ANALISIS SIKAP LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TERHADAP PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN (SEBUAH STUDI DESKRIPTIF)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SIKAP LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TERHADAP PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN (SEBUAH STUDI DESKRIPTIF)"

Transkripsi

1 ANALISIS SIKAP LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TERHADAP PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN (SEBUAH STUDI DESKRIPTIF) AFRIGTHEA RAGIELTRINANDA ABSTRAK Ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan serta kekerasan perempuan secara perlahan menjadi suatu kebiasaan yang diawali dengan dibentuknya pelabelan sosial atau disebut constructivisme social. Khitan perempuan dianggap merupakan salah satu bentuk ketidaksetaraan kedudukan laki-laki dan perempuan berupa kekerasan. Menanggapi spekulasi tersebut, penelitian ini ditujukan guna melihat sikap laki-laki dan perempuan terkait praktik khitan pada perempuan yang dianggap sebagai bentuk ketidaksetaraan jender. Penentuan instrumen penelitian dilakukan dengan membuat dan menguji coba alat ukur sikap Afrigthea Ragieltrinanda s Scale of Acceptance on Clitoridectomy (ARt-SAC). Art-SAC merujuk pada teori Banaji & Heiphetz (2010) dalam melihat sikap individu dengan memperhatikan tiga unsur indikator yaitu, indikator kognisi (cognitive), afeksi (affective), dan perilaku (behavior). ARt-SAC ditujukan guna melihat gambaran sikap laki-laki dan perempuan terhadap fenomena praktik khitan pada perempuan. Penelitian ini menggunakan teknik coincidence/incidental sampling yaitu berdasarkan pada kemudahan karakteristik yang ditemukan di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan dari 100 partisipan yang menjadi sampel penelitian, ditemukan sebanyak 58 partisipan laki-laki dan perempuan tidak setuju terhadap pemberlakuan khitan pada perempuan. Sementara, 42 partisipan laki-laki dan perempuan memilih untuk setuju diberlakukannya khitan pada perempuan. Analisa data pada penelitian ini dikaji melalui perspektif emic dan etic. Perspektif emic dikaji dengan mempertahankan nilai subyektifitas yaitu menempatkan diri peneliti sebagai bagian dari perempuan serta korban khitan (Insider). Perspektif etic dikaji dengan mempertahankan nilai obyektifitas yaitu menempatkan diri peneliti sebagai bagian dari kaum laki-laki serta peneliti ilmiah (outsider). Kata Kunci: khitan, female genital mutilation, laki-laki, perempuan,sikap.

2 DAFTAR ISI BAB PENDAHULUAN Latar Belakang... 7 BAB TINJAUAN PUSTAKA Sikap Pandangan Laki-laki dan Perempuan tentang Perempuan Khitan Perempuan Klasifikasi Dampak Pandangan Laki-Laki dan Perempuan tentang Khitan Perempuan BAB METODE PENELITIAN Definisi Operasional Sikap Praktik Khitan Perempuan Laki-laki dan Perempuan Subyek Penelitian Populasi Sampel Teknik Sampling Karakteristik Partisipan... 28

3 3.3 Desain Penelitian Perspektif Tipe Informasi Perspektif Tujuan Perspektif Aplikasi Lokasi Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Prosedur Penelitian dan Pengukuran Persiapan Penelitian Pengumpulan data Pengolahan data Penyajian hasil penelitian BAB HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Sikap ARt-SAC Hasil Pengukuran Indikator ARt-SAC Hasil Indikator ARt-SAC pada Perempuan Hasil Indikator ARt-SAC pada Laki-laki Pandangan Emic dan Etic tentang Khitan Perempuan Pandangan Emic tentang Khitan Perempuan Pandangan Etic tentang Khitan Perempuan BAB SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Simpulan Diskusi... 55

4 5.3 Saran DAFTAR PUSTAKA... 58

5 DAFTAR TABEL No Tabel Judul Tabel Halaman Tabel Item untuk uji coba (try out) ARt-SAC 26 Tabel Hasil Uji Korelasi Uji Coba Per Indikator ARt-SAC 28 Tabel Item untuk Pengambilan Data ARt-SAC 29 Tabel 4.1 Persentase Hasil Keseluruhan Alat Ukur ARt-SAC 32 Tabel 4.1 Persentase Hasil Sikap Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan 33 Tabel 4.1 Persentase Hasil Sikap Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki 34 Tabel Hasil Indikator ARt-SAC pada Perempuan yang Tidak Setuju Praktik Khitan Perempuan 35 Tabel Hasil Indikator ARt-SAC pada Perempuan yang Setuju Praktik Khitan Perempuan 36 Tabel Hasil Indikator ARt-SAC pada Laki-laki yang Tidak Setuju Praktik Khitan Perempuan 37 Tabel Hasil Indikator ARt-SAC pada Laki-laki yang Setuju Praktik Khitan Perempuan 38

6 DAFTAR GAMBAR No Gambar Judul Gambar Halaman Gambar Tipe I Clitoridectomy 11 Gambar Tipe II Excision 12 Gambar Tipe III Infibulation 12

7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kekerasan terhadap perempuan marak ditemui di berbagai pelosok dunia. Dalam perspektif barat, sebagian besar bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan telah dikemas dan dikaburkan sehingga menjadi suatu bentuk tradisi atau keharusan untuk dilakukan sebagai anggota kelompok. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan maupun sekelompok individu atau masyarakat yang mengakibatkan memar, trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan, dan perampasan hak. Dalam perspektif timur, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2010 mendefinisikan kekerasan, Setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang (hal. 4). Salah satu fenomena terhadap perempuan yang dapat menimbulkan bahaya bagi nyawa dan menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang, yaitu adanya praktik female genital mutilation dan khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan. Bentuk khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan inilah yang akan menjadi topik pembahasan penelitian ini. Dengan kata lain, dalam penelitian tentang khitan terhadap perempuan ini,

8 peneliti berangkat dari asumsi bahwa fenomena khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan merupakan sebuah produk ketidaksetaraan kedudukan khitan antara laki-laki dan perempuan yang melahirkan tindakan kekerasan yang dikenakan kepada perempuan. Female genital mutilation dikenal atau sudah ada sejak 2100 sebelum masehi (World Health Organization, 2004). Argumen ini diperkuat melalui penemuan dari beberapa ilmuwan anthropologi yang berhasil menemukan sosok mumi perempuan di Mesir. Mumi perempuan tersebut diduga merupakan rakyat golongan kaya dan berkuasa di Mesir yang menjadi salah satu obyek praktik khitan pada zaman itu, yaitu sekitar abad ke-16. Ahli anthropologi menduga bahwa pada zaman kuno praktik khitan perempuan dilakukan untuk mencegah masuknya roh jahat melalui vagina perempuan. Selain ditemukan pada bangsa Mesir, praktik khitan perempuan juga sudah menjadi tradisi bangsa-bangsa di sekitar lembah Nil, yakni Sudan, Mesir dan Eithopia (Subakti dan Anggarani, 2007). World Health Organization (WHO, 2010) mendefinisikan praktik khitan perempuan atau Female Genital Mutilation (FGM), Segala bentuk prosedur yang menyertakan pembuangan sebagian maupun seluruh bagian luar alat kelamin perempuan dan/atau pencederaan atas organ genital perempuan untuk alasan budaya maupun alasan-alasan non-therapeutic lainnya Menurut perolehan data statistik yang dimiliki oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2010), diketahui dua puluh delapan negara masih melakukan praktik khitan perempuan beberapa diantaranya, Afrika, Timur Tengah, Malaysia, Amerika Latin, Amerika Utara, Eropa, dan Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal praktik khitan sebagai bagian dari pengajaran dan penyiaran agama Islam, yaitu ketika praktik ini

9 dianggap sebagai ritual proses seseorang menjadi Islam. Sedangkan pada lapisan sosial tertentu, masyarakat melihat khitan sebagai bentuk pelestarian terhadap tradisi pada masa lampau yang terkait dengan ritual hidup yang menandai kedewasaan seseorang (Mesraini, 2002). Dalam Islam, khitan merupakan salah satu ajaran Islam yang diambil dari ajaran Nabi Ibrahim as. Pada zaman Nabi Ibrahim as, khitan merupakan ibadah fisik pada laki-laki berupa penghilangan atau pemotongan sebagian tubuh (Mesraini, 2002). Sedangkan dalam agama Katolik, Protestan, Hindu, maupun Budha, belum ditemukan adanya ajaran yang menyinggung pemberlakuan khitan pada perempuan. Kontras terhadap praktik khitan laki-laki yang merupakan ajaran Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh umat laki-laki. Fenomena khitan perempuan juga berusaha untuk dikaitkan dengan penyebaran ajaran agama Islam di seluruh dunia. Komisi Nasional Perempuan (2010) menjelaskan bahwa beberapa terminology ahli fiqh Islam mendefinisikan khitan sebagai tindakan memotong kulit yang menutup kepala penis (hasyafah) untuk laki-laki, dan memotong daging bagian ujung klitoris perempuan. Kontras dari penjelasan Komisi Nasional Perempuan, ilmu fiqh memiliki istilah tersendiri dalam menyebut khitan perempuan, yakni khafdh atau khifadh. Khifadh yang berasal dari bahasa Arab merupakan kata asli untuk khitan perempuan dalam agama Islam. Ibnu Abidin, seorang ahli fiqh mazhab Hanafi mengatakan, La Yuqalu fi haqq al Mar ah Khitan, wa Innama Yuqalu Khifadh, yaitu untuk perempuan tidak boleh disebut khitan melainkan khifadh (K.H. Husein, 2007). Secara literal, khifadh yaitu mengurangi (to reduce), menyederhanakan (minimize), mengambil sedikit (akhdz al yasir/take easy) dan pelan (lower), (Husein Muhammad, 2010). Definisi khitan pada perempuan sangat kontras dengan apa yang telah menjadi pemahaman sebagian masyarakat selama ini,

10 yaitu berupa memotong atau menggunting klitoris perempuan. Praktiknya, banyak masyarakat Islam yang masih memiliki pemahaman yang berbeda terkait defenisi sesungguhnya dari kihtan dan khifad. Mengacu dari hadits Nabi SAW, ummu athiyah r.a. menjelaskan peringatan kepada juru khitan perempuan untuk menghindari kerugian (mudharat). Kerugian (mudharat) yaitu jaminan untuk tidak berlebihan dengan tidak merusak organ vital, dan membiarkan sesuatu yang menjadi kenikmatan seksual perempuan ketika berhubungan intim dengan suaminya. Bila khitan perempuan ternyata bermanfaat bagi perempuan, maka dalilnya dapat menjadi wajib. Namun, jika justru menimbulkan kerugian, maka dalil khitan perempuan menjadi haram untuk dilaksanakan (Muhammad, 2007). Dengan kata lain, relatif ataupun situasional dimensi aksiologis praktik khitan itu sendiri. Namun, praktik khitan terhadap perempuan di Indonesia tidak hanya dilatarbelakangi oleh ajaran agama, namun juga manifestasi dari tradisi suatu budaya setempat. Di sebagian wilayah Indonesia, khitan dianggap sebagai ritual yang sakral, setara seperti aqiqah (upacara ritual dalam pemberian nama anak) pada masyarakat muslim. Bahkan, beberapa daerah di Indonesia sengaja menyelenggarakan upacara ritual untuk mendukung khidmatnya proses khitan. Uniknya, dibandingkan khitan pada perempuan, topik fenomena khitan pada laki-laki cenderung lebih umum untuk diperbincangkan dan dikenal masyarakat. Sementara fenomena khitan yang dilakukan pada perempuan cenderung untuk dikaburkan dari sorotan masyarakat setempat. Pada tahun 2003, Population Council mencantumkan enam provinsi di Indonesia yang masih memberlakukan praktik khitan pada perempuan (FGM). Beberapa provinsi tersebut diantaranya Sumatera Barat, Lampung, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Di wilayah tersebut, khitan

11 perempuan dianggap sebagai suatu keharusan yang mesti dilaksanakan oleh seluruh perempuan yang menjadi anggota komunitas tersebut. Gulardi (1999) menjelaskan bahwa perempuan distereotipkan sebagai penggoda dan membahayakan laki-laki, sehingga perilaku seksualnya harus dikontrol dan dikendalikan oleh norma-norma sosial, dibatasi, bahkan jika perlu dikenakan perbuatan-perbuatan prilaku dengan cara kekerasan. Ini dapat terlihat pada beberapa etnis di Indonesia yang masih menjalankan praktik khitan sampai sekarang. Dalam tradisi Jawa, khitan perempuan disebut dengan tetesan. Tetesan merupakan salah satu upacara adat dari rangkaian acara ritual yang harus dilakoni oleh perempuan mulai sejak lahir hingga dewasa (Musyarofah, dkk, 2003). Bagi sebagian besar masyarakat etnis Banten, kewajiban khitan perempuan telah ditanamkan sejak dini, minimal saat anak berusia dua hingga tiga tahun. Jika kewajiban tersebut tidak dijalankan, maka hukumnya dianggap haram (najis dan kafir), sehingga ibadah shalat tidak sah. Seperti tradisi khitan perempuan pada masyarakat etnis Banten, masyarakat etnis Lampung menyebut khitan perempuan dengan sunat sebai. Praktik khitan perempuan dilakukan saat anak perempuan berusia dua hingga tiga tahun. Masyarakat etnis Lampung meyakini bahwa perempuan yang tidak dikhitan akan tampak kurang cantik dan kurang bercahaya (Musyarofah, dkk; 2003). Dari pandangan beberapa etnis yang ada di Indonesia tersebut, dapat disimpulkan bahwa khitan perempuan dilakukan semata-mata sebagai penjaga perilaku untuk mengurangi dorongan seks perempuan yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian dan statistik yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2003), khitan perempuan banyak dilakukan pada perempuan antara anak usia dini hingga usia lima belas tahun, hanya beberapa terjadi pada perempuan dewasa. Tahun 2006, Direktur

12 Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan berupa surat edaran bagi organisasi profesi (IDI, IDAI, IBI, POGI, PPNI, dan PERINASIA) dan instansi terkait di bawah Departemen Kesehatan, yang berisi larangan medikalisasi sunat perempuan bagi petugas kesehatan serta memperingatkan dampak negatif kesehatan dari mutilasi kelamin perempuan (MKP). Larangan ini dapat dilihat sebagai salah satu bentuk dukungan Indonesia dalam melindungi hak perempuan terhadap dampak yang akan dihadapi, sebagai bentuk diskriminasi dan kekerasan. Kontras terhadap kebijakan Menteri Kesehatan tahun 2006 yang berisi tentang larangan sunat terhadap perempuan. Tahun 2010 terjadi kemunduran mengenai kebijakan khitan pada perempuan yang disahkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1636/Menkes/Per/XI/2010. Peraturan tersebut disahkan untuk melindungi perempuan dari praktik khitan ilegal yang membahayakan jiwa maupun sistem reproduksinya. Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut mengatakan, khitan perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan atau perawat yang memiliki izin kerja dan tenaga kesehatan yang dimaksud berjenis kelamin perempuan. Selaras dengan aturan tersebut, sunat yang diizinkan hanya berupa goresan kecil pada kulit bagian depan yang menutupi klitoris (frenulum clitoris). Selaras dengan kebijakan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia, tahun 2011 Amnesty International, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) dan Convention against Torture (CAT) sebagai gerakan kampanye dunia yang mempromosikan seluruh hak asasi manusia mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan bahwa Indonesia harus mencabut peraturan khitan perempuan. Pernyataan tersebut antara lain yang berisi bahwa pihak berwenang Indonesia harus selekasnya mencabut peraturan menteri

13 tentang khitan perempuan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan tahun 2010, dan sebaiknya menerapkan peraturan khusus dengan hukuman yang pantas untuk melarang segala jenis mutilasi kelamin perempuan (female genital mutilation). Peraturan baru oleh Menteri Kesehatan (No. 1636/MENKES/PER/XI/2010) tahun 2010 mengenai khitan perempuan, dinilai berlawanan dengan langkah pemerintah memperkuat kesetaraan jender dan melawan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Polemik inilah yang memicu penulis untuk melakukan penelitian dengan mengeskplorasi sikap lakilaki dan perempuan menyangkut fenomena praktik khitan perempuan yang dianggap sebagai tindak diskriminasi dan kekerasan bagi kaum perempuan.

14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung penelitian ini. Teori-teori yang terdapat dalam bab ini diantaranya teori sikap serta beberapa tinjauan pustaka terkait penelitian. 2.1 Sikap Dalam Bernstein, dkk, Banaji dan Heiphetz (2010) mengelompokkan sikap kedalam tiga komponen penting yaitu: 1. Kognisi (Cognitive) Komponen yang mencakup penerimaan informasi dari lingkungan melalui panca indra, memprosesnya, mengenali yang dipersepsikan, membandingkannya dengan data yang telah dimiliki, mengklasifikasikan, menyimpan dalam ingatan, serta menggunakannya dalam merespons rangsangan. 2. Afeksi (Affective) Komponen yang menjelaskan perasaan atau emosi individu terhadap objek sikap. 3. Perilaku (Behavioral) Komponen yang menjelaskan mengenai kecenderungan tindakan individu terhadap objek sikap yang berasal dari masa lalu.

15 Pertama, komponen kognisi (cognitive) menggambarkan proses berpikir indiividu dalam menerima informasi dari lingkungan melalui alat indra, memprosesnya, mengenali yang dipersepsikan, membandingkannya dengan data yang telah dimiliki, mengklasifikasikannya, dan menyimpannya dalam ingatan serta menggunakannya dalam merespons rangsangan. merespons rangsangan. Kedua, yaitu komponen afeksi (affective), yang menjelaskan mengenai gambaran perasaan dan emosional individu terkait fenomena praktik khitan yang dikenakan terhadap perempuan (Banaji dan Heiphetz, 2010). Ketiga, komponen perilaku (behavioral) yang menjelaskan mengenai kecenderungan pola perilaku individu dalam menanggapi fenomena khitan terhadap perempuan (Banaji & Heiphetz, 2010). 2.2 Pandangan Laki-laki dan Perempuan tentang Perempuan Menurut Nasaruddin (2010) terdapat dua perbedaan pemahaman mengenai penggunaan istilah kata antara relasi seksual dan jender. Relasi seksual adalah hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada tuntutan dan kategori biologis. Sedangkan, relasi jender merupakan sebuah konsep dan realitas sosial yang berbeda dimana pembagian kerja seksual antara laki-laki dan perempuan tidak didasarkan pada pemahaman yang bersifat normatif serta kategori biologis, melainkan pada kualitas, keahlian, dan peran berdasarkan konvensi-konvensi sosial. secara biologis perbedaan dan kedudukan sosial antara laki-laki dan perempuan selalu dikaitkan dengan jenis kelamin (sex) yang masing-masing dimiliki laki-laki dan perempuan tersebut. Akibat dari perbedaan secara biologis ini, maka tidak jarang berimplikasi jauh terhadap kedudukan sosial (social role) yang diperankan oleh kedua pihak.

16 Perempuan di negara dan suku manapun mempunyai alat reproduksi yaitu seperti rahim, mempunyai vagina, mengalami menstruasi, dapat hamil, melahirkan serta menyusui. Sedangkan laki-laki kodrat biologisnya adalah memiliki penis, dan memproduksi sperma yang dapat membuahi sel telur perempuan. Hal ini tidak jarang membawa dampak perempuan diperlakukan kurang adil atau diskriminasi dalam menentukan peran dan posisinya dibandingkan kaum laki-laki. 2.3 Khitan Perempuan Khitan berasal dari bahasa arab Al-khitan atau Khatana yang berarti memotong. Praktik khitan perempuan merujuk pada istilah female genital mutilation (FGM) yang diperkenalkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun Sedangkan, istilah yang dipakai untuk FGM di indonesia adalah sunat perempuan atau khitan perempuan. Female Genital Mutilation (FGM) didefinisikan sebagai pemotongan alat kelamin perempuan, termasuk semua prosedur menghilangkan sebagian atau seluruh selaput organ kelamin eksternal perempuan atau segala bentuk tindakan melukai organ kelamin perempuan baik dengan alasan adat-istiadat, kepercayaan, atau agama atau alasan non-medis lainya. Walaupun praktik khitan perempuan banyak dilakukan di negara Islam, kemunculan praktik khitan perempuan diketahui tidak secara khusus memiliki kaitan dengan agama karena dilakukan berabad-abad sebelum datangnya masa Islam. Pada akhirnya ketika praktik khitan perempuan seringkali disandingkan dengan agama terutama agama Samawi yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam, lebih dikarenakan agama berperan sebagai media penyebaran

17 pelaksanaan praktik khitan perempuan (FGM) pada masa itu (Musyarofah, dkk; 2003). Secara implisit, penggunaan kata mutilasi (mutilation) mengandung penekanan bahwa praktik khitan perempuan yang merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Publikasi WHO pada tahun 1997 menyebutkan FGM mencakup segala bentuk prosedur yang menyertakan pembuangan sebagian maupun seluruh bagian luar alat kelamin perempuan dan atau pencederaan atas organ genital perempuan untuk alasan budaya maupun alasan-alasan non-therapeutic lainnya. Kendati demikian, terdapat pemaknaan yang berbeda pada kata female genital mutilation dan khitan perempuan dalam keyakinan agama Islam. 2.4 Klasifikasi Pengklasifikasian terakhir yang dilakukan oleh WHO (2010) terkait pelaksanaan female genital mutilation yang dinilai sebagai lambang kekerasan pada perempuan memiliki keragaman pada setiap negara. Terdapat empat tipe klasifikasi praktik khitan perempuan: 1. Tipe I Clitoridectomy klitoris. Tipe pertama dengan menghilangkan sebagian atau keseluruhan Gambar Tipe I Clitoridectomy Sumber: Situs Amnesty International. 2. Tipe II Excision

18 Tipe kedua pembuangan sebagian maupun keseluruhan klitoris dan labia minora, baik dengan maupun tanpa pengirisan labia majora. Gambar Tipe II Excision Sumber: Situs Amnesty International. 3. Tipe III Infibulation Tipe ketiga dengan melakukan penyempitan lubang vagina dengan memotong labia minora dan/atau labia majora, baik dengan maupun tanpa pengirisan klitoris. Gambar Tipe III Infibulation Sumber: Situs Amnesty International. 4. Tipe IV Unclassified Termasuk semua prosedur selain Tipe I, II, dan III, yang mencakup penusukan, penggoresan, pengirisan, dan pembakaran jaringan kelamin yang membahayakan alat kelamin perempuan dengan tujuan non-medis.

19 2.5 Dampak Tahun 2011 United Nation Population Fund (UNFPA) menguraikan dua dampak praktik khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan, yaitu dampak terhadap fisik dan psikis baik jangka pendek maupun jangka panjang. 1. Dampak Fisik Dampak jangka pendek ditandai dengan: Rasa nyeri berat Syok Ditandai dengan rasa sakit akibat tidak diberikan anestesi (obat bius). Pendarahan dan Tetanus Sepsis Ditandai dengan terjadinya peradangan diseluruh tubuh akibat dari infeksi atau keracunan dalam darah. Retensi Urine Ulserasi pada genital, dan luka pada jaringan-jaringan sekitar organ kelamin perempuan. Pendarahan massive dan infeksi yang dapat menyebabkan kematian. HIV dan Hepatitis Akibat penggunaan alat bersama untuk beberapa orang tanpa sterilisasi sesuai prosedur, dapat menjadi sumber infeksi dan media transmisi penularan penyakit. Dampak jangka panjang ditandai dengan: Kista dan Abses Berupa tumor jinak dan kumpulan nanah.

20 Keloid Berupa daging tumbuh disekitar genital atau kelamin perempuan. Kerusakan uretra Ditandai dengan penurunan sensitivitas permanen akibat klitoridektomi. Dispareunia (rasa nyeri saat berhubungan seks). Chronic Morbidty Ditandai dengan gejala kronis lainnya yang dapat menyebabkan kematian. 2. Dampak Psikis Dampak jangka pendek ditandai dengan: Disfungsi seksual Kauterisasi elektrik klitoris dapat berpengaruh pada psikis yang menghilangka keinginan untuk masturbasi. Trauma Ditandai dengan kilas balik pemikiran perempuan yang dikhitan yang sangat mengganggu. Hilangnya rasa percaya diri dilaporkan sebagai efek serius yang dapat terjadi. Dampak jangka panjang ditandai dengan: Timbul perasaan tidak sempurna atau ansietas (rasa khawatir berlebihan mengenai potensi diri). Depresi Iritabillitas Chronic Rasa iritasi berkepanjangan pada daerah vital perempuan.

21 Frigiditas Keadaan perempuan yang sulit terangsang bahkan tidak dapat menikmati hubungan seksual. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan konflik dalam pernikahannya. Banyak perempuan yang mengalami trauma dengan pengalaman FGM tersebut, tetapi tidak bisa mengungkapkan ketakutan dan penderitaannya secara terbuka (UNFPA, 2011). 2.6 Pandangan Laki-Laki dan Perempuan tentang Khitan Perempuan Maraknya berbagai isu terkait ketidaksetaraan kedudukan antara laki-laki dan perempuan telah melahirkan berbagai perspektif pada ilmu psikologi. Psikologi feminis merupakan salah satu kubu yang meneliti sekaligus mengkaji mengenai kedudukan antara laki-laki dan perempuan di mata sosial. Saparinah Sadli (2002) menjelaskan bahwa feminist perspective atau pendekatan feminis yaitu perspektif yang didasarkan pada suatu kerangka yang mengusulkan bahwa dalam kegiatan penelitian, perempuan perlu diterima dan dihargai sebagai sesama manusia yang memiliki potensi atau kemampuan untuk berkembang. Karakteristik perempuan yang dianggap tidak kompeten, lemah, dan tidak mandiri lebih merupakan produk budaya yang meremehkan. Pandangan semacam ini perlu diimbangi dengan adanya gambaran tentang perempuan yang pintar, mandiri, cerdas, berani, mampu mengambil keputusan, sukses, serta etis. Selaras dengan itu, perspektif feminis berharap dapat menghasilkan tindakan untuk mencapai kebenaran dan mengungkap bahwa perempuan menderita bukan atas kesadarannya, melainkan karena kesadaran yang telah dibentuk masyarakat terhadap perempuan (Hayati, 2006). Berbagai perlakuan yang diterima perempuan menempatkan perempuan sebagai kaum yang tertindas atau subordinasi. Selaras dengan pandangan

22 tersebut, berbagai dukungan diberikan dari berbagai kalangan feminis yang menganggap khitan perempuan sebagai salah satu bentuk kekerasan yang mengindikasikan penerimaan masyarakat akan kehadiran seorang perempuan di mata sosial. Amiruddin (2006) mendefinisikan kekerasan simbolik sebagai kekerasan tak kasat mata yang tidak dirasakan sebagai kekerasan, melainkan sebagai sesuatu yang dianggap alamiah dan wajar. Aliran feminisme menyebut sebagai falosentrisme yaitu ketika laki-laki mendominasi pengetahuan, bahasa, wacana, tindakan, dan menjadi pusat kriteria segala sesuatu. Pada penelitian ini, peneliti membagi pembahasan menjadi dua sudut pandang yaitu, secara etic dan emic dalam menanggapi isu khitan perempuan sebagai produk ketidaksetaraan jender. Dalam Young (2005), menjelaskan istilah etic dan emic pertama kali diintroduksi oleh seorang ahli bahasa Kenneth L. Pike tahun 1957, yang berpendapat bahwa alat yang dikembangkan untuk menggambarkan perilaku linguistik dapat disesuaikan dengan uraian tentang perilaku sosial manusia. Emik dan etik berasal dari istilah linguistik yaitu fonemik dan fonetik, yang berasal dari bahasa Yunani. Pike mengusulkan dikotomi emik-etik dalam penelitian sebagai cara untuk mengurai seputar isuisu filosofis tentang objektivitas. Etic merupakan gagasan atau perspektif individu yang tidak memiliki pengalaman dari suatu masyarakat atau budaya tertentu. Peneliti etic dapat pula disebut sebagai outsider. Dengan kata lain, menggunakan sudut pandang etic berarti peneliti dapat memposisikan diri sebagai bagian luar dari suatu masyarakat atau budaya tertentu. Sedangkan emic merupakan perspektif individu berupa pengalaman pribadi dan juga dialami masyarakat atau budaya tertentu. Peneliti emic dapat disebut sebagai insider (Young, 2005).

23 Melalui sudut pandang emic berarti peneliti memposisikan diri sebagai pengamat dari suatu masyarakat atau budaya tertentu. Dengan kata lain, emik mengacu pada pandangan partisipan yang dikaji, sedangkan etik mengacu pada pandangan si peneliti. Konsep emik adalah deskripsi dan analisis yang dilakukan dalam konteks skema dan kategori konseptual yang dianggap bermakna bagi partisipan dalam suatu kejadian atau situasi yang dideskripsikan dan dianalisis. Sedangkan, konsep etik merupakan deskripsi dan analisa yang dilakukan berupa konteks skema dan kategori konseptual yang dianggap bermakna oleh pihak luar sebagai komunitas ilmiah yang kritis. Kedua sudut pandang tersebut digunakan dalam penelitian ini agar peneliti dapat memposisikan diri secara fleksibel guna mendapatkan pengalaman dari masing-masing partisipan dan juga mengetahui sikap jender satu sama lain terkait khitan pada perempuan. Beberapa tokoh Islam seperti Muhammad & Kodir (2001) mengatakan bahwa khitan perempuan merupakan suatu perlakuan yang menyakitkan yang harus diterima oleh kaum perempuan dan lingkungan justru memberikan banyak kesempatan serta kepuasan seksual mereka secara optimal. Sebagai etic, pandangan tersebut diberikan oleh kaum laki-laki dalam menanggapi spekulasi khitan yang dikenakan terhadap perempuan. Selaras dengan pernyataan tersebut, dari sudut pandang emic sekaligus kaum perempuan yaitu Murniati (2004), mengatakan bahwa khitan perempuan merupakan produk dari suatu pelabelan kaum perempuan yaitu berupa mahluk yang pasif, lemah, serta emosional. Dengan kodrat seperti itu, perempuan kerap menjadi sasaran kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual.

24 BAB 3 METODE PENELITIAN

25 3.1 Definisi Operasional Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang mencakup definisi operasional variabel penelitian, subyek penelitian, desain penelitian, lokasi penelitian, instrumen penelitian selama penelitian berlangsung Sikap Indikator sikap adalah aspek-aspek yang dijadikan sebagai penentu kecenderungan individu dalam melakukan evaluasi terhadap obyek sikap yaitu praktik khitan perempuan. Pada penelitian ini sikap mengarah pada pilihan setuju dan tidak setuju. Kognisi (Cognitive) Komponen yang mencakup penerimaan informasi dari lingkungan melalui panca indra, memprosesnya, mengenali yang dipersepsikan, membandingkannya dengan data yang telah dimiliki, mengklasifikasikan, menyimpan dalam ingatan, serta menggunakannya dalam merespons rangsangan. Afeksi (Affective) Indikator yang mewakili perasaan dan emosi individu mengenai fenomena praktik khitan pada perempuan. Perilaku (Behavior) Indikator yang mewakili penilaian yang menjelaskan mengenai kecenderungan tindakan individu terhadap objek sikap yang dipengaruhi oleh masa lalu.

26 3.1.2 Praktik Khitan Perempuan Praktik khitan perempuan adalah segala prosedur yang dilakukan dengan membuang seluruh maupun sebagian alat kelamin perempuan, atau melukai organ kelamin perempuan baik untuk alasan budaya, agama, maupun alasan non-therapeutic lainnya Laki-laki dan Perempuan Relasi seksual adalah hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada tuntutan dan kategori biologis. 3.2 Subyek Penelitian Jakarta. Fokus subjek dalam penelitian ini adalah penduduk yang berdomisili di Populasi Populasi merupakan semua bagian atau anggota dari objek yang akan diamati, dapat berupa orang, benda, objek, atau peristiwa (Eriyanto, dkk, 2007). Menurut Mustafa (2000), populasi adalah unsur atau elemen yang akan diteliti dan memiliki jumlah yang banyak. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di Provinsi DKI Jakarta Sampel Sesuai dengan New Research Paradigm, wujud penelitian yang diwarnai oleh perspektif psikologi feminis, para pihak yang menjadi responden dalam penelitian disebut sebagai partisipan. Partisipan dalam penelitian ini mencakup jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berdomisili di Jakarta.

27 Dalam Atmowiloto (2006), Budiyanta mengemukakan ciri khas kedudukan laki-laki dan perempuan di mata sosial. 1. Laki-laki Laki-laki sering diidentikkan sebagai golongan kelas atas atau superior, sehingga memiliki pilihan mandiri yang diakui dan menjadi prioritas dalam lingkungan sosial. 2. Perempuan Perempuan sering diindentikkan sebagai golongan kelas bawah atau inferior dalam lingkungan sosial, sehingga membawa dampak bagi perempuan yaitu perlakukan kurang adil atau diskriminasi dalam menentukan peran dan posisi dibandingkan kaum laki-laki (Nasaruddin Umar, 2010) Penentuan jumlah partisipan dalam riset ini didasarkan pada pendapat Guilford (dalam Indria dan Nindyati, 2007) yang menjelaskan kriteria penentuan jumlah sampel dalam populasi yang besar, yaitu dengan jumlah yang tidak kurang dari tiga puluh sampel dari populasi. Adapun jumlah lakilaki dan perempuan yang menjadi target penyebaran kuesioner dalam penelitian ini sejumlah seratus partisipan, dengan rincian laki-laki sebanyak lima puluh partisipan dan jumlah perempuan sebanyak lima puluh partisipan Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan secara tidak acak atau non-probability sampling dengan jenis pengambilan sampling yaitu Coincidence/Incidental sampling. Coincidence/Incidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan faktor kemudahan, dengan kata lain siapa saja yang secara

28 tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik sampel penelitian, maka orang tersebut dapat dijadikan sebagai sampel atau responden (Riduwan, 2008) Karakteristik Partisipan Karakteristik partisipan dalam penelitian ini yaitu laki-laki dan perempuan berusia 20 hingga 40 tahun. Dalam Lahey (2007), Erikson mengelompokkan individu berdasarkan tahap perkembangan masingmasing usia. Erikson menjelaskan individu berusia 20 hingga 40 tahun telah memasuki fase dewasa muda (young adulthood) yaitu ketika individu telah dapat berfikir secara kritis (cognitive development), memiliki kepekaan terhadap perasaan dengan sesama (emotional development), serta dapat membuat keputusan mandiri yang mengarah pada kecenderungan perilaku (social development). Oleh karena itu, peneliti memasukkan kriteria usia 20 hingga 40 tahun (young adulthood) dengan asumsi bahwa fase usia tersebut merupakan fase terbaik dalam menentukan sikap secara mandiri, baik dari sudut pandang kognisi, emosi, maupun perilaku sosial. 3.3 Desain Penelitian Kumar dalam Seniati, Yulianto dan Setiadi (2009), mengelompokkan jenis-jenis penelitian berdasarkan tiga perspektif, yaitu Perspektif Tipe Informasi Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kuantitatif berupa desain survei melalui kuesioner sikap. Kuesioner sikap pada penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap subyek penelitian terhadap praktik khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan.

29 3.3.2 Perspektif Tujuan Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif untuk mengungkap fenomena serta menganalisa permasalahan pemberlakuan praktik khitan pada perempuan yang mengandung unsur kekerasan yang masih sangat jarang untuk diangkat dan dibahas di lingkungan masyarakat Perspektif Aplikasi Penelitian ini merupakan penelitian murni (basic research) guna memahami sikap partisipan penelitian terhadap praktik khitan perempuan yang mengandung unsur kekerasan, serta perbedaan pembentukan dan implikasi sikap terhadap kognisi, afeksi, dan perilaku pada laki-laki dan perempuan. 3.4 Lokasi Lokasi dalam penelitian ini meliputi lokasi dan waktu penelitian, yang dijelaskan sebagai berikut Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Jakarta dengan partisipan yang berdomisili di wilayah Jakarta. Dalam pengumpulan data, peneliti berpindah dari suatu wilayah ke wilayah Jakarta lainnya (coincidence/incidental sampling) Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, mempersiapkan proposal penelitian, uji coba pengambilan data (try out), pengambilan data lapangan,

30 hingga penyusunan laporan akhir. Pengerjaan penelitian ini dilakukan selama 5 bulan yaitu sejak September 2011 hingga Januari Pengambilan data dilakukan selama 1 bulan, yaitu pengambilan data untuk try out dilakukan pada awal bulan Desember 2011 dan pengambilan data untuk penelitian dilakukan pada pertengahan bulan Desember Prosedur Penelitian dan Pengukuran Prosedur dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap yaitu persiapan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan tahap penyajian hasil penelitian yang dijelaskan sebagai berikut Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian dimulai dengan menentukan topik, menentukan desain penelitian, menentukan subjek penelitian, kemudian tahap penentuan instrumen penelitian dan diakhiri dengan uji coba alat ukur (pilot study) guna menguji validitas-reabilitas alat ukur Penentuan Topik, Desain Penelitian, Subjek Penelitian Penentuan topik, desain penelitian, dan subjek penelitian dilakukan dengan mencari literatur-literatur yang mendukung diadakannya penelitian ini. Penentuan topik dilakukan dengan mencari tahu fenomena atau permasalahan yang terjadi di sekitar ruang lingkup masyarakat sosial. Setelah mengetahui rumusan masalah, kemudian dilakukan desain penelitian yang digunakan sebagai acuan pengerjaan dan pengolahan penelitian. Pada tahap persiapan penelitian ini, peneliti menentukan laki-laki dan perempuan berusia 20 hingga 40 tahun yang berdomisili di Jakarta sebagai partisipan penelitian. Penentuan partisipan penelitian dimaksudkan

31 agar dapat menjadi patokan langkah berikutnya dalam menentukan instrumen penelitian Penentuan Instrumen Penelitian dan Uji Coba Alat Ukur Penentuan instrumen penelitian dilakukan dengan cara membuat dan menguji coba alat ukur sikap yaitu Afrigthea Ragieltrinanda s Scale of Acceptance on Clitoridectomy (ARt-SAC). Art-SAC diadaptasi dari tiga komponen yang dibuat oleh Banaji & Heiphetz (2010) yang ditujukan untuk melihat gambaran pola sikap individu dengan memperhatikan tiga komponen indikator penting didalamnya yaitu, indikator kognisi (cognitive), indikator Afeksi (affective), dan indikator perilaku (behavior). Indikator sikap pada ARt-SAC menggunakan bentuk dikotomi yang menyatakan pilihan setuju dan tidak setuju mengenai kondisi yang paling menggambarkan diri partisipan saat ini. ARt-SAC terdiri dari tiga indikator (kognisi, afeksi, perilaku) dengan total pernyataan berjumlah tiga puluh item. Terdiri dari sepuluh item penyataan untuk indikator kognisi (cognition), sepuluh item pernyataan untuk indikator afeksi (affection), serta sepuluh item pernyataan untuk indikator perilaku (behavior). Rincian mengenai item-item yang yang digunakan dalam uji coba (try out) alat ukur sikap ARt-SAC, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Item untuk uji coba (try out) ARt-SAC Indikator Item Favorable Item Unfavorable Jumlah Item Cognitive 1,4,7,10,13,16, 28 19,22,25 10 Try Out Affective 2,8,11,23,26,17 5,14,21,29 10 Behavior 9,12,15,18,24, 3,6,20,27 10

32 Sumber: Hasil Pengolahan Data. 30 Total Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk menguji validitas dan reliabilitas alat ukur sikap, peneliti meminta bantuan dosen pembimbing Reza Indragiri Amriel sebagai expert judgement untuk memeriksa item-item yang dianggap tidak sesuai dengan konstruk alat ukur. Setelah mendapatkan hasil dari expert judgement, lalu peneliti melakukan uji coba (try out) kepada tiga puluh partisipan, yaitu lakilaki sejumlah lima belas partisipan dan perempuan sejumlah lima belas partisipan. Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 12 Desember 2011 kepada tiga puluh partisipan yang berdomisili di Jakarta. Setelah data terkumpul, data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS Data dari variabel sikap berupa data ordinal, yaitu adanya tingkatan ketika satu nilai data yang satu lebih tinggi dibandingkan dengan data yang lain, tetapi tidak diketahui jarak antar nilai data dan tidak menyiaratkan jarak atau nilai yang sama antar tingkatan tersebut. Oleh karena itu, pengujian validitas menggunakan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman merupakan alat ukur untuk menguji variabel data yang berskala ordinal. Nilai korelasi Spearman disimbolkan ρ dengan nilai korelasi berada diantara -1 ρ 1. Bila nilai = 0, maka tidak terdapat korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen (Martono, 2010). Uji validitas item dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total item (Priyatno, 2011). Semakin tinggi nilai koefisien korelasinya, maka semakin valid item tersebut.

33 Kekuatan hubungan atau nilai korelasi yang terjadi antara skor item dan skor total, dapat dilihat dari tabel nilai dan makna korelasi Spearman (dalam Martono, 2010), yaitu. 0 Indikator, Cognitive 0 Affective 0 Koefisien Korelasi 0,868 0,912 Nilai Spearman s Rho Sangat Tinggi Sangat Tinggi Behavior 0,828 Sangat Tinggi 0,19 : Sangat Rendah / Sangat Lemah 0,20 0,39 : Rendah / Lemah 0,40 0,59 : Sedang 0,60 0,79 : Tinggi / Kuat 0,80 1,00 : Sangat Tinggi / Sangat Kuat Berikut hasil uji validitas alat ukur sikap ARt-SAC dengan menggunakan uji validitas Spearman Tabel Hasil Uji Korelasi Uji Coba Per Indikator ARt-SAC Sumber: Hasil Pengolahan Data. Secara keseluruhan setiap indikator sikap memiliki nilai koefisien korelasi yang tinggi dengan total skor dari semua indikator, ini menunjukkan bahwa alat ukur sikap (ARt-SAC) valid dan dapat digunakan. Meskipun demikian, terdapat juga beberapa item yang harus dihapus karena nilai item

34 dari indikator sangat rendah atau sangat lemah. Dari 30 item yang ada, terhapus 8 item saat pengujian validitas dengan menggunakan uji Spearman. Sehingga, jumlah item untuk alat ukur sikap adalah 22 item. Tabel Item untuk Pengambilan Data ARt-SAC Indikator Item Favorable Item Unfavorable Jumlah Item Cognitive 1,4,7,10,13, 15 17,21 8 Pengambilan Data Affective 2,8,9,18,20 5,11 7 Behavior 12,14,19,22, 3,6,16 7 S Total umber: Hasil Pengolahan Data. Nilai reliabilitas alat ukur ARt-SAC sebelum dan setelah item dihapus, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Hasil Uji Reliabilitas ARt-SAC N of Items Nilai Reliabilitas Sebelum Item Dihapus Setelah Item Dihapus 30 0, ,875 Sumber: Hasil Pengolahan Data. Dari hasil uji reliabilitas alat ukur, didapatkan nilai reliabilitas > 0.80, yang artinya reliabilitas alat ukur tergolong tinggi. Klasifikasi nilai reliabilitas yang diperoleh, didapatkan berdasar pada nilai klasifikasi milik Guilford

35 (dalam Indria dan Nindyati, 2007), yaitu nilai reliabilitas termasuk dalam nilai reliabilitas tinggi. Hasil uji reliabilitas sebesar 0,875 pada alat ukur sikap, dapat dikatakan alat ukur ini valid dan reliabel. Nilai 0,875 menandakan sebanyak 87,5% kebervariasian true score lebih besar dibanding dengan kebervariasian error yaitu sebanyak 12,5% Pengumpulan data Setelah melakukan tahap uji validitas dan reliabilitas alat ukur, peneliti melakukan tahap selanjutnya yaitu pengumpulan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer berupa kuesioner yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pengumpulan data dilakukan setelah kuesioner disebarkan kepada sebanyak 100 partisipan yaitu, 50 partisipan laki-laki dan 50 partisipan perempuan yang berdomisili di Jakarta. Proses penyebaran dan pengambilan kuesioner dilakukan selama lima hari Pengolahan data Menurut Supardi (2007), pengolahan data terdiri dari tahap editing dan tahap tabulating. Tahap editting pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan dilanjutkan dengan tahap tabulating dengan menggunakan program aplikasi statistik, SPSS Pengolahan data dimulai dengan proses editing, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap seratus kuesioner yang telah terkumpul, kemudian melakukan pemeriksaan satu persatu item jawaban yang terdapat pada kuesioner penelitian. Dari hasil editting, seluruh kuesioner memiliki jawaban yang lengkap dan tidak ditemukan adanya kuesioner yang tidak lengkap. Setelah

36 mengetahui hasil editting, peneliti melakukan tabulating. Pada tahap tabulating, keseluruhan kuesioner diskor sesuai dengan skala yang telah ditentukan yaitu skala ordinal. Untuk pilihan yang menunjukkan persetujuan atau setuju terhadap khitan perempuan memiliki nilai skor 0. Untuk pilihan yang menunjukkan tidak setuju atau menolak khitan perempuan memiliki nilai skor 1. Begitu pula sebaliknya pada pilihan item unfavorable. Setelah memberikan skor untuk tiap-tiap item, data yang telah dikelompokkan dalam tabel indikatornya masing-masing dengan menggunakan program SPSS 19.0 untuk dianalisa secara statistik deskriptif Penyajian hasil penelitian Setelah melakukan pengolahan data, tahap selanjutnya adalah penyelesaian penelitian. Tahap penyelesaian penelitian ini merupakan tahap dimana peneliti melakukan penulisan laporan penelitian, yaitu merangkum dan menyimpulkan hasil data yang telah didapatkan dari hasil analisis. Hasil kesimpulan yang didapatkan akan menjawab pertanyaan penelitian yang telah diajukan sebelum penelitian dilakukan dan hasil penelitian dikaitkan ke bab dua serta diperkaya dengan telaah dari beberapa disiplin non psikologi.

37 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Sikap ARt-SAC Setelah data terkumpul, kemudia peneliti melakukan uji deskriptif pada program SPSS 19.0 guna melihat gambaran serta penyebaran skor dan juga melakukan analisa dari jawaban partisipan yang telah terkumpul melalui alat ukur sikap ARt-SAC Berdasarkan rentang skor, diketahui partisipan yang berada pada skor antara 1 sampai 11 dikatakan memiliki sikap setuju terhadap praktik khitan pada perempuan. Kontras terlihat pada partisipan yang memperoleh skor antara 12 sampai 22 dikatakan memiliki sikap tidak setuju terhadap praktik khitan pada perempuan. Berikut merupakan persentase dan analisa dari perolehan data. Tabel 4.1 Persentase Hasil Keseluruhan Alat Ukur ARt-SAC Sikap Skor Frekuensi Persentase Setuju %

38 Tidak Setuju % Total % Sumber: Hasil Pengolahan Data Hasil penelitian menunjukkan sebesar 58 (58%) partisipan memiliki sikap tidak setuju terhadap adanya praktik khitan yang dikenakan terhadap perempuan. Sedangkan, sebanyak 42 (42%) partisipan memilih untuk bersikap setuju terhadap adanya praktik khitan yang dikenakan terhadap perempuan. Dengan kata lain, mayoritas partisipan memiliki sikap untuk tidak setuju atau kontra aktif terhadap pemberlakuan khitan pada perempuan. Guna memperkaya penelitian, berikut peneliti mengelompokkan hasil sikap partisipan kedalam dua kelompok jender yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tabel 4.1 Persentase Hasil Sikap Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan Sikap Perempuan Persentase Setuju 24 48% Tidak Setuju 26 52% Total % Sumber: Hasil Pengolahan Data. Hasil penelitian menunjukkan dari sebanyak 50 partisipan perempuan, sebesar 26 (52%) partisipan perempuan memilih sikap untuk tidak setuju adanya pemberlakuan praktik khitan pada perempuan. Kontras dengan perolehan tersebut, sebanyak 24 (48%) partisipan memilih untuk setuju dengan adanya pemberlakuan praktik khitan pada perempuan.

39 Dengan kata lain, mayoritas partisipan dengan jenis kelamin perempuan tidak setuju atau kontra aktif terhadap diberlakukannya praktik khitan pada perempuan (female genital mutilation). Selaras dengan sikap partisipan perempuan, diketahui hasil sikap partisipan pada jenis kelamin laki-laki sebagai berikut. Tabel 4.1 Persentase Hasil Sikap Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki Sikap Laki-laki Persentase Setuju 18 36% Tidak Setuju 32 64% Total % Sumber: Hasil Pengolahan Data. Hasil penelitian menunjukkan dari sebanyak 50 partisipan laki-laki, tercatat sebanyak 18 (36%) partisipan laki-laki memilih sikap untuk tidak setuju dengan pemberlakuan praktik khitan pada perempuan. Kontras terhadap perolehan tersebut, diketahui sebanyak 32 (64%) partisipan lainnya memilih sikap untuk setuju atas diberlakukannya praktik khitan pada perempuan. Dengan kata lain, mayoritas partisipan dengan jenis kelamin laki-laki memilih untuk tidak setuju atau kontra aktif terhadap diberlakukannya praktik khitan pada perempuan (female genital mutilation). 4.2 Hasil Pengukuran Indikator ARt-SAC Berdasarkan data partisipan yang telah terkumpul, peneliti melakukan uji deskriptif melalui program SPSS 19.0 untuk melihat gambaran penyebaran skor dari tiap-tiap indikator pada alat ukur sikap ARt-SAC.

40 4.2.1 Hasil Indikator ARt-SAC pada Perempuan Hasil penelitian menjelaskan, dari 50 partisipan perempuan sebanyak 26 (52%) partisipan perempuan memilih sikap untuk tidak setuju terhadap pemberlakuan praktik khitan pada perempuan. Berikut merupakan skor pengukuran berdasarkan masing-masing indikator ARt-SAC. Tabel Hasil Indikator ARt-SAC pada Perempuan yang Tidak Setuju Praktik Khitan Perempuan Partisipan Total skor Skor Per Indikator Kognisi Afeksi Perilaku

41 Total Skor per Indikator Sumber: Hasil Pengolahan Data. Tabel diatas menunjukkan bahwa indikator kognisi (cognitive) pada partisipan perempuan memiliki total skor terbesar dengan jumah 158. Ini menunjukkan bahwa partisipan perempuan memiliki keyakinan dan pemikiran bahwa khitan tidak pantas untuk dikenakan terhadap perempuan. Sedangkan, jumlah total skor pada indikator afeksi (affective) sebanyak 145. Ini menunjukkan bahwa 26 (52%) partisipan perempuan memiliki kepekaan emosi dan perasaan yang baik dalam menanggapi spekulasi fenomena pemberlakuan khitan pada perempuan. Sama halnya dengan indikator perilaku (behavior) yang memiliki total skor sebanyak 151. Ini menandakan bahwa mayoritas partisipan perempuan yang menjadi sampel penelitian menunjukkan perilaku tidak setuju terhadap female genital mutlation. Selain dari sikap partisipan perempuan yang setuju, diketahui sebanyak 24 (48%) partisipan perempuan memilih sikap setuju terhadap pemberlakuan

42 praktik khitan pada perempuan. Berikut merupakan skor pengukuran berdasarkan masing-masing indikator ARt-SAC Tabel Hasil Indikator ARt-SAC pada Perempuan yang Setuju Praktik Khitan Perempuan Partisipan Total skor Skor Per Indikator Kognisi Afeksi Perilaku

43 Total Skor per Indikator Sumber: Hasil Pengolahan Data Hasil Indikator ARt-SAC pada Laki-laki Hasil penelitian menjelaskan, dari 50 (50%) partisipan laki-laki sebanyak 32 (64%) partisipan laki-laki memilih sikap untuk tidak setuju terhadap pemberlakuan praktik khitan pada perempuan. Berikut merupakan skor pengukuran berdasarkan masing-masing indikator ARt-SAC. Tabel Hasil Indikator ARt-SAC pada Laki-laki yang Tidak Setuju Praktik Khitan Perempuan Partisipan Total skor Skor Per Indikator Kognisi Afeksi Perilaku

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku kekerasan terhadap perempuan marak ditemui di berbagai pelosok dunia. World Health Organization (2000), mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menjelaskan mengenai definisi operasional, subyek penelitian, desain

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menjelaskan mengenai definisi operasional, subyek penelitian, desain BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai definisi operasional, subyek penelitian, desain penelitian, instrumen penelitian, pengukuran, dan prosedur penelitian. 3.1 Variabel Penelitian &

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika mendengar kata sunat atau khitan, terbesit di pikiran bahwa pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja. Faktanya, praktik khitan

Lebih terperinci

BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA. Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai

BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA. Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai BAB 2 TUNJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai macam pengertian diantara ahli psikologi (Widiyanta, 2002). Sikap, menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok

BAB I PENDAHULUAN. Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek sirkumsisi pada perempuan sudah menjadi tradisi disekelompok masyarakat tertentu. Tujuan utamanya untuk mengontol dorongan seksual pada perempuan. Ada anggapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) telah menjadi polemik tersendiri yang mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel adalah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel adalah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel adalah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang dipelajari

Lebih terperinci

SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA SUNAT PEREMPUAN DALAM HUKUM INDONESIA DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA KONTEKS KEBIJAKAN TENTANG SUNAT PEREMPUAN Penelitian tentang sunat perempuan & Seminar Hasil Penelitian PBB & Gerakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian yang BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian yang digunakan. Akan dipaparkan secara singkat variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, karakterisitik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan. No.672, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sunat Perempuan. Penyelenggaraan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1636/MENKES/PER/XI/2010 TENTANG SUNAT

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pada Sub-bab ini, akan dipaparkan mengenai Variable penelitian yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pada Sub-bab ini, akan dipaparkan mengenai Variable penelitian yang BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis Pada Sub-bab ini, akan dipaparkan mengenai Variable penelitian yang dijadikan sebagai alat ukur dan hipotesis yang digunakan peneliti sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karakteristik atau fenomena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional yaitu suatu cara untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas mengenai metode penelitian yang digunakan oleh peneliti. Hal yang dibahas diantaranya subjek penelitian, desain penelitian, variabel dan definisi operasional,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Pelaksanaan praktik khitan perempuan sering kali disandingkan dengan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Pelaksanaan praktik khitan perempuan sering kali disandingkan dengan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Pelaksanaan praktik khitan perempuan sering kali disandingkan dengan budaya dan agama tertentu, khususnya agama Islam. Tanpa bukti-bukti empiris, bukanlah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam metode penelitian ini akan diuraikan mengenai identifikasi variable

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam metode penelitian ini akan diuraikan mengenai identifikasi variable BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan diuraikan mengenai identifikasi variable penelitian, definisi operasional variable penelitian, populasi dan sampel, metode pengambilan sampel, desain

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian & hipotesis 3.1.1 Definisi operasional variabel penelitian Variabel penelitian menurut Hatch dan Farhady (dalam Iskandar, 2013) adalah atribut dari objek

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan digunakan. Pertama adalah variabel persepsi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Setelah peneliti menguraikan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Setelah peneliti menguraikan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Setelah peneliti menguraikan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, selanjutnya peneliti akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian. Pada bab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data dan diakhiri dengan menjelaskan waktu dan tempat penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. data dan diakhiri dengan menjelaskan waktu dan tempat penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan dimulai dengan menjelaskan mengenai rancangan penelitian, populasi dan sample penelitian,

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA KUESIONER PENELITIAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PENGANTAR Selamat Pagi/Siang/Sore Saya mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara yang sedang mengadakan penelitian sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel kecemasan trait dan variabel

BAB 3 METODE PENELITIAN. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel kecemasan trait dan variabel BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian & Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel kecemasan trait dan variabel acceptance

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sikap Allport dalam Bordens & Horowitz (2009) menjelaskan sikap sebagai kesiapan kondisi mental dan saraf yang merupakan hasil pengalamanpengalaman personal dan turut memengaruhi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Peneliti menggunakan dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Peneliti menggunakan dua variabel dalam penelitian ini, yaitu: BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Peneliti menggunakan dua variabel dalam penelitian ini, yaitu: A. Variabel X: academic locus

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat. menentukan apakah peneltian tersebut dapat dipertanggungjawabkan

BAB 3 METODE PENELITIAN. ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat. menentukan apakah peneltian tersebut dapat dipertanggungjawabkan BAB 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah peneltian tersebut dapat dipertanggungjawabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah : 1. Variabel ( X ) : Kesepian (loneliness) 2. Variabel ( Y ) : Kesehjateraan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Hipotesis

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Hipotesis BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel, namun dikarenakan penelitian ini bukan bertujuan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian, mulai dari lokasi penelitian, populasi, sampel, teknik penelitian, teknik analisis data, dan prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia

SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia SIARAN PERS Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Untuk SDGs Pentingnya Indikator Sunat Perempuan dalam Goal 5 SDGs bagi Indonesia Jakarta, 4 Agustus 2016 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sustainable

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GAMBARAN SIKAP DOKTER DAN PSIKOLOG SEBAGAI PRAKTISI KESEHATAN TERHADAP PRAKTIK KLITORIDEKTOMI

GAMBARAN SIKAP DOKTER DAN PSIKOLOG SEBAGAI PRAKTISI KESEHATAN TERHADAP PRAKTIK KLITORIDEKTOMI GAMBARAN SIKAP DOKTER DAN PSIKOLOG SEBAGAI PRAKTISI KESEHATAN TERHADAP PRAKTIK KLITORIDEKTOMI Rully Ayuni Primandhari Jurusan Psikologi Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Jl. Kemanggisan Ilir

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 29 BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan masalah penelitian, hipotesis berdasarkan permasalahan dalam penelitian, variabel-variabel penelitian yang akan diteliti, populasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Hal yang dibahas diantaranya lokasi dan sampel penelitian, desain penelitian, variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan 30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, untuk menjelaskan hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian 3.1.1. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dengan metode korelasional. Kerangka penelitian ini menggambarkan korelasi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirkumsisi atau pembuangan kalup penis telah dilakukan sejak zaman prasejarah, dilihat dari gambar-gambar di gua yang berasal dari zaman batu dan makam mesir purba.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut fakih (1996) dalam memahami konsep gender maka harus dibedakan pada kata gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variabel dengan variabel lain yang ada pada suatu objek

BAB III METODE PENELITIAN. variabel dengan variabel lain yang ada pada suatu objek 72 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan jenis desain penelitian korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan atau

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian & Definisi Operasional. (2010), variabel adalah konstrak yang diukur

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian & Definisi Operasional. (2010), variabel adalah konstrak yang diukur BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian & Definisi Operasional Menurut Sangadji (2010), variabel adalah konstrak yang diukur dengan berbagai macam nilai untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi

BAB 1 PENDAHULUAN. pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sunat pada perempuan sampai saat ini menjadi sebuah perdebatan dan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyaknya kontroversi terhadap sunat perempuan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian memiliki arti yang sangat penting di dalam suatu kegiatan penelitian. Dalam setiap penelitian diperlukan metode penelitian yang tepat dan akurat. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA Febry Heldayasari Prabandari *, Tri Budi Rahayu Program Studi D3 Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 25 3. METODE PENELITIAN Pada bagian ketiga ini, peneliti akan menjelaskan mengenai permasalahan penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel penelitian, tipe dan desain penelitian, partisipan penelitian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) desain penelitian survei adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan dengan pilihan jurusan jurnalistik, broadcasting dan public

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan dengan pilihan jurusan jurnalistik, broadcasting dan public BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dunia jurnalistik adalah dunia yang penuh dengan gejolak dan selalu berhubungan dengan persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Semua peristiwa menarik

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek pada suatu wilayah yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan ruang lingkup masalah yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional. Variabel penelitian adalah atribut atau sifat yang dimiliki oleh objek,

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional. Variabel penelitian adalah atribut atau sifat yang dimiliki oleh objek, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian dan definisi operasional Variabel penelitian adalah atribut atau sifat yang dimiliki oleh objek, individu, ataupun

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

3. METODE PE ELITIA. Hubungan Universitas Antara..., Edesia Indonesia Sekarwiri, F.PSI UI, 2008

3. METODE PE ELITIA. Hubungan Universitas Antara..., Edesia Indonesia Sekarwiri, F.PSI UI, 2008 32 3. METODE PE ELITIA 3.1 Variabel Penelitian Variabel adalah konsep yang dapat diukur dan memiliki variasi hasil pengukuran sehingga dapat dikatakan bahwa variabel merupakan operasionalisasi dari konsep

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari subjek penelitian, metode dan desain penelitian. Selain itu, akan dijelaskan pula mengenai definisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan bagian metode penelitian yang terdiri atas desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel dan definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian 3.1.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, untuk dapat mengetahui hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Subjek Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tantang Analisis Perbedaan Persepsi Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi S1 Terhadap Pentinngnya Laporan Keuangan (Studi Pada Program Studi Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

4. METODOLOGI PENELITIAN

4. METODOLOGI PENELITIAN 4. METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai metodologi dimulai dengan menjelaskan populasi dan sampel dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan case-control. Studi kasus kontrol adalah rancangan epidemiologi yang mempelajari

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. obyek dan subyek penelitian. Rancangan penelitian secara survei untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. obyek dan subyek penelitian. Rancangan penelitian secara survei untuk BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mendapatkan hasil gambaran secara menyeluruh tentang obyek dan subyek

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian/ Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri obat-obatan, yang terletak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data hasil

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Rencana Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif korelasional yaitu mencari hubungan antara variabel bebas (jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Peneliti akan menguraikan tentang gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin. Kemudian menjelaskan secara deskriptif dengan di sertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang selalu membawa pengaruh positif dan negatif. Dampak perkembangan yang bersifat positif selalu dapat

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT) SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Judul Penelitian : Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Kesehatan Reproduksi di Lokasi Pantai Nirwana Wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah pandangan dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional. Ciri penelitian korelasional mengkaji hubungan antar variabel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, 2008:56). Pola pikir zaman primitif dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional

BAB III METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian dan definisi operasional Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah prokrastinasi akademik sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi penelitian : Lokasi penelitian dilaksanakan di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, prodi D-III Keperawatan Universitas Pendidikan

Lebih terperinci