunyi-bunyi yang sering salah dilafalkan oleh guru Bahasa Inggris SD dan penyebab kesalahan tersebut dapat terinventarisasikan sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengatasi kesalahan pelafalan pada guru Bahasa Inggris SD. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik bagi pengajar maupun pembelajar bahasa Inggris sehingga dapat melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar bahasa dengan lebih baik dan bermutu. Jika hal-hal yang sering menimbulkan kesalahan pelafalan terutama pada bunyi vokal telah diketahui, arah pengajaran dan pembelajaran diharapkan akan menjadi lebih jelas, metode pembelajaran menjadi lebih efektif, dan keterampilan bahasa Inggris guru atau para siswa, khususnya dalam tataran fonologi, menjadi lebih baik. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian terkait masalah kesalahan fonologi bahasa Inggris telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Tiono dan Yustanto (2008) pernah

7 7 menganalisis kesalahan mahasiswa pada pelafalan bunyi konsonan bahasa Inggris khususnya yang tidak terdapat di dalam bahasa Indonesia, yaitu bunyi [v], [θ], [ð], [ʒ], [dʒ], dan [tʃ]. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa memproduksi sebanyak 34 jenis kesalahan pelafalan bunyi konsonan tersebut, baik pada posisi awal, tengah, dan akhir. Sementara itu, Sulistyaningrum (2013) telah membahas variasi dan kesalahan pelafalan kata bahasa Inggris yang memiliki diftong [eɪ], [aɪ], [ɪə] dan [eə], serta faktor-faktor yang memungkinkan mempengaruhi kesalahan pelafalan kata tersebut. Kesimpulan dari penelitiannya yaitu mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mengucapkan diftong. Di samping itu, Kussemiarti (2003) telah meneliti dan mengklasifikasikan fonemfonem bahasa Inggris yang mendapat interferensi fonologi bahasa Indonesia. Temuannya menunjukkan bahwa masing-masing bahasa mempunyai keunikan sendiri-sendiri yang terlihat jelas di dalam sistem bunyi antara kedua bahasa. Selanjutnya, Perwitasari (2012) telah mengidentifikasikan bunyi-bunyi vokal apa saja yang sering menimbulkan salah dengar pembelajar bahasa Inggris di Indonesia. Tak hanya itu, Perwitasari juga meneliti bagaimana pengaruh konteks terhadap keliru dengar bagi pembelajar bahasa Inggris di Indonesia serta penyebab terjadinya keliru dengar pada pembelajar bahasa Inggris di Indonesia. Selain itu, banyak juga penelitian sebelumnya yang telah terfokus pada analisis kesalahan berbahasa. Salah satunya penelitian oleh Seon-Hee (2009) yang meneliti bentuk-bentuk dan penyebab kesalahan berbahasa Korea. Bentuk-bentuk

8 8 kesalahan dideskripsikan pada kategori pelafalan, tata bahasa, dan kosakata secara garis besar. Kesalahan pelafalan yang telah dianalisis, diambil dari kesalahan yang tercermin pada penulisan bahasa Korea. Faktor penyebab utama kesalahan pelafalan adalah perbedaan sistem fonologi antara bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini membahas tentang kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru Bahasa Inggris SD di Kodya Yogyakarta. Di samping itu, penelitian ini juga menemukan penyebab terjadinya kesalahan pelafalan bunyi vokal pada guru Bahasa Inggris tersebut. Berdasarkan referensi yang dikumpulkan, belum ada penelitian sebelumnya yang serupa dengan penelitian ini. Kebanyakan penelitian sebelumnya terfokus pada kesalahan siswa bukan pada guru yang tentunya memproduksi kesalahan yang berbeda. Akan tetapi, penelitian-penelitian sebelumnya turut membantu penelitian ini dalam memberikan informasi tentang bagaimana mengklasifikasikan dan menemukan penyebab kesalahan berbahasa. Oleh sebab itu, jika ditemukan adanya penelitian yang mirip dengan penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang berbeda dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang fonologi dan linguistik terapan. 1.6 Landasan Teori Analisis Kesalahan Istilah kesalahan dalam penelitian ini adalah padanan kata errors dalam bahasa Inggris. Kata errors (kesalahan) dalam bahasa Inggris bersinonim dengan

9 9 kata mistake (kekeliruan). Dalam analisis kesalahan berbahasa, dua istilah ini dibedakan oleh linguis berdasarkan faktor penyebab terjadinya kesalahan. Kekeliruan adalah penyimpangan yang disebabkan oleh faktor-faktor performance seperti keterbatasan ingatan, mengeja dalam lafal, tekanan emosional, keraguraguan, selip lidah, ketidakgramatikalan acak, dan kegagalan performa lain dalam produksi bahasa kedua (Brown, 2008:283 dan Parera, 1997:143). Suatu penyimpangan dikatakan sebagai sebuah kekeliruan apabila pembelajar bahasa target dapat mengoreksi sendiri bentuk bahasa yang tidak benar tersebut, dan penyimpangan tersebut tidak terjadi secara regular atau tidak sistematis. Sementara itu, kesalahan adalah penyimpangan bahasa dari beberapa norma baku yang mencerminkan kompetensi belajar sehingga bersifat sistematis dan konsisten pada tempat tertentu (Brown, 2008:283 dan Dulay et al., 1982:277). Sebuah kesalahan tidak bisa dengan segera dapat diperbaiki karena seseorang tidak sadar bahwa ia membuat kesalahan tersebut. Bentuk penyimpangan dikatakan sebuah kesalahan apabila penyimpangan tersebut terjadi secara regular atau sistematis. Artinya, kesalahan yang dibuat oleh pembelajar selalu atau hampir selalu dibuat karena sumbernya adalah ketidaktahuan pembelajar tentang butir yang salah. Suatu kesalahan berbahasa juga ditentukan berdasarkan aturan keberterimaan, yaitu apakah suatu ujaran itu diterima atau tidak oleh penutur asli. Hal ini juga diungkapkan oleh Pateda (1989:32) bahwa kesalahan berbahasa itu muncul jika kata atau kalimat yang diutarakan oleh seseorang, salah menurut

10 10 penutur aslinya. Misalnya, jika guru yang mengajar bahasa Inggris membuat kesalahan pada produksi bunyi bahasa Inggris, maka ukuran yang digunakan yakni apakah bunyi yang diproduksi tersebut benar atau salah menurut penutur asli bahasa Inggris. Sejumlah kategori dari kesalahan berbahasa telah diuraikan para linguis dalam berbagai penelitian. Salah satunya adalah kategori kesalahan berdasarkan daerah atau butir linguistik yang dipengaruhi kesalahan (Brown, 2007: 288). Dalam kategori ini, semua komponen bahasa mencakup fonologi atau ortografi, leksikon, tata bahasa, semantik dan wacana dapat ditelaah. Analisis kesalahan pada tataran fonologi dapat berhubungan dengan kesalahan pelafalan bunyi, grafemik, pungtuasi, silabisasi dan sebagainya. Pada tataran morfologi, misalnya adalah kesalahan yang bertalian dengan morfem, kata dengan segala derivasinya. Kesalahan pada bidang sintaksis, misalnya menyangkut urutan kata, koherensi, dan logika kalimat. Sementara itu, analisis kesalahan pada tataran semantik, contohnya adalah kesalahan yang berhubungan dengan ketepatan penggunaan kata atau kalimat yang didukung oleh makna, baik makna leksikal maupun gramatikal. Selain itu, terdapat pula kategori kesalahan berdasarkan efek kesalahan terhadap komunikasi. Kesalahan pada kategori ini terbagi atas dua tipe yaitu kesalahan lokal (local errors) dan kesalahan global (global errors) (Norrish, 1983 dan Dulay et al., 1982). Kesalahan lokal adalah kesalahan yang tidak menggangu komunikasi secara signifikan yang biasanya terjadi karena adanya penyimpangan

11 11 kecil terhadap satu segmen dalam sebuah tuturan. Sementara itu, kesalahan global adalah kesalahan yang menghalangi komunikasi sehingga mencegah pendengar untuk memahami suatu aspek pesan. Dalam analisis kesalahan berbahasa, selain pengklasifikasian atau pengkategorian kesalahan perlu juga diketahui penyebab terjadinya kesalahan. Dengan menilik sumber terjadinya kesalahan, peneliti dapat mengetahui dan memahami bagaimana proses kognitif dan afektif seseorang yang membuat kesalahan terkait dengan sistem linguistik, sehingga dapat dirumuskan pemahaman utuh terhadap sistem pembelajaran bahasa kedua seseorang tersebut. Secara garis besar, sumber kesalahan ini dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu kesalahan karena faktor linguistik dan kesalahan karena faktor nonlinguistik. Sumber kesalahan pada faktor linguistik yang pertama adalah kesalahan karena transfer interlingual. Menurut Pateda (1989: 72), kesalahan ini ditunjukkan dengan penerapan pola dan bentuk bahasa pertama ke dalam pola dan bentuk bahasa target. Sementara itu, sumber kesalahan yang kedua adalah kesalahan karena transfer intralingual yang juga menjadi penyebab utama kesalahan berbahasa. Brown (2008: 290) mengatakan bahwa kesalahan pada transfer ini terjadi ketika pembelajar mulai memperoleh bagian-bagian sistem baru dalam bahasa target. Hal ini menimbulkan adanya generalisasi pada sistem bahasa sasaran. Generalisasi ini pula kemudian membentuk suatu transfer interlingual negatif yang berupa generalisasi berlebihan.

12 12 Selain sumber kesalahan yang disebabkan oleh faktor kebahasaan di atas, ada beberapa faktor lain yang memengaruhi kesalahan berbahasa, diantaranya adalah faktor lingkungan dan kebiasaan. Faktor lingkungan merupakan konteks kesalahan yang meliputi rumah, sekolah, dan masyarakat dimana seseorang bergaul. Sementara itu, faktor kebiasaan bertalian dengan pengaruh bahasa ibu dan lingkungan (Pateda, 1989: 71). Pada faktor ini, seseorang telah terbiasa dengan pola-pola bahasa yang didengarnya Fonologi Penelitian suatu bahasa lazimnya dimulai dari tataran lingual yang paling rendah, yaitu tataran bunyi. Hal ini disebabkan karena yang menjadi objek primer linguistik adalah bahasa lisan (Verhaar, 1983:3). Bunyi bahasa sebagai media penyampaian pesan ini penting dikaji lebih dahulu karena dapat menjadi dasar bagi penelitian linguistik pada tataran morfem, leksikon, dan satuan gramatikal bahkan semantis. Di sinilah letak pentingnya fonologi sebagai ilmu yang mengkaji tentang bunyi bahasa. Fonologi adalah sub disiplin ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang bunyi bahasa. Hyman (1975:2) mengatakan bahwa fonologi merupakan studi tentang sistem bunyi yang meliputi bagaimana bunyi tersebut terstruktur dan berfungsi dalam suatu bahasa, yaitu bagaimana bunyi-bunyi bahasa ini digunakan untuk menyampaikan makna. Sedangkan tujuan fonologi adalah untuk mempelajari

13 13 perangkat-perangkat sistem bunyi yang harus dipahami oleh penutur agar dapat menggunakan bahasanya untuk tujuan berkomunikasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Kridalaksana (1985:60) dan Stork & Widdowson (1974:75) mengatakan bahwa setiap bahasa terdiri dari beberapa sistem yang terbentuk atas dasar sistem-sistem yang lebih kecil. Sistem-sistem tersebut membentuk satuan-satuan bahasa mulai dari bunyi, kata, kalimat hingga wacana. Dengan demikian, setiap bahasa mempunyai sistem yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Maka, untuk membahas kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru bahasa Inggris SD di Kodya Yogyakarta, perlu diuraikan terlebih dahulu bunyi-bunyi vokal bahasa Inggris yang berbeda dengan bahasa lain. Roach (1998) telah merincikan bunyi-bunyi bahasa Inggris yang disesuaikan penulisannya dengan simbol IPA (International Phonetics Alphabet). Dalam daftar bunyi bahasa Inggris ini, terdapat 24 fonem konsonan, 12 fonem monoftong, 8 diftong dan 5 triftong. Dalam penelitian ini, hanya akan diuraikan bunyi monoftong, diftong, dan triftong saja, yaitu sebagai berikut Bunyi Vokal dalam Bahasa Inggris a. Bunyi Monoftong Di dalam sistem fonologi bahasa Inggris, dikenal adanya dua jenis monoftong, yaitu monoftong panjang dan monoftong pendek. Monoftong panjang ditandai dengan adanya [:] pada bentuk penulisan bunyinya, sedangkan bunyi

14 14 monoftong pendek tidak demikian. Berikut adalah uraian masing-masing bunyi di dalam tabel. Monoftong Fitur Bunyi Contoh [i:] monoftong panjang, tak bulat, tertutup, depan eagle [ɪ] monoftong pendek, tak bulat, hampir tertutup, hampir depan sit [e] monoftong pendek, tak bulat, setengah tertutup, depan egg [æ] monoftong pendek, tak bulat, hampir terbuka, depan apple [ :] monoftong panjang, tak bulat, terbuka, belakang starling [ ] monoftong pendek, bulat, terbuka, belakang olive [ :] monoftong panjang, bulat, setengah terbuka, belakang horse [ʊ] monoftong pendek, bulat, hampir tertutup, hampir belakang pudding [u:] monoftong panjang, bulat, tertutup, belakang goose [ʌ] monoftong pendek, takbulat, setengah terbuka, belakang cup [з:] monoftong panjang, takbulat, setengah terbuka, tengah bird [ə] monoftong madya/pepet (schwa), tak bulat, tengah ago Tabel 1.2 Bunyi monoftong dalam Bahasa Inggris (Roach, 1998: 14-22) Bunyi-bunyi monoftong ini dapat dilihat pada bagan berikut. Bagan 1.1 Bunyi Monoftong Bahasa Inggris, (Roach, 1998:14-15)

15 15 b. Bunyi Diftong Bahasa Inggris mengenal adanya dua buah jenis bunyi diftong, yaitu bunyi diftong memusat (centering) dan bunyi diftong menutup (closing). Bunyi diftong memusat adalah bunyi diftong yang bergerak menuju bunyi monoftong [ə] (schwa). Sementara itu, bunyi diftong menutup adalah bunyi diftong yang memiliki karakteristik bahwa bunyi ini diakhiri dengan bunyi monoftong yang diucapkan dengan bentuk mulut tertutup. Dikarenakan bunyi kedua lebih pendek dari bunyi pertama, maka pengucapan bunyi diftong ini tidak sampai tertutup sebagaimana seharusnya pelafalan bunyi kedua tersebut. Berikut adalah pembagian kedua jenis bunyi diftong ini dalam bentuk diagram. Diftong memusat (centering) menutup (closing) diakhiri [ə] diakhiri [ɪ] diakhiri [ʊ] [ɪə] [eə] [ʊə] [eɪ] [aɪ] [ ɪ] [əʊ] [aʊ] Diagram 1.1 Pembagian Bunyi Diftong dalam Bahasa Inggris (Roach, 1998:20) Adapun contoh distribusi bunyi-bunyi diftong di atas dalam sebuah kata yaitu, diftong [eə] pada kata hair, [ɪə] pada kata near, [ʊə] pada kata tour, [eɪ] pada

16 16 kata face, [aɪ] pada kata mind, [əʊ] pada kata go, [ ɪ] pada kata boy, dan [aʊ] pada kata now. Kedelapan buah diftong ini dapat dilihat pada bagan berikut. Bagan 1.2 Bunyi Diftong dalam Bahasa Inggris, (Roach, 1998:20-22) c. Bunyi Triftong Bahasa Inggris mempunyai jenis vokal yang terdiri atas tiga bunyi atau disebut dengan triftong (triphtong). Bunyi triftong ini diinterpretasi sebagai sebuah diftong menutup (closing diphtong) yang diikuti oleh bunyi [ə] (schwa). Ada lima buah triftong yang dikenal dalam bahasa Inggris, yaitu: [eɪ] + [ə] = [eɪə] [aɪ] + [ə] = [aɪə] [əʊ] + [ə] = [əʊə] [aʊ] + [ə] = [aʊə] [ ɪ] + [ə] = [ ɪə] Contoh kelima bunyi triftong ini, yaitu [eɪə] pada kata player, [aɪə] pada kata fire, [əʊə] pada kata lower, [ ɪə] pada kata loyal, dan [aʊə] pada kata power. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai bunyi triftong ini, dapat dilihat pada diagram berikut.

17 17 Bagan 1.3 Bunyi Triftong dalam Bahasa Inggris (Roach, 1998:23) Di samping bunyi-bunyi vokal dalam bahasa Inggris di atas, perlu juga diuraikan bunyi vokal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa karena seluruh guru yang menjadi subjek penelitian menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Jawa sebagai bahasa pertama Bunyi Vokal dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa a. Bunyi Monoftong Marsono (2013:37-46) menguraikan bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Jawa memiliki bentuk dan jumlah bunyi monoftong yang sama, yaitu ada sepuluh bunyi monoftong. Kesepuluh bunyi monoftong pada kedua bahasa ini beserta contohnya dapat dilihat pada tabel berikut.

18 18 Bahasa Monoftong Fitur Bunyi Contoh Jawa Indonesia Jawa Indonesia Jawa Indonesia Jawa Indonesia Jawa Indonesia Jawa Indonesia Jawa Indonesia Jawa Indonesia [i] [ɪ] [e] [ɛ] [a] [ə] [ ] [o] vokal tinggi atas, tak bulat, tertutup, depan vokal tinggi bawah, tak bulat, semi-tertutup, depan vokal madya atas, tak bulat, semi tertutup, depan vokal madya bawah, tak bulat, semi terbuka, depan vokal rendah bawah, tak bulat, terbuka, depan vokal pendek, tak bulat, semi terbuka, tengah vokal madya bawah, bulat, semi terbuka, belakang vokal madya atas, bulat, semi tertutup, belakang iki ini ibu arit sabit pinggir eling ingat enak lengket lekat leher ora tidak apa edol jual emas obor suluh otot loro dua Jawa irus cedok [U] vokal tinggi bawah, bulat, semi tertutup, belakang Indonesia ukur Jawa guru guru [u] vokal tinggi atas, bulat, tertutup, belakang Indonesia paku Tabel 1.3 Bunyi Monoftong dalam Bahasa Indonesia dan Jawa (Marsono, 2013:37-46) Berikut adalah bagan bunyi vokal dalam bahasa Indonesia dan Jawa. Depan Tengah Belakang Tinggi [i] [u] Tertutup [I] [U] Semi-tertutup toko [e] [o] Madya [ɛ] [ə] [ ] Semi-terbuka Rendah [a] Terbuka Bagan 1.4 Bunyi Monoftong dalam Bahasa Indonesia dan Jawa (Marsono, 2013:37-46)

19 19 b. Bunyi Diftong Chaer (2009:44-45) menerangkan bahwa di dalam bahasa Indonesia hanya terdapat satu jenis bunyi diftong, yaitu bunyi diftong naik. Di sisi lain, Marsono (2013:55-57) menjelaskan bahwa di dalam bahasa Jawa terdapat dua buah bunyi diftong, yaitu bunyi diftong naik dan bunyi diftong turun. Berikut adalah penjelasan masing-masing bunyi diftong tersebut. 1. Bunyi Diftong Naik Bunyi ini merupakan bunyi diftong yang cara pengucapan bunyi monoftong kedua pada diftong tersebut dilafalkan dengan posisi lidah lebih tinggi daripada yang pertama. Di dalam bahasa Indonesia, dikenal ada empat bunyi diftong naik, yaitu [ai] seperti pada kata nilai, [au] seperti pada kata kacau, [oi] seperti pada kata amboi, dan [əi] pada kata esei. Sementara itu, di dalam bahasa Jawa dikenal hanya ada satu bunyi diftong naik, yaitu [ui] seperti pada kata uijo sangat hijau, dan cuilik sangat kecil. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan berikut. [i] [u] [o] [ə] [a] Bagan 1.5 Bunyi Diftong Naik dalam Bahasa Indonesia (Chaer, 2009:44)

20 20 [i] [u] Bagan 1.6 Bunyi Diftong Naik dalam Bahasa Jawa (Marsono, 2013:55) 2. Bunyi Diftong Turun Bunyi diftong turun merupakan bunyi diftong yang terjadi jika bunyi monoftong kedua pada diftong tersebut dilafalkan lebih rendah dari yang pertama. Di dalam bahasa Jawa, terdapat empat buah bunyi diftong turun, yaitu [ua] seperti pada kata muarem sangat puas, [u ] pada kata duawa sangat panjang, [uɛ] pada kata uelek sangat jelek, dan [uə] pada kata luemu sangat gemuk. Bagannya dapat dilihat seperti berikut ini. [u] [ɛ] [ə] [ ] [a] Bagan 1.7 Bunyi Diftong Turun dalam Bahasa Jawa (Marsono, 2013:37-46)

21 Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Inggris di SD Pembelajaran bahasa kedua sama halnya dengan pembelajaran bahasa asing (Subhan, 2003:2). Salah satu bahasa asing yang diajarkan di Indonesia adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang sangat berbeda dengan bahasa pertama siswa SD (bahasa Indonesia, Jawa, Batak, dan bahasa daerah lainnya). Perbedaan kebahasaan ini penting untuk dipahami guru agar pembelajaran dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan ucapan, ejaan, struktur bahasa, tekanan dan intonasi, kosakata, dan nilai kultur bahasa asing. Terkait dengan hal ini, seorang guru bahasa Inggris selayaknya memiliki pemahaman yang baik dan menyeluruh terhadap bahasa yang diajarkannya. Salah satu kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang guru bahasa Inggris adalah penguasaan pelafalan dengan baik. Hal ini dikarenakan penguasaan bunyi akan memengaruhi lancar tidaknya suatu komunikasi. Dalam mengajarkan bahasa Inggris, tentunya penguasaan pelafalan ini dibutuhkan guru guna menyampaikan bentuk-bentuk kata dalam bahasa Inggris kepada siswa. Dengan kata lain, pengajaran bahasa Inggris tidak akan pernah lepas dari masalah pelafalan. Seorang guru mau tidak mau akan mengatasi pertanyaan dan permasalahan siswanya terkait pelafalan, berapapun umur dan bagaimanapun tahapan pembelajaran siswanya. Masalah ini dapat diatasi guru dengan baik atau buruk. Guru kemungkinan akan

22 22 merasa puas atau mungkin tidak puas dengan caranya mengatasi hal ini, tetapi guru tidak akan mampu untuk menghindarinya (Abercrombie, 1956:28). Pendapat di atas menunjukkan bahwa pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris di SD mempunyai pengaruh yang paling besar dalam pemerolehan bahasa Inggris pada anak terutama dalam hal penguasaan pelafalan. Hal ini didukung pula oleh hipotesis periode kritis (The Critical Period Hypothesis) pada pembelajaran bahasa kedua yang menyatakan bahwa bahasa kedua akan lebih mudah dikuasai pada masa kanak-kanak atau usia SD. Pada hipotesis ini, Brown (2008:67) menyimpulkan bahwa sebagian besar kenyataan yang ada pada pembelajaran bahasa kedua mengindikasikan bahwa orang-orang yang sudah melewati masa akilbaliknya tidak akan memperoleh apa yang disebut pelafalan otentik (penutur asli) bahasa kedua. Dikarenakan adanya hipotesis periode kritis ini, maka tanggung jawab guru SD pun meningkat. Guru perlu meyakinkan siswa bahwa mereka mampu untuk membekali siswa dengan segala bentuk pengetahuan yang dibutuhkan siswa pada usia dini. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan memiliki penguasaan pelafalan bahasa Inggris yang baik karena ini sangat dibutuhkan oleh siswa SD. Brewster et al. (2002:80) menyatakan bahwa kemampuan pengucapan seorang siswa hanya akan sebagus model yang ia dengar, dan model utama mereka adalah guru. Di samping itu, Harmer (2007:81) menyimpulkan beberapa teori dalam bukunya tentang pengajaran, yaitu siswa SD memiliki keuntungan pada kemampuan

23 23 pelafalan. Akan tetapi, hal ini bergantung pada kemampuan guru untuk mengucapkan bunyi dengan benar. Apabila guru memiliki kemampuan pelafalan bahasa Inggris yang baik, guru dapat mengoreksi kesalahan pelafalan yang diproduksi oleh siswa SD guna menunjang kemampuan mereka dalam pembelajaran bahasa Inggris. Lebih jauh lagi, Fries (1954:3) mengatakan bahwa pengajaran pelafalan tidaklah semata-mata mengajarkan bagaimana siswa mengucapkan suatu kata, akan tetapi pengajaran pelafalan melibatkan pengenalan dari bunyi-bunyi dan juga bagaimana bunyi itu diproduksi. Oleh sebab itu, sebelum mempelajari bagaimana memproduksi bunyi, seorang guru bahasa Inggris sebaiknya memiliki kemampuan untuk mengenali bunyi-bunyi tertentu. Misalnya, kata men, man, bad dan bed dapat digunakan untuk membantu siswa agar mampu membedakan dua bunyi yang berbeda, yaitu bunyi [æ] dan [e]. Adanya kenyataan dan pendapat di atas, menuntut guru bahasa Inggris SD untuk memiliki kemampuan dan keterampilan berbahasa Inggris yang mumpuni dan menguasai teknik-teknik mengajar bahasa Inggris yang sesuai untuk anak-anak. Abercrombie (1956:28) berpendapat bahwa untuk pengajaran pelafalan bahasa Inggris yang efektif, seorang guru bahasa Inggris hendaknya memiliki persyaratan sebagai berikut. a. Secara teoretis, seorang guru bahasa Inggris perlu mengetahui bagaimana cara kerja dari organ wicara dan bagaimana tuturan dianalisis

24 24 atau dideskripsikan dengan baik untuk tujuan pengajaran. Selain itu, guru juga harus memiliki pengetahuan tentang struktur bunyi bahasa Inggris dan bahasa ibu (pertama) siswanya. b. Secara praktis, guru harus mempunyai pendengaran yang baik untuk mengamati kesalahan siswa. Di samping itu, guru hendaknya mempunyai organ wicara yang baik agar dapat memproduksi bunyi bahasa Inggris secara terpisah dan dapat pula menirukan kesalahan produksi bunyi siswanya. Guru juga harus memiliki beberapa pengetahuan tentang langkah-langkah singkat dalam fonetik untuk mengoreksi kesalahan bunyi siswanya. Kecakapan fonetik ini merupakan kecapakan minimum yang harus dikuasai dan dimiliki oleh setiap guru bahasa Inggris. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru Bahasa Inggris SD. Ada tiga tahapan yang di lakukan dalam penelitian ini, yaitu tahap pengumpulan data, analisis data dan penyajian data Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan instrumen penelitian. Instrumen ini berupa daftar kata yang disusun

25 25 dengan asumsi bahwa kata yang dipilih merupakan kata yang memiliki kecenderungan untuk salah diucapkan oleh guru bahasa Inggris SD sehingga dapat diperoleh variasi data. Setiap kata yang dipilih merepsentasikan satu bunyi vokal dengan distribusinya pada suatu posisi, baik di posisi awal, tengah dan akhir kata. Hal ini tentunya bergantung pada frekuensi kemunculan suatu bunyi di suatu posisi. Setelah itu, instrumen penelitian ini diuji pada beberapa orang guna melihat apakah instrumen yang disiapkan efektif untuk melihat kesalahan pelafalan. Dari hasil uji coba ini, ditetapkan 62 kata yang mengandung masing-masing bunyi vokal bahasa Inggris pada tiap posisi sebagai instrumen penelitian. Langkah selanjutnya adalah menyiapkan kuesioner yang digunakan untuk menganalisis penyebab terjadinya kesalahan pelafalan bunyi vokal oleh guru Bahasa Inggris SD terutama dari faktor nonlinguistik. Kuesioner ini berisi data diri guru Bahasa Inggris SD yang menjadi subjek penelitian. Di samping itu, juga berisi tentang pengalaman berbahasa Inggris guru terkait bagaimana guru mendapatkan kemampuan bahasa Inggris, kebiasaan guru, lingkungan, minat dan motivasi guru dalam mengajar bahasa Inggris. Setelah menyiapkan instrumen dan kuesioner, dilakukan pemilihan subjek penelitian. Teknik yang digunakan untuk memilih subjek penelitian ini adalah purposive sampling. Kriteria guru yang menjadi subjek penelitian adalah memiliki organ wicara yang baik, tidak memiliki gangguan pendengaran, dan berusia antara tahun. Berdasarkan kriteria tersebut, dipilih secara acak 20 orang guru dari 15

26 26 SD Negeri maupun Swasta di Kodya Yogyakarta. Dari 20 orang guru bahasa Inggris ini diperoleh variasi data yang cukup untuk dianalisis. Data dalam penelitian ini dijaring melalui teknik rekam (Kesuma, 2007:41-46). Guru diminta untuk melafalkan daftar kata yang telah disiapkan, kemudian direkam. Alat yang digunakan untuk merekam adalah SONY ICD-PX312 Digital Voice Recorder. Proses perekaman dilakukan pada saat guru tidak sedang mengajar. Dilakukan demikian karena penelitian ini berfokus pada kesalahan (errors) terkait kompetensi guru melafalkan bunyi bahasa Inggris. Jika perekaman dilakukan pada saat guru mengajar, dikhawatirkan akan diperoleh data yang berupa kekeliruan (mistakes) yang disebabkan faktor performansi. Seperti dijelaskan sebelumnya, kesalahan (errors) disebabkan kebutaan konsep oleh seseorang terhadap suatu sistem kebahasaan sehingga data yang diambil secara sengaja dan disadari oleh guru yang diteliti merupakan data terbaik yang dapat menunjukkan kemampuan maksimalnya dalam memproduksi bunyi yang diujikan. Sebelum melakukan perekaman, guru diminta untuk memahami daftar kata yang diujikan guna mencegah terjadinya kekeliruan dalam menanggapi kata apa yang akan dilafalkannya. Selain itu, guru juga diminta untuk mengisi kuesioner terlebih dahulu serta diwawancarai dengan singkat untuk mengetahui faktor nonlinguisitk yang dapat menyebabkan kesalahan. Setelah guru memahami instrumen penelitian, maka proses perekaman dilakukan.

27 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, setiap kesalahan yang ditemukan selalu dirujukkan kepada kaidah bahasa Inggris baku berdasarkan standar RP (Received Pronunciation) mengingat banyaknya aksen lain dalam bahasa Inggris. Selain itu, RP juga dipandang sebagai aksen bahasa Inggris terbaik dan paling tepat yang juga digunakan dalam pengajaran Pronunciation serta merupakan aksen yang paling banyak dibahas di dunia dan telah digunakan oleh ahli fonetik dalam tulisannya selama berabad-abad (Skandera dan Burleigh, 2005:6; Abercrombie, 1956:48). Dengan demikian, dapat diidentifikasi pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru bahasa Inggris SD dengan memperhatikan bunyi-bunyi vokal yang sudah sesuai dengan standar RP dan bunyi-bunyi vokal yang tidak sesuai sehingga dikategorikan sebagai bunyi yang salah. Adapun parameter ucapan yang digunakan adalah transkripsi fonetis di dalam kamus Oxford Advanced Learner s Dictionary of Current English karya AS. Hornby (1995) yang sudah sesuai dengan standar RP. Analisis data dimulai dengan mentranskripsi data rekaman secara fonetis dengan menggunakan lambang IPA. Dalam proses penyimakan data ini, peneliti menggunakan aplikasi IPA Help 2.1 untuk mengidentifikasi bunyi vokal mana yang dilafalkan oleh guru. Aplikasi ini hanya digunakan untuk bunyi-bunyi yang dirasa sulit dibedakan oleh peneliti. Bunyi-bunyi lain yang tidak diragukan peneliti kejelasannya, langsung ditranskripsikan tanpa bantuan aplikasi tersebut. Dari hasil transkripsi ini, diperoleh bentuk-bentuk kesalahan pelafalan bunyi vokal. Kemudian,

28 28 dihitung persentase jumlah guru yang melafalkan kesalahan pada tiap-tiap bentuk. Persentase ini memudahkan proses analisis bentuk kesalahan sehingga diketahui jumlah guru yang melafalkan bunyi dengan benar dan jumlah guru yang salah. Selanjutnya, jumlah kesalahan pada bunyi monoftong, diftong, dan triftong juga dipersentasekan guna mengetahui mayoritas bentuk kesalahan yang terjadi. Setelah itu, diuraikan tiap-tiap kesalahan pelafalan bunyi vokal yang telah diklasifikasikan terlebih dahulu dalam sebuah tabel. Masing-masing bentuk kesalahan ini dijelaskan berdasarkan posisi terjadinya kesalahan, persentase guru yang melafalkannya, serta ada tidaknya makna baru yang dibawa dari bentuk kesalahan tersebut. Analisis data selanjutnya dilanjutkan dengan mencari penyebab terjadinya kesalahan pelafalan bunyi vokal. Penyebab dari faktor linguistik diprediksi dari bentuk kesalahan yang terjadi. Sementara itu, untuk penyebab kesalahan dari faktor nonlinguistik diperoleh dari wawancara dan kuesioner yang telah diisi oleh guru. Hasil kuesioner dipersentasekan sehingga dapat ditarik suatu generalisasi dari jawaban yang diberikan. Selanjutnya, diuraikan masing-masing faktor berikut dengan contoh kesalahan yang ditemukan Metode Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian formal dan metode penyajian informal. Penyajian formal digunakan untuk menyajikan daftar klasifikasi kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru SD berdasarkan tingkat kesalahannya, mulai dari bunyi

29 29 monoftong, diftong dan triftong dalam bentuk tabel. Sementara itu, penyajian informal yang berupa rumusan kata-kata digunakan untuk merumuskan penyebab kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris oleh guru bahasa Inggris SD di Kodya Yogyakarta. 1.8 Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab 1 berisi latar belakang, masalah dan ruang lingkup, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab 2 berisi bentuk-bentuk kesalahan pelafalan bunyi vokal. Bab 3 berisi tentang penyebab terjadinya kesalahan pelafalan bunyi vokal bahasa Inggris. Terakhir, Bab 4 berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi hasil akhir dari penelitian yang dilakukan, dan saran berupa masukan untuk masalah yang dianalisis dalam penelitian ini serta untuk penelitian sejenis di masa mendatang.

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi dalam mempelajari bahasa terutama bahasa asing. Bunyi ujar dalam

BAB I PENDAHULUAN. apalagi dalam mempelajari bahasa terutama bahasa asing. Bunyi ujar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu saja ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan adalah suatu

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing hampir di seluruh Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing hampir di seluruh Indonesia sudah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing hampir di seluruh Indonesia sudah dilakukan mulai jenjang Sekolah Dasar (SD). Pemerolehan bahasa di dalam

Lebih terperinci

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese BAB I I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese Learners of English or JLE) rata-rata mempunyai kebiasaan untuk mengucapkan bunyibunyi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara rutin manusia pasti berintaraksi dengan lingkungan sekitar. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Secara rutin manusia pasti berintaraksi dengan lingkungan sekitar. Interaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam kehidupannya perlu berinteraksi dengan sesamanya. Secara rutin manusia pasti berintaraksi dengan lingkungan sekitar. Interaksi tersebut antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran bahasa asing, berbicara merupakan salah satu keterampilan yang perlu dikuasai oleh pembelajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Tarigan (2008:1) bahwa:

Lebih terperinci

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Oeh: Theresia Budi Sucihati, M.Pd. Dosen Tetap Yayasan STKIP PGRI NGAWI Mahasiswa dalam peraturan dipungkiri bahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau Javanese Learners of English (JLE), dikatakan menguasai bahasa Inggris (BI) tidak hanya ditunjukkan

Lebih terperinci

PENGUASAAN BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI DENGAN PENGAJAR NATIVE SPEAKER. Komang Trisnadewi

PENGUASAAN BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI DENGAN PENGAJAR NATIVE SPEAKER. Komang Trisnadewi PENGUASAAN BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI DENGAN PENGAJAR NATIVE SPEAKER Komang Trisnadewi TK Jembatan Budaya (JB School) Jalan Raya Kuta No. 1 Kuta, Badung 80361. Telepon (0361) 752554, 752776. jbschoolbali@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi fonologi, gramatikal, dan semantik kemampuan seorang anak dalam memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir semua anak yang dilahirkan. Kemampuan itu dapat diperoleh tanpa harus memberikan pengajaran khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dengan judul Pemerolehan Bahasa Melayu Jambi pada Sasha Anak Usia Tiga Tahun; Suatu Kajian Psikolinguistik menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

APLIKASI TRANSKRIPSI FONETIK BAHASA INDONESIA BERDASARKAN IPA (THE INTERNATIONAL PHONETIC ASSOCIATION) UNTUK BIPA

APLIKASI TRANSKRIPSI FONETIK BAHASA INDONESIA BERDASARKAN IPA (THE INTERNATIONAL PHONETIC ASSOCIATION) UNTUK BIPA APLIKASI TRANSKRIPSI FONETIK BAHASA INDONESIA BERDASARKAN IPA (THE INTERNATIONAL PHONETIC ASSOCIATION) UNTUK BIPA Lilis Setyowati 1 Bertalya 2 Tri Wahyu Retno Ningsih 3 1 Teknik Informatika, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep menurut Soedjadi (2000:14) adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya

Lebih terperinci

fonologi morfologi linguistik sintaksis semantik

fonologi morfologi linguistik sintaksis semantik Linguistik Terapan Objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah, yakni manusia yang berfungsi sebagai sistem komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; keseharian manusia, yang dipakai sehari-hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi anggota masyarakat berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang pada dasarnya mempunyai kesamaan. Diantaranya pendapat Roger Lass

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang pada dasarnya mempunyai kesamaan. Diantaranya pendapat Roger Lass BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Fonologi Ada beberapa pengertian fonologi yang diajukan oleh para ahli bahasa yang pada dasarnya mempunyai kesamaan. Diantaranya pendapat Roger Lass dalam buku Fonologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan berbicara adalah kemampuan untuk mengekspresikan, menyatakan, dan menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk interferensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI

KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam bahasa Mandarin sangat penting ketepatan pelafalan vokal dan konsonan. Hal ini disebabkan untuk menghindari kesalahan dalam komunikasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG Nama Mata Kuliah Kode/SKS Waktu SOAL TUGAS TUTORIAL II : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : PGSD 4405/3 (tiga) : 60 menit/pada pertemuan ke-5 PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan bahasa Indonesia saat ini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa Indonesia mulai

Lebih terperinci

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 diuraikan bagian pendahuluan penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan oleh setiap anggota masyarakat. Bahasa berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hendra Setiawan, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hendra Setiawan, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis karya ilmiah merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa. Hampir semua mata kuliah memberikan tugas besar berupa karya ilmiah, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belakangan ini, banyak orang mulai berpikir bahwa keahlian adalah hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Belakangan ini, banyak orang mulai berpikir bahwa keahlian adalah hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini, banyak orang mulai berpikir bahwa keahlian adalah hal yang dapat digunakan dimasa depan. Keahlian itu bisa berupa keahlian dalam bidang non-akademik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat untuk membentuk hidup masyarakat. Bahasa merupakan sarana pikir bagi manusia. Berbagai unsur kelengkapan hidup manusia seperti kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Ciri khas ini bisa

Lebih terperinci

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut dihuni oleh beragam suku dengan bahasa yang beragam pula, bahkan tidak sedikit satu pulau didiami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini keberadaan talk show atau dialog interaktif sebagai sarana dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya talk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kesalahan 2.1.1 Pengertian Analisis Kesalahan Analisis adalah suatu kegiatan menjelaskan asal mula atau struktur dari permasalahan yang rumit dengan melakukan pemilihan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga 320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana atau alat komunikasi yang sangat menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat penting sebagai sarana ilmu dan budaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. Komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lain atau bahasa kedua yang dikenal sebagai pengetahuan yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lain atau bahasa kedua yang dikenal sebagai pengetahuan yang baru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang diperoleh setiap manusia sejak lahir. Pada saat seorang anak dilahirkan, anak tersebut belum memiliki kemampuan untuk berbicara

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Setiap bahasa yang digunakan di masing-masing negara memiliki bunyi yang berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu bahasa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, kango dan gairaigo. Wago ( 和語 ) adalah kosakata bahasa Jepang asli yang biasanya ditulis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya dituntut untuk memiliki kemampuan lebih baik dalam memahami bahasa asing tersebut dibandingkan

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN KOSAKATA DASAR BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN

PEMEROLEHAN KOSAKATA DASAR BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN PEMEROLEHAN KOSAKATA DASAR BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN (Studi Kasus Taman Kanak-Kanak Desa Tangkisan 1, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa juga merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari dan menjadi jembatan dalam bersosialisasi dengan manusia

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Bab 5 Ringkasan Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Tetapi perbedaan struktur kalimat antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sering menjadi kendala bagi pemelajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Interferensi kata-kata..., Hikmah Triyantini Hidayah Siregar, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Interferensi kata-kata..., Hikmah Triyantini Hidayah Siregar, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi menjadikan bahasa sebagai unsur penting bagi manusia untuk berinteraksi baik secara lisan maupun tulisan. Dengan menggunakan

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG Kompetens Pedagogik 2. Menguasai teori belajar dan prinsip prinsip pembelajaran yang mendidik. 1. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dardjowidjojo (2005: 5) untuk berkomunikasi, seseorang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dardjowidjojo (2005: 5) untuk berkomunikasi, seseorang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kesehariannya manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Menurut Dardjowidjojo (2005: 5) untuk berkomunikasi, seseorang tidak dapat secara langsung lancar menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Prancis merupakan bahasa Indo-Eropa yang memiliki penutur di

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Prancis merupakan bahasa Indo-Eropa yang memiliki penutur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Prancis merupakan bahasa Indo-Eropa yang memiliki penutur di banyak negara di dunia, seperti Prancis, Belgia, Swiss, Luxembourg, Louisiana, Afrika Barat, Afrika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selain untuk komunikasi bahasa juga dapat sebagai alat menggambarkan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) Oleh : Fitria Dwi Apriliawati pendidikan bahasa dan sastra jawa Fitria_Dwi97@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI PARAGRAF PADA KARANGAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TEMANGGUNG SKRIPSI

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI PARAGRAF PADA KARANGAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TEMANGGUNG SKRIPSI ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI PARAGRAF PADA KARANGAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TEMANGGUNG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuh Sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program pengajaran bahasa Indonesia yang ditujukan untuk penutur asing. Pembelajar asing yang belajar bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Seperti yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Seperti yang sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Seperti yang sering didengar dan diketahui fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah komunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah komunikasi. Dalam komunikasi antara satu individu dengan individu lainnya diperlukan adanya bahasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesulitan-kesulitan pada pembelajar BIPA. Faktor pertama adalah ciri khas bahasa sasaran. Walaupun bahasabahasa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Indonesia. Bahasa tidak terpisahkan setiap kegiatannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Indonesia. Bahasa tidak terpisahkan setiap kegiatannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia hidup di masyarakat tidak hanya sebagai individu melainkan juga sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dan bekerja sama. Masyarakat Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara sosial, budaya, maupun linguistik. Berdasarkan aspek linguistik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat

Lebih terperinci