BAB I PENDAHULUAN. memperbanyak suatu barang. 1 Melihat dari Undang-undang Hak Cipta Pemerintah Mengenai hukum pembajakan dan
|
|
- Suparman Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioskop sebagai media hiburan dalam masa sekarang ini sangatlah dibutuhkan. Banyak anak muda untuk mengisi waktu kosong, bersantai, berpacaran, dan berkumpul dengan teman lebih memilih menonton film di bioskop. Adapun dunia perfilman saat ini semakin maju dan canggih sehingga kita pun tidak ingin ketinggalan perkembangan film-film tersebut. Walau saat ini filmfilm tersebut dapat kita tonton melalui VCD (Video Compact Disc), namun sebenarnya ada keunggulan bioskop, meskipun dikepung industri televisi dan membanjirnya VCD (bajakan), toh masih punya keunggulan dalam soal memanjakan mata dan telinga.yang tidak akan pernah bisa ditandingi oleh VCD. Dengan VCD, kita tidak akan mendapatkan kualitas gambar dan suara yang memuaskan, kecuali apabila kita memiliki perangkat suara yang memuaskan, memiliki perangkat home theater yang saat ini minimal berharga juta rupiah mulai dari TV, sound sistem, dan perangkat lainnya. Dan sudah bukan rahasia umum kalau sebagian besar film-film VCD yang beredar di pasaran saat ini merupakan produk bajakan (menurut Undang-undang Hak Cipta 1987, produk bajakan adalah produk yang dibuat oleh oknum tertentu tanpa meminta ijin dari pihak yang memiliki hak cipta produk tersebut) 1, adapun maksud dari bajakan tersebut film yang diputar di VCD merupakan hasil copy menggunakan kamera atau handycam dari sebuah bioskop sehingga VCD yang dihasilkan semuanya memiliki gambar, suara, dan teks terjemahan dengan kualitas teramat rendah. Sedangkan dengan menonton film di bioskop, kita akan menikmati sajian film dengan kualitas gambar, pencahayaan, dan suara yang maksimal, karena memang gedungnya dibangun khusus untuk tujuan tersebut. Tahun 1996, di kota Yogyakarta terdapat 9 buah bioskop, yaitu bioskop Empire 21, Regent, Mataram, Senopati, Djogja, Ratih, Permata, Indra, dan Widya. Dari ke-9 biskop tersebut bioskop yang mampu memberikan kualitas dan mutu di 1 Melihat dari Undang-undang Hak Cipta Pemerintah Mengenai hukum pembajakan dan memperbanyak suatu barang 1
2 Yogyakarta cuma ada 3 bioskop yaitu Empire 21 dengan 8 theater, Regent dengan 4 theater, dan Mataram dengan 1 theater. Ketiga bioskop ini mampu menarik anak muda untuk berkumpul dan bersantai dengan film-film yang bagus pula. Sedangkan ke-6 bioskop yang lain kurang mampu bersaing dalam hal penyajian film dan kenyamanan fasilitas, yang mengakibatkan penurunan omset serta menghilangnya pelanggan dari kaum menengah dan menengah keatas. Dengan film-film seadanya seperti film-film porno, film kuno, ke-6 bioskop ini cuma mampu menjaring pelanggan dari kaum menengah kebawah seperti pengamen, tukang ojek, tukang becak, dll. Dalam waktu singkat, dari ke-6 bioskop tersebut yang terpaksa gulung tikar adalah Ratih, Widya, Djogja, dan Senopati yang tersisa hanya Permata dan Indra. Mataram Theatre (berkelas satu), dan dua lainnya berkelas dua (Permata, Indra). Yang pertama memutar film baru, dengan tiket Rp Sedang yang terakhir menyajikan film second round dengan tiket Rp Jadi kalau mau ngirit tiga ribu perak, tunggu saja film yang Anda pilih diputar di bioskop kelas dua. Di sini kesabaran Anda benar-benar diuji, karena datangnya film itu bisa tiga sampai empat bulan. Bahkan kadang lebih. Empat bioskop itu memiliki karakter sendiri-sendiri. Mataram Theater lebih banyak memutar film Barat (meskipun tidak semua film kelas kompetisi semacam Piala Oscar diputar di sini) dan sesekali memutar film Indonesia yang sering muncul bak hujan di musim kemarau.. Sedangkan Gambar 1. Bioskop Mataram Permata, dan Indra, cenderung memutar film Mandarin atau Barat yang Gambar 2. Bioskop Permata dan Indra 2
3 menawarkan gelora libido. Peminatnya? Lumayan besar. Dan kebanyakan lakilaki! Ketika Tahun 1999, ke-2 bioskop favorit yaitu Empire 21 dan Regent mengalami musibah dan terbakar habis. 2 Maka keperluan untuk bersantai dan menonton film layar lebar semuanya terarah kepada bioskop Mataram. Akibat yang lebih dalam juga dirasakan setelah bioskop Regent terbakar dengan menelan korban 14 orang yang terperangkap di dalamnya sehingga memberikan rasa takut atau traumatis beberapa orang untuk menonton bioskop. Hal ini jugalah yang sempat dialami oleh penulis. Kurangnya keamanan yang menjamin nyawa orangorang yang ada didalam bioskop mengakibatkan ketakutan seseorang untuk menikmati suatu film. Bioskop yang diharapakan mampu memberi kepuasan dalam menonton film, ketenangan dalam rasa aman, dan kenyamanan dalam suasana seperti layaknya bioskop-bioskop dibawah group perusahaan 21 (twenty one) lainnya. Penulis melihat bahwa kondisi bioskop-bioskop yang lainnya tidak mendukung untuk tempat bersantai, seperti bioskop Indra dan Permata. 3 Bioskop-bioskop ini mempunyai kondisi ruangan yang tidak nyaman, kotor, bau, pengap, penuh binatang tikus berkeliaran, dan film yang ditayangkan adalah film-film yang berbau porno, untuk menarik penonton. Sehingga seperti yang penulis rasakan ketika mencoba untuk masuk ke dalam studio, yaitu suara bising sound sistemnya, Gambar 3. Suasana di dalam bioskop Permata kursi yang keras, penonton yang berteriak-teriak ketika melihat adegan-adehan panas pada film yang sedang diputar, bahkan ada sekali dua kali beberapa gelas 2 Disadur dari Harian Bernas 1 Desember 1999, hal 7 kol 10 3 Disadur dari Website Tourism Information pada tanggal 2 februari
4 plastik kemasan air minum dilempar ke udara oleh penonton, KM dan WC yang kotor dan bau tak terawat, layar bioskop yang tidak mulus lagi sehingga hasil dari proyektor tidak maksimal. Dari pengalaman ini penulis dapat menyimpulkan bahwa bioskop-bioskop tersebut sangat sulit dijangkau para wanita untuk menonton, sebab selain risih dengan kondisi yang ada tentu juga takut akan digoda. Menurut sumber yang sempat diwawancara oleh penulis mengenai keunggulan bioskop 21, adalah karena rata-rata bioskop 21 memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dibandingkan dengan bioskop lainnya. Kenyamanan yang dimaksud pada Grup 21 adalah: Kenyamanan antrean dan suasana lobby, dikarenakan pada tiap-tiap lobby, ruang tunggu dan loket diberikan suasan santai dengan berbagai fasilitas sebagai sofa yang nyaman yang memanjang, terdapat kafetaria, serta hiburan-hiburan seperti poster-poster film yang diputar saat itu atau filmfilm yang akan diputar hari berikutnya, ada juga televisi pada tiap-tiap ujung ruangan lobby untuk membuat pengunjung tidak bosan. Juga dilengkapi kamar mandi yang bersih dan terawat. Kenyamanan menonton diberikan dengan: a. Entrance masuk ke dalam studio yang enak dan memudahkan penonton untuk menemukan nomor urut kursi yang dipesan. b. Sofa empuk yang sangat santai bagi penonton yang membuat badan tidak capek selama menonton film dengan durasi minimal 1,5 jam. c. Jarak antar deret kursi yang nyaman dan tidak sempit mampu memberikan pergerakan tiap penonton secara maksimal. Kenyamanan Suara dan Visual, diberikan dengan speaker dengan kualitas HiFi stereo dan watt pmpo sebagai satuan kekuatan speaker. Adapaun speaker ini diletakkan secara merata dengan speaker yang besar 2 buah diletakkan di depan disamping kanan kiri layar, dan untuk memperjelasnya diberikan speaker di dinding tiap 3 5 meter dengan peletakkan 3 meter dari lantai, pemakaian peredam suara (akustik) juga memberikan kenyamanan dengan teredamnya suara baik dari dalam keluar dan dari luar kedalam, akustik tersebut memakai kain jenis karpet dengan 4
5 kepadatan serat yang kuat, dan ketebalan serat 0,5 mm sampai 10 mm memutar rata menutup di dalam studio. Untuk visual, menggunakan layar ukuran 13 meter yang putih bersih tanpa noda dan cacat sehingga kualitas gambar maksimal. Sistem tata gambar dan tata suara yang dimiliki termasuk baik, karena ditopang oleh perangkat digital yang modern. Kenyamanan penghawaan juga dirasakan baik diluar studio (lobby) atau di dalam studio dengan menggunakan AC baik sentral maupun split. Dengan sarana yang amat nyaman, bioskop itu menjadi amat menyenangkan dan mampu untuk dijadikan tempat rekreasi. Perbedaan yang jelas terlihat pada harga tiket masuknya, yaitu ke-3 bioskop favorit untuk masuk dikenakan biaya tiket 5000 rupiah (tahun 1998), sedangkan untuk bioskop lainnya cuma dikenakan biaya 1500 sampai 2500 rupiah saja. Dari perbedaan harga tiket ini sudah terlihat jelas bahwa ke-6 bioskop ini tidak mampu berkompetitif dengan ke-3 bioskop tersebut. Bioskop Empire 21 dan Regent bisa dikatakan sebagai bioskop ajang gaul karena bioskop tersebut menjadi favorit kawula muda, dan dengan keberadaan bioskop tersebut maka lingkungan, wilayah, dan kota sekitarnya menjadi hidup. Hilangnya aktivitas kedua bioskop tersebut telah mematikan perekonomian sekitarnya. Suasana yang sebelumnya ramai dan terang, penuh dengan penjual makanan, becak, taksi, dll, kini menjadi suram dan memaksa mereka untuk berpindah tempat yang baru dan ramai. Kedua bioskop ini sebelumnya mampu menjadi Land Mark-nya jalan Solo selain Galeria Mall, tapi kini keadaan menjadi sepi dan gelap, orang hanya melihat puing-puing bangunan. Keberadaan bioskop ini dilihat dari segi ekonomi sangatlah menguntungkan karena peminatnya yang sangat banyak. Sebagai ajang gaul, bioskop ini tidak akan sepi, karena bioskop sebagai tempat bersantai, sangatlah murah dan sederhana. Tidak memberikan image negatif dan juga merangkul semua kalangan baik itu anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua (manula). Lain halnya dengan ajang gaul seperti diskotik dan kafe yang akan memberikan image negatif, serta tidak setiap orang mampu menikmatinya, untuk menikmati diskotik dan kafe juga dibutuhkan pengeluaran uang yang cukup banyak. 5
6 Bioskop di sini bukan sekedar bioskop yang memutar film-film impor yang box office, tetapi juga memutar film nasional yang berkualitas dan bermoral. Adanya diversifikasi film ini diharapkan animo masyarakat terhadap film tumbuh dan dapat memberi penilaian terhadapnya. Sebuah bioskop dimana desainnya berpatokan pada perilaku manusia sebagai tokoh utama dan pemakai bangunan bioskop tersebut Kebutuhan akan bioskop terutama sangat dirasakan di yogyakarta beberapa tahun terakhir ini. Dengan terbakarnya 2 bioskop utama di kota ini (Empire 21 dan Regent), selain keberadaan bioskop-bioskop kelas dua dan tiga, otomatis hanya menyisakan satu bioskop (Mataram). Itupun kurang memadai, karena hanya menyediakan satu buah layar yang tentu saja tidak bisa menampung baik itu arus film yang terus berdatangan maupun arus penonton. Akibatnya, banyak film menarik dan bermutu tidak dapat masuk ke Yogyakarta. Dengan Yogyakarta berpredikat sebagai kota pelajar dan kota budaya, tentu saja masyarakatnya mempunyai kecenderungan apresiasi yang tinggi. Oleh karena itu sungguh menjadi ironis jika Yogyakarta tidak mempunyai suatu wadah yang setidaknya dapat menampung apresiasi masyarakat. Disinilah keberadaan bioskop di Yogyakarta menjadi sangat penting. Adapun pemikiran bioskop sebagai tempat bersosialisasi menjadi kendala bagi orang-orang yang tidak menyukai keramaian sehingga lebih memilih nonton dan berdiam diri dirumah, maka untuk mengatasi hal ini penulis ingin membuat bioskop yang tidak hanya berupa ruangan besar untuk banyak orang tetapi juga menyediakan ruang-ruang kecil yang hanya menampung 2 orang yang ingin menghindari keramaian. Walaupun untuk menikmati bioskop yang individual ini harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dibanding bioskop yang normal, namun mampu memberikan kepuasan bagi penonton (untuk mendapatkan kesenangan diperlukan pengorbanan yang besar). Begitu banyak bioskop lumpuh karena hanya mengandalkan pemasukan dari tiket karcis. Karena kondisi perekonomian negara yang kurang stabil, masalah pembajakan hak cipta dan animo masyarakat yang naik turun dalam menonton di bioskop menjadi pemicu untuk mengadakan bioskop dengan bermacam kegiatan dan usaha. 6
7 1.2 Rumusan Masalah Bioskop sebagai suatu wahana apresiasi film yang mampu menciptakan rasa puas penggunanya sebaiknya memenuhi sifat rekreatif, yaitu memiliki arti mampu menampung kegiatan berbentuk informal, sehingga selain kegiatan menikmati film, bioskop juga menciptakan kenyamanan dalam menonton yang dipengaruhi perilaku manusia di dalamnya. Adapun perlakuan secara khusus terhadap perilaku manusia mampu menciptakan kenyamanan secara tidak langsung. Dimana manusia sebagai pemakai gedung tidak merasa bahwa mereka telah dimanja oleh bentuk dan tatanan ruang. Bagaimana menciptakan keterpaduan ruang yang memenuhi syarat komfortabilitas, rekreatif, komunikatif berdasar perilaku manusia, dan tidak kalah pentingnya memperhatikan faktor keamanan. - Permasalahan Umum 1. Bagaimana menciptakan bioskop yang memenuhi persyaratan fisik bangunan bioskop 2. Bagaimana mewujudkan sebuah bioskop yang memenuhi persyaratan fungsional bangunan bioskop, aman dan kontekstual di Yogyakarta 3. Bagaimana menyelesaikan citra bangunan bioskop yang kontekstual dan mencerminkan fungsi bioskop. - Permasalahan Khusus 1. Bagaimana menciptakan sebuah bioskop yang memenuhi tuntutan konsep kenyamanan.. 2. Bagaimana menciptakan kenyamanan ruang yang saling berintegrasi baik dari segi pola ruang, pola gerak serta sirkulasi. 1.3 Tujuan Membuat suatu rancangan sebuah fasilitas media tayang film berupa bioskop sebagai wadah apresiasi film untuk rekreatif sebagai jembatan antara industri perfilman dengan masyarakat yang bersifat sosial maupun individu dengan menambahkan perilaku manusia sebagai dasar pemikiran kenyamanan, baik secara individual maupun social. 7
8 1.4 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai adalah penyusunan konsep perancangan bioskop yang memiliki sifat rekreatif dengan penekanan pada perancangan ruangruang yang mengintergrasikan fungsi sosial dan individu yang terkait penuh dengan kegiatan apresiasi film. 1.5 Lingkup Bahasan 1. Auditorium dibatasi pada auditorium untuk konser. 2. Yogyakarta dibatasi pada Jalan Solo sebagai pilihan site. 3. Pembahasan dibatasi pada permasalahan arsitektur yaitu mengenai perilaku manusia sebagai pembentuk ruang Pokok pembahasan tersebut menjadi dasar dalam pembahasan khusus mengenai konsep penekanan desain, yaitu pengaruh perilaku manusia terhadap bentuk dan tata ruang bangunan. 1.6 Metode 1. Metode mencari data Metode yang digunakan adalah Metode Deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran atau atas suatu peristiwa. 2. Metode menganalisa data - Analisa site sebagai strategi penerapan desain pada kawasan terpilih. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup bahasan, metode, dan sistematika penulisan BAB II : TINJAUAN BIOSKOP Pengertian bioskop, bioskop di Yogyakarta, bioskop di Jalan Urip Sumohardjo, standarisasi gedung bioskop, 8
9 mencakup seating, sirkulasi, layar, proyektor, zoning, dan ruang BAB III : TINJAUAN PERILAKU DAN KENYAMANAN MENONTON DALAM ARSITEKTUR Pengertian perilaku manusia, studi kasus. Studi kenyamanan dalam menonton bioskop. BAB IV : KENYAMANAN DALAM PENGERTIAN INTERIOR DAN ELEMEN ARSITEKTUR DALAM BIOSKOP Pengertian kenyamanan, pengertian interior, pengertian elemen arsitektur, dan macam elemn arsitektur dalam pengaruhnya dengan kenyamanan. BAB V : PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEDUNG Pendekatan konsep perencanaan dan perancangan secara menyeluruh yang digunakan dalam perancangan gedung bioskop. BAB VI : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEDUNG Mengungkapkan konsep-konsep yaitu, konsep site terpilih, konsep zoning, konsep sirkulasi, konsep kenyamanan ruang. 9
BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah media reproduksi informasi, media dari sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan, informasi, ungkapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai khasanah budaya yang luas. Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pendidikan dan pariwisata yang
Lebih terperinciTUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN
TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Fenomena Bioskop Di Indonesia Bioskop adalah pertunjukan
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Bioskop (Belanda: bioscoop dari bahasa Yunani βιος, bios (yang artinya hidup) dan σκοπος (yang artinya "melihat") adalah tempat untuk menonton pertunjukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bencana bagi perekonomian global khususnya melanda negara-negara yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mencermati akan iklim perekonomian global saat ini, tidak salah apabila kita mencoba mengingat kembali berbagai gejolak perekonomian dimana terjadi bencana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini menunjukkan semakin bertambahnya kecerdasan dari manusia sejalan dengan berkembangnya waktu. Akses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang aktivitasnya sejak kecil hingga dewasa, mulai dari pagi hari hingga larut malam. Dalam hidupnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat perkotaan saat ini adalah hiburan perfilman.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat perkotaan saat ini memiliki banyak aktivitas dan kesibukan serta rutinitas sehari-hari yang membuat masyarakat menjadi jenuh. Oleh karena itu, masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gambar 1. 1 Skema Latar Belakang Sumber : Penulis 17 1.1.1 Film Sebagai Media Hiburan Warga Kota Film merupakan salah satu media hiburan dalam mengusir kebosanan warga
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Penerapan konsep frame pada bangunan Konsep frame pada bangunan ini diterapkan ke dalam seluruh bagian ruangan, meliputi lantai, dinding dan langit-langit. Konsep tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan budaya saat ini melaju dengan sangat cepat seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan tren gaya hidup. Gaya
Lebih terperinciFasilitas Sinema Terpadu di Surabaya
196 Fasilitas Sinema Terpadu di Surabaya Yurike Natasia dan Rony Gunawan S.T.,M.T. Prodi Arsitektur, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail: yurike_natasia@yahoo.com ; rgsunaryo@gmail.com
Lebih terperinciDesain Interior Cinema 21 Dengan Suasana Gothic
Desain Interior Cinema 21 Dengan Suasana Gothic Briantito Adiwena 3406100057 Dosen Pembimbing Thomas Ari K, MT Latar Belakang Surabaya Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ludruk merupakan sebuah drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelar di panggung. Pertunjukan kesenian yang berasal dari Jombang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi mereka untuk melepaskan penat dan kejenuhan dengan mencari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri hiburan saat ini telah menjadi salah satu gaya hidup bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Jakarta. Dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepakbola merupakan olahraga paling populer dan digemari diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada waktu piala dunia 2010 yang diselenggarakan di Afrika Selatan, banyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN OBJEK GEDUNG KESENIAN GDE MANIK SINGARAJA
BAB II TINJAUAN OBJEK GEDUNG KESENIAN GDE MANIK SINGARAJA Pada bab ini akan dilakukan evaluasi mengenai Gedung Kesenian Gde Manik (GKGM) dari aspek kondisi fisik, non-fisik, dan spesifikasi khusus GKGM
Lebih terperinciGambar 5. 1 Citra ruang 1 Gambar 5. 2 Citra ruang 2 2. Lounge Lounge merupakan salah satu area dimana pengunjung dapat bersantai dan bersosialisasi de
BAB V KONSEP PERENCANAAN INTERIOR 5.1 Konsep Citra Ruang Konsep citra ruang yang ingin dicapai adalah ruangan yang memberikan suasana kondusif kepada pengguna perpustakaan. citra ruang dimana pengguna
Lebih terperinciZona lainnya menjadi zona nista-madya dan utama-madya.
6.1 KONSEP ZONASI 5.1.1 Zonasi Bangunan zona. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Zonasi pada bangunan mengikuti prinsip sanga mandala dan dibagi menjadi 9 Gambar 5. 2 Pembagian 9 Zona Sanga Mandala
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing
BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di era global ini persaingan antar dunia perfilman yang semakin ketat membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing untuk memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cinema and Film Library di Yogyakarta. I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Hiburan atau rekreasi merupakan salah satu kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh manusia, selain pendidikan. Dikatakan demikian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cineplex 21 Group adalah jaringan bioskop terbesar di Indonesia, dan merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bisokop ini tersebar
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN A. KONSEP PERUANGAN 1. Konsep Kebutuhan Ruang Berdasarkan analisa pola kegiatan dari pelaku pusat tari modern, mak konsep kebutuhanruang pada area tersebut adalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dunia semakin hari semakin berkembang pesat begitu juga perkembangan teknologi di indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkembang di dunia indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang menyebabkan bisnis di Indonesia melemah bahkan jatuh. Dampak dari krisis moneter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek. Pada dekade terakhir, perkembangan kegiatan pendidikan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Pada dekade terakhir, perkembangan kegiatan pendidikan, permukiman, perdagangan, jasa, dan pariwisata di Yogyakarta meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini banyak kemajuan yang dicapai oleh manusia, sejalan dengan perkembangan teknologi, perekonomian, industri, komunikasi, dan rekreasi. Sehingga membawa masyarakat
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. 5.1 Konsep Tapak Bangunan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Mesin Industri Zoning
Handrail diperlukan di kedua sisi tangga dan harus ditancapkan kuat ke dinding dengan ketinggian 84.64 cm. 6. Pintu Ruangan Pintu ruang harus menggunakan panel kaca yang tingginya disesuaikan dengan siswa,
Lebih terperinciABSTRAK. Penghargaan ini berguna untuk memotivasi mereka menampilkan musik yang terbaik. Dan tolak
ABSTRAK Ruang konser merupakan suatu tempat dimana para pemusik mendapatkan penghargaan. Penghargaan ini berguna untuk memotivasi mereka menampilkan musik yang terbaik. Dan tolak ukur seorang dapat bermain
Lebih terperinciAGAR ANGGARAN HIBURAN TIDAK KEBABLASAN
AGAR ANGGARAN HIBURAN TIDAK KEBABLASAN Oleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 836/XVI Kali ini, saya akan berbicara tentang hiburan. Ya, bicara tentang hiburan. Tak bisa dipungkiri bahwa hiburan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
267 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dan hasil analisis yang telah dikemukakan, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil analisis : 1. Masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema. Eresto, Ecinema, Elounge, 7 KTV dan Banquet Service.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Entertainment Plaza adalah perusahaan yang mendirikan sebuah produk jasa pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian Gambaran Singkat Blitzmegaplex Cabang Miko Mall
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Singkat Blitzmegaplex Cabang Miko Mall Blitzmegaplex cabang Miko Mall merupakan Blitzmegaplex kedua di kota Bandung yang berada di area
Lebih terperinciBAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)
BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Perkembangan film Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan dan penurunan sehingga mempertahankan peningkatan film itu sangatlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah anak muda usia produktif membuat para peritel pun tidak akan kesusahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka pertumbuhan pasar ritel Indonesia, yang membuat Indonesia banyak diminati baik oleh peritel asing, maupun peritel lokal. Mengingat potensi yang dimiliki
Lebih terperinciBAB III STUDI LAPANGAN
BAB III STUDI LAPANGAN A. Perpustakaan Grhatama Pustaka Berlokasi di Jl. Janti, Banguntapan Bantul, D.I. Yogyakarta. Jam layanan untuk hari Senin-Jumat : 08.00 s.d. 22.00 WIB, hari Sabtu : 08.00 s.d. 16.00
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan yang terjadi di dunia usaha dan industri saat ini berkembang semakin ketat. Hal tersebut terutama disebabkan oleh adanya perkembangan teknologi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa Yunani) yang artinya Gambar Hidup. Bioskop sendiri adalah tempat untuk menonton pertunjukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasak adalah kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan dan gaya hidup sehari hari. Mendengar kata masak pasti selalu identik dengan dunia wanita, tetapi pendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi ciri khas Yogjakarta. Di Yogjakarta kurang lebih terdapat 116
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota pelajar merupakan image yang menjadi ciri khas Yogjakarta. Di Yogjakarta kurang lebih terdapat 116 perguruan tinggi yang tiap tahunnya menarik
Lebih terperinciBAB V HASIL RANCANGAN
BAB V HASIL RANCANGAN 5.1 Perancangan Tapak 5.1.1 Pemintakatan Secara umum bangunan dibagi menjadi beberapa area, yaitu : Area Pertunjukkan, merupakan area dapat diakses oleh penonton, artis, maupun pegawai.
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil pengolahan data dan analisis, maka dapat dibuat kesimpulan, sebagai berikut: 1. Terjadi kesenjangan antara persepsi dan harapan konsumen terhadap kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi, dan sistematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Pecinta Seni di Medan. Jenis Kesenian yang Paling Sering Dilakukan Gol. Jumlah
BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Ditinjau dari kegiatan komersil, kota Medan memperlihatkan peningkatan di bidang hiburan musik khususnya. Hal ini terlihat pada statistic social budaya, presentase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Concert : Pagelaran musik atau pementasan musik (Wikipedia, 2015)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Music : Nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama menggunakan alat yang menghasilkan bunyi).(chaterina
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi pada zaman ini sudah sangat pesat, tidak perlu puluhan tahun teknologi sudah bisa berkembang sangat jauh. Berkembangnya teknologi, membuat orang-orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bisnis di era modern seperti sekarang ini berkembang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di era modern seperti sekarang ini berkembang sangat pesat dan mengalami perubahan yang berkesinambungan. Seiring dengan perkembangan itu
Lebih terperinciBAB 5 KONSEP DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
BAB 5 KONSEP DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Perencanaan dan perancangan Gedung Sinepleks di Kota Semarang bertujuan untuk mewujudkan suatu rancangan fasilitas hiburan dan rekreasi
Lebih terperinciBAB V KONSEP 5.1 Konsep Tata Ruang Luar Gambar 5.1 Skema Site Plan
BAB V KONSEP 5.1 Konsep Tata Ruang Luar 5.1.1 Konsep Site Plan Dalam standarnya, area parkir pengunjung harus berada di bagian depan site agar terlihat langsung dari jalan. Untuk itu, area parkir diletakkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. khusus dengan menyalurkan sumber sumber sebuah organisasi untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan promosi mempunyai kaitan erat dengan kegiatan pemasaran. Pemasaran merupakan suatu proses mempersepsikan, memahami, menstimuli, dan memenuhi kebutuhan pasar,
Lebih terperinciBAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Konsep Perencanaan Dalam menonton sebuah film, sebuah imajinasi dan fantasi perlu untuk dijaga dan tersampaikan sehingga penonton dapat menikmati sebuah film
Lebih terperinciBAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Dasar Pendekatan Metode pendekatan ditujukan sebagai acuan dalam penyusunan landasan perencanaan dan perancangan arsitektur. Dengan metode pendekatan diharapkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tinggal, seperti ruang tidur, ruang makan, dan kamar mandi. Karena bersifat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perancangan Hotel merupakan fasilitas akomodasi yang menyediakan sarana penginapan sekaligus pelayanan makanan dan minuman yang bersifat komersil. Secara umum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung telah dikenal oleh masyarakat di Indonesia sebagai kota yang memiliki apresiasi seni yang tinggi, salah satunya di bidang musik. Salah satu pemicu tingginya
Lebih terperinciBAB 4 KESIMPULAN. Nonton bareng..., Rima Febriani, FIB UI, Universitas Indonesia
dibayar. Di Eropa tempat duduk seperti ini biasanya dihuni petinggi klub, pejabat, atau konglomerat sementara suporter biasa duduk di tempat biasa. Ada pula semacam anggapan yang berlaku bahwa suporter
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN KHUSUS
BAB IV TINJAUAN KHUSUS 4.1. Perencanaan Bahan 4.1.1. Perencanaan Lantai Lantai dasar difungsikan untuk area parkir mobil, area service, pantry, ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga, kamar mandi tamu.
Lebih terperinciBAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1. KONSEP PENATAAN RUANG LUAR DAN DALAM Konsep penataan ruang luar dan dalam gedung bioskop 3 (tiga) dimensi adalah adanya hubungan antara ruang luar dan dalam,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN OBJEK RANCANGAN
7 BAB II TINJAUAN OBJEK RANCANGAN A. Pengertian Judul 1. Gorontalo Menunjukan sebuah nama lokasi/daerah yaitu Provinsi Gorontalo merupakan hasil pemekaran dari provinsi sebelumnya Provinsi Sulawesi Utara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan karya seni berupa rangkaian gambar hidup yang diputar sehingga menghasilkan sebuah ilusi gambar bergerak yang disajikan sebagai bentuk hiburan. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aria Wirata Utama, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perpustakaan adalah sebuah ruang yang di dalamnya terdapat sumber informasi dan pengetahuan. Sumber-sumber informasi dan pengetahuan yang berada di perpustakaan
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk
Lebih terperinci1.4 Metodologi Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Interior Seni dan desain (art and design) dipandang sebagai dua elemen menyatu yang tidak terpisahkan. Tiap perkembangan seni selalu diikuti oleh visualisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, dewasa ini banyak bermunculan perusahaan perusahaan baru yang membuat produk produk dari berbagai macam jenis barang kebutuhan
Lebih terperinciENTERTAINMENT CENTER DI PURWODADI
TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( DP3A ) ENTERTAINMENT CENTER DI PURWODADI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Lebih terperinciPutih Abu Hitam Coklat
KONSEP PERANCANGAN RUANG DALAM Tema yang saya terapkan pada tugas Perancangan Ruang Dalam ini adalah konsep Kontemporer. Karakteristik dari konsep kontemporer adalah konsep ruang yang terkesan terbuka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Proyek
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Proyek Kebutuhan akan sarana hiburan pada saat ini terutama di kota-kota besar semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan kota tersebut. Selain itu pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek. 1.2 Tujuan Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya taraf kehidupan kota menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan fasilitas perkotaan yang lebih terencana. Hal ini terjadi
Lebih terperinciBAB IV SINTESA PEMBAHASAN. yang diusung dalam sebuah konsep desain Hotel Mulia adalah luxurious
BAB IV SINTESA PEMBAHASAN 4.1 Gaya Dan Tema Perancangan Menentukan jenis tema merupakan langkah awal dalam membangun suatu ruangan. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada klien akan interior Hotel Mulia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, masyarakat menuntut pelayanan yang lebih optimal dalam segala aspek termasuk dalam dunia kesehatan. Pada zaman
Lebih terperinciWahana Rekreasi Edukatif Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Di Surabaya
JURNAL edimensi ARSITEKTUR Vol.1,No. 1, (2012) 1-8 1 Wahana Rekreasi Edukatif Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Di Surabaya Merliana Tjondro dan Christine Wonoseputro, S.T.,MASD Jurusan Teknik Arsitektur,
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Fasilitas Fisik 1) Sekat Pemisah Saat ini belum terdapat sekat pemisah yang berfungsi sebagai pembatas antara 1 komputer dengan komputer yang lainnya pada Warnet
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pusat es krim merupakan fasilitas yang dirancang untuk penikmat es krim. Pusat es krim menyediakan berbagai jenis es krim dan kebutuhan mengenai es krim bagi masyarakat terutama
Lebih terperinciBAB IV KONSEP 4.1 IDE AWAL
BAB IV KONSEP 4.1 IDE AWAL Gedung Auditorium Musik Bandung ini merupakan fasilitas yang diperuntukkan kepada kaum remaja di Bandung. Kaum remaja yang senang berekspresi menjadi pertimbangan dalam pencarian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan
Lebih terperinciCINEPLEX DI KOTA PALANGKARAYA
LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN CINEPLEX DI KOTA PALANGKARAYA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA -1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK (S-1) PADA
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERANCANGAN DAN HASIL DESAIN
BAB V KONSEP PERANCANGAN DAN HASIL DESAIN 5.1. Gaya dan Tema dalam Perancangan Perancangan interior Sing a Song Family Karaoke ini mengambil gaya modern dan tema Pop Art, karena ingin menciptakan suasana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti halnya perkembangan ekonomi, industri dan pusat-pusat rekreasi dan hiburan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, banyak perkembangan yang terjadi dipusat-pusat kota, seperti halnya perkembangan ekonomi, industri dan pusat-pusat rekreasi dan hiburan.
Lebih terperinciBAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep utama yang mendasari Rancang Ulang Stasiun Kereta Api Solobalapan sebagai bangunan multifungsi (mix use building) dengan memusatkan pada sistem dalam melayani
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib
Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di perkotaan-perkotaan salah satunya adalah kota Yogyakarta. Ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di zaman yang serba bergerak cepat ini, manusia dituntut selalu aktif dan produktif untuk memenuhi tuntutan hidup. Kehidupan yang serba sibuk dengan rutinitas pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka saling membutuhkan satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tidak sedikit manusia menjadikan hewan peliharaan sebagai teman dalam kehidupannya.
Lebih terperincilib.archiplan.ugm.ac.id
BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1. BENTUK KEGIATAN DAN RUANG 5.1.1. Pelaku Kegiatan Pelaku utama kegiatan dalam Movie Square dimayoritaskan penduduk WNI yang tinggal di kota Yogyakarta, tidak hanya dikhususkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Film adalah salah satu karya seni yang lahir dari suatu kreatifitas dan imajinasi orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Sebagai karya seni film terbukti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi gaya hidup di kota-kota besar memaksa orang untuk bekerja lebih keras. Beban pekerjaan
Lebih terperinciPersiapan yang wajib diperhatikan para calon pengusaha warung kopi :
Warung Kopi, Bisnis Sampingan Yang Tak Pernah Sepi Mengisi waktu luang sembari menikmati secangkir kopi bersama keluarga atau teman memang sangat menyenangkan. Siapa sangka, kebiasaan ini ternyata juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman di era globalisasi ini menuntut aktivitas-aktivitas sosial yang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan jaman di era globalisasi ini menuntut aktivitas-aktivitas sosial yang semakin bervariasi. Terkadang orang ingin bertemu di tempat yang tidak hanya menyenangkan,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsep Perancangan Didalam sebuah perancangan interior, fasilitas sangat menunjang dalam aktifitas yang dilakukan di dalamnya. Fasilitas merupakan hal penting dalam mendesain
Lebih terperinciKONSEP PERANCANGAN INTERIOR RUANG TIDUR UTAMA
2011 KONSEP PERANCANGAN INTERIOR RUANG TIDUR UTAMA RUMAH TINGGAL BAPAK Ir. Budiman, M.A. Jl. Merdeka Barat 12 Jakarta Designed by: Karina Larasati NIM. 00987654333 JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FBS UNY
Lebih terperinciAUDITORIUM MUSIK KLASIK DI BANDUNG
LAPORAN PERANCANGAN AUDITORIUM MUSIK KLASIK DI BANDUNG AR 40Z0 - TUGAS AKHIR PERANCANGAN ARSITEKTUR SEMESTER I 2007/2008 Oleh : TRI MURDONO 152 03 043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangnya mobilitas kegiatan masyarakat kelas menengah atas mempengaruhi perkembangan bisnis.bisnis Spa And Fitness Centre merupakan bisnis yang menjanjikan. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya
Lebih terperinciSINEPLEX DAN SINEMATEX DI YOGYAKARTA Dengan pendekatan desain arsitektur post modern
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SINEPLEX DAN SINEMATEX DI YOGYAKARTA Dengan pendekatan desain arsitektur post modern Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN Pembahasan Data Hasil Observasi Dari data hasil observasi dapat dibahas sebagai berikut:
BAB IV PEMBAHASAN 5.1. Pembahasan Data Hasil Observasi Dari data hasil observasi dapat dibahas sebagai berikut: Ruang studio di kampus Ruang studio di kampus Tabel 4.1 Perbandingan ruang studio desain
Lebih terperinciREDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115
BAB I PENDAHULUAN Laporan perancangan ini sebagai tindak lanjut dari Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur dan menjadi satu rangkaian dengan perancangan fisik Rumah sakit Islam Madinah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jepang merupakan salah satu negara yang mempunyai kebudayaan dan tradisi yang cukup dikenal oleh negara lain. Kebudayaan Jepang berhasil disebarkan ke berbagai negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin banyak orang yang sadar akan hidup sehat. Imbasnya, pusat kebugaran di kota-kota besar pun muncul sporadis. Kesehatan kini sudah menjadi bagian gaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen selalu menarik bagi pemasar. Pengetahuan tentang perilaku konsumen membantu pemasar untuk memahami bagaimana konsumen berpikir, merasa, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang kompleks dengan padat pakar dan padat modal. Untuk melaksanakan fungsi yang demikian kompleks,
Lebih terperinci