Perbandingan efektivitas premedikasi ondansetron dan deksametason dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbandingan efektivitas premedikasi ondansetron dan deksametason dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi SKRIPSI"

Transkripsi

1 5 Perbandingan efektivitas premedikasi ondansetron dan deksametason dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Fitriana Nurwinarsih G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2009

2 6

3 7 ABSTRAK. Mual dan muntah pasca operasi atau yang dikenal dengan PONV ( Post Operative Nausea and Vomiting ) akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari profesi anestesi karena dapat menjadi komplikasi yang serius pada pasien pasca bedah. Ondansetron dan deksametason adalah obat premedikasi anestesi yang dapat mengurangi mual dan muntah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas premedikasi ondansetron dan deksametason dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan pendekatan cara single blind. Populasi penelitian adalah pasien operasi di I.B.S (Instalasi Bedah Sentral) RSUD dr. Moewardi, Surakarta. Data dalam penelitian ini dianalisa dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna. Penelitian ini menggunakan 30 sampel yang terbagi menjadi 2 kelompok, 15 orang mendapat ondansetron 0,056 mg/kgbb dan 15 orang mendapat deksametason 0,15 mg/kgbb. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian ondansetron dan deksametason dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi. Kata kunci : Deksametason - Ondansetron - PONV ABSTRACT Queasy and puking after surgery or known as PONV ( Post Operative Nausea and Vomiting ) lately get special attention from the proffesion of anesthesia because it can make serious complication for after surgery patients. Ondansetron and dexamethason are premedical anesthesia drugs that can reduce queasy and puking, so this research purpose is knowing the effectiveness comparison between ondansetron and dexamethasone premedication in preventing the PONV incident. This research representing quasy experimental research with singe blind approach. This research population is surgery patient in I.B.S (Instalasi Bedah Sentral) RSUD dr. Moewardi, Surakarta. This research using 30 samples that divide into 2 groups, 15 patients get 0,056 mg/kg of ondansetron and 15 patients get 0,15 mg/kg of dexamethason. Analysis data in this research using chi square test. Based on the analysis results, we conclude that there are differences between ondansetron and dexamethason premedication given to preventing PONV.

4 8 Key words : Dexamethasone - Ondansetron - PONV PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Tuhan YME karena limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta ridho-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pebandingan Efektivitas Premedikasi Ondansetron dan Deksametason Dalam Mencegah Mual dan Muntah Pasca Operasi. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi. 2. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian skripsi. 3. R. Th. Supraptomo, dr., Sp.An. sebagai pembimbing utama yang memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan dan saran. 4. Soemartanto, dr., Sp.An.KIC. sebagai pembimbing pendamping yang telah membimbing penulisan selama penulisan skripsi. 5. Mudzakkir, dr., Sp.An. sebagai ketua penguji yang juga telah memberikan banyak pengarahan dan saran. 6. Dr. Diffah Hanim, dra.,m.si. sebagai anggota penguji yang juga telah banyak memberikan pengarahan. 7. Ketua IBS RSUD dr. Moewardi Surakarta beserta staf dan perawat yang telah bersedia membantu pengambilan data. 8. Staf anestesi atas segala bantuannya.

5 9 9. Semua pihak yang telah membantu dan/atau terlibat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kesalahan, serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penelitian ini. Surakarta, Juli 2009 Fitriana Nurwinarsih DAFTAR ISI PRAKATA. vi DAFTAR ISI.. vii DAFTAR TABEL.. ix DAFTAR GAMBAR. x DAFTAR LAMPIRAN.. xi BAB I. PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II. LANDASAN TEORI... 5 A. Tinjauan Pustaka... 5 B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Subyek Penelitian C. Desain Penelitian D. Cara Pengambilan dan Jumlah Sampel... 6 E. Identifikasi Vriabel F. Definisi Operasional Variabel G. Bahan dan Cara Kerja H. Teknik Analisa Data I. Cara Pengukuran Variabel dan Instrumentasi... 28

6 10 J. Tempat dan Waktu Penelitian BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian B. Analisis Data BAB V. PEMBAHASAN BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1. Anti emetik; Dosis dan rute pemberiannya... 11

7 11 Tabel 2. Data Dasar Subyek Penelitian Antara 2 Kelompok Tabel 3. Perbandingan rerata TDS, TDD dan Laju Nadi Antara 2 Kelompok. 30 Tabel 4. Distribusi PONV Pada 2 Kelompok Tabel 5. Distribusi Saat Timbulnya PONV pada 2 Kelompok DAFTAR GAMBAR Bagan 1. Protokol Profilaksis PONV Bagan 2. Kerangka Pemikiran Bagan 3. Kerangka Kerja Penelitian Grafik 1. Distribusi PONV pada 2 Kelompok Grafik 2. Periode Saat Timbulnya PONV pada 2 Kelompok Grafik 3. Perbandingan Kejadian Mual muntah pada 2 Kelompok... 34

8 12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Dasar Klinis Pasien yang Diberikan Ondansetron dan Deksametason Lampiran 2. Hasil Analisis Data Program SPSS Lampiran 3. Informed Consent Lampiran 4. Formulir Penelitian Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian BAB I

9 13 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mual dan muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) adalah efek samping yang sering ditemukan setelah tindakan operasi dan anestesi (Faranak et al, 2001). PONV dapat mengubah suatu pembedahan yang berhasil menjadi bermasalah bagi pasien. Dalam banyak kasus pembedahan, menghindari PONV bahkan sangat penting bagi pasien (Koivuranta, 1997 ; Macario, 1999). Walaupun jarang berakibat fatal, PONV bagi pasien dirasakan amat mengganggu sehingga PONV sering disebut sebagai the big little problem, selain itu PONV juga dapat menimbulkan komplikasi medik, efek psikologis dan memberi dampak beban ekonomi (Farid et al, 2005 ; Thomas, 2005). PONV dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit, waktu tinggal di rumah sakit jadi lebih lama, jahit luka operasi menjadi tegang dan kemungkinan tejadi dehisensi, hipertensi, terjadi peningkatan perdarahan di bawah flap kulit, peningkatan resiko terjadinya aspirasi paru karena menurunnya reflek jalan nafas, dan terjadi ulserasi mukosa lambung (Faranak et al; 2001). Obat antiemetik ideal yang dapat diberikan sebagai profilaksis atau terapi pasca bedah dengan efek samping yang minimal sampai sekarang belum baku. Dilaporkan dari beberapa penelitian, pemberian antiemetik sebagai profilaksis pada penderita yang diduga beresiko tinggi untuk terjadinya PONV memberikan hasil yang lebih baik (Kenny, 2003).

10 14 Ondansetron merupakan obat yang paling sering digunakan sebagai antiemetik dibandingkan dengan yang lain karena efektivitas dan keamanannya, tetapi biaya ondansetron yang relatif mahal merupakan salah satu faktor signifikan yang membatasi penggunaannya untuk profilaksis rutin (Tramer, 1997). Sedangkan obat-obat lain seperti promethazine, prochlorperazine, propofol, metoclopramid memang mempunyai biaya relatif rendah namun efektivitasnya kurang baik bila digunakan sendiri serta mempunyai efek samping yang cukup signifikan. Karena itu pada saat ini dibutuhkan obat untuk mencegah PONV yang efektif dengan efek samping yang minimal serta biaya yang terjangkau (Robert et al; 2000). Ondansetron, suatu antagonis reseptor 5-HT 3 (serotonin) merupakan obat yang paling disukai untuk mencegah dan mengobati mual muntah pasca bedah karena obat ini bekerja di sentral dan perifer tanpa menyebabkan rasa mengantuk, reaksi piramidal dan perubahan kardiovaskular (Donovan, 1984). Dosis 0,056 mg/kgbb intravena merupakan dosis terkecil ondansetron yang efektif yang pernah diteliti untuk mencegah dan menurunkan kekerapan mual dan muntah pasca laparoskopi ginekologi rawat jalan dengan ketamin intravena (Surachtono, 1995). Deksametason, suatu kortikosteroid dengan efek antiinflamasi kuat dan dilaporkan pertama kali efektif sebagai antiemetik dan terbukti aman pada pasien yang mengalami kemoterapi kanker tahun 1981 (Aapro, 1981; Splinter, 1996; Liu 1996). Deksametason terbukti efektif dalam mencegah mual dan muntah pasca bedah pada pasien-pasien yang mengalami operasi

11 15 tonsilektomi, tiroidektomi, histerektomi per abdominal, dan koreksi strabismus (Liu, 1999; Wang, 1999; Cholwilli, 1999). Walaupun batas dosis deksametason untuk profilaksis mual dan muntah pasca operasi sangat luas, namun dosis 2,5 mg, 5 mg, dan 0,15 mg/kgbb intravena dilaporkan efektif menurunkan kekerapan mual dan muntah yang berhubungan dengan pembedahan ginekologi dan laporoskopi ginekologi (Wang, 1999; Pappas, 1999; Fuji, 1997). Hal ini menarik minat peneliti untuk meneliti ondansetron dosis 0,056 mg/kgbb intravena dibandingkan dengan deksametason 0,15 mg/kgbb intravena untuk mencegah kekerapan mual dan muntah pasca operasi. B. Perumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan efektivitas premedikasi ondansetron 0,056 mg/kgbb dengan deksametason 0,15 mg/kgbb dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas premedikasi ondansetron 0,056 mg/kgbb dengan deksametason 0,15 mg/kgbb dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

12 16 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti-bukti empiris mengenai perbedaan efektivitas premedikasi ondansetron 0,056 mg/kgbb dengan deksametason 0,15 mg/kgbb dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi. 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi petugas kesehatan khususnya yang berkecimpung di bagian anestesi, sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan obat yang efektif untuk mencegah PONV. A. Tinjauan Pustaka BAB II LANDASAN TEORI

13 17 1. PONV a. Definisi PONV Mual (nausea) adalah sensasi subyektif yang tidak menyenangkan dengan perasaan ingin muntah atau retching (Gordon, 2003). Mual biasanya diikuti dengan muntah tetapi tidak selalu akan menjadi muntah, walaupun mual dan muntah terjadi melalui jalur saraf yang sama. Mual sering disertai dengan keringat dingin, pucat, hipersalivasi, hilangnya tonus gaster, kontraksi duodenum, dan refluks isi intestinal ke dalam gaster meskipun tidak selalu disertai muntah. Muntah (emesis / vomiting) adalah suatu gerakan ekspulsi yang kuat dari isi lambung dan gastrointestinal melalui mulut. Muntah merupakan hasil dari sebuah refleks yang kompleks dan kombinasi dari sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) dan sistem saraf motorik dengan eferen berasal dari pusat muntah yang diteruskan ke nervus vagus dan neuron motorik yang mempersarafi otot-otot intraabdominal. Proses muntah dimulai dengan inspirasi dalam, lalu terjadi gerakan retroperistaltik yang mendorong isi usus kecil ke bagian atas ke dalam gaster dan terjadi peningkatan salivasi. Glottis menutup untuk memproteksi jalan nafas, terjadi tahan nafas dan sfinkter gaster dan esophagus akan relaksasi. Otot-otot dinding abdomen dan toraks berkontraksi dan diafragma akan turun dengan cepat sehingga meningkatkan tekanan intraabdominal dan isi gaster

14 18 akan diejeksikan ke dalam esophagus dan akhirnya keluar melalui mulut (Gordon, 2003). b. Anatomi dan Fisiologi PONV Pada umumnya disepakati bahwa pusat muntah yang terletak di lateral formasio retikuler medulla, bertanggung jawab terhadap kontrol dan koordinasi mual dan muntah. Di pusat muntah ini terjadi interaksi yang kompleks antara formasio retikuler, nukleus traktus solitarius, dan beberapa nukleus otonom tertentu khususnya nervus vagus. Pusat muntah ini juga menerima input aferen dari beberapa tempat yaitu dari reseptor di traktus gastrointestinal, reseptor nyeri perifer (bertanggung jawab terhadap mual yang menyertai trauma), nukleus solitarius (terlibat dalam gag refleks), sistem vestibuler (terlibat dalam proses motion sickness), korteks serebral dan Chemoreceptor Ttrigger Zone (CTZ). Neurokimia dari pusat muntah sangat rumit dengan kurang lebih 40 neurotransmitter ikut terlibat, namun hanya dua yang diyakini memegang peranan penting, yaitu asetilkolin dan histamin, sehingga obat-obat yang dapat mengantagonis zat-zat ini mempunyai efek sentral terhadap PONV. CTZ adalah suatu kelompok sel yang terletak dekat dengan area postrema di dasar ventrikel keempat. Daerah ini sangat banyak vaskularisasinya dan terletak di luar sawar darah otak sehingga membuat daerah ini sangat rentan terhadap obat-obat dan toksin yang

15 19 bersirkulasi sehingga memberikan efek yang sangat besar terhadap aktifitas pusat muntah. CTZ juga sensitif terhadap stimulus sistemik dan berkaitan dengan kontrol tekanan darah, asupan makanan dan tidur. Dua neurotransmitter penting yang terletak di CTZ adalah dopamin dan 5-HT 3 (hydroxytryptamine) sehingga setiap obat yang dapat mengantagonis neurotransmitter ini akan memberikan efek secara tidak langsung terhadap pusat muntah untuk mengurangi mual dan muntah. Antagonis terhadap keempat neurotransmitter ini (asetilkolin, histamin, dopamin dan 5-HT 3 ) menjadi perhatian utama dalam perkembangan terapi farmakologi mual dan muntah dan kebanyakan dari obat-obat antiemetik yang digunakan saat ini bersifat antagonis terhadap salah satu reseptor ini. c. Penyebab PONV Ada banyak jalur neuronal yang bertemu di pusat muntah di medulla dimana reflek muntah dimulai. Dalam hal ini termasuk jalur vagal sensorik dari traktus gastrointestinal dan jalur neuronal dari labirin, pusat korteks yang lebih tinggi, reseptor tekanan intrakranial dan CTZ. Keterlibatan yang pasti dari masing-masing jalur PONV ini belum diketahui secara pasti dan sangat bervariasi terhadap prosedur pembedahan dan obat-obatan. Aktivasi CTZ oleh obat-obatan anestesi, opioid dan faktor-faktor humoral yang dilepaskan selama pembedahan

16 20 sangat penting, seperti aktivasi labirin dan traktus gastrointestinal akibat manipulasi pembedahan. d. Manajemen PONV Prinsip manajemen PONV brrdasarkan bukti-bukti klinis (evidence based) (Habib et al, 2004). Etiologi PONV bersifat multifaktorial. Faktor-faktor resiko pasien, anestesi, pembedahan dan post operasi harus diidentifikasi. Profilaksis PONV secara universal tidak cost-effective. Identifikasi pasien dengan resiko PONV tinggi akan memberikan keuntungan bila dilakukan profilaksis. Untuk pasien dengan resiko PONV rendah tidaklah memerlukan profilaksis. Untuk pasien dengan resiko PONV sedang maka diberikan profilaksis dengan antiemetik tunggal atau kombinasi 2 obat dapat pula dipertimbangkan. Untuk pasien dengan faktor resiko tinggi maka dapat dipertimbangkan penggunaan kombinasi 2 atau 3 obat antiemetik. Bila terjadi kegagalan profilaksis PONV maka dianjurkan jangan diberikan terapi antiemetik yang sama dengan obat profilaksis, tapi pakai obat yang bekerja pada reseptor yang berbeda. Bila PONV timbul lebih dari 6 jam setelah pembedahan maka dapat digunakan terapi antiemetik apapun untuk profilaksis kecuali deksametason dan skopolamin transdermal. Tidak ada satu obatpun atau jenis obat yang secara efektif dapat sepenuhnya mengontrol PONV, hal ini disebabkan karena tidak ada

17 21 satu obatpun yang dapat memblok semua jalur ke arah pusat muntah. Namun demikian karena PONV berasal dari banyak reseptor (multireseptor), maka terapi kombinasi lebih banyak dipakai saat ini. 1) Terapi PONV Terapi PONV pada dasarnya terdiri dari terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. a) Terapi Farmakologi Sangat menarik dalam terapi farmakologi adalah obat-obat yang pada umumnya direferensikan sebagai antiemetik dan digunakan dalam manajemen PONV, ada yang memiliki efek lebih baik sebagai anti mual (nausea) dan kurang sebagai anti muntah, ada pula yang mempunyai efek lebih baik sebagai anti muntah tapi kurang baik sebagai anti mual. Obat-obat yang dipergunakan dalam terapi PONV ada banyak jenisnya dengan efektivitas yang bervariasi dimana obat ini dikelompokkan berdasar tipe reseptor dimana obat ini bekerja, biasanya sebagai antagonis. Paling sedikit ada 4 reseptor, yaitu reseptor kolinergik (muskarinik), dopaminergik (D 2 ), histaminergik (H 1 ) dan serotonergik (5-HT 3 ), sedangkan reseptor NK-1 antagonis sedang dalam penelitian. Terapi masa mendatang dengan antagonis reseptor neurokinin (NK-1) menunjukkan aktivitas antiemetik yang lebih besar dibandingkan dengan

18 22 antagonis reseptor 5-HT 3, baik sebagai profilaksis maupun terapi PONV (evidence based IIIA) (Gardner, 1996). b) Terapi Non Farmakologi Akar jahe mempunyai sifat antiemetik tetapi dari penelitian yang sistematik hanya menunjukkan bukti-bukti keefektifan yang sama dengan metoklopramid dan tidak berbeda signifikan dengan placebo (Ernst, 2000). Akupunktur di tempat keenam pericardium (P6 point) (5 cm proksimal dari apeks palmar pergelangan tangan diantara flexor carpi radialis dan tendon palmaris longus) cukup efektif dalam terapi PONV awal (Gan, 2001). Hipnosis perioperatif juga menunjukkan terjadinya penurunan PONV pada operasi payudara (Enqvist, 1997). Tabel 1. Anti emetik; Dosis dan rute pemberiannya (Gordon et al,2003) OBAT GRUP DOSIS, RUTE, FREKUENSI

19 23 Atropin Antikolinergik 0,3-0,6 mg im atau iv, menit preoperasi Hioscine Antikolinergik 0,2-0,4 mg sc atau im, setiap 6 jam, 1 mg transdermal patch sampai 72 jam Cuclizine Antihistamin 50 mg oral, atau iv,setiap 8 jam Promethazine Antihistamin 25 mg oral, 100mg maksimal dalam 24 jam Prochlorperazine D 2 Antagonis 12,5 mg oral atau im setiap 6 jam, 25 mg rectal sebagai dosis inisial Droperidol D 2 Antagonis 0,5-1,25 mg iv,setiap 8 jam, 2,5-5 mg oral setiap 8 jam Metoclopramide D 2 Antagonis 10 mg im atau iv setiap 6 jam Domperidone D 2 Antagonis mg oral, 60 mg maksimal dalam 24 jam 60 mg rectal,setiap 4-8 jam Ondansetron 5-HT 3 Antagonis 4-8 mg oral, im atau iv, 24 mg maksimal 24 jam 16 mg oral, 1 jam preoperasi sebagai dosis tuggal Granisetron 5-HT 3 Antagonis 1 mg iv, 2 mg maksimal dalam 24 jam Dexamethasone Kortikosteroid 6-10 mg iv,lebih dianjurkan kombinasi

20 24 2) Profilaksis atau Terapi PONV Sampai saat ini masih menjadi perdebatan antara memberikan profilaksis atau terapi PONV, namun akhirnya para ahli membuat kesepakatan berdasarkan decision tree dimana pasien diklasifikasikan dalam 4 kelompok tergantung pada faktor resiko PONV, yaitu pasien dengan faktor resiko rendah (< 10%), faktor resiko ringan sedang (10-30%), faktor resiko tinggi (30-60%), dan faktor resiko sangat tinggi (> 60%) dan tergantung pada klasifikasi ini maka dapat diberikan profilaksis dan atau terapi antiemetik (Pierre, 2002). Dengan melihat betapa kompleksnya PONV dan banyak faktor predisposisi, maka banyak rumah sakit yang memperkenalkan protokol atau prosedur tetap untuk standardisasi penilaian dan tatalaksana PONV. Sangat jelas bahwa PONV merupakan masalah yang signifikan menyangkut masalah medis, isu financial dan kepuasan pasien. Karena itu, langkah pertama dalam menghadapi masalah ini berdasarkan biaya-efektivitas (cost-effectiveness) dan bukti ilmiah (evidence based approach) adalah melakukan stratifikasi berdasarkan faktor resiko. Gan et al (2003) membuat protokol profilaksis PONV berdasarkan faktor resiko (faktor pasien, pembedahan, anestesi, dan post operasi) sebagai berikut :

21 25 Faktor Resiko PONV Faktor pasien Faktor pembedahan Faktor anestesi 1. wanita 2. riwayat motion sickness 3. tidak merokok 4. riwayat PONV 1. Op. kraniotomi 2. OP. THT 3. Op. laparoskopi 4. Op. strabismus 5. Op. payudara 6. Op.ginekologi 1. Opioid Analgesik 2. Obat Anestesia PROFILAKSIS Resiko Ringan (<3) 1.Deksametason 2. Skopolamin 3. Serotonin antagonis ( Ondansetron ) 4. Droperidol Resiko Sedang (4-5) 1. serotonin antagonis + deksametason 2. serotonin antagonis + droperidol Resiko tinggi (>5) Kombinasi agen pada terapi resiko sedang + total intravena anestesi ( TIVA ) + propofol dengan konsentrasi oksigen tinggi ( 80% ) intraoperatif Bagan 1. Protokol Profilaksis PONV

22 26 3) Faktor anestesi berpengaruh terhadap timbulnya PONV. Teknik anestesi yang ideal dalam mencegah PONV adalah menghindari opioid dan anestesi volatil serta tidak adanya nyeri, kecemasan, hipotensi, dan dehidrasi. a) Menghindari penggunaan reversal blokade neuromuskular. Neostigmin akan meningkatkan salivasi, menurunkan tonus gaster dan esofagus, menurunkan pengeluaran asam lambung dan menurunkan motilitas gastrointestinal sehingga dapat menimbulkan mual dan muntah. Menghindari pemakaian obatobat antikolinesterase pada akhir operasi dapat menurunkan insidens PONV tetapi hanya pada dosis lebih besar dari 2,5 mg neostigmin (Tramer, 1999). b) Propofol tampaknya juga memiliki sifat antiemetik intrinsik, kemungkinan melalui antagonis dopamin D 2 reseptor. Propofol dapat digunakan dalam terapi mual dan muntah yang refrakter pada pasien yang mendapat kemoterapi. Jika digunakan dalam induksi dan pemeliharaan (TIVA), maka propofol dapat menurunkan insidens PONV. Efek antiemetik propofol paling nyata pada periode post operatif dini. Propofol yang digunakan hanya untuk induksi saja tidak banyak berpengaruh dalam pencegahan PONV (Numazaki, 2005). Total anestesi intravena (TIVA) dengan propofol merupakan pilihan yang mahal, baik karena biaya propofol sendiri maupun peralatan yang digunakan. TIVA dengan propofol menunjukkan terjadinya penurunan PONV khususnya pada periode post operasi dini (Tramer, 1997). c) Eter merupakan salah satu agen inhalasi yang paling bersifat emetogenik. Dilaporkan terjadinya PONV bisa mencapai lebih dari 80%. Pengaruhnya akan lebih nyata bila konsentrasi inspirasi ditinggikan atau digunakan dalam jangka lama. Oleh karena itu, eter harus dihindari, tetapi bila harus dipergunakan

23 27 maka harus dengan konsentrasi yang rendah dengan periode waktu yang pendek. d) Blok regional merupakan teknik anestesi yang berguna dalam mencegah PONV. Jika digunakan dalam teknik tunggal maka opioid dapat dihindari sehingga akan menurunkan resiko PONV. Jika menggunakan kateter (misalnya epidural) maka opioid post operasi sebaiknya dihindari. Jika teknik regional dikombinasi dengan anestesi umum, maka penggunaan opioid dan N 2 O dapat dihindari sehingga teknik ini lebih baik daripada teknik anestesi umum dengan opioid. Namun demikian, pada teknik anestesi regional prinsip yang mendasar untuk mencegah PONV adalah menghindari terjadinya hipotensi dan menjamin hidrasi. Resiko PONV dengan anestesi umum akan meningkat 11 kali dibandingkan dengan teknik anestesi regional (Sinclair, 1999). Jadi, teknik anestesi yang dapat menurunkan kecemasan, dengan menggunakan baik premedikasi maupun kunjungan preoeratif yang baik, menghindari opioid dan nyeri dengan menggunakan analgesik alternatif, misalnya dengan anestesi regional atau lokal serta mengganti N 2 O dan agen inhalasi dengan total anestesi intravena, menghindari obat reversal blok neuromuskuler, pasien dalam keadaan hangat, hidrasi yang baik, normotensi, maka semua ini cukup ideal untuk meminimalkan insidens PONV khususnya pada pasien-pasien yang beresiko tinggi. 2. ONDANSETRON Ondansetron merupakan obat golongan antagonis reseptor 5-HT 3 yang dikembangakan sekitar tahun 1984 oleh ilmuwan yang bekerja di Laboratorium Glaxo di London. Pada tahu 1991, ondansetron direkomendasikan oleh FDA (Food and Drug Administration) dengan merk dagang zofran. Yang termasuk ke dalam golongan antagonis reseptor

24 28 5-HT 3 adalah alosetron, dolasetron, granisetron, ondansetron, ramosetron, tropisetron. Tetapi hanya alosetron yang tidak dipakai sebagai antiemetik. Tidak ada bukti adanya perbedaan efektivitas atau efek samping diantara berbagai obat antagonis reseptor 5-HT 3, jika dosis yang digunakan dalam manajemen PONV telah sesuai (Habib, 2004). a. Farmakologi Ondansetron merupakan golongan antagonis reseptor 5-HT 3 (serotonin) selektif pertama yang dipasarkan, yang merupakan derivat karbazol dan merupakan campuran rasemik (Gan, 2005), dimana efek antiemetiknya melalui antagonis reseptor 5-HT 3 yang terdapat di viseral aferen vagus dan area postrema dan bersifat selektif kompetitif, tidak mempunyai efek klinis terhadap reseptor 5-HT 1 atau 5-HT 2 maupun pada reseptor α1,β1, reseptor muskarinik dan nikotinik kolinergik, reseptor H 1 dan H 2 reseptor GABA. Obat ini dapat diberikan baik oral maupun parenteral. Setelah dosis peroral, maka obat ini akan diabsorbsi melalui traktus gastrointestinal dan selanjutnya mengalami metabolisme ekstensif di hepar terutama hidroksilasi diikuti dengan konjugasi glukoronid atau sulfat. Obat ini mempunyai bioavailabilitas antara 56% - 71% dimana kecepatan ini dipengaruhi sedikit dengan adanya makanan. Eliminasi waktu paruh antara 3-6 jam pada orang dewasa sedangkan pada anakanak dibawah 15 tahun antara 2-3 jam. Kira-kira 5-10 % obat akan diekskresi di urin dalam keadaan tidak berubah. Inhibitor poten isoenzym cytochrome CYP1A2, 2D6, 2E1 dan 3A4 seperti cimetidine, allopurinol, ritonavir, dan disulfiram akan mempengaruhi metabolisme dan klirens sehingga meningkatkan kadar ondansetron serum. Begitu pula inducer CYP1A2, 2D6, 2E1, dan 3A4, seperti rifampicin, barbiturate, fenytoin, dan carbamazepin dapat

25 29 mempengaruhi klirens obat dan menurunkan kadar ondansetron dalam serum (Wang, 2005). Serotonin (5-hydroxytryptamine / 5-HT 3 ) adalah neurotransmitter monoamin yang disintesis di neuron serotonergik di susunan saraf pusat dan sel enterokromaffin di traktus gastrointestinal. Reseptor 5-HT 3 terletak di perifer pada terminal nervus vagus dan di sentral pada Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema. Area postrema terletak di dasar ventrikel keempat pada organ sirkumventrikular yang berfungsi mendeteksi toksin di dalam darah dan bekerja sebagai pusat yang mencetuskan muntah. Area ini juga berhubungan dengan nekleus traktus solitarius dan pusat kontrol otonom di batang otak. Sel enterokromaffin ( kulchitsky cells ) terletak di epitel yang melapisi lumen dari traktus gastrointestinal (misalnya gaster, usus kecil, usus besar). Sel ini mengandung dan memproduksi hampir 90% dari simpanan serotonin (5-HT 3 ) tubuh. Pada traktus gastrointestinal, 5- HT 3 penting dalam respon terhadap siklus kimia, mekanik atau patologi dalam lumen usus. Serotonin akan mengaktifkan reflek sekresi dan peristaltik serta mengawasi afferen vagus melalui 5-HT 3 reseptor selanjutnya sinyal akan diteruskan ke otak yang pada akhirnya penting dalam menimbulkan mual dan muntah. Ondansetron merupakan antagonis reseptor 5-HT 3 sehingga efektif sebagai antiemetik. Efek antiemetik ondansetron ini didapatkan melalui : 1) blokade sentral di CTZ pada area postrema dan nukleus traktus solitarius sebagai kompetitif selektif reseptor 5-HT 3. 2) memblok reseptor 5-HT 3 di perifer pada ujung saraf vagus di sel enterokromaffin di traktus gastrointestinal (Wang, 2000). b. Dosis Ondansetron yang diberikan secara parenteral terbukti aman dan efektif dalam mencegah mual dan muntah pasca bedah. Dosis yang

26 30 direkomendasikan untuk profilaksis pada dewasa adalah 4-8 mg intravena, sedangkan pada anak µg/kgbb intravena (evidence based IIA) (Tramer, 1997). Dilaporkan oleh White (1999) bahwa pemberian ondansetron 4 mg tidak ada perbedaan yang bermakna dengan pemberian ondansetron 8 mg dalam mencegah insidens PONV sedangkan Khalil dkk (1994) melaporkan pemberian ondansetron intravena dapat mencegah mual dan muntah pasca bedah dengan anestesi umum sebesar 76% untuk dosis 4 mg dan 76% untuk dosis 5 mg. c. Efek Samping Efek samping biasanya ringan dan terjadi pada 8-17% pasien berupa sakit kepala, dizziness, muka kemerahan (flushing), peningkatan enzim-enzim hati yang secara klinis tidak signifikan, serta konstipasi (Tramer, 1997). Terdapat laporan terjadinya interval QT yang memanjang pada pemakaian ondansetron dan granisetron (Kasinath, 2003), namun banyak penelitian melaporkan bahwa penggunaan ondansetron cukup aman (tidak ada reaksi ekstrapiramidal, sedasi, dan perubahan kardiovaskuler), efek samping minimal dan dapat diterima (Kelberg, 2001; Chang, 2005). 3. DEKSAMETASON a. Farmakologi Deksametason adalah derivat fluorinated prednisolon dan isomer dengan betametason. Deksametason merupakan derivat steroid yang memiliki durasi panjang. Memiliki efek seperti glukokortikoid yang memiliki efek utama terhadap penyimpanan glikogen hepar, anti inflamasi dan sedikit berpengaruh terhadap keseimbangan air dan elektrolit (Henzi, 2000). Deksametason dilaporkan pertama kali efektif sebagai antiemetik dan terbukti aman pada pasien yang menjalani kemoterapi kanker tahun Penelitian yang dilakukan saat ini

27 31 menunjukkan bahwa deksametason terbukti efektif sebagai profilaksis PONV, paling sedikit sama efektifnya dengan droperidol dan antagonis serotonin jika digunakan sebagai agen tunggal (Apfel, 2002 ; Wallenborn, 2006). Mekanisme kerja deksametason dengan inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi substansi yang berasal dari metabolisme asam arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT 3. Deksametason mempunyai efek antiemetik, diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan prostaglandin (inhibisi pelepasan asam asam arachidonat dan modulasi substansi yang berasal dari metabolisme asam arachidonat) secara sentral sehingga terjadi penurunan kadar 5-HT 3 di sistem saraf pusat (Rich, 1980), menghambat pelepasan serotonin di saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan antara serotonin dengan reseptor 5-HT 3 (Frederikson, 1992), pelepasan endorfin (Haris, 1982), dan anti inflamasi yang kuat di daerah pembedahan (Hakim et al, 2002) dan diduga glukokortikoid mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf pusat dan akan mempengaruhi regulasi dari neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal dan konfigurasi neuron (Wang, 1999). Reseptor glokokortikoid juga ditemukan pada nukleus traktus solitarius, nukleus raphe, dan area postrema, dimana init-inti tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas mual dam muntah. Efek antiemetik deksametason juga dihubungkan dengan supresi dari adrenokortikotropin yang telah diteliti responnya terhadap stimulasi gerakan. Hal ini menyebabkan deksametason paling efektif untuk mencegah PONV pada pasien yang mengalami mabuk perjalanan ( motion sickness ). Penelitian deksametason pada wanita yang mengalami pembedahan ginekologi mayor menunjukkan bahwa deksametason 7 mg dengan granisetron 40 mcg/kgbb dapat mencegah PONV sampai dengan 96% dibandingkan dengan pasien yang hanya diberikan granisetron saja (Cherian, 2001).

28 32 1) Farmakokinetik a) Onset deksametason secara intravena cepat, hanya dalam beberapa menit sampai setengah jam, larut dalam air dan tidak berikatan dengan protein. b) Durasi selama jam. c) Absorbsi pada pemberaian oral dan intravena baik. d) Metabolisme di hepar dan ekskresi melalui ginjal 2) Farmakodinamik a) Efek terhadap kardiovaskuler Dilaporkan pengaruh glukokortikoid terhadap keseimbangan air dan elektrolit kecil, tetapi kelebihan glukokortikoid dapat berakibat retensi air dan hipertensi pada pemakaian jangka panjang (oleh karena meningkatnya substrat rennin dan reaktivitas vaskuler). b) Efek terhadap sistem imunitas Pemberian deksametason jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan penekanan terhadap sistem imunitas. c) Efek terhadap gastrointestinal Dapat meningkatkan tukak lambung. d) Efek terhadap tubuh lainnya Pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi gangguan psikotik. Akibat pengaruhnya terhadap metabolisme lemak, pemberian deksametason yang berlebihan akan berakibat moon face, buffalo hump, kulit tipis dan striae. Dapat berakibat pula kegagalan pembentukan matriks tulang dan kegagalan absorbsi kalsium. Menurut Thomas (2005), Liu et al (1999) dan Wang et al (2000) pada penelitian dengan deksametason dosis 5 mg intravena dan 10 mg intravena sebagai antiemetik untuk mencegah mual dan muntah pasca

29 33 bedah, menyatakan bahwa pemberian dosis tunggal deksametason aman dan tanpa efek samping yang berarti. b. Dosis Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 5-10 mg (evidence based IIA) dan pada anak 150 µg/kgbb (IIA) (Henzi, 2000). Deksametason paling efektif bila diberikan sebelum induksi anestesi (IIIA) (Liu et al, 1999). Walaupun batas dosis deksametason untuk profilaksis PONV sangat luas namun dosis 2,5 mg, 5 mg, dan 0,15 mg/kgbb intravena dilaporkan bermakna menurunkan kekerapan PONV yang berhubungan dengan pembedahan ginekokogi dan laparoskopi ginekologi (Pappas, 1999; Fujii, 1997) sedangkan dosis 0,056 mg/kgbb intravena merupakan dosis terkecil yang pernah diteliti umtuk mencegah PONV (Alwie, 1995). c. Efek Samping Dengan dosis deksametason 5 mg intravena yang diberikan sebelum induksi anestesi sebagai agen tunggal terbukti tidak terdapat efek samping yang signifikan sepeti pada penggunaan steroid dosis tinggi atau pemakaian lama (evidence based IIA) (Henzi, 2000).

30 34 B. Kerangka Pemikiran kerusakan jaringan GIT CTZ sdeksametason inhibisi pelepasan inhibisi pelepasan sdeksametason ondansetron antagonis reseptor antagonis reseptor ondansetron 5-HT 3 pusat muntah (medulla) Mual dan muntah Bagan 2. Kerangka Pemikiran

31 35 C. Hipotesis Ada perbedaan bermakna antara efektivitas premedikasi ondansetron 0,056 mg/kgbb dengan deksametason 0,15 mg/kgbb dalam mencegah mual dan muntah pasca operasi.

32 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental kuasi yaitu mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikatnya melalui pengujian hipotesis dengan pendekatan cara single blind. B. Subyek Penelitian Subyek dari penelitian ini adalah semua pasien yang akan mejalani operasi elektif dengan anestesi umum di Instalasi Bedah Sentral (I.B.S) RSUD dr. Moewardi Surakarta. 1. Kriteria Inklusi a. Pasien laki-laki atau perempuan b. Usia pasien antara tahun c. Berat badan kg d. Status fisik ASA I atau ASA II e. Operasi elektif yang dilakukuan dengan anestesi umum f. Pasien yang telah menandatangani informed consent 2. Kriteria Eksklusi a. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan b. Memakai obat dengan efek antiemetik dalam 48 jam terakhir (misalnya : fenothazin, tricyclic antidepressant) c. Pasien hamil d. Mempunyai kelainan gastrointestinal (gastroparesis) e. Kebiasaan merokok saat ini f. Pasien yang mempunya riwayat PONV dan mabuk kendaraan (motion sickness)

33 37 g. Pasien yang mendapat terapi steroid kronik h. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati C. Desain Penelitian Populasi Sampel ( n = 30 ) purposive sampling Pemberian obat premedikasi ondasetron 0,056 mg/kgbb + midazolam 0,07 mg/kg BB + petidin 1 mg/kg BB Pemberian obat premedikasi deksametason 0,15 mg/kgbb + midazolam 0,07 mg/kg BB + petidin 1 mg/kg BB Induksi propofol 2 mg/kg BB Induksi propofol 2 mg/kg BB Maintenance dengan O 2 + N 2 O dan halotan Maintenance dengan O 2 + N 2 O dan halotan Pendataan mual muntah pasca operasi akan dibuat pada menit ke-0 s.d. 30 dan pada menit ke 30 s.d 60 Pendataan mual muntah pasca operasi akan dibuat pada menit ke-0 s.d. 30 dan pada menit ke 30 s.d 60 Pengolahan data Bagan 3. Kerangka Kerja Penelitian

34 38 D. Cara Pengambilan dan Jumlah Sampel Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi kriteria inklusi, dalam hal ini sampel dipilih dengan cara nonprobability sampling yakni purposive sampling, dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 30 orang pasien dengan rincian 15 pasien mendapat perlakuan premedikasi ondansetron 0,056 mg/kgbb dan 15 pasien mendapat perlakuan premedikasi deksametason 0,15 mg/kgbb (Murti, 2007) E. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas : Deksametason, Ondansetron; skala nominal 2. Variabel terikat : mual dan muntah; skala ordinal 3. Variabel luar a. Terkendali 1) Umur 2) Berat Badan 3) Jenis Kelamin b. Tidak terkendali 1) Emosi 2) Kecemasan 3) Sensitivitas individu terhadap obat 4) Lama operasi 5) Manipulasi pembedahan F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas

35 39 a. Deksametason : Deksametason dengan pemakaian 0,15 mg/kgbb intravena b. Ondansetron : 5-Hydroxytryptamin Type 3-reseptor antagonist dengan pemakaian 0,056 mg/kgbb intravena. 2. Variabel terikat a. Mual : Suatu sensasi atau perasaan yang tidak menyenangkan dan sering merupakan gejala awal dari muntah. b. Muntah : Keluarnya isi lambung secara aktif karena kontraksi otot saluran cerna (gastrointestinal). 3. Variabel Luar Terkendali Variabel luar terkendali adalah hal-hal yang mempengaruhi hasil perhitungan variabel terikat namun dapat dikendalikan 4. Variabel Luar Tak Terkendali Variabel luar tak terkendali adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi perhitungan variabel terikat dan tidak dapat dikendalikan. G. Bahan dan Cara Kerja 1. Obat yang digunakan : deksametason, ondansetron, propofol, midazolam, petidin. 2. Cara kerja : a. Pencatatan indentitas dan data primer yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan. b. Pemberian obat premedikasi deksamesaton 0,15 mg/kgbb intravena atau ondansetron 0,056 mg/kgbb intravena. c. Selanjutnya dengan midazolam 0,07 mg/kg BB + petidin 1 mg/kg BB, kemudian dilakukan induksi dengan propofol 2 mg/kgbb intravena. d. Pemeliharaan / maintenance dengan O 2 + N 2 O dan halotan. e. Selesai operasi pasien dibawa ke ruang pemulihan, kejadian PONV dicatat sejak penderita sadar dari operasi, masa 0 s/d 30 menit dan masa 30 s/d 60 menit. f. Analisa dari data yang diperoleh.

36 40 H. Teknik Analisa Data Hasil pengamatan dan data primer dicatat pada formulir yang telah disediakan, selanjutnya ditabulasi dan dihitung secara statistik. Semua data dinyatakan dalam rerata dan simpang baku. Selanjutnya analisis data menggunakan bantuan komputer perangkat lunak program statistik SPSS for Windows. Untuk menguji kemaknaan perbedaan data dasar antara 2 kelompok digunakan independent t-test. Analisis statistik untuk mengukur efektivitas premedikasi dilakukan dengan menggunakan Chi-square test dua arah dengan batas signifikansi sebesar 5%, sehingga nilai p < 0,05 secara statistik dinyatakan bermakna. Interval Kepercayaan ( IK ) adalah 95% (a = 0,05 ). I. Cara Pengukuran Variabel dan Instrumentasi Cara pengukuran PONV dengan memakai sistem skor numerik, yaitu : 0 = Penderita tidak merasa mual dan muntah 1 = Penderita hanya merasa mual 2 = Penderita mengalami muntah 3 = Penderita mengalami mual lebih dari 30 menit atau muntah 2 kali J. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Intalasi Bedah Sentral (I.B.S) RSUD dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari-Februari 2009.

37 41 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Tabel 2. Data Dasar Subyek Penelitian Antara 2 Kelompok NO Variabel Ondansetron Kelompok Deksametason Uji p 1 Umur ( thn ) 37, 27 ± 10,44 33,73 ± 11,11 0,377 2 Berat badan ( kg ) 56, 00 ± 9,39 54,67 ± 8,76 0,691 3 ASA ASA I 8 (26,7 %) 7 (23,3 %) 0,133 ASA II 7 (23,3%) 8 (26,7%) 0,133 4 Jenis Kelamin Laki-laki 5 ( 16,6 % ) 5 ( 16,6 % ) 1 Perempuan 10 ( 33,3 % ) 10 ( 33,3 % ) 1 Dari data dasar subyek penelitian meliputi umur, berat badan, dan ASA ternyata antara kedua kelompok tersebut secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05).

38 42 Tabel 3. Perbandingan rerata TDS, TDD dan Laju Nadi Antara 2 Kelompok Variabel Ondansetron Kelompok Deksametason p TDS Prabedah 130,00 ± 25,45 129,80 ± 25,45 0,983 (mmhg) Pasca bedah menit ke ,67 ± 17,17 118,53 ± 20,21 0,758 Pasca bedah menit ke ,20 ± 16,90 123,87 ± 14,30 0,817 TDD Prabedah 77,80 ± 16,10 82,27 ± 12,58 0,404 (mmhg) Pasca bedah menit ke-30 80,00 ± 11,78 78,07 ± 8,57 0,611 Pasca bedah menit ke-60 81,40 ± 4,98 81,27 ± 5,19 0,943 Laju Prabedah 94,00 ± 8,32 93,07 ± 21,47 0,876 nadi/ Pasca bedah menit ke-30 95,20 ± 7,88 91,47 ± 12,90 0,347 menit Pasca bedah menit ke-60 92,87 ± 6,99 97,33 ± 9,05 0,142 Keterangan : TDS TDD : Tekanan Darah Sistolik (mmhg) : Tekanan Darah Diastolik (mmhg) Laju Nadi (kali/menit) Dari Tabel 2 di atas, analisis statistik untuk tekanan darah dan laju nadi menggunakan uji t, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) pada perbandingan TDS, TDD, dan Laju Nadi antara 2 kelompok perlakuan.

39 43 Tabel 4. Distribusi PONV pada 2 Kelompok Skor PONV Ondansetron n=15 Deksametason n = 15 p 0 (tidak mual dan tidak muntah) 1 (hanya mual) 2 (muntah) 3 (mual > 30 menit atau muntah > 2x) 13 (86,7%) 7 (46,7%) 0,048 0 (0,0%) 3 (20,0%) 0,048 2 (13,3%) 5 (33,3%) 0,048 0 (0,0%) 0 (0,0%) Keterangan : p = Kemaknaan secara statistik, nilai < 0,05 secara statistik adalah bermakna.

40 , Prosentase (%) ,7 Tidak Mual & Muntah 20 0 Mual 13,3 33,3 Muntah Ondanseton Deksametason Skor PONV Grafik 1. Distribusi PONV pada 2 kelompok Kejadian mual dan muntah pasca bedah (PONV) pada kelompok Ondansetron sebesar 13,3% sedangkan pada kelompok Deksametason 53,3%. Kejadian muntah saja pada kelompok ondansetron (13,3%) lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok deksametason (33,3%). Kejadian subjek hanya mengalami mual saja pada kelompok ondansetron (0,0%) lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok deksametason (20,0%) dengan perbedaan yang bermakna secara statistik (p < 0,05). Dari hasil penelitian ini, ada 3 subyek yang mengalami mual lalu diikuti dengan muntah dalam interval waktu tertentu selama observasi 1 jam, sedangkan subyek yang mengalami muntah dengan sebelumnya didahului mual tanpa interval waktu dianggap hanya muntah saja. Tidak ada subyek

41 45 yang mengalami mual 30 menit atau muntah > 2x selama observasi 1 jam pada kedua kelompok. Tabel 5. Distribusi Saat Timbulnya PONV pada 2 Kelompok Saat Timbulnya PONV Ondansetron n = 15 Deksametason n = 15 p 0 30 menit 1 (6,67%) 2 (13,3%) 0, menit 1 (6,67%) 6 (40%) 0,048 Keterangan : p = Kemaknaan secara statistik, nilai p < 0,05 secara statistik adalah bermakna Prosentase (%) Ondanseton Deksametason menit menit Saat Timbulnya PONV Grafik 2. Periode Saat Timbulnya PONV pada 2 Kelompok

42 46 Setelah selesai operasi, pasien diobservasi dan dicatat kejadian mual dan muntah pasca bedah selama 0-30 menit dan menit. Karena ada 3 pasien yang mengalami mual lalu diikuti muntah dengan interval waktu tertentu selama 1 jam observasi, maka waktu saat timbulnya PONV hanya dihitung 1 x saja, yaitu pada tabulasi menit ke-30. Kejadian mual dan muntah lebih banyak terjadi pada menit ke pada kelompok Deksametason sedangkan pada kelompok Ondansetron, 1 insiden mual muntah terjadi pada menit 0-30 dan 1 insiden pada menit Setelah dilakukan penjumlahan, didapatkan jumlah penderita mual dan muntah untuk kelompok ondansetron sebanyak 2 orang (13,3%), sedangkan dari kelompok deksametason sebanyak 8 orang (53,3%). Berarti angka keberhasilan/terapi profilaksis efektif (success rate) yaitu subyek tidak mengalami mual dan atau muntah pada kelompok ondansetron (86,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok deksametason (46,7%) dengan perbedaan bermakna secara statistik (p < 0,05).

43 Prosentase (%) Ondanseton Deksametason Mual & Muntah Tidak Mual & Muntah Grafik 3. Perbandingan Kejadian Mual dan Muntah pada 2 Kelompok B. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji chi square (x 2 ) Ho : Tidak ada perbedaan efektivitas antara premedikasi ondansetron dan deksametason dalam mencegah PONV H 1 : Ada perbedaan efektivitas antara premedikasi ondansetron dan deksametason dalam mencegah PONV Dari hasil perhitungan uji chi square didapatkan harga p = 0,048 dengan taraf signifikansi = 0,05. Karena harga p < 0,05 maka Ho ditolak.

44 48 BAB V PEMBAHASAN Mual muntah pasca bedah atau PONV merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan komplikasi pasca bedah sehingga perawatan pasca bedah menjadi lebih lama. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya mual muntah pasca bedah, baik dari pasien maupun dari prosedur pembedahan dan anestesi. Etiologi PONV bersifat multifaktorial namun ada beberapa faktor spesifik yang telah diketahui dapat meningkatkan resiko PONV yaitu faktor pasien, faktor jenis pembedahan, tehnik anestesi serta faktor post operasi. Dari faktor pasien (riwayat adanya migraine, riwayat PONV sebelumnya dan mabuk kendaraan, kebiasaan merokok kelainan gastrointestinal {gastroparesis}) yang dapat mempengaruhi resiko PONV maka dilakukan kriteria eksklusi dari penelitian sedangkan dari faktor umur, jenis kelamin,dan status fisik dalam klasifikasi ASA menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok Ondansetron dan Deksametason.(TabeI 2). Faktor pasien yang dapat mempengaruhi resiko PONV menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dan layak untuk diujibandingkan. Wanita lebih berisiko terjadi PONV dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan pengaruh hormon gonadotropin. Pada wanita dengan kelebihan hormon estrogen berisiko terjadi mual muntah, misalnya pada penggunaan

45 49 kontrasepsi hormonal. Adanya HCG (Human Chorionoic Gonadotropine) juga menyebabkan terjadinya mual muntah. Tingginya kadar hormon HCG dijumpai pada wanita hamil, mola hidatidosa dan choriocarcinoma. Pasien. yang obesitas juga lebih beresiko terjadinya PONV. Pada pemakaian GA (General Anestesi). obat-obat anestesi bersifat lipofilik dan ada yang mempunyai efek menekan mual muntah. Jika diberikan pada pasien obesitas, sebagian besar obat akan larut dalam lemak dan obat bebas yang akan bekerja lebih sedikit, sehingga kerja obat dalam menekan mual muntah tidak efektif. Oleh karena itu dosis obat anestesi pada pasien obesitas diperbesar. Usia mempengaruhi terjadinya mual muntah pasca bedah. Anak-anak lebih sering mengalami mual muntah pasca bedah dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kejadiannya dapat mencapai 2 kali lipat. Akan tetapi pada anak-anak yang sangat muda, kejadian ini lebih rendah dan meningkat pada usia 5 tahun. Sedangkan angka tertinggi terjadi pada anak-anak antara usia 5-15 tahun. Pada penelitian ini, kriteria inklusi pasien adalah subjek berusia tahun untuk homogenisasi sampel. Smoker dan non smoker memiliki daya tahan yang berbeda untuk menekan terjadinya mual muntah. Rokok mengandung zat psikoaktif berupa nikotin yang mempengaruhi sistem saraf dan otak. Pengaruhnya mirip asetilkolin, yang bekerja lebih khusus pada otot, kelenjar, dan sistem saraf. Smoker akan mengalami tolerans, yaitu penyesuaian badan terhadap kesan-kesan seperti mual, muntahmuntah, atau kepeningan yang dirasakan apabila mula-mula merokok. Keadaan tolerans inilah yang mendorong kesan ketagihan atau ketergantungan pada

46 50 nikotin. Mungkin juga disebabkan karena pada smoker tidak mudah merasa lapar sehingga lambung kosong. Oleh karena itu smoker lebih tahan terhadap mual muntah. Selain itu juga dipilih pasien dengan status ASA I-II tanpa kelainan sistemik yang berat. Semakin berat kelainan sistemik semakin banyak komplikasi yang akan meningkatkan resiko terjadinya PONV. Faktor psikologis juga berpengaruh terhadap peningkatan resiko PONV. Emosi atau kecemasan akan memperlambat pengosongan lambung dan meningkatkan volume lambung dan udara yang tertelan. Kecemasan yang timbul mungkin juga disebabkan karena pelaksanaan informed consent yang kurang baik. Sensitivitas masing-masing pasien terhadap obat yang diberikan juga berbedabeda. Dari segi pembedahan meliputi jenis pembedahan, lama pembedahan dan manipulasi pembedahan. Jenis pembedahan pada penelitian ini terlalu heterogen. tetapi tetap dilaksanakan karena kendala waktu dan jumlah kasus yang minimal. Dari faktor jenis prosedur/tindakan pembedahan maka jenis operasi dan lamanya pembedahan merupakan faktor resiko utama terjadinya PONV. Dari studi kepustakaan kekerapan PONV lebih besar pada jenis operasi seperti ginekologi (operasi ginekologi mayor dan laparoskopi), THT, abdominal / gastrointestinal, mata (strabismus), operasi payudara, dan kraniotomi. Jenis pembedahan tiroidektomi menyebabkan PONV sebesar 63%-84%. Pembedahan mata, THT, abdominal (usus), ginekologi mayor beresiko menyebabkan PONV sebesar 58%. Meskipun kekerapan terjadinya PONV sangat bervariasi diantara berbagai jenis operasi namun studi analisis multivariate saat ini menduga sangat kuat hal ini

47 51 disebabkan karena keterkaitan dengan faktor-faktor resiko PONV seperti misalnya operasi ginekologi berhubungan dengan pasien yang semuanya adalah wanita, dimana wanita merupakan faktor 1 dari 4 faktor resiko yang paling berpengaruh dalam kekerapan PONV selain faktor riwayat PONV / motion sickness, status bukan perokok serta pemakaian opioid pasca operasi (Apfel-score) (Apfel,2006). Penelitian analisis multivariate yang dilakukan Apfel, et al (2004) menemukan tidak ada bukti bahwa jenis operasi tertentu berhubungan dengan peningkatan resiko PONV, mereka menyimpulkan bahwa insiden PONV yang tinggi pada operasi tertentu mungkin disebabkan keterlibatan faktor resiko pasien itu sendiri. Selain ilu jenis operasi hanya berpengaruh terhadap efek mual saja (Stadler,2003). Lamanya operasi berlangsung juga mempengaruhi kekerapan timbulnya PONV, dimana prosedur pembedahan yang lama lebih sering terjadi PONV dibandingkan dengan operasi yang lebih singkat. Walaupun pada akhirakhir ini prediktor faktor resiko PONV yang lebih baik dan banyak dipakai adalah Apfel score dibandingkan dengan Sinclair score, dimana pada Sinclair score ada 12 prediktor dimana jenis operasi, lama operasi dan lama anestesi masih dimasukkan sebagai faktor resiko PONV namun dari hasil uji statistik tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara ke 2 kelompok. Pembedahan lebih dari satu jam akan meningkatkan resiko terjadinya PONV. Hal ini mungkin disebabkan karena masa kerja dari obat anestesi yang punya efek menekan mual muntah sudah hampir habis, semakin banyak komplikasi dan manipulasi pembedahan yang dilakukan. Kesabaran dan

BAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera

BAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Mual dan muntah pascaoperasi (Postoperative Nausea and Vomiting / PONV) masih merupakan komplikasi yang sering dijumpai setelah pembedahan. PONV juga menjadi faktor

Lebih terperinci

APRILIYANI INDRAWATI J500

APRILIYANI INDRAWATI J500 EFEKTIVITAS RANGSANGAN KOMBINASI TITIK AKUPUNKTUR PC-6 (NEIGUAN) & ST-25 (TIANSHU) DIBANDINGKAN PEMBERIAN ONDANSETRON UNTUK MENCEGAH MUAL DAN MUNTAH PASCA BEDAH ORTOPEDI DENGAN ANESTESI UMUM SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) merupakan dua efek tidak menyenangkan yang menyertai anestesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi dan reanimasi pada hakekatnya harus dapat memberikan tindakan medik yang aman, efektif, manusiawi yang berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFENISI Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) adalah perasaan mual muntah yang dirasakan dalam 24 jam setelah prosedur anestesi dan pembedahan. 31 Mual didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mual muntah pascaoperasi atau post operatif nausea and vomiting (PONV)

BAB I PENDAHULUAN. Mual muntah pascaoperasi atau post operatif nausea and vomiting (PONV) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mual muntah pascaoperasi atau post operatif nausea and vomiting (PONV) masih merupakan masalah yang umum. Insiden PONV terjadi pada 25-30% pasien pascaoperasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTIEMETIK DALAM MENCEGAH MUAL DAN MUNTAH PASCA OPERASI PADA PASIEN BEDAH ORTOPEDI DI RUMKITAL Dr.

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTIEMETIK DALAM MENCEGAH MUAL DAN MUNTAH PASCA OPERASI PADA PASIEN BEDAH ORTOPEDI DI RUMKITAL Dr. STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTIEMETIK DALAM MENCEGAH MUAL DAN MUNTAH PASCA OPERASI PADA PASIEN BEDAH ORTOPEDI DI RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA UTRI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN FARMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori. Anestesi Umum Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada tindakan anestesi umum

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI MUAL DAN MUNTAH PADA PASIEN PASCA OPERASI (Penelitian dilakukan di Gedung Bedah Pusat Terpadu RSUD Dr. Soetomo Surabaya) MUHAMMAD NAZIM EFENDY BIN MD ARIFF NIM: 051211133104

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2

Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2 PREVALENSI KEJADIAN PONV PADA PEMBERIAN MORFIN SEBAGAI ANALGETIK PASCA OPERASI PENDERITA TUMOR PAYUDARA DENGAN ANESTESI UMUM DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang, 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. abnormal diubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) selular.

BAB 1 PENDAHULUAN. abnormal diubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) selular. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker adalah suatu proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) selular. Sel abnormal ini

Lebih terperinci

MUNTAH (Emesis) Gambar: Pusat muntah di batang otak (courtesy: Guyton

MUNTAH (Emesis) Gambar: Pusat muntah di batang otak (courtesy: Guyton MUNTAH (Emesis) Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) Mual adalah rasa tidak nyaman di perut bagian atas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) Mual adalah rasa tidak nyaman di perut bagian atas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) Mual adalah rasa tidak nyaman di perut bagian atas. Muntah adalah dorongan dari dalam perut yang tidak disadari dan pengeluarannya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukaninstalasi Bedah Sentral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem pencernaan merupakan salah satu sistem dalam tubuh manusia yang menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian mekanisme pengaturan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Kanker adalah penyebab utama kematian di sleuruh dunia, terhitung 8,2 juta kematian pada tahun 2012. Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk kelompok besar penyakit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kemoterapi dalam tatalaksana kanker masih merupakan tindakan utama

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kemoterapi dalam tatalaksana kanker masih merupakan tindakan utama BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kemoterapi dalam tatalaksana kanker masih merupakan tindakan utama disamping radiasi dan pembedahan. Pemberian sitotoksika atau antikanker merupakan tindakan utama untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kortikosteroid adalah obat yang memiliki efek sangat luas sehingga banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kortikosteroid adalah obat yang memiliki efek sangat luas sehingga banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kortikosteroid adalah obat yang memiliki efek sangat luas sehingga banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Glukokortikoid merupakan salah satu kortikosteroid

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Melissa Donda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA PONV adalah mual dan/atau muntah yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah pembedahan. PONV terdiri dari 3 gejala utama yang dapat timbul segera atau setelah operasi. Nausea/mual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia, pada tahun 2012 jumlah pasien diabetes mellitus mencapai 371 juta jiwa. Di Indonesia sendiri, jumlah penderita diabetes totalnya 7,3 juta orang. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pada penelitian ini didapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pada penelitian ini didapat 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Peresepan Sampel Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus 2015 sampai Mei 2016 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pada penelitian ini

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MUAL MUNTAH PASKA OPERASI Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) tidak mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan paska

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif memiliki komplikasi dan risiko pasca operasi yang dapat dinilai secara objektif. Nyeri post

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

Perbandingan antara ondansetron 4 mg iv dan deksametason 5 mg iv dalam mencegah mual-muntah pada pasien laparotomi dengan anestesia umum.

Perbandingan antara ondansetron 4 mg iv dan deksametason 5 mg iv dalam mencegah mual-muntah pada pasien laparotomi dengan anestesia umum. Perbandingan antara ondansetron 4 mg iv dan deksametason 5 mg iv dalam mencegah mual-muntah pada pasien laparotomi dengan anestesia umum. 1 Sitti I. Yanhil 2 Barry I. Kambey 2 Harold F. Tambajong 1 Kandidat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah experimental double blind randomized clinical trial post-test group design. 2. Rancangan Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ONDANSETRON DAN METOKLOPRAMID DALAM MENEKAN MUAL DAN MUNTAH PASKA LAPARATOMI SKRIPSI

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ONDANSETRON DAN METOKLOPRAMID DALAM MENEKAN MUAL DAN MUNTAH PASKA LAPARATOMI SKRIPSI PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ONDANSETRON DAN METOKLOPRAMID DALAM MENEKAN MUAL DAN MUNTAH PASKA LAPARATOMI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: KENYA NISITA DAMAY PUTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Perbandingan Sensitivitas Spesifisitas Skor Koivuranta Dan Sinclair Sebagai

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Perbandingan Sensitivitas Spesifisitas Skor Koivuranta Dan Sinclair Sebagai Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Saya, Farida Sosiawati mahasiswa D4 Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta akan melakukan penelitian yang berjudul Perbandingan Sensitivitas Spesifisitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, lebih dari 3.400 manusia di dunia meninggal di jalan setiap hari dan lebih dari 10 juta manusia mengalami cedera dan disabilitas tiap tahunnya. Anak anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA Stefhany Rama Mordekhai L. Laihad Iddo Posangi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Stress ulcer merupakan ulser pada lambung dan atau duodenum yang biasanya muncul dalam konteks trauma atau penyakit sistemik atau SSP yang hebat. Ulcer secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk penyakit yang menjadi perhatian serius pada bidang kedokteran. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. termasuk penyakit yang menjadi perhatian serius pada bidang kedokteran. Kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker menjadi salah satu masalah kesehatan banyak negara di dunia dan termasuk penyakit yang menjadi perhatian serius pada bidang kedokteran. Kanker menjadi penyakit

Lebih terperinci

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI MUAL MUNTAH PASKA OPERASI Mual dan muntah paska operasi atau Postoperative Nausea and Vomitting (PONV) adalah komplikasi yang tidak menyenangkan yang dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks semakin hari menjadi salah satu penyakit yang semakin meresahkan manusia. Kanker diperkirakan menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini bertempat di Instalasi Rekam Medik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prevalensi 2.1.1. Pengertian Prevalensi Prevalensi adalah pengukuran jumlah orang dikalangan penduduk yang menderita satu penyakit pada satu titik di waktu tertentu. (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sectio caesarea (SC) merupakan prosedur operatif yang dilakukan di bawah anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui insisi dinding abdomen

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Diperkirakan satu dari lima orang dewasa mengalami nyeri dan setiap

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi neonatus, yang bersifat alamiah dan mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA EFEK ELEKTROAKUPUNKTUR, AKUPRESUR DAN ONDANSENTRON TERHADAP INSIDEN MUAL MUNTAH INTRA DAN PASCAOPERASI SECTIO CAESARIA PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI SPINAL TESIS NOVITA SARI

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan uji kuantitatif analitik yang membandingkan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok isofluran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized 20 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized Controlled Trial Double Blind pada pasien yang menjalani operasi elektif sebagai subyek

Lebih terperinci