BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi atau perangkutan dapat didefinisikan sebagai proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan suatu sistem tertentu untuk maksud dan tujuan tertentu. Alat perpindahan yang digunakan dapat berbeda, misalnya jalan kaki, angkutan darat, sungai, udara, dan lain-lain. Kegiatan manusia yang berbagai macam menyebabkan mereka saling berhubungan, untuk itu diperlukan alat penghubung. Salah satu diantaranya adalah angkutan. Dengan kemajuan teknologi, muncul berbagai macam alat angkut yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dan untuk memenuhi berbagai keperluan. Semakin maju peradaban manusia maka akan semakin kompleks masalah yang akan dihadapi, sehingga diperlukan tuntutan perkembangan teknologi yang lebih cocok. Perencanaan angkutan yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya kesemrawutan lalu lintas. Keadaan ini akan membawa akibat yang lebih luas dengan meningkatnya kecelakaan serta pelanggaran lalu lintas. Perencanaan perangkutan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai proses yang tujuannya mengembangkan sistem angkutan yang memungkinkan manusia dan barang dapat bergerak cepat, aman, murah dan nyaman (Warpani, 1990). 2.2 Angkutan Umum Penumpang Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan tujuan membantu orang atau sekelompok orang untuk menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirim barang dari tempat asalnya menuju tempat tujuannya. Prosesnya dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan. Sementara Angkutan Umum Penumpang adalah angkutan penumpang dengan menggunakan kendaraan umumdan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk 5

2 dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan umum penumpang lebih dikenal dengan angkutan umum saja (Warpani,1990). Keberadaan angkutan umum penumpang mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi. Hal ini dimungkinkan karena angkutan umum penumpang bersifat massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang, yang menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin (Warpani,1990). Pada masa kini perkembangan kendaraan yang pesat akibat meningkatnya kesejahteraan masyarakat tidaklah mungkin dapat diikuti dengan pembangunan jalan yang terus menerus, hal ini mendorong beberapa kota untuk menggalakkan penggunaan sarana transportasi massal dalam hal ini angkutan kereta api monorel. Angkutan umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 1. Angkutan umum yang disewakan (Paratransit) Yaitu pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan ciri tertentu, misalnya : tarif dan rute. Angkutan umum ini pada umumnya tidak memiliki trayek dan jadwal yang tetap, misalnya : taksi. Ciri utama angkutan ini adalah melayani permintaan. 2. Angkutan umum massal (Masstransit) Yaitu layanan jasa angkutan yang memiliki trayek dan jadwal tetap, misalnya : bus dan kereta api. Jenis angkutan ini bukan melayani permintaan melainkan menyediakan layanan tetap, baik jadwal, tarif maupun lintasannya (Warpani, 2002). Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, Bab I pasal 1, angkutan umum penumpang dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu : 1. Angkutan Lintas Batas Negara adalah suatu angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 2. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 6

3 3. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) adalah angkutan dari suatu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu wilayah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 4. Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek. 5. Angkutan Perdesaan adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek. 6. Angkutan Perbatasan adalah angkutan kota atau angkutan perdesan yang memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau kota lainnya baik yang melalui satu propinsi maupun lebih dari satu propinsi. 7. Angkutan Khusus adalah angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap, yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan, permukiman, dan simpul yang berbeda. 8. Angkutan Taksi adalah angkutan yang menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas. 9. Angkutan Sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas. 10. Angkutan Pariwisata adalah angkutan yang menggunakan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda tanda khusus untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga atau sosial lainnya. 11. Angkutan Lingkungan adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan tertentu. 7

4 2.3 Angkutan Kereta Api Pengertian Kereta Api Kereta api didefinisikan sebagai sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel (wikibuku.com). Dengan demikian kereta api hanya dapat bergerak/berjalan pada lintasan/jaringan rel yang sesuai dengan peruntukannya, hal ini menjadi keunggulannya karena tidak terganggu dengan lalu lintas lainnya, tetapi dilain pihak menjadikan kereta api menjadi angkutan yang tidak fleksibel karena jaringannya terbatas. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta api atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Untuk angkutan barang dalam jumlah yang besar dapat digunakan rangkaian lebih dari 50 kereta yang ditarik dan/atau didorong dengan beberapa buah lokomotif, seperti kereta api babaranjang (kereta api batutu bara rangkaian panjang) di Sumatera Selatan. Kereta api merupakan angkutan yang efisien untuk jumlah penumpang yang tinggi sehingga sangat cocok untuk angkutan massal kereta api perkotaan pada koridor yang padat, tetapi juga digunakan untuk angkutan penumpang jarak menengah sampai dengan 3 atau 4 jam perjalanan ataupun untuk angkutan barang dalam jumlah yang besar dalam bentuk curah, seperti untuk angkutan batu bara. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara Jenis-Jenis Kereta Api Ada beberapa jenis kereta api sampai sekarang seiring dengan kemajuan teknologi, jenis kereta api semakin berkembang. Adapun beberapa jenis kereta sebagai berikut: 1. Kereta Api Uap 8

5 Kereta api uap adalah kereta api yang digerakkan dengan uap air yang dibangkitkan/dihasilkan dari ketel uap yang dipanaskan dengan kayu bakar, batu bara ataupun minyak bakar, oleh karena itu kendaraan ini dikatakan sebagai kereta api dan terbawa sampai sekarang. Untuk menggerakkan roda kereta api uap air dari ketel uap dialirkan ke ruang dimana piston diletakkan, uap air masuk akan menekan piston untuk bergerak dan di sisi lain diruang piston uap air yang berada diruang tersebut didorong keluar demikian seterusnya. Uap air diatur masuk kedalam ruang piston oleh suatu mekanime langsung seperti ditunjukkan dalam gambar. Selanjutnya piston akan menggerakkan roda mealui mekanisme gerakan maju mundur menjadi gerak putar. 2. Kereta Api Diesel Kereta api diesel bisa dibagi atas dua kelompok yaitu: a) Lokomotif diesel adalah jenis lokomotif yang bermesin diesel dan umumnya menggunakan bahan bakar mesin dari solar. Ada dua jenis utama kereta api diesel ini yaitu kereta api diesel hidraulik dan kereta api diesel elektrik. b) Kereta rel diesel yaitu kereta yang dilengkapi dengan mesin diesel yang dipasang dibawah kabin, seperti halnya lokomotif diesel dapat dijalankan dengan kopling hidraulik ataupun dengan cara yang sama dengan diesel elektrik. 3. Kereta Rel Listrik Kereta Rel Listrik, disingkat KRL, merupakan kereta rel yang bergerak dengan sistem motor listrik. 4. Kereta Api Daya Magnit Kereta api ini disebut juga sebagai Maglev sebagai singkatan dari Magnetic Levitation dimana kereta diangkat dengan menggunakan medan magnit dan didorong dengan medan magnit juga. Karena kereta terangkat dan bergerak berdasarkan medan magnit sehingga tidak ada gesekan sama sekali dengan infrastuktur. Kereta maglev dapat berjalan pada kecepatan yang sangat tinggi. Permasalahan utama dalam pengembangan maglev ini adalah investasi awal 9

6 yang sangat besar untuk membangun infrastruktur, khususnya untuk mempersiapkan medan magnit pada infrastrukturnya. 2.4 Defisi Jalan Rel Jenis-Jenis Rel 1. Kereta Api Rel Konvensional Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang umum dijumpai. Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi yang diletakan di bantalan. Di daerah tertentu yang memliki tingkat ketinggian curam, digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah tengah rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi. 2. Kereta Api Monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai yang terdiri dari 2 rel paralel tetapi hanya dari satu rel tunggal yang gemuk dengan profil sedemikian sehingga tidak menyebabkan kereta keluar dari relnya. Rel kereta ini terbuat dari beton bertulang pratekan ataupun dari besi profil. Letak kereta api dapat didesain menggantung pada rel atau di atas rel. Karena efisien, biasanya digunakan sebagai alat transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang Penempatan Rel Pembangunan rel kereta api perlu diperhatikan, karena jalur kereta yang panjang sehingga memakan banyak lahan. Hal ini membuat pembangunan jalur rel kereta api sangat sulit bila hanya dilahan permukaan, maka dibangunlah rel kereta api tidak hanya dipermukaan tetapi di bawah tanah dan rel kereta api layang. Berikut penjelasan penempatan kereta api: 1. Kereta Api di Bawah Tanah Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan dalam terowongan dibawah permukaan tanah, merupakan solusi yang ditempuh untuk mengatasi persilangan sebidang. Biasanya dikembangkan dikawasan perkotaan yang padat. Dengan dibangunnya kereta api bawah tanah maka ruang kota yang 10

7 berada dibawah permukaan tanah masih bisa dimanfaatkan, stasiun juga dimanfaatkan untuk kegiatan/pertokoan/perkantoran dibawah tanah. Pembangunan kereta api bawah tanah ini masih bisa dilakukan beberapa lapis, semakin banyak lapisan semakin dalam letak stasiun, bahkan bisa dibangun sampai 100 m dibawah permukaan tanah. Untuk menuju kedalam stasiun biasanya digunakan tangga berjalan yang cukup lebar dimana penumpang yang ingin tetap berjalan pada tangga berjalan menggunakan bagian kiri tangga berjalan sedangkan bagian kanan digunakan untuk penumpang yang tidak mau berjalan selama berada diatas tangga berjalan. 2. Kereta Api Permukaan Kereta api dari jenis ini merupakan merupakan pilihan yang paling murah, namun karena banyak persilangan sebidang dengan jalan raya kereta api ini hanya feasibel untuk lintas-lintas yang tingkat penggunaannya rendah. Permasalahan yang selalu timbul adalah tingginya angka kecelakaan dengan kendaraan yang berjalan dijalan serta menimbulkan hambatan bagi lalu lintas kendaraan di persilangan sebidang. 3. Kereta Api Layang Kereta api layang merupakan kereta api yang berjalan diatas permukaan tanah sehingga tidak menimbulkan gangguan pada kelancaran lalu lintas kendaraan bermotor. Solusi ini diambil juga untuk menghindari persilangan sebidang, namun dengan biaya yang jauh lebih rendah dari kereta api bawah tanah. Biaya infrastruktur untuk kereta api layang yang dikeluarkan sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan dengan jarak yang sama. 2.5 Prinsip Dasar Perencanaan Rute Trayek/rute angkutan umum didefinisikan sebagai tempat tempat dimana angkutan umum secara tetap melayani penumpang yaitu dengan menaikkan dan menurunkannya. Suatu rute biasanya merupakan suatu lintasan tetap dari angkutan umum yang melewati beberapa daerah, dimana angkutan umum secara rutin melayani calon penumpang, dan dilain pihak calon penumpang menggunakan angkutan pada rute tersebut. Rute angkutan umum biasanya ditempatkan di lokasi dimana memang diperkirakan ada calon penumpang yang akan dilayani. Dalam 11

8 suatu kota, pada umumnya rute yang melayani masyarakat lebih dari satu maka ditinjau secara keseluruhan akan ada suatu sistem jaringan rute yaitu sekumpulan rute yang bersama-sama melayani kebutuhan umum masyarakat. Dalam sistem jaringan rute tersebut akan terdapat titik-titik dimana akan terjadi pertemuan dua rute atau lebih. Pada titik yang dimaksud dimungkinkan terjadi pergantian rute, karena pada kenyataannya seorang penumpang tidak selamanya dapat menggunakan hanya satu rute untuk perjalanannya dari tempat asal ke tempat tujuannya. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan KM. 35 tahun 2003, Bab III pasal 2, jaringan trayek angkutan umum meliputi : 1. Trayek Lintas Negara, yaitu trayek yang melalui batas negara. 2. Trayek Antar Kota Antar Provinsi, yaitu trayek yang melewati lebih dari satu provinsi. 3. Trayek Antar Kota Dalam Provinsi, yaitu trayek yang melalui antar daerah kabupaten dan kota dalam satu daerah provinsi. 4. Trayek Kota, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam wilayah kota. 5. Trayek Perkotaan, yaitu trayek kota yang melalui perbatasan daerah kabupaten/kota/provinsi yang berdekatan. 6. Trayek Perdesaan, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam satu wilayah kabupaten. 7. Trayek Perbatasan, yaitu trayek antar perdesaan yang berbatasan yang seluruhnya berada di daerah provinsi atau antar provinsi. Jaringan trayek dipengaruhi oleh pola tata guna lahan, pola pergerakan penumpang angkutan umum, kepadatan penduduk, daerah pelayanan, dan karakteristik jaringan jalan. Berdasarkan PP No.41 tahun 1993 ditetapkan hierarki trayek, yaitu : 1. Trayek Utama Trayek utama memiliki jadwal yang tetap dan teratur. Trayek ini melayani angkutan antar kawasan utama, antar kawasan utama dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang alik secara tetap. Selain itu moda yang digunakan berupa mobil bus. Pelayanan angkutan trayek utama ini dilakukan secara terus 12

9 menerus dan berhenti pada tempat yang telah ditentukan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. 2. Trayek Cabang Sama halnya dengan sistem pengoperasian pada trayek utama namun trayek cabang ini beroperasi pada kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan pemukiman. 3. Trayek Ranting Trayek ranting tidak memiliki jadwal yang jelas. Wilayah pelayanannya pada kawasan pemukiman penduduk. Sedangkan moda yang digunakan berupa mobil penumpang. 4. Trayek Langsung Trayek langsung bertujuan untuk mengurangi jumlah transfer yang dilakukan dalam melakukan perjalanan panjang sehingga dapat menghemat waktu dan biaya perjalanan. Filosofi Dasar Perencanaan Lintasan Rute terdiri dari pendekatan efisiensi dan pendekatan efektifitas. 1. Pendekatan Efesiensi Rute yang baik adalah rute yang mampu menawarkan pelayanan yang semaksimal mungkin pada daerah pelayanannya kepada penumpang dengan biaya operasi yang serendah mungkin. 2. Pendekatan Efektifitas Rute yang baik adalah rute yang mampu menyediakan pelayanan yang semaksimal mungkin pada daerah pelayanan kepada penumpang dengan penggunaan sumber daya yang ada Kriteria Perencanaan Rute Perencanaan rute baru menggunakan beberapa kriteria utama berikut (Santoso, 1996): 1. Rute hendaknya dapat membangkitkan kebutuhan pergerakan (travel demand) pada jumlah minimal tertentu 2. Rute yang dirasakan penumpang tidak bertele-tele 3. Rute yang unik (rute tidak tumpang tindih dengan rute lain) 13

10 4. Rute yang pengoperasiannya memberikan kenyamanan pada penumpang (jalan kondisi jelek perlu dihindari) 5. Rute yang pencapaian waktu tempuh yang memadai 6. Rute harus mempunyai image dan identitas yang jelas di mata masyarakat (dimana penumpang tahu dimana dia harus naik, turun, berganti rute) 7. Rute harus mudah dicapai oleh pengguna 8. Rute yang biaya operasi yang dikeluarkan oleh operator masih dalam batas yang wajar Tabel 2.1 Indikator Kualitas Pelayanan Angkutan Umum Indikator Rata-Rata Maksimum Waktu tunggu 5-10 menit menit Jumlah penggantian moda 0-1 kali 3 kali Waktu perjalanan 1-1,5 jam 2-3 jam Wilayah padat Wilayah Kurang Padat Jarak jalan kaki ke shelter meter meter Biaya perjalanan 10% dari pendapatan Rumah Tangga Sumber : Departemen Perhubungan, Tahapan Perencanaan Rute Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisa dan menentukan rute terpilih adalah: a) Potensi travel demand b) Karakteristik lalu-lintas, baik di ruas maupun di simpang c) Analisa potensi travel demand bertujuan mengetahui secara lebih rinci besarnya demand yang akan dilayani pada lintasan rute terpilih. Analisa ini akan menghasilkan suatu bentuk matriks tabulasi yang disebut Matriks Asal-Tujuan antar zona (MAT). Hal yang perlu dianalisis dalam perencanaan rute lintasan kereta api adalah: 14

11 1. Analisis kondisi prasarana jaringan jalan rel a) Adapun yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kondisi prasarana jaringan jalan rel adalah : b) Struktur dan konfigurasi jalan yang ada c) Hierarki dan kelas masing-masing jalan d) Kondisi geometrik jalan e) Kondisi / karakteristik lalulintas f) Kondisi/ karakteistik lalu-lintas 2. Analisa potensi travel demand bertujuan untuk mengestimasi besarnya potensi pergerakan yang dihasilkan daerah pelayanan. Biasanya makin tinggi kerapatan suatu daerah makin besar juga potensi pergerakan yang terjadi. Tahapan dalam menganalisa travel demand adalah sebagai berikut: 1) Penentuan koridor daerah pelayanan Dalam menentukan koridor daerah pelayanan perlu menganalisis beberapa kriteria agar menghasilkan beberapa alternatif daerah pelayanan. Kriteria yang digunakan dalam menentukan koridor daerah pelayanan adalah besarnya potensi demand, luas daerah pelayanan, kondisi dan struktur konfigurasi jalan yang ada. 2) Identifikasi lintasan rute Tujuan dari mengidentifikasi lintasan rute adalah mendapatkan beberapa alternatif lintasan rute. Ada beberapa yang perlu diperhatikan tahap ini, yaitu: a) Zona awal dan akhir rute b) Struktur jaringan jalan (spatial) c) Karakteristik ruang koridor daerah pelayanan d) Analisa dan penentuan rute terpilih 2.6 Karakteristik Kerta Api Monorel Salah satu jenis dari berbagai macam jenis kereta adalah monorel. Namun, monorel sendiri bisa disebut juga sebagai jenis tersendiri dan terpisah dari golongan kereta. Hal tersebut karena monorel hanya memiliki satu rel lintasan dan lebar kendaraannya lebih besar dari jalur lintasannya. Biasanya monorel ditempatkan di 15

12 atas jalan dengan lintasannya ditopang tiang-tiang yang tidak menganggu badan jalan sehingga penggunaannya tidak mengganggu lalu lintas di jalan. Menurut PM Perhubungan No. 27 Tahun 2014 tentang Standar Spesifikasi Teknis Sarana Kereta Api Monorel, sarana kereta api monorel dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, terdiri atas: 1. Straddle monorail, merupakan sarana kereta api monorel yang berjalan diatas jalan rel 2. Suspended monorail, merupakan sarana kereta api monorel yang berjalan menggantung pada jalan rel. Keunggulan-keunggulan monorel: 1. Monorel sudah terbukti di berbagai negara seperta Jepang, Amerika Serikat, Australia, bahkan Malaysia sebagai transportasi perkotaan yang sangat efektif. 2. Monorel memiliki tingkat keamanan yang tinggi karena kecelakaan yang melibatkan kendaraan di jalan raya hampir tidak mungkin. 3. Tanpa menggunakan energi ramah lingkungan atau teknologi khusus pengefisienan energi sekalipun, monorel tetap memiliki kategori kendaraan ramah lingkungan karena tidak ada polusi langsung ke daerah kota dan efisiensi pembangkit listrik memang lebih besar daripada mesin otto atau diesel yang biasa dipakai oleh kendaraan darat lainnya. 4. Walaupun memang mungkin biaya kapital dari pembangunan monorel ini sangat besar tapi secara biaya operasional sudah terbukti lebih murah. Di banyak negara maju yang telah menerapkan transportasi monorel, perusahaan pengoperasinya selalu mendapatkan untung tiap tahunnya tidak lama setelah operasi di mulai. 5. Tidak menambah kemacetan di jalan raya karena memiiliki jalur sendiri yang tidak bersinggungan dengan jalan raya. 2.7 Permintaan Perjalanan (Demand) Analisis permintaan perjalanan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Menelaaah rencana pengembangan kota, inventarisasi tata guna lahan dan aktivitas ekonomi wilayah perkotaan. 2. Menelaah data jumlah penduduk dan penyebarannya. 16

13 3. Inventarisasi data perjalanan yang berisi asal dan tujuan perjalanan, maksud perjalanan dan pemilihan moda angkutan umum. 4. Menelaah pertumbuhan penumpang masa lalu dan pertumbuhan beberapa parameter lainnya, misalnya kepemilikan kendaraan dan pendapatan Proyeksi Peramalan Jumlah Permintaan Perjalanan (Demand) Peramalan adalah metode untuk memperkirakan suatu nilai di masa depan dengan menggunakan data masa lalu. Peramalan bukanlah suatu dugaan, karena dugaan hanya mengestimasi masa mendatang berdasarkan perkiraan saja sedangkan peramalan menggunakan perhitungan matematis sebagai bahan pertimbangan. Salah satu cara untuk meramalkan/proyeksi jumlah permintaan perjalanan dalam kurun waktu waktu tertentu adalah menggunakan metode trend linier. Model trened linear menurut Klosterman (1990) adalah teknik proyeksi yang paling sederhana dari seluruh model trend. Model ini menggunakan persamaan derajat pertama (first degree equation). Berdasarkan hal tersebut, penduduk diproyeksikan sebagai fungsi dari waktu, dengan persamaan: Dimana: Ŷ = a + bx (2.1) Ŷ = penduduk pada tahun proyeksi-x Y = penduduk tahun ke-x a = intercept = penduduk pada tahun dasa b = koefisien = rata-rata pertambahan penduduk X = periode waktu proyeksi = selisih tahun proyeksi dengan tahun dasar Rumus yang digunakan untuk menentukan intercept dan koefisien adalah sebagai berikut: a = b = Y (2.2) n XY 2 X (2.3) Hasil proyeksi akan berbentuk suatu garis lurus. Model ini berasumsi bahwa penduduk akan bertambah/berkurang sebesar jumlah absolute yang sama/tetap (b) 17

14 pada masa yang akan datang sesuai dengan kecenderungan yang terjadi pada masa lalu. Klosterman (1990), mengacu pada Pittengar (1976), mengemukakan bahwa model ini hanya digunakan jika data yang tersedia relatif terbatas, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan model lain. Selanjutnya, Isserman (1977) mengemukakan bahwa model ini hanya dapat diaplikasikan untuk wilayah kecil dengan pertumbuhan yang lambat, dan tidak tepat untuk proyeksi pada wilayahwilayah yang lebih luas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kontrol dari hasil persamaan yang didapatkan disebut dengan nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dan MAD (Mean Absolute Deviation). MAPE merupakan ukuran ketetapan relatif yang digunakan untuk mengetahui penyimpangan hasil peramalan sedangakan MAD menyatakan penyimpangan dalam unit yang sama pada data dengan merata-ratakan nilai absolute error (penyimpangan) seluruh hasil peramalan negatif yang saling meniadakan. Persamaannya sebagai berikut: MAPE = n t 0 Y Y n / Y x100 % (2.4) MAD = n t 0 Y Y n (2.5) Perencanaan Jumlah Armada Penentuan jumlah permintaan penumpang angkutan umum adalah hasil perkalian antara jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum dengan faktor pergerakan. Faktor pergerakan tergantung pada kondisi/tipe kota. Anggapan diasumsikan bahwa setiap penduduk potensial yang melakukan pergerakan dan membutuhkan angkutan umum melakukan perjalanan pulang dan pergi setiap hari. Hal ini menentukan besar faktor pergerakan yang dapat digunakan yakni faktor 2. Persamaan jumlah permintaan penumpang angkutan umum adalah sebagai berikut: D= ftr x M (2.6) 18

15 Dimana: D = jumlah permintaan penumpang angkutan umum (pergerakan) Ftr = Faktor yang menyatakan pergerakan yang dilakukan oleh setiap penduduk potensial (faktor pergerakan pulang pergi = 2) M = Jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan pelayanan angkutan umum (jiwa) Penentuan jumlah armada yang diperoleh dengan membandingkan jumlah permintaan per hari dengan jumlah armada minimum. Persamaan jumlah kebutuhan armada dirumuskan sebagai berikut: D N = (2.7) P min Dimana: N = Jumlah kebutuhan kendaraan (unit) Pmin = Jumlah penumpang minimal (orang per kendaraan per hari) D = Jumlah permintaan angkutan penumpang umum (pergerakan) Dasar perhitungan jumlah kendaraan pada suatu jenis trayek ditentukan oleh kapasitas kendaraan, waktu sirkulasi waktu henti kendaraan di terminal dan waktu antara. Menurut Departemen Perhubungan 2006, pengertiannya adalah sebagai berikut: 1. Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km per jam dengan deviasi sebesar 5% dari waktu perjalanan. Kecepatan yang digunakan yaitu kecepatan perjalanan. Persamaan waktu sirkulasi dihitung dengan rumus: 2 CT ABA = (T AB + T BA ) + (Ơ AB + Ơ 2 BA ) + (T TA + T TB ) (2.8) Dimana: CTABA TAB TBA ƠAB ƠBA TTA = waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A = waktu perjalanan rata-rata dari A ke B = waktu perjalanan rata-rata dari B ke A = deviasi waktu perjalanan dari A ke B = deviasi waktu perjalanan dari B ke A = waktu henti kendaraan di A 19

16 T TB = waktu henti kendaraan di B Waktu henti kendaraan di asal atau tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antar A dan B 2. Waktu antara kendaraan ditetapkan berdasarkan rumus berikut: H 60 C Lf = P (2.9) Dimana: H = waktu antara (menit) C = kapasitas kendaraan Lf = faktor muat (asumsi 70% dari kondisi ideal) P = jumlah penumpang per jam pada sesi terpadat 3. Jumlah armada per waktu sirkulasi Jumlah armada per waktu sirkulasi dirumuskan sebagai berikut: CT K = H fa (2.10) Dimana: K = jumlah kendaraan CT = waktu sirkulasi (menit) H = waktu antara (menit) Fa = faktor ketersediaan kendaraan (100%) 2.8 Tarif Jasa Tarif adalah harga jasa angkutan yang harus dibayar oleh pengguna jasa baik melalui mekanisme perjanjian sewa menyewa,tawar menawar, maupun ketetapan pemerintah. Tarif yang ditetapkan pemerintah bertujuan terutama melindungi kepentingan pengguna jasa (konsumen) dan selanjutnya produsen untuk kepentingan usaha. Untuk itu kebijakan tarif tidak dapat hanya didasarkan pada perhitungan biaya semata-mata, karena didalamnya terkandung misi pelayanan kepada masyarakat. Kebijkan tarif di Indonesia mengacu pada pendekatan berikut: 1. Pendekatan Penyedia Jasa Kebijakan tarif yang berdasarkan pendekatan penyedia jasa dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan usaha jasa perangkutan, serta 20

17 demi menjaga kelancaran penyedia jasa, keamanan dan kenyamanan layanan jasa perangkutan. Harapan dari penyedia jasa cendrung memaksimalkan tarif. 2. Pendekatan Pengguna Jasa Dalam pendekatan pengguna jasa dimaksudkan agar tarif tidak terlalu memberatkan pengguna jasa dan memperlancar mobilitas baik penumpang maupun barang. Harapan dari pengguna jasa angkutan umum cendrung meminimalkan tarif. 3. Pendekatan Pemerintah Pendekatan pemerintah yang dimaksudkan adalah untuk mendorong pembangunan ekonomi serta menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam rangka globalisasi.dalam hal ini kebijakan tarif pemerintah hendaknya tidak memberatkan masyarakat dan juga tidak merugikan penyedia jasa. Faktor yang tidak dapat diabaikan dalam menentukan besar dan struktur tarif adalah besarnya biaya operasi kendaraan (BOK) yang digunakan sebagai alat angkut. Faktor ini harus diperhatikan karena keuntungan yang diperoleh operator sangat tergantung pada besarnya tarif yang ditetapkan dan biaya operasi kendaraan, terlebih lagi apabila pemerintah tidak memberikan subsidi dalam bentuk apapun.struktur tarif merupakan cara bagaimana tarif tersebut dibayarkan. Struktur tarif dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu (LPM-ITB, 1997): 1. Tarif Seragam (Flat Fare) Dalam sruktur tarif seragam, tarif dikenakan tanpa memperhatikan jarak yang dilalui. Sruktur tarif ini menawarkan sejumlah keuntungan, diantaranya kemudahan dalam pengumpulan ongkos, sehingga memungkinkan transaksi yang cepat, terutama untuk kendaraan yang berukuran besar dan dioperasikan oleh satu orang. Stuktur ini juga mempunyai kerugian, yaitu tidak memperhitungkan kemungkinan untuk menarik penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek dengan membuat perbedaan tarif. Jadi sruktur tarif seragam ini merugikan penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek dan sebaliknya menguntungkan penumpang yang melakukan perjalanan jarak jauh. 21

18 Tarif (Rp) Jarak Tempuh (Km) Gambar 2.1 Kurva Tarif Seragam (Flate Fare) Sumber: LPM-ITB, Tarif Berdasarkan Jarak (Distance Based Fare) Tarif berdasarkan jarak adalah tarif yang dikenakan berdasarkan jarak perjalanan, semakin panjang jarak yang ditempuh semakin besar tarif yang dikenakan. Dalam tarif berdasarkan jarak ini dibedakan secara mendasar oleh jarak yang ditempuh. Perbedaan dibuat berdasarkan tarif kilometer, tahapan dan zona. a) Tarif Kilometer Sruktur tarif ini sangat bergantung dengan jarak yang ditempuh, yaitu penetapan besarnya tarif dilakukan pengalian ongkos tetap per kilometer dengan panjang perjalanan yang ditempuh oleh setiap penumpangnya. Jarak minimum (tarif minimum) diasumsikan nilainya. Pada struktur tarif ini pengumpulan ongkosnya sulit dilakukan karena sebagian besar penumpang melakukan perjalanan yang relatif pendek dalam menggunakan angkutan lokal memakan waktu yang lama dalam pengumpulannya. Tarif (Rp) Jarak Tempuh (Km) Gambar 2.2 Kurva Tarif Berdasarkan Jarak(Distance Based Fare) Sumber: LPM-ITB,

19 b) Tarif Bertahap Struktur tarif ini dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh penumpang. Tahapan adalah suatu penggal dari rute yang jaraknya antara satu atau lebih tempat pemberhentian sebagai dasar perhitungan tarif. Untuk itu perangkutan dibagi dalam penggal-penggal rute yang secara kasar mempunyai panjang yang sama tergantung kebijaksanaan tarif apabila sebagian besar penumpang melakukan perjalanan jarak pendek dipusat kegiatan kota jarak antar tahapan lebih seragam panjangnya daripada daerah pinggiran yang berpenduduk lebih jarang. Jarak antara kedua titik tahapan pada umumnya berkisar 2 sampai 3 kilometer. Gambar 2.3 Kurva Tarif Bertahap (Berdasarkan Jarak) Sumber: LPM-ITB, 1997 c) Tarif Zona Struktur tarif ini merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertahap jika daerah pelayanan perangkutan dibagi dalam zona-zona. Pusat kota biasanya sebagai zona terdalam dan dikelilingi oleh zona terluar yang tersusun seperti sebuah sabuk.daerah pelayanan perangkutan juga dibagi-bagi ke dalam zona-zona yang berdekatan. Jika terdapat jalan melintang dan melingkar, panjang jalan ini harus dibatasi dengan membagi zona-zona kedalam sektorsektor. 23

20 Gambar 2.4 Kurva Tarif Berdasarkan Zona Sumber: LPM-ITB, Biaya Operasional Kereta Api Biaya operasi kendaraan adalah biaya yang secara ekonomi terjadi dengan dioperasikannya suatu kendaraan pada kondisi normal untuk tujuan tertentu (LPM- ITB, 1997). Biaya operasi kendaraan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: kondisi fisik jalan, geometrik, tipe perkerasan, kecepatan operasi, dan berbagai jenis kendaraan. Variabel penting yang mempengaruhi hasil perhitungan biaya operasi kendaraan adalah biaya langsung, biaya tidak langsung, biaya overhead, biaya tak terduga dan keuntungan pemilik kendaraan. Oleh karena itu untuk mendapatkan biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan kendaraan tersebut, dengan asumsi-asumsi tertentu yang dianggap harus ada. Penentuan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dihitung berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (SK.687/AJ.206/DRJD/2002) mengenai Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur. Biaya pokok adalah besaran biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan untuk penyediaan jasa angkutan yang dihitung berdasarkan biaya penuh (full cost). Komponen biaya operasi kendaraan biasanya dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu : 24

21 1. Biaya Tetap (Fixed Cost) Adalah semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh frekuensi operasi kendaraan. Komponen-komponen biaya tetap terdiri atas : A) Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi) adalah biaya yang dikeluarkan atas penyusutan nilai ekonomis kendaraan akibat keausan teknis karena melakukan operasi. Dihitung memakai metode garis lurus (Straight Line Depreciation) dimana penyusutan dialokasikan secara merata selama umur ekonomis kendaraan. Untuk kendaraan baru maka harga kendaraan dinilai berdasarkan harga kendaraan baru termasuk PPN dan ongkos angkut, sedangkan untuk kendaraan lama harga kendaraan dinilai berdasarkan harga perolehan. B) Biaya Bunga Modal adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pinjaman dan bunga bank. C) Biaya Administrasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemilik/pengemudi untuk setiap kendaraan yang menggunakan jalan umum. Biaya ini terdiri atas : a. STNK adalah biaya pajak kendaraan yang dikeluarkan setiap tahun sekali dan biayanya sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. KIR adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan kendaraan secara teknis apakah laik jalan atau tidak. Biaya ini dikeluarkan setiap 6 (enam) bulan sekali. c. Ijin Usaha adalah biaya yang dikeluarkan setahun sekali untuk memperoleh ijin usaha angkutan umum penumpang. d. Ijin Trayek adalah biaya yang dikeluarkan tiap 6 (enam) bulan untuk memperoleh ijin pengoperasian kendaraan untuk melayani suatu trayek tertentu. e. Biaya asuransi adalah biaya wajib dikeluarkan atas asuransi kendaraan sesuai peraturan yang berlaku. 25

22 2. Biaya Tidak Tetap/Biaya Variabel (Variable Cost) Adalah semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya dipengaruhi oleh frekuensi operasi kendaraan. Komponen-komponen biaya tidak tetap terdiri atas : a. Biaya Awak Kendaraan (BAK) Awak kendaraan terdiri atas sopir dan kondektur. Penghasilan kotor awak kendaraan berupa gaji tetap, tunjangan sosial dan uang dinas jalan/tunjangan kerja operasi. b. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan, yang menyangkut jarak tempuh yang dilakukan untuk tiap liter bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBM tergantung dari jenis kendaraannya, jenis BBM yang digunakan sebagian besar adalah solar. c. Biaya Service Service mesin dilakukan setelah jarak tempuh pada Km tertentu. d. Biaya Cuci Kendaraan Untuk bus kota dilakukan setiap hari dan untuk angkutan antar kota diperhitungkan per bulan Analisis Biaya Operasional Total per Tahun Biaya operasi kendaraan total per tahun dihitung dengan rumus berikut : 1. Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun : BOK Total / th = BOK Tetap / th + BOK Variabel / th (2.11) dimana: BOK Total / th = Biaya operasi kendaraan total per tahun BOK Tetap / th = Biaya operasi kendaraan tetap per tahun BOK Variabel / th = Biaya operasi kendaraan variabel per tahun 2. Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun + Keuntungan (Margin) 15 % BOK Total + 15 % = BOK Total / th + K (2.12) dimana 7 BOK Total + 15 % = Biaya operasi kendaraan total per tahun dengan keuntungan 15 % 26

23 BOK Total / tahun = Biaya operasi kendaraan total per tahun K = Keuntungan 15 % dari BOK Total /tahun Analisis Biaya Operasi per Kilometer 1. Jarak tempuh per tahun dihitung dengan rumus : JT/th = RJT/hr x HO/th (2.13) dimana : JT/th = Jarak tempuh per tahun RJT/hr = Rata-rata jarak tempuh per hari HO/th = Jumlah hari operasi per tahun 2. Biaya operasi kendaraan per kilometer dihitung dengan rumus : BOK/Km = dimana : BOK Total/th JT/th (2.14) BOK/Km = Biaya operasi kendaraan per kilometer BOK Total /th = Biaya operasi kendaraan total per tahun JT/th = Jarak tempuh kendaraan per tahun 2.10 Inflasi Beberapa pengertian inflasi yang perlu digaris bawahi mencakup aspek-aspek berikut ini: 1. Tendency, yaitu kecenderungan harga-harga naik untuk meningkat, artinya dalam jangka waktu tertentu memungkinkan terjadinya kenaikan harga. 2. Suistened, yaitu peningkatan harga tersebut tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan terus-menerus dalam jangka waktu lama atau berkelanjutan. 3. General level of prices, yaitu tingkat harga-harga barang secara umum (tidak hanya dari satu jenis barang saja). Dalam menghitung inflasi digunakan tingkat prosentase tahunan yang melambangkan kenaikan atau penurunan harga tahunan selama jangka waktu satu tahun. Karena tingkat tiap tahun didasari oleh harga-harga tahun sebelumnya, tingkat itu memiliki efek majemuk. Jadi, harga yang berinflasi pada tingkat 5% per tahun pada tahun pertama dan 4% per tahun pada tahun berikutnya akan memiliki nilai pada akhir tahun kedua sebesar : 27

24 (H 2 ) = (1+0,05)(1+0,04)(H 1 ) (2.15) dimana: H1 = Harga pada awal tahun pertama H 2 = Harga pada akhir tahun kedua 2.11 Studi Kelayakan Kegiatan menilai/studi sejauh mana manfaat yang diperoleh dengan melaksanakan suatu usaha/proyek disebut sebagai studi kelayakan/feasibility study. Dalam studi kelayakan dipelajari segala persyaratan untuk berdiri dan berkembangnya suatu usaha atau proyek. Hasilnya merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan apakah suatu gagasan usaha/proyek yang direncanakan akan ditolak (No Go) atau diterima (Layak/Go). Pengertian layak dalam penilaian studi kelayakan adalah menyangkut kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat / benefit, baik dalam arti financial benefit atau social benefit/economic benefit. Sebagian pustaka memuat pengertian studi kelayakan identik dengan evaluasi proyek. Pengertian Evaluasi proyek itu sendiri adalah proses pengkajian kelayakan dari suatu rencana investasi yang diperhitungkan dari berbagai aspek yang akan menentukan keberhasilan proyek investasi tersebut dimasa mendatang dilihat dari biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang dihasilkan. Studi kelayakan menganalisis apakah suatu investasi yang direncanakan layak atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu dapat pula digunakan untuk menentukan prioritas investasi atas sejumlah rencana usaha yang feasible. Berbeda dengan analisis yang lain maka studi kelayakan ini dilakukan untuk usaha/proyek yang akan datang, dimana waktunya tertentu sehingga diketahui pasti starting point serta ending pointnya. Analisis studi kelayakan dibedakan atas analisis finansial yang menekankan analisis pada financial benefit suatu rencana usaha dari sisi kepentingan investor atau perusahaan dan analisis ekonomi yang menekankan pada economic benefit yaitu benefit dari sisi perekonomian masyarakat secara keseluruhan, baik yang terlibat dengan proyek maupun yang tidak terlibat langsung dengan proyek. Pada studi kelayakan, aspek yang perlu di analisi antara lain adalah: 28

25 1. Analisis Ekonomi Proyek yang dinilai dari sisi social benefit/economic benefit adalah proyek yang benefitnya dihitung dari sisi manfaat yang dihasilkan proyek terhadap perkembangan perekonomian masyarakat secara menyeluruh. Proyek seperti ini lebih mengutamakan pada penilaian kelayakan social benefit/economic benefit, pada berbagai kesempatan sering disebut dengan analisis evaluasi proyek/project Appraisal 2. Analisis Finansial Proyek yang dinilai dari sisi financial benefit adalah proyek yang benefitnya dihitung dari sisi penanaman modal yang diberikan untuk pelaksanaan usaha/proyek tersebut, dimana sasarannya adalah hasil dari investasi yang ditanamkan pada proyek tersebut. 3. Analisis Teknis Proyek dinilai dari segi teknis pelaksanaan, baik berupa metode pelaksanaan maupun alat dan bahan yang diperlukan dalam proyek tersebut. 4. Analisis Lingkungan 5. Analisis Sosial-Budaya Hasil dari suatu studi kelayakan adalah laporan yang sifatnya harus tertulis. Ada beberapa alasan mengapa laporan feasibility study penting dalam bentuk naskah: 1. Suatu rencana usaha harus dinilai secara objektif, kritis dan tidak emosional. 2. Rencana usaha merupakan alat operasi, jika digunakan secara tepat akan membantu mengelola usaha secara efektif dan efisien. 3. Rencana usaha memberikan informasi yang diperlukan pihak lain untuk menilai suatu usaha: Bank, Pemerintah, Mitra, Perijinan dll. Dalam bentuk naskah atau laporan tertulis, pihak-pihak yang berkepentingan dengan studi kelayakan antara lain : 1. Pihak Investor Investor sangat berkepentingan dengan besarnya dana yang diperlukan untuk kegiatan tersebut, berapa lama dapat dikembalikan, berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh dari investasi tersebut, atau sejauh mana risiko pada investasi tersebut, bagaimana risiko dapat diatasi dan bagaimana jaminan keselamatan dana investasi tersebut. Semua aspek yang 29

26 menyangkut beberapa pertanyaan tersebut harus tercakup dalam laporan feasibility study. 2. Pihak Pelaksana Proyek 3. Pihak Pemerintah 4. Pihak Masyarakat Dalam membuat suatu studi kelayakan ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan, yaitu: 1. Timbulnya gagasan 2. Penelitian 3. Pengolahan dan analisis data 4. Penyusunan laporan 5. Evaluasi proyek 6. Penentuan ranking untuk usulan yang feasible 7. Rencana pelaksanaan usulan yang disetujui 8. Pelaksanaan dan atau manajemen proyek 2.12 Studi Kelayakan Finansial Menurut Soeharto (1997), aspek finansial merupakan aspek utama yang menyangkut tentang perbandingan antara pengeluaran uang dengan pemasukkan uang atau returns dalam suatu proyek. Sebagai bagian dari pengkajian aspek finansial digunakan aliran kas (Cash Flow) sebagai model. Langkah selanjutnya adalah menganalisis aliran kas tersebut dengan memakai metode dan kriteria yang telah dipakai secara luas untuk memilah-milah mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak. Menurut Adler (1983), tujuan analisis finasial adalah menentukan apakah suatu proyek itu secara finansial mampu hidup, yakni apakah proyek tersebut mampu memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya, menghasilkan suatu imbalan yang layak atas modal yang sudah diinvestasikan dan, dalam hal-hal tertentu, menyumbangkan sebagian dari penghasilannya untuk membiayai investasi-investasi di masa datang. Analisis finansial dipusatkan pada faktorfaktor biaya dan penghasilan perusahaaan, yakni yang bertanggungjawab atas proyek yang bersangkutan, dalam hal ini biasanya diikhtisarkan dalam perhitungan arus 30

27 pendapatan tunai dan juga dalam neracanya. Di dalam analisis finansial selalu digunakan harga pasar untuk mencari nilai sebenarnya dari barang atau jasa dimana dalam analisa tersebut penekanannya adalah private return dari beberapa komponen seperti biaya, pendapatan dan tingkat suku bunga atau besaran nilai uang dikaitkan dengan manfaat investasi yang ditanamkan. Menurut Suad (1984), dalam analisis finansial terhadap penyelenggaraan usaha angkutan ada beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu usulan investasi. Dalam semua kriteria itu baik manfaat (benefit) maupun biaya (cost) dinyatakan dalam nilai sekarang (present value) dan masing-masing kriteria tersebut tentunya mempunyai keunggulan dan kelemahannya. Metode yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial adalah sebagai berikut: 1. Metode Net Present Value (NPV) Metode ini berusaha untuk membandingkan semua komponen biaya dan manfaat dari suatu proyek dengan acuan yang sama agar dapat diperbandingkan satu dengan yang lainnya (LPKM-ITB, 1997). Dalam hal ini acuan yang dipergunakan adalah besaran net saat ini (net persent value), artinya semua besaran komponen didefinisikan sebagai selisih antara persent value dari komponen manfaat dan persent value dari komponen biaya. Secara sistematis rumusnya sebagai berikut: n NPV = (B(t)) (1 + i) t (C(t)) (1 + i) t t=0 n n t=0 (B(t)) (C(t)) NPV = (1 + i) t t=0 (2.16) (2.17) dimana: B(t) = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun ke t C(t) = besaran total dari komponen biaya pada tahun ke t i = tingkat bunga yang diperhitungkan t = periode tahun Untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau tidak setelah melalui metode ini adalah : 31

28 Bila Berarti Maka NPV > 0 Investasi yang dilakukan Proyek bisa dijalankan memberikan manfaat bagi perusahaan NPV < 0 Investasi yang dilakukan Proyek ditolak akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan NPV = 0 Investasi yang dilakukan Jika proyek dilaksanakan atau tidak tidak mengakibatkan dilaksanakan tidak berpengaruh pada perusahaan untung atau rugi pada keuangan perusahaan. Keputusan harus ditetapkan dengan menggunakan kriteria lain misalnya dampak investasi terhadap positioning perusahaan. 2. Metode Benefit Cost Ratio (BCR) Prinsip dasar metode ini adalah mencari indeks yang menggambarkan tingkat efektifitas pemanfaatan biaya terhadap manfaat yang diperoleh. Indeks ini dikenal sebagai indeks Benefit Cost Ratio, yang secara sistematis dirumuskan sebagai berikut: BCR = n t=0 n t=0 (B(t)) (1 + i) t (C(t)) (1 + i) t Dimana: B(t) = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun ke t C(t) = besaran total dari komponen biaya pada tahun ke t i = tingkat bunga yang diperhitungkan t = periode tahun (2.16) Untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau tidak setelah melalui metode ini adalah : Jika : BCR > 1 artinya investasi layak (feasible) BCR < 1 artinya investasi tidak layak (unfeasible) 32

29 3. Metode Internal Rate Of Return (IRR) IRR atau Internal Rate Of Return adalah besaran yang menunjukan harga discount rate pada saat besaran NPV = 0. Dalam hal ini IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam proyek, secara sistematis dirumuskan sebagai berikut: Dimana: IRR = i 1 + NPV NPV 1 NPV 2 (i 2 + i 1 ) i1 = Tingkat bunga pertama saat NPV positif (%) i2 = Tingkat bunga kedua saat NPV negatif (%) Pada metode IRR ini informasi yang dihasilkan berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk %/periode waktu. Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus dipenuhi. Kemampuan inilah yang disebut dengan Internal Rate of Return (IRR), sedangkan kewajiban disebut dengan Minimum Atractive Rate of Return (MARR). Dengan demikian, suatu rencana investasi akan dikatakan layak/menguntungkan jika : IRR MARR. Nilai MARR umumnya ditetapkan secara subjektif melalui suatu pertimbangan-pertimbangan tertentu dan investasi tersebut. Di mana pertimbangan yang dimaksud adalah: 1. suku bunga investasi (i) 2. biaya lain yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan investasi (Cc) 3. faktor risiko investasi (a) Dengan demikian, MARR = i + Cc + a, jika Cc dan a tidak ada atau nol, maka MARR = i (suku bunga), sehingga IRR i. Faktor risiko dipengaruhi oleh sifat risiko dan usaha, tingkat persaingan usaha sejenis dan manajemen style dari pimpinan perusahaan. Dalam manajemen style dikenal tiga kategori utama tipe pimpinan, yaitu : a. optimistic b. most-likely c. pesimistic (2.19) 33

30 Ketiga-tiganya akan mempengaruhi bagaimana memberikan nilai risiko dari suatu persoalan yang sama. Oleh karena itu, nilai MARR biasanya ditetapkan secara subjektif dengan memperhatikan faktor-faktor di atas. Sementara itu, nilai IRR dihitung berdasarkan estimasi cash flow investasi. Suatu cash flow investasi dihitung nilai NPV-nya pada tingkat suku bunga berubah/variabel pada umumnya akan menghasilkan grafik NPV seperti Gambar 2.5. Jika cash flow suatu investasi dicari NPV nya pada suku bunga i = 0%, pada umumnya akan menghasilkan nilai NPV maksimum. Selanjutnya, jika suku bunga (i) tersebut diperbesar, nilai NPV akan cenderung menurun. Sampai pada i tertentu NPV akan mencapai nilai negatif. Artinya pada suatu i tertentu NPV itu akan memotong sumbu nol. Saat NPV sama dengan nol (NPV = 0) tersebut i = i atau i = IRR (Internal Rate of Return). Perlu juga diketahui tidak semua cash flow menghasilkan IRR dan IRR yang dihasilkan tidak selalu satu, ada kalanya IRR dapat ditemukan lebih dan satu. Cash flow tanpa IRR biasanya dicirikan dengan terlalu besarnya rasio antara aspek benefit dengan aspek cost (lihat Gambar 2.11). Cash flow dengan banyak IRR biasanya dicirikan oleh net cash flow-nya bergantian antara positif dan negatif. Gambar 2.5 Grafik NPV dengan Nilai IRR Tunggal Sumber : Giatman,

31 Gambar 2.6 Grafik NPV tanpa IRR Sumber : Giatman, 2006 Gambar 2.7 Grafik NPV dengan IRR lebih dari satu Sumber : Giatman, 2006 Walaupun ada berbagai kemungkinan di atas, pada saat ini dibatasi persoalan hanya untuk cash flow yang menghasilkan satu IRR. Untuk mendapatkan IRR dilakukan dengan mencari besarnya NPV dengan memberikan nilai i variabel (berubah-ubah) sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu nilai i saat NPV mendekati nol yaitu NPV(+) dan nilai NPV(-), dengan cara coba-coba (trial and error). Jika telah diperoleh nilai NPV(+) dan NPV(-), maka diasumsikan nilai diantaranya sebagai garis lurus, selanjutnya dilakukan interpolasi untuk mendapatkan IRR. Proses menemukan NPV = 0 dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 35

32 1. Hitung NPV untuk suku bunga dengan interval tertentu sampai ditemukan NPV ~ 0, yaitu NPV(+) dan NPV(-) 2. Lakukan interpolasi pada NPV(+) dan NPV( ) tersebut sehingga didapatkan i pada NPV = Analisis Sensitivitas Karena nilai-nilai parameter dalam studi kelayakan ekonomi biasanya diestimasikan besarnya, maka jelas nila-nilai tersebut tidak bisa lepas dari kesalahan. Artinya nilai-nilai parameter tersebut mungkin lebih besar atau lebih kecil dari hasil estimasi yang diperoleh atau berubah pada saat tertentu. Perubahanperubahan yang terjadi pada nilai-nilai parameter tentunya akan mengakibatkan perubahan-perubahan pula pada tingkat output hasil yang ditunjukkan oleh suatu alternatif investasi. Untuk mengetahuiseberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan faktor-faktor keputusan pada ekonomi teknik hendaknya disertai dengan analisis sensitivitas. Analisa ini akan memberikan gambaran sejauh mana suatu keputusan akan cukup kuat berhadapan dengan perubahan faktor-faktor atau parameter-parameter yang mempengaruhinya. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai dari suatu parameter pada suatu saat, untuk selanjutnya dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu alternatif investasi. Parameter-parameter yang biasanya berubah dan perubahannya dapat mempengaruhi keputusan-keputusan dalam analisis kelayakan finansial adalah biaya investasi, nilai manfaat, tingkat suku bunga dan lain sebagainya Analisis Kebutuhan Subsidi Subsidi digunakan untuk menarik penumpang menggunakan angkutan umum ataupun untuk membantu masyarakat yang berpendapatan rendah. Sehingga pada angkutan umum sering diberikan subsidi silang, subsidi langsung, maupun tidak langsung (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1999). 1. Subsidi Silang Salah satu bentuk subsidi yang sering dilakukan dan paling mudah dilaksanakan adalah subsidi silang, karena dapat dilakukan di dalam perusahaan itu sendiri. Bila di dalam suatu kawasan terdapat rute gemuk dan kurus, maka 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Umum Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu. Manusia selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kapasitas Kendaraan Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan angkutan penumpang umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

Kata kunci : kelayakan, finansial, kereta api, bali

Kata kunci : kelayakan, finansial, kereta api, bali ABSTRAK Dasar dari dilakukannya studi kelayakan kereta api di Bali ini karena tingkat pertumbuhan kendaraan yang tinggi di pulau Bali tidak sebanding dengan tersedianya lahan kosong untuk pelebaran jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengantar Dalam rangka penyusunan laporan Studi Kajian Jalur Angkutan Penyangga Kawasan Malioboro berbasis studi kelayakan/penelitian, perlu dilakukan tinjauan terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Indikator Kinerja Angkutan Umum Angkutan umum dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memenuhi kinerja-kinerja yang distandarkan. Hingga saat ini belum ada standar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Rujukan penelitian pertama yaitu Tugas Akhir Muhammad Hanafi Istiawan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya 2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Peraturan dan Undang-Undang Terkait. Peraturan dan pedoman teknis dari pelayanan trayek angkutan umum dimuat dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut

Lebih terperinci

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya EVALUASI PENYEDIAAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERDASARKAN SEGMEN TERPADAT, RATA-RATA FAKTOR MUAT DAN BREAK EVEN POINT (Studi Kasus: Trayek Terminal Taman-Terminal Sukodono) Ibnu

Lebih terperinci

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi BAB III LANDASAN TEORI A. Faktor Muat (loadfactor) Faktor muat adalah merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas yang tersedia untuk suatu perjalanan yang dinyatakan dalam persentase.

Lebih terperinci

SISTEM ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN ANGKUTAN UMUM PENUMPANG BERDASARKAN PENGGUNAAN DAN PENGOPERASIANNYA

SISTEM ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN ANGKUTAN UMUM PENUMPANG BERDASARKAN PENGGUNAAN DAN PENGOPERASIANNYA POKOK BAHASAN: ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DAN BARANG 13 SISTEM ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN ANGKUTAN PENUMPANG ANGKUTAN BARANG ANGKUTAN UMUM PENUMPANG BERDASARKAN PENGGUNAAN DAN PENGOPERASIANNYA ANGKUTAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA EVALUASI KINERJA OPERASIONAL ARMADA BARU PERUM DAMRI UBK SEMARANG TRAYEK BANYUMANIK - JOHAR

BAB II STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA EVALUASI KINERJA OPERASIONAL ARMADA BARU PERUM DAMRI UBK SEMARANG TRAYEK BANYUMANIK - JOHAR 6 BAB II STUDI PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Transportasi merupakan proses kegiatan memindahkan barang dan orang dari satu tempat ke tempat yang lain ( Morlok, 1985 ), sehingga transportasi adalah bukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arti Transportasi Menurut Warpani (1990), transportasi atau perangkutan adalah kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat yang lain, di mana

Lebih terperinci

JurnalSpektran Vol.3, No.1, Januari 2015

JurnalSpektran Vol.3, No.1, Januari 2015 ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANGKUTAN PARIWISATA DI PROPINSI BALI Cok Putra Wirasutama 1, P. Alit Suthanaya 2 dan D. M. Priyantha Wedagama 2 Abstrak :Pariwisata merupakan andalan Propinsi Bali dalam meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOPERASIAN ANGKUTAN SEKOLAH DI KOTA DENPASAR (STUDI KASUS SEKOLAH RAJ YAMUNA) (030T)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOPERASIAN ANGKUTAN SEKOLAH DI KOTA DENPASAR (STUDI KASUS SEKOLAH RAJ YAMUNA) (030T) ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOPERASIAN ANGKUTAN SEKOLAH DI KOTA DENPASAR (STUDI KASUS SEKOLAH RAJ YAMUNA) (00T) Putu Alit Suthanaya dan Nyoman Tripidiana Putra Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, Ahmad (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaran. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. maupun taksi kosong (Tamin, 1997). Rumus untuk menghitung tingkat

BAB III LANDASAN TEORI. maupun taksi kosong (Tamin, 1997). Rumus untuk menghitung tingkat BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Okupansi Okupansi merupakan perbandingan prosentase antara panjang perjalanan taksi isi penumpang dengan total panjang taksi berpenumpang maupun taksi kosong (Tamin, 1997).

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN (Pengertian dan Cakupan)

STUDI KELAYAKAN (Pengertian dan Cakupan) STUDI KELAYAKAN (Pengertian dan Cakupan) 1.1. Pendahuluan Bila ada sepuluh orang pengangguran diberi kesempatan untuk mengajukan pilihan usaha yang dinilai dapat memberikan penghasilan, maka dapat diduga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum BAB III Landasan Teori 3.1. Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum Untuk mengetahui apakah angkutan umum itu sudah berjalan dengan baik atau belum dapat dievaluasi dengan memakai indikator kendaraan angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Morlok (1978), mendefinisikan transportasi sebagai suatu tindakan, proses, atau hal yang sedang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya.secara lebih spesifik,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Umum Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Angkutan Umum Penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu obyek. Objek yang dipindahkan mencakup benda tak bernyawa seperti sumber daya alam,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu obyek. Objek yang dipindahkan mencakup benda tak bernyawa seperti sumber daya alam, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Transportasi Secara umum transportasi adalah suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pergerakan dan satu tempat ke tempat lain. Fungsi sistem itu sendiri adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan tujuan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Angkutan Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan tujuan membantu

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL. ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL. ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : IMMANUEL A. SIRINGORINGO NPM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan Propinsi Kalimantan Barat baik dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan Propinsi Kalimantan Barat baik dalam jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan Propinsi Kalimantan Barat baik dalam jumlah maupun perkembangan sosial ekonomi, maka sarana dan prasarana transportasi secara keseluruhan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Moda Angkutan Umum Secara umum, ada 2 (dua) kemlompok moda transportasi, dalam hal ini yang dimaksud adalah moda angkutan penumpang yaitu : 1. Kendaraan pribadi (private transportation),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Angkutan adalah perpindahan orang dan/ atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011). Menurut Warpani, (1990), angkutan pada

Lebih terperinci

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM 1 Karakteristik Angkutan Umum Permintaan akan angkutan umum tersebar dalam waktu dan tempat Keinginan penumpang: a. Pencapaian mudah/jalan kaki tidak jauh b. Waktu

Lebih terperinci

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain. III. LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Menurut Hendarto (2001), untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem transportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator

Lebih terperinci

TINJAUAN PENETAPAN TARIF TAKSI DI KOTA PADANG

TINJAUAN PENETAPAN TARIF TAKSI DI KOTA PADANG TINJAUAN PENETAPAN TARIF TAKSI DI KOTA PADANG Titi Kurniati Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas ABSTRAK Salah satu pilihan angkutan umum yang tersedia di kota Padang adalah taksi, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini menguraikan tentang angkutan umum, tujuan dan sifat angkutan umum, permasalahan angkutan umum, angkutan umum antar kota dalam provinsi AKDP dalam bentuk trayek,

Lebih terperinci

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta J.D.ANSUSANTO 1* dan G.L.GESONG 2 1,2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Babarsari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Manusia terhadap:transportasi 1. Kegiatan transportasi dapat dilihat dari sudut Pandang a. Sosial, Masyarakat yang membutuhkan, menggunakan, mengelola, trasportasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Standar Pelayanan Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum dapat dikatakan baik apabila sesuai dengan standar-standar yang telah di keluarkan pemerintah. Pengoperasian angkutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Menurut Drs. H. M. N. Nasution, M. S. Tr. (1996) transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOPERASIAN ANGKUTAN KOTA DI KOTA DENPASAR

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOPERASIAN ANGKUTAN KOTA DI KOTA DENPASAR ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PENGOPERASIAN ANGKUTAN KOTA DI KOTA DENPASAR Putu Alit Suthanaya Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran-Bali Email:suthanaya@rocketmail.com 1. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Transportasi merupakan unsur penting untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kenerja dari sistem operasi trasportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Undang undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mendefinisikan angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu

Lebih terperinci

KAJIAN JASA TRAVEL JURUSAN PALANGKARAYA-SAMPIT DITINJAU DARI BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENUMPANG

KAJIAN JASA TRAVEL JURUSAN PALANGKARAYA-SAMPIT DITINJAU DARI BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENUMPANG MEDIA ILMIAH TEKNIK SIPIL Volume 5 Nomor 1 Desember 2016 Hal. 1-8 KAJIAN JASA TRAVEL JURUSAN PALANGKARAYA-SAMPIT DITINJAU DARI BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENUMPANG Fitri Wulandari (1), Nirwana Puspasari

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL Menurut UU No.13/1980, tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol.. Kemudian pada tahun 2001 Presiden mengeluarkan PP No. 40/2001. Sesuai

Lebih terperinci

SESI 11 Internal Rate of Return

SESI 11 Internal Rate of Return Mata Kuliah : Ekonomi Teknik Kode MK : TKS 4107 Pengampu : Achfas Zacoeb SESI 11 Internal Rate of Return zacoeb.lecture.ub.ac.id PENDAHULUAN Umumnya nilai equivalent cash flow dicari dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN I. UMUM Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan. b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan. b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Peraturan dan Perundang-undangan a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan c. SK Dirjen No.687/AJ.206/DRJD/2002

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Analisis Kelayakan Proyek Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Kebijakan Publik Perlukah membangun rumah sakit baru? Membangun bandara atau menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kelayakan Proyek Dalam menilai suatu proyek, perlu diadakannya studi kelayakan untuk mengetahui apakah proyek tersebut layak untuk dijalankan atau tidak. Dan penilaian tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menentukan tarif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menentukan tarif BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah kerja penelitian Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menentukan tarif pada angkutan Bus DAMRI Trayek Blok M Bandara Soekarno-Hatta dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalu Lintas Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas, prasarana lalu lintas, kendaraan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Dwi Susianto pada tahun 2012 dengan judul Travel AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

Lebih terperinci

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Transportasi Perkotaan Kebijakan transportasi perkotaan menurut Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Menurut Munawar, Ahmad (2005), angkutan dapat didefenisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan meenggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

= Jumlah stasiun kerja. 4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan

= Jumlah stasiun kerja. 4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan Keterangan: n = Jumlah stasiun kerja Ws Wi = Waktu stasiun kerja terbesar. = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja. i = 1,2,3,,n. 4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance delay merupakan ukuran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM RUTE MANADO TOMOHON DENGAN METODE ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK)

ANALISA KARAKTERISTIK MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM RUTE MANADO TOMOHON DENGAN METODE ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK) ANALISA KARAKTERISTIK MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM RUTE MANADO TOMOHON DENGAN METODE ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK) Christian Yosua Palilingan J.A. Timboeleng, M. J. Paransa Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kota Semarang disamping sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah, telah berkembang menjadi kota metropolitan. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata di Semarang pada tahun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi transportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator tersebut

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha

Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha Makalah Analisis Bisnis dan Studi Kelayakan Usaha ANALISIS BISNIS DAN STUDI KELAYAKAN USAHA MAKALAH ARTI PENTING DAN ANALISIS DALAM STUDI KELAYAKAN BISNIS OLEH ALI SUDIRMAN KELAS REGULER 3 SEMESTER 5 KATA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur.

BAB IV ANALISIS DATA. yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur. BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Hasil Survey Primer Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan secara langsung kepada operator yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur. Metode wawancara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 137

Lebih terperinci

Nindyo Cahyo Kresnanto

Nindyo Cahyo Kresnanto Nindyo Cahyo Kresnanto Willingness to pay Ability to pay Kemacetan, Polusi, Ekonomi, dsb BOK (Biaya operasional Kendaraan) Keuntungan Tarif seragam/datar Tarif dikenakan tanpa memperhatikan jarak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Transportasi Pengertian transportasi secara harafiah adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi didefenisikan sebagai proses pergerakan atau perpindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem tertentu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ANGKUTAN PARIWISATA DI PROVINSI BALI (STUDI KASUS PADA PT. GD BALI TRANSPORT DAN PT. AMANDA LEGIAN TOURS)

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ANGKUTAN PARIWISATA DI PROVINSI BALI (STUDI KASUS PADA PT. GD BALI TRANSPORT DAN PT. AMANDA LEGIAN TOURS) TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ANGKUTAN PARIWISATA DI PROVINSI BALI (STUDI KASUS PADA PT. GD BALI TRANSPORT DAN PT. AMANDA LEGIAN TOURS) COKORDA PUTRA WIRASUTAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci