BAB I PENDAHULUAN. untuk dua sebab yakni: 1) intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. untuk dua sebab yakni: 1) intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu unsur reformasi total adalah tuntutan pemberian otonomi luas kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua sebab yakni: 1) intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah, 2) tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan manusia di masa depan. Di era seperti ini dimana globalization cascade sudah semakin meluas, pemerintah akan semakin hilang kendali pada banyak persoalan, seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi keuangan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 1 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah. Misi utama kedua undang-undang tersebut adalah desentralisasi fiskal, yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

2 2 seluruh daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang lebih rendah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsipprinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Perkembangan administrasi negara dewasa ini baik di negara maju maupun di negara berkembang mengarah pada peningkatan efisiensi dan profesionalisme pelayanan publik. Semua yang bergerak dalam administrasi publik harus tertata secara rasional, efisien serta dinamis dalam melayani masyarakat. Apalagi di dalam era globalisasi sekarang ini harus dilihat dalam konteks bagaimana mengoptimalkan fungsi-fungsi pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat karena kehadiran pemerintah merupakan keinginan masyarakat dan salah satu tugas umum pemerintah yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu,

3 3 pemerintah harus mempersiapkan konsep pelayanan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan serta berusaha meminimalkan ketidakpuasan pelanggan dengan memberikan pelayanan yang prima, baik di pusat maupun di daerah. Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilakukan antara lain dengan jalan meningkatkan penerimaan sektor pajak daerah dan retribusi daerah, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi pungutan. Hal ini diatur dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 3. Undang-undang ini menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijaksanaan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi, sekaligus menetapkan peraturan untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 tentang Jenis Pajak Provinsi yaitu terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 4 Diantara sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari sektor pajak daerah yang cukup penting dan potensial adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) karena banyak menunjang pembiayaan daerah. 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 tentang Jenis Pajak Provinsi

4 4 Pengelolaan pemungutan dan pengurusan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan pada satu kantor yang melibatkan beberapa unsur yang terkait didalam pengelolaannya. Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang dilaksanakan pada satu kantor ini dikenal dengan istilah SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap). Pedoman tata laksana SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) diatur dalam Intruksi Bersama (INBERS) Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang pelaksanaan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dalam penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK), Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB) dan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) serta Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) tertuang dalam Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani oleh Kepala POLRI, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah serta Direktur PT. Jasa Raharja (Persero). Isi keputusan tersebut antara lain: 1. Bahwa dalam rangka usaha peningkatan, pengamanan dan penertiban pelaksanaan pemungutan pajak-pajak daerah khususnya pemungutan PKB dan BBN-KB maka perlu lebih ditingkatkan kerjasama antara aparat Gubernur kepada daerah dan Aparat Komando daerah Kepolisian diseluruh Indonesia. 2. Bahwa makin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, maka peningkatan penerimaan disektor ini harus diimbangi dengan usahausaha efisiensi baik dalam sistem, administrasi dan kebijaksanaan pemungutan. 3. Bahwa pemungutan PKB dan BBN-KB serta Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) adalah sangat erat hubungannya dengan pengeluaran STNK, sehingga penelitian tentang

5 5 utang STNK setiap tahun akan berarti pula penelitian pelunasan Pajakpajak Kendaraan Bermotor dan pelunasan SWDKLLJ. 4. Bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pemilik kendaraan bermotor, perlu diadakan penyederhanaan cara membayar pungutan-pungutannya yang kaitannya dengan kendaraan bermotor, maka untuk itu perlu adanya suatu tempat (loket) dimana pemilik kendaraan bermotor sekaligus dapat menyelesaikan pembayaran biaya administrasi kendaraan bermotor, pajak dan Sumbangan Wajib Dana kecelakaan lalu Lintas Jalan. 5 Ketiga instansi pemerintah di atas masing-masing mendelegasikan kepada dinas-dinas dibawahnya untuk menangani tugas-tugas yang bersifat operasional di lapangan. Menteri Pertahanan dan Keamanan mendelegasikan kepada Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Menteri Keuangan mendelegasikan kepada PT. Jasa Raharja (Persero) dan Menteri Dalam Negeri mendelegasikan kepada Dinas Pendapatan Provinsi yang masing-masing membuka cabang pada masing-masing Kabupaten dan Kota dengan tugas: 1. Dinas Pendapatan, bertugas untuk memungut Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN- KB). 2. Kepolisian, bertugas memberi pelayanan registrasi dan identifikasi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK), Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), dan Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB). 3. PT. Jasa Raharja (Persero), bertugas memungut Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). 6 Pajak Kendaraan Bermotor yang dipungut sebagai sumber pendapatan daerah, kewenangannya berada ditangan Gubernur yang meliputi pendaftaran/ pendataan, penetapan, penyetoran, pembukuan dan pelaporan, keberatan dan 5 Inbers Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang pelaksanaan SAMSAT 6 Inbers Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang pelaksanaan SAMSAT

6 6 banding, penagihan, pembetulan, pembatalan, pengurangan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan pengambilan kelebihan pembayaran yang kesemuanya dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Provinsi. Dalam upaya peningkatan pengamanan dan penertiban pelaksanaan pemungutan pajak-pajak daerah khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), perlu ditekankan kerjasama antara aparat Gubernur Kepala Daerah dengan aparat Komando Daerah Kepolisian Republik Indonesia. Perlunya kerjasama tersebut adalah karena pekerjaan yang dilakukan Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah melalui seksi PKB dan BBN-KB berkaitan dengan pekerjaan polisi. Hasil yang diperoleh dari pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) berada di bawah Koordinasi Dinas Pendapatan Daerah. Dinas Pendapatan Daerah dalam melaksanakan tugasnya serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, membentuk cabang-cabang yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Cabang-cabang pelaksana kebijakan dari Dinas Pendapatan Daerah dikenal dengan nama Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) Daerah. Di Daerah Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi membentuk Cabang-cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) yang tersebar di 34 unit di seluruh Jawa Barat. Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat. 7 7 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat

7 7 Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah memiliki tugas pokok melaksanakan pelayanan, pengembangan, pelatihan konservasi dan pelestarian dibidangnya sesuai dengan kebijaksanaan Gubernur. Khusus untuk daerah Kota dan Kabupaten Bandung terdapat lima Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah (CPDP) yaitu: CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung I Pajajaran, CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan, CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta, CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kabupaten Bandung I Rancaekek, dan CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kabupaten Bandung II Soreang yang berada dibawah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi tetapi berkoordinasi dengan instansi yang berkaitan dengan kelancaran pemasukan Pajak Kendaraan Bermotor. Dalam hal ini instansi yang dimaksud adalah Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan PT. Jasa Raharja (Persero). SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dalam menjalankan tugasnya melibatkan tiga instansi yang berbeda yaitu Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan PT. Jasa Raharja (Persero), untuk itu maka diperlukanlah koordinasi untuk menertibkan jalannya kegiatan operasional di lapangan. Pelaksanaan koordinasi diantara Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, POLRI dan PT. Jasa Raharja (Persero) bukan sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yakni praktek pelaksanaan kekuasaan. Hal ini sama dengan pelaksanaan pengarahan yaitu membimbing, membina, mengarahkan dan menggerakkan orang-orang agar mau

8 8 bekerjasama untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi yang kompleks terdiri dari tiga instansi yang berbeda, dimana tiap instansi membawa tugas pokok dan fungsi masing-masing yang akan menimbulkan bertambahnya masalah komunikasi yang sukar untuk memperoleh koordinasi yang baik. Kesulitankesulitan dalam koordinasi itu akan timbul, baik yang bersifat horizontal maupun yang bersifat vertikal. Pelaksanaan koordinasi dan pengarahan merupakan integral yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dapat mempengaruhi efektivitas individu, efektivitas kelompok dan efektivitas organisasi. Integrasi kegiatan melalui koordinasi tentunya akan membantu mewujudkan tujuan tiap instansi. Untuk menunjang agar tujuan tersebut dapat tercapai, masing-masing instansi mempunyai wewenang dan tugas yang dapat dipertanggungjawabkan kepada atasannya masing-masing. Namun demikian, wewenang dan tanggungjawab tersebut perlu dikoordinasikan secara bersama-sama sepanjang terkait dengan pelaksanaan teknis SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap). Oleh karena itu SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dalam melaksanakan kinerjanya dibina dan dibimbing secara terus menerus oleh Tim Pembina SAMSAT yang telah ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 8, SAMSAT mengadakan penyesuaian sehubungan dengan Pasal 70 ayat (2) yang menyatakan bahwa Surat Tanda 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

9 9 Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun. Pengesahan dilakukan oleh POLRI, apabila Wajib Pajak telah membayar PKB dan SWDKLLJ serta melaksanakan komputerisasi administrasi kendaraan bermotor pada setiap SAMSAT secara nasional. Pengaturan dan penataan yang dilaksanakan oleh SAMSAT bertujuan untuk: 1. Memberikan kemudahan kepada masyarakat pemilik kendaraan bermotor untuk memenuhi kewajiban membayar pajaknya, sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkualitas serta sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah, khususnya dalam pengurusan STNK dimana prosedur pengurusan mudah serta cepat dan Wajib Pajak hanya datang ke satu tempat. 2. Meningkatkan daya guna pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) karena pungutan PKB/ BBN-KB dan SWDKLLJ sangat erat kaitannya dengan pengeluaran STNK sehingga penelitian ulang setiap tahun akan berarti pula pelunasan PKB dan SWDKLLJ. 3. Pengawasan dan penertiban pelaksanaan pungutan PKB/ BBN-KB dan SWDKLLJ dengan penelitian ulang tiap tahun, maka dari segi penertiban terhadap pemilik kendaraan bermotor oleh pihak kepolisian serta terselenggaranya pengamanan terhadap pemilik dari tindakan melanggar hukum serta dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak.

10 10 Adapun tugas koordinator berdasarkan Intruksi Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 mengenai pelaksanaan SAMSAT dalam penerbitan STNK, STCK, TNKB, TCKB dan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), BBN-KB serta SWDKLLJ adalah: 1. Mengkoordinir kegiatan di luar teknis administrasi; 2. Melakukan pengaturan tata kerja dan tata ruang gedung Kantor Bersama SAMSAT. 9 Dengan melaksanakan pelayanan tersebut diperlukanlah koordinasi oleh semua instansi yang terlibat agar dapat memperoleh suatu hasil yang efektif di dalam suatu pelayanan, baik POLRI bertugas memberi pelayanan registrasi dan identifikasi STNK, STCK, TNKB, TCKB, Dinas Pendapatan Daerah yang bertugas memungut PKB dan BBN-KB dan PT. Jasa Raharja (Persero) bertugas memungut Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tugas pokok Dinas Pendapatan Daerah Provinsi yakni bertanggungjawab dalam melaksanakan koordinasi antar instansi dalam proses pelayanan SAMSAT, maka Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan berkoordinasi dengan instansi yang terkait agar diperoleh kerjasama yang sinergi dalam melayani wajib pajak pada SAMSAT. Adapun salah satu SAMSAT yang ada di kota Bandung yaitu SAMSAT Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II 9 Inbers Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang pelaksanaan SAMSAT

11 11 Kawaluyaan melakukan koordinasi dengan instansi terkait yaitu POLRI dan PT. Jasa Raharja (Persero) provinsi Jawa Barat. Adapun komposisi wajib pajak yang melakukan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, pembayaran PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ pada SAMSAT Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan dapat dilihat pada total penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) pada tabel dibawah ini: Tabel 1.1 Total Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Pada SAMSAT CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan Terhitung dari Januari s/d Maret 2013 No Bulan SKPD Pajak Kendaraan Bermotor 1. Januari 18, Februari 16, Maret 16,909 JUMLAH 51,509 Sumber: Bagian Bendahara Penerimaan CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa wajib pajak yang harus mendapatkan pelayanan yang prima semakin banyak, hal ini menuntut para penyedia pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) yaitu Dispenda, POLRI dan PT. Jasa Raharja (Persero) untuk lebih meningkatkan koordinasi diantara mereka agar efektivitas pelayanan tercapai, sehingga wajib pajak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan sebagai tanggungjawab pihak pemerintah dalam mewujudkan tujuannya.

12 12 Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan pada SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) unit Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan, diketahui bahwa efektivitas pelayanan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat pada beberapa indikasi sebagai berikut: 1. Rasa empaty dalam pelayanan rendah, dibuktikan dengan adanya perlakuan yang tidak adil oleh petugas dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak. Contoh kasus yang terjadi dilapangan yaitu wajib pajak yang mempunyai hubungan saudara atau hubungan teman dengan petugas, pengurusan dalam pelayanannya sering kali didahulukan. 2. Kemudahan dan kesederhanaan persyaratan administrasi pengurusan STNK masih kurang dikarenakan wajib pajak harus menyiapkan beberapa persyaratan dalam pengurusan STNK. Contoh untuk proses mutasi, BBN-KB dan STNK ulang lima tahun kendaraan harus dilakukan cek fisik terlebih dahulu; memfotocopy beberapa berkas; dan untuk proses BBN-KB II pengambilan berkas untuk tahun 2008 ke bawah masih dilakukan di SAMSAT Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Bandung III Soekarno Hatta. Penulis beranggapan bahwa salah satu faktor tidak tercapainya efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan ini disebabkan karena lemahnya koordinasi fungsional antara instansi terkait sebagai pelaksana operasional.

13 13 Maka berdasarkan dari indikasi-indikasi permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: Pengaruh Koordinasi Antar Instansi terhadap Efektivitas Pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan identifikasi masalah dengan indikasi-indikasi masalah sebagai berikut: 1. Koordinator intern yaitu unsur kepolisian kurang memonitoring dan menertibkan seluruh pelaksanaan kegiatan lapangan yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran PKB/ BBN-KB, pembayaran SWDKLLJ sampai dengan penyerahan STNK kepada wajib pajak. 2. Tidak ada evaluasi kinerja antar instansi terhadap penanganan keluhan atau masalah wajib pajak yang berkaitan dengan pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, seperti kesalahan dalam pengetikan nomor dan alamat wajib pajak. Keluhan wajib pajak hanya ditangani oleh masing-masing instansi tanpa adanya koordinasi diantara mereka. Hal ini menyebabkan wajib pajak sulit untuk mengajukan pengaduan dan penanganan keluhan wajib pajak menjadi terhambat. Monitoring hanya dilakukan oleh masing-masing Kepala Seksi dari ketiga instansi tersebut yaitu Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) Daerah, POLRI dan PT. Jasa Raharja (Persero).

14 14 3. Kurangnya informasi yang mengalir kepada koordinator mengenai kondisi yang sedang berlangsung dan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam penyelesaian tugas masing-masing anggota sehingga masalah dan kesulitan tersebut tidak dapat dijadikan bahan pembahasan bersama dalam evaluasi kerja. 4. Tidak ada forum komunikasi bersama guna memecahkan masalah yang berkaitan dengan adanya pelayanan penyelesaian STNK. Kegiatan rapat koordinasi masih belum berjalan efektif karena belum terjadwalkan secara rutin mengenai rapat tersebut. Rapat hanya dilakukan pada keadaan yang memang perlu untuk dilakukan. Sehingga penyelesaian masalah-masalah mengenai pelayanan SAMSAT belum dapat terselesaikan. 1.3 Rumusan Masalah Bertitik tolak pada identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh kesatuan tindakan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 2. Seberapa besar pengaruh komunikasi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.

15 15 3. Seberapa besar pengaruh pembagian kerja terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 4. Seberapa besar pengaruh disiplin terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 5. Seberapa besar pengaruh kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja dan disiplin secara simultan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 1.4 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut. 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh koordinasi antar instansi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) yang ada pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.

16 16 2. Tujuan Khusus Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar: a. Pengaruh kesatuan tindakan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. b. Pengaruh komunikasi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. c. Pengaruh pembagian kerja terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. d. Pengaruh disiplin terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. e. Pengaruh kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja dan dispilin secara simultan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.

17 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini yang menjadi harapan penulis adalah: Kegunaan Teoritis 1. Bagi Penulis a. Untuk menerapkan ilmu atau teori-teori serta memberikan pemikiran bagi penulis mengenai pengembangan ilmu Administrasi Negara. b. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang organisasi dan manajemen khususnya mengenai koordinasi antar instansi pemerintah. 2. Bagi Lembaga a. Penelitian ini dapat berguna sebagai pengembangan ilmu Administrasi Negara mengenai fungsi manajemen khususnya mengenai koordinasi dan efektivitas pelayanan. b. Sebagai bahan masukan untuk pertimbangan dan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi kalangan akademis. 3. Bagi Instansi a. Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang pentingnya koordinasi diantara instansi dalam mewujudkan efektivitas pelayanan yang baik. b. Dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu administrasi termasuk pemecahan masalah administrasi khususnya mengenai koordinasi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap).

18 Kegunaan Praktis 1. Bagi Penulis a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan, kependidikan khususnya dalam membuka pola pikir penulis yang lebih terarah. b. Memenuhi salah satu syarat untuk menempuh Ujian Sidang Munaqasah Strata Satu (S1) pada jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. 2. Bagi Lembaga a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka (mahasiswa) lain yang akan menindaklanjuti penelitian ini dengan mengambil penelitian yang sama dan dengan informan penelitian yang lebih baik. b. Dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu Administrasi Negara. 3. Bagi Instansi a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang konstruktif bagi instansi yang terkait dalam pelayanan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT). b. Memberikan masukan bagi instansi terkait untuk dijadikan sumbangan pemikiran khususnya bagi pelayanan SAMSAT pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.

19 Kerangka Pemikiran Dalam suatu studi penelitian perlu adanya kejelasan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori sebagai pedoman yang menggambarkan darimana sudut masalah tersebut disorot. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian. 10 Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Suatu organisasi dibentuk karena adanya tujuan yang akan dicapai. Agar tujuan organisasi tersebut tercapai, diperlukan usaha-usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang melalui kerjasama. Kerjasama yang baik akan memungkinkan tercipta jika diantara komponen-komponen di dalam organisasi tersebut terjalin suatu koordinasi yang baik. Melalui koordinasi, keselarasan usaha dari bagianbagian tersebut kearah pencapaian tujuan bersama dapat dilakukan. Tanpa koordinasi, individu-individu dan unit-unit dalam organisasi akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi. Mereka mulai mengejar kepentingan sendiri yang sering merugikan tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan. 10 Suharsimi Arikunto Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, hlm: 92

20 20 Adapun pengertian koordinasi menurut Harold Koontz, Cyril O Donnell dan Heinz Weihrich yang dikutip oleh Moekijat dalam bukunya Koordinasi: Suatu Tinjauan Teoritis, mengemukakan bahwa koordinasi adalah pencapaian keselarasan dari usaha individu dan kelompok ke arah pencapaian maksud dan tujuan kelompok. 11 Handayaningrat dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, mendefinisikan koordinasi merupakan usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan-kegiatan dalam satuan kerja organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai satuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. 12 Hal tersebut sejalan dengan pendapat Stoner dan Freeman yang mendefinisikan koordinasi sebagai berikut. Koordinasi adalah proses pemaduan sasaran dan kegiatan unit-unit kerja (bagian atau bidang-bidang fungsional) yang terpisah untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif tanpa koordinasi para individu dan bagian-bagian akan kehilangan pemahaman akan peran mereka dalam organisasi dan tergoda untuk mengejar kepentingan khususnya kepentingan mereka sendiri, seringkali dengan mengorbankan tujuan organisasi yang lebih besar. 13 Kemudian Handoko menyatakan pula mengenai pengertian koordinasi yang berbeda. Menurutnya koordinasi (coordination) adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dari kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang 11 Moekijat Koordinasi: Suatu Tinjauan Teoritis. Bandung: Mandar Maju, hlm: 3 12 Soewarno Handayaningrat Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV Haji Masagung, hlm: Stoner dan Freeman Hlm: 501

21 21 terpisah (departemen/ bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. 14 Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa koordinasi merupakan proses penyatupaduan atau penyelerasan kegiatan dari unitunit organisasi yang terpisah untuk mencapai tujuan organisasi. Sehingga segala usaha organisasi diarahkan kepada tujuan bersama yang telah ditetapkan dimana diharapkan tidak terdapat kekacauan, overlapping dan kekosongan pekerjaan baik orang maupun jabatan, seperti dikemukakan oleh Hasibuan berikut ini. Koordinasi dapat diartikan menggerakan segala usaha organisasi untuk melaksanakan usaha sebanyak mungkin atau koordinasi berarti usaha untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan, kekembaran atau kekosongan pekerjaan. Orang-orang dan pekerjaannya disalurkan dan diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu. 15 Koordinasi yang baik dapat diciptakan apabila faktor-faktor koordinasi dilaksanakan dengan baik, Hasibuan berpendapat pula bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi adalah kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja dan disiplin. 16 Berdasarkan uraian di atas, jelaslah apabila faktor-faktor koordinasi dilaksanakan dengan baik, maka koordinasi akan dapat berjalan dengan efektif dan selanjutnya diharapkan efektivitas pelayanan akan tercapai. 14 Y. Hani Handoko Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. hlm: Malayu S.P. Hasibuan Manajemen: Dasar, Pegertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara. hlm:85 16 Malayu S.P. Hasibuan Manajemen: Dasar, Pegertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hlm:88

22 22 Mengenai pengertian efektivitas, penulis memilih pendapat H. Emerson yang dikutip oleh Handayaningrat dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen yaitu bahwa: Efektivitas ialah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran/ tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelaslah apabila sasaran atau tujuan yang telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya adalah sesuai. Jadi, kalau tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, pekerjaan tidak efektif. 17 Menurut Stewart, konsep efektivitas pelayanan meliputi: Efektivitas pelayanan sangat ditentukan dari mampuntidaknya unsur aparatur negara mengakomodasi tuntutan kebutuhan masyarakat dengan menempatkan pelanggan di kursi pengemudi dan mendengar keluhan masyarakat lalu aparat mengakomodasikannya. Keinginan masyarakat akan pelayanan merupakan acuan bagi aparat dalam melakukan kajian akan konsep pelayanan yang cepat melalui pemberdayaan. 18 Sedangkan Hutahuruk menyatakan efektivitas pelayanan: Efektivitas pelayanan adalah sejauh mana kebutuhan masyarakat dapat dilayani oleh aparat penyedia jasa pelayanan jalan, air minum dan sebagainya, apakah pelayanan sipil meliputi hak warga negara mendapatkan kelengkapan kewarganegaraan dimana warga negara memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Efektifitas pelayanan kepada masyarakat juga menyangkut hak aktif maupun pasif, hak positif maupun negatif. Segala yang berkaitan dengan hak dan kewajiban terpenuhinya dan diterima sebagai kebutuhan masyarakat itulah yang disebut efektifitas pelayanan kepada masyarakat. 19 Kesimpulan mengenai alat ukur efektivitas pelayanan diutarakan oleh Hutapea yang mengutip dari beberapa pendapat ahli, seperti Jablonski, 1991; Osborn dan Gabler, 1992; De Vrye, 1994; Fitzsimmon and Fitzsimmon, 1994; Stewart, 1994; Moenir, 1995; Balk, 1997; Gazspert, 1997; Tjiptono, 1997; 17 Soewarno Handayaningrat Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.Jakarta: CV Masagung, hlm: Stewart hlm:13 19 Hutahuruk hlm: 216

23 23 Lukman, 1999 dan Tjokroamidjojo, 2001 yang menyatakan enam dimensi yang dapat dijadikan alat ukur efektivitas pelayanan: 1. Kejelasan dan kepastian 2. Kemudahan dan kesederhanaan 3. Ketepatan dan kecepatan 4. Kearifan dan empati pelayanan 5. Keterbukaan 6. Kesadaran masyarakat sebagai warga negara. 20 Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas menekankan pada tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dengan mempertahankan mekanisme dalam pencapaian tujuan atau sasaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya dalam hal ini yaitu pencapaian pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) yang baik pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) Daerah Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. Penerapan koordinasi diperlukan untuk mencapai hubungan kerja yang terpadu dan terencana dengan dukungan aktif dari semua unsur organisasi dalam upaya pencapaian tujuan secara efektif, sejalan dengan pendapat dari Indrawati, yang mengemukakan bila suatu tujuan tertentu akan dicapai secara efektif oleh suatu usaha bersama, maka adalah logis setiap usaha harus digabungkan sedemikian rupa sehingga setiap waktu tadi akan memberikan hasil maksimal untuk mencapai tujuan tertentu Hutapea. Pelayanan Prima Indrawati hlm: 51

24 24 Keterkaitan antara koordinasi dengan efektivitas dikemukakan oleh Terry yang dikutip oleh Hasibuan, koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron atau teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. 22 Hubungan koordinasi dan efektivitas dikemukakan juga oleh Sugandha, agar di dalam suatu organisasi atau di dalam administrasi pemerintahan terdapat hasil kerja yang efektif, maka setiap kegiatan manusianya harus terkoordinasi. 23 Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis mengemukakan anggapan dasar sebagai berikut: 1. Koordinasi adalah suatu proses penyatupaduan segala kegiatan dan hubungan dari berbagai bagian atau unit kerja yang berbeda sebagai upaya menuju keselarasan dan kesatuan kerja dalam usaha pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan bersama. 2. Efektivitas pelayanan merupakan sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, berupa kejelasan dan kepastian, kesederhanaan dan keterbukaan baik prosedur, persyaratan, rincian biaya dan waktu penyelesaian, guna mempercepat proses penyelesaian pemberian pelayanan administrasi maupun penyelesaian permasalahan yang timbul dalam memberikan pelayanan. 3. Faktor-faktor koordinasi yang dilaksanakan dengan baik akan mewujudkan efektivitas pelayanan. 22 Malayu S.P. Hasibuan Manajemen: Dasar, Pegertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hlm: Dann Sugandha Koordiansi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta: Intermedia, hlm: 41

25 25 Berdasarkan anggapan dasar di atas, maka penulis menuangkannya dalam model kerangka pemikiran sebagai berikut. Intruksi Bersama Menhankam, Mendagri dan Menkeu Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang pelaksanaan SAMSAT Koordinasi antar Instansi: 1. Kesatuan tindakan (X 1 ) 2. Komunikasi (X 2 ) 3. Pembagian Kerja (X 3 ) 4. Disiplin (X 4 ) (Hasibuan: 2006:88) Efektivitas Pelayanan: 1. Kejelasan dan Kepastian 2. Kemudahan dan Kesederhanaan 3. Ketepatan dan Kecepatan (Hutapea: 2002) Gambar 1.1 Gambar Kerangka Pemikiran Selain menuangkan dalam bentuk kerangka pemikiran, penulis pun menuangkan dalam bentuk paradigma penelitian. KOORDINASI (Variabel X) Sub Variabel X: Kesatuan tindakan (X 1 ) Komunikasi (X 2 ) Pembagian Kerja (X 4 ) Disiplin (X 4 ) EFEKTIVITAS PELAYANAN (Variabel Y) Sub Variabel Y: 1. Kejelasan dan Kepastian 2. Kemudahan dan Kesederhanaan 3. Ketepatan dan Kecepatan (Hutapea: 2002) (Hasibuan: 2006:88) Gambar 1.2 Paradigma Penelitian

26 26 Keterangan: : adanya pegaruh antara koordinasi dengan efektivitas pelayanan. Berdasarkan pada gambar 1.1 di atas menunjukan bahwa terdapat hubungan antara koordinasi antar instansi dengan efektivitas pelayanan pada SAMSAT. 1.7 Hipotesis Menurut Sugiyono Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. 24 Bertitik tolak dari kerangka pemikiran tersebut di atas, maka penulis merumuskan hipotesis umum sebagai berikut Adanya pengaruh yang signifikan dari koordinasi antar instansi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. Selain merumuskan hipotesis secara umum, penulis juga merumuskannya dalam hipotesis statistik sebagai berikut. 1. H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan antara kesatuan tindakan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 24 Sugiyono Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta, hlm:70

27 27 2. H2 = Terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 3. H3 = Terdapat pengaruh yang signifikan antara pembagian kerja terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 4. H4 = Terdapat pengaruh yang signifikan antara disiplin terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan. 5. H5 = Terdapat pengaruh yang signifikan antara kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja dan disiplin secara simultan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.

28 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi Pengertian Koordinasi Pengertian koordinasi berasal dari bahasa Inggris coordination yang berarti being co-ordinate, yaitu adanya koordinat yang bersamaan dari dua garis dalam bidang datar, yang dapat diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada koordinat tertentu. Di dalam administrasi, koordinasi bersangkutpaut dengan penyerasian serta penyatuan tindakan dari sekelompok. Koordinasi merupakan tindakan untuk mempersatukan suatu usaha agar mengarah pada sasaran yang sama dalam upaya mencapai tujuan secara efektif. Koordinasi tersebut pada hakikatnya merupakan perwujudan daripada kerjasama antar unit organisasi maupun antara satu organisasi lainnya dalam melaksanakan kegiatan. Sementara itu di pihak lain secara langsung atau tidak langsung. Moekijat mengemukakan bahwa secara etimologis, koordinasi berasal dari Bahasa Latin yaitu cum dan ordinate. Cum mempunyai arti bersama-sama dan ordinate berarti menyusun dan menempatkan sesuatu menurut seharusnya. 25 Sedangkan menurut Siagian yang dimaksud dengan koordinasi adalah Suatu proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebulatan yang terintegrasi dengan cara yang seefisien mungkin Moekijat Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis). Bandung: Mandar Maju. Hlm: Soendang P. Siagian Filsafat Administrasi. Jakarta: CV Haji Masagung, hlm:110

29 29 Pengertian koordinasi yang lain menurut Handoko adalah Proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. 27 Berdasarkan definisi di atas koordinasi merupakan suatu kegiatan yang mengarah pada pengaturan tata kerja dari satu gabungan usaha bersama dalam mencapai tujuan seefisien mungkin, dengan tidak melepaskan suatu pembagian tugas yang tersusun sesuai dengan rencana maka tujuan bersama akan tercapai. Koordinasi merupakan suatu proses untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik diantara kegiatan-kegiatan non fisik. Koordinasi menjadi penting dalam organisasi-organisasi yang komplek karena di dalam organisasi tersebut terdapat banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan banyak orang yang berada dalam bagian yang berbeda. Koordinasi juga diperlukan untuk menyelaraskan kegiatan-kegiatan yang melibatkan lebih dari satu organisasi. Kebutuhan akan koordinasi timbul apabila suatu organisasi memerlukan suatu kesempurnaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan dan apabila terdapat keadaan yang saling ketergantungan diantara kegiatan-kegiatan suatu organisasi, maka hasil yang efektif akan dapat tercapai manakala kegiatan-kegiatan tersebut terkoordinasi dengan baik diantara unit-unit atau bagian-bagian dalam organisasi. Begitupun bila melibatkan berbagai organisasi, koordinasi memainkan peranan yang penting dalam merumuskan pembagian tugas, wewenang dan tanggung 27 Y. Hani Handoko Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE, hlm:195

30 30 jawab dalam setiap organisasi yang terkait, sekaligus melahirkan jaringan hubungan kerja yang diperlukan oleh masing-masing organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat George R. Terry yang dikutip oleh Sutarto sebagai berikut: Coordinating is orderly synchronization of efforts to provide the proper amount, timing, and directing of executing resulting in harmonious an unified action to stated objective. (Koordinasi adalah penyerempakkan kerja sebaikbaiknya untuk mengatur keseluruhan secara total dalam waktu yang telah ditentukan dengan bimbingan pelaksanaan yang terarah, sehingga terdapat tindakan yang serasi dan seragam untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan). 28 Pengertian yang sama dikemukakan oleh Farland yang dikutip oleh Handayaningrat bahwa yang dimaksud dengan koordinasi adalah: suatu proses dimana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur diantara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan didalam mencapai tujuan bersama. 29 Dengan demikian dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli di atas, memberikan gambaran bahwa suatu kegiatan manajemen dalam suatu organisasi dapat mengarah pada kesatuan gerak dalam mencapai tujuan, maka sangatlah penting menyelenggarakan fungsi koordinasi. Dengan koordinasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh unit-unit dalam sebuah organisasi akan berjalan dengan terpadu, sehingga dapat benar-benar mengarah pada pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan koordinasi merupakan hal yang penting dalam organisasi, karena koordinasi diperlukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan atas rencana yang telah ditetapkan. 28 Sutarto hlm: Soewarno Handayaningrat Pengatar Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara, hlm:89

31 31 berikut: Adapun menurut Handayaningrat, ciri-ciri koordinasi adalah sebagai 1. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab daripada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan yang berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik. 2. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya. 3. Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process). Artinya suatu proses yang bersifat kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi. 4. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. 5. Konsep kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usahausaha/ tindakan-tindakan daripada setiap tindakan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam mencapai hasil bersama. 6. Tujuan koordinasi dalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/ tindakan meminta kesadaran/ pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok dimana mereka bekerja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koordinasi Hasibuan berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi adalah sebagai berikut Kesatuan Tindakan Pada hakikatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan-satuan untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. 30 Handayaningrat Administrasi Pemerintah Dalam Pembangunan nasional. Jakarta: PT. Gunung Agung, hlm :42 31 Malayu S.P. Hasibuan Manajemen: Dasar, Pegertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara, hlm:88

32 32 Oleh sebab itu, konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. 2. Komunikasi Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi, sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Perkataan komunikasi berasal dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa Latin mempunyai arti berpartisipasi ataupun memberitahukan. Dalam organisasi, komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi, partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada bawahan harus dengan komunikasi. Dengan demikian, komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi. Berdasarkan pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah

33 33 tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi sebagai berikut: a. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan. b. Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan. c. Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui informasi atau pendapat atau pesan atau ide yang disampaikannya kepada orang tersebut. 3. Pembagian Kerja Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau lebih orang yang bekerja bersama secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan. Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip pembagian kerja (Division of labor). Prinsip pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu organisasi

34 34 diharapkan untuk dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai tujuannya, maka hendaknya lakukan pembagian kerja. Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas. Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektivitas secara dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan keseluruhan aktifitas dalam tugas-tugas yang paling rumit dan tidak seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilahan bagian-bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang. Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu. 4. Disiplin Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang diharapkan. Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masingmasing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal agar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk itu diperlukan disiplin. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu

Koordinasi. 1. Pengertian Koordinasi

Koordinasi. 1. Pengertian Koordinasi Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas. Dengan adanya penyampaian

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR PERATURAN BERSAMA GUBERNUR KEPALA KEPOLISIAN DAERAH DAN KEPALA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG NOMOR : 66 TAHUN 2008 NOMOR POL : NOMOR : TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR BERSAMA SISTIM ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi 2.1.1 Pengertian Koordinasi Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL DI BAWAH SATU ATAP (SAMSAT) DI KABUPATEN SABU RAIJUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan organisasi. Oleh sebab itu, organisasi yang baik tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) didirikan berdasarkan

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) didirikan berdasarkan BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1. Latar Belakang Objek Penelitian III.1.1. Sejarah SAMSAT Serpong Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) didirikan berdasarkan Instruksi Bersama Menteri

Lebih terperinci

ASEP NURWANDA Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP-Universitas Galuh ABSTRAK. Kata Kunci : Pelaksanaan, Pemungutan Retribusi, Bahan Beton Jalan

ASEP NURWANDA Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP-Universitas Galuh ABSTRAK. Kata Kunci : Pelaksanaan, Pemungutan Retribusi, Bahan Beton Jalan PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PENGUJIAN BAHAN JALAN DAN BETON (Studi pada UPTD Laboratorium dan Peralatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ciamis) ASEP NURWANDA Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP-Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdaulat dimana wilayahnya

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdaulat dimana wilayahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdaulat dimana wilayahnya terbagi dalam Provinsi, Kabupaten dan Kota. Dewasa ini perbincangan tentang otonomi yang diterapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan

I. PENDAHULUAN. Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan pelayanan yang berfokus pada masyarakat. Pelayanan yang berfokus pada pelanggan ini akan berhasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Orde Baru yang menghendaki tegaknya supremasi hukum, demokratisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Orde Baru yang menghendaki tegaknya supremasi hukum, demokratisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Orde baru yang berlangsung lebih dari tiga dasawarsa telah berlalu, dan kini berada pada suatu era yang disebut era reformasi, yaitu suatu era pengganti era Orde

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Pada mulanya, urusan pengelolaan Pendapatan Daerah berada dalam koordinasi Biro Keuangan (Sekretariat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemda tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA III.1 Latar Belakang Objek Penelitian III.1.1 Dinas Pendapatan Daerah Prop. DKI Jakarta 1. Sejarah Dinas Pendapatan Daerah Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat seutuhnya, untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak. hanya mengejar kemajuan daerah saja, akan tetapi mencakup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat seutuhnya, untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak. hanya mengejar kemajuan daerah saja, akan tetapi mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat seutuhnya, untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak hanya mengejar kemajuan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Good Governance (kepemerintahan yang baik) merupakan issue yang paling menarik dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Kondisi kepemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun tugas

BAB I PENDAHULUAN. daerah, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) memegang peranan penting dalam rangka membiayai urusan rumah tangga daerah, baik dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL DIBAWAH SATU ATAP KOTA DEPOK

BAB 3 GAMBARAN UMUM SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL DIBAWAH SATU ATAP KOTA DEPOK BAB 3 GAMBARAN UMUM SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL DIBAWAH SATU ATAP KOTA DEPOK 3.1 Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap Kota Depok 3.1.1 Profil SAMSAT Kota Depok Kantor Bersama SAMSAT (Sistem

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri merupakan induk dari semua

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri merupakan induk dari semua BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kedudukan Samsat Bandar Lampung Secara umum Samsat di Indonesia lahir pada tahun 1976 melalui Surat Keputusan Bersama tiga Menteri yaitu Menteri Pertahanan, Keamanan/Panglima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan. Dalam penyelenggaraannya pemerintah daerah, demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk maju dari tahun ke tahun. Sebuah organisasi harus mampu mengantisipasi

BAB I PENDAHULUAN. untuk maju dari tahun ke tahun. Sebuah organisasi harus mampu mengantisipasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam zaman modern saat ini, suatu lembaga atau organisasi dituntut untuk maju dari tahun ke tahun. Sebuah organisasi harus mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini, membawa dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan dalam rangka melaksanakan Trilogi pembangunan, diperlukan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem administrasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh 3 instansi

BAB I PENDAHULUAN. sistem administrasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh 3 instansi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) merupakan suatu sistem administrasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh 3 instansi pemerintah dalam satu gedung,

Lebih terperinci

Bahan Presentasi KOORDINASI DAN KOLABORASI

Bahan Presentasi KOORDINASI DAN KOLABORASI Bahan Presentasi KOORDINASI DAN KOLABORASI Diskripsi Singkat membekali peserta dengan kemampuan untuk menjelaskan pengertian, membekali peserta dengan kemampuan menerapkan koordinasi dan kolaborasi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, setiap daerah harus dapat mengenali potensi dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) adalah suatu sistem administrasi yang dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah dan dilandasi Peraturan Undang-Undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah dan dilandasi Peraturan Undang-Undang sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum UP3AD/SAMSAT Karanganyar 1. Sejarah UP3AD Karanganyar Sebelum dinamakan sebagai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD) Provinsi Jawa Tengah, tahun 1957

Lebih terperinci

dan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara

dan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Sebelum Dinas berdiri sendiri sebagai instansi tersendiri, Pengelolaan Pajak dan Pendapatan Daerah adalah merupakan salah satu bagian yang berada di bawah Biro Keuangan yang bernaung pada Sekretariat Kantor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN DAN PENYETORAN PAJAK DAERAH SECARA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik kepada masyarakat merupakan salah satu tugas atau fungsi penting Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahannya. Pelayanan publik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah DPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) kabupaten Karanganyar adalah salah satu dari Satuan Kerja Perangkat Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Pajak Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, proses penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian dalam suatu rumah tangga membutuhkan sumbersumber penerimaan untuk membiayai segala keperluan rumah tangga. Sama hal nya dengan pajak yang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara BAB II GAMBARAN DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada mulanya, urusan pengelolaan Pendapatan Daerah berada dalam koordinasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi. Dalam

BAB II LANDASAN TEORI. tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi. Dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Respon Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Respon adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi. Dalam Kamus Besar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bentuk usaha yang akan berimbas pada perkembangan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bentuk usaha yang akan berimbas pada perkembangan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang saat ini dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan salah satu bentuk usaha yang akan berimbas pada perkembangan seluruh daerah

Lebih terperinci

Oleh Nama : Dede Bahrudin

Oleh Nama : Dede Bahrudin BAB III RUANG LINGKUP DPPKD PROVINSI BANTEN UPT PANDEGLANG 1.1 Sejarah Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Banten di bentuk berdasarkan peraturan daerah Provinsi Banten nomor 3 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah terbagi atas dua kelompok, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak daerah juga merupakan salah satu penerimaan yang penting di Pemerintahan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 35 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INSTANSI. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara

BAB II PROFIL INSTANSI. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 7 BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Sebelum dinas pendapatan berdiri sebagai instansi tersendiri. Pengelolaan Pajak dan Pendapatan Daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Sumatera Utara Sebelum Dinas berdiri sendiri sebagai Instansi tersendiri, Pemgelola Pajak dilakukan oleh Gubernur Sumatera

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Natuna Visi Kabupaten Natuna adalah Menuju Natuna yang Sejahtera, Merata dan Seimbang. Sesuai dengan visi tersebut, maka ditetapkan pula misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah pelanggaran norma hukum saja, tetapi juga melanggar norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. masalah pelanggaran norma hukum saja, tetapi juga melanggar norma-norma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan timbul sejak manusia ada dan akan selalu ada selama manusia hidup dan mendiami bumi ini. Masalah kejahatan bukan hanya menyangkut masalah pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 1.1.1 Sejarah Kantor Bersama SAMSAT Kota Bogor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT), atau dalam Bahasa Inggris One Roof System, adalah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN Sejarah Singkat Unit Pelaksana TeknisPendapatan Duri Dinas Pendapatan Provinsi Riau

BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN Sejarah Singkat Unit Pelaksana TeknisPendapatan Duri Dinas Pendapatan Provinsi Riau BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Unit Pelaksana TeknisPendapatan Duri Dinas Pendapatan Provinsi Riau Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 35.1 Tahun 2012 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kantor Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari dinas daerah dan menjadi bagian dari Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Dinas daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hakikat mendasar dari prinsip kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM Sekilas Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antara pemerintah pusat dan

BAB IV GAMBARAN UMUM Sekilas Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antara pemerintah pusat dan BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Sekilas Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Kantor

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Kantor BAB IV PEMBAHASAN IV.I. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Kantor Samsat Jakarta Barat. Bab ini akan dimulai dengan mekanisme pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INSTANSI. A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/Dinas Pendapatan Daerah Provinsi

BAB II PROFIL INSTANSI. A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/Dinas Pendapatan Daerah Provinsi BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara pada awalnya mengurusi pengelolaan pajak dan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang optimal perlu diwujudkan untuk mendukung kemandirian

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang optimal perlu diwujudkan untuk mendukung kemandirian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan suatu daerah. Pendapatan daerah yang optimal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat UPT Medan Selatan/Dinas Pendapatan Daerah

BAB II PROFIL INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat UPT Medan Selatan/Dinas Pendapatan Daerah BAB II PROFIL INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat UPT Medan Selatan/Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara pada awalnya mengurusi pengelolaan pajak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pembangunan dan jalannya roda pemerintah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pembangunan dan jalannya roda pemerintah dilaksanakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggara otonomi daerah, salah satu bentuk peran serta masyarakat melalui pajak daerah dan retribusi daerah. Otonomi daerah merupakan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, melalui pajak tersebut Pemerintah mampu membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, melalui pajak tersebut Pemerintah mampu membiayai pengeluaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu pendapatan terbesar dan sangat berpengaruh di Indonesia, melalui pajak tersebut Pemerintah mampu membiayai pengeluaran dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia di segala bidang khususnya bidang ekonomi dan perdagangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap kegiatan organisasi. Organisasi boleh saja memiliki peralatan dan mesin serta sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, instansi pemerintahan dihadapkan pada semakin tingginya tuntutan terhadap pelayanan yang baik kepada masyarakat. Menyikapi tuntutan ini, tantang terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber ekstern tersebut sehingga sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. sumber ekstern tersebut sehingga sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK PENELITIAN. Sehubungan dengan pemberian hak otonom kepada daerah, pemerintah daerah

BAB III OBYEK PENELITIAN. Sehubungan dengan pemberian hak otonom kepada daerah, pemerintah daerah BAB III OBYEK PENELITIAN III.1 Latar Belakang Obyek Penelitian III.1.1 Sejarah Dinas Pendapatan daerah Sehubungan dengan pemberian hak otonom kepada daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat menangani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

TINJAUAN PUSTAKA. langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Publik Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi memiliki perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pelayanan publik yang terjadi di Indonesia sudah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pelayanan publik yang terjadi di Indonesia sudah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pelayanan publik yang terjadi di Indonesia sudah menjadi fenomena terbesar di negara kita, ditandai dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai penyelanggaran pemerintah dan pembangunan di suatu daerah. Pendapatan daerah yang optimal perlu diwujudkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. PENELITIAN TERDAHULU Khairul Dabutar (2005) melakukan penelitian dengan judul Peranan Koordinasi terhadap Efektivitas kerja pegawai pada Dinas Pendapatan Kota Medan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat salah satunya adalah SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat salah satunya adalah SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelayanan publik yang berhubungan langsung dengan pelanggan atau masyarakat salah satunya adalah SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Di Bawah Satu Atap).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. swasta saat ini tengah berlomba untuk meningkatkan pelayanan agar lebih

BAB I PENDAHULUAN. swasta saat ini tengah berlomba untuk meningkatkan pelayanan agar lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari bidang pelayanan adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang membutuhkan. Baik instansi pemerintah maupun swasta saat ini tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang pesat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan suatu daerah. Pendapatan daerah yang optimal perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan birokrasi/pemerintah kepada masyarakat. Pelaksanaan pelayanan publik dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 14 TAHUN 1978

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 14 TAHUN 1978 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 14 TAHUN 1978 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI TATA KERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia di bentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia di bentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan atau Mukaddimah UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia di bentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Boyolali a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali Pada awalnya kantor

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM. A. Sejarah Singkat Berdirinya UPT Dinas Pendapatan Daerah Provinsi. Sumatera Utara (Kantor SAMSAT Sidikalang)

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM. A. Sejarah Singkat Berdirinya UPT Dinas Pendapatan Daerah Provinsi. Sumatera Utara (Kantor SAMSAT Sidikalang) 9 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat Berdirinya UPT Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara (Kantor SAMSAT Sidikalang) Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara pada mulanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembagian Kerja 2.1.1 Pengertian Pembagian Kerja Induk kajian pembagian kerja adalah analisis jabatan yang merupakan suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: G/~S7 /VI.03/HK/2017

GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: G/~S7 /VI.03/HK/2017 GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: G/~S7 /VI.03/HK/2017 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PEMBINA PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR PADA KANTOR BERSAMA SISTEM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat, kualitas serta kesejahteraan segenap lapisan masyarakat, untuk itu pembangunan harus dipandang

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT BIMA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN SAMSAT DRIVE THRU

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT BIMA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN SAMSAT DRIVE THRU SOP-BID REGIDENT-4 Dibuatoleh BAUR STNK IB NYOMAN HENDRAWAN BRIPTU NRP 88050896 Diperiksaoleh KASAT LANTAS PUTU GDE CAKA PRATYAKSA R. S.IK IPTU NRP 91030235 Disahkanoleh KEPALA KEPOLISIAN 1. Tujuan GATUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum UP3AD Samsat Karanganyar Seksi inidibentuk berdasarkan surat keputusan DPD Peralihan Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum UP3AD Samsat Karanganyar Seksi inidibentuk berdasarkan surat keputusan DPD Peralihan Provinsi BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum UP3AD Samsat Karanganyar Pertama kali berdiri bernama Seksi Penghasilan Daerah, pada tahun 1957. Seksi inidibentuk berdasarkan surat keputusan DPD Peralihan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini sebagai negara berkembang Indonesia tengah gencargencarnya melaksanakan pembangunan disegala bidang baik ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun bidang

Lebih terperinci

setelah tax reform, Pemerintah menjadikan sektor pajak sebagai sumber utama dalam

setelah tax reform, Pemerintah menjadikan sektor pajak sebagai sumber utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sebagaimana diketahui tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai masalah, potensi, aspirasi dan prioritas kebutuhan masyarakat di daerah, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara mempunyai letak yang cukup strategis, karena

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara mempunyai letak yang cukup strategis, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Sumatera Utara mempunyai letak yang cukup strategis, karena posisinya yang berada pada jalur pelayaran selat Malaka. Sumatera Utara memiliki luas mencapai

Lebih terperinci