PENGARUH KONSENTRASI BIOMASSA TERHADAP POLA PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF DARI SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KONSENTRASI BIOMASSA TERHADAP POLA PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF DARI SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL"

Transkripsi

1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 4 ISSN : PENGARUH KONSENTRASI BIOMASSA TERHADAP POLA PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF DARI SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL 1. Pendahuluan Ignasius D.A. Sutapa, Sofyandi & Hoerunisa Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Kompleks LIPI Cibinong Jl. Prof. Dody Tisna Amidjaja, PO. BOX 454, Cibinong BOGOR Tel./Fax. : / , IgnasiusSutapa@chemist.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsentrasi biomassa terhadap pola pengendapan dari lumpur aktif yang secara langsung akan menentukan nilai SV3 dan SVI. Penelitian dilakukan dengan menggunakan lumpur aktif dari sistem pengolahan limbah cair industri tekstil PT. UNITEX. Untuk mendapatkan konsentrasi awal lumpur aktif yang cukup tinggi (kisaran mg/l), telah dilakukan pengonsentrasian lumpur dari bak aerasi selama sekitar 6 menit pengendapan. Konsentrasi oksigen terlarut dikembalikan pada level semula antara 1 2 mg/l. Pengukuran volume lumpur dicatat selama 12 menit dalam gelas ukur ml, untuk konsentrasi biomassa berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengendapan lumpur sangat tergantung pada konsentrasi biomassa. Pada konsentrasi biomassa di atas 4 mg/l, lumpur mengendap sangat lambat dengan nilai SV3 di atas 7 ml, dengan kecenderungan menurun sampai 6 menit. Di bawah konsentrasi 35 mg/l, lumpur dapat mengendap relatif cepat dengan rata-rata 15 menit untuk mencapai nilai SV3 yang stabil. Dari grafik hubungan antara volume lumpur dan konsentrasi biomassa (MLLS) terlihat bahwa SV meningkat apabila MLLS semakin tinggi. Menarik untuk dicatat bahwa bagian linear dari grafik SVI vs MLSS yang terbentuk terletak antara 2.5 s/d 4.5 g/l. Hal ini dapat menjelaskan bahwa SV3 yang biasanya dipakai untuk menetukan kualitas pengendapan, sesuai dengan zone konsentrasi tersebut. Apabila dilihat dari kecenderungan yang relatif searah antara SVI dengan MLSS untuk ke 4 waktu tersebut, maka peluang untuk digunakannya SVI 1, SVI 2 SVI, 3 dan SVI 6 hampir sama dalam mendeteksi kualitas pengendapan lumpur aktif. Kata kunci : lumpur aktif, SV3, SVI Pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif paling banyak dipakai saat ini baik untuk industri maupun domestik. Sistem yang menggunakan campuran mikroorganisme dalam menurunkan kadar organik dalam air limbah, memerlukan introduksi oksigen dari udara ke dalam media lumpur tersebut untuk menopang pertumbuhannya. Bioflokulasi yang merupakan tahap kunci keberhasilan penggunaan sistem lumpur aktif dalam mengolah limbah cair, masih belum dipahami secara baik meskipun telah banyak penelitian dilakukan. Hal ini disebabkan karena sistem ini merupakan sistem yang kompleks yang melibatkan beberapa parameter berbeda (fisik, kimia-biokimia, biologi) dalam mendiskripsikan karakteristiknya secara lengkap. Dari beberapa penelitian secara fisik didapatkan informasi bahwa dalam pembentukan flok lumpur aktif terdapat dua macam struktur, yaitu mikrostruktur dan makrostruktur (Sezgin, 1978). Mikrostruktur dipengaruhi oleh adhesi mikrobiologis, pembentukan agregat, dan bioflokulasi. Hal ini merupakan dasar pembentukan flok lumpur aktif, karena bila suatu mikroorganisma tidak mampu bergabung dengan mikroorganisma lainnya, maka endapan (sedimen) yang terdiri dari kumpulan mikroorganisma tidak akan terbentuk. Pada sistem lumpur aktif yang hanya terdiri dari bakteri pembentuk flok (floc forming bacteria), flok yang terbentuk adalah mikrostruktur. Flok yang terbentuk ini biasanya kecil (maksimal berdiameter 75 µm). Bioflokulasi yang terbentuk tersebut tidak normal, sehingga menyebabkan kekeruhan yang tinggi. Pada sistem dengan waktu tinggal rata-rata yang lama dapat menyebabkan kondisi flok yang dikenal dengan pin floc atau pin point floc (Sezgin, 1978; Palm, 198). H-6-1

2 Pembentukan flok makrostruktur pada sistem lumpur aktif dipengaruhi oleh mikroorganisma berfilamen. Mikroorganisma ini membentuk suatu hubungan atau ikatan diantara flok-flok yang terbentuk oleh bakteri pembentuk flok. Jumlah mikroorganisma berfilamen yang besar dapat menyebabkan ukuran flok yang besar terbentuk, karena mikroorganisma berfilamen tersebut membentuk suatu ikatan yang kuat. Hal ini dapat menyebabkan kekeruhan akan semakin kecil pada sistem lumpur aktif. Apabila terlalu banyak mikrorganisma berfilamen dibandingkan mikroorganisma pembentuk flok maka akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut bulking, dimana padatan lumpur aktif sulit dipisahkan dari cairannya. Sehingga supaya terbentuk flok lumpur aktif yang normal, harus seimbang antara mikrostruktur dengan makrostruktur yang terbentuk. Dengan kata lain jumlah mikroorganisma pembentuk flok harus seimbang dengan mikroorganisma berfilamen. Tahap pemisahan biomassa/air bersih merupakan salah satu tahap yang sangat penting (kunci) agar sistem pengolahan limbah cair dengan sistem lumpur aktif dapat berfungsi dengan baik. Tahap ini yang dilakukan dengan fenomena pengendapan sederhana, sering terhalangi oleh buruknya kemampuan untuk tersedimentasi dari lumpur aktif yang menyebabkan tidak berfungsinya sistem seperti penolakan biomassa dan/atau kesulitan untuk mengkonsentrasikan lumpur. Istilah anglo-saxon "bulking" sering/biasa digunakan untuk mendiskripsikan tipe situasi ini yang perlu untuk dihindari. Sludge Volume Index (SVI) yang digunakan untuk menilai secara cepat kualitas pengendapan dari lumpur aktif sering mengalami kendala. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsentrasi biomassa terhadap pola pengendapan dari lumpur aktif yang secara langsung akan menentukan nilai SV3 dan SVI. Penelitian dilakukan dengan menggunakan lumpur aktif dari sistem pengolahan limbah cair industri tekstil PT. UNITEX. 2. Metode Penelitian Parameter fisiko-kimiawi yang diukur merupakan parameter operasional pada sistem pengolahan limbah. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan waktu pengambilan sampel. Parameter operasional yang diukur meliputi ph, temperatur, SV 3, MLSS, SVI, nitrat, ortho-fosfat, dan COD Penentuan ph ph dan temperatur diukur bersama-sama dengan menggunakan ph meter HI 925 (Hanna Instruments). Diambil 3 ml sampel lumpur aktif, ditempatkan dalam gelas beker. Kemudian elektrode ph meter dicelupkan ke dalam sampel, dibiarkan beberapa saat sampai nilainya stabil. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali ulangan Penentuan temperatur Temperatur limbah diukur dengan menggunakan ph meter bersama-sama dengan pengukuran ph. Sebanyak 3 ml sampel lumpur aktif ditempatkan dalam gelas beker. Kemudian pada ph meter diset untuk mode ph dan temperatur. Elektrode ph meter dicelupkan ke dalam sampel dan ditunggu beberapa saat sampai angka yang terbaca konstan Penentuan SV 3 SV 3 atau volume lumpur adalah banyaknya lumpur yang dapat mengendap tiap 1 l cairan limbah, dalam waktu 3 menit. SV 3 diukur dengan mengambil 1 l cairan limbah, dimasukkan dalam kerucut Imhoff. Setelah 3 menit diukur volume lumpur yang dapat mengendap (APHA, 1994) Penentuan MLSS MLSS atau bahan padat tersuspensi (mg/l) adalah banyaknya bahan padat yang tersuspensi dalam cairan limbah. MLSS ditentukan berdasarkan metode gravimetri. Diambil 5 ml sampel limbah, kemudian disaring dengan kertas saring yang telah diketahui berat keringnya. Kertas saring dan filtrat dikeringkan dalam oven dengan temperatur 12 C selama 24 jam. Setelah beratnya konstan, kertas saring dan filtrat ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. MLSS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (APHA, 1994) : MLSS = (a b) x mg/l (1) V Keterangan: a = berat kering kertas saring + filtrat (mg) b = berat kering kertas saring (mg) V = volume sampel limbah (ml) H-6-2

3 2.5. Penentuan SVI SVI atau indeks pengendapan lumpur (ml/g) adalah nilai yang menyatakan volume lumpur yang dapat mengendap tiap 1 g lumpur. SVI dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (APHA, 1994): SV 3 x SVI = ml/g (2) MLSS Keterangan: SV 3 = volume pengendapan lumpur MLSS = bahan padat tersuspensi (mg/l) 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pola Pengendapan Kondisi awal lumpur aktif sebelum dilakukan pengukuran adalah sebagai berikut : MLSS berada pada kisaran 5.9 g/l, ph 8.49, DO.87 dan suhu 25 derajat Celsius. Telah dilakukan pengenceran untuk medapatkan 1 konsentrasi berbeda dengan cara mengurangi volume lumpur sebanyak 1 ml, kemudian diganti dengan volume yang sama dengan air yang keluar dari ionstalasi di akhir proses. Pencatatan terhadap volume lumpur yang mengendap dalam gelas ukur ml dilakukan selama 1 jam. Pola pengendapan lumpur ditampilkan dalam gambar 1 dan 2. Terlihat bahwa untuk konsentrasi 4 s/d 5.9 g/l, lumpur aktif mengendap dengan perlahan secara proporsional sampai menit ke 6. Semakin rendah konsentrasi awal, maka volume lumpur semakin kecil, atau dengan kata lain lumpur relatif lebih mudah mengendap. Kecapatan mengendap naik cukup signifikan bila konsentrasi awal lumpur aktif di bawah 4 g/l. Untuk mencapai volume di bawah ml hanya diperlukan waktu sekitar 2 menit, sedangkan untuk konsentrasi di atas 4 g/l dibutuhkan waktu 6 menit. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin besar konsentrasi lumpur, maka jarak antara partikel-partikel di dalam lumpur sangat dekat sehingga pemampatan dengan gaya gravitasi semakin sulit terjadi. Sebaliknya apabila konsentrasi lumpur rendah, partikel-partikel lumpur masih memiliki jarak/ruang yang cukup sehingga memungkinkan pemampatan dengan gravitasi. Untuk mengetahui persentasi volume lumpur yang mengendap pada waktu t tertentu, maka dapat dihitung berdasarkan selisih volume terhadap volume mula-mula dikalikan 1%. Tabel 1 merangkum hasil perhitungan persentasi lumpur yang mengendap untuk t = 3, 1, 2, 3 dan 6 menit. Terlihat dalam tabel 1 bahwa persentase volume lumpur cenderung meningkat apabila konsentrasi awal lumpur menurun. Pada konsentrasi awal 5.9 g/l, persentasi maksimal yang dicapai hanya 6 % untuk t = 6 menit. Sedangkan pada t = 3 menit praktis tidak mengendap sama sekali. Sementara pada konsentrasi awal 3.5 g/l, diperlukan waktu 3 menit untuk mencapai 5 % dari volume awalnya. Sedangkan pada konsentrasi awal lumpur 2.5 g/l, persentasi sebesar 53 % sudah dapat dicapai pada menit ke 3. Nilai persentasi volume lumpur yang mengendap di atas 5 persen ini yang biasanya diambil sebagai kisaran dalam menentukan SVI dengan basis SV3. Tabel 1.: Persentasi volume lumpur aktif yang mengendap X (g/l) t = 3 menit t = 1 menit t = 2 menit t = 3 menit t= 6 menit 5,9 1,5 2, , , , ,5 19 4,5 2,5 5,5 1, , , H-6-3

4 Volume Lumpur X (5,9 g/l) X (5,5 g/l) X (5, g/l) X (4,5 g/l) X (4, g/l) t (menit) Gambar 1.: Variasi nilai volume lumpur terhadap waktu Volume Lumpur X (3,5 g/l) X (3, g/l) X (2,5 g/l) X (2, g/l) X (1, g/l) t (menit) Gambar 2.: Variasi nilai volume lumpur terhadap waktu 3.2. Pengaruh Konsentrasi Terhadap SV dan SVI Sludge Volume (SV) merupakan volume lumpur yang mengendap pada waktu tertentu. SV ini bermanfaat untuk menentukan SVI. Biasanya digunakan SV3 atau SV setelah pengendapan selama 3 menit. Penggunaan SV3 ini perlu dicermati mengingat nilai SV sangat tergantung dari konsentrasi awal lumpur aktif yang digunakan. Sebagaimana terlihat dalam tabel 2 dan gambar 3, nilai SV untuk waktu t = 1, 2, 3 dan 6 menit menurun apabila konsentrasi awal lumpur semakin rendah. Untuk konsentrasi yang sama nilai SV dari t = 1 ke t = 6 cenderung menurun mengikuti pola pengendapan yang sudah dibahas sebelumnya. Dari data tersebut dalam tabel 2, sebenarnya tidak ada SV yang spesifik mengingat nilainya berubah sesuai dengan konsentrasi, kecuali pada konsentrasi awal lumpur 1 g/l, SV3 dan SV 6 mempunyai nilai yang sama sebesar 8 ml/l. Namun demikian ada kecenderungan huhungan linear antara SV3 dengan SV untuk t = 1, 2 dan 6 menit seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4, terutama untuk H-6-4

5 konsentrasi awal lumpur aktif di bawah 4.5 g/l. Hubungan ini akan sangat bermanfaat untuk memprediksi SV 3 atau SV6 dengan hanya menentukan SV1 atau SV2 dengan waktu yang relatif lebih singkat. Tabel 2.: Nilai SV pada t = 1, 2, 3 dan 6 menit MLLS (g/l) SV 1 SV 2 SV 3 SV 6 5, , , , , Volume Lumpur (ml) MLLS (g/l) V1 V2 V3 V6 Gambar 3.: Variasi nilai volume lumpur terhadap MLLS SV SV3 SV 1 SV 2 SV 3 SV 6 H-6-5

6 Gambar 4.: Hubungan antara SV1, SV2 dan SV6 dengan SV3 Sludge Volume Index (SVI) merupakan parameter teknis yang penting untuk menetukan kualitas pengendapan dari lumpur aktif. SVI biasanya ditentukan berdasarkan SV3 sebagaimana telah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya. Tabel 3 merangkum nilai SVI pada t = 1, 2, 3 dan 6 menit pada konsentrasi lumpur yang berbeda. Tabel ini menunjukkan bahwa nilai SVI saangat tergantung dari konsentrasi awal lumpur aktif. Sebagaimana diperlihatkanh dalam gambar 5, SV1 SV6 relatif konstan untuk konsentrasi 1 2 g/l, kemudian naik secara proporsional antara g/l dan turun kembalai untuk konsentrasi yang lebih tinggi. Menarik untuk dicatat bahwa bagian linear dari grafik SVI vs MLSS yang terbentuk terletak antara 2.5 s/d 4.5 g/l. Hal ini dapat menjelaskan bahwa SV3 yang biasanya dipakai untuk menetukan kualitas pengendapan, sesuai dengan zone konsentrasi tersebut. Apabila dilihat dari kecenderungan yang relatif searah antara SVI dengan MLSS untuk ke 4 waktu tersebut, maka peluang untuk digunakannya SVI 1, SVI 2 SVI, 3 dan SVI 6 hampir sama dalam mendeteksi kualitas pengendapan lumpur aktif. Tabel 3.: Nilai SVI pada t = 1, 2, 3 dan 6 menit X (g/l) SVI 1 SVI 2 SVI 3 SVI 6 5,9 166,95 165,25 164,41 159,32 5,5 178,18 175,45 172,73 16, 5 194, 19, 183, 162, 4,5 21, 198,89 182,22 137, ,5 25, 18, 137,5 3,5 25,71 162,86 14, 18, ,67 133,33 12, 13,33 2,5 136, 116, 1, 88, 2 12, 1, 9, 8, 1 12, 1, 8, 8, 25,, SVI (ml/g) 15, 1, 5,, MLLS (g/l) SV1 SV2 SV3 SV6 Gambar 5.: Variasi nilai SVI terhadap MLLS 4. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengendapan lumpur sangat tergantung pada konsentrasi biomassa. Pada konsentrasi biomassa di atas 4 mg/l, lumpur mengendap sangat lambat dengan nilai SV3 di atas 7 ml, dengan kecenderungan menurun sampai 6 menit. Di bawah konsentrasi 35 mg/l, lumpur H-6-6

7 dapat mengendap relatif cepat dengan rata-rata 15 menit untuk mencapai nilai SV3 yang stabil. Dari grafik hubungan antara volume lumpur dan konsentrasi biomassa (MLLS) terlihat bahwa SV meningkat apabila MLLS semakin tinggi. Menarik untuk dicatat bahwa bagian linear dari grafik SVI vs MLSS yang terbentuk terletak antara 2.5 s/d 4.5 g/l. Hal ini dapat menjelaskan bahwa SVI 3 yang biasanya dipakai untuk menetukan kualitas pengendapan, sesuai dengan zone konsentrasi tersebut. Apabila dilihat dari kecenderungan yang relatif searah antara SVI dengan MLSS, maka peluang untuk digunakannya SVI 1, SVI 2 SVI, 3 dan SVI 6 hampir sama dalam mendeteksi kualitas pengendapan lumpur aktif. Daftar Pustaka EDELINE F. (1993) : "L'epuration biologique des eaux.", Techniques et Documentation, Cebedoc editeur, Lavoisier. ERIKSSON L, HARDIN A.M. (1984) : "Settling properties of activated sludge related to floc structure.", Water Science and Technology, Vol.16, ERIKSSON L, ALM B. (1991) : "Study of floculation mechanisms by observing effects of a com-plexation agent on activated sludge properties.", Water Science and Technology, Vol.24, FORSTER C.F. (1976) : "Acti-vated sludge surfaces in relation to the sludge volume index.", Wat. S. A., Vol.2, JENKINS D., RICHARD M. GG., DAIGGER G.T. (1986) : "Manual of the causes and control of activated sludge bulking and foaming.", Water Research Com-mission, USEPA. PALM J.C., JENKINS D., PARKER D.S. (198) : "Rela-tionship between organic loading, dissolved oxygen concentration and sludge settleability in the completely mixte activated sludge process.", Journal of Water Pollu-tion Control Federation, Vol.52, PAVONI J.L., TENNEY M.W., ECHELBERGER Jr. W.F. (1972) : "Bacterial exocellular po-lymers and biological flocula-tion.", Journal of Water Pollution Control Federation, Vol.44, No.3, ROCHE N. (1989) : "Influence de l'hydrodynamique des bassin d'ae-rations sur la decantabilite des boues activees.", PhD Thesis, INPL, Nancy-France. PALM J.C., JENKINS D., PARKER D.S. (198) : Relationship between organic loading, disolved oxygen concentration and sludge settleability in the completely mixte activated sludge process. JWPCF, vol. 52., H-6-7

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN III. 1. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan mencatat secara penuh data kurva pengendapan lumpur dengan parameter fisiko-kimiawi untuk pembuatan modelnya. Sampel lumpur

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Marry Fusfita (2309105001), Umi Rofiqah (2309105012) Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF SNI 19-6447-2000 METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF DAFTAR ISI Daftar isi 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Pengertian 4. Hal-Hal Yang Diuji Pada Instalasi Pengolahan Lumpur Aktif 5. Ketentuan Umum

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen Kekeruhan (NTU) BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Kualitas Air 1. Nilai Kekeruhan Air Setelah dilakukan pengujian nilai kekeruhan air yang dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Beauty S. D. Dewanti (239113) Pembimbing: Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS dan Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng Laboratorium

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN PENGARUH PERUBAHAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL TERHADAP KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI FILAMEN

ISOLASI DAN PENGARUH PERUBAHAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL TERHADAP KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI FILAMEN PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 ISOLASI DAN PENGARUH PERUBAHAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL TERHADAP KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI FILAMEN

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat 1 2 Dengan semakin meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan maka mengakibatkan semakin meningkatnya potensi pencemaran lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilaksanakan pada tanggal 1 November 16 dengan durasi pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment selama menit melalui unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai Studi pustaka / studi literator Persiapan : 1. Survey lapangan 2. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengolahan kualitas air dimulai dengan studi pustaka/study literature mencari data dan informasi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian disusun untuk mengarahkan langkah-langkah penelitian agar tujuan penelitian dapat dicapai dengan benar. Garis besar dari metode penelitian adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 36 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dan Laboratorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai Studi pustaka / studi literator Persiapan : 1. Survey lapangan 2. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING PROCEEDING NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING Alien Kurniawan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. menggunakan suatu kolompok eksperimental dengan kondisi perlakuan tertentu

BAB IV METODE PENELITIAN. menggunakan suatu kolompok eksperimental dengan kondisi perlakuan tertentu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimental, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan penelitian pengolahan kualitas air dimulai dengan studi pustaka/study literatur mencari data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian, dilanjutkan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN : Analisis Kualitas Air Sumur Bor di Pontianak Setelah Proses Penjernihan Dengan Metode Aerasi, Sedimentasi dan Filtrasi Martianus Manurung a, Okto Ivansyah b*, Nurhasanah a a Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

PERSYARATAN PENGAMBILAN. Kuliah Teknologi Pengelolaan Limbah Suhartini Jurdik Biologi FMIPA UNY

PERSYARATAN PENGAMBILAN. Kuliah Teknologi Pengelolaan Limbah Suhartini Jurdik Biologi FMIPA UNY PERSYARATAN PENGAMBILAN SAMPEL Kuliah Teknologi Pengelolaan Limbah Suhartini Jurdik Biologi FMIPA UNY Pengambilan sampel lingkungan harus menghasilkan data yang bersifat : 1. Obyektif : data yg dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu Dan Tempat Penelitian. B. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu Dan Tempat Penelitian. B. Alat dan Bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada 7 Oktober 2015 hingga 7 November 2015 di Sub Lab Kimia FMIPA UNS dan Balai Laboratorium Kesehatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO 3 Mulai Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO 3 2,5 g/l

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

Oleh : Putri Paramita ( )

Oleh : Putri Paramita ( ) Tugas Akhir SB-091358 Oleh : Putri Paramita (1507100006) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat. Maya Shovitri, M.Si Nengah Dwianita Kuswytasari S.Si., M.Si Limbah Organik Sungai Tercemar BOD, COD, TSS, TDS, ph

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Kerja Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biomassa dari bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

[Type text] BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah cair merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tata kota. Mengingat limbah mengandung banyak zatzat pencemar yang merugikan bahkan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

MODUL PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MODUL PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 PERATURAN DAN TATA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY, pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY, Pengujian

Lebih terperinci

EFISIENSI PROSES KOAGULASI DI KOMPARTEMEN FLOKULATOR TERSUSUN SERI DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH. Ignasius D.A. Sutapa

EFISIENSI PROSES KOAGULASI DI KOMPARTEMEN FLOKULATOR TERSUSUN SERI DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH. Ignasius D.A. Sutapa Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 26 Januari 2010 EFISIENSI PROSES KOAGULASI DI KOMPARTEMEN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung (BBPBL), Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilaksanakan pada tanggal 22 September 2016 dengan pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment melalui segmen 1 koagulasi, flokulasi, segmen 2 sedimentasi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Limbah cair usaha kegiatan peternakan dari MT Farm Ciampea b. Air Danau LSI IPB. c.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY,Pengujian

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pengaruh Bakteri, Bak Aerasi, Pengolahan Air Limbah

Kata Kunci: Pengaruh Bakteri, Bak Aerasi, Pengolahan Air Limbah Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 2, No 3 Maret 2017 PENGARUH BAKTERI PADA BAK AERASI DI UNIT WASTE WATER TREATMENT Indah Dhamayanthie dan Ahmad Fauzi Akamigas

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR MINYAK DAN COD AIR LIMBAH OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN FLOTASI DAN LUMPUR AKTIF

PENURUNAN KADAR MINYAK DAN COD AIR LIMBAH OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN FLOTASI DAN LUMPUR AKTIF PENURUNAN KADAR MINYAK DAN COD AIR LIMBAH OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN FLOTASI DAN LUMPUR AKTIF I Wayan Budiarsa Suyasa 1), I Made Arsa 2) 1) Program Magister Ilmu Lingkungan PPS Unud 2) Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK JRL Vol.6 No.2 Hal. 159-164 Jakarta, Juli 21 ISSN : 285-3866 PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK Indriyati Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 134 Abstract Seeding

Lebih terperinci

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6() Januari 7: 7 ISSN 4-784 Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Maya Sarah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI al Kimiya, Vol. 2, No. 1, Juni 215 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI DYAH DWI POERWANTO, 1 EKO PRABOWO HADISANTOSO, 1*

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA

PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA oleh : Arianto 3107 205 714 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Sungai Kali Brantas mempunyai luas cacthment area sebesar 14.103 km 2. Potensi air permukaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Perternakan UIN SUSKA RIAU dan SMAN

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya Topik : Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya Tujuan : 1. Mahasiswa memahami sumber-sumber dan macam-macam limbah cair 2. Mahasiswa memahami karakteristik limbah cair 3. Mahasiswa memahami teknologi pengolahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 33 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1 Waktu dan Lokasi Percobaan Sampel air diambil dari danau yang berada di kompleks kampus Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta sebelah selatan Fakultas Pertanian. Pengambilan

Lebih terperinci

STUDI LAJU DEOKSIGENASI PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG UNTUK RUAS SILIWANGI - ASIA AFRIKA, BANDUNG

STUDI LAJU DEOKSIGENASI PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG UNTUK RUAS SILIWANGI - ASIA AFRIKA, BANDUNG INFOMATEK Volume 19 Nomor 1 Juni 2017 STUDI LAJU DEOKSIGENASI PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG UNTUK RUAS SILIWANGI - ASIA AFRIKA, BANDUNG Yonik Meilawati Yustiani, Astri Hasbiah *), Muhammad Pahlevi Wahyu Saputra

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1 Struktur Hidrolika Sungai Perhitungan struktur hidrolika sungai pada segmen yang ditinjau serta wilayah hulu dan hilir segmen diselesaikan dengan menerapkan persamaanpersamaan

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK 31 PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK THE EFFECT OF MEDIA RATIO, RECIRCULATION AND SLUDGE AGE AT AEROBIC HYBRID REACTOR IN ORGANIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN KINERJA MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) DAN SUBMERGED MEMBRAN BIOREAKTOR (SMBR) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

STUDI PERBANDINGAN KINERJA MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) DAN SUBMERGED MEMBRAN BIOREAKTOR (SMBR) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR STUDI PERBANDINGAN KINERJA MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) DAN SUBMERGED MEMBRAN BIOREAKTOR (SMBR) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Candra Pramita Sari (2309105033) dan Eva Rista Sirait (2309105037) Pembimbing : Prof.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Mata air yang terletak di Gunung Sitember Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat 48 Air minum yang dialirkan menggunakan pipa besi Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU SEMINAR KOMPREHENSIF Dibawah Bimbingan : -Dr. Sunarto, S.Pi., M.Si (Ketua Pembimbing)

Lebih terperinci

EFISIENSI PENURUNAN JUMLAH BAKTERI INDIKATOR PENCEMAR DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH SEKALA PILOT. Ignasius D.A. Sutapa

EFISIENSI PENURUNAN JUMLAH BAKTERI INDIKATOR PENCEMAR DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH SEKALA PILOT. Ignasius D.A. Sutapa Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 26 Januari 2010 EFISIENSI PENURUNAN JUMLAH BAKTERI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN ABSTRACT Dian Yanuarita P 1, Shofiyya Julaika 2, Abdul Malik 3, Jose Londa Goa 4 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci