BAB I PENDAHULUAN. Laporan penelitian ini membahas tentang perencanaan bisnis ErgoBam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Laporan penelitian ini membahas tentang perencanaan bisnis ErgoBam"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Laporan penelitian ini membahas tentang perencanaan bisnis ErgoBam Furnitur yang bergerak di bidang industri mebel. Perencanaan bisnis dimulai dari menganalisis lingkungan perusahaan yang dikategorikan dalam dua bagian yakni lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan untuk mengevaluasi bisnis lebih lanjut. Rangkaian analisis berguna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat memperlancar ataupun menghambat perkembangan perusahaan. 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Lingkungan eksternal merupakan faktor penting yang perlu dikaji dalam menentukan pengambilan suatu keputusan. Pengenalan dan pemahaman tentang berbagai kondisi serta dampak yang menjadikan hal mutlak harus ditelaah lebih lanjut. Analisis lingkungan eksternal pada industri mebel di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memiliki ruang lingkup luas dan faktor-faktor diluar yang terlepas dari operasional perusahaan. Analisis yang bertujuan mengetahui ancaman dan peluang. Ancaman adalah suatu kondisi dalam lingkungan umum yang dapat menghambat aktivitas perusahaan dalam mencapai daya saing strategis. Sedangkan peluang adalah kondisi lingkungan umum dapat membantu perusahaan mencapai daya saing strategis. Proses yang dilakukan secara berkelanjutan untuk melakukan analisis adalah dengan melakukan pemindaian, pengawasan, peramalan dan penilaian. Lingkungan eksternal memerlukan 1

2 pengendalian jangka panjang dari manajemen puncak organisasi dalam menjalankan bisnis. Analisis lingkungan eksternal memberikan faktor-faktor sebagai kunci utama bagi perusahaan untuk memberikan respon dalam merumuskan strategi bagi perusahan. Misalnya faktor eksternal demografis digunakan untuk mengetahui apakah suatu wilayah dapat mendukung aktivitas bisnis dan potensi pasar yang dimiliki pada suatu wilayah tersebut serta peraturan dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan produk yang akan dipasarkan. Faktor-faktor eksternal yang akan diuraikan seperti gambaran umum industri, pemain utama industri mebel, pasar sasaran utama, kekuatan kompetitif dan hambatan pada industri akan menggambarkan kemampuan konsumen dalam memenuhi kebutuhan mebel dan kekuatan konsumen dalam membeli yang berdampak pada tingkat penjualan pada suatu produk Gambaran Umum Industri Industri mebel Indonesia masih memiliki pamor yang bagus dalam perdagangan dunia. Mebel Indonesia masih banyak diminati oleh konsumen nasional maupun internasional. Peran pemerintah mendorong pada pengembangan industri permebelan. Terlebih sektor ini telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu dari sepuluh komoditas unggulan ekspor tanah air. Dukungan dari aspek kualitas dan desain produk yang diminati oleh konsumen luar negeri, ketersedian bahan baku maupun sumber daya manusia yang terampil. 2

3 Demikian dari sisi pangsa pasar nasional, industri mebel lokal masih menguasai 70% pasar mebel domestik. Tetapi pangsa pasar ini terancam oleh impor mebel asal China yang pertumbuhannya mencapai 200% per tahun dalam satu tahun terakhir. Peningkatan impor mebel asal China yang terjadi tiap tahun terutama untuk segmen pasar menengah ke bawah (Asmindo, 2012). Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya seperti kekayaan hasil hutan dan non hutan misalnya hutan tropis yang dimiliki Indonesia menghasilkan bahan baku yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Indonesia memiliki kawasan hutan tropis seluas ± 133,84 juta hektar terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire (Data Strategis Kehutanan, 2009). Volume ekspor produk kayu olahan nasional hingga Juni 2013 mencapai 3,6 juta ton dengan nilai transaksi lebih dari Rp 28 triliun Indonesia sudah mengekspor produk olahan kayu ke seluruh belahan dunia sebanyak kali. Pengiriman dilakukan melalui 64 pelabuhan yang ada di Indonesia, ke 820 pelabuhan bongkar muat yang ada di 134 negara. Wilayah Asia 75 %, Eropa 10 % dan Amerika 7,7 %. Total penerimaan devisanya mencapai Rp 28 triliun (Dongoran, 2013). Jatah produksi mebel rotan secara nasional periode tahun 2012 sebesar ton. Angka produksi tersebut Indonesia tercatat sebagai penghasil 85 % bahan baku rotan (Kementrian Kehutanan, 2012). Sehingga negara-negara produsen mebel lainnya memiliki keterbatasan bahan baku yang signifikan, Indonesia menjadi negara eksportir terbesar untuk komoditas kayu dan rotan sebagai bahan baku mebel dan kayu olahan lainnya. 3

4 Industri mebel telah lama diakui sebagai industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Seiring dengan perkembangan pasar industri mebel kini diarahkan kepada penghasil produk yang bernilai tinggi, berdaya saing global dan berwawasan lingkungan sehingga industri mebel dapat terus konsisten sebagai industri prioritas penghasil devisa negara (Kementrian Perindustrian, 2011). Daya saing industri mebel Indonesia terletak pada sumber bahan baku alami yang melimpah, keragaman corak dan desain yang berciri khas lokal serta di dukung oleh sumber daya manusia dan teknologi yang memadai. Produk mebel Indonesia memiliki nilai keunggulan pada daya saing dalam diferensiasi maupun harga, diferensiasi pada interior dan eksterior mebel masih mengandalkan sentuhan seni ukir dan keragaman jenis kayu dan serat alam sehingga memiliki nilai pada desain unik. Industri mebel di Jawa Tengah memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dikembangkan. Selain itu, produksi mebel telah dikenal sejak lama karena kualitas, seni dan harga yang kompetitif. Pusat produsen mebel di Jawa Tengah tersebar di berbagai kota seperti Jepara, Klaten, Sukoharjo, Semarang, Kudus, Rembang, Blora dan Sragen (Kementerian Kehutanan, 2010). Tetapi secara nilai ekspor masih kalah dengan Jawa Timur misalnya Surabaya tiap bulannya bisa kontainer menyumbang hingga 60 % untuk ekspor nasional US$ 1,8 miliar. Jawa Tengah baru menyumbang sekitar 40 %, kemudian disusul Jawa Barat, Cirebon dan Tangerang (Ayudea, 2013). 4

5 Produsen mebel untuk kebutuhan ekspor terus mengalami peningkatan, meski mendapatkan persaingan ketat dari negara Vietnam, Malaysia dan Cina. Mebel berbahan dasar kayu dan rotan masih memiliki porsi yang besar untuk kebutuhan ekspor. Pertumbuhan dunia industri mebel yang menunjukkan tren positif membuka peluang bagi para pengusaha mebel untuk terus menggali potensi pasar nasional maupun internasional yang terbuka lebar serta peran teknologi penting untuk menunjang perkembangan dari segi desain dan pemasaran. Kondisi seperti ini dapat dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis mebel untuk memasuki atau menguasai pasar global (Asmindo, 2012). Industri mebel sebagai salah satu bisnis yang bersifat global harus lebih terintegrasi dalam suatu sistem. Para pengusaha mebel harus memiliki kemampuan untuk merubah rantai nilai industri dan perdagangan menjadi rantai nilai yang lintas batas dan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah (Kementerian Kehutanan, 2010). Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) memproyeksikan ekspor mebel pada awal tahun 2013 meningkat 3,99 % dan target akhir tahun 2013 meningkat sekitar 11,42 % menjadi US$ 1,95 miliar (Rp 18,81 triliun). Prediksi untuk tahun 2013 tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi hingga akhir tahun 2012 yang mencapai US$ 1,75 miliar (Rp 16,87 triliun). Pada Tabel 1.1 memaparkan jumlah nilai ekspor mebel di Indonesia dari tahun 2008 hingga

6 Tabel 1.1 Ekspor Mebel Indonesia (dalam miliar dolar AS) Tahun Nilai Ekspor , , , , , ,37 Sumber : Asmindo, 2013 Berdasarkan data ekspor mebel untuk mengetahui jumlah nilai ekspor mebel Indonesia pada peluang pasar internasional. Ekspor produk mebel menunjukkan peningkatan dan menyumbang 10,2% dari total ekspor non migas. Negara utama tujuan ekspor mebel Indonesia adalah Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Inggris, Belanda dan Jepang (Kementerian Perindustrian, 2012). Ekspor ke Amerika Serikat pada 2011 tercatat US$ 530,8 juta kemudian naik 12,9 % menjadi US$ 599 juta pada Sedangkan ekspor ke Jepang dan Uni Eropa yang masingmasing tercatat naik 12,6 % dan 24 % pada 2012 (Wardhana, 2013). Meningkatnya permintaan kebutuhan mebel di pasar nasional maupun internasional sejalan dengan pertumbuhan penduduk serta akan kebutuhan tempat sehingga kebutuhan mebel sangat dibutuhkan. Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia berkisar % pada kuartal ketiga Pertumbuhan bisnis properti memberikan efek positif pada permintaan mebel (Bastijin, 2013). Namun pasar mulai membaik pemain di industri mebel meningkat dan permintaan akan mebel pun terus menanjak pelaku industri mebel di Indonesia dihadapkan pada menipisnya ketersediaan bahan baku kayu alam yang berkualitas tinggi. Menipisnya bahan baku kayu dari alam disebabkan oleh menyusutnya jumlah lahan hutan produksi di Indonesia karena ketidakseimbangan antara kebutuhan 6

7 dan ketersediaan bahan baku. Illegal logging menjadi musuh dalam karung bagi para pelaku industri mebel dan penyebab adanya konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit, pengalihan lahan menjadi lahan bisnis properti dan tingkat kebakaran hutan yang tinggi (APKI, 2013). Di satu sisi, produk mebel harus menjaga kualitas untuk mempertahankan pangsa pasar di dalam maupun luar negeri dari ancaman para pesaing baru. Kondisi tersebut akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup industri mebel di Indonesia. Menanggapi isu-isu tersebut, pelaku industri mebel harus mensiasati dengan merencanakan strategi baru misalnya dengan pemanfaatan teknologi dapat menjadi sebuah solusi alternatif bagi pelaku bisnis mebel. Perkembangan industri mebel tidak terlepas dari teknologi dan terutama faktor desain yang sangat berhubungan dengan (kecenderungan) tren mebel yang terus berubah dan berkembang. Diperlukan usaha ekstra keras untuk terus memperbaharui desain produk mebel sesuai tren terkini sekaligus tetap berciri khas Indonesia serta masih mengutamakan image mebel sebagai green product. Mempertimbangkan model, tipe, kualitas dan gaya berdasarkan pasar yang akan dibidik. Indonesia mempunyai model dan tipe mebel dengan gaya antik, klasik maupun modern. Evolusi nilai guna terjadi secara tidak terbatas manusia hanya mengutamakan kenyamanan atau keselamatan (ergonomis), fungsional dan minimalis (Kasmudjo, 2012:61). Pelaku bisnis mebel harus mencari alternatif sumber daya lain non-hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi kayu alam. 7

8 1.1.2 Perusahaan menurut subsektor hasil hutan dan non hutan Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah perusahaan menurut sub sektor dari tahun 2008 hingga 2012, subsektor kayu dan mebel dapat dilihat pada Tabel 1.2. Jumlah tenaga kerja industri menurut subsektor pada Tabel 1.3. Sedangkan jumlah produktivitas tenaga kerja menurut sub sektor dari tahun 2008 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.2 Jumlah Industri Menurut Sub Sektor Subsektor e) Kayu, barang dari kayu dan anyaman Mebel dan industri pengolahan lainnya Jumlah Sumber : Statistik Jumlah Perusahaan, BPS 2013 Catatan: e) angka perkiraan Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Sub Sektor, Subsektor e) Kayu, barang dari kayu dan anyaman Mebel dan industri pengolahan lainnya Jumlah Sumber : Statistik Tenaga Kerja Industri, BPS 2013 Catatan: e) angka perkiraan Tabel 1.4 Produktivitas Tenaga Kerja, (juta rupiah) Subsektor Kayu, barang dari kayu dan anyaman Mebel dan industri pengolahan lainnya Jumlah Sumber : Produktivitas Tenaga Kerja, BPS 2013 Berdasarkan tabel tersebut jumlah industri sektor pengolahan kayu dan mebel di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2011, sedangkan pada tahun 2012 jumlah meningkat. Tabel jumlah tenaga kerja industri besar dan sedang dari tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan, sedangkan 8

9 tahun 2010 jumlah meningkat dibandingkan tahun 2011 dan Tabel produktivitas tenaga kerja pada tahun 2007, 2009 dan 2010 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 dan 2011 mengalami kenaikan pada jumlah produktivitas tenaga kerja. Data tersebut untuk mengetahui jumlah kompetitor produsen mebel yang ada di Indonesia Luas areal hutan di Indonesia Indonesia merupakan contoh kasus dimana deforestasi terjadi baik secara terencana maupun tidak direncanakan. Lahan hutan konversi dan areal penggunaan lain (APL) secara hukum dapat diubah menjadi penggunaan lain merupakan deforestasi dikategorikan sebagai yang direncanakan. Pembangunan kelapa sawit dan perluasan areal hak penguasaan hutan (HPH) dapat dikategorikan sebagai deforestasi atau kehilangan hutan yang direncanakan. Kerusakan hutan yang tidak direncanakan dapat berasal dari adanya kebakaran, penyerobotan lahan, penebangan liar dan penebangan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip kelestarian. Rusaknya hutan yang tidak direncanakan yang terjadi pada tahun 1990an juga merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan kayu untuk industri perkayuan dengan kapasitas hutan alam untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menipisnya kayu yang berasal dari hutan alam didorong oleh kebijakan pemerintah untuk memacu pembangunan hutan tanaman industri (HTI) sejumlah industri perkayuan terutama industri bubur kertas (pulp) membangun hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh untuk menjamin pasokan bahan baku 9

10 dari sumbernya (Kementerian Kehutanan, 2010). Demikian kecepatan pembangunan hutan tanaman tersebut masih belum mampu mengurangi tekanan terhadap hutan alam. Luas areal hutan Indonesia berdasarkan dari tahun 2008 hingga 2012 mengalami penurunan setiap tahunnya. Penurunan areal lahan ditunjukkan pada tabel 1.5. Tabel 1.5 Luas Areal Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Provinsi Luas Areal (Ha) NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu N T B Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar M aluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia Sumber : Statistik Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan, BPS

11 Berdasarkan tabel 1.5 pada jumlah luas areal hutan Indonesia dari tahun 2008 sebesar sedangkan pada tahun 2012 adanya penurunan setiap tahunnya sebesar Hal ini merupakan sebuah ancaman bagi industri mebel yang masih mengandalkan bahan baku utama yaitu kayu alam. Diharapkan adanya sebuah inovasi untuk pengembangan bahan baku alternatif yang dapat diperbaharui demi menjaga keberlangsungan hutan di Indonesia. 11

12 1.1.4 Nilai ekpor hasil non migas wilayah Jawa Tengah Jumlah nilai ekspor non migas jenis komoditas (nilai) menurut empat jenis komoditas dari tahun 2008 hingga 2012 berdasarkan data dinas perindustrian dan perdagangan wilayah Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 1.6, sedangkan jumlah nilai ekpor non migas jenis komoditas (volume) pada tabel1.7. Tabel 1.6 Ekspor Non Migas Jawa Tengah menurut jenis komoditas (Nilai) periode Nilai: US$ Jenis Komoditas (+/-) % Trend % Share % 2012 Bambu Bambu/Rotan Mebel Kayu Olahan Mebel Mebel Kayu Sumber: Pusdatin Kementrian Perdagangan (diolah Sieekpor, Bidagglu Dinperindag Prov Jawa Tengah, 2013) Tabel 1.7 Ekspor Non Migas Jawa Tengah menurut jenis komoditas(volume) periode Nilai: US$ Jenis Komoditas (+/-) % Trend % Share % 2012 Bambu Bambu/Rotan Mebel Kayu Olahan Mebel Mebel Kayu Sumber: Pusdatin Kementrian Perdagangan (diolah Sieekpor, Bidagglu Dinperindag Prov Jawa Tengah, 2013) 12

13 Data pada tabel di atas menunjukkan jumlah ekspor non-migas menurut jenis komoditas baik dari nilai dan volume periode 2008 hingga Dari data tersebut pula, diketahui bahwa potensi pasar ekspor mebel yang berbahan baku kayu dan bambu pada wilayah Jawa Tengah terbilang cukup memiliki nilai prospektif yang tinggi. Hal ini merupakan peluang bisnis bagi pelaku di industri mebel karena bahan baku dan pasar sudah tersedia Peraturan Pemerintah Peraturan kementerian perindustrian No 90/M-IND/PER/11/2011 tentang peta panduan (Roap Map) pengembangan kluster industri mebel. Peta panduan pengembangan klaster industri mebel tahun 2012 hingga 2017 merupakan dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan serta program atau rencana aksi pengembangan klaster industri mebel untuk periode lima tahun. Peraturan pemerintah pada peningkatan daya saing melalui pemberlakuan standar mutu produk mebel mengacu pada regulasi internasional. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan dan mengembangkan pola pikir dan upaya dalam meningkatkan daya saing melalui pemberlakuan penerapan standar mutu produk furnitur dan kayu olahan yang mengacu pada regulasi international. Pemerintah juga mengeluarkan undang-undang No.64/M-DAG/10/2012 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan. Dalam rangka mendorong ekspor dan mencegah perdagangan kayu dan produk kayu ilegal, penyesuaian dengan penetapan sistem klasifikasi barang yang baru dan Standar Verifikasi 13

14 Legalitas Kayu (SVLK) peraturan pada ketentuan ekspor produk industri kehutanan Pengelompokan Industri Mebel Cakupan industri mebel berdasarkan pengelompokan atau kategorisasi yang ada di dunia internasional dan nasional ditampilkan pada tabel 1.8. Tabel 1.8 Pengelompokan Industri Mebel No Kelompok mebel Jenis & nama satuan mebel Kode pos 1 Dining Room Set Meja (panjang termasuk kursi) Living Room Set Buffet Souveneer Tempat TV Bedroom Set 1. Lemari box (included children 2. Lemari pakian &baby) 3. Tempat rias berkaca Kitchen Set Lemari perangkat alat-alat dapur Office & School 1. Bangku (meja+kursi) Furniture Set 2. Meja+kursi Living & Dinning Room 1. Sofa (meja+tempat duduk) Set 2. Lemari+ rak pakian Catatan: produk mebel (kayu dan rotan) masih terdapat berbagai jenis dan macam (belum termasuk komponen mebel kayu dan barang kerajinan) Sumber: kementrian kehutanan, 2009 Pengelompokan industri mebel dimaksudkan untuk mengetahui pasokan bahan baku dari kelompok industri pengolahan kayu hilir dari sawn-timber sedangkan produk jadi mebel dapat dibedakan menurut fungsi kenyamanan (ergonomics) dan banyak varian desain berbagai corak maupun gaya yang sudah diatur dalam kode pos atau subpos. 14

15 1.1.7 Kebijakan Pemerintah Pemerintah ikut andil dalam melakukan perkembangan dunia mebel di Indonesia baik di tingkat nasional maupun internasional. Peran aktif pemerintah meliputi pemasaran dengan melakukan pameran mebel skala internasional di Amerika, Eropa, Cina dan Indonesia serta perluasan pasar baru bagi pelaku industri mebel. Dukungan dalam bentuk lain misalnya dikeluarkannya kebijakankebijakan baru mengenai kemudahan birokrasi investasi dan regulasi bagi pelaku industri mebel dan pemanfaatan kayu hutan. Pemerintah mendorong para pelaku industri mebel mengembalikan kembali gairah ekspor mebel asal Indonesia, Asmindo mensiasati kondisi tersebut dengan menyiapkan tiga strategi bisnis, meliputi: 1. Mengubah citra industri lokal dari pengikut menjadi pionir dalam hal desain produk maupun spesifikasi. 2. Kerja sama dengan instansi pemerintahan dan perbankan. Kerja sama dalam bentuk bantuan mengikuti pameran di dalam dan luar negeri, regulasi yang pro pengusaha dan operasionalisasi. 3. Menyelenggarakan pameran berkelas internasional yang membidik pembeli potensial dari Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Seperti acara International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA). Melalui pameran IFFINA yang akan dilaksanakan pada Maret 2014 di Jakarta, pelaku industri optimis mampu merealisasikannya. Diharapkan sebagai salah satu gerbang untuk memasarkan produk seluruh produsen mebel dan kerajinan. Pelaku industri mebel dapat bertemu dengan pembeli, mendapatkan 15

16 pemesanan, sehingga dapat menjaga keberlangsungan hidup industri mebel. Asmindo menargetkan transaksi di tempat pada IFFINA 2014 mencapai US$ 500 juta jika dibandingkan tahun 2013 transaksi di tempat mencapai US$ 400 juta, dengan jumlah peserta 413, dan jumlah pembeli dari 111 negara (Ayudea, 2013). Berikut mengenai jumlah pengunjung pameran IFFINA dari tahun 2008 hingga 2013 dapat dilihat pada tabel 1.9 dan 20 negara pengunjung pada tabel Tabel 1.9 Pengunjung IFFINA 2013 Tahun Peserta Pembeli Negara Ruang (m 2 ) ` Sumber: Asmindo, 2013 Tabel Negara Pengunjung IFFINA 2013 Negara Persentase Negara Persentase Amerika 6,1 Inggris 3 India 5,7 Jepang 2,9 Australia 5,2 Cina 2,8 Perancis 5,1 Rusia 2,3 Belgia 5,1 Hongkong 2 Belanda 4,6 Taiwan 2,1 Malaysia 3,7 Thailand 1,8 Singapura 3,4 Turkei 1,8 Jerman 3,2 UEA 1,7 Korea Selatan 3,1 Kanada 1,7 Sumber: Asmindo, 2013 Tabel di atas memaparkan potensi bagi para pelaku bisnis mebel di Indonesia untuk dapat memanfaatkan potensi pameran IFFINA yang 16

17 diselenggarakan oleh Asmindo. Hal tersebut dapat membantu keberlangsungan hidup perusahaan dalam memasarkan produknya Pemain Utama Dalam Industri Mebel Pemain industri mebel di wilayah Jawa Tengah terbilang cukup banyak, salah satunya adalah perusahaan Sitra Holdings (International) Limited merupakan perusahaan distributor produk kayu berkualitas dengan produk utamanya garden furniture. Sitra Holdings mempunyai anak perusahaan yang memproduksi mebel. Produk yang dihasilkan berfokus pada bisnis mebel premium di pasar internasional. Produk mebel bermerek Sitra sudah menghiasi banyak hotel mewah dan gedung supermewah. Manajer operasional menyebutkan produk Sitra 100% untuk pasar internasional. Penemuan sebuah inovasi sebagai bahan dasar pembuatan mebel menghadapi kesenjangan permintaan dan pemasok kayu pada bisnis mebel. Menghadapi isu menurunnya pemasok kayu dan meningkatnya permintaan mebel di pasar, pengusaha mebel harus menciptakan alternatif bahan baku sebagai subsitusi kayu menjadi solusi mengurangi eksploitasi dengan menggunakan kayu yang cepat terbaharukan. Adanya permintaan mebel tersebut maka penulis melihat peluang bisnis dalam industri mebel di Indonesia mempunyai proses yang bagus mengingat sektor ini telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu dari sepuluh komoditas unggulan ekspor tanah air dan juga perdagangan mebel di pasar dunia saat ini trennya cenderung terus meningkat. 17

18 1.1.9 Pasar Sasaran Utama Sasaran dari produk ErgoBam Furnitur adalah kelas menengah atas dan target sasaran utama adalah perumahan, perhotelan, apartemen dan perkantoran di Indonesia. Potensi pasar bagi industri mebel di Jawa Tengah cukup besar sehingga peluang mendirikan perusahaan mebel di Semarang dinilai cukup baik karena wilayah tersebut memiliki potensi sumber daya yang melimpah mulai dari sumber bahan baku hingga tenaga kerja. Jumlah perusahaan mebel di Jawa Tengah sudah banyak tetapi masih didominasi perusahaan yang menggunakan bahan baku kayu dan rotan sebagai bahan utamanya Permasalahan yang Dihadapi Industri Mebel Meskipun Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan perannya pada industri mebel pasar nasional dan internasional di masa mendatang. Menurut Kementrian Perindustrian (2011) permasalahan yang dihadapi oleh setiap produsen mebel nasional meliputi : a. Bahan baku Makin berkurangnya pasokan kayu atau rotan dari hutan alam sebagai akibat dari masih maraknya praktek illegal logging dan illegal trade. Pemanfaatan bahan baku alternatif non hutan alam. Masih kurangnya database yang akurat tentang potensi bahan baku kayu atau rotan. 18

19 b. Teknologi Lemahnya penerapan standarisasi prosedur teknologi proses. Penguasaan teknologi proses termasuk bidang finishing masih ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Sebagian besar produsen menggunakan mesin atau peralatan masih sederhana menyebabkan produktivitas dan efisiensinya rendah. c. Desain produk Masih terbatasnya jumlah desainer yang menaruh minat pada industri mebel. Masih terbatasnya kemampuan desainer mebel nasional dibandingkan desainer-desainer negara pesaing. Desain produk masih ditentukan oleh pembeli (job order). d. Iklim usaha Implementasi kebijakan intensif penanaman modal bagi daerah tertentu dan produk tertentu sebelum berjalan. Kurangnya kredit perbankan tingginya tingkat suku bunga dan sulitnya prosedur perolehan pinjaman. e. Pemasaran Hambatan tarif dan non-tarif di beberapa tujuan negara ekspor seperti tuntutan sertifikat ekolabel, pengkaitan perdagangan dengan HAM, dll. Menurunya kemampuan daya saing. Lemahnya market intelligent. Promosi ke pasar domestik dan ekspor masih terbatas. 19

20 Menghadapi permasalahan tersebut produsen dituntut untuk menemukan inovasi sebagai pengganti kayu alam yang telah mendominasi digunakan untuk bahan baku utama mebel. Dalam hal ini tentunya terlebih dahulu perlu mencari bahan lain untuk menggantikan kayu sebagai bahan utama mebel. Misalnya penggunaan bahan baku bambu laminasi dapat menjadi sebuah alternatif pengganti yang menyerupai kayu sebagai bahan dasar industri permebelan. Inovasi penggunaan bambu laminasi dalam berbagai kebutuhan seperti industri mebel menjadi salah satu solusi atas permasalahan semakin langkanya pasokan kayu. Papan laminasi memiliki serat yang indah untuk digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan dinding, penutup lantai, daun pintu serta mebel (Morisco, 2006:6). Keunggulan bahan baku material bambu memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat (masa panen 3-5 tahun) dan dipercaya dapat meningkatkan kualitas serta daya saing dalam bisnis mebel melalui kreativitas dan inovasi desain mebel ramah lingkungan sebagai alternatif kayu (Nurkertamanda, 2011:31). Munculnya inovasi baru pada pembuatan mebel bahan baku bambu laminasi, memiliki kekuatan yang hampir mendekati dengan bahan baku kayu solid. Karakteristik bambu sebagai produk ramah lingkungan, multi-fungsi dan ekonomis memberikan angin segar kepada pelaku industri mebel dari segi pemanfaatan bambu serta prospek investasi pada peluang dalam bisnis mebel bambu. Menurut Oegroseno (2013) Prospek industri mebel bambu sangat berpotensi jika dalam penggunaannya tidak lagi fokus di kerajinan dan industri kecil lainnya melainkan telah meluas sampai kepada sumber energi terbarukan 20

21 Bambu dapat diolah menjadi panel, lantai, bio-fuel, mebel dan kebun bambu itu sendiri dapat menjadi lokasi "carbon catchment" yang memiliki nilai ekonomi. Bambu juga memiliki image sangat bagus yaitu "bamboo is the green material". Para produsen mebel di Indonesia belum banyak yang menerapkan bambu laminasi sebagai subsitusi kayu sebagai bahan dasar mebel maka penggunaan bahan baku bambu laminasi bisa dijadikan peluang bagi pelaku bisnis baru yang dapat dimanfaatkan oleh industri woodworking dan furniture. Keunikan bahan baku bambu laminasi yang dapat terekspos mulai dari munculnya serat dan ruas, sehingga alur serat yang simetris akan menciptakan nuansa seni yang unik jika digunakan untuk indoor furniture maupun outdoor furniture Potensi Tanaman Bambu di Indonesia Hasil listing sensus pertanian 2003 menunjukkan bahwa tercatat 4,73 juta rumah tangga yang menguasai tanaman bambu dengan populasi mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata penguasaan per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu sekitar 27,88 juta rumpun atau 73,52 persen diantaranya adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang. Tanaman bambu lebih banyak di tanam di Jawa mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar 76,83 % dari total populasi bambu Indonesia sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta rumpun (23,17 %) berada di luar Jawa. Tanaman bambu di Jawa terkonsentrasi di tiga propinsi berturut-turut adalah di Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %) dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di luar Jawa di 21

22 propinsi Sulawesi Selatan (3,69 %). Meskipun persentase jumlah rumah tangga yang mengusai tanaman bambu di jawa jauh lebih besar dibanding di luar Jawa yaitu mencapai 75,69 % dari total Indonesia, tetapi rata-rata pengusaan tanaman per rumah tangga baik di Jawa maupun di luar Jawa tidak ada perbedaan yang berarti yaitu 8,15 rumpun (jawa) dan 7,65 rumpun (di luar jawa). Sedangkan untuk kondisi tanaman bambu, di jawa persentase tanaman bambu yang siap tebang terhadap total jumlah rumpun seluruhnya mencapai sekitar 72,62 % sedangkan di luar Jawa persentasenya sedikit lebih besar mencapai 76,50 %. Rumah tangga pertanian tanaman bambu di Indonesia pada tahun 2003 tercatat sebanyak 521,52 ribu dengan populasi rumpun yang diusahakan sebanyak 22,84 juta. Dari 521,52 ribu rumah tangga pertanian bambu sekitar 74,62 % (389,17 ribu) rumah tangga berdomisili di Jawa, sedangkan sisanya sekitar 132,35 ribu di luar jawa. Populasi bambu yang diusahakan mencapai 22,84 juta rumpun sekitar 71,67 % atau 16,37 juta rumpun diantaranya merupakan tanaman yang siap tebang. Populasi bambu di jawa yang diusahakan mencapai 17,97 juta rumpun dengan kondisi tanaman yang siap tebang sebanyak 12,62 juta rumpun sementara di luar jawa populasi bambu yang diusahakan hanya sekitar 4,86 juta dimana sekitar 3,75 juta rumpun diantaranya tanaman yang siap tebang. (Departemen Kehutanan, 2004). Sebagai gambaran mengenai potensi bambu di Indonesia berdasarkan kapasitas dapat dilihat pada tabel 1.11 dan gambar 1.1 pie chart bambu Indonesia. 22

23 Uraian Tabel 1.11 Populasi Rumpun Tanaman Bambu yang Dikuasai/ Diusahakan Rumah Tangga Rumah Tangga Kehutanan RT Usaha BMU Jumlah Jumlah Jumlah RTK Rumpun Rumpun Jml Rpn Siap Tebang Gambar 1.1 Pie Chart Bambu Indonesia Potensi Bambu Indonesia Jumlah RT Usaha Jml Rpn Siap Tebang JAWA a Absolut b Persentase Thd total Siap tebang c. Rata-rata LUAR JAWA a Absolut b Persentase Thd total Siap tebang c Rata-rata INDONESIA a Absolut b Persentase Thd total Siap tebang c Rata-rata Sumber:Departemen Kehutanan, 2004 Sulawesi Selatan 4% Lainnya 27% Jawa Timur 19% Jawa Barat 28% Jawa Tengah 22% Sumber: Departemen Kehutanan,

24 Berdasarkan pada tabel dan gambar pie chart menjelaskan potensi tanaman bambu terkonsentrasi di tiga propinsi di Jawa, yaitu di Jawa Barat (28,09 %), Jawa Tengah (21,59 %) dan Jawa Timur (19,38 %), sementara di luar Jawa terbanyak di Sulawesi Selatan (3,69 %). Hal tersebut untuk menentukan pemasok bahan baku bambu. Peta penyebaran bambu di Indonesia dapat dilihat pada lampiran Hambatan Dalam Industri Kondisi industri mebel di Jawa Tengah berpotensial untuk dikembangkan dengan pasar yang semakin meningkat. Hambatan pengembangan industri mebel semakin lama semakin kompetitif. Berdasarkan isu-isu kelestarian hutan yang semakin terancam, pemerintah mengupayakan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berlaku secara mandatori diberlakukan bagi produsen mebel sejak awal tahun Mengatasi masalah tersebut pelaku usaha harus melakukan pembenahan sistem administrasi dari segi hulu sumber bahan baku yang diperoleh secara legal dalam bentuk tata usaha bahan baku sampai sistem administrasi perizinan tenaga kerja dan aspek lingkungan. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) perusahaan yang memiliki SVLK sebanyak 83 perusahaan pengolahan kayu hutan dan untuk permebelan sebanyak 86 perusahaan. Sedangkan jumlah perusahaan mebel di Jawa Tengah yang memiliki izin sebanyak industri kecil 6.183, industri menengah 811 dan industri besar 211. Total perusahaan yang sudah memperoleh SVLK dengan jumlah perusahaan mebel di Jawa Tengah baru mencapai 2,34 % 24

25 (Asmindo, 2012). Hambatan non-tarrief barrier juga dihadapi oleh eksportir. Pihak pembeli diisukan tentang produk mebel Indonesia tidak bermutu. Hal ini membuktikan produk tersebut bermutu atau tidaknya harus ada bukti pendukung yang menyatakan produk mebel bermutu dalam bentuk sertifikasi jaminan mutu. Penjaminan mutu tersebut dapat membuktikan bahwa industri mebel di Jawa Tengah saat ini memerlukan berbagai dukungan dari berbagai pihak terkait misalnya dari kementerian kehutanan, perdagangan, perindustrian, badan koordinasi penanaman modal dan pemerintah daerah agar potensi industri yang ada dapat memberikan nilai tambah yang besar bagi pendapatan daerah dan nasional. 1.2 Lingkungan Internal Perusahaan Analisis situasi internal perusahaan digunakan untuk menentukan kemampuan kompetisi dan posisi pasar dari perusahaan, sumber daya, kekuatan, kesempatan, tantangan yang dimiliki dan kelemahan yang dihadapi (Jogiyanto, 2005:46). Penulisan perencanaan bisnis ErgoBam Furnitur untuk mendiskripsikan tentang perusahaan dalam menentukan efektifitas dalam menghemat biaya dan waktu karena akan berfokus pada aktivitas dalam menciptakan sebuah mebel yang ramah lingkungan untuk mencapai tujuan jangka panjang yaitu menciptakan perusahaan mebel yang mendominasi menciptakan produk ramah lingkungan serta mengutamakan kenyamanan dan keselamatan (ergonomik). Berbagai kegiatan yang terkait langsung terhadap aktivitas perusahaan mebel untuk mengidentifikasi lingkungan internal perusahaan memfokuskan pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bisnis yang akan direalisasikan. 25

26 Lingkungan internal proses penentuan strategi letak kekuatan dan kelemahan dari segi memanfaatkan peluang bisnis dengan efektif dalam mengatasi ancaman pada lingkungan perusahaan Profil Perusahaan Perusahaan belum didirikan sehingga pendirian perusahaan akan menjadi sebuah awal dari rencana bisnis. Berikut indentifikasi perusahaan: Nama Perusahaan Jenis Usaha Bidang Usaha Merek Produk Bentuk Perusahaan Alamat Perusahaan : Jagad Nawa Kartika : Industri Mebel : Memproduksi mebel bambu laminasi : ErgoBam Furnitur : Persero Terbatas : Jalan kaligawe km 5,6 Kawasan Industri Terboyo Blok N/4C, Semarang Jumlah tenaga kerja : 251 orang Nilai Investasi : Rp Struktur Pemodalan : 100 % modal yang disetorkan sebesar Rp Lingkup Usaha PT. JNK dalam memproduksi mebel ErgoBam Furnitur dengan persentasenya adalah 35% untuk pasar internasional dengan tujuan negara adalah Itali, Kuwait, Jamaika, Denmark, Amerika Serikat, Perancis, Belgia, Mesir, Nepal, Vietnam dan Hongkong (Kementerian perdagangan, 2011) info daftar 26

27 importir dapat dilihat pada lampiran 2. Sedangkan pasar lokal sebesar 65% dengan segmen bisnis perhotelan, perumahan, apartemen dan perkantoran. Kategori produk mebel khususnya mebel Bedroom, Dining room, Living room, dan Office Status Kepemilikan Perusahaan Perusahaan PT. JNK didirikan dalam bentuk badan usaha perseroan terbatas untuk menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan UU No 40 tahun 2007, diatur undang-undang yang mengikat dan melindungi kegiatan perusahaan serta lebih menjaga keamanan para pemegang saham atau pemilik modal dalam usaha. Kepemilikan bisnis ErgoBam Furnitur, dimiliki oleh tiga orang. Jumlah modal yang disetor sebesar Rp atas dasar kesepakatan bersama. Pemegang saham bertanggung jawab pada perusahaan dan pembagian komposisi kepemilikan bisnis berdasarkan saham yang dimilikinya pada tabel Tabel 1.12 Pemegang Saham No Nama Pemegang Saham Kepemilikan Saham (%) 1 Asyarota Ni mah 26 2 Muchammad Bayqunie Cholid 43 3 Muchammad Daruquthnie Cholid Status Hukum Perusahaan Berdasarkan peraturan dan undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroaan Terbatas (UUPT) peraturan pemerintah No.26 Tahun 1998 tentang pemakian nama perseroan terbatas. Adapun persyaratan umum yang dibutuhkan pendirian perseroan terbatas (PT) sebagai berikut: 27

28 Tahap Pengajuan Nama PT. Tahap Pembuatan Akta Pendirian PT. Tahap Pembuatan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP). Tahap Permohonan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tahap Pengesahan Anggaran Dasar Perseroan oleh Menteri Kemenkumham. Mengajukan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Mengajukan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Tahap Berita Acara Negara Republik Indonesia (BNRI). Syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut: Fotokopi KTP para pemegang saham dan pengurus, minimal 2 orang Fotokopi KK penanggung jawab atau direktur. Nomor NPWP penanggung jawab. Pas foto penanggung jawab ukuran 3x4 (2 lembar berwarna). Fotokopi PBB tahun terakhir sesuai domisili perusahaan. Fotokopi surat kontrak / sewa kantor atau bukti kepemilikan tempat usaha. Pendiri minimal 2 orang atau lebih dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia (pasal 7 ayat 1). Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (pasal 7 ayat 2 dan 3). Akta pendirian harus disahkan oleh menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI (pasal 7 ayat 4). 28

29 Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (pasal 32 dan 33). Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (pasal 92 ayat 3 dan pasal 108 ayat 3). Pemegang saham harus warga negara Indonesia (WNI) atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia Rencana Pendirian Perusahaan Rancangan pendirian perusahaan PT. JNK dalam memproduksi ErgoBam Furnitur diharapkan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menciptakan bisnis yang efisien. Oleh karena itu penyusunan sebuah rencana bisnis merupakan tahapan penting dalam pendirian bisnis baru. Adapun perencanaan yang dibuat secara tertulis dapat mengurangi kemungkinan kegagalan mencapai tujuan yang diharapkan dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan perusahaan Lokasi Perusahaan Penentuan lokasi pabrik pusat perusahaan PT. JNK pada Kawasan Industri Terboyo Semarang (KITS) sebagai lokasi pusat produksi yang terletak di ibukota provinsi Jawa Tengah memiliki kelebihan dalam hal sumber daya manusia yang terdidik, trampil, dedikatif dan memiliki loyalitas yang tinggi. Pemilihan lokasi pabrik yang akan didirikan berstatus bangunan sewa dan beberapa bagian dilakukan renovasi bangunan sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Peta lokasi perusahaan dapat dilihat pada lampiran 6. 29

30 1.2.7 Fasilitas Penunjang Perusahaan Rencana fasilitas yang dimiliki PT.JNK untuk menunjang kinerja bisnis, perusahaan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat digunakan secara efisien baik yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan karyawan. Fasilitas yang dimiliki PT.JNK terdiri dari fasilitas produksi dan non produksi. Fasilitas-fasilitas produksi meliputi: a. Fasilitas Produksi: Gudang Penyimpanan, terdiri dari tempat penyimpanan bahan mentah hingga barang jadi. Gudang perawatan atau perbengkelan, pemeliharaan pabrik terdiri dari bengkel mesin produksi, peralatan pabrik, bengkel pertukangan dan perbengkelan kendaraan serta alat-alat berat. b. Fasilitas non-produksi: Bagian kantor, desain tata ruang kantor dibentuk dua macam, yaitu: 1) Tata ruang kantor terpisah, susunan ruangan untuk setiap divisi dibagi dalam beberapa ruangan. 2) Tata ruang kantor yang terbuka, susunan ruang kerja yang dipisahpisahkan tetapi semua aktivitas dilakukan pada satu ruang besar terbuka. Mempermudah pengawasan yang lebih efektif terhadap hubungan antar karyawan. 30

31 Showroom: 1) Fasilitas Konsultasi, memberikan jasa konsultasi dalam memberikan solusi untuk pemilihan desain dan harga. 2) Fasilitas Intalasi, perusahaan tidak hanya menyediakan produk ErgoBam Furnitur tetapi juga memberikan layanan instalasi gratis untuk mempermudah konsumen nasional. 3) Fasilitas Pengiriman, menyediakan fasilitas pengiriman mebel ke konsumen langsung. 4) Fasilitas ruang display produk ErgoBam Furnitur. Sarana umum 1) Tempat ibadah / mushola. 2) Tempat parkir kendaraan. 1.3 Siklus Bisnis Siklus bisnis dari ErgoBam Furnitur diperkirakan selalu mengalami peningkatan karena setiap sendi kehidupan tidak terlepas dari unsur mebel mulai dari hal-hal kecil seperti makan, duduk, bekerja hingga tidur pasti membutuhkan mebel. Sementara dari sisi makro menjamurnya bisnis perhotelan, perumahan, apartemen dan perkantoran, maupun bangunan komersial lainnya menjadi faktor pendukung keberlangsungan bisnis mebel. Siklus bisnis pada tren (kecenderungan) dengan tema mebel minimalis masih menjadi primadona mebel saat ini tetapi desain mebel masih ditentukan oleh konsumen. Kebutuhan mebel menjadi hal yang sangat prospektif dilihat dari 31

32 segi kebutuhan konsumen meskipun terjadi beberapa perubahan indikator ekonomi misalnya pengaruh inflasi dan pendapatan riil konsumen. Prospek bisnis mebel Indonesia masih sangat bagus dengan tingkat pertumbuhan industri mebel diharapkan lebih dari 4% untuk masa mendatang bahkan sangat mungkin mencapai 6% bahkan lebih ( Kasmudjo, 2012:126). 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan pada lingkungan eksternal dan internal, menciptakan sebuah mebel dari bahan baku yang mudah diperbaharui dalam rangka mendukung inovasi bambu sebagai bahan alternatif kayu serta menciptakan mebel yang ramah lingkungan dengan konsep mebel ergonomik yang dapat berlangsung jangka panjang. Melihat peluang akan industri mebel, maka ErgoBam Furnitur akan masuk ke dalam kancah bisnis mebel dengan positioning yang berbeda karena menggunakan bahan baku laminasi yang dikombinasikan finger joint sebagai bahan utamanya serta mengutamakan faktor ergonomik. Pembuatan mebel dari bambu laminasi diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan dari segi produksi hingga hasil produksi. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan utama dari penelitian ini sebagai berikut: 32

33 1. Menyusun rencana bisnis untuk mendirikan industri mebel berbahan baku bambu laminasi dikombinasikan dengan finger joint. 2. Mengidentifikasi strategi terhadap peluang dalam memasuki industri permebelan untuk perhotelan, perumahaan, apartemen dan perkantoran. 1.6 Manfaat Penelitian Penyusunan rencana bisnis pendirian perusahaan dengan produk ErgoBam Furnitur. Penulisan perencanaan bisnis diharapkan akan memperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Entrepreneur, sebagai blue print yang akan di implementasikan bisnis dan arah strategi perusahaan, pengawasan lebih mudah dalam pengoperasian. Alat untuk mencari dana dari bank serta mendekati investor, seperti investor penyandang dana atau kapitalis ventura. 2. Calon Investor, memberikan penjelasan mengenai bagian keuangan dan berapa banyak yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas dan kelayakan bisnis mebel. Sehingga dana yang di investasikan dapat menghasilkan manfaat (keuntungan) sesuai dengan harapan investor. 3. Akademis, memberikan pengetahuan tambahan kepada akademis yang akan membuat perencanaan bisnis di bidang permebelan. 33

34 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan rencana bisnis untuk mempermudah dalam menguraikan penulisan. Pembahasan perencanaan bisnis terbagi atas lima bab meliputi: BAB I : PENDAHULUAN Bagian ini memuat tentang pendahuluan penelitian dari segi lingkungan ekternal dan internal bisnis mebel, rumusan masalah dalam membuat penelitian, tujuan bisnis dan manfaat perencanaan bisnis serta sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Bagian ini membahas landasaan teori dan model teorikal yang berkaitan dengan perencanaan bisnis mebel. BAB III : METODE PENELITIAN Bagian ini membahas metode penelitian terdiri dari level analisis, sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV : STRATEGI DAN RENCANA Bagian ini membahas strategi dan rencana bisnis secara fungsional meliputi visi, misi, tujuan, rencana pemasaran, rencana operasi, rencana produksi, rencana sumber daya manusia, rencana keuangan dan strategi keluar dalam merealisasikan bisnis mebel bambu laminasi. BAB V : RENCANA AKSI Bagian ini membahas rencana aksi dalam menguraikan tujuan dan sasaran pelaksaan perencanaan bisnis yang berkaitan dengan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan perusahaan. 34

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri furnitur Indonesia masih memiliki pamor yang mengkilap di perdagangan internasional. Dalam acara pameran tunggal yang bertajuk Indonesia Paviliun yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Business plan..., Bogi Sukmono, FE UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Business plan..., Bogi Sukmono, FE UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri furniture Indonesia masih memiliki pamor yang mengkilap di perdagangan internasional. Dalam acara pameran tunggal yang bertajuk Indonesia Paviliun yang berlangsung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan ketiga wilayah hutan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PEMBUKAAN INTERNATIONAL FURNITURE & CRAFT FAIR INDONESIA (IFFINA

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PEMBUKAAN INTERNATIONAL FURNITURE & CRAFT FAIR INDONESIA (IFFINA SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PEMBUKAAN INTERNATIONAL FURNITURE & CRAFT FAIR INDONESIA (IFFINA 2016) Jakarta, 10 Maret 2016 Yang terhormat Sdr. Menteri Perdagangan; Sdr. Menteri Lingkungan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Produk furnitur merupakan produk rumah tangga yang memiliki banyak fungsi dan kegunaan antara lain sebagai tempat menyimpan barang, tempat tidur, tempat duduk, dan lain sebagainya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap dunia investasi di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga. internasional adalah Cina dan Mexico (Deperindag, 2002).

I. PENDAHULUAN. terhadap dunia investasi di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga. internasional adalah Cina dan Mexico (Deperindag, 2002). I. PENDAHULUAN A. DESKRIPSI UMUM Pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan proyeksi pemerintah pada tahun 2004, berada pada kisaran angka 4,5%-5% (BPS, 2003). Harapan yang optimis ini dibarengi dengan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KUNJUNGAN RENCANA KAWASAN INDUSTRI DESA BALONG DALAM RANGKAIAN FESTIVAL KARTINI IV TAHUN 2016 DI KABUPATEN JEPARA, JAWA TENGAH 16 APRIL 2016 Yang terhormat,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Indonesia yang kaya akan budaya dan hasil alamnya memiliki banyak industri yang menggantungkan usahanya pada hasil alam tersebut. Salah satu industri yang menggabungkan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya &an. hektar terdiri dari hutan permanen, yang menghasilkan pepohonan seperti teak,

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya &an. hektar terdiri dari hutan permanen, yang menghasilkan pepohonan seperti teak, 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya &an hutan tropis dan keanegaraman tumbuhan. Sekitar 60 % dari luas lahan Indonesia seluas 195 juta hektar terdiri dari hutan permanen, yang

Lebih terperinci

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia. Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA PEMBUKAAN PAMERAN 22 TAHUN DAVINCI DI INDONESIA JAKARTA, 14 OKTOBER 2015 Yang Saya Hormati: 1. Yulianty Widjaja (Direktur

Lebih terperinci

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 A. Overview Sektor agribisnis perkebunan Kelapa Sawit Indonesia telah berkembang dari waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun. Sentra-sentra industri furniture berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012

Latar Belakang. Furnitur kayu Furnitur rotan dan bambu 220 Furnitur plastik 17 Furnitur logam 122 Furnitur lainnya 82 Sumber: Kemenperin 2012 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam. Hutan merupakan salah satu kekayaan negara yang tak ternilai harganya dan dari hutan banyak dihasilkan hasil hutan kayu dan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai kekayaan hayati yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian dibidang pertanian. Sektor

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kecil dan menengah, termasuk industri furniture merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Industri kecil dan menengah, termasuk industri furniture merupakan hal BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Industri kecil dan menengah, termasuk industri furniture merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Furniture merupakan salah satu komoditi yang diproduksi dan diperdagangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perkayuan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perolehan devisa dan pembangunan ekonomi negara. Perkembangan industri kayu di Indonesia dimulai pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan

I. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan lndustri diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri terutama terhadap industri bernilai tambah tinggi dan berjangkauan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Proposal Usaha Kerajinan Rotan

Proposal Usaha Kerajinan Rotan Proposal Usaha Kerajinan Rotan DISUSUN OLEH ASEP SOPYAN, SP.,M.Si Penata Tk.I Nip. 19650720 199303 1 007 No. Hp 081321782532 1 A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Oktober 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam berupa hutan. Sebagian dari hutan tropis

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN 4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN 4.1 Perkembangan Industri Rotan di Indonesia Sebagai negara penghasil bahan baku rotan terbesar di dunia, produk jadi rotan Indonesia tidak menunjukkan tingkat ekspor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga.

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. Bambu memiliki cabang-cabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya,

I. PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya, seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia. Industri tidak dapat dilepaskan dari penggunaan air, baik

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, hutan yang ada mampu memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia maupun makhluk hidup

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika pada tanggal 1 I September 2001, tampaknya akan mengubah tatanan ekonomi dan pasar global yang dalam

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Desember 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB 1 LATAR BELAKANG BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Pemilihan Usaha Pertumbuhan property di Indonesia terus meningkat khususnya di kota Jakarta yang di perkirakan akan menjadi tempat tujuan dari pasar property di

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring waktu berlalu, kondisi dunia bisnis yang kian kompetitif membuat banyak perusahaan harus mengatasi beratnya kondisi tersebut dengan membuat strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO JAKARTA, 7 FEBRUARI 2013 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci